pembinaan karakter
Click here to load reader
-
Upload
ana-meinardi -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
Transcript of pembinaan karakter
BAB IV
BAGAIMANA TANGGUNG JAWAB PEMBINA TERHADAP PEMBINAAN
KARAKTER ANAK
Keteladanan dalam kehidupan dan perilaku
Baik dan buruknya karakter anak adalah tanggung jawab orangtua dan pembina
Panti Asuhan. Sebab, pada mulanya anak terlahir dalam kondisi yang masih polos. Jadi,
apabila anak tersebut menjadi orang yang memiliki kelakuan buruk, meresahkan dan
merugikan orang yang ada di sekelilingnya maka orangtua dan pembina panti asuhan
harus bertanggung jawab. Karena, tugas orangtua dan pembina adalah mengajarkan dan
membimbing anak supaya menjadi anak yang baik.
Anak bagai kertas putih, yang mau diisi apa saja oleh ayah atau ibunya dan itu
hak mereka. Jika ingin si anak menjadi baik tentu kertas putih tersebut diisi dengan hal
positif terutama penekanan moralnya. Pola pendidikan dalam keluarga sangat penting
agar anak tumbuh kembangnya bagus, mencintai diri, dan sesamanya. Anak belajar dari
kehidupan, yang pertama adalah lingkungan ayah-ibunya.1
Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis berpendapat bahwa pembina
seharusnya dapat dijadikan teladan bagi anak-anak panti asuhan dalam perilakunya,
sehingga dengan demikian karakter anak-anak panti asuhan dapat bertumbuh kearah yang
lebih baik dan anak-anak dapat merasakan kasih Kristus melalui pembina yang ada di
panti Asuhan khususnya Yayasan Panti Asuhan Kristen YWI.
Untuk membangun keluarga yang kuat di dalam Tuhan, masing-masing anggota
keluarga harus memiliki pengenalan akan Tuhan dengan benar. Orang tua sebagai wakil
1 http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=5002
Allah di dalam keluarga dituntut untuk bisa membimbing anak-anaknya hidup di dalam
takut akan Tuhan.2 Pembina panti asuhan seharusnya mampu menjadi pengganti orang
tua bagi anak-anak yatim, piatu, maupun yang tidak mampu dan pembina juga
seharusnya adalah orang yang memiliki pengenalan akan Tuhan dengan benar, sehingga
panti asuhan dapat memenuhi kebutuhan anak dalam pengasuhan sebagai pengganti
orang tua, dengan demikian anak tidak merasa sendirian atau terbuang dari keluarganya,
namun anak-anak tetap dapat merasakan memiliki keluarga yang mengasinya dan anak
juga dapat menjadikan anak-anak yang takut akan Tuhan.
Membangun hubungan yang harmonis
Anak akan tumbuh sesuai dengan kebiasaannya. Apabila anak dibimbing dan
diajarkan tentang kebaikan, maka ia akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter baik
dan menjadi orang yang berguna bagi siapa saja yang ada di dekatnya.
Dr.Andrew D.Lester penulis buku Pelayanan Pastoral Bersama Anak-anak dalam
Krisis mengatakan, orang tua bertanggung jawab memelihara, memenuhi kebutuhan,
memberi nasihat, dan menyediakan pengasuhan rohani terhadap anak-anak mereka.3
Pembina memiliki peranan penting dalam hal ini, langkah-langkah yang dapat
dilakukan adalah: pembina harus membangun hubungan yang mendalam dengan anak
yang dibinanya, membangun hubungan memang memerlukan waktu yang cukup panjang
dan memerlukan kesabaran dari pembina. Hal ini disebabkan karena anak-anak ini 2 ? Kurt Brunner,Jim Weidmann,Mike,dan Amy Nappa, An Introduction To Family Nights Tool Chest (Jakarta: City Blessing Publication, 2004) 50.
3 Dr.Andrew D.Lester,Pelayanan Pastoral Bersama Anak-anak Dalam Krisis. (T.k : The Westminster,Philadelphia 1985).
sedang terluka, sehingga ia tidak mudah mempercayai orang lain, ketidakstabilan emosi,
ada banyak kemarahan terhadap orang dewasa dan diri sendiri karena jauh dari orang tua,
dan sebagainya. Oleh sebab itu, proses membangun hubungan seringkali dipandang
sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah pembinaan kerohanian terhadap anak-anak
Panti Asuhan. Untuk itu dibutuhkaan pembina yang memiliki kemampuan sosialisasi
yang baik, sehingga dapat membuat anak-anak merasa nyaman berada dekat pembinanya.
