Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan...

48
Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Transcript of Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan...

Page 1: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Pembiayaan Pem

bangkit Listrik Tenaga Surya

Pembiayaan Pembangkit ListrikTenaga Surya

2016 © USAID

Page 2: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa
Page 3: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Pembiayaan Pembangkit ListrikTenaga Surya

PAKET PELATIHAN Keuangan Berkelanjutan dalam Pembiayaan Energi Bersih

Page 4: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

DISCLAIMER:

PEMBUATAN NASKAH INI DIKOORDINASIKAN DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK).

SERANGKAIAN DISKUSI TELAH DILAKUKAN MELIBATKAN INSTITUSI TERKAIT, DAN PARA

AHLI YANG TELAH MEMBANTU MEMPERSIAPKAN NASKAH INI. MENJADI SUATU KEBANG-

GAAN BAGI KAMI UNTUK DAPAT MENYAMPAIKAN RASA TERIMAKASIH KEPADA SEMUA

PIHAK YANG TELAH TERLIBAT DALAM PENYUSUNAN NASKAH INI DARI AWAL HINGGA SE-

LESAI.

PEDOMAN INI TIDAK BERSIFAT MENGIKAT BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN (LJK) NAMUN

DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI SALAH SATU ACUAN BAGI LJK DALAM HAL BERINVESTASI DI SEK-

TOR ENERGI BARU TERBARUKAN.

PENYUSUNAN NASKAH INI MEMPEROLEH DUKUNGAN KONSULTASI DAN MASUKAN DARI

THE UNITED STATES AGENCY FOR INTERNATIONAL DEVELOPMENT – INDONESIA CLEAN

ENERGY DEVELOPMENT (ICED) ROJECT BEKERJA SAMA DENGAN LEMBAGA PENDIDIKAN

EKONOMI DAN MASYARAKAT FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA

(LPEM UI)

2

Page 5: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Tata Kelola Aspek Resiko Sosial & Lingkungan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

DAFTAR ISI

3

Page 6: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

TUJUAN PEMBELAJARANTujuan PembelajaranSetelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat:1. Memahami pentingnya bank untuk terlibat dalam pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance)2. Memahami model bisnis proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)3. Memahami aspek penting dalam pembiayaan proyek PLTS4. Menerapkan analisis kredit proyek PLTS yang memasukkan analisis aspek-aspek risiko sosial dan lingkungan hidup (ASRI) 5. Memahami mitigasi risiko kredit dalam pembiayaan proyek PLTS6. Memahami pentingnya aspek ASRI dalam pengawasan kredit bagi bank7. Memahami aspek penting dalam pengawasan kredit PLTS8. Memahami penerapan sistem pengawasan kredit PLTS yang memerhatikan ASRI

4

Page 7: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa
Page 8: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

PENDAHULUAN

Sejak sekitar satu dekade yang lalu, pemerintah Indonesia sudah mulai

mencanangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Hal ini dapat

dilihat diantaranya pada salah satu misi dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 yang memuat dua hal, yaitu (1) pengelolaan

pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara

pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam

(SDA) dan lingkungan hidup, serta (2) pemanfaatan ekonomi SDA dan lingkungan

hidup yang berkesinambungan. Kemudian, sebagai salah satu wujud pelaksanaan

misi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2014 menerbitkan

Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia. Roadmap yang dikeluarkan oleh

regulator lembaga keuangan di Indonesia ini dapat dikatakan sebagai arahan awal

bagi lembaga keuangan untuk juga mulai memerhatikan aspek-aspek sosial dan

lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya.

Bentuk perhatian lembaga keuangan, terutama bank, terhadap aspek-aspek

sosial dan lingkungan hidup dalam menjalankan bisnisnya diantaranya adalah

dengan memberikan porsi yang semakin besar terhadap penyaluran kredit ke

sektor energi terbarukan. Penggunaan energi terbarukan (seperti tenaga surya)

untuk menghasilkan listrik misalnya, terbukti lebih ramah lingkungan karena tidak

menggunakan bahan bakar fosil sehingga dapat meminimalkan emisi gas buang.

Dengan demikian, sebuah PLTS diharapkan tidak hanya dapat menghasilkan

listrik dengan biaya operasi yang rendah dalam jangka panjang, namun juga

dapat memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan antara pemanfaatan

dengan pelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial.

Untuk itu, tantangan awal dalam penyaluran kredit ke sektor energi terbarukan

khususnya PLTS, perlu mendapatkan prioritas penanganan. Tantangan awal

tersebut berupa minimnya gambaran mengenai proyek PLTS bagi perbankan di

Indonesia. Padahal walau bagaimanapun, perbankan tetap harus berpegang teguh

pada prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kreditnya.

6

Page 9: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Oleh karena itu, modul ini berusaha memberikan gambaran mengenai hal-hal yang

harus diperhatikan dalam pembiayaan proyek PLTS, dengan harapan dapat menjadi

panduan awal untuk mendorong pengembangan sektor energi terbarukan pada

umumnya, dan PLTS pada khususnya.

Pembahasan dalam modul ini akan diawali dengan pemaparan mengenai konsep

sustainable finance dan green lending. Berikutnya diberikan gambaran umum

mengenai proyek PLTS, yang dilanjutkan dengan pembahasan mengenai aspek-

aspek penting dalam analisis pembiayaan PLTS. Aspek-aspek penting tersebut

dapat dikelompokkan menjadi aspek hukum, keuangan, dan teknis. Tidak

ketinggalan dalam modul ini juga akan dibahas mengenai manajemen risiko proyek

PLTS, sebelum diakhiri dengan ulasan mengenai keputusan pencairan kredit dan

pengawasannya untuk proyek PLTS.

Sebagai catatan, modul ini akan menggunakan pendekatan sustainable finance

dan green financing, sehingga tidak akan membahas secara terperinci aspek

kuantitatif dalam analisis pembiayaan proyek. Aspek kuantitatif dalam analisis

pembiayaan proyek PLTS secara teknis keuangan tidak berbeda dengan analisis

pembiayaan untuk proyek-proyek infrastruktur lainnya yang sudah lebih dikenal

(familiar) oleh bank. Analisis pembiayaan proyek PLTS dalam modul ini akan lebih

menekankan pada aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup.

7

Page 10: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya8

Page 11: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Sxxxxxxxxustainable finance atau keuangan berkelanjutan merupakan suatu terminologi yang merujuk pada

pengembangan dari manajemen keuangan, dimana tujuan dari pengelolaan keuangan tidak lagi berorientasi untuk memaksimalkan kekayaan pemilik modal (seperti pemegang saham) dalam jangka pendek, melainkan berorientasi untuk menjaga keberlangsungan usaha secara berkelanjutan dalam jangka panjang dengan memerhatikan dampak dari keputusan-keputusan keuangan terhadap lingkungan hidup dan masyarakat umum. Salah satu aspek spesifik yang diputuskan dalam manajemen keuangan adalah pembiayaan, dimana pembiayaan yang sudah mengadopsi semangat keuangan berkelanjutan disebut sebagai green financing atau pembiayaan “hijau” (pinjaman ramah lingkungan).

Sustainable finance dapat didefinisikan sebagai praktik untuk menciptakan nilai ekonomi dan sosial melalui model, produk dan pasar keuangan yang berkelanjutan sepanjang waktu . Modul ini akan membahas model keuangan untuk pembiayaan proyek PLTS sebagai salah satu proyek yang diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan bukan hanya manfaat ekonomi namun juga manfaat sosial dan lingkungan hidup bagi masyarakat.

