PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi,...

101
i PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON KARYA LAN FANG SUATU PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Ermie Dyah Paramita R. NIM: 044114021 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

Transcript of PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi,...

Page 1: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

i

PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL LELAKON KARYA LAN FANG

SUATU PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

Oleh Ermie Dyah Paramita R.

NIM: 044114021

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

Page 2: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

ii

Page 3: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

iii

Page 4: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini untuk BAPAK dan IBUku yang senantiasa memberikan

tenaga, waktu, dan materinya hanya agar anaknya bisa menjadi seseorang yang

berhasil.......

Kupersembahkan juga untuk KAKAK-KAKAKku yang senantiasa membimbingku dan

mendukungku demi terselesaikannya skripsi ini......

Terkhusus ku persembahkan untuk PAPACHAY yang dengan kesabarannya

menantikan skripsi ini selesai.......

Page 5: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

v

HALAMAN MOTTO

TAK ADA YANG TAK AKAN BISA KAU LAKUKAN

JIKA SEMUA ITU

KAU LAKUKAN DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DAN SUKA CITA

Page 6: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

vi

PERNYATAAN KEASLIAAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagiamana layaknya karya ilmiah.

Page 7: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Ermie Dyah Paramita R.

Nomor Mahasiswa : 044114021

demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON

KARYA LAN FANG SUATU PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak

untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk

pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet

atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Januari 2010

Yang menyatakan,

Page 8: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

vii

ABSTRAK

Paramita R., Ermie Dyah. 2009. Pembentukan Identitas Diri Tokoh Utama dalam Novel Lelakon Karya Lan Fang Suatu Pendekatan Psikologi Sastra. Skripsi. Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Penelitian ini mengkaji pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel Lelakon karya Lan Fang dengan pendekatan Psikologi Sastra. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dalam memaparkan pembentukan identitas diri tokoh utamanya. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan hasil penelitian adalah metode deskriptif. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: pertama, menganalisis tokoh dan penokohan tokoh utama; kedua, menganalisis dan mendeskripsikan proses pembentukan identitas diri tokoh utama.

Tokoh utama dalam novel Lelakon adalah Mon dan Bulan. Tokoh Mon dan Bulan dalam novel Lelakon memiliki ruang penceritaan yang besar dan memiliki intensitas lebih banyak dalam proses pembentukan identitas dirinya. Tokoh Mon digambarkan sebagai seorang wanita yang pekerja keras, tidak serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi karakter yang mudah menyerah, putus asa, mudah gelisah, dan menjadi polos dan lugu dalam mewujudkan keinginannya tanpa memakai hati nurani. Tokoh Bulan digambarkan sebagai seorang wanita yang sempurna, baik secara fisik, intelektual, keluarga, dan materi. Tokoh Bulan juga digambarkan sebagai seorang yang ringan tangan dan ringan hati, penuh perhitungan, tetapi tidak diperhatikan suaminya. Namun karakter Bulan tersebut berubah menjadi seseorang yang sadar akan memiliki kekurangan, sadar bahwa hidupnya tidak selalu berada diatas, sadar bahwa seseorang itu membutuhkan orang lain, sadar bahwa seseorang itu dilihat bukan dari fisiknya saja, dan memiliki sifat legawa atau berpasrah diri.

Pembentukan identitas diri tokoh utamanya dapat dilihat dari proses pembentukan kepribadian melalui faktor lingkungan dan faktor diri. Pembentukan identitas diri tokoh Mon adalah menjadi seorang yang lebih mempunyai keyakinan bahwa hidup ini harus dijalankan dengan rasa syukur, legawa atau berpasrah diri, dan meyakini hidupnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain. Sedangkan pembentukan identitas diri tokoh Bulan adalah menjadi seorang yang memiliki pandangan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari keseimbangan antara kebahagiaan duniawi dengan kebahagiaan rohani.

Page 9: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

viii

ABSTRACT

Paramita R., Ermie Dyah, 2009. Self Identity Formation of Major Character in

Lelakon by Lan Fang, A Literature Psychology Approach. Thesis. Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Darma University. Yogyakarta.

This research studies about self identity formation of major characters in Lelakon by Lan Fang using literature psychological approach. This research aims to analyze and describe self identity formation of major characters in this novel. This research uses literature psychological approach in describing the major characters’ self identity formation. The method used to get the data and research result is descriptive method. Then, these are the steps taken: First, analyze the characters and characterize the major characters; second, analyze and describe the process of self identity formation of major characters.

The major characters in Lelakon are Mon and Bulan. Those characters have big space of narration and more intensity in the process of self identity formation. Mon character is described as a hard-working woman, moderate, has high self-esteem, but she has jealousy. However, Mon’s characteristics change into easily give up, nervous, and plain in making her dreams come true without inner self. Bulan character is described as a perfect woman seeing from her physic, intellectuality, family, and material. Bulan is also described as a helpful, patient, thoughtful, but ignored by her husband. On the other hand, Bulan finally realizes that life keeps moving, so people are not always on a high position. She also realizes that as a human being, we always need one another, we should not only judge a person physically and have “legawa”or try to accept the fate.

The character building of the main character can be seen from the process of the character building through the environment and self factor. Mon’s self identity formation is becoming a person who has a conviction that people should be thankful to God, legawa or try to accept the fate, and believe that her life is not merely for herself but also for the others. However, Bulan’s self identity formation is becoming a person who has a view that the truly happiness is from the balance between secular and spiritual happiness.

Page 10: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi

ini dapat penulis selesaikan berkat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari banyak

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada

pihak-pihak yang penulis sebutkan sebagai berikut ini.

1. Ibu S. E. Peni Adjie, S.S, M. Hum selaku pembimbing I yang sudah

membimbing penulisan skripsi ini dan dengan penuh kesabaran menanti

penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum selaku pembimbing II yang

membantu penulis dalam memberikan masukan.

3. Serta segenap dosen Prodi Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M. Hum,

Drs. Hery Antono, M. Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum, Drs. P.

Ary Subagyo, M. Hum, Drs. Yosef Yapi Taum, M. Hum, dan Drs. F.X.

Santoso, M. S. yang telah membagikan ilmu-ilmunya kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

4. Mbak Ros, Mas Tri, dan segenap karyawan perpustakan USD yang turut

membantu penulis dalam memberikan pelayanan atas apa yang dibutuhkan

penulis.

5. Bapak YF. Mudji Rahardjo dan Ibu Sri Purwani, terima kasih atas

kesabaran, dukungan, dan cintanya yang tulus.

6. Mbak Ernie Setyorini dan Mas Agt. Erlie Guritno, terima kasih atas

motivasi yang tak lelah kalian ucapkan.

7. Adimas Oktavianto, terima kasih atas kesabaran dan motivasi yang kau

berikan agar penulis senantiasa bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Adimas Satrio Laksono, Matheus Nastiti Nurcahyo Wijaya dan Dewi

Rachmawati yang selalu menjadi penuntun penulis untuk selalu semangat,

serta seluruh teman-teman Sastra Indonesia 2004 dan teman-teman

Page 11: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

x

diberbagai jurusan di Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan

kenangan-kenangan indah, lucu, dan konyol saat-saat masih berkuliah.

9. Media Saptarina, Nami Yuanasti Sembiring, dan Bill Ishak Franklin

Kalalo yang telah memberikan waktunya untuk berbagi keluh kesah di saat

penulis mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Dan segenap pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran

penulisan skripsi ini. Tidak ada kata yang mampu mengungkapkan syukur

ini selain ucapan terima kasih yang tulus dari dalam hati.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah

diberikannya. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada

kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Penulis

mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga

mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

kesusastraan Indonesia dan pembaca pada khusunya.

Penulis

Page 12: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................iv

HALAMAN MOTTO ..................................................................................v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................vi

ABSTRAK .......................................................................................................vii

ABSTRACT ......................................................................................................viii

KATA PENGANTAR .................................................................................ix

DAFTAR ISI .........................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................5

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................6

1.5 Tinjauan Pustaka ..............................................................................................6

1.6 Landasan Teori ..............................................................................................7

1.6.1 Teori Struktural ..................................................................................7

1.6.1.1 Tokoh ..............................................................................................8

1.6.1.2 Penokohan ..................................................................................9

1.6.2 Psikologi Sastra ..................................................................................9

Page 13: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

xii

1.6.3 Identitas Diri ............................................................................................10

1.7 Metode Penelitian ................................................................................13

1.7.1 Pendekatan ............................................................................................13

1.7.2 Metode penelitian ................................................................................13

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................14

1.7.4 Sumber Data ................................................................................14

1.7.4.1 Sumber Data Primer ....................................................................14

1.7.4.2 Sumber Data Sekunder ........................................................14

1.8 Sistematika Penyajian ................................................................................14

BAB II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL LELAKON ........................................................16

2.1 Tokoh dan Penokohan Mon ....................................................................17

2.2 Tokoh dan Penokohan Bulan ....................................................................33

2.3 Kesimpulan ............................................................................................41

BAB III PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM

NOVEL LELAKON ....................................................................43

3.1 Pembentukan Kepribadian ....................................................................45

3.1.1 Pembentukan Kepribadian Mon ........................................................46

3.1.1.1 Faktor Lingkungan ....................................................................46

3.1.1.2 Faktor Diri ................................................................................54

3.1.2 Pembentukan Kepribadian Bulan ........................................................60

3.1.2.1 Faktor Lingkungan ....................................................................60

3.1.2.2 Faktor Diri ................................................................................63

Page 14: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

xiii

3.2 Pembentukan Identitas Diri ....................................................................70

3.2.1 Pembentukan Identitas Diri Mon ........................................................70

3.2.2 Pembentukan Identitas Diri Bulan ........................................................74

3.3 kesimpulan ............................................................................................78

BAB IV PENUTUP ............................................................................................81

4.1 Kesimpulan ............................................................................................81

4.2 Saran ........................................................................................................85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................86

Page 15: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lelakon merupakan novel yang memiliki karakter yang unik. Novel

Lelakon ini mencampurkan antara realitas dan imajinasi liar yang diungkapkan

oleh Lan Fang. Menurut Dian (2007) melalui resensi buku yang dimuat di surat

kabar Jawa Pos mengungkapkan bahwa Lelakon adalah novel yang menceritakan

pencarian jati diri para tokoh-tokohnya. Hal ini yang melatarbelakangi penulis

untuk mengembangkan pandangan Dian dalam bentuk tulisan ilmiah dengan topik

yang berbeda.

Karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penulis, yang sering

dikaitkan dengan gejala-gejala kejiwaan, seperti obsesi, kontemplasi, sublimasi,

bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itulah karya sastra disebut sebagai salah

satu gejala (penyakit) kejiwaan (Ratna, 2004: 62). Sesuai dengan hakikatnya,

karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung.

Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya masyarakat dapat

memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang

terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004:

342). Hal inilah yang menjadi dasar penulis beranggapan bahwa dalam

menuliskan novel Lelakon tersebut, Lan Fang bertolak pada pemikiran seperti

yang diungkapkan oleh Ratna di atas.

Page 16: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  2

Berdasarkan judulnya, novel Lelakon ini menceritakan bagaimana proses

pembentukan tokoh utama dalam menemukan identitas dirinya. Tokoh utama

dalam novel Lelakon adalah Mon dan Bunga. Mon digambarkan sebagai seorang

wanita yang hidup dengan sederhana, memiliki keteguhan hati, pekerja keras, dan

berkeinginan kuat demi mendapatkan keinginannya untuk menjadi seorang yang

kaya. Akan tetapi dalam mewujudkan keinginannya Mon harus menghadapi

berbagai kendala dan melakukan berbagai usaha-usaha berat. Karena tidak

mendapatkan hasil dari kerja kerasnya, Mon menyerah dan berserah dalam

menghadapi hidup yang apa adanya. Hal ini dilakukannya setelah melihat

bagaimana kehidupan sekumpulan orang di sebuah terminal yang menjalankan

hidupnya dengan sikap yang legawa atau pasrah.

Mon kemudian berkenalan dengan Tongki yang mengajarkannya tentang

hidup kaya tanpa usaha keras. Karena itulah, Mon kembali tertarik dan berusaha

untuk belajar dan melakukan apa yang diajarkan padanya. Namun lama-kelamaan

Mon menyadari bahwa apa yang diajarkannya tidaklah sesuai dengan hati

nuraninya.

Tokoh Bulan digambarkan sebagai wanita yang sempurna baik secara

fisik, intelektual, ekonomi, maupun rumah tangganya. Bulan selalu mengatur

rumah tangganya sesempurna mungkin dan bisa membuat semua orang berdecak

kagum dan iri terhadapnya. Karena hal inilah, Bulan menjadi seseorang yang

mandiri yang sudah mengetahui apa yang terbaik untuk keluarganya. Untuk

itulah, Bulan tidak pernah memerlukan bantuan orang lain.

Page 17: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  3

Namun, segala kesempurnaan yang diagung-agungkan oleh Bulan tidak

berangsur lama. Bulan merasa ada sesuatu yang hilang di dalam dirinya sesuatu

yang selama ini sudah dilupakannya. Bulan melupakan bahwa dalam setiap

kesempurnaan pasti ada kekurangan. Bulan pun rela meninggalkan kehidupannya

yang sempurna demi mencari dan mempelajari apa saja kekurangan yang telah

Bulan lupakan dalam hidupnya. Awalnya Bulan sulit untuk menerima kenyataan

bahwa Bulan telah meninggalkan kesempurnaan yang dibangunnya selama ini.

Namun, lama-kelamaannya Bulan bisa menerimanya dan mulai menemukan

jawaban yang dicarinya.

Pengalaman-pengalaman yang dialami Mon dan Bulan merupakan sebuah

proses bagaimana identitas diri yang mereka cari terbentuk. Menurut Salim (1991:

548), identitas diri adalah ciri khas atau kekhasan seseorang. Manusia mencari

identitasnya untuk menentukan siapakah atau apakah manusia itu pada masa

mendatang. Setelah itu manusia baru bisa memiliki suatu pandangan jelas tentang

diri mereka dan tidak akan meragukan tentang identitas batinnya sendiri serta

mengenal perannya dalam masyarakat. Hal tersebut akan terjadi apabila ia sadar

akan ciri-ciri khas pribadinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaannya,

aspirasinya, tujuan masa depan yang diantisipasi dan perasaan bahwa manusia itu

dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya sendiri (Erikson, 1989: 182).

