Pemberian Makanan Bayi Anak

41
STRATEGI PENINGKATAN MAKANAN BAYI DAN ANAK (PMBA) KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2010

Transcript of Pemberian Makanan Bayi Anak

Page 1: Pemberian Makanan Bayi Anak

STRATEGI

PENINGKATAN MAKANAN BAYI DAN ANAK

(PMBA)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

TAHUN 2010

Page 2: Pemberian Makanan Bayi Anak

i

SAMBUTAN

DIREKTUR JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat dan benar merupakan salah satu upaya prioritas dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Upaya tersebut harus dilakukan secara maksimal agar semua bayi mendapatkan ASI Eksklusif segera setelah lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan mendapat MPASI mulai usia 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun atau lebih. Undang-Undang N0. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan pula bahwa pentingnya pemberian ASI Eksklusif kepada bayi secara tegas tercantum dalam pasal 129 yaitu perlunya suatu Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang pemberian ASI Eksklusif yang saat ini sedang diproses. Sesuai dengan Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) 2010-2014 terdapat 8 (delapan) sasaran indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat diantaranya berkaitan dengan ASI Eksklusif dan MPASI. Pada tahun 2014 target bayi usia 0-6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif akan mencapai 80% dan penyediaan buffer stock MP-ASI sebesar 100 % setiap tahunnya untuk menyelamatkan balita di daerah bencana dan rawan gizi. Seiring dengan RAPGM 2010-2014, Kementerian Kesehatan beserta lintas sektor terkait telah menyusun buku Strategi Peningkatan Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang bertujuan untuk membangun komitmen dan menjadi rujukan bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan upaya Strategi PMBA. Dalam buku PMBA tersebut ditetapkan ruang lingkup, tujuan, strategi, indikator keberhasilan, pokok program, peran dan tanggungjawab pihak terkait. Strategi PMBA tersebut disusun berdasarkan rujukan pada Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (IYCF) serta mendapat masukan dari para ahli dan pemerhati ASI dan MP-ASI, organisasi profesi, sektor terkait dari pusat dan daerah serta Lembaga Swadaya Masyarakat. Selanjutnya diharapkan berbagai pihak mulai dari ibu, ayah, keluarga, masyarakat serta sektor terkait diharapkan mempunyai komitmen tinggi dan memberikan dukungan dalam upaya promosi dan aksi nyata untuk meningkatkan upaya Srategi PMBA sesuai misi, tugas, dan fungsi masing-masing. Semoga dengan adanya buku Strategi PMBA dapat mendorong berbagai pihak untuk mengimplementasikannya.

Direktur Jenderal

Bina Kesehatan Masyarakat

dr. Budihardja, DTM&H, MPH

Page 3: Pemberian Makanan Bayi Anak

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

SAMBUTAN ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Situasi PMBA 4

C. Dasar Hukum 12

BAB II RUANG LINGKUP PMBA

A. Inisiasi Menyusu Dini 13

B. ASI Eksklusif 13

C. Makanan Pendamping ASI (MPASI) 14

D. ASI pada situasi darurat 14

E. ASI pada situasi khusus 15

BAB III STRATEGI PMBA

A. Tujuan 18

B. Strategi 18

C. Indikator Keberhasilan 19

D. Pokok Program 19

BAB IV PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PIHAK TERKAIT 25

BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI 28

A. Tujuan

B. Komponen

C. Metode

D. Pelaksana

E. Waktu

F. Pelaporan

BAB VI PENUTUP 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 33

Page 4: Pemberian Makanan Bayi Anak

iii

Page 5: Pemberian Makanan Bayi Anak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan

keberlangsungan bangsa. Sebagai manusia anak berhak untuk mendapatkan

pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak asasinya. Sebagai

generasi penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya yang

tepat, terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh

kembang fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu upaya mendasar

untuk menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh kembangnya sekaligus

memenuhi hak anak adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga

usia dua tahun.

Makanan yang tepat bagi bayi dan anak usia dini (0 – 24 bulan) adalah Air

Susu Ibu (ASI) eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir sampai

usia 6 bulan yang diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan, selain ASI

bayi diberi makanan pendamping ASI (MPASI). Selanjutnya pada usia 1 tahun

anak sudah diberi makanan keluarga dan ASI masih tetap diberikan sampai anak

usia 2 tahun atau lebih.

Pola pemberian makan tersebut mendukung pertumbuhan optimal bagi

anak. Pada usia 0 – 6 tahun terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar

75%, masa ini disebut periode emas atau golden periode. Pemberian makan yang

optimal pada usia 0 – 2 tahun memberikan kontribusi bermakna pada

pertumbuhan otak anak. Pemberian ASI saja sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan

(ASI eksklusif enam bulan) dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi, serta

melindungi bayi dari berbagai penyakit seperti diare dan infeksi saluran

pernafasan akut yang merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia.

Kajian global telah membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan

intervensi kesehatan yang memiliki dampak terbesar terhadap keselamatan

balita, yakni 13% kematian balita dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif

6 bulan. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mencegah 22% kematian neonatal

(neonatus adalah bayi usia 0 sampai 28 hari). Pemberian makanan pendamping

Page 6: Pemberian Makanan Bayi Anak

2

ASI yang tepat waktu dan berkualitas juga dapat menurunkan angka kematian

balita sebesar 6 % (Jones et al., The Lancet, July 2003).

Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan masih cukup banyak

anak yang menderita kurang gizi. Fenomena “gagal tumbuh” atau growth

faltering pada anak Indonesia mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi

makanan tambahan dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan

gizi memberi kontribusi 2/3 kematian balita. Dua pertiga kematian tersebut

terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak

usia dini. (WHO/UNICEF 2003).

Praktek pemberian makan yang tepat pada bayi dan anak juga dapat

mempengaruhi ekonomi keluarga. Pemberian ASI ekslusif akan mengurangi

beban keluarga untuk membeli susu formula dan perawatan bayi sakit yang saat

ini cukup mahal. Dana untuk membeli susu formula 4-5 kali lebih besar dari

pada dana untuk membeli suplemen makanan untuk ibu menyusui. Apabila 4,5

juta bayi yang lahir di Indonesia mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan, dapat

menghemat devisa negara minimal Rp. 7,92 trilyun. Sedangkan pemberian

MPASI yang tepat waktu, adekuat dan aman merupakan investasi kesehatan bagi

anak dimasa depan. Sejalan dengan otonomi daerah peningkatan pemberian ASI

dapat mengurangi subsidi Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota untuk

penanggulangan masalah kesehatan bayi dan anak karena bayi lebih sehat.

Kualitas anak yang optimal merupakan sumber daya manusia yang bermanfaat

bagi daerah bersangkutan.

Peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif dan MPASI akan

memberikan kontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

(Milennium Development Goals - MDG‟s). Pemberian ASI dan MPASI yang

tepat akan mengurangi kemiskinan dan kelaparan, yang merupakan tujuan

pertama dari MDG. Dengan tingkat kecerdasan dan perkembangan emosional

yang optimal akan mempengaruhi kesiapan anak untuk bersekolah, dan hal ini

memberi kontribusi pada percepatan pencapaian target MDG,s nomor dua yakni

mencapai pendidikan untuk semua tahun 2015. Terkait dengan tujuan MDG,s

ke-empat, melalui PMBA yang tepat dan benar dapat menurunkan angka

kematian balita sebanyak 20 persen. Bagi ibu, menyusui dapat mengurangi

Page 7: Pemberian Makanan Bayi Anak

3

risiko perdarahan yang merupakan penyebab utama kematian ibu. Menyusui

eksklusif juga dapat merupakan salah satu metode penjarangan kelahiran. Hal

tersebut menunjukkan adanya pengaruh menyusui terhadap kesehatan ibu yang

merupakan tujuan ke-5 MDG‟s. Dengan tidak memberikan susu formula, tidak

ada kegiatan memasak air dan tidak ada kaleng atau dus bekas yang merupakan

polusi terhadap lingkungan (kontribusi pada tujuan nomor 7 MDG‟s yakni

memastikan kelestarian lingkungan hidup).

Keberhasilan praktek PMBA dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

pelayanan/petugas kesehatan, fasilitas menyusui di tempat kerja, pengetahuan

dan keterampilan ibu, dukungan keluarga dan masyarakat serta pengendalian

pemasaran susu formula. Kenyataannya saat ini fasilitas pelayanan kesehatan

yang sebelumnya telah mendapat akreditasi sebagai rumah sakit sayang bayi

telah menurun drastis. Rumah Sakit Sayang Bayi yang dimaksud adalah Rumah

Sakit yang menerapkan 10 Langkah menuju Keberhasilan menyusui. Sepuluh

langkah tersebut adalah;

1. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada

semua staff pelayanan kesehatan.