Sedangkan green financing dapat didefinisikan sebagai keputusan oleh bank (lembaga keuangan) untuk menyediakan

produk dan jasa (pinjaman, penyertaan modal) hanya kepada nasabah yang mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dalam menjalankan aktivitas operasinya . Berdasarkan definisi tersebut, sebuah bank yang ingin menerapkan green financing harus memasukkan analisis ASRI (lingkungan dan sosial) sebagai bagian dari analisis kredit dan manajemen risikonya. Pentingnya analisis ASRI menjadi bagian dari analisis kredit dalam green financing atau pinjaman yang ramah lingkungan dapat ditinjau baik secara teoritis, maupun dari sisi regulasi dan potensi. Secara teoritis, pinjaman untuk proyek yang ramah lingkungan (memperhitungkan ASRI) memiliki ukuran laba yang berbeda dengan pinjaman untuk proyek yang tidak ramah lingkungan. Ukuran laba untuk proyek yang tidak ramah lingkungan adalah laba finansial yang hanya dihasilkan dari pendapatan dikurangi dengan beban komersial. Dengan kata lain, pengertian laba finansial ini sama dengan pengertian laba rugi yang terdapat dalam laporan keuangan komersial. Sedangkan ukuran laba untuk proyek yang ramah lingkungan adalah laba ekonomi yang tidak hanya memperhitungkan pendapatan dan beban komersial, namun juga memperhitungkan opportunity cost. Contoh opportunity cost antara lain adalah biaya kerusakan lingkungan hidup dan biaya penanggulangan dampak sosial, termasuk kerugian akibat terganggunya operasi yang dipicu oleh faktor sosial dan lingkungan.

POINT 1

Sustainable Finance &Green Financing

9

Page 12: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Dengan demikian, suatu proyek yang tidak ramah lingkungan mungkin memiliki laba finansial yang lebih besar daripada suatu proyek yang ramah lingkungan, namun dengan opportunity cost yang lebih tinggi, proyek yang tidak ramah lingkungan akan memiliki laba ekonomi yang lebih kecil dibandingkan proyek yang ramah lingkungan. Sebaliknya, suatu proyek yang ramah lingkungan mungkin memiliki laba finansial yang lebih kecil daripada suatu proyek yang tidak ramah lingkungan (misalnya karena biaya depresiasi yang lebih tinggi untuk membangun sarana pengolahan limbah, pengeluaran yang lebih besar untuk tanggung jawab sosial perusahaan), namun dengan opportunity cost yang lebih kecil, proyek yang ramah lingkungan akan memiliki laba ekonomi yang lebih besar dibandingkan proyek yang tidak ramah lingkungan. Hal ini akan memengaruhi keberlanjutan proyek, dimana keberlanjutan proyek ramah lingkungan dalam jangka panjang dapat diharapkan lebih baik daripada proyek tidak ramah lingkungan.

Selanjutnya dari sisi regulasi, analisis ASRI (lingkungan dan sosial) menjadi penting untuk memenuhi ketentuan dalam peraturan yang berlaku. Beberapa peraturan di Indonesia yang meminta perhatian terhadap aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup dirangkum dalam Tabel 1.

Kewajiban Bank untuk memperhatikan isu lingkungan dan sosial sudah diatur melalui Undang-Undang, Peraturan Bank Indonesia (sekarang OJK). Berikut adalah beberapa peraturan pada Bank terkait aspek lingkungan yang harus diperhatikan oleh Bank, sebagaimana terangkum dalam Dokumen Lingkungan Hidup Sektor Energi Bersih, suatu Pedoman untuk LJK yang dipublikasikan oleh OJK:

1. UU No. 7/1992 tentang PerbankanPerbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian

2. UU No. 10/1998 (perubahan UU No. 7/1992)Prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh, sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana, termasuk di dalamnya peningkatan peranan AMDAL bagi perusahaan berskala besar dan atau berisiko tinggi

3. UU No. 21/1998 tentang Perbankan SyariahBank syariah menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Salah satu prinsip syariah adalah melakukan kegiatan yang berkesinambungan dan berkeseimbangan. Salah satu prinsip keseimbangan adalah pendekatan kelestarian alam

4. PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank UmumDalam melaksanakan prinsip kehati-hatian, Direksi wajib menilai, memantau, mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas aset senantiasa baik. Bank melakukan analisa kualitas kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar. Salah satu penilaian prospek usaha adalah upaya debitur dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai peraturan berlaku.

10

Page 13: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

5. SE BI No. 15/28/DPNP, 2013 tentang Bank Umum Konvensional dan SE BI No.13/10/DPBS, 2011 tentang Bank Umum Syariah

Mewajibkan Bank untuk melakukan evaluasi terhadap usaha pengelolaan lingkungan hidup dari debitur atau calon debitur, dalam rangka penilaian kualitas aset (kredit) yang diberikan. Salah satu komponen penilaian prospek usaha adalah memastikan adanya AMDAL. Bank harus memperhatikan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL. Bank juga harus memperhatikan hasil penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup.

Sedangkan dari sisi potensi, teknik analisis ASRI (lingkungan dan sosial) “wajib” dikuasai oleh analis kredit perbankan dan lembaga keuangan sebagai bagian dalam analisis pembiayaan proyek energi terbarukan, mengingat potensi energi terbarukan yang begitu besar di Indonesia. Potensi listrik yang dapat dihasilkan dari energi terbarukan di Indonesia dalam MegaWatt (MW) dan GigaWatt (GW) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Potensi Listrik dari Energi Terbarukan di Indonesia

Energi Terbarukan Potensi

Tenaga Air (Hydropower) 75.000 MW

Panas Bumi (Geothermal) 29.164 MW

Biomassa 49.810 MW

Surya (Solar) 112.000 GWp = 89.600 GW

Keterangan: 1 GW = 1.000 MWSumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah diolah kembali

Kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional, baik yang berbahan bakar fosil maupun yang sudah menggunakan energi terbarukan, sampai dengan pertengahan tahun 2015 adalah 51.620 MW. Angka ini baru mencapai 33,52% dari total potensi listrik yang dapat dihasilkan oleh energi terbarukan dari tenaga air, panas bumi, dan biomassa (sebesar 153.974 MW). Adapun untuk tenaga surya sendiri, berpotensi dapat menghasilkan listrik hingga sebesar 112.000 GWp atau setara 89.600.000 MW.

Dengan potensi sebesar itu, jika 10% saja dari potensi tenaga surya di Indonesia da-pat dimanfaatkan menjadi kapasitas terpasang PLTS, maka potensi pendapatan yang mungkin diperoleh per jam operasi PLTS dapat mencapai USD1.164.800.000 hingga USD2.240.000.000. Jumlah tersebut dihitung menggunakan Feed-In Tariff (FIT) berdasar-kan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 17 / 2013 tentang FIT PLN untuk PLTS Fotovoltaik yang menetapkan harga pembelian energi listrik dari PLTS Fotovoltaik untuk semua kapasitas sebesar USD0,25 per kiloWatthour (kWh) un-tuk sepuluh tahun pertama dan USD0,13 per kWh untuk sepuluh tahun kedua. Pendapa-

11

Page 14: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

tan yang mungkin diperoleh sebuah PLTS dapat lebih besar lagi jika menggunakan modul tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang-kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa harga pembelian energi listrik yang lebih tinggi hingga menjadi sebesar USD0,30 per kWh.

FIT PLN untuk PLTS Fotovoltaik kemudian diperbarui dengan Permen ESDM No. 19 / 2016. Dalam Permen ESDM No. 19 / 2016, besaran harga pembelian listrik dari PLTS Fotovoltaik untuk semua kapasitas, dibagi berdasarkan wilayah di Indonesia sebagaimana terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Harga Pembelian Listrik dari PLTS Fotovoltaik

No. Wilayah Harga Pembelian (sen USD per kWh)

1 Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 14,5

2 Jawa Barat3 Banten4 Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)5 Jawa Timur6 Bali 16,07 Lampung 15,08 Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu 15,09 Aceh 17,010 Sumatera Utara 16,011 Sumatera Barat 15,512 Riau dan Kepulauan Riau 17,013 Bangka-Belitung 17,014 Kalimantan Barat 17,015 Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 16,016 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 16,017 Sulawei Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo 17,018 Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi

Barat16,0

19 Nusa Tenggara Barat 18,020 Nusa Tenggara Timur 23,021 Maluku dan Maluku Utara 23,022 Papua dan Papua Barat 25,0

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah diolah kembali

12

Page 15: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Permen ESDM No. 19 / 2016 juga memperbarui ketentuan TKDN dimana harga pembelian tenaga listrik akan dikoreksi jika tidak dapat memenuhi persentase TKDN minimal menu-rut Permen yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Kore-ksi tersebut dihitung menggunakan formula berikut.

