Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan...

download Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

of 60

Transcript of Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan...

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    1/60

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    2/60

    Media Informasi Air Minumdan Penyehatan Lingkungan

    Diterbitkan oleh:Kelompok Kerja Air Minum

    dan Penyehatan Lingkungan

    Penasihat/Pelindung:Direktur Jenderal Cipta Karya

    DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

    Penanggung Jawab:Direktur Permukiman dan Perumahan,

    BAPPENASDirektur Penyehatan Air dan Sanitasi,

    DEPKES

    Direktur Perkotaan dan PerdesaanWilayah Timur, Dep. Pekerjaan UmumDirektur Bina Sumber Daya Alam dan

    Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRIDirektur Penataan Ruang dan

    Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

    Pemimpin Redaksi:Oswar Mungkasa

    Dewan Redaksi:Ismail, Johan Susmono,

    Indar Parawansa, Bambang Purwanto

    Redaktur Pelaksana:Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,

    Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,Essy Asiah, Mujiyanto

    Desain/Ilustrasi:Rudi Kosasih

    Produksi:Machrudin

    Sirkulasi/Distribusi:Meiza Aprizya,Agus Syuhada, Metzy S.Oc

    Alamat Redaksi:Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat.

    Telp. (021) 31904113http://www.ampl.or.id

    e-mail: [email protected]@[email protected]

    Redaksi menerima kirimantulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan

    dengan air minum dan penyehatan lingkungan danbelum pernah dipublikasikan. Panjang naskah

    tak dibatasi. Sertakan identitas diri.Redaksi berhak mengeditnya.

    Silahkan kirim ke alamat di atas.

    cover : RUDI KOSASIH

    Dari Redaksi 1

    Suara Anda 2

    Laporan Utama

    Kredit Mikro Sanitasi Bagi Si Kecil 3

    Pembelajaran Kredit Mikro Mancanegara 9

    Pengalaman Kredit Jamban Keluarga di Yogyakarta 11

    Wawasan

    Jamban Sehat Posyandu Kuat 12

    Penanganan Sampah Melalui Eco-Cycle Society 14

    Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung Proyek PenyediaanSarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman 15

    Kebersihan adalah Investasi 18

    Penyediaan Air Bersih: Tantangan Kini dan Akan Datang 20

    Implementasi Konsep Capacity Building dalam Perusahaan Daerah

    Air Minum 22

    Banjir dan Longsor di Musim Hujan Kekeringan di Musim Kemarau 25

    Teropong

    Sekali Coba, Langsung Hasilnya 28

    Gotong Royong Bangun Jamban 29

    Maunya WC Closet Saja 30

    Membangun Jamban Sederhana 31

    Reportase

    Ketika Kaum Elit Mulai Melek Lingkungan 32

    Wawancara

    Pemberdayaan Masyarakat Lewat Posyandu 34

    Info Situs 37

    Info Buku 38

    Info CD 39

    Seputar AMPL 40

    Seputar WASPOLA 46

    Pustaka AMPL 54

    Klinik IATPI 55

    Agenda 56

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    3/60

    1Percik Juli 2005

    Pembaca, ada kabar gembira darimeja redaksi Percik . Makin harikepedulian para pemangku ke-

    pentingan terhadap majalah ini makinmeningkat. Ini bisa dilihat dari animomasyarakat untuk memperoleh Percik .Kiriman surat dan email selalu kami teri-ma. Isinya, mereka ingin mendapatkanmajalah yang terbit pertama kali padatahun 2003 ini. Jangan heran bila rubrik Suara Anda berisi seputar permintaan

    Percik .Selain itu, beberapa pembaca menya-

    takan menjadikan isi majalah ini sebagaireferensi. Mereka mengaku terus me-

    nunggu kapan Percik terbit. Kenyataanini tentu menyenangkan kami yang adadi dapur redaksi. Ini berarti tekad kamiuntuk menjadikan majalah ini sebagaireferensi bidang air minum dan penye-hatan lingkungan, semoga tercapai.

    Pembaca, tahun ini adalah tahunekonomi mikro. Edisi ini Percik hadirdengan laporan utama mengenaipembiayaan mikro ( microfinance )khusus bidang sanitasi, lebih khusus lagiuntuk pembangunan jamban/WC. Kamimenganggap ini penting karena selama

    ini pembiayaan mikro tampaknya kurangdiarahkan ke sana. Padahal sektor sani-tasi tak bisa diabaikan begitu saja karenamenyangkut kesehatan kita sehari-hari.Secara fakta, banyak penduduk Indonesia yang tidak memiliki jam- ban/WC. Mereka membuang hajat disembarang tempat. Ada yang di sungai,kebun, dan sawah. Hanya saja memangsaat ini belum ada bentuk baku modelpembiayaan mikro bagi mereka. Kami berharap tulisan ini menjadi wacana danakhirnya memacu para pemangkukepentingan untuk memperhatikanmereka yang tidak memiliki jamban sertamengucurkan sedikit dana bagi mereka.

    Untuk beberapa kalangan, pemba-ngunan jamban sebenarnya tak terken-dala dana tapi hanya faktor kemauan dankepahaman. Ini terbukti pada uji cobaCommunity-Led Total Sanitation (CLTS)

    di Kabupaten Lumajang yang kamitampilkan dalam rubrik Teropong.

    Awalnya orang sangat pesimis dengancara ini. Pertanyaan yang seringmenggelitik mereka adalah apakahmungkin menggerakkan masyarakattanpa ada intervensi pendanaan samasekali? Hasilnya di luar dugaan. Dalam waktu singkat warga dusun memiliki jamban tanpa ada bantuan dana sepeserpun. Yang diperlukan cuma pemicuan(trigger ). Tentu ada kiat untuk me-ngubahnya dan itu bisa dipelajari dan di-terapkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

    Pembaca, rubrik Wawancara padaedisi ini agar berbeda dengan sebelum-nya. Biasanya selalu tampil 'orangpusat' dan topiknya terkait isi laporanutama. Kali ini kami tampilkan 'orangdaerah' yang akan berbicara soal dae-rah. Ada berbagai pengalaman menarik yang bis a dij adikan pel aja ran oleh

    pusat maupun daerah lainnya. Misalnyadaerah ini memiliki program Lumajang

    Sehat 2007 melalui Gerbang Mas.Untuk mencapai itu, Posyandu menjadipusat kegiatan, tidak hanya dalampelayanan tapi pemberdayaan masyara-kat secara umum.

    Kami juga menampilkan reportasesekelompok masyarakat yang peduli de-ngan lingkungan. Mereka bukan kalang-an menengah ke bawah tapi justrukalangan atas yang bermukim di Jakarta.Upaya mereka tentu sangat menarik untuk diamati.

    Pembaca, apa yang kami sajikantentu belum sempurna. Kritik danmasukan senantiasa kami nantikan. Apalagi sejak semula kami telah bertekadmenjadikan majalah ini sebagai mediatukar informasi antarpemangku kepen-tingan sektor air minum dan penyehatanlingkungan. Umpan balik Anda selalukami tunggu. Selamat membaca.

    A RI REDA KS ID

    Wartawan Percik Mujiyanto dan Andre K (pertama dan kedua dari kiri) bersama sanitariandan para penggerak CLTS di Desa Kertowono, Lumajang, Jawa Timur.

    FOTO:ISMU

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    4/60

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    5/60

    Desa yang terletak di Ke-camatan Ngemplak, Ka- bupaten Sleman, DIY ini berubah berkat adanya bantuan dari Bank Dunia

    yang difasilitasi oleh LSM [e] Founda-tion. Nilainya tak terlalu besar hanya Rp.15,3 juta. Namun bantuan itu mampumenggerakkan masyarakat untuk meng-ubah hidupnya untuk mewujudkanlingkungan yang sehat.

    Hibah Bank Dunia itu kemudian dija-dikan dana bergulir yang bisa dipinjam warga untuk membangun atau memper- baiki jamban keluarga. Program itu di- beri nama "Kredit Jamban Sehat". Besarpinjaman bagi setiap KK ditetapkan

    mulai Rp 750 ribu sampai Rp 1,275 juta.Pengembaliannya dilakukan dengan ang-suran selama 10-24 bulan. Pinjaman itu juga dikenakan bunga 1,5 persen per bu-lan dan pengelola memberikan sanksitertentu kepada peminjam yang tidak menepati waktu angsuran. Sanksi itu be-rupa denda sebesar 5 persen dari bungapinjaman.

    Dana yang dipinjam tidak boleh digu-nakan untuk keperluan lain, kecualimembangun atau memperbaiki jambansehat. Kriteria jamban sehat adalah ter-tutup, tetapi memiliki ventilasi udara,tidak berbau, berlantai dan memilikisaluran air, jarak tangki septik minimal10 meter dari sumur, dan di jamban itu

    A PO RA N UTA MA

    Kredit Mikro Sanitasi

    Bagi Si Kecil

    L

    Warga Umbulmartani bolehsedikit lega. Kebiasaan

    buang air besar (BAB)di sungai-biasa disebut

    WC panjang-dan di kebunkosong mulai

    berkurang drastis.Ini karena warga mulai

    memiliki jamban keluargakendati sangat sederhana

    awal tahun ini.

    3Percik Juli 2005

    KARIKATUR: WWW.RUDIKOZ.COM

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    6/60

    tersedia air.Pada Agustus 2002 hibah Bank Dunia

    bisa digunakan membangun atau mem-perbaiki 12 jamban keluarga. PadaFebruari 2005 jumlahnya melonjak men- jadi 40 jamban keluarga.

    Lurah Desa Umbulmartani Atok Triyudianta, menjelaskan diperkirakanmasih ada sekitar 30 persen warganya yang belum memiliki jamban sehat.Kalau dana yang digunakan untuk mem- bantu warga hanya berasal dari Bank Dunia, dibutuhkan waktu lebih dari 10tahun untuk mewujudkan jamban sehatdi desanya. Akhirnya, desa mencari ban-

    tuan ke PT Ford Motor Indonesia (FMI) yang mempunyai dana hibah dalam upa- ya melestarikan lingkungan.

    FMI memberikan hibah sekitar Rp 41 juta yang penyerahannya dilakukansecara bertahap mulai Mei 2004. SampaiFebruari 2005, jumlah bantuan yangsudah disalurkan mencapai Rp 20,7 juta.Dengan adanya hibah baru ini, jumlahpinjaman kepada warga bisa ditingkatkanmenjadi maksimal Rp 1,5 juta per KK.Dengan dana tersebut, pada Mei 2004sudah ada tambahan 11 jamban sehat dan

    sampai Februari 2005, jumlahnya ber-tambah lagi menjadi 15 jamban sehat. Se-lain membangun jamban, sebagian bungapinjaman dana bergulir juga digunakanmeningkatkan gizi balita melalui pro-gram pemberian makanan tambahan da-lam kegiatan pos pelayanan terpadu(posyandu).

    "Kalau program pembuatan jambansehat dan perbaikan gizi balita bisa terus bergulir , kami memil iki angan-anganUmbulmartani menjadi sehat, Yogyakar-ta sehat, dan Indonesia pun sehat," ujarHeny Kusharyati, penggerak PKK Um- bulmartani yang juga istri Atok Triyu-dianta.

    Kondisi Indonesia Apa yang terjadi di Umbulmartani

    setidaknya bisa menggambarkan-kendatitidak sepenuhnya-kondisi sanitasi dasar

    di kawasan perkotaan dan perdesaan diIndonesia. Sampai dengan tahun 2002,penduduk Indonesia yang mempunyaiakses terhadap sarana sanitasi dasar yangmemadai yaitu jamban yang dilengkapicubluk atau tangki septik, baru mencapai63,5 persen. Proporsi di perdesaan relatif lebih rendah, hanya berkisar 52,2 persen,

    sementara di perkotaan telah mencapai77,5 persen.

    Angka tersebut hanya menunjukkanproporsi yang tersedia tetapi tanpa mem- bedakan kualitasnya. Karenanya data diatas ditengarai belum menunjukkan kon-disi yang sebenarnya. Kondisi nyatamungkin lebih buruk dari itu. Diper-kirakan banyak sarana sanitasi dasar yang ada saat ini sudah tidak dapat diper-gunakan lagi dan kurang memenuhi per-syaratan kesehatan dan lingkungan.Sebagai ilustrasi di daerah perkotaanlokasi tangki septik hanya berjarak kurang 10 meter dari lokasi sumber air.

    Diperkirakan 73 persen rumah tanggaperkotaan mempunyai sanitasi setempat(on-site sanitation ), sebagian besar da-lam bentuk septik tank yang tidak ber-fungsi baik. Sementara di lain pihak, sis-tem pembuangan air limbah tidak cukup

    memadai, termasuk tidak tersedia cukup banyak instalasi pengolah limbah tinja.Kondisi ini merupakan salah satu sumberpencemaran lingkungan, baik terhadapair tanah maupun sungai yang meru-pakan sumber utama air baku PDAM.