Identitas diri tokoh Mon dan Bulan terbentuk dari sebuah proses

pembentukan kepribadian yang berdasarkan faktor lingkungan dan faktor diri.

Kepribadian merupakan suatu kebulatan yang bersifat kompleks yang disebabkan

oleh karena banyaknya faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut

Page 18: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  4

menentukan kepribadian itu (Sujanto dkk., 2006: 11). Faktor dalam itu

berdasarkan pada faktor keturunan dan faktor diri. Sedangkan faktor luar hanya

berdasarkan pada faktor lingkungan. Menurut Shalahuddin, faktor keturunan

(heredity) dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk bertumbuh dan

berkembang menurut pola-pola, ciri-ciri, sifat-sifat tertentu yang diturunkan dari

kedua orang tuanya. Faktor lingkungan (environment) adalah suatu kenyataan

bahwa pribadi-pribadi atau individu-individu, sebagai bagian dari alam sekitarnya,

tidak dapat lepas dari lingkungannya itu baik lingkungan fisik, lingkungan sosial,

maupun lingkungan psikologis. Faktor diri (self) merupakan kehidupan kejiwaan

seseorang. Kehidupan kejiwaan ini terdiri dari perasaan, usaha, pikiran,

pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan angggapan yang berpengaruh dalam

membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari (Shalahuddin, 1991: 64-68).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui

bagaimana pembentukan identitas diri tokoh Mon dan Bulan dalam novel

Lelakon. Penulis dalam menganalisis novel ini menggunakan pendekatan

psikologi sastra.

Sastra dalam hubungannya dengan psikologi, menurut Ratna (2004: 343)

berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh yang fiksional yang terkandung

dalam karya sastra. Artinya, sebagai dunia dalam kata karya sastra memasukkan

berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pendekatan ini

bertolak dari asumsi bahwa karya sastra dapat didekati dari sudut psikologi tokoh-

tokohnya.

Page 19: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  5

Penulis dalam analisis ini akan terlebih dahulu menganalisis struktur

dalam karya sastra ini yang hanya berupa tokoh dan penokohan. Hal ini

didasarkan pada pemikiran bahwa kajian utama penelitian ini adalah tokoh utama

dalam pembentukan identitas diri. Hasil dari analisis tokoh dan penokohan ini

digunakan penulis untuk mengenal dan memahami tokoh utama dalam novel

Lelakon karya Lan Fang sebagai dasar untuk menganalisis pembentukan identitas

diri tokoh utamanya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimanakah unsur tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel

Lelakon karya Lan Fang?

1.2.2 Bagaimanakah pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel

Lelakon karya Lan Fang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, masalah yang dikaji dalam

penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1.3.1 mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel

Lelakon karya Lan Fang,

1.3.2 menganalisis dan mendeskripsikan pembentukan identitas diri tokoh

utama dalam novel Lelakon karya Lan Fang.

Page 20: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  6

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan manfaat

dari penelitian ini, sebagai berikut.

1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian dalam memahami

novel Lelakon karya Lan Fang dengan mengetengahkan sebuah

problematika tokoh dalam pembentukan identitas dirinya.

1.4.2 Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan apresiasi

sastra, khususnya bidang penelitian sastra dengan tinjauan psikologi.

1.5 Tinjauan Pustaka

Tansil (2008) mengatakan bahwa penceritaan dalam novel Lelakon karya

Lan Fang ini bukan novel yang realis melainkan semi realis. Dalam

penceritaannya banyak konflik yang terjadi diceritakan dengan mengerikan dan

tampak sedikit digambarkan secara berlebihan. Ia juga mengungkapkan

banyaknya pelajaran yang dapat diambil oleh pembacanya dari novel ini.

Dian (2007) melalui resensi buku yang dimuat di surat kabar Jawa Pos

mengungkapkan bahwa Lelakon adalah novel yang menceritakan pencarian jati

diri para tokoh-tokohnya. Sebuah kisah yang menceritakan secara gamblang

perasaan (emosional) ketika diri yang sesungguhnya harus berhadapan dengan

realitas yang pahit, kejam, bengis, dan tiada ampun. Sebuah kisah yang

mengeksplorasi, mendudah isi hati yang terdalam, yang paling benar, yang paling

jujur yaitu hati nurani. Menurutnya Lelakon bertutur tentang perasaan yang

disingkirkan hingga hati nurani tidak bisa berlalu-lalang sebagai penjaga terbaik.

Page 21: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  7

Dalam karakter-karakter di buku ini, Lan Fang menceritakan gambaran kehidupan

(khususnya perempuan) yang hidup di masa kini dan melupakan arti jati diri.

Berdasarkan tinjauan di atas, sejauh pengamatan penulis belum ada yang

menganalisis novel Lelakon dalam bentuk penelitian maupun karya ilmiah

lainnya. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan pengembangan dari ulasan

Dian di atas dengan topik “Pembentukan Identitas Diri Tokoh Utama”.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Teori Struktural

Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan

gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara

bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:

36). Selain itu, struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan

antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling

mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh

(Nurgiyantoro, 2007: 36).

Apabila struktur cerita atau plot merupakan elemen fiksi yang fundamental

sehingga sering disebut sebagai jiwa fiksi, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya

merupakan aspek yang lebih menarik perhatian (Sayuti, 2000:67).

Dalam penelitian ini teori struktural yang digunakan dalam menganalisis

struktur dalam novel Lelakon hanya meliputi tokoh dan penokohan. Hal ini

didasarkan pada pemikiran bahwa kajian utama penelitian ini adalah tokoh

utamanya. Hasil dari analisis tokoh dan penokohan digunakan penulis untuk

Page 22: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  8

mengenal dan memahami tokoh utama dalam novel Lelakon yang nantinya dapat

digunakan untuk menganalisis pembentukan identitas diri tokoh utamanya.

1.6.1.1 Tokoh

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan

dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Meskipun tokoh cerita hanya

rekaan pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yang hidup secara wajar, sewajar

kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran

dan perasaan.

Menurut Sudjiman (1992: 17-19), tokoh dalam cerita berdasarkan

fungsinya dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh

sentral adalah tokoh rekaan yang memegang peranan dalam cerita, tokoh ini

meliputi tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel

yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel

tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui

dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2007: 177).

Menurut Sayuti (2000: 74), tokoh sentral merupakan tokoh yang

mengambil bagian terbesar dalam peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral ini dapat

ditentukan dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna

atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain.

Ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

Page 23: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  9

Sesuai dengan topik yang diangkat, penulis hanya akan meneliti tokoh

utamanya saja.

1.6.1.2 Penokohan

Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165), penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah

cerita. Penokohan atau watak atau karakter mengacu pada perbauran antara minat,

keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu tokoh (Sayuti, 2000:76).

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165), tokoh cerita

(character) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau

drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan.

1.6.2 Psikologi Sastra

Psikologi sastra memiliki tujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan

yang terkandung dalam suatu karya sastra. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra

memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung melalui

pemahaman terhadap tokoh-tokoh, misalnya, masyarakat dapat memahami

perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan yang lain yang terjadi

dalam masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004: 342).

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara

psikologi dengan sastra, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang

sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam

karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pada dasarnya

Page 24: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  10

psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua, yaitu

pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional

yang terkandung dalam karya (Ratna, 2004: 343).

Menurut Ratna (2004: 343), sebagai dunia dalam kata karya sastra

memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pada

umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama

psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-

tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Ratna di atas, penulis

menjadikannya sebagai dasar penelitian dalam pembentukan identitas diri tokoh

utama dalam novel Lelakon melalui cara memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-

tokoh fiksional dalam karya sastra.

1.6.3 Identitas Diri

Dalam kehidupan, manusia memiliki lebih dari satu lakon (peran) yang

tercitra dari identitas diri masing-masing. Identitas diri ini terbentuk dari sebuah

proses pembentukan kepribadian. Pembentukan merupakan pembuatan,

penciptaan, pendirian, penjadian, penyusunan (Endarmoko, 2006: 76).

Kepribadiaan merupakan karakter, (budi) pekerti, pembawaan, perilaku, sifat,

tabiat, temperamen, watak (Endarmoko, 2006: 487).

Menurut Sujanto dkk (2006: 11), pembentukan kepribadian merupakan

suatu kebulatan yang bersifat kompleks yang disebabkan oleh karena banyaknya

faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu.

Faktor-faktor dalam yang menentukan kepribadian adalah segala sesuatu yang

Page 25: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  11

telah dibawa dari lahir, seperti pikiran, perasaan, kemauan, fantasi, ingatan, dan

kondisi fisik. Sedangkan faktor-faktor luarnya adalah segala sesuatu yang ada di

luar manusia seperti faktor lingkungan (Sujanto dkk., 2006: 5).

Faktor-faktor di ataslah yang membuat diri seseorang menjadi unik dan

tidak memiliki kesamaan dengan orang lain. Qahar mengungkapkan bahwa

kepribadian itu berarti sesuatu jang dimiliki seseorang jang membedakan mutu pribadinja

dari pribadi orang lain (1970: 3).

Pembentukan kepribadian menjadi unik juga diungkapkan oleh

Shalahuddin. Menurutnya manusia memiliki kepribadian yang unik itu ditentukan

oleh faktor keturunan, lingkungan, dan faktor diri. Keunikan manusia terlihat pada

tingkah laku pikir, tingkah laku sifat, perasaan maupun gerak-geriknya yang

berlainan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Meskipun ada

sebagian besar tingkah laku dan sifat yang sama, namun tidak ada yang benar-

benar identik. Keunikan ini disebabkan oleh faktor keturunan (heredity), faktor

lingkungan (environment), dan faktor diri (self). Faktor keturunan (heredity) dapat

diartikan sebagai kecenderungan untuk bertumbuh dan berkembang menurut pola-

pola, ciri-ciri, sifat-sifat tertentu yang diturunkan dari kedua orang tuanya

(Shalahuddin, 1991:64).

Faktor lingkungan (environment) adalah suatu kenyataan bahwa pribadi-

pribadi atau individu-individu, sebagai bagian dari alam sekitarnya, tidak dapat

lepas dari lingkungannya itu baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun

lingkungan psikologis (Shalahuddin, 1991:65-66). Faktor diri (self) merupakan

kehidupan kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan ini terdiri dari perasaan,

Page 26: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  12

usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan angggapan yang

berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Faktor diri

(self) ini berinteraksi dengan faktor keturunan (heredity) dan faktor lingkungan

(environment) untuk membentuk pribadi seseorang, karena faktor ini mempunyai

pengaruh yang besar untuk menginterpretasikan kuatnya daya pembawaan

(sebagai faktor keturunan) dan kuatnya daya lingkungan (Shalahuddin, 1991: 68).

Setelah kepribadian seseorang terbentuk maka terbentuklah juga identitas

dirinya. Menurut Salim, identitas diri adalah ciri khas atau kekhasan seseorang

(1991: 548). Identitas diri merupakan ciri (-ciri), individualitas, jati diri,

personalitas, label, nama sebutan (Endarmoko, 2006: 242). Menurut Erikson

(1989: 182), manusia mencari identitasnya untuk menentukan siapakah atau

apakah manusia itu pada masa mendatang. Setelah itu manusia baru bisa memiliki

suatu pandangan jelas tentang diri mereka dan tidak akan meragukan tentang

identitas batinnya sendiri serta mengenal perannya dalam masyarakat. Hal

tersebut akan terjadi apabila ia sadar akan ciri-ciri khas pribadinya, seperti

kesukaan dan ketidaksukaannya, aspirasinya, tujuan masa depan yang diantisipasi

dan perasaan bahwa manusia itu dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya

sendiri.

Uraian di atas dijadikan dasar acuan penulis untuk menganalisis

pembentukan identitas diri tokoh utamanya melalui proses pembentukan

kepribadian yang berdasarkan pada faktor keturunan, faktor lingkungan, dan

faktor diri. Melalui proses pembentukan kepribadian itulah diperoleh ciri khas dan

pandangan tentang diri tokoh utama dalam novel Lelakon sebagai pembentukan

Page 27: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  13

identitas diri tokoh utama tersebut. Namun dalam penelitian ini, penulis tidak

menganalisis faktor keturunannya. Hal ini dikarenakan tidak terdapat data-data

yang menyangkut faktor keturunan dalam novel Lelakon karya Lan Fang.

1.7 Metode Penelitian

Pada bagian ini akan dikemukakan tentang pendekataan, metode

penelitian, teknik penelitian, dan sumber data penelitian.

1.7.1 Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan

psikologi sastra. Pendekataan ini bertolak dari anggapan bahwa psikologi sastra

memiliki keterkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang

terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2004: 343). Namun, sebelumnya penulis

akan memulai dengan analisis struktural terlebih dahulu. Analisis struktural ini

dilakukan untuk mengkaji unsur-unsur pembangun karya sastra.

1.7.2 Metode Penelitian

Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode diskriptif. Metode

diskriptif adalah metode yang melukiskan sesuatu yang digunakan untuk

memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan (Keraf, 1981: 93).

Dengan menggunakan metode ini, penulis mendeskripsikan hasil analisis tokoh

dan penokohan tokoh utama serta pembentukan identitas diri tokoh utama dalam

novel Lelakon.

Page 28: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  14

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik studi pustaka yaitu penelitian ini berbatas pada pemanfaatan teknik kartu

data (Ratna, 2004: 39). Penulis melakukan teknik studi pustaka untuk

mendapatkan data-data yang berkaitan dengan objek penelitian yang kemudian

diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan masalah yang dibahas yaitu pembentukan

identitas diri tokoh utamanya.

1.7.4 Sumber Data

Sumber data terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder.

1.7.4.1 Sumber Data Primer

Judul Buku : Lelakon

Penulis : Lan Fang

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan/Tahun Terbit : Pertama/2007

Tebal Buku : 272 halaman

1.7.4.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang mendukung penulis berupa artikel-artikel dari

internet dan surat kabar yang berhubungan dengan objek penelitian.