Dimana:a = Persentase TKDN minimal menurun Permen yang menyelenggarakan urusan pemerin-tahan di bidang perindustrianb = Persentase TKDN hasil verifikasi oleh verifikator resmi yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrianc = Persentase sanksi penurunan harga pembelian tenaga listrikd = Harga pembelian tenaga listrikd’ = Harga pembelian tenaga listrik terkoreksi

Meskipun FIT dalam Permen ESDM No. 17 / 2013 dan Permen ESDM No. 19 / 2016 di atas berlaku untuk semua kapasitas PLTS (hanya dibedakan berdasarkan wilayah dalam Permen ESDM No. 19 / 2016), namun masih terdapat keterbatasan dalam kemampuan sistem PT PLN (Persero) untuk menyerap produksi PLTS on-grid, sehingga pada praktiknya kapasitas PLTS yang realistis untuk dibangun saat ini di Indonesia adalah berkisar 1 MW hingga 20 MW. Walaupun demikian, keterbatasan kapasitas PLTS yang dapat dibangun tersebut da-pat dikompensasi dengan peluang pembangunan PLTS di hampir sebagian besar wilayah Indonesia. Hal ini berhubungan dengan letak wilayah Indonesia di khatulistiwa, sehingga memiliki sebaran potensi energi surya yang luas, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

13

Page 16: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pada Gambar 1 terlihat bahwa sebagian besar wilayah Indonesia memiliki rata-rata jangka panjang intensitas cahaya matahari yang potensial untuk menghasilkan listrik setara lebih dari 1.600 kWh per meter persegi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pengembangan energi surya di Indonesia memang sedemikian besar, terutama di daerah Nusa Tenggara dan Jawa Timur. Khusus untuk daerah Nusa Tenggara, pembangunan PLTS dapat menjadi alternatif prioritas untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik di daerah tersebut. Melihat begitu besarnya potensi pemanfaatan tenaga surya sebagai PLTS di Indonesia, berikut ini akan diberikan gambaran umum proyek PLTS.

14

Page 17: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 15

Page 18: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

Pada dasarnya terdapat dua tipe PLTS yaitu photovoltaic (PV) dan solar thermal. Gambar 2

memberikan gambaran perbandingan bentuk fisik panel surya yang digunakan pada kedua

PLTS tersebut.

POINT 2

Gambaran UmumProyek Pembangkit ListrikTenaga Surya

Photovoltaic Solar Thermal

Gambar 2 Perbandingan Panel Surya Pada Dua Tipe PLTS

PLTS PV menggunakan panel surya yang dapat langsung mengubah tenaga surya menjadi listrik. Sedangkan PLTS solar thermal mengumpulkan panas dari matahari untuk memanas-kan sejumlah besar liquid hingga menghasilkan uap yang kemudian akan digunakan untuk memutar turbin guna menghasilkan listrik. Prinsip kerja sederhana dari PLTS solar thermal digunakan pada pemanas air rumah tangga (biasanya dipasang pada atap rumah dan digu-nakan untuk memanaskan air mandi).

Secara umum, PLTS PV saat ini adalah pilihan yang lebih populer dengan market size yang jauh lebih besar dibandingkan PLTS solar thermal. Hal ini terutama karena keterbatasan teknis PLTS solar thermal yang menyebabkan lokasi pemasangan harus di tempat-tempat tertentu yang memiliki direct irradiation (tidak fleksibel) dan secara hitungan ekonomis hanya bisa jika dipasang dalam skala besar di atas 20 MW (tidak bisa dipasang dengan sistem terdistribusi ala PLTS PV yang umum). Oleh karena itu, maka lingkup pembahasan dalam modul ini adalah untuk PLTS PV. Gambaran sistem PV dapat dilihat pada Gambar 3.

16

Page 19: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Gambar 3 Sistem FotovoltaikSumber: Fraas dan Partain (2010) dalam Kei (2011)

Pertama, modul/panel mengubah tenaga surya menjadi listrik. Arus listrik yang di-hasilkan pada tahap ini masih berupa arus listrik searah atau direct current (DC). Ked-ua, inverter mengubah DC menjadi arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC) agar arus listrik dapat dialirkan dan digunakan lebih lanjut. Ketiga, kotak sek-ering atau fusebox membagi sebagian arus listrik untuk penggunaan rumah tangga atau pembangkit sendiri. Keempat, sistem dapat dilengkapi dengan baterai untuk menyimpan kelebihan energi listrik yang belum digunakan atau disalurkan. Namun saat ini, nilai investasi untuk komponen baterai masih sangat tinggi sehingga da-pat membuat sebuah PLTS menjadi tidak ekonomis, terutama PLTS berkapasitas kec-il. Oleh karena itu, pada praktiknya banyak PLTS yang tidak menggunakan baterai dan langsung menyalurkan seluruh listrik yang

dihasilkan (setelah dikurangi penggunaan sendiri). Kelima, meteran mencatat jumlah listrik yang disalurkan dari PLTS ke jaringan atau grid. Keenam, jika PLTS mengguna-kan jaringannya sendiri untuk menyalur-kan listrik hingga ke rumah tangga, maka jaringan yang digunakan disebut off-grid. Sedangkan jika PLTS menggunakan jarin-gan dari perusahaan listrik lainnya, seperti PT PLN (Persero) di Indonesia, maka jarin-gan yang digunakan disebut on-grid.

Angka listrik disalurkan yang dicatat pada meteran menjadi dasar untuk menghitung penjualan listrik dari PLTS, dimana penjua-lan tersebut diperoleh dengan mengalikan kuantitas listrik disalurkan yang tercatat pada meteran dengan FIT. Perlu menjadi catatan, bahwa meteran biasanya dipa-sang sedekat mungkin dengan jaringan (on-grid), sehingga sebuah PLTS perlu memperhatikan jarak antara area pem-bangkitnya dengan titik jaringan tempat meteran dipasang atau disebut point of connection (POC). Semakin jauh jarak

17

Page 20: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

tersebut, semakin besar nilai investasi yang harus disediakan PLTS untuk membangun penghubung dari pembangkit ke POC dan semakin besar risiko “menguapnya” listrik yang sudah dihasilkan pembangkit selama perjalanan menuju POC (susut jaringan). Rule of thumb untuk “penyusutan” atau “penguapan” listrik ini adalah sebesar 5% untuk jarak dari pembangkit ke POC seki-tar 10 kilometer (km).

PLTS PV adalah sistem pembangkit tenaga listrik energi terbarukan yang paling ban-yak dikembangkan oleh negara-negara di dunia. Pengembangan PLTS PV memiliki beberapa keunggulan yang sudah diakui secara internasional, diantaranya:1. Cukup banyak tersedia produsen (skala besar maupun kecil) yang dapat me-nyediakan produk berkualitas mulai dari panel surya, inverter, electrical balance of systems, monitoring systems, hingga jasa konstruksi teknis dan pengadaan.2. Lini produk terkait PLTS yang terus berkembang.3. Sudah terdapat pengembangan protokol pengujian dan standar interna-sional yang berkelanjutan.4. Kecenderungan penurunan harga komponen utama (panel surya, inverter). 5. Meningkatnya pemahaman teknis dari penyedia jasa.6. Berkembangnya pemodelan yang dapat diandalkan dan jumlah sumber data tenaga matahari.7. Meningkatnya kepercayaan lemba-ga jasa keuangan internasional terhadap bankability dari proyek PLTS. Contohnya, Bloomberg sebagai perusahaan raksasa penyedia data dan analisis bisnis serta keuangan, telah memiliki lini yang berna-ma Bloomberg New Energy Finance untuk menyediakan data dan analisis di bidang energy, khususnya energy terbarukan.