2. Melatih semua staff pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan

menyusui tersebut.

3. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen

menyusui.

4. Membantu ibu menyusui dini dalam 30 menit pertama persalinan. *

5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu

dipisah dari bayinya.

6. Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis.

7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam).

8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi.

9. Tidak memberi dot kepada bayi.

10. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu

kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan.

*) Menengkurapkan bayi diatas perut ibunya agar terjadi kontak kulit antara ibu dan

bayi selama kira-kira 1 jam dan mendorong ibu untuk mengenali kesiapan bayi

untuk menyusu, serta menawarkan bantuan bila diperlukan

Page 8: Pemberian Makanan Bayi Anak

4

Sebagian besar dari rumah sakit yang dulunya melaksanakan 10 langkah menuju

keberhasilan menyusui, memberikan susu formula pada bayi baru lahir.

Kapasitas petugas kesehatan untuk memberi konseling menyusui dan pemberian

MP-ASI juga belum memadai.

Faktor lain adalah makin banyaknya perempuan memasuki dunia kerja

tetapi harus tetap memberikan ASI eksklusif. Di tempat kerja, peraturan yang

mengharuskan adanya fasilitas dan kesempatan menyusui atau memerah ASI

bagi ibu bekerja telah ditetapkan, tetapi pelaksanaannya belum memadai. Masih

banyak ibu yang berhenti menyusui oleh karena ibu kembali bekerja. Ibu bekerja

selain tidak memahami cara menyusui eksklusif bagi ibu yang bekerja, sebagian

besar tempat kerja tidak menyediakan sarana dan fasilitas menyusui. Peraturan

mengenai masa cuti melahirkan belum mendukung pemberian ASI eksklusif.

Disisi lain masih adanya pelanggaran kode etik pemasaran susu formula

merupakan hambatan bermakna bagi praktek pemberian ASI eksklusif

Pemasaran susu formula melalui media massa sudah berkurang, namun

pemasaran melalui pemberian sponsor pada kegiatan masyarakat maupun

langsung kepada ibu hamil dan menyusui masih terjadi.

Strategi PMBA disusun untuk memperbarui komitmen, menjadi rujukan

dan memberi motivasi bagi pihak-pihak terkait serta pihak-pihak yang potensial

untuk berperan dalam meningkatkan cakupan dan kualitas PMBA. Strategi

PMBA dilaksanakan berdasarkan prinsip pemenuhan, perlindungan dan

penghargaan akan hak asasi anak, kepentingan yang terbaik bagi anak serta

koordinasi dan sinkronisasi antar pihak dan program terkait.

B. Situasi PMBA

Menyusui merupakan proses alamiah yang dapat dilakukan oleh hampir

semua ibu dan bayinya.Fakta menunjukkan bahwa 95% ibu di Indonesia

menyusui bayinya (SDKI 2007). Namun ibu yang menyusui bayinya pada 1 jam

pertama kelahiran hanya 41,8 %, bahkan di beberapa daerah menunjukkan angka

yang jauh lebih rendah. Angka ini akan lebih rendah lagi bila digunakan kriteria

ideal yakni membiarkan bayi mencari sendiri puting susu ibunya segera setelah

persalinan. Sebagian besar bayi yakni 62% mendapat ASI pada hari I kelahiran.

Page 9: Pemberian Makanan Bayi Anak

5

Capaian ASI eksklusif yang pada SDKI 2002-2003 sebesar 39,5% dari

keseluruhan bayi, pada SDKI 2007 menurun menjadi 32,8% ( tergambar pada

Grafik I ).

Grafik I

Praktek Pemberian Makanan Pada Bayi Berdasarkan Umur

(DHS 2002 & 2007)

Sebaliknya bayi yang mendapat susu formula menjadi 27,9% dari angka

sebelumnya (SDKI 2002-2003) sebesar 16,7%. Praktek pemberian MPASI

sangat dini masih terjadi. Dari data SDKI menunjukkan 30% bayi usia dibawah

enam bulan selain ASI juga di beri makanan, 18% ASI dan susu formula, 9%

ASI dan air putih serta 20% ASI dan “juice”. Masih cukup besar

jumlah/presentase bayi yang mendapatkan makanan pralaktasi yakni

makanan/cairan yang diberikan sebelum bayi mendapatkan ASI (data di

Kabupaten Bone 1998, 75%). Pemberian MPASI terkadang juga tidak adekuat

baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Menurut SDKI hanya 41,2 % bayi usia

6 – 23 bulan diberi makan sesuai anjuran yakni diberi ASI, lebih dari 3 (tiga)

kelompok makanan dan dengan frekuensi minimal pemberian makanan. Hal ini

Page 10: Pemberian Makanan Bayi Anak

6

diperlihatkan pada grafik II yang menunjukkan kejadiaan gagal tumbuh (growth

faltering) pada anak sebelum usia 6 bulan dan makin meningkat sampai anak

usia 12 bulan. Makanan pendamping ASI dan formula produk pabrik bila

diberikan dalam keadaan terpaksa harus memenuhi standar internasional

pembuatan produk makanan bayi dan anak usia dini.

GRAFIK II

Periode Gagal Tumbuh (Growth Faltering) Pada Balita di Indonesia

Riskesdas 2007

Berbagai faktor mempengaruhi keberhasilan pencapaian pemberian ASI.

Berkaitan dengan IMD pihak yang paling memberi kontribusi dalam hal ini

adalah penolong persalinan baik individu (praktek swasta) maupun pada sarana

pelayanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan menurut

SDKI 2007 sebesar 73%. Meski cakupan tersebut cukup tinggi akan tetapi belum

semua fasilitas pelayanan kesehatan maupun petugasnya membantu ibu

menyusui dini dan mempersiapkan ibu untuk memberi ASI eksklusif dan

MPASI yang optimal Rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan sayang bayi

(telah melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui) telah

dikembangkan dan sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan telah terakreditasi

menggunakan instrumen internasional. Fasilitas pelayanan kesehatan yang

dulunya telah terakreditasi juga sarana kesehatan lainnya masih perlu

ditingkatkan lagi agar tetap mempunyai komitmen dalam melaksanakan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui. Berkurangnya RS/RSB/RB/puskesmas

Page 11: Pemberian Makanan Bayi Anak

7

sayang bayi selain tidak mendukung IMD, memudahkan bayi mendapat susu

formula dan akan mengurangi kesempatan ibu hamil untuk mendapatkan

informasi khususnya tentang persiapan menyusui dan pemberian ASI eksklusif.

Hal ini akan menghambat pemberian ASI eksklusif. Faktor lain yang

menghambat IMD adalah kebiasaan atau prosedur standar untuk membersihkan

ibu dan bayi dahulu setelah persalinan baru kemudian bayi disusukan kepada

ibunya.

Berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif salah satu masalah yang dapat

menghambat adalah masuknya perempuan ke sektor publik. Seharusnya setiap

ibu hamil yang bekerja mendapat akses informasi tentang perlindungan hak-hak

reproduksi, laktasi dan mendapatkan fasilitas serta kesempatan untuk memerah

atau menyusui bayinya di tempat kerja. Di dalam Undang-Undang Nomor 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 82 pekerja perempuan memperoleh

cuti satu setengah bulan sebelum dan satu setengah bulan sesudah melahirkan.

Pasal 83, pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus di beri

kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal itu dilakukan selama

waktu kerja. Pada pasal 84 disebutkan pekerja/buruh yang menggunakan hak

istirahat (cuti) tersebut berhak mendapat upah penuh. Namun hak tenaga kerja

perempuan tersebut masih belum terpenuhi.

Umumnya perusahaan belum sepenuhnya melindungi tenaga kerja

perempuan. Sebagian besar perusahaan belum menyediakan tempat menyusui

maupun memberikan waktu istirahat untuk memerah ASI atau menyusui

bayinya. UU Ketenagakerjaan pasal 79 menyatakan waktu istirahat bagi pekerja

hanya setengah jam setelah 4 jam bekerja terus-menerus. Apabila pasal tersebut

dilaksanakan pekerja perempuan tidak mempunyal kesempatan memerah

maupun menyusui bayinya. Sebagian perusahaan (umumnya perusahaan besar)

mempunyai klinik, di mana pekerja perempuan yang hamil dapat memeriksakan

kehamilannya. Namun banyak pekerja perempuan yang tidak mempunyai

kesempatan untuk memeriksakan kehamilannya. Akibatnya buruh perempuan

tersebut kurang mendapatkan akses terhadap informasi tentang pemberian ASI

dan MPASI.

