PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

94
1 PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10% MENINGKATKAN EPITELISASI PADA PENYEMBUHAN LUKA KULIT MENCIT (Mus Musculus) IRMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Transcript of PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

Page 1: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

1

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10% MENINGKATKAN EPITELISASI PADA

PENYEMBUHAN LUKA KULIT MENCIT (Mus Musculus)

IRMA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 2: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

2

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10% MENINGKATKAN EPITELISASI PADA

PENYEMBUHAN LUKA KULIT MENCIT (Mus Musculus)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IRMA NIM: 1190761008

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 3: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

3

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL JULI 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp. And.,FAACS Dr.dr. Ida Sri Iswari,

Sp.MK., M.Kes

NIP. 194612131971071001 NIP.

196105051990022001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp. And.,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka

Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 194612131971071001 NIP.

195902151985102001

Page 4: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

4

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal : 8 Juli 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana

No : 1888/UN14.4/HK/2014

Tanggal : 26 Juni 2014

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS

Anggota :

1. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes

2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

3. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And

4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

Page 5: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

5

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

perlindunganNya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul

“Pemberian Krim Ekstrak Sarang Walet 10% Meningkatkan Epitelisasi Pada

Penyembuhan Luka Kulit Mencit(Mus Musculus)” .

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir untuk

memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Ilmu Kedokteran Biomedik,

Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini, penulis dengan rasa hormat mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS selaku ketua Program

Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Universitas

Udayana sekaligus selaku Pembimbing I yang dengan ketulusannya

memberikan dorongan, semangat serta meluangkan banyak waktu dan

perhatian untuk membimbing, memberi masukan, dan saran yang sangat

berharga kepada penulis selama mengikuti program magister ini,

khususnya dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp. MK., M.Kes selaku pembimbing II yang dengan

kesabaran terus memberikan semangat, dorongan, perhatian dan selalu

menyempatkan diri untuk memberi bimbingan khususnya dalam

penyusunan tesis ini.

Page 6: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

6

3. Prof. Dr. dr. I Gusti Aman, Sp. FK selaku penguji yang dengan sabar telah

meluangkan waktu serta memberikan dorongan, semangat dan masukan

yang sangat bernilai dalam penyusunan tesis ini.

4. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp And selaku penguji yang telah

banyak memberikan dorongan dan masukan yang membuat penyusunan

tesis ini terselesaikan.

5. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD selaku penguji yang telah banyak

memberikan saran dan masukan selama penyusunan tesis ini.

6. Prof Dr dr Nyoman Adiputra, MOH selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan dorongan dan bimbingan selama mengikuti program

magister.

7. Prof.Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil, Kepala UPT Laboratorium

Kimia Analitik Unud, yang dengan tulus telah sangat membantu penulis

sehingga terlaksananya penelitian ini.

8. Bapak Gede Wiranatha selaku staf Laboratory Animal Unit, bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah banyak

membantu pelaksanaan penelitian ini.

9. Drh. Ida Bagus Oka Winaya M.Kes selaku ahli histopatologi pada

Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang

senantiasa mendorong penulis untuk selalu memperluas pengetahuan.

Terimakasih penulis sampaikan pada suami tercinta, Alan dan anak

Page 7: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

7

tersayang, Yohanes yang telah banyak berkorban dan memberikan

motivasi serta mendampingi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada staf administrasi

serta rekan-rekan sejawat di Program Magister, program Studi Ilmu

Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine atas bantuan dan

dukungannya.

Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu penulis memohon maaf atas semua kesalahan yang mungkin ada.

Kritikan serta saran akan penulis terima dengan senang hati untuk

menghasilkan penelitian yang lebih baik.

Penulis

Page 8: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

8

ABSTRAK

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10% MENINGKATKAN EPITELISASI PADA PENYEMBUHAN LUKA KULIT MENCIT (Mus Musculus) Sarang burung walet adalah bahan makanan yang sudah dikenal sejak jaman sebagai bahan antiaging. Namun belum banyak bukti penelitian ilmiahnya. Sarang burung walet terbuat dari mucin yang mengandung sialic acid tinggi, kandungan ini diduga bersifat mitogenic. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui krim ekstrak sarang walet meningkatkan proses penyembuhan luka dengan parameter epitelisasi dan neovaskularisasi.

Penelitian eksperimental ini menggunakan Post test only control group design. Penelitian dilakukan di Laboratory Animal Unit bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana menggunakan 32 ekor mencit (mus musculus) sebagai sampel. Mencit dipilih secara random dan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok kontrol 16 mencit dan kelompok perlakuan 16 mencit. Mencit kemudian dilukai dengan punch biopsy 6 mm di punggungnya, kemudian dioleskan krim basis pada kelompok kontrol dan krim ekstrak sarang walet 10% pada kelompok perlakuan setiap hari. Pada hari keempat 8 mencit dari kelompok kontrol dan 8 mencit kelompok perlakuan dibunuh. untuk diperiksa secara histologis. Pada hari ketujuh 8 mencit kelompok kontrol dan 8 mencit kelompok perlakuan dibunuh untuk diperiksa secara histologis.

Berdasarkan hasil analisis celah luka pada hari keempat kelompok krim ekstrak sarang walet 10% (P1) rerata 2,67±0,38 mm dibandingkan kelompok kontrol (P0) dengan rerata 3,50±0,72 mm dengan uji parametrik t independent menunjukkan penurunan yang bermakna (p<0,05). Jumlah neovaskularisasi pada kelompok kontrol (P0) rerata 18,38±1,06 dan perlakuan krim ekstrak sarang walet 10% (P1) rerata 18,12±0,83 dengan uji parametrik t independent tidak didapatkan penurunan neovaskularisasi bermakna (p >0,05). Tebal epitel pada hari ketujuh kelompok krim ekstrak sarang walet 10% (P3) rerata 46,27±6,41 µm dibandingkan kelompok kontrol (P2) dengan rerata 129,62±60,98 µm dengan uji parametrik t independent menunjukkan penurunan yang bermakna (p<0,05). Jumlah neovaskularisasi pada kelompok kontrol (P2) rerata 17,12±0,83 dan perlakuan krim ekstrak sarang walet 10% (P3) rerata 8,37±1,06 dengan uji parametrik t independent didapatkan penurunan neovaskularisasi bermakna (p <0,05).

Kesimpulan penelitian ini krim ekstrak sarang walet dapat meningkatkan epitelisasi tetapi tidak meningkatkan neovaskularisasi pada penyembuhan luka pada hari keempat.

Kata kunci: krim ekstrak sarang walet, penyembuhan jaringan luka, mencit

Page 9: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

9

ABSTRACT APPLICATION OF EDIBLE BIRD NEST EXTRACT 10% CREAM

INCREASE EPITHELIALIZATION WOUND HEALING IN SKIN MICE ( MUS MUSCULUS )

Bird's nest is a food that has been known since antiquity as an antiaging ingredient. However, scientific research has not been much in evidence. Bird's nest made of mucin containing sialic acid high, is thought to be mitogenic content. This study was aimed to testing that application of edible bird nest extract 10% cream increase process of wound healing by epithelialization and neovascularization parameters.

This experimental study using post-test only control group design. The study was conducted at the Laboratory Animal Unit of Pharmacology Faculty of Medicine, part of the University of Udayana using 32 mice (mus musculus) as a sample. Mice were randomly selected and divided into two groups. Group of 16 control mice and 16 mice treated groups. Mice were then wounded with a 6 mm punch biopsy on his back, then applied daily the cream base in the control group and edible bird nest extract 10% cream in the treatment group. On the fourth day 8 mice of the control group and the treatment group 8 mice were killed every day. to be examined histologically. On the seventh day 8 mice control group and 8 mice from the treatment group were killed to be examined histologically.

Based on the results of the gap analysis group wound on the fourth day edible bird nest cream extract 10% (P1) averaged 2.67 ± 0.38 mm compared to the control group (P0) with a mean of 3.50 ± 0.72 mm with parametric independent t test showed a decrease significant (p <0.05). Number of neovascularization in the control group (P0) of 18.38 ± 1.06 and the mean treatment edible bird nest extract 10% cream (P1) with a mean of 18.12 ± 0.83 parametric independent t test found no significant reduction in neovascularization (p> 0, 05). Thick epithelium on the seventh day cream group edible bird nest extract 10% (P3) averaged 46.27 ± 6.41 µm compared to the control group (P2) with a mean of 129.62 ± 60.98 µm with parametric independent t test showed a significant decrease (p <0.05). Number of neovascularization in the control group (P2) averaged 17.12 ± 0.83 and treatment cream edible bird nest extract 10% (P3) with a mean of 8.37 ± 1.06 parametric independent t test found a significant decrease in neovascularization (p <0.05 ). Conclusion This study edible bird nest extract cream can improve epithelialization but does not improve neovascularization in wound healing on day four. Keywords: cream edible bird nest extract, tissue wound healing, mice

Page 10: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

10

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM.......................................................................................... i

PRASYARAT GELAR.................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................. iv

UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. v

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ............................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 6 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 6 1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 1.4.1 Manfaat Ilmiah....................................................................... 7 1.4.2 Manfaat Khusus ..................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 8

2.1 Penuaan ......................................................................................... 8 2.1.1Definisi ................................................................................... 8 2.1.2 Penyebab Penuaan ................................................................. 8 2.1.3 Teori Proses Penuaan ............................................................. 9

2.2 Anti Penuaan……………………………………………………….13 2.3 Penuaan Kulit ............................................................................... 14 2.4 Definisi Luka ................................................................................ 15 2.5 Proses Penyembuhan Luka ........................................................... 16

2.5.1Growth Factor Dalam Penyembuhan Luka ........................... 21 2.5.2Glucosaminoglycan................................................................. 22

2.6 Ekstrak Sarang Walet ................................................................... 23 2.6.1 Penelitian Ilmiah Khasiat Ekstrak Sarang Burung Walet ..... 26 2.6.2 Kandungan Ekstrak Sarang Burung Walet ........................... 28 2.6.3 Sialic Acid ........................................................................... 28

2.7 Krim ............................................................................................. 31

Page 11: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

11

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ......................................................................................................................... 32

3.1 . Kerangka Berpikir ....................................................................... 32 3.2 . Konsep ........................................................................................ 34 3.3 . Hipotesis Penelitian ..................................................................... 35

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 36

4.1 Rancangan Penelitian .................................................................... 36 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 37 4.3 Sampel ......................................................................................... 37

4.3.1 Perhitungan Besar Sampel ................................................... 37 4.3.2 Kriteria Sampel .................................................................... 38

4.4 Variabel ........................................................................................ 38 4.4.1 Klasifikasi Variabel ............................................................. 38 4.4.2 Definisi Operasional Variabel .............................................. 38

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian .................................................... 41 4.5.1 Bahan Penelitian .................................................................. 41

4.5.1.1 Pembuatan Ekstrak Sarang Walet............................. 41 4.5.1.2 Pembuatan Bahan Dasar Krim ................................. 41 4.5.1.3 Pembuatan Krim Ekstrak Sarang Walet ................... 42

4.5.2 Instrumen ............................................................................ 43 4.5.2.1 Kandang ................................................................... 43 4.5.2.2 Hewan Percobaan ..................................................... 43

4.6 Prosedur Penelitian ....................................................................... 44 4.7 Alur Penelitian .............................................................................. 47 4.8 Analisis Data ................................................................................ 48

BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………49 5.1 Uji Normalitas Data ……………………………………………… . 49 5.2 Homogenitas Data……………………………………………… .... 51 5.3 Uji Efek Perlakuan Setelah Pemberian Krim Ekstrak sarang wallet

4 hari ............................................................................................. 51 5.3.1 Epitelisasi ............................................................................. 51

5.3.2Neovaskularisasi .................................................................... 52 5.4 Uji Efek Perlakuan Setelah Pemberian Krim Ekstrak sarang walet 7 hari .................................................................................... 53

5.4.1 Epitelisasi .............................................................................. 53 5.4.2Neovaskularisasi .................................................................... 53

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 55 6.1 Subyek Penelitian ........................................................................ 55

6.2 Distribusi dan Varian Subyek Penelitian ...................................... 55 6.3 Efek krim ekstrak sarang walet 10% ............................................ 56 6.3.1 Pembahasan Hasil Perbandingan Rerata Epitelisasi ............. 57 6.3.2 Pembahasan Hasil Perbandingan Rerata Neovaskularisasi ... 58

Page 12: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

12

6.4 Mekanisme Dan Efek Krim Ekstrak Sarang Walet 10% Dalam Jaringan Luka .............................................................................. 60 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63 LAMPIRAN Lampiran1 Konversi perhitungan untuk berbagai jenis(spesies) hewan uji dan

manusia dalam Get dan Barnes (1994) Lampiran 2 Analisis Data Lampiran 3 Foto penelitian dan Jaringan Kulit Mencit Lampiran 4 Hasil Uji Laboratorium krim ekstrak sarang walet Lampiran 5 Hasil Uji Laboratorium sarang burung walet Lampiran 6 Ethical clearance