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dari penelitian ini terdiri dari 4 bab. Bab I

merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat hasil penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan

Page 29: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  15

sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan berisi analisis unsur tokoh

dan penokohan tokoh utama dalam novel Lelakon. Bab III merupakan

pembahasan yang berisi analisis pembentukan identitas diri tokoh utama dalam

novel Lelakon. Bab IV berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 30: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  16

BAB II

ANALISIS UNSUR TOKOH DAN PENOKOHAN

TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON

Dalam suatu karya sastra dapat terbentuk sebuah jalinan cerita karena ada

pelaku cerita atau tokoh-tokoh yang diimajinasikan oleh pengarangnya. Tokoh

adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam

peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Meskipun tokoh cerita hanya rekaan

pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yang hidup secara wajar, sewajar

kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran

dan perasaan. Melalui tokoh-tokoh inilah pembaca dapat mengerti dan mengikuti

jalan ceritanya.

Meskipun begitu, seorang tokoh harus digambarkan secara jelas

bagaimana penokohannya dalam sebuah cerita. Penggambaran penokohan atau

watak atau karakter mengacu pada perbauran antara minat, keinginan, emosi, dan

moral yang membentuk individu tokoh (Sayuti, 2000:76). Selain itu, penokohan

merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan

dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro: 1998: 165).

Pengertian di atas, menjadikan landasan bagi penulis pada Bab II ini untuk

menganalisis tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel Lelakon karya Lan

Fang. Tokoh utama dalam novel ini adalah Mon dan Bulan. Mon dan Bulan

merupakan tokoh utama karena keduanya oleh Lan Fang diberikan ruang

penceritaan yang besar dan masing-masing memiliki intensitas lebih banyak

Page 31: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  17

dalam proses pembentukan identitas diri dalam novel Lelakon ini. Untuk itu,

penulis menitik-beratkan penelitiannya pada kedua tokoh utama tersebut.

2.1 Tokoh dan Penokohan Mon

Mon digambarkan sebagai seorang perempuan yang hidup dengan

keterbatasan ekonomi. Mon tinggal di daerah miskin yang bersebelahan dengan

perumahan mewah. Perbedaan inilah yang membuat Mon menjadi seorang yang

terobsesi dengan kekayaan. Mon merasa bosan dengan kehidupannya yang

miskin. Meskipun begitu, Mon tidak menjadi seorang yang serakah. Mon justru

menjadikan perbedaan itu sebagai sebuah motivasi untuk melakukan pekerjaan

halal dan menghasilkan uang dengan hasil kerja kerasnya. Mon tidak ingin

menjadi seperti nyonya rumah dan seorang pembantu yang tinggal di perumahan

mewah yang melakukan segala cara demi mendapatkan kekayaan.

(1) Ia jadi teringat kantongnya sendiri yang hanya memiliki uang untuk makan esok hari. (Fang, 2007: 34)

(2) “Yang kutahu adalah aku harus memiliki uang. Aku memang tidak serakah ingin kaya raya tetapi aku bosan miskin.” (Fang, 2007: 54)

(3) Mon tidak merasa seserakah Tumini yang hanya dengan modal telur bisa

menjadi nyonya. Ia lebih cantik dan lebih pintar dibanding Tumini. Ia bukan seekor kucing, juga tidak mau menjadi penjilat telur. Ia tidak berambisi menimbun berlian seperti nyonya. Ia hanya mau Tanda Tanya menjadi miliknya. (Fang, 2007: 47)

Rumah ‘Tanda Tanya’, merupakan rumah kontrakan Mon yang sederhana

yang Mon tinggali terletak bersebelahan dinding dengan kawasan perumahan elit.

Mon jatuh hati pada rumah itu, tetapi karena keadaan ekonominya ia tidak mampu

mendapatkannya. Mon hanya menjadikan rumah itu sebagai tanda tanya bagi

dirinya.

Page 32: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  18

Banyak perbedaan antara isi rumah Mon dengan isi yang ada dalam

rumah-rumah yang ada di perumahan mewah itu. Segala kemewahan terlihat jelas

dalam perumahan mewah itu. Perbedaan inilah yang membuat Mon memiliki rasa

dengki.

(4) Tanda Tanya terletak di sebelah kompleks perumahan, tetapi bukan berada di dalamnya. Hanya bertetangga karena berdempetan dinding dengan tembok besar tinggi yang mengelilingi kompleks perumahan tersebut. (Fang, 2007: 35)

(5) Ketika ia menyipitkan mata melihat apa yang ada di tembok sebelah, Mon seperti melihat mimpi karena ia melihat dunia yang berbeda dengan dunia yang setiap hari dilakoninya. Ia berpikir, mungkin ia tidak tinggal di dunia yang sama dengan orang-orang dari tembok sebelah itu. Karena dilihatnya, matahari di dunia di balik tembok itu tidak pernah terbenam. (Fang, 2007: 37)

(6) Ketika pagi mereka berbondong-bondong pergi naik mobil-mobil mewah

keluar dari kompleks perumahan. Sopir membukakan pintu mobil, pembantu membukakan pagar, satpam mengangkat palang pintu. Itu para tuan dan anak-anak mereka yang sekolah. Lalu tidak berapa lama, mobil lain juga menderu keluar, mobil para nyonya yang menuju plaza untuk menghamburkan uang hanya untuk sepasang sepatu, sebuah gaun, atau sekeping sabun mandi. (Fang, 2007: 37)

(7) Mon suka mengintip dan mengorek-ngorek lubang itu sehingga semakin

lama semakin besar seperti ia memelihara rasa dengki di hatinya yang semakin lebar. (Fang, 2007: 36)

Selain merasa dengki dengan keadaan rumah di dalam perumahan mewah

tersebut. Mon juga menyimpan rasa iri kepada anak-anak, nyonya-nyonya rumah,

serta pembantu rumah tangga yang tinggal dalam perumahan itu.

(8) “Kamu iri! Asli seasli-aslinya kamu iri seiri-irinya dengan nasib bocah itu!” Celetuk suara yang entah datang dari mana. Mungkin datang dari kepalanya, dadanya, atau lidahnya. Lalu tangannya sendiri menunjuk-nunjuk jidatnya sendiri. “Kamu iri!” Sentak suara itu lagi. “Iri?” “Bisa jadi!” Mon mengakui diam-diam. (Fang, 2007: 36)

(9) Kembali lagi Mon mengerami rasa iri. Si jahat menalu-nalu katup jantungnya sampai bocor. Katakanlah Mon memang tidak bisa bersaing nasib dengan bocah-bocah kaya itu, masa dengan pembantu pun Mon kalah

Page 33: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  19

bertaruh nasib? Apakah ia memang apes seapes-apesnya seperti kartu-kartu yang terpampang di atas meja taruhan? (Fang, 2007: 47)

Meskipun memiliki rasa dengki dan iri, namun Mon juga memiliki sikap

yang tidak patah semangat. Mon memiliki keinginan yang kuat dan mau bekerja

keras untuk bisa mewujudkan keinginannya.

(10) Dulu Mon bekerja sebagai penjaga meja kasino gelap. Di sana Mon duduk sebagai bandar yang berperan sebagai bank, dan pemasang taruhan sebagai player. (Fang, 2007: 32)

(11) Pak Lolok memperkenalkannya kepada pimpinan perusahaan asuransi. Menurut Pak Lolok, Mon cantik, menarik, dan luwes. Mon tidak pantas cuma menjadi pengocok kartu di meja taruhan. Tetapi justru harus berani menjadi pemain yang memasang taruhan. (Fang, 2007: 48)

(12) Mon sudah pasti ingin jadi pemenang. Sekarang ia memegang kartu. Ia

bukan sekedar mengocok dan membagikannya kepada para pemasang taruhan. Ia sudah masuk ke arena pertaruhan dan ia harus menang. Ia harus mempunyai jawaban untuk Tanda Tanya. (Fang, 2007: 48)

(13) ... Pak Lolok agar memberikan pinjaman padanya untuk membeli Tanda Tanya. Ia pergunakan uang itu untuk membayar uang mukanya. Ia ingin rumah itu menjadi miliknya, bukan sekedar tanda tanya lagi. Menurut perhitungannya, gemerincing uang akan terus mengalir ke dalam kantongnya. Ia pasti sanggup membayar cicilan rumah itu. (Fang, 2007: 52)

Mon juga memiliki prinsip yang kuat terhadap harga dirinya. Meskipun

mendapatkan tawaran untuk bisa memperoleh kekayaan yang diinginkannya tanpa

harus bekerja keras, namun Mon menolaknya.

(14) Mon tidak mau menjadi selir Pak Lolok. Selir hanyalah perempuan nomor dua. Walaupun selir pilihan, tetap saja bukan perempuan nomor satu. Dan tidak pernah ada dalam kamus hidup Mon menjadi orang (perempuan) nomor dua. Ia harus selalu nomor satu. Ia adalah ratu. (Fang, 2007: 49)

(15) Ia adalah ratu, perempuan gemilang yang bisa bersabda apa bertitah untuk siapa, suka-suka dia, dan semua orang adalah budak belian yang meniarapkan kepalanya untuk alas kakinya dan mengiyakan semua kehendaknya. (Fang, 2007: 53)

Page 34: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  20

Mon adalah wanita yang memiliki pesona luar dan dalam. Meskipun

miskin, namun Mon memiliki wajah yang cantik yang dapat memikat pria

manapun termasuk Buang. Hingga tokoh Buang tersebut mau melakukan apapun

demi menyenangkan hati Mon.

(16) ..., Mon mulai membagikan kartu. Dari balik tembok, Mon bersiul memberikan tanda bahwa ia mengintip laki-laki itu. Mon menunggunya sepanjang malam sampai selesai bermain tembak-menembak kucing dengan nyonya si Tumini.

(17) Mereka menata kartu di atas dada Mon yang dijadikan sebagai meja. Mereka bermain poker, bridge, cap sa, domino dan semua jenis permainan kartu dengan taruhan sesuai dengan kesepakatan. Jika Mon kalah, Mon membuang pakainnya satu per satu. Dan bila Buang kalah, laki-laki itu menembak Mon sesukanya dengan senapannya yang meledak di kepala, mulut, dada, perut, atau selangkangan.

(18) Termasuk ia menjadikan Buang apa saja yang dimauinya. Karena ia tidak

membutuhkan Buang lebih dari sekedar mainan taruhan. Jika ia ingin Buang menjadi tukang ojek, maka Buang dijadikannya tukang ojek. Kalau ia membutuhkan tukang becak, maka Buang langsung menjadi tukang becak. Lalu bila ia membutuhkan jongos, disuruhnya Buang menjadi jongosnya. Kemudian ketika sedang merasa bosan dan ingin bermain kartu, Buang menjadi lawan mainnya. Dan Mon selalu mengatakan itu adalah atas nama cinta. (Fang, 2007: 53)

Namun dengan mengatasnamakan cinta, tokoh Mon terjebak dengan

kondisi itu. Mon harus menerima perilaku over protektif dari Buang.

(19) Jadi tidak salah ketika Buang membutuhkan uang dan meminta kepada Mon, itu juga atas nama cinta. Pun tidak keliru bila Buang cemburu melarang Mon mengenakan wajah ratu, itu pasti atas nama cinta. Semakin tidak keliru ketika Buang hendak memuntahkan peluru dari senapannya setiap pagi, siang, sore, malam, pokoknya setiap hari, itu karena cinta! (Fang, 2007: 53)

Mon memiliki kemauan bekerja keras. Meskipun Mon harus bekerja

seperti sebuah gasing yang berputar terus-menerus tanpa berhenti, harus merayu

dan mengoceh terus menerus agar dapat menyakinkan calon pembeli, serta harus

berwajah cantik tetapi Mon tidak pantang menyerah.

Page 35: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  21

(20) Mon bercerita sejak ia bekerja di perusahaan asuransi ia menjadi gasing. Berputar dan terus berputar mencari calon pembeli asuransi. Mengoceh dan terus mengoceh untuk menyakinkan calon pembeli (tepatnya setengah memaksa dan setengah mengiba). Bermuka tebal ketika harus berulang kali datang dan menerima penolakan. (Fang, 2007: 54)

(21) Mon dan Bulan seperti sepasang rel kereta api yang jalannya selalu

berselisihan. Bulan menolaknya. Mon terus mendesaknya dengan ulet. Entah karena ia memang orang ulet atau karena dikejar target penjualan polis. (Fang, 2007: 76)

(22) Maka Mon bukan saja menjadi gasing yang berputar, ia mulai menjadi mesin pencetak wajah. Ia tidak boleh kehabisan persediaan wajah dan senyum. (Fang, 2007: 56)

Namun, lama-kelamaan Mon merasa jenuh, capek, dan mulai berputus asa.

Mon merasa segala kerja keras yang sudah dilakukan tidak membuahkan hasil,

tetapi justru membuatnya menjadi seseorang yang lain. Hal ini terlihat ketika Mon

harus memakai wajah cantik, senyuman palsu, dan kalimat-kalimat rayuan hanya

untuk memikat pembeli. Hal itu juga terlihat ketika Mon tertekan dengan tekanan

yang dilakukan oleh Mak Lampir, bos di perusahaan asuransi.

(23) Sampai pada saat tertentu Mon merasa capek berputar, mengoceh, dan bermuka tebal. Mon merasa tuli dengan suara yang merayu-rayu. Mon muak harus terus tersenyum dan menampilkan wajah cantik, karena senyumnya bukan senyum si cantik yang keluar dari dalam hati. Senyumnya adalah senyum mekanik. Ada tombol-tombol yang disetel secara otomatis kepada siapa ia harus melebarkan jarak kedua bibirnya. Ia tersenyum hanya karena membutuhkan uang dari orang-orang yang diberikan senyuman” (Fang, 2007: 55)

(24) “Itu pasti karena kamu kurang murah senyum. Kamu harus ramah, harus cantik, harus segar. Apa kamu tidak kepingin baju bagus, perhiasan, rumah, dan mobil? Mana bisa kamu medapatkan penjualan bagus bila tidak berdandan dan tidak bonafide? Dan sssttt..., untuk itu semua tidak ada yang gratis di dunia ini... Ayo, cari setoran...!” Mak Lampir terus mencuci otak Mon. (Fang, 2007: 57)

(25) Mak Lampir tidak perlu mencuci otak Mon untuk mencari setoran, karena

jika tidak punya uang pun Mon sudah bingung sendiri. Mon merasa kepalanya kopyor! (Fang, 2007: 56)

Page 36: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  22

Dengan tingkat kejenuhan yang dialami Mon, maka lama-kelamaan Mon

menjadi depresi. Hal ini dibuktikan dengan keadaan Mon yang seperti mayat

hidup. Mon menjadi seorang yang mudah gelisah, yang selalu mengalami mimpi

buruk, dan selalu memuntahkan segala sesuatu yang dimakannya.