    Kondisi Global

    Sidang Umum PBB pada September2000 menetapkan Millennium Develop-ment Goals (MDGs) sebagai target bagikomunitas global untuk mengurangikemiskinan dan meningkatkan kesehatandan kesejahteraan seluruh penduduk.Dua tahun berikutnya, dalam the World Summit on Sustainable Development diJohannesburg, PBB menegaskan kembaliMDGs dan menambahkan target khusustentang sanitasi dan higinitas.

    Data tahun 2000 menunjukkan 2,4milyar manusia tak memiliki akses yang baik ke sanitasi. Sebanyak 81 persen diantaranya berada di desa. Selain itu 1,1milyar manusia tak memiliki akses kesumber air. Sebanyak 86 persen beradadi desa. Kedua kelompok ini tergolongmasyarakat miskin yang tersebar diperdesaan dan perkotaan. Kondisi akseske air minum dan sanitasi yang buruk ini

    A PO RA N UTA MA L

    4 Percik Juli 2005

    Warga memanfaatkan sungai seperti ini untuk buang air.

    FOTO: MUJIYANTO

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    7/60

    menyebabkan munculnya berbagai pe-nyakit, seperti diare. Tercatat ada 250 juta orang terserang penyakit yang ter- bawa air setiap tahun, 10 juta di anta-ranya meninggal dunia. Fakta di lapang-an menunjukkan akses terhadap layanansanitasi di desa lebih buruk dibandingkandi perkotaan. Di samping itu sebanyak 930 juta manusia hidup di daerah kumuhdan populasi di perkotaan terus bertam- bah.

    Pada tahun 2015 jumlah penduduk dunia diperkirakan 7 miliar. Sebagian besar pertambahan penduduk terjadi dinegara berkembang. Peningkatan itu

    akan menambah jumlah penduduk yang belum mempunyai akses terhadap sani-tasi yang memadai menjadi 3,4 miliarpada tahun 2015. WHO memperkirakansetiap tahun sebanyak 150 juta tambahanpenduduk yang harus mendapatkanakses terhadap sanitasi.

    Terpenuhikah target tersebut? Inipertanyaan sekaligus tantangan yangharus dijawab. Soalnya diakui atau tidak membangun sarana sanitasi yang mema-dai memang tidak mudah. Ada beberapafaktor yang menjadi kendala. Di anta-

    ranya masalah budaya, dana, dan keti-dakpedulian. Warga masyarakat di ba-nyak negara miskin dan berkembangmemiliki kebiasaan buang air besar disungai, kebun, sawah, dan tempat terbu-ka lainnya tanpa merasa itu suatu tin-dakan yang salah. Ada pula yang tak maumembangun jamban/WC karena tidak memiliki cukup uang. Sebagian lain tidak peduli terhadap masalah sanitasi danmenganggap ini bukan urusannya tetapiurusan pemerintah.

    Oleh karena itu, dalam kondisi seper-ti sekarang-dengan kemampuan ke-uangan pemerintah dan masyarakat yangterbatas-target MDGs baru akan tercapaipada tahun 2025. Tanpa kemauan politisdan komitmen nyata, target tersebuttidak akan tercapai. Tantangan Indonesia yaitu bagaimana agar keberhasilan mem-promosikan target air minum dan sani-

    tasi di tingkat internasional dapat juga

    menjangkau dan menyebar di seluruhpemangku kepentingan ( stakeholders ) diIndonesia dengan kemampuan pembi-ayaan yang terbatas seperti saat ini.

    Pembiayaan MikroTantangan pembiayaan telah mem-

    bayangi pembangunan sanitasi di dunia.Saat ini pembiayaan yang dikeluarkanuntuk pengolahan air limbah di duniamencapai 14 juta dolar Amerika pertahun. Sementara masih dibutuhkantambahan sebesar 56 juta dolar Amerika jika target MDGs ingin dicapai.

    Di sisi lain, laju pertumbuhan pen-duduk tak sebanding dengan laju pertam- bahan sanitasi dasar berupa jamban.Terjadi kesenjangan antara keduanya.Oleh karena itu, perlu ada upaya pen-dekatan baru yang memungkinkan pe-ningkatan laju pertambahan sarana sani-

    tasi dasar, paling tidak mendekati lajupertumbuhan penduduk.

    Model pembiayaan lama seperti sub-sidi dan hibah untuk memperluas cakup-an layanan sanitasi oleh beberapa kalang-an dinilai tak tepat lagi untuk kondisi saatini. Selain karena keterbatasan danapemerintah, kelompok 'antisubsidi' me-mandang subsidi bermasalah pada tigahal yakni (i) Desain untuk subsidi sulit,karena subsidi membutuhkan data-datamasyarakat mengenai kemampuan dankemauan masyarakat untuk membayar,mekanisme paling sesuai untuk menya-lurkan, merumuskan keuntungan sosial

    dan manfaat kesehatan bagi masyarakat;(ii) Penyaluran subsidi banyak tantang-annya; dan (iii) Subsidi cenderung ter-henti dan tidak berkelanjutan. Namundemikian, subsidi memang tak bisa diha-puskan sama sekali di sektor ini. Yangmungkin dilakukan yaitu meminimalkan-nya karena sektor ini merupakan bagiandari kewajiban pemerintah menyejahte-rakan rakyat.

    Muncullah berbagai terobosan untuk bisa mengembangkan pembiayaan bagisarana sanitasi dasar ini. Salah satunya

    dengan model pembiayaan mikro ( micro- finance ). Langkah ini dianggap sebagaiujung tombak dalam pengentasan kemis-kinan dan telah mendapat pengakuan se-cara internasional. Pengakuan tersebuttercermin dalam keputusan SidangMajelis Umum PBB ke-53 (tahun 1998) yang menetapkan tahun 2005 sebagaiTahun Kredit Mikro Internasional. Di-lanjutkan dengan Launching Internati-onal Year of Microcredit 2005, di MarkasBesar PBB, New York, oleh Sekjen PBBKofi Annan, 18 November 2004.

    Pencanangan tersebut diharapkanakan dapat mendorong program pember-dayaan keuangan mikro dan usaha mikro yang berkelanjutan, dalam rangka pe-ningkatan kesejahteraan masyarakat danpengentasan kemiskinan. Saat itu SekjenPBB menyerukan agar seluruh pemerin-tah, lembaga keuangan, dan lembaga

    A PO RA N UTA MA L

    1,8 juta orang meninggal setiaptahun karena penyakit diare-terma-suk kolera; 90 persen di antaranyaanak-anak di bawah 5 tahun, ter-banyak di negara-negara berkem-bang.88 persen dari penyakit diare itudisebabkan penggunaan air minumyang tak terlindungi, sanitasi dankebersihan yang tak layak.Penyediaan air minum yangmemenuhi syarat bisa mengurangi

    tingkat kematian akibat diaresebanyak 21 persenPeningkatan sanitasi mengurangikematian akibat diare sebesar 37,5persenMencuci tangan pada waktu dibu-tuhkan dapat mengurangi kasusdiare lebih dari 35 persenPerbaikan kualitas air minum seper-ti memberikan disinfektan bisamengurangi episode diare 45persen.

    Diaredi Dunia

    5Percik Juli 2005

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    8/60

    donor memanfaatkan pengetahuan danpengalamannya dalam bidang kreditmikro untuk lebih menjangkau kaummiskin.

    Dalam peluncuran itu, para pem- bicara sepakat bahwa microfinance me-rupakan salah satu inovasi yang paling berhasil dalam pembangunan sosialekonomi serta memiliki konstribusi yangpenting dalam pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Untuk men-capai tujuan tersebut telah teridentifikasi berbagai hal yang perlu dilakukan antaralain pelatihan dan peningkatan kapasitas,promosi kredit mikro, keterlibatan sektor

    swasta, serta penyempurnaan peraturanperundangan sehingga dapat mendukungpengembangan sektor keuangan mikro.

    Di Indonesia, Presiden Susilo Bam- bang Yudhoyono telah mencanangkanTahun Keuangan Mikro Indonesia 2005pada 26 Februari 2005 lalu. Langkah inidinilai positif terhadap peranan Lem- baga Keuangan Mikro (LKM) atau micro- finance , sebagai unsur penting dalammembantu pengembangan usaha mikro,kecil, dan menengah.

    Memang disadari bukan cara yang

    mudah membiayai sanitasi bagi ma-syarakat berpenghasilan rendah/miskin.Ini sangat berbeda dengan penyeleng-garaan air bersih/minum yang lebihmudah karena air adalah kebutuhandasar sekaligus bisa menjadi sumber pen-dapatan jika digunakan untuk kegiatanproduktif misalnya mencuci pakaian danmengairi tanaman. Penyelenggaraan sa-nitasi lebih sulit karena hasilnya tidak segera terlihat secara langsung. Tak heran bila banyak literatur pembiayaanair bersih/minum dan sanitasi mem-fokuskan pada air minumnya, dan hanyasedikit menyinggung pembiayaan sani-tasi bagi rumah tangga.

    Beberapa contoh pembiayaan sanitasimenunjukkan keberhasilan. Beberapamodel telah dipraktekkan di beberapa ne-gara seperti di Lesotho, Honduras, Gha-na, Afrika Selatan, India, dan Pakistan.

    Indonesia sendiri pernah mencobanyapada tahun 1993 yang dilaksanakan oleh Yayasan Dian Desa di Yogyakarta.Pengalaman WaterAid di Nafadji sejak 2001 bekerja sama dengan LSM lokalJIGI dengan membangun sarana air dansanitasi, menunjukkan penyaluran kreditkhusus sanitasi mampu mengurangi

    prevalensi penyakit yang berhubungandengan polusi air dan memperbaiki kua-litas air minum.

    Hanya saja keberhasilan setiapproyek tersebut tidak dapat diterapkansecara universal. Tapi ada pembelajaran yang bisa diambil dari sana dan kemudi-an diterapkan sesuai dengan kondisi dankemampuan yang ada. Yang terpentingadalah adanya kepedulian dan pemecah-an bagi pembiayaan sanitasi.

    Kunci SuksesLayanan pembiayaan bagi masya-

    rakat miskin-sebagai peminjam dan pe-nabung skala kecil-kurang memperolehperhatian dari pihak perbankan. Aksesmasyarakat miskin terhadap layanan itutergolong rendah. Hal ini menghambatmereka untuk meningkatkan efisiensi,produktivitas, dan partisipasi dalam

    kehidupan. Padahal dari berbagai fakta dilapangan, termasuk di negara-negara Afrika dan Asia, masyarakat miskin yangmendapat fasilitas pembiayaan mikrodan tabungan dapat membayar pinjamankredit mereka dengan baik.

    Hal ini bisa dicapai dengan mende-sain metodologi peminjaman, produk

    pinjaman yang inovatif, menyederha-nakan prosedur peminjaman, mengada-kan kontak langsung secara regular de-ngan klien, dan menerapkan suku bungapasar-bagi yang menginginkan. Dan per-lu diingat bahwa kredit tidak dimaksud-kan untuk mempercepat keberhasilanpembangunan sarana sanitasi. Kredithanyalah salah satu investasi bagi rumahtangga yang mungkin bagi masyarakatuntuk membelanjakan pendapatannya yang terbatas bagi sanitasi.

    Beberapa aturan umum dalam pem- biyaan mikro dapat diterapkan di sektorair minum dan sanitasi, yaitu:

    Riset terhadap kebutuhan lokal, yakni bagaimana memahami secara menye-luruh kemampuan peminjam besertasistem keuangan dan akuntansi yanglayak diterapkanBunga pinjaman-kalau ada-harus di-

    A PO RA N UTA MA L

    6 Percik Juli 2005

    Cubluk terbuka banyak dimiliki warga desa

    FOTO: RHEIDDA P

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    9/60

    dasarkan pada perhitungan biaya ad-ministrasi, biaya pekerja, dan biaya bunga. Selain itu terdapat toleransiterhadap kredit macet, dan biaya re-covery harus dipertimbangkan kare-na menentukan keberlanjutan pembi-ayaan mikro.Tujuan dari organisasi mikro kreditharus didefinisikan dengan jelas. Bilakredit tersebut hanya menjadisampingan maka ini bisa berbahaya bagi penerapan kredit secara ketat. Administrasi pinjaman dan penagih-an harus sederhanaKarena kebutuhan sarana sanitasi

    masih belum dianggap sebagai kebu-tuhan dasar, pemilihan pembiayaan bagimasyarakat kecil untuk membangun sa-rana sanitasinya harus dikaitkan denganhal-hal produktif yang bisa dilakukanoleh mereka. Dengan demikian diharap-kan ada jaminan keberlangsungan pe-ngembalian kredit, di samping terba-ngunnya sarana sanitasi yang diharap-kan. Sebagai contoh, masyarakat miskindiberikan kredit untuk mata pencahari-annya seperti membuka warung klon-tong, membeli sepeda motor untuk usaha

    ojek, beternak, bertani, atau yang lain-nya. Pembangunan jamban bisa disisih-kan dari pembayaran kredit dengan caramenabungnya.

