Pemberdayaan Nelayan

47
13 PEMBERDAYAN NELAYAN DALAM UPAYA MENGURANGI KEMISKINAN DI KALANGAN NELAYAN INDONESIA 1.1 Pengertian Kemiskinan 1. Kemiskinan absolut: apabila tingkat pendapatannya di bawah “garis kemiskinan” atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja 2. Bank Dunia menetapkan bahwa garis batas kemiskinan adalah US $ 50 perkapita pertahun untuk pedesaan dan US $ 75 perkapita per tahun untuk perkotaan. 3. Prof. Sayogya mengembangkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Golongan paling miskin pendapatannya 240 kg atau kurang beras perkapita pertahun. Golongan miskin sekali pendapatannya 240 hingga 360 kg beras perkapita per tahun. Golongan miskin pendapatannya lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg beras perkapita pertahun. 4. Kemiskinan relatif: kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya 5. Kemiskinan kultural: karena mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif; meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya

Transcript of Pemberdayaan Nelayan

Page 1: Pemberdayaan Nelayan

13

PEMBERDAYAN NELAYAN DALAM UPAYA MENGURANGI KEMISKINAN DI

KALANGAN NELAYAN INDONESIA

1.1 Pengertian Kemiskinan

1. Kemiskinan absolut: apabila tingkat pendapatannya di bawah “garis kemiskinan”

atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum,

antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan

yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja

2. Bank Dunia menetapkan bahwa garis batas kemiskinan adalah US $ 50 perkapita

pertahun untuk pedesaan dan US $ 75 perkapita per tahun untuk perkotaan.

3. Prof. Sayogya mengembangkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas

kebutuhan beras dan gizi. Golongan paling miskin pendapatannya 240 kg atau

kurang beras perkapita pertahun. Golongan miskin sekali pendapatannya 240

hingga 360 kg beras perkapita per tahun. Golongan miskin pendapatannya lebih

dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg beras perkapita pertahun.

4. Kemiskinan relatif: kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis

kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat

sekitarnya

5. Kemiskinan kultural: karena mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau

masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk

memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif; meskipun ada

usaha dari pihak luar untuk membantunya

Page 2: Pemberdayaan Nelayan

14

6. Kemiskinan struktural: kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan

7. Kemiskinan struktural banyak disorot sebagai penyebab tumbuh dan

berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain

8. Laporan BPS Tahun 1996 terdapat 22,5 juta orang miskin, Tahun 1998 79,5 juta

orang (56,8 juta jiwa berada di pedesaan)

1.2 Latar Belakang Kemiskinan Nelayan

Berbagai hasil kajian penelitian, selama ini, tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat

nelayan telah mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka, khususnya yang

tergolong nelayan buruh atau nelayan-nelayan kecil, hidup dalam kubangan kemiskinan.

Kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal kehidupan sehari-hari

sangat terbatas. Bagi masyarakat nelayan, diantara beberapa jenis kebutuhan pokok

kehidupan, kebutuhan yang paling penting adalah pangan. Adanya jaminan pemenuhan

kebutuhan pangan setiap hari sangat berperan besar untuk menjaga kelangsungan hidup

mereka (Kusnadi, 2006)

Kusnadi, 2006 mengidentifikasi sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan

nelayah:

a. Belum adanya kebijakan dan aplikasi pembangunan kawasan pesisir dan

masyarakat nelayan yang terintegrasi atau terpadu di antara para pelaku

pembangunan.

Strategi-strategi yang dapat ditempuh:

i. Mendorong secara bertahap format kebijakan pembangunan nasional

pada masa mendatang untuk lebih berorientasi pada pengembangan

Page 3: Pemberdayaan Nelayan

15

sektor kemaritiman nasional karena memiliki keunggulan komparatif

dan kompetitif dibanding sumberdaya yang lain

ii. Meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi program

pembangunan antar unit kerja di internal instansi departemen; lintas

departemen; atau antar pelaku pembangunan kawasan pesisir dan

masyarakat nelayan.

iii. Mendorong pemda merumuskan blue print kebijakan pembangunan

kawasan pesisir dan masyarakat nelayan secara terpadu dan

berkesinmabungan

b. Menjaga konsistensi kuantitas produksi (hasil tangkap) sehingga aktivitas sosial

ekonomi perikanan di desa-desa nelayan berlangsung terus

Strategi:

i. Meningkatkan kualitas teknologi penangkapan dan dukungan fasilitas

lain yang memadai. Sifat teknologi tersebut adalah ramah lingkungan,

relevan dengan kondisi perairan, dan bisa mengatasi tantangan alam

ii. Meningkatkan akses informasi nelayan terhadap layanan peta lokasi

potensi ikan

iii. Menjaga kelestarian lingkungan laut dengan bergabagi upaya yang

konstruktif dan berlanjut.

c. Maslah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar masuk barang,

jasa, kapital, dan manusia. Berimplikasi melambatkan dinamika sosial, ekonomi,

dan budaya masyarakat nelayan.

Strategi:

Page 4: Pemberdayaan Nelayan

16

i. membangun sarana dan prasarana ekonomi, seperti jalan raya, sarana

transportasi, pelabuhan perikanan, dan fasilitas pendukung lainnya.

ii. Membangun pusat informasi dan fasilitas pendukungnya

d. Keterbatasan modal usaha atau investasi sehingga menyulitkan nelayan

meningkatkan kegiatan ekonomi perikanannya

Strategi:

i. Mengembangkan fungsi lembaga keuangan mikrodan koperasi yang

memihak nelayan

ii. Membangun usaha bersama, seperti melalui pemilikan sarana-sarana

penangkapan secara kolektif

e. Adanya relasi sosial ekonomi ”eksploitatif” dengan pemilik perahu dan pedagang

perantara (tengkulak) dalam kehidupan masyarakat nelayan

Strategi:

i. Mengurangi beban utang piutang yang kompleks para nelayan kepada

pemilik perahu dan tengkulak

ii. Memperbaiki norma sistem bagi hasil dalam organisasi penangkapan,

sehingga tidak merugikan nelayan

iii. Mengoptimalkan peran lembaga ekonomi lokal, seperti KUD Mina dan

TPI

f. Rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan, berdampak sulitnya

peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas hidup

Page 5: Pemberdayaan Nelayan

17

Strategi:

i. meningatkan pemilikan lebih dari satu jenis alat tangkap, agar bisa

menangkap sepanjang musim

ii. mengembangkan diversifikasi usaha berbasis bahan baku perikanan atau

hasil budidaya perairan, seperti rumput laut

iii. memperluas kesempatan kerja sektor off fishing

iv. Transmigrasi nelayan

g. Kesejahteraan sosial nelayan yang rendah sehingga mempengaruhi mobilitas sosial

mereka

Strategi:

i. membangun fasilitas sosial untuk kepentingan publik

ii. Mengurangi ”gaya hidup boros” atau pengeluran rumah tangga yang

kurang perlu dan mentradisiskan menabung (saving)

iii. Mengembangkan program pendidikan atau pelatihan ketrampilan

menengah berbasis kegiatan ekonomi perikanan dan kelautan, bagi

anak-anak nelayan

h. Lemah karsa (Prof. Herman Soewardi)

Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya

nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait

karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud

membuat sehingga nelayan tetap dalam kemiskinannya.

Smith (1979) yang mengadakan kajian pembangunan perikanan di berbagai negara

Asia serta Anderson (1979) yang melakukannya di negara-negara Eropa dan Amerika

Utara tiba pada kesimpulan bahwa kekauan aset perikanan (fixity and rigidity of fishing

assets) adalah asalan utama kenapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan kemiskinan

Page 6: Pemberdayaan Nelayan

18

dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan itu. Kekakuan aset

tersebut adalah karena sifat aset perikanan yang begitu rupa sehingga sulit untuk

dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain.

Akibatnya pada saat produktivitas aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk

mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. Karena itu, meskipun rendah

produktivitas, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhnya

tidak lagi efisien secara ekonomis.

Subade and Abdullah (1993) mengajukan argumen lain yaitu bahwa nelayan tetap

tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost mereka. Opportunity

cost nelayan, menurut definisi, adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau usaha

ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain,

opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka

tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap

melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien.

Ada juga argumen yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan, khususnya di

negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka

nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian apa yang

terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan.

Panayotou (1982) mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan

karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu (preference for a particular way of

life). Pendapat Panayotou (1982) ini dikalimatkan oleh Subade dan Abdullah (1993)

dengan menekankan bahwa nelayan lebih senang memiliki kepuasaan hidup yang bisa

diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata

beorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena way of life yang demikian maka apapun

yang terjadi dengan keadaannya, hal tersebut tidak dianggap sebagai masalah baginya. Way

Page 7: Pemberdayaan Nelayan

19

of life sangat sukar dirubah. Karena itu maka meskipun menurut pandangan orang lain

nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka

merasa bahagia dengan kehidupan itu.

1.3 Indikator Kemiskinan pada Nelayan

Dalam mengukur tingkat kesejahteraan nelayan ada beberapa indikator yang digunakan

seperti indikator Perubahan Pendapatan Nelayan dan indikator Nilai Tukar Nelayan

(NTN). Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (P3K) (2007), mengembangkan konsep

dalam penyusunan indikator kesejahteraan masyarakat pesisir adalah dengan menggunakan

Konsep Pemetaan Kemiskinan (Poverty Mapping). Tahap awal Ditjen P3K baru

melakukan sampling di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Kendari

Propinsi Sulawesi Tenggara dan Pesisir Pantai Propinsi Jawa Timur.

Peta kemiskinan di Propinsi Jawa Timur diukur dengan The Proverty Headcount Index

yang menggambarkan persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan

pengeluaran konsumsi per kapita dibawah garis kemiskinan ; The Proverty Gap Index yaitu

kedalaman kemiskinan di suatu wilayah merupakan perbedaan rata-rata pendapatan orang

miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis kemiskinan tersebut; dan

The Severity of Poverty yang menunjukkan kepelikan kemiskinan di suatu wilayah.

