PEMBERDAYAAN_PUSKESMAS

download PEMBERDAYAAN_PUSKESMAS

of 25

Transcript of PEMBERDAYAAN_PUSKESMAS

PROGRAM

PEMBERDAYAAN PUSKESMASDI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

YOSRI AZWAR

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI2004

Program Pemberdayaan Puskesmas

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI BAB. I. PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... B. Landasan dan Dasar Kebijakan .. C. Tujuan BAB. II. GAMBARAN PUSKESMAS SAAT INI ... A. Kondisi Fisik Puskesmas ... B. Sarana dan Prasarana . C. Kapasitas SDM Puskesmas D. Otoritas Puskesmas E. Kinerja Puskesmas . F. Pembiayaan Puskesmas . BAB. III. MASALAH DAN PROBLEMATIKA PUSKESMAS ... A. Kelembagaan Puskesmas ... B. Keberadaan Kepala Puskesmas .. C. Retribusi atau Sumber Pendapatan Asli Daerah? (PAD) ... D. Kesejahteraan Petugas yang masih rendah .... BAB. IV. APAKAH PUSKESMAS MASIH PERLU? .. A. Keberadaan Puskesmas di tengah-tengah Masyarakat .. B. Puskesmas yang Diharapkan Masyarakat .. BAB. V. PEMBERDAYAAN PUSKESMAS ... A. Pengertian ...... B. Visi dan Misi ...... C. Tujuan dan Fungsi ...... D. Kedudukan, Organisasi dan Tata Hubungan Kerja .... E. Upaya dan Azas Penyelenggaraan . F. Manajemen Puskesmas .. G. Pembiayaan Puskesmas . BAB. VI. LANGKAH, KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI .... A. Kapasitas SDM Puskesmas B. Otoritas Kepala Puskesmas C. Kesejahteraan Petugas Puskesmas . D. Rekomendasi .. DAFTAR PUSTAKA .. i 1 1 1 2 3 3 3 3 4 5 6 7 7 7 7 8 10 10 10 11 11 11 12 13 15 19 19 21 21 21 21 22 23

Yosri Azwar, 2004

i

Program Pemberdayaan Puskesmas

BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bersamaan dengan pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan Undangundang Nomor 36 Tahun 2003, maka sebanyak tujuhbelas Puskesmas yang semula berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang, kini berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dan tersebar di sebelas kecamatan dengan luas wilayah 1.900,22 km2. Pemekaran daerah bertujuan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan yang akan membawa dampak kepada penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan yang lebih baik. Fenomena globalisasi yang ditandai terjadinya interpenetrasi dan interdependensi dari semua sektor baik ekonomi, politik dan sosial budaya menyebabkan terjadinya transformasi masyarakat lokal menjadi masyarakat global tanpa batas negara. Sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan, Puskesmas memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menjamin terwujudnya generasi penerus bangsa yang sehat lahir dan batin, cerdas dan memiliki daya saing yang tinggi. Buruknya kinerja Puskesmas akan sangat berpengaruh kepada mutu kesehatan masyarakat dan lingkungannya, masyarakat dan lingkungan yang tidak sehat akan berpengaruh pula kepada tingkat produktivitas masyarakat, rendahnya produktivitas masyarakat berpengaruh kepada kehidupan ekonomi masyarakat, rendahnya tingkat ekonomi masyarakat akan berimplikasi kepada menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan lebih jauh rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan berpengaruh kepada menurunnya minat investasi. Demikian pula sebaliknya Puskesmas dengan kinerja yang baik akan menciptakan masyarakat dan lingkungan yang sehat, masyarakat dan lingkungan yang sehat akan meningkatkan produktivitas dan ekonomi masyarakat, tingginya tingkat produktivitas dan ekonomi masyarakat akan berdampak kepada perbaikan iklim investasi. Beberapa permasalahan yang dihadapi Puskesmas pada saat ini antara lain citra Puskesmas yang masih terpuruk, pelaksanaan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat yang belum terlaksana dengan baik, beban tugas yang berat dengan ketersediaan sumber daya yang belum memadai dan permasalahan kesehatan yang semakin kompleks. Disamping itu masalah mendasar yang selalu terabaikan adalah sistem insentif bagi petugas Puskesmas yang belum mampu mendorong perbaikan kinerjanya, penghargaan bagi petugas yang memiliki prestasi kerja yang baik belum dilakukan. Dalam menghadapi berbagai tantangan di era globalisasi, desentralisasi, tuntutan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas, tanggung jawab terhadap kehidupan bangsa serta berbagai permasalahan yang sedang dihadapinya, maka konsep Puskesmas dipandang perlu untuk ditinjau kembali dan lebih disempurnakan. B. Landasan dan Dasar Kebijakan 1. Amandemen UUD 1945, menyebutkan pada Pasal 28 H ayat (1) setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. 2. Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 2004. 3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang menetapkan Program Peningkatan Pelayanan Publik Tahun 2000 2004, dengan sasaran terselenggaranya pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, memuaskan, transparan dan tidak diskriminatif.Yosri Azwar, 2004

1

Program Pemberdayaan Puskesmas 2

4. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan : a. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal (Pasal 4). b. Setiap orang berkewajiban untuk ikut dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungannya (Pasal 5). c. Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Pasal 7). d. Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Pasal 9). e. Pemerintah mengembangkan, membina dan mendorong Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara praupaya, berazaskan usaha bersama dan kekeluargaan (pasal 66, ayat 1). 5. Inpres Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada Masyarakat. C. Tujuan Tujuan Program Pemberdayaan Puskesmas adalah untuk mewujudkan Puskesmas sebagai salah satu sarana pelayanan publik yang mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, merata, bermutu, terjangkau dan memenuhi kebutuhan (need) dan harapan (demand) masyarakat di wilayah kerjanya.