    Pada tahun 1990-an pernah dicobasistem dana bergulir untuk pembangun-an jamban. Waktu itu cara ini diharapkandapat mengurangi kredit macet. Kreditdisalurkan melalui kelompok berang-gotakan 5-9 orang. Kelompok ini ber-tanggung jawab untuk setiap pinjaman yang dilakukan oleh anggotanya. Denganadanya pengorganisasian seperti ini ma-ka apabila ada anggota yang tidak bisamembayar, kelompok harus memberitalangan. Kalau kelompok tak mampumenalangi, kelompok bisa menekan ang-gotanya yang tak bisa membayar. Dana yang sudah dikembalikan kemudian di-gulirkan kembali kepada anggota atau ke-pada kelompok lainnya secara berkesi-

    nambungan. Bahkan dana yang terkum-pul bisa digunakan bagi kebutuhan lain-nya di luar sanitasi jika sarana tersebuttelah dimiliki oleh masyarakat. Kelompok arisan, posyandu, RT, atau sejenisnya

    memungkinkan menerapkan mekanismeini. Namun model dana bergulir ini dini-lai banyak kalangan telah gagal. Sangatsedikit yang berhasil. Makanya gaungnyatelah hilang ditelan kegagalan.

    Memang program pemberdayaan ma-syarakat kecil ini tidak mudah, apalagi ji-ka dikaitkan dengan uang. Mekanismepenyaluran dan pengawasan harus jelas.Bagi penerima harus ada kriteria yang jelas pula. Syarat pokoknya yaitu memili-

    ki kemampuan dan kemauan untuk me-ngembalikan pinjaman. Adanya kemauanini amat penting, mengingat jika bahan- bahan pembuatan sarana sanitasi seperti jamban ini diberikan secara cuma-cuma-padahal mereka tak ada keinginan untuk membayarnya-bisa jadi barang itu akandijual untuk membayar kebutuhan yanglain.

    Dari sisi pemberi kredit, pinjamanharus diarahkan kepada banyak sasaran.Pinjman yang hanya diberikan untuk satusasaran khusus hanya akan memperbesar biaya penyediaan pinjaman. Contohpembiayaan mikro yang paling sukses di

    dunia adalah produk pinjaman KU-PEDES milik BRI yang mempunyai ba-nyak sasaran.

    Biaya pengembalian pada proyek sa-nitasi adalah hal yang memungkinkan,dan kredit merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapaitujuan. Cara ini cukup fleksibel dan dapatdikombinasikan dengan subsidi atau hi- bah dan kontribusi kepemilikan. Programkredit paling baik digunakan sebagai

    A PO RA N UTA MA L

    Karena kebutuhan saranasanitasi masih belum dianggap

    sebagai kebutuhan dasar,pemilihan pembiayaan bagimasyarakat kecil untuk mem-

    bangun sarana sanitasinyaharus dikaitkan dengan hal-halproduktif yang bisa dilakukan

    oleh mereka.

    7Percik Juli 2005

    Meski miskin warga bisa membangun jamban yang memenuhi syarat.

    FOTO: RHEIDDA P

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    10/60

    bagian dari strategi sanitasi berdasarkanpendekatan tanggap kebutuhan ( demand driven approach ).

    Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika masyarakat tidak butuh sarana itu?Jawabannya, harus diciptakan kebutuh-an. Misalnya dengan memunculkan ke-pedulian terhadap kesehatan lingkungan,atau adanya tekanan dari tetangga ataukomunitas untuk membangun saranasanitasi yang sehat. Selain itu, kepedulian bisa didorong dengan layanan kredit yang dilaksanakan dengan baik sehinggamekanisme itu menggerakkan masya-rakat untuk menggunakan dana itu bagi

    pembangunan sanitasinya.Perlu diperhatikan, penyedia fasilitas

    kredit harus memberikan pilihan-pilihan bagi rumah tangga sehingga mereka bisamenentukan pilihan yang sesuai. Pilihan pa-da masyarakat berpenghasilan rendah se-ring bervariasi. Misalnya beberapa rumahtangga memilih jamban paling murah, dan yang lainnya justru mau membayar untuk membangun jamban yang lengkap.

    Di samping itu pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah pembe-rian kredit bagi masyarakat miskin harus

    didukung ketersediaan bahan bagi saranasanitasi. Artinya ada barang-barang sara-na sanitasi di pasar lokal. Juga tersedia variasi model yang bisa dipil ih olehmasyarakat. Dan yang tak kalah penting,teknologinya mampu dikuasai oleh ma-syarakat. Jadi pembiayaan mikro tidak berdiri sendiri tapi didukung oleh elemenlain.

    Untuk meringankan beban kreditmasyarakat miskin, mekanisme penya-luran kredit pun bisa diatur sedemikianrupa sehingga mengurangi biaya inves-tasi. Dengan fasilitas kredit nasabah/kli-en dapat membeli perlengkapan sanitasisecara borongan. Cara ini memungkin-kan pemasok dapat memberikan potong-an harga.

    Sedangkan di pihak pemberi pinjam-an, pemanfaatan pihak perantara in-formal yang sudah ada akan dapat me-

    nekan biaya penyediaan pinjaman. Halini karena para perantara tersebut sudahmemahami karakter peminjam.

    Skala WaktuPembangunan sarana sanitasi bagi

    masyarakat miskin harus memperha-tikan skala waktu yang realistis. Programakan gagal apabila semata-mata untuk memperluas cakupan layanan kredit

    dalam waktu singkat tanpa diiringi de-ngan peningkatan komitmen masyarakatuntuk melunasi pinjaman dan meng-gulirkannya kembali untuk peminjam baru.

    Hubungan antara lembaga penyediapinjaman dengan nasabah/peminjamharus dilihat sebagai hubungan jangkapanjang. Hubungan perkreditan ini se- baiknya tidak dikelola sebagai transaksi"sekali pakai" ( one-off transaction ) yangdiarahkan hanya untuk satu sasaran.Bagian dari peningkatan kualitas kreditadalah upaya pengembangan keper-cayaan dan keyakinan antara penyediakredit dengan nasabah. Hal ini dapat di-peroleh dengan hubungan yang berlang-sung dalam jangka panjang.

    Lembaga penyedia pembiayaan dapatmemberikan dukungan dengan mening-katkan posisi tawar masyarakat miskin

    terhadap kontraktor/penyedia saranasanitasi. Sehingga hak-hak masyarakatmiskin dan kualitas sarana sanitasi untuk mereka tetap terjaga dengan baik.

    PenutupPembangunan sarana sanitasi sangat

    penting. Ini tidak hanya memberikankeuntungan bagi rumah tangga yangmemilikinya, tapi jauh dari itu untuk

    masyarakat secara lebih luas. Sanitasi yang baik akan mengurangi penyebaranpenyakit secara signifikan.

    Keterbatasan sumber daya-terutamadana-seharusnya tidak dijadikan alasanuntuk mengabaikan sektor ini. Dan se- jatinya masih banyak alternatif jalan yang bisa ditempuh guna memperbaiki kondisisanitasi ini. Hanya saja memang butuhkepedulian, kesungguhan, dan waktu.

    Segala bentuk dana yang dikucurkanuntuk peningkatan sanitasi tidak akanmembuahkan hasil apabila tidak diiringidengan perubahan perilaku masyarakat berkaitan dengan sanitasi. Layak dipertim- bangkan juga untuk menggabungkan kreditsanitasi dengan bentuk-bentuk kredit lain yang lebih menguntungkan seperti programkredit untuk usaha mikro dan layananpenyediaan air, sehingga dapat dibangunmekanisme subsidi silang. (MJ)

    A PO RA N UTA MA L

    8 Percik Juli 2005

    Jamban yang bersih dan sehat menjadi dambaan setiap orang.

    FOTO: ANDRE K

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    11/60

    A PO RA N UTA MA L

    9Percik Juli 2005

    Setiap negara memilikikarakteristik tersendiri dalam

    membangun sarana sanitasi.Pengalaman satu negara bisa men-

    jadi pelajaran bagi negara lain,meskipun penerapannya tak

    sepenuhnya harus sama.Berikut pembelajaran yang bisa

    diambil dari beberapa negaramengenai kredit mikro:

    Lesotho

    P royek di Lesotho dimulai pada tahun1980 sebagai bagian dari proyek pengembangan perkotaan. Program inimenyediakan kredit bagi rumah tanggakhususnya untuk pembangunan jamban.Program itu didorong oleh kebutuhan jamban rumah tangga. Untuk menerimakredit, rumah tangga harus menggalilubang jamban terlebih dahulu danmemiliki tabungan sebesar 30-40 persendari total kebutuhan dana. Jumlah pin- jaman yang diberikan 50-300 dolar Ame-

    rika. Dana itu berasal dari pemerintahLesotho tapi dikelola oleh Lesotho Bank yang telah memiliki kredibil itas yang baik dalam menangani pinjaman.

    Pada tahun 1990, 600 pinjaman telahdisetujui dari 4.500 pemohon. Sebanyak 282 jamban telah dibangun dan 81 per-sen peminjam telah melunasi pinjaman-nya. Dari 1.000 jamban yang telah diba-ngun di wilayah yang ditargetkan, 80persen di antaranya dibangun melaluiinisiatif masyarakat sendiri. Ini bisa ter- jadi karena adanya program promosi danketersediaan pilihan sanitasi. Berda-sarkan laporan yang ditulis UNDP padatahun 1994, kunci keberhasilan proyek ini antara lain:

    Desain jamban yang murah danestetisKecilnya subsidi dan hibah secaralangsung untuk rumah tangga

    Program bersifat menyeluruh yaknipromosi jamban, kesehatan, dan

    pendidikan kebersihanProyek terintegrasi dengan strukturpemerintahanKoordinasi yang kuat dalam kebi- jakan dan perencanaan di antara de-partemen yang terlibat dalam pro-mosi peningkatan sanitasi

    Melihat skema kreditnya sendiri,pembayaran pinjaman dengan bunga di-maksudkan untuk memastikan bahwarumah tangga bertanggung jawab penuhterhadap penyediaan fasilitas sanitasi.Biaya administrasi pinjaman tergolongtinggi dan biaya tambahan untuk pro-mosi dan pengelolaan tidak dibebankankepada peminjam sehingga keberlanjut-an jangka panjang proyek ini diper-tanyakan. Oleh karena itu proyek ini berhasil dalam promosi sanitasi tetapitidak menciptakan institusi pembiayaanmikro yang berkesinambungan.

    Honduras

    Sebuah yayasan dibentuk di Hondu-ras. Yayasan itu bernama Yayasan Kope-rasi Perumahan ( Co-operative Housing Foundation /CHF). Program ini merupa-kan strategi nasional untuk menyediakanpinjaman bagi pembangunan perumahandi Tegucigalpa, ibukota Honduras. Padatahun 1993, program permukiman me-ngeluarkan sekitar 4 juta dolar Amerikakepada LSM setempat untuk dipinjam-kan kepada 4 ribu keluarga.

    Sanitasi diidentifikasi sebagai ceruk pasar ( niche market ) dan hibah UNICEFsebesar 350 ribu dolar Amerika disedi-akan untuk melanjutkan program dana bergulir bagi pengembangan sanitasi. Tu- juan dari program ini adalah mening-katkan kemampuan LSM sehingga me-reka dapat mengembangkan kredit me-reka yang berasal dari pemerintah danakhirnya dari sektor perbankan swasta.

    Pembelajaran Kredit MikroMancanegara

    Salah satu jamban milik warga Honduras

    FOTO: WWW.QTAWWA.ORG

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    12/60

    Maksudnya, mereka harus mampu mem-pertahankan track record -nya dan me-

    ngembalikan pinjaman secara sukses.Persetujuan pinjaman dibuat secara

    langsung oleh LSM. Tidak ada jaminan yang dibutuhkan meskipun latar bela-kang peminjam sangat sedikit diketahui.Pendamping penandatangan/saksi digu-nakan sebagai garansi pembayaran. Ben-tuk pinjaman berlaku selama tiga tahundan dibayarkan setiap bulan. Pinjamandikenakan bunga sebesar 15 persen, yangterhitung lebih rendah dibandingkansumber kredit informal lainnya. LSM berhasil menarik kembali uang pinjamanitu sebesar 95 persen pada tahun perta-ma. Beberapa pengembangan terusdilakukan sesuai dengan rencana.