Hasil akhir dari penelitian menyebutkan, bahwa indikator kesejahteraan nelayan yang

terangkum dalam Nilai Tukar Nelayan (NTN) masih dapat dipertahankan sebagai salah

satu referensi dasar yang amat berharga untuk merumuskan kebijakan pembangunan sektor

kelautan dan perikanan. Dalam mempertajam analisis dan kebijakan pemberdayaan

masyarakat nelayan, indikator NTN masih perlu disandingkan dan dilengkapi dengan data

dasar dan indikator kemiskinan nelayan di daerah pesisir dan kawasan pantai di Indonesia.

Page 8: Pemberdayaan Nelayan

20

Hasil studi Pengukurun Indikator Kesejahteraan yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan mengenai indicator kesejahteraan nelayan sebagai berikut :

1. Indikator Kesejahteraan Rakyat

a. Tingkat Kesehatan

Di Kabupaten Sukabumi, pada tahun 2000 derajat kesehatan yang ditunjukkan

dengan indikator persalinan oleh tenaga medis mengalami kenaikan dari 18,53

persen menjadi 20,88 persen. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat

bahwa persalinan yang dibantu oleh tenaga medis lebih aman jika dibandingkan

dengan non medis.

Ditinjau dari tempat dan cara berobat, Penduduk di Kota Kendari sebanyak 31,22

persen penduduk di Kota Kendari masih bergantung kepada pelayanan Puskesmas,

dismping mereka mendapat pelayanan dari dokter praktek dan Rumah Sakit

Pemerintah. Untuk kondisi di tingkat kabupaten, seperti Kabupaten Kendari,

pelayanan kesehatan dari Puskesmas dan Puskesmas Pembantu menjadi tulang

punggung pengobatan masyarakat.

b. Pendidikan

Dalam hal pendidikan, yang paling menarik ditemukan di Propinsi Sulawesi

Tenggara ialah persentase penduduk yang tidak melanjutkan sekolah lagi terlalu

besar. Angka putus sekolah ini mencapai 64,24 persen untuk tingkat Kota Kendari,

sebanyak 69,53 persen untuk tingkat Kabupaten Kendari dan sebanyak 65,85

persen untuk tingkat Propinsi Sulawesi Tenggara. Angka ini terlalu besar,

mencengangkan dan cenderung tidak masuk akal.

Page 9: Pemberdayaan Nelayan

21

Ditinjau dari pendidikan yang ditamatkan, penduduk di Kota Kendari mempunyai

struktur pendidikan masyarakat yang lebih maju daripada penduduk yang tinggal di

tingkat kabupaten, seperti di Kabupaten Kendari. Di Kota Kendari, penduduk yang

berhasil menyelesaikan tingkat pendidikan SLTA ke atas sebanyak 45,32 persen,

sedangkan penduduk yang tinggal di Kabupaten Kendari sebanyak 67,69 persen

dan di kabupaten–kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 65,72

persen hanya berhasil ataupun tidak tamat tingkat pendidikan Sekolah Dasar.

Di Kabupaten Sukabumi, sampai tahun 2000 tingkat pendidikan penduduk di relatif

masih rendah, dimana penduduk yang berumur 10 tahun keatas tercatat 81,32

persen berpendidikan tamat SD ke bawah, sedangkan penduduk yang tamat SLTP

sebesar 11,07 persen, tamat SLTA 6,79 persen dan tamat perguruan tinggi sebesar

0,82 persen.

c. Tenaga Kerja

Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Kendari berbasiskan

kepada lapangan usaha perdagangan dan jasa (64,73 persen), sedangkan penduduk

yang tinggal di Kabupaten Kendari dan Kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi

Tenggara bekerja pada lapangan usaha di bidang pertanian (69,34 persen dan 60,70

persen). Lapangan usaha di bidang pertanian, khususnya perikanan di Kota Kendari

ditekuni oleh 8,96 persen penduduknya.

Bila dilihat dari lapangan pekerjaan, sektor pertanian masih merupakan lapangan

pekerjaan yang banyak menyerap tenaga kerja (penduduk usia 10 tahun keatas yang

bekerja) di Kabupaten Sukabumi sebesar 45,73 persen. Kemudian sektor

perdagangan, hotel dan restauran 20,47 persen, sektor industri pengolahan 11,23

Page 10: Pemberdayaan Nelayan

22

persen dan sektor angkutan dan komunikasi 9,00 persen.

d. Mortalitas dan Fertilitas

Salah satu ukuran indeks kualitas sumberdaya manusia ialah dengan menghitung

jumlah bayi yang lahir meninggal per 1.000 kelahiran, tetapi rupanya data statistik

yang seperti ini tidak selalu tersedia. Sebagai alternatifnya adalah menggunakan

ukuran jumlah anak yang meninggal atau jumlah anak yang hidup. Ketersediaan

fasilitas sarana kesehatan yang lebih baik di Kota Kendari telah berhasil

meningkatkan jumlah anak yang hidup, yakni 86,31 persen daripada jumlah anak

yang hidup di Kabupaten Kendari yang sebanyak 76,40 persen dan di tingkat

Propinsi Sulawesi Tenggara yang sebesar 72,92 persen.

Di Kabupaten Sukabumi, persentase penduduk wanita yang pernah kawin usia 15-

49 tahun menurut jumlah anak yang dilahirkan hidup, yang paling tinggi

persentasenya adalah yang memiliki 2 anak saja yaitu sebesar 22,78 persen.

Sementara yang melahirkan anak 5 atau lebih justru mengalami penurunan,

meskipun tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan keberhasilan program KB.

e. Perumahan

Luas lantai rumah di Kota Kendari untuk ukuran lebih dari 100 meter persegi

sebanyak 23,37 persen, sedangkan di Kabupaten Kendari sebanyak 14,01 persen

dan di Propinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 11,88 persen. Secara kasar dapat

diketahui bahwa penduduk yang lebih sejahtera dinikmati di Kota Kendari daripada

di Kabupaten Kendari dan kabupaten-kabupaten lainnya. Untuk penduduk yang

tinggal di pedesaan, semestinya luas lantai rumahnya dapat lebih leluasa karena

tanahnya yang masih luas.

Page 11: Pemberdayaan Nelayan

23

Kualitas perumahan di Sukabumi secara umum relatif baik. Presentase rumah

tinggal yang berlantai tanah pda tahun 2000 sebesar 0,23 persen, angka tersebut

menunjukkan penurunan jika dibandingkan tahun 1999 (2,66 persen). Rumah

dengan atap yang layak 99,77 persen dan rumah yang berdinding tembok 51,02

persen. Ini berarti hampir separuh lebih kondisi perumahan telah memenuhi syarat

kenyamanan.

f. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Rumah tangga yang hidup di bawah batas kemiskinan dengan golongan

pengeluaran di bawah Rp 100 ribu per kapita per bulan di kota atau dibawah Rp 80

ribu per kapita per bulan di desa dijumpai relatif banyak di desa daripada di kota.

Rumah tangga yang hidup di bawah pengeluaran Rp 100 ribu per kapita per bulan

di Kota Kendari sebanyak 14,98 persen, sedangkan rumah tangga yang hidup di

bawah pengeluaran Rp 80 ribu per kapita per bulan di Kabupaten Kendari sebanyak

57,40 persen dan di Propinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 34,93 persen. Yang

paling menarik ialah di Kota Kendari sudah tidak ada lagi rumah tangga yang

pengeluarannya di bawah Rp 40 ribu per kapita per bulan.

Proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga di Propinsi Sulawesi Tenggara

sebagaimana dengan kondisi di propinsi-propinsi lainnya masih lebih banyak

digunakan untuk membeli makanan daripada untuk non makanan. Ditingkat

propinsi, rumah tangga membelanjakan 69,58 persen pengeluarannya untuk

makanan, sedangkan di Kabupaten Kendari sebesar 76,96 persen dan di Kota

Kendari sebesar 63,33 persen.

Di Kabupatem Sukabumi, persentase pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan

Page 12: Pemberdayaan Nelayan

24

makanan masih dominan yaitu sekitar 70 persen. Sementara sisanya (30 persen)

untuk non makanan. Pada tahun 2000, lebih dari 30 persen pengeluaran bahan

makanan dibelanjakan untuk kelompok padi-padian. Ini menandakan bahwa

sumber karbohidrat yang dipilih penduduk Sukabumi masih bersumber pada padi-

padian. Keadaan ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya (39 persen).

Sebagai sumber protein, kelompok komoditi ikan jauh lebih banyak dikonsumsi

dibandingkan dengan daging, komoditi telur dan susu masing-masing dengan

persentase 10,36 persen; 8,49 persen dan 5,14 persen.

2. Nilai Tukar Nelayan

Nilai tukar nelayan digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui perkembangan

tingkat kesejahteraan nelayan. Data yang ada menunjukkan bahwa kehidupan nelayan di

Kota Kendari mengalami pasang surut kesejahteraannya. Perubahan tersebut bukan hanya

dialami oleh anak buah kapal, juga dialami oleh nahkoda dan juragan sampel. Mereka yang

dirugikan oleh nilai tukar nelayan di bawah indeks 100 persen dialami oleh nahkoda kapal

purse seine, ABK terampil, ABK biasa Pole & Line, juragan pancing tonda, dan ABK

biasa pancing tonda. Beberapa kemungkinan penyebab nilai tukar nelayan berada di bawah

indeks 100 persen dianalisis pada Sub bab Kamiskinan Pada Masyarakat Pesisir Pantai.

1.4 Pembangunan Partisipatif

Beberapa pengertian partisipasi dalam pembangunan yang disampaikan, sebagaimana

dikutip UNDP adalah sebagai berikut (UNDP, 2002):

Page 13: Pemberdayaan Nelayan

25

• Dengan mengacu pada pembangunan pedesaan,…partisipasi melingkupi penyertaan

masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, implementasi program, pembagian

manfaat pembangunannya dan pelibatan mereka dalam evaluasi setiap program (Cohen

dan Uphof, 1977)

• Partisipasi dikaitkan dengan usaha terencana untuk meningkatkan kontrol terhadap

sumberdaya dan regulasi institusi, juga usaha menjadi bagian dari group yang sampai

sekarang ini mengendalikan kontrol tersebut (Pearse dan Stifel, 1979).

• Partisipasi komunitas adalah sebuah proses aktif dimana komunitas lokal

mempengaruhi arah dan penentuan dari suatu proyek pembangunan dengan sebuah

arahan untuk meningkatkan penghasilan, perkembangan pribadi, kepercayaan diri dan

nilai-nilai lain yang mereka harapkan (Paul, 1987).