Page 12: Pemberian Makanan Bayi Anak

8

Memberikan ASI eksklusif dan MPASI merupakan kewajiban bagi ibu

dengan dukungan keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan. Umumnya ibu

memahami bahwa perempuan akan menyusui bayinya. Faktanya hampir semua

ibu menyusui bayinya. Tetapi pemahaman dan praktek tentang IMD, ASI

eksklusif maupun MPASI masih belum memadai. Pemahaman yang rendah

mengakibatkan munculnya pendapat bahwa ASI nya tidak cukup, menyusui

mengurangi keindahan tubuh dan lain-lain yang mendorong untuk tidak

memberikan ASI eksklusif. Dalam hal ini yang sangat penting adalah dukungan

kepada kelompok ibu tersebut. Namun belum semua petugas kesehatan yang

seharusnya memberi dukungan memahami dengan benar tentang pemberian ASI

dan MPASI yang tepat, disamping keterampilan dalam komunikasi / konseling

masih rendah pula. Meskipun memahami kadang petugas belum bersikap

mendukung, melindungi dan mempromosikan ASI dan MPASI. Hal ini ditandai

dengan masih banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang memberi susu

formula.

Faktor kebiasaan/tradisi memberikan makanan pralaktasi merupakan

kenyataan yang tidak mudah di atasi. Praktek pemberian makan tertentu yang

dianggap memberi kekuatan pada bayi memerlukan upaya yang intensif untuk

merubahnya. Di tambah lagi adanya tabu atau larangan makanan tertentu ketika

memberikan MPASI (misalnya ikan tidak boleh diberikan karena “amis”).

Pemahaman tentang cara memberikan makan agar merangsang selera anak dan

mendorong anak agar mau makan masih belum banyak diketahui. Seringkali

tidak memberi MPASI dengan alasan anaknya tidak mau makan. Posyandu

merupakan langkah awal penyuluhan dan pendukung peningkatan pemberian

ASI dan MPASI yang dulunya sangat potensial yang akhir-akhir ini menurun.

Satu hambatan terbesar pemberian ASI adalah pemasaran susu formula.

Pemasaran susu formula sudah diatur dengan Kepmenkes No. 237/1997 tentang

Pemasaran Susu Formula. Pelarangan pemasaran susu formula dioperasionalkan

antara lain dalam 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Dengan pelarangan

tersebut pemasaran susu formula untuk bayi melalui iklan media elektronik

maupun cetak telah berkurang akan tetapi upaya pendekatan individual masih

sangat gencar. Ditemukan beberapa kasus setelah sampai di rumah, ibu

Page 13: Pemberian Makanan Bayi Anak

9

menyusui dihubungi oleh pihak perusahaan susu, untuk mempromosikan susu

formula. Perusahaan juga memberikan sponsor dan bermacam-macam cara

lainnya untuk mempengaruhi petugas kesehatan agar memberikan susu formula

kepada pasiennya. Sampai saat ini dipasaran masih beredar susu dengan label

untuk anak 0 – 6 bulan. Di sisi lain tindakan tersebut kurang mendapat

pengawasan dan sanksi oleh karena landasan pengaturan pemasaran “hanya”

dengan Kepmenkes.

Persoalan lain yang menghambat adalah terjadinya kondisi darurat akibat

bencana alam maupun sosial. Indonesia merupakan daerah rawan bencana alam

dan di beberapa daerah rawan bencana sosial. Dalam kondisi tersebut perempuan

dan anak-anak seringkali lebih banyak yang menjadi korban. Hampir di semua

kejadian (Aceh, Jogya/Bantul, Padang) bantuan yang datang bagi anak-anak

adalah susu formula. Padahal di daerah bencana kenyataannya sulit mendapatkan

air bersih maupun sarana untuk membuat susu formula. Pelatihan petugas untuk

menangani pemberian makan pada bayi dan anak usia dini dilakukan, tetapi

seringkali terlambat. Kebijakan PMBA belum terintegrasi dalam kebijakan

penanggulangan bencana. Data yang dikumpulkan satu bulan setelah Gempa

Bantul pada tahun 2006 menunjukkan meningkatnya penyakit diare sebanyak

empat kali lipat pada bayi di bawah umur dua tahun. (29 % setelah gempa

dibanding 7 % sebelum gempa). Terbukti, 25 % yang sakit tersebut ternyata

minum susu formula, dua kali lipat dari bayi yang tidak diberi susu formula.

Situasi sulit lain yang harus mendapat perhatian khusus adalah kasus

HIV/AIDS. Saat ini jumlah penderita HIV/AIDS makin meningkat dan telah

menyebar di semua propinsi. Terdapat sekitar 4 juta bayi lahir setiap tahun.

Sebagian bayi tersebut lahir dari ibu HIV/AIDS. Dalam hal ini telah dilakukan

pelatihan pemberian ASI bagi bayi dengan ibu positif HIV/AIDS,akan tetapi

cakupan pelatihan bagi petugas kesehatan masih rendah. Kelompok bayi lain

yang memerlukan perhatian khusus yakni bayi dengan BBLR serta bayi dengan

ibu dalam kondisi khusus (misal sakit berat, sakit jiwa). Perlu di tinjau

kembali,disempurnakan dan disosialisasikan tata laksana penanganan bayi

tersebut agar ASI tetap diberikan dan MPASI juga diberikan tepat waktu dan

sesuai kebutuhan bayi dan anak usia dini.

Page 14: Pemberian Makanan Bayi Anak

10

Selain faktor pelayanan kesehatan, dukungan masyarakat dan pengaturan

pemasaran susu formula, faktor lain juga mempengaruhi keberhasilan pemberian

makan pada bayi dan anak usia dini adalah kurang memadainya keterpaduan

berbagai program. Program dimana upaya pemberian ASI dan MPASI dapat

diintegrasikan antara lain pencegahan penyakit, penurunan kematian ibu,

penanggulangan kemiskinan, penanggulangan bencana, Program Keluarga

Harapan, dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri serta

penanggulangan gizi buruk. Dengan keterpaduan berbagai program tersebut

hasilnya dapat lebih efektif.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka situasi yang tidak mendukung PMBA

antara lain sebagai berikut:

a Pemberian ASI dan MPASI belum optimal

b Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan yang belum memadai

c RS dan fasilitas pelayanan kesehatan belum melaksanakan 10 langkah

menuju keberhasilan menyusui

d Pemahaman, sikap dan praktek petugas kesehatan belum sepenuhnya

mendukung peningkatan pemberian ASI dan MPASI

e Belum adanya perlindungan atas hak-hak ibu bekerja serta fasilitas yang

mendukung pemberian ASI eksklusif

f Pemahaman ibu, ayah dan keluarga tentang ASI dan MPASI masih

rendah

g Dukungan masyarakat belum memadai, ditambah lagi adanya kebiasaan

atau budaya masyarakat yang menghambat pemberian ASI eksklusif dan

MPASI yang optimal.

Di samping adanya faktor yang tidak mendukung peningkatan PMBA,

telah ada peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain adanya berbagai

komitmen Nasional maupun Global baik dalam bentuk kesepakatan pencapaian

program, deklarasi, inisiatif maupun kebijakan. Berkembangnya peran organisasi

profesi dan lembaga swadaya masyarakat serta tanggung jawab perusahaan

(corporate social responsibility) berkaitan dengan tumbuh kembang anak,

Page 15: Pemberian Makanan Bayi Anak

11

merupakan potensi yang harus lebih di tingkatkan, terutama mengenai

peningkatan PMBA.