(26) Ia tidak boleh kehabisan persediaan wajah dan senyum. Untuk itu ia tidak boleh kehabisan tenaga. Maka ia memakan semua yang bisa dimakan. Padahal ia sudah remuk, lunglai, terkulai. Setiap jam ia makan. Makan apa saja. (Fang, 2007: 56)

(27) Selang beberapa menit, ia merasa mual dan muak, maka dimuntahkannya lagi apa yang sudah ditelannya. Tetapi ia takut kehabisan tenaga untuk mencetak wajah. Maka ia makan lagi. Ia muntah lagi. Ia makan lagi. Ia menelan lagi. Ia mual lagi. (Fang, 2007: 57)

(28) Kalau terang sudah lenyap dan gelap yang datang, maka tiap jam yang dilalui Mon bukan dengan makan dan muntah. Tetapi tiap jam yang mendatanginya adalah mimpi buruk. Wajah-wajah cantik ratu yang disimpannya di dalam laci keluar mengejarnya. Mengingatkannya bahwa persediaan wajah dan senyuman sudah menipis. Ia harus mencetak lagi sebanyak mungkin. Juga harus secepat mungkin. Karena mencetak wajah sama dengan mencetak uang. Karena memberi senyuman berarti mendapat uang. (Fang, 2007: 57)

(29) Maka tiap jam ia terbangun. Jam sebelas malam ia terbangun. Dadanya turun-naik dengan napas sesak. Jam dua belas malam ia tersentak. Perutnya kram dan melilit. Jam satu subuh ia terenyak. Matanya sembab karena tangis yang tak bersuara. Jam dua subuh ia mendelik. Wajah mana yang hendak dikenakannya? Jam tiga subuh ia melotot. Ke mana ia hendak memberikan senyum. Jam empat subuh ia mondar-mandir. Kepalanya pindah ke kaki dan kakinya ada di kepala. Jam lima subuh ia mencoba tidur lagi. Langit-langit rumah roboh menimpanya sampai ia terpelanting. Jam enam pagi ia tidak bisa tidur lagi. Maka ia makan... Dan muntah lagi... (Fang, 2007: 58)

Page 37: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  23

(30) ... ia melihat persediaan wajahnya sudah habis. Cerminnya memantulkan si busuk yang dieraminya sudah menetas menjadi ulat yang mengorek-ngorek semua liang dan belulang. Tidak tampak wajah ratu anggun cemerlang di sana. Yang membayang adalah wajah hamba sahaya. Pucat, letih, lesu, tanpa gairah. Mon melihat wajah orang mati di cermin! (Fang 2007: 58)

Melihat keadaan dirinya itu yang menyedihkan, Mon mengambil

keputusan untuk menyerah dan membuang jauh semua keinginannya. Mon sudah

tidak mempedulikannya lagi keinginan itu karena Mon sudah merasa letih dan

benci dengan wajah-wajah cantiknya. Benci dengan wajah-wajah pendusta yang

ditampilkannya. Mon merasa puas karena tidak perlu lagi mencetak wajah-wajah

palsunya dan bekerja seperti gasing.

(31) Ia sudah tidak mau menjadi ratu. Ia pusing menjadi gasing. Ia ingin berhenti. (Fang, 2007: 58)

(32) Ia diberhentikan karena gasingnya sudah tidak mampu berputar lagi, karena persediaan wajah di lacinya sudah habis, karena ia bukan ratu lagi. (Fang, 2007: 58)

(33) Ia memang ingin membuang kartu ratunya! Karena ia sudah benci melihat wajah-wajah di cerminnya. Ia tidak mau melihat wajah-wajah cantik lagi yang memantul dari sana. Ia tahu bahwa cermin ternyata penipu nomor satu. Mon tidak yakin lagi bahwa wajah yang memantul dari cermin itu adalah wajahnya. (Fang, 2007: 59)

(34) Mon ingin mendengarkan suara lain yang bukan suara manusia. Juga ingin melihat wajah lain yang bukan wajah pendusta. Suara yang bukan keluar dari laring tenggorokan. Wajah yang bukan pantulan cermin rata dua dimensi. (Fang, 2007: 59)

(35) Mon ingin membanting mukanya. Ia ingin merobek pita suaranya.

Harusnya ada yang lebih meriah daripada wajah dan suara manusia. (Fang, 2007: 59)

(36) Ia suka! Ia puas! Ia tidak perlu lagi menjadi ratu. Ia tidak usah menjadi gasing. Ia tidak harus mencetak wajah dan senyuman. (Fang, 2007: 60)

Page 38: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  24

Mon merasa harga dirinya terinjak-injak. Hal ini terlihat ketika Mon ingin

mengusir Buang dari kehidupannya, Mon justru dipaksa untuk melayani nafsu

Buang. Mon melakukan hal ini karena Buang justru membuatnya semakin depresi

dan tidak lagi menjadi seseorang yang dibutuhkannya lagi.

(37) Jika Mon tidak memberikan apa yang dimintanya, Buang pun tidak menuruti permintaan Mon. Lama-kelamaan sudah jelas Mon tidak tahan. Semakin hari kebutuhan hidup semakin besar. (Fang, 2007: 60)

(38) Mon sudah malas bermain kartu, tapi Buang terus memaksa. Padahal Mon sudah tidak membutuhkan tukang ojek, tukang becak, jongos, atau lawan bermain kartu. Mon hanya ingin tidur nyenyak karena ia merasa letih sekali. Ia tidak mau diganggu. (Fang, 2007: 60)

(39) Ia menyuruh Buang pergi, Buang tidak mau pergi. Ia mengusir Buang, tetap saja Buang tidak beranjak. Ia menendang Buang, tetapi Buang bergeming. (Fang, 2007: 61)

(40) Buang lalu menembaki Mon seenaknya. Memberondongnya dengan ludah

dari mulut dan pelatuk senapannya. Memaksanya dengan kata-kata dan dengan liat tubuhnya. (Fang, 2007: 61)

(41) Gairah yang mengental menjadikannya seperti eksekutor. Ia tetap menembaki Mon sambil menutup wajah Mon dengan bantal. Ia bagaikan berada di tengah lapangan eksekusi. Dan Mon adalah terpidana mati yang ditutup wajahnya. Ia terus membidikkan senapannya tanpa kenal rasa kasihan. (Fang, 2007: 62)

 

(42) Mon benci sekali! Ia ingin meledakkan kepala kucing itu sampai otaknya berhamburan. Ia muak dengan otak binatang yang isinya cuma makan dan kawin! (Fang, 2007: 62)

Mon tidak menerima begitu saja harga diri yang dijunjungnya tinggi-tinggi

terinjak-injak. Mon menjadi marah dan tidak terkendali. Hal ini terlihat ketika

Mon membalas semua perbuatannya dengan pukulan, cambukan, sampai

membuat bola mata dan lidah Buang putus. Dari peristiwa ini terlihat bahwa Mon

adalah perempuan yang bisa membara dan membakar sesuai dengan

keinginannya.

Page 39: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  25

(43) Maka ia mengambil helm. Ia memukulkan berkali-kali dengan harapan kepala kucing itu remuk. (Fang, 2007: 63)

(44) Mon mengayunkan tali karet, pecut, dan cambuk itu. Suaranya meledak-ledak bergeletar di udara dan menyabet tubuh sapi. Ia memecut kepala sapi. Ia mencambuk badan sapi. (Fang, 2007: 63)

(45) Ia ingin membuang laki-laki yang berasal dari dunia kegelapan itu. (Fang,

2007: 64) (46) Mon berdiri dan menyerang Buang. Ditubruknya tubuh laki-laki itu.

Sekarang Mon merasa menjadi kucing yang mencakar-cakar. Ia menggarukkan kelima cakarnya ke wajah Buang. (Fang, 2007: 64)

(47) Telunjuk dan jari tengahnya mencolok kedua biji mata Buang seperti stop

kontak masuk ke colokan listrik. Mon mencongkel kedua biji mata yang selalu mendelik kepadanya dengan kurang ajar itu keluar dari rongganya. (Fang, 2007: 64)

(48) Mon masih belum merasa puas.

Ia juga ingin mulut Buang hancur. Maka ia memasukkan kelima jarinya ke dalam rongga mulut bajingan itu dan mengobok-oboknya. Ia menarik lidahnya. Ia ingin lidah Buang putus. (Fang, 2007: 64)

(49) Mereka tarik-menarik. Mereka saling adu kuat. Mon hendak memutuskan lidah Buang. Buang hendak memutuskan jari-jari Mon. Dan cressss...!!! Tiga jari Mon putus di dalam mulut Buang bertepatan dengan putusnya lidah Buang dari tempatnya. (Fang, 2007: 65)

(50) Mon pucat pasi melihat ada dua biji bola mata berlumuran darah di atas lantai. Bola mata yang besar itu menggelinding seperti bola pingpong bergulir di atas net. Bagian hitamnya memandang dengan tatapan tajam. Bagian putihnya dipenuhi urat seperti cacing. Lalu ada sepotong lidah tebal dengan bintil-bintil pori yang tergenang ludah dan darah, bercampur tiga ujung jarinya yang putus tergolek seperti puntung abu rokok di dalam asbak. (Fang, 2007: 66)

(51) Dipandangnya perempuan cantik di depannya dengan pandangan tidak percaya. Ia mengenakan wajah yang mana? Untung merasa bulu kuduknya meremang berdiri. Tetapi wajah cantik itu tetap tenang seperti awan mendung yang berarak teratur. Untung berusaha menerka terbuat dari apakah perempuan itu? Apakah perempuan itu juga masih terbuat dari darah dan daging? Untung merasa Mon terbuat dari api di dalam sekam. Ia bisa membara dan membakar setiap saat ia mau. (Fang, 2007: 66)

Page 40: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  26

Masalah Mon tidak segera berakhir setelah Buang, masih ada yang harus

dihadapi, yaitu masalahnya dengan Pak Lolok yang terus-menerus meminta uang

tagihan kepadanya. Mon belum mampu membayar setelah apa yang terjadi

padanya. Hal ini kembali membuat Mon pasrah untuk menjalani hidup, meski

harus berhadapan dengan tukang tagih.

(52) “... Anda lihat sendiri bahkan kursi di rumah saya pun tidak ada.” (Fang, 2007: 16)

(53) Mon memberikan kotak kecil kepada Untung seperti kotak perhiasan terbuat dari beludru berwarna merah tua. “Tolong berikan kepada Pak Lolok. Kapan saja ia bermain kartu dan bertaruh, aku siap. Tetapi sampaikan, aku sudah tidak punya kartu As juga tidak punya kartu ratu. Jadi aku pasti kalah. Hanya itu yang aku punya. Dan itu adalah taruhanku.” Ada tiga ujung jari putus di dalam kotak itu. (Fang, 2007: 69)

Setelah Mon diberhentikan sebagai marketing asuransi, Mon menjadi

pengangguran dan gelandangan yang setiap hari pergi mengelana dari satu

terminal ke terminal yang lainnya. Namun Mon justru menjadi seorang yang

pasrah menghadapi segala masalah yang dihadapinya.

(54) Sejak berhenti bekerja di perusahaan asuransi, Mon memang pengangguran. Mon jadi gembel, gelandangan luntang-lantung ke sana ke mari tidak menentu. Ia pergi naik-turun angkot dari satu terminal ke terminal lain mencangkung melihat banyak orang yang berseliweran. (Fang, 2007: 117)

Dalam perjalanannya itu, Mon berjumpa dengan Untung kembali. Melihat

kehidupan Untung yang telah berubah Mon juga merasakan kegembiraan yang

dialami oleh Untung. Di tempat Untunglah Mon berkenalan dengan Tongki

seorang pemuda yang kaya raya. Mon terpesona dengan cerita kesuksesan Tongki

yang didapatnya dengan mudah. Hal ini membuat Mon kembali termotivasi untuk

mendapatkan apa yang diinginkan dulu.

(55) Mon merasakan kelegaan dari gema tawanya.

Page 41: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  27

Mon juga gembira. Untung mendapatkan hidupnya. (Fang, 2007: 173)

(56) Mon terpesona dan ingin tahu bagaimana Tongki bisa sekaya itu dengan cara yang begitu mudah. Sedang ia dahulu bekerja seperti pengemis, meminta-minta dengan menebalkan muka dan akhirnya memang Cuma menjadi gelandangan. (Fang, 2007: 174)

Agar keinginannya dapat terwujud, Mon ingin menjadi murid dan

mempelajari semua ilmu yang dimiliki Tongki. Mon kembali mempertaruhkan

hidupnya lagi, mempertaruhkan semua uang yang dimilikinya untuk bisa berguru

pada Tongki. Uang itu untuk membayar semua keperluan Tongki sebagai syarat

menjadi muridnya. Dari sinilah perubahan karakter Mon mulai berubah lagi

menjadi seorang yang lebih haus akan kekayaan. Ia pun mau melakukan apapun

juga demi mendapatkan kekayaan.

(57) Maka Mon berkata ia hendak menjadi murid Tongki. Ia hendak belajar dari Tongki. (Fang, 2007: 174)

(58) Mon mengatakan ia tidak punya uang karena ia tidak punya pekerjaan. Belakangan, ia hanya punya sedikit uang dari simpanan dan upah mencuci piring. Dikeluarkannya semua uang receh dari kantongnya sampai tak bersisa. Uang-uang itu bergemerencing di atas meja, membuat Mon teringat bunyi uang yang dipertaruhkan di atas meja kasino. Apakah sekarang ia mulai mempertaruhkan hidupnya lagi? Yah! Ia akan mempertaruhkan sisa uang yang dia miliki untuk hidupnya lagi. (Fang, 2007: 175)

(59) Maka Mon membayar semangkuk mi ayam Tongki. Kemudian ia ikut ke mana saja Tongki pergi dan membayar semua pengeluaran. Ia membayar bensin, parkir, karcis tol, tiket pesawat, makan, mengganti ban mobil, membeli onderdil mobil, pulsa telepon, membayar telepon dan listrik rumah Tongki, juga membayar ongkos kencing di kakus umum bila Tongki kebelet di jalan. (Fang, 2007: 175)

(60) Semua uangnya ludes untuk pertaruhan menata hidup dengan Tongki! (Fang, 2007: 175)

Selama bersama dengan Tongki Mon berubah menjadi seorang murid yang

penurut, mengikuti ke mana Tongki pergi dan melakukan semua yang dikatakan

oleh Tongki tanpa Mon mau menyangkalnya.