Data yang disediakan di antaranya adalah data harga komponen utama PLTS beserta daftar pemasok atau penyedia komponen dengan kategori tier 1.

Pengembangan sistem PLTS PV di Indo-nesia pun juga memiliki beberapa keung-gulan tertentu bila dibandingkan dengan pengembangan sistem pembangkit listrik lainnya. Keunggulan-keunggulan tersebut di antaranya adalah:1. Indonesia memiliki cahaya matahari yang konsisten sepanjang tahun.2. Tidak membutuhkan pengiriman bahan bakar maupun air (liquid) dalam jumlah besar.3. Kebutuhan pemeliharaan yang relatif minimal.4. Pengawasan sistem dapat dilaku-kan dari jauh (remote).5. Area tanpa grid interconnectiv-ity tetap dapat menggunakan stand-alone systems.

Secara umum, pengembangan proyek en-ergi terbarukan (termasuk PLTS) dilakukan dalam beberapa tahap, mulai dari project initiation hingga operation and mainte-nance (O&M). Selengkapnya, keseluruhan tahapan dalam pengembangan proyek en-ergi terbarukan dapat dilihat pada Gambar 4.

18

Page 21: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Gambar 4 Proses Umum Pengembangan Proyek Energi TerbarukanSumber: Clean Energy Handbook for Finan-cial Service Institutions , telah diolah kem-bali

Sebuah proyek energi terbarukan dimulai dari fase desain dan perencanaan yang diawali dengan project initiation. Selan-jutnya dilakukan studi kelayakan (feasibili-ty study) yang normalnya memakan waktu 6-12 bulan, tergantung skala proyeknya. Jika hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa proyek layak dilanjutkan, tahap berikutnya dilakukan penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) atau Per-janjian Jual Beli Listrik (PJBL). Tahap PPA/PJBL dapat memakan waktu antara 7-8 bulan. Namun untuk proyek PLTS, seba-gaimana diatur dalam Permen ESDM No. 19 / 2016, PT PLN (Persero) dan pengem-bang PLTS wajib menandatangani PJBL dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak penetapan sebagai pemenang pele-

langan kuota kapasitas PLTS. Sehingga untuk proyek PLTS, tahap PPA/PJBL ini seharusnya hanya memakan waktu tidak lebih dari sebulan. Dalam hal PJBL belum ditandatangani oleh PT PLN (Persero) dan pengembang PLTS dalam jangka waktu 1 bulan, maka Menteri ESDM melalui Direk-tur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) memfasil-itasi penandatanganan PJBL. Apabila PJBL tidak ditandatangani dalam waktu 3 bu-lan, maka penetapan sebagai pemenang pelelangan kuota kapasitas PLTS dicabut.Berbekal PPA/PJBL yang telah ditandata-ngani, pengembang kemudian mencari pembiayaan yang waktunya dibatasi mak-simal hingga 1 tahun. Namun untuk proyek PLTS, pengembang PLTS wajib mencapai pemenuhan pembiayaan (financial close) untuk kebutuhan pembangunan fisik PLTS dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan sejak ditandatanganinya PJBL. Dalam hal setelah jangka waktu 6 bulan sejak ditan-datanganinya PJBL, pengembang PLTS

19

Page 22: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

tidak dapat mencapai financial close, maka penetapan sebagai pengembang PLTS di-cabut. Memasuki fase konstruksi, sebuah pem-bangkit listrik energi terbarukan biasan-ya membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk pembangunannya. Namun untuk proyek PLTS, pelaksanaan pembangunan PLTS wajib mencapai commercial opera-tion date (COD) paling lambat dalam jang-ka waktu 12 bulan untuk kapasitas sampai dengan 10 MW dan 24 bulan untuk kapa-sitas lebih dari 10 MW, sejak Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) diter-bitkan. Pelaksanaan pembangunan PLTS yang tidak mencapai COD (mengalami ke-terlambatan), dikenakan penurunan harga pembelian listrik dengan ketentuan:• Keterlambatan sampai dengan 3bulan dikenakan penurunan harga sebesar 3%;• Keterlambatan lebih dari 3 bulansampai dengan 6 bulan dikenakan penu-runan harga sebesar 5%;• Keterlambatan lebih dari 6 bulans/d 12 bulan dikenakan penurunan harga sebesar 8%; dan• Keterlambatan lebihdari12bulan,maka penetapan sebagai pengembang PLTS dicabut.Dalam hal penetapan sebagai pengem-bang PLTS dicabut karena tidak memenuhi ketentuan financial close atau COD maka kepada pengembang tersebut dikenakan larangan untuk mengajukan permohonan sebagai pengembang PLTS untuk jangka waktu 2 tahun berturut-turut sejak pen-cabutan.Fase operasional dimulai setelah konstruksi selesai dan mencapai COD. Pada fase ini, aktivitas utama yang dilakukan adalah ak-tivitas operasi dan pemeliharaan (O&M). Fase operasional sebuah pembangkit da-pat berkisar antara 15-30 tahun, tergan-

tung pada perjanjian terutama PPA/PJBL. Namun untuk PLTS, PJBL berlaku untuk jangka waktu 20 tahun dimulai sejak COD dan dapat diperpanjang.ASRI (lingkungan dan sosial) harus men-jadi aspek yang diperhatikan dalam keselu-ruhan fase pengembangan proyek energi terbarukan. Selain ASRI, aspek-aspek hu-kum, finansial/keuangan, dan teknis juga perlu diperhatikan dengan bobot pene-kanan yang berbeda-beda untuk masing-masing fase. Aspek hukum dan finansial memiliki bobot yang lebih besar pada fase desain dan perencanaan. Sementara aspek teknis dan keuangan memiliki bobot yang lebih besar pada fase konstruksi dan fase operasional. Aspek hukum misalnya berhubungan den-gan perizinan, struktur perusahaan, dan koordinasi dengan pemerintah. Aspek keuangan misalnya berhubungan dengan kecukupan model, alternatif sumber pem-biayaan, manajamen risiko, dan struktur transaksi. Sedangkan aspek teknis mis-alnya berhubungan dengan kualitas data, kelaikan operasi, penilaian lingkungan dan sosial, serta desain teknis, sebagaimana dii-lustrasikan pada Gambar 5.