• Partisipasi dapat dilihat sebagai sebuah proses pemberdayaan terhadap yang selama ini

diambil dan dibatasi. Pandangan ini didasari atas pengenalan terhadap perbedaan-

perbedaan dalam kekuatan politik dan ekonomi diantara berbagai sosial group dan

kelas yang ada. Partisipasi dalam pengertian ini adalah kebutuhan kreasi organisasi dari

golongan kurang mampu yang demokratik, independen dan percaya diri (Ghai,1990).

• Partisipasi dalam pembangunan berpijak atas kemitraan yang dibangun atas dasar

dialog dari berbagai pelaku, agenda disusun bersama, dan sudut pandang dan

pengetahuan lokal dengan sengaja diminta dan dihargai. Dalam hal ini yang terjadi

adalah dialog secara langsung bukan dominasi dari pihak eksternal penyusun agenda.

Sehingga masyarakat menjadi pelaku bukan sekedar pewaris (OECD, 1994).

• Partisipasi adalah sebuah proses dimana para stakeholder mempengaruhi dan berbagi

kontrol terhadap inisiatif pembangunan, pengambilan keputusan, pemanfaatan

sumberdaya yang mempengaruhi mereka (World Bank, 1994).

Page 14: Pemberdayaan Nelayan

26

Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa hal-hal pokok yang terdapat dalam

pembangunan partisipasitif adalah adanya partisipasi dalam: penentuan keputusan,

implementasi, manfaat dan evaluasi.

Di era otonomi daerah seperti sekarang ini pembangunan yang didalamnya

mendorong masyarakat untuk berpartisipasi sangatlah relevan. Sebagaimana dinyatakan

Sumodiningrat (1997:409) bahwa pembaharuan dalam strategi pembangunan daerah yang

memadukan pertumbuhan dan pemerataan pada dasarnya mempunyai tiga arah: pertama,

pemihakan dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, pemberian otonomi dan pendelegasian

wewenang dalam pengelolaan pembangunan di daerah. Ketiga, modernisasi melalui

penajaman dan pemantapan arah dari perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya

masyarakat

Selanjutnya Sumodiningrat (1997:409) menyatakan bahwa perhatian khusus

diwujudkan dalam langkah-langkah strategis yang diarahkan secara langsung pada

perluasan akses kepada sumberdaya pembangunan. Disamping itu, disertai penciptaan

peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat di lapisan bawah untuk berpartisipasi dalam

proses pembangunan. Dengan perluasan seperti itu peran serta masyarakat menjadi

penentu keberhasilan pembangunan daerah. Masyarakat akan makin terbuka, makin

berpendidikan, dan makin tinggi kesadarannya. Dengan demikian, makin tanggap dan

kritis terhadap segala hal yang menyangkut kehidupannya. Dalam masyarakat yang makin

maju dan berkembang, rakyat akan makin aktif ikut serta dalam menentukan nasibnya

sendiri. Peran serta masyarakat yang aktif, akan lebih menumbuhkan potensi daerah

sehingga dapat mempercepat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi ini dilakukan melalui pembangunan

yang berkesinambungan, baik pembangunan ekonomi maupun sosial fisiknya. Untuk

tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan ini, tidak terlepas dari peran serta seluruh

Page 15: Pemberdayaan Nelayan

27

pihak yang terlibat didalamnya, termasuk masyarakat. Diharapkan agar pembangunan ini

dapat dinikmati oleh masyarakat dan dapat juga memperhatikan kelestarian lingkungan

hidup. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa pertumbuhan akan berjalan secara

berkesinambungan jika bertumpu pada masyarakatnya. Hal ini merupakan inti

pembangunan (Kartasasmita, 1997:169)

Selanjutnya Kartasasmita menyatakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat

dapat dilihat dari tiga sisi:

Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya bahwa setiap manusia, setiap masyarakat,

memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama

sekali tanpa daya, karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya

untuk pembangunan daya itu, dengan mendorong, memotivasikan dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).

Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan

iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut

penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang

(opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu, perlu

ada program-program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-

program umum yang berlaku untuk semua, tidak selalu dapat menyentuh lapisan

masyarakat ini.

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan,

harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaan

dalam menghadapi yang kuat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari

interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang

Page 16: Pemberdayaan Nelayan

28

lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan

yang tidak seimbang, dan eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Selanjutnya harus menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri

warga masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya. Karena organisasi adalah suatu power yang penting, maka untuk

empowerment pengorganisasian masyarakat ini menjadi penting sekali. Pendekatan

kelompok juga paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumberdaya juga lebih efisien.

Sungguh penting pula adanya pendampingan. Penduduk miskin pada umumnya

mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan diri. Oleh karena itu diperlukan

pendamping untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki kesejahteraannya.

Pendamping ini dalam konsep pemberdayaan sangat esensial, dan fungsinya menyertai

proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat sebagai fasilitator,

komunikator, ataupun dinamisator serta membantu mencari cara pemecahan masalah yang

tidak dapat dilakukan olen masayarakat sendiri.

Dengan kata lain arah pemberdayaan masyarakat adalah menciptakan suasana atau

iklim untuk mewujudkan pengembangan potensi masyarakat dengan mendorong,

memotivasi, menyadarkan potensi yang dimilikinya untuk berkembang. Memberdayakan

masyarakat dalam bentuk tindakan nyata berupa penyediaan dan berbagai informasi serta

peluang pengembangan dan pemanfaatan ipteks. Memelihara keberlanjutan suasana/iklim

interaksi timbal balik yang beretika antar elemen masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan memang bukanlah hal mudah.

Mewujudkannya memerlukan waktu, sumberdaya, pengertian dan ketekunan. Namun

demikian hasil akhirnya akan menjadikan proses pembangunan yang tidak hanya

(eksklusif) dalam kontrol para profesional eksternal tapi juga melibatkan masyarakat lokal,

representatif mereka, ide-ide mereka, kemampuan dan pengetahuan mereka. Partisipasi

Page 17: Pemberdayaan Nelayan

29

masyarakat dapat menjamin keberlangsungan (sustainability) pembangunan itu sendiri,

dapat membuat aktivitas pembangunan lebih efektif dan dapat membantu meningkatkan

kapasitas lokal.

Dari berbagai faktor yang ada frekuensi pertemuan dan penyebaran (dissemination)

informasi merupakan elemen paling penting yeng menentukan tingkat partisipasi yang

dirasakan masyarakat dalam suatu proyek pembangunan. Meskipun ketika tidak ada

manfaat yang bersifat fisik atau tampak yang segera terjadi, penyebaran informasi dan

konsultansi dalam masyarakat dapat mempersiapkan masyarakat untuk program berikutnya

dan memfasilitasi aktifitas keterlibatan mereka dalam program pembangunan (UNDP,

2002).

1.5 Mengentaskan Kemiskinan Masyarakat Pesisir

Berbagai program, proyek dan kegiatan telah dilakukan untuk mengentaskan

nelayan dari kemiskinan. Namun seperti digambarkan pada Tabel 1, ternyata jumlah

nelayan kecil secara magnitute tetap bertambah. Desa-desa pesisir semakin hari semakin

luas areanya dan banyak jumlahnya. Karena itu meskipun banyak upaya telah dilakukan,

umumnya bisa dikatakan bahwa upaya-upaya tersebut belum membawa hasil yang

memuaskan.

Motorisasi armada nelayan skala kecil adalah program yang dikembangkan pada

awal tahun 1980-an untuk meningkatkan produktivitas. Program motorisasi dilaksanakan

di daerah padat nelayan, juga sebagai respons atas dikeluarkannya Keppres No. 39 tahun

1980 tentang penghapusan pukau harimau. Program ini semacam kompensasi untuk

Page 18: Pemberdayaan Nelayan

30

meningkatkan produksi udang nasional. Namun ternyata motorisasi armada ini banyak

gagal karena tidak tepat sasaran yaitu bias melawan nelayan kecil, dimanipulasi oleh aparat

dan elit demi untuk kepentingan mereka dan bukannya untuk kepentingan nelayan.

Akan tetapi program motorisasi ini juga membawa dampak positip, dilihat dari

bertambahnya jumlah perahu bermotor di banyak daerah di Indonesia. Saat ini bila ada

program pemerintah untuk mengadakan armada kapal/perahu nelayan, atau bila ada

rencana investasi oleh nelayan, selalu pengadaan motor penggerak perahu menjadi

permintaan nelayan.

Program lain yang dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan adalah

pengembangan nilai tambah melalui penerapan sistem rantai dingin (cold chain system).

Sistem rantai dingin adalah penerapan cara-cara penanganan ikan dengan menggunakan es

guna menghindari kemunduran mutu ikan. Dikatakan sistem rantai dingin karena esensinya

yaitu menggunakan es di sepanjang rantai pemasaran dan transportasi ikan, yaitu sejak

ditangkap atau diangkat dari laut hingga ikan tiba di pasar eceran atau di tangan konsumen.

Sistem rantai dingin dikembangkan di seluruh daerah di Indonesia pada awal tahun

1980-an. Namun demikian masalah yang dihadapi adalah sosialisasi sistem ini yang tidak

begitu baik sehingga akhirnya kurang mendapat tempat di hati masyarakat. Sebagai contoh

hingga saat ini, di daerah tertentu di Maluku dan NTT, ada pendapat bahwa ikan yang

menggunakan es adalah ikan yang rendah kualitasnya. Bagi masyarakat di kedua daerah

ini, meskipun ikan sudah sangat turun mutunya namun tetap dikonsumsi bila tidak

memakasi es. Sebaliknya meskipun masih baik mutunya namun apabila menggunakan es

maka ikan tersebut tidak akan dibeli oleh masyarakat.