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas

BAB. II. GAMBARAN PUSKESMAS SAAT INI A. Kondisi Fisik Puskesmas Sebagian besar Puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai didirikan di era tahun 80an, sehingga keadaan fisik bangunannya pada saat sekarang ini dapat dikatakan tidak representatif lagi. Walaupun rehabilitasi terakhir dilakukan pada tahun 1999, namun bangunan yang telah berumur seperempat abad tersebut tetap saja kurang representatif baik dari sudut penataan ruang dan kantor maupun dari sudut luas bangunan yang dirasakan sudah kurang memadai dengan perkembangan yang terjadi dalam dua puluh tahun belakangan ini. Demikian pula halnya dengan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang sebagian besar juga dibangun pada era tahun 80an, bahkan nasibnya lebih menyedihkan lagi karena sampai sekarang sebagian besar Pustu belum pernah direhabilitasi sama sekali. Perbaikan yang dilakukan selama ini oleh Puskesmas atau Pustu adalah secara swadaya dan semampunya sehingga sangat terbatas dan sama sekali jauh dari yang diharapkan. B. Sarana dan Prasarana Kondisi sarana, terutama peralatan medis dan laboratorium di Puskesmas pada saat ini juga masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Lebih dari 80% Puskesmas tidak memiliki sarana peralatan medis dan laboratorium yang lengkap, disamping banyak peralatan yang hilang namun peralatan yang sudah dalam kondisi tua dan rusak juga belum pernah mengalami penggantian. Sehingga dapat dikatakan bahwa otonomi daerah dan desentralisasi yang sedang berjalan di Indonesia ternyata membawa dampak kepada menurunnya pembiayaan kesehatan secara tajam dan menyeluruh. Demikian pula halnya dengan peralatan kesehatan non medis, seperti lemari pendingin untuk vaksin, vaccine carrier, peralatan untuk penyuluhan kesehatan, hampir seluruhnya sudah dalam kondisi rusak baik ringan atau berat bahkan peralatan-peralatan yang sangat penting seperti alat pengasapan (Mesin Fogging dan ULV) untuk demam berdarah dan alat penyemprot (Spraycan dan Mistblower) untuk malaria, belum ada sama sekali. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang memiliki konsep wilayah seharusnya dapat bergerak (mobile) menjangkau masyarakat sampai ke daerah terpencil sekalipun terutama masyarakat dari golongan miskin (yang jelas tidak mampu mengeluarkan biaya untuk datang ke Puskesmas), demikian pula apabila diperlukan untuk bergerak cepat dalam rangka membasmi wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Akan tetapi dari 17 Puskesmas, hanya 5 Puskesmas (30%) yang memiliki Puskesmas Keliling, itupun sudah tidak dalam kondisi yang diharapkan. C. Kapasitas SDM Puskesmas Sebagian besar dari staf Puskesmas dan Pustu adalah paramedis perawat dan bidan, sedangkan tenaga-tenaga terlatih untuk bidang kesehatan masyarakat dan tenaga spesialistik tertentu seperti sanitasi, fisioterapis, laboratorium dan lain-lain sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh beberapa Puskesmas. Sedangkan tenaga profesional dibidang kesehatan masyarakat yang justru diperlukan oleh Puskesmas sangat terbatas sekali, rasio untuk Serdang Bedagai hanya 0,7 tenaga per Puskesmas padahal setiap Puskesmas memerlukan sedikitnya 2 orang tenaga dengan kualifikasi setingkat diploma dalam bidang kesehatan masyarakat.Yosri Azwar, 2004

3

Program Pemberdayaan Puskesmas 4

Demikian pula halnya dengan tenaga-tenaga fungsional administrasi lainnya yang diperlukan oleh Puskesmas seperti administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, administrasi barang dan lain-lain. Sampai saat ini belum semua Puskesmas dipimpin oleh seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat seperti yang dikehendaki oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena sangat terbatasnya tenaga PNS yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan untuk dapat menduduki jabatan sebagai kepala Puskesmas, dimana Keputusan Menteri Kesehatan tersebut menetapkan jabatan Kepala Puskesmas adalah Jabatan Eselon IIIb. D. Otoritas Puskesmas Puskesmas seharusnya memiliki kewenangan secara utuh dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Namun beberapa kebijakan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah daerah maupun oleh dinas kesehatan (sebelumnya Pemda dan Diskes Deli Serdang) cenderung membatasi bahkan dapat dikatakan mengambil alih kewenangan Puskesmas sehingga pada saat sekarang ini kewenangan Puskesmas menjadi sangat terbatas dan tidak jelas sama sekali. Seperti halnya dalam menetapkan rencana anggaran dan pendapatan Puskesmas, justru Puskesmas tidak dilibatkan dan semuanya masih ditetapkan oleh dinas kesehatan secara sepihak dan masih bersifat top-down. Anggaran untuk pembiayaan program-program dan kegiatan-kegiatan Puskesmas ditetapkan oleh dinas kesehatan dan bersama-sama dengan program dan kegiatan dinas kesehatan dicantumkan seluruhnya di dalam DIK dinas kesehatan, sehingga terjadi tumpang tindih dan ketidak jelasan antara program dan kegiatan dinas kesehatan dengan program dan kegiatan Puskesmas. Anggaran Puskesmas tergantung sepenuhnya kepada dinas kesehatan bahkan sampai pembelian bantal dan guling untuk Puskesmas dengan tempat tidur dilakukan oleh dinas kesehatan. Pendapatan Puskesmas ditetapkan melalui peraturan daerah (Perda) dalam bentuk retribusi yang dihitung oleh dinas kesehatan tanpa melibatkan Puskesmas, dimana Puskesmas diwajibkan untuk mengumpulkan sejumlah pendapatan dari retribusi pelayanan kesehatan tertentu yang cenderung meningkat setiap tahunnya, sehingga akhirnya hampir seluruh Puskesmas tidak mampu memenuhi kewajibannya secara riil kalau hanya dengan mengutip tarif sesuai Perda yang berlaku. Demikian pula halnya dengan pemanfaatan, pembinaan dan pengaturan pegawai/ petugas kesehatan yang berada di lingkungan unit kerjanya, Kepala Puskesmas tidak memiliki kewenangan. Sehingga sering terjadi pegawai/ petugas kesehatan pindah tugas (mutasi) ke tempat lain tanpa sepengetahuan Kepala Puskesmas dan tak jarang pula Puskesmas kehilangan tenaga pengelola yang sangat diharapkan untuk melaksanakan kegiatan dan program-program kesehatan, sedangkan Kepala Puskesmas sama sekali tidak dapat berbuat banyak. Oleh karena Kepala Puskesmas sama sekali tidak memiliki wewenang apapun terhadap pegawai/ petugas kesehatan di unit kerjanya, maka mereka sama sekali tidak memiliki wibawa dalam memimpin dan membina para pegawai/ petugas kesehatan tersebut. Hal ini berakibat kepada sering terjadinya tindakan-tindakan indispliner yang dilakukan pegawai/ petugas kesehatan di Puskesmas.