    Keberhasilan dari skema ini dapat di-kaitkan dengan banyaknya pilihan yangmencakup jenis perbaikan yang akandilakukan, masa pinjaman dan kualitasdari perbaikan yang ditawarkan oleh

    pemberi pinjaman. Peminjam dapatmengatur paket pinjaman sesuai dengankebutuhan mereka.

    Dengan adanya fleksibilitas dari per-syaratan pinjaman, peminjam dan pem- beri pinjaman dapat menguji sistem pin- jaman dengan risiko yang rendah bagimereka berdua. Terkadang pinjamanskala kecil dan jangka pendek yang digu-

    nakan untuk penyediaan sarana sanitasidapat dilunasi lebih awal sehingga dapatdigantikan dengan pinjaman jangka pan- jang yang lebih besar untuk peningkatankualitas rumah.

    Penyediaan saran-saran teknis yang da-pat diandalkan dan bantuan pendampingandalam negosiasi kontrak-kontrak konstruk-si merupakan faktor kunci untuk menarik minat calon peminjam yang berencanameningkatkan kualitas sarana sanitasi yangsudah mereka miliki.

    Rumah tangga dengan pendapatan ren-dah sering tidak memiliki informasi yangdibutuhkan untuk membuat keputusan

    berkaitan dengan syarat-syarat teknis fasili-tas sanitasi. Fungsi utama dari loan officeradalah mengawasi kualitas konstruksi danmenggunakan keahliannya untuk meno-lak tuntutan pembayaran yang tidak sesuai dengan kontrak guna menjagaagar kontrak tetap dipatuhi.

    India

    Sulabh adalah sebuah LSM di India yang memperkerjakan 20 ribu orang.Orang-orang itu disiapkan untuk masuk

    ke pasar jamban di wilayah miskin perko-taan. Sebanyak 500 ribu rumah tanggamemperoleh keuntungan akses kepadakredit melalui mekanisme formal daninformal. LSM itu kemudian menyiapkanagen yang memasarkan pinjaman danmengumpulkannya dari para pembelidengan persyaratan yang fleksibel.Sulabs merancang target penerimaanrata-rata dari para kolektor ini, tetapitidak membebani mereka dengan bukucatatan formal. Meskipun Sulabs telahmenerima hibah, luasnya program jam- ban menunjukkan bahwa dar i sisikeuangan bisa berjalan dan menjangkaukaum miskin. Ketidaktransparansiandari persyaratan pinjaman mungkinmenggambarkan penggunaan yangnyata sistem informal yang didasarkanpada diskriminasi harga dan catatanminimum yang ada. (MJ)

    A PO RA N UTA MA L

    10 Percik Juli 2005

    Luasnyaprogram jamban

    menunjukkan bahwadari sisi keuangan

    bisa berjalandan menjangkau kaum

    miskin.

    WC umum yang ada di sebuah wilayah di India.

    FOTO: COMMONORGARDEN.BLOGS.COM

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    13/60

    Y ogyakarta Urban terdiri atasKotamadya Yogyakarta ditambah beberapa kelurahan di Sleman

    dan Bantul. Sepintas lalu kita melihatkota tersebut cukup indah. Bahkan be- berapa sanitasi yang dimiliki wargacukup bagus. Namun di balik itu ter-nyata masih banyak dijumpai keluarga yang sama sekali tidak mempunyai WCkeluarga. Mereka ini biasa buang air be-sar di sungai, sawah, atau selokan pada waktu matahari belum terbit atau sete-lah matahari terbenam. Aktivitas ituterkadang berbarengan dengan mencu-ci pakaian atau mandi.

    Berdasarkan hasil studi, dari seluruh

    keluarga di wilayah Yogyakarta Urban se- banyak 79 persen mempunyai WC priba-di dan sisanya 21 persen tidak mempu-nyai (kira-kira adalah 31.500 keluarga).Dari mereka yang tidak punya WC, 5,34persen buang air besar di WC umumyangdibuat pemerintah (3,09 persen), WCumum milik pribadi (0,99 persen), dantetangga yang baik hati (1,26 persen)--,sebanyak 14,53 persen di kali, 0,49 per-sen di kolam/blumbang, dan 0,64 persendi tempat lain seperti kebun, pekarangan,dan sebagainya.

    Jumlah hajat yang langsung di buangke alam sangat besar. Bila setiap hari ma-nusia buang hajat 0,2 kg, maka akan ada31,5 ton per hari yang dibuang langsungke alam atau 945 ton per bulan (kira-kira250 truk penuh-hajat).

    Beberapa alasan mendasari mengapa warga tidak membangun jamban/WCpribadi:

    Alasan utama:Kesulitan investasi awalTidak ada tempat

    Alasan lain:Belum mapanBegini sudah cukupLain-lain

    Berdasarkan kondisi tersebut makadicari jalan pemecahannya. Ada tigagagasan pokok yang dapat dikem- bangkan:

    Kredit lunak untuk pengadaan sa-

    rana sanitasi keluarga ( revolving funds ). Program ini ditujukan bagimereka yang mengalami kesulitaninvestasi awal untuk membangunsarana sanitasi tapi memiliki lahanPelayanan WC umum yng dikelolasecara swasta (pengguna harus

    membayar). Ini khusus bagi mereka yang tidak ada tempat untuk mem- bangun sarana keluarga secara pri- badiPenyuluhan yang terencana dankonsisten sehubungan dengan aspek kesehatan lingkungan

    Program Sanitasi BergulirUntuk mengatasi kendala investasi

    awal perlu ada kredit lunak ( soft loan )atau dana berputar yang tepat kondisimasyarakat sasaran. Memang agak sulit

    memperoleh dana ini karena sanitasikeluarga masuk dalam kategori barangkonsumtif dan pinjaman yang tersedia bi-asanya untuk kegiatan produktif; kekha- watiran bahwa si miskin tidak mau mem- bayar; dan sebagainya. Itu hipotesis yangmuncul. Perlu ada pembuktian. Dengandukungan dana kecil dari SDC, YayasanDian Desa (YDD) melakukan uji cobapada tahun 1995 - 1996. Pola yang dite-rapkan adalah:

    Pemberian kredit lunak dengan bunga sebesar 8 persen per tahundengan jangka waktu pengembalianselama 30 bulan.Pemberian dukungan teknis di loka-si dan biaya untuk bantuan teknistersebut tidak dibebankan kepadamasyarakat sasaran.Disain untuk underground con-struction (seperti ukuran dan perle-

    takan tangki septik) ditetapkanoleh YDD, sehingga sarana yangdibuat benar-benar berfungsi se-suai tujuan. Sedangkan bentuk dandisain upperground construction(misalnya dinding, model toilet)diserahkan sepenuhnya kepada ke-

    inginan yang bersangkutan.Pada uji coba ini peminjam berjumlah

    150 keluarga yang tersebar di dusunPotorono, Tegalmanding dan Con-dongcatur. Kredit per jamban/WC sebe-sar Rp. 350.000-Rp. 400.000. Dalamkurun waktu dua tahun hasilnya cukupmenggembirakan yaitu:

    Total hanya 4,8 persen dan mere-ka yang tidak mengembalikan jus-tru perangkat di kampung ber-sangkutan. Lunas tepat waktu 87persen, dan sisanya pembayaran

    mundur.Dari pengamatan terlihat bahwaperawatan dari sarana jauh lebih baik dibandingkan perawatan sara-na umum yang dibangun secara cu-ma-cuma oleh pemerintah.

    Adapun motivasi masyarakat maumembangun jamban/WC melalui kreditini antara lain:

    Ekonomi (memungkinkan untuk buka indekos, warung, usaha lain)StatusLain-lain (tetapi motivasi mengenaikesehatan, lingkungan, biasanya be-lum mereka pahami).

    Kesulitan dan problem yang timbuldalam pelaksanaan program tersebut bermacam-macam. Kendati suli t, lebih baik dimulai daripada tidak sama se-kali.

    (Prianti Utami/MJ)

    A PO RA N UTA MA

    Pengalaman Kredit Jamban Keluarga di Yogyakarta

    L

    Alasan warga tidak memiliki jamban/WC menurut wilayah (%)Alasan

    Kesulitan Investasi awalTidak ada tempatBelum mapanBegini saja cukupLain-lain

    Yogyakarta1737231112

    Sleman57104

    1514

    Bantul3885

    3514

    11Percik Juli 2005

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    14/60

    Di wilayah perdesaan masalah jamban masih merupakan per-masalahan yang pelik dan belum

    seluruhnya dapat diatasi. Tingginya ang-ka pertumbuhan penduduk dan rendah-nya pendapatan masyarakat menyebab-kan semakin rumitnya permasalahan pe-nyediaan jamban.

    Di samping itu, ada faktor yang me-nyebabkan masyarakat tidak atau belummempunyai jamban, di antaranya:

    Ketidaktahuan masyarakat akan

    proses pembangunan yang terjadi,karena ada anggapan bahwa semuaurusan sanitasi merupakan urusanpemerintah.Masalah budaya, bagi masyarakat yang kebetulan tinggal di pinggiransungai, saluran irigasi dan kebun,membuang hajat cukup di sungai, sa-luran dan kebun. Selain tidak me-ngeluarkan dana juga ada rasa kepuas-an tersendiri, walaupun mereka harus berjalan 500-1.500 meter dari rumah.Masalah dana, untuk mendapatkan

    dana tunai untuk membuat jambandirasakan sangat sulit, selain belumadanya budaya menabung, peng-hasilan sehari-hari habis untuk biayahidup.

    Selain permasalahan jamban, masa-lah pelayanan kesehatan bagi anak-anak juga cukup memprihatinkan. Lembagalokal kaum perempuan seperti Pos Pela- yanan Terpadu (Posyandu) di tingkat du-sun juga sebagian besar tidak berfungsisecara optimal. Padahal peran lembagaPosyandu adalah :

    Memelihara dan meningkatkan kese-hatan dalam rangka mewujudkan ke-tahanan dan kesejahteraan keluargaMeningkatkan kegotongroyonganmasyarakatSebagai tempat untuk saling mem-peroleh dan memberikan berbagaiinformasi

    Sedangkan pelayanan yang dapat di-lakukan antara lain: pelayanan gizi, kese-hatan ibu dan anak, keluarga berencana(KB), imunisasi, dan penanggulanganpenyakit diare dan ISPA. Kegiatan tam- bahan Posyandu lainnya seperti men-dorong pembangunan sarana air minumdan jamban keluarga dan perbaikan ling-kungan permukiman; memonitor per-

    kembangan anak termasuk bayi KeluargaBalita (BKB); penanggulangan penyakitmenular setempat; dan Usaha KesehatanGizi Masyarakat Desa ( UKGMD).

    Sayangnya dari sekian banyak pela- yanan dan kegiatan tersebut sebagian be-sar tidak berjalan, walaupun ada hanyasebatas penimbangan balita dan pembe-rian vitamin, karena kurangnya saranapenunjang dan terbatasnya dana.

    Ketidakberdayaan masyarakat dalammenyediakan sarana jamban dan lemahnyaperan lembaga lokal Posyandu dalam mem- beri pelayanan kesehatan ke masyarakatakan berdampak buruk. Oleh karena ituperlu dicari jalan untuk memberdayakanmasyarakat dan lembaga lokal di bidangtersebut. Salah satu satunya adalah mem- buat program kegiatan bersama masya-rakat dengan pola dana bergulir. Programdisiapkan dalam tahapan yang sistematis,di mana sejak awal masyarakat terlibat didalamnya, sehingga keberlanjutan serta

    kemandirian program dapat dicapai

    Upaya dan Hasil Awal pengembangan kredit jamban di

    DIY dilahirkan oleh Yayasan Dian Desapada akhir tahun 1993. Pola yang dipakai,masyarakat diberi dana pinjaman untuk membuat jamban, kemudian dana tersebutdiangsur selama 12 bulan dengan jasa bunga pengembalian sebesar 1 persen per- bulan. Selama 4 tahun berjalan terbangun400 unit jamban dari modal awal 146 unit

    yang tersebar di wilayah Potorono, Umbul-martani dan Condongcatur.

    Tahun 2002, [e] Foundation bekerjasama dengan Badan Koordinasi PromosiKesehatan dan PKK desa Umbulmartanimengembangkan konsep Community Based Development yang dipadukan de-ngan konsep Community Action Plan(CAP) dalam rangka membangun sumberdaya manusia untuk penyediaan jambandan penguatan Posyandu secara mandiri.

    Karena program ini dinilai cukup ber-manfaat maka awal tahun 2003 Ford Motor

    Conservation & Environmental Grant jugamemberikan bantuan tambahan dana untuk memperluas cakupan kegiatan.