Page 42: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  28

(61) Maka jadilah Mon anak ayam yang lugu, polos, dan penurut. Dengan langkah kecilnya ia mengikuti lari Tongki. Diikutinya sejak pagi, siang, malam sampai pagi lagi dengan kepatuhan budak belian. Ia ikut ke kanan ke kiri ke muka ke belakang. Si Tongki menjadi raja diraja di atas kepalanya. (Fang, 2007: 175)

(62) Ia sekolah cukup lama kepada Tongki. Ia murid yang baik dan mendengarkan semua pelajaran dari lelaki itu. Apa yang dikatakan Tongki ditelannya mentah-mentah. Semua yang disuruh Tongki dilakukannya tanpa dikunyah. (Fang, 2007: 176)

Banyak yang Mon pelajari selama Mon mengikuti Tongki, sedikit demi

sedikit Mon mengerti bagimana cara Tongki mendapatkan kekayaannya dengan

mudah. Namun ilmu yang telah Mon dapatkan ternyata tidak dapat Mon lakukan.

Ada suatu rasa yang menggeliat di dalam hati Mon ketika melakukan ilmu itu.

(63) Semakin belajar kepada Tongki, Mon semakin tahu bagaimana cara untuk memperkaya diri. Rupanya itu yang dilakukan Tongki selama ini. Tetapi semakin Mon tahu, entah kenapa Mon semakin tidak bisa mempraktikkan ilmu yang didapatnya dari Tongki. Semakin mencoba ilmu itu batinnya semakin menggeliat. (Fang, 2007: 179)

Mon mencoba mengambil barang orang lain untuk menambah jumlah

barangnya seperti yang sudah Tongki ajarkan. Namun ternyata Mon tidak dapat

mengambil barang yang bukan miliknya. Mon justru mengembalikan barang itu

dan cukup menikmati barang yang sudah ada. Mon merasa lebih senang dengan

barang yang Mon miliki sendiri.

(64) Mon pernah mencoba mengambil barang orang lain untuk menambah jumlah barangnya. Tetapi tangannya tidak bisa bergerak menjangkau barang itu. Tangannya kaku mengambang di udara. Alih-alih mengambil barang orang lain, tangannya malah mengembalikannya. Ia memutuskan untuk menikmati barangnya sejumlah yang ada. Tak mengapa, biar sedikit dan buruk tetapi miliknya sendiri. (Fang, 2007: 179)

Mon mencoba cara yang lain. Mon mencoba untuk mempraktekkan

pelajaran membuat alasan dan meminta yang diajarkan oleh Tongki. Menurut

Mon pelajaran membuat alasan dan meminta adalah pelajaran yang paling mudah

Page 43: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  29

untuk dilaksanakan. Namun ternyata lidah dan mulut Mon tidak bisa

melakukannya. Ada rasa malu yang menghinggapi jika kalimat-kalimat alasan

keluar dari mulutnya.

(65) Kemudian Mon berpikir, mungkin pelajaran membuat alasan adalah pelajaran yang paling mudah. Bukankah paling gampang kalau lidah asal berbunyi dan mulut asal menjawab. Maka ia akan melakukannya. (Fang, 2007: 180)

(66) Tetapi celakanya lidah dan mulutnya tidak bisa diajak kompromi. Tidak bisa keluar kata-kata semacam itu karena malunya lebih besar daripada berucap demikian. Apa jadinya bila sekedar kata-kata pun tidak bisa dipegang dan dipercaya? Bila terjadi sekali orang akan menerima. Untuk kejadian kedua kali, orang masih memaklumi. Tetapi ketika terjadi yang ketiga kali, orang mulai menjauhi. (Fang, 2007: 180)

(67) Kalau begitu, bisa jadi pelajaran meminta lebih mudah. Apa susahnya

meminta? Bukankah dulu pekerjaannya juga meminta-minta orang membeli polis asuransi? Apa lagi Tongki sudah memberikan kata-kata mantra sakti yang membuat orang sulit menolak permintaan. (Fang, 2007: 180)

(68) Lagi-lagi mulut dan lidahnya tidak mau bekerja sama. Maka Mon

menyumpahi lidah dan mulutnya kenapa begitu sulit hanya untuk meminta saja tidak mau. (Fang, 2007: 180)

Mon menyadari bahwa memberi lebih baik daripada meminta. Mon

merasakan adanya rasa tulus yang menghinggapi dirinya ketika memberi.

(69) Kenapa harus meminta bila bisa memberi? Bukankah lebih terhormat memberi daripada meminta? Lidah dan mulutnya mengguruinya melebihi Tongki. Bahkan mulut dan lidahnya berbicara sendiri di luar kemauannya kepada banyak orang. Lidahnya mengoceh di luar kendali. “Aku punya banyak. Ambillah bila kau mau.” “Ini kubeli untukmu. Kuharap kau suka menerimanya.” (Fang, 2007: 181)

(70) “Bukankah kata-kata itu lebih indah dan menyenangkan?” “Benar, itu kata-kata tulus penuh persahabatan.” Dan matanya melihat orang-orang tersenyum kepadanya. Orang-orang yang menerima pemberian dengan sumringah dan mata berbinar. (Fang, 2007: 181)

Mon merasa terlalu bodoh karena tidak bisa melakukan pelajaran yang

Mon dapatkan dari Tongki. Mon merasa mungkin Tongki adalah seorang

Page 44: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  30

mahaguru yang luar biasa pintarnya. Karena tidak bisa melakukan dengan baik

apa yang telah diajarkan oleh Tongki, Mon harus menerima kemarahan dari

Tongki.

(71) Mon berpikir ternyata pelajaran dari Tongki sangat sulit. Sejak taman kanak-kanak sampai lulus perguruan tinggi, Mon tidak pernah mendapatkan pelajaran itu dari guru-gurunya. Mungkinkah Tongki mahaguru sehingga ilmunya tidak mudah didapat? Atau mungkin Mon murid yang bodoh karena tidak bisa menyerap dengan baik ilmu dari Tongki? Tongki selalu memberi nilai merah di rapornya. (Fang, 2007: 181)

(72) “Kamu memang perempuan paling goblok yang pernah kukenal! Tidak heran kamu kehilangan tiga jari tanganmu. Itu karena ketololanmu.” (Fang, 2007: 182)

(73) Dalam pikiran Mon, Tongki adalah laki-laki yang pandai luar biasa.

Otaknya lebih cepat daripada komputer, kalkutor, atau sempoa. Tidak pernah ada kerugian dalam perhitungan Tongki. Juga tidak pernah kekeliruan. Karena bagi Tongki semua orang lebih bodoh dari dirinya. Mon merasa Tongki sempurna. Tidak ada kekurangannya. (Fang, 2007: 182)

Mon merasa telah mengenal Tongki dengan baik, semua kebaikan maupun

kejelekkannya sudah Mon ketahui. Mon jatuh cinta pada Tongki, meskipun

Tongki telah beristri banyak, tapi Mon meyakini bahwa Tongki mencintai,

membutuhkan dan takut kehilangan Mon.

(74) “Aku memujanya sebagai rajaku.” “Kulayani sebagaimana aku menjadi budaknya.” (Fang, 2007: 210)

(75) Hanya Mon yang masih tetap tulus. Mon masih mengikuti Tongki seperti anjing geladak kudisan yang mengekor kepada tuannya dengan setia. Padahal Mon tahu tuannya sudah tidak punya tulang lagi untuk digerogoti. Bahkan ia harus berbagi tulang yang didapatnya untuk tuannya. (Fang, 2007: 193) Mon tetap setia.

(76) Bila ada yang memaki “anjing” sebagai penghinaan, Mon hanya tertawa. Tidakkah lupa bagi yang memaki, bahwa anjing adalah binatang paling setia. Ia menjaga rumah, mengendus bahaya, mencintai tuannya, bahkan rela mengorbankan diri untuk tuannya. Dan Tongki adalah tuan bagi Mon. Tuan yang harus dijaganya, dilindunginya, dicintainya.

Page 45: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  31

Karena sebagaimana naluri alamiah anjing yang selalu mengendus kebohongan dan kejujuran, Mon mencium ketidakberdayaan yang harus dilayaninya dengan kesetian. (Fang, 2007: 193)

(77) Mon sudah lebih dari cukup untuk mengerti, Tongki bisa mati kalau ditinggalkannya. (Fang, 2007: 194)

(78) Mon tahu Tongki tidak pernah membual bila di dalam pelukannya. Karena hanya di pelukannya Tongki melabuhkan semua resah dan gelisah. (Fang, 2007: 199)

Kepada Monlah Tongki bisa selalu bersandar dan berkeluh kesah. Tongki

beranggapan bahwa Monlah satu-satunya perempuan yang tulus dan setia

mencintainya.

(79) “Kamu memberikan kebahagian untukku. Karena kamu memiliki ketulusan.” (Fang, 2007:194)

(80) “Bodoh! Kamu memang selalu bodoh! Artinya, sampai mati pun, aku ingin

kamu tetap bersamaku. Menemaniku. Membersihkan kuburku. Bercerita untukku. Matiku adalah milikmu. Mengerti, bodoh?” (Fang, 2007: 200)

Meskipun Mon selalu terlihat bodoh di depan Tongki namun Mon tidak

pernah merasa terhina. Mon menyadari bahwa seorang laki-laki tidak mau terlihat

bodoh di depan pasangannya. Mon juga menyadari bahwa Mon tidak sebodoh

seperti yang dikatakan oleh Tongki.

(81) Mon tidak terhina bila Tongki mengatakannya bodoh. Biarlah lelaki selalu merasa lebih pandai dari perempuan. Mungkin di sana letak kebanggaan lelaki. (Fang, 2007: 200)

(82) Walaupun sebetulnya, Mon merasa ia tidak sebodoh yang dikatakan Tongki. Ia pernah menjadi pemain, petaruh, pemenang, dan pecundang. (Fang, 2007: 200)

Sebagai seorang yang setia pada Tongki, Mon tidak lepas dari cemoohan

yang dikeluarkan oleh Likilik istri tua Tongki. Likilik tidak pernah menganggap

Mon, selalu menghina Mon dengan kecacatannya dan selalu mengatakan bahwa

Page 46: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  32

Tongki hanya ingin memanfaatkan keluguan Mon. Namun Mon hanya diam

karena Mon sudah terbiasa dengan sebuah hinaan yang menghujam padanya.

(83) Bila sedang menunggu mahaguru Tongki, maka Mon ikut mendengarkan cerita kedua perempuan itu. Tetapi ia hanya mendengarkan cerita kedua perempuan itu. Tetapi ia hanya sebagai pendengar. Karena kedua perempuan itu tidak pernah menganggapnya ada. (Fang, 2007: 195)

(84) Tetapi Mon diam. Ia sudah terbiasa dihina. Bahkan hinaan lebih nista pernah diterimanya. Jadi tidak masalah baginya bila ada yang mengumpatnya lagi. Maka Mon tetap memilih diam. Karena diam adalah emas. Dan bukankah yang direndahkan akhirnya akan ditinggikan? Sedangkan yang meninggikan diri justru akan direndahkan. (Fang, 2007: 196)

(85) “Kalau selama ini kau kubiarkan berdekatan dengan si Tongki..., itu tidak

masalah. Karena bagi Tongki, kau masih bisa dimanfaatkan. Katanya, kau muridnya yang bodoh dan penurut. Disuruh menunggu berjam-jam, berhari-hari sampai mati merana pun kamu mau. Karena tidak ada laki-laki lain yang mau dengan perempuan dengan jari mrotol seperti kamu! Puih! Mengacalah kau! Kamu bukan ancaman buatku, tahu?!” (Fang, 2007: 210)

Meskipun Likilik yang memiliki semua kekayaan Tongki namun hati,

jiwa, dan badani Tongki semuanya telah Mon miliki. Monlah yang Tongki pilih

untuk hidup bersama. Monlah yang ditawarkan Tongki untuk tinggal dalam

ketidakpastian dan tinggal dalam pertaruhan yang tidak pasti. Namun Mon mau

dan mengikutinya.

(86) “Kupertaruhkan utuh penuh kehidupanku karena aku adalah kehidupannya.” (Fang, 2007: 210)

(87) Karena Mon tidak tahu harus melakukan apa ketika Tongki berkata, “Kita diam, kita tenang, kita tinggalkan dia tanpa keributan.” (Fang, 2007: 211)

(88) Mobil terus melaju membelah malam menuju ke satu arah waktu yang sudah jelas selalu berjalan ke depan. “Tetapi di depan ada apa? Di depan bagaimana? Di depan seperti apa? Aku dibawa ke dalam ketidakpastian yang pasti kujalani.” (Fang, 2007: 227)

Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis, tokoh Mon digambarkan

sebagai seorang wanita yang cantik dan memiliki pesona sang ratu (kutipan 14-

15). Tokoh Mon juga digambarkan sebagai wanita yang ambisius dan terobsesi

Page 47: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  33

dengan kekayaan (kutipan 1-13). Selain itu, tokoh Mon digambarkan sebagai

seorang wanita yang pekerja keras (kutipan 10-13), tidak serakah (kutipan 20-22),

memiliki rasa iri dan dengki (kutipan 8-9), dan memiliki harga diri yang tinggi

(kutipan 43-51).

Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi karakter yang mudah

menyerah (kutipan 31-36), putus asa (kutipan 23-25), mudah gelisah (kutipan 26-

30), dan menjadi seorang yang polos dan lugu dalam melakukan sesuatu untuk

mewujudkan keinginannya tanpa menggunakan hati nurani (kutipan 61-62, 71-78,

83-88). Akan tetapi tokoh Mon menyadari bahwa yang dilakukannya untuk

mewujudkan keinginannya tidak sesuai dengan hati nurani (kutipan 63-70).

2.2 Tokoh dan Penokohan Bulan

Bulan digambarkan sebagai seorang wanita yang mempunyai kehidupan

yang sempurna baik secara fisik, intelektual, keluarga dan materi. Materi yang

berkelimpahan membuat Bulan tidak memusingkan segala keperluan diri sendiri

maupun keluarganya.