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 5

Hal di atas juga terjadi sebagai akibat dari belum jelasnya status jabatan Kepala Puskesmas, dimana sampai dengan saat sekarang ini sebagian besar Kepala Puskesmas hanya berstatus sebagai pelaksana yang dihunjuk dengan nota dinas. E. Kinerja Puskesmas 1. Pemanfaatan Puskesmas Dari hasil laporan Puskesmas (2003) diketahui bahwa secara keseluruhan interaksi petugas/ pasien adalah sangat rendah yaitu dibawah 0,5 kontak per hari, angka ini tidak termasuk kontak pasien terhadap Puskesmas Keliling dan Pustu. Dari data Susenas (2001) diketahui bahwa hanya 8,9 % saja dari seluruh episode sakit yang datang untuk berobat ke Puskesmas, atau sama dengan 18,8% dari seluruh jumlah pasien berobat jalan di Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Indikator Kesehatan Indikator kesehatan yang penting dan utama adalah angka kematian Bayi, Balita, Ibu melahirkan, angka kesakitan dan status gizi masyarakat. Tabel-tabel berikut ini akan memperlihatkan capaian indikator-indikator tersebut yang juga menggambarkan outcome dari program-program kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas.Tabel 1. Capaian Indikator Indonesia Sehat 2010 dan SPMINDIKATOR CAPAIAN TARGET

Angka Kematian Bayi (AKB)* Angka Kematian Balita (AKBA)* ASI Eksklusif** Cakupan Pertolongan persalinan*** : per 1000 kelahiran hidup ** : persen

59 78 49,2 72,4

40 58 80 90

Bila dilihat dari beberapa capaian indikator (SKRT, 2001) di atas, maka capaian Puskesmas masih sangat jauh dari target yang telah ditentukan.Tabel 2. Status Gizi Masyarakat Serdang Bedagai, Provinsi dan Nasional Tahun 2004STATUS GIZI MASYARAKAT S. BEDAGAI PERSENTASE PROV. SUMUT NASIONAL

Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

79,6 19,7 0,7

89,5 9,6 0,9

90,7 8,7 0,6

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2002, dan SKRT 2001.

Status gizi masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai masih memprihatinkan. Angka statistik (Survey Kesehatan Nasional, SURKESNAS 2001) menunjukkan bahwa hanya 79,6% penduduk dengan status gizi baik, 19,7% memiliki status gizi kurang sedangkan sisanya sebesar 0,7 % adalah berstatus gizi buruk.

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 6

F. Pembiayaan Puskesmas Pada Gambar 1. berikut ini terlihat bahwa pembiayaan Puskesmas berasal dari berbagai sumber antara lain yaitu APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi melalui provinsi yang dikelola oleh dinas kesehatan provinsi, dalam bentuk dana pembantuan yang dikelola langsung oleh pusat. Hanya dana PKPS-BBM bidang kesehatan yang dikirim langsung dan dikelola oleh Puskesmas. Sumber lainnya adalah dana yang berasal dari APBD provinsi yang dikelola oleh dinas kesehatan provinsi. Sebahagian besar, bahkan hampir semua kegiatan-kegiatan yang berasal dari dana-dana tersebut di atas (kecuali PKPS-BBM) tidak direncanakan bersama-sama dengan Puskesmas dan sama sekali tidak diketahui oleh Puskesmas. Sedangkan dana yang berasal dari APBD kabupaten dikelola oleh dinas kesehatan kabupaten (Deli Serdang) baik untuk kegiatan rutin maupun untuk kegiatan programprogram kesehatan perorangan dan masyarakat. Oleh sebab itu Puskesmas tidak mengetahui sama sekali berapa jumlah anggaran pembiayaan Puskesmas yang sebenarnya, bahkan tidak ada yang dapat mengetahuinya apakah itu pihak pusat, provinsi atau kabupaten sekalipun.Gambar 1. Pembiayaan Puskesmas

APBN DPR DEPKES DANA PERIMBANGAN DAU DAK PINJAMAN/BANTUAN DPRD - P PEMDA PROVINSI APBD - K DPRD - K PEMDA KABUPATEN INCOME DAERAH PAD PAJAK DAERAH PINJAMAN DAERAH LAIN-LAIN YANG SAH

DANA PUSAT DEKONSENTRASI PEMBANTUAN

PKPS-BBM

DINAS KESEHATAN PROVINSI

DINAS KESEHATAN KABUPATEN

PUSKESMAS

PUSKESMAS

PUSKESMAS

MASYARAKAT (out of pocket, asuransi kesehatan, dana sehat, kontrak, dll.) 25 50%

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas

BAB. III. MASALAH DAN PROBLEMATIKA PUSKESMAS A. Kelembagaan Puskesmas Walaupun Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat telah menetapkan pada BAB III tentang kedudukan, organisasi dan tata kerja Puskesmas, namun sampai pada saat ini belum ada Puskesmas yang telah memenuhi ketentuan tersebut, dan belum satupun Puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki status sebagai unit struktural pemerintah daerah. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh kepada keberadaan dan kewenangan Puskesmas yang akan berpengaruh pula kepada keseluruhan kinerja Puskesmas. B. Keberadaan Kepala Puskesmas Puskesmas memerlukan seorang pemimpin yang memiliki kapasitas yang tinggi dengan dibarengi oleh otoritas yang jelas, sehingga pelaksanaan seluruh kewajiban dapat berjalan dengan baik. Namun sangat disayangkan bahwa kepala Puskesmas pada saat sekarang ini bahkan tidak memiliki keduanya, mereka hanya berstatus sebagai pelaksana yang sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap nasib Puskesmas. Oleh sebab itu kemampuan kepala Puskesmas untuk berinisiatif, berkreasi dan berinovasi dalam mengelola kegiatan dan program-program kesehatan sangat terbatas, sehingga sering terjadi Puskesmas sepi pengunjung (under-utilized), capaian program di bawah standar (substandard), bahkan sering pula terdengar Puskesmas kehabisan obat, tidak memiliki biaya operasional yang mencukupi dan berbagai kendala lainnya yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Serba keterbatasan tersebut pada akhirnya berpengaruh pula kepada motivasi, disiplin dan kepuasan kerja dari petugas kesehatan termasuk dokter bahkan kepala Puskesmas sendiri. Pada saat sekarang ini masih sering ditemukan dokter atau kepala Puskesmas yang masuk kerja hanya dua atau tiga hari saja dalam seminggu, bahkan ada yang masuk kerja hanya sekali dalam seminggu. Hal ini berdampak sangat buruk terhadap kinerja Puskesmas dan capaian program-program kesehatan di Kabupaten Serdang Bedagai dan tentunya yang paling dirugikan dalam hal ini adalah masyarakat. C. Retribusi Daerah atau Sumber Pendapatan Asli Daerah? (PAD) Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sebagian besar dari retribusi kesehatan adalah pembayaran atas jasa Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang lebih banyak dalam bentuk pelayanan medis untuk menyembuhkan penyakit dan atau keluhan kesehatan lainnya. Maka menetapkan target terhadap retribusi kesehatan yang berkaitan dengan pendapatan Puskesmas sama artinya dengan menjadikan retribusi kesehatan sebagai sumber pendapatan asli daerah apalagi kalau target tersebut dinaikkan setiap tahunnya. Kebijakan retribusi kesehatan yang seperti itu adalah sangat tidak tepat oleh karena : 1. Bertentangan dengan tujuan pembangunan kesehatan dan paradigma sehat, dimana dengan menaikkan target berarti kita mengharapkan meningkatnya kunjungan orang sakit, padahal program-program kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sedangkan paradigma sehat menjaga agar orang yang sehat tidak jatuh sakit, bukan sebaliknya.Yosri Azwar, 2004