    Inti dari program ini sederhana, ma-syarakat diberi dana pinjaman untuk membangun jamban dengan masa ang-suran selama 24 bulan. Peminjam dike-nai jasa bunga sebesar 1, 5 persen per bu-lan. Dari bunga pengembalian ini dibe-rikan kembali (subsidi) ke Posyandu se- besar 0,7 persen. Untuk biaya Admi-nistrasi pengelola sebesar 0,3 persen. Si-sanya 0,5 persen untuk penambahan mo-dal jamban bergulir.

    Sejak tahun 2002 hingga 2004 hasil yang telah dicapai sebagai berikut: (lihattabel di halaman sebelah)

    Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari kegiatan yang sudah dan sedang

    berjalan, berbagai pengalaman dan pela-

    A WA S A N

    Jamban Sehat Posyandu Kuat(sebuah cerita dari Sleman)

    W

    12 Percik Juli 2005

    Oleh: Momon Hermansyah*

    Ketidakberdayaanmasyarakat dalam

    menyediakan jamban dan lemahnya

    peran lembaga lokalPosyandu akan berdampak

    buruk.

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    15/60

    jaran dapat di petik di antaranya:Terjadinya hubungan kerja sama(kemitraan) secara transparan antarasemua pihak yang terlibat dalamkegiatan program Ada peningkatan dan keterlibatansecara langsung peran kaum perem-puan yang tergabung dalam lembagalokal, PKK, Posyandu, dalam pem- bangunan bidang kesehatan, khusus-nya lingkungan permukiman sehat.Meringankan biaya investasi pem- bangunan atau dengan kata lain de-ngan jumlah dana tertentu (terbatas), jangkauan program lebih luas, karena

    dari uang pengembalian angsuranpinjaman, kemudian dipinjamkankembali ke masyarakat untuk mem- bangun jamban, kemudian sebagian jasa bunga diberikan atau disubsi-dikan kepada Posyandu untuk me-nunjang kegiatan kesehatan.

    KesimpulanUntuk mencapai hal-hal yang tersebut

    di atas diperlukan sikap dasar untuk mem-percayai rakyat kecil serta menghargaikemampuan mereka. Kepercayaan dan

    penghargaan yang bersumber pada kenya-taan bahwa orang miskin itu bukan "thehave not" , mereka adalah " the have tittle" .Kalau yang kecil-kecil itu dihimpun akanmenjadi kekuatan yang dapat dipakai untuk mengatasi permasalahannya sendiri.

    Pada titik saat rakyat mampu menye-lesaikan masalahnya sendiri dan me-ngembangkan kehidupan yang serasi dan berkesinambungan partisipasi masyarakatdalam pembangunan menjadi nyata. Peme-rintah tidak perlu mengurus dan mengaturhal-hal yang sudah dapat diurus dan diaturoleh rakyat.

    Inilah prinsip pembangunan yang se- benarnya. Pertanyaan sekarang mau dan beranikah kita mengembangkannya?

    A WA S A NW

    LEMBAGA MITRA

    BKPK,[e] Foundation,PKK desa Umbul-martani

    Ford Motor Com-pany, [e] Founda-tion, PKK desaUmbulmartani

    NILAI PINJAMANMODALAWAL

    12 Unit jamban@ Rp 1.250.000

    15 Unit jamban@ Rp 1.500.000

    JAMBANYG TERBANGUNS/D THN 2004

    41 Unit jamban,ada penambahan29 unit jamban

    28 unit jamban,ada penambahan11 unit jamban.

    SUBSIDI UNTUK BANTUANPOSYANDU S/D THN 2004

    51 Posyandu dengan ban-tuan dana @ Rp 50.000.Dana ini dimanfaatkan

    untuk penambahan PMTdan pembelian peralatan.

    10 Posyandu dengan ban-tuan dana @ Rp 75.000.Dana ini dimanfaatkanuntuk penambahan PMTdan pembelian peralatan.

    *) Kepala Divisi Kendali Mutu pada AssosiasiKonsultan Pembangunan Permukiman Indonesia

    Cab. DIY dan Staf pada Badan KoordinasiPromosi Kesehatan - Dinas Kesehatan DIY

    Angsuran

    PerguliranDana

    Monitor &Evaluasi

    KONSEP PENGEMBANGAN JAMBAN BERGULIR & POSYANDU

    1. Pembangunandan

    pengembanganjambanbergulir

    2. PenguatanPosyandu

    lewat subsidibunga

    pengembalianangsuran

    13Percik Juli 2005

    Dulangandanaawal

    sebagaiEntryPoint

    [e] FoundationPKK

    bekerjasamadengan Kepala

    Dusunmenyeleksi

    anggotaPeminjam danAdmisnistrasi

    Kredit

    Kelompok Sasaranpeminjam dana

    pembuatan jambandan

    Posyandu

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    16/60

    Model-model pengelolaansampah cukup banyak.Masing-masing memi-

    liki karakter tersendiri. Ada satumodel perencanaan pengelolaansampah regional yang patut ditiruoleh pengelola sampah di Indo-nesia. Model ini berkembang cu-kup baik di Swedia.

    Model perencanaan sampahregional ini dikembangkan olehSYSAV, sebuah perusahaan jasa

    pelayanan pengelolaan sampahperkotaan milik sembilan peme-rintah kota di selatan Swedia. Per-usahaan ini melayani 500.000penduduk. Setiap pemerintah ko-ta bertanggung jawab terhadappengumpulan dan pengangkutansampah dari rumah tangga danindustri. SYSAV bertanggung ja- wab terhadap pengolahan dan pe-nanganan sampah selanjutnya.

    Model itu disebut sebagai Eco-cycle society yakni konsep pena-

    nganan sampah regional yang me-rupakan siklus tertutup, sehinggadiharapkan tidak ada energi yang terbu-ang ke alam. Filosofi konsep ini adalahmengurangi produksi sampah denganmeningkatkan kegiatan reuse, recycling,dan recovery.

    Dari gambar di atas dapat dilihat bah- wa sampah yang dihasilkan dapat :

    digunakan kembali sebagai produk yang sama seperti semula atau pro-duk baru (contoh: botol bekas dapatdigunakan kembali);didaur ulang sebagai bahan baku(contoh : sampah kertas)dipakai sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi, sehingga dapatmengurangi bahan bakar fosil yangtidak dapat diperbaharui;distabilkan secara biologis melalui

    proses pengomposan atau digestidan dikembalikan ke alam;diamankan di tempat pembuanganakhir dengan proteksi lingkungan jangka panjang.

    Berdasarkan filosofi eko-siklus terse- but, maka SYSAV membangun berbagaifasilitas penanganan sampah regional,antara lain:

    Fasilitas pembakaran sampah ( wasteto energy plant ) di MalmSekitar 25 ton sampah dikonversimenjadi energi panas setiap jam.Instalasi ini terhubung dengan insta-lasi penghasil panas di Malm danBurlv, dan menghasilkan 600 GWhpanas per tahun.

    Integrated Landfill Spillepeng'sdi MalmDilengkapi dengan berbagaifasilitas untuk proteksi terhadaplingkungan, seperti fasilitaspemilahan, pengomposan, daur-ulang, produksi gas-bio, danpengolahan lindi. Selain itu, lo-kasi landfill lama seluas 50 hasaat ini digunakan untuk arearekreasi bagi masyarakat umum.

    Pusat daur ulang sampah rumahtanggaPusat daur ulang ini berjumlahsembilan unit, masing-masingpengelola kota memiliki satuunit. Pusat daur-ulang ini hanyamenerima sampah yang dapatdidaur ulang, mulai dari kertas, botol, elektronik, perkakas ru-mah tangga, dan juga hazardouswaste (B3) yang berasal darirumah tangga seperti batu

    baterei, lampu neon, dll.

    Lund Transfer StationBerfungsi untuk mencapai efisiensipengangkutan dari sumber sampah kelokasi pengolahan atau pembuanganakhir.Model sejenis seharusnya bisa dite-

    rapkan di Indonesia. Apalagi ada proyek WJEMP ( Western Java Environmental Management Project ) bantuan Bank Dunia yang salah satu programnya ada-lah membentuk Jabodetabek Waste Ma-nagement Corporation (JWMC), yanghingga kini belum berjalan.

    A WA S A N

    Penanganan Sampah MelaluiEco-Cycle Society

    W

    14 Percik Juli 2005

    a.

    b.

    c.

    d.

    e.

    SumberdayaAlam

    PembuanganAkhir

    Produk

    BahanBaku

    Residu

    Oleh: Yuni Erni Agustin *)

    *) Balai Pelatihan Air Bersih danPenyehatan Lingkungan Permukiman

    Departemen Pekerjaan Umum, Anggota Pokja AMPL

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    17/60

    Pada masa pemerintahan orde ba-ru banyak dibangun fasilitas-fasi-litas untuk masyarakat menengah

    ke bawah di seluruh pelosok tanah air.Mulai dari penyediaan air minum, MCK,pompa tangan, jalan, persampahan, danlain-lain. Tetapi sampai saat ini hampirsemua fasilitas tersebut tidak dapat di-manfaatkan. Bahkan fasilitas-fasilitasdan bangunan yang dibangun oleh Dirjen

    Cipta Karya, khususnya untuk penyedia-an air minum dan penyehatan lingkung-an, dikenal dengan sebutan "MonumenCipta Karya" karena tak lagi berfungsi.Banyak dana yang telah dikeluarkan. Se- bagian besar dana berasal dari pinjamanluar negeri. Hal yang sama terjadi padaproyek fisik yang dilaksanakan oleh LSM.Kegagalan proyek atau program tersebutdisebabkan oleh kegunaan yang tidak tepat (teknologi tidak sesuai) dan tidak ada partisipasi masyarakat

    Untuk pelaksanaan proyek-proyek

    atau program-program penyediaan airminum dan penyehatan lingkungan per-mukiman ke depan harus mempertim- bangkan partisipasi aktif masyarakat.

    Peran Serta MasyarakatPeran serta masyarakat yaitu peli-

    batan masyarakat dalam proses peren-canaan, konstruksi dan pengoperasianproyek. Ini termasuk melibatkan masya-rakat dalam:

    Menentukan tujuan proyek Pengumpulan sumber dayaMendapatkan keuntungan pro- yek Menilai apakah proyek mencapaitujuannyaMengelola kelanjutan proyek dengan swadaya masyarakat

    Peran serta masyarakat tidak terjadidengan sendirinya, karena masyarakat

    belum pernah merencanakan suatu pro- yek. Kadang-kadang tidak ada kesadarandari masyarakat itu sendiri. Air minum yang mereka minum sehar i-hari ke-

    banyakan tidak memenuhi syarat. De-mikian juga dengan fasilitas-fasilitas ke-sehatan lainnya yang digunakan sehari-hari.

    Oleh karena itu masyarakat perlu di- beri motivasi dan dorongan untuk dapat berperan aktif pada setiap proyek yangdisediakan untuk mereka. Mereka akanturut bertanggung jawab karena merasamemiliki. Dalam hal ini peran fasilitatorsangat penting. Fasilitator menjadi peng-hubung antara pemberi proyek dan ma-syarakat. Fasilitator bertugas menerje-

    mahkan maksud dan tujuan pemberi pro- yek kepada masyarakat dan sebaliknyamenyampaikan aspirasi masyarakat ke-pada pemberi proyek.

    Kita juga dapat melihat bagaimanasuksesnya pembangunan dan pengope-rasian Tangki AG di Kota Malang yang di-prakarsai oleh Agus Gunarto. Hanya di- butuhkan satu orang motivator untuk mengajak masyarakat berpartisipasi da-lam pembangunan fasilitas penyehatanlingkungan permukiman. Karena didu-kung penuh oleh masyarakat setempatmaka Tangki AG dapat bertahan hinggasekarang.

    Prioritas PelayananTidak semua daerah mendapat bantu-

    an proyek penyediaan air minum danpenyehatan lingkungan permukiman.Hanya daerah-daerah tertentu yang akan

    diberi bantuan. Untuk itu perlu diten-tukan prioritas pemberian pelayanandalam bentuk bantuan proyek. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:

    Membuat dan menggunakan krite-ria objektif untuk menentukanmasyarakat yang diprioritaskan. Yang perlu diperhatikan yakni data,informasi dan masukan tentangkondisi daerah dan kondisi masya-

    rakat sehingga kriteria yang diha-silkan bersifat objektif dan akurat.Berkoordinasi dengan pemerintahdan LSM-LSM lainnya untuk pemi-lihan daerah atau masyarakat. Halini dimaksudkan agar tidak terjaditumpang tindih bantuan untuk daerah dan proyek yang sama.Merekrut dan melatih fasilitatorproyek untuk membantu dalampendidikan masyarakat dan prosespartisipasi. Dalam merekrut fasili-tator juga perlu diperhatikan track

    record atau pengalaman dari calonfasilitator tersebut.