(89) Hidup Bulan sangat menyenangkan. Ia memiliki bola kristal yang diinginkan oleh setiap perempuan mana pun di belahan dunia ini. Setiap hari ia mengamati bola kristalnya sambil tersenyum-senyum bahagia. Senyum paling manis seorang perempuan. (Fang, 2007:70)

(90) Di dalam bola kristal itu, Bulan mempunyai rumah dengan banyak pintu dan jendela yang selalu terbuka. Halamannya cukup luas dengan rumput Jepang dan sepasang palem merah di sudut taman. Ada cemara udang bersusun tiga, cemara wangi yang menguarkan harum bila embun berkelompok di ujung-ujungnya, terasnya di kelilingi jejeran lili paris yang selalu menguapkan keringat bila matahari menampakkan senyum. (Fang, 2007: 70)

(91) Ia nyaris sempurna dengan keelokan paras, keindahan otak dan hati yang

rupawan. (Fang, 2007: 73)

Page 48: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  34

(92) “Lihat, aku punya rumah, mobil, kedudukan, suami yang baik, anak-anak

yang lucu, lingkungan yang menyenangkan, pekerjaanku punya posisi, uang yang berkecukupan, berlibur ke luar negeri dan masa depan yang bagus.” (Fang, 2007: 77)

(93) Ia dan suaminya punya jabatan yang mapan, ia berludah api sehingga

semua yang dikatakannya dituruti orang, ada suami yang begitu mencintainya, anak-anak yang memeriahkan hidupnya, uang yang tidak pernah kekurangan sehingga ia tidak perlu pusing ketika membayar listrik, telepon, koran, elpiji, atau bahkan membeli sekotak bedak yang berharga jutaan rupiah, teman, sahabat, sampai tetangga yang menyukainya, liburan ke mana saja yang ia suka, membeli apa saja yang ia mau, dan kasur hangat yang selalu bergelora. (Fang, 2007: 78)

Bulan selalu memperhitungkan segala sesuatunya dengan benar dan tepat.

Bulan selalu tahu apa yang harus dikerjakan tanpa harus diatur karena Bulan

merupakan perempuan mandiri. Perempuan yang berkuasa baik bagi dirinya

sendiri maupun di keluarga.

(94) Bulan sendiri memang tidak perlu diatur harus seperti apa. Karena ia sudah tahu harus seperti apa. Ia tidak perlu disuruh ke kanan karena ia tahu kapan waktunya harus ke kanan. Ia tidak sah disuruh ke kiri karena sebelumnya sudah tahu bila harus berbelok ke kiri. Ia bisa maju dengan sangat cepat dan jarang harus mundur karena hidupnya serapi tumpukan pakaian yang dilipat dengan sisi yang sama di dalam lemari pakaiannya. (Fang, 2007: 73)

(95) Maka Bulan adalah perempuan mandiri yang berkuasa atas dirinya sendiri. Ia mau pergi ke mana, maka ia akan pergi. Ia hendak berbelanja apa, maka ia akan membelinya. Ia ingin melakukan apa, maka dilakukannya. Ajaibnya yang dilakukannya selalu benar dan tepat. Seperti panah Robin Hood yang tidak pernah meleset dari sasaran. Ia benar luar biasa sepeti Tuhan menciptakan bulan. (Fang, 2007: 73)

 (96) Bulan memang mengatur semuanya. Mengatur rumah dari depan sampai

belakang. Mengatur dapur dari garam sampai elpiji. Mengatur lemari dari baju digantung sampai celana dalam dilipat. Mengatur uang dari belanja sampai tabungan. Bulan mengatur kehidupan mereka dengan tertib seperti bulan yang pasti menjadi purnama penuh ketika pada hari kelima belas dan menjadi bulan sabit muda seiris ketika tanggal satu. (Fang, 2007: 76)

Hal di atas juga terlihat pada Angin Puyuh, suaminya yang memberikan

kebebasan dan kepercayaan terhadap semua hal.

Page 49: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  35

(97) Karena cintanya, Angin Puyuh memberikan apa pun yang diinginkan Bulan. Rumah, mobil, uang, deposito, semuanya. Ia memberikan kebebasan dan kepercayaan sepenuhnya kepada Bulan. (Fang, 2007:73)

(98) Padahal ia sudah memberikan semua kekuasaan untuk mengatur segalanya

kepada Bulan. Perempuan itu sudah memegang seluruh teritori di rumah sampai ke rekening banknya. (Fang, 2007: 75)

Hal itupun terlihat jelas ketika Mon datang untuk menawarkan polis

asuransinya. Bulan hanya tersenyum penuh makna karena ia merasa yakin ia

sudah memperhitungkan dengan cermat tanpa harus mempunyai asuransi. Dengan

cekatan Bulan menghitung selisih untung dan rugi antara bunga bank dan premi

asuransi.

(99) Maka ketika beberapa bulan yang lalu Mon, tetangga yang tinggal di balik tembok perumahannya, datang menawarinya untuk membeli polis asuransi jiwa, ia tersenyum anggun. Untuk apa polis asuransi jika ia mengatur semuanya dengan cermat di dalam bola kristal? (Fang, 2007: 76)

(100) “Aku punya tabungan dan deposito.” Karena Bulan bekerja di bank, ia mengeluarkan kalkulator dan mulai menghitung selisih untung dan rugi membandingkan bunga bank dengan membayar premi asuransi. Maka terjadilah hitung-menghitung di antara dua otak. Otak pekerja bank yang selalu memperhitungkan bunga uang yang akan berlipat ganda... (Fang, 2007: 76)

Bulan juga merupakan perempuan yang ringan tangan dan ringan hati

dalam melakukan semua pekerjaannya. Bulan selalu membersihkan dan

merapikan semua barang yang dibuat berantakan oleh suami dan anak-anaknya.

Selain itu, Bulan selalu memberikan pertolongan yang diperlukan oleh teman-

temannya.

(101) Sepatu terlempar di garasi, kaos kaki melayang, jaketnya terbang di sofa, kemeja dan celana panjang di kamar, celana dalam di kamar mandi. Setelah itu, maka Bulan yang akan mengambil dan merapikan barang-barang yang berterbangan itu. Bulan memang ringan tangan dan ringan hati. Ia suka segala sesuatu terletak pada tempatnya dengan rapi dan tidak pernah keberatan bila menolong orang lain. Sehingga selain bekerja di bank, pekerjaan Bulan adalah menolong orang lain. Di kantornya ia menolong teman yang tidak

Page 50: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  36

punya uang. Ia meminjamkan uang tanpa bunga atau bahkan memberi cuma-cuma. Ia suka berbagi makanan apa saja yang ia punya. Sedangkan di rumah ia juga menolong tetangganya berbelanja ke pasar sampai mencarikan pembantu rumah tangga. Bahkan juga tidak bisa menolak ketika seorang tetangga menitipkan daging mentah di kulkasnya yang sudah penuh. (Fang, 2007: 72)

Meskipun Bulan terlihat sempurna, ternyata Bulan tetaplah memiliki

kekurangan. Bulan tidak bisa berperan sebagai istri yang menemani suaminya

menonton acara televisi kesukaan suaminya. Bulan selalu menganggap bahwa

suaminya bodoh, selalu menertawakan hal-hal yang dianggap Bulan tidak lucu. Di

sini terlihat bahwa Bulan tidak mempunyai rasa humor. Bulan merasa suaminya

lebih memilih menonton acara televisi dibandingkan Bulan.

(102) Kekurangannya hanya satu, ia tidak suka menemani suaminya tertawa menonton televisi yang dianggapnya tolol. (Fang, 2007: 73)

(103) Bulan melihat suaminya sangat bodoh. Tidak mengerti apa-apa tetapi suka tertawa untuk hal yang menurut Bulan tidak lucu. Apa yang perlu ditertawakan saat melihat orang jatuh karena menginjak kulit pisang? Bukankah itu namanya tidak hati-hati? (Fang, 2007: 74)

(104) Bahkan ketika makan pun, mata dan telinganya tertancap pada televisi. Ia

menyuapkan makanan tanpa melihat piring dan sendok. Ia tidak pernah mendengar Bulan bercerita. Ia seperti picek dan budek terhadap istrinya sendiri. baginya televisi lebih penting daripada Bulan. Dan kelucuan yang tidak lucu di layar kaca itu lebih menarik daripada Bulan yang menemaninya makan dan ngobrol. (Fang, 2007: 74)

Selain itu, Bulan juga memiliki kekurangan dalam mengatur anak-

anaknya. Bulan terlalu menata anak-anaknya sedemikian rupa, sampai mereka

tidak mengenal apa rasa sakit itu, yang mereka kenal hanyalah kebahagiaan.

(105) Anak-anaknya adalah anak-anak dewa. Jadi ia harus menata masa depan mereka serapi-rapinya sehingga menjadi anak-anak yang tertib dan jenius. Ia akan menuntun anak-anaknya naik sepeda. Ia tidak akan membiarkan anak-anaknya jatuh, luka, lecet, dan berdarah. Karena ia tahu luka itu perih dan darah itu sakit. Ia tidak akan membiarkan anak-anaknya merasakan perih dan sakit. (Fang, 2007: 114)

Page 51: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  37

Setelah bertemu dengan Mon kehidupan Bunga sedikit demi sedikit

berubah. Hal ini terjadi ketika Mon mengungkapkan bahwa menurutnya

kehidupan Bulan yang terlihat sempurna ternyata masih memiliki kekurangan.

Namun Mon tidak menjelaskan secara pasti apa yang sebenarnya kurang dalam

hidup Bulan. Bulan pun memang tidak pernah merasakan kekurangan dalam

hidupnya. Namun lama kelamaan Bulan justru merasakan adanya gejolak dalam

dirinya ketika tanda tanya tentang kekurangannya. Gejolak akan diri fantasi-

nyalah yang membuat Bulan bertanya-tanya.

(106) “Kau akan belajar tahu kekurangan.” “Untuk apa tahu kekurangan“ “Agar kau tahu seperti apa surga dan separti apa neraka.” “Hidupku sudah surga.” “Justru itu! Kau terlalu lama berada di surga. Sekali-kali tidak ada salahnya mengintip neraka.” “Buat apaaaaaa?” Bulan tertawa. “Untuk tahu hidup.” (Fang, 2007: 97)

Bulan pun mengalami pergumulan akan apa yang kurang dalam dirinya

dan mulai mencari jawaban akan tanda tanya ini. Namun, Bulan justru membuat

segala kesempurnaan yang dimiliki dalam bola kristalnya hancur berkeping-

keping. Bulan pun meninggalkan segalanya demi mencari tanda tanya dalam

dirinya. Namun dalam pencariannya, Bulan masih belum bisa beradaptasi dengan

lingkungannya yang sekarang. Ia masih merasakan sakit karena meninggalkan

bola kristalnya. Ia pun menjadi seorang yang lemah, tidak lagi kuat.

(107) Bulan merasa napasnya tersenggal-senggal seakan dadanya terhimpit Gunung Merapi, panas bergolak tetapi tidak segera meletus. Hanya magmanya mengalir menggelindingkan batu, kerikil, pasir, debu dengan suhu tinggi. Geliginya saling merapat gemeletuk karena tak tahan rasa sakit yang diendap. Jikalau bisa, ia ingin seperti King Kong yang berteriak nyaring sembari memukul dada sampai getarannya meruntuhkan gedung-gedung. Tetapi ia ternyata hanya putri duyung yang merangkak terseok di atas pasir karena tidak mempunyai kaki. Ia malu dengan ekornya yang bersisik. Ia ingin berkata bahwa ialah putri yang menolong sang pangeran

Page 52: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  38

yang tenggelam. Ia hanya memberikan ciuman berisi gelembung udara sehingga paru-paru pangeran berkembang. Ia yang menuntun pangeran menari di sela karang. Tetapi pangeran lupa. Dan ia tidak punya suara. Bulan mengerang kesakitan. Badannya melengkung seperti busur terentang tanpa anak panah yang diluncurkan. Karena anak-anak panah sudah menancap di tiap helai rambutnya. Ia tidak punya kata lain kecuali, “Aduhhhh...” Ia cuma tidur, bermimpi, bangun, menangis, tidur, bermimpi, bangun dan menangis. Cuma itu setiap hari yang dikerjakannya. (Fang, 2007: 107)

Namun lama-kelamaan, Bulan mulai menerima dan beradaptasi dengan

lingkungannya dan mempelajari setiap kejadian yang dialaminya. Ketika Bulan

melihat anak-anaknya jatuh dan terluka ketika bermain bersama dengan seorang

perempuan yang menggantikannya ia pun marah. Ia merasa tidak pernah membuat

anak-anaknya terjatuh karena ia selalu mengatur semua dengan baik. Namun dari

kejadian itulah Bulan mendapatkan pelajaran hidup bahwa rasa sakit membuat

seseorang bangkit dari rasa sakit itu.

(108) Ia ingin lari menembus tembok itu menolong anak-anaknya. Membawa mereka berjalan-jalan ke plaza, membelikannya mainan banyak, memberikan les musik, balet, bahasa asing, sempoa. Anak-anaknya adalah anak-anak dewa. Jadi ia harus menata masa depan mereka serapi-rapinya sehingga menjadi anak-anak yang tertib dan jenius. Ia akan menuntun anak-anaknya naik sepeda. Ia tidak akan membiarkan anak-anaknya jatuh, luka, lecet, dan berdarah. Karena ia tahu luka itu perih dan darah itu sakit. Ia tidak akan membiarkan anak-anaknya merasakan perih dan sakit. Mon menarik lengannya. “Perempuan itu mengajarkan jatuh kepada anak-anakmu.” “Tetapi jatuh itu sakit dan perih.” “Jika tak pernah jatuh, orang tidak akan belajar bangun.” Bulan terenyak mendengarkan kata-kata Mon. Ia terperangah. (Fang, 2007: 114)

Bulan juga mendapatkan pelajaran hidup bahwa seseorang membutuhkan

orang lain ketika ia memperhatikan seorang nenek yang duduk di kursi roda dan

dilayani oleh seorang perawat. Bulan menyadari bahwa hidup ini manusia

membutuhkan orang lain untuk membantunya. Bulan merasa selama ini ia tidak

Page 53: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  39

membutuhkan orang lain, karena menurutnya ia sudah mengatur hidupnya dengan

baik.