20

Page 23: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Gambar 5 Aspek Penting Dalam Analisis Pembiayaan PLTSSumber: Clean Energy Handbook for Finan-cial Service Institutions

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengem-bangan proyek energi terbarukan memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan oleh lembaga keuangan, di samping juga menyimpan tantangan yang harus dianti-sipasi. Beberapa tantangan bagi lembaga keuangan, khususnya bank, dalam pembi-ayaan energi bersih di antaranya adalah:1. Kurangnya ketersediaan informasi mengenai proyek energi bersih. Hal ini da-pat disebabkan karena proyek energi ber-sih masih dalam tahap awal pengemban-gan pasar.2. Terbatasnya proyek energi bersih

yang telah dibiayai secara komersial atau sukses diimplementasikan sebagai rujukan.3. Kurangnya konsistensi dalam pe-nyebaran informasi diantara pemangku kepentingan (pengembang proyek, penye-dia teknologi, pemerintah, PLN, lembaga pembiayaan).4. Kurangnya personel lembaga keuangan yang berpengalaman dalam mengevaluasi proposal proyek energi ber-sih. Evaluasi proposal proyek energi bersih kebanyakan masih dilakukan oleh PT PLN (Persero) sebagai pembeli utama sehingga kurang independen.Selanjutnya pada bagian berikut akan dije-laskan dengan lebih rinci aspek-aspek pent-ing yang harus diperhatikan dalam pembi-ayaan PLTS. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek hukum, keuangan, dan teknis

21

Page 24: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya22

Page 25: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Hal pertama yang harus dievaluasi dalam aspek hukum pembiayaan PLTS adalah evaluasi terhadap perusahaan yang akan dibentuk dan kepemilikannya. Evaluasi terhadap perusahaan yang akan dibentuk meliputi evaluasi terhadap badan hukum dan perizinan PLTS, dimana bank harus

memastikan bahwa perusahaan sebagai badan hukum PLTS sudah memenuhi seluruh dokumen legal yang disyaratkan, termasuk AMDAL, Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Selain itu bank juga harus memperhatikan apakah terdapat kasus hukum / litigasi menyangkut PLTS yang akan dikembangkan. Dokumen-dokumen legal yang harus dipenuhi dalam tahapan-tahapan pengembangan proyek PLTS ditunjukkan pada Gambar 6.

POINT 3

Aspek Hukum

Gambar 6 Dokumen Proyek PLTSSumber: Clean Energy Handbook for Financial Service Institutions

Selanjutnya evaluasi terhadap kepemilikan dalam PLTS meliputi evaluasi terhadap pemegang saham dan kepemilikannya dalam PLTS, dimana peluang keberhasilan PLTS juga ditentukan oleh pengalaman pemegang saham dalam proyek energi terbarukan, bonafiditas pemeg-ang saham pengendali, dan kepemilikan lokal yang cukup. Evaluasi juga harus dilakukan

23

Page 26: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

terhadap perjanjian pemegang saham den-gan perhatian lebih ditujukan pada klausul seperti jenis transfer modal saham yang di-berikan (apakah berupa uang, aset tetap, atau aset lainnya), terdapatnya opsi atau hak untuk membeli saham tambahan (bagi pemegang saham lama), dan kemung-kinan masuknya pemegang saham baru (termasuk kemungkinan untuk masuk ke pasar modal). Di samping itu, evaluasi per-lu dilakukan terhadap manajemen badan usaha (perusahaan) PLTS dengan melihat profil dan pengalaman personelnya.Bank harus pula mengevaluasi proyeksi keuangan sebagai bagian dari dokumen le-gal pembiayaan proyek PLTS. Evaluasi ter-hadap proyeksi keuangan meliputi kewaja-ran asumsi yang digunakan (dibahas lebih detil dalam aspek keuangan), hasil analisis sensitivitas dan hasil analisis skenario, ser-ta keandalan estimasi struktur biaya dan produksi (bantuan dari technical specialist mungkin dibutuhkan untuk menghasilkan estimasi biaya proyek dan produksi yang andal). Rencana pengembangan bisnis pun perlu dievaluasi untuk menilai pencapaian economies of scale dan kemungkinan pem-bentukan portofolio bisnis, terutama yang bersifat green portfolio. Tak luput dilaku-kan adalah evaluasi terhadap kebijakan keuangan seperti kebijakan reinvestasi dan kebijakan dividen.

Hal berikutnya yang harus dievaluasi dalam aspek hukum pembiayaan PLTS adalah evaluasi terhadap kontrak dan perjanjian proyek, terutama PPA/PJBL. Evaluasi terha-dap PPA/PJBL sangat penting untuk dilaku-kan sebab:• PPA/PJBL menentukan arus pen-dapatan pembangkit karena mengatur tentang harga, kuantitas, dan durasi pem-belian listrik oleh PT PLN (Persero). Saat ini teradapat dua skema PPA/PJBL yaitu

skema take-and-pay (TNP) dan skema take-or-pay (TOP). Skema TNP diterapkan un-tuk pembangkit dengan kapasitas 15 MW atau kurang, dimana dalam skema ini PT PLN (Persero) hanya akan membayar lis-trik sebesar yang dihasilkan pembangkit. Sedangkat skema TOP diterapkan untuk pembangkit dengan kapasitas diatas 15 MW, dimana dalam skema ini, terdapat minimal pembayaran bersifat tetap yang harus dilakukan PT PLN (Persero) sampai dengan batas jumlah listrik tertentu yang dihasilkan pembangkit dan terdapat pem-bayaran bersifat variabel untuk pembelian listrik yang melebihi batas tersebut.• PT PLN (Persero) adalah pembeli(off-taker) utama.• Penandatanganan PPA/PJBL me-nentukan jadwal proyek secara keseluru-han.• PPA/PJBL menentukan dokumen-tasi yang harus dipenuhi agar PPA/PJBL dinyatakan efektif.• PTPLN(Persero)tidakbertanggungjawab atas risiko proyek (perancangan, konstruksi, operasi).

PPA/PJBL dapat diputus atau dibatalkan jika terjadi salah satu dari dua kondisi beri-kut. Pertama, kegagalan Independent Power Provider (IPP) untuk mulai melaku-kan konstruksi pembangkit melewati 90 hari kalender setelah tanggal pembiayaan, yang dibuktikan dengan tidak dilakukan-nya aktivitas lapangan seperti umumnya dilakukan oleh kontraktor pada proyek sejenis. Kedua, kegagalan IPP mencapai tanggal operasi komersial pembangkit atau COD lebih dari 12 bulan setelah target tanggal operasi komersial.

Perjanjian lain yang perlu dievaluasi adalah perjanjian lahan. Untuk PLTS, lahan yang digunakan seharusnya bukan merupakan

24

Page 27: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

lahan pertanian produktif, lahannya datar, dan memiliki sifat sebagai solid land fill. Terkait perjanjian lahan, harus dipastikan bahwa PLTS memiliki rights of way sebagai akses ke la-han yang akan digunakan oleh PLTS dan hak untuk membangun transmission lines, dengan jarak area lahan PLTS ke POC yang ekonomis adalah kurang dari 10 km. Selanjutnya, bank harus mengevaluasi perjanjian interkoneksi dan transmisi dengan PT PLN (Persero), disamp-ing mengevaluasi terdapatnya perjanjian asuransi oleh pengembang dan kontraktor PLTS. Daftar dokumen yang dibutuhkan dalam pengembangan proyek tenaga listrik di Indonesia beserta instansi penerbitnya diberikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Daftar Dokumen Proyek Tenaga Listrik dan Instansi PenerbitNo. Dokumen Instansi1 Memorandum of Understanding (MoU) Pemda2 MoU PT PLN (Persero)3 Persetujuan / Izin Prinsi Pemda4 Appointment Letter PT PLN (Persero)5 Letter of Intent (LoI) Bank6 IUPTL Sementara Kementerian ESDM7 Persetujuan Penetapan Harga Jual Energi Lis-

trikKementerian ESDM

8 PPA/PJBL PT PLN (Persero)9 UKL-UPL Kementerian Lingkungan Hidup (LH)10 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pemda11 Angka Pengenal Importir (API) Umum Kementerian Perdagangan (Kemend-

ag)12 Penanaman Modal Asing (PMA) / Penanaman

Modal Dalam Negari (PMDN)Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) / Badan Koordinasi Penana-man Modal Daerah (BKPMD)

13 IUPTL Tetap Kementerian ESDM14 Izin Lokasi Pemda15 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Kementerian LH16 Setifikat Laik Operasi PT PLN (Persero)17 Sertifikat Commisioning PT PLN (Persero)18 Berita Acara COD PT PLN (Persero)