Page 13: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

13

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perubahan Histologis Dari Aging Skin ............................................... 14 Tabel 2.2 Normal Wound Healing Process ........................................................ 17 Tabel 2.3 Sinyal Growth Factor Pada Daerah Luka .......................................... 21 Tabel 2.4 Distribusi Asam Amino (Mg/G) Pada Ekstrak Sarang Burung Walet29 Tabel 4.1 Formula Basis Krim .......................................................................... 42 Tabel 4.2 Formula Krim Ekstrak Sarang Walet ................................................. 43 Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Epitelisasi dan Neovaskuler...................... 50 Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok data epitelisasi dan

neovaskulerisasi ................................................................................ 51 Tabel 5.3 Rerata celah luka antar kelompok sesudah perlakuan 4 hari ............... 52 Tabel 5.4 Rerata jumlah neovaskular antar kelompok sesudah perlakuan 4 hari..52 Tabel 5.5 Rerata tebal epitel antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari .............. 53 Tabel 5.6 Rerata jumlah neovaskular antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari 53

Page 14: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

14

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN

Gambar 2.1 Skema Fase Penyembuhan Luka Dan Sel/Mediator Dan Kejadian

Yang Terlibat ................................................................................. 20

Gambar2.2 Collocalia Fuchipaga Dan Sarang Burung Di Gedung Budidaya Walet

...................................................................................................... 24

Gambar2.3 Collocalia Maxima Dan Sarangnya ................................................. 25

Gambar 2.4 Collocalia Esculanta Dan Sarangnya .............................................. 25

Gambar 2.5 Sarang Walet Collocalia Fuciphaga ............................................... 26

Gambar 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 34

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 36

Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian ................................................................... 47

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel konversi perhitungan untuk berbagai jenis(species) hewan uji

dan manusia dalam Get dan Barnes (1994) ..................................... 68

Lampiran 2 Analisis Data ................................................................................. 69

Lampiran 3 Foto Penelitian dan Jaringan Kulit Mencit ..................................... 71

Page 15: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

15

Lampiran 4 Hasil Uji Laboratorium krim ekstrak sarang wallet ......................... 75

Lampiran 5 Hasil Uji Laboratorium sarang burung wallet ................................ 76

Lampiran 6 Ethical clearance ............................................................................ 77

Page 16: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

16

DAFTAR SINGKATAN

ADP : Adenosin diphosphate CTGF : Connective tissue growth factor ECM : Extracellular matrix EGF : Epidermal Growth Factor

FGF : Fibroblast Growth Factor

GAGs : Glycosaminoglycan HB EGF : Heparin binding Epidermal Growth Factor IGF-1 : Insulin like growth factor-1

IL-1 : Inter Leukin-1

IL-6 : Inter Leukin-6

KGF : Keratinocyte Growth Factor

MMP : Matrix metalloproteinase PDGF : Platelet Derived Growth Factor

TGF α : Transforming Growth Factor α

TGF β : Transforming Growth Factor β

TNF : Tumor necrosis factor VEGF : Vascular endothelial growth factor

Page 17: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan adalah suatu hal yang alamiah. Semakin lama kita hidup tentu

umur kita bertambah dan menjadi tua. Umumnya semakin tua kita akan semakin

sering mengalami sakit serta fungsi-fungsi tubuh menjadi berkurang. Hal tersebut

dianggap suatu hal yang wajar saat tua.

Proporsi populasi yang berumur lebih dari 60 tahun lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, sebagai hasilnya usia harapan

hidup meningkat terutama pada negara-negara maju (Darmojo, 2006).

Meningkatnya usia harapan hidup ini tentunya menggembirakan, sekaligus

merupakan bukti kesuksesan dalam kebijaksanaan kesehatan masyarakat dan

perkembangan sosial ekonomi.

Di Indonesia diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia mencapai

11,34% (Darmojo, 2006). Ini juga membawa persoalan baru untuk dihadapi yaitu

bagaimana meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas fungsional dalam

kehidupan sosial dan keamanan. Penduduk negara maju mempunyai usia harapan

hidup yang lebih panjang dibandingkan dengan negara berkembang, apalagi

terbelakang. Kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari

berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan,

menyebabkan masyarakat di negara maju mempunyai kesempatan yang lebih

Page 18: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

18

besar untuk hidup sehat dan berusia panjang dibandingkan masyarakat di negara

berkembang atau terbelakang (Pangkahila, 2007).

Penuaan terjadi karena berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut

dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa

faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi,

metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal

yang utama adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan

yang salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Namun bila faktor-faktor

penyebab itu dapat dihindari, proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat,

bahkan mungkin dihambat, dan kualitas hidup dapat dipertahankan (Pangkahila,

2007). Teori yang mendasari terjadinya proses penuaan beragam antara lain

adalah wear and tear theory, dan programmed theory. Wear and tear theory

menyatakan bahwa pada prinsipnya tubuh dan sel menjadi rusak karena terlalu

sering digunakan, dimana kerusakan terjadi secara terus menerus tidak hanya

pada organ namun juga pada tingkat sel. Programmed theory menyatakan bahwa

dalam tubuh manusia terdapat jam biologis, mulai dari proses konsepsi sampai

pada kematian dalam suatu model yang telah terprogram (Pangkahila, 2007).

Semua organ tubuh kita mengalami penuaan, termasuk kulit kita.

Semakin kita tua kulit kita akan makin menipis, karena terjadi atrofi epidermis,

kelenjar keringat, dan folikel rambut. Lemak subkutan juga turut berkurang,

sehingga daya tahan terhadap tekanan dan perubahan suhu berkurang. Penipisan

kulit tersebut menyebabkan mudah terjadi luka dan infeksi (Darmojo, 2006).

Page 19: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

19

Luka pada embrio penyembuhannya berlangsung lebih cepat, efesien

dan menghasilkan regenerasi jaringan yang sempurna. Pada orang dewasa

kebanyakan luka sembuh dengan cepat antara satu sampai dua minggu. Namun

hasil akhirnya tidak sempurna baik secara fungsi maupun estetik. Epidermal

appendages yang hilang pada daerah yang rusak tidak diregenerasi, dan ketika

luka menutup terdapat jaringan parut di mana jaringan kolagen dengan buruk

terbentuk (Martin, 1997).

Pada orang tua penyembuhan luka ternyata lebih lambat seperti yang

dilaporkan oleh Carrel dan DuNuoy pada tahun 1921. Halasz pada tahun 1961

juga melaporkan bahwa komplikasi penyembuhan luka lebih sering terjadi pada

orang yang lebih tua (Minimas, 2007). Luka kronis ini menyebabkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas jutaan pasien di seluruh dunia (Gunter, 2012).

Luka pada orang tua ternyata menimbulkan masalah sosial dan ekonomi,

seperti yang dicatat oleh Ashcroft pada tahun 2002 Inggris mengeluarkan dana

lebih dari 1 juta poundsterling per tahun untuk merawat luka akut, luka kronis dan

luka yang terhambat penyembuhannya pada orang tua (Minimas, 2007). Menurut

Bikers biaya yang dikeluarkan untuk perawatan luka kronis lebih dari 10 juta

dolar Amerika per tahun, jumlah itu adalah lebih dari separuh biaya perawatan

seluruh penyakit kulit di Amerika Serikat (Martin, 2010). Untuk itu diperlukan

adanya upaya untuk memperbaiki penyembuhan luka dengan lebih efektif,

sehingga lama perawatan luka dapat dipersingkat (Minimas, 2007).

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan dinamis untuk

mengembalikan struktur sel dan lapisan jaringan. Penyembuhan luka pada

Page 20: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

20

manusia dewasa dapat dibagi menjadi 3 fase : yaitu fase inflamasi, fase proliferasi

dan fase remodeling. Ketika terjadi luka maka tubuh akan bereaksi dengan cara

melakukan konstriksi pembuluh darah pada daerah sekitar luka, diikuti agregasi

platelet dan pembentukan fibrin (thrombus). Setelah itu terjadi infiltrasi netrofil,

infiltrasi monosit yang kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag, dan infiltrasi

limfosit. Ini disebut fase inflamasi. Fase proliferasi ditandai dengan terjadinya

reepitelisasi, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), sintesis kolagen

dan pembentukan extra cellular matrix (ECM) yaitu glicosaminoglycan (GAGs) .

Setelah itu perubahan luka berada dalam keadaan konstan yang disebut fase

remodeling yang dapat berlangsung hingga bertahun-tahun, pada fase ini terjadi

remodeling dari kolagen serta maturasi dan regresi dari pembuluh darah. Pada

fase penyembuhan luka tersebut beragam growth factor dilepaskan dan memiliki

peran yang penting dan bervariasi seperti sebagai modulator, kemotaktik dan agen

mitogen (Mercandetti, 2011).

Perawatan luka modern mengarah untuk mendukung kapasitas regenerasi

dari tubuh. Salah satunya upaya menciptakan lingkungan serupa dengan embryo.

Luka pada embryo mengalami lebih sedikit inflamasi, lebih banyak

glycosaminoglycan dan lebih cepat terjadi regenerasi. Ini menjadi fokus

termasuk penggunaan stem cells, growth factor, dan material bioaktif baru serta

kombinasi dari metode-metode tersebut, walaupun masih sedikit penelitian uji

klinis yang dilakukan terhadap metode-metode tersebut (Gunter, 2012).

Growth factor penting dalam proses penyembuhan luka, berbagai macam

growth factor seperti Epidermal growth factor (EGF), Platelet derived growth

Page 21: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

21

factor (PDGFs), transforming growth factors (TGF) α dan β, serta insulin-like

growth factor-1 (IGF-1), baik digunakan secara tunggal maupun dikombinasi

telah dicobakan pada proses penyembuhan luka dalam berbagai jaringan (Gope,

2007).

Salah satu bahan dari alam yang ditemukan memiliki efek menyerupai

growth factor adalah sarang burung walet. Dalam penelitian Kong et al (1986)

sarang walet ditemukan memiliki potensi mitogenik, dan tahun 1987 Kong et al

berhasil membuktikan adanya epidermal growth factor pada sarang walet yang

menstimulasi sintesis DNA pada fibroblast. Penelitian Kyung (2012) ekstrak

sarang burung walet dapat meningkatkan proliferasi dari stem cell yang diambil

dari jaringan adiposa manusia. Efek mitogenik dari sarang burung walet diduga

karena adanya sialic acid. Asam sialic mewakili keluarga molekul gula dengan

struktur kimia yang unik dan sangat bervariasi dan sering ditemukan dalam posisi

terminal rantai oligosakarida pada permukaan sel dan molekul yang

memungkinkan mereka untuk berperan dalam beberapa fungsi biologis penting

(Schauer dan Traving, 1998). Sarang burung walet juga kaya akan

glycosaminoglycan yang mirip dengan extracellular matrix (Nakagawa, 2007).

Sarang burung walet sudah lama dikenal dalam pengobatan tradisional

cina dan diklaim merupakan obat antiaging atau awet muda. Walaupun demikian

belum banyak bukti ilmiahnya. Penelitian in vitro mengenai efek mitogenik yang

ditimbulkan oleh ekstrak sarang burung walet telah dilakukan, namun belum

dilakukan penelitian secara in vivo untuk membuktikan adanya efek mitogenik

Page 22: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

22

tersebut. Untuk itu diperlukan adanya penelitian yang dapat membuktikan efek

mitogenik dari sarang burung walet untuk aplikasi pada penyembuhan luka.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pemberian krim ekstrak sarang walet 10 % dapat meningkatkan

epitelisasi pada penyembuhan luka mencit ?

2. Apakah pemberian krim ekstrak sarang walet 10 % dapat meningkatkan

neovaskularisasi pada penyembuhan luka mencit?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek krim ekstrak sarang walet pada proses

penyembuhan luka.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pemberian krim ekstrak sarang walet 10% dapat

meningkatkan epitelisasi pada luka kulit mencit

2. Untuk mengetahui pemberian krim ekstrak sarang walet 10% dapat

meningkatkan neovaskularisasi pada luka kulit mencit

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Memberi informasi ilmiah tentang kemampuan ekstrak sarang burung

walet topikal dalam mempercepat dan memperbaiki penyembuhan luka.

Page 23: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

23

1.4.2 Manfaat Praktis

Bila penelitian ini terbukti dapat memberi informasi tentang sarang burung

walet dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengobatan luka sehingga

penyembuhan lebih efektif dan menghasilkan penutupan luka yang lebih

sempurna pada manusia setelah dibuktikan dengan clinical trial.

Page 24: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

2.1.1 Definisi

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki

kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan

kehilangan daya tahan terhadap infeksi, dan semakin banyak distorsi metabolik

dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif (seperti hipertensi,

aterosklerosis, diabetes melitus, dan kanker), yang akan menyebabkan kita

mengakhiri hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark

myokard, koma asidotik, metastasis kanker dan sebagainya (Darmojo, 2006).

2.1.2 Penyebab penuaan

Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses

penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa kepada

kematian. Pada dasarnya faktor itu dikelompokkan menjadi faktor internal dan

eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang,

proses glikosilasi, metilasi, apotosis, sistem kekebalan yang menurun, dan

genetik. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat,

kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (Pangkahila, 2007).

Page 25: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

25

2.1.3 Teori proses penuaan

Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses

penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu wear and tear theory dan programmed theory (Goldmann dan

Klatz, 2003).

2.1.3.1 Wear and tear theory

Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah

lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terus menerus.

Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang ahli

biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh dan selnya menjadi

rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Kerusakan tidak

terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel (Goldmann dan Klatz,

2003).

Hal ini berarti walaupun seseorang tidak pernah merokok, minum

alkohol, dan hanya mengonsumsi makanan alami, dengan menggunakan organ

tubuh secara biasa saja, pada akhirnya terjadi kerusakan. Penyalahgunaan organ

tubuh membuat kerusakan lebih cepat. Karena itu, tubuh menjadi tua, sel

merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya. Pada masa

muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan kompensasi

terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal berlebihan (Goldmann dan

Klatz, 2003).

