Pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas e book
-
date post
19-Oct-2014 -
Category
Business
-
view
1.704 -
download
1
description
Transcript of Pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas e book
v
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................
TABEL ....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
1. Umum.................................................................................. 1
2. Maksud dan Tujuan........................................................... 6
3. Ruang Lingkup dan Sistematika................................. 6
4. Metode dan Pendekatan ........................................... 8
5. Pengertian ................................................................. 8
BAB II LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum ................................................................................. 9
7. Paradigma Nasional.................................................. 9
8. Peraturan Perundang-undangan ............................... 13
9. Landasan Teori................................................................... 15
10. Tinjauan Pustaka................................ 17
BAB III KONDISI PEMBERDAYAAN PERUSAHAAN NASIONAL
DI BIDANG PENGELOLAAN MIGAS SAAT INI .................
11. Umum................................................................................... 20
12. Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas Saat ini ..................................... 20
13. Implikasi pemberdayaan perusahaan nasional di
bidang migas terhadap kemandirian dan daya saing
bangsa dan implikasi peningkatan kemandirian dan
daya saing bangsa terhadap pembangunan nasional 28
14. Pokok-pokok persoalan yang ditemukan .................. 31
v
BAB IV PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
15. Umum.................................................................... 38
16. Perkembangan Lingkungan Global ............................ 38
17. Perkembangan Lingkungan Regional .................... 40
18. Perkembangan Lingkungan Nasional .................... 41
19. Peluang dan Kendala .......................................... 48
BAB V KONDISI PEMBERDAYAAN PERUSAHAAN NASIONAL
DI BIDANG PENGELOLAAN MIGAS YANG
DIHARAPKAN ....................................................................
20. Umum.......................................................................... 52
21. Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas yang Diharapkan........................
52
22. Kontribusi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di
Bidang Pengelolaan Migas terhadap peningkatan
kemandirian dan daya saing bangsa dan kontribusi
peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa
terhadap Pembangunan Nasional .......................... 60
23. Indikasi Keberhasilan ................................................ 64
BAB VI KONSEPSI PEMBERDAYAAN PERUSAHAAN
NASIONAL DI BIDANG PENGELOLAAN MIGAS ............
24. Umum.................................................................................. 69
25. Kebijakan........................................................................... 71
26. Strategi.............................................................................. 72
27. Upaya................................................................................... 81
BAB VII PENUTUP
28. Kesimpulan.........................................................................
29. Saran ...............................................................................
87
89
DAFTAR PUSTAKA :
DAFTAR LAMPIRAN :
1. ALUR PIKIR
2. POLA PIKIR
3. PENGERTIAN
vii
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Harga Gas Kontrak Jangka Panjang di dunia periode 2002 – 2005
TABEL 2 Indikator Ekonomi Beberapa Negara di Kawasan
TABEL 3 BUMN berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa di
kegiatan hulu migas
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Positioning PT Pertamina EP dalam Produksi migas
di Indonesia
Gambar 2 : Sumber Gas, Jaringan Pipa dan Fasilitas PGN
Gambar 3 : Rencana jaringan gas PT. Pertamina
Gambar 4 : Neraca Gas Indonesia
Gambar 5 : Neraca Energi Indonesia
Gambar 6 : Kendala fakta penunjang kegiatan usaha hulu migas
Gambar 7 : Pentahapan Pembangunan RPJPN
Gambar 8 : Harga Gas Ekspor vs Harga Gas Domestik
Gambar 9 : Kualitas hidup dan pemakaian energi
Gambar 10 : Wilayah Kerja Migas Indonesia
Gambar 11 : Prospek Pengembangan Gas Bumi Indonesia
Gambar 12 : Kebutuhan energi per sektor di Indonesia
Gambar 13 : Produktivitas menuju keunggulan kompetitif
Gambar 14 : Cadangan minyak dan Gas Bumi Indonesia
Gambar 15 : Profil Produksi Minyak dan Gas Indonesia
Gambar 16 : Sasaran bauran energi primer nasional 2025
Gambar 17 : Trans Asean Gas Pipelines
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
a. Fenomena Umum
Minyak dan Gas Bumi (migas) sebagai energi fosil adalah
sumber daya alam nasional suatu bangsa. Dalam resolusi
Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) dinyatakan bahwa penduduk
dan bangsa memiliki kedaulatan permanen atas kekayaan dan
sumber daya alamnya, karena itu pengusahaannya harus sesuai
dengan kepentingan pembangunan nasional penduduk dari negara
yang bersangkutan1. Dengan demikian, pengelolaan migas harus
merupakan refleksi dari deklarasi kedaulatan bangsa yang harus
dijaga keberlangsungan dan sustainabilitasnya, serta tidak boleh
dieksploitasi sekadar untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi
generasi saat ini.
Kecenderungan global2 menunjukkan bahwa perusahaan
nasional semakin lebih berperan dalam pengelolaan3 migas. Studi
James Baker menunjukkan bahwa dalam tahun 2005, dari 1.148
milyar barel cadangan terbukti minyak, 77% diantaranya dikuasai
oleh Perusahaan Nasional, sedangkan yang 23% sisanya oleh
International Oil Companies4. Penguasaan minyak sebagai sumber
energi memiliki nilai strategis, tidak saja untuk kebutuhan energi,
tetapi terkait dengan geopolitik dan keamanan nasional. Pemerintah
1 Resolusi Majelis Umum PBB nomor 1803 tahun 1962 tentang Permanent sovereignity over
natural resources 2The changes roles of National Oil Companies in international Energy Market, Baker Institute of
Policy Studies, April 2007. 3 Pengelolaan yang dimaksudkan di sini dibatasi pada kegiatan hulu, yakni kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi, atau lazim dikenal sebagai kegiatan hulu (ref. UU 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 1 ayat 7. 4 International Oil Companies (IOC) dan National Oil Companies (NOC), adalah dua istilah yang
lazim di dunia migas. IOC menunjuk kepada perusahaan multi nasional yang beroperasi lintas negara, seperti ExxonMobil, BP, Chevron, Shell. Sementara itu NOC adalah Perusahaan Negara atau diberi mandat oleh negara, atau Hybrid, atau swasta nasional.
2
Amerika Serikat, dalam policy paper pada tahun 1940 an
menyatakan bahwa penguasaan sumber daya minyak di belahan
dunia lainnya, seperti Timur Tengah merupakan critical points untuk
keunggulan militer dan Keamanan Nasional5.
Perusahaan-perusahaan pengelola migas di dunia,
strukturnya berbeda beda, ada yang merupakan satu grup
perusahaan dari hulu hingga hilir. Bentuk seperti itu disebut
perusahaan terintegrasi, termasuk pengelola peralatan dan jasa
penunjangnya. Bentuk lain adalah perusahaan yang independen,
yakni berdiri sendiri sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Beberapa perusahaan migas besar di dunia seperti Chevron
Corporation dan Exxon Mobile adalah perusahaan terintegrasi.
Demikian juga Pertamina, merupakan Perusahaan terintegrasi
Dalam hal ini Pertamina (Persero) merupakan induk perusahaan
(holding)., dari anak-anak perusahaannya. Kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi, misalnya, dikelola oleh PT. Pertamina EP, sedangkan
core business lainnya seperti unit usaha kilang, transportasi,
perkapalan, niaga dan jasa pendukung dikelola oleh anak-anak
perusahaan lainnya. Selain melaksanakan kegiatan terintegrasi,
Pertamina juga menjalankan sebagian dari tugas Pemerintah, yaitu
menjadi pelaksana dari Public Service Operation (PSO) untuk
penyaluran BBM bersubsidi minyak tanah, premium dan solar, serta
pelaksana konversi minyak tanah ke LPG.
Pertimbangan Perusahaan untuk menjadi perusahaan
terintegrasi adalah untuk memanfaatkan economics of scale yang
saling menunjang antar unit usaha, dan juga dengan
mempertimbangkan size atau besar kapitalisasi pasar perusahaan .
Perusahaan independen pada umumnya adalah perusahaan skala
menengah kecil baik dari ukuran permodalan, karyawan maupun
produk yang dihasilkan.
Pengelolaan migas sebagai alat untuk mensejahterakan
masyarakat dan bangsa yang merupakan tujuan pembangunan
5 Michael Klare, Blood and Oil, Penguin Group, London 2004, hal. 29 -30
3
nasional, harus mempertimbangkan rangkaian lanjut dari pengguna
produk migas tersebut.
Perusahaan Gas Negara adalah perusahaan yang
menyalurkan gas pipa Pertamina dan perusahaan gas lainnya di
Indonesia. Konsumen terbesar lainnya yang harus dipertimbangkan
adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang merupakan
konsumen pengguna gas untuk pembangkit tenaga listriknya.
Karena itu, agar pengelolaan migas menghasilkan daya saing, maka
kebijakan yang diambil harus memperhitungkan dampaknya kepada
pengguna produknya.
b. Gambaran Beberapa Kasus
Pengelolaan bisnis minyak dan gas bumi, untuk
meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa, harus diletakkan
dalam konteks yang komprehensif, integral dan holistik, baik dalam
penetapan kebijakan, pengambilan keputusan dan implementasinya.
Beberapa kasus digambarkan secara singkat. Lapangan
Berau, Muturi dan Wiriagar di Papua yang dikenal dengan lapangan
Tangguh, ditemukan tahun 1994 oleh Kontraktor yang bekerja di
bawah Pertamina. Namun, karena tidak ada pembeli, lapangan
tersebut tidak dikembangkan. Pemerintah pernah menawarkan
kepada PLN untuk menggunakan gas tersebut. Namun karena tidak
ada infrastruktur, dan masih tersedia sumber daya bahan bakar
berbasis minyak, PLN tidak menerima tawaran Pemerintah.
Kemudian Pemerintah menawarkan gas tersebut kepada
Pemerintah Cina untuk memasok gas ke kawasan industri Guan
dong. Namun, gas Indonesia kalah bersaing dengan tawaran dari
Australia. Dengan itikad baik, untuk mempererat hubungan
perdagangan dan luar negeri, Pemerintah Cina bersedia menerima
gas Tangguh untuk dipasok ke Fujian dengan menggunakan terms
and condition seperti yang di Guan dong. Kontrak dengan pembeli
Fujian disepakati dengan volume total sebesar 3,2 MT, dengan
harga USD 15 – 25 mmbtu, serta dapat dilakukan price review
secara berkala.
4
Tabel berikut menunjukkan bahwa harga gas Indonesia
adalah berada pada kisaran yang sama dengan gas dari bagian
dunia lain pada periode yang relatif sama6.
Tabel 1 : Harga Gas Kontrak Jangka Panjang di dunia periode 2002 – 2005. ( sumber : BPMIGAS, 2008)
Belakangan, kesepakatan bisnis tersebut digugat beberapa
kalangan di dalam negeri, termasuk oleh PLN serta dipolitisir
berbagai kalangan. Pada hal faktanya, harga gas lapangan Tangguh
adalah relatif sama dengan harga gas lainnya di dunia yang
dinegosiasikan pada sekitar perionde tersebut7. Hal ini, selain
memberikan ketidak pastian dalam berbisnis, juga adalah karena
tidak sinkronnya pada level pengambil kebijakan antara
pengembang lapangan gas dengan pengguna di sektor hilir.
Berdasarkan pasal 28 ayat 10 PP 35 tahun 2004, atas wilayah
kerja yang habis jangka waktu Kontraknya, Pertamina dapat
meminta kepada Pemerintah untuk mengusahakannya. Lapangan
minyak blok Cepu, diperkirakan mengandung minyak dan gas
sangat besar. Pertamina meminta pengelolaan sepenuhnya
lapangan tersebut setelah kontrak berakhir. Namun pada akhirnya
Pemerintah memberikan pengelolaannya kepada ExxonMobil,
6 Penjelasan BPMIGAS di DPR pada 23 Januari 2008
7 Sebagai rule of thumb, dengan memperhatikan kandungan kalorinya, perbandingan harga
minyak per barel versus gas per mmbtu adalah 1 : 6 – 7. Dengan variasi antara lain kualitas gas, jarak dan infrastruktur serta kondisi keseimbangan supply demand pada waktu negosiasi.
5
walaupun Pertamina diikutkan hanya sebagai pemegang
participating interest8.
Kasus lain yang menarik untuk dibahas adalah mengenai
masa depan pengelolaan Blok Mahakam. Blok ini adalah salah satu
lapangan gas utama yang produksi gasnya diolah di kilang LNG
Badak di Bontang. Operator Wilayah Kerja ini adalah Total EP.
Kontrak Wilayah Kerja (WK) di mulai pada tahun 1967 dan telah
diperpanjang beberapa kali. Kontrak tersebut akan berakhir pada
tahun 2017. Cadangan gas terbukti (P1) adalah 4.8 TCF yang
diperkirakan akan habis terkuras pada akhir kontrak, namun
cadangan probable (P2), masih ada sekitar 6,5 TCF. Cadangan
probable ini memerlukan usaha dan investasi besar untuk
membuktikannya.9
Pertamina telah menunjukkan minatnya dan meminta kepada
Pemerintah agar pasca 2017, menjadi pengelola utama lapangan
tersebut. Total Indonesie sebagai pengelola (operator) saat ini, juga
menyatakan masih berminat untuk melanjutkan pengelolaannya10.
Hingga saat ini Pemerintah masih belum memutuskannya. Pada hal
keputusan lebih awal tersebut diperlukan untuk adanya transitional
smoothness dan untuk menjaga integritas operasional. Akibat tidak
tegasnya Pemerintah dalam memberi pemihakan kepada
Perusahaan Nasional, maka kesempatan untuk mandiri dan berdaya
saing bagi perusahaan nasional jadi tidak meningkat yang pada
gilirannya tidak menyukseskan pembangunan nasional.
8.Beberapa kalangan menyampaikan bahwa di lapangan Banyu Urip Cepu mengandung cadangan minyak
mentah dengan kandungan 1,478 milyar barel dan gas mencapai 8,14 milyar kaki kubik, sedangkan hak pengelolaan Kontraktor sebelumnya telah berakhir. Dengan berbagai pertimbangan, Pemerintah akhirnya menunjuk group ExxonMobil menjadi operator, dengan mengakui past cost sebelumnya, serta 45% participating Interest ada pada Pertamina. Bacaan lanjutan http://id.wikipedia.org/wiki/Blok_Cepu., juga Tragedi dan Ironi Blok Cepu – Nasionalisme yang tergadai – Marwan Batubara, dkk. 9 Deputi Operasi BPMIGAS – Gde Pradnyana - dikutip – detikfinance Selasa, 06/11/2012 09:54 WIB 10 Dalam Kontrak Production Sharing (PSC) tidak ada kewajiban Pemerintah untuk memperpanjang Kontrak
kepada existing Operator. Namun, dalam kasus Mahakam, dari awal pemerintah gamang oleh beberapa kepentingan. Pertama, komitmen pasokan gas untuk ekspor jangka panjang ke Jepang hingga 2020. Kedua, komitmen pasokan di dalam negeri terkait kebutuhan gas yang semakin meningkat, antara lain untuk pabrik
pupuk Kaltim, PLN, PGN, serta pasokan terminal regasifikasi LNG di Jawa yang sudah beroperasi. Ref. Eddy
Purwanto http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/04//Polemik.Blok.Mahakam
6
c. Rumusan Masalah
Mengacu pada fenomena umum dan identifikasi terhadap
beberapa kasus sebagaimana dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam taskap ini adalah sebagai berikut :
“Bagaimana mewujudkan pemberdayaan perusahaan
migas nasional dalam rangka meningkatkan kemandirian dan
daya saing bangsa guna mensukseskan pembangunan
nasional”.
2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Maksud dari penulisan Kertas Karya Perorangan (Taskap)
ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran tentang
pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas.
Pembahasan tersebut meliputi Identifikasi permasalahan, kondisi
saat ini, pengaruh lingkungan strategis, dan kondisi yang
diharapkan, peluang dan kendala, serta konsepsi agar kemandirian
dan daya saing bangsa meningkat guna suksesnya pembangunan
nasional
b. Tujuan
Tujuan utama penulisan taskap ini adalah untuk memberikan
pemahaman secara utuh dan komprehensif mengenai gagasan
pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas
guna meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa dalam
rangka pembangunan Nasional bagi semua fihak yang
berkepentingan. Dengan demikian penentu kebijakan, insitusi atau
kementerian yang terkait dapat merumuskan kebijakan, strategi
serta upaya pengelolaan migas secara optimal dan
berkesinambungan.
7
3. Ruang Lingkup dan Sistematika
a. Ruang Lingkup
Fokus pembahasan penulisan taskap ini adalah pada
aspek pemberdayaan perusahaan nasional dalam pengelolaan
migas. Ruang lingkup pembahasannya meliputi sisi hulu untuk
penyediaan migas, sisi hilir untuk pengolahan, distribusi dan
niaga, serta jasa penunjang. Kaitan dan kontribusi masing-
masing segmen bisnis tersebut diharapkan akan memberi
gambaran bahwa untuk meningkatkan kemandirian dan daya
saing perusahaan nasional membutuhkan integrasi dalam
kebijakan, pelaksanaan dan pemahaman migas sebagai sebuah
industri strategis bagi pembangunan nasional.
b. Sistematika
Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Berisi penjelasan tentang latar belakang
permasalahan, maksud dan tujuan, ruang lingkup, metode dan
pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah,
sistematika/ tata –urut dan pengertian atau definisi operasional.
Bab II. Landasan Pemikiran. Berisi instrumental input dengan
paradigma nasional sebagai bahasan inti, peraturan perundang-
undangan, landasan teori dan tinjauan pustaka.
Bab III. Kondisi saat ini. Berisi mengenai bagaimana realitas
pengelolaan migas saat ini yang diperankan oleh perusahaan
nasional, implikasinya terhadap peningkatan kemandirian dan
daya saing bangsa, implikasi peningkatan kemandirian dan
daya saing bangsa terhadap suksesnya pembangunan nasional.
Pada bab ini akan dirumuskan pokok-pokok persoalan yang
ditemukan.
Bab IV. Perkembangan Lingkungan Strategis. Menjelaskan
mengenai perkembangan lingkungan strategis, regional di Asean
dan Nasional beserta peluang untuk pemecahan masalah, dan
kendala yang perlu diantisipasi yang menghambat pemecahan
masalah.
8
Bab V. Kondisi yang diharapkan. Berisi mengenai bagaimana
seyogianya pengelolaan migas yang diperankan oleh
perusahaan nasional, implikasinya terhadap peningkatan
kemandirian dan daya saing bangsa, implikasi peningkatan
kemandirian dan daya saing bangsa terhadap suksesnya
pembangunan nasional. Pada bab ini akan dirumuskan berbagai
indikasi keberhasilan yang dapat menunjukkan tanda-tanda
bahwa kondisi yang diharapkan akan terwujud.
Bab VI. Konsepsi. Berisi mengenai konsepsi rumusan untuk
memecahkan persoalan. Bagaimana Kebijakan, Strategi dan
Upaya itu digunakan, serta oleh siapa berbuat apa dengan cara
atau metode yang bagaimana.
Bab VII. Penutup. Bab ini menyimpulkan hasil pembahasan dan
menyampaikan saran terkait pemberdayaan perusahaan
nasional di bidang pengelolaan migas guna meningkatkan
kemandirian dan daya saing bangsa dalam rangka
pembangunan nasional. Alur pikir dan pola pikir ditempatkan
sebagai lampiran, demikian juga dengan daftar istilah yang
bersifat teknis.
4. Metode dan Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penulisan taskap ini adalah metode
deskriptif-analitis melalui studi kepustakaan dengan dukungan data
sekunder, pengalaman penulis di lapangan dan pandangan praktisi
lainnya. Penulisan kertas karya ini dilakukan dengan pendekatan
komprehensif integral dengan menggunakan Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional sebagai pisau analisis.
5. Pengertian – pengertian
(lihat lampiran).
9
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum
Minyak dan gas bumi adalah sumber daya alam tidak
terbarukan (non renewable resources). Sebagai pencerminan
penguasaan kolektif bangsa, maka pengelolaan migas harus dapat
bertransformasi secara berkelanjutan (sustainable). Selain itu
pengelolaan sumber daya migas harus tetap dalam konteks
pengejawantahan kedaulatan negara, kemandirian bangsa dan daya
saing operasional di tengah pertarungan global. Daya saing bangsa
akan dapat terus ditingkatkan apabila pembangunan ekonomi
direncanakan dan dilaksanakan secara bertahap, terarah dan
berkesinambungan. Pengalaman empiris bangsa-bangsa yang maju
menunjukkan bahwa keberhasilan tersebut diperoleh dengan
transformasi perekonomian berbasis sumber daya alam (resource-
driven economy), ke ekonomi yang berbasis investasi (investment –
driven economy) dan akhirnya menjadi perekonomian dengan
pengandalan pengetahuan (knowledge base economy)11.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, dan selaras dengan
cita-cita Indonesia merdeka yaitu menciptakan masyarakat yang adil
dan makmur maka dalam pemberdayaan perusahaan nasional di
bidang migas harus berpedoman kepada Pencasila sebagai
landasan idiil, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, wawasan
nusantara sebagai landasan visional, ketahanan nasional sebagai
landasan konseptual, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
sebagai landasan operasional
7. Paradigma Nasional
Paradigma adalah cara pandang orang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir
11
H. Sampurno, Knowledge-based economy : Sumber Keunggulan Daya Saing Bangsa, Pustaka Belajar, Jakarta, 2007, hal. 100
10
(kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Dengan
kata lain, paradigma merupakan sistem nilai, kerangka dan pola
berfikir yang dijadikan landasan, cara dan arah untuk mencapai
tujuan. Paradigma nasional yang dianut oleh Bangsa Indonesia
untuk menjalankan sistem kehidupannya adalah PANCASILA
(sebagai Landasan Idiil dalam menjalankan kehidupan nasional);
UUD 1945 (sebagai landasan konstitusional bangsa dan negara
Indonesia); WAWASAN NUSANTARA (sebagai landasan visional
bangsa Indonesia); dan KETAHANAN NASIONAL (sebagai
landasan konsepsional bangsa).
a. Pancasila sebagai Landasan Idiil
Pancasila merupakan weltanschaung (yakni landasan filosofis
yang menjadi dasar negara) dan ideologi dari negara kebangsaan
Indonesia. Sebagai weltanschaung atau landasan filosofis,
selanjutnya Pancasila dipergunakan dalam menyusun visi, misi dan
tujuan negara. Sebagai weltaschaung untuk menjelma menjadi
realita harus diperjuangkan. Dalam sila ketiga Persatuan Indonesia,
sebagaimana dimuat dalam butir-butir pengamalan Pancasila12,
bangsa Indonesia harus mampu menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan
Dalam pengelolaan sumber daya alam migas, Pancasila harus
dapat diaktualisasikan dengan mengembalikan migas sebagai
kekayaan nasional yang keseluruhannya diabdikan untuk kejayaan
bangsa Indonesia selama-lamanya. Kepentingan pribadi, golongan,
sektor maupun institusi harus mengalah dan menundukkan diri
kepada kepentingan bangsa dan negara yang bersifat jangka
panjang. Dengan demikian, sumber kekayaan alam berupa migas ini
betul-betul menjadi kekayaan negara yang mampu mensejahterakan
12
TAP MPR nomor II/ MPR/ 1978 Tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
11
seluruh rakyatnya secara berkeadailan, sesuai dengan sila ke lima
dari Pancasila.
b. UUD NRI 1945 sebagai Landasan Konstitusional
UUD atau konstitusi (constituio – latin) bagi suatu negara
adalah merupakan norma hukum tertinggi, yang merupakan rujukan
dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, serta acuan
dalam perumusan peraturan perundang-undangan sebagai
instrumen dalam bernegara. UUD NRI Tahun 1945 merupakan
penjabaran dari sila-sila yang terkandung di dalam Pancasila
sebagai filsafat negara. Konstitusi juga memberikan koridor
pembatas kepada penyelenggara negara dalam melaksanakan
kewenangannya.