Page 19: Pemberdayaan Nelayan

31

Alasan lain kurang berhasilnya sistem rantai dingin adalah fasilitas dan prasarana

pabrik es yang tidak tersedia secara baik. Umumnya pabrik es dibangun oleh swasta,

kecuali di pelabuhan perikanan milik pemerintah dimana pabrik es tersedia. Namun

demikian apa yang disediakan oleh pemerintah masih sedikit dan terkonsentrasi di daerah

tertentu saja, bila dibandingkan dengan kebutuhan yang begitu besar dan tersebar merata di

seluruh Indonesia

Program besar lain yang dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan

adalah pembangunan prasarana perikanan, khususnya pelabuhan perikanan berbagai tipe

dan ukuran di seluruh Indonesia. Dengan bantuan luar negeri, selama beberapa tahun

terakhir, pelabuhan perikanan, mulai dari kelas yang sangat kecil yaitu pangkalan

pendaratan ikan hingga kelas yang terbesar yaitu pelabuhan perikanan samudera, dibangun

di desa-desa nelayan dan sentra-sentra produksi perikanan. Akan tetapi, kembali, banyak

pelabuhan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal, di bawah kapasitas, atau tidak

berfungsi sama sekali. Perlahan-lahan, banyak pelabuhan dan fasilitas daratnya mulai rusak

dan usang di makan usia. Akhirnya memang masih banyak pelabuhan yang berfungsi,

namun lebih banyak yang tidak berfungsi atau rusak sebelum dimanfaatkan.

Selain ketiga program di atas, dan banyak program pembangunan lainnya yang

secara tidak langsung berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. Salah satu program yang

dilakukan pada masa pemerintahan Habibie adalah Protekan 2003 yaitu Gerakan

Peningkatan Eskpor Perikanan hingga menjelang tahun 2003 mencapai nilai ekspor 10

milyar dolar. Gerakan ini namun mati pada usia yang sangat muda, sejalan dengan

berhentinya era pemerintahan Habibie.

Page 20: Pemberdayaan Nelayan

32

Program lain berhubungan dengan konservasi dan rehabilitasi lingkungan hidup.

Pembuatan karang buatan, penanam kembali hutan bakau, konservasi kasawan laut dan

jenis ikan tertentu, serta penegakan hukum terhadap kegiatan-kegiatan penangkapan ikan

dengan menggunakan bom, racun, dan alat tangkap ikan yang destrukif adalah program-

program pembangunan yang secara tidak langsung mempengaruhi kesejahteraan nelayan.

Dari sisi kelembagaan dikembangkan juga pola-pola usaha perikanan yang mampu

meningkatkan pendapatan nelayan. Untuk itu dikembangkan koperasi perikanan, KUD

Mina, kelompok usaha bersama perikanan, kelompok nelayan, kelompok wanita nelayan,

dan organisasi profesi nelayan. Demikian juga pola usaha yang secara marak

dikembangkan di hampir seluruh Indonesia adalah perikanan inti rakyat, suatu sistem

usaha dimana nelayan sebagai plasma bermitra dengan perusahaan sebagai inti. Namun

demikian bisa juga dikatakan bahwa upaya-upaya dari sisi kelembagaan ini belum juga

memberikan hasil yang jelas menguntungkan nelayan. Meskipun banyak kelembagaan

nelayan terbentuk, namun hanya sedikit bisa bertahan. Dengan bergantinya waktu, banyak

juga lembaga-lembaga nelayan yang perlahan-lahan mati dan tidak berfungsi. Demikian

juga banyak kemitraan nelayan dan perusahaan besar tidak berlanjut karena ketidakadilan

dalam pembagian hasil, resiko dan biaya. Malahan sebaliknya, pola hubungan kemitraan

antara nelayan dan swasta menjadi sesuatu yang dinilai negatif oleh nelayan dan konsep

yang bagus ini ditolak oleh nelayan.

Keseluruhan program dan

pendekatan yang dilakukan untuk

meningkatkan pendapatan nelayan

Program Pengentasan Program Pengentasan Kemiskinan NelayanKemiskinan Nelayan

• Motorisasi armada perikanan

• Penggunaan es dan rantai dingin

• Pengadaan prasarana pelabuhan

• Rehabilitasi lingkungan

• Protekan 2003• Pengembangan

koperasi perikanan• Pengembangan

kelompok usaha bersama

• Pengembangaan kemitraan usaha

Page 21: Pemberdayaan Nelayan

33

dan mengentaskan mereka dari kemiskinan seperti yang diuraikan diatas, seperti

membuang garam ke laut. Tiada bekas dan dampak yang berarti. Kalau demikian maka

sebetulnya ada sesuatu yang salah dari program-program tersebut. Atau apa yang

dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan. Jadi ada kebutuhan lain yang sebetulnya

merupakan kunci pokok permasalahan. Bila hal tersebut bisa dipecahkan dan ada program-

program pembangunan ke arah itu, barangkali saja pendapatan nelayan sebagai komponen

utama masyarakat pesisir dapat ditingkatkan dan insidens kemiskinan bisa diminimalkan.

1.6 Paradigma Pemberdayaan Sosial Ekonomi

Menurut saya kebutuhan lain yang selama ini tidak dipenuhi yaitu kurang

dilibatkannya masyarakat pesisir dalam pembangunan. Keterlibatan yang dimaksudkan di

sini adalah keterlibatan secara total dalam semua aspek program pembangunan yang

menyangkut diri mereka, yaitu sejak perencanaan program, pelaksanaannya, evaluasinya,

serta perelevansiannya. Dengan kata lain, kekurangan yang dimiliki selama ini yaitu tidak

atau kurang partisipasi masyarakat dalam pembangunan diri mereka sendiri. Padahal

partisipasi itu begitu perlu karena bagaimanapun juga, dan dengan dengan segala jenis

upaya, tidak ada seorang miskinpun yang bisa keluar dari kemiskinannya dengan bantuan

orang lain, bila dia tidak membantu dirinya sendiri. Di Sri Lanka, misalnya, pembangunan

untuk mengatasi kemiskinan nelayan begitu signifikan hasilnya karena prinsip program

pembangunan yang dianut adalah helping the poor to help themselves (BOBP, 1990).

Page 22: Pemberdayaan Nelayan

34

Berbicara mengenai partisipasi,

setiap orang pasti mengatakan bahwa

hal tersebut bukan sesuatu yang baru.

Barangkali pendapat ini ada benarnya.

Namun demikian bisa dikatakan juga

bahwa partisipasi masyarakat terutama

grass root dalam pembangunan selama

50 tahun terakhir ini adalah sesuatu yang artifisial, sebatas slogan, direkayasakan, dan

dipaksakan. Dengan adanya rejim sentralistik maka partisipasi masyarakat tidak mendapat

tempat sama sekali. Inisiatif masyarakat sering dinilai kurang tepat, kalau tidak dikatakan

salah sama sekali. Yang lebih tepat adalah program pemerintah pusat dan program

departemen yang untuk masyarakat dikemas dalam bentuk program-program pembinaan.

Hanya baru pada akhir tahun 1990-an, program pemberdayaan masyarakat sebagai

ganti program pembinaan masyarakat mulai mendapat tempat karena bukti dan

pengalaman empiris di banyak negara. Program pemberdayaan masyarakat seakan-akan

menjadi new mainstream dalam pembangunan, dikembangkan dan dipromosikan oleh

lembaga swadaya masyarakat (LSM). Program pemberdayaan masyarakat berhasil di

banyak tempat karena militansi (sifat ngotot untuk berhasil) LSM untuk melaksanakannya.

Program pemberdayaan masyarakat adalah program pelibatan dan peningkatan partisipasi

masyarakat, program yang berpangkal dan berbasis masyarakat karena sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi mereka, program yang berasal dari bawah yang berarti bahwa

masyarakatlah yang mengusulkannya, serta program yang bersifat advokasi karena peran

orang luar hanya sebatas mendampingi dan memberikan alternatif pemecahan masalah

kepada masyarakat.

PerubahanParadigma

Pembinaan PemberdayaanTop-down, Sentralistik,

Rendah partisipasi, Orientasi proyek,

Peran besar pemerintah,Masyarakat hanya menerima

Bottom-upDesentralistik

Tinggi partisipasiOrientasi tujuan

Peran LSM besarMasyarakat sangat aktif

Perubahan MainstreamPembangunan Masyarakat

Page 23: Pemberdayaan Nelayan

35

Program pemberdayaan masyarakat telah menjadi mainstream upaya peningkatan

kesejahteraan serta pengengentasan kemiskinan. Dengan pemberdayaan masyarakat maka

pembangunan tidak mulai dari titik nadir, tetapi berawal dari sesuatu yang sudah ada pada

masyarakat. Pemberdayaan berarti apa yang telah dimiliki oleh masyarakat adalah

sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga makin nyata kegunaannya

bagi masyarakat sendiri.

1.7 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Berdasarkan konsep pembanguanan masyarakat yang menekankan pada

pemberdayaan maka diformulasikan sasaran pemberdayaan masyarakat pesisir, khususnya

nelayan dan petani ikan yang tinggal di kawasan pesisir pulau kecil dan besar, yang adalah

sebagai berikut:

• Tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari sandang,

pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

• Tersedianya prasarana dan sarana produksi secara lokal yang memungkinkan

masyarakat dapat memperolehnya dengan harga murah dan kualitas yang baik.

• Meningkatnya peran kelembagaan masyarakat sebagai wadah aksi kolektif

(collective action) untuk mencapai tujuan-tujuan individu.

• Terciptanya kegiatan-kegiatan ekonomi produktif di daerah yang memiliki ciri-ciri

berbasis sumberdaya lokal (resource-based), memiliki pasar yang jelas (market-

Page 24: Pemberdayaan Nelayan

36

based), dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan kapasitas

sumberdaya (environmental-based), dimiliki dan dilaksanakan serta berdampak

bagi masyarakat lokal (local society-based), dan dengan menggunakan teknologi

maju tepat guna yang berasal dari proses pengkajian dan penelitian (scientific-

based).

• Terciptanya hubungan transportasi dan komunikasi sebagai basis atau dasar

hubungan ekonomi antar kawasan pesisir serta antara pesisir dan pedalaman.

• Terwujudnya struktur ekonomi Indonesia yang berbasis pada kegiatan ekonomi di

wilayah pesisir dan laut sebagai wujud pemanfaatan dan pendayagunaan

sumberdaya alam laut.