25

Page 28: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Selain dokumen-dokumen wajib pada Ta-bel 4 di atas, bank juga dapat mengeval-uasi dokumen-dokumen berikut dalam sebuah proyek PLTS. Dokumen-dokumen yang bersifat sebagai dokumen pelengkap dapat terdiri dari:1. Kontrak penjualan produk sampin-gan hasil pemanfaatan lahan.2. Kontrak carbon trading (jika ada).3. Perjanjian jual beli atau sewa jangka panjang atas lahan.4. Izin lingkungan / lokasi dan kon-struksi khusus.5. Dokumen perpajakan, terutama yang berkaitan dengan pembebasan dari bea masuk dan pajak impor.6. Engineering, Procurement, and Construction (EPC) contract yang memuat setidaknya pertanggungjawaban atas ket-erlambatan dan kehilangan material, pen-alti atas nonperformance jika kinerja be-rada dibawah standar atau suatu Service Level Agreement (SLA), dan garansi atau asuransi kerusakan jika terjadi kegagalan peralatan dalam konstruksi.7. Garansi fisik, peralatan, dan proses pembangkit setelah beroperasi.8. Kewajiban membuka escrow / re-served account (minimal setara 6 bulan debt service).9. Perlindungan kredit tambahan (perlakuan sebagai senior debt, asuransi kredit).10. Perjanjian paket asuransi. Pada akhirnya, dalam aspek hukum terkait proyek tenaga listrik di Indonesia ini terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Harus diakui bahwa saat ini peratu-ran pelaksana terkait proyek tenaga listrik di Indonesia masih belum sepenuhnya je-las dan lengkap. Peraturan di bidang per-tanahan dan perhutanan juga masih perlu diseimbangkan antara kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan tenaga listrik

dengan kebutuhan untuk menjaga keber-lanjutan lingkungan dan keharmonisan sosial. Transparansi penetapan biaya un-tuk pengurusan dokumen masih perlu dit-ingkatkan agar tidak menyuburkan prak-tik pungutan liar (pungli). Pengetahuan pemerintah lokal/daerah (Pemda) men-genai peraturan dari pemerintah pusat terkait proyek tenaga listrik belum merata, demikian juga pengetahuan Pemda men-genai prosedur pembiayaannya yang ber-dampak pada minimnya dukungan Pemda untuk memperlancar proses pengemban-gan proyek tenaga listrik. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya untuk diatasi ada-lah risiko yang timbul karena lemahnya pemahaman tentang kebiasaan dan tradisi sosial dalam masyarakat lokal di sekitar lokasi proyek.

26

Page 29: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 27

Page 30: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas

Gambaran ringkas aspek keuangan dalam suatu proyek energi terbarukan disajikan pada

Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

pembangkit beserta komponen-komponen biayanya. Di bagian pendapatan (revenue)

terlihat bahwa produksi sebuah pembangkit dipicu oleh faktor seperti debit air berdasarkan

analisis hidrologi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau jaminan ketersediaan feed stock

untuk Pembangkit Listri Tenaga Bio Massa/Gas (PLTBM/PLTBG). Dalam kasus PLTS, faktor pemicu

produksi dimaksud adalah berupa intensitas cahaya matahari. Sementara di bagian machinery

and equipment, power turbine dan gas engine menjadi bagian mesin dan peralatan utama untuk

PLTA dan PLTBG. Sedangkan dalam kasus PLTS, komponen mesin dan peralatan utamanya adalah

berupa panel surya dan inverter.

POINT 4

Aspek Keuangan

28

Page 31: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Gambar 7 Rangkuman Komponen Aspek

Keuangan Proyek Energi Terbarukan

Sumber: Clean Energy Handbook for Financial

Service Institutions, telah diolah kembali

Hal pertama yang harus dievaluasi dalam

aspek keuangan pembiayaan PLTS adalah

evaluasi terhadap kewajaran asumsi yang

digunakan. Asumsi umum dari sebuah proyek

PLTS dapat dijelaskan sebagai berikut.

Normalnya diasumsikan bahwa lahan yang

akan digunakan untuk PLTS diperoleh dengan

cara sewa untuk jangka panjang. Biaya

pembangunan struktur PLTS berkisar antara

USD2.500.000 -USD3.000.000 per MWp (di

luar lahan/tanah) yang dapat dibagi menjadi:

• Biaya panel surya senilai USD0,46

per Wp untuk kategori tier 1 berdasarkan

Bloomberg New Energy Finance.

• Inverter berkisar antara USD0,06-

USD0,08 per Wp.

• Lain-lain(balanceofsystem)memiliki

nilai biaya setara dengan nilai biaya panel

surya dan inverter .

Asumsi Debt-to-Equity Ratio (DER) yang

wajar untuk sebuah proyek PLTS adalah

70:30. Rasio ini dapat disesuaikan menjadi

50:50 jika pengembang memutuskan untuk

menggunakan peralatan dan komponen

dengan kualitas kategori tier 2. Jangka

waktu pembiayaan proyek dengan skema

project finance maksimum adalah 10 tahun,

sementara umur ekonomis PLTS diperkirakan

dapat mencapai 25 tahun.

Standar nilai Levelled Cost of Energy (LCOE)

adalah USD0,04 per kWh (untuk kapasitas

antara 1 MW hingga 100 MW). Sedangkan

standar nilai biaya operasi dan pemeliharaan

adalah USD12-USD15 per tahun per kWp

terpasang. Meskipun demikian, untuk kondisi

di Indonesia, nilai-nilai tersebut dapat lebih

tinggi antara 10%-20%.

Hal kedua yang harus dievaluasi dalam

aspek keuangan pembiayaan PLTS adalah

evaluasi terhadap proyeksi laporan keuangan,

terutama laporan laba rugi, beserta hasil

analisis sensitivitas dan analisis skenarionya.

Evaluasi terhadap laporan laba rugi berfokus

pada pendapatan dan biaya. Evaluasi

pendapatan tidak hanya dilakukan dengan

memperhitungkan penjualan dari tenaga

listrik, namun juga dapat memperhitungkan

penghematan dari biaya bahan bakar yang

lebih mahal (seperti diesel) dan penghasilan

dari carbon trading (jika ada). Sementara

evaluasi biaya yang dilakukan meliputi baik

beban operasi maupun biaya persiapan

proyek, konstruksi sipil, serta mesin dan

peralatan yang menjadi bagian dari komponen

investasi awal (initial outlay).

Hal ketiga dalam evaluasi aspek keuangan

pembiayaan PLTS adalah melakukan financial

due diligence. Poin-poin yang perlu mendapat

perhatian lebih ketika melakukan financial

due diligence adalah:

• Rincian biaya proyek harus

memasukkan kontinjensi dan jaminan

penyelesaian yang nilai standarnya adalah

5% dari total biaya dengan setidaknya

1% dicadangkan sebagai loss in mounting

structure dan 3% dicadangkan sebagai loss in

solar panel.

• Proyeksi laporan keuangan harus

mencerminkan mitigasi dari cost overruns

berdasarkan hasil analisis sensitivitas dan

analisis skenario serta mengakomodasi

kemungkinan dibutuhkannya modal

kontinjensi.

29

Page 32: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

• Rencanapembiayaanharusmempertimbangkanwaktupenyetoranmodalpemilikdandebt

covenants.

• Asumsi yangdigunakan, termasukasumsimakroekonomi,harus realistisdanberasaldari

sumber terpercaya. Asumsi-asumsi suku bunga pinjaman, kapitalisasi Interest During Construction

(IDC), dan rate of return menjadi perlu fokus asumsi bagi bank.