Dalam pasal 33 UUD NRI 1945, dinyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara, serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Pasal 33 ini harus merupakan jiwa dan
arah dalam pengelolaan kegiatan migas13.
c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional
Konsepsi Wawasan Nusantara menganut filosofi dasar geopolitik
Indonesia yang mengandung rasa kebangsaan, paham kebangsaan
dan semangat kebangsaan. Wawasan nusantara adalah cara
13
Dalam UU 5 tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria pada pasal 2 ayat 2 , terdapat elaborasi dan penjelasan makna pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut : hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk (a)., mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, (b). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, (c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi pada putusan nomor 36/PUU-X/2012 menjelaskan makna kedaulatan, dimana rakyat secara kolektif memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid), pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad).
12
pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya sesuai
ideologi nasional yaitu Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, sebagai
aspirasi suatu bangsa yang merdeka, berdaulat dan bermartabat di
tengah-tengah lingkungannya yang menjiwai tindak kebijaksanaan
dalam mencapai tujuan nasional dan menjamin kepentingan
nasional.
Pengelolaan migas harus dapat mendorong kemandirian dan
daya saing bangsa, serta berdimensi jangka panjang. Pemihakan
kebijakan kepada Perusahaan Nasional utamanya perusahaan
nasional dalam pengelolaan migas, termasuk transformasi dari
resource based ke knowledge based economy. Kemandirian dan
daya saing tersebut akan mendorong suksesnya pembangunan
nasional. Disamping itu, pemanfaatan sumber kekayaan alam
khususnya migas bagi kesejahteraan seluruh anak bangsa secara
adil dan merata akan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa
sebagaimana nilai - nilai yang terkandung pada Wawasan
Nusantara.
d. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional
Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis yang meliputi
segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan
dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional, dalam menggapai dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang datang
dari luar dan dari dalam untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai
tujuan nasional. Konsepsi ketahanan nasional Indonesia merupakan
pedoman untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Karena itu tata
laku dalam mengimplementasikan pengelolaan sumber daya alam
migas harus dilaksanakan secara komprehensif integral, yakni
secara utuh, menyeluruh dan terpadu dalam seluruh aspek
13
kehidupan. Pengelolaan sumber daya alam khususnya migas, harus
mendorong kemandirian dan daya saing bangsa dalam
pembangunan nasional. Jika hal ini dapat diwujudkan, maka segala
ancaman dan gangguan yang datang, akan dapat ditangkal secara
baik. Bahkan ancaman (threat) yang masukpun dapat
ditransformasikan menjadi kesempatan (opportunity).
8. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan
operasional, yakni sebagai berikut :
a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi.
Dalam Undang-undang ini dinyatakan bahwa minyak dan gas
bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang
dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang
menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan
penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya
harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan.
Undang-undang ini juga menata peran pengelolaan migas,
dengan pengaturan antara lain, mengenai kuasa pertambangan,
penyelenggaraan dan pelaksanaan kontrak kerja sama. Penguasaan
oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang
Kuasa Pertambangan. Sebagai pemegang Kuasa Pertambangan,
Pemerintah menentukan terms and conditions/ persyaratan Kontrak
Kerja Sama, wilayah kerja kontrak kerja sama, serta Kontraktor yang
akan melaksanakan kegiatan usaha hulu. Selanjutnya Pemerintah
sebagai pemegang Kuasa Pertambangan membentuk BPMIGAS.
Kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan BPMIGAS14.
14
Mahkamah Konstitusi pada 13 November 2012 mengeluarkan amar putusan Nomor 36/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa frasa-frasa terkait dengan BPMIGAS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan ini berimplikasi pada dialihkannya tugas BPMIGAS kepada Pemerintah cq. Kementerian terkait Selanjutnya dengan PerPres nomor 95
14
b. Undang undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Undang-undang ini menyatakan bahwa keuangan mnegara
meliputi antara lain bahwa kekayaan negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/
perusahaan daerah (pasal 2 f)
c. Undang-undang 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara. Undang-undang ini antara lain menyatakan BUMN terdiri
dari 2 (dua) macam, yaitu Perusahaan Perseroan (“Persero”) dan
Perusahaan Umum (“Perum”). Persero adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan
utamanya mengejar keuntungan. Sedangkan, Perum adalah BUMN
yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.
Terhadap BUMN yang berbentuk Persero berlaku segala ketentuan
dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas
sebagaimana terdapat dalam Undang – undang Perseroan Terbatas.
d. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang – undang ini
merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan
untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan di
tingkat Pusat dan Daerah
e. Undang-undang Nomor 17 tahn 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005 – 2025.
Undang-undang ini merupakan pedoman dalam arah dan prioritas
tahun 2012, pelaksanaan tugas, fungsi dan organisasi BPMIGAS dialihkan ke MESDM. Dengan maksud untuk memberikan kepastian hukum, pada tanggal 14 Januari 2013 dengan PerPres nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dibentuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKKMIGAS) sampai dengan diterbitkannya undang-undang baru di bidang minyak dan gas bumi. Dengan pembentukan tersebut, maka seluruh tugas dan tanggungjawab beralih kepada SKKMIGAS
15
pembangunan jangka panjang secara menyeluruh sehubungan
dengan tidak dibuatnya lagi Garis-garis Besar Haluan Negara
sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional
f. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Undang-undang ini antara lain menyatakan Pemerintah
memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal
yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan
penanaman modal di Indonesia (pasal6). Penanam modal diberi hak
untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing danHak
Guna Usaha selama 95 tahun
g. Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi. Undang-
undang ini menyatakan bahwa peranan energi sangat penting
artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional,
sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan,
pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara
berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu.
h. Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Undang-undang ini menyatakan bahwa perseroan
terbatas merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan
modal. Dengan demikian Persero yang dalam pengaturannya
merujuk pada UUPT, juga merupakan badan hukum.
i. Peraturan Presiden nomor 32 tahun 2011 tentang Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI). Dokumen ini merupakan pelengkap dari dokumen
perencanaan guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional
yang lebih solid
9. Landasan Teori
a. Teori pertumbuhan ekonomi. W.W Rostow mengungkapkan
teori pertumbuhan ekonomi dalam lima tahap15, yaitu masyarakat
15
http://www.sylabus.web44.net/pembangunan file - TEORI PERTUMBUHAN DAN
PEMBANGUNAN EKONOMI . Pemerintah Indonesia pada masa orde baru, mengikuti mazhab ini
16
tradisional, pra syarat untuk tinggal landas (take off), tinggal landas
(take off), menuju kedewasaan (the drive to maturity) dan masa
konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption). Masing-masing
tahapan memerlukan prasyarat dan kondisi untuk dapat menuju
tahapan berikutnya. Rostow menyatakan bahwa Pemerintah perlu
membangun infrastruktur untuk merangsang pertumbuhan. Hal
tersebut karena pembangunan infrastruktur bersifat jangka panjang,
lintas departemen, sehingga tidak menarik bagi sektor swasta untuk
berinvestasi di bidang itu tanpa mendapat insentif dari Pemerintah.
Harus ada leading sector yang akan menggerakkan perekonomian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah
faktor sumber daya manusia, sumber daya alam, ilmu pengetahuan
dan teknologi, budaya dan sumber daya modal.
b. Teori pertumbuhan baru (endogenous growth theory). Teori
ini dikembangkan oleh Frankel (1962). Sebagaimana dikutip oleh
Sampurno16 adalah teori ekonomi yang menyatakan bahwa untuk
sustainabilitas perekonomian maka knowledge dan teknologi
mempunyai karakteristik peningkatan hasil (returns) yang
mengendalikan proses pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi
dihasilkan dari sistem itu sendiri sebagai hasil langsung dari proses
internal. Penguatan Human capital (sumber daya manusia) suatu
bangsa akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
pengembangan inovasi teknologi dan cara berproduksi yang lebih
efisien dan efektif17.
10. Tinjauan Pustaka
Silvana Tordo, dari Bank Dunia18 menunjukkan bahwa hampir
90 % cadangan minyak dunia, dan 75% produksi minyak dan gas,
beserta infrastrukturnya dikuasai oleh perusahaan nasional. Selain
dengan Rencana Pembangunan Lima Tahunan (REPELITA), dengan doktrin ekonomi trilogi
pertumbuhan, yaitu stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. 16
H. Sampurno, Knowledge-based economy : Sumber Keunggulan Daya Saing Bangsa, Pustaka Belajar, Jakarta, 2007, hal. 100 17
IBID, Hal. 63 18
National Oil Companies and Value Creation, Volume I by Silvana Tordo with Brandon Tracy and Noora Arfaa. World Bank Working Paper Series #218, tahun 2011 hal. 16
17
itu, diperkirakan 60% cadangan migas yang belum discovery,
berada di lapangan-lapangan migas yang dikendalikan National Oil
Companies. Perusahaan nasional, terutama perusahaan negara
juga biasa dibebani misi sosial ekonomi dan politis oleh
Pemerintahnya. Buku tersebut mengulas, bahwa penciptaan nilai
(value creation) tidak boleh semata-mata diukur dari efisiensi, tetapi
harus juga dari kebijakan yang ada dalam pengendalian
Pemerintah, yang meliputi partisipasi di industri, kebijakan model
pembuatan Kontrak dan Lisensi pengusahaan migas, perpajakan
dan kebijakan umum terhadap komersialiasi sumber daya migas
yang ada (depletion policy).
Studi Forfas (2010)19, menunjukkan bahwa di negara-negara
maju (OECD) pun peran BUMN sebagai pelaksana kebijakan
Pemerintah untuk tanggung jawab publik tetap dikedepankan.
Implikasi infrastruktur dan kebijakan terhadap perusahaan negara,
meliputi beberapa hal yaitu, pengembangan kebijakan nasional
mengenai peran dari perusahaan milik negara, mengevaluasi misi
dan tujuannya, mengimplementasikan kerangka tata kelola
perusahaan yang lebih tegas, termasuk kebebasan komersial dalam
mengambil kebijakan.
Gde Pradnyana20 menggambarkan bahwa dalam pengelolaan
migas memiliki multi peran, secara vertikal maupun secara
horizontal. Secara vertikal, migas harus dapat menyeimbangkan
peran sebagai sumber pendapatan negara dari hasil ekspor migas
dan sekaligus sumber energi untuk kebutuhan domestik di dalam
negeri. Secara horizontal menyeimbangkan kepentingan daerah
dalam rangka tanggung jawab sosial perusahaan untuk
menyejahterakan masyarakat di sekitar daerah operasinya dan
kepentingan nasional untuk menumbuhkan multiplier effect.
19
Forfas study, The role of State Owned Enterprises : Providing Infrastructure and Supporting Economic Recovery, Dublin 2010, hal. 20. 20
Gde Pradnyana, Optimalisasi Pemanfaatan sumber daya migas guna peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka pembangunan SDM, TASKAP, Lemhannas RI , tahun 2010, hal. 57
18
Task Force Report on Strategic Energy Policy21 Amerika
Serikat mengatakan bahwa ukuran pertimbangan keuntungan
ekonomi semata adalah merupakan motivasi utama dari perusahaan
swasta baik asing maupun nasional, sedangkan Perusahaan yang
dikendalikan oleh Negara dapat didesain untuk mengemban
kebijakan dan misi Negara. Penciptaan nilai (value creation)
merupakan ukuran keberhasilan yang tidak langsung dapat dikaitkan
dengan perusahaan, namun memberikan efek berganda terhadap
roda perekonomian.
Munir Fuadi (2005)22 , menyatakan bahwa dalam suatu
kontrak bisnis, asas yang mengatur adalah asas kontrak sebagai
hukum mengatur, asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt
servanda, asas konsensual, asas obligatoir. Inti dari asas-asas
tersebut adalah bahwa suatu kontrak akan mengikat bagi kedua
belah pihak, serta menimbulkan hak dan kewajiban. Apabila
kewajiban kontraktual tidak dilaksanakan, maka pihak yang
dirugikan dapat menuntut wanprestasi dengan ganti rugi atau
pemenuhan perjanjian. Sebagai asas universal, Pemerintah
melindungi warga negaranya termasuk hak-hak kebendaan dan
kontraktualnya dari kesewenang-wenangan pihak lain maupun
Pemerintah negara lain.
Studi-studi tersebut di atas, belum ada yang membahas
secara spesifik mengenai peran perusahaan nasional di bidang
migas dalam kaitannya dengan kemandirian dan daya saing bangsa,
yang merupakan fokus bahasan dalam TASKAP ini.
21
Strategic Energy Policy, Challenges for the 21st Century, Council on Foreign Relations, Inc., 2001, hal. 4 22
Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2005, hal. 11 -12
19
BAB III
KONDISI PEMBERDAYAAN PERUSAHAAN NASIONAL DI
BIDANG PENGELOLAAN MIGAS SAAT INI
11. Umum
Dalam pengelolaan migas sebagai bagian dari mata rantai
energi, Pemerintah harus mempertimbangkan secara komprehensif,
terpadu dan holistik manajemen pengelolaan yang meliputi
penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya secara
berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu.
Kemandirian dan daya saing perusahaan nasional tidak saja
ditentukan oleh kekuatan operasional atau permodalan suatu
perusahaan, tetapi banyak tergantung juga pada fasilitasi,
kemudahan dan kebijakan afirmatif yang harus dilakukan oleh
Pemerintah. Pemerintah dalam rangka mengemban mandat dari
rakyat untuk melaksanakan pembangunan nasional harus bermuara
pada terwujudnya tujuan pembangunan nasional, yakni tercapainya
masyarakat yang sejahtera, aman dan berkeadilan dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12. Kondisi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas Saat ini
Kondisi perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas
saat ini, dapat ditinjau dari berbagai hal, baik mulai dari sisi hulu,
hilir, pengguna hingga industri penunjang. Dari sisi hulu terkait
dengan operatorship, upaya eksplorasi dan penguasaan cadangan
migas. Di sisi hilir terkait dengan industri pengolahan bahan bakar
minyak, pengelolaan dan penguasaan jalur transmisi dan distribusi
migas, dan pengaturan tarif akses penggunaan jalur pipa. Adapun di
sisi industri penunjang adalah partisipasi industri penunjang usaha
hulu migas dalam mata rantai pengelolaan migas.
Kondisi dan fakta objektif tersebut berpengaruh terhadap
kemandirian dan daya saing bangsa, dalam hal nilai ekonomi yang
diperoleh dari lingkup pengelolaan kegiatan migas belum merupakan
kontribusi optimal dari pelaku ekonomi dalam negeri. Kemandirian
20
dan daya saing bangsa yang masih rendah pada gilirannya
berpengaruh pada tidak optimalnya pencapaian tujuan
pembangunan nasional.
a. Keterlibatan perusahaan nasional dalam kegiatan hulu
migas
Perusahaan migas di sektor hulu dari sisi kepemilikan dan
operatorship memiliki tiga kategori besar. Pertama adalah
perusahaan yang didirikan dan berbadan hukum Indonesia serta
secara nyata dikendalikan oleh bangsa Indonesia. Kedua adalah
perusahaan yang diketahui dimiliki oleh orang Indonesia, tetapi tidak
didirikan berdasarkan hukum Indonesia, serta yang ketiga adalah
perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, tetapi
pengendalian operasional dan lalu lintas keuangannya dikendalikan
sepenuhnya oleh perusahaan induknya di luar negeri23. Pada akhir
tahun 2012 tercatat di sektor hulu migas sebanyak 308 blok, atau
wilayah kerja di seluruh Indonesia, dari jumlah tersebut, wilayah
kerja yang sudah berproduksi baru ada 75 blok. Dari jumlah
tersebut, perusahaan yang didirikan dan berbadan hukum Indonesia
hanya PT. Pertamina EP.
Perbatasan Indonesia, merupakan garda terdepan integritas
wilayah kedaulatan Indonesia. Sampai saat ini belum ada
perusahaan nasional Indonesia yang memegang operatorship di
wilayah perbatasan. Sementara, dari sisi Produksi minyak dan Gas
di Indonesia, posisi PT. Pertamina EP juga belum signifikan.
23
Perusahaan yang sepenuhnya didirikan berbadan hukum Indonesia dan dikendalikan oleh bangsa Indonesia adalah PT. Pertamina EP, yang merupakan anak perusahaan PT. Pertamina (Persero). Perusahaan yang diketahui dimiliki oleh orang Indonesia, tetapi tidak berbadan hukum Indonesia contohnya adalah interest holder dari Medco group., sedangkan perusahaan yang menggunakan badan hukum Indonesia, tetapi seluruh manajemen dan lalu lintas keuangannya dikendalikan oleh perusahaan induk adalah PT. CPI, yang dikuasai oleh Chevron Inc. dan Texaco Inc.. Hal ini ditandai antara lain bahwa struktur organisasi pengendali operasi dan beneficiary account dari hasil usahanya adalah atas nama perusahaan induknya di luar negeri.
21
Gambar 1 : Positioning PT Pertamina EP dalam Produksi migas di
Indonesia . (sumber : Pertamina , 2013).
Posisi Produksi migas Pertamina, belum signifikan
dibandingkan dengan Produksi migas keseluruhan di Indonesia.
Namun demikian, yang menggembirakan adalah bahwa produksi
minyak Pertamina cenderung meningkat dari tahun ke tahun dalam
10 tahun terakhir. Dalam tahun 2003, produksi minyaknya adalah
sekitar 72.000 barel per hari, sedangkan pada tahun 2010 sudah
meningkat menjadi rata-rata 130.000 barel per hari. Dengan
perbandingan relatif terhadap produksi minyak Indonesia, itu
adalah peningkatan besar dari sekitar 7% ke 15%. Sedangkan
produksi gas rata-rata 970 mmcfd, atau sekitar 11% dari total
produksi Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada gas. Hal ini
antara lain adalah karena Pertamina dapat jadi lebih fokus ke
kegiatan intinya untuk eksplorasi dan eksploitasi migas, dengan
adanya Undang-undang migas24.
b. Pengelolaan jaringan transmisi dan distribusi gas
Manajemen gas pipa diatur oleh badan pengatur hilir, yaitu
BPHMIGAS, sesuai Undang-undang no. 22 tahun 2001 dan PP 67
tahun 2002. Pengaturan itu meliputi konsep unbundling, open
access, hak khusus, tarif, ring fencing, sistem informasi
24
http://finance.detik.com/read/2012/11/18/123917/2093563/1034/bp-migas-membuat-pertamina-lebih-efisien-dan-produksi-naik
22
pengusahaan, harga gas bumi rumah tangga dan pelanggan kecil,
jaringan pipa transmisi dan distribusi. Jaringan pipa gas saat ini
belum terkoneksi. Konsentrasi terbesar dari lapangan gas masih di
pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Gas yang ada di Pulau Kalimantan
baru hanya terkoneksi utamanya untuk kilang LNG di Bontang dalam
rangka ekspor gas dalam bentuk LNG.
Jaringan pipa gas memiliki karakteristik yang khusus, yaitu :
- Sifatnya yang dedicative dan terbatas sebagai open access.
Jaringan pipa gas pada umumnya didesain untuk mentransmisi
dan mendistribusikan gas dari suatu lapangan tertentu, ke
jaringan distribusi untuk disambungkan dengan sumber gas dari
lapangan lain
- Investasi yang berdimensi jangka panjang
Mengingat investasi yang berdimensi jangka panjang, diperlukan
adanya kepastian pasokan dan penggunaannya untuk dapat
justifiable secara ekonomis
- Cenderung monopolistis sehingga posisi tawar lebih tinggi pada
pemilik jaringan gas. Keterbatasan kapasitas muat dan angkut,
dapat menjadi alasan bagi pemilik jaringan pipa gas untuk
menolak masuknya gas new entrance, atau menerimanya tetapi
dengan toll fee yang mahal.
Jaringan pipa transmisi dan distribusi gas sebagian besar
dimiliki oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) dan afiliasinya.,
sedangkan sebagian lagi dioperasikan oleh anak perusahaan
Pertamina (PT. Pertagas). PT. PGN bersama dengan PT. PLN
adalah merupakan warisan dari perusahaan yang telah ada sejak
zaman kolonial. Pada zaman kemerdekaan dengan Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 1965 dialihkan menjadi perusahaan
Negara. PT PGN dan PT PLN adalah perusahaan strategis yang
menguasai hajat hidup orang banyak untuk kepentingan umum.
23
Gambar 2 : Sumber Gas, Jaringan Pipa dan Fasilitas PGN
Sumber - Laporan Tahunan PGN, 2012
Dengan sifat monopolistis yang dipunyainya, serta peran
strategis untuk mendistribusikan gas dari lapangan-lapangan gas.,
Pemerintah telah melepaskan kendali manajemen strategisnya ke
perusahaan publik. Di sinilah salah satu salah kelola kebijakan
Pemerintah, yang melepas BUMN strategis dan menguntungkan ke
swasta, sementara sektor pelayanan publik yang merugi masih
dipegang oleh Pemerintah.25 Mengingat sifatnya yang monopolistik
dan dedicative, posisi kepemilikan pipa transmisi dan distribusi
tersebut sangat menentukan harga keekonomian gas. PT. PGN
berfungsi selain transporter adalah trader, yang membeli gas dari
perusahaan gas hulu, memilikinya dan menjualnya kepada
pengguna akhir seperti PT. Perusahaan Listrik Negara, Industri
Pupuk, Petrokimia dan industri umum.26
25
Berdasarkan data BPS, Statistik Gas Indonesia., volume gas yang digunakan domestik tahun 2011 ada sebesar 562.326,09 MMSCF, dgn komposisi pengguna 84,62% untuk sektor industri, 1,28% komersial, rumah tangga 0,16%, SPBG 0,18% dan Pembangkit Listrik 13,77%. PT. PGN dan Entitas anak perusahaannya mengoperasikan pipa transmisi sepanjang 2.047 km, dan pipa distribusi sepanjang 3.865 km. Jalur pipa transmisi gas bumi PGN terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima pembeli. PGN menerima Toll Fee untuk pengiriman gas sesuai dengan Perjanjian Transportasi Gas (GTA) yang berlaku selama 10-20 tahun. Pipa distribusi gas menyuplai gas bumi ke pembangkit listrik, industri, usaha komersial termasuk restoran, hotel dan rumah sakit, serta rumah tangga di wilayah-wilayah yang paling padat penduduknya di Indonesia. PGN mendapatkan keuntungan dari penjualan gas kepada konsumen, Sumber : Laporan tahunan PT. PGN tahun 2012 26
Komposisi Pemegang Saham per 31 Desember 2012 adalah, Pemerintah RI 56,94% dan publik 43,06%. Dari saham publik tersebut, 84,14% dimiliki asing. Pemerintah Indonesia juga memiliki
24
Gambar 3 : Rencana jaringan gas PT. Pertamina
Sumber - PT. Pertamina (Persero), 2013
c. Penyerapan alokasi migas dan produk turunan pengolahan
migas di dalam negeri.