Dengan menjadi tua, tubuh kehilangan kemampuan memperbaiki

kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua meninggal karena penyakit

Page 26: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

26

yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini meyakini pemberian suplemen

yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan

proses penuaan. Mekanismenya dengan merangsang kemampuan tubuh untuk

melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Goldman dan

Klatz, 2003).

Teori wear and tear meliputi:

1. Teori kerusakan DNA

Tubuh mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri (DNA repair).

Proses penuaan sebenarnya berarti proses penyembuhan yang tidak sempurna dan

sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus menerus (Darmojo,

2006). Kerusakan DNA menumpuk dalam waktu lama, yang mencapai suatu

keadaan dimana basis molekul sebanarnya sudah rusak berat. Kerusakan

molekuler dapat terjadi karena faktor dari luar, seperti radiasi, polutan, asap rokok

dan mutagen kimia (Pangkahila, 2007).

2. Teori penuaan radikal bebas

Teori radikal bebas merupakan salah satu teori tentang penuaan, yang

diperkenalkan oleh Gerschman kemudian dikembangkan oleh Denham

Harman. Teori ini menekankan bahwa radikal bebas dapat merusak sel – sel

tubuh manusia (Goldman dan Klantz, 2003). Radikal bebas adalah suatu molekul

yang mempunyai satu atau lebih elekron yang tidak berpasangan pada orbital

luarnya, bersifat sangat reaktif, dengan cara menarik elektron molekul yang ada

disekitarnya, mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru, sehingga akan

terjadi reaksi rantai (Sadikin, 2001).

Page 27: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

27

Kerusakan yang ditimbulkan akibat radikal bebas dimulai ketika lahir

dan terus berlanjut hingga meninggal dunia.Ketika masih muda dampak yang

ditimbulkan bersifat minor karena tubuh memiliki mekanisme perbaikan dan

penggantian yang masih berfungsi baik untuk mempertahankan sel dan organ

dalam keadaan sehat.

Dengan bertambahnya usia akumulasi kerusakan akibat radikal bebas

akan mengganggu metabolisme sel, menyebabkan mutasi sel yang dapat

menimbulkan kanker dan kematian (Goldmann dan Klatz, 2003).

3. Glikosilasi

Glikosilasi adalah reaksi non enzimatik antara senyawa glukosa dengan

senyawa protein, menghasilkan glikotoksin atau Advanced Glycation End Product

(AGEs), yang merupakan radikal bebas yang akan merusak jaringan tubuh. Proses

ini semakin sering terjadi saat kita menua, terjadi tanpa bantuan enzim spesifik,

yang menyebabkan glikosilasi menjadi sangat berbahaya (Roizen and Oz, 2009).

2.1.3.2 Programmed theory

Teori ini menganggap di dalam tubuh manusia terdapat jam biologik,

mulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model terprogram

(Darmojo, 2006). Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin,

masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa, menjadi tua dan akhirnya meninggal

(Pangkahila, 2007).

1. Teori terbatasnya replikasi sel

Pada ujung chromosome strands terdapat struktur khusus yang disebut

telomer. Setiap replikasi sel telomer memendek pada setiap pembelahan sel.

Page 28: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

28

Setelah sejumlah sel pembelahan sel, telomer telah dipakai dan pembelahan sel

berhenti.Menurut Hayflick, mekanisme telomere tersebut menentukan rentang

usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri (Pangkahila,

2007).

2. Proses imun

Rusaknya sistem imun tubuh seperti: mutasi yang berulang atau

perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi

somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal

ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami

perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.Perubahan inilah

yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang

ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi padaorang lanjut usia

(Darmojo, 2006).

3. Teori neuroendrokin

Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, berdasarkan peranan

berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda berbagai hormon

bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, sehingga fungsi

berbagai organ tubuh sangat optimal. Akan tetapi, ketika manusia menjadi tua,

tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit sehingga kadarnya

menurun.Akibatnya berbagai fungsi tubuh terganggu (Goldman dan Klatz, 2003).

Terapi sulih hormon membantu untuk mengembalikan fungsi hormon tubuh

sehingga dapat memperlambat proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2003).

Page 29: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

29

2.2 Anti Penuaan

Anti Aging Medicine (AAM) pertama kali diperkenalkan dan

dikembangkan oleh American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M) pada

tahun 1993. Anti Aging Medicine adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan

pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk

melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan

semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan

penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat

(Pangkahila, 2007).

Perkembangan Anti Aging Medicine telah membawa konsep baru yang

menyebabkan perubahan paradigma di dunia kedokteran.

1. Penuaan dapat dianggap sama dengan suatu penyakit yang dapat dicegah,

diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula.

2. Manusia bukanlah orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya.

3. Manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena kadar hormonnya

menurun, bukan kadar hormon menurun karena manusia menjadi tua

(Pangkahila, 2007).

Bila berbagai faktor penyebab penuaan dapat dihindari, proses

penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan

kualitas hidup dapat dipertahankan, sehingga usia harapan hidup menjadi lebih

panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Jika radikal

bebas dapat diatasi dengan antioksidan, salah satu penyebab proses penuaan

sudah dihambat. Jika gaya hidup tidak sehat ditinggalkan, diet tidak sehat

Page 30: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

30

dihindari, dan hormon yang berkurang diatasi dengan pengobatan, maka

proses penuaan yang penting dapat disingkirkan (Pangkahila, 2007).

2.3 Penuaan Kulit

Proses penuaan kulit terdiri dari intrinsic aging (chronologic aging) dan

photoaging. Intrinsic aging berkaitan dengan penuaan yang terjadi karena

berlalunya waktu, sedangkan photoaging dihasilkan dari paparan kronis sinar UV.

Perubahan kulit yang terlihat adalah timbulnya kekeringan, kerutan, kurangnya

elastisitas dan perkembangan tumor jinak. Secara histologis terlihat adanya

dermo-epidermal junction yang merata, epidermis atrofi, dan ketebalan dermis

menurun (Rieger, 2000).

Tabel 2.1 perubahan histologis dari aging skin (Rieger, 2000) Epidermis Dermis Appendages Flattened Dermal-epidermal juntcion

Athrophy depigmented hair

Variable thickness fewer fibroblasts loss of hair Variable cell size and shape Fewer mast cells Conversion of terminal

to vellus hair Occasional nuclear atypia Fewer blood vessels Abnormal nail plates Fewer melanocytes Shortened capillary

loops Fewer glands

Fewer langerhans cells Abnormal nerve endings

Perubahan-perubahan yang terjadi pada kulit menua memudahkan terjadinya luka

dan proses penyembuhan luka yang lebih lambat (Minimas, 2007).

2.4 Definisi Luka

Luka merupakan gangguan dari kondisi normal pada kulit, luka adalah

kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.

Page 31: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

31

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan

menunjukkan derajat luka (Baroroh, 2011).

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi (Taylor, 1997)

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi sehingga

tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,

pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih akan menghasilkan luka

yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –

Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka hanya sekitar 1% - 5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan saat saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam

kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% - 11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), jenis ini termasuk luka terbuka,

luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik

atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi

pada lapisan epidermis kulit.

Page 32: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

32

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dengan

adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai

bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada

lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara

klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan

sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon

dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

2.5 Proses penyembuhan luka

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan dinamis untuk

mengembalikan struktur sel dan lapisan jaringan. Penyembuhan luka pada

manusia dewasa dapat dibagi menjadi 3 fase : yaitu fase inflamasi, fase proliferasi

dan fase remodeling. Proses biologis ini akan menggantikan jaringan kulit normal

dengan jaringan parut fibroblastik (Mercandetti, 2011).

Tabel 2.2 Normal wound healing process (Guo dan DiPietro, 2010)

Phase Cellular and bio-physiologic events

Hemostasis 1. Konstriksi pembuluh darah

2. Agregasi platelet, degranulasi, dan pembentukan

fibrin (thrombus)

Inflamasi 1. Infiltrasi netrofil

Page 33: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

33

2. Infiltrasi monosit dan diferensiasi menjadi makrofag

3. Infiltrasi limfosit

Proliferasi 1. Re-epitelisasi

2. Angiogenesis

3. Sintesis kolagen

4. Pembentukan Extra cellular matrix

Remodeling 1. Remodeling dari kolagen

2. Maturasi dan regresi dari pembuluh darah

Urutan penyembuhan luka :

Fase homeostasis, setelah terjadi luka dan berdarah, maka tubuh kita merespon

dengan adanya vasokonstriksi di daerah sekitar luka, platelet melekat pada

endotelium rusak dan mengeluarkan adenosin diphospate (ADP), sehingga terjadi

sumbat trombosit yang menyumbat luka. Fase inflamasi dimulai dengan

dilepasnya sejumlah sitokin oleh platelet.

Fase kedua inflamasi, antara 6-8 jam pertama. Transforming growth factor b

(Tgf –b) memfasilitasi migrasi PMN dari pembuluh darah ke daerah luka. PMN

membersihkan luka dari debris. PMN mencapai jumlah maksimalnya pada 24-48

jam setelah luka dan menghilang dari daerah luka kira-kira 72 jam setelah terjadi

luka. Chemotactic agent lainnya juga dilepaskan termasuk fibroblastic growth

factor (FGF), tranforming growth factors (TGF-b dan TGF-a), PDGF dan plasma

activated complements C3a dan C5a (anaphylactic toxins). Mereka kemudian

diserap oleh makrofag atau ditimbun dalam keropeng atau eschar. Selanjutnya

monosit juga keluar dari pembuluh darah. Monosit ini kemudian disebut

makrofag. Makrofag meneruskan proses pembersihan luka dan membentuk

Page 34: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

34

beragam growth factor dalam 3-4 hari. Makrofag mengorganisir perbanyakan sel

endotel pada pembuluh baru, duplikasi sel otot polos dan penciptaan lingkungan

yang dibuat oleh fibroblas. Banyak faktor mempengaruhi proses penyembuhan

luka disekresi oleh makrofag. Ini termasuk TGFs, sitokin dan interleukin 1 (IL-1),

tumor necrosis factor (TNF) dan PDGF.

Fase ketiga, Proliferasi. Pada fase ini terdiri dari beberapa subfase. Subfase ini

tidak terjadi dalam patokan waktu, tapi merupakan suatu kesatuan dan proses

yang berlanjut. Subfase ini terdiri dari: fibroplasia, matrix deposition,

angiogenesis dan reepitelisasi. Pada hari ke 5-7 fibroblas akan bermigrasi ke

daerah luka, dan menghasilkan kolagen baru dari subtipe I dan III. Awalnya

kolagen tipe III lebih banyak, namun akhirnya akan digantikan oleh tipe I.

Tropocolagen adalah prekursor dari semua tipe kolagen dan diubah dalam sel

pada retikulum endoplasma kasar, dimana proline dan lysine dihidroksilasi, dan

ikatan disulfida diciptakan. Dari 3 tropocolagen dibentuk menjadi satu triple left

handed triple halix yang disebut procollagen. Dan procollagen dikeluarkan ke

ekstraseluler, peptidase pada cleave dinding sel berperan untuk menghilangkan

ujung rantai peptida sehingga terbentuk kolagen yang sebenarnya. Luka diliputi

oleh Glycosaminoglycan (GAGs) dan fibronectin yang dihasilkan oleh fibroblasts.

Yang termasuk dalam GAGs ini adalah heparan sulfat, hyaluronic acid,

chondroitin sulfate dan keratan sulfat. Proteoglican adalah GAGs yang terikat

pada inti protein dan berkontribusi pada matrix deposition. Angiogenesis adalah

pembentukan cabang pembuluh darah induk. Angiogenesis penting untuk

mempertahankan jaringan yang baru terbentuk. Pembentukannya membutuhkan

Page 35: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

35

matrix ekstraseluler, degradasi membrane basal, disertai migrasi, mitosis dan

maturasi dari sel endotel. FGF dan vascular endothelial growth factor (VEGF)

dipercaya memodulasi angiogenesis. Reepitelisasi muncul dengan adanya migrasi

sel dari perifer dan struktur adnexa. Sel epitel bermigrasi dari ujung insisi ke

ujung lainnya. Proses ini dimulai dengan penyebaran sel dalam waktu 24 jam.

Pembelahan sel perifer dimulai dalam 2-3 hari, menghasilkan lapisan epithel tipis,

yang menjembatani luka. Epidermal growth factor (EGF) dipercaya merupakan

kunci pada aspek penyembuhan luka di tahap ini. Subfase ini dapat berlangsung

hingga 4 minggu dalam luka yang bersih dan tidak terkontaminasi.

Fase keempat. Remodeling. Setelah minggu ketiga, luka berada dalam perubahan

yang konstan, yang disebut remodeling, ini dapat berlangsung hingga bertahun-

tahun setelah awal terjadinya luka. Kolagen di degradasi dan di deposisi dalam

model yang seimbang dengan produksinya, menghasilkan tidak adanya perubahan

dalam jumlah kolagen yang ada pada luka. Deposisi kolagen ini pada luka yang

normal mencapai puncaknya pada minggu ketiga setelah terjadi luka. Jumlah

neovaskular menurun kembali. Kontraksi pada luka adalah proses yang terus

berlanjut dihasilkan sebagai bagian dari proliferasi dari fibroblas khusus yang

disebut myofibroblas, yang kontraksinya serupa sel otot polos. Kontraksi luka

muncul dengan lebih jelas pada luka sekunder (secondary healing) dibandingkan

pada luka primer (primary healing). Maksimal kekuatan regangan dari luka

didapat pada minggu ke 12 dan yang merupakan hasil terbaik dari scar hanya

mencapai 80% dari kulit asli yang digantikan (Mercandetti, 2011).