7

Program Pemberdayaan Puskesmas 8

2. Bertentangan dengan prinsip kesehatan adalah investasi, dimana kita ketahui bahwa masalah kesehatan akan berakibat kepada terjadinya kerugian ekonomi (economic loss) baik jangka pendek terlebih lagi dalam jangka panjang. Jadi semakin besar masalah kesehatan maka semakin besar pula investasi (biaya kesehatan) yang diperlukan, jadi seharusnya pemerintah daerah memberikan subsidi kepada bidang kesehatan, bukan menjadikannya sebagai sumber pendapatan. 3. Bertentangan dengan prinsip kesehatan adalah hak azasi, yang mengandung implikasi kewajiban menyembuhkan yang sakit(a); mempertahankan yang sehat agar tetap sehat(b) dan meningkatkan kesehatan yang sehat agar lebih produktif(c). 4. Bertentangan dengan tujuan melindungi penduduk miskin, Kabupaten Serdang Bedagai masih memiliki penduduk miskin sejumlah 27.389 KK atau 21,22% dari jumlah penduduk, dan penduduk miskin adalah kelompok yang rentan terhadap gangguan kesehatan karena ternyata 70 90 % kunjungan Puskesmas adalah dari keluarga miskin. Jadi oleh karena itu Puskesmas perlu didukung dengan ketersediaan biaya untuk melindungi seluruh penduduk miskin, bukan sebaliknya. Dampak negatif menetapkan target terhadap retribusi kesehatan : 1. Membebani Puskesmas dengan target pendapatan yang tidak dihitung secara riil dan benar bahkan yang tidak mampu dicapai oleh Puskesmas akan berdampak kepada terjadinya kasus-kasus yang sifatnya fiktif demi pencapaian target tersebut sehingga pencatatan dan pelaporan (terutama jumlah dan jenis kunjungan) juga menjadi tidak benar, dan akibatnya data yang sangat penting bagi perencanaan dan pengembangan program kesehatan tidak dapat diperoleh secara benar dan akurat. 2. Hampir seluruh Puskesmas tidak mampu mencapai target secara riil dari kunjungan dan biaya yang ditarik sesuai Perda yang berlaku, sehingga kepala Puskesmas cenderung untuk melimpahkan beban target tadi kepada petugas kesehatan yang ada di Puskesmas, dan untuk itu petugas menuntut kompensasi berupa hari tidak masuk kerja dan atau pembagian jatah obat-obatan Puskesmas dalam jumlah tertentu sesuai besarnya beban yang dilimpahkan. Akibat dari pada itu sering terjadi adanya petugas Puskesmas yang masuk kerja hanya 2 atau 3 hari dalam seminggu, bahkan dampak lebih jauh dan yang paling buruk adalah dokter Puskesmas yang masuk kerja hanya 3, 2 atau 1 hari saja dalam seminggu. 3. Terjadi mark-up terhadap tarif pelayanan kesehatan di Puskesmas, hal ini terjadi oleh karena kalau hanya dengan tarif sesuai Perda maka target pendapatan tidak akan tercapai, sehingga Puskesmas terpaksa menaikkan tarif dari Rp. 500,- (lima ratus rupiah, sesuai Perda) menjadi rata-rata Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah). 4. Sebagai akibat dari kondisi di atas, adalah kinerja program-program kesehatan di Puskesmas setiap hari kian menurun dan akan menjadi sangat rendah, masyarakat tidak terlayani, Puskesmas tidak terawat dan hal-hal lain yang sangat merugikan baik terhadap pemerintah daerah maupun masyarakat. D. Kesejahteraan Petugas yang masih rendah Agar supaya berbagai upaya kesehatan baik perorangan maupun masyarakat yang menjadi tanggungjawab Puskesmas dapat terlaksana dengan baik, maka Puskesmas harus didukung oleh petugas-petugas kesehatan yang memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi. Motivasi dan etos kerja yang tinggi hanya dapat terjadi apabila petugas telah merasa yakin bahwa penghasilan dari pekerjaan yang dilakukannya telah dapat menjamin pemenuhan akan kebutuhan dasar keluarganya.Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 9

Untuk menentukan besaran kebutuhan dasar adalah sulit dan sangat relatif namun hampir dapat dipastikan bahwa struktur gaji petugas kesehatan yang berstatus pegawai negeri sipil belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar. Oleh karena itu motivasi dan etos kerja berada pada prioritas yang tidak menguntungkan bagi kinerja Puskesmas. Walaupun sebanyak 25% dari pendapatan retribusi Puskesmas kembali dan dapat dipergunakan secara langsung oleh Puskesmas untuk menutupi biaya operasionalnya, namun tetap saja jumlah tersebut jauh dari mencukupi, apalagi (secara de facto) tidak seluruhnya dari 25% tersebut yang kembali ke Puskesmas, ditambah lagi dengan tingkat utilisasi yang rendah dan tarif Perda yang masih berlaku sekarang ini. Disamping itu, sampai sekarang ini belum ada sistem insentif yang diberlakukan di Puskesmas sehingga tidak ada suatu apapun di Puskesmas yang dapat mendorong petugas untuk memperbaiki kinerjanya. Dengan penghasilan dari gaji yang tidak mencukupi adalah tidak mungkin bagi petugas untuk secara purna waktu (fulltime) berada di Puskesmas tanpa memperoleh tambahan penghasilan apapun, hal ini selalu menjadi pertimbangan yang dilematis bagi kepala Puskesmas dalam menegakkan disiplin tentang peraturan jam kerja. Akibat belum adanya sistem insentif yang membantu meningkatkan kesejahteraan petugas maka terjadilah berbagai hal negatif yang berdampak luas seperti : - Puskesmas bersaing dengan dokter, bidan dan perawatnya sendiri, dimana dokter berpraktek di wilayah kerja Puskesmas bahkan di dalam jam dinas, begitu pula halnya dengan bidan dan perawat sehingga Puskesmas sepi dari kunjungan, program kesehatan tidak terlaksana dengan baik yang berakhir kepada menurunnya citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Puskesmas. - Rendahnya mutu pelaksanaan program-program kesehatan akan berdampak kepada meningkatnya angka kesakitan dan kematian, dan yang paling mengkhawatirkan adalah berjangkitnya kembali penyakit-penyakit menular dan wabah. Dan sangat disayangkan bahwa hasil pemberantasan dan pencegahan penyakit yang selama ini sudah berjalan baik dengan segala upaya dan pengorbanan bukan tidak mungkin akan menjadi sia-sia sama sekali. - Hal yang lebih merugikan lagi adalah terjadinya persaingan tidak sehat di antara sesama petugas kesehatan apakah dokter, bidan atau perawat yang tidak jarang berakhir dengan perselisihan atau bahkan pertengkaran yang serius di antara mereka, hal ini akan menurunkan martabat dan kredibilitas petugas (pegawai negeri) di mata masyarakat. - Walaupun belum terjadi banyak kasus, namun hal yang paling fatal adalah jatuhnya petugas kedalam sikap apatisme terhadap pekerjaan yang mungkin dapat timbul dari adanya pemikiran bahwa pekerjaannya sudah tidak mampu untuk menyokong kehidupan keluarganya, hal ini akan menimbulkan perasaan tidak senang bahkan cenderung bermusuhan terhadap Puskesmas. Bagaimana jadinya nasib Puskesmas yang dianggap musuh oleh petugasnya sendiri?

