Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

30
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberdayaan Masyarakat Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Menurut McArdle (1989), pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan, orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun, bukan hanya untuk mencapai tujuannya yang penting, akan tetapi lebih pada makna pentingnya proses dalam pengambilan keputusan. Friedmann (1992), menyatakan bahwa proses pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradap menjadi semakin efektif secara struktural baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun bidang politik, ekonomi dan lain- lain. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan: a. Menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya; b. Kemampuan individu untuk mengendalikan lingkungannya, adalah suatu proses pemahaman situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan politik, ekonomi dan sosial yang tidak dapat dipaksakan dari luar. Pemberdayaan masyarakat dipengaruhi pula oleh faktor sosial, politik dan psikologi. Konsep pemberdayaan masyarakat ini mencerminkan paradigma baru pembangunan. Upaya untuk memberdayakan masyarakat adalah meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang kondisinya sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap ketidak mampuan dan keterbelakangan.

description

tpa

Transcript of Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

Page 1: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk

menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan

hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya (Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1997). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat

selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

Menurut McArdle (1989), pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh

orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan, orang-orang yang telah

mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan

keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi

pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka

tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun, bukan hanya untuk

mencapai tujuannya yang penting, akan tetapi lebih pada makna pentingnya proses dalam

pengambilan keputusan. Friedmann (1992), menyatakan bahwa proses pemberdayaan

adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradap menjadi semakin

efektif secara struktural baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional,

internasional maupun bidang politik, ekonomi dan lain- lain. Proses pemberdayaan

mengandung dua kecenderungan:

a. Menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan

atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya;

b. Kemampuan individu untuk mengendalikan lingkungannya, adalah suatu proses

pemahaman situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan politik, ekonomi dan

sosial yang tidak dapat dipaksakan dari luar.

Pemberdayaan masyarakat dipengaruhi pula oleh faktor sosial, politik dan

psikologi. Konsep pemberdayaan masyarakat ini mencerminkan paradigma baru

pembangunan. Upaya untuk memberdayakan masyarakat adalah meningkatkan harkat

dan martabat lapisan masyarakat yang kondisinya sekarang tidak mampu untuk

melepaskan diri dari perangkap ketidak mampuan dan keterbelakangan.

Page 2: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

8

Menurut Hikmat (2001), pemberdayaan masyarakat merupakan strategi

pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mempunyai

arah pada kemandirian masyarakat. Oleh karena itu dalam pemberdayaan masyarakat

pada dasarnya masyarakat perlu mengembangkan kesadaran atas potensi, masalah dan

kebutuhannya sehingga akan terwujud rasa tanggungjawab dan kesadaran untuk memiliki

dan memelihara program pengembangan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat

tentang keberdayaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan masyarakat untuk

menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat

meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik

mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Konsep pemberdayaan

dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri,

partisipasi, jaringan kerja dan keadilan Hikmat (2001). Pemberdayaan dan partisipasi

merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial

dan transformasi budaya, proses ini akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih

berpusat pada rakyat.

Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam

kegiatan pembangunan dan pemberdayaan sangat penting, menurut Uphoff (Sumardjo

dan Saharudin, 2003) ada tiga alasan utama yaitu (1) sebagai langkah awal

mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan suatu cara untuk

menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap program

pembangunan yang dilaksanakan (2) sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai

kebutuhan potensi dan sikap masyarakat setempat (3) masyarakat mempunyai hak untuk

memberikan pemikir annya dalam menentukan program-program yang akan dilaksanakan

di wilayah mereka. Sedangkan menurut Oppenheum (Sumardjo dan Saharudin, 2003) ada

dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan

dan pembangunan, yaitu: (1) adanya unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu

pada diri seseorang dan (2) iklim dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya pelaku

tersebut.

Menurut Syaukani (1999), pemberdayaan tidak hanya terpusat pada individu-

individu masyarakat, tetapi juga pendukungnya misalnya peraturan, nilai-nilai modern,

Page 3: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

9

kerja keras, hemat, keterbukaan, rasa tanggung jawab dan lain sebagainya. Pemberdayaan

masyarakat adalah kemampuan setiap individu untuk terlibat dan berperan dalam

pembangunan, dengan demikian masyarakat berhak dan wajib menyumbangkan

potensinya dalam pembangunan, sekecil dan selemah apapun kualitas sumberdaya

seseorang bisa diberdayakan dalam pembangunan di daerahnya.

Menurut Departemen Dalam Negeri (1996), Pembangunan Masyarakat Desa

adalah seluruh kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di desa dan kelurahan dan

mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan secara terpadu

dengan mengembangkan prakarsa dan swadaya gotong royong. Dalam memperdayakan

masyarakat, pemerintah mengarahkan program-program yang diperuntukkan dan

langsung akan dinikmati masyarakat, rencana dan pelaksanaannya dilakukan oleh

masyarakat dan lembaga kemasyarakatan yang pelaksanaannya dilakukan oleh LKMD.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan kualitas

sumberdaya manusia dan masyarakat agar mampu secara mandiri melaksanakan kegiatan

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tujuan dan sasarannya,

meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat; pencapaian tujuan pembangunan

masyarakat; semangat membangun pada seluruh masyarakat; dan menempatkan manusia

sebagai subyek pembangunan. Sasarannya adalah pimpinan lembaga kemasyarakatan;

tokoh masyarakat dan warga masyarakat dengan tidak membedakan jenis kelamin.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang bertujuan membekali

keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu memberikan kontribusi

dan dukungan terhadap proses pembangunan yang terjadi di lingkungannya. Masyarakat

akan ikut menangani limbah domestik apabila mereka memiliki "keberdayaan", sehingga

pemberdayaan masyarakat menjadi penting dan mendesak (Ditjen Bina Bangda, 2002).

Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, menempatkan otonomi daerah secara utuh

pada daerah Kabupaten dan Daerah Kota dengan tujuan untuk memberdayakan

masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peranserta

masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD). Atas dasar ini, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai kewenangan

dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan

aspirasi masyarakat (Elfian, 2001).

Page 4: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

10

Prinsip dasar otonomi daerah adalah memberdayakan daerah dan pemberdayaan

masyarakat. Agar Pemerintah Daerah mampu mengelola sumberdaya secara optimal,

keputusan publik harus mampu menjawab permasalahan dengan memanfaatkan

sumberdaya secara optimal di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Pemberdayaan masyarakat mempunyai makna sejauh mana masyarakat terlibat dalam

pengambilan keputusan, melaksanakannya dan mengawasi keputusan tersebut, termasuk

peningkatan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan menuju kemandirian, sehingga

berperan sebagai penjinak bencana bukan menjadi korban bencana (Jurnal Otonomi

Daerah, 2001).

Selanjutnya menurut Bangda (2002), strategi pemberdayaan masyarakat antara

lain adalah:

a. Keterbukaan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan limbah domestik, yang segala

sesuatunya dibicarakan dengan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi faham dan

mengerti.

b. Responsif dan aspiratif, menampung dan menindaklanjuti keinginan masyarakat dan

tidak membiarkan masalah menjadi berlarut-larut.

c. Jemput bola, tidak menunggu timbul masalah baru bekerja, tetapi aktif untuk

membantu masyarakat dalam keadaan apapun.

d. Dengan membentuk kelompok (1 kelompok = 10 orang) untuk mengelola dan

menangani limbah domestik, kelompok ini menjadi ujung tombaknya.

e. Mengembangkan semangat “perang terhadap limbah domestik” dalam diri

masyarakat melalui media elektronik, cetak, spanduk dan brosur.

f. Mengembangkan budaya bersih dan sehat dalam lingkungan RT, RW dan Desa atau

Kelurahan.

Pelaksanaannya dapat berbentuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan

masyarakat antara lain: kursus, pelatihan, orientasi, lokakarya, seminar, studi banding,

diseminasi dan sosialisasi. Setelah masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan

diharapkan mampu dan ikut serta dalam pengelolaan limbah domestik. Menurut Stewart

(1994) pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan

tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian,

tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah

Page 5: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

11

hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain, yang paling penting pemberdayaan

memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin

untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Pemberdayaan menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat

yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang

menaruh kepedulian sebagai pihak memberdayakan, Sumodiningrat (1997). Dalam kaitan

dengan upaya memberdayakan masyarakat guna mencapai kehidupan yang lebih baik.

