Pemberantasan Korupsi di Singapura

6

Click here to load reader

description

Pemberantasan Korupsi di Singapura

Transcript of Pemberantasan Korupsi di Singapura

Page 1: Pemberantasan Korupsi di Singapura

Sepakbola Gajah di Singapura

M. Arief Fakhruddin

D IV Akuntansi Kurikulum Khusus BPKP, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan

Email: [email protected]

Abstrak – Korupsi sudah menjadi permasalahan hampir di seluruh Negara di dunia dan hampir terjadi di semua

aspek, tidak terkecuali bidang sepakbola. Singapura, negara dengan luas yang “hanya” 710.2 km2[1], jumlah

penduduk yang tidak sebanyak pulau Jawa, dan kompleksitas permasalahan korupsi tidak serumit di Indonesia,

menjadi pusat mafia pengaturan skor yang sekarang tengah diselidiki oleh The Corrupt Practices Investigation

Bureau (CPIB), “KPK” di Singapura yang mempunyai tugas menegakkan dan menyelidiki semua pelanggaran

korupsi yang ada di Singapura.

Kata Kunci – korupsi, CPIB, Singapura, pengaturan skor, match fixing.

I. Pendahuluan

CPIB didirikan pada tahun 1952 sebagai badan independen yang terpisah dari kepolisian dan bertanggung

jawab atas investigasi dan pencegahan korupsi di Singapura. Korupsi menjadi bagian dari Singapura pada tahun

1940-an dan awal 1950-an. Sebelum tahun 1952, semua kasus korupsi hanya diselidiki oleh unit kecil di Kepolisian

Singapura yang dikenal sebagai Cabang Anti-Korupsi (Anti-Corruption Branch). Masalah lain yang dihadapi dari

unit ini adalah kurangnya dukungan publik. Anggota masyarakat tidak mau bekerja sama dengan CPIB karena

mereka skeptis terhadap efektivitas lembaga tersebut dan takut akan tindakan balasan jika melaporkan tindakan

korupsi. Pada bulan Oktober 1952, staf CPIB terdiri dari 13 anggota. Seperti kebanyakan organisasi yang baru

didirikan, perekrutan staf dan reorganisasi periodik CPIB masih akan berlanjut untuk beberapa tahun berikutnya. [2]

Pemberantasan Korupsi di Singapura mulai menguat begitu People's Action Party di bawah pimpinan Lee

Kwan Yew berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang terhadap korupsi'. Beliau

menegaskan: 'No one, not even top government officials are immuned from investigation and punishment for

corruption'. 'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari

tindak korupsi'. [3]

Korupsi sendiri tidak hanya terjadi pada bidang pemerintahan, tetapi sudah merambah ke segala aspek,

bahkan pada bidang olahraga, khususnya sepak bola, olahraga yang begitu populer di masyarakat. Korupsi di bidang

sepakbola sudah terjadi sejak era 80-an yang dilakukan oleh pemain dan wasit. Hal ini terjadi karena bayaran wasit

dan pemain pada waktu itu masih sangat rendah. Istilah yang dikenal saat itu adalah sepak bola gajah. Praktek suap

itu berlanjut ke era 90-an dimana bayaran pemain sangat tinggi sementara bayaran kepada wasit masih rendah dan

kemudian yang terjadi adalah mafia wasit. Kemudian pada tahun 2000-an praktek pengaturan skor kembali terjadi

meski bayaran wasit dan pemain cukup tinggi. Kali ini,yang bermain adalah mafia pengurus. Keterlibatan mafia

Page 2: Pemberantasan Korupsi di Singapura

pengurus adalah dalam hal penyusunan jadwal yang tidak baik, pengaturan skor, pengaturan juara, promosi, dan

hukuman, dan Singapura menjadi salah satu pusat dari sindikat mafia dalam hal pengaturan skor.

II. Landasan Teori

Pada tahun 2012 Fédération Internationale de Football Association (FIFA), badan sepakbola tertinggi di

dunia, melakukan penyelidikan terhadap 425 perangkat pertandingan, official club, pemain dan juga pihak-pihak

terkait yang diduga memiliki keterlibatan dalam hal match fixing (pengaturan skor) pada lebih dari 100

pertandingan. [4] Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, salah satu pusat dari sindikat mafia pengaturan skor

ada di Singapura. Pengaturan skor ini, dilakukan oleh bandar judi dengan tujuan meraup keuntungan dari sindikat

judi yang dikelolanya. Salah satu modus yang dilakukan oleh mafia tersebut adalah memberikan gratifikasi seks

terhadap perangkat pertandingan, dalam hal ini wasit dan hakim garis, agar memenangkan salah satu kubu.

The Football Association of Singapore (FAS) melakukan kerjasama dengan CPIB dalam hal

pemberantasan mafia pengaturan pertandingan karena gratifikasi yang dilakukan oleh bandar judi di Singapura

sudah dapat dikategorikan delik korupsi. Sebagaimana delik yang ditentukan oleh Prevention of Corruption Act.

Gratifikasi menurut hukum di Singapura, sesuai dengan Prevention of Corruptioan Act (Chapter 241)

sendiri adalah:

1. Uang atau hadiah, pinjaman, biaya, hadiah, komisi, aset berharga atau properti lain atau keuntungan dari

properti lainnya, baik bergerak maupun tidak bergerak;

2. Setiap kantor, pekerjaan atau kontrak;

3. Setiap pembayaran, rilis, debit atau likuidasi pinjaman, kewajiban atau lainnya yang sejenis dalam hal apapun,

baik secara keseluruhan atau sebagian;

4. Pelayanan lainnya, keuntungan dalam deskripsi apapun, termasuk perlindungan dari hukuman atau

ketidakmampuan yang terjadi atau dari tindakan atau proses yang bersifat disipliner atau pidana, apakah itu

sudah atau tidak ditetapkan secara hukum.

5. Tawaran apapun, perbuatan atau menjanjikan segala bentuk gratifikasi dalam artian yang sesuai dengan ayat

(1), (2), (3), dan (4)).

Pada April 2013 lalu, CPIB menangkap wasit Ali Sabbagh dari Lebanon dan 2 asisten wasit Ali Aid dan

Abdullah Talib yang memimpin pertandingan Piala AFC Grup H antara Singapura Tampines Rovers dan East

Bengal dari India. Laga tersebut berkesudahan 2- 4 untuk tim tamu dan terlihat sangat janggal atas kekalahan tim

tuan rumah dari tim tamu. Ketiganya ditangkap terkait dengan pengaturan skor pertandingan untuk menguntungkan

Eric Ding Si Yang, pengusaha dari Singapura yang terkenal gemar judi bola. Eric melakukan suap pada tiga

perangkat pertandingan tersebut dengan memberikan gratifikasi seks yang diberikan sebelum ketiga perangkat

pertandingan tersebut memimpin pertandingan.

Keempat orang tersebut secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam hal ini

gratifikasi seksual, dengan Eric sebagai pemberi gratifikasi dan 3 official pertandingan tersebut sebagai penerima

gratifikasi, melanggar section 5(a)(i) of the Prevention of Corruption Act, Chapter 241. Pengadilan tinggi Singapura

sendiri sudah menjatuhkan hukuman untuk ke empat orang tersebut, Ali Aid dan Abdullah Thalib dihukum

Page 3: Pemberantasan Korupsi di Singapura

kurungan 3 bulan penjara, sedangkan Eric Ding Si Yang tidak ditahan karena mengajukan jaminan 150 ribu dolar

Singapura atau sekitar Rp1,68 Milyar. Wasit Ali Sabbagh sendiri dihukum lebih berat selama 6 bulan penjara,

karena dianggap memaksa dua rekan hakim garisnya untuk ikut serta menerima gratifikasi seksual tersebut.

III. Hasil dan Pembahasan

Mafia sepakbola memang harus diberantas, karena sudah menodai nilai sportifitas dari olahraga tersebut.

Pengaturan hasil pertandingan, pengaturan juara, promosi, dan pengaturan yang lain, sudah terjadi di seluruh

belahan dunia, tidak terkecuali di Singapura. Tindakan FAS bekerjasama dengan CPIB sudah tepat karena

pengaturan hasil pertandingan yang dilakukan oleh empat orang tersebut memenuhi delik gratifikasi, sehingga dapat

dikategorikan sebagai korupsi. Keuntungan yang didapatkan oleh mafia-mafia tersebut juga tidak kecil, diyakini

milyaran rupiah dapat dikumpulkan oleh seorang bandar judi dari sebuah pertandingan sepak bola, apalagi

pertandingan besar seperti Liga Champions , Piala Dunia, Piala Eropa, dll

Pemberantasan mafia pertandingan juga sesuai dengan komitmen pemerintah Singapura pada waktu

mendirikan CPIB, selain ingin melindungi bisnis negaranya dari tindakan korupsi, karena Singapura merupakan

negara bisnis, juga ingin memberantas korupsi di semua lini. Oleh karena itu CPIB diberikan kewenangan untuk

melakukan penyidikan, penindakan bahkan tanpa surat perintah penangkapan atau dapat menahan setiap orang yang

melakukan delik menurut Prevention of Corruption Act atau mereka yang diadukan atau telah diterima informasi

yang dapat dipercaya dengan dugaan telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi. CPIB sendiri tidak terlalu

sibuk dalam melakukan pemberantasan korupsi di Singapura baik secara penindakan maupun pencegahan, karena

tingkat sadar hukum masyarakat di Singapura sudah tinggi serta pemerintahannya juga tertib  (clean government). Di

samping itu, jumlah penduduk Singapura relatif sedikit, pengangguran sangat sedikit, dan pendapat perkapita rakyat

Singapura tinggi, dan hukum benar-benar ditegakkan secara konsisten.[5] Jadi ketika ada kasus yang mencuat, CPIB

dapat focus dan cepat untuk menyelesaikan kasus tersebut. Tidak seperti di Indonesia, karena keterbatasan sumber

daya yang dimiliki, dan juga banyaknya kasus yang ditangani, sehingga KPK terkesan lamban dalam penanganan

sebuah kasus. Semoga ke depannya, ketika hukum benar-benar ditegakkan dan tingkat kesadaran masyarakat

Indonesia terhadap hukum sudah tinggi, KPK hanya tinggal menjadi watchdog, mengawasi agar tidak ada kasus

korupsi lagi di Indonesia kita tercinta ini.

Page 4: Pemberantasan Korupsi di Singapura

Sumber referensi

[1] www.id.wikipedia.org/singapura

[2] www.cpib.gov.sg/

[3] http://tulisan-nasiruddin-mm.blogspot.com/2011/12/meniru-cara-pemberantasan-korupsi-dari.html

[4] www.fifa.com

[5]http://hukum.kompasiana.com/2012/02/27/komisi-pemberantasan-korupsi-singapura-cpibcorrupt-practices-

investigation-bureau-438568.html