Dalam melakukan financial due diligence, bank perlu memeriksa kelengkapan komponen dari

model keuangan yang digunakan pengembang. Komponen model keuangan yang lebih lengkap

dari sebuah proyek PLTS adalah sebagai berikut:

1. Nilai investasi awal dan belanja modal selanjutnya (peralatan utama, konstruksi sipil,

mekanikal dan instalasi, transmisi), dengan memerhatikan perbandingan kewajaran antara biaya

dan kualitas teknologi yang digunakan

2. Asumsi operasional, dengan minimal efisiensi operasi sebesar 80%

3. Penjualan tenaga listrik dan pendapatan lain, dengan memerhatikan kemungkinan

penyesuaian FIT

4. Biaya operasi, administrasi, pemeliharaan, dan sewa

5. Pajak dan retribusi

6. Depresiasi

7. Suku bunga dan IDC

8. Asuransi

9. Rasio keuangan (profitabilitas, likuiditas, solvabilitas)

10. Dividen

11. Cash flow schedule

Ilustrasi rincian biaya sebuah proyek PLTS dengan skala kapasitas 1 MW dan sekitar 5 MW diberikan

pada Tabel 5.

30

Page 33: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pada akhirnya, dalam aspek keuangan terkait proyek tenaga listrik di Indonesia ini terdapat beberapa

tantangan yang perlu diatasi. Terdapatnya pungutan yang tidak transparan, pengeluaran biaya

yang tidak dapat dilengkapi dengan bukti, dan cost overruns, adalah beberapa diantara tantangan

dimaksud. Termasuk tantangan bagi lembaga keuangan khususnya bank, kurangnya akses terhadap

skema project finance, dimana bank lebih menyukai skema corporate finance yang mengandalkan

sponsor’s balance sheet, padahal sebuah proyek PLTS maupun proyek pengembangan energi

terbarukan lainnya seharunya dibiayai dengan skema project finance.

31

Page 34: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya32

Page 35: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Hal pertama yang harus dievaluasi dalam aspek teknis pembiayaan PLTS adalah kelayakan teknis dari proyek itu sendiri. Kelayakan teknis proyek meliputi baik rancangan layout, pemilihan teknologi (general and detailed engineering), kepantasan estimasi biaya proyek yang dapat

dihitung dengan bantuan independent engineer, maupun organisasi dan penanggung jawab proyek, serta terdapatnya asuransi proyek (surety bonds) dan garansi.

POINT 5

Aspek Teknis

Hal kedua yang harus dievaluasi dalam aspek teknis pembiayaan PLTS adalah evaluasi terhadap ASRI (lingkungan dan sosial). Poin-poin evaluasi ASRI meliputi diantaranya:• Fasilitasi terhadap kondisi lingkungan sekitar, seperti vegetasi, satwa (pembangunan

pagar dan animal housing), akses lalu lintas publik, penyimpanan/pembuangan material konstruksi, dan pemukiman pegawai untuk lokasi terpencil.

• Pemenuhanizinlingkungan,denganketentuanuntukproyekpembangkitlistrikkapasitaslebih dari 10 MW dan/atau terletak dalam kawasan lindung harus dilengkapi dengan AMDAL (waktu pengurusan 125 hari kerja), sementara untuk proyek pembangkit listrik kapasitas sampai dengan 10 MW cukup dilengkapi dengan UKL-UPL (waktu pengurusan 14 hari kerja).

• Akomodasiisulingkungandansosialdalambiayaproyek.• Ketersediaanprosedurdandokumentasihasilkonsultasipublikdenganmasyarakatdi

sekitar lokasi proyek.• Keberhasilanmemperolehdukungandarimasyarakatsekitar.Setiap pembangkit listrik memiliki profil teknisnya masing-masing. Profil teknis umum

sebuah proyek PLTS adalah sebagai berikut:1. Kebutuhan lahan berkisar 1,5-2,3 hektar (ha) per MWp, bergantung pada letak geografis

dan peralatan konstruksi yang digunakan.2. Panel surya standar industri yang digunakan berukuran 2x1 m per unit dengan kapasitas

310 Wp dan efisiensi panel 16%, sehingga untuk PLTS dengan kapasitas 5 MWp akan membutuhkan sekitar 16.130 panel surya dan cakupan area 8.065 m2.

3. Efisiensi minimal dari inverter adalah 85%.4. Mounting structure dibuat dari bahan anti karat dengan foundation yang bersifat

galvanic dan upper structure menggunakan sea grid aluminium. Selain itu, struktur juga harus menggunakan baut dan mur yang sesuai serta tidak boleh dilakukan pengeboran dalam proses pemasangan panel surya.

5. Run test harus dilakukan selama 30 hari setelah COD untuk menguji kesiapan operasi pembangkit.

6. Electrical losses saat operasi yang dapat ditolerir maksimal adalah 1% untuk DC dan 3% untuk AC.

7. Performance ratio minimal adalah 80% yang dapat dijaga melalui kerja sama dengan

33

Page 36: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

operation and maintenance company yang mampu memberikan jaminan performa dan SLA kurang dari empat hari.

Salah satu sumber data teknis untuk menghitung nilai penjualan tenaga listrik dari sebuah PLTS ditunjukkan pada Gambar 8. Pada gambar tersebut, untuk kapasitas PLTS sebesar 1 MWp (1.000 kWp), proyeksi nilai penjualan tenaga listriknya per tahun adalah 1.500.000 kWh x FIT (misal USD0,16) = USD240.000.

Gambar 8 Contoh Sumber Data Radiasi MatahariSumber: http://re.jrc.ec.europa.eu, telah diolah kembali

Dalam aspek teknis PLTS, terdapat kekeliruan-kekeliruan instalasi yang harus dihindari.Contoh kekeliruan instalasi PLTS ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Contoh Kekeliruan Instalasi PLTS

34

Page 37: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Tabel 6 Contoh Kekeliruan Instalasi PLTS 

Contoh Kekeliruan  Penjelasan 

 

Pemasangan baut dengan cara dibor 

(drilled) dan pemasangan panel surya 

yang  menempel  dengan  mounting 

structure  dapat  memicu  karat  yang 

akan  menyebar  dan  merusak 

struktur. 

 

Penyambungan  panel  surya  dan 

mounting  structure  dengan  baut 

menyebabkan  tinggi  yang  tidak 

sama. 

 

Tanaman  liar  dibiarkan  tumbuh 

hingga lebih tinggi dari panel surya. 

 

Pemasangan kabel dan  inverter yang 

terlalu  dekat  dengan  tanah 

menimbulkan risiko arus pendek  jika 

terkena cipratan air hujan. 

35

Page 38: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

 

 

 

Contoh Kekeeliruan 

 

 

 

Penopa

sehingg

tambah

Kemirin

seragam

sistem 

keselur

Pemasa

rata/da

Kotoran

menutu

mengak

dihasilk

Penje

ang  struktu

ga  memer

han. 

ngan  panel 

m  meme

panel 

uhan. 

angan  pane

atar. 

n dan  samp

upi  p

kibatkan  te

kan tidak ma

elasan 

r  yang  tid

rlukan  pen

surya  yan

ngaruhi 

surya 

el  surya  yan

pah  yang d

panel 

enaga  listr

aksimal. 

ak  kuat 

nyangga 

ng  tidak 

efisiensi 

secara 

ng  tidak 

ibiarkan 

surya 

ik  yang 

36

Page 39: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pada akhirnya, dalam aspek teknis terkait proyek tenaga listrik di Indonesia ini terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Titik interkoneksi yang dapat berubah di kemudian hari, kompatibilitas koneksi dengan jaringan PT PLN (Persero), waktu pengecekan doku-men oleh PT PLN (Persero) yang tidak sebentar, dan prosedur perizinan untuk proyek yang terletak di kawasan hutan adalah beberapa di antara tantangan dimaksud.

Manajemen Risiko Proyek PLTSPeta potensi risiko umum dari sebuah proyek pembangkit listrik ditunjukkan pada Gam-bar 9. Untuk proyek PLTS, tahap konstruksi pembangkit hingga operasi dapat berlangsung lebih singkat dari 24 bulan menjadi hanya berkisar 12-18 bulan.