Payne (1997) suatu proses pemberdayaan bertujuan membantu masyarakat memperoleh

daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang dilakukan melalui

peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki

masyarakat, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. MAcArdle (1989)

mengemukakan bahwa hal terpenting dalam pemberdayaan adalah partisipasi aktif dalam

setiap proses pengambilan keputusan.

Menurut Hikmat (2001), proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan;

Pertama, proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer menekankan pada proses

memberikan keleluasaa n, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu

yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya

membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui

organisasi. Kedua, proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan

atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk

menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Seringkali

kecendrungan primer terwujud melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.

Selanjutnya disebutkan bahwa proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan

masyarakat yang berdasarkan prinsif bekerja bersama masyarakat mempunyai hak-hak

yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu mengenali kebutuhannya dan

dilatih untuk dapat merumuskan rencana serta melaksanakan pembangunan secara

memadai dan swadaya. Dalam hal ini, praktisi pembangunan berperan dalam

memfasilitasi proses dialog, diskusi, curah pendapat dan mensosialisasikan temuan

masyarakat.

Menurut Moebyarto (1995), pemberdayaan masyarakat mengacu kepada

kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas

Page 6: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

12

sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan merupakan wujud perubahan sosial

yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu "senasib"

untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk

pemberdayaan yang paling efektif. Dalam rangka mewujudkan kesamaan derajat yang

lebih besar antara perempuan dan laki- laki, pemberdayaan perempuan merupakan proses

kesadaran pembentukan kapasitas terhadap partisipasi perempuan yang lebih besar dan

tindakaan transformasi. Dalam rangka peningkatan partisipasi aktif laki- laki dan

perempuan, maka perempuan harus terlibat secara proporsional, sehingga dapat

menciptakan kemitraan yang adil, IRC, UNICEF dan Yayasan Dian Desa (1999).

Strategi pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki- laki menggunakan

pendekatan dua arah, yaitu saling menghormati, saling mendengar dan menghargai

keinginan serta pendapat orang lain. Dalam proses pemberdayaan ini, terjadi pembagian

kekuasaan secara demokratis atas dasar kebersamaan, keutamaan dan tenggang rasa.

Pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki adalah kondisi dimana laki- laki

dan perempuan memiliki kesamaan hak dan kewajiban yang terwujud dalam kesempatan,

kedudukan, peranan yang dilandasi sikap dan perilaku yang saling membantu dan

mengisi disemua bidang kehidupan (Priyono, 1996).

Praktek proyek pembangunan menunjukkan bahwa pendekatan partisipatif tidak

secara otomatis diterapkan dengan cara yang sensitif gender. Bila tidak ada kaitan

tertentu yang dilakukan untuk melibatkan semua segmen dalam komunitas dalam aksi

partisipatif dari proyek, yang biasanya terjadi adalah laki-laki yang berpendidikan dan elit

yang terlibat seperti yang ada dalam struktur kekuasaan dimana suara perempuan anggota

masyarakat yang tidak beruntung dan miskin tidak didengar, Hemelrijk, et al (2001).

Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses

pemberdayaan (Craig dan Mayo, 1995). Partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan

keputusan merupakan hal penting dalam pemberdayaan. Faktor- faktor determinin yang

mempengaruhi proses pemberdayaan, antara lain, perubahan sistem sosial yang

diperlukan sebelum pembangunan yang sebenarnya dimungkinkan terjadi. Karena itu

perubahan struktur sosial masyarakat dalam sistem sosial menjadi faktor terpenting dalam

melaksanakan pemberdayaan masyarakat, termasuk di dalamnya sistem ekonomi dan

politik (Rojek, 1986).

Page 7: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

13

Di dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, maka haruslah

terjadi pergeseran fungsi birokrasi sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali

ke hakikat fungsi yang sebenarnya ialah sebaga i pelayan masyarakat, bukan

mencampuradukan dengan pembangunan maupun pemberdayaan. Rakyat memegang hak

dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat

secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari

pemerintah (Santoso, 2002).

Jadi pemberdayaan masyarakat adalah memberi daya atau kekuatan dan

kemampuan serta meningkatkan harkat dan martabat untuk dapat berdiri sendiri diatas

kakinya sendiri melalui penyuluhan dan pendampingan pada suatu kegiatan yang

bertujuan membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu

memberikan kontribusi dan dukungan terhadap pembangunan di lingkungannya.

2.2. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris "participation" yang berarti ambil bagian

atau melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Sedangkan dalam kamus

Webster, arti partisipasi "mengambil bagian atau ikut menanggung bersama orang lain"

Natsir (1986). Apabila dihubungkan dengan masalah sosial, maka arti partisipasi adalah

suatu keadaan dimana seseorang ikut merasakan sesuatu bersama -sama dengan orang lain

sebagai akibat adanya interaksi sosial, Fairchild (1977). Secara harfiah, partisipasi berarti

"turut berperanserta dalam suatu kegiatan", "keikutsertaan atau peran serta dalam suatu

kegiatan", "peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan". Partisipasi dapat

didefinisikan secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat

secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari da lam dirinya maupun dari luar

dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan" (Moeliono, 2004).

Dari sudut terminologi partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara

melakukan interaksi antara dua kelompok, yaitu kelompok yang selama ini tidak

diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dan kelompok yang melakukan

pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat merupakan insentif moral untuk

mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-

keputusan yang sangat menentukan kesejahteraan mereka.

Page 8: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

14

Tjokroamidjojo (1990), menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah

keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijaksanaan kegiatan,

memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil dan manfaat kegiatan secara

adil. Partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah atau tujuan

pembangunan, yang ditekankan adalah hak dan kewajiban setiap orang. Koentjaraningrat

(1974) berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut menentukan

arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan

kewajiban bagi setiap masyarakat.

Jadi partisipasi dapat diartikan sebagai sesuatu keterlibatan seseorang atau

masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan

pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang

bersih dan sehat. Peranserta masyarakat berarti masyarakat ikut serta, yaitu mengikuti dan

menyertai pemerintah dalam memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar,

mempercepat dan menjamin keberhasilan usaha pembangunan Santoso dan Iskandar

(1974). Masyarakat diharapkan ikut serta, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan

pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat

sendiri, dalam hal ini pemerintah memberi bantuan dan masyarakat mempunyai

tanggapan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Agar

masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan diperlukan tiga syarat sebagai

berikut: 1). adanya kesempatan untuk membangun; 2). adanya kemauan untuk

memanfaatkan kesempatan; dan 3). adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam

pembangunan.

Secara teoritis, partisipasi merupakan alat dan sekaligus tujuan pembangunan

masyarakat. Sebagai alat pembangunan, partisipasi berperan sebagai penggerak dan

pengarah proses perubahan sosial yang dikehendaki, demokratisasi kehidupan sosial

ekonomi serta yang berasaskan kepada pemerataan dan keadilan sosial, pemerataan hasil

pembangunan yang bertumpu pada kepercayaan kemampuan masyarakat sendiri,

selanjutnya sebagai tujuan pembangunan, partisipasi merupakan bentuk nyata kehidupan

masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur, Cary (1970). untuk menjamin

kesinambungan pembangunan, maka partisipasi masyarakat harus tetap diperhatikan dan

dikembangkan. Menurut Cary (1970), agar partisipasi dalam pembangunan dapat terus

Page 9: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

15

berkembang perlu diperhatikan prasyarat sebagai berikut: 1). aspek partisipasi yang

mendasar adalah luasnya pengetahuan dan latar belakang kemampuan untuk

mengidentifikasi dan menentukan prioritas pemecahan masalah; 2). adanya kemampuan

untuk belajar terhadap berbagai masalah sosial dan cara mengambil keputusan

pemecahannya; dan 3). kemampuan untuk mengambil tindakan secara cepat dan tepat.