Sebagian terbesar hasil migas Indonesia masih diekspor
dalam bentuk bahan mentah. Minyak mentah bagian Kontraktor KKS
maupun bagian Pemerintah yang tidak dapat diolah di dalam kilang
domestik masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, yang tidak
memberikan nilai tambah. Demikian juga halnya, dengan gas, baik
berupa gas pipa maupun gas dalam bentuk LNG semuanya diekspor
dalam bentuk bahan mentah.
Grafik di bawah ini menunjukkan komposisi penggunaan
migas untuk domestik maupun untuk ekspor.
satu lembar saham seri A Dwi warna, yang tidak dapat dipindah tangankan, memiliki hak-hak istimewa antara lain dalam hal Perubahan modal, Penunjukan manajemen, anggaran dasar dan likuidasi Perusahaan. Sumber : laporan tahunan PT. PGN 2012
25
Gambar 4 : Neraca Gas Indonesia
Sumber : BPMIGAS, 2012
Gambar 5 : Peta Neraca Energi Indonesia, sumber : lampiran
PerPres 5 tahun 2006 tentang Blue Print Pengelolaan Energi
Indonesia
d. Peran perusahaan penunjang migas dalam mata rantai
pengelolaan migas.
Industri penunjang kegiatan hulu migas, sebagian masih
mengandalkan dukungan perusahaan asing. Nilai pengadaan
barang dan jasa yang menggunakan komponen dalam negeri (local
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
20
10
20
12
20
14
20
16
20
18
20
20
20
22
20
24
BB
TUD
Contracted Export Contracted Domestic Potential Domestic
Existing Supply Project Supply Potential Supply
26
content)., menunjukkan trend kenaikan dari tahun ke tahun. Namun
jumlah tersebut belum signifikan apabila dibandingkan dengan total
rencana anggaran Kontraktor hulu migas. Dalam tahun 201227
misalnya., total komitmen pengadaan barang dan jasa ada sebesar
$16.61 milyard. Dari jumlah tersebut, pengadaan yang melalui
BUMN adalah $ 2.518 juta. Penyebab hal ini terutama adalah
karena belum ada atau minimnya fasilitas dan peralatan kerja serta
sumber daya manusia, dan permodalan.
Gambar 6 :Inventarisasi kendala fakta penunjang kegiatan usaha
hulu migas. Sumber : BPMIGAS - 2012
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
pengelolaan migas, baik dari sisi hulu dalam hal eksplorasi migas
dan pengoperasian blok migas, pengolahan dan distribusi di sisi hilir,
penyediaan kepada konsumen akhir serta dukungan industri
penunjang belum mencerminkan adanya keterpaduan dalam
kebijakan yang memungkinkan optimalnya pengelolaan migas yang
mendukung kemandirian, kedaulatan dan daya saing bangsa.
27
Laporan tahunan SKKMIGAS tahun 2012., hal. 93 – 94.
27
13. Implikasi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas terhadap Kemandirian dan Daya Saing
Bangsa dan Implikasi Kemandirian dan Daya Saing Bangsa
terhadap Suksesnya Pembangunan Nasional
Globalisasi di bidang ekonomi telah mengakibatkan
kebebasan pergerakan lintas yurisdiksi negara terhadap arus
barang, arus jasa, arus investasi., modal dan tenaga kerja. Akses
yang terbuka tersebut telah mempersempit dan mengurangi
efektivitas negara-negara untuk memberikan kemudahan, fasilitasi
dan proteksi terhadap perusahaan dalam negeri. Restriksi
pengenaan tarif, kuota, bea, standardisasi mutu dan akreditasi serta
saling pengakuan (mutual recognition arrangement) akan jasa
profesional lintas negara, dan ditambah kemajuan teknologi
informasi akan meningkatkan produktivitas perekonomian. Tetapi di
sisi lain, hal tersebut akan dapat membuat terseleksi dan
tersingkirnya pelaku ekonomi yang tidak efisien.
Peran kelembagaan28 dalam meningkatkan daya saing
merupakan sesuatu yang mutlak. Daya saing adalah seperangkat
lembaga, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat
produktivitas suatu negara. Tingkat produktivitas tersebut,
selanjutnya menentukan tingkat kemakmuran yang dapat diperoleh
dari perekonomian. Tingkat produktivitas tersebut juga menentukan
tingkat pengembalian investasi (rate of return), yang merupakan
faktor mendasar dalam mendorong pertumbuhan. Dengan demikian,
pertumbuhan yang berkelanjutan akan diperoleh dari perekonomian
yang lebih kompetitif29. Perekonomian yang bertumbuh secara
berkesinambungan, dengan daya saing yang lebih baik pada
gilirannya akan mendorong kemandirian para pelaku usaha dalam
menghadapi pasar bebas.
28
Ada 12 pilar daya saing, salah satu di antaranya adalah kelembagaan. Ref. Global Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2012-2013, hal. 5 29
ibid
28
a. Implikasi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas terhadap Kemandirian dan Daya Saing
Bangsa
Pemberdayaan perusahaan nasional mengandung makna
adanya suatu kebijakan yang memungkinkan perusahaan nasional
lebih memiliki kemampuan dalam menguasai pasar, berproduksi
secara lebih efisien dan memberi dukungan kepada kemandirian dan
daya saing bangsa. Salah satu indikator kebesaran ekonomi suatu
negara adalah besarnya tingkat produk domestik bruto (gross
domestic product). Pengukuran dengan parameter tersebut dalam
suatu pasar bebas dapat menyesatkan. Gross domestic bruto
mengukur produksi yang dihasilkan di suatu negara, tanpa
mengaitkan dan membedakan siapa subjek yang menghasilkan
tersebut apakah perusahaan nasional atau perusahaan asing.
Di bidang pengelolaan migas, di sektor hulu perusahaan
nasional hal ini diwakili oleh Pertamina EP sebagai anak usaha dari
PT Pertamina (Persero). Dalam tahun 201230 kontribusi PT
Pertamina EP terhadap produksi minyak nasional hanya 14,81%. Di
sisi pengolahan, seluruh kilang minyak adalah dikelola oleh PT
Pertamina. Namun demikian, margin kilang minyak relatif kecil,
sehingga tidak banyak perusahaan yang berinvestasi di bidang
tersebut. Dalam jaringan distribusi, sebagian besar jaringan
distribusi gas adalah dioperasikan oleh PT. Perusahaan Gas
Negara, dan PT Pertamina Gas. Jaringan distribusi gas tersebut
bersifat open access31, yang dapat digunakan oleh pemilik gas yang
lain.
Pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan
migas berbeda-beda untuk bidang hulu, pengolahan maupun hilir/
jaringan pipa. Sehatnya perusahaan nasional tersebut dapat dilihat
30
Produksi minyak PT Pertamina EP tahun 2012 tercatat 46.595.000 BBL., sedangkan produksi nasional 314.700.000 BBL. Sementara itu utk gas porsi produksi PT Pertamina EP terhadap nasional adalah 12,02 % (358.970.000 MSCF/ 2.987.672.000 MSCF). Ref. Laporan Konsolidasi KKKS - SKKMIGAS 31
Regulasi terkait pengaturan, pemanfaatan, tarif gas pipa melalui open access, merupakan kewenangan BPHMIGAS.
29
dari kemampuan perusahaan dimaksud untuk melakukan operasi,
ekspansi dan penetrasi pasar secara efisien. Perusahaan nasional
yang sehat akan dapat mengurangi ketergantungannya baik dari sisi
permodalan, keahlian dan kemampuan keuangan kepada
perusahaan asing maupun kepada fasilitasi dari Pemerintah.
Kemandirian bangsa akan terwujud dalam hal perusahaan
nasional memiliki kemampuan yang memadai untuk menghasilkan
sendiri (self generate) berdasarkan pilihan kebijakan independennya
strategi yang diperlukan untuk pertumbuhan berkelanjutan bidang
usahanya.
Daya saing bangsa, secara internasional diakui dan diukur
berdasarkan indeks daya saing. Indeks tersebut akan meningkat
dalam hal perusahaan nasional di bidang pengelolaan dapat menjadi
penggerak, lokomotif dan soko guru perekonomian yang
memberikan efek pengganda (multiplier effect). Bergeraknya sektor
perekonomian yang lain sebagai bagian dari mata rantai
pengelolaan migas akan meningkatkan daya saing bangsa.
b. Implikasi Kemandirian dan Daya Saing Bangsa terhadap
Suksesnya Pembangunan Nasional
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Tujuan bernegara adalah berhasilnya Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Nasional
(RPJPMN) memerinci tahapan yang akan dicapai sebagai berikut32 :
32
PerPres 5 tahun 2010 butir 3.1 gambar 3.10
30
Gambar 7 : Pentahapan Pembangunan RPJPN
Sumber : Dokumen MP3EI
Dari pentahapan di atas, jelaslah bahwa pemberdayaan
perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas, akan
memberikan implikasi dan korelasi positif terhadap kemandirian
dan daya saing bangsa. Selanjutnya kemandirian dan daya
saing bangsa tersebut akan berimplikasi untuk menguatkan,
memantapkan dan mengokohkan terwujud suksesnya tujuan
pembangunan nasional.
14. Pokok-pokok Persoalan yang Ditemukan
Pengelolaan migas meliputi suatu mata rantai yang harus
dipandang secara menyeluruh, terintegrasi dan holistik mulai dari
sisi hulu, hilir , industri pendukung hingga pengguna akhir. Yang
sering menjadi persoalan adalah perbedaan prioritas yang
merupakan tanggung jawab sektor-sektor, dan sering bertolak
belakang. Misalnya, antara meningkatkan produksi migas dari
lapangan migas yang telah ada, dengan usaha untuk mencari
cadangan migas baru. Juga kebijakan untuk mengalokasikan gas
untuk kebutuhan domestik yang harganya lebih murah, atau
mengekspor gas dengan harga yang lebih mahal untuk menopang
APBN.
31
Gambar berikut menunjukkan perbedaan harga rata-rata gas untuk
domestik versus harga gas untuk tujuan ekspor
Gambar 8 : Harga Gas Ekspor vs Harga Gas Domestik
Sumber - SKKMIGAS, 2013
Pokok-pokok persoalan yang ditemukan yang menyebabkan
perusahaan nasional di bidang migas belum terberdayakan dalam
rangka peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa adalah
sebagai berikut :
a. Melemahnya peran migas dalam pembangunan nasional
Melemah dan termarginalisasinya peran strategis migas dapat
dilihat dari degradasi muatan materi pada undang-undang yang
mengaturnya. Sebagai penjabaran dari UUD NRI 1945 pasal 33,
dalam Undang-undang no. 44 tahun 1960 tentang Pertambangan
minyak dan gas bumi dinyatakan bahwa minyak dan gas bumi
merupakan kekayaan nasional yang mempunyai arti yang khusus
untuk pertahanan nasional33 . Dalam Undang-undang no. 8 tahun
1971 tentang Pertamina, frase “kekayaan nasional” tersebut
menghilang dan diganti menjadi “bahan galian strategis”, baik untuk
perekonomian negara maupun untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan Nasional34. Undang-undang nomor 22 tahun 2001
33
Butir menimbang c. “bahwa minyak dan gas bumi mempunyai arti yang khusus untuk pertahanan nasional”. Ayat 2:
Segala bahan galian minyak dan gas bumi yang ada di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara. 34
Butir menimbang poin a pada Undang-undang nomor 8 tahun 1971.
32
mendegradasi peran migas lebih rendah lagi menjadi sumber daya
alam strategis serta hanya sekedar “komoditas vital” dalam
perekonomian nasional tanpa dikaitkan dengan kepentingan
pertahanan dan keamanan nasional. Konsekuensi lanjutan dari hal
tersebut adalah peran migas hanya dipandang sebagai instrumen
untuk memenuhi tujuan jangka pendek dalam rangka memenuhi
target APBN. Pemerintah lebih mengutamakan perusahaan
manapun yang dianggap dapat beroperasi lebih efisien. Pemerintah
juga ragu untuk mempercayakan operatorship wilayah kerja produktif
kepada perusahaan negara, atau perusahaan nasional yang belum
terbukti kinerjanya dibanding dengan perusahaan asing. Hal yang
sama juga berlaku dalam memperlakukan industri hilir dan industri
penunjang.
Perubahan cara pandang tersebut terkonfirmasi pada undang-
undang penanaman modal yang sama sekali tidak memberikan
proteksi atau afirmasi positif kepada industri dalam negeri dalam
berhadapan dengan perusahaan asing35. Tidak ada lagi pemihakan
kepada perusahaan negara atau perusahaan Nasional sebagai
bagian dari instrumen Negara untuk kemandirian dan kedaulatan
ekonomi apabila efisiensi keuangan dan operasionalnya lebih
rendah dari perusahaan asing.
b. Kurang terpadunya manajemen pengelolaan migas
Pada dasarnya setiap penggalan dalam mata rantai kegiatan
pengelolaan migas memiliki tanggung jawab kinerja masing-masing.
Namun apabila tidak ada suatu manajemen strategi yang memiliki
benang merah yang terpadu, maka kemandirian perusahaan migas
nasional tidak akan tercapai. Beberapa contoh dapat diberikan di
sini.
Gas yang diproduksikan oleh BP di Papua, tidak ada yang
dapat diserap di bumi Papua. Seluruh gas tersebut telah terikat
dengan kontrak jangka panjang untuk dijual sebagai LNG/ liquid
natural gas ke pembeli di luar negeri. Sementara itu, apabila ada
35
Ref. Pasal 6 dan pasal 8 UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
33
pengembangan lapangan baru (dikenal dengan Tangguh 3), juga
akan ditujukan untuk ekspor atau dikirim ke pulau Jawa, untuk
diregasifikasi memenuhi kebutuhan kelistrikan di pulau Jawa. Tidak
ada dalam desain pemerintah untuk membangun industri pengguna
seperti petrokimia, pabrik semen atau pabrik pupuk di Papua, yang
akan dapat merangsang tumbuhnya perekonomian lokal dari nilai
tambah hasil olahan gas.
Swastanisasi PT. Perusahaan Gas Negara, dengan
mencatatkannya di bursa pasar modal. PT PGN adalah suatu
perusahaan yang memiliki sifat monopolistis secara alami sebagai
pemilik jaringan gas dan diperkenankan untuk bertindak sebagai
transporter dan trader dapat dipandang merugikan kepada
konsumen industri. Pemerintah memberikan fasilitasi kepada PT
PGN dengan margin harga yang jauh berbeda antara harga di hulu
dengan di hilir, akan mengurangi daya saing industri hilir, sementara
keuntungan PT.PGN tidak seluruhnya kembali ke Negara.
Pemerintah juga tidak memberikan dukungan yang kuat dan
rasional terhadap pemberdayaan industri pendukung. Tidak ada
kebijakan nyata untuk mendorong tumbuhnya industri pendukung
seperti industri baja, perpipaan, galangan kapal, yang dikaitkan
dengan industri migas. Yang dilakukan Pemerintah adalah yang
sifatnya artifisial dan menimbulkan rente ekonomi. Misalnya, adanya
asas cabotage yang mewajibkan semua kapal berbendera
Indonesia. Di sini ada dua problem, yaitu yang pertama
mendefinisikan kapal terlalu luas, sehingga termasuk fasilitas
terapung tempat memproduksi dan menyimpan migas (FPSO) di
laut, yang tidak memungkinkan diproduksi di Indonesia. Yang kedua
adalah penggunaan bendera tersebut lebih kepada tujuan
penegakan yurisdiksi hukum di atas kapal, dan bukan menyangkut
kegiatan membangun kapal di galangan Indonesia36.
36
Pasal no 341 UU 17/2008 tentang Pelayaran berisikan tentang penerapan asas cabotage, yaitu suatu keharusan untuk menggunakan kapal berbendera Indonesia oleh pers angkutan laut nasional. Selama ini mayoritas angkutan laut dilayani oleh kapal kapal asing dan berbendera asing. Penerapan asas ini dimulai pada tanggal 7 Mei 2011.
34
Definisi mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN/ local
content) yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian, sifatnya
adalah artifisial dan tidak mendasar. Barang yang sepenuhnya
diproduksi di luar negeri, tetapi dimiliki oleh orang Indonesia, diakui
sebagai komponen lokal37.
c. Rendahnya kepastian hukum dalam melaksanakan kegiatan
bisnis migas
Kontrak Kerja Sama migas adalah kontrak perdata, bersifat
jangka panjang yang dibuat oleh Pemerintah serta disetujui oleh
pihak Kontraktor migas. Seluruh ketentuan dan syarat-syarat baik
untuk pengakuan pendapatan maupun untuk pembebanan biaya
telah diatur dalam kontrak kerja sama tersebut. Namun belakangan
ini, kontrak kerja sama ini mendapatkan penentangan dari banyak
pihak38
Di berbagai kalangan juga terjadi perdebatan, apakah
kekayaan badan usaha milik negara (BUMN) adalah kekayaan
korporasi atau kekayaan publik. Apabila tunduk kepada hukum
publik,maka mekanisme operasional, dan pertanggungjawabannya
akan melalui hukum publik. Undang-undang keuangan Negara tidak
37
Peraturan Menteri Perindustrian nomor 16/M-Ind/Per 2/2011 tanggal 21 Pebruari 2011, pasal 2 ayat 6 misalnya., menyatakan bahwa alat kerja yang diproduksi di dalam negeri, tetapi dimiliki oleh orang di luar negeri, diakui sebagai TKDN 75%. Anehnya, sebaliknya, alat kerja yang diproduksi di luar negeri, tetapi dimiliki oleh orang di dalam negeri, juga diakui sebagai TKDN 75%. Di sini terdapat kerancuan antara tempat memproduksi atau pemiliki faktor produksi, tetapi dua-duanya diberi pengakuan yang sama sebagai TKDN. Tampaknya kebijakan tersebut lebih dimaksudkan untuk mendorong perusahaan asing bermitra dengan perusahaan domestik. 38http://m.energitoday.com/2013/05/18/tak-ada-kepastian-hukum-investasi-sektor-migas-akan-terganggu/ Hal ini dimulai dengan masuknya pengaturan cost recovery, atau pengembalian biaya operasi ke undang-undang APBN. Kemudian ada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 yang memformilkan ketentuan kontraktual keperdataan ke hukum publik. Selanjutnya Bank Indonesia dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 13 tahun 2011 mengatur lalu lintas pembukuan hasil ekspor migas. Bahkan Mahkamah Konstitusi menganggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat pasal-pasal dalam UU 22 tahun 2001 terkait BPMIGAS, sekalipun keberadaan BPMIGAS adalah mewakili Pemerintah dalam melaksanakan mandat yang diberikan Undang-undang untuk manajemen Kontrak Kerja Sama migas. Saat ini sedang bergulir satu kasus di pengadilan untuk pertama kalinya, sejak sistem kontrak kerja sama ada tahun 1960 an, di mana perlakuan pengakuan penghasilan dan biaya berdasarkan kontrak kerja sama perdata, diuji dan diperiksa berdasarkan hukum publik menyangkut keuangan negara. Sekalipun semua institusi yang berwenang termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa Production Sharing Contract adalah kontrak perdata, namun sampai saat ini aparat penegak hukum melihatnya dalam konteks hukum publik.
35
mengenal dan mengakui adanya kerugian negara. Orang atau pihak
yang menimbulkan kerugian negara akan dapat dituntut berdasarkan
undang-undang tindak pidana korupsi.
Di sisi lain, bisnis adalah menyangkut kalkulasi, estimasi dan
keberanian dalam memanfaatkan peluang yang ada sepanjang telah
melalui pertimbangan yang matang dalam pengambilan keputusan,
dengan kemungkinan akhir akan rugi atau beruntung. Kecepatan
dan keberanian dalam mengambil peluang merupakan salah satu
kunci sukses. Seseorang dalam bisnis tidak boleh dipersalahkan
atas hasil dari suatu kebijakan yang diambilnya, sepanjang telah
dilaksanakan dengan kehati-hatian (fiduciary duties) dan dengan
pertimbangan yang matang (business judgment rules).
Ambigu dalam memandang BUMN maupun Kontrak Kerja
Sama migas dalam yurisdiksi hukum publik atau hukum perdata,
telah memperlemah fleksibilitas dalam bersaing dengan perusahaan
swasta maupun asing. Pimpinan BUMN dan manajemen Kontraktor
Kontrak Kerja Sama dalam pengambilan keputusan menjadi kurang
decisive serta cenderung birokratis, konservatif.
Kewenangan Pemda dalam mengatur dan menerbitkan
berbagai aturan dan perizinan, maupun mencabut dan membatalkan
perizinan dan aturan yang telah diberikan oleh pejabat sebelumnya
menambah ketidak pastian dalam berbisnis39.
d. Rendahnya kompetensi Perusahaan Nasional
Kompetensi suatu perusahaan dalam kegiatan terkait
pengelolaan migas diukur dari kemampuan sumber daya manusia,
kemampuan permodalan dan kemampuan teknologi, sarana dan
prasarana. Eksposur atau pengalaman di lapangan dalam
menangani berbagai masalah akan memperkaya dan mematangkan 39
Dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa Peraturan Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah kabupaten adalah aturan hukum yang mengikat. Perizinan yang diperdakan dengan segala kewajiban pungutan dan retribusi, harus dipenuhi terlebih dahulu, sekalipun bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi. Kementerian Keuangan di tahun 2012 mencatat dari 14.000 perda, terdapat 4000 perda bermasalah, namun baru dapat dicabut 1800 , sementara jumlah perizinan tersebut empat kali lebih banyak. Perizinan di Indonesia, lebih banyak , lebih lama dan lebih mahal. Ref. www. Hukumonline.com/pemerintah belum cabut ribuan perda bermasalah
36
perusahaan. Di sektor hulu migas, misalnya. PT Pertamina EP
hanya berusaha di daratan (on shore)., sedangkan potensi migas
yang ada saat ini sudah mengarah ke laut dalam. Operator wilayah
kerja di laut dalam saat ini adalah perusahaan-perusahaan asing.