(109) Bulan melihat ternyata manusia sangat lemah dan tidak berdaya. Dari lahir sampai tua (bahkan meninggal) selalu tergantung kepada orang lain. Padahal ketika semua tulang belulang tumbuh sempurna, manusia lupa asal-muasalnya dari bayi tak berdaya dan akan menjadi si jompo yang tak berguna. (Fang, 2007: 121)

Selain itu, Bulan menyadari bahwa apa yang dilihat di mata baik belum

tentu baik dan yang terlihat jelek belum tentu jelek, karena terkadang yang terlihat

baik justru mengeluarkan kejelekannya dan yang terlihat jelek justru

menimbulkan kebaikkan. Seperti ketika Bulan memperhatikan orang-orang yang

menebang dahan-dahan pohon pinus yang ditumbuhi benalu karena menganggap

bahwa benalu menghambat pertumbuhan pohon dan merusak pemandangan.

Padahal di pohon pinus itu juga terdapat bunga Anggrek yang tumbuh, tetapi

bunga Anggrek itu dibiarkan saja tumbuh di dahan pohon pinus karena sedang

berkembang dengan indah.

Namun ternyata, benalu sangat dibutuhkan bagi beberapa orang untuk obat

dan bagi burung-burung kecil yang menjadikan benalu sebagai sarangnya. Bulan

memperhatikan kuntum bunga Sedap Malam yang cantik, putih dan wangi Bulan

pun terpesona. Tetapi ketika kuntum bunga itu layu dan akan diganti Bulan

terkejut karena tangkai bung itu mengeluarkan bau yang busuk.

Dengan pengalaman ini, Bulan pun teringat akan kejadian ketika Mon

datang ke rumahnya, ia justru menghina Mon dengan kecacatannya, dan yang

terjadi sekarang ia justru tinggal bersama dengan Mon dan mempelajari hidup.

(110) “Ah, ternyata benalu tidak merugikan,” pikir Bulan. Banyak yang membutuhkan benalu. Orang sakit yang memakai daunnya sebagai rebusan obat sampai burung kecil yang membuat sarang di rerimbunannya. Kenapa

Page 54: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  40

manusia menebang benalu? Bukankah anggrek juga sama-sama melekat dan menumpang hidup di pohon pinus? Tetapi manusia tidak menebangnya malah memuji-mujinya. Apakah karena anggrek meberikan bunga cantik sehingga tidak ada yan keberatan bila si cantik yang hidup menumpang. Bulan juga menyukai bunga anggrek. Tetapi ia kasihan dengan benalu. Mungkin memang kodrat manusia selalu terpikat dengan yang dilihat. (Fang, 2007: 123)

(111) Bulan tersentak. Apa yang terlihat cantik ternyata juga menyimpan kebusukan. Bau busuk akan melekat lebih lama daripada aroma wangi. Sebagimana manusia lebih suka membicarakan keburukan orang lain daripada memuji kelebihannya. (Fang, 2007: 124)

Bulan pun mulai mengerti dengan sikap legawa yang dibicarakan Mon

padanya. Ini diketahui Bulan ketika Bulan selalu memperhatikan seorang sales

yang tidak pernah lelah menawarkan barang-barangnya kepadanya meskipun

Bulan tidak pernah membelinya. Namun sales itu tetap tersenyum ketika tidak

memiliki uang untuk membeli celana baru untuk Lebaran.

(112) Seperti kemudian ia mengenal laki-laki muda yang selalu berkeliling dari pagi hingga petang dengan sepeda motornya. Tubuhnya biasa-biasa saja dengan kulit legam. Tidak ada yang istimewa darinya sehingga bisa dipastikan bahwa ia adalah orang yang mudah dilupakan. Mungkin Bulan mengingatnya, karena ia selalu tersenyum. Ia selalu tersenyum bahkan ketika Lebaran tiba dan tidak memiliki uang untuk membeli celana baru. Ia tetap tersenyum saat mewantek celana lamanya. Mungkin ini yang dinamakan legawa seperti yang diceritakan Mon, pikir Bulan. (Fang, 2007: 124)

Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa

tokoh Bulan adalah seorang wanita yang sempurna, baik secara fisik, intelektual,

keluarga, dan secara materi (kutipan 89-98). Tokoh Bulan juga digambarkan

sebagai seorang yang ringan tangan dan ringan hati (kutipan 101), penuh

perhitungan (kutipan 99-100), tetapi tidak diperhatikan suaminya (kutipan 102-

104).

Karakter tokoh Bulan tersebut berubah menjadi seorang yang sadar akan

memiliki kekurangan (kutipan 106), sadar bahwa hidupnya tidak selalu berada di

Page 55: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  41

atas (kutipan 108), sadar bahwa ia membutuhkan orang lain (kutipan 109), sadar

bahwa seseorang dilihat bukan dari fisiknya saja (kutipan 110-111), dan memiliki

sifat legawa atau berpasrah diri (kutipan 112).

2.3 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tokoh dan penokohan Mon dan Bulan di atas

dapat disimpulkan bahwa ada perubahan karakter yang terjadi pada tokoh Mon

dan Bulan. Perubahan karakter yang dialami tokoh-tokoh utamanya merupakan

sebuah perubahan yang melandasi pembentukan identitas diri tokoh-tokoh

utamanya yang akan dibahas pada bab III.

Tokoh Mon awalnya digambarkan sebagai seorang yang ambisius, yang

terobsesi akan kekayaan dan perubahan hidup yang lebih baik. Meskipun begitu,

Mon tidak lantas menjadi seorang yang serakah yang melakukan segala

sesuatunya dengan tidak halal. Mon mempunyai harga diri yang tinggi, dan

mempunyai sikap seperti seorang ratu. Namun setelah Mon mengalami kelelahan

yang luar biasa, Mon tidak lagi terobsesi kepada kekayaan dan perubahan hidup.

Mon justru menjadi seorang yang bersikap pasrah dan legawa.

Setelah berkenalan dengan Tongki, Mon tidak lagi bersikap seperti

seorang ratu. Mon justru berubah menjadi seorang budak belian yang selalu

mengikuti dan melaksanakan semua yang diperintahkan oleh tuannya. Mon juga

menjadi seorang yang terobsesi kembali dengan kekayaan, meskipun apa yang

dilakukannya sekarang menggunakan cara yang tidak halal dan tidak sesuai

dengan hati nuraninya. Dari peristiwa inilah, Mon menyadari bahwa tidak hanya

kekayaan yang bisa membahagiakan dirinya.

Page 56: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  42

Tokoh Bulan merupakan tokoh yang pada awalnya digambarkan secara

sempurna. Bulan memiliki segalanya, keluarga yang bahagia, anak-anak yang

lucu, materi yang melimpah, fisik dan intelektual yang sempurna. Namun ternyata

dari kesempurnaan yang dimilikinya, Bulan tidak merasa bahagia. Bulan merasa

kebahagiaan yang dicarinya bukan berasal dari sebuah materi yang diperolehnya,

melainkan dari sebuah pembelajaran hidup.

Bulan mengalami perubahan karakter setelah meninggalkan semua

kesuksesannya. Meski awalnya sulit, namun Bulan menjadi seorang yang lebih

menghargai orang lain dan lebih bersikap legawa menghadapi hidupnya.

Berdasarkan hasil analisis pada Bab II ini, penulis mendapatkan

gambaran tentang bagaimana proses pembentukan identitas diri tokoh-tokoh

utama dalam novel Lelakon.

Page 57: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  43

BAB III

PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI

TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON

Dalam kehidupan, manusia memiliki lebih dari satu lakon (peran) yang

tercitra dari identitas diri masing-masing. Identitas diri ini terbentuk dari sebuah

proses pembentukan kepribadian. Pembentukan merupakan pembuatan,

penciptaan, pendirian, penjadian, penyusunan (Endarmoko, 2006: 76).

Kepribadiaan merupakan karakter, (budi) pekerti, pembawaan, perilaku, sifat,

tabiat, temperamen, watak (Endarmoko, 2006: 487).

Menurut Sujanto dkk (2006: 11), pembentukan kepribadian merupakan

suatu kebulatan yang bersifat kompleks yang disebabkan oleh karena banyaknya

faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu.

Faktor-faktor dalam yang menentukan kepribadian adalah segala sesuatu yang

telah dibawa dari lahir, seperti pikiran, perasaan, kemauan, fantasi, ingatan, dan

kondisi fisik. Sedangkan faktor-faktor luarnya adalah segala sesuatu yang ada di

luar manusia seperti faktor lingkungan (Sujanto dkk., 2006: 5).

Faktor-faktor di ataslah yang membuat diri seseorang menjadi unik dan

tidak memiliki kesamaan dengan orang lain. Qahar (1970: 3) mengungkapkan

bahwa kepribadian itu berarti sesuatu jang dimiliki seseorang jang membedakan

mutu pribadinja dari pribadi orang lain.”

Pembentukan kepribadian menjadi unik juga diungkapkan oleh

Shalahuddin. Menurutnya manusia memiliki kepribadian yang unik itu ditentukan

Page 58: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  44

oleh faktor keturunan, lingkungan, dan faktor diri. Keunikan manusia terlihat pada

tingkah laku pikir, tingkah laku sifat, perasaan maupun gerak-geriknya yang

berlainan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Meskipun ada

sebagian besar tingkah laku dan sifat yang sama, namun tidak ada yang benar-

benar identik. Keunikan ini disebabkan oleh faktor keturunan (heredity), faktor

lingkungan (environment), dan faktor diri (self). Faktor keturunan (heredity) dapat

diartikan sebagai kecenderungan untuk bertumbuh dan berkembang menurut pola-

pola, ciri-ciri, sifat-sifat tertentu yang diturunkan dari kedua orang tuanya

(Shalahuddin, 1991:64).

Faktor lingkungan (environment) adalah suatu kenyataan bahwa pribadi-

pribadi atau individu-individu, sebagai bagian dari alam sekitarnya, tidak dapat

lepas dari lingkungannya itu baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun

lingkungan psikologis (Shalahuddin, 1991:65-66). Faktor diri (self) merupakan

kehidupan kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan ini terdiri dari perasaan,

usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan angggapan yang

berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Faktor diri

(self) ini berinteraksi dengan faktor keturunan (heredity) dan faktor lingkungan

(environment) untuk membentuk pribadi seseorang, karena faktor ini mempunyai

pengaruh yang besar untuk menginterpretasikan kuatnya daya pembawaan

(sebagai faktor keturunan) dan kuatnya daya lingkungan (Shalahuddin, 1991: 68).

Setelah kepribadian seseorang terbentuk maka terbentuklah juga identitas

dirinya. Menurut Salim, identitas diri adalah ciri khas atau kekhasan seseorang

(1991: 548). Identitas diri merupakan ciri (-ciri), individualitas, jati diri,

Page 59: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  45

personalitas, label, nama sebutan (Endarmoko, 2006: 242). Menurut Erikson

(1989: 182), manusia mencari identitasnya untuk menentukan siapakah atau

apakah manusia itu pada masa mendatang. Setelah itu manusia baru bisa memiliki

suatu pandangan jelas tentang diri mereka dan tidak akan meragukan tentang

identitas batinnya sendiri serta mengenal perannya dalam masyarakat. Hal

tersebut akan terjadi apabila ia sadar akan ciri-ciri khas pribadinya, seperti

kesukaan dan ketidaksukaannya, aspirasinya, tujuan masa depan yang diantisipasi

dan perasaan bahwa manusia itu dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya

sendiri.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pembentukan kepribadian yang

berdasarkan pada faktor keturunan, faktor diri, dan faktor lingkungan sangat

mempengaruhi pembentukan identitas diri tokoh utama. Hal inilah yang menjadi

dasar penulis untuk menganalisis pembentukan identitas diri tokoh utamanya

dalam novel Lelakon. Pada bab ini akan dibahas bagaimana pembentukan

identitas diri tokoh Mon dan Bulan dengan membaginya dalam dua subbab, yaitu

pembentukan kepribadian dan pembentukan identitas diri. Pembentukan

kepribadian dianalisis terlebih dahulu sebagai proses dalam pembentukan identitas

diri.

3.1 Pembentukan Kepribadian

Dalam penelitian ini, penulis tidak akan menganalisis pembentukan

kepribadian tokoh Mon dan Bulan dengan berdasarkan faktor keturunan. Hal ini

dikarenakan tidak diungkapkannya pola-pola, ciri-ciri, dan sifat-sifat tertentu

Page 60: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  46

tokoh Mon dan Bulan yang diturunkan dari kedua orangtuanya dalam Novel

Lelakon ini. Untuk itu, penulis hanya akan menganalisis pembentukan

kepribadian tokoh Mon dan Bulan berdasarkan faktor lingkungan dan faktor diri

sebagai proses awal dalam pembentukan identitas diri.

3.1.1 Pembentukan Kepribadian Mon

3.1.1.1 Faktor Lingkungan

Mon tinggal di rumah kecil yang berbatasan langsung dengan perumahan

mewah. Perbedaan secara ekonomi inilah yang membuat Mon menjadi seseorang

yang ambisius, terobsesi, dan mau berjuang keras untuk memiliki kehidupan yang

lebih baik dan mendapatkan apa yang diinginkan. Mon ingin menjadi orang yang

kaya, untuk itu Mons selalu memperhatikan aktivitas di dalam lingkungan mewah

itu. Hal ini membuat Mon memiliki rasa dengki kepada perbedaan itu.

(113) Tembok yang membatasi kompleks perumahan dengan gang tempat Tanda Tanya berada, mempunyai lubang kecil. Mon suka mengintip dan mengorek-ngorek lubang itu sehingga semakin besar seperti ia memelihara rasa dengki di hatinya yang semakin lebar. Mon tidak bisa melihat ke dalam kompleks perumahan itu dari depan berhubung ada tembok tinggi lagi yang menutupinya. (Fang, 2007: 36)

(114) Setiap Mon ke luar rumah dan melewati kompleks perumahan itu, ia berusaha melirik untuk melihat seperti apa kolam renangnya, lapangan tenisnya, lapangan basketnya, atau joggingtrack-nya. Tetapi ia tidak bisa melihat apa-apa, kecuali mobil mewah yang keluar-masuk dan dua orang satpam yang berjaga di depan, kadang dengan kepala terantuk-antuk mengantuk. Maka tidak ada yang bisa dilakukan Mon kecuali membuat lubang di tembok yang membatasi kompleks perumahan dan Tanda Tanya menjadi semakin besar. (Fang, 2007: 36)

(115) Yang istimewa justru penghuni kompleks perumahan di sebelah dalam

tembok itu. Mereka keluar-masuk pintu gerbang dengan mobil mewah melalui sistem pengamanan one way gate yang dijaga satpam selama dua puluh empat jam nonstop. (Fang, 2007: 35)

Page 61: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  47

(116) Ketika ia menyipitkan mata melihat apa yang ada di tembok sebelah, Mon seperti melihat mimpi karena ia melihat dunia yang berbeda dengan dunia yang setiap hari dilakoninya. Ia berpikir, mungkin ia tidak tinggal di dunia yang sama dengan orang-orang dari tembok sebelah itu. Karena dilihatnya, matahari di dunia di balik tembok itu tidak pernah terbenam. (Fang, 2007: 37)

Keadaan yang seperti ini membuat Mon juga menyimpan rasa iri kepada

penghuni perumahan mewah khususnya anak-anak, seorang nyonya rumah, dan

seorang pembantu yang tinggal di dalam perumahan mewah tersebut. Mon iri

dengan keberuntungan yang dimiliki oleh mereka. Nyonya rumah dan anak-anak

memiliki keberuntungan karena memiliki dan merasakan kekayaan yang mereka

miliki. Meskipun Tumini seorang pembantu namun ia dapat menikmati segala

kemewahan yang dimiliki oleh majikannya dengan melakukan perbuatan asusila.