Menurut Cressey (1987), partisipasi menjadi fokus utama dalam usaha

peningkatan tarap hidup masyarakat, dan tidak dapat dilepaskan dari pertanyaan-

pertanyaan tentang kewenangan, otoritas, legitimasi serta pengendalian dan tampak

terkait dengan aspek-aspek politik. Dalam prakteknya, partisipasi tidak dapat

didefinisikan secara terbatas, tergantung pada aktor yang terlibat. Terdapat beberapa

model partisipasi pada saat ini yang didasarkan pada pemikiran dan pendekatan terhadap

persoalan, beberapa tipe partisipasi itu ialah:

a. Partisipasi dilihat sebagai kesatuan organik dari kepentingan perusahaan (organic

unity of interest) partisipasi mengambil tempat melalui kerja kelompok dan struktur

untuk mengusahakan aspek-aspek peningkatan dan pengembangan sesuai dengan

sasaran dan tujuan perusahaan.

b. Partisipasi berdasarkan lembaga yang ada (statutory), biasanya dijumpai pada

masyarakat yang memiliki konsensus politik yang stabil, umumnya bersifat formal,

biasanya dimulai dari legalitas, berkembang ke lembaga-lembaga seperti perwakilan

atau pengaturan tripartit.

c. Partisipasi sukarela (voluntary), tidak diprogram, muncul berdasarkan kebutuhan

kelompok dan kebutuhan perusahaan dan bersifat positif kadang-kadang kepada

pengambil keputusan bersama perusahaan.

d. Partisipasi manajeman sendiri (self management) yang mengembangkan demokrasi

dan formalitas kontitusi seperti diskusi investasi dan pengembangan.

Menurut Hassan (1973), partisipasi dalam pembangunan berarti masyarakat ikut

ambil bagian dalam suatu kegiatan, ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan hanya dapat

diharapkan bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan

untuk ambil bagian. Dengan kata lain, partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan

dari mereka yang merasa tidak berkepentingan terhadap suatu kegiatan, dan juga tidak

optimal jika mereka yang berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.

Page 10: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

16

Sedangkan Poerwadarminta (1986), berpendapat bahwa masyarakat adalah pergaulan

hidup manusia (sehimpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-

ikatan aturan yang tertentu). Selanjutnya Soekanto (1986) berpendapat bahwa masyarakat

adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja secara cukup lama sehingga

mereka dapat mengatur diri sendiri dan menganggap diri mereka suatu kesatuan sosial

dengan batas-batas yang telah dirumuskan dengan jelas. Masyarakat adalah sekelompok

orang yang mempunyai identitas sendiri, yang membedakan dengan kelompok lain dan

hidup diam dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini, baik

sempit maupun luas mempunyai peranan akan adanya persatuan di antara anggota

kelompok dan menganggap dirinya berbeda dengan kelompok lain. Mereka memiliki

norma-norma, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dipatuhi bersama

sebagai suatu ikatan. Perangkat dan pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi

kebutuhan kelompok dalam arti seluas- luasnya (Widjaja, 1986).

Jenssen (1992) berpendapat, berbagai kelompok pada hakekatnya terlibat dalam

pembangunan di daerah seperti administratur pembangunan, politisi, spesialis, teknisi,

kelompok tani, pedagang, pelaku bisnis, manajer perorangan, guru, anggota lembaga

keuangan dan organisasi-organisasi lainnya. Untuk itu, kontribusi mereka dalam

mempersiapkan perencanaan yang direfleksikan dalam kepentingan gagasan, usulan dan

harapan merupakan hal yang sangat diperlukan. Selanjutnya Departemen Dalam Negeri

(1982), menyatakan bahwa partisipasi dilakukan dalam berbagai refleksi di antaranya

dalam pengambilan keputusan, baik secara individu maupun secara institusional misalnya

melalui kegiatan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Lembaga

Masyarakat Desa (LMD). Upaya meningkatkan peranserta masyarakat dibutuhkan dalam

pembangunan agar dapat memberikan hasil yang optimal. Partisipasi masyarakat dalam

perencanaan secara teknis berlangsung berdasarkan pertimbangan sasaran dan tujuan.

Sasaran yang dimaksud meliputi pembenahan administratif dan kepentingan umum.

Selanjutnya Cressey (1987), menyatakan bahwa partisipasi dipengaruhi oleh konteks

sosial ekonomi atau pemasaran, teknologi dan produktivitas, serta organisasi sosial dan

kelembagaan. Selanjutnya menurut Cressey (1987) dan FAO (1991), bahwa komponen

penting dalam partisipasi meliputi: waktu dan tahapan, isi kegiatan dan konstruksi proses

termasuk didalamnya aktor yang terlibat.

Page 11: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

17

Hamidjojo (1993) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat yang berintikan

gotong-royong yang diangkat dari tradisi khas bangsa Indonesia dengan diberi

persyaratan atau kualifikasi baru, yaitu rasionalitas, otoaktivitas (swadaya, individualitas

atau kepribadian yang otonom, masyarakat yang dewasa dan harus bisa menolong diri

sendiri. Keberhasilan partisipasi masyarakat haruslah didasari kewajaran, kesukarelaan,

sikap, dan prilaku aktif yang langgeng. Dalam partisipasi masyarakat terkandung dua

makna dwitunggal, yaitu bahwa swadaya dan gotong-royong, dan merupakan suatu

prinsif kerjasama dan bentuk kerja yang spontan, di antara warga desa dan antara warga

desa dan Kepala Desa beserta Pamong Desa, yang mengandung unsur: kekuatan atau

prakarsa sendiri, berupa pengarahan kemampuan pikiran, tenaga, sosial dan hartabenda

(daya), melaksanakan pekerjaan bagi kepentingan lingkungan tetangga, masyarakat dan

pemerintah (rumah tangga) desa, dengan menjunjung tinggi semangat kebersamaan dan

rasa keterikatan timbal balik dalam meraih dan menikmati hasil karya.

Partisipasi diartikan mengambil bagian atau ikut serta menanggung bersama orang

lain. Jika dihubungkan dengan masalah sosial, maka arti pe rtisipasi adalah suatu keadaan

yang seseorang ikut merasakan sesuatu bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat

adanya interaksi sosial (Fairchild, 1977). Hasil studi Uphoff dalam Cernea (1988)

terhadap tiga proyek pembangunan pedesaan di Gana, Meksiko, dan Nepal

menyimpulkan bahwa kegagalan suatu proyek disebabkan oleh ketergantungan yang luar

biasa pada perencanaan yang tersentralisasi, tidak mendorong partisipasi. Bahkan

sekalipun perencanaan mulai memperhatikan partisipasi, analisis lebih lanjut

menunjukkan bahwa organisasi sosial dalam partisipasi tergolong lemah atau malahan

tidak ada. Selanjutnya Uphoff (1988) lebih lanjut mendefinisikan lima cara untuk

menjamin partisipasi pemanfaat dalam rancangan proyek dan pelaksanaan. Pertama, taraf

partisipas i yang dikehendaki meski diperjelas sejak semula dan dengan cara yang dapat

diterima untuk semua pihak. Kedua, harus ada tujuan yang realistis untuk partisipasi dan

kelonggaran meski diberikan untuk kenyataan bahwa beberapa tahap perencanaan relatif

berlarut, sedangkan fase lainnya akan lebih singkat. Ketiga, dikebanyakan bagian dunia

perlengkapan khusus untuk memperkenalkan dan mendukung partisipasi memang

diperlukan. Keempat, meski ada komitmen rencana untuk bersama-sama memikul

tanggung jawab di semua tahap siklus proyek. Pada akhirnya disimpulkan bahwa tidak

Page 12: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

18

semata dalam pembuatan keputusan proyek, tetapi juga menggali pengetahuan penduduk,

mencatat bidang keahlian lokal yang dapat memberikan kontribusi sesungguhnya bagi

rancangan proyek: mengumpulkan data sosial ekonomi, memantau dan mengevaluasi

proyek yang dikumpulkan oleh orang luar; memberikan pemahaman teknis; dan

memberikan kontribusi informasi ruang dan sejarah tentang proyek terdahulu yang

mungkin sejenis dan penyebab keberhasilan dan kegagalan.

Menurut Davis dalam Sastropoetro (1988), ada beberapa syarat agar terdapat

pertisipasi yang efektif, diantaranya adalah kemampuan. Seseorang dengan kemampuan

ekonomi yang tinggi mampu berpartisipasi dalam berbagai bentuk, misalnya tenaga,

uang, ide atau pemikiran dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa tingkat partisipasinya

juga lebih tinggi dibanding seseorang yang kemampuan ekonominya lebih rendah. Di

samping itu partisipasinya juga lebih bersifat "murni" tanpa pamrih, tanpa motif ekonomi.