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas

BAB. IV. APAKAH PUSKESMAS MASIH PERLU? A. Keberadaan Puskesmas di tengah-tengah masyarakat Ketika melewati sebuah desa di kecamatan Bandar Khalifah, Serdang Bedagai saya melihat seorang ibu tua duduk di beranda rumah dikelilingi oleh tiga anak balita yang sedang bermain-main dan seorang anak gadis tanggung menggendong seorang bayi yang kelihatan agak kurus. Pemandangan tersebut mengundang rasa ingin tahu, dan saya pun singgah dan memperkenalkan diri. Berikut adalah cuplikan dari obrolan kami yang secara umum akan menggambarkan sejauh mana upaya-upaya kesehatan yang telah dilakukan oleh Puskesmas di desa tersebut, serta bagaimana pandangan dan perilaku masyarakat tentang kesehatan. Saya jarang berobat ke Puskesmas karena dokternya juga jarang masuk, jadi kalau sakit saya lebih sering berobat ke pak mantri saja karena sakitnya juga paling cuma pilek masuk angin, kata ibu tua tadi yang ternyata telah berumur 83 tahun. Saya cukup senang mendengar pernyataan sang ibu tersebut, karena ternyata walaupun sudah setua itu, beliau masih cukup sehat dan cerdas, tetapi sekaligus kecewa ketika mengetahui bahwa dokter Puskesmas jarang masuk. Ini anak kakak saya, umurnya baru tujuh bulan kata anak gadis lima belasan tahun yang ternyata cucu ibu tua tadi, sambil menunjukkan bayi yang sedang digendongnya. Seorang bayi laki-laki yang putih cantik, namun kelihatan tidak sehat dan agak kurus. Ketika kami menanyakan apakah sang bayi telah mendapat imunisasi, sang makcik yang menggendongnya menjawab : Dia sakit karena disuntik imunisasi tempohari, dan sejak itu dia sering sakit-sakitan makanya kurus begini dan inipun baru saja beberapa hari sembuh jadi karena sakit-sakitan begitu ya lebih baik tidak usah diimunisasi saja, kata kakak (pen: ibunya sang bayi) gara-gara imunisasi anaknya bukannya sehat malah jadi sakit-sakitan begini. Memang dibilang mantri yang menyuntiknya nanti demam tapi tidak apa-apa dikasih obat juga sembuh, kata ibu tua tadi menimpali Tapi nyatanya sejak itu cicit saya ini sakit-sakitan terus, makanya bapaknya juga melarang diimunisasi lagi kasihan rasanya kalau terus-terusan begitu. Secara spontan di dalam hati saya juga ikut membenarkan dan kasihan melihat bayi cantik yang malang itu. Anak ini sebenarnya bukan cucu saya, tetapi anak tetangga di sebelah ini, kata sang ibu tua ketika saya menanyakan tentang seorang anak balita yang sedang bermain-main di pangkuannya. Ayah emaknya pergi kerja, jadi dia main-mainnya di sini saja sama cucu-cucu saya, kata sang nenek menambahkan. Ketika saya bertanya lebih lanjut, diperoleh informasi bahwa ternyata anak balita tersebut tidak pernah sama sekali dibawa ke Posyandu. Dan tentang dua anak balita cucunya, sang ibu tua menjelaskan bahwa mereka pernah ke Posyandu tetapi jarang karena agak jauh di kantor kepala desa. Informasi penting lainnya yang kami peroleh adalah kedua anak balita tadi hampir setiap bulannya menderita sakit batuk pilek. B. Puskesmas yang Diharapkan Masyarakat Sebelum permisi untuk pulang, saya menanyakan tentang harapan ibu tua tadi terhadap Puskesmas dan ternyata mereka sangat mengharapkan adanya dokter yang lebih peduli serta Puskesmas yang lebih aktif untuk selalu membantu mereka dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan.Yosri Azwar, 2004

10

Program Pemberdayaan Puskesmas

BAB. V. PEMBERDAYAAN PUSKESMAS A. Pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Yang dimaksud dengan Unit Pelaksana Teknis Dinas yang selanjutnya disebut UPTD, adalah unit organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai yang menyelenggarakan sebagian dari tugas tekhnis operasional dinas dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan. Yang dimaksud dengan pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengertian pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan. Yang dimaksud wilayah kerja adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa atau RW), dan untuk mempermudah koordinasi dalam mewujudkan visi maka Kepala Dinas Kesehatan dapat menunjuk salah satu Puskesmas sebagai koordinator namun secara operasional masing-masing Puskesmas bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan. B. Visi dan Misi Visi Puskesmas adalah : Menjadi penggerak pembangunan kesehatan menuju Kecamatan Sehat Misi Puskesmas adalah : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya agar memperhatikan aspek kesehatan, yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidaktidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya semakin berdaya di bidang kesehatan melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan tekhnologi kesehatan yang sesuai.Yosri Azwar, 2004

11

Program Pemberdayaan Puskesmas 12

C. Tujuan dan Fungsi Tujuan Pembangunan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Fungsi Puskesmas adalah : 1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Fungsi ini memiliki makna bahwa Puskesmas harus mampu berperan sebagai motor dan motivator bagi terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama. Pembangunan yang dilaksanakan di kecamatan, seyogyanya yang berdampak positif terhadap lingkungan sehat dan perilaku sehat, yang muaranya adalah peningkatan kesehatan masyarakat. Fungsi menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dapat dinilai dari seberapa jauh institusi jajaran non-kesehatan memperhatikan kesehatan bagi institusi dan warganya. Oleh karena itu, keberhasilan fungsi ini bisa diukur dengan menggunakan indeks potensi tatanan sehat yang mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM). Ada tiga tatanan yang bisa diukur yaitu : a. Tatanan sekolah (SD, SMP, SMU/SMK, Madrasah, Universitas), indikatornya adalah persentase sekolah yang dinyatakan berpotensi sehat. b. Tatanan tempat kerja (kantor, pabrik, industri rumah tangga, tempat kerja di peternakan, tempat kerja di perkebunan/pertanian, dll.), indikatornya adalah persentase tempat kerja yang dinyatakan berpotensi sehat. c. Tatanan tempat-tempat umum (pasar, tempat ibadah, rumah makan, tempat hiburan, dll.), indikatornya adalah persentase tempat-tempat umum yang dinyatakan berpotensi sehat. 2. Pusat Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahan masalahnya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat. Fungsi pemberdayaan masyarakat dapat diukur dengan beberapa indikator antara lain : a. Tumbuh dan berkembangnya upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM). b. Tumbuh dan berkembangnya LSM yang bergerak di bidang kesehatan. c. Tumbuh dan berfungsinya badan peduli kesehatan masyarakat (BPKM) atau badan penyantun Puskesmas (BPP). Fungsi pemberdayaan keluarga dapat diukur dengan semakin banyaknya keluarga sehat di wilayah kerjanya. Indikator yang dipakai adalah indeks potensi keluarga sehat yang mengacu kepada SPM. Makin banyak keluarga yang berpotensi sehat, berarti semakin berhasil upaya pemberdayaan keluarga di Puskesmas tersebut. 3. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat mutlak perlu, dan sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untukYosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 13

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas meliputi : a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan tersebut adalah pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap (untuk Puskesmas tertentu). b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang bersifat umum (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. Fungsi pelayanan kesehatan masyarakat dapat diukur dengan indeks potensi masyarakat sehat, yang terdiri dari cakupan dan kualitas dari program-program dalam upaya-upaya kesehatan tersebut di atas yang juga mengacu kepada SPM. D. Kedudukan, Organisasi dan Tata Hubungan Kerja Kedudukan Puskesmas Kedudukan Puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten, Sistem Pemerintahan Kabupaten, Sistem Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama : 1. Sistem Kesehatan Nasional Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. 2. Sistem Kesehatan Kabupaten Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten di wilayah kerjanya. 3. Sistem Pemerintahan Daerah Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Pemerintahan Daerah adalah sebagai unit pelaksana tekhnis Dinas Kesehatan kabupaten yang merupakan unit struktural pemerintah kabupaten bidang kesehatan di tingkat kecamatan. 4. Sistem Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Kedudukan Puskesmas dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah sebagai mitra terhadap sarana pelayanan kesehatan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat di samping itu sebagai pembina terhadap lembaga upaya kesehatan berbasis masyarakat seperti posyandu, Polindes, pos obat desa (POD), pos upaya kesehatan kerja (UKK) dan lain-lain. Struktur Organisasi Puskesmas Struktur organisasi Puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masingmasing Puskesmas. Penyusunan struktur organisasi Puskesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan sedangkan penetapannya adalah dengan Peraturan Daerah.Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 14

1. Struktur Organisasi Puskesmas Untuk Kabupaten Serdang Bedagai, struktur organisasi Puskesmas yang sesuai dengan visi, misi dan kondisi daerah adalah : a. Kepala Puskesmas Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keseluruhan tugas pokok dan fungsi Puskesmas. b. Unit Tata Usaha Bertanggung jawab membantu Kepala Puskesmas dalam pengelolaan Administrasi Puskesmas (umum, keuangan dan kepegawaian), Perencanaan dan Penilaian, Pengolahan Data dan Informasi Puskesmas. c. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Upaya Kesehatan Perorangan, Upaya Kesehatan Masyarakat dan pembinaan terhadap Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat. d. Jaringan Pelayanan Puskesmas Jaringan Pelayanan Puskesmas adalah merupakan unit-unit pelayanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab terhadap Puskesmas, antara lain adalah Unit Puskesmas Pembantu, Unit Puskesmas Keliling dan Unit Bidan di Desa/ Bidan Komunitas. 2. Kriteria Personalia Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit di Puskesmas. Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan dengan kurikulum pendidikan mencakup kesehatan masyarakat. 3. Eselon Kepala Puskesmas Kepala Puskesmas adalah penanggung jawab pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggung jawab tersebut dan besarnya peran Kepala Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan Eselon III-B. Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat, maka ditunjuk pejabat sementara dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap. Tata Hubungan Kerja Puskesmas Tata hubungan kerja Puskesmas dengan berbagai perangkat yang berada di wilayah kerjanya dan juga di tingkat yang lebih tinggi adalah sebagai berikut : 1. Dengan Masyarakat Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya Puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan kesehatan. Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Peduli Kesehatan Masyarakat (BPKM), yang menghimpun berbagai potensi masyarakat seperti : tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha yang berperan sebagai mitra Puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Fungsi dari BPKM adalah melayani pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pembangunan kesehatan oleh Puskesmas (to serve); memperjuangkan kepentingan kesehatan dan keberhasilan pembangunan kesehatan oleh Puskesmas (to advocate) dan melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan tentang kinerja Puskesmas (to watch). 2. Dengan Kantor Kecamatan Dalam melaksanakan fungsinya Puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan. KoordinasiYosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 15

3.

4.

5.

6.

tersebut mencakup perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh Puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Sebagai mitra Puskesmas menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggarakan. Sedangkan sebagai pembina UKBM, Puskesmas melaksanakan bimbingan tekhnis, pemberdayaan dan rujukan sesuai kebutuhan. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan Dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan dan upaya pelayanan kesehatan masyarakat, Puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas Kesehatan kabupaten. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Puskesmas adalah unit pelaksana tekhnis Dinas Kesehatan, dengan demikian secara tekhnis administratif Puskesmas bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan kabupaten. Sebaliknya Dinas Kesehatan kabupaten bertanggung jawab membina serta memberikan bantuan administratif dan tekhnis kepada Puskesmas. Dengan Lintas Sektor Untuk hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan di satu pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kecamatan mendapat dukungan dari berbagai sektor terkait, sedangkan di pihak lain pembangunan yang diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.

E. Upaya dan Azas Penyelenggaraan Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat menuju Indonesia Sehat, Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1. Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas. Upaya tersebut adalah : a. Promosi Kesehatan b. Kesehatan Lingkungan c. Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Perbaikan Gizi Masyarakat e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Pengobatan 2. Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yaitu :Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 16

a. b. c. d. e. f. g. h. i.

Kesehatan Sekolah Kesehatan Olah Raga Perawatan Kesehatan Masyarakat Kesehatan Kerja Kesehatan Gigi dan Mulut Kesehatan Jiwa Kesehatan Mata Kesehatan Usia Lanjut Pembinaan Pengobatan Tradisional

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas. Apabila upaya kesehatan penunjang menjadi masalah spesifik, maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas dapat pula bersifat inovasi yakni upaya lain di luar upaya Puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi dan misi Puskesmas. Pemilihan upaya kesehatan pengembangan Puskesmas dilakukan oleh masingmasing Puskesmas bersama-sama Dinas Kesehatan dengan mempertimbangkan masukan dari BPKM. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib Puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan dan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan Puskesmas ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan Puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan. Apabila Puskesmas belum mampu untuk menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pelayanan rawat inap. Untuk ini di Puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila dibutuhkan pula pelayanan medik spesialistik, maka dapat dipertimbangkan untuk mengembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut di Puskesmas bila ada kemampuan. Keberadaan pelayanan ini hanya dalam rangka mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau tenaga spesialis yang bekerja di Puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional Puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan. Namun meskipun demikian status Puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama. Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu yang dikembangkan dari ketiga fungsi Puskesmas. Azas penyelenggaraan yang dimaksud adalah : 1) Azas pertanggung-jawaban wilayah Puskesmas bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Artinya, Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakatYosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 17