Salah satu kebijakan nasional yang mendukung adalah terbitnya Undang

Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 128 dari undang-

undang tersebut mengatur tentang ASI eksklusif. Ayat 1 dari pasal tersebut

menyatakan setiap anak berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan

selama 6 (enam) bulan. Selama pemberian ASI, pihak keluarga, Pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh

dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus (ayat 2). Ayat 3 menyebutkan

fasilitas khusus yang dimaksud pada ayat 2 diadakan ditempat kerja dan tempat

sarana umum. Pasal 200 mengatur sangsi bagi setiap orang yang sengaja

menghalangi program pemberian ASI ekslusif yakni pidana penjara paling lama

1 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Pasal ini

dapat digunakan sebagai landasan untuk melakukan advokasi serta penyusunan

kebijakan operasional dan pemberian sanksi bagi yang melanggar.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi juga merupakan peluang yang

dapat didayagunakan untuk keberhasilan pelaksanaan strategi. Menurut WHO

dan UNICEF, praktek PMBA akan berhasil bila;

a. Ibu, bapak atau pengasuh bayi mendapatkan informasi yang benar dan

lengkap tentang PMBA dan bebas dari pengaruh pemasaran susu formula.

b. Ibu mendapatkan akses dukungan untuk menyusui, mencegah dan

menyelesaikan masalah dalam PMBA baik dari petugas kesehatan, kelompok

ibu menyusui maupun masyarakat sekitar.

c. Bagi ibu bekerja, menyusui ekslusif dapat dilakukan bila ibu mendapatkan

cuti melahirkan dan mendapatkan kesempatan serta fasilitas istirahat

menyusui atau memerah ASI ketika sudah kembali bekerja.

d. Adanya riset berbasis populasi dan investigasi hal-hal yang berkaitan dengan

peningkatan PMBA.

Page 16: Pemberian Makanan Bayi Anak

12

C. Dasar Hukum

Beberapa produk hukum yang mendukung pelaksanaan Strategi PMBA,

meliputi :

1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian

2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan

3. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

5. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

6. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

7. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang 2005-2025

8. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan

Gizi Pangan

11. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM)

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota

13. Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi

Hak-Hak Anak

14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 237/SK/MENKES/IV/1997 tahun

1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

15. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 450/SK/MENKES/VIII/2004 tahun

2004 tentang ASI Eksklusif

16. Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan Nomor

48/Men.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan Menkes/PB/XII/2008

TAHUN 2008 tentang Peningkatan Pemberian ASI selama waktu kerja di

tempat kerja

Page 17: Pemberian Makanan Bayi Anak

13

BAB II

RUANG LINGKUP PMBA

Ruang lingkup PMBA yang telah disepakati secara nasional maupun global

meliputi:

A. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

IMD yang di maksud adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk

menyusu sendiri segera setelah lahir dengan cara bayi di tengkurapkan pada

perut ibu dan dibiarkan selama kurang lebih 1 jam agar menemukan sendiri

puting susu ibunya. Cara ini akan memberikan kehangatan pada bayi karena

adanya kontak kulit ibu dan bayi (skin to skin contact). Dengan IMD bayi

mendapat kolostrum pertama. Pemberian kolostrum yaitu ASI yang keluar

pada minggu pertama sangat penting karena kolostrum mengandung zat

kekebalan dan menjadi makanan bayi yang utama. Kolostrum tersebut

meskipun jumlahnya sedikit namun telah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi

untuk hari-hari pertama kelahirannya. IMD tidak dilakukan hanya pada keadaan

dimana ibu dan anak dalam kondisi umum yang buruk dan tidak stabil

B. ASI Eksklusif

ASI eksklusif yang dimaksud adalah pemberian ASI saja tanpa ditambah

apapun. ASI diberikan sesering mungkin tanpa di jadwal sampai bayi usia 6

bulan. Telah terbukti bahwa ASI saja tanpa ditambah apapun, telah memenuhi

kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Bagi ibu yang harus segera kembali bekerja

bayi harus tetap mendapat ASI. Bayi tetap dapat menyusu ketika ibu dirumah.

Ibu bekerja dapat memerah ASI nya kemudian disimpan dalam kulkas dan

diberikan kepada bayinya dengan gelas ketika ibu sedang bekerja, setelah ASI

tersebut lebih dulu dihangatkan. Ibu juga dapat menyusui atau memerah ASI di

tempat kerja. Untuk itu perusahaan/kantor perlu menyediakan fasilitas untuk

memerah, menyimpan ASI atau tempat menyusui. ASI eksklusif akan

memberikan perlindungan pada bayi dan memperkecil risiko terhadap

berbagai penyakit antara lain diare, ISPA dan penyakit alergi. Dengan ASI

Page 18: Pemberian Makanan Bayi Anak

14

eksklusif perkembangan fisik, mental dan emosional bayi akan lebih optimal.

Pemberian ASI eksklusif pada masa bayi juga terbukti memiliki dampak

jangka panjang, contohnya penurunan resiko obesitas (kegemukan), diabetes

(penyakit gula) dan penyakit jantung pada masa dewasa.

C. Makanan Pendamping ASI (MPASI)

MPASI mulai diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. Setelah 6 bulan ASI

saja tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, sehingga perlu di tambah makanan

lumat (bubur) sebagai makanan pendamping ASI. MPASI selain harus diberikan

tepat waktu juga harus adekuat yakni cukup energi, protein, lemak, vitamin dan

mineral. Untuk usia 6 – 8 bulan diberikan 2 – 3 kali makan perhari ditambah 1–2

kali camilan. Setiap kali makan diberikan dengan takaran 2 atau 3 sendok

makan. Untuk usia 9 – 11 bulan diberikan 3 – 4 kali sehari dengan takaran setiap

kali makan ½ gelas ( 250 ml ), ditambah 1 – 2 kali camilan. MPASI harus pula

dipersiapkan secara higienis dan menggunakan alat serta tangan yang bersih.

Disamping tepat waktu, adekuat dan aman, MPASI juga harus diberikan sesuai

selera dan tingkat kekenyangan bayi. Cara penyiapan dan pemberian harus

mendorong secara aktif agar anak mau makan meskipun anak sedang sakit.

Selanjutnya setelah usia 1 tahun anak mulai diberi makan makanan keluarga.

ASI dapat terus diberikan sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Meskipun telah

ada MPASI produk pabrik, disarankan menggunakan bahan makanan local/alami

yang tersedia di masing-masing daerah dengan menambahkan zat gizi mikro.

D. ASI Pada Situasi Darurat

Bayi dan anak merupakan kelompok yang paling rawan pada situasi

darurat karena bencana alam maupun bencana sosial. Pembagian susu formula

pada situasi darurat di pengungsian dapat mengakibatkan penghentian pemberian

ASI yang seharusnya tidak perlu terjadi. Penghentian menyusui dan pemberian

MP-ASI yang tidak benar meningkatkan risiko kurang gizi, penyakit dan

kematian. Dalam kondisi darurat, justru perlu di tekankan upaya perlindungan,

promosi dan bantuan menyusui serta pemberian MPASI yang tepat waktu, aman

dan cukup. Ibu-ibu perlu didukung agar bisa meneruskan pemberian ASI. Ibu

Page 19: Pemberian Makanan Bayi Anak

15

yang berhenti menyusui dalam situasi bencana sebaiknya dibantu untuk dapat

menyusui kembali (relaktasi). Pada situasi bencana ibu hamil dan menyusui

harus mendapat prioritas distribusi makanan dan harus diberi tambahan makanan

yang lebih banyak dari jatah ransum korban yang lainnya.

Susu formula hanya diberikan bila ASI benar-benar tidak tersedia baik dari

ibu sendiri atau ibu menyusui lainnya. Susu formula dapat diberikan kepada

mereka yang membutuhkan, yaitu bayi piatu dan bayi yang sebelum keadaan

darurat sudah mendapat susu formula serta bayi yang terpisah dari ibunya.Bila

menggunakan susu formula harus diusahakan untuk mengurangi dampak buruk

pemberian susu formula dengan memastikan cukup persediaan yang

berkelanjutan, aman penyiapannya, tersedia air minum dan peralatan yang

bersih, higienis dan cukup bahan bakar. Orang tua/ keluarga harus diberi

informasi agar benar-benar mengerti dan mampu menyiapkan dan memberikan

susu formula dengan benar. Dalam hal ini petugas kesehatan harus lebih intensif

memberikan bimbingan. Sumbangan susu formula harus diatur dengan ketat agar

hanya digunakan bagi anak yang benar-benar membutuhkannya

E. ASI Pada Situasi khusus

Yang dimaksud situasi khusus antara lain adalah situasi dimana ibu bayi

HIV positif, bayi dengan berat lahir rendah, anak yatim/piatu, ibu sakit berat, ibu

cacat mental, ibu dalam penjara , serta ibu dalam ketergantungan obat

a. ASI dengan ibu HIV positif.