Sebaliknya, seseorang yang kemampuan ekonominya rendah akan berpartisipasi atas

dasar pamrih, yakni untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Kebutuhan ini bisa

terpenuhi dengan berpartisipasi sebagai tenaga kerja, untuk memperoleh upah. Sedangkan

menurut Arianta (1995) dalam penelitiannya mengenai partisipasi anggota lembaga

perkeriditan desa menemukan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor

penyebab utama partisipasi dari anggota lembaga tersebut. Anggota masyarakat

terdorong untuk berpartisipasi terhadap lembaga tersebut karena faktor ekonomi berupa

keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.

Menurut GTZ (1997), pendekatan partisipatif diperlukan untuk melibatkan semua

pihak sejak langkah awal, mulai tahapan analisis masalah, penetapan rencana kerja

sampai pelaksanaan dan evaluasinya. Kegiatan partisipatif dapat dikelompokkan pada

dua kelompok sasaran yaitu: partisipasi para pengambil keputusan, dan partisipasi

kelompok setempat yang terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup,

apabila berjalan sesuai dengan peraturan yang ada dan setiap masyarakat menjalankannya

secara obyektif tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompoknya saja,

maka kerugian yang akan timbul tidak akan berarti dibandingkan manfaatnya (Suratmo,

1977). Selanjutnya menurut Suratmo (1999), manfaat partisipasi adalah:

Page 13: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

19

a. Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, dan mengetahui

dampak yang akan terjadi, serta dapat menanggulangi.

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai masalah lingkungan.

c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatnya atau persepsinya kepada

pemerintah.

d. Pemerintah mendapatkan informasi dari masyarakat yang tidak ada dalam Amdal.

e. Dapat dihindarinya kesalah pahaman dan terjadinya konflik.

f. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat proyek.

g. Meningkatnya perhatian dari pemerintah dan pemrakarsa proyek pada masyarakat.

Kerugian partisipasi masyarakat yang sering terjadi berdasarkan pengalaman di Amerika

Serikat menurut Canter (1977), adalah:

a. Informasi yang masuk dari masyarakat bermacam-macam bentuknya, mempersulit

untuk mengambil keputusan.

b. Informasi dan pendapat dari masyarakat yang tidak banyak tahu atau tidak memahami

mengenai proyek pembangunan, dampak dan pengelolaan lingkungan.

c. Masyarakat terkadang tidak berminat lagi dalam dengar pendapat, karena penjelasan

yang diberikan pada masyarakat sering terlalu teknis.

d. Penyimpulan pendapat masyarakat tidak selalu berpegang pada pendapat terbanyak

(mayoritas), tetapi berdasarkan pendapat-pendapat dan informasi yang logis dan dapat

diterima secara ilmiah oleh pemerintah.

e. Kalau ada perbedaan pendapat diantara kelompok masyarakat, maka rumusan atau

keputusan yang akan diambil menyebabkan selalu ada kelompok yang tidak puas.

f. Dimanipulasikan untuk kepentingan pribadi atau suatu kelompok yang tidak baik.

Partisipasi ini dikatagorikan sebagai partisipasi langsung. Sebaliknya ada

partisipasi tidak langsung, yaitu apabila warga dikerahkan karena adanya gagasan dari

atas dimana warga dimobilisasi, dikerahkan secara paksa untuk aktif dalam kegiatan

lingkungan (Huntington and Nilson (1977). Menurut Adimihardja (2001), proses

partisipasi sesungguhnya adalah keterlibatan masyarakat secara menyeluruh mulai dari

tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, antara lain adalah:

a. Tahap perencanaan, dilakukan jika praktek pembangunan tidak berjalan sebagai

perencana untuk masyarakat, tetapi sebagai pendapat dalam proses perencanaan yang

Page 14: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

20

dilakukan oleh masyarakat, dengan melakukan diskusi kelompok terarah untuk

membahas persoalan-persoalan yang terjadi diantara kelompok-kelompok atas

organisasi sosial masyarakat dan mempraktekan analisa pola keputuasan yang

dilakukan masyarakat dalam proses perencanaan.

b. Tahap pelaksanaan perencanaan partisipatif merupakan konsekwensi logis dari

implementasi pemberdayaan masyarakat, masyarakat mempunyai peran utama,

sebagai pengelola perencanaan mulai identifikasi potensi dan pendayagunaan sumber-

sumber lokal sehingga penyusunan usulan rencana serta evaluasi mekanisme

perencanaan. Tahap pengawasan dan evaluasi kegiatan pengawasan dan evaluasi

partisipatif, teknik dan prosedur, instrumentasi, pengumpulan, pengelolaan dan

analisis data, serta pelaporan harus diberikan kewenangan kepada masyarakat untuk

melakukan kegiatan pengawasan dan evaluasi internal, seperti Tabel 1.

Tabel 1. Evaluasi Partisipatif

Aspek Evaluasi Partisipatif

Siapa

Apa

Bagaimana

Kapan

Mengapa

Anggota masyarakat, staf proyek, fasilitator masyarakat mengidentifikasi sendiri indikator keberhasilan termasuk hasil produk yang akan dicapai.

Evaluasi sendiri, produk sederhana yang diadaptasi dengan budaya lokal, ada diskusi hasil dengan melibatkan partisipan dalam proses evaluasi.

Evaluasi sendiri, metode sederhana yang diadaptasi dengan budaya lokal, ada diskusi hasil yang melibatkan persyaratan dalam proses evaluasi.

Tergantung atas proses perkembangan masyarakat dan intensitas relatif sering.

Pemberdayaan masyarakat lokal untuk intensitas, mengontrol, melakukan tindakan koreksi.

Sumber: Narayama (1993).

Sedangkan Angell dalam Murray and Lappin (1967), menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam mengikuti kegiatan di

lingkungannya, antara lain: umur, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan lama tinggal.

Individu yang berusia menengah keatas cendrung untuk aktif berpartisipasi dalam

kegiatan yang ada dilingkungannya. Individu yang mempunyai pekerjaan tetap cenderung

untuk berpartisipasi. Begitupula dengan penghasilan, makin tinggi penghasilan makin

banyak partisipasi yang dib erikan, sebab jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan

dirinya dan keluarganya cenderung untuk tidak berpartisipasi.

Page 15: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

21

Inkeles (1969) menyatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi

seseorang dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya, antara lain: umur, penghasilan,

pekerjaan, pendidikan dan lama tinggal. Individu yang mempunyai tingkat pendidikan

dan penghasilan yang tinggi cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang

ada di lingkungannya. Ia juga mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

individu, semakin luas pengetahuannya dan kesadarannya terhadap lingkungan yang

akhirnya akan diikuti dengan keterlibatannya pada masalah-masalah kemasyarakatan.

Faktor lama tinggal juga merupakan salah satu faktor yang tidak kecil perannya dalam

mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Semakin

lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai

bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan

memelihara lingkungan dimana dia menetap. Partisipasi dapat bersifat individual atau

kolektif, terorganisasi atau tidak terorganisasi yaitu secara spontan dan sukarela.

Pada hakekatnya, strategi dan pendekatan pembangunan manusia adalah

menumbuhkan otonomi perilaku pribadi dan sosial yang terintegrasi. Interaksi tersebut

merupakan kristalisasi dan faktor- faktor situasional dan beserta kognisi, keinginan, sikap,

motivasi dan responnya. Latar belakang sosial kultural, status sosial dan tingkat

kehidupan menentukan kesempatan dan kemampuan untuk turut berproses dalam

pembangunan. Faktor internal manusia dan lingkungan sosial, terutama lembaga sosial

untuk menumbuhkan self sustain capacity masyarakat, bekerjasama dengan lembaga

pemerintahan mempunyai makna penting dalam pembangunan sumberdaya manusia yang

berkelanjutan (Supriatna, 1997). Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan

terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang

mendukungnya, yaitu: (1) adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi

lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi,

(2) adanya kemauan; adanya sesuatu yang mendorong/menumbuhkan minat dan sikap

mereka untuk termotivasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas

partisipasinya tersebut, (3) adanya kemauan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada

dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik pikiran, tenaga,

waktu atau sarana dan material lainnya (Slamet, 1994).

Page 16: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

22

Ketiga faktor tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor di seputar kehidupan,

manusia yang paling berinteraksi atau dengan lainnya, seperti psikologis individu (needs,

harapan, motif, reward) pendidikan, adanya informasi, keterampilan, teknologi,

kelembagaan yang mendukung, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal serta

peraturan dan pelayanan pemerintah. Sedangkan menurut Oppenheim (1973) dalam

Sumardjo dan Saharudin (2003), ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu

pada diri seseorang dan terdapat iklim atau lingkungan yang memungkinkan terjadinya

perilaku tertentu.