Waktu fase sel/mediator

kejadian utama

6-8 jam

5-7 hari atau lebih

Koagulasi/inflama

si

Platelet Netrofil Growth factor Fibrin clot MMP

Perdarahan

Hipoksia

Koagulasi

Debridement

Provisional matrix

Page 36: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

36

Gambar 2.1 Skema fase penyembuhan luka dan sel/mediator dan kejadian yang

terlibat (Falanga, 2007)

2.5.1 Growth Factor dalam penyembuhan luka

Growth factor secara umum dapat didefinisikan sebagai agen yang

meningkatkan proliferasi dan metabolisme sel melalui interaksi dengan reseptor

spesifik pada permukaan membran sel (cell membrane bound reseptor). Sebagai

tambahan protein-protein ini dapat menginduksi sel bermigrasi ke daerah yang

luka, berfungsi sebagai chemoattractant untuk merekrut sel-sel penting seperti

lekosit dan fibroblas ke area luka. Namun aktifitas biologis dari growth factor

Page 37: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

37

dapat bervariasi luas, tergantung pada banyak variable, termasuk sel yang terkena,

microenvironment local (seperti densitas sel, tekanan oksigen), konsentrasi dari

growth factor, dan ada tidaknya growth factor lain. Kemungkinan semua growth

factor berdampak pada proses penyembuhan luka dalam beberapa kesempatan

(Kiritsy et al, 1993).

Tabel 2.3 Sinyal growth factor pada daerah luka (adaptasi dari Martin,1997) Growth factor Sumber Target sel primer dan efek

EGF Platelet Motogen dan mitogen keratinosit

TGF α Makrofag;

keratinosit

Motogen dan mitogen keratinosit

HB-EGF Makrofag Mitogen keratinosit dan fibroblast

FGF 1,2 dan 4 makrofag dan sel

endotel yang rusak

Angiogenic dan mitogen fibroblas

FGF 7 (KGF) Dermal fibroblast Motogen dan mitogen keratinosit

PDGF Platelet, makrofag,

keratinosit

Kemotaktik untuk makrofag dan

fibroblast, aktivasi makrofag,

mitogen fibroblast dan produksi

matriks

IGF- 1 Plasma; platelet Mitogen sel endotel dan fibroblast

VEGF Keratinosit,

makrofag

Angiogenesis

TGF-β1 dan β2 Platelet, makrofag Migrasi keratinosit, kemotaktik

untuk makrofag dan fibroblast;

fibroblas sintesis matriks dan

remodeling

TGF-β3 Makrofag Antiscarring

CTGF Fibroblast; endotel Fibroblast; menurunkan TGF-β1

IL-1α dan β Netrofil Early activators of growth factor

expression in macrophages and

Page 38: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

38

fibroblasts

TNF Netrofil Mirip dengan IL-1

Penggunaan satu atau kombinasi dari beberapa growth factor eksogen

telah diteliti mempunyai potensi untuk perawatan luka kronis. Sejauh ini hanya

PDGF yang telah dilakukan uji klinisnya, untuk digunakan pada perawatan

diabetes, luka neuropati. Pada percobaan ini didapatkan hasil yang signifikan

memperbaiki penyembuhan luka. Namun pemakaian growth factor belum

menjadi sesuatu yang rutin, ini mungkin disebabkan karena berbagai hal,

termasuk pertimbangan biaya, kurangnya bukti ilmiah sehingga penelitian lebih

lanjut dibutuhkan (Guhter dan Machens, 2012).

2.5.2 Glucosaminoglycan

Extra cellular matrix diketahui memainkan peran penting dalam penyembuhan

luka karena dapat berperan dalam mengatur faktor pertumbuhan dan sitokin dan

mengubah perilaku sel. Pada luka janin, jumlah GAGs 3 kali lebih banyak

dibandingkan luka pada orang dewasa dan bertahan lebih lama, ini mungkin

disebabkan berkurangnya aktivitas hyaluronidase pada janin. Hyaluronic acid

(HA) mengurangi pembentukan jaringan parut pada orang dewasa. Peningkatan

kadar HA seperti pada janin mempermudah proliferasi dan migrasi dari sejumlah

jenis sel. Sehingga mempercepat penyembuhan dan berkurangnya jaringan parut

(Rolfe dan Grobbelaar, 2012).

2.6 Ekstrak sarang walet

Burung Walet (collocaliini) adalah burung pemakan serangga kecil yang

tersebar dari Samudera Hindia, melalui Asia Tenggara dan Australia Utara ke

Page 39: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

39

Pasifik. Di antara berbagai jenis burung walet dalam genus Collocalia, hanya

empat spesies burung sarang walet di kawasan Asia Tenggara yang memiliki nilai

komersial karena dikonsumsi manusia. Mereka adalah Collocalia fuciphaga,

Collocalia germanis, Collocalia maxima dan Collocalia esculanta. Tetapi menurut

pendapat Chantler dan Driessens (1995), Collocalia germani termasuk dalam

spesies Collacalia fuciphaga sehingga bukan merupakan spesies tersendiri.

Collocalia germani tidak ditemukan di Indonesia, namun burung tersebut

ditemukan di negara lain di Asia seperti Vietnam. Spesies Collocalia, rata-rata

memiliki berat badan 6,5 gram, dan memiliki bulu yang mengkilap. Sarang

mereka dibangun dengan saliva yang berfungsi seperti lem, dan dapat

menggabungkan bahan-bahan lain seperti bulu. Dibutuhkan sekitar 20 hari untuk

menyelesaikan sarangnya.

Collocalia fuciphaga adalah jenis burung yang banyak dicari karena

burung tersebut bersarang putih. Collocalia fuciphaga ditemukan di Cina selatan

dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Sumatra dan Kalimantan burung

tersebut bisa hidup sampai ketinggian 2800 meter di atas permukan laut, tetapi di

Jawa dan Bali burung ini biasanya hidup dekat pantai di dalam gua yang gelap

dan dalam. Collocalia maxima membuat sarang dengan air liur seperti fuciphaga

tetapi sarangnya bercampur dengan bulu burung sehingga harga sarangnya lebih

rendah. Sarang Collocalia esculenta sangat berbeda dari sarang burung walet

karena esculenta membuat sarang dari daun, bulu burung dan hanya sedikit air

liur. Collocalia fuchipaga dan collocalia maxima biasa disebut burung walet.

Namun Collocalia esculanta dikenal sebagai burung seriti (Delaney, 2008).

Page 40: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

40

Gambar2.2 Collocalia Fuchipaga Dan Sarang Burung Di Gedung Budidaya Walet

Gambar 2.3 Collocalia Maxima Dan Sarangnya

Page 41: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

41

Gambar 2.4 Collocalia Esculanta Dan Sarangnya

Sarang burung walet atau edible bird nest , Yan wo dalam bahasa Cina, Enso

dalam bahasa jepang telah lama dikenal sebagai obat untuk membuat orang sehat

tetapi juga makanan yang enak. Secara tradisional, sarang burung ini diolah

dengan cara direbus ganda (double boiling) dengan gula batu yang dikenal sebagai

"sup sarang burung".

Sarang burung walet dikenal sebagai salah satu obat tradisional cina dan

diyakini memiliki efek meningkatkan kesehatan seperti anti-penuaan,

mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan imunitas. Bahkan, penggunaan obat

sarang burung dapat dimakan dapat ditelusuri kembali ke abad ke-16 (Chan,

2003).

Page 42: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

42

Gambar 2.5 Sarang Walet Collocalia Fuciphaga

2.5.1 Penelitian ilmiah khasiat Eskstrak sarang burung walet

Walaupun telah lama dikenal, ternyata sarang burung walet belum diteliti

secara detail. Tahun 1986 Ng dan Kong et al menemukan potensi mitogenik dari

sarang burung walet. Kong et al (1987) membuktikan bahwa ada unsur yang

menyerupai epidermal growth factor dalam kandungan sarang burung walet. Guo

et al (2006) meneliti efek antiviral dari ekstrak sarang burung walet dan terbukti

ekstrak sarang burung walet dapat menghambat infeksi virus influenza. Penelitian

di jepang pada tikus yang telah diovariektomi, dengan suplementasi sarang burung

walet meningkatkan kekuatan tulang dan ketebalan dermal (Matsukawa et al,

2011).

Penelitian di korea menunjukkan bahwa ekstrak sarang burung walet dapat

mengurangi efek oksidatif stress yang disebabkan terpapar oleh H2O2 dan

menghambat ekspresi mmp-1 pada kultur keratinosit (Kim et al, 2012).

Page 43: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

43

Penelitian di Malaysia dengan tujuan untuk menilai kapasitas proliferasi

dan perubahan fenotif oleh ekstrak sarang burung walet pada keratosit kornea,

mendapatkan hasil bahwa pada konsentrasi tertentu ekstrak sarang burung walet

secara sinergis mampu meningkatkan proliferasi sel dengan fungsional yang

terjaga. Ini dibutuhkan dalam penyembuhan luka kornea sehingga tidak

menyebabkan gangguan penglihatan. Pada penelitian tersebut digunakan kultur sel

keratosit kornea dari kelinci, dan di dapatkan peningkatan proliferasi sel tertinggi

adalah pada konsentrasi 0,05% dan 0,1 % dari ekstrak sarang burung walet

(Abidin, 2011).

Penelitian di fakultas farmasi Pontianak membuktikan bahwa pemakaian

krim ekstrak sarang walet 10%, 20% dan 30% dapat mencerahkan/memutihkan

kulit tikus putih jantan galur wistar, penelitian ini didukung juga dengan

penelitian serupa dengan formulasi krim yang berbeda (Rohmah, 2013).

2.5.2 Kandungan Ekstrak Sarang Burung Walet

Sarang walet terbuat dari air liur burung walet jantan, karena itu

kandungannya terbanyak adalah mucinous glycoprotein seperti chondroitin

glucosaminoglycans dan sialylglycoconjugates, serta mineral-mineral dan protein

(Noorhayati et al, 2010; Matsukawa et al, 2011).

Bahan-bahan utama sarang burung walet adalah glikoprotein sedangkan

komponen utama karbohidrat di sarang burung walet adalah sialic acid sebesar

9% . Komponen karbohidrat lainnya termasuk N-asetilgalaktosamin (galNac)

(7,2%), N-asetilglukosamin (GlcNAc) (5,3%), galaktosa (16,9%) dan fucose

(0,7%). Asam amino dan garam mineral juga ditemukan di sarang burung walet,

Page 44: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

44

terutama natrium dan kalsium, dengan rendahnya tingkat magnesium, seng,

mangan dan besi. Kathan & Weeks pada tahun 1969 telah menemukan tiga asam

amino nonesensial (asam aspartat, asam glutamat dan prolin) dan dua asam amino

esensial (treonin dan valin) di sarang burung walet. Mereka memainkan peran

penting dalam memfasilitasi fungsi tubuh normal, seperti memperbaiki dan

memberikan kekebalan (Abidin, 2011).

Kandungan sarang burung walet yang didapatkan dari bontang,

Kalimantan Timur, berdasarkan analisis di laboratorium kimia analitik Udayana

mengandung 8,25% sialic acid. Dan krim ekstrak sarang walet 10 % mengandung

1,26% sialic acid.

Tabel 2.4 Distribusi asam amino (mg/g) pada ekstrak sarang burung walet

(Kyung et al, 2012) Name Total amino acid (T) Flee amino acid (F) (F/T)x 100

Aspartic acid 40.44 0.08 0.19

Threonine 22.39 1.32 5.89

Serine 29.47 0.84 2.85

Glutamic acid 51.78 0.27 0.52

Proline 21.07 0 0

Glycine 18.34 1.77 9.65

Alanine 18.44 2.79 15.13

Cysteie 41.06 0.06 0.14

Valine 24.35 8.88 36.46

Page 45: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

45

Methionine 5.77 5.07 87.86

Isoleucine 16.65 8.36 50.21

Leucine 26.06 14.19 54.45

Tyrosine 17.16 11.83 68.93

Phenylalanine 29.37 16.19 55.12

Histidine 16.54 5.26 31.80

Lysine 15.23 6.08 39.92

Arginine 18.36 4.78 26.03

Tryptophan 0 6.02 100

2.5.3. Sialic Acid

Sialic acid yang terdapat pada ekstrak sarang burung walet adalah dalam

bentuk N-Acetyl-D-neuraminic acid, yang merupakan induk dari bentuk sialic

acid (Ogura, 2011).

Ekspresi sialic acid yang tinggi didapatkan pada sel membrane luar (lebih

dari 10 juta molekul per eritrosit manusia), pada membrane dalam lisosom dan

glycol protein yang tersekresi (seperti protein darah dan mucins), ini menunjukkan

bahwa sialic acid berperan dalam stabilisasi molekul dan membran, juga

meningkatkan interaksi dengan lingkungan. Beberapa fungsi timbul dari muatan

elektronegatif kuat dari sialic acid contohnya mengikat dan transportasi dari ion

dan obat-obatan, stabilisasi protein-protein termasuk enzim dan meningkatkan

viskositas mucins. Sialic acid juga dapat melindungi molekul dan sel dari

serangan protease atau glikosidase, dan memperpanjang life time dan fungsinya.