Ketika hubungan sudah terbangun dengan baik, anak sedikit demi sedikit akan
mulai membuka diri, bahkan mulai masuk ke wilayah diri yang lebih nyaman bersama
dengan pembinanya. Sikap yang dibutuhkan oleh seorang pembina dalam membangun
hubungan dengan anak adalah sikap empathy dan understanding, yang memberi
keyakinan bahwa pembina ada di sana untuk mendampingi, memahami, dan mengasihi
anak.
Pembina memberi pemahaman kepada anak mengenai apa yang dia rasakan, dan
alami juga dapat dirasakan oleh pembina, dan pembina juga dapat memberi penegasan
bahwa apa yang dirasakan anak sangatlah berat dan ekspresi yang diungkapkan anak
adalah ekspresi yang mungkin akan dilakukan oleh orang lain yang mengalami hal yang
sama, dengan demikian pembina dapat menolong anak untuk menghilangkan ketakutan
dan perasaan kehilangannya. Pembina juga perlu memfasilitasi proses berduka yang
benar dan sehat, karena hal ini akan menimbulkan efek yang sangat kuat untuk
memperoleh pemulihan.
Anak-anak di panti asuhan perlu masuk ke dalam terapi kelompok, untuk
menolong mereka menemukan kebenaran indah dari hidup mereka; mereka sama-sama
pernah terluka dan dilukai.4 Pembina juga dapat memberi pemahaman kepada anak
bahwa keadaannya pada masa lalu bukanlah kesalahannya, tapi sesuatu yang tidak
mampu dihindarinya. Dalam hal ini, pembina harus memiliki kemampuan atau skill yang
mampu untuk menolong anak mengatasi ledakan emosi, kemarahan, dan perasaan tidak
keberhargaan yang ada dalam dirinya.
Mendidik anak dalam kebenaran
Oleh karena itu, supaya anak dapat tumbuh menjadi orang yang berakhlak baik
maka pembina wajib mendidik dan membimbingnya dengan baik. Adalah penting bagi
pembina mengajarkan kepada anak tentang apa saja yang termasuk perilaku baik dan
mana saja yang buruk. Dengan demikian, anak akan memahami dan dapat membedakan
antara yang baik dan buruk. Sehingga, ia tidak akan tertarik untuk melakukan tindakan
buruk yang dapat merugikan dirinya dan juga lingkungannya.
Radinal Mukhtar Harahap psikolog dari Universitas Diponegoro (UNDIP)
Semarang, mengatakan bahwa "Anak adalah anugerah yang harus dijaga. Kita tidak bisa
menyalahkan mereka begitu saja atau menyalahkan lingkungan, tetapi kembali kepada
diri orangtua sendiri, apakah selama ini menjaga anugerah tersebut dengan baik atau
tidak.5
Cara membesarkan atau mendidik anak yang berasal dari Tuhan haruslah dilakukan
dengan perhatian, kasih sayang dan pikiran yang sehat, sama seperti Allah yang menjadi
orang tua bagi kita anak-anak-Nya.
4Rudy Tejalaksana, Konseling Bagi Anak-Anak Panti Asuhan, (online), tersedia : http://his-shelter-community.blogspot.com/2009/12/pelayanan-konseling-bagi-anak-anak.html
5 http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg67126.html
Judith Allen Shelly penulis buku “Kebutuhan Rohani Anak” mengatakan bahwa,
Beban tanggung jawab yang utama dalam tugas memerhatikan kerohanian anak terletak
pada bahu orang tua. Memberi perawatan yang baik berarti memandang seorang anak
sebagai bagian dari suatu keluarga besar, bukan sebagai seorang pasien yang diasingkan
atau diisolasi. Begitu juga dengan perhatian yang diberikan dalam segi rohani. 6
Ada beberapa prinsip yang bisa menolong pembina agar mampu membangun
relationship:
Pertama, memberi perhatian yang terbaik. Yang dimaksud perhatian adalah
sesuatu yang diberikan yang secara mental kita melibatkan emosinya, pikiran, dan
semuanya. Memberi perhatian yang terbaik berarti kita memberikan diri kita seutuhnya
kepada anak.
Kedua, empati. Dengan empati relationship itu akan terus berkembang dan dapat
dipertahankan. Kalau pada sesi itu kita sudah dapat berbicara dengan anak, kita tanyakan
kepadanya pengalaman dia, apa yang sedang dia rasakan, apa yang dia alami di sekolah,
di rumah, sekarang waktu kita sedang bercakap-cakap dengan dia.7
Ketiga, pembina memfokuskan diri kepada masa kini, bukan masa lalu. Ini sering
bertentangan. Sering kali mind-set orang mengatakan bahwa masa lalu itu lebih penting
sehingga dia mengngorek-ngorek masa lalu. Sebenarnya yang penting sekarang adalah
masa kini, bukan masa lalu, juga bukan masa yang akan datang. Kalau dia bisa
menerima, mengerti, memahami, masa kini, maka mudah baginya memutuskan hubungan
6 Judith Allen Shelly, Kebutuhan Rohani Anak: Pedoman untuk Para Orang Tua,Guru, dan Perawat.(Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1982).12-17
7Bambang, Hanny SyumanjayaJust, for Parents (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010) 43-48.
masa lalu. Kalau masa kininya masih membelenggu dan mengikat dia, bagaimana dia
mau melepaskan dirinya dari masa lalu?.
Keempat, dalam rangka membangun hubungan, kita harus lebih banyak menerima
anak apa adanya daripada mengoreksi.8
Setelah itu tentunya ada fase berikutnya yang harus dilakukan apabila hubungan
sudah terbangun dengan baik, yakni harus memahami dan mengetahui pikiran anak ini
sedang ke arah mana, apa keinginannya, dan apa yang dianggap baik oleh anak ini.
Memahami hal itu jauh lebih baik dari pada hanya memberi instruksi: “Kamu harus
begini, kamu harus begitu”.9
Dari penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pembina haruslah
memiliki hati yang tulus dalam mendidik anak-anak. Bukan hanya sekedar merasa itu
adalah bagian dari pekerjaan, tetapi lebih kepada perasaan bahwa anak-anak panti asuhan
adalah merupakan bagian dari hidup pembina. Dengan demikian, pembina tidak akan
menganggap anak sebagai beban ataupun hanya menjadi seorang yang suka memberi
aturan tanpa pernah mau tahu apa yang sedang dialami atau dirasakan oleh anak-anak.
Pembina yang baik adalah pembina yang menganggap bahwa anak-anak panti asuhan
adalah anaknya sendiri, yang harus dirawat dan dibesarkan sebagaimana layaknya
seorang anak.
8Bambang, Hanny Syumanjaya, Jus For Parents 49-52.9 Ibid. 53.
Metode Pembinaan Anak
Secara alami manusia adalah makhluk yang mengacu kepada kinerja. Budaya
kita, dan kadang-kadang cara kita dididik, memperkuat pola pikir yang sudah tertata
dalam memori ingatan manusia. Seringkali orangtua memuji anak berdasarkan
kinerjanya, dan hal ini hampir pasti benar dalam masyarakat kita.10 Akan lebih baik
apabila budaya atau kebiasaan yang ada dalam kehidupan pembina tidak diterapkan bagi
anak-anak panti asuhan mengingat anak-anak berasal dari latar belakang keluarga yang
berbeda.
Pembina panti asuhan sama dengan orang tua bagi anak-anak panti asuhan yang
punya kewajiban membimbing anaknya, karena memang sudah perintah Tuhan dan
selain itu karena cinta. Tujuan orang tua membimbing anaknya adalah untuk menjadikan
anak yang takut akan Tuhan. Karena anak yang takut akan Tuhan akan dapat berprestasi
dalam belajar, juga dapat mengangkat nama baik orang tuanya yang telah membimbing
anaknya dengan penuh kasih sayang. 11
Model pembinaan anak yang diberikan oleh Panti Asuhan Kristen YWI meliputi
pendidikan agama, anak-anak dilatih untuk memiliki kepribadian yang sesuai dengan
Firman Tuhan. Pola pembinaanpun dilakukan dengan menanamkan kedisiplinan anak,
kesopanan anak, dan tingkah laku anak. Banyak media yang digunakan dalam proses
membina moral anak-anak panti asuhan yitu: Alkitab, buku-buku motivasi, cerita-cerita
10Jerry Bridges, The Discipline of Grace (Bandung: Pionir Jaya, 2007) 89 11 http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/01/peran-orangtua-dalam-upaya-pencegahan.html
Alkitab yang dibawakan oleh pembina, permainan kelompok dan juga melalui menonton
film bersama.12
Menghidari Sikap Pilih Kasih
Dalam membesarkan anak-anak, pembina hendaknya jangan menunjukkan sikap
pilih kasih, harus memberi dorongan dan juga teguran, hanya menghukum perbuatan
salah yang dilakukan dengan sengaja, dan mengabdikan kehidupan mereka dalam kasih
kepada anak-anak mereka dengan hati yang penuh belas kasihan, kemurahan, kerendahan
hati, kelemah lembutan, dan kesabaran (Kol. 3:12-14,21). Berikut ini terdapat beberapa
langkah yang harus diambil oleh para orang tua untuk menuntun anak mereka menuju
kehidupan yang saleh di dalam Kristus. 13
Pertama, Menyerahkan anak-anak kepada kepada Allah pada permulaan
kehidupan mereka (1 Sam. 1:28 ; Luk. 2:22).
Kedua, Mengajar anak agar takut akan Tuhan dan berpaling dari kejahatan,
mencintai kebenaran dan membenci dosa. (Ibr.1:9). Ketiga, Mengajar anak untuk menaati
orang tua melalui disiplin alkitabiah (Ul.8:5 ; Ams.3:11-12 ; 13:24 ; 23:13-14 ; 29:15,17 ;
Ibr.12:7).
Keempat, melindungi anak dari berbagai pengaruh jahat dengan menyadari usaha
Iblis untuk menghancurkan mereka secara rohani melalui daya tarik dunia dan teman-
teman yang tidak bermoral (Ams.13:20; 28:7; 1 Yoh.2:15-17).
12Kasmin Nababan salah satu Pembina Panti Asuhan Kristen YWI (pada 30 April 2011). 13 LAI, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan.(Malang: Gandum Mas, 1994) 286-287.
Kelima, menyadarkan anak-anak bahwa Allah selalu mengamati dan menilai apa
yang mereka lakukan, pikirkan, dan katakan (Mzm. 139:1-12).
Keenam,menetapkan anak-anak dalam sebuah gereja rohani dimana Firman Allah
diberitakan, prinsip-prinsip kebenaran-Nya dihormati, dan Roh Kudus dinyatakan. (Mzm.
119:63 ; Kis.12:5).
Ketujuh, melalui teladan dan nasihat doronglah anak-anak untuk hidup bertekun
di dalam doa (Kis. 6:4 ; Rom. 12:12 ; Ef. 6:18 ; Yak. 5:16).
Berdasarkan hal di atas, maka penulis merasa bahwa pembina harus memiliki
target yang harus dicapai terhadap anak-anak panti asuhan, yaitu harus ada perubahan
karakter dan tingkah lau moral yang lebih baik, sehingga ketika anak-anak meninggalkan
panti asuhan bisa mandiri dan dapat membaktikan diri pada lingkungan sekitar dimana
anak bisa membagikan apa yang sudah dipelajari di panti asuhan.
Dari efektifitas pembinaan belum maksimal dan efektif, namun pembina berusaha
untuk lebih meningkatkan mutu pembinaan, dan lebih disiplin dalam menetapkan
peraturan karena hal itu berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Disiplin bisa
berdampak positif tetapi bisa juga berdampak negatif. Dampak positifnya adalah
perubahan karakter anak dan membiasakan anak hidup disiplin juga teratur. Sehingga
saat anak keluar dari panti asuhan telah menjadi anak-anak yang sopan dan berkarakter
baik bagi masyarakat. Disisi lain pembina juga harus bijaksana dalam menerapkan
pendisiplinan karena tidak semua anak-anak dapat menerima pendisiplinan yang sama.
Belajar Untuk Memahami Anak
Cara anak berkomunikasi tidak sama dengan orang dewasa. Jangka waktu
perhatian anak-anak lebih singkat, maka biasanya mereka dianggap tidak tahu apa
yang terjadi dalam keluarga mereka.14 Bahkan ada yang mengambil kesimpulan anak-
anak tidak ambil pusing. Tetapi bukannya anak-anak tidak sensitif terhadap banyak
peristiwa yang terjadi di dunia mereka. Anak-anak tahu ketika ada sesuatu yang
mengganggu orang tua atau saudara kandung mereka. Dalam hal ini pembina atau
orang tua harus belajar untuk peka dalam memahami dan mengenali anak-anaknya.