Menurut Sahidu (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan

masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif harapan, dan penguatan informasi. Faktor

yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan

pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan,

sarana dan prasarana. Faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal dan pengalaman

yang dimiliki. Terdapat tiga prinsip dasar dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat

desa agar ikut serta dalam pembangunan, yaitu: (1) Learning process (learning by doing) :

Proses kegiatan dengan melakukan aktivitas kegiatan pelaksanaan program dan sekaligus

mengamati, menganalisa kebutuhan dan keinginan masyarakat; (2). Institusional

development. Melakukan kegiatan melalui pengembangan pranata sosial yang sudah ada

dalam masyarakat. Karena institusi atau pranata sosial masyarakat merupakan daya

tampung dan daya dukung sosial; (3) Participatory. merupakan suatu pendekatan yang

umum dilakukan untuk dapat menggali need yang ada dalam masyarakat (Marzali, 2003).

Menurut Hikmat (2001), pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang

sangat potensial dalam rangka peningkatan ekonomi, sosial dan transformasi budaya,

proses ini pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada

rakyat. Secara sederhana partisipasi mengandung makna peran serta seseorang untuk

sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu

secara sadar diinginkan oleh pihak yang berperan serta tersebut. Bila menyangkut

partisipasi dalam pembangunan masyarakat, maka menyangkut keterlibatan secara aktif

dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu

usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan

masyarakat (Sumardjo dan Saharudin (2003). Sedangkan menurut Bumberger dan Shams

Page 17: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

23

(1989), terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi masyarakat. Pertama, partisipasi

merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari

masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan sumberdaya dan kapasitas yang

dimilikinya. Dalam proses ini tidak ada campur tangan dan prakarsa pemerintah. Kedua,

partisipasi harus mempertimbangkan adanya investasi dari pemerintah dan LSM, di

samping peran serta masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang

lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan kapasitas masyarakat tidak memadai,

jadi, masyarakat miskin tidak leluasa sebebas-bebasnya bergerak sendiri berpartisipasi

dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan.

Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya

dapat dibedakan menjadi yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam

partisipasi masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil

keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota

masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu,

dimana keputusan terakhir tetap berada ditangan pejabat pembuat keputusan tersebut.

Dalam konteks partisipasi masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat

keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar

kedudukkannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif

pemecahan masalah dan membahas keputusan. Kenyataan menunjukan bahwa masih

banyak yang memandang partisipasi masyarakat semata-mata hanya sebagai

penyampaian informasi, penyuluhan bahkan sekedar alat public relation agar proyek

tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karena nya partisipasi masyarakat tidak saja

digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan.

Partisipasi dalam pemanfaatan TPA berarti masyarakat ikut ambil bagian dalam

suatu kegiatan, hanya dapat dirasakan bila masyarakat berkepentingan dan diberi

kesempatan untuk ambil bagian. Partisipasi tidak mungkin optimal jika masyarakat yang

berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian. Pendekatan partisipatif

diperlukan untuk melibatkan semua pihak sejak langkah awal, mulai analisis masalah,

penetapan rencana kerja sampai pelaksanaan dan evaluasinya. Lebih lanjut disebutkan

bahwa seseorang akan berpartisipasi apabila terpenuhi prasyarat untuk berpartisipasi,

yaitu adanya: 1). kesempatan, suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang

Page 18: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

24

tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, 2). kemauan, sesuatu yang

mendorong atau menumbuhkan minat dan resiko, mereka untuk termotivasi

berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut,

dan 3). kemampuan, adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia

mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu atau

sarana dan material lainnya.

Dengan demikian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan keikutsertaan

seseorang atau masyarakat untuk berperanserta melakukan kegiatan bersama-sama

dengan orang lain secara aktif dan sukarela dalam menentukan arah, strategi dan tujuan

pembangunan. 2.3. Pencemaran Lingkungan

Menurut Saeni (1989), pencemaran adalah peristiwa adanya penambahan

bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang

biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan itu. Zat pencemar adalah

zat yang mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan, atau menurunkan nilai

lingkungan itu. Kontaminan adalah zat yang menyebabkan perubahan dari susunan

normal dari suatu lingkungan. Kontaminan tidak digolongkan sebagi zat pencemar bila

tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Selanjutnya menurut Saeni (1997),

salah satu jenis bahan pencemar yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah

logam berat. Zat yang bersifat racun dan yang sering mencemari lingkungan misalnya

merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan tembaga (Cu). Perusakan lingkungan

hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung

terhadap sifat fisik dan hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi

lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (UU No.23 Tahun 1997).

Menurut pasal 1 ayat 11 UU No. 23 Tahun 1997, baku mutu lingkungan hidup

adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau

harus ada zat pencemar yang ditanggung keberadaannya dalam suatu sumber daya

tertentu. Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa setiap usaha kegiatan dilarang melanggar

baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Pencemaran lingkungan merupakan bermacam-macam mahluk hidup, bahan, zat-

zat pada suatu lingkungan, yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya

Page 19: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

25

terhadap lingkungan, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi, maupun

biologis (Supardi, 1994). Pencemaran lingkungan mempunyai derajat pencemaran atau

tahap pencemaran yang berbeda, didasarkan pada konsentrasi zat pencemar, waktu

tercemarnya, lamanya kontak antara bahan pencemaran dengan lingkungan.

Menurut Tchobanoglous, et.al (1977), perolehan gas nitrogen (N2), karbon

dioksida (CO2) dan metana (CH4), pada landfill tergantung banyaknya komponen

organik pada landfill, hara yang tersedia, kadar air pada sampah, tingkat kepadatan

sampah pada kondisi awal, waktu penimbunan dan lain- lain. Secara umum perolehan gas

N2, CO2, CH4 pada landfill dapat dihitung dengan melakukan perkalian antara volume

sampah pada landfill dengan nilai persen masing-masing gas, menurut jangka waktu

penimbunan sampah.

Sampah merupakan sumber beberapa jenis penyakit menular, keracunan dan lain-

lain (Slamet, 1994). Bahan beracun, bakteri, virus, jamur dan lain- lain yang ada dalam

timbunan sampah, dapat berpindah tempat ke tempat lain melalui proses lindi. Apabila

cairan dari sampah yang mengandung bibit penyakit masuk kedalam air permukaan,

maka air permukaan tersebut akan berperan sebagai penyebar mikroba patogen atau

penyakit menular di dalam air.

Ada empat hal penyebab pencemaran air tanah yaitu:

a. Bila jarak antara sumur dan jamban kurang dari 10 m untuk tanah biasa dan paling

dekat 15 m untuk tanah porus atau gembur.

b. Lokasi sumur tersebut sebelumnya merupakan lokasi sumber limbah rumahtangga

atau dekat industri atau bekas lokasi sampah (TPA).

c. Merembesnya air permukaan yang telah tercemar, WC dan air cucian ke dalam sumur.

d. Masuknya debu yang sudah tercemar ke dalam sumur terbuka.

Dari keempat sumber pencemaran air tanah yang berasal dari TPA merupakan

rembesan dari timbunan limbah di TPA sampah, dan merupakan sumber kontaminan

potensial bagi air permukaan, air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Selanjutnya

Eugene (1987) mengemukakan bahwa lindi akan mencemari tanah, air tanah dan sungai.

Jadi tingkat pencemaran air yang disebabkan oleh lindi tergantung dari sifat lindi, jarak

aliran dengan air tanah dan sifat-sifat tanah yang dilaluinya. Oleh sebab itu untuk

Page 20: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

26

menghindari pencemaran oleh lindi, sumber air sumur dangkal yang umumnya masih

digunakan oleh penduduk sebagai air minum harus terletak jauh dari sanitary landfill.