    Prioritas diberikan sesuai dengan pe-milihan yang lebih dipentingkan. Makaperlu ada kriterianya, misalkan kelompok miskin, kelompok perdesaan ataupun la-innya yang lebih butuh saat itu. Contoh :

    Daerah miskin di mana penghasilansangat sedikitDaerah di mana fasilitas membu-tuhkan perbaikanDaerah di mana terdapat pening-katan penyakitDaerah di mana sulit terdapat airdan sarana kesehatanDaerah di mana masyarakatnyamempunyai kebiasaan buruk terha-dap kesehatan

    Untuk daerah yang masyarakatnya berpenghasilan menengah ke atas biasa-nya kesadaran akan kesehatan ling-

    A WA S A N

    Partisipasi Masyarakat dalam MendukungProyek Penyediaan Sarana Air Minum

    dan Penyehatan Lingkungan Permukiman

    W

    Oleh: Erik Armundito *)

    Juara III Lomba Karya Tulis IlmiahPenyelenggaraan Air Minum dan Penyehatan

    Lingkungan, karyawan swasta di Jakarta.

    15Percik Juli 2005

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    18/60

    kungan sudah tinggi. Untuk keperluanfasilitas penyediaan air minum dan pe-nyehatan lingkungan permukiman mere-ka tidak ragu mengeluarkan dana untuk membangun fasilitas pribadi maupunfasilitas untuk bersama. Mereka juga su-dah mulai meninggalkan kebiasaan-ke- biasaan buruk yang dapat mengganggukesehatan.

    Mendorong Peran SertaBila hasil suatu proyek penyediaan air

    minum dan penyehatan lingkungan per-mukiman kurang baik, tidak tepatsasaran atau tidak dapat berlanjut, perlu

    diketahui sebab-sebabnya. Ada beberapasebab yang perlu diperhatikan di an-taranya: (i) Perbedaan pandangan antaramasyarakat dan pembuat rencana ter-hadap fasilitas yang akan dibangun; (ii)Titik berat pada bantuan dan bukanpemakaian fasilitas yang berkesinam- bungan; (iii) Bantuan penunjang yangefektif pada masyarakat sering kurang,terutama sesudah proyek selesai.

    Agar dapat berpartisipasi aktif perludiketahui hal-hal apa yang dapat menjadipemicunya. Biasanya kebutuhan dan

    keadaan yang mendesak akan mendorongmasyarakat berperan serta dalam berba-gai proyek bantuan. Misalkan kebutuhanakan air minum. Air minum merupakankebutuhan pokok manusia yang sangatpenting dan diperlukan setiap hari. Ma-syarakat sangat mengharapkan kemudah-an mengakses sumber air minum danmudah timbul kesadaran untuk memban-tu setiap usaha dalam membangun fasili-tas-fasilitas air minum.

    Demikian juga terhadap fasilitas-fasili-tas penyehatan lingkungan permukiman.Misalkan dengan terjadinya wabah pe-nyakit menular karena kebiasaan yang bu-ruk dari masyarakat, kebutuhan akan fa-silitas-fasilitas kesehatan menjadi sangatmendesak. Kondisi-kondisi seperti itu perludiperhatikan bagi perencana proyek-proyek bantuan untuk masyarakat.

    Kelangsungan Proyek dan FasilitasDesa atau kampung telah menyedia-

    kan perbaikan kesehatan lingkungan. Airuntuk minum, mandi, mencuci, kakusmaupun perbaikan rumah telah dilak-sanakan. Tetapi bagaimanakah pemakai-annya? Apakah memuaskan penduduk?

    Dapatkah mereka mengelola selanjutnya?Maka penting kiranya memastikan ke-langsungan tujuan proyek. Apakah ber-henti setelah fasilitas fisik dibangun ataudapat dimanfaatkan secara berkesinam- bungan dan dapat dijadikan contoh bagidaerah lainnya.

    Setelah proyek selesai dan keperluanuntuk laporan serta publikasi selesai biasanya fasilitas fisik diserahkan lang-sung kepada masyarakat untuk dikelola.Pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas tersebut sering timbul masalahmulai dari lembaga yang akan mena-ngani, biaya operasional, cara peng-operasian alat, sampai kebutuhan akansuku cadang alat.

    Dari awal masyarakat harus dili- batkan dalam pembentukan lembaga atauoganisasi yang akan mengelola fasilitas-

    fasilitas tersebut. Apakah diserahkankepada perangkat kelurahan, karangtaruna, RT setempat, atau dibentuk lem- baga baru khusus untuk mengelola. Iniuntuk menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama. Setelah lembaga pengelo-la terbentuk, masyarakat juga harus dili-

    batkan untuk menanggung biaya opera-sional. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang telah tumbuh akan memper-mudah menarik iuran dari masyarakat.

    Sebelum fasilitas fisik selesai dibangunmasyarakat perlu diberi pengetahuan cara-cara untuk mengoperasikan alat-alat yangdigunakan seperti pompa tangan, pompalistrik, tangki septik, jamban, dan lain-lain.Nantinya masyarakat bisa langsung meng-operasikan fasilitas itu.

    Peranan fasilitator dalam menen-tukan prioritas adalah membantu mem-pertemukan kesenjangan yang ada antarapenduduk dan pembuat rencana. Pe-kerjaannya adalah membawa masyarakatke arah perencanaan proyek karenakeberhasilan sangat tergantung banyak pada efektivitas pekerjaan sebagai part-ner yang akan kerja sama.

    A WA S A NW

    16 Percik Juli 2005

    FOTO: RHEIDDA P

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    19/60

    Untuk alat-alat yang digunakan seca-ra terus menerus tentu akan menjadi ber-kurang kinerjanya dan harus diganti sukucadangnya. Kemudahan untuk menda-patkan suku cadang alat-alat tersebutperlu diperhatikan.

    Pemilihan FasilitatorPerencana proyek biasanya berbicara

    dengan masyarakat lewat pemimpinsetempat (lokal) yang dianggap mewakilimasyarakat. Fasilitator pria maupun wa-nita dapat bekerja dengan pria maupun wanita secara individual maupun dalamkelompok sesuai dengan tugas mem-

    bawanya ke arah proses perencanaan.Pemilihan fasilitator dapat dilakukan

    secara terbuka seperti membuka lowong-an di surat kabar ataupun secara tertutupdengan merekrutnya langsung. Ataupundapat meminta referensi dari tokoh ma-syarakat setempat, perangkat pemerintahsetempat dan LSM setempat. Fasilitatordapat diambil dari masyarakat setempatatau di dekatnya. Intinya mereka harusmengetahui situasi daerah itu, dan dapatditerima oleh masyarakat. Untuk daerahdimana masyarakatnya sangat religius

    fasilitator dapat diambil dari tokohagama, guru agama, ustad, atau remajamasjid. Untuk masyarakat yang fanatik terhadap salah satu partai politik tertentumaka fasilitator dapat diambil dari fung-sionaris partai. Untuk daerah lain yangdominan akan ciri tertentu fasilitatornyaharus disesuaikan.

    Fasilitator harus dapat menjadi pen-dengar yang baik dalam masyarakat danmendorong masyarakat untuk mau mem- berikan pendapat. Pengalaman yangmatang dan perilaku yang baik dari fasili-tator akan sangat menguntungkan dalammenyukseskan proyek-proyek bantuan di bidang penyediaan air minum dan penye-hatan lingkungan permukiman.

    Daftar Potensi OrganisasiKesuksesan proyek-proyek bantuan

    penyediaan air minum dan penyehatan

    lingkungan permukiman perlu ditunjangoleh organisasi yang ada di daerah terse- but. Kemungkinan keterkaitan organisasidengan proyek adalah sebagai mitra yangaktif dan kerja sama dalam proyek, baik dalam pendanaan maupun bantuan mo-ral. Sebaliknya, organisasi itu bisa seba-gai penentang.

    Oleh karena itu, sebelum memulaiproyek bantuan perlu didata terlebihdahulu keberadaan organisasi-organisasi yang ada di daerah tempat proyek bantu-an akan berlangsung maupun daerah se-kitarnya. Dengan mengenal organisasi yang ada di daerah dengan baik dapatmenjadi potensi yang besar dalam mem-

    bantu terlaksananya proyek. Yang diharapkan dapat dilakukan

    dari organisasi-organisasi yang menjadimitra dalam kerja sama antara lain (i)menyiapkan pekerjaan untuk panitia se-tempat (meng interview , promosi proyek,mencari dana, dsb); (ii) menyediakandana untuk publisitas, konsultan, dsb;(iii) membolehkan pemakaian namaorganisasinya sebagai sponsor, mengiku-ti satu atau lebih dari program untuk proyek; (iv) membuat pengumuman yang jelas tentang proyek dalam pertemuan-pertemuan atau surat selebaran danmenyebarkan bahan pendidikan kepadaanggota; (v) mengadakan diskusi dalampertemuan tentang proyek; (vi) mengor-ganisasi anggotanya untuk berpartisipasiaktif dalam proyek-proyek bantuan.

    Sedangkan yang dilakukan organisa-si-organisasi yang menjadi penentang an-

    tara lain: (i) menentang proyek denganmengorganisasi oposisi dalam forum danperdebatan yang dapat menghambat ter-laksananya proyek-proyek bantuan dan(ii) memprovokasi masyarakat untuk menolak proyek-proyek bantuan. Sikap yang harus diambil terhadap organisasi-organisasi penentang tersebut adalahmengakomodasi aspirasi apa yang disam-paikan. Oposisi yang jujur dapat diman-faatkan untuk mengadakan uji coba pro-posal. Penolakan dapat untuk menge-tahui kelemahan dalam perencanaan,pendekatan maupun pelaksanaan.

    Apabila ada organisasi yang tidak

    setuju bukan berarti mereka benar-benarmenolak. Kemungkinan sebelumnya te-lah dilaksanakan proyek-proyek bantuansejenis yang tidak tepat sasaran dan tidak dapat berlanjut. Sumber daya yang telahdikeluarkan masyarakat sia-sia. Hal iniakan menjadi masukan yang sangat baik untuk memperbaiki kelemahan-kelemah-an yang ada. Tinggal bagaimana carapendekatan kepada organisasi-organisasipenentang untuk diyakinkan akan ber-manfaatnya proyek-proyek bantuan yangakan dilaksanakan dan tidak akan meng-

    ulangi kesalahan-kesalahan yang pernahada.

    PenutupDari pembahasan diatas dapat ditarik

    suatu kesimpulan bahwa keberhasilanproyek-proyek bantuan di daerah, khu-susnya proyek-proyek penyediaan air mi-num dan penyehatan lingkungan permu-kiman, sangat ditentukan oleh partisipasiaktif dan dukungan masyarakat setem-pat. Demikian juga masalah-masalahkhusus yang menjadi ciri daerah atau ma-syarakat setempat. Walaupun proyek-proyek bantuan ditujukan terhadap ma-syarakat sendiri, pemanfaatan dan pe-ngelolaan secara berkesinambungan jugaperlu partisipasi masyarakat. Perlu adakoordinasi antara pemberi bantuan, pe-merintah, aparat kelurahan, masyarakatdan organisasi yang ada.

    A WA S A NW

    Apabila ada organisasi yangtidak setuju bukan berarti

    mereka benar-benar menolak.Kemungkinan sebelumnya telah

    dilaksanakan proyek-proyek

    bantuan sejenis yang tidaktepat sasaran dan tidak dapat

    berlanjut.

    17Percik Juli 2005

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    20/60

    Seringkali kita mendengar slogan" Kebersihan adalah Investasi ".Kalimat ini bersifat persuasif

    bagi masyarakat untuk tetap menjaga ke- bersihan lingkungannya, yang umumnyadikaitkan erat dengan bidang persampah-an. Namun sejauh ini, belum pernah di-formulasikan secara jelas, kualitas keber-sihan semacam apa yang diharapkan ter- jadi untuk mendorong suatu investasi,seberapa besar nilai investasi yang mung-kin timbul dalam satuan mata uang yangdapat terbentuk akibat suatu parameterkebersihan, atau justru seberapa besar in- vestasi sosial yang sebenarnya terbentuk

    dalam masyarakat akibat adanya keber-sihan ?

    Parameter Kualitas KebersihanMungkin tidak terlalu jelas dan mu-

    dah untuk dipahami, kualitas kebersihanmacam apa yang diharapkan muncul da-lam suatu penataan lingkungan perkota-an. Jumlah tempat sampah rumah yangtersedia, jumlah tempat sampah di tepi jalan, frekuensi pengumpulan dan peng-angkutan sampah, keterkumpulan danketerangkutan sampah, hingga kebersih-

    an sungai yang melalui suatu kawasanmerupakan sebagian parameter yang da-pat diukur untuk melakukan kuantifikasidari tingkat kebersihan.