Gambar 9 Peta Potensi Risiko UmumSumber: Indonesia Clean Energy Development (ICED)

Pada peta potensi risiko umum di atas dapat terlihat titik-titik risiko dalam sebuah proyek pembangkit listrik. Titik-titik risiko tersebut adalah:1. Studi kelayakan yang berkualitas rendah.2. Ketentuan perizinan yang tidak efisien dan tidak terkoordinasi.3. PT PLN (Persero) secara praktis masih memonopoli evaluasi proposal proyek tenaga listrik.4. Kepemilikan lahan dan perolehannya.5. Klausul PPA/PJBL, terutama yang menggunakan skema TNP dan terdapatnya klausul undefined conditions for dispatching.6. Pemberian kredit atas dasar kolateral (sponsor’s balance sheet).7. Estimasi biaya proyek yang terlalu optimistis (tidak memperhitungkan cost overruns

37

Page 40: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

dalam konstruksi proyek).8. PT PLN (Persero) hanya berkewajiban membeli tenaga listrik, tidak melakukan ope-rasi dan pemeliharaan.Selain risiko-risiko umum yang disebutkan sebelumnya, sebuah proyek PLTS juga memiliki risiko-risiko spesifik. Tabel 7 memuat risiko-risiko spesifik dari sebuah proyek PLTS beserta langkah mitigasinya.

Tabel 7 Risiko Spesifik PLTS

38

Page 41: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 39

Page 42: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya40

Page 43: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

POINT 6

Keputusan Pencairan dan Pengawasan Kredit

Keputusan pencairan pembiayaan untuk sebuah proyek PLTS diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan yang didasari pada hasil analisis aspek hukum, keuangan, teknis, serta ASRI (lingkungan dan sosial). Pertimbangan-pertimbangan yang utama dalam keputusan pencairan pembiayaan untuk sebuah proyek PLTS adalah:

• NetPresentValue(NPV)bernilaipositif, InternalRateofReturn(IRR)diatasrequiredrate of return untuk skema penyertaan modal, dan payback period untuk PLTS tercapai dalam 10-12 tahun. Gambaran required rate of return bagi investor dalam sebuah proyek PLTS diilustrasikan pada Tabel 8.

• Sukubungadisesuaikandenganrisikountukkredit.• CreditcovenantsmencakupbaikmitigasirisikokeuanganmaupunmitigasiASRI.• DesainrencanapengawasankredityangmemperhitungkanASRI.• Optimalisasiportofolio.

Tabel 8 Required Rate of Return Investor PLTS

41

Page 44: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Setelah keputusan pencairan pembiayaan untuk proyek PLTS, ASRI (lingkungan dan sosial) menjadi komponen yang penting untuk diawasi. Pentingnya pengawasan ASRI dalam credit monitoring diilustrasikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Pengawasan ASRI (Lingkungan dan Sosial)Sumber: Clean Energy Handbook for Financial Service Institutions

Kurangnya pengelolaan terhadap isu lingkungan dan sosial dalam operasi pembangkit oleh debitor dapat memicu risiko seperti gangguan operasi, pengenaan denda dan penalti, kehilangan pangsa pasar, serta munculnya liabilitas (kewajiban) tambahan. Risiko-risiko tersebut akan membawa dampak bagi lembaga keuangan yang membiayai pembangkit dimaksud. Dampak bagi lembaga keuangan, khususnya bank, dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung dapat berupa “tanggung renteng” liabilitas debitor yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan dan sosial. Sedangkan dampak tidak langsung dapat berupa menurunnya kapasitas debitor untuk melakukan pembayaran kepada bank (risiko kredit), berkurangnya nilai jaminan (risiko pasar), dan publisitas negatif bagi bank (risiko reputasi). Konsekuensinya, bank dapat mengalami kehilangan aset, penurunan laba, hingga kerusakan reputasi. Hal inilah yang mendasari pentingnya pengawasan ASRI (lingkungan dan sosial) dalam credit monitoring.

Guna memastikan bahwa debitor memasukkan pengelolaan ASRI dalam pengembangan dan pengoperasian PLTS, bank dapat memasukkan klausul pengelolaan lingkungan dan sosial dalam covenants. Contoh environmental and social covenants diberikan pada Gambar 11. Selain itu, bank juga dapat meminta debitor untuk memiliki asuransi, mewajibkan debitor membuat laporan pengelolaan lingkungan dan sosial, serta membuat rencana tindakan manajemen.

42

Page 45: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Gambar 11 Contoh Environmental and Social Covenants

Laporan pengelolaan lingkungan dan sosial yang disinggung diatas dapat berbentuk laporan yang harus disampaikan dengan segera maupun laporan yang cukup disampaikan secara tahunan. Laporan yang harus dipenuhi/disampaikan dengan segera meliputi:

• Notifikasi yang diterima dari otoritas LH, kesehatan, dan keselamatan (misalnyapemenuhan pembayaran denda).

• Penyampaian(submission)kepadaotoritasLH,kesehatan,dankeselamatan(misalnyalaporan berkala untuk periode yang kurang dari satu tahun serta respon terhadap permintaan data dan informasi).

• Pelaporaninsidenyangmaterialakibatketidakpatuhanterhadapperaturanlingkungandan sosial.

• Laporan komplain yang diterima terkait masalah lingkungan, sosial, kesehatan, dankeamanan.

Laporan yang cukup disampaikan secara tahunan, dapat disajikan secara terpisah ataupun digabungkan sebagai komponen dalam annual report perusahaan. Komponen-komponen pengelolaan lingkungan dan sosial yang dapat disampaikan dalam laporan tahuan meliputi sertifikasi kepatuhan terhadap standar pengelolaan lingkungan dan sosial, status dari rencana tindakan manajemen, investasi untuk pengelolaan lingkungan dan sosial yang telah dilakukan, serta peluang dari pengelolan lingkungan dan sosial yang dapat diidentifikasi. Ilustrasi dari rencana tindakan manajemen terkait pengelolaan lingkungan dan sosial ditunjukkan pada Gambar 12.

43

Page 46: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pada akhirnys, outcomes yang diharapkan dari manajemen ASRI (lingkungan dan sosial) adalah berkurangnya risiko bagi lembaga keuangan, baik risiko yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Gambaran integrasi manajemen ASRI dalam siklus kredit bank diilustrasikan dengan Gambar 13.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh lembaga keuangan, khususnya bank, dalam siklus kredit adalah memahami operasi dari calon debitornya. Berdasarkan pemahaman terhadap operasi dari calon debitor, bank melakukan transaction screening untuk memastikan bahwa operasi calon debitor tidak termasuk dalam operasi yang dilarang sesuai dengan kebijakan lingkungan dan sosial bank (misalnya operasi dalam industri militer, persenjataan, dan minuman keras. Selanjutnya, bank melakukan due diligence terhadap kelayakan aspek sosial dan lingkungan dari proyek, disamping kelayakan dari aspek-aspek lainnya (seperti hukum, keuangan, dan teknis). Bank kemudian menentukan apakah risiko lingkungan dan sosial dari proyek dapat diterima dengan memertimbangkan langkah-langkah mitigasi yang akan ditempuh calon debitor. Terakhir, bank melakukan pengawasan terhadap kinerja pengelolaan lingkungan dan sosial oleh debitor, sesuai dengan rencana dan langkah mitigasi yang disepakati. Hasil yang diharapkan dari proses integrasi ini adalah berkurangnya risiko, baik yang bersifat langsung maupunn tidak langsung, seperti timbulnya liabilitas (kewajiban) tambahan akibat kerusakan lingkungan dan sosial, bertambahnya risiko kredit, serta munculnya risiko reputasi bagi bank.

44

Page 47: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya 45

Page 48: Pembiayaan Pembangkit Listrik - iced.or.id · tenaga surya fotovoltaik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang- kurangnya 40%, karena akan diberikan insentif berupa

Modul Keuangan Berkelanjutan – Pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya

Pembiayaan Pem

bangkit Listrik Tenaga Surya

Pembiayaan Pembangkit ListrikTenaga Surya

2016 © USAID46