Pencemaran air dapat mengganggu tujuan penggunaan air dan akan menyebabkan

bahaya bagi manus ia melalui keracunan atau sumber dan penyebab penyakit. Daerah

perkotaan dengan tingkat aktivitas masyarakat dan industri yang demikian tinggi secara

bersamaan akan menghasilkan sampah sehingga membutuhkan tempat pembungan akhir

sampah kota yang perlu dikelola dengan baik agar dampak pencemarannya tidak

mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Nitrat dalam hal ini merupakan pencemar utama

yang dapat mencapai air tanah dangkal maupun air tanah dalam yang diakibatkan oleh

aktivitas manusia termasuk dari penempatan sampah, Vasu at.al. (1998). Di samping itu

pergerakan air sangat mudah dipengaruhi oleh pengambilan air atau pemompaan air tanah

dangkal melalui sumur-sumur bor yang umumnya disiapkan oleh masyarakat untuk

memenuhi kebutuhannya.

Secara umum sumber pencemaran air tanah berasal dari tempat-tempat

pembuangan sampah, mudah meresap ke dalam tanah, sehingga sampah organik

merupakan sumber primer pencemaran bakteriologik (Bitton, 1984 dalam Wuryadi,

1990). Menurut Bouwer (1987) menambahkan, jarak aman dari bidang resapan adalah

30 meter untuk daerah di atas muka air tanah, dan 60 meter di bawah muka air tanah.

Bakteri patogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri amuba

disentri, kolera dan tipus. Jumlah bakteri patogen dalam air umumnya sedikit

dibandingkan dengan bakteri coli (coliform), sehingga bakteri ini dipakai sebagai bakteri

indikator terhadap kualitas perairan karena jumlahnya banyak dan mudah diukur (Diana,

1992). Jenis bakteri coliform sebagai indikator adalah Escherichia coli dan Aerobacter

coli. Dari kedua jenis tersebut, yang lebih umum dan lebih banyak terdapat di perairan

atau tanah adalah jenis E. coli, yaitu sebagai indikator pencemar fecal (tinja), dihitung

berdasarkan MPN (most probabel number) (Saeni, 1991).

2.4. Pengertian-pengertian

A. Pengertian Sampah

Pengertian sampah dapat lebih jelas diketahui dengan mempelajari beberapa

pengertian. Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan

limbah padat. Sedangkan limbah itu sendiri pada dasarnya adalah suatu bahan yang

Page 21: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

27

terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan

tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi

yang negatif. Sampah mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau

membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping juga dapat mencemari

lingkungan (Sa’id, 1998).

Sampah (solid waste) adalah semua jenis bahan padat yang dibuang sebagai bahan

buangan, tidak bermanfaat atau barang-barang yang dibuang karena kelebihan

(Tchobanoglous et al., 1977). Pavoni menyatakan bahwa, sampah adalah semua bahan

buangan yang umumnya dalam bentuk padat, berasal dari manusia dan binatang yang

dibuang sebagai barang yang tidak berguna atau tidak dibutuhkan lagi. Sampah

merupakan segala bentuk buangan padat yang sebagian besar berasal dari aktivitas

manusia (domestik). menurut Hadiwijoto (1983), sampah domestik lebih banyak

didominasi oleh bahan organik, meskipun tipe dan komponennya berpartisipasi dari satu

kota ke kota lainnya, bahkan dari hari-kehari.

B. Sumber dan Jenis Sampah

Menurut Sa’id (1987) penggolongan atau pembagian sampah dapat dilakukan

berbagai cara, tergantung kebijakan negara setempat, dua cara pembagian yang sering

digunakan, berdasarkan teknis dan berdasarkan sumbernya sebagai berikut:

a. Berdasarkan teknis, sampah dibagi atas:

1). Sampah bersifat semi basah, golongan bahan organik, misalnya sampah dapur,

sampah restoran berupa sisa buangan sayuran dan buah-buahan, mudah terurai,

karena mempunyai rantai ikatan kimiawi yang rendah.

2). Sampah anorganik sukar terurai karena mempunyai rantai ikatan kimiawi yang

panjang, misalnya kaca, plastik dan selulosa.

3). Sampah berupa abu hasil pembakaran, secara kuantitatif sampah jenis ini sedikit,

tetapi pengaruhnya bagi kesehatan cukup besar.

4). Sampah berupa jasad hewan mati, misalnya bangkai tikus, anjing, ayam, ikan dan

burung.

5). Sampah jalanan, semua sampah yang dikumpulkan di jalan-jalan, misalnya daun-

daunan, kantong plastik, kertas dan lain- lain.

Page 22: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

28

6). Sampah industri, dari kegiatan produksi, secara kuantitatif limbah ini banyak,

tetapi ragamnya tergantung jenis industri tersebut.

b. Berdasarkan sumbernya, sampah digolongkan dalam:

1). Sampah domestik (domestic waste).

Berasal dari lingkungan perumahan, baik di perkotaan maupun pedesaan, ragam

sampah perkotaan lebih banyak, serta jenis sampah organiknya secara kuantitatif

dan kualitatif lebih kompleks. Sampah di pedesaan umumnya bahan-bahan organik

sisa produk pertanian, sedangkan sampah anorganiknya lebih sedikit.

2). Sampah komersial (commercial waste)

Tidak berarti sampah tersebut mempunyai nilai ekonomi, tetapi lebih merujuk

kepada jenis kegiatan yang menghasilkannya. Sampah komersial dari kegiatan

perdagangan, seperti toko, warung, restoran dan pasar atau toko swalayan.

Tabel 2: Sumber dan Jenis Sampah Sumber Jenis, Fasilitas, Aktivitas, Lokasi

Timbulnya Sampah Jenis Sampah

Perumahan Komersial Fasilitas kesehatan Perkotaan Industri Lapangan terbuka Industri pengolahan Pertanian

Rumah tinggal, apartemen atau rumah susun. Toko, restoran, pasar, bangunan kantor, hotel, percetakan, toko onderdil, perusahaan. Rumah sakit, puskesmas, poliklinik, apotik. Rumah sakit, puskesmas, poliklenik, apotik. Bangunan, pabrik, penyulingan, instalasi, kimia, pertambangan, pembangkit tenaga. Jalan, taman, tanah kosong, lapangan bermain, pantai, jalan tol, tempat rekriasi. PDAM, IPAL, proses pengolahan industri. Hasil semua atau ladang, kebun, peternakan.

Sisa makan, rubbish, abu, sampah khusus. Sisa makan, rubbish, abu, sisa bangunan, sampah khusus. Sisa makan, rubbish, sampah khusus. Sisa makan, rubbish, sampah khusus. Sisa makanan, rubbish , sisa atau bekas buangan, sampah khusus, sampah berbahaya. Sampah khusus rubbish. Sampah dan instalasi lumpur residu. Sisa makanan membusuk, sampah perkotaan, rubbish , sampah berbahaya.

Sumber: Tehobauoglous (1997).

Pengertian sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan adalah benda yang

dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sehingga

tidak mengganggu kelangsungan hidup (Azwar, 1983). Sampah digolongkan dalam ilmu

kesehatan lingkungan adalah:

Page 23: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

29

a. Garbage, sisa pengolahan makanan yang mudah membusuk, misalnya koto ran dapur

rumah tangga, restoran, hotel dan lain- lain.

b. Rubbish, bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk (mudah terbakar:

kayu, kertas, dan yang tidak mudah terbakar: kaleng dan kaca).

c. Ashes, ialah segala jenis abu hasil pembakaran kayu, batubara.

d. Segala jenis bangkai yang besar seperti kuda, sapi, kucing, tikus.

Street sweeping, ialah segala benda padat sisa sampah hasil industri, misal industri

kaleng dengan potongan-potongan sisa kaleng.

Menurut Sumirat (1994), jenis sampah dibagi atas dasar sifat-sifat biologi dan

kimianya, yaitu:

a. Sampah yang membusuk (garbage), yang mudah membusuk karena aktivitas

mikroorganisme.

b. Sampah yang tidak membusuk (refure), jenis ini terdiri dari kertas-kertas, logam,

karet, plastik dan lainnya yang tidak dapat membusuk.

c. Sampah yang berbentuk debu atau abu hasil dari pembakaran, baik pembakaran bahan

bakar, sampah jenis ini tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mendapatkan tanah atau penimbunan.

d. Sampah berbahaya, adalah sampah karena jumlah, konsentrasi atau sifat kimiawi,

fisika dan mikrobiologinya dapat menimbulkan bahaya.

Jadi pada dasarnya sumber sampah dapat diklarifikasi beberapa kategori yang

berhubungan dengan tata guna tanah: permukiman penduduk, tempat-tempat umum,

tempat pardagangan, sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah maupun swasta,

daerah industri, pertanian dan rumah sakit.

C. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah bertujuan mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak

mengganggu dan menekan volume, sehingga mudah diatur. Cara pengelolaan sampah

yang dianggap terbaik saat ini adalah penimbunan dan pemadatan secara berlapis- lapis

(sanitary landfills), sampah tidak terbuka selama 24 jam karena apabila air hujan yang

terserap ke lapisan tanah dan melalui lapisan sampah akan membentuk cairan lindi, yang

mengandung padatan terlarut dan zat- zat lain hasil perombakan bahan organik oleh

mikroba. Lindi tersebut dapat mengalir bersama air hujan atau air permukaan dan

Page 24: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

30

meresap kedalam lapisan- lapisan tanah dan masuk ke dalam air tanah (Clark, 1977).

Hasil analisis lindi oleh Department of Public Health, USA (1972) terdapat pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 dijelaskan semakin lama umur lindi, konsentrasi zat pencemar

semakin berkurang, karena zat-zat tersebut telah mengalami penguraian oleh tanah. Ion

klorida (Cl̄ ) sebagai ion anorganik sulit teruraikan, baik melalui pertukaran ion, adsorbsi,

filtrasi, dan biodegradasi. Dalam hal ini ion Cl̄ dapat dipakai sebagai indikator terhadap

aliran lindi, secara tidak langsung dapat menimbulkan pencemaran terhadap air tanah,

khususnya air sumur gali (Slamet, 1994).

Tabel 3. Hasil Analisis Lindi Sistem Sanitary Landfill (ppm) Umur Lindi Parameter Satuan 2 Tahun 6 Tahun 17 Tahun

BOD5 COD Jumlah Padatan Klorida (C1¯) Natrium (Na?) Besi (Fe) Sulfat (SO4²¯) Kesadahan Logam-logam berat

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

39 68.0 54 610.0 9 144.0 1 697.0

900.0 5 500.0

680.0 7830.0

15.8

8 000.0 14 080.0 6 795.0 1 330.0

810.0 6.3 2.0

2 200.0 1.5

40.0 225.0

1 198.0 135.0 74.0 0.6 2.0

540.0 5.4

Sumber: Department of Public Health USA (1972).

Tinggi rendahnya curah hujan, jarak aliran dengan air tanah, dan sifat-sifat tanah

yang dilalui akan mempengaruhi sifat lindi, dan sifat lindi akan mempengaruhi tingkat

pencemaran yang ditimbulkannya, sedangkan komposisi lindi dipengaruhi oleh asal dan

umurnya. Dengan demikian, untuk menghindari kontaminasi terhadap lingkungan, lindi

yang terjadi harus aman dari pencemaran sebelum disalurkan ke saluran pembuangan.

Menurut Suratmo (2002), pengelolaan sampah di TPA terdiri dari open dumping,

landfill, insinerator, pembuatan kompos dan teknologi baru (reduce, recycle dan reuse).

Sedangkan partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan sampah harus diperhatikan

ketersediaan tempat sampah di rumah, ketersediaan TPS, ketaatan membayar iuran dan

ketaatan membuang sampah di tempat yang telah ditentukan.

Page 25: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

31

Gambar 2: Diagram Kerangka Dasar Pemikiran Pengelolaan Sampah

Menurut Sa’id (1988), pengelolaan sampah adalah perlakuan atau tindakan yang

dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan

dan pengolahan serta pemusnahan. Sedangkan menurut Soewedo (1983), pengelolaan

sampah adalah perlakuan terhadap sampah guna menghilangkan masalah yang berkaitan

dengan lingkungan.

Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai suatu bidang yang berhubungan

dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan

pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan cara yang sesuai dengan

prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, perlindungan alam,

keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap

masyarakat. Pengelolaan sampah adalah suatu proses mulai dari sumber sampai dengan

di buang ke tempat pembuangan akhir (TPA) dengan tidak menimbulkan kerusakan

lingkungan, mengganggu kelestarian dan sumberdaya alam.

Secara umum syarat pokok pengelolaan sampah, yaitu: penyimpanan atau

pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan dan pembuangan akhir. Dari

beberapa syarat pokok tersebut, yang perlu mendapat perhatian adalah pengelolaan dan

pembuangan akhir sampah. Pengolahan sampah merupakan proses antara sebelum

dilakukan pembuangan sampah di TPA yang bersifat optimal. Teknik dan cara

pengolahan sampah dapat dilakukan dengan metode daur ulang, biologis (pembuatan

kompos), pemadatan dan insinerator.

UU & PERDA

Penyuluhan

Dinas Kebersihan (Petugas Kebersihan)

Sarana & Prasarana Angkutan

Penghasil Sampah (masyarakat)

Pengumpul Sampah

Sampah Terkumpul

Disiplin

Pengetahuan

Kesadaran

Prilaku atau Kebiasaan

Membuang Sampah

Sampah Terangkut

Lingkungan Bersih Sehat dan Nyaman

Page 26: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

32

Azwar (1983) menyatakan bahwa dalam pengelolaan sampah terdapat tiga

aktivitas meliputi:

a. Penyimpanan atau pengumpulan

Cara ini dimaksudkan untuk menjaga agar hasil pengumpulan sampah tidak terjadi

perubahan yang dikehendaki, seperti pembusukan, atau kadar air yang meningkat.

Penyimpanan ini dilakukan pada tempat pengumpulan sementara sebelum sampah

diangkut, dibuang, dimanfaatkan serta dimusnahkan. Tempat-tempat ini sering

dijumpai di toko-toko, warung, hotel, restoran, kantor dan rumah.

b. Pengangkutan

Pengangkutan sampah dari pemukiman penduduk yang terletak di pinggir jalan raya

diangkut dengan gerobak. Dari hasil pengumpulan dari rumah ke rumah dipindahkan

ke tempat pembuangan sementara (TPS), selanjutnya diangkut dengan truk ke tempat

pembuangan akhir (TPA) sampah.

c. Pemusnahan.

Menurut Partoatmodjo (1993), menyatakan pemusnahan dan pemanfaatan tersebut

sebagai berikut:

1) Sanitary landfill, membuang dalam lembah dan ditutup dengan selapis tanah,

yang dilakukan lapis demi lapis, sehingga sampah tidak berada di alam secara

terbuka.

2) Landfill, sampah dibuang dalam lembah tanpa ditimbun oleh lapisan tanah.

3) Open Dumping, membuang sampah di atas permukaan tanah.

4) Dumping in water, membuang sampah di perairan misalnya di sungai atau di laut.

5) Insinerasi, pembakaran sampah secara besar-besaran dan tertutup dengan

menggunakan insenerator.

6) Individual insenerator, pembakaran sampah dengan insenerator yang dilakukan

oleh perorangan dalam rumahtangga.

7) Hog feeding, sampah sayuran dijadikan untuk pakan babi.

8) Composting, pengelolaan sampah organik menjadi pupuk, yang bermanfaat

untuk menyuburkan tanah.

9) Discharge to sewers, sampah dihaluskan kemudian dibuang ke dalam saluran

air.

Page 27: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

33

10) Pendaur ulangan sampah dengan cara memanfaatkan kembali barang- barang

yang masih bisa dipakai.

11) Reduksi, menghancurkan sampah menjadi bagian kecil-kecil dan hasilnya

dimanfaatkan.

Pembuangan akhir sampah adalah upaya untuk memusnahkan sampah di tempat

tertentu yang disebut tempat pembuangan akhir sampah (TPA), dan dalam pembuangan

akhir ada beberapa metode yaitu:

a. Open Dumping

Metode open dumping adalah cara pembuangan akhir dengan hanya menumpuk

sampah begitu saja tanpa ada perlakuan khusus, sehingga dapat menimbulkan

gangguan terhadap lingkungan.

b. Controlled Landfill

Adalah sistem open dumping yang diperbaiki atau ditingkatkan, merupakan peralihan

antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada cara ini penutupan sampah

dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh dengan timbunan sampah yang

dipadatkan setelah mencapai tahap tertentu.

c. Sanitary Landfill

Pada sistem ini sampah ditimbun dalam tanah yang luas kemudian dipadatkan dan

ditutup dengan tanah penutup harian pada setiap hari dan akhir operasi (Suryanto,

1988).