Lebih lanjut sialic acid dapat meregulasi afinitas dari reseptor dan dilaporkan

Page 46: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

46

meningkatkan proses sinyal transmembran, fertilisasi, pertumbuhan, dan

diferensiasi. Pada suatu sistem, sialic acid dilaporkan dapat menghambat

apoptosis. Dan baru-baru ini digambarkan juga bahwa fungsi umum dari sialic

acid adalah antioksidan (free radical scavenging antioxidative effect), yang

penting pada endotel pembuluh darah (Cummings et al, 2009). Diduga kandungan

sialic acid dalam ekstrak sarang burung walet inilah yang menyebabkan efek

mitogenik. Pada penelitian ini kandungan sialic acid sarang burung walet yang

diteliti adalah sebanyak 8,25% (Manuaba, 2013). Sialic acid dalam ekstrak

sarang walet adalah 12,6%. Kandungan sialic acid pada krim ekstrak sarang

walet 10% yang dibuat dalam penelitian ini adalah sebesar 1,26% (Manuaba,

2014) .

2.7 Krim

Definisi krim menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, adalah bentuk

sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau

terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah krim digunakan untuk sediaan

setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai

emulsi air dalam minyak(a/m) atau minyak dalam air (m/a).

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke

bagian kulit badan. Kelebihan sediaan krim dalam pengobatan luka, yaitu: Mudah

menyebar secara rata, pemakaian praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, tidak

lengket, memberikan rasa dingin. Kekurangan sediaan krim adalah susah dalam

pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.

Page 47: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

47

Page 48: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

48

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Pada proses penuaan akan terjadi penurunan fungsi berbagai organ dan

perubahan fisik baik itu di tingkat seluler maupun pada sistem organ. Hal tersebut

disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat dikelompokkan menjadi faktor

internal dan eksternal. Faktor internal berupa antara lain adalah faktor genetik,

hormonal, radikal bebas, metilasi, glikosilasi, apoptosis dan sistem imun tubuh.

Faktor eksternal meliputi radiasi sinar ultra violet, paparan asap rokok, polusi

lingkungan, bahan kimia, obat obatan, stress, gaya hidup tak sehat, dan diet tak

sehat.

Demikian pula halnya pada kulit, akan mengalami proses penuaan.

Penuaan kulit akan menyebabkan luka lebih lambat sembuh dan lebih sering

terjadi komplikasi. Pemulihan luka pada mamalia lebih tepat disebut wound

repair, karena jaringan ikat yang menggantikan luka tidak sama kualitasnya

dengan sebelumnya. Berbeda dengan hewan reptil atau pun embryo mamalia yang

masih terjadi penyembuhan luka yang sempurna atau wound healing. Growth

factor berperan penting dalam penyembuhan luka. Dan mengambil peran dalam

berbagai tahap penyembuhan luka. Penggunaan satu atau kombinasi dari pada

luka menunjukkan potensi perbaikan pemulihan luka pada luka kronis.

Sarang burung walet telah lama diketahui memiliki efek mitogenik yang

menyerupai growth factor. Ekstrak sarang walet diduga juga memiliki efek

Page 49: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

49

meningkatkan VEGF. Dan terbukti secara in vitro dapat mempercepat proliferasi

sel keratinosit, fibroblas dan stem sel adiposa. Sarang burung walet juga memiliki

banyak kandungan glucosaminoglycan yang membantu menyediakan lingkungan

yang menunjang untuk kesembuhan luka, mempermudah migrasi beberapa sel

termasuk keratosit. Dengan pemberian ekstrak sarang burung walet pada luka

diharapkan dapat mempercepat terjadinya fase remodeling dan maturasi pada

daerah luka yang ditandai dengan peningkatan ketebalan epidermis mendekati

ketebalan normal dan peningkatan neovaskularisasi.

3.2 Konsep

Berdasarkan perumusan masalah dan kajian pustaka maka disusun suatu

kerangka konsep yang digambarkan sebagai berikut :

Page 50: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

50

3.3 Hipotesis Penelitian

Dari uraian dan gambaran kerangka konsep di atas, maka dapat dibuat

hipotesis sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Luka mencit (mus musculus)

Krim ekstrak 10%

topikal

epitelisasi dan neovaskularisasi

- alkoholisme

-merokok

-Obat-obatan

-Stress

-nutrisi

-foreign body

-infeksi

Faktor Eksternal

Radikal bebas

GF internal

ischemia

Venous insuficiency

Age and gender

Sex hormones

Diseases

Faktor Internal

Page 51: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

51

1. Pemberian krim ekstrak sarang walet 10 % dapat meningkatkan epitelisasi

pada penyembuhan luka mencit

2. Pemberian krim ekstrak sarang walet 10 % dapat meningkatkan

neovaskularisasi pada penyembuhan luka mencit

Page 52: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

36

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

penelitian eksperimental Post test Only Control Group Design (Marczyk et

al, 2005) karena populasi dianggap homogen. Skema rancangan penelitian

sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :

P = Populasi

S= Sampel

R= Random

O1= Observasi celah luka dan neovaskularisasi hari ke-4 kelompok kontrol

O2= Observasi celah luka dan neovaskularisasi hari ke-4 kelompok perlakuan

P S

R O3

O4P1

P0 O1

O2

Page 53: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

37

O3= Observasi tebal epitel dan neovaskularisasi hari ke-7 kelompok kontrol

O4= Observasi tebal epitel dan neovaskularisasi hari ke-7 Kelompok perlakuan

P0= kontrol (krim basis + antibiotik oral)

P1= Perlakuan (ekstrak sarang burung walet 10% + antibiotik oral )

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian laboratory animal unit Farmakologi

Fakultas Kedokteran Unud, waktu penelitian bulan februari 2014. Ekstrak dan

Krim sarang walet dibuat di Laboratorium farmasi UGM, Yogjakarta.

Pemeriksaan Histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar Bali.

4.3 Sampel

4.3.1 Perhitungan besar sampel

Dalam penelitian ini digunakan mencit sampel yang diperlukan dalam penelitian

ini berdasarkan rumus Federer (2011).

Rumus : ( n-1)(k-1) ≥ 15

n = jumlah sampel (mewakili pengulangan perlakuan pada kelompok sampel)

k = jumlah kelompok perlakuan (kelompok perlakuan yang akan diberikan adalah

2 macam)

sehingga didapatkan hasil: (n-1)(2-1) ≥ 15 n= 16

Page 54: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

38

jadi jumlah sampel per kelompok minimal 16. Jumlah sampel keseluruhan 32

mencit.

4.3.2 Kriteria sampel

Sampel yang digunakan sebagai obyek penelitian ini adalah mencit (mus

musculus).

a. Kriteria Inklusi

1. Mencit (mus musculus) sehat

2. Jenis kelamin jantan

3. umur 2-3 bulan

4. berat 20-25 gram.

b. Kriteria drop out : mencit mati dalam penelitian

4.4 Variabel

4.4.1 Klasifikasi variabel

1. Variabel bebas : ekstrak sarang walet

2. Variabel tergantung : reepitelisasi, angiogenesis

3. Variabel kendali : ukuran luka, strain mencit, umur mencit, jenis

kelamin mencit, dan berat badan mencit.

4.4.2 Definisi operasional variable

1. Krim ekstrak sarang walet adalah sediaan krim dengan formulasi tertentu

(paraffin liquidum, asam stearate, TEA, adaps lanae, nipagin, nipasol,

Page 55: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

39

aquadest) ditambah dengan ekstrak sarang walet dengan konsentrasi 10%,

diaplikasikan sekali sehari setiap hari untuk kelompok P1

2. Krim basis adalah sediaan krim dasar ( paraffin liquidum, asam stearate, TEA,

adaps lanae, nipagin, nipasol, aquadest) tanpa penambahan zat aktif,

diaplikasikan sekali sehari setiap hari untuk kelompok P2

3. Amoxicilin adalah antibiotik yang digunakan dalam penelitian untuk

menghindari infeksi sekunder, diberikan secara oral dengan dosis mencit 20

gram: 0,0026 x 500 mg = 1,3 mg tiga kali sehari dengan interval 8 jam

4. Luka eksisi dibuat dengan diameter 6 mm dengan ketebalan luka full

thickness dengan bantuan disposable punch biopsy di daerah punggung

mencit (Nagaoka, 2000) dan dibiarkan terbuka. Luka full thickness : yaitu

hilangnya lapisan kulit keseluruhan termasuk lapisan epidermis, dermis dan

fasia tetapi tidak mengenai otot.

5. Skor penilaian Mikroskopis dilakukan pada hari ke-4 dan hari ke-7. Pada hari

ke-4 diambil 8 mencit dari kelompok kontrol (P0) dan 8 mencit dari kelompok

perlakuan (P1) untuk dilakukan penilaian kontrol hari ke-4 (O1) dan perlakuan

hari ke-4 (O2) menggunakan hasil biopsi insisi luka dengan mengukur celah

luka dan jumlah pembuluh darah baru dengan bantuan foto. Dan hari ke-7

diambil 8 mencit dari kelompok kontrol (P0) dan 8 mencit dari kelompok

perlakuan (P1) untuk dilakukan penilaian control hari ke-7 (O3) dan perlakuan

Page 56: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

40

hari ke-7 (O4) menggunakan hasil biopsi insisi luka dengan menghitung

jumlah epitelisasi dan jumlah pembuluh darah baru dengan bantuan foto.

6. Epitelisasi adalah fase penyembuhan luka, adanya migrasi keratinosit, diikuti

dengan proliferasi keratinosit, diferensiasi neoepitel menjadi epitel berlapis-

lapis. Pada fase penyembuhan awalnya akan terjadi epitelisasi. Epitelisasi

dihitung tingkat kerapatannya dengan menggunakan metoda morfometri,

satuannya mikrometer. Adanya peningkatan tebal epitel pada jaringan luka,

dilihat dari perbedaan ukuran kerapatan epitel yaitu perbedaan ketebalan epitel

secara signifikan dibandingkan dengan kontrol. Ketebalan epitel adalah ukuran

ketebalan lapisan-lapisan epidermis yang terbentuk pada daerah luka. Celah

luka adalah lebar celah yang ada di antara ujung epitel di daerah yang belum

menutup sempurna. Semakin kecil celah luka, maka epitelisasi semakin baik

dikarenakan telah terjadi penutupan di area luka dengan epitel baru sehingga

menyisakan sedikit area yang belum tertutup.

7. Neovaskularisasi adalah pertumbuhan kapiler baru pada daerah luka berupa

tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi

percabangan baru pada jaringan luka saat fase proliferasi. Dihitung jumlahnya

dengan menggunakan mikroskop elektrik pembesaran objektif 40x. kemajuan

penyembuhan luka, dilihat dari perbedaan jumlah neovaskularisasi secara

signifikan dibandingkan dengan kontrol.

Page 57: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

41

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian

4.5.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan neutral

buffer formalin 10% untuk fiksasi, kapas, ketamin dan xylazin untuk anestesi, dan

bahan-bahan untuk sediaan histopatologi yaitu larutan Mayer’s Hematoxylin,

larutan eosin, alkohol dengan konsentrasi yang bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%,

100%), xylene makanan ternak, minuman mencit, krim ekstrak sarang burung

walet dan bahan dasar krim.

4.5.1.1 Pembuatan ekstrak sarang walet

Ekstrak Sarang walet, dibuat dengan cara sarang burung walet kering di

tumbuk dengan mortar sampai halus, kemudian serbuk sarang burung walet

disaring menggunakan wire mesh (0,04 mm) untuk memisahkan bulu dan kotoran.

Serbuk sarang burung walet direbus dengan air suhu 80 derajat yang perliternya

dicampur HCl sebanyak 30 ml. Kemudian setelah dipanaskan disaring dan

ditambahkan NaOH sampai PH menjadi 7. Setelah itu diuapkan untuk

mendapatkan ekstrak sarang walet (Azwir dan Wan Nazaimoon,

2011).amoksisilin

4.5.1.2 Pembuatan bahan dasar krim

Bahan dasar krim, dibuat dengan formulasi sebagai berikut:

Page 58: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

42

Tabel 4.1 Formula basis krim (Yenti et al, 2011)

Nama Bahan Formula m/a (g)

Paraffin liquidum 25

Asam stearate 14,5

TEA 1,5

Adeps lanae 3

Nipagin 0,1

Nipasol 0,05

Aquadest ad 100

Pembuatan basis krim dilakukan dengan komposisi di atas dengan cara

fase minyak (paraffin liquidum, asam stearat, adeps lanae) dan fase air (nipagin,

nipasol, TEA, dan aquadest) masing-masing dipanaskan di atas waterbath pada

suhu 60-70 derajat Celcius sampai lebur. Fase air dan fase minyak dicampurkan

sekaligus lalu digerus sampai dingin sehingga terbentuk masa basis krim yang

homogen.

4.5.1.3 Pembuatan krim ekstrak sarang walet

Krim ekstrak sarang walet dibuat dengan cara memasukkan ekstrak

sarang walet sebanyak 10 gram ke dalam lumpang dan ditambahkan basis krim

sebanyak 90 gram sehingga total krim menjadi 100 gram. Ekstrak sarang walet

dimasukkan sedikit demi sedikit kemudian digerus hingga homogen. Lalu masing-

masing formula disimpan dalam wadah krim.