1.8 Tanggung Jawab Stakeholders Dalam Pemberdayaan

Tanggung jawab pemberdayaan masyarakat pesisisr seolah-olah hanya ada pada

Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal ini tentu saja tidak benar karena instansi

pemerintah lainnya memiliki juga tanggung jawab di kawasan pesisir. Departemen

Kelautan dan Perikanan memang menjalankan kegiatan pembangunan yang berfokus pada

pembangunan perikanan, penataan wilayah dan ruang pesisir, pembangunan nelayan dan

pembudidaya ikan, serta eksplorasi potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. Tetapi

tugas-tugas pembangunan lainnya yang memang masih banyak seperti pengembangan

prasarana wilayah, pendidikan, kesehatan, pembangunan pertanian, pembangunan industri

dan jasa, perhubungan, transportasi, komunikasi, serta pembangunan sosial dalam arti yang

luas bukan berada di bawah tanggung jawab Departemen Kelautan dan Perikanan.

Keberhasilan pembangunan atau pemberdayaan masyarakat adalah resultante dari semua

Page 25: Pemberdayaan Nelayan

37

upaya pembangunan yang dilaksanakan atau diprogramkan oleh setiap instansi. Hal ini

perlu diperjelas dan dipahami oleh semua pihak. Dengan istilah yang lebih populer, hal ini

menuntut adanya sinergitas dan koordinasi yang benar-benar terjalin antara berbagai

instansi pemerintah. Bila ini bisa diwujudkan maka pembangunan atau pemberdayaan

masyarakat pesisir dapat dilaksanakan secara lebih komprehensif, terpadu, menyangkut

berbagai aspek pembangunan, bukan saja teknis tetapi juga sosial budaya.

Tanggung jawab pembangunan masyarakat lebih banyak berada pada pundak

pemerintah daerah, dan bukan didominasi oleh pemerintah pusat. Hal ini disebabkan

karena pemerintah daerahlah yang lebih mengenal masyarakatnya, memahami masalah-

masalah yang dihadapi mereka. Selama ini, meskipun pada era desentralisasi dan otonomi

daerah sekarang ini, ada kesan bahwa pengembangan masyarakat dilepaskan dan

diserahkan kepada pemerintah pusat. Penyerahan tanggung jawab ini karena memang

tugas-tugas pembangunan masyarakat termasuk berat untuk dilaksanakan. Dengan adanya

desentralisasi kegiatan pembangunan, selayaknya dan sepatutnya pemerintah daerah lebih

banyak memberikan prioritas pada pembangunan yang berbasis pada masyarakat.

Tanggung jawab pembangunan masyarakat pesisir bukan saja berada pada tangan

pemerintah tetapi juga pihak-pihak non-pemerintah yaitu masyarakat sendiri, pengusaha

swasta, usaha milik negara, dan lembaga swadaya masyarakat. Hal ini berarti bahwa

pemerintah tidak harus berupaya sendiri karena hasilnya tidak akan optimal. Kemampuan

pemerintah sangat terbatas, karena itu kemampuan yang dimiliki pemerintah harus

dipadukan dengan apa yang dimiliki oleh non-pemerintah.

Page 26: Pemberdayaan Nelayan

38

Tangggung jawab membangun masyarakat pada hekekatnya merupakan tanggung

jawab utama masyarakat itu sendiri. Selama ini, masyarakat semata-mata menjadi objek

pembangunan. Dalam hubungan ini, masyarakat didekati, didatangi, diprogramkan, dan

diarahkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nantinya membawa manfaat kepada

mereka. Tentu saja hal ini kurang begitu tepat karena apa yang dilakukan dengan

pendekatakan ini berkesan dipaksakan dan masyarakat sendiri terlibat pada lapisan

permukaan saja. Mereka tidak masuk lebih dalam pada kegiatan-kegiatan pembangunan

dengan pendekatan ini yang akhirnya membuat ketidak-berhasilan. Supaya pembangunan

masyarakat berlangsung dengan tepat maka pemerintah hanya mempersiapkan dan

memfasilitasi lingkungan yang sehat bagi peningkatan, perluasan, serta pendalaman

kegiatan-kegiatan yang telah dimiliki oleh masyarakat sendiri. Hal ini merupakan makna

pemberdayaan yaitu mengembangkan apa yang telah ada pada masyarakat menjadi lebih

besar skalanya, lebih ekonomis, dan lebih berdayaguna dan berhasilguna.

1.9 Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Paling tidak ada lima pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir yang baru saja

diimplementasikan. Dengan adanya kelima pendekatan ini tidak berarti bahwa pendekatan

lain tidak ada. Selama ini, baik lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan maupun

instansi pemerintah lainnya, pemerintah daerah, dan khususnya lembaga swadaya

masyarakat dalam bentuk yayasan dan koperasi telah banyak yang melakukan kegiatan

pemberdayaan masyarakat. Kelima pendekatan tersebut adalah: (1) penciptaan lapangan

kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga, (2) mendekatkan masyarakat

dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri

sendiri (self financing mechanism), (3) mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi

baru yang lebih berhasil dan berdaya guna, (4) mendekatkan masyarakat dengan pasar,

serta (5) membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Kelima

Page 27: Pemberdayaan Nelayan

39

pendekatan ini dilaksanakan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi,

keinginan, kebutuhan, pendapatan, dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat.

Uraian singkat tentang kelima program ini adalah sebagai berikut.

Mengembangkan Mata Pencaharian Alternatif

Pertama, Pengembangan mata pencaharian alternatif dilaksanakan dengan

pertimbangan bahwa sumber-daya pesisir

secara umum dan perikanan tangkap

secara khusus telah banyak mengalami

tekanan dan degradasi. Data empiris

menunjukkan bahwa sudah terlalu banyak

nelayan yang berkonsentrasi di perairan

tertentu. Malahan secara nasional,

tampaknya jumlah nelayan juga sudah berlebihan. Potensi ikan laut yang tersedia, kalau

memang benar estimasinya, sudah tidak mampu dijadikan andalan bagi peningkatan

kesejahteraan. Kalau jumlah ikan yang diperbolehkan ditangkap betul-betul diambil

semuanya maka berdasarkan perhitungan kasar secara rata-rata, nelayan sangat sulit untuk

sejahtera.

Ada banyak alasan yang mendasari terlalu banyaknya jumlah nelayan, yang

diperhadapkan dengan jumlah ikan yang terbatas yang diperkirakan sekitar 6,2 juta ton per

tahun potensi lestari. Namun salah satu alasan yang mendasar dan perlu dikaji lebih jauh

yaitu status sumberdaya perikanan yang de facto akses terbuka. Akses terbuka atas

sumberdaya ikan membawa serangkaian dampak yang berakhir pada kemiskinan. Ilustrasi

drama dampak akses terbuka yaitu bahwa dengan segala upaya untuk menangkap seluruh

5 Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

• Pengembangan mata pencaharian alternatif• Pengembangan akses modal melalui self-

financing mechanism.• Pengembangan akses teknologi dengan

biaya murah dan pelayanan cepat.• Pengembangan akses pasar untuk

meningkatkan nilai tambah produk.• Pengembangan solidaritas dan aksi kolektif

Page 28: Pemberdayaan Nelayan

40

jenis ikan yang diperbolehkan, pendapatan per keluarga nelayan hanya sekitar Rp 400 ribu

per bulan.

Dengan drama seperti ini

maka pengembangan mata penca-

harian alternatif bagi nelayan

adalah suatu keharusan. Pengem-

bangan mata pencaharian alternatif

ini diarahkan untuk mengalihkan

profesi nelayan atau sebagai

tambahan pendapatan. Dengan kata lain, program diversifikasi pendapatan layan untuk

dikembangkan, yang dapat diarahkan bukan saja untuk nelayan tetapi juga untuk anggota

keluarganya, teristimewa istri atau perempuan nelayan yang memang besar potensinya.

Pengembangan mata pencaharian alternatif bukan saja dalam bidang perikanan, seperti

pengolahan, pemasaran, atau budidaya ikan, tetapi patut diarahkan ke kegiatan non-

perikanan. Smith (1983) berargu-mentasi bahwa bila kondisi akses terbuka masih saja

terjadi maka apapun upaya peningkatan kesejahteraan yang dilakukan, baik pada kegiatan

penangkapan ikan maupun pada kegiatan yang berkaitan seperti pada pengolahan dan

pemasaran ikan tidak akan memberikan hasil peningkatan kesejahternaan. Jadi masalah

utamanya adalah perlunya penataan sumberdaya perikanan secara lebih baik sehingga

drama akses terbuka tidak terjadi.

Akses Terhadap Modal

Drama Akses Terbuka

• Bertambahnya nelayan miskin

• Berkurangnya pendapatan

• Sumberdaya semakin berkurang

• Lingkungan semakin rusak

• Penggunaan alat tangkap ikan dan metode destruktif.

• Kompetisi antar nelayan yang sangat tinggi

• Keresahan dan frustasi sosial

Page 29: Pemberdayaan Nelayan

41

Elemen kedua strategi pemberdayaan nelayan adalah pengembangan akses modal.

Strategi ini sangat penting karena pada dasarnya saat ini masyarakat pesisir, khususnya

nelayan dan pembudidaya ikan

sangat sulit untuk memperoleh

modal. Sifat bisnis perikanan yang

musiman, ketidakpastian serta resiko

tinggi sering menjadi alasan

keengganan bank menyediakan

modal bagi bisnis ini. Sifat bisnis

perikanan seperti ini yang disertai

dengan status nelayan yang umumnya rendah dan tidak mampu secara ekonomi membuat

mereka sulit untuk memenuhi syarat-syarat perbankan yang selayaknya diberlakukan

seperti perlu adanya collateral, insurance dan equity.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) melalui Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat (DPM) telah berupaya menjalin hubungan dengan berbagai lembaga

perbankan nasional dan daerah untuk menggugah perhatian mereka agar masuk ke sektor

perikanan. Tetapi sayangnya belum banyak hasilnya, dibandingkan dengan begitu besarnya

kebutuhan. Upaya yang sama telah juga dilakukan dengan menghubungi lembaga-lembaga

lain, tetapi sama hasilnya. Beberapa perusahaan negara dan swasta telah mulai

menunjukkan keinginan mereka untuk membantu masyarakat di sektor ini dengan cara

menyisihkan sebagian keuntungan mereka untuk membantu usaha skala kecil dan

menengah di sektor ini. Program ini dinamakan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi

(PUKK) yang adalah merupakan penyisihan sekitar 5% keuntungan perusahaan, utamanya

BUMN, bagi pengembangan usaha kecil dan menengah.