Kontrak-kontrak pengadaan untuk proyek besar seperti EPCI
(Engineering, Procurement, Construction dan Installation) hingga
maintenance ditangani perusahaan-perusahaan asing. Perusahaan-
perusahaan tersebut sebagian adalah perusahaan yang terafiliasi
dengan perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia.
Kemampuan permodalan perusahaan dituntut untuk tinggi,
mengingat industri migas terutama di sektor hulu merupakan industri
yang sarat resiko, berdimensi jangka panjang dan membutuhkan
modal besar. Perusahaan-perusahaan nasional tidak memiliki akses
pasar yang cukup untuk menarik mitra financial banking untuk
mendanai aktivitasnya.
Hal yang sama juga terjadi di industri penunjang40. Sebagian
terbesar jasa penunjang industri migas ditangani oleh perusahaan
engineering41 yang merupakan jaringan perusahaan internasional.
Perusahaan-perusahaan besar memiliki jaringan atau pusat-pusat
riset dan pengembangan. Rotasi dan penugasan di berbagai level
dan kompleksitas lapangan, serta dukungan sarana dan prasarana
memperkaya dan memperkuat kemampuan sumber daya manusia
pada perusahaan-perusahaan tersebut.
40
Perusahaan Jasa Penunjang Migas diatur dalam PerMen ESDM nomor 27 tahun 2008 41
Haliburton, inc dan Schlumberger yang beroperasi di lebih 70 negara, adalah pemain utama dalam industri jasa penunjang di Indonesia. http://en.wikipedia.org/wiki/Halliburton; http://en.wikipedia.org/wiki/Schlumberger
37
BAB IV
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
15. Umum
Perkembangan Lingkungan Strategis adalah perkembangan
situasi internal dan eksternal, baik yang statis (Trigatra) maupun
dinamis (Pancagatra) yang memberikan pengaruh pada pencapaian
tujuan nasional42. Karena itu faktor lingkungan strategis perlu
dicermati dan dianalisis baik terhadap potensi kontribusi untuk
mendapatkan dan mengoptimalkan peluang dan mengatasi kendala
yang ada. Pengelolaan perekonomian nasional melalui
pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas,
tidak terlepas dari konstelasi dan perkembangan situasi di
lingkungan global, regional, maupun lingkungan domestik.
16. Perkembangan Lingkungan Global
a. Peran strategis migas dalam percaturan kekuasaaan negara
adi daya
Jejak peran strategis migas dalam dunia modern dapat
ditelusuri dalam sejarah modern konflik dan perang dunia. Winston
Churchil (yang kelak menjadi Perdana Menteri Inggeris pada masa
perang dunia kedua), pada tahun 1912 telah menyatakan pentingnya
minyak dikuasai oleh Negara untuk tujuan strategis baik pada masa
damai maupun masa perang. Kemenangan suatu negara secara
signifikan ditentukan oleh kemampuan logistik dalam memenuhi
kebutuhan bahan bakar minyak kendaraan dan alat-alat perang43.
42
Dikutip dari Lembaga Ketahanan Nasional RI, Naskah Lembaga Perkembangan Lingkungan Strategis, tahun 2013, hal. 3 43
Invasi Jerman ke Rusia pada tahun 1941 adalah untuk menguasai ladang minyak di laut Kaspia, Azerbaijan. Kekalahan pasukan tank Jerman di bawah jenderal Rommel di gurun El Alamein Mesir adalah ketika tidak ada cukup pasokan bahan bakar untuk menggerakkan mesin perangnya. Amerika memperkuat ketahanan energinya pada masa perang dunia kedua dengan membangun jalur pipa dari Texas ke pantai atlantik, yang mengalirkan minyak sejumlah 6,3 milyar barel. Invasi Jepang ke Hindia Belanda, adalah untuk mengamankan pasokan minyak dari Indonesia, dengan menyerang Tarakan, Riau dsb. Kekalahan Jepang dari sekutu, bermula dari berhasilnya Inggeris dan Amerika Serikat memotong jalur pasokan minyak dari Indonesia. Pada operasi di Irak dan Afganistan, dimana AS menempatkan 190.000 pasukannya, memerlukan 10 juta galon minyak per hari, setara dengan kebutuhan 20 juta orang penduduk kota dalam satu hari. Ref. Michael Klare,
38
Kehadiran militer Amerika Serikat di Timur Tengah44, maupun
bantuan serta kebijakan strategis dan taktis, tidak terlepas dari
kepentingan strategis Amerika Serikat untuk mendapatkan dan
mengamankan akses ke sumber minyak yang ada di negara-negara
teluk dan timur tengah. Perang dan kekerasan sipil yang terjadi
dewasa ini di Suriah, juga tidak terlepas dari kepentingan strategis
negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia45
b. Peran regulasi perdagangan dunia melalui World Trade
Organization (WTO)
WTO saat ini beranggota 159 Negara, termasuk Indonesia46.
Tujuannya adalah untuk memperlancar arus perdagangan barang
dan jasa serta liberalisasi perdagangan dunia. WTO berfungsi untuk
mengadministrasikan perjanjian perdagangan, negosiasi
perdagangan, menangani perselisihan perdagangan, memonitor
kebijakan negara-negara di bidang perdagangan, memberikan
bantuan teknis dan pelatihan bagi negara-negara berkembang, serta
bekerja sama dengan berbagai organisasi internasional. Demikian
juga dengan adanya standardisasi47 produk maupun jasa untuk
dapat memasuki satu pasar tertentu dapat merupakan penghalang
atau penambahan unit cost atas barang maupun jasa yang akan
Blood and Oil, Penguin Group, London 2004, http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/makingwaves/oil-wars 44
American security alliance in the middle east, http://www.cato.org/sites/cato.org/files/serials/files/cato-handbook-policymakers/2009/9/hb111-52.pdf 45
Kepentingan Geo Politik dan geo energi Amerika Serikat dan Rusia, terasa dalam pertikaian yang terjadi di Suriah dewasa ini. Pada bulan Juli tahun 2012, bersamaan dengan perang sipil di Suriah, Pemerintah Suriah, Iran dan Irak menandatangai MoU untuk kerangka kerja pembangunan jalur pipa gas dari Iran melewati Irak 46
http://www.wto.org/english/news.e/htm 47
Badan Standardisasi Internasional (International Standardization Organization), didirikan tahun 1947 berkantor pusat di Geneva sebenarnya adalah organisasi sukarela mengenai standardisasi barang maupun jasa. Namun demikian, dengan perkembangan konsensus global, badan ini menjadi sedemikian powerful, dan dijadikan rujukan termasuk oleh WTO dalam hal terdapat dispute yang terkait dengan persyaratan dan penghalangan/ barrier memasuki pasar tertentu. Sampai dengan saat ini telah tercatat lebih dari 19.500 standar internasional. ISO beranggota 163 negara, dan memiliki 3.368 technical bodies. Ref. http://www.iso.org/iso/home/about.htm
39
diekspor. Hubungan antara ISO dengan WTO adalah “critical for
international trade”.
c. Krisis ekonomi dan keuangan di berbagai belahan dunia
Krisis keuangan di berbagai negara anggota masyarakat
Eropah, seperti Spanyol, Italia dan Yunani terjadi karena pinjaman
yang diberikan perbankan lebih banyak disalurkan kepada sektor
konsumtif seperti property yang tidak dapat dikembalikan pada saat
jatuh tempo. Krisis karena mismanagement di perbankan tersebut
adalah dampak dari krisis serupa yang terjadi sebelumnya di
Amerika Serikat.48
Berbagai program bail out, penghematan, disiplin anggaran dan lain-
lain telah diupayakan oleh Pemerintah dan lembaga keuangan
internasional seperti IMF. Proteksionisme untuk pemulihan Ekonomi
Eropah serta program penyelamatan secara finansialnya, akan
memberikan pengaruh kepada pemberdayaan perusahaan nasional
dalam menembus pasar Eropah.
d. Dinamika politik dan keamanan di berbagai belahan dunia
Terjadinya pergantian pemerintahan berdasarkan gelombang
tuntutan demokratisasi di negara-negara Afrika Bagian Utara dan
Timur Tengah, yang dikenal dengan Arab Spring49, telah membawa
perspektif baru.
Dari sisi politik, menurut Barzegar dari Harvard Kennedy
School50, adanya demokratisasi, reformasi politik, penghapusan
rezim otoriter, pengembangan pasar ekonomi, bangkitnya kelas
menengah, dan hak asasi telah menjadi perhatian dari negara-
negara di kawasan.
17. Perkembangan Lingkungan Regional
Organisasi kerja sama yang menonjol dan patut diperhitungkan di
lingkungan regional Indonesia antara lain adalah51 ASEAN, ASEAN
48
http://www.neurope.eu/article/reasons-behind-eurozone-financial-crisis 49
://www.powerandpolicy.com/2012/10/30/the-arab-spring-and-the-balance-of-power-in-the-middle-east 50
:ibid 51
http://en.wikipedia.org/wiki/ASEAN_Free_Trade_Area
40
– Australia – New Zealand Free Trade Area, ASEAN – China Free
Trade Area, ASEAN – India Free Trade Area, ASEAN – Japan
Comprehensive Economic Partnership, ASEAN – Korea Free Trade
Area, Comprehensive Economic Partnership for East Asia, ASEAN
Regional Forum dan APEC. Intensitas integrasi dan luas lingkup
ekonomi dengan para mitra ASEAN dilakukan secara bergradasi dan
bertahap. Selain dengan ASEAN, beberapa negara di kawasan juga
bekerja sama, misalnya three lateral cooperation antara Cina, Korea
Selatan dan Jepang52.
Tabel 2 : Indikator ekonomi beberapa Negara di kawasan
Sumber : The world fact book – CIA publication, 2012
Negara-negara ASEAN53, akan membentuk kawasan integrasi
ekonomi regional di tahun 2015. Karakteristik utamanya adalah
52
http://en.wikipedia.org/wiki/China%E2%80%93Japan%E2%80%93South_Korea_trilateralsummit 53
ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967, saat ini beranggota 10 Negara di Asia Tenggara. Tujuan pendiriannya dikenal dengan tiga pilar yaitu Politik dan Keamanan, Perekonomian dan Sosial Kebudayaan. Prinsip fundamental ASEAN ada enam yaitu, (1). Saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas teritorial, dan identitas nasional masing-masing, (2). Hak dari masing-masing Negara untuk mempertahankan eksistensi nasionalnya terbebas dari campur tangan eksternal, subversi dan permusuhan, (3). Tidak campur tangan dalam urusan domestik masing-masing, (4). Penyelesaian perbedaan dan sengketa dengan cara damai, (5). Menolak ancaman dan penggunaan kekerasan ,(6). Mengefektifkan kerja sama regional. Ref. http://en.wikipedia.org/wiki/ASEAN_Summit
41
untuk membentuk (a). basis pasar dan produksi tunggal, (b)
kawasan ekonomi yang sangat kompetitif, (c). Kawasan
pengembangan ekonomi dengan kesempatan perlakuan yang sama,
(d). Kawasan yang mengintegrasikan sepenuhnya dengan ekonomi
global. Singkatnya, ASEAN akan bertransformasi menjadi kawasan
dengan arus barang, jasa, investasi, pekerja terlatih dan modal yang
bebas54.
18. Perkembangan Lingkungan Nasional
Dalam lingkup nasional, pemberdayaan perusahaan nasional
di bidang pengelolaan migas dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
dipandang dari sisi perusahaan yang ada, kebijakan pemerintah
yang terkait serta sisi permintaan masyarakat akan pemenuhan
kebutuhan energi secara nasional.
Sedangkan dari sisi masyarakat pengguna atau pemanfaat
dipengaruhi oleh adanya tuntutan dan harapan untuk memperoleh
energi yang tersedia (available), pada harga yang terjangkau
(accessible), dan berkualitas. Dalam konteks tersebut, maka apakah
output yang tersedia di pasar merupakan produk dari perusahaan
nasional atau perusahaan bukan nasional tidak lagi merupakan
pertimbangan utama.
Dari perspektif lingkungan nasional, perkembangan aspek-
aspek statis (trigatra) dan dinamis (pancagatra) juga merupakan
determinan dalam kebijakan pemberdayaan perusahaan nasional di
bidang migas untuk menjadi perusahaan yang memiliki daya saing
dan kemandirian di tengah-tengah percaturan dan tuntutan lokal dan
global yang dinamis
a. Aspek Geografi
Indonesia adalah negara yang terletak di antara jalur lalu lintas
ekonomi dan perdagangan yang menghubungkan kawasan timur
tengah ke Asia Timur dan Pasifik. Kedua kawasan tersebut memiliki
karakteristik yang relatif berbeda. Di kawasan Asia Timur dan Pasifik
54
http://www.asean.org/communities/asean-economic-community
42
terdapat negara-negara industri maju seperti Jepang, Cina, Korea
Selatan dan Taiwan. Negara-negara ini memerlukan pemasaran
barang dan jasanya hingga ke kawasan di Timur Tengah. Di sisi lain,
Negara-negara industri maju tersebut memerlukan pasokan energi
dari kawasan Timur Tengah baik berupa minyak mentah maupun
LNG yang melewati Selat Malaka yang merupakan kawasan
perbatasan Indonesia55.
Indonesia juga merupakan persilangan dari negara-negara
maju di kawasan Pasifik Selatan seperti Australia dan New Zealand
yang memiliki hubungan dagang dan ekonomi dengan negara-
negara di kawasan Utara seperti Cina, Jepang, Korea Selatan dan
India yang dapat melewati wilayah Indonesia.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki rentang wilayah
yang memanjang di sepanjang garis khatulistiwa, dengan letak
antara 940 -1410 BT dan 60LU – 110LS56. Sumber daya migas
tersebar di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Ketersediaan
jaringan distribusi, jalur transportasi dan persebaran penduduk
merupakan faktor yang juga menentukan dalam pemberdayaan
perusahaan nasional di bidang migas.
55
Dalam tahun 2011, lebih dari 60.000 kapal melewati selat malaka, membawa hampir seperempat komoditas yang diperdagangkan dunia. 15,2 juta barel per hari minyak mentah dan produk minyak melewati kawasan tersebut. Merupakan jalur pasokan 77% energi kebutuhan Republik Rakyat China. Kedalaman selat yang hanya 25 meter (82 ft) membuat rute alternatif laut dalam melalui selat lombok, salah satu jalur ALKI Indonesia menjadi semakin penting,. Upaya lain yang dilakukan Pemerintah Cina adalah dengan mendukung terbukanya jaringan pipa gas di daerah semenanjung Asia Tenggara Ref. http://www.academia.edu/1931497/ The_Strait_of_Malacca_as_one_of_the_most_important_geopolitical_regions_for_the_Peoples_Republic_of_China., diunduh 7 Juni 2013 jam 11.00 56
Dalam perdebatan pembentukan Negara Indonesia di BPUPKI, wilayah Indonesia disepakati berdasarkan voting, namun tidak jadi dimasukkan dalam dokumen negara seperti Undang-undang Dasar. Indonesia sebagai negara kepulauan adalah berdasarkan deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut mendapatkan pengakuan masyarakat Internasional melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut, UNCLOS 1982, yang disahkan dengan UU no. 17 tahun 1985. Salah satu konsekuensi dari Negara Kepulauan adalah harus dibukanya sebagian jalur menjadi jalur lintas internasional, yang dikenal dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). UU no. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara menegaskan secara normatif yang menjadi batas yurisdiksi negara, namun tidak mencantumkan titik-titik koordinat batas wilayah Indonesia. Hal ini dilatar belakangi karena masih ada beberapa titik perbatasan yang masih dalam perundingan dengan negara tetangga . Bacaan lanjut : http://indomaritimeinstitute.org/?p=546 diunduh 6 Juni 2013 jam 20.00
43
b. Aspek Demografi
Penduduk Indonesia pada tahun 2013 ada sekitar 245 juta
jiwa.57. Jumlah penduduk tersebut tidak tersebar secara merata.
Pulau Jawa yang hanya meliputi 7% dari seluruh luas Indonesia,
dihuni antara 55 – 60% penduduk. Komposisi usia produktif (15 – 64
tahun) adalah sekitar 68%, atau dependency ratio sekitar 45%.
Tingkat pendidikan rata-rata Indonesia adalah 7.2 atau kelas satu
SMP58. Adapun pendapatan per kapita penduduk adalah sekitar $
3700 per tahun, dengan tingkat persebaran (Gini ratio59), 0,41. Gini
rasio tersebut merupakan resultan dari kemampuan individu,
kesempatan kerja yang tersedia dan kebijakan Pemerintah.
Berdasarkan human development index 201260, Indonesia berada
pada urutan nomor 121 dari 186.
Apabila pemakaian listrik digunakan sebagai proxy indikator
peningkatan kesejahteraan61, maka rasio elektrifikasi rumah tangga
Indonesia, meningkat dari tahun ke tahun, hanya penyebarannya
tidak merata. Dalam tahun 2012 misalnya, meningkat menjadi
57
Simulasi dan proyeksi parameter kependudukan dapat diunduh di http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/index.php. data diunduh pada 6 Juni 2013 jam 23.00 58
Saat ini sekitar 50% tenaga kerja di Indonesia berpendidikan SD, dan hanya 8% berijazah diploma atau sarjana. Ref. Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025, section Tantangan Indonesia, hal. 19 dst. 59
Gini ratio adalah indikator yang mengukur tingkat pemerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan, yang bergerak dari indeks nol (0) yang merupakan pemerataan sempurna hingga 1, yang merupakan ketimpangan sempurna (yaitu seluruh penghasilan nasional hanya dimiliki oleh satu orang. Kurva yang menggambarkan distribusi pendapatan tersebut, dikenal dengan kurva Lorentz. 60
Human Development Index, diterbitkan oleh UNDP. Untuk tahun 2012 diterbitkan tanggal 14 Maret 2013. Index tersebut mengukur kualitas kehidupan masyarakat berdasarkan parameter harapan hidup, tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, kualitas kehidupan dan standar hidup. Index tersebut diperkenalkan sejak tahun 1990 oleh Amartya Sen, seorang ekonom India. Dengan indeks ini, suatu negara akan dikelompokkan sebagai negara maju (developed), berkembang (developing) dan terbelakang (under develop). 61
Index quality of life yang dikaitkan dengan energy consumption, antara lain terdapat pada kajian Global Energy Issues. http://www.geni.org/globalenergy/issues/global/qualityoflife/QualityOfLifeVsEnergyConsumption. Leslie White, mengembangkan the theory of cultural development C = E x T dengan postulat
bahwa Culture/ Civilization (C) adalah jumlah penggunaan energi per kapita per tahun (E) dikalikan
dengan Efisiensi alat/ teknologi yang dipakai untuk mengeksploitasi energi (T). Untuk yang tertarik
mendalaminya dapat membaca pada jurnal : Advance of Energy Studies, 2010 “can we break the
additon to fossil energy”. Penulis belum menemukan indeks penelitian serupa yang dilakukan dan
dipublikasikan di Indonesia.
44
73,37% dari tahun sebelumnya 72,9%. Namun, tingkat
penyebarannya tidak merata, dimana yang tertinggi adalah di
Jakarta 99,9%, dan terendah di Papua sebesar 35,89%62. Bank
dunia mencatat, pemakaian energi per kapita meningkat dari tahun
ke tahun di Indonesia63.
Grafik berikut menunjukkan ada korelasi yang positif antara
tingkat pemakaian energi dengan pendapatan per kapita sebagai
proxy dari quality of life64.
Gambar 9 : Kualitas hidup dan pemakaian energi
Sumber : energy.wesrch.com/page-summary-pdf
c. Aspek Sumber Kekayaan Alam
Indonesia memiliki sumber daya alam yang merupakan
kekayaan alam nasional yang beragam, melimpah dan tersebar di
seluruh wilayah, baik yang berupa kekayaan alam yang terbarukan
maupun tidak terbarukan. Sumber daya alam Indonesia berupa
berbagai jenis flora, fauna, kehutanan, kelautan dan perikanan,
mineral, pertambangan dan energi. Kekayaan sumber daya alam
Indonesia, terbentuk karena beberapa faktor, yakni65 :
62
Publikasi Statistik PLN, 2012 63
http://data.worldbank.org/indicator/EG.USE.PCAP.KG.OE., Pemakaian kilogram of oil equivalent per capita Indonesia, berturut turut adalah 2008 (796), 2009 (836), 2010 (867). Pemakaian rata-rata per kapita di USA adalah 7000 Koec, sedangkan di Bangladesh adalah sekitar 190koec. 64
http://energy.wesrch.com/page-summary-pdf-TR1AU1PJUEQJH-catee-quality-of-life-is-strongly-correlated-with-energy-consumption-4 65
Ref. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam., diunduh tanggal 7 Juni 2013 jam 08.00 WIB
45
1) Faktor astronomi, sebagai daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga banyak jenis tumbuhan. 2) Faktor geologi, yang terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik, yang banyak terbentuk pegunungan kaya akan mineral 3) Daerah perairan kaya berbagai jenis tanaman dan hewan laut, serta mengandung juga berbagai jenis sumber mineral.
Dalam sistem pemerintahan Indonesia dewasa ini yang berdasarkan
desentralisasi dan otonomi pada daerah kabupaten/ kota., sumber
kekayaan alam menjadi salah satu modal pembangunan di daerah66.
Hal ini selain merupakan modal kekayaan, pada tingkat tertentu
apabila dieksploitasi secara berlebihan dan dengan persaingan antar
daerah yang ketat dapat menimbulkan ekses yang tidak diharapkan.
d. Aspek Ideologi
Pancasila sebagai ideologi negara, merupakan falsafah dan
pandangan bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila tersebut
merupakan tolok ukur, dan penuntun dalam menakar kepantasan
dalam kebijakan, sikap dan tindakan dalam praktek pergaulan
kemasyarakatan dan kenegaraan. Kemajuan pendidikan, interaksi
dengan masyarakat luas serta globalisasi membawa pengaruh
terhadap sikap dan persepsi bangsa Indonesia dalam menyikapi
tantangan yang dihadapi.
Pengelolaan migas yang sarat dengan dimensi perhitungan
bisnis, hendaknya tetap dilekatkan pada harmonisasi dengan
kerangka ideologi Pancasila. Pilihan kebijakan yang ada hendaknya
mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa untuk jangka
panjang, dengan memperkokoh kemampuan pelaku ekonomi
nasional melalui peningkatan daya saingnya di tengah arus
globalisasi.
e. Aspek Politik
Arsitektur perpolitikan dewasa ini di Indonesia menunjukkan
pola yang unik. Sistem pemerintahan adalah kabinet presidensial,
66
UU 32 tahun 2004 pasal 17, sebenarnya lebih menekankan pada bagi hasil pemanfaatan sumber daya alam. Namun karena penafsiran yang tidak seragam mengenai kewenangan Pusat dan kewenangan daerah, terlihat dominasi yang lebih besar pada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam manajemen sumber daya alam, melalui mekanisme perizinan.