Page 59: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

43

Tabel 4.2 Formula krim ekstrak sarang walet

Nama Bahan

Formula m/a

F0 F1

Ekstrak Sarang Walet

- 10 %

Basis krim ad 100g 100g

4.5.2 Instrumen

Instrumen yang digunakan adalah kandang mencit individual, alat fiksasi

mencit, alat pencukur, timbangan merk Tanita dan mistar, buku dan alat

pencatatan data, alat-alat untuk pembuatan preparat, mikroskop Olympus CX-21

Japan.

4.5.2.1 Kandang

Kondisi kandang adalah ruangan dengan ukuran panjang 23 cm lebar

17 cm dan tinggi 9,5 cm yang ada lampunya dengan suhu 25±2°C, kelembaban

50±10%, dan diletakkan pada kandang individu.

4.5.2.2 Hewan percobaan

Hewan percobaan yang dipakai adalah mencit (Mus musculus) berkelamin

jantan, berumur 1-2 bulan dengan berat badan 20-25 gram. Umur mencit

ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang telah dicatat oleh dokter

hewan pada kandang hewan percobaan. Diet standar untuk mencit adalah

makanan yang diberikan menggunakan HPS 511. Berat badan adalah berat

Page 60: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

44

mencit yang diukur dengan timbangan khusus merk Tanita yang tersedia di

laboratory animal unit bagian Farmakologi Universitas Udayana.

4.6 Prosedur penelitian

Sebanyak 32 ekor mencit diadaptasi selama 1 minggu. Secara random mencit

dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu sebagai kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan.

Semua mencit dicukur bulu punggungnya. Dan dilakukan biopsi dengan

disposable punch biopsy 6 mm, sehingga didapatkan full thickness wound

pada kelompok krim basis dan krim ekstrak sarang walet.

Setelah dibuat luka, pada kelompok kontrol diberikan bahan dasar krim setiap

hari, sedangkan pada kelompok perlakuan diberikan krim sarang walet 10 %

setiap hari.

Semua mencit diberikan antibiotik amoksisilin secara oral. Dosis pemberian

antibiotik oral amoksilin mengacu pada dosis amoksisilin bagi manusia yaitu

3 x 500 mg / hari, maka perhitungan dosis amoksisilin bagi mencit dengan

berat 30 gram adalah:

Dosis manusia dewasa (rata-rata berat badan 70 kg) = 500 mg

Dosis mencit 20 gram: 0,0026 x 500 mg = 1,3 mg

Amoksisilin oral sebanyak 1,3 mg diberikan tiga kali sehari dengan interval tiap 8

jam.

Page 61: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

45

Pemberian krim dilakukan setiap hari, krim basis untuk kelompok kontrol dan

krim ekstrak saarang walet 10% untuk kelompok perlakuan. Krim dioleskan

langsung pada luka secara rata. Setelah itu luka ditutup dengan kasa steril dan

plester.

Pada hari keempat 8 mencit dari kelompok kontrol 4 dan 8 mencit dari

kelompok sarang walet 4 dibius, untuk diambil sampel dari jaringan luka.

Setelah itu semua mencit dibunuh dan dikuburkan dengan baik karena tidak

dapat dipakai lagi untuk penelitian lainnya

Pada hari ketujuh semua mencit dibius, untuk diambil sampel dari jaringan

luka. Setelah itu semua mencit dibunuh dan dikuburkan dengan baik karena

tidak dapat dipakai lagi untuk penelitian lainnya.

Pembuatan sediaan histologis:

1. Sampel dari jaringan kulit diambil 2 mm dari tepi luka.

2. Jaringan kulit luka yang telah diambil kemudian di belah dua dan di fiksasi

dalam larutan formaldehyde 3,5%.

3. Kemudian dilakukan trimming bagian jaringan yang akan diambil.

4. Jaringan kulit kemudian direndam dengan alkohol bertingkat berturut-turut

30%, 40%, %50%,70%, 90%, 96% masing-masing 3 kali selama 25 menit.

5. Jaringan dimasukkan ke dalam clearing agent (alkohol:toluene=1:1) selama

30 menit dan dicelupkan ke dalam toluol murni sampai transparan.

Page 62: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

46

6. Setelah dilakukan proses infiltrasi sebanyak 4 kali dengan parafin murni,

kemudian jaringan ditanam ke dalam parafin cair, dibiarkan membentuk blok

(+/- 1 hari) agar mudah diiris dengan mikrotom.

7. Dibuat slide dengan pewarnaan Hematoxyline dan eosin (H&E) semua

potongan dibuat berasal dari pusat luka.

Pengamatan hasil

Derajat pembentukan epitelisasi, dan pembentukan pembuluh darah baru

dihitung dengan mikroskop elektrik (Olympus CX-21 Japan) dengan pembesaran

obyektif 40x. Setiap sediaan preparat difoto dengan Video Photo, masing-masing

preparat difoto sebanyak 3 kali disimpan dalam format JPEG.

Page 63: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

47

4.7 Alur penelitian

Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian

Mencit 32 ekor diadaptasi selama 7 hari

Hari 1 percobaan semua mencit dibuat luka yang sama dengan disposable punch biopsy 6mm,

kemudian dibagi 2 kelompok secara acak

Kelompok kontrol 16 mencit

Kelompok perlakuan 16 mencit

Kelompok kontrol -diberikan krim basis 1x/hari -diberi oral amoksisilin 3x/hari

Kelompok krim sarang walet -diberikan krim ekstrak sarang walet 1x/hari -diberi oral amoksisilin 3x/hari

Mencit kelompok kontrol dan kelompok walet masing-masing diambil

8 ekor dibius dan diambil jaringan luka pada hari ke-4

Kelompok kontrol -diberikan krim basis 1x/hari -diberi oral amoksisilin 3x/hari

Kelompok krim sarang walet -diberikan krim ekstrak sarang walet 1x/hari -diberi oral amoksisilin 3x/hari

Sisa Mencit kelompok kontrol dan kelompok walet dibius dan diambil

jaringan luka pada hari ke-7

Dinilai reepitelisasi dan neovaskularisasi

Page 64: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

48

4.8 Analisis data

Dalam penelitian ini seluruh hasil data dianalisis dengan menggunakan

Program SPSS versi 17.0, Analisis data meliputi :

1. Analisis deskriptif.

2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk karena sampel berjumlah kurang

dari 30 per kelompok.

3. Uji homogenitas varians dengan Uji Levene’s test

4. Analisis komparasi.

Pada penelitian ini data berdistribusi normal sehingga digunakan uji t-

independents.

Page 65: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

49

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 32 ekor mencit sebagai sampel. Semua

mencit dilukai dengan disposable punch biopsy 6 mm dan mencit tersebut dibagi

dalam 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang diolesi

krim basis setiap hari dan kelompok ke-2 adalah kelompok perlakuan yang

diolesi krim ekstrak sarang walet 10% setiap hari. Pada hari keempat 8 ekor dari

kelompok kontrol dan 8 ekor dari kelompok perlakuan diambil dan dibunuh untuk

diambil jaringan lukanya dan diperiksa secara histologi. Kemudian pada hari

ketujuh, mencit yang tersisa yaitu 8 ekor kelompok kontrol dan 8 ekor kelompok

perlakuan diambil jaringan lukanya. Semua mencit dipelihara dan diberi

perlakuan sama selama penelitian. Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji

normalitas, uji homogenitas, uji komparabilitas dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data neovaskuler dan epitelisasi semua kelompok diuji normalitasnya

dengan uji Shapiro wilk. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro wilk disajikan

pada tabel 5.1.

Page 66: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

50

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Epitelisasi, Dan Neovaskuler

Kelompok Perlakuan N P Keterangan

Epitelisasi Celah luka kontrol hari ke-4 8 0,712 Normal Celah luka Perlakuan hari ke-4 8 0,300 Normal Tebal epitel kontrol hari ke-7 8 0,154 Normal Tebal epitel perlakuan hari ke-7 Neovaskuler

8

0,749

Normal

Neovaskuler kontrol hari ke-4 8 0,366 Normal Neovaskuler perlakuan hari ke-4 8 0,067 Normal Neovaskuler kontrol hari ke-7 8 0,067 Normal Neovaskuler perlakuan hari ke-7 8 0,366 Normal

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa semua data berdistribusi normal,

sehingga uji perbandingan yang dipakai adalah uji t-independent.

Page 67: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

51

5.2 Uji Homogenitas Data

Data epitelisasi dan neovaskuler antar kelompok diuji homogenitasnya

dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasil uji homogenitas menggunakan uji

Levene’s test disajikan ditabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil uji homogenitas antar kelompok data epitelisasi dan neovaskularisasi Varians data Levene statistic P Kesimpulan

Celah luka hari ke-4 4,800 0,046 Heterogen

Tebal epitel hari ke-7 19,572 0,001 Heterogen

Neovaskuler hari ke-4 0,843 0,374 Homogen

Neovaskular hari ke-7 0,843 0,374 Homogen

Dari hasil yang tersaji pada tersaji pada tabel diatas, didapatkan data,

neovaskuler hari ke-4 dan neovaskuler hari ke-7 adalah homogen. Sedangkan data

celah luka hari ke-4 dan tebal epitel hari ke-7 adalah heterogen sehingga data akan

diuji perbandingan t-independent dengan asumsi varians tidak homogen.

5.3 Uji Efek Perlakuan Setelah Pemberian Krim Ekstrak Sarang Walet 4

Hari

5.3.1 Epitelisasi

Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata celah luka antar

kelompok sesudah diberi krim ekstrak sarang walet 10% ditambah dengan oral

Page 68: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

52

amoksisilin selama 4 hari. Celah luka diukur karena pada hari ke-4 epitel belum

menutup luka dengan sempurna sehingga tidak dapat mengukur tebal epitel. Hasil

analisis kemaknaan dengan uji t independent disajikan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Rerata celah luka antar kelompok sesudah perlakuan 4 hari

Kelompok N Rerata SB T P Kontrol 4 hari 8 3,50 0,72

2,86 0,016 Ekstrak sarang walet 4hari 8 2,67 0,38

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa p =0,016 atau lebih kecil dari 0,05,

sehingga H0 ditolak, kedua populasi berbeda secara signifikan.

5.3.2 Neovaskularisasi

Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata jumlah

neovaskuler antar kelompok sesudah diberi krim ekstrak sarang walet 10%

ditambah dengan oral amoksisilin setelah hari keempat. Hasil analisis kemaknaan

Uji t independent disajikan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Rerata jumlah neovaskular antar kelompok sesudah perlakuan 4 hari

Kelompok N Rerata SB T P Kontrol 8 18,37 0,83

0,524 0,61 Ekstrak sarang walet 8 18,12 0,93

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa p =0,61 atau lebih besar dari 0,05,

sehingga H0 diterima, kedua populasi tidak mempunyai perbedaan signifikan.

Page 69: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

53

5.4 Uji Efek Perlakuan Setelah Pemberian Krim Ekstrak Sarang Walet 7

Hari

5.4.1 Epitelisasi

Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata tebal epitel antar

kelompok sesudah diberi krim ekstrak sarang walet 10% selama 7 hari ditambah

dengan oral amoksisilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t independent

asumsi varians tidak homogen disajikan pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Rerata tebal epitel antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari

Kelompok N Rerata SB T P Kontrol 8 129,62 60,98

3,845 0,006 Ekstrak sarang walet 8 46,26 6,40

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa p =0,006 atau lebih kecil dari 0,05,

sehingga H0 ditolak, kedua populasi berbeda secara signifikan.

5.4.2 Neovaskularisasi

Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata jumlah

neovaskuler antar kelompok sesudah diberi krim ekstrak sarang walet 10%

ditambah dengan oral amoxicillin selama 7 hari. Hasil analisis kemaknaan Uji t

independent disajikan pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Rerata jumlah neovaskular antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari

Kelompok N Rerata SB t P Kontrol 8 17,12 0,83

18,34 0,00 Ekstrak sarang walet 8 8,38 1,06

Page 70: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

54

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa p =0,000 atau lebih kecil dari 0,05,

sehingga H0 ditolak. Jumlah neovaskularisasi pada kelompok ekstrak sarang

walet menurun secara signifikan.

Page 71: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

55

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian ekstrak sarang walet terhadap penyembuhan

luka dengan parameter perbedaan epitelisasi, dan perbedaan neovaskularisasi

dibandingkan kontrol, digunakan mencit (mus musculus), jenis kelamin jantan,

sehat, umur 2-3 bulan dan berat 20-25 gram. Dipergunakan 32 mencit dan dibagi

menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang diolesi

krim basis setiap hari dan kelompok kedua adalah kelompok perlakuan yang

diolesi krim ekstrak sarang walet 10% setiap hari. Pada hari keempat 8 ekor dari

kelompok kontrol dan 8 ekor dari kelompok perlakuan diambil dan dibunuh untuk

diambil jaringan lukanya dan diperiksa secara histologi. Kemudian pada hari

ketujuh, mencit yang tersisa yaitu 8 ekor kelompok kontrol dan 8 ekor kelompok

perlakuan diambil jaringan lukanya. Keadaan lingkungan dalam kondisi yang

dibuat semaksimal mungkin sama. Sampel jaringan luka diambil pada hari

keempat dan ketujuh berdasarkan rancangan penelitian Nagaoka (2000) juga

berdasarkan penelitian Ambiyani (2013).