Ilustrasi Drama Akses Terbuka

• Potensi ikan lestari = 6,18 juta ton/tahun

• Jumlah tangkapan yang diperbolehkan = 5,0 juta ton/tahun.

• Produki tahun 1998 = 3,8 juta ton.

• Nilai produksi tahun 1998 = Rp 19 trilyun

• Jumlah seluruh KK nelayan tahun 1998 = 4 juta orang.

• Pendapatan kotor per KK per tahun = Rp 4.750.000.

• Pendapatan kotor per KK per bulan = Rp395.383.

Page 30: Pemberdayaan Nelayan

42

Dengan memperhatikan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir akan

modal ini maka salah satu alternatif adalah mengembangkan mekanisme pendanaan diri

sendiri (self-financing mechanism). Bentuk dari sistem ini tidak lain adalah pengembangan

lembaga keuangan mikro, dan nantinya makro, yang dikhususkan dalam bidang usaha di

pesisir, utamanya bidang perikanan. Meskipun masih dalam tahapan konsep, wacana, dan

ujicoba, saat ini telah dirintis dan dimulai pengembangan mekanisme pendanaan oleh diri

sendiri yang dikenal dengan nama (1) Lembaga Mikro Mitra Mina (M3), dan (2) Mina

Ventura, dan (3) Asuransi Nelayan.

Lembaga M3 adalah aplikasi dan modifikasi grameen bank pada masyarakat

pesisir. Melalui program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) tahun 2000

dan 2001, telah dikembangkan M3 di 26 Kabupaten pada tahun 2000, dan rencananya 125

Kabupaten pada tahun 2001. Pada akhir tahun 2001, diharapkan M3 secara mandiri atau

merupakan unit usaha dari lembaga lain di tingkat desa akan ada di sekitar 370 desa pesisir

di Indonesia.

Tidak seperti M3 yang sudah mulai diaplilasikan, Mina Ventura masih dalam tahap

konsep dan ujicoba. Konsep Mina Ventura adalah aplikasi modal ventura pada bisnis

perikanan. Karena modal ventura berdasarkan atas sistem bagi hasil maka tampaknya tidak

terlalu sulit mengaplikasikan Mina Ventura pada bidang perikanan. Perbedaan Mina

Ventura dari M3 yaitu bahwa Mina Ventura diarahkan untuk usaha menengah, sementara

M3 pada usaha mikro dan kecil. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan Mina

Ventura adalah kesulitan dana untuk modal awal. Sudah beberapa lembaga, asing dan

nasional, yang didekati untuk mendanai Mina Ventura. Sayang belum ada jawaban yang

Page 31: Pemberdayaan Nelayan

43

positip. Tentu saja karena banyak kendala. Salah satunya, barangkali, karena konsepnya

yang belum matang. Karena itu, perlu ada kajian lebih jauh tentang Mina Ventura.

Bentuk skim asuransi yang tepat bagi masyarakat pesisir, khususnya nelayan

sedang dikembangkan. Ujicoba telah dilakukan di tiga daerah yaitu Cirebon, Pandeglang

dan Pelabuhan Ratu. Pengembangan asuransi dilaksanakan karena usaha di laut yang

penuh resiko. Skim asuransi juga dikembangkan juga untuk asuransi kredit, sebagai

jaminan nelayan dalam mengajukan kredit ke bank. Kesulitan dalam pengembangan

asuransi nelayan yaitu banyak nelayan yang belum menyadari perlunya hal ini. Hal

tersebut disebabkan karena sudah terlalu lama mereka dimanjakan oleh organisasi profesi

nelayan yang berjanji memberi asuransi kepada mereka bila mana ada kecelakaan atau

resiko lain yang harus ditanggung. Akibatnya nelayan mau dirinya atau propertinya

diasuransikan tetapi enggan untuk membayar. Karena itu maka bentuk skim yang tepat

yang bisa diterima nelayan perlu dikaji untuk dikembangkan.

Akses Terhadap Teknologi

Teknologi yang digunakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, pada umumnya

masih bersifat tradisional. Karena itu maka produktivitas rendah dan akhirnya pendapatan

rendah. Upaya meningkatkan pendapatan dilakukan melalui perbaikan teknologi, mulai

dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan pemasaran. Berkaitan dengan teknologi

yang digunakan, terdapat juga sifat masyarakat (nelayan) yang menentukan atau

ditentutukan oleh penggunaan teknoloi tersebut (Tabel 2). Untuk itu maka upaya

Page 32: Pemberdayaan Nelayan

44

pemberdayaan masyarakat melalui perbaikan teknologi harus juga mempertimbangkan

sifat dan karakteristik masyarakat.

Tabel 2. Sifat Teknologi Nelayan Industri dan Tradisional

Kurang dari sehariLebih dari sehariLama trip

Sedikit atau tidakBanyakPenggunaan es

Dekat pantai, terkosentrasiJauh dari pantai, sekitar rumponDaerah penangkapan

Sering terisolasiTerasimilasiKondisi sosial

Diolah tradisionalUmumnya segarPengolahan hasil

Pedagang lokalPasar yang terorganisirPenjualan hasil

RendahTinggiProduktivitas

Kecil, dukungan tengkulakBesar, dukungan perbankanInvestasi

ManualMekanisPeralatan

Motor tempelBermesin dalamKapal

Umumnya separuh waktuPenuh waktuKomitmen waktu

Nelayan senior, milik kelompokNon-nelayan, modal besar, perbankanKepemilikan

Tenaga keluarga, tidak ada pembagian kerja

Stabil, pembagian kerja, prospek karir

Unit penangkapan

TradisionalIndustriVariabel

Upaya-upaya peningkatan akses masyarakat terhadap teknologi belum banyak

dilakukan. Hal ini karena adanya kesulitan untuk mengindentifikasi jenis dan tipe

teknologi yang dibutuhkan masyarakat. Seringkali, justru masyarakatlah yang lebih maju

dalam mencari dan mengadopsi teknologi yang diinginkan. Sehingga kadang-kadang

pemerintah tertinggal. Dengan kata lain, dalam hal teknologi masyarakat lebih maju dari

pemerintah.

Kesulitan lain dalam hal akses teknologi yaitu kurangnya atau tidak adanya

penyuluh atau mereka yang berfungsi sebagai fasilitator dan katalisator. Pada awalnya

memang ada penyuluh perikanan yang memerankan tugas ini. Namun dengan DKP sebagai

suatu lembaga baru, konsolidasi yang dilakukan untuk memfungsikan penyuluh perikanan

Page 33: Pemberdayaan Nelayan

45

dalam menyediakan akses teknologi bagi masyarakat belum sepenuhnya berjalan dengan

baik.

Sebagai upaya dalam mengatasi kurangnya tenaga penyuluh perikanan, melalui

proyek PEMP tahun 2001 ini, telah diadakan pelatihan bagi sekitar 500 tenaga pendamping

desa yang nantinya akan bertugas membantu masyarakat dalam membangun daerah

pesisir. Tenaga pendamping desa ini direkruit dari LSM lokal, berijazah minimum D3,

memiliki pengalaman dalam pembangunan masyarakat, serta bersedia tinggal di desa

selama masa proyek.

Akses Terhadap Pasar

Pasar adalah faktor penarik dan bisa menjadi salah kendala utama bila pasar tidak

berkembang. Karena itu maka membuka akses pasar adalah cara untuk mengembangkan

usaha karena bila tidak ada pasar maka usaha sangat terhambat perkembangannya.

Untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan masyarakat

pesisir maka upaya yang dilakukan adalah mendekatkan masyarakat dengan perusahaan-

perusahaan besar yang juga adalah eksportir komoditas perikanan. Untuk itu maka kontrak

penjualan produk antara masyarakat nelayan dengan perusahaan ini dilaksanakan.

Keuntungan dari hubungan seperti ini yaitu masyarakat mendapat jaminan pasar dan harga,

pembinaan terhadap masyarakat terutama dalam hal kualitas barang bisa dilaksanakan,

serta sering kali masyarakat mendapat juga bantuan modal bagi pengembangan usaha.

Meskipun hubungan seperti ini sudah ada, secara umum boleh dikatakan bahwa

masyarakat masih menghadapi pasar yang tidak sempurna strukturnya, monopoli ketika

masyarakat membeli faktor produksi serta monopsoni ketika masyarakat menjual produk

Page 34: Pemberdayaan Nelayan

46

yang dihasilkan. Struktur pasar yang tidak menguntungkan masyarakat ini disebabkan

karena informasi yang kurang mengenai harga, komoditas, kualitas, kuantitas serta

kontinyutas produk. Kelangkaan informasi ini begitu rupa sehingga umumnya masyarakat

hanya menghasilkan produk-produk yang serupa sehingga akhirnya membuat kelebihan

pemasokan dan kejatuhan harga.

Pengembangan Aksi Kolektif

Pemberdayaan melalui pengembangan aksi kolektif sama artinya dengan

pengembangan koperasi atau kelompok usaha bersama. Hanya di sini istilah yang

digunakan adalah aksi kolektif yaitu untuk membuka kesempatan kepada masyarakat

membentuk kelompok-kelompok yang diinginkannya yang tidak semata-mata koperasi

atau kelompok usaha bersama. Aksi kolektif merupakan suatu aksi bersama yang

bermuara pada kesejahteraan setiap anggota secara individu.

Upaya pengembangan aksi kolektif yang dilakukan selama ini yaitu melalui

pengembangan kelompok yang berbasis agama seperti koperasi pondok pesantren. Juga

dikembangkan kelompok-kelompok yang beraliansi dengan LSM tertentu yang memang

memiliki staf dan dana untuk pembangunan masyarakat pesisir. Kelompok yang juga

mendapat perhatian adalah kelompok wanita atau perempuan. Untuk itu juga sedang dicari

suatu format pemberdayaan perempuan dengan penekanan pada peranan mereka dalam

usaha meningkatkan ekonomi keluarga. Aplikasi model grameen bank dengan fokus pada

wanita nelayan telah dikembangkan di Bekasi dan Kepulauan Seribu pada tahun 2000, dan

pada tahun 2001 ini dikembangkan juga di Tual (Maluku Tenggara), Brebes (Jawa

Tengah) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Selain itu juga dikembangkan aksi kolektif

wanita pengolah ikan di Gunung Kidul (Yoyakarta) dan Cirebon (Jawa Barat) sehingga

mereka dapat dengan mudah memperoleh input produksi dan dengan mudah pula menjual

hasil olahannya dengan harga yang lebih baik.