    Namun, setiap kawasan atau kota, juga memiliki batasan tertentu dalam sis-tem penanganan sampah yang mendu-kung kebersihan. Batasan utama haruslahdidasarkan atas ketersediaan dana untuk penanganan sistem persampahannya. Se- jauh masyarakat mampu dan mau untuk membayar retribusi sampah sesuai de-ngan kualitas kebersihan yang diingin-kan, menjadi tugas pemerintah untuk memformulasikan kuantifikasi kebersih-an yang diinginkan oleh masyarakat ter-sebut. Hal ini dapat diukur dengan mem- buat suatu perhitungan keadaan ideal,mengenai berapa jumlah dana yang dibu-tuhkan untuk melakukan investasi sistem

    penanganan sampah yang diinginkan. Ke-tersediaan dana yang ada harus menjaditolok ukur, seberapa besar kualitas keber-sihan yang diinginkan, ditinjau dari kon-disi 100 persen ideal. Jumlah tempatsampah yang harus disediakan harus di-sesuaikan, frekuensi pengumpulan danpengangkutan sampah dikurangi berda-sarkan keterbayaran masyarakat, keter-kumpulan dan keterangkutan sampahdisesuaikan dengan jumlah petugas gero-

    bak atau truk sampah yang mampu diba- yar oleh masyarakat, hingga kualitas ke- bersihan sungai yang dapat dijaga agar te-tap baik berdasarkan uang yang dapat di- bayarkan oleh masyarakat. Mungkin kitadapat mengatakan bahwa Kota A lebih bersih daripada Kota B. Yang menjadisuatu pertanyaan adalah, seberapa besartingkat keterbayaran masyarakat untuk menghasilkan kualitas kebersihan yangserupa? Keterbayaran yang berbeda, di-sertai dengan keterbatasan anggaranpemerintah setempat untuk melakukan

    subsidi, serta kemauan masyarakat untuk menerima kualitas kebersihan yang di-

    berikan sebagai suatu jasa dari pemerin-tah, merupakan hal yang sifatnya relatif pada setiap kota. Simplifikasi yang mung-kin dilakukan adalah asumsi bahwa setiapkota memiliki daya bayar yang sama baik dari segi masyarakat mapun pemerintah,serta masyarakat memiliki selera yang sa-ma dalam menghasilkan suatu kualitaskebersihan.

    Kerancuan dan kesulitan ini dapat di-pecahkan dengan membuat kondisi idealuntuk sistem penanganan sampah yang baik dan membuat klasifikasi kualitas ke- bersihan kota berdasarkan tingkat keter- bayaran tadi. Dengan hal tersebut, kita ti-

    dak dapat menyalahkan bahwa Kota A le- bih bersih daripada Kota B. Hal ini mung-kin diakibatkan oleh daya bayar masyara-kat Kota B yang lebih rendah daripadamasyarakat Kota A. Selain itu, masyara-kat Kota B juga tidak perlu untuk merasairi dengan kualitas kebersihan di Kota A,karena masyarakat Kota B sudah merasacukup nyaman dengan kualitas kebersih-an di kotanya. Oleh karenanya, kuanti-fikasi kualitas kebersihan kota perlu un-tuk ditetapkan sehingga dapat menjadipatokan standar yang diinginkan. Di lain

    pihak, pemerintah pusat juga harus me-netapkan pagu biaya minimum sistem pe-

    A WA S A N

    Kebersihan adalah Investasi

    W

    18 Percik Juli 2005

    Oleh : Sandhi Eko Bramono,S.T., MEnvEngSc. *)

    FOTO: POKJA

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    21/60

    nanganan sampah di setiap kota di Indo-nesia, yang dapat memberikan standarminimum kualitas kesehatan masyarakatdan lingkungan, yang saniter dan higie-nis.

    Masuknya InvestasiDi lain pihak, masuknya investasi dari

    luar yang dapat menggerakkan roda per-ekonomian suatu daerah atau kota, jugadapat ditentukan oleh kualitas kebersih-an setempat. Kota dengan letak yangstrategis, memiliki pelabuhan udara danlaut yang memadai, memiliki kemudahandalam aksesibilitas transportasi, serta

    tersedianya pelayanan jasa yang baik,dapat dipengaruhi pula oleh tingkat ke- bersihan kota tersebut. Akibat sistem pe-nanganan sampah yang buruk, bukanlahhal yang mustahil, kota dengan fasilitaslengkap tak akan diminati investor.

    Sebaliknya, kota yang memiliki pe-nanganan sampah yang baik, kualitassungai terjaga dan bersih, keterkumpulandan keterangkutan 100 persen sampahtercapai setiap hari, tidak terletak di ka- wasan yang strategis, tidak memiliki pe-labuhan udara dan laut yang memadai, ti-

    dak memiliki kemudahan dalam aksesibi-litas transportasi, serta tidak tersedianyapelayanan jasa yang baik, juga belumtentu akan memberikan keinginan in- vestor untuk masuk.

    Dalam hal ini, diperlukan suatu anali-sis biaya yang akurat, untuk menentukantingkat biaya investasi serta biaya peng-operasian-pemeliharaan-perawatan sis-tem persampahan yang dibutuhkan un-tuk menjamin investor dapat berinvestasidi sana. Setiap kota tidak membutuhkan biaya yang sama karena setiap kota ada-lah spesifik sesuai dengan karakteristik-nya masing-masing. Tidak perlu mengha-rapkan kualitas kebersihan di Kota C sa-ma dengan Kota D. Dengan biaya yangspesifik dan berbeda pada kedua kota ter-sebut, kota harus tetap mampu untuk memberikan investasi yang diharapkanuntuk terjadi di kota tersebut, dan tidak

    terjadi di kota lain. Hal ini juga akhirnyaakan meringankan masyarakat selakuprodusen sampah dalam membayar retri- busi sampah, serta meringankan peme-rintah setempat dalam memberikan sub-

    sidi untuk sistem penanganan sampah.

    Investasi SosialTingkat kebersihan pada setiap kota

    tentu akan memberikan dampak terha-dap kualitas kesehatan dan lingkunganmasyarakat sekitar. Pemerintah harusdapat menghitung, berapa investasi so-sial yang terjadi dalam masyarakat akibatpenanganan sistem persampahan yang baik. Sebagai permisalan, dengan adanyasistem penanganan sampah yang baik maka akan terjadi reduksi epidemi pe-

    nyakit yang diakibatkan oleh lalat dantikus sebagai vektornya, akan terjadi re-duksi epidemi penyakit Infeksi SaluranPernafasan bagian Atas (ISPA), akan tim- bul sarana-sarana rekreasi masyarakat,akan timbul usaha-usaha dagang ma-syarakat, bahkan timbul pembelajarandan kesadaran masyarakat akan nikmatdan pentingnya suatu kondisi lingkungan yang bersih. Hal - hal ini merupakan pa-rameter yang dapat dikuantifikasikan da-lam suatu satuan nilai mata uang. Uang yang semula digunakan untuk membayar biaya pemeriksaan kesehatan akibat pe-nyakit yang ditimbulkan oleh sampah,akan tersubstitusi sebagai biaya untuk membeli makanan dengan tingkat gizi yang lebih baik. Friksi sosial akibat pe-nanganan sampah yang buruk, seperti yang terjadi di TPST ( Tempat Pengolah-an Sampah Terpadu ) Bojong di Jakarta,

    serta peristiwa longsornya IPS ( InstalasiPengolahan Sampah ) Leuwigajah di Ban-dung, tidak akan terjadi lagi. Hal inimengakibatkan masyarakat tidak perlumembayar biaya sosial yang diakibatkanoleh kerusuhan atau bencana akan sam-pah.

    Batasan InvestasiSeberapa besar biaya yang harus dise-

    diakan oleh masyarakat dan pemerintahuntuk mensubsidi sistem penanganansampah yang baik, sangat ditentukanoleh tiga faktor, yaitu daya bayar masya-rakat, daya subsidi pemerintah, serta ke-

    inginan masyarakat untuk memperolehkualitas kebersihan yang diinginkan. Pe-merintah haruslah menetapkan, standarminimum biaya sistem penanganan sam-pah yang akan memberikan minimalisasidampak negatif terhadap kualitas kese-hatan masyarakat sekitar dan lingkung-annya. Setiap pemerintah daerah tentu-nya telah menetapkan tingkat kebersihan yang diinginkan di wilayahnya, denganmempertimbangkan tiga faktor di atas.

    Oleh karenanya, pemerintah pusatharus memberikan batasan minimum

    biaya serta kualitas kebersihan minimum yang akan diterapkan di daerah. Patokan yang paling mudah dan mendasar yaitu berapa biaya investasi maupun biayapengoperasian-pemeliharaan-perawatansistem penanganan sampah yang akandirancang sehingga mampu memberikanstandar minimum kualitas kesehatanmasyarakat dan lingkungan, yang saniterdan higienis. Dengan demikian, slogan"Kebersihan adalah Investasi", dapat ter-fomulasikan dan terjabarkan dengan le- bih baik serta lebih terukur.

    A WA S A NW

    Masuknya investasi dariluar yang dapat meng-

    gerakkan roda per-ekonomian suatu daerah

    atau kota, juga dapatditentukan oleh kualitas

    kebersihan setempat.

    *) Penulis adalah alumnus programpascasarjana School of Civil and Environmental

    Engineering, UNSW, Australia;anggota InSWA ( Indonesian Solid Waste

    Association ) dan anggota IATPI,saat ini bekerja sebagai UNDP Technical

    Consultant for Waste Management in Malukuand North Maluku Recovery

    Programme.

    19Percik Juli 2005

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    22/60

    A ir bersih merupakan kebutuhandasar manusia yang harus di-penuhi. Di sisi lain, ketersediaan-

    nya makin berkurang karena degradasiekosistem. Kuantitas dan kualitas sum- berdaya air di Indonesia kondisinya se-makin hari semakin memprihatinkan.Tidak heran bila krisis air mulai melandadaerah-daerah seperti Pulau Jawa, Bali,Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Se-latan, dan daerah-daerah padat pemba-ngunan lainnya, terutama pada musimkemarau.

    Ketersediaan air bersih dirasakan se-makin langka, bahkan di beberapa kotaair bersih diperjualbelikan secara komer-sial. Undang-undang Nomor 7 tahun2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA)menegaskan bahwa komersialitas air di- batasi hanya sebagai balas jasa atas upayapengolahan air hingga layak pakai. Per-usahaan-perusahaan air minum milik pe-merintah tampaknya patuh dan konse-kuen terhadap pelaksanaan UU SDA tersebut. Bagaimana halnya dengan ma-syarakat umum? Air minum kemasan

    yang diproduksi swasta diperjualbelikandi tempat-tempat umum. Adakah tolok ukur harga yang pantas sebagai balas jasapengolahan air baku hingga menjadi air bersih dan/atau air minum?

    Tantangan Penyediaan Air BersihPenanganan krisis air bersih di daerah-

    daerah padat pembangunan harus dimulaidengan perubahan sikap mental masyara-kat dalam memanfaatkan lingkungan hi-dup di sekitarnya. Perlu kesadaran masya-rakat akan pentingnya memelihara keseim- bangan antara lingkungan alamiah danlingkungan hidup manusia. Hutomo men-sinyalir ada yang keliru dalam kebijakantata ruang di Indonesia, terutama tata ru-ang di daerah-daerah padat pembangunan.Persoalan kepatutan (cocok, selaras) dankepatuhan terhadap tata ruang belummelembaga di masyarakat.

    Hutomo mencatat potensi sumberda- ya air di Indonesia tahun 2005 diperki-rakan 15.000 m3/kapita/tahun, melebihirata-rata potensi pasokan dunia yanghanya sebesar 8.000 m3/kapita/tahun.Namun demikian, potensi pasokan sum- berdaya air tersebut cenderung menurun.Potensi pasokan air di Jawa, contohnya,pada tahun 1930 diperhitungkan 4.700m3/kapita/tahun, pada saat ini potensi

    tersebut hanya tinggal sepertiganya atausebesar 1.500 m3/kapita/tahun. Daripotensi tersebut 35 persen di antaranyalayak dan ekonomis untuk dikelola.Dengan potensi aktual yang hanya sebe-sar 400 m3/kapita/tahun, maka pen-duduk di Pulau Jawa harus berhematdalam pemanfaatan sumberdaya airnya.Potensi tersebut jauh di bawah angkastandar minimum Persatuan Bangsa- bangsa (PBB) yaitu 1.100 m3/kapita/tahun.