Pada dasarnya pemberian ASI pada ibu HIV positif adalah meningkatkan

kelangsungan hidup anak dengan mempromosikan ASI, akan tetapi juga

harus mengurangi sekecil mungkin risiko penularan HIV/AIDS melalui

menyusui. WHO (November 2009) merekomendasikan untuk bayi dengan

ibu HIV diberikan ASI eksklusif 0 – 6 bulan, diberikan MPASI mulai usia

bayi 6 bulan dan ASI diteruskan sampai usia 1 tahun. Risiko penularan

tergantung pada lama menyusui dan pemberian makanan campuran. Pada

keluarga miskin, pilihan pertama tetap diberikan ASI eksklusif, dengan

pertimbangan risiko penularan lebih rendah dibanding bila diberi susu

Page 20: Pemberian Makanan Bayi Anak

16

formula yang tidak memenuhi syarat. Apabila terpaksa menggunakan susu

formula perlu 5 syarat yang harus dipenuhi kelima-limanya, yakni

1. Acceptable : tidak ada hambatan sosial budaya apabila ibu memberikan

susu formula.

2. Feasible : orang tua/keluarga mempunyai pengetahuan dan keterampilan

memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula.

3. Affordable : orang tua/keluarga mampu membeli susu formula.

4. Sustainable : menjamin ketersediaan susu formula untuk diberikan

sampai usia bayi 12 bulan.

5. Safe : susu disimpan dengan benar, disiapkan dan diminumkan dengan

higienis.

Semua ibu yang terinfeksi HIV harus mendapat konseling termasuk

informasi umum tentang bagaimana memenuhi kebutuhan gizinya sendiri, risiko

dan manfaat beberapa jenis makanan bayi, serta bimbingan khusus untuk memilih

makanan bayi yang sesuai untuk kondisi ibu. Informasi mengenai berbagai

manfaat ASI harus dijelaskan kepada ibu HIV positif, meskipun terdapat risiko

penularan virus HIV melalui pemberian ASI. Bahaya dari kebiasaan ibu

memberikan makanan campuran (mixed feeding atau pemberian ASI dan susu

lainnya) juga harus dijelaskan pada ibu dengan HIV positif. Bayi yang

mendapatkan hanya ASI mempunyai risiko yang lebih kecil dari bayi yang

mendapatkan makanan campuran. Untuk negara dengan keadaan sosial ekonomi

dan keadaan lingkungan yang belum baik, risiko penularan atau terinfeksi

HIV/AIDS dari ibu kepada bayi lebih kecil bila disusui eksklusif selama 6 bulan

daripada bayi diberi susu formula atau campuran susu formula dan ASI. Semua

ibu menyusui dengan HIV/AIDS harus dibantu untuk menyusui selama 6 bulan

(ASI eksklusif). Apabila ibu memilih untuk tidak menyusui, harus dibantu

bagaimana memberikan susu formula yang benar dan aman. Selain untuk

membantu ibu memutuskan pilihan yang paling tepat sesuai kondisinya, tujuan

konseling bagi ibu dengan HIV positif juga untuk mencegah pemberian makanan

campuran.

Page 21: Pemberian Makanan Bayi Anak

17

b. ASI pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

IMD tetap dilakukan bila bayi lahir cukup bulan atau mendekati cukup

bulan. Bila bayi sangat kecil dan lemah ASI tetap diberikan dengan

menggunakan sendok atau gelas. Bila bayi tersebut mulai dapat mengisap

ASI biasanya hanya mampu mengisap sebentar saja. Dalam hal ini ibu

kemudian dapat memerah ASI nya setelah bayi menyusui. Bila bayi telah

cukup baik menghisap, kadang-kadang perlu waktu lama karena bayi sering

istirahat. Bagi bayi sangat kecil justru ASI sangat penting, karena bayi

tersebut mempunyai risiko tinggi terhadap infeksi, sakit lama dan kematian.

c. ASI dengan kondisi khusus lain

Pada anak yatim, piatu, ibu yang mengalami sakit berat atau cacat mental,

ketergantungan obat dan alkohol serta ibu dalam penjara perlu lebih

mendapat perhatian dari sistem pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan

sosial. Kondisi tersebut mengakibatkan risiko terjadinya kurang gizi dan

sakit pada bayi lebih tinggi bahkan kematian dini. Pilihan pemberian makan

tergantung pada kondisi individual, akan tetapi pemberian ASI tetap

merupakan pertimbangan prioritas. Ibu-ibu dalam kondisi khusus ini perlu

mendapat bimbingan/konseling lebih intensif.

Page 22: Pemberian Makanan Bayi Anak

18

BAB III

STRATEGI PMBA

A. Tujuan

Umum :

Meningkatkan status gizi dan kesehatan, tumbuh kembang dan

kelangsungan hidup anak di Indonesia, melalui strategi peningkatan

makanan bayi dan anak (PMBA) dengan optimal.

Khusus :

1. Meningkatnya cakupan bayi baru lahir yang mendapatkan ASI

dalam 1 (satu) jam pertama.

2. Meningkatnya cakupan pemberian ASI eksklusif 6 bulan.

3. Meningkatnya cakupan pemberian MPASI pada bayi mulai usia 6

bulan.

4. Meningkatnya cakupan anak yang mendapat ASI sampai 24 bulan

atau lebih.

5. Meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang

melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

B. Strategi

Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan mempertimbangkan

perkembangan situasi dan kondisi berkaitan dengan PMBA, maka Strategi

PMBA ditetapkan sebagai berikut :

1. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui melalui

peraturan perundang-undangan dan kebijakan

2. Penguatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menerapkan 10 langkah

menuju keberhasilan menyusui

3. Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatkan,

melindungi dan mendukung PMBA

4. Pemberdayaan ibu, keluarga dan masyarakat dalam praktek PMBA

Page 23: Pemberian Makanan Bayi Anak

19

C. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pelaksanaan Strategi PMBA, meliputi :

a. Peningkatan cakupan bayi yang mendapat ASI dalam 1 (satu) jam pertama

(IMD)

b. Peningkatan cakupan menyusui ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan.

c. Peningkatan cakupan anak usia 6 – 24 bulan yang mengkonsumsi lebih dari

4 kelompok bahan makanan 24 jam sebelumnya

d. Peningkatan cakupan anak usia 6 – 8 bulan yang mengkonsumsi makanan

lumat dan lembek 24 jam sebelumnya.

e. Peningkatan cakupan bayi yang diberi MPASI sesuai frekuensi yang di

anjurkan

f. Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya melaksanakan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui.

g. Menurunnya angka kematian bayi dan balita.

h. Menurunnya angka prevalensi gizi kurang

D. Pokok Program

Dari ke-empat strategi di atas (Sub bab B) ditetapkan, Program PMBA meliputi :

1. Pengembangan peraturan perundang-undangan dan kebijakan.

Tujuan : Penyusunan dan harmonisasi peraturan perundangan dan kebijakan

yang berkaitan dengan PMBA

Kegiatan :

a. Review peraturan perundangan dan kebijakan yang telah ditetapkan

b. Revisi kebijakan yang tidak mendukung PMBA

c. Penyusunan peraturan perundangan dan kebijakan yang diperlukan untuk

mendukung peningkatan PMBA

d. Sosialisasi peraturan perundangan dan kebijakan, antara lain tentang ibu

bekerja, fasilitas menyusui / memerah ASI di tempat kerja dan tempat umum

serta kebijakan dalam integrasi PMBA dengan program terkait

Page 24: Pemberian Makanan Bayi Anak

20

2. Pengawasan pemasaran susu formula

Tujuan : Terlaksananya kode etik pemasaran susu formula

Kegiatan :

a. Penyusunan dan sosialisasi Peraturan Pemerintah yang mengatur pemasaran

susu formula.

b. Memperketat pengawasan pemasaran susu formula

c. Penerapan sanksi bagi pihak yang melanggar.