Page 35: Pemberdayaan Nelayan

47

Pengembangan aksi kolektif ini masih sangat prematur dan memerlukan kajian

untuk mencari bentuk-bentuknya yang sungguh-sungguh berguna bagi masyarakat.

Beberapa aksi kolektif yang pernah berkembang memang tidak begitu murni sebagai ide

dan gagasan masyarakat. Akhirnya aksi kolektif atau semi-kolektif seperti perikanan inti

rakyat serta kemitraan usaha antara masyarakat dan pengusaha besar hanya membawa

ketidakpuasan kepada masyarakat dan berhenti di tengah jalan. Ini terjadi karena aksi semi-

kolektif tersebut sangat bias kepada kepentingan pengusaha.

Selanjutnya Kusnadi (2006) menjelaskan bahwa walaupun para nelayan

2. Pengertian Pemberdayaan Sosial

Pemberdayaan sosial merupakan dua kata yang masing-masing

memberi makna yang berbeda penjelasannya secara sosiologis. Dua kata

tersebut memberikan pengetahuan kepada kita tentang ruang lingkup

pemberdayaan sosial. Sementara kata sosial secara sosiologis dapat berarti

individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, yang menggambarkan

unit analisis dalam suatu kegiatan riset atau suatu kajian atau suatu

program. Dalam wacana pembangunan masyarakat, konsep

Page 36: Pemberdayaan Nelayan

48

pemberdayaan sangat terkait dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan

kerja dan keadilan (Hikmat, 2001). Konsep mandiri, partisipasi, jaringan

kerja dan keadilan tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan

masyarakat, antara lain aspek ekonomi, sosial budaya, politik dan lain

sebagainya termasuk ideologi, dan pertahanan keamanan (hankam).

Hasil kajian atas penelitian sosiologi pedesaan yang dilakukan oleh

mahasiswa pascasarjana Program Studi Sosiologi Pedesaaan Institut

Pertanian Bogor selama periode 1981-2003 juga menunjukkan bahwa

beberapa aspek yang diperlukan dalam upaya pemberdayaan sosial adalah

aspek ekonomi, sosial budaya, politik (Nasution, 2007). Aspek-aspek

tersebut dikelompokkan lagi menjadi bagian-bagian kecil yang merupakan

bidang kajian tertentu, sebagaimana digambarkan pada Tabel 1.

Dengan demikian, terlihat bahwa secara sosiologis pemberdayaan

berbagai aspek kehidupan masyarakat dapat dibedakan berdasarkan

target perubahan yang diinginkan, yaitu individu, kelompok, komunitas

atau masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa dalam

pembangunan juga harus ada target sasaran yang mana yang ingin

Page 37: Pemberdayaan Nelayan

49

dicapai, kelompok, atau individu, komunitas atau masyarakat (Leuer,

2003). Sejalan dengan ini, Hikmat (2001) mengemukakan bahwa

pemberdayaan dapat diletakkan pada kekuasaan tingkat individu dan

sosial. Dan pemberdayaan itu sendiri merupakan sebuah upaya untuk

mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat.

Ada dua elemen terpenting di dalam konsep pemberdayaan yaitu

mempertemukan peranan pemerintah dan masyarakat secara egaliter

(Hikmat, 2001). Masyarakat dengan potensi sosial (social capital)-nya

serta pemerintah dengan kebijakannya, secara bersama-sama akan

memberikan warna terhadap sumberdaya dan pengelolaannya. Hal inilah

yang akan menjadi fokus terpenting di dalam penentuan konsep

pemberdayaan. Modal sosial masyarakat juga dapat memperkuat

kapasitas organisasi yang mewadahi kegiatan ekonomi di dalam kerangka

pemberdayaan sosial. Modal sosial, juga mencakup perasaan simpati dari

seseorang atau suatu kelompok orang kepada seseorang atau kelompok

lainnya.

Perasaan simpati itu dapat berupa rasa kagum, perhatian, peduli,

empati, penghargaan, rasa tanggungjawab, atau kepercayaan terhadap

seseorang atau sekelompok orang (Robison et al., 2002 dalam Syahra,

2003). Dalam pemberdayaan sosial, faktor yang juga penting adalah

bagaimana mendudukkan masyarakat pada posisi pelaku (subjek)

Page 38: Pemberdayaan Nelayan

50

pembangunan yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif. Konsep

gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengutamakan

inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok adalah memberi

kekuatan (power) kepada masyarakat. Hal ini sesuai pula dengan

pertimbangan bahwa masyarakatlah yang lebih memahami kebutuhan dan

permasalahan yang mereka hadapi. Untuk itu, masyarakat harus

diberdayakan agar mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-

kebutuhannya. Mereka juga dilatih untuk dapat merumuskan rencana-

rencananya serta melaksanakan pembangunan secara mandiri dan

swadaya.

Kemiskinan Nelayan : Permasalahan dan Upaya Penanggulangan

Selama tiga dekade, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan. Upaya-

upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta jiwa

(40,1%) pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta jiwa (11,3%) tahun 1996.

Namun, krisis ekonomi yang terjadi sejak Juli 1997, telah membawa dampak negatif bagi

kehidupan masyarakat, termasuk menambah kembali jumlah penduduk miskin. Menurut

perhitungan BPS, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta

jiwa (24,2%).

Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian, jumlah penduduk miskin menurun

secara bertahap. Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin diperkirakan sebanyak 36,1

Page 39: Pemberdayaan Nelayan

51

juta jiwa (16,6%). Dari jumlah tersebut, 11,5 juta jiwa (12,6%) berada di perkotaan dan

24,6 juta jiwa (19,5%) berada di perdesaan.

Terintegrasi dan Sistemik

Adanya penurunan jumlah penduduk miskin bukan berarti bahwa persoalan kemiskinan

telah selesai. Di samping jumlah penduduk miskin eksisting masih terbilang banyak,

belakangan Indonesia juga didera beragam persoalan, mulai dari bencana gempa bumi.

tsunami, busung lapar, dll yang memperberat beban penduduk miskin dan diperkirakan

menambah jumlah penduduk miskin hingga 1 juta jiwa.

Krusialnya masalah kemiskinan dan betapa masalah ini sangat menyentuh kebutuhan

masyarakat yang paling mendasar merupakan hal penting yang menjadi perhatian penuh

pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah telah melakukan upaya pengarusutamaan

(mainstreaming) program-program penanggulangan kemiskinan di seluruh kementerian

dan lembaga pemerintah non departemen. Di samping itu, telah disusun pula Strategi

Nasional penanggulangan kemiskinan yang menjadi acuan dalam penanggulangan

kemiskinan dan dijabarkan dalam rencana kerja pemerintah setiap tahunnya.

Berbicara masalah kemiskinan, nelayan seringkali dipandang sebagai salah satu kelompok

masyarakat yang identik dengan kemiskinan. Anggapan ini patut direnungkan bersama,

mengingat kenyataan bahwa struktur usaha perikanan tangkap sejauh ini memang masih

didominasi oleh usaha skala kecil.

Sebagian besar nelayan yang tergolong miskin merupakan nelayan artisanal yang memiliki

keterbatasan kapasitas penangkapan baik penguasaan teknologi, metode penangkapan,

maupun permodalan. Masalah kemiskinan juga disebabkan adanya ketimpangan

pemanfaatan sumber daya ikan. Di satu sisi, ada daerah yang padat tangkap dengan jumlah

Page 40: Pemberdayaan Nelayan

52

nelayan besar terutama di Pantura Jawa. Di sisi lain ada daerah yang masih potential

namun jumlah nelayannya sedikit seperti di Papua, Maluku, NTT dan Ternate. Masalah

strukturaI yang dihadapi nelayan makin ditambah dengan persoalan kultural seperti gaya

hidup yang tidak produktif dan tidak efisien.

Secara alami ada interaksi yang sangat kuat antara ketersediaan sumber daya ikan, jumlah,

perilaku, dan kapasitas nelayan serta ekonomi dari hasil usaha penangkapan. Oleh karena

itu, kemiskinan nelayan harus dipandang sebagai suatu sistem yang memiliki komponen

saling berinteraksi. Dengan demikian pendekatan yang paling tepat dalam penanggulangan

kemiskinan adalah dengan pendekatan kesisteman.

Dengan pendekatan kesisteman, Ditjen Perikanan Tangkap telah mencanangkan dan

melaksanakan berbagai program untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan nelayan.

Berikut beberapa program penanggulangan kemiskinan dimaksud.

Unit Bisnis Perikanan Terpadu

Seringkali nelayan dihadapkan pada sistem tata niaga yang tidak berpihak bahkan sangat

merugikan nelayan. Pada saat akan membeli faktor produksi nelayan dihadapkan pada

harga yang sangat tinggi, sementara pada saat akan menjual hasil tangkapan, nelayan

dihadapkan pada harga jual yang sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh panjang dan

masih sangat berperannya para pedagang perantara.

Untuk mengatasi masalah di atas, sejak tahun 2004 Ditjen Perikanan Tangkap

mencanangkan pembangunan Unit Bisnis Perikanan Terpadu (UBPT) dil sentra-sentra

nelayan (Pelabuhan Perikanan). Sasaran dari pendirian UBPT adalah:

1. Terwujudnya kemudahan asses terhadap faktor (input) produksi dan pemasaran

hasil bagi usaha perikanan tangkap skala kecil dengan harga yang wajar;

Page 41: Pemberdayaan Nelayan

53

2. Makin terberdayakannya koperasi perikanan/KUB, termasuk dalam hal

manajemen, penguatan modal maupun peningkatan fasilitas pendukung usaha.

Sebagai satu bentuk unit bisnis terpadu, maka keberadaan UBPT tidak hanya perlu

dukungan pemerintah, tetapi juga memerlukan peran serta aktif pihak swasta. Dengan

demikian, diharapkan akan makin banyak investasi swasta di pelabuhan perikanan

sehingga hal ini tidak saja menguntungkan nelayan, tetapi juga membawa manfaat bagi

sektor swasta sendiri.