(117) Ketika pagi mereka berbondong-bondong pergi naik mobil-mobil mewah keluar dari kompleks perumahan. Sopir membukakan pintu mobil, pembantu membukakan pagar, satpam mengangkat palang pintu. Itu para tuan dan anak-anak mereka yang sekolah. Lalu tidak berapa lama, mobil lain juga menderu keluar, mobil para nyonya yang menuju plaza untuk menghamburkan uang hanya untuk sepasang sepatu, sebuah gaun, atau sekeping sabun mandi. (Fang, 2007: 37)

(118) Bahkan Mon melihat anak-anak mereka yang masih berusia empat tahun dan masih duduk di playgroup, sudah diantar sopir dengan mobil mewah dan ditemani pengasuh yang membawa tas dan botol minumannya. (Fang, 2007: 35)

(119) “Kamu iri! Asli seasli-aslinya kamu iri seiri-irinya dengan nasib bocah

itu!” Celetuk suara yang entah datang dari mana. Mungkin datang dari kepalanya, dadanya, atau lidahnya. Lalu tangannya sendiri menunjuk-nunjuk jidatnya sendiri. “Kamu iri! Sentak suara itu lagi.” “Iri?” “Bisa jadi!” Mon mengakui diam-diam. (Fang, 2007: 36)

(120) Setelah semua orang pergi, maka rumah-rumah menjadi sepi. Para pembantu menjadi pembantu yang menjalankan tugas rutinnya. Si Tumini mengepel, menyapu, mencuci, memasak. Setelah semua selesai, Tumini menjadi majikan. Ia menyetel plasma tivi, membunyikan tape recorder, bukan sekedar duduk di sofa tetapi berjingkrak-jingkrak di atas kasur

Page 62: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  48

majikannya, menyemplungkan diri ke dalam bathtub juragannya, dan bermandikan busa sabun nyonyanya. (Fang, 2007: 35)

(121) Kalau sudah begini, Tumini langsung mengerti kenapa tuan suka mencuri remas pantat dan teteknya kalau nyonya tidak ada. Tuan juga suka mengendap-ngendap seperti kucing yang hendak menerkam tikus ketika menerkam tubuhnya saat nyonya sedang ngorok. (Fang, 2007: 40)

(122) Kembali lagi Mon mengerami rasa iri. Si jahat menalu-nalu katup

jantungnya sampai bocor. Katakanlah Mon memang tidak bisa bersaing nasib dengan bocah-bocah kaya itu, masa dengan pembantu pun Mon kalah bertaruh nasib? Apakah ia memang apes seapes-apesnya seperti kartu-kartu yang terpampang di atas meja taruhan? (Fang, 2007: 47)

Meskipun Mon memiliki rasa iri dan dengki kepada kehidupan di dalam

perumahan mewah tersebut tidak membuat Mon menjadi seorang yang diam dan

menerima nasibnya saja. Mon memiliki kepercayaan diri untuk mampu menjadi

orang kaya dan memiliki Tanda Tanya. Mon mencoba untuk bekerja, awalnya

Mon bekerja sebagai bandar di sebuah kasino gelap. Namun menurut Pak Lolok,

Mon tidak pantas bekerja di tempat itu, karena ia melihat Mon mampu bekerja

yang lebih menantang dibandingkan hanya mengocok kartu dan membagikannya.

Hal ini menjadikan Mon lebih percaya diri untuk memenangkan pertaruhan demi

mendapatkan Tanda Tanya.

(123) Menurut Pak Lolok, Mon cantik, menarik, dan luwes. Mon tidak pantas cuma menjadi pengocok kartu di meja taruhan. Tetapi justru harus berani menjadi pemain yang memasang taruhan. (Fang, 2007: 48)

(124) Mon sudah pasti ingin jadi pemenang. Sekarang ia memegang kartu. Ia bukan sekedar mengocok dan membagikannya pada pemasang taruhan. Ia sudah masuk ke arena pertaruhan dan ia harus menang. Ia harus mempuyai jawaban untuk Tanda Tanya. (Fang, 2007: 48)

(125) Menurut perhitungannya, gemerincing uang akan terus mengalir ke dalam kantongnya. Ia pasti sanggup membayar cicilan rumah itu. (Fang, 2007: 52)

Mon memulai pertaruhan yang ditawarkan oleh Pak Lolok dengan bekerja

sebagai petugas asuransi. Demi memenangkan pertaruhannya Mon bekerja keras

Page 63: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  49

menjual polis asuransinya. Mon merasa ia harus bekerja seperti gasing yang

berputar terus tanpa henti agar polis yang ditawarkannya laku terjual dan ia

mendapatkan keuntungan yang banyak. Lingkungan kerja sebagai marketing

asuransi mempengaruhi Mon untuk mampu memberikan penampilan yang

menarik sebagai pendukung agar konsumen mau membeli polisnya. Mon sangat

percaya diri mampu melakukan semuanya karena Mon memeliki keyakinan

bahwa dirinya seorang ratu yang sangat cantik.

(126) Setiap pagi ketika bercermin, ia selalu berpikir, wajah mana yang hendak dikenakannya, senyum mana yang hendak disuguhkannya hari ini. Setiap pagi ia mengerami si busuk di katup jantung. Ia adalah si culas yang cantik tetapi yang tampak adalah si cantik yang tidak culas. Ia tidak perlu telanjang untuk menjual diri atau lidah bercabang dan berkepala dua untuk bermanis kata. Ia cukup memoles warna apa di bibirnya yang bermadu, memulas apa di matanya yang sendu, memakai wajah seperti apa untuk siapa-pada saat apa. Ia adalah ratu, perempuan gemilang yang bisa bersabda apa bertitah untuk siapa, suka-suka dia, dan semua orang adalah budak belian yang meniarapkan kepalanya untuk alas kakinya dan mengiyakan semua kehendaknya. (Fang, 2007: 53)

(127) Mon bercerita sejak ia bekerja di perusahaan asuransi, ia menjadi seperti gasing. Berputar dan terus berputar mencari calon pembeli polis asuransi. Mengoceh dan terus mengoceh untuk menyakinkan calon pembeli. Bermuka tebal ketika harus berulang kali datang dan menerima penolakan. (Fang, 2007: 54)

Dalam mengisi waktu senggangnya di sela-sela menjadi seorang marketing

asuransi, Mon berkenalan dengan Buang dan tinggal bersamanya. Awal mula

tinggal dengan Buang, Mon merasa bahagia, karena permainannya dengan Buang

sangat mengasyikkan yang setidaknya membuat Mon melupakan sejenak

pekerjaannya sebagai marketing asuransi, dan terlebih karena Buang selalu

menuruti apa yang diinginkan oleh Mon. Karena hal inilah yang menjadikan Mon

semakin percaya diri terhadap kecantikannya yang seperti ratu.

(128) Mon merasa permainannya dengan Buang adalah permainan yang mengasyikkan untuk mengisi waktu senggang di sela-sela ia menjadi

Page 64: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  50

marketing asuransi yang harus berputar seperti gasing berkeliling mencari dan menyakinkan klien untuk membeli polis asuransi. (Fang, 2007: 52)

(129) Termasuk ia menjadikan Buang apa saja yang dimauinya. Karena ia tidak membutuhkan Buang lebih dari sekedar mainan taruhan. Jika ia ingin Buang menjadi tukang ojek, maka Buang dijadikannya tukang ojek. Kalau ia membutuhkan tukang becak, maka Buang langsung menjadi tukang becak. Lalu bila ia membutuhkan jongos disuruhnya Buang menjadi jongosnya. Kemudian ketika sedang merasa bosan dan ingin bermain kartu, Buang menjadi lawan mainnya. (Fang, 2007: 53)

Namun, setelah beberapa lama tinggal dengan Buang, Mon merasa Buang

justru menjadi benalu dalam kehidupannya. Lama-kelamaan Buang sudah tidak

mau lagi menuruti keinginan Mon jika keinginannya tidak Mon penuhi terlebih

dahulu. Pada saat yang sama, Mon mendapatkan tekanan dari Mak Lampir selaku

bosnya untuk lebih bekerja keras agar segala keinginan Mon terpenuhi. Padahal

tanpa ditekan oleh Mak Lampir pun Mon sudah kalang kabut sendiri memikirkan

biaya hidupnya.

(130) Jika Mon tidak memberikan apa yang dimintanya, Buang pun tidak menuruti permintaan Mon. Lama-kelamaan sudah jelas Mon tidak tahan. (Fang, 2007: 60)

(131) “Itu pasti karena kamu kurang murah senyum. Kamu harus ramah, harus cantik, harus segar. Apa kamu tidak kepingin baju bagus, perhiasan, rumah, dan mobil? Mana bisa kamu mendapatkan penjualan bagus bila tidak berdandan dan tidak bonafide?” ujarnya sambil melet-melet. “Dan sssttt..., untuk itu semua tidak ada yang gratis di dunia ini... Ayo, cari setoran...” Mak Lampir terus mencuci otak Mon. (Fang, 2007: 56)

(132) Mak Lampir tidak perlu mencuci otak Mon untuk mencari setoran, karena jika tidak punya uang pun Mon sudah bingung sendiri. (Fang, 2007: 56)

Kerasnya tekanan dalam pekerjaan yang dilakukan Mon, membuat Mon

mulai merasa frustasi. Hal ini terlihat pada saat Mon sudah kehabisan tenaga

untuk bekerja terus-menerus dan menciptakan wajah-wajah palsu untuk menarik

konsumen. Mon juga tidak bisa lagi tidur dengan tenang, konsentrasi dalam

pekerjaannya, dan tidak lagi mampu menampilkan wajahnya yang cantik.

Page 65: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  51

(133) Sampai pada saat tertentu Mon merasa capek berputar, mengoceh, dan bermuka tebal. Mon merasa tuli dengan suara yang merayu-rayu. Mon muak harus terus tersenyum dan menampilkan wajah cantik, karena senyumnya bukan senyum si cantik yang keluar dari dalam hati. (Fang, 2007: 55)

(134) Tetapi tiap jam yang mendatanginya adalah mimpi buruk. Wajah-wajah cantik ratu yang disimpannya di dalam laci keluar mengejarnya. (Fang, 2007: 57)

(135) Ia sudah tidak mau menjadi ratu.

Ia pusing menjadi gasing. Ia ingin berhenti. tepatnya diberhentikan karena gasingnya sudah tidak mampu berputar lagi, karena persediaan wajah di lacinya sudah habis, karena ia bukan ratu lagi. (Fang, 2007: 59)

Setelah tidak lagi bekerja, Mon menjadi seorang pengangguran dan

gelandangan yang selalu pergi dari satu terminal ke terminal lainnya. Namun di

lingkungan terminal, Mon mulai mengerti bagaimana kehidupan orang-orang di

sana yang selalu hidup dalam kepasrahan.

(136) Sejak berhenti bekerja di perusahaan asuransi, Mon memang pengangguran. Mon jadi gembel, gelandangan luntang-lantung ke sana ke mari tak menentu. Ia pergi naik-turun angkot dari satu terminal ke terminal lain mencangkung melihat banyak orang yang berseliweran. Bau pesing jamban umum menguap. Puntung rokok berterbarangan. Ludah berceceran. Kuku hitam berdaki. Kulit kusam berkerak. Gigi-geligi berselip nikotin. Sepulangnya ia selalu bercerita bagaimana orang-orang yang ditemuinya tadi adalah orang-orang yang legawa dengan nasibnya. Walaupun mereka cuma sopir angkot, kernet, penjual tisu, penjual koran dan tidak pernah punya mimpi besok akan seperti apa, tetapi orang-orang itu selalu tertawa lebar. (Fang, 2007: 117)

Dalam perjalanan menemukan identitas dirinya, Mon bertemu dengan

Tongki yang memperlihatkan bahwa kekayaan itu bisa didapatkan dengan mudah.

Mon mulai mengerti dengan ajaran yang diberikan Tongki bahwa kekayaan tidak

harus didapatnya dengan jalan yang susah, tetapi bisa juga dengan jalan yang

mudah yang penuh dengan intrik atau kelicikan. Dari peristiwa inilah Mon

berubah menjadi seorang yang licik.

Page 66: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  52

(137) Berawal dari depot mi ayam Untung, Mon berkenalan dengan Tongki. Awa perkenalan mereka sederhana saja. Karena Tongki juga pelanggan yang sering makan mi ayam di depot si Untung. lalu Mon mendengar Tongki bercerita bahwa ia adalah miliarder muda yang memiliki tiga rumah dan usaha yang bisa mencetak uang sendiri sementara ia cukup makan tidur dan ongkang-ongkang kaki. Mon terpesona dan ingin tahu bagaimana Tongki bisa sekaya itu dengan cara yang begitu mudah. Sedang ia dahulu bekerja seperti pengemis, meminta-minta dengan menebalkan muka dan akhirnya memang cuma menjadi gelandangan.” (Fang, 2007: 174)

Bersama Tongki, Mon menjadi seorang yang lugu, polos, dan penurut.

Mon selalu mengikuti ke mana Tongki pergi dan melakukan apa yang

diperintahkan Tongki padanya. Mon rela menjadi seorang budak mejatuhkan

harga dirinya demi mendapatkan ilmu dari Tongki.

(138) Semua uangnya ludes untuk pertaruhan menata hidup dengan Tongki! Maka jadilah Mon anak ayam yang lugu, polos, dan penurut. Dengan langkah kecilnya ia mengikuti lari Tongