Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

16
(suatu perkembangan asas legalitas dalam hukum pidana di Indonesia)

Transcript of Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Page 1: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

(suatu perkembangan asas legalitas dalam hukum pidana di Indonesia)

Page 2: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Sejarah dan Landasan Filsafati Asas Legalitas (4 sifat ajaran asas legalitas) Definisi Asas Legalitas

Asas legalitas khususnya mengenai asas non-retroaktif dalam perspektif civil law

Perundang-undangan di Indonesia selain pasal 1 (1) KUHP yang menyatakan melarang suatu peraturan per-UU-an berlaku surut

Jawaban atas pendapat yang selama ini berkembang bahwa Pasal 1 (2) KUHP memberi peluang suatu UU untuk retroaktif

Penerapan asas retroaktif terhadap tindak pidana terorisme sebagai penyimpangan asas legalitas

Page 3: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Plato

Paul Johann Anselm von Feuerbach

Montesqiue

Jeremy Bentham & John Stuart Mill

Page 4: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Nemo prudens punit, quia peccatum, sed ne peccetur(seorang bijak tidak menghukum karena dilakukannya dosa, melainkan agar tidak lagi terjadi dosa).

Kemudian upaya pencegahan kejahatan berkembang selama berabad-abad.Pencegahan ini berkembang semakin ke bentuknya yang kian kejam.Hingga abad pertengahan sebagian besar hukum tidak tertulis.Raja menyelenggarakan pengadilan dengan kesewenangan.Hukum menurut perasaan dari hakim.Beratnya hukuman tidak diketahui, dan tindakan apa saja yang akan dipidana tidak diketahui secara pasti oleh rakyat (karena tak tertulis)

>>>

Page 5: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Nullum delictum, Nulla poena sine praevia legi poenali

Upaya pengembangan dari tujuan mengancam atau membuat takut (dalam rangka pencegahan).Tentang paksaan psikologis menghendaki penjeraan, tidak melalui pemidanaan (yang merupakan akibat dari tujuan pidana), namun melalui ancaman pidana dalam perundang-undangan.Dalam undang-undang harus mencantumkan secara tegas kejahatan dan pidananya.

>>>

Page 6: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Hukuman yang keras lebih tepat untuk pemerintahan despotik yang berprinsip teror, daripada bagi suatu monarki atau republik yang roda penggeraknya berupa kehormatan dan kebajikan.

Ajaran yang bertujuan melindungi kemerdekaan individu terhadap kesewenangan pemerintah.Melindungi individu dari kesewenangan arbitrer (yang sebelum revolusi Perancis merupakan hal umum di Eropa Barat).Karenanya perlu adanya pemisahan kekuasaan.Penetapan norma dan hukuman adalah suatu kepastian hukum bagi individu.

>>>

Page 7: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Perspektif utilitarian

Pidana sama sekali tidak memiliki nilai pembenaran apapun bila semata-mata dijatuhkan untuk sekedar menambah lebih banyak penderitaan/kerugian pada masyarakat.

>>>

Page 8: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Asas legalitas menitik beratkan pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan kesamaan hukum (rechtszekerheid en rechtsgelijkheid) terhadap penguasa agar tidak sewenang-wenang. adagiumnya (G.W. Paton): “nulla poena sine lege”

Asas legalitas menitikberatkan pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pemidanaan itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat serta tidak ada pelanggaran yang dilakukan, karenanya masyarakat harus mengerti terlebih dahulu peraturan dan pidananya. Adagiumnya (von Feuerbach): “nullum delictum nulla poena sine praevia lege”

Page 9: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Asas legalitas menitikberatkan pada dua unsur utama, yaitu, yang diatur hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang mau menghindarinya, tetapi harus juga diatur tentang ancaman pidananya agar penguasa tidak sewenang-wenang. Adagiumnya (Feuerbach >>> van Der Donk): “rondom den regel-nulla poena sine lege, nulla poena sine crimen, nullum crimen sine poena legali”

Asas legalitas yang menitikberatkan pada perlindungan hukum lebih utama pada negara dan masyarakat daripada individu, hukum melindungi kepentingan negara dan masyarakat. Adagiumnya (G.W. Paton): “nullum crimen sine poena”

>>>

Page 10: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Jonker Fuller Pasal 1 (1) KUHP Moeljatno Von Feuerbach Muladi

Page 11: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Jonker menyatakan bahwa menurut Pasal 1 ayat (1) KUHP, tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan undang-undang pidana yang ada sebelum perbuatan dilakukan. Pasal ini adalah suatu pasal tentang asas. Berbeda dengan asas hukum lainnya, asas legalitas ini tertuang secara eksplisit dalam undang-undang. Padahal, menurut pendapat para ahli hukum, suatu asas hukum bukanlah peraturan hukum yang konkret.

>>>

Page 12: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Delapan prinsip Fuller tentang legalitas:Suatu hukum berjalan dalam norma-norma umum.Norma-normanya telah diumumkan kepada publik yang keterlibatannya akan menjadikannya lebih diterima secara otoritatif dengan merujuk pada masyarakat.Norma-normanya bersifat prospektif dibanding retrospective.Formulasi otoritatif dari norma-normanya dapat dipahami (setidaknya oleh orang dengan kemampuan hukum) daripada buram dalam pemahaman.Keterikatan normanya secara logis konsisten dengan norma lain, dan ketaatan yang dibebankan dalam satu norma dapat berbagi dengan yang lain dalam pemenuhannya.Norma-norma tersebut tidak memerlukan hal-hal yang sebenarnya berada jauh dari kemampuan orang yang merupakan subyek dari norma tersebut.Muatan dari norma-norma tersebut, meskipun telah dirubah banyak dan sangat jarang dalam bentuk utuhnya, tetapi secara umum tidak berubah untuk beberapa periode waktu cukup mampu menjaga pemahaman.Norma-normanya secara umum diterapkan dengan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh pembuatnya, sehingga formulasi dari normanya (hukum dalam kitab-kitab) sebangun dengan cara yang telah diimplementasikan para pembentuknya (hukum dalam praktek).

>>>

Page 13: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, diartikan harfiah dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Sering juga dipakai istilah Latin: ”Nullum crimen sine lege stricta”,(”Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas”). Hazewinkel-Suringa:”Geen delict, geen straf zonder een voorfgaande strafbepaling” untuk rumusan yang pertama dan ”Geen delict zonder een precieze wettelijke bepaling” untuk rumusan kedua

>>>

Page 14: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian:Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas).Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

>>>

Page 15: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Rumusan asas legalitas dibuat oleh Paul Johann Anslem von Feuerbech (1775-1833), seorang pakar hukum pidana Jerman di dalam bukunya: ”Lehrbuch des peinlichen Rechts” pada tahun 1801 dalam bahasa latin:Nulla poena sine crimin : tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana;Nulla poena sine lege : tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang;Nulla crimen sine poena legali : tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang.Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat : nullum crimen nulla poena sine praevia lege : tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa ketentuan undang-undang terlebih dahulu

>>>

Page 16: Pemberlakuan asas non-retroaktif (legalitas) di Indonesia

Menurut Muladi, secara keseluruhan tujuan dari asas legalitas, adalah :Memperkuat kepastian hukum;Menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa;Mengefektifkan fungsi pencegahan (deterrent function) dari sanksi pidana;Mencegah penyalahgunaan kekuasaan, danMemperkokoh penerapan rule of law.

>>>