6.2 Distribusi dan Varian Subyek Penelitian

Sebelum dilakukan analisis komparasi, maka terlebih dahulu data diuji

normalitasnya dengan uji Shapiro wilk dan homogenitasnya dengan uji Levene

test. Berdasarkan hasil uji normalitas seperti yang terlihat di tabel 5.1. semua data

berdistribusi normal. Sehingga semua data memenuhi syarat untuk diuji

Page 72: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

56

parametrik yaitu uji t independent. Pada pengujian dengan levene’s test

didapatkan data jumlah neovaskuler pada hari ke-4 dan ke-7 merupakan data

homogen sedangkan data celah luka hari ke-4 dan tebal epitel hari ke-7 adalah

data heterogen seperti terlihat pada tabel 5.2. data heterogen pada celah luka hari

ke-4 dan tebal epitel hari ke-7 disebabkan data yang didapat sangat bervariasi.

6.3 Efek Krim Ekstrak Sarang Walet 10%

Efek yang diharapkan dengan pemberian ekstrak sarang walet adalah

dapat mempercepat penyembuhan luka yang dinilai dari kemampuan untuk

meningkatkan epitelisasi dan neovaskularisasi. Pemakaian krim ekstrak sarang

walet 10% selama 4 dan 7 hari dinilai jaringan histologisnya pada hari keempat

dan ketujuh menunjukkan adanya perbedaan signifikan. Penilaian epitelisasi pada

hari keempat yaitu celah luka didapatkan perbedaan yang signifikan antara kontrol

dan perlakuan, sedangkan pada neovaskularisasi kedua kelompok baik kontrol dan

perlakuan sama-sama meningkat dan tidak terdapat perbedaan signifikan.

Penilaian epitelisasi dan neovaskularisasi pada hari ketujuh menunjukkan adanya

penurunan yang signifikan dibandingkan kontrol. Dikarenakan penyembuhan luka

pada kelompok ekstrak sarang walet telah lebih dahulu masuk dalam fase maturasi

dan remodeling.

6.3.1 Pembahasan Hasil Perbandingan Rerata Epitelisasi

Page 73: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

57

Pada epitelisasi hari keempat luka belum menutup, sehingga dari dinilai

celah luka, celah luka perlahan akan tertutup oleh epitel baru, sehingga luka celah

luka lebih kecil. Pada hari ketujuh luka telah tertutup, dinilai ketebalan epitel

pada hari ketujuh yang terbentuk pada jaringan luka. Sesuai dengan teori satu

sampai dua hari setelah terjadinya luka, sel epidermis (keratinosit) akan mulai

berploriferasi, bermigrasi dan berdiferensiasi dari neoepitelium menjadi sel

epidermis yang berlapis-lapis (Li et al., 2007), untuk menutup jaringan luka,

semakin luka mengarah pada kesembuhan maka ketebalan epidermisnya akan

mendekati ketebalan epidermis normal yaitu 0,04-1,5 mm (Jain, 2012).

Data celah luka hari ke-4 berdistribusi normal dengan varians heterogen

sehingga digunakan uji parametrik t independent dengan asumsi varians tidak

homogen. Rerata celah luka kontrol pada hari ke-4 adalah 3,50±0,72 mm

sedangkan kelompok perlakuan adalah 2,67±0,38 mm. Uji perbandingan rerata

celah luka antar kelompok menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada

kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan celah luka lebih cepat menutup.

Data tebal epitelisasi pada hari ke-7 berdistribusi normal dan varians

heterogen sehingga digunakan uji parametrik t independent dengan asumsi varians

tidak homogen. Rerata tebal epitel kelompok kontrol adalah 129,62±60,98 µm

sedangkan kelompok ekstrak sarang walet adalah 46,26±6,40 µm. Rerata

kelompok kontrol lebih tebal dibandingkan kelompok perlakuan. Uji

Page 74: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

58

perbandingan rerata tebal epitelisasi antar kelompok menunjukkan adanya

perbedaan signifikan pada kelompok perlakuan (p<0,05).

Hasil yang serupa juga diperoleh dari penelitian Ambiyani, pada hari

kedelapan epitel kelompok perlakuan mengalami penurunan dibandingkan kontrol

(Ambiyani, 2013).

6.3.2 Pembahasan Hasil Perbandingan Rerata Neovaskularisasi

Data jumlah neovaskularisasi hari ke-4 berdistribusi normal dan

homogen sehingga digunakan uji parametrik t independent. Rerata jumlah

neovaskularisasi pada kelompok kontrol adalah 18,37±0,83 sedangkan kelompok

ekstrak sarang walet 18,12±0,93. Uji perbandingan rerata jumlah

neovaskularisasi antar kelompok hari ke-4 menunjukkan tidak adanya perbedaan

signifikan pada kelompok perlakuan (p>0,05). Kedua kelompok sama-sama

mengalami peningkatan jumlah neovaskuler tanpa adanya perbedaan. Ini mungkin

karena timbulnya neovaskularisasi baru dimulai pada hari keempat, sehingga

perbedaan belum tampak.

Data jumlah neovaskularisasi hari ke-7 berdistribusi normal dan

homogen sehingga digunakan uji parametrik t independent. Rerata jumlah

neovaskularisasi pada kelompok kontrol adalah 17,12±0,83 sedangkan kelompok

ekstrak sarang walet 8,38±1,06. Uji perbandingan rerata jumlah neovaskularisasi

antar kelompok hari ke-7 menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada

Page 75: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

59

kelompok perlakuan (p<0,05). Kelompok ekstrak sarang walet mengalami

penurunan jumlah neovaskuler dibandingkan kelompok kontrol.

Ini sesuai dengan penelitian oleh Roh et al yang meneliti mekanisme

induksi proliferasi stem sel adipose oleh ekstrak sarang walet ternyata melalui

jalur IL-6 dan VEGF (Kyung, 2012). VEGF berperan dalam penyembuhan luka

untuk membantu angiogenesis (Martin, 1997) pada data didapatkan

neovaskularisasi kelompok perlakuan ditemukan penurunan yang bermakna ini

berarti pada kelompok perlakuan ekstrak sarang walet telah lebih dulu mengalami

penyembuhan. Hal ini sesuai dengan literatur, bila terjadi luka maka akan terjadi

hipoksia jaringan yang akan merangsang fibroblast growth factor (FGF) dan

vascular endothelial cell growth factor (VEGF). Pemberian VEGF sendiri secara

topikal dapat mempercepat penyembuhan luka ( Nauta et al, 2013).

Pembentukan pembuluh darah baru akan terbentuk untuk menopang

jaringan granulasi baru, setelah luka dipenuhi jaringan granulasi baru maka terjadi

penurunan pembuluh darah baru. Luka yang menyembuh akan terjadi penurunan

pembuluh darah baru (Singer and Clarck, 1999). Regenerasi lengkap epidermis

tikus selesai pada hari kelima setelah dilukai. Fase inflamasi akut pada tikus

digambarkan dalam penelitian kami selama tiga hari pertama penyembuhan.

Sebagai perbandingan dengan manusia proses peradangan tikus lebih cepat.

Puncak dari fase proliferasi pada tikus diamati antara kelima dan hari keenam.

Dibandingkan dengan manusia, proses ini lebih cepat, namun sebanding (Kumar

Page 76: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

60

et al, 2003). Pada penelitian Vidinsky et al tahun 2006 fase pematangan dan fase

remodeling pada tikus dimulai pada hari keenam. Pada manusia, fase ini dimulai

pada hari ketujuh luka penyembuhan (Kumar et al, 2003). Pada fase maturasi dan

remodeling terjadi remodeling kolagen serta maturasi dan regresi dari pembuluh

darah. Regresi neovaskularisasi menunjukkan jaringan telah pulih (Guo dan

Dipietro, 2010).

Hasil yang serupa juga didapat pada penelitian Ambiyani di universitas

udayana tahun 2013, yang meneliti efek salep ekstrak mengkudu pada jaringan

luka tikus. Pada hari keempat didapatkan peningkatan tebal epitel dan neovaskular

pada kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada hari

kedelapan pada kelompok perlakuan sudah mengalami penipisan epitel dan

penurunan jumlah neovaskular bila dibandingkan dengan kontrol (Ambiyani,

2013).

6.4 Mekanisme Dan Efek Krim Ekstrak Sarang Walet 10% Dalam Jaringan

Luka

Dari hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak sarang

walet 10 % dapat meningkatkan epitelisasi (mempercepat penutupan celah luka)

pada hari keempat, namun tidak bermakna untuk neovaskularisasi pada jaringan

luka mencit pada hari keempat. Tebal epitelisasi dan jumlah neovaskularisasi

pada kelompok ekstrak sarang walet 10% pada hari ketujuh mengalami penurunan

yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Ini menunjukkan bahwa ekstrak

Page 77: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

61

sarang walet memang memiliki mekanisme kerja melalui VEGF. Ini didukung

oleh penelitian sebelumnya oleh Kyung et al yang meneliti cara kerja ekstrak

sarang walet dalam meningkatkan proliferasi stem sel adalah melalui jalur il-6 dan

VEGF (Kyung et al, 2012).

Page 78: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

62

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Pemberian krim ekstrak sarang walet 10 % dapat meningkatkan

epitelisasi pada penyembuhan luka mencit pada hari ke-4

2. Pemberian krim ekstrak sarang walet 10 % tidak dapat meningkatkan

jumlah neovaskularisasi pada penyembuhan luka mencit pada hari ke-4

7.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi ekstrak

sarang walet yang paling optimal untuk mempercepat penyembuhan luka.

Page 79: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

63

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, F.Z., Hui, C. K., Luan, N. S., Ramli, E. S. M., Hun, L. T. and Ghafar, N.

A. 2011. Efects of edible bird’s nest(EBN) on cultured rabbit corneal keratocytes. Available from://www.biomedcentral.com/1472-6882/11/94

Ambiyani,W. 2013. Pemberian Salep Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda Citrifolia L) Meningkatkan Proses Regenerasi Jaringan Luka Pada Tikus Putih Galur Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan (Thesis). Denpasar:Universitas udayana

Amirlak B. and Shahabi, L. 2011. Skin anatomy. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1294744-overview#a30. accessed 19

oktober 2012

Azwir, A.R. and Wan Nazaimoon, W. M. 2011. Effect of edible bird’s nest on cell

proliferation and tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) release in vitro.

International food research journal 18(3); 1123-1127

Baroroh, D. 2011. Konsep luka. available from https1-keperawatan.umm.ac.idfilesfilekonsep%20luka.pdf Accessed 4 juni 2014

Baumann, L. 2008. Cosmetic and Skin Care in Dermatology Acute and Chronic in: Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S.I., Gilchrest, B. A., Paller, A. S., Leffell, D. J. , Editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine7th edition.Mc Graw-Hill Book Co. p2357-2363

Chan, W.S. 2003. Review scientific evidence of Edible bird nest. Available from: http://www.hkfsta.com.hk/articles/special/article7.htm accessed Monday, January 16, 2012

Cooper, G.M. 2000. The Cell: A Molecular Approach. 2nd edition. Sunderland (MA): Sinauer Associates. Signaling Molecules and Their Receptors.Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK9924/accessed 21 april 2012.

Darmojo, R.B. 2006. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Geriatri. Edisi ketiga. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal : 3-12.

Delaney D., 2008. Budidaya sarang burung walet di jawa timur. (Skripsi) Malang: Universitas Muhamadyah

Ditjen POM ( 1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.

Federer, W.T. 2011. Statistical Design and Analysis for Intercropping Experiments.Volume 1, Two Crops. Springer Series in Statistics, Springer – Verlag, Berlin

Page 80: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

64

Fisher, G.J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z.B., Wan, Y., Datta, S. and Voorhees, J.J. 2002. Mechanism of Photoaging and Chronological Skin Aging.Arch Dermatol.Department of Dermatology, University of Michigan, Ann Arbor.Vol 138: p. 1462-1470.

Get, P.A. and Barnes, J.M. 1994. Toxicity Test in D.R Laurence and A.I. Bachrach. Evaluation Drug Activities: Farmacometric Vol.1.Academic Pres. P: 161.

Goldman, R. and Klatz. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Australasian Edition.Theories of Aging. p. 22-24, 191-194.

Gope, M. L. & Gope R. 2007. Topically applied EGF and PDGFs affect

positively the co-ordinate expression of EGF and PDGF receptor genes

during acute cutaneous wound-healing process. Current Science, vol. 92, no.

5, 10 march 2007

Gunter, C. I. and Machens, H. G. 2012. New strategies in clinical care of skin

wound healing. European Surgical Research 2012;49:16-23.

Guo, C.T., Takahashi, T., Bukawa, W., Takahashi, N., Yagi, H., Kato, K., Hidari, K. I. P. J., Miyamoto, D., Suzuki, T. and Suzuki, Y. 2006. Edible bird’s nest extract inhibits influenza virus infection. Antiviral Research 70: 140-146

Guo, S and DiPietro, L. A. 2010. Factors Affecting Wound Healing. Journal of

Dental Research 89(3):219-229

Jain, S. 2012. Dermatology. Journal of Ilustrated Study Guide and Comprehensive Board Review. USA: Springer Science, Bussiness Media. ILC. p. 2-10.

Kaminer, M.S. 1995. Photodamage: Magnitude of the Problem. in: Gilchrest, B.A., editor. Photodamage. Blackwell Science.p.3-9.

Kim, C., Ryu, H. and Kim, J.C., 2010. Low dose irradiation stimulates matrix metalloproteinase-1 expression via BLT2-linked pathway in HaCaT cells. Experimental and molecular medicine 42 No. 12. P 833-841.