di wilayah kerjanya. Untuk itu Puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut : a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor di tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan. b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. c. Membina setiap upaya kesehatan tingkat pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya. d. Menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya. Diselenggarakannya upaya kesehatan tingkat pertama oleh Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Bidan di Desa serta berbagai upaya kesehatan di luar gedung lainnya (outreach activity) pada dasarnya adalah realisasi dari pelaksanaan azas pertanggungjawaban wilayah. 2) Azas pemberdayaan masyarakat Puskesmas wajib melakukan upaya pemberdayaan terhadap perorangan, keluarga maupun masyarakat agar turut berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas harus memandang masyarakat sebagai subjek pembangunan kesehatan, sehingga Puskesmas bukan hanya bekerja untuk masyarakat, tetapi juga bekerja bersama dengan masyarakat. Oleh karena itu Puskesmas harus bekerja bersama dengan masyarakat mulai dari tahap identifikasi masalah, menggali sumber daya setempat, merumuskan dan merencanakan kegiatan penanggulangannya, melaksanakan program kesehatan tersebut dan mengevaluasinya. Untuk ini perlu difasilitasi pembentukan wadah masyarakat yang peduli kesehatan seperti Badan Peduli Kesehatan Masyarakat (BPKM) atau Badan Penyantun Puskesmas (BPP). BPKM/ BPP adalah merupakan mitra kerja yang konstruktif bagi Puskesmas dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Disamping itu berbagai elemen masyarakat juga diajak bekerjasama, terutama dalam menumbuh-kembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang sesuai dengan elemen masyarakat tersebut, seperti misalnya : a. Ibu-ibu anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) atau organisasi wanita lainnya untuk menumbuh-kembangkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pondok Bersalin Desa (Polindes) dan Bina Keluarga Balita (BKB) dalam upaya Kesehatan Ibu dan Anak. b. Guru, orang tua/ wali murid, organisasi remaja untuk mengembangkan Dokter Kecil, Saka Bhakti Husada (SBH) di lingkungan pramuka, Santri Husada dan Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) di lingkungan pondok pesantren dalam upaya pengobatan. c. Kelompok kerja untuk menumbuh-kembangkan Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK) dalam upaya kesehatan kerja. d. Kelompok lanjut usia (lansia) untuk menumbuh-kembangkan Pos Pembinaan Terpadu Lansia (Posbindu Lansia) dalam upaya kesehatan usia lanjut. 3) Azas keterpaduan Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, maka Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, bermitra dengan BPKM/ BPP dan organisasi masyarakat lainnya, berkoordinasi dengan lintas sektor terkait agar terjadi perpaduan kegiatan di lapangan, sehingga lebih berhasil guna danYosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 18

berdaya guna. Salah satu cara memadukan berbagai kegiatan adalah dengan memfokuskan berbagai kegiatan untuk menyehatkan masyarakat. Dari masalah kesehatan setempat akan diketahui intervensi apa saja yang perlu dan program apa yang lebih dahulu atau belakangan dilaksanakan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni : a. Keterpaduan Lintas Program, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas seperti : (1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), keterpaduan KIA dengan P2M, Gizi, Promosi Kesehatan, Pengobatan. (2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS), keterpaduan Kesehatan Lingkungan dengan Promosi Kesehatan, Pengobatan, Kesehatan Gigi, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Kesehatan Jiwa. (3) Puskesmas Keliling, keterpaduan Pengobatan dengan KIA/KB, Gizi, Promosi Kesehatan, Kesehatan Gigi. (4) Posyandu, Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi Kesehatan. b. Keterpaduan Lintas Sektor, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan upaya Puskesmas (wajib, pengembangan, inovatif) dengan berbagai program dari sektor lain yang terkait di tingkat kecamatan termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha seperti : (1) Upaya Kesehatan Sekolah, keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama. (2) Upaya Promosi Kesehatan, keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian. (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak, keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB. (4) Upaya Perbaikan Gizi, keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB. (5) Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan. (6) Upaya Kesehatan Kerja, keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha. 4) Azas rujukan Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang bila tidak mampu mengatasi masalah karena berbagai keterbatasan bisa melakukan rujukan baik secara vertikal ke tingkat yang lebih tinggi, atau secara horizontal ke Puskesmas lainnya. Sebaliknya Puskesmas juga bisa menerima rujukan dari kasus secara vertikal dari tingkat yang lebih tinggi (misalnya rumah sakit) terhadap kasus yang sudah ditangani dan perlu pemeriksaan berkala yang sederhana dan dapat dilaksanakan di Puskesmas. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal yakni : a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus tertentu, maka Puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal maupun vertikal).Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 19

Sebaiknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke Puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam : (1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain. (2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium lengkap. (3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga Puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di Puskesmas. b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa (KLB), pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila suatu Puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka Puskesmas wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam : (1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat-obatan, vaksin, bahan habis pakai dan bahan makanan. (2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan KLB, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam. (3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain UKS, UKK, UKJ, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas Kesehatan. Rujukan operasional diselenggarakan apabila Puskesmas tidak mampu. F. Manajemen Puskesmas Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh manajemen Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas membentuk fungsifungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen Puskesmas tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan. G. Pembiayaan Puskesmas Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang menjadi tanggungjawab Puskesmas, maka perlu ditunjang dengan tersedianya pembiayaan yang cukup. Pada saat ini ada beberapa sumber pembiayaan Puskesmas yakni :Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 20

1. Pemerintah (Subsidi) Sesuai dengan azas desentralisasi, maka sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah terutama adalah pemerintah kabupaten yaitu Kabupaten Serdang Bedagai. Disamping itu Puskesmas masih menerima dukungan pembiayaan yang berasal dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. 2. Masyarakat (Out of Pocket/ pembayaran langsung) Sesuai dengan kebijakan pemerintah, maka masyarakat dikenakan kewajiban untuk membiayai upaya kesehatan perorangan yang diperolehnya dari Puskesmas dimana besarnya ditentukan oleh Peraturan Daerah Serdang Bedagai. Sebagian (25%) dari perolehan Puskesmas tersebut dimanfaatkan secara langsung oleh Puskesmas untuk membiayai kegiatan operasional Puskesmas (sesuai Perda Pemerintah Kab. Deli Serdang Nomor 4, Tahun 2000 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan). Penggunaan dana tersebut dipertanggung-jawabkan Kepala Puskesmas ke Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai melalui Dinas Kesehatan Serdang Bedagai secara berkala. 3. Sumber Lainnya Pada saat ini Puskesmas juga menerima dana dari sumber lain seperti : a. PKPS-BBM Bidang Kesehatan Untuk membantu masyarakat miskin, pemerintah menyalurkan dana secara langsung ke Puskesmas. Pengelolaan dana ini mengacu kepada pedoman yang telah ditetapkan oleh Depkes. b. PT. ASKES Dana ini diperuntukkan sebagai imbalan jasa pelayanan yang diberikan Puskesmas selaku Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) kepada peserta ASKES. Dana tersebut dibagikan kepada para pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Lembaga Swadaya Masyarakat (Non Governmental Organization/ NGO), seperti Rotary Club, CBM, Lions Club dsb., yang bekerjasama dengan Puskesmas dalam rangka menyelenggarakan berbagai pelayanan kesehatan (lebih bersifat private goods) antara lain berupa operasi katarak, operasi bibir sumbing, sunat masal dsb.

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 21

BAB. VI. LANGKAH, KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI A. Kapasitas SDM Puskesmas. Langkah yang harus diambil terhadap rendahnya kapasitas SDM Puskesmas adalah dengan melakukan pembinaan secara intensif dan berkesinambungan melalui beberapa cara dan pendekatan antara lain : 1. Pendekatan Learning Organization. 2. Pelatihan dan pendidikan tekhnis fungsional manajemen program-program kesehatan dan manajemen Puskesmas. 3. Pembinaan melalui supervisi, bimbingan tekhnis dan kunjungan lapangan. 4. Mengikuti pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi seperti S1, S2 dan S3. 5. Merekrut tenaga kesehatan sesuai kebutuhan. B. Otoritas Puskesmas. Kebijakan yang harus diambil dalam rangka mengembalikan otoritas Puskesmas adalah dengan memberikan kewenangan kepada Puskesmas untuk melaksanakan tugastugas operasional pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan secara mandiri. Dengan demikian Puskesmas harus memiliki kewenangan sebagai berikut : 1. Kewenangan dalam menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan sesuai dengan situasi, kondisi kultur budaya dan potensi setempat. 2. Kewenangan dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanjanya dengan tetap berpedoman kepada peraturan dan ketentuan yang berlaku dibawah pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan. 3. Kewenangan mencari, menggali dan mengelola sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah, masyarakat, swasta dan sumber lain untuk pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dengan sepengetahuan Dinas Kesehatan yang kemudian akan dipertanggung jawabkan kepada Pemerintah dan Masyarakat Serdang Bedagai. 4. Kewenangan untuk mengangkat tenaga institusi/ honorer, pemindahan tenaga dan pendayagunaan tenaga kesehatan di wilayah kerjanya dengan sepengetahuan dan persetujuan Dinas Kesehatan. 5. Kewenangan untuk melengkapi sarana dan prasarana termasuk peralatan medis dan non medis yang dibutuhkan. C. Kesejahteraan Petugas Puskesmas. Agar supaya Kepala Puskesmas dapat bekerja purna waktu di Puskesmas dan mencurahkan semua perhatian dan tenaganya untuk keberadaan Puskesmas, maka perlu dipertimbangkan adanya kebijakan untuk memberikan insentif sebagai ganti/ tunjangan praktek bagi Kepala Puskesmas sebesar 5 10 juta rupiah per bulan. Jumlah ini adalah sangat wajar mengingat peran Kepala Puskesmas sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap mutu sumberdaya manusia, generasi penerus bangsa bahkan sejak masih janin sampai dengan usia lanjut. Tanggungjawab yang demikian besar tidak akan dapat diemban dengan baik apabila perhatian dan fikiran masih terpecah kepada kesejahteraan yang masih menjadi masalah dan menjadi beban. Penentuan tentang insentif ini lebih lanjut akan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas 22

D. Rekomendasi. 1. Menyesuaikan Tarif Pelayanan Kesehatan di Puskesmas (melalui Perda), oleh karena ternyata masyarakat mampu membayar tarif bahkan sepuluh kali dari tarif yang telah ditentukan oleh Perda. Hal ini perlu dilakukan sebagai implikasi dari peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan disamping membantu pemerintah daerah dalam hal pembiayaan kesehatan dan subsidi silang bagi penduduk miskin. Perhitungan besarnya tarif akan disesuaikan dengan unit cost, harga berlaku, dan kemampuan membayar (ability to pay) dari masyarakat. 2. Terhadap masyarakat mampu, Puskesmas menarik tarif sebesar yang tercantum di dalam Perda (rincian besarnya tarif disosialisasikan dan ditempelkan di tempattempat yang mudah dibaca oleh pasien di Puskesmas) sehingga tidak terjadi mark-up terhadap tarif tersebut dengan demikian Puskesmas akan memiliki akuntabilitas yang tinggi dan yang terpenting adalah masyarakat terlindungi. 3. Penduduk miskin dibebaskan sama sekali dari pembayaran untuk beberapa jenis atau paket pelayanan kesehatan esensial di Puskesmas. 4. Puskesmas diwajibkan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang bersifat publik (public goods) seperti Pengendalian vektor, Kesehatan lingkungan (air, sanitasi, polusi), Promosi kesehatan, KIA (imunisasi, ANC), KB, Gizi (khususnya balita), Program : diare, pneumonia balita, malaria, tbc, DHF, Frambusia, filaria, dll. 5. 50% dari penghasilan Puskesmas dikembalikan kepada Puskesmas secara langsung dan digunakan untuk biaya operasional Puskesmas, agar program-program kesehatan dapat berjalan dengan baik dan tanpa terkendala oleh karena ketiadaan biaya yang disebabkan mekanisme keuangan yang selama ini dirasakan kurang mendukung terhadap proses pelayanan publik di Puskesmas. 6. Penggunaan uang pada angka 5. sepenuhnya menjadi wewenang Kepala Puskesmas di bawah pengawasan Kepala Dinas Kesehatan dan akan diaudit secara berkala. 7. Puskesmas menyetorkan langsung pendapatannya kepada pemerintah daerah melalui Kantor Kas Negara atau melalui transfer Bank yang dibuktikan dengan bukti setoran dan dikirimkan tembusannya ke Dinas Kesehatan Serdang Bedagai. 8. Oleh karena kriteria kepala Puskesmas sulit untuk dipenuhi pada saat sekarang ini, maka agar pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas pelayanan publik di Puskesmas tidak terganggu dengan hierarki birokrasi sebaiknya jabatan kepala Puskesmas adalah jabatan fungsional administrator kesehatan. 9. Jabatan kepala Puskesmas sebaiknya terbuka bagi seluruh sarjana kesehatan (sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat) tanpa terkecuali dengan persyaratan-persyaratan yang didasarkan kepada kompetensi jabatan, prestasi kerja dan kemampuan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Yosri Azwar, 2004

Program Pemberdayaan Puskesmas

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta 10 Februari 2004 : Depkes RI 2004. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Jakarta 10 Oktober 2003 : Depkes RI 2003. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBM BIDKES), Jakarta : Depkes RI 2003. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi ; ARRIME, Pedoman Manajemen Puskesmas, Jakarta : Depkes RI 2002. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara; Kebijakan Dan Pengembangan Program Pelayanan Publik, Jakarta : Menpan 2004. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Samosir Dan Kabupaten Serdang Bedagai Di Provinsi Sumatera Utara.

Yosri Azwar, 2004

23