46
namun pendulum bendul politik sangat heavy parliament. DPR
memiliki hak legislasi, hak anggaran, hak pengawasan. Di sisi lain,
Presiden tidak memiliki hak veto untuk menolak pengesahan
undang-undang atau untuk membubarkan DPR67. Demokrasi politik
Indonesia tidak memiliki keseimbangan atau balancing power antara
lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif yang merupakan ciri-ciri
tidak sehatnya sistem perpolitikan68.
Politik negara di bidang migas terlihat aktif secara signifikan.
Pemerintah juga melakukan perubahan mendasar dalam arsitektur
pengelolaan migas, dengan membentuk BPMIGAS di sisi hulu, dan
BPHMIGAS di sisi hilir. Sebelumnya fungsi tersebut menyatu di
Pertamina. Kegiatan migas juga menarik secara politis, terbukti dari
adanya hak angket DPR menyangkut kebijakan harga BBM, dan
beberapa kali pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi
terkait dengan minyak maupun listrik.
f. Aspek Ekonomi
Dengan adanya globalisasi, kemajuan informasi komunikasi
dan teknologi, serta standardisasi produk dan jasa serta peraturan-
peraturan perdagangan internasional, maka aspek ekonomi suatu
negara tidak lagi menjadi sesuatu yang otonom dalam yurisdiksi
pengaturan negara yang bersangkutan. Integrasi pasar menuntut
adanya efisiensi. Konsumen barang, jasa diperhadapkan dengan
berbagai pilihan dengan pertimbangan utama harga, mutu dan
ketersediaannya.
67
Undang-undang nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR., DPR., DPD., dan DPRD., pada pasal 26 ayat 1, menyatakan bahwa undang-undang dibahas bersama dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tetapi dalam pasal 102 ayat 2 Peraturan Tata tertib DPR dinyatakan bahwa dalam hal suatu RUU telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, namun tidak ditandatangani oleh Presiden, dalam jangka 30 hari RUU tersebut berlaku sah dan wajib diundangkan sebagai undang-undang. Di sisi lain, Peraturan Tata tertib DPR tersebut sesungguhnya tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan UU no. 12 tahun 2011. 68
Contoh yang nyata dalam praktek adalah seperti kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bbm untuk menekan beban subsidi di APBN misalnya. Hal ini akan sangat tergantung pada DPR yang mengambil penafsiran bahwa segala sesuatu yang menyangkut penggunaan dan alokasi APBN merupakan domain DPR.
47
Pemberdayaan perusahaan nasional di bidang migas tidak
selamanya mendapat dukungan dari masyarakat domestik, apabila
perlindungan Pemerintah dianggap memberatkan. Masyarakat akan
dapat menuntut dibukanya keran impor dan pasar dalam negeri
terhadap produk asing, apabila hal tersebut dipandang lebih efisien.
g. Aspek Sosial Budaya
Jati diri sosial budaya asli Indonesia adalah semangat
kekeluargaan, keharmonisan dan kebersamaan yang kental. Namun
dengan adanya globalisasi, kemajuan ekonomi dan tuntutan
persaingan untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan taraf hidup,
serta demokratisasi, aspek sosial budaya telah tergeser ke
pragmatisme dan kepentingan individu, kelompok, partai dan
sebagainya. Pandangan politik, keagamaan dan tata nilai yang
bergeser serta beragam telah membuat tidak mudah untuk
menyederhanakan perumusan pola dan peri laku sosial budaya di
Indonesia.
Kemungkinan adanya benturan sosial maupun psikologis
dengan adanya keseimbangan baru yang dibawa kemajuan ekonomi
di daerah juga perlu mendapat perhatian. Pengelolaan sumber daya
alam migas dengan atribut pengutamaan perusahaan nasional harus
tetap diletakkan dalam kerangka yang dapat mengantisipasi dan
mengakomodasi perubahan perspektif sosial budaya yang mulai
bergeser dari pandangan tradisional agraris ke modernitas
industrialis kapitalis.
h. Aspek Pertahanan Keamanan
Pengelolaan sumber daya alam migas erat kaitannya dengan
aspek pertahanan keamanan. Sumber daya alam migas di daerah
perbatasan negara, selain mempertimbangkan faktor ekonomi
hendaknya juga dikaitkan dengan konektivitas dan kohesivitasnya
dengan pengembangan kawasan sebagai bagian terdepan beranda
Republik Indonesia. Konflik dan klaim berbagai negara di kawasan
Laut Cina Selatan misalnya, erat kaitannya dengan perebutan
48
sumber daya alam. Indonesia sendiri memiliki masa depan
eksploitasi gas di kawasan kepulauan Natuna, Laut Cina Selatan.
Industri penunjang migas hendaknya tetap dikaitkan dengan
kesadaran ruang sebagai negara kepulauan, dengan memperkokoh
industri yang mendukung aspek pertahanan keamanan, seperti
galangan kapal, transportasi laut dan sebagainya. Adanya jalur
bebas Internasional (Alur Laut Kepulauan Indonesia), serta posisi
Indonesia sebagai salah satu choke point69 penting, harus tetap
memperhatikan integritas dan keamanan negara termasuk terhadap
infiltrasi informasi dan data kekayaan alam Indonesia.
Fungsi migas maupun energi secara umum dalam memperkuat
pertahanan dan keamanan sangat signifikan. Ketahanan energi,
menyangkut ketersediaan, keterjangkauan dan sustainabilitasnya
merupakan salah satu faktor yang menjaga stabilitas perekonomian
dan perpolitikan di Indonesia.
19. Peluang dan Kendala
Perkembangan lingkungan global, regional dan nasional
menunjukkan adanya peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan. Di
samping itu terdapat juga kendala-kendala yang harus diantisipasi
dan diatasi agar tujuan pembangunan nasional dengan peningkatan
kemandirian dan daya saing bangsa tersebut dalam pengelolaan
perusahaan nasional di bidang migas dapat diwujudkan.
a. Peluang
1) Globalisasi dan standardisasi yang dipromosikan oleh WTO
memberikan perlindungan kepada konsumen dari
kemungkinan kecurangan negara-negara dalam menghalangi
kesempatan memasuki pasar di luar negeri. Kepastian dan
perlindungan hukum serta asas perlakuan yang adil bagi para
pelaku bisnis dapat dimanfaatkan untuk menerobos pasar di
luar negeri.
69
Choke point dalam strategi militer adalah satu wilayah geografis sempit dimana mobilisasi pasukan harus melewatinya. Dari sisi pandangan pertahanan maritim, terdapat tujuh check point di dunia, seperti terusan suez, gibraltar, dan panama. Selat Malaka di perbatasan Indonesia adalah salah satu di antaranya. Ref. http://en.wikipedia.org/wiki/Choke_point
49
2) Konflik, sengketa dan krisis ekonomi, finansial dan perbankan
di berbagai negara akan mengalihkan perhatian negara-
negara dimaksud untuk memulihkan kondusivitas bisnis. Hal
ini relatif akan mengurangi persaingan dari negara-negara lain
yang relatif lebih stabil seperti Indonesia.
3) Pertumbuhan ekonomi dunia, dan kebutuhan energi untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut memberi peluang
untuk penguatan industri domestik memasuki pasaran negara
lain. Permintaan energi termasuk migas akan merangsang
tumbuh dan berkembangnya industri migas dalam negeri
4) Pasar ASEAN yang terbuka dan terintegrasi akan mendorong
alokasi dan efisiensi sumber daya. Imbas pertumbuhan di
kawasan sekitar diharapkan mampu merangsang
pertumbuhan ekonomi domestik
5) Jumlah penduduk yang besar, yang secara demografis
memiliki dependency ratio yang baik merupakan bonus
demografi. Jumlah penduduk tersebut selain merupakan
sumber tenaga kerja untuk menggerakkan ekonomi, juga
merupakan konsumen dan pasar produk industri barang dan
jasa
6) Demokrasi yang sedang mencari bentuk dalam menuju satu
titik ekuilibrium baru memberikan kesempatan kepada
masyarakat luas untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat
di era keterbukaan akan mendorong efisiensi dan moralitas
pasar.
7) Posisi geografis Indonesia yang membentang luas, dan
memanjang, serta memiliki sumber daya alam yang
menyebar, merupakan peluang untuk pengembangan
infrastruktur, dan pusat-pusat sentra pertumbuhan ekonomi di
daerah.
8) Sebagai industri yang memberikan kontribusi langsung ke
APBN sekitar 30 % - 40%, penguatan industri migas akan
50
memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan
perekonomian Indonesia.
9) Adanya BUMN Pertamina yang sepenuhnya dikuasai oleh
Negara, dan PT PGN yang pemegang saham mayoritasnya
saat ini adalah Pemerintah, serta permintaan BUMN dan
industri strategis lainnya akan migas dan produk turunan
migas, memungkinkan Pemerintah memiliki leverage yang
cukup kuat untuk mengarahkan dunia usaha ke kerja sama
yang sinergis, dan penciptaan nilai tambah dari hasil migas.
b. Kendala
1) Globalisasi memiliki aturan dan mekanisme yang baku atas
pengaduan pihak-pihak yang tidak mendapatkan perlakuan
yang wajar dalam berbisnis. Fleksibilitas kebijakan pemihakan
untuk melindungi dan membesarkan industri dalam negeri
memiliki keterbatasan
2) Konflik, sengketa dan krisis ekonomi di berbagai belahan
dunia lain, akan memperlambat pertumbuhan ekonominya.
Pelambatan tersebut akan mengurangi daya serap terhadap
permintaan produk-produk dalam negeri.
3) Permintaan energi di kawasan lain, pada harga yang lebih
profitable akan dapat mengalihkan prioritas pasokan energi ke
negara lain. Kebutuhan energi sebagai bahan baku
(feedstock) di dalam negeri, akan terdorong ke harga yang
lebih tinggi untuk dapat bersaing ketersediaannya.
4) Keunggulan daya saing masing-masing negara di ASEAN
yang ditopang oleh struktur permodalan dan riset yang kuat,
akan merupakan faktor yang dapat meminggirkan perusahaan
nasional dalam berpartisipasi mengisi pembangunan nasional.
5) Jumlah penduduk besar, dengan ketrampilan rendah akan
mengurangi produktivitas, kreativitas dan inovasi dalam
berbisnis. Kemampuan daya beli yang rendah juga tidak akan
mendorong berkembangnya bisnis domestik
51
6) Era demokratisasi dan otonomi daerah akan dapat
memperpanjang mata rantai pengambilan keputusan, serta
kepastian dalam aturan dan ketaatan pada kesepakatan
kontrak. Sentimen kedaerahan akan merupakan faktor
penghalang terhadap jaringan bisnis nasional di kancah
daerah
7) Posisi geografis sebagai negara kepulauan yang terbuka
membuat rawan untuk diinfiltrasi baik oleh penyelundupan,
perdagangan tidak sah dan barang-barang murah dari luar
negeri. Ketidak merataan jaringan infrastruktur dan penduduk
mengakibatkan terpusatnya sentra-sentra pertumbuhan bisnis
di daerah tertentu seperti pulau Jawa.
8) Sebagai industri yang merupakan kontributor penting ke
APBN, ada keengganan untuk melakukan inovasi dengan
mengikutkan partisipasi perusahaan nasional yang belum
memiliki track record yang teruji dalam kegiatan pengelolaan
migas.
9) Pemerintah yang menekankan pengukuran Key Performance
Indicators (KPI) yang berbeda-beda kepada BUMN, dan juga
perusahaan strategis yang sudah tercatat di bursa, membuat
prioritas masing-masing badan usaha berbeda-beda, serta
tidak mudah untuk disinergikan.
52
BAB V
KONDISI PEMBERDAYAAN PERUSAHAAN NASIONAL DI BIDANG
PENGELOLAAN MIGAS YANG DIHARAPKAN
20. Umum
Pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan
migas yang diharapkan, adalah tumbuh berkembangnya perusahaan
migas mulai dari sektor hulu, hilir, konsumen akhir hingga industri
pendukungnya. Pertumbuhan tersebut harus dengan komposisi yang
sehat. Komposisi yang sehat dimaksudkan adalah adanya
keseimbangan yang mencerminkan keuntungan komersial di
masing-masing segmen yang seimbang dengan resiko bisnis yang
dijalani.
Manajemen pengelolaan migas hendaknya tetap diletakkan
dalam kerangka mendukung kemandirian, kedaulatan dan daya
saing bangsa. Peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa
akan mendukung dan berkontribusi terhadap suskesnya
pembangunan nasional. Suksesnya pembangunan nasional akan
bermuara pada terwujudnya tujuan nasional yakni masyarakat yang
adil, makmur, aman sejahtera dan bermartabat.Indikator
keberhasilannya adalah berubah dan bertransformasinya pokok-
pokok permasalahan menjadi peluang, yang dapat didemonstrasikan
dengan indikator-indikator keberhasilan pada masing-masing pokok
persoalan yang telah berhasil diatasi.
21. Kondisi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas yang Diharapkan
Dalam dokumen MP3EI sebagai penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional dicantumkan ekspektasi
dari pengelolaan migas ke depan yang meliputi penambahan
cadangan migas, peningkatan produksi migas, pembangunan dan
peningkatan infrastruktur gas, peningkatan produk olahan migas,
penyederhanaan regulasi, dan peningkatan kualitas SDM. Dalam
kaitannya dengan harapan perbaikan atas kondisi pemberdayaan
53
perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas, adalah sebagai
berikut :
a. Meningkatnya jumlah dan peran Perusahaan nasional dalam
kegiatan hulu migas
Pertambahan perusahaan nasional di bidang pengelolaan
migas, tidak saja menyangkut jumlah secara kuantitatif tetapi
termasuk secara kualitatif. Pertambahan tersebut antara lain
dalam bentuk pertambahan perusahaan nasional yang menjadi
operator/ pelaksana nyata kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
migas, penambahan kepemilikan dan model kerja sama seperti
joint operatorship atau joint venture, dan penghadiran perusahaan
migas nasional di daerah perbatasan.
Pentingnya perusahaan nasional untuk terlibat aktif dalam
operatorship perusahaan migas, dan tidak sekedar pada tingkat
kepemilikan perusahaan didasari beberapa pertimbangan
strategis. Kegiatan usaha migas, di satu sisi diperhadapkan
dengan resiko investasi dan teknologi yang tinggi. Namun di sisi
lain, penguasaan akan teknologi dan data geologis adalah sangat
penting. Undang-undang migas menyatakan dengan jelas, bahwa
data yang diperoleh selama kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
adalah milik Pemerintah, tetapi dapat dipergunakan selama
kegiatan operasi.
Gambar 11 : Wilayah Kerja Migas Indonesia
Sumber : Laporan Tahunan SKKMIGAS - 2013
54
Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini, untuk setiap
data, dimungkinkan untuk digandakan dan dicopy. Dalam hal,
operatorship suatu wilayah kerja migas adalah sepenuhnya
perusahaan asing, kemungkinan pengalihan informasi dan data
ini sangat terbuka. Operator suatu wilayah kerja yang tidak
berhasil menemukan migas secara komersial, akan
mengembalikan wilayah kerja migas ke Pemerintah. Namun
demikian, informasi yang diperoleh tersebut merupakan informasi
yang sangat berharga.
Di wilayah perbatasan seyogianya harus ada kehadiran
perusahaan nasional, terutama perusahaan migas Pemerintah.
Mengingat resiko investasi, operasional dan finansial yang lebih
besar di daerah perbatasan, Pemerintah perlu memberikan
kemudahan seperti dalam bentuk insentif fiscal terms, kemudahan
perizinan, infrastruktur dan kemitraan dengan perusahaan asing.
Perusahaan asing terutama yang memiliki daerah konsesi migas,
di wilayah kerja migas yang resiko geologis, operasional,
finansialnya rendah, sebagai subsidi silang dengan wilayah kerja
perbatasan yang lebih remote.
Data migas di wilayah perbatasan memiliki kerawanan
yang lebih tinggi. Perusahaan asing yang meninggalkan
Indonesia karena tidak berhasil dalam eksplorasi migas, dapat
menggunakan informasi yang diperolehnya, dalam hal
perusahaan tersebut mendapatkan konsesi wilayah kerja migas,
dari perbatasan negara di sisi luar70.
70
Terdapat sejumlah wilayah kerja migas di perbatasan yang rawan dipersengketakan. Salah satunya adalah wilayah kerja Ambalat, di lepas pantai Timur Kalimantan, dekat Sipadan – Ligitan yang telah menjadi milik Malaysia. Kontraktor di sekitar wilayah kerja tersebut sebelumnya adalah Shell group., namun mengembalikannya ke Pemerintah Indonesia, karena tidak ada kelanjutan kegiatan eksplorasi. Ada (unconfirmed) informasi bahwa Malaysia bekerja sama dengan Shell untuk menggarap wilayah kerja di perbatasan dari sisi Malaysia., Wilayah kerja tersebut sejak tahun 2004 tetap ditawarkan Pemerintah Indonesia yang saat ini di bawah operator perusahaan asing. Namun hingga saat ini, hampir tidak ada kegiatan fisik eksplorasi di kawasan tersebut. Salah satu alasannya adalah ada keraguan perusahaan asing untuk melakukan eksplorasi di sana. http://groups.yahoo.com/group/berita-lingkungan/message/7131. Kondisi yang hampir mirip ditemui di perbatasan Natuna (blok Natuna D-Alpha), yang sampai saat ini belum ada kegiatan fisik, sekalipun pihak operator migas mengklaim ada potensi migas yang sangat prospektif di sana.
55
Dari perspektif ketahanan nasional, hal ini adalah sangat
serius, terutama untuk menjaga integritas wilayah dan
keamanan data sumber daya alam Indonesia. Dalam konteks ini,
maka sangat relevan, apabila di wilayah perbatasan negara,
kegiatan eksplorasi migas melibatkan porsi operatorship
Perusahaan nasional Indonesia, terutama Perusahaan negara
yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut.
b. Optimalnya Pengelolaan jaringan transmisi dan distribusi
gas
Jaringan pipa transmisi gas pada dasarnya adalah bagian
dari monetisasi lapangan-lapangan gas, yang dibangun atas
dasar perhitungan keekonomian yang dikaitkan dengan
pengembangan lapangan gas di sisi hulu. PT. PGN dan PT PT.
Pertamina (Pertagas)71 yang memiliki, mengelola dan
mengoperasikan jaringan pipa tersebut di sisi hilir, seyogianya
harus sepenuhnya milik Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar
orientasi pengelolaan pipa tersebut tidak semata-mata
berdasarkan perhitungan keuntungan perusahaan, sebagaimana
berlaku di perusahaan yang dimiliki publik. Perusahaan yang
memiliki captive market permanen serta bersifat monopolistis
atau oligopolistis yang menguasai cabang penting strategis tidak
tepat untuk diswastanisasi.
Tarif (toll fee) penggunaan pipa transmisi ditentukan oleh pemilik
jaringan pipa, setelah melalui pembahasan dengan pengembang
lapangan dan pembeli gas dan dengan pengesahan BPHMIGAS/
hilir. Operator lapangan migas di sisi hulu memiliki posisi tawar
yang lebih lemah dalam menentukan tarif penggunaan pipa.
Koneksi jaringan pipa di seluruh Indonesia, yang
menghubungkan pusat pengembangan gas dengan pengguna
71
PT. PGN (tbk), adalah perusahaan umum publik yang sahamnya diperjual belikan di pasar modal. Saat ini PT Pertagas masih sepenuhnya milik PT Pertamina (Persero), namun tidak ada larangan untuk menjadikan anak perusahaan PT. Pertamina sebagai perusahaan publik. Beberapa statement manajemen Pertamina di surat kabar beberapa waktu yang lalu telah menyiratkan hal itu untuk melihat reaksi masyarakat (to test the water). Ref. http://www.aktual.co/energi/160441pertaminas-dorong-anak-perusahaan-go-public
56
harus dibangun. Jaringan pipa yang tersedia akan mendatangkan
manfaat dalam pengembangan ekonomi Indonesia. Lapangan
gas akan dapat dimonetisasi dengan lebih ekonomis, pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi akan berkembang secara regional di
sekitar jalur pipa. Perkembangan ekonomi regional akan
memberi peluang untuk bertumbuhnya perusahaan-perusahaan
nasional. Selanjutnya Indonesia secara ekonomi akan dapat
terkoneksi, yang memudahkan Pemerintah mengelola
keseimbangan energi migas.
Gambar 11 : Prospek Pengembangan Gas Bumi Indonesia
Sumber : Kementerian ESDM, 2013
Dari aspek ketahanan nasional adalah penting untuk
membangun dan memberdayakan daerah penghasil migas sebagai
kawasan/ sentra bisnis yang menggunakan migas. Saat ini,
Pemerintah memberikan konsesi untuk mengalirkan gas dari Pulau
Kalimantan ke Pulau Jawa, yang disebut jalur pipa Kalimantan Jawa
( Kalija) sebagai bagian dari sistem jaringan transmisi dan distribusi
gas nasional. Mengalirkan gas dari sentra produksi gas Kalimantan
Timur ke Pulau Jawa, tidak mendukung pada pemerataan
industrialisasi di Kalimantan. Seyogianya, sentra-sentra produksi lah
yang dibangun di Pulau Kalimantan dengan merelokasi industri yang
di Pulau Jawa atau menutup perizinan industri baru di Pulau Jawa.
57
Pembangunan sentra-sentra produksi baru di luar pulau Jawa selain
akan mendistribusikan pemerataan pembangunan, juga akan
memberi kesempatan berkembangnya industri-industri baru kecil,
menengah pendukungnya.
c. Meningkatnya Penyerapan Alokasi migas dan produk
turunan migas di dalam negeri
Production Sharing Contract telah mewajibkan alokasi DMO
(domestic market obligation) sebesar 30 % dari bagian entitlement
Kontraktor untuk dijual di dalam negeri. Namun hal tersebut belum
dapat dipenuhi karena kendala infrastruktur. Terdapat minyak
mentah tertentu yang diproduksi di Indonesia, namun tidak
memenuhi spesifikasi untuk diolah di kilang domestik. Sedangkan
untuk gas yang dikembangkan, tidak serta merta dapat dialokasikan
ke dalam negeri karena beberapa hal, seperti tidak ada komitmen
pembeli yang bersifat binding pada saat lapangan gas akan
dikembangkan. Selain itu, faktor lainnya adalah ketiadaan
infrastruktur gas yang menghubungkan lapangan gas dengan sentra
pengguna.