Orang tua dan pembina ber- tanggung jawab memelihara, memenuhi kebutuhan,
memberi nasihat dan menyediakan pengasuhan rohani terhadap anak-anaknya.15
Perbedaan karakteristik anak ada karena anak-anak berasal dari latar belakang
suku, keluarga dan lingkungan yang berbeda, untuk itu pembina haruslah dapat
menanamkan rasa persaudaraan dan saling menghargai di dalam diri anak-anak Panti
Asuhan. Maka bentrokan, keributan, saling mengejek dapat dihindarkan dari anak-
anak Panti Asuhan.
Menghindari sikap yang mencurigai anak adalah langkah pendisiplinan yang
berhasil dalam membantu anda memahami mengapa anak dihukum atas kelakuannya
yang tidak dapat diterima, hal ini juga akan mengajarkan anak untuk dapat
mengendalikan diri. Mengajarkan kesadaran diri ini adalah awal pendisiplinan yang
baik dan tidak harus melibatkan hukuman.16
Pembina harus menanamkan rasa percaya terhadap anak-anak Panti Asuhan,
sehingga anak-anak merasa dihargai dan diperhatikan. Kepercayaan dari pembina
dapat melatih anak untuk bersikap jujur, terbuka dan juga lebih menghargai
14Dr.Andrew D.Lester,Pelayanan Pastoral Bersama Anak-anak Dalam Krisis. 26. 15Dr.Andrew D.Lester,Pelayanan Pastoral Bersama Anak-anak Dalam Krisis. 26-27. 16 Joyce Divinyi, Disipline Your Kids (Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer, 2004) xvii-xix.
pembinanya, karena apabila anak sering di curigai, maka hal ini dapat membuat anak
menjadi berontak dan tidak mematuhi disiplin yang ada.
Kejadian berupa tingkah laku yang tidak bisa diterima telah membuat orang
dewasa menyimpulkan bahwa tingkah laku tersebut hanya merupakan ketidakpatuhan
yang disengaja dan pantas untuk mendapat hukuman. Ini merupakan asumsi yang
keliru.17 Seharusnya pembina bisa mempertimbangkan tingkah laku anak dalam
konteks emosinya, karena tugas seorang pembina adalah pendisiplinan, pengasuhan
anak, dan mendidik anak untuk sampai pada titik dalam kehidupan dewasa, dimana
anak mampu mengelola proses kendali diri dan mengambil keputusan yang baik dan
mandiri.18
Berdasarkan pendapat pakar di atas, maka penulis berpendapat bahwa
kepercayaan pembina terhadap anak penting untuk di bangun di dalam panti asuhan
karena pendekatan secara pribadi lebih bermanfaat digunakan untuk dapat memahami
dan mengetahui keinginan anak-anak panti asuhan yang memiliki karakter yang
berbeda-beda.
Menghargai Anak
Yesus meletakkan pelayanan anak-anak dalam prioritas pelayanan-Nya. Pembina
dapat melakukan hal ini dengan menyimak pertemuan Yesus bersama anak-anak.
Yesus begitu memihak kepada anak-anak, sehingga berkata orang yang
memperhatikan anak-anak sebenarnya mengindahkan-Nya. Siapa yang mengasihi
seperti kasih Yesus akan mengasihi anak-anak (Mrk. 9:36-37 ; Mrk. 10:16).19 Hal ini
17Ibid. 2-3. 18Joyce Divinyi, Disipline Your Kids. 5. 19Dr.Andrew D.Lester,Pelayanan Pastoral Bersama Anak-anak Dalam Krisis. 37.
jelas menunjukkan bahwa anak adalah anugrah dari Tuhan, oleh sebab itu pembina
harus menghargai anak dan menerima mereka sebagai bagian dari hidup mereka.
Seorang pembina perlu memahami, bahwa anak-anak merupakan pribadi yang
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Bila pembina memandang anak-anak sebagai
ciptaan Allah, maka akan memperlakukan mereka dengan rasa hormat.20 Pembina juga
akan menyadari bahwa anak-anak yang serupa dan segambar dengan Allah itu memiliki
kemampuan, potensi, akal budi dan moral yang baik. Namun anak-anak yang berasal dari
lingkungan dan latar belakang keluarga yang berbeda membutuhkan bimbingan dan
pendisiplinan untuk mereka bisa menyadari bahwa mereka adalah anak-anak yang
memiliki citra Allah dalam dirinya. Walaupun demikian, konsep penertiban atau
pendisiplinan alkitabiah itu sama sekali berbeda dengan konsep tentang pendisiplinan
yang otoriter. 21
Alkitab mengajarkan agar orang tua mendidik orang muda menurut jalan yang
patut bagi mereka, agar mereka tidak menyimpang dari ajaran Firman Tuhan (Ams.