3. Pengawasan produk makanan bayi dan anak usia dini sesuai Standar

produksi makanan (codex alimentarius)

Tujuan : Tersedianya produk makanan bayi sesuai standar produksi makanan

bayi

Kegiatan :

a. Sosialisasi kebijakan dan pedoman yang mengatur produksi makanan bayi

b. Pengawasan produksi, pemasaran dan distribusi makanan bayi

c. Penerapan sanksi pihak yang melanggar

4. Revitalisasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Sayang Bayi.

Tujuan : Peningkatan jumlah dan kualitas rumah sakit/fasilitas pelayanan

kesehatan yang melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan

menyusui

Kegiatan :

a. Membangun kembali komitmen pemerintah, pemerintah daerah dan pihak

penyelenggara pelayanan kesehatan dalam pengembangan rumah sakit dan

fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan 10 langkah menuju

keberhasilan menyusui.

b. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan untuk melaksanakan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui meliputi sosialisasi kebijakan,

pelatihan, fasilitasi, pembinaan dan pengawasan.

c. Menetapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dalam akreditasi

Rumah Sakit dan menerapkan sangsi bagi yang tidak melaksanakan

d. Menyelenggarakan penilaian tahunan

Page 25: Pemberian Makanan Bayi Anak

21

5. Peningkatan kapasitas petugas

Tujuan : Semua petugas di fasilitas pelayanan kesehatan yang terkait dengan

pelayanan ibu dan anak 0 – 24 bulan memahami dan mampu

memberi pelayanan dan promosi dalam PMBA

Kegiatan:

a. Memperluas pengintegrasikan PMBA ke dalam kurikulum pendidikan dan

pelatihan (pre-service dan in-service)

b. Pelatihan berkelanjutan bagi petugas kesehatan, antara lain tentang ASI,

MPASI, strategi peningkatan pemberian, komunikasi / konseling,

permasalahan serta solusinya

c. Sosialisasi standar pelayanan dan konseling ASI dan MPASI

d. Integrasi pelayanan konseling ASI dan MPASI pada pelayanan kesehatan ibu

dan anak, baik yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat

6. Advokasi dan Promosi Peningkatan PMBA

Tujuan : Meningkatkan pemahaman dan komitmen semua pemangku

kepentingan (stake holders) dalam peningkatan PMBA

Kegiatan:

a. Advokasi kepada semua pemangku kepentingan

b. Promosi PMBA melalui berbagai media dan saluran komunikasi.

7. Perlindungan pekerja perempuan

Tujuan : Adanya kebijakan dan fasilitas perusahaan yang mendukung pekerja

perempuan memberikan ASI eksklusif.

Kegiatan:

a. Advokasi dan sosialisasi agar ada kebijakan perusahaan tentang

perlindungan pekerja perempuan dan diimplementasikan

b. Perusahaan menyediakan fasilitas untuk memerah ASI dan ruang menyusui

c. Kampanye PMBA bagi pekerja perempuan.

d. Pengawasan pelaksanaan perlindungan pekerja perempuan.

Page 26: Pemberian Makanan Bayi Anak

22

8. Pemberdayaan masyarakat

Tujuan : Meningkatnya kelompok dalam masyarakat yang mau dan mampu

berperan dalam peningkatan PMBA.

Kegiatan:

a. Mengembangkan konselor, “peer group” dan kelompok pendukung PMBA.

b. Menggiatkan kembali kelompok pendukung menyusui yang telah ada

c. Komunikasi perubahan perilaku (untuk mengurangi faktor budaya yang tidak

mendukung).

d. Pemberian informasi berkala dan konseling tentang ASI dan MPASI.

9. Pemberdayaan Ibu, Ayah dan Keluarga.

Tujuan : Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam PMBA serta

memecahkan masalah yang timbul berkaitan dengan praktek

pemberian PMBA.

Kegiatan:

a. Meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan

b. Pelatihan keterampilan pemberian ASI dan MPASI.

c. Komunikasi, informasi, dan edukasi berkala tentang berbagai hal yang

berkaitan dengan ASI dan MPASI kepada remaja putri, ibu hamil dan ibu

menyusui, ayah serta keluarga

d. Integrasi PMBA pada pelatihan pra nikah

e. Mengintegrasikan peningkatan PMBA pada upaya kesehatan berbasis

masyarakat (Gerakan Sayang Ibu, Posyandu dan lain-lain)

10. PMBA Pada Situasi Sulit

Tujuan : Mendukung dan melindungi praktek PMBA yang optimal pada

situasi darurat dan situasi khusus

Kegiatan:

a. Mengembangkan dan memutakhirkan pedoman PMBA pada situasi sulit.

b. Sosialisasi pedoman PMBA pada situasi darurat dan khusus kepada pihak-

pihak yang terkait termasuk fasilitas pelayanan kesehatan.

Page 27: Pemberian Makanan Bayi Anak

23

c. Mengintegrasikan PMBA pada kebijakan, program dan tata laksana

penanggulangan bencana.

d. Meningkatkan kesadaran dan ketrampilan petugas kesehatan mengenai

prinsip-prinsip pemberian makanan bayi dan balita pada situasi darurat dan

situasi khusus.

e. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan mengenai konseling

pemberian ASI dan MPASI termasuk pada ibu dengan HIV, serta integrasi

pelayanan konseling tersebut dengan program pencegahan penularan HIV

dari ibu ke anak.

11. Data dan Informasi

Tujuan : Tersedianya data dan informasi tentang penyelenggaraan dan

pencapaian peningkatan PMBA

Kegiatan:

a. Pengumpulan dan pemetaan data ( kuantitatif dan kualitatif )

b. Distribusi data dan informasi

c. Pemanfaatan data untuk dasar pengembangan kebijakan, program dan

kegiatan peningkatan PMBA

12. Riset dan Pengembangan Tekhnologi

Tujuan :

Melakukan identifikasi tradisi yang mempengaruhi PMBA dan pengembangan

teknologi sederhana dalam memanfaatkan bahan lokal untuk MPASI

Kegiatan:

a. Riset operasi untuk menekan tradisi negatif yang tidak mendukung PMBA

b. Riset evaluasi

c. Pengembangan teknologi sederhana dengan memanfaatkan bahan makanan

lokal dan murah untuk MPASI.

Page 28: Pemberian Makanan Bayi Anak

24

BAB IV

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PIHAK TERKAIT

Untuk menjamin terlaksananya strategi PMBA, pihak terkait harus

mensepakati dan konsekuen dalam melaksanakan peran dalam wadah koordinasi.

Peran dan tanggung jawab sebagai berikut :

PERAN TANGGUNG JAWAB

1. Pengembangan peraturan perundang-undangan

dan kebijakan

Sekretariat Negara

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Kementerian Dalam Negeri

Bappenas

Kementerian Kesehatan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota,

DPR, DPRD Propinsi / Kabupaten / Kota

2. Pengawasan pemasaran susu formula. Kementerian Perdagangan

Kementerian Perindustrian

Kementerian Kesehatan

Badan POM & Balai POM

Pemerintah Propinsi / Kabupatan / Kota

PKK

LSM

3. Pengawasan produk makanan bayi dan

anak usia dini sesuai standar

produksi makanan (codex alimentarius)

Kementerian Perdagangan

Kementerian Perindustrian

Kementerian Kesehatan

Kementerian Pertanian

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Badan POM & Balai POM

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

PKK

LSM

Page 29: Pemberian Makanan Bayi Anak

25

4. Pelaksanaan revitalisasi rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan sayang bayi

Kementerian Kesehatan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak

Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Organisasi profesi antara lain IDI, IDAI,

POGI, IBI, PPNI, PERSAGI

Asosiasi RS (Persi, Arsada)

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

dan Swasta

5. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan Kementerian Kesehatan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

dan Swasta

Kementerian Pendidikan Nasional

Organisasi Profesi

Perguruan Tinggi

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

6. Advokasi dan promosi PMBA Kementerian Menko Kesra

Kementerian Komunikasi dan Informasi

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kementerian Kesehatan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak

Kementerian Pendidikan Nasional

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

Mass Media

PKK

LSM

7. Perlindungan pekerja perempuan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak

Kementerian Kesehatan

Kementerian Perdagangan

Kementerian Perindustrian

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

Sektor Swasta (pemberi kerja)

Page 30: Pemberian Makanan Bayi Anak

26

Asosiasi Buruh

8. Pemberdayaan masyarakat Kementerian Dalam Negeri

Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi

Kementerian Kesehatan

Kementerian Agama

Kementerian Sosial

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

Organisasi Profesi

PKK

LSM

9. Pemberdayaan ibu, bapak dan keluarga Sektor Kesehatan

Sektor Agama

Sektor Pemberdayaan Perempuan

Pemda Propinsi / Kabupaten / Kota

PKK

LSM

Organisasi Profesi

Mass Media

10. Pelaksanaan pemberian ASI dan

MPASI pada situasi sulit

Kementerian Kesehatan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB), dan Badan Daerah

Organisasi Profesi

PKK dan LSM

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

11. Data dan Informasi Badan Pusat Statistik (BPS)

Kementerian Kesehatan

Pemerintah propinsi/kabupaten/kota

Perguruan Tinggi

12. Riset dan pengembangan tekhnologi Pusat Kajian / Penelitian

Perguruan Tinggi

Kementerian Kesehatan

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota

Page 31: Pemberian Makanan Bayi Anak

27

BAB V

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan PMBA merupakan

bagian penting untuk mengetahui proses pelaksanaan dan hasil kegiatan PMBA.