Kim, Hyeon Ho., Shin, C.M., Park, Chi-Hyun., Kim, K.H., Cho, K.H., Eun, H.C. Chung and Jin Ho. 2012.Water extraxt of edible bird’s nest attenuated the oxydative stress-induced matrix metalloproteinase-1 by regulating the mitogen activated protein kinase and activator protein-1 pathway in human keratinocytes. Journal of the korean society for applied biological chemistry, Vol 46: p. 347-354

Kim, Hyeon Ho., Shin, C.M., Park, Chi-Hyun., Kim, K.H., Cho, K.H., Eun, H.C. Chung and Jin Ho. 2005. Eicosapentaenoic Acid Inhibits UV-Induced MMP-1 Expression in Human Dermal Fibroblast. Journal of Lipid Research, Vol 46: p. 1712-1719.

Page 81: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

65

Klatz, R. 2003. Acknowledgement in: Klatz, R. 2003 Anti Aging medical Therapeutics Vol 5. The A4M publication. Chicago. p. 3.

Kong, Y.C., Keung, W.M., Yip, T.T., Ko, K.M., Tsao, S.W. and Ng, M.H. 1987.

Evidence that epidermal growth factor is present in swiftlet’s (Collocalia)

nest. Comparative Biochemistry and Physiology 87:221- 226.

Kumar V, Cotran Rz, Robbins Sl. 2003. Basic Pathology 7th Ed. Saunders, Philadelphia, London, Toronto,Montreal, Sydney, Tokyo, 873 p.

Kyung, B. R., Lee, J., Kim, Y. S., Park, J., Kim, J. H., Lee, J. and Park, D. 2012.

Mechanisms of edible Bird’s Nest Extract-induced proliferation of Human

adipose derived stem cells. Available from: www.

Ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22110547 Accessed : 20 juni 2012.

Li, J., Chen, J. and Kirsner, R. 2007. Pathophysiology of acute wound healing. Clinics in Dermatology. Vol: 25. p. 9-18.

Manjas, M., Henky, J. and Salmiah, A. 2010. Penggunaan Krim Amnion pada

Penyembuhan Luka Sayatan Tikus Wistar. Majalah Kedokteran Indonesia,

Volume 60, Nomor: 6, Juni 2010

Marczyk, G.R, Marczyk, G.R, DeMatteo, D., dan Festinger, D, 2005.Essentials of Research Design and Methodology, Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Martin, J. M., Zenilman, J. M., and Lazarus, G. S. 2010. Molecular Microbiology:

New Dimensions for cutaneus biology and wound healing. Journal of

investigate dermatology (2010) 130, 38-48

Martin, P. 1997. Wound healing-aiming for perfect skin regeneration. Available

from:http://www.sciencemag.org/content/276/5309/75.longAccesed oktober

29, 2012.

Matsukawa, N. 2011. Improvement of bone strength and dermal thickness due to dietary edible bird’s nest extract in ovariectomized rats. Biosci. Biotechnol. Biochem vol 75. p 590-592.

Mehta, R.C. and Fitzpatrick, R.E., 2007. Endogenous growth factor as cosmeceuticals. Dermatologic Therapy. 2007 sep-oct; 20(5) p. 350-359

Mercandetti, M. 2011. Wound Healing and Repair. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1298129-overview accessed 29

oktober 2012

Page 82: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

66

Minimas, D. A. 2007. Clinical review: Ageing and its influence on wound

healing. Wounds UK, 2007, vol 3, No 1.

Nagaoka, T., Kaburagi, Y., Hamaguchi Y., Hasegawa M., Takehara K., Steeber D. A., Tedder T. F., and Sato S. 2000. Delayed wound healing in the absence of intercellular adhesion molecule-1 or L-selectin expression. Am J Pathol. 2000 Jul;157(1):237-47

Nakagawa, H., Hama, Y., Sumi, T., Li, S., Maskos, K., Kalayanamitra, K., Mizumoto, S., Sugahara, K. And Li, Y. 2007. Occurrence of a nonsulfated chondroitin proteoglycan in the dried saliva of Collocalia swiftlets (edible bird’s-nest). Glycobiology vol. 17 no. 2 pp. 157–164.

Nauta A., Seidel C., Deveza L., Montoro D., Grova M., Ko S. H., Hyun J., Gurtner G. C., Longaker M. T. and Fan Yang. 2013. Adipose-derived Stromal Cells Overexpressing Vascular Endothelial Growth Factor Accelerate Mouse Excisional Wound Healing. Molecular Therapy (2013); 21 2, 445–455. doi:10.1038/mt.2012.234

Ng M. H., Chan K. H. and Kong Y. C. 1986. Potentiation of mitogenic response by extracts of the swiftlet's (Collocalia) nest. Biochem Int. 1986 Sep;13(3):521-31.

Noorhayati, M.K., Azman, O, and Nazaimoon, W.M. 2010. Preliminary study of the nutritional content of malaysian Edible bird’s nest. Malaysian Journal Nutrition 16 (3). P 389-396.

Ogura, H. 2011. Development of miracle medicines from sialic acids.

Proceedings of the Japan Academy., Series. B 87 (2011)

Pangkahila,W. 2007. Anti Aging Medicine Memperlambat Penuaan Meningkatkan kualitas Hidup. Penerbit Buku Kompas. Jakarta, hal 10-1

Pham-Huy, L.A., He, H. and Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidant in Disease and Health. International Journal of Biomedical Science, Vol 4: p. 89-96.

Poljsak, B. dan Dahmane, R. 2012. Free radicals and extrinsic skin aging. Hindawi Publishing Corporation Dermatology Research and Practice volume 2012

Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P., Morison, W.L. and Sauder, D.N. 2006.Photoaging : Mechanism and Repair, Continuing Medical Education, American Academy of Dermatology, Inc. p.1-19.

Rieger, M. M. 2000. Harry’s cosmeticology. New york: Chemical Publishing co inc.

Rohmah,S. D. 2013. Formulasi krim sarang burung walet putih (aerodamus fuciphagus) dengan basis type A/M sebagai pencerah kulit wajah. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Page 83: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

67

Rolfe, K. J. and Grobbelaar, A. O. 2012. A Review of Fetal Scarless Healing. International Scholarly Research Network Dermatology. Volume 2012 (2012), Article ID 698034

Schauer, R. and Traving, C. Structure, function and metabolism of sialic acids.

1998. Cellular and mollecular life science. Volume 54, Issue 12, pp 1330-

1349

Schouest J.M., Luu, T.K. and Moy, R.L. 2012. Improved texture and appearance of human facial skin after daily topical aplication of barley produced, synthetic, human-like epidermal growth factor (EGF) serum. The Journal of Drugs in Dermatology 2012 may 11(5) p.613-620.

Varki A, Cummings RD, and Esko JD. 2009. Sialic acids in: Essentials of

Glycobiology. 2nd edition. NY: Cold Spring Harbor laboratory Press.

Wahyuningsih, K. A. 2010. Pemberian astaxanthin topical menghambat penuaan dini kulit akibat pejanan sinar ultra violet B dengan memberikan efek proteksi terhadap kolagen pada mencit (Mus musculus) (Thesis). Denpasar:Universitas udayana

Yenti, R., Afrianti, R. and Afriani L. 2011. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun

Kirinyuh (Euphatoriumodoratum. L) untuk Penyembuhan Luka. Majalah

Kesehatan Pharma Medika, 2011 Vol,3, No,1

Young, A.R. and Walker, L. S. 2008. Acute and Chronic Effect of Ultraviolet Radiation on the Skin, in: Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S.I., Gilchrest, B. A., Paller, A. S., Leffell, D. J. , Editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine7th edition.Mc Graw-Hill Book Co. p809-815.

Taylor, R.J., 1997, An Aid to Wound Measurement Using a Computer. Journal of

Wound Care, 11(6): 213-16.

Page 84: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

68

Lampiran1.Tabel Konversi Perhitungan untuk Berbagai Jenis (Species) Hewan Uji dan Manusia dalam Get dan Barnes (1994)

Mencit 20 gr

Tikus 200 gr

Marmut 400 gr

Kelinci 1,5 kg

Kucing 2 kg

Kera 4 kg

Anjing 12 kg

Manusia 70 kg

Mencit 20 gr

1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,3 124,2 387,9

Tikus 200 gr

0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0

Marmut 400 gr

0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,5 kg

0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2

Kucing 2 kg

0,05 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 6,1 13,0

Kera 4 kg

0,016 0,11 0,15 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

Anjing 12 kg

0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

Manusia 70 kg

0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Page 85: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

69

Spss hari keempat

Descriptives

8 3.4976 .71813 .25390 2.8973 4.0980 2.54 4.55

8 2.6744 .38181 .13499 2.3552 2.9936 2.25 3.26

16 3.0860 .69957 .17489 2.7133 3.4588 2.25 4.55

8 18.3750 1.06066 .37500 17.4883 19.2617 17.00 20.00

8 18.1250 .83452 .29505 17.4273 18.8227 17.00 19.00

16 18.2500 .93095 .23274 17.7539 18.7461 17.00 20.00

kontrol 4 hari

walet 4 hari

Total

kontrol 4 hari

walet 4 hari

Total

celah luka

jumlah neovaskuler

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Tests of Normality

.178 8 .200* .950 8 .712

.221 8 .200* .902 8 .300

.222 8 .200* .912 8 .366

.228 8 .200* .835 8 .067

kelompokkontrol 4 hari

walet 4 hari

kontrol 4 hari

walet 4 hari

celah luka

jumlah neovaskuler

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Test of Homogeneity of Variances

4.800 1 14 .046

.843 1 14 .374

celah luka

jumlah neovaskuler

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

Independent Samples Test

4.800 .046 2.863 14 .013 .82319 .28755 .20645 1.43993

2.863 10.665 .016 .82319 .28755 .18785 1.45852

.843 .374 .524 14 .609 .25000 .47716 -.77340 1.27340

.524 13.266 .609 .25000 .47716 -.77874 1.27874

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

celah luka

jumlah neovaskuler

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 86: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

70

Spss hari ketujuh

Descriptives

8 129.6200 60.98534 21.56157 78.6350 180.6050 66.88 243.90

8 46.2688 6.40955 2.26612 40.9102 51.6273 37.64 56.32

16 87.9444 60.06207 15.01552 55.9396 119.9492 37.64 243.90

8 17.1250 .83452 .29505 16.4273 17.8227 16.00 18.00

8 8.3750 1.06066 .37500 7.4883 9.2617 7.00 10.00

16 12.7500 4.61158 1.15289 10.2927 15.2073 7.00 18.00

kontrol 7 hari

walet 7 hari

Total

kontrol 7 hari

walet 7 hari

Total

tebal epitel

jumlah neovaskuler

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval forMean

Minimum Maximum

Tests of Normality

.298 8 .035 .871 8 .154

.188 8 .200* .954 8 .749

.228 8 .200* .835 8 .067

.222 8 .200* .912 8 .366

kelompokkontrol 7 hari

walet 7 hari

kontrol 7 hari

walet 7 hari

tebal epitel

jumlah neovaskuler

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Test of Homogeneity of Variances

19.572 1 14 .001

.843 1 14 .374

tebal epitel

jumlah neovaskuler

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

Independent Samples Test

.843 .374 18.338 14 .000 8.75000 .47716 7.72660 9.77340

18.338 13.266 .000 8.75000 .47716 7.72126 9.77874

19.572 .001 3.845 14 .002 83.35125 21.68033 36.85157 129.85093

3.845 7.155 .006 83.35125 21.68033 32.30917 134.39333

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

jumlah neovaskuler

tebal epitel

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 87: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

71

Mencit dibius

Bulu mencit dicukur

Page 88: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

72

Mencit dilukai dengan disposable punch biopsy 6

mm

Mencit yang telah dilukai

Pengambilan sampel hari ke-4

Page 89: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

73

Jaringan kulit mencit dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin

Kontrol krim basis hari ketujuh, pembesaran 400x

terbentuknya epitelisasi, gambaran neovaskuler

Page 90: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

74

Page 91: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

75

Jaringan kulit mencit dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin

krim ekstrak sarang hari ketujuh, pembesaran 400x

gambaran epitelisasi , gambaran neovaskuler

Page 92: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

76

Nomor

Hal

: 014/UN14.24/UPTLA/2014

: Hasil Laboratorium

No

Sampel Silaic acid (%)

Metode

1.

Sampel A

1,26

EnzyChromTM Sialic Acid Assay Kit (Cat# ESLA-100) Coloriemetric procedure

2. Sampel B 0,98 EnzyChromTM Sialic Acid Assay Kit (Cat# ESLA-100) Coloriemetric procedure

Bukit Jimbaran, 6 Januari 2014 Kepala UPT Laboratorium Kimia Analitik Unud

(Prof.Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil)

Kepada Yth Dr. Irma Di tempat

Page 93: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

77

Nomor

Hal

: 255/UN14.24/UPTLA/2013

: Hasil Laboratorium

No

Sampel Silaic acid (%)

Metode

1.

Sarang burung walet

8,25

EnzyChromTM Sialic Acid Assay Kit (Cat# ESLA-100) Coloriemetric procedure

Bukit Jimbaran, 4 Nopember 2013 Kepala UPT Laboratorium Kimia Analitik Unud

(Prof.Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil)

Kepada Yth Dr. Irma Di tempat

Page 94: PEMBERIAN KRIM EKSTRAK SARANG WALET 10 ...

78