22:6). Bukan berarti orang cukup dengan membawa anak ke Sekolah Minggu saja atau
dengan menyuruh anak berdoa, tetapi mengenali kebaikan, kemampuan, dan potensi
anak-anak dan menolong mereka untuk bertumbuh sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki anak bukan mencetak anak menjadi seperti apa yang diingini oleh orang tua
mereka.22
Beberapa hal yang dapat menjadi penghalang dalam mewujudkan rasa
menghargai bagi anak-anak adalah kurangnya tenaga ahli yang profesional sesuai dengan
bidangnya untuk mendidik anak-anak, beberapa tenaga ahli hanya tamatan Sekolah 20Bruce Narramore, Mengapa Anak-Anak Berkelakuan Buruk (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999)
34 21Bruce Narramore, Mengapa Anak-Anak Berkelakuan Buruk. 34-35.22Ibid. 46.
Menengah Atas (SMA), sedangkan panti asuhan membutuhkan tenaga ahli yang sesuai
dengan kebutuhan panti asuhan. sehingga panti asuhan harus mengundang tenaga ahli
dari luar untuk membantu dalam pembinaan anak-anak panti asuhan. Namun ini
belumlah cukup karena untuk dapat mewujudkan anak-anak yang memiliki pertumbuhan
karakter yang baik, Panti Asuhan membutuhkan tenaga ahli yang dapat menetap di panti
asuhan sehingga dapat memantau perkembangan anak-anak.
Memiliki hati bijaksana
Cara membesarkan atau mendidik anak yang berasal dari Tuhan haruslah
dilakukan dengan perhatian, kasih sayang dan pikiran yang sehat, sama seperti Allah
yang menjadi orang tua bagi kita anak-anak-Nya. Orang tua Kristen tidak ingin gagal
membesarkan anak-anak mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan tetapi perangkap yang
mungkin tersembunyi terlihat sangat banyak. Suatu tanggung jawab yang sangat besar
terkandung dalam peranan orang tua, bukan saja bagi orang tua muda yang baru memulai
perjalanan tetapi lebih lagi bagi orang tua dari anak remaja dan pemuda-pemudi.
Ada empat prinsip alkitabiah yang sering di abaikan yang seharusnya diletakkan
sebagai dasar pandangan orang tua Kristen yaitu: Pertama, anak-anak harus dipandang
sebagai berkat bukan penderitaan. Kedua, menjadi orang tua seharusnya mendatangakan
sukacita bukan beban. Ketiga, keberhasilan dalam mendidik anak diukur dengan apa
yang harus dilakukan orang tua, bukan apa yang dilakukan anak. Keempat, pengaruh
terpenting bagi seorang anak berasal dari orang tua, bukan teman sebaya.23
23John M.Drescher, Tujuh kebutuhan anak: Arti, Jaminan, Penerimaan, Kasih, Doa, Disiplin dan Tuhan (BPK Gunung Mulia, Jakarta 1992), 63.
Pembinaan karakter anak terletak pada pembina di panti asuhan, karena selama di
panti asuhan pembinalah yang menjadi pengganti orang tua bagi anak-anak. Oleh karena
itu pertumbuhan kerohanian anakpun merupakan tanggung jawab pembina, untuk
menciptakan suasana yang menarik, maka pembina haruslah mampu menciptakan
inovasi-inovasi baru dalam penyampaian firman kepada anak-anak, begitu juga dalam
pendisiplinan.
John M.Drescher penulis buku “Tujuh Kebutuhan Anak” mengutip perkataan John
Locke demikian “Lebih awal anda memperlakukan anak sebagai sorang manusia, lebih
cepat juga dia menjadi manusia.” 24 Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis
menyimpulkan apabila pembina bersikap bijaksana dalam menerapkan pendisiplinan
terhadap anak-anak, maka akan menumbuhkan rasa dihargai dalam diri anak dan juga
mengajarkan anak untuk menghargai dirinya sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna.
24 John M.Drescher, Tujuh kebutuhan anak: Arti, Jaminan, Penerimaan, Kasih, Doa, Disiplin dan Tuhan. 65.