Pemantauan dilaksanakan sejak tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan

kegiatan PMBA agar diketahui permasalahan yang dihadapi dan dilakukan

perbaikan segera apabila timbul permasalahan.

A. Tujuan

Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk :

1. Mengetahui perkembangan kegiatan dalam pelaksanaan Strategi Peningkatan

PMBA.

2. Mengidentifikasi masalah yang ditemukan dan upaya pemecahan masalah.

3. Mengetahui keberhasilan kegiatan peningkatan PMBA.

4. Mengetahui dampak pelaksanaan Strategi Peningkatan PMBA

B. Komponen

Komponen yang dipantau dan dievaluasi adalah komponen masukan (input),

proses, hasil dan dampak pelaksanaan strategi meliputi:

1. Forum koordinasi pelaksanaan kegiatan lintas sektor terkait dalam

peningkatan PMBA.

2. Pemenuhan kebijakan, norma standar, prosedur, kriteria pemberian ASI dan

MPASI pada Sektor / Propinsi / Kabupaten / Kota.

3. Terlaksananya Standar Pelayanan Minimal (SPM)

4. Program Peningkatan PMBA.

5. Kelompok pendukung ASI di tingkat masyarakat.

6. Konselor ASI.

7. Jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih mengenai konseling menyusui

dan pemberian MPASI

8. Jumlah Rumah sakit / fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan 10

langkah menuju keberhasilan menyusui.

Page 32: Pemberian Makanan Bayi Anak

28

9. Kegiatan pemantauan dan penegakan hukum pemasaran susu formula.

10. Perusahaan yang memberikan fasilitas menyusui.

11. Cakupan bayi yang mendapat ASI pada 1 jam pertama kelahiran (IMD)

12. Cakupan menyusui ASI eksklusif 6 bulan.

13. Cakupan pemberian ASI pada anak usia 12-15 bulan

14. Cakupan pemberian MPASI mulai 6 bulan.

15. Cakupan anak usia 24 bulan yang masih mendapat ASI.

16. Prevalensi balita kurang gizi (BB/U z-score < -2SD).

17. Prevalensi balita pendek (TB/U z-score < -2SD)

18. Angka kematian bayi/balita.

19. Permasalahan pelaksanaan strategi PMBA.

C. Metoda

1. Self assessment (Penilaian Diri Sendiri)

2. Pengamatan lapangan dan wawancara menggunakan instrument yang telah

ditetapkan.

3. Pertemuan koordinasi.

4. Pencatatan dan pelaporan rutin.

5. Studi evaluasi.

6. Survei nasional (seperti SDKI, Susenas, Riskesdas)

D. Pelaksana

Pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan sendiri oleh pihak yang melaksanakan

Strategi PMBA maupun dari luar pihak pelaksana, misalnya lembaga penelitian

dan/atau perguruan tinggi.

E. Waktu

Pemantauan dilaksanakan secara periodik minimal dua kali setahun mulai tahap

perencanaan sampai tahap pelaksanaan kegiatan Strategi PMBA. Sedangkan

evaluasi dapat dilaksanakan setiap tahun.

Page 33: Pemberian Makanan Bayi Anak

29

F. Pelaporan

1. Setiap pihak menyampaikan laporan hasil pelaksanaan kegiatan PMBA

kepada koordinator atau ketua kelompok kerja masing-masing selanjutnya

secara langsung disampaikan kepada Camat, Bupati/Walikota, Gubernur dan

Menko Kesra.

2. Hal - hal yang dilaporkan meliputi antara lain komponen yang dipantau

(BAB V B), sesuai dengan tugas pilihan program/kegiatan yang dilakukan.

Pelaporan menggunakan format dan sistem yang berlaku di masing-masing

pihak.

Page 34: Pemberian Makanan Bayi Anak

30

BAB VI

PENUTUP

Strategi PMBA disusun untuk menjadi rujukan dalam menetapkan kebijakan,

program dan kegiatan terkait dengan PMBA. Strategi juga dimaksudkan untuk

meningkatkan kesadaran dan menserasikan langkah dalam meningkatkan kualitas

hidup dan tumbuh kembang melalui PMBA yang optimal. Dalam strategi ditetapkan

cara pemberian makan bayi dan anak usia dini dalan kondisi “normal” dan dalam

situasi sulit (darurat dan khusus). Ditetapkan pula strategi untuk meningkatkan

kualitas dan cakupan PMBA. Pelaksanaan program dan kegiatan PMBA melibatkan

berbagai pihak baik pemerintah, perguruan tinggi, pihak swasta, organisasi profesi,

PKK, LSM juga keluarga dan masyarakat.

Strategi akan berhasil bila ada upaya intensif untuk meningkatkan komitmen

politik, investasi publik, kesadaran dan sikap petugas kesehatan, peran keluarga dan

masyarakat dan kolaborasi berbagai pihak dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia. Setiap program dan kegiatan seharusnya dilakukan berkesinambungan

dalam satu forum koordinasi yang efektif pada setiap lembaga, wilayah maupun

kelompok kerja. Forum koordinasi tersebut diharapkan secara berkala memantau

kemajuan program dan menserasikan langkah kedepan. Selain koordinasi hal

penting lainnya yang menjamin keberhasilan PMBA adalah adanya data baik

kuantitatif maupun kualitatif yang mendukung pelaksanaan Strategi PMBA.

Keberhasilan PMBA merupakan jaminan kualitas anak kini dan masa depan.

Page 35: Pemberian Makanan Bayi Anak

31

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2008, Statistik Kesejahteraan Rakyat Welfare Statistics,

2007.

Kementerian Dalam Negeri, dkk, 2005. Strategi Nasional Peningkatan

Pemberian Air Susu Ibu Sampai Tahun 2005. Jakarta: Direktorat Gizi

Masyarakat

Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan

Penanggulangan Gizi Buruk, Depkes, 2005.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil Kesehatan.

Indonesia, 2005.

Kementerian Kesehatan, 2005. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal

(SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Direktorat Gizi

Masyarakat. Jakarta

Kementerian Kesehatan, 2006. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan

Tahun 2005-2009. Kementerian Kesehatan. Jakarta

Innocenti Declaration 2005 on Infant and Young Child Feeding. Florence,

Italy, 2005.

WHO/UNICEF, 1981. International Code of Marketing of Breastmilk

Substitutes

WHO/UNICEF, 2002. Global Strategy on Infant and Young Child Feeding

WHO/UNICEF, 2003. Planning Guide for National Implementation of the

Global Strategy on Infant and Young Child Feeding

Page 36: Pemberian Makanan Bayi Anak

32

Lampiran 1.

KEGIATAN PMBA

OLEH PARA PEMANGKU KEPENTINGAN ( STAKE HOLDERS )

1. Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat

a. Mengkoordinasikan kebijakan sektor terkait dalam PMBA

b. Mengkoordinasikan sektor terkait dalam melakukan advokasi dan sosialisasi

kepada Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan

PMBA.

c. Mensinergikan kemitraan dengan badan dunia dan lembaga donor

internasional.

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.

2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

a. Mengkoordinasikan dan mensinkronkan perencanaan kegiatan PMBA di

masing-masing sektor terkait.

b. Mengintegrasikan kegiatan PMBA ke dalam rencana pembangunan jangka

panjang, menengah dan tahunan di masing-masing sektor terkait.