Dalam dokumen MP3EI dicantumkan termasuk dalam rencana
pengembangan migas ke depan adalah mendorong industri
pengolahan yang menggunakan minyak dan gas sebagai bahan
baku. Dengan demikian diharapkan akan ada nilai tambah dengan
perubahan struktur pengelolaan dari ekspor bahan mentah menjadi
manufaktur. Perubahan struktur tersebut akan dapat
mentransformasi perekonomian dari yang berbasis sumber daya
alam migas, menjadi perekonomian berbasis industrialisasi.
Pembangunan kilang pengolahan minyak mentah dalam
negeri, untuk menutup gap antara produksi dan kebutuhan konsumsi
dalam negeri adalah juga cara untuk meningkatkan alokasi
pemanfaatan minyak di dalam negeri. Mengingat investasi kilang
minyak yang mahal, dan pengembalian investasi yang lama, maka
Pemerintah harus dapat mengaitkan pemberian konsesi wilayah
58
kerja perpanjangan yang prospektif dengan kewajiban membangun
atau bekerja sama untuk membangun kilang minyak baru.
Peningkatan perkiraan kebutuhan energi untuk dalam negeri, di
masa depan sebagaimana dalam gambar di bawah ini, memberikan
justifikasi yang kuat akan perlunya alokasi migas yang lebih besar
untuk digunakan dalam negeri.
Gambar 12 : Kebutuhan energi per sektor di Indonesia
Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Dari aspek ketahanan nasional, kemandirian dan ketahanan
energi adalah hal yang sangat esensial. Ketergantungan yang tinggi
kepada impor bahan baku dan bahan bakar minyak, dapat
mendatangkan kerawanan. Kerawanan tersebut terkait dengan
keamanan jalur pasokan, ketersediaan pasokan dan fluktuasi harga.
Karena itu untuk masa yang akan datang, Pemerintah harus
mendorong kokohnya kebutuhan energi di dalam negeri.
d. Meningkatnya peran perusahaan penunjang migas dalam
mata rantai pengelolaan migas.
Dalam Peraturan Menteri ESDM no. 27 tahun 2008 dinyatakan
bahwa dalam rangka menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien dan
mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional, perlu
59
adanya dukungan bagi pelaku dan kegiatan usaha penunjang dalam
kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Usaha penunjang migas
terdiri dari usaha jasa penunjang dan usaha industri penunjang.
Mata rantai pengelolaan penunjang usaha migas adalah mulai dari
kegiatan survey, seismik, pemboran, pembangunan EPCI, fasilitas,
pengangkutan, perkapalan, perawatan/ maintenance, pengolahan,
hingga distribusinya.
Tabel 3 : BUMN yang berpartisipasi dalam pengadaan barang dan
jasa di industri hulu migas
Sumber : SKKMIGAS, 2013
Dalam jasa pemborongan EPCI, diharapkan tersedia barang
pendukung, fasilitas, peralatan kerja serta sumber daya manusia
yang handal. Untuk menunjang jasa sewa perkapala, diharapkan
ada ketersediaan kapal yang dimiliki oleh perusahaan dalam negeri
atau dibuat di dalam negeri untuk menunjang kegiatan laut dalam,
pipe-lay barge, dan kapal survey. Jack up rig, drilling ship dan
sebagainya juga diharapkan akan tersedia.
Dalam dokumen MP3EI terkait dengan pengembangan untuk
industri pendukung, fasilitasi, insentif dan kemudahan peraturan,
perizinan dan prosedur-prosedur diharapkan akan disederhanakan
untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pendukung
kegiatan usaha migas.
60
Dari perspektif ketahanan nasional, semakin banyak perusahaan
nasional yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa di industri
hulu migas, hal ini akan memberikan kesempatan bagi perusahaan
nasional untuk berinteraksi dengan perusahaan besar berskala
internasional. Semakin banyaknya pelaku bisnis nasional yang
terlibat dalam mata rantai industri migas, selain akan menambah
nilai produk domestik, juga akan merupakan penyebaran dan
penguatan ekonomi nasional. Hal ini pada gilirannya akan
memperkuat tujuan pembangunan nasional
22. Kontribusi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas terhadap Peningkatan Kemandirian dan
Daya Saing Bangsa dan Kontribusi Peningkatan Kemandirian
dan Daya Saing Bangsa terhadap Suksesnya Pembangunan
Nasional
Globalisasi perdagangan, perekonomian dan politik telah
melonggarkan dan merelatifkan batas-batas para pelaku bisnis.
Untuk tuntutan efisiensi dan produktivitas ekonomi, terkadang faktor
pelaku pasar apakah aktor domestik maupun asing sering tidak
menjadi pertimbangan utama. Pada jangka pendek hal tersebut
dapat dipandang baik untuk tujuan pragmatisme. Namun demikian,
untuk sustainabilitas, penyehatan struktur ekonomi dan menjaga
kemandirian suatu bangsa, dalam mengelola sumber daya yang
dimilikinya, mendorong peran yang lebih besar kepada porsi
perusahaan nasional tetap merupakan sebuah kebijakan strategis
berdimensi jangka panjang. Keunggulan komparatif dan kompetitif72
72
Teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh David Ricardo pada abad ke 19 yang memandang bahwa keunggulan suatu bangsa untuk menghasilkan produk barang dan jasa tertentu dibandingkan dengan bangsa lain yang memiliki keunggulan pada produk lainnya, dan ada kebutuhan untuk saling mempertukarkannya mendorong terjadinya perdagangan internasional. Sedangkan teori keunggulan kompetitif dari Michael Porter tahun 1990, menyatakan bahwa keunggulan kompetitif diperoleh karena ketepatan dalam menetapkan suatu strategi, dikaitkan dengan barang dan jasa dari kompetitor , daya tawar dari pembeli, atau penjual, produk substitusi dan kebijakan Pemerintah. Faktor endowment, seperti keunggulan komparatif sumber daya alam, tetap perlu namun bukan yang terutama, tetapi harus dioptimalkan untuk mendapatkan posisi keunggulan kompetiti en.wikipedia.org/wiki/Competitive_advantage
61
perlu dioptimalkan untuk mendorong semakin berperannya
perusahaan nasional dalam bidang pengelolaan migas.
a. Kontribusi Pemberdayaan Perusahaan Nasional di Bidang
Pengelolaan Migas terhadap Peningkatan Kemandirian dan
Daya Saing Bangsa
Daya saing bangsa adalah ukuran keunggulan relatif
komponen penggerak ekonomi suatu bangsa dibandingkan dengan
bangsa lain di bidang dan pangsa pasar persaingan yang sama.
Daya saing tersebut merupakan resultan positif yang saling
mendukung antara berbagai komponen bangsa yang meliputi
penataan kelembagaan, harmonisasi kebijakan dan peraturan serta
keunggulan sumber daya manusia, infrastruktur dan teknologi.
Kemandirian suatu bangsa dalam menata arsitektur ekonominya
untuk meningkatkan daya saing adalah sesuatu yang esensial.
Kemandirian tersebut ditandai dengan adanya kemampuan dan
kebebasan untuk menata perekonomian tanpa harus didikte atau
tergantung kepada kepentingan – kepentingan asing.
Kemandirian bukan berarti tidak adanya unsur asing dalam
faktor produksi domestik. Kerja sama yang saling menguntungkan
tetap diperlukan dan merupakan sebuah keniscayaan. Suatu bangsa
akan mandiri dalam mengambil kebijakan apabila ketergantungan
kepada sumber daya asing seperti teknologi, permodalan,
infrastruktur, pasar , sumber daya manusia, dan enterpreneurship/
kewirausahaan adalah minimal dan dibawah pengendalian
pengambil keputusan domestik bangsa sendiri.
Kontribusi Perusahaan Nasional di bidang pengelolaan migas
akan memberikan penguatan kepada struktur perekonomian.
Pendapatan Nasional yang meningkat sebagai multiplier effect
kegiatan ekonomi yang digerakkan perusahaan nasional. Di bidang
kegiatan usaha hulu, PT. Pertamina EP, dan perusahaan nasional
lainnya akan lebih berperan dalam memberikan kontribusinya baik
dari sisi kontribusi penerimaan negara ke APBN , penyediaan
lapangan kerja, tranformasi teknologi dan pematangan
enterpreneurship. Di bidang hilir, industri pengolahan, distribusi dan
62
penyaluran minyak maupun gas pipa yang kuat dan sinergis akan
memperkokoh dan memperbesar kontribusi ke struktur
perekonomian. Industri penunjang merupakan suatu bagian penting
dalam mata rantai ekonomi tersebut. Industri penunjang harus
mendapatkan insentif, pembinaan, kesempatan dan perlindungan
dalam memberi kesempatan untuk secara nyata bertumbuh,
berkembang dan berkontribusi dalam mata rantai pengelolaan
kegiatan migas. Pengertian dan pemahaman terhadap local content
diharapkan akan benar-benar sesuai dengan substansi yang
dikandung dalam pengertiannya.
Dari perspektif ketahanan nasional, kemampuan perusahaan
domestik untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan untuk
mendukung kegiatan pengelolaan migas akan memberikan landasan
yang kokoh, termasuk untuk tidak terlalu rawan terhadap
ketergantungan impor, dengan segala ketidakpastiannya.
Penghematan penggunaan devisa untuk impor, penyediaan
lapangan kerja, serta tumbuhnya perusahaan-perusahaan kecil dan
menengah akan lebih dimungkinkan apabila penerapan aturan local
content tersebut dikaitkan dengan pendirian secara nyata
perusahaan di dalam negeri.
Gambar 13 : Peningkatan Produktivitas menuju keunggulan
kompetitif
Sumber : MP3EI.
63
b. Kontribusi Peningkatan Kemandirian dan Daya Saing
Bangsa terhadap Suksesnya Pembangunan Nasional
Kemandirian bangsa akan memberikan ruang yang cukup
bagi Pemerintah dalam mengambil pilihan-pilihan kebijakan ekonomi
tanpa harus terpengaruh dengan tekanan tekanan pihak asing dalam
menata ekonomi. Sebagaimana telah ditetapkan dalam tahapan
pembangunan jangka menengah kedua pada RPJM (2010 -2014),
fokus pembangunan adalah untuk memantapkan kembali NKRI,
meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, dan
memperkuat daya saing perekonomian. Selanjutnya, dengan
tercapainya sasaran pada RPJM 2, akan memberi pijakan yang
kokoh kepada RPJM 3 (2015 -2019). RPJM 3 difokuskan pada
pemantapan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian
yang berbasis sumber daya alam yang tersedia, sumber daya
manusia yang berkualitas serta kemampuan iptek.
Minyak dan gas bumi sebagai komoditas strategis, selain
berfungsi komersial juga mengemban misi pemberdayaan ekonomi,
dan fungsi sosial. Logika pengelolaan migas adalah kombinasi
antara upaya perusahaan untuk mengejar keuntungan yang
sebesar-besarnya, dengan fungsi Pemerintah untuk mengatur
alokasi, keterjangkauan dan ketersediaan migas bagi konsumen,
dan juga pemenuhan dan penghormatan kepada komitmen jangka
panjang kepada pembeli gas di luar negeri.
Daya saing yang tinggi dari suatu bangsa akan menghasilkan
output barang dan jasa yang memiliki nilai tambah lebih tinggi atas
penggunaan resources yang sama. Dengan demikian keunggulan
kompetitif akan dapat dioptimalkan untuk mendukung pembangunan
nasional. Peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa
memberikan kontribusinya terhadap suksesnya pembangunan
nasional di berbagai bidang. Kontribusi optimal dari kemandirian
dan daya saing tersebut akan tergambar pada kokohnya daya tahan
64
parameter-parameter ekonomi terhadap pengaruh-pengaruh
eksternal maupun internal.
Pembangunan nasional, sifatnya adalah bertahap, berlanjut
berkesinambungan serta menyeluruh dan meliputi seluruh aspek
kehidupan baik material dan moril, jasmaniah dan spiritual serta
dengan tetap menjaga keseimbangan dengan daya dukung alam.
Peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa ditandai dengan
lebih unggulnya produk dan jasa Indonesia terhadap pesaing sejenis
dari negara lain, dan berkurangnya ketergantungan kepada faktor
eksternal dalam mengambil kebijakan pembangunan nasional.
23. Indikasi Keberhasilan
Indikasi keberhasilan diperlukan untuk menilai apakah
persoalan-persoalan yang telah diidentifikasi dalam rangka
pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan migas,
telah dapat diatasi, sehingga kondisi yang diharapkan dapat
terwujud. Melalui evaluasi dan penilaian terhadap indikasi
keberhasilan, akan dapat dilakukan perbaikan secara terus menerus,
baik dalam merumuskan suatu kebijakan maupun implementasinya.
Dalam pengelolaan migas, indikasi keberhasilan meliputi berbagai
parameter. Termasuk di dalamnya adalah partisipasi dan
pemberdayaan perusahaan nasional pada berbagai segmen dan
value chain kegiatan migas. Penguatan peran pada aktor pelaku
bisnis nasional pada berbagai kegiatan inti, transformasi alih
teknologi, enterpreneurship dan pemberdayaan sumber daya
manusia termasuk di dalamnya. Efisiensi pengelolaan kegiatan
migas, yang ditandai dengan peningkatan keunggulan kompetitif,
kemandirian dan daya saing bangsa.
Indikasi keberhasilan yang ditampilkan dapat saja belum
secara sempurna menggambarkan keseluruhan harapan untuk
mengatasi persoalan sesuai kondisi yang diharapkan. Namun
demikian, hal tersebut tidak mengurangi makna akan pentingnya
indikasi keberhasilan ditampilkan. Indikasi tersebut berfungsi
sebagai yardstick/milestone capaian-capaian, dan juga berfungsi
65
untuk menjadi alat bantu instrumen evaluasi dalam memperbaik,
memfokuskan dan meningkatkan kualitas perumusan suatu
kebijakan.
a. Terwujudnya penguatan peran migas dalam pembangunan
nasional
1) Diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang
mengembalikan dan mengakui peran migas tidak saja sebagai
komoditas vital strategis, tetapi adalah bagian integral dari alat
pertahanan dan keamanan nasional.
2) Dipulihkannya peran migas dari hanya sekedar faktor
penyeimbang sisi penerimaan dalam postur APBN ke
pemenuhan indikator ekonomi yang lebih berdimensi jangka
panjang
3) Meningkatnya cadangan migas baru, yang ditandai dengan
peningkatan rasio penggantian pemakaian (reserve replacement
ratio) baik untuk minyak maupun gas alam
4) Berubahnya komposisi kontribusi migas dalam APBN dari
penerimaan negara sebagai hasil penjualan crude oil (minyak
mentah), dan gas alam (baik melalui pipa atau LNG), menjadi
penerimaan berdasarkan hasil olahan (manufacturing) yang
menggunakan migas sebagai bahan baku
5) Dapat berperannya migas sebagai salah satu lokomotif utama
yang menggerakkan perekonomian dalam berbagai lapisan mata
rantai (value chain) bisnis, yang tampak dari kontribusi sektor
migas dan industri hasil migas ke dunia bisnis.
6) Berkembangnya industri pengolahan dan hilir yang berbasis
migas. Perkembangan industri pengolahan dan hilir tersebut
menyebar di seluruh Indonesia utamanya di sentra-sentra
produksi migas
7) Bertambahnya secara kuantitatif Perusahaan-perusahaan
nasional yang dapat menjadi operator di wilayah kerja
pertambangan migas, dan juga di daerah perbatasan.
66
b. Lebih terpadunya manajemen pengelolaan migas
1) Diterbitkannya oleh Pemerintah, perencanaan yang matang,
terarah dan terpadu mengenai road map pengembangan
kegiatan migas, mulai dari sisi penyediaan energi, pengolahan,
distribusi dan industri pendukung
2) Berkembangnya sentra industri di daerah-daerah di mana
tersedia sumber daya migas sebagai bahan baku
3) Dalam kerja sama pengelolaan migas di sektor hulu dengan
mitra asing, dikaitkannya perpanjangan wilayah kerja migas
prospektif dengan kewajiban untuk membangun industri
pendukung seperti kilang pengolahan, galangan kapal, dan
pusat-pusat riset.
4) Terdapatnya perencanaan konkrit untuk konektivitas infrastruktur
gas, dengan PT. PLN, pabrik pupuk, industri dan rumah tangga
5) Dikaitkannya kebijakan koridor pengembangan ekonomi dengan
potensi migas yang ada di kawasan tertentu.
6) Adanya koordinasi strategis antara pengembangan kegiatan
hulu, pengolahan, alokasi, distribusi migas, penggunaan di sisi
hilir seperti PLN, Industri, pabrik pupuk, dan industri pendukung
7) Dilakukannya peninjauan dan kajian terhadap privatisasi sektor-
sektor dan bidang-bidang yang strategis dan menguasai hajat
hidup orang banyak di sektor migas.
c. Meningkatnya kepastian hukum dalam kegiatan bisnis
migas
1) Hilangnya peraturan yang bersifat ambivalen yang mendorong
bisnis kegiatan migas sebagai domain hukum publik
2) Hilangnya kriminalisasi terhadap suatu kebijakan berdasarkan
kewenangan yang sah73
73
Prof Tb. Nitibaskoro dan DR. Maqdir Ismail dalam ceramah budaya hukum di Lemhannas pd tgl 2 Juli 2013 menyatakan ada fenomena dewasa ini, yang lebih dulu menetapkan tersangka, baru melakukan penyidikan, mencari barang bukti dan saksi-saksi. Kemudian, oleh lembaga penegak hukum, akan sering mengadili para pejabat pembuat komitmen, yang melaksanakan kewenangannya berdasarkan ketentuan, tetapi diselewengkan oleh pejabat di bawahnya, yang tidak ada terkait dengan yang bersangkutan.
67
3) Berkurangnya perselisihan akibat penafsiran Kontrak
pelaksanaan kegiatan bisnis migas, yang dipertentangkan
dengan ketentuan hukum publik
4) Berkurangnya peran kelembagaan di pusat maupun daerah
yang menerbitkan peraturan dan perizinan yang tumpang tindih
dan menambah birokrasi serta ketidak pastian hukum
5) Berkurangnya pungutan-pungutan dan pembebanan ke
perusahaan-perusahaan di luar kewajiban perpajakan, retribusi
maupun corporate social responsibility yang diharuskan
6) Berkurangnya intervensi pejabat publik terhadap kebijakan
perusahaan yang sifatnya managerial
7) Berkurangnya tumpang tindih dan benturan antar aturan institusi
yang berwenang, yang pada akhirnya akan merugikan
operasionalisasi perusahaan-perusahaan
d. Meningkatnya kompetensi Perusahaan Nasional
1) Tumbuh dan berkembangnya perusahaan nasional yang
berkiprah dalam mata rantai kegiatan pengelolaan migas, baik di
hulu, industri hilir, industri konsumen pengguna, dan industri
pendukung
2). Meningkatnya berbagai perusahaan nasional sebagai operator
yang mengelola kegiatan usaha hulu migas. Pengelolaan
kegiatan usaha hulu tersebut, baik yang ada di darat/ on shore,
di laut/ offshore, untuk lapangan minyak maupun untuk lapangan
gas
3). Tumbuh dan berkembangnya kemampuan SDM nasional pada
jajaran manajerial dan posisi kunci di perusahaan-perusahaan
migas, dan di perusahaan-perusahaan nasional yang terkait
dengan migas
4) Meningkatnya kemampuan teknologi, permodalan, sumber daya,
pemasaran dan daya saing perusahaan-perusahaan nasional.
Kemampuan teknologi tersebut meliputi teknologi tepat guna,
yang efisien dan efektif, baik sebgai hasil pengembangan sendiri
maupun adaptasi dari teknologi asing.
68
5) Dapat bekerja samanya secara sinergis dalam semangat
kemitraan yang sejajar dan saling menguntungkan, antara
perusahaan nasional lokal dengan perusahaan asing yang telah
memiliki jaringan dan reputasi internasional.
6) Meningkatnya perusahaan-perusahaan nasional yang dapat
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan utama (main project) di
perusahaan – perusahaan migas, dan di perusahaan-
perusahaan yang terkait dengan industri migas.
7). Meningkatnya produksi minyak dan gas bumi, serta cadangan-
cadangan migas, pada perusahaan-perusahaan nasional.
Peningkatan cadangan migas tersebut termasuk di daerah yang
remote, jauh di pedalaman, dan di laut dalam
69
BAB VI
KONSEPSI PEMBERDAYAAN PERUSAHAAN NASIONAL DI BIDANG
PENGELOLAAN MIGAS
24. Umum
Pemberdayaan memerlukan komitmen, kesungguhan, dan
pemihakan atau afirmasi Pemerintah untuk memungkinkan tumbuh
berkembangnya perusahaan nasional, sehingga memberi dasar
yang kokoh terhadap sektor riel pelaku usaha di Indonesia. Konsepsi
pemberdayaan harus bersifat menyeluruh, terintegrasi, konsisten
dan berkesinambungan, baik dalam bidang penyiapan peraturan,
regulasi dan kebijakan, penyediaan infrastruktur, dan dukungan
sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
sejalan dengan teori pertumbuhan yang dikemukakan pada bab
sebelumnya, di mana campur tangan Pemerintah adalah
keniscayaan untuk membangun infrastruktur serta mendinamisasi
dan merestrukturisasi perekonomian.
Dukungan terkait regulasi dan peraturan meliputi antara lain
penyediaan iklim berusaha yang positif termasuk penyempurnaan
peraturan perundang-undangan dan penyederhanaan perizinan.
Selain itu sinergitas antar unit pemerintah dan para pemangku
kepentingan juga perlu ditingkatkan. Infrastruktur diperlukan sebagai
roda lalu lintas penghubung antara dunia usaha dengan
konsumennya. Investasi infrastruktur diharapkan adalah dari
Pemerintah. Bimbingan, pelatihan, penerapan teknologi baru, serta
pola pembinaan dan pemagangan dengan mitra usaha besar
diperlukan untuk memperkuat dan melengkapi kompetensi bisnis
dan ketrampilan perusahaan – perusahaan nasional. Pemberian
insentif dan penyediaan informasi yang relevan adalah juga perlu.
Pemberdayaan perusahaan nasional juga memerlukan tekad
yang kuat dan tidak instan dalam melihat hasilnya. Visi
pemberdayaan harus berdimensi dan berpandangan jangka
panjang. Desakan kebutuhan dan prioritas jangka pendek yang
70
menunjukkan hasil konkrit tidak boleh menjadi alasan untuk merubah
suatu kebijakan. Sebagai contoh, apabila ada kebijakan untuk
mengambil alih operatorship suatu pengelolaan lapangan migas oleh
perusahaan nasional, di mana ada kemungkinan unjuk kinerja
perusahaan nasional tersebut tidak sebaik perusahaan asing yang
telah berpengalaman, maka resiko tersebut tidak boleh mengurangi
tekad untuk mewujudkannya.