    Berdasarkan standard PBB tersebut

    dan dengan proyeksi penduduk Indone-sia pada tahun 2015 yang mencapai 248,2 juta orang, potensi sumberdaya air yangperlu dipersiapkan pada tahun 2015adalah 273,0 milyar m3. Sementara itu,permintaan air bersih Indonesia 2000-2015 tumbuh rata-rata sebesar 6,7 persenper tahun. Dengan asumsi 50 persen po-tensi sumberdaya air layak dan ekonomisdikelola, pada tahun 2015 setidaknya ada136,5 milyar m3 air baku. Sedangkan de-ngan pertumbuhan permintaan rata-rata6,7 persen/tahun, kebutuhan air bersihtahun 2015 (dengan asumsi 400 liter/ ka-pita/hari) diperkirakan mencapai 61,3milyar m3.

    Selain untuk air bersih, potensi sum- berdaya air juga dimanfaatkan sebagai air baku untuk pertanian dan berbagai usahamasyarakat lainnya. Di Nusa TenggaraBarat (NTB), 62,5 persen air baku digu-

    nakan untuk kepentingan pertanian. Apabila secara nasional 60 persen saja air baku dimanfaatkan untuk pertanian dankegiatan usaha lainnya, maka air baku yang tersisa untuk air bersih hanya sebe-sar 54,6 milyar m3. Dalam hal ini, mam-pukah kita melindungi dan menyiapkanpotensi sumberdaya air sehingga per-mintaan air bersih tahun 2015 tersebutdapat terpenuhi?

    Saat ini, kebutuhan air bersih ma-syarakat perkotaan dan perdesaan diIndonesia 70 persen di antaranya dipe-

    nuhi melalui pemanfaatan air tanah. Re-potnya, 90 persen kebutuhan air untuk industri dipasok dengan memanfaatkanair tanah pula. Pemanfaatan air tanah yang tinggi merusak lingkungan hidup,dan menunjukkan tidak efektifnya pela- yanan lembaga pemasok air di Indonesia.Oleh karena itu, pengelola harus mem-perhatikan fungsi sosial, lingkunganhidup, dan ekonomi dari sumberdaya air.

    Di era otonomi daerah kini, pemdaperlu meningkatkan kerja sama antardaerah dalam menyikapi pengelolaan

    sumber daya air yang menjadi hajat ber-sama. Tanpa kesadaran bersama akanarti penting fungsi hutan (sebagai peng-atur tata air, pengendali erosi, pelindungplasma nutfah dan kekayaan hayati lain-nya, dan penyedia oksigen) bukan tidak mungkin potensi sumberdaya air darisuatu DAS akan mengalami gangguan.Kebijakan penataan ruang hendaknyamengakomodasi pengembangan DASterpadu dengan memperhatikan berba-gai kepentingan.

    Tantangannya adalah bagaimanamemenuhi kebutuhan penyediaan air baku secara berkelanjutan. Jargon-jar-gon seperti terpadu, holistik, kompre-hensif, dan terintegrasi di sekitarpenyediaan air baku berpatokan padapendekatan " one river, one plan, and one management system " harus diwu- judkan.

    A WA S A N

    Penyediaan Air Bersih:Tantangan Kini dan Akan Datang

    W

    20 Percik Juli 2005

    Oleh: Herry Suhermanto

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    23/60

    Alternatif TeknologiTeknologi merupakan elemen yang

    menentukan dalam penyediaan air bersih yang memenuhi standar kesehatan. Dr.Bismo yang melaksanakan programRKDM tahun I, 2004-2005 mengajipengembangan teknologi penyediaan air bersih berdasarkan beberapa pen-dekatan, yakni melalui pemanfaatanteknologi membran, teknologi ozon, danteknologi zeolit.

    Perihal teknologi yang ditawarkan,Bismo menguraikan penelitiannya ter-hadap zeolit alam klinoptilolit. Jeniszeolit yang pertama ditemukan di alam

    adalah stilbit pada tahun 1756 yangdimanfaatkan sebagai penyaring mole-kular. Saat ini telah ditemukan sekitar 45 jenis zeolit alam, dan rekayasa sintetismenghasilkan lebih dari 150 jenis turun-annya.

    Bentuk mikronya yang berongga ber-manfaat sebagai penyaring, penyerap, pe-nukar ion, dan katalis molekular. Zeolitini bermanfaat langsung untuk mengatasilimbah cair dan untuk pengolahan airhingga menjadi air bersih dan air minum.Potensi zeolit alam klinoptilolit di Indo-

    nesia cukup besar, bahkan di Lampungtersedia dengan tingkat kemurnian lebihdari 75 persen.

    Teknologi mem- bran merupakan bentuk lain dariupaya penyaringandan difusi serapansuatu fluida. Tek-nologi ini lebih ung-

    gul dibandingkan teknik evaporasi dandestilasi karena perubahan fase tidak diperlukan (panas laten tidak terbentuk).Ia bahkan mampu melakukan proses lan- jutan ( endogenized ) seperti pemekatan,fraksionasi, dan pemurnian produk.Teknologi ini diaplikasi sejak tahap peng-olahan primer hingga ke tahap peng-olahan lanjut air, seperti nanofiltrasi danpenyisihan ion (desalinasi air laut).

    Seperti halnya teknologi membran,

    teknologi ozon mem-punyai kemampuan te-rap yang cukup luas.Ozon sendiri me-rupakan senyawa O3

    yang tidak stabil, berumur singkat (5-30menit), dan harus dibuat insitu . Manfaatozonpun cukup bervariasi diantaranyadapat membersihkan polutan dalam airdan udara, dapat menyisihkan warna,dan dapat membunuh bakteri (proseslysis), virus, dan protozoa.

    Penerapan teknologi yang tepat gunadi suatu daerah tergantung kepada ke-siapan pemerintah daerah dalam penge-

    lolaan air (penyediaan kuantitas dankualitas air baku) termasuk penyediaan jaringan infrastruktur pendukungnya.

    Secara teknis, Bismo merekomenda-sikan teknologi ozon, dengan kataliszeolit alam, karena sebagai disinfektancara ini enam kali lebih kuat dari padamenggunakan Chlor selain menghasilkansedikit residu. Di samping itu, teknologiini tidak memerlukan energi yang terlalu besar, dapat dimodifikasi dan dibuat diIndonesia. Kelemahan dari penggunaanteknologi ozon diantaranya adalah perlu-

    nya dukungan kualitas SDM yang cukuptinggi, penanganan yang hati-hati, daninvestasi yang relatif tinggi.

    Pemenuhan Kebutuhan Air BersihBerdasarkan uraian di atas, potensi

    sumber daya air tidak lagi dapat meme-nuhi kebutuhan. Tantangan 2015 terse- but sebenarnya sudah mulai dirasakansaat ini dengan masih rendahnya tingkatkemampuan penyediaan air bersih untuk masyarakat yang hanya menjangkau 30persen penduduk.

    Persoalannya bertumpu pada keter- batasan kemampuan manajerial pengelo-la air dan keterbatasan pengadaan air baku. Penanganannya tidak bisa disele-saikan secara sektor air bersih saja,namun diperlukan pendekatan kompre-hensif dan terpadu didukung oleh inovasiteknik pengolahan air yang tepat guna.

    Teknologi tepat guna dengan kandunganlokal diperlukan bagi penyediaan air didaerah yang belum terjangkau jaringanpelayanan air bersih. Upaya pemenuhankebutuhan air bersih hendaknya dilihatdari sisi permintaan (kebutuhan) dan pe-nyediaan (pasokan). Pasokan air versi Pe-kerjaan Umum (PU) berpegang padaprinsip "warung jamu," yang merupakansingkatan dari waktu, ruang, jumlah, danmutu.

    Dari sisi permintaan, upaya diorien-tasikan kepada pengurangan pemanfaat-an air yang sia-sia, atau diarahkan kepa-da pemanfaatan air yang efisien dan efek-

    tif. Melalui pendekatan demand man-agement dilakukan penghematan airpada sumbernya-termasuk perlindungankawasan di sekitar mata air--penghe-matan air pada jaringan distribusinya,dan penghematan air oleh penggunanya-penggunaan kran, toilet, dan air marjinal(water recycle ).

    Kesimpulan dan RekomendasiMasyarakat umumnya menanti

    langkah praktis dan operasional dari apa-ratur dalam upaya penyediaan air bersih.

    Pemanfaatan air tanah memang meru-pakan langkah yang praktis, namun bukanmerupakan penyelesaian terbaik. Dalammemanfaatkan air tanah ini perlu dipertim- bangkan dampak lingkungannya. Semen-tara penyediaan air baku melalui air per-mukaan perlu mempertimbangkan tatananruang yang dapat mengamankan recharged area suatu DAS.

    Tata ruang diharapkan dapat menjadikunci penyelesaian bagi persoalan penye-diaan air baku untuk mengatasi krisis air bersih. Tata ruang yang telah mendapatlegitimasi publik perlu diperkuat melaluikomitmen sosial dari masyarakat itusendiri, terutama dalam mengembalikanfungsi hutan sebagai pelindung DAS.Untuk itu diperlukan upaya-upaya yangdapat mendorong pengamanan DASsehingga air baku tersedia secara berke-lanjutan.

    A WA S A NW

    *) Bekerja di Bappenas

    21Percik Juli 2005

  • 7/31/2019 Pembiayaan Mikro Sanitasi. PERCIK Edisi 9 Juli 2005. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    24/60

    Pemberlakuan Undang-undangOtonomi Daerah Nomor 22 /1999dan Nomor 25/1999 dimaksud-

    kan untuk mempercepat akses pemba-ngunan di daerah. Setiap daerah padaprinsipnya dapat menentukan strukturorganisasi pemerintahan dan memilikiotoritas untuk mengelola sumber dayamanusia. Sistem penyaluran dana daripemerintah pusat ke daerah juga meng-

    alami perubahan yang mendasar danlebih transparan, yaitu apa yang dikenaldengan Dana Alokasi Umum (DAU).Setiap Pemda dapat menentukan alokasipengeluaran dana sesuai dengan kebu-tuhan dan prioritasnya.

    Proses jalannya pemerintahan didaerah beralih menganut asas desen-tralisasi di hampir semua sektor pemba-ngunan kecuali politik, keamanan danpendidikan nasional. Secara praktis pro-ses desentralisasi mengandung maksudmemberikan tanggung jawab kepada

    Pemda untuk meningkatkan dan me-nyempurnakan fungsi pelayanan publik dengan cara merespons kebutuhan lokal,melibatkan partisipasi masyarakat dalampengambilan keputusan dan memper-pendek jenjang birokrasi dalam melak-sanakan pelayanan.

    Dalam konteks pembangunan infra-struktur air minum, telah terjadi per-ubahan paradigma dalam pengelolaanpenyediaan air minum. Untuk hal terse- but, pendekatan yang komprehensif mesti dilakukan agar pengelolaan pe-layanan air minum semakin berkualitasdan mampu memenuhi harapan masya-rakat dan stakeholder di masa datang se-cara efektif dan efisien. Pendekatankomprehensif dimaksud, tidak lain ada-lah penerapan konsep Capacity Building(pengembangan kapasitas) organisasi da-lam upaya meningkatkan kinerja pela-

    yanan, terutama bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

    Sekilas Konsep "Capacity Building" Konsep Capacity Building menurut

    GTZ (German Technical Cooperation )dalam bukunya "Capacity Building

    Needs Assessments in the Regions- Pro-cess Guideline" 2002, diartikan suatuproses yang meningkatkan kemampuandari orang-orang, organisasi atau sistemuntuk mempertemukan manfaat dan sa-saran suatu organisasi.

    Selanjutnya secara detail Capacity Building dapat didefinisikan sebagai su-atu proses untuk meningkatkan kemam-puan dari individu, kelompok, organisasiatau masyarakat untuk ; (i) menganalisalingkungannya, (ii) identifikasi masalah,kebutuhan, wacana dan kesempatan, (iii)formulasi strategi untuk mengenalimasalah, wacana, dan kebutuhan danpeluang yang relevan, (iv) disain rencanatindakan dan (v) penggunaan sumber-daya secara efektif dan berkesinam-

    bungan untuk diterapkan, dimonitor dandievalusi terhadap rencana tindakan.

    Menurut konsep dan kajian dalamsimposium UNDP (1991), bahwa Capa-city Building terdiri atas empat kompo-nen :

    Penguatan Lingkungan ( policy and legal framework )Pengembangan Institusi ( institution-al development )

    Pengembangan SDM ( human resour-ces development )Pengaturan dan kesinambungan ke-uangan ( arranging for the sustain-able funding )

    Implementasi Pendekatan Capacity Building

    A. Aspek Penguatan