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

3. Kementerian Kesehatan

a. Membuat peraturan dan pedoman yang mendukung pelaksanaan PMBA di

Rumah Sakit, Puskesmas dan jaringannya.

b. Membuat kebijakan penerapan pelaksanaan PMBA dalam situasi khusus dan

darurat.

c. Menyusun dan mensosialisasikan standarisasi makanan bayi dan anak.

d. Mengembangkan materi KIE tentang PMBA Menyediakan dan memperluas

media KIE tentang PMBA

e. Menyediakan tenaga konselor menyusui di Rumah Sakit dan Puskesmas.

f. Mengkoordinasikan kegiatan PMBA yang dilaksanakan sektor kesehatan di

daerah.

g. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA

h. Mengintegrasikan materi PMBA pada kurikulum pendidikan tenaga

kesehatan, formal, non formal dan informal.

i. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

Page 37: Pemberian Makanan Bayi Anak

33

4. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

a. Membuat peraturan yang mendukung praktek menyusui di tempat kerja,

misalnya cuti bersalin, tersedianya ruang menyusui dan fasilitas untuk

memerah ASI

b. Memantau pelaksanaan peraturan PMBA di tempat kerja

c. Melakukan pembinaan dan memberikan penghargaan terhadap perusahaan

agar melaksanakan kegiatan PMBA

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

5. Kementerian Agama

a. Memfasilitasi lembaga keagamaan yang berkompeten mengeluarkan fatwa

atau pernyataan menurut pandangan agama yang mendukung PMBA

b. Mengintegrasikan materi PMBA dalam konseling pra nikah

c. Mengintegrasikan materi PMBA pada nasihat pernikahan

d. Mengintegarasikan materi PMBA pada kurikulum pendidikan agama

e. Menyebarluaskan KIE tentang PMBA kepada orgasnisasi, lembaga

keagamaan dan tempat-tempat ibadah

f. Melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang pemberian makanan yang

halal pada bayi dan anak

g. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Pemberian ASI dan MPASI

6. Kementerian Dalam Negeri

a. Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan

PMBA di Daerah.

b. Mengkoordinasikan pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat

sehingga masyarakat mampu secara mandiri melaksanakan kegiatan PMBA

c. Memfasilitasi peningkatan peran serta masyarakat termasuk PKK dan LSM

PMBA.

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA.

7. Kementerian Komunikasi dan Informatika

a. Menyebarluaskan materi KIE tentang PMBA melalui jaringan media massa

b. Melaksanakan kampanye PMBA

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

Page 38: Pemberian Makanan Bayi Anak

34

8. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

a. Melaksanakan fungsi sebagai „focal point’ Komite Nasional Peningkatan

Pemberian ASI dan MPASI

b. Memotivasi LSM dan organisasi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam

pelaksanaan kegiatan PMBA

c. Memberdayakan perempuan untuk melaksanakan kegiatan PMBA

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

9. Badan Pengawas Obat dan Makanan

a. Membuat standard dan pedoman teknis produk pangan makanan bayi dan

anak

b. Mengeluarkan izin edar produk makanan bayi dan anak sesuai standar

c. Melakukan pengawasan pemasaran produk pangan makanan bayi dan anak

yang beredar termasuk iklan

d. Mengeluarkan sertifikat untuk produsen makanan bayi dan anak yang telah

memenuhi persyaratan cara produksi pangan bayi dan anak yang baik

e. Memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar peraturan

perundangan yang berlaku

f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

10. Kementerian Perindustrian

a. Melakukan advokasi pelaksanaan PMBA bersama dengan Kemenkokesra

dan instansi terkait lainnya

b. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

11. Kementerian Perdagangan

a. Melakukan pengendalian dan pengawasan promosi susu formula, susu

formula lanjutan dan MPASI

b. Membina dan atau mengawasi peredaran makanan bayi dan anak di

masyarakat

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

12. Kementerian Pendidikan Nasional

a. Membuat kebijakan dan pedoman yang mendukung penerapan Strategi

PMBA

b. Mengintegrasikan materi PMBA dalam kurikulum pendidikan formal, non

formal dan informal

c. Mengintegrasikan PMBA pada kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (Taman

Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan satuan PAUD sejenis)

Page 39: Pemberian Makanan Bayi Anak

35

d. Melakukan monitoring dan evaluasi penerapan PMBA terintegrasi dengan

program pendidikan

e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

13. Kementerian Sosial

a. Membuat pedoman dan peraturan yang mendukung penerapan PMBA pada

situasi khusus dan darurat

b. Menerapkan pelaksanaan PMBA dalam situasi khusus dan keadaan darurat

c. Mengintegrasikan pelaksanaan kegiatan PMBA di Taman Penitipan Anak

(TPA), panti sosial anak dan lain-lain

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

14. Kementerian Pertanian

a. Meningkatkan permintaan pangan masyarakat dalam menerapkan PMBA

berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal

b. Mengembangkan aneka pangan berbasis sumberdaya lokal yang aman dan

terjangkau

c. Meningkatkan peran pemerintah daerah dan seluruh potensi daerah dalam

memfasilitasi dan pengembangan program dan kegiatan PMBA berbasis

sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

15. Kementerian Kelautan dan Perikanan

a. Melakukan advokasi pelaksanaan PMBA yang teringrasi dengan proram

gerakan memasyarakatkan makan ikan (Gemarikan) bersama instansi terkait

b. Mensosialisasikan teknologi pengolahan hasil perikanan untuk pembuatan

MP-ASI

c. Meningkatkan ketersediaan produk olahannya sesuai potensi wilayah untuk

mendukung pembuatan MP-ASI

d. Meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan dalam upaya

mendukung pembuatan MP-ASI dan pelaksanaan PMBA

e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

16. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

Peran dan tanggung jawab

a. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA melalui

kegiatan BKB

b. Mengintegrasikan PMBA pada kegiatan konseling Keluarga berencana

Page 40: Pemberian Makanan Bayi Anak

36

c. Menyebarluaskan informasi tentang PMBA melalui kader Bina Keluarga

Balita (BKB)

d. Menfasilitasi pelatihan petugas lapangan KB dan kader tentang PMBA

e. Mengintegrasikan materi PMBA ke dalam materi BKB

f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Pemberian ASI dan MPASI

17. Pemerintah Propinsi

a. Menyusun dan/atau merevisi berbagai kebijakan propinsi terkait PMBA

b. Koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan

c. Mendorong pengembangan Rumah Sakit dan sarana kesehatan yang

melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

d. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat

e. Melaksanakan KIE PMBA

f. Membina Pelaksanaan PMBA di kab/kota

g. Pemantauan dan evaluasi

18. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan/atau merevisi berbagai kebijakan kabupaten/kota terkait

PMBA

b. Koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan

c. Mendorong pengembangan Rumah Sakit dan sarana kesehatan yang

melaksanakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui

d. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat

e. Melaksanakan KIE PMBA

f. Mengembangkan data dan informasi

g. Pemantauan dan evaluasi

19. Organisasi Profesi (IDI, IDAI, PDGMI, POGI, IBI, PPNI, PERSAGI, ASDI, dll)

a. Mendorong terbitnya peraturan yang mendukung pelaksanaan PMBA di

tempat kerja (cuti bersalin, tersedianya ruang menyusui, tempat

penyimpanan ASI, TPA dan lain-lain)

b. Melakukan konseling untuk membantu keluarga dan masyarakat agar

mampu melaksanakan kegiatan PMBA

c. Mengintegrasikan materi PMBA dalam kurikulum pendidikan profesi

d. Menyebarluaskan informasi tentang PMBA

e. Memotivasi fasilitas pelayanan kesehatan untuk melaksanakan kegiatan

PMBA

f. Mengeluarkan regulasi bagi anggota untuk mendukung pelaksanaan PMBA,

termasuk memberi sanksi bagi yang melanggar peraturan terkait PMBA

Page 41: Pemberian Makanan Bayi Anak

37

g. Menggerakkan masyarakat untuk mampu menerapkan PMBA

h. Melakukan pemantauan tumbuh kembang bayi dan anak sebagai penerapan

PMBA

i. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

20. Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi

a. Melakukan review dan evaluasi pelaksanaan kegiatan PMBA

b. Melakukan penelitian dan pengembangan yang terkait dengan PMBA

c. Memberikan rekomendasi yang “evidence base” kepada pengambil

kebijakan

d. Mengintegrasikan materi PMBA pada kegiatan pengabdian masyarakat

maupun kurikulum perguruan tinggi

e. Mempublikasikan hasil penelitian kepada semua sektor dan mitra terkait

f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

21. Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

a. Memotivasi TP-PKK daerah untuk melaksanakan PMBA

b. Menggerakkan masyarakat untuk menerapkan PMBA

c. Menyebarluaskan informasi PMBA melalui berbagai media

d. Melaksanakan kegiatan Peningkatan PMBA melalui Posyandu dan

kelompok dana wisma

e. Memberdayakan keluarga untuk mampu menerapkan PMBA

f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA

22. Lembaga Swadaya Masyarakat (lokal, nasional dan internasional)

a. Mendorong pemerintah untuk menegakkan sanksi terhadap produsen

makanan bayi dan anak, serta fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar

peraturan yang telah ditetapkan

b. Menyebarluaskan informasi tentang PMBA

c. Membentuk kelompok pendukung menyusui sebagai bagian dari tujuan

peningkatan PMBA

d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PMBA