SPBN/SPBN

Saat ini bahan bakar minyak (BBM) merupakan input produksi yang mempunyai peranan

sangat penting bagi kelangsungan usaha penangkapan ikan. Hasil identifikasi dan supervisi

di berbagai sentra kegiatan nelayan menunjukkan bahwa kontribusi komponen biaya BBM

terhadap keseluruhan biaya operasi penangkapan ikan per trip berkisar antara 30-50%

untuk kelompok nelayan skala menengah ke atas dan 40-60% untuk kelompok nelayan

skala kecil.

Dalam hal kebutuhan akan BBM, selain persoalan kenaikan harga BBM, nelayan juga

dihadapkan pada harga eceran yang di atas harga yang ditetapkan pemerintah karena

besarnya peran penyalur atau pengijon dalam memainkan harga di tingkat nelayan.

Sebagai salah satu upaya terobosan untuk menjamin ketersediaan pasokan BBM dalam

jumlah yang cukup, akses mudah, dan dengan harga yang sesuai dengan harga resmi

pemerintah, Dijten Perikanan Tangkap bersama Pertamina mencanangkan program

pembangunan SPDN/SPBN (Solar Pocked Dealer unluk Nelayan/Stasiun Pompa Bensin

untuk Nelayan).

Page 42: Pemberdayaan Nelayan

54

Relokasi Nelayan

Saat ini wilayah Pantai Utara Jawa dan beberapa wilayah di pantai timur Sumatera

memiliki tingkat kepadatan nelayan yang sangat tinggi. Selain berdampak langsung kepada

penurunan tingkat pendapatan nelayan karena tingkat persaingan yang tinggi kondisi

tersebut juga dikhawatirkan menimbulkan ekses negatif bagi kelestarian sumber daya ikan.

Program relokasi nelayan yang dirintis Departemen Kelautan dan Perikanan bersama

Departemen Tenaga Kerja den Transmigrasi merupakan salah satu program terobosan

untuk menjawab masalah ini. Dengan adanya program relokasi nelayan yang dilakukan

secara selektif dan matang, diharapkan akan lebih terjamin keseimbangan antara jumlah

nelayan dengan potensi sumber daya ikan. DI tamping itu. pendapatan nelayan pun

dlharapkan akan lebih meningkat.

Revitalisasi PP/PPI/TPI

Pelabuhan perikanan berperan sebagal entry point bagi kegiatan perikanan. Pelabuhan

perikanan juga merupakan sentra kegiatan nelayan pada suatu wilayah.

Lebih luas lagi, pelabuhan perikanan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis

sektor kelautan dan perikanan.

Namun fungsi-fungsi pelabuhan perikanan tersebut saat ini belum optimal termanfataakan.

Untuk itu dilakukan program revitalisasi pelabuhan perikanan, pangkalan pendaratan ikan

dan tempat pelelangan ikan yang diarahkan kepada:

1. Pembangunan fasilitas baru, sesuai dengan dukungan potensi den tingkat kegiatan

yang ada

2. Peningkatan kapasitas fasilitas, sesuai dengan skala layanan

3. Mengembalikan produktifitas fasilitas sesuai kapasitas terpasang

Page 43: Pemberdayaan Nelayan

55

4. Penetapan batas wilayah kerja dan wilayah pengoperasian PP

5. Peningkatan kualitas SDM pengelola

6. Penyusunan SOP fasilitas

7. Peningkatan status PP/PPI sesuai skala layanan.

Restrukturisasi dan Modernisasi Armada Perikanan

Terkait dengan kebijakan restrukturisasi den modernisasi armada perikanan nasional, kapal

penangkap ikken asing secara bertahap akan dikurangi dan sesuai perjanjian bilateral

pemberian kesempatan operasional kapal asing akan berakhir tahun 2007. Kapal perikanan

asing yang masih menginginkan beroperasi di ZEE Indonesia hanya dimungkinkan melalui

penanaman modal pada industri perikanan terpadu di Indonesia dengan pola usaha

patungan.

Perusahaan perikanan nasional didorong untuk dapat memanfaatkan kekayaan sumber

daya ikan di ZEE Indonesia secara optimal dan bertanggung jawab dengan perangkat kapal

dan alat penangkap yang tepat dan memadai.

Seiring dengan itu, armada perikanan tangkap skala kecil yang sejauh ini masih dominan

akan terus diberdayakan dan ditingkatkan skala usahanya sehingga struktur armada

perikanan nasional.

Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil

Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil merupakan upaya pemberdayaan

nelayan yang mencakup usaha perikanan tangkap secara terintergrasi, baik itu usaha

penangkapan, pengolahan, maupun pemasaran, termasuk di dalamnya perkuatan

manajemen usaha serta penangkapan kualitas SDM, serta fasilitasi permodalan. Sasaran

dari program ini adalah nelayan skala kecil yang rentan terhadap kemiskinan yang

Page 44: Pemberdayaan Nelayan

56

tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun

2002.

Pada tahun 2002, program PUPTSK dilaksanakan di 30 provinsi dengan total anggaran

sekitar Rp 22,3 miliar. Pada tahun berikutnya, selian dilaksanakan di 30 provinsi, program

PUPTSK juga dilaksanakan di 19 pelabuhan perikanan UPT pusat dengan anggaran sekitar

Rp 39,24 miliar. Pada tahun 2004, program PUPTSK dllaksanakan di 82 kabupaten/kola

yang tersebar di 30 provinsi serta di 19 pelabuhan perikanan UPT pusai dengan total

anggaran sekitar Rp 44,91 miliar.

Setelah melewati proses evaluasi dengan mempertimbangan penajaman substansi dan

focus orientasi serta lingkungan strategic yang terus berkembang, program PUPTSK

mengalami penyempurnaan. Oleh karena itu, pada tahun 2005 terjadi perubahan pada sub

progam PUPTSK menjadi :

1. Optimasi Penangkapan Ikan (OPTIKAPI)

2. Optimasl Pelelangan Ikan (OPTILANPI)

3. Optimasi Pengolahan dan Distritbusi lkan (OPTIHANDIS) dan

4. Optimasi Kelompok Usaha Bersama (OPTIKUB).

Perubahan ini antara lain menunjukkan makin terfokusnya pembinaan kelembagaan dan

manajemen usaha sebagai modal penting dalam menghadapi perkembangan pasar yang

dinamis. Pada tahun 2005, total anggaran untuk program PUPTSK dlalokasikan sebesar Rp

46,32 miliar.

Seiring dengan restrukturisasi organisasi Departemen Kelautan dan Perikanan, pelaksanaan

PUPTSK tahun 2006 akan mengalami perubahan. Optimasi pengolahan dan

pemasaran/distribusi yang selama ini menjadi sub program dalam PUPTSK akan menjadi

Page 45: Pemberdayaan Nelayan

57

kewenangan Ditjen P2HP. Sebagai gantinya, pada Program PUPTSK yang baru, akan

dimunculkan sub program Optimasi Penanganan Hasil Perikanan, mulai dari sejak

ditangkap di atas kapal hingga sampai di pelabuhan perikanan.

Program PUPTSK termama difokuskan pada sentra-sentra nelayan yang terindikasi masih

memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. yakni :

1. Wilayah Pantura Jawa yang telah padat tangkap dengan tingkat produktivitas yang

sangat kecil

2. Kawasan Timur Indonesia yang memiliki potensi sumber daya ikan yang besar,

namun tingkat pemanfaatan dan sistem pemasarannya belum optimal

3. Daerah-daerah perbatasan dengan negara lain, khususnya yang memliki potensi

sumber daya ikan yang tinggi. Pelaksanaan program PUPTSK di daerah perbatasan,

di samping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan

menumbuhkan perekonomian lokal, juga dimaksudkan untuk ikut menjaga

integritas national.

Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap

DITJEN P3K LAKUKAN PENYUSUNAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT PESISIR

3. Kemiskinan Pada Masyarakat Pesisir Pantai

• Penerimaan

Penerimaan nelayan di daerah studi pada saat dilakukan survei umumnya relatif

besar, dengan nilai berkisar antara Rp.50.000 ribu sampai Rp.100.000,- per hari.

Penurunan nilai tukar nelayan secara langsung tidak berhubungan dengan

Page 46: Pemberdayaan Nelayan

58

penerimaan nelayan, tetapi faktor pengeluaran. Sebab perkembangan penerimaan

nelayan selama Bulan Agustus sampai Desember tahun 2002 umumnya

menunjukkan peningkatan. Peluang penurunan nilai tukar nelayan lebih terarah

kepada perkembangan pengeluaran nelayan.

Di Kabupaten Sukabumi,periode bulan Agustus – Oktober merupakan period

puncak dimana hasil tangkapan relatif lebih baik dibandingkan dengan bulan-bulan

lalu. Pada saat musim kemarau dan terang bulan jumlah tangkapan ikan relatif lebih

banyak dibandingkan musim hujan.

• Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga nelayan di daerah survei selama Bulan

Agustus sampai Desember tahun 2002 memang menunjukkan fluaktuasi. Nahkoda

kapal purse seine, ABK terampil, ABK biasa Pole & Line, juragan pancing tonda,

dan ABK biasa pancing tonda adalah nelayan yang mengalami penurunan nilai

tukar merupakan orang yang sama mengalami peningkatan pengeluaran konsumsi

rumah tangga. Oleh karena itu perubahan perilaku dalam pengeluaran konsumsi

rumah tangga yang lebih besar daripada peningkatan penerimaan telah

mempengaruhi nilai tukar nelayan.

Bengen, D.G. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu,

Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Sosialisasi Pengelolaan

Sumberdaya Berbasis Masyarakat. Bogor, 21-22 September 2001.

Page 47: Pemberdayaan Nelayan

59

BOBP. (Bay of Bengal Program). 1990. Helping Fisherfolk to Help Themselves. A

Study in People’s Participation. BOBP. 182 p.

Gordon, H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resource: The

Fishery. Journal of Political Economics, 62(2): 124-142.

Haque, W., N. Mehta, A. Rahman, and P. Wignaraja. 1977. Towards a Theory of Rural

Development. Development Dialogue, No. 2. 144 p.