Kondisi perusahaan nasional saat ini telah dipotret pada
pembahasan sebelumnya. Hal-hal yang mengemuka adalah belum
banyak berperannya perusahaan nasional sebagai operator dalam
kegiatan usaha hulu migas, belum sinergisnya manajemen jaringan
pipa gas nasional, alokasi migas untuk kebutuhan domestik yang
belum signifikan serta belum signifikannya perusahaan penunjang
kegiatan migas dalam mata rantai pengelolaan migas. Gambaran
realitas tersebut merupakan derivasi dan turunan dari pokok-pokok
persoalan yang ditemukan dalam permasalahan dalam pengelolaan
migas.
Salah satu tantangan industri migas nasional adalah
menjadikan migas menjadi lokomotif pembangunan nasional yang
menggerakkan perekonomian, meningkatkan keahlian, peran dan
institusi serta pelaku bisnis dalam negeri. Migas sebagai komponen
utama saat ini dalam energi di Indonesia dituntut menjadi pilar
pembangunan perekonomian bangsa.
Pemberdayaan perusahaan nasional di bidang pengelolaan
migas adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan ketahanan
energi nasional74. Ketahanan energi merupakan kemampuan untuk
merespon dinamika perubahan konstelasi energi global (dari sisi
eksternal), serta kemampuan untuk menjamin ketersediaan energi
dengan harga yang wajar (dari sisi internal). Adapun kemandirian
energi meliputi ketersediaan (availability), yakni kemampuan untuk
menyediakan jaminan pasokan, kemampuan untuk mendapatkan
74
Prof. Dadan Umar Daihani, dalam ceramah di Lemhannas menyatakan bahwa ketahanan energi merupakan gabungan dari kedaulatan energi dan kemandirian energi.
71
akses terhadap energi (accessibility), dan kemampuan untuk
membeli pada harga keekonomian yang wajar (affordability).
Pemberdayaan perusahaan nasional untuk meningkatkan daya
saing dan kemandirian bangsa untuk menopang perekonomian
nasional akan dapat diwujudkan apabila migas sebagai milik
nasional bangsa ditempatkan dalam peran strategisnya yang tidak
terbatas hanya sekedar komoditas semata. Kepastian hukum dalam
berbisnis dan berusaha yang disokong dengan kebijakan regulasi
serta direktif yang jelas dan konsisten dari pimpinan nasional,
termasuk dengan memberikan peluang dan kesempatan untuk
tumbuh berkembangnya perusahaan nasional dengan pemihakan,
pembinaan dan affirmative action Pemerintah sesuai kewenangan
masing-masing instansi merupakan akselerasi untuk memperkokoh
aristektur pilar pembangunan nasional.
25. Kebijakan
Dalam rangka menjawab permasalahan yang dihadapi, serta
untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan, mengatasi kendala
yang ada, memanfaatkan peluang yang tersedia, maka perlu ada
rumusan untuk mengarahkan langkah-langkah yang merupakan
keputusan strategis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Desentralisasi dan otonomi daerah serta terikatnya Indonesia
dengan berbagai ketentuan yang bersifat global terhadap
pengelolaan bisnis, seperti non discriminatory treatment, pembukaan
pasar domestik dan pengurangan hambatan yang bersifat tarif
maupun non tarif merupakan faktor yang diperhatikan dalam
mengambil kebijakan.
Kebijakan tersebu dirumuskan sebagai berikut :
“Terwujudnya pemberdayaan perusahaan nasional di
bidang pengelolaan migas”
Melalui perumusan kebijakan tersebut diharapkan akan dapat
diperoleh arah dan pedoman dalam mewujudkan bangsa yang
mandiri dan berdaya saing melalui pengelolaan migas.
72
26. Strategi
Berdasarkan kebijakan yang telah dirumuskan, maka untuk
mencapai sasaran perlu dielaborasi dan dijabarkan dalam bentuk
strategi yang akan menjadi koridor dalam pelaksanaan upaya untuk
mencapainya, dengan menetapkan tujuan, sarana dan metode yang
digunakan untuk mencapai sasaran yang ditentukan.
a. Strategi 1. Meningkatkan peran migas dalam
pembangunan nasional
Untuk meningkatkan peran strategis migas dalam
pembangunan nasional, maka harus ada perubahan paradigma
dari penempatan migas hanya sekedar pemenuhan kebutuhan
energi, menjadi bagian dari kelangsungan bangsa dan negara.
Peran strategis migas sebagai sumber daya kekayaan alam,
dalam pembangunan nasional merupakan suatu keunggulan
kompetitif yang dapat dikemas dalam berbagai kebijakan
pemerintah. Peraturan perundang-undangan hendaknya tidak
lagi hanya menempatkan migas sebagai komoditas strategis
belaka, tetapi harus dikaitkan dengan strategi pembangunan
bangsa secara menyeluruh termasuk dengan aspek pertahanan
dan keamanan untuk keberlangsungan bangsa ini.
Migas juga tidak boleh lagi hanya dipandang sebagai
komoditas fiskal untuk mengisi sumber penerimaan migas di
APBN. Untuk kontinuitas dan sustainabilitas pembangunan,
selain operational excellence dengan menjaga optimasi produksi
migas dan kualitas lingkungan, untuk setiap migas yang
dieksploitasi, harus dilakukan penggantian dengan
mengeksplorasi dan menemukan cadangan migas baru, untuk
penyiapan bekal bagi generasi yang akan datang75.
75
Sebagai rule of thumb dalam industri hulu migas, adalah untuk setiap barel yang diproduksi, harus ditemukan cadangan baru minimal satu barel. Konsep ini dikenal dengan reserve replacement ratio, yang minimal 100%. Saat ini di Indonesia reserve replacement ratio adalah 52% untuk minyak, dan 127% untuk gas. Sumber : Laporan tahunan SKKMIGAS tahun 2012
73
Gambar 14 : Cadangan minyak dan Gas Bumi Indonesia
Sumber – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Untuk adanya upaya nyata dalam kaitannya dengan peningkatan
cadangan migas baru, maka perlu ada disisihkan sebagian dana
hasil migas sebagai petroleum fund untuk membiayai eksplorasi
migas baru (depletion policy). Selain itu, sebagai konsekuensi
dari adanya campaign eksplorasi, meningkatnya biaya operasi
migas harus dapat diterima sebagai investasi untuk masa depan.
Migas akan semakin berperan dalam pembangunan
nasional, apabila diintegrasikan dan disinergikan dengan strategi
pertahanan dan keamanan. Sistem logistik, pelabuhan khusus
migas, lapangan terbang khusus, kapal pengangkut dan lain-lain
yang digunakan di industri migas dapat didesain sehingga
memenuhi spesifikasi kebutuhan dukungan pertahanan negara,
jika sesewaktu diperlukan. Hal ini memberikan manfaat ganda.
Di satu sisi akan dapat mengatasi keterbatasan anggaran
Negara untuk penyediaan dana anggaran militer, dan di sisi lain
dapat menumbuhkan industri pendukung kebutuhan tersebut.
Dalam hal sebagai konsekuensi penyesuaian spesifikasi sarana
dan prasarana migas yang compatible untuk kebutuhan
74
pertahanan, mengakibatkan pertambahan biaya operasi migas,
hal tersebut hendaknya memperoleh kesamaan pandang
terutama di kalangan supra struktur dan infrastruktur politik.
b. Strategi 2. Meningkatkan keterpaduan manajemen
pengelolaan migas
Meningkatkan keterpaduan manajemen pengelolaan migas
dimaksudkan untuk memadukan rangkaian pengelolaan migas,
mulai dari sisi supply dalam penyediaan sumber migas,
mendekatkan ke konsumen dengan infrastruktur penyalurannya
serta manajemen komersialisasinya dari sisi pengguna/
konsumen/ demand. Penyiapan infrastruktur gas, industri
pendukung, konsumen akhir serta penggunaan pemanfaatan
sumber daya alam gas sebagai penguat posisi tawar dalam geo
strategis, dan geo ekonomis di lingkungan regional dan global
adalah juga bentuk penguatan peran strategis migas.
Berdasarkan data bahwa kecenderungan migas ke
depan adalah semakin berkurangnya kemampuan produksi
minyak dan meningkatnya produksi gas. Hal itu berarti
diperlukan manajemen pengelolaan migas yang tepat yang
menyangkut ketersediaan energi (availability), dan ada akses
terhadap sumber energi tersebut (accessibility), pada harga
keekonomian yang terjangkau dan fair (affordability). Selain itu,
migas harus menjadi lokomotif pendorong kemajuan ekonomi
(locomotive driven factor), yang memberikan nilai tambah (added
value) dalam seluruh mata rantai industri. Pemberdayaan
industri migas untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi sejalan
dengan teori pertumbuhan baru (endogenous growth theory),
sebagaimana telah disampaikan pada bab sebelumnya, yang
menyatakan habwa untuk sustainabilitas perekonomian maka
knowledge dan teknologi mempunyai karakteristik peningkatan
hasil (returns) yang mengendalikan proses pertumbuhan.
Pertumbuhan ekonomi dihasilkan dari sistem itu sendiri sebagai
75
hasil langsung dari proses internal. Implementasinya dalam
kaitannya dengan modal sumber daya alam migas yang ada,
adalah dengan meningkatkan kemampuan mengolah dan
menciptakan nilai (value creation)nya untuk peningkatan nilai
tambah dari suatu proses.
Profil migas ke depan yang menunjukkan dominasi gas
atas minyak hendaknya diikuti dengan penyesuaian di industri
dan konsumen hilir. Mobil atau kendaraan umum misalnya,
hendaknya di desain yang menggunakan bahan bakar gas.
Pembangunan jaringan gas kota (city gas), baik untuk keperluan
rumah tangga, maupun bahan bakar gas. Demikian juga industri
yang menggunakan gas seperti pabrik pupuk, petrochemical,
konversi bahan bakan minyak ke gas oleh PT.PLN perlu
diantisipasi dan dikembangkan
52 57 57 51 53 59 7491 99 109
153
266
401
488512
550 544585
744773
797
847
904
966
1056
1214
126413021302
1327
13971404
1316
1364
12671229
1366
15221501
14681462
13731408
1499
1586
14981496
1240
1375
146015001500
466
569601
742
853889
1082
13361373
1305
1506
1683
1631
158915871624
1288
1407
1519
13381362
1445
1303
1387
15391575
1491
1535
16121624
15741557
15371500
1415
1341
1252
1147
10961062
1006
954977
949 945
902861
830
900
100010101010
0
500
1000
1500
2000
1966
1967
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
MB
OEP
D
TAHUN Minyak Gas
PEAK 1977
Plateau stage
Decline 3-5%
*) Outlook per 29 Januari 2013
PEAK 1995
Perkembangan industri migas telah mengalami perubahan dari dominasi minyak bumi ke gas bumi
PROFIL PRODUKSI MIGAS INDONESIA
DOMINASI MINYAK DOMINASI GAS
Gambar 15 : Profil Produksi Minyak dan Gas Indonesia
Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2013
Kecenderungan penurunan produksi migas, sebagai
sumber energi yang menggerakkan ekonomi telah diantisipasi
Pemerintah dengan kebijakan bauran energi (energy
diversification) berdasarkan Peraturan Presiden no. 5 tahun
2006, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut :
76
Gambar 16 : Sasaran bauran energi primer nasional 2025
Sumber : Perpres 5 tahun 2006
Arah kebijakan bauran energi tersebut harus diikuti dengan
penyiapan peraturan, infrastruktur, paradigma pola konsumsi
energi, sehingga pengelolaan migas khususnya dan energi pada
umumnya dapat terpadu, sinergis dan saling mendukung.
Rencana pengurangan kontribusi migas dalam bauran energi
nasional dari sekitar 75% saat ini menjadi sekitar 50% pada
tahun 2025., menyiratkan dua hal. Yang pertama adalah
diperlukannya investasi besar-besaran pada industri energi
primer di luar minyak dan gas bumi. Yang kedua, untuk tetap
berperan strategisnya minyak dan gas bumi, maka pengurangan
porsi tersebut harus diikuti dengan transformasi dari
penggunaan migas sebagai bahan mentah, ke pemanfaatan
migas sebagai hasil industri pengolahan/ manufaktur.
Denah berikut menampilkan jaringan peta distribusi gas di
Indonesia dan kawasan Asia yang merupakan potensi ke masa
yang akan datang untuk dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan posisi tawar dan daya saing bangsa. Peningkatan
posisi tawar tersebut, misalnya dengan mempersyaratkan
negara-negara pengimpor gas Indonesia, untuk juga
77
menyediakan pembiayaan dan sumber daya yang diperlukan,
atau berinvestasi di industri manufaktur terkait gas di Indonesia,
bekerja sama dengan perusahaan nasional Indonesia.
Gambar 17 : Trans Asean Gas Pipelines
Sumber : Kementerian ESDM – Blue Print. Pengelolaan Energi
Nasional 2006 – 2025
Pelibatan perusahaan nasional dalam mata rantai (value
chain) ini harus terstruktur, terpola dan terkoordinasi. Pemberian
insentif, pemeliharaan dukungan kondusivitas, pemihakan dan
proteksi yang diperlukan, oleh Pemerintah harus dikemas dan
dijustifikasi sedemikian rupa sehingga tidak mendatangkan
perlawanan atau pembalasan dari pelaku bisnis mitra
perusahaan Indonesia di luar negeri.
Pengertian atas local content (kandungan lokal) juga
hendaknya substantive dan genuine, pada kandungan material,
proses dan jasa yang dihasilkan secara nyata dan lokal, serta
bukan merujuk pada kepemilikan atas perusahaan76. Definisi
yang memperluas pengertian kandungan lokal tersebut, sifatnya
76
Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16/M.Ind./Per/2/2011 tanggal 21 Pebruari 2011 pada pasal 2 ayat 6 d menyatakan bahwa alat kerja yang diproduksi di luar negeri dan dimiliki oleh penyedia barang/ jasa dalam negeri, dinilai 75% (tujuh puluh lima persen) komponen dalam negeri.
78
menjadi artifisial dan mengaburkan esensi penguatan
kandungan lokal.
c. Strategi 3. Meningkatkan kepastian hukum dalam
berbisnis
Meningkatkan kepastian hukum dalam berbisnis adalah
dengan membuat aturan yang lebih jelas sebagai pedoman
dalam aturan main. Kemudian adanya konsistensi terhadap
aturan yang telah ditetapkan baik dalam kaitannya dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta penyelesaian
masalah (dispute resolution). Mengingat bisnis migas baik di sisi
hulu, maupun hilir adalah sarat dengan logika-logika bisnis,
kebiasaan yang umum di industri, serta standar operasi prosedur
yang menekankan keselamatan kerja, maka dalam hal terdapat
biaya-biaya yang lebih mahal dalam mengelola industri migas,
dibanding industri lainnya, para aparat yang berwenang harus
mendengarkan dan mempertimbangkan dengan serius
pandangan ahli dan praktisi dalam hal terjadi sebuah interpretasi
atau dispute atas pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.
Dispute atau perselisihan bisnis harus diselesaikan
berdasarkan pilihan hukum (choice of law), substansi (contract
base), tata cara (choice of procedure) dan forum penyelesaian
sengketa (choice of forum) yang telah ditentukan dan disepakati
dalam suatu perjanjian atau kontrak. Penyelesaian kasus
perdata dan kontrak dengan menggunakan hukum pidana/
publik selain berpotensi menjadi kriminalisasi perbuatan perdata,
juga menunjukkan ketidak pastian hukum, yang berimplikasi
pada kondusivitas bisnis. Hal ini sangat krusial, terutama
mengingat bisnis migas adalah bisnis yang sarat resiko, dan
berdimensi jangka panjang, dimana aturan-aturan hukum publik
dapat berbeda dengan kesepakatan yang telah ada dalam
Kontrak/ perjanjian.
79
Kepastian hukum tidak saja hanya menyangkut substansi
dan interpretasi terhadap peraturan dan perjanjian, tetapi juga
meliputi adanya kepastian dalam aturan perizinan. Jumlah
persyaratan suatu perizinan, instansi yang berhak mengeluarkan
dan membatalkan suatu izin, jangka waktu yang diperlukan, tata
ruang, standardisasi, serta kompensasi kepada pebisnis atau
masyarakat terdampak sebagai akibat langsung atau tidak
langsung dari suatu kebijakan Pemerintah turut berkontribusi
terhadap meningkatnya kepastian hukum dalam berusaha.
Dalam laporan konsultan internasional, PwC77 tahun 2012
mencatat masih tingginya ketidak pastian dalam peraturan
maupun implementasinya yang terkait dengan fiscal terms,
perpajakan, cost recovery, bea cukai dalam bisnis migas di
Indonesia. Industri migas, sebagai industri berjangka panjang,
padat modal dan lintas negara, adalah industri yang sensitif
terhadap peraturan perundang-undangan.
Hilang atau berkurangnya kerancuan dalam mencampur
hukum bisnis keperdataan dengan hukum publik dan
administrasi, akan meningkatkan kepastian hukum dalam
berbisnis. Kepastian hukum akan meningkat manakala
Pemerintah tidak tunduk kepada tekanan opini publik yang
sering menyalahkan suatu keputusan bisnis yang telah diambil,
tanpa mempertimbangkan konteks pengambilan keputusan
bisnis tersebut.
d. Strategi 4. Meningkatkan kompetensi Perusahaan
Nasional
Meningkatkan kompetensi perusahaan nasional di bidang
migas meliputi kompetensi permodalan, keahlian, managerial
dan operatorship. Kompetensi permodalan akan diperoleh
apabila perusahaan nasional memiliki basis dukungan finansial
yang kuat. Basis dukungan tersebut akan dapat diperoleh dari
perbankan atau pasar modal, maupun lembaga pembiayaan
77
PriceWaterHouseCooper, Oil and Gas in Indonesia, Investment and Taxation Guide, May 2012
80
asing lainnya, apabila perusahaan nasional menunjukkan
prospek yang baik dari sisi penguasaan cadangan migas, jalur
distribusi, kestabilan pasar dan reputasi bisnis.
Pengalaman operatorship atau kerja sama (joint venture)
selain memperkokoh reputasi dan operational excellence juga
akan memberikan eksposur dan pengalaman managerial dan
technical competence kepada sumber daya manusia yang
bekerja di perusahaan.
Peningkatan peran perusahaan nasional dalam value chain
industri pengelolaan migas akan tercermin dari semakin
besarnya porsi pekerjaan konstruksi (EPCI) yang dapat
ditangani perusahaan nasional. Demikian juga dengan industri
penunjang, baik untuk value chain di industri hulu migas maupun
di industri hilir.
Hal lainnya yang tidak kurang pentingnya adalah
tersedianya pasar untuk perusahaan-perusahaan nasional kecil
dan menengah yang menghasilkan bahan-bahan kebutuhan
industri migas. Untuk itu, diperlukan komitmen dan pembinaan
Pemerintah untuk keberlangsungan industri nasional. Tidak
kalah pentingnya adalah mutu yang harus dapat diandalkan,
pada harga yang terjangkau serta ketersediaanya pada
sesewaktu diperlukan.
Untuk mengatasi kelangkaan gas ke pulau Jawa,
sehubungan dengan terbatasnya pasokan gas melalui pipa,
telah dibangun dan dioperasikan fasilitas penerimaan LNG
secara terapung, yaitu FSRU yang dioperasikan PT. Nusantara
Regas78. FSRU adalah terminal terapung pertama di Indonesia,
namun hampir seluruh pekerjaan utama dalam membangun
FSRU tersebut adalah galangan dan perusahaan asing.
78
PT Nusantara Regas adalah Perusahaan Joint Venture antara Pertamina (60%) dan PGN (40%), yang mengoperasikan Floating Storage Receiving Terminal/ Unit di teluk Jakarta. FSRU tsb menampung dan mendelikuifaksi LNG, untuk disalurkan sebagai feeding gas. Konsumen utamanya saat ini adalah PT. PLN. Pengapalan pertama LNG ke PT. Nusantara Regas dilaksanakan tanggal 25 April 2012 dari Bontang dengan kapal tanker LNG Aquarius http://www.nusantararegas.com/; www.bpmigas.go.id/ALF)
81
Diharapkan untuk masa yang akan datang, alih teknologi,
managerial dan operation excellence harus dimiliki oleh
perusahaan nasional dalam rangka peningkatan daya saingnya.
27. Upaya
a. Strategi 1 : Meningkatkan peran migas dalam
pembangunan nasional
1) Untuk meningkatkan peran strategis migas dalam
pembangunan nasional, Pemerintah melalui Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral agar mengusulkan
rancangan undang-undang yang mengembalikan peran
migas dari sekedar komoditas vital strategis menjadi
termasuk sebagai instrumen pertahanan dan keamanan.
Diperlukan kampanye dan sosialisasi penyadaran kolektif
kepada masyarakat untuk mendapatkan kesepahaman
bahwa migas bukan sekedar komoditas vital strategis
semata.
2) Kementerian Keuangan dalam penyusunan RAPBN untuk
tidak menggunakan jumlah minyak dan gas sebagai
indikator atau parameter dalam memenuhi target tahunan
anggaran. Melalui workshop dan focus group discussion
diharapkan ada kesamaan pandang dalam hal ini.
Diperlukan perubahan paradigma, bahwa dari sisi anggaran
yang diperlukan adalah pemenuhan dalam monetary value,
bukan unit value.
3) Lembaga Kepresidenan melalui Unit Kerja Presiden bidang
Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan (UKP4) merubah
paradigma pengukuran kinerja masing-masing Kementerian
dan Lembaga agar tidak ego sektoral. Kinerja ekonomi
nasional adalah yang merupakan tujuan, bukan kinerja
82
kementerian yang terkadang bertolak belakang79. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu penyepakatan melalui focus group
discussion dengan seluruh Kementerian dan Lembaga yang
terkait.
4) DPR-RI agar melakukan kajian dan sinkronisasi terhadap
berbagai produk undang-undang, seperti Undang-Undang
Energi, Undang-undang Migas, Undang-undang Penanaman
Modal dan Undang-undang Keuangan Negara, dalam
kaitannya untuk penempatan migas sebagai bagian dari
Energi untuk keberlangsungan bangsa. Inventarisasi untuk
kajian akademisnya agar dilakukan secara profesional dan
independen serta bebas dari kepentingan jangka pendek.
5) Perusahaan Negara di bidang pengelolaan migas
meningkatkan kapasitas, kompetensi dan komitmennya
dalam kegiatan migas, melalui penguatan permodalan,
ketrampilan dan manajerial para profesionalnya.
6) Media massa dan para intelektual pemerhati media, agar
mengambil tanggung jawab dengan memberikan
pencerdasan kepada masyarakat. Pencerdasan dimaksud
adalah memberikan campaign dan pencerahan bahwa
minyak dan gas adalah bukan sekedar komoditas untuk
menopang APBN, tetapi sebagai modal kekayaan sumber
daya alam yang berdimensi jangka panjang dan strategis.
7) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta
Kementerian Keuangan agar mengadakan sosialisasi dan
pemahaman kepada masyarakat, dengan menggandeng
Perguruan Tinggi dan Tokoh Masyarakat, akan pentingnya
industri migas, termasuk untuk transformasinya dari industri
berbasis sumber daya alam, ke industri yang berbasis
manufaktur dan kreativitas.
79
Contoh klasik untuk hal ini adalah seperti alokasi gas. Kementerian Perdagangan akan lebih menginginkan surplus neraca perdagangan dengan mengekspor gas yang lebih mahal untuk mendapatkan devisa. Di sisi lain, Kementerian Perindustrian lebih menyukai alokasi gas ke domestik, dengan harga yang lebih murah untuk mendorong tumbuhnya industri hilir.
83
b. Strategi 2 : Meningkatkan keterpaduan manajemen
pengelolaan migas
1) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar
melakukan kajian dan pemetaan terhadap proyeksi
kemampuan menghasilkan energi, pertumbuhan ekonomi
dan kebutuhan masyarakat untuk dipadukan dengan
rencana pengembangan infrastruktur migas dan
pemanfaatan migas.
2) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara agar
menyiapkan perencanaan yang matang, terarah dan
terpadu mengenai road map pengembangan kegiatan
migas, mulai dari sisi penyediaan energi, pengolahan,
distribusi dan industri pendukung.
3) Kementerian Perindustrian agar mengembangkan sentra-
sentra industri di daerah-daerah dengan memanfaatkan
sumber daya migas sebagai bahan baku.
4) Bappenas agar merancang kebijakan yang mengaitkan
konektivitas infrastruktur gas, dengan industri hulu,
jaringan pipa, PLN, industri pupuk dan rumah tangga.
Kebijakan ini bersifat jangka panjang, lintas Kementerian,
dengan pelaku ekonomi yang bervariasi.
5) Menko Perekonomian agar melakukan asesmen yang
mendalam dan komprehensif untuk industri migas.
Perpanjangan wilayah kerja migas yang prospektif agar
diwajibkan dengan mengembangan industri pendukung
seperti kilang pengolahan, industri pendukung seperti
kilang pengolahan migas, galangan kapal dan pusat-pusat
riset.
6) Kementerian BUMN agar melakukan pemetaan terhadap
berbagai BUMN, dengan memadukan roadmap long term
plannya secara sinergis dari aspek hulu hingga hilir.
7) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten, Kota agar menyiapkan tata ruang yang
84
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya industri lokal
terkait dengan energi dan sumber daya migas.
8) SKKMIGAS, BPHMIGAS, PT. PERTAMINA, PT PGN, PT
PLN agar meningkatkan koordinasi faktual baik dalam
perencanaan maupun pelaksanaan proyek-proyek utama
terkait dengan pemanfaatan migas mulai dari hulu hingga
hilir.
c. Strategi 3: Meningkatkan kepastian hukum dalam
kegiatan bisnis migas
1) Kementerian Hukum dan HAM agar melakukan
inventarisasi produk-produk hukum dan regulasi yang
secara potensial dapat menghambat investasi migas.
2) Kementerian Dalam Negeri agar melakukan pembinaan,
bimbingan, asistensi dan sosialiasi kepada Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota dalam
penerbitan Perda. Perizinan dan pungutan-pungutan,
untuk tidak bertentangan dengan hierarki ketentuan
perundang-undangan yang lebih tinggi
3) Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) bersama
regulatory bodies investasi sektor migas seperti
SKKMIGAS, BKPM (Badan Koordinasi Penanaman
Modal) agar melakukan sosialisasi dan pemahaman
kepada para pemangku kepentingan di Pemerintahan
agar ada kesamaan pandang untuk konsisten dalam
penerapan hukum hukum bisnis yang secara substantif
berbeda dengan hukum pidana.
4) Lembaga-lembaga politik formal, seperti partai politik dan
DPR agar tetap dapat menjaga kondusivitas bisnis migas,
dengan tidak mempolitisir kebijakan Pemerintah untuk
tujuan jangka pendek dan sentimen nasionalisme yang
tidak berdasar.
85
5) Media massa agar memberikan pendidikan hukum yang
kondusif kepada masyarakat dengan mengedepankan
sosialisasi pentingnya ketertiban, konsistensi dan
kepastian hukum.
6) Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, dan
Kementerian Dalam Negeri, serta kementerian dan
lembaga lain terkait lainnya di bawah koordinasi Wakil
Presiden untuk melakukan kajian kemungkinan untuk
pencabutan kewenangan pemberian perizinan yang
berlapis lintas sektor.
7) SKKMIGAS, PT. Pertamina, PT PGN dan PT PLN,
Perguruan Tinggi bersama dengan KADIN dan asosiasi
perusahaan terkait lainnya untuk memberikan sosialisasi
yang difasilitasi oleh Kementerian BUMN dan
Kementerian ESDM kepada Aparat Auditor dan aparat
Penegak Hukum, untuk mendapatkan kesamaan persepsi
dan pemahaman mengenai prinsip-prinsip hukum kontrak
dan hukum bisnis yang berbeda hakekatnya dengan
hukum publik Keuangan Negara.
d. Strategi 4 : Meningkatkan kompetensi Perusahaan
Nasional
1) Pemerintah melalui Kementerian BUMN, Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral merumuskan kebijakan insentif yang
memungkinkan perusahaan nasional memiliki daya saing
dan kemandirian yang lebih tangguh.
2) Pemerintah dan Instansi pembina usaha terkait migas
seperti Kementerian Tenaga Kerja, SKKMIGAS, KADIN
agar merumuskan dan membuat road map transfer
knowledge, technology dan enterpreneurship yang
mewajibkan perusahaan asing untuk melakukan
pembinaan kepada perusahaan nasional.
86
3) Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, BPPT dan
Kementerian ESDM agar mendorong transformasi bahan
mentah migas menjadi produk manufaktur yang berbasis
bahan baku domestik.
4) Program riset dan pengembangan teknologi serta
perlindungan hak paten agar tetap didorong dan
dilindungi. Perusahaan-perusahaan di lingkungan value
chain migas seperti Perusahaan Migas Nasional, PT. PLN
(Persero), PT. PGN (Tbk), PT Pertamina (Persero) agar
mengambil inisiatif untuk program tersebut, serta
mendapatkan insentif keuangan yang diperlukan.
5) Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan
Kementerian BUMN agar melakukan pemetaan dan
clustering untuk memilah dan memilih BUMN yang dapat
diprivatisasi, diprofitisasi dan direstrukturisasi, yang
dikaitkan dengan penguatan, keberlanjutan dan
kemandirian ekonomi.
6) Kementerian Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan
Kementerian BUMN dan BPPT agar merancang
tumbuhnya kreasi dan inovasi bagi industri hilir untuk
mendapatkan nilai tambah dari transformasi industri
berbasis bahan baku menjadi manufaktur.
7) Pemerintah melalui Kementerian BUMN, Kementerian
Keuangan dan Kementerian ESDM dengan kebijakan
afirmatif agar mengkaji pembentukan BUMN khusus yang
berfungsi sebagai mitra pemegang working interest
operatorship pengelola lapangan migas di wilayah
perbatasan Negara.
8) Pemerintah melalui Kementeria Keuangan agar membuat
kebijakan dan fasilitasi yang memudahkan perusahaan
nasional untuk mengakses kebutuahan pendanaan dalam
rangka investasi maupun operasionalisasi kegiatan migas.
87
BAB VII
PENUTUP
28. Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
a. Untuk mengembalikan peran strategis migas dalam
pembangunan nasional, perlu ada penajaman mindset pada
pemahaman bahwa migas adalah kekayaan nasional kolektif
bangsa. Pengembangan migas tidak boleh terlepas dari desain
besar pembangunan nasional yang berkelanjutan. Hasil yang
diperoleh dari kegiatan migas harus dapat diinvestasikan
kembali untuk bukan saja mencari dan menemukan cadangan
migas baru, tetapi untuk dapat menjadi instrumen transformasi
struktur perekonomian. Struktur perekonomian yang dikehendaki
adalah pergeseran dan peningkatan dari struktur ekonomi
berbasis sumber daya alam, menjadi perekonomian yang
berbasis industri manufaktur, dan selanjutnya meningkat ke
perekonomian yang berbasis sumber daya manusia yang
unggul, inovatif yang ditunjang oleh keunggulan teknologi.
b. Pengelolaan migas yang terpadu hanya dimungkinkan apabila
ada grand design yang jelas, dan konsisten diimplementasikan
oleh Pemerintah secara berkelanjutan tanpa harus terpengaruh
dengan periodisasi kepemerintahan maupun tuntutan
pemenuhan sasaran unjuk kerja (KPI) Kementerian/ Lembaga
yang bersifat jangka pendek/ tahunan. Pengelolaan usaha migas
meliputi keterpaduan antara tahapan, sasaran dan jangka waktu
yang diperlukan untuk konektivitas kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi migas, pengolahan bahan baku di kilang, alokasi
migas untuk berbagai kalangan pengguna, distribusi dan
penyaluran melalui pipa atau pengapalan serta pengembangan
industri pengguna bahan baku migas di daerah penghasil migas,
dan pengaturan manajemen pipa transmisi dan distribusi gas.
88
Pembangunan kawasan dan daerah yang akan memanfaatkan
bahan baku migas hanya dapat dimungkinkan apabila di daerah
yang bersangkutan tersedia infrastruktur dan dibangunnya
sentra-sentra industri.
c. Untuk dapat berjalannya bisnis pengelolaan migas secara sehat
diperlukan adanya kepastian bisnis. Kepastian tersebut
memberikan comfortability dan proteksi bagi para pelaku bisnis
dalam menanamkan modalnya, dan melaksanakan bisnisnya.
Kepastian bisnis juga menyangkut ketaatan dan konsistensi
serta penghormatan kepada ketentuan-ketentuan hukum kontrak
yang mengikat para pihak dalam konteks perdata. Adanya
jaminan untuk tidak dikriminalisasi suatu keputusan bisnis yang
merupakan perbuatan perdata, akan menambah keyakinan para
pelaku bisnis. Perizinan yang sederhana dan tidak tumpang
tindih, kepastian dalam prosedur dan jangka waktu pengurusan
perizinan, serta tidak adanya pungutan-pungutan tambahan
dalam pengurusan perizinan maupun pelaksanaan operasional,
akan memberikan iklim yang kondusif dalam pelaksanaan bisnis.
Perusahaan Nasional akan dapat bertumbuh dengan baik dan
berdaya saing mana kala mendapatkan kesempatan, pembinaan
dan kepastian dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.
d. Peningkatan kapasitas, kompetensi dan daya saing perusahaan
nasional yang meliputi kompetensi manajerial, kompetensi
teknikal operasional, kompetensi finansial permodalan dan
kompetensi teknologi pada berbagai lapisan merupakan sesuatu
keniscayaan. Kebijakan afirmatif Pemerintah untuk memberikan
pembinaan, kesempatan, serta pewajiban kepada Perusahaan
asing untuk memberikan alih teknologi dan exposure manajerial
diperlukan. Pola kompensasi, insentif dan disinsentif yang adil
dan rasional secara ekonomi bagi perusahaan besar dan
perusahaan nasional merupakan suatu mekanisme yang adil
dan workable.
89
29. Saran
Berkaitan dengan pemberdayaan perusahaan nasional di bidang
pengelolaan migas beberapa saran yang dapat diajukan adalah
sebagai berikut :
a. Dalam roadmap kebijakan Pemerintah mengenai pembangunan
ekonomi, disarankan agar sumber daya alam energi
diperhitungkan sebagai faktor dinamisator, akselerator dan
transformator perekonomian, yang bersifat jangka panjang,
bertahap dan terukur.
b. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan
Kementerian Perindustrian disarankan untuk lebih banyak
membuka sekolah - sekolah kejuruan, diklat-diklat keterampilan
dan kewirausahaan dibidang pengelolaan migas. Untuk
mempercepat transfer of knowhow, maka para peserta didik
perlu ditempatkan dan dimagangkan di perusahaan-perusahaan
di bidang pengelolaan migas
c. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta
Kementerian Keuangan disarankan agar mengkaji kemungkinan
pengenaan pajak atas ekspor bahan mentah minyak maupun
gas. Hal ini akan mendorong Perusahaan minyak dan gas bumi
untuk secara nyata dan berdasarkan perhitungan ekonomi yang
realistis mengalokasikan minyak mentah dan gas yang
diproduksi untuk digunakan dan/atau diolah di dalam negeri
d. Untuk mendapatkan nilai tambah dari kegiatan pengelolaan
migas, maka kepada Pemerintah cq Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral dan Kementerian Perindustrian dan
Kementerian BUMN disarankan agar dalam Kontrak Kerja
Sama migas, diwajibkan untuk mendirikan industri yang
memasok sebagian kebutuhan operasionalnya dari dalam
negeri. Pendirian industri tersebut melalui kerja sama dengan
perusahaan nasional.
e. Perizinan dan pungutan yang akan diberlakukan oleh
Pemerintah Daerah hanya boleh diberlakukan setelah
90
mendapatkan persetujuan dari instansi sektoral di tingkat Pusat.
Kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk
mengkoordinasikan teknis pengaturan dan pelaksanaannya.
f. Pemerintah disarankan untuk meningkatkan status hukum dari
dokumen masterplan percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi (MP3EI) menjadi acuan yang setingkat Undang-
undang, agar memiliki kekuatan hukum mengikat yang lebih
pasti. Menteri Perekonomian agar memberdayakan MP3EI
sebagai acuan yang mengikat dalam perencanaan
pembangunan.
g. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian
agar melakukan inventarisasi dan peninjauan terhadap berbagai
produk perundang-undangan dengan memperhatikan pendapat
dari para pemangku kepentingan. Peninjauan tersebut
dimaksudkan untuk mengevaluasi dan mengusulkan pencabutan
atau revisi terhadap perundang-undangan yang tidak
memberikan perlindungan dan pemihakan nyata kepada
perusahaan nasional, seperti undang-undang Penanaman
Modal.
91
DAFTAR PUSTAKA
American security alliance in the middle east,
http://www.greenpeace.org/international/en/news/Blogs/
Asean Free Trade Area, http://en.wikipedia.org/wiki/ASEANFree Trade Area
Asean Economic Community, http://www.asean.org/communities/asean-
economic-community
Badan Pusat Statistik, Publikasi Statistik PLN, 2012
Baker Institute of Policy Studies, April 2007, The changes roles of National Oil
Companies in international Energy Market
Bambang Ismawan,Kemandirian – suatu refleksi – Jurnal Ekonomi Rakyat –
Artikel – Th II – no. 3 Mei 2003.
BPMIGAS membuat Pertamina lebih efisien dan produksi naik,
http://finance.detik.com/read/2012/11/18/123917/2093563/1034/
Choke Point, . http://en.wikipedia.org/wiki/Choke_point
Competitiveness, http://en.wikipedia.org/wiki/Competitiveness
Council on Foreign Relations, Inc., 2001 Strategic Energy Policy, Challenges
for the 21st Century
Forfas study, 2010, The role of State Owned Enterprises : Providing
Infrastructure and Supporting Economic Recovery, Dublin
Fuadi Munir, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, PT Citra Aditya Bakti
Gde Pradnyana, 2010, Optimalisasi Pemanfaatan sumber daya migas guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka pembangunan
SDM, TASKAP, Jakarta, Lemhannas RI
Geopolitical for the People Republic of China
http://www.academia.edu/1931497/
Global Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2012-2013
Global energy Isues, Qualtity of live vs Energy Consumption,
http://www.geni.org/globalenergy/issues/global/qualityoflife
Haliburton ,http://en.wikipedia.org/wiki/Halliburton;
92
Handbook policy maker, http://www.cato.org/sites/cato.org/files/serials/files/
/2009/9/hb111-52.pdf
International Standard Organization, http://www.iso.org/iso/home/about.htm
Laporan tahunan PT. PGN 2012, http.:// www.pgn.co.id
Laporan tahunan SKKMIGAS tahun 2012, http.://www.skkmigas.go.id
Lemhannas RI,2013, Modul Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta
------------------, 2013, Naskah Lembaga Perkembangan Lingkungan Strategis,
Michael Klare, 2004, Blood and Oil, London, Penguin Group
Nusantara Regas, http://www.nusantararegas.com/; www.bpmigas.go.id/ALF)
Onny S. Priyono, A.M.W Pranarka, Pemberdayaan – Konsep, Kebijakan dan
Implementasi, CSIS Jakarta 1996
Pertamina dorong anak perusahaan go public, http. // www.aktual.co/energy.
Power and Policy, The Arab spring and the balance of power in the middle
east ://www.powerandpolicy.com/2012/10/30/
PriceWaterHouseCooper, 2012, Oil and Gas in Indonesia, Investment and
Taxation Guide
Proyeksi Kependudukan, Indonesia,
http://www.datastatistikindonesia.com/proyeksi/index.php
Purwanto Eddy, Polemik.Blok.Mahakam, http://bisniskeuangan.kompas.com/
read/2013/03/04/
Sampurno H,2007, Knowledge-based economy : Sumber Keunggulan Daya
Saing Bangsa, Pustaka Belajar, Jakarta
Schlumberger ,http://en.wikipedia.org/wiki/Schlumberger
Silvana Tordo et.al, 2011, Oil Companies and Value Creation, Volume I, by.
World Bank Working Paper Series #218
TAP MPR nomor II/ MPR/ 1978 Tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila, dari internet, tanpa penerbit, tanpa tahun
93
Teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi,
http://www.sylabus.web44.net/
Warisan Trisakti Bung Karno, http://www.investor.co.id/home/warisan-trisakti-
bung-karno/48623
World Bank, Energy Consumption Indocator,
http://data.worldbank.org/indicator/
World Trade Organization, WTO, http://www.wto.org/english/news.e/htm
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Undang undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Undang-undang Nomor 17 tahn 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional tahun 2005 – 2025.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi
Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Presiden nomor 32 tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
94
DAFTAR LAMPIRAN
2009 © BPMIGAS –All rights reserved
PA
RA
DIG
MA
NA
SIO
NA
L
KO
NS
EP
SI
PE
MB
ER
DA
YA
AN
PR
SH
NA
SIO
NA
L D
I
BID
AN
G P
’LO
LA
AN
MIG
AS
PE
RS
OA
LA
NY
AN
G
DIT
EM
UK
AN
:
1.
ME
LE
MA
HN
YA
PE
RA
N M
IGA
S D
LM
PE
MB
AN
GU
NA
N
NA
SIO
NA
L
2.
KU
RA
NG
TE
RP
AD
UN
YA
MA
NA
JE
ME
N
PE
NG
ELO
LA
AN
MIG
AS
3.
RE
ND
AH
NY
A
KE
PA
ST
IAN
HU
KU
M
DLM
ME
LA
KS
AN
AK
AN
KE
GIA
TA
N B
ISN
IS
MIG
AS
4.
RE
ND
AH
NY
A
KO
MP
ET
EN
SI
PE
RU
SA
HA
AN
NA
SIO
NA
L
PE
MB
ER
DA
YA
A
N P
RS
H
NA
SIO
NA
L D
I
BID
AN
G L
OLA
MIG
AS
SA
AT
IN
I
BA
NG
LIN
GS
TR
AP
EL
UA
NG
& K
EN
DA
LA
•K
EB
IJA
KA
N
•S
TR
AT
EG
I
•U
PA
YA
ALU
R P
IKIR
K’M
AN
DIR
IAN
DA
N D
AY
A
SA
ING
BG
S
ME
NIN
GK
AT
PE
MB
ER
DA
YA
AN
PR
SH
NA
SIO
NA
L
BID
P’L
OL
A’A
N
MIG
AS
YG
DIH
AR
AP
KA
N
PE
MB
ER
DA
YA
AN
PE
RU
SA
HA
AN
NA
SIO
NA
L D
I B
IDA
NG
PE
NG
ELO
LA
AN
MIG
AS
GU
NA
ME
NIN
GK
AT
KA
N K
EM
AN
DIR
IAN
DA
N D
AYA
SA
ING
BA
NG
SA
DA
LA
M
RA
NG
KA
P
EM
BA
NG
UN
AN
NA
SIO
NA
L
Pe
mb
an
gu
na
n
NA
SIO
NA
L
SU
KS
ES
1
2009 © BPMIGAS –All rights reserved
FE
ED
BA
CK
�S
UP
RA
ST
RU
KT
UR
�IN
FR
A
ST
RU
KT
UR
�S
UB
ST
RU
KT
UR
�K
EB
IJA
KA
N K
/L
DA
N P
EM
DA
�IN
FR
A S
TR
UK
TU
R
�A
PA
RA
TU
R
�K
adin
�B
UM
N//
PR
SH
N
�M
AS
YA
RA
KA
T
�..
ME
DIA
MA
SS
A
�P
T, T
oM
as
�R
EG
UL
AS
I
�S
INK
RO
NIS
AS
I
�K
OO
RD
INA
SI
�F
AS
ILIT
AS
I
�S
OS
IAL
ISA
SI
�P
EL
AT
IHA
N
�K
ER
JA
SA
MA
�P
EN
EG
AK
AN
HU
KU
M
�B
AN
GLIS
TR
A.
�P
ELU
AN
G &
KE
ND
ALA
.
INS
TR
UM
EN
TA
L IN
PU
T
�P
AR
AD
IGM
A N
AS
ION
AL
( P
AN
CA
SIL
A, U
UD
NR
I ‘4
5,
WA
SA
NT
AR
A, T
AN
NA
S )
�P
ER
AT
UR
AN
PE
R-U
U-A
N.
SO
M
P’M
BE
RD
AY
AA
N
PR
SH
NA
S D
I B
ID
PE
NG
ELO
LA
AN
MIG
AS
SA
AT
IN
I
PO
LA
PIK
IR
KE
MA
ND
IRIA
N D
AN
DA
YA
SA
ING
BA
NG
SA
ME
NIN
GK
AT
P’M
BE
RD
AY
AA
N
PR
SH
NA
S D
I B
ID
PE
’LO
LA
AN
MIG
AS
YG
DIH
AR
AP
KA
N
EN
VIR
ON
ME
NTA
L I
NP
UT
PE
MB
ER
DA
YA
AN
PE
RU
SA
HA
AN
NA
SIO
NA
L D
I B
IDA
NG
PE
NG
ELO
LA
AN
MIG
AS
GU
NA
ME
NIN
GK
AT
KA
N K
EM
AN
DIR
IAN
DA
N D
AYA
SA
ING
BA
NG
SA
DA
LA
M
RA
NG
KA
PE
MB
AN
GU
NA
N N
AS
ION
AL
Pe
mb
an
gu
na
n
NA
SIO
NA
L
SU
KS
ES
2