Menurut Sumitro et al., (1991) dalam usaha penanggulangan masalah sampah

melalui pemanfaatan sampah tersebut, perlu diperhatikan kandungan zat kimia, seperti

keberadaan karbon dan kobalt yang dapat menimbulkan gangguan pada tanaman. Hal ini

dapat berkembang menjadi masalah yang serius, karena selain dapat merusak hasil

tanaman, misalnya meracuni tanaman tomat, unsur-unsur tersebut juga berbahaya bagi

manusia yang mengkonsumsi produk pertanian tersebut. Resiko yang tidak dapat

dihindarkan dari pembuangan sampah di landfill adalah terbentuknya gas dan lindi yang

dipengaruhi oleh dekomposisi dari mikroba dan iklim, sifat dari sampah dan iklim

pengoperasian sampah di landfill. Perpindahan gas dan lindi dari lendfill ke lingkungan

sekitarnya menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, selain berdampak buruk

terhadap kesehatan juga menyebabkan kebakaran dan peledakan, kerusakan pada

Page 28: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

34

tanaman, bau yang tidak sedap, masalah setelah penutupan landfill, pencemaran air tanah,

udara dan pencemaran global, El-fadil (1997).

Menurut El- fadil et al., (1997), dan Samom et al., (2002) hendaknya TPA

dioperasikan dengan sistem sanitary landfill yang dilengkapi dengan pemasangan

instalasi recovery gas, sistem pengolahan dan pengumpulan gas yang mencegah

pemindahan gas dari TPA atau emisi gas melalui permukaan landfill, penghalang hid rolik

seperti ekstraksi dan sumur pantauan, sumur relief dan parit perlindungan dan sistim

pengumpulan untuk masalah pengontrolan lindi. Selain itu untuk meminimisasi dampak

lingkungan jika mungkin diusulkan kepada pemerintah untuk mengadopsi sistem

pengubahan sampah menjadi energi karena tidak mungkin hanya dengan sanitary landfill

dapat menghilangkan semua pengaruh negatif sampah dan lingkungan.

D. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Pada era saat ini tempat pembuangan sampah akhir yang umum dipergunakan di

beberapa negara adalah dengan tanah urugan atau dikenal dengan landfill yang berfungsi

sebagai tempat pembuangan akhir (TPA). Menurut Tchobanoglous 1999, TPA adalah

suatu fasilitas fisik yang digunakan untuk pembuangan sisa limbah padat atau sampah

diatas permukaan tanah dari bumi. Akan tetapi saat ini istilah TPA mengacu pada

rekayasa fasilitas untuk pemusnahan limbah padat kota yang dirancang dan dioperasikan

untuk meminimumkan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dikenal dengan sanitary landfill adalah

sistem pembuangan sampah dengan cara dipadatkan dan ditutupi serta dilapisi tanah

setiap hari. Di dalam sistem TPA akan terjadi proses dekomposisi sampah secara kimia,

biologi, dan fisik yang menghasilkan gas-gas dan bahan organik lainnya. Air hujan yang

jatuh pada lokasi TPA akan berinfiltrasi ke dalam sistem sampah dan melarutkan hasil

dekomposisi ini berupa cairan yang disebut air lindi, komposisi air lindi bervariasi antara

satu lokasi dengan lokasi lainnya, Widyatmoko dan Sintorini (2002).

Menurut Novotny dan Olem (1994) saat ini Tempat Pembuangan Akhir termasuk

sumber pencemaran air tanah utama di dunia setelah tanki septik dengan perhitungan saat

itu di Amerika Serikat hanya 6 % dari seluruh sanitary landfill yang tidak menyebabkan

masalah lingkungan dan beroperasi secara baik. Hal ini didukung oleh Freeze and Cherry

(1979) yang menyatakan bahwa kontaminasi air tanah oleh bahan organik yang dapat

Page 29: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

35

bergerak akan menjadi masalah yang sangat serius. TPA Bantar Gebang, pada prinsipnya

merupakana suatu landfill yang dirancang dan dikonstruksikan secara modern,

pengumpulan lindi dan pengolahannya pada 4 kolam aerasi. E. Lindi

Masalah yang timbul dalam pengurugan atau penimbunan sampah ke dalam tanah

adalah kemungkinan pencemaran sumber air oleh lindi. Tchobanoglous (1977)

menyatakan lindi merupakan limbah cair atau cairan yang melalui timbunan sampah yang

mengekstrak bahan yang terlarut atau tersuspensi di dalamnya. Cairan tersebut berasal

dari dekomposisi sampah dan dapat juga berasal dari sumber luar, seperti aliran air

permukaan, air hujan, air tanah dan air yang berasal dari mata air bawah tanah.

Pengertian lain lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke

dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas zat-zat terlarut, termasuk juga zat

organik hasil proses dekomposisi biologis (Damanhuri, 1995). Jadi dapat disimpulkan

bahwa lindi adalah cairan yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan

sampah, melarutkan dan membilas zat- zat terlarut. Cairan tersebut mengandung bahan

organik yang tinggi sebagai hasil dekomposisi sampah dan juga berasal dari proses

infiltrasi dari air limpasan.

Air lindi merupakan bahan cair yang timbul pada bagian bawah sanitary landfill,

yang jumlahnya tergantung pada berbagai faktor seperti: curah hujan, kemiringan dan

jenis lapisan tanah penutup, kepadatan sampah, kelembaban sampah dan kondisi

lingkungan sanitary landfill. Debit air lindi berhubungan positif dengan besarnya curah

hujan, air lindi yang akan timbul diperkirakan sebesar 50 persen, pada proses

penimbunan dan 20 persen setelah penimbunan. Fasilitas air lindi diharapkan dapat

menampung jumlah air lindi pada bulan-bulan basah, yakni bulan Januari dan Februari

(Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2002). Menurut Chen (1975), komposisi lindi bervariasi

karena proses pembentukan lindi dipengaruhi oleh macam buangan (zat organik atau

anorganik), mudah tidaknya peruraian (larut atau tidak larut), kondisi landfill (suhu, pH,

potensial redoks, kelembaban, umur); karakteristik sumber air (kuantitas dan kualitas);

komposisi tanah penutup.

Page 30: Pemberdayaan Masyarakat Di TPA

36

Pengaruh sanitary landfill adalah pencemaran air tanah dan air permukaan, terjadi

bila sanitary landfill berdampingan dengan badan air, jika air hujan jatuh di atas

permukaan landfill, meresap dan turun melalui lapisan kedap air ke badan air yang lebih

rendah. Pembentukan lindi akibat air hujan tidak dapat dihindari pada awal pengisian

sampah. Setelah lindi melalui tanah pada kedalaman beberapa meter kontaminasi

bakteriologis tidak ditemui lagi. Suspensi yang terdapat di dalam lindi dapat terbawa

sampai ke dalam tanah yang lebih jauh, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah

(Thank, 1985).

Air lindi akibat proses degradasi sampah dari TPA merupakan sumber utama yang

mempengaruhi perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa, bau dan kekeruhan. Suhu limbah

yang berasal dari lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini

dapat mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan gas dalam air,

mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman, 1992). Sedangkan Menurut

Schmeider (1970), untuk menghindari pencemaran oleh lindi, maka tempat pembuangan

akhir sampah, harus terletak jauh dari kantong air dan memiliki lapisan kedap air,

sekurang-kurangnya 3 meter di atas permukaan air tanah tertinggi. Selanjutnya

Environmental Protection Agency (1977), menyarankan lokasi pengelolaan sampah harus

menjauhi jaringan drainase, terletak di garis pantai terluar (batas pasang 10 tahun) dan

jauh dari badan air, minimal 300 meter dari air permukaan.

Permasalahan TPA yang memerlukan penanganan khusus dari operasi sistem

TPA ini adalah mengusahakan agar air lindi tidak meresap ke dalam sistem air tanah

dangkal supaya tidak mencemari lingkungan. Pada prinsipnya pada TPA telah disiapkan

unit pengolah air lindi yang dikumpulkan sebelum dibuang ke sistem air permukaan.

Pada kondisi normal air lindi ditemukan pada dasar TPA dan bergerak melewati lapisan

dasar yang juga tergantung pada sifat-sifat bahan sekitarnya. Pengelolaan lindi dapat

dilakukan dalam beberapa metode secara umum yaitu: pengurangan secara alami oleh

tanah, menghambat pembentukan lindi, pengumpulan dan pengolahan, perlakuan

pendahuluan untuk mengurangi volume dan kelarutan, dan detoksifikasi limbah

berbahaya sebelum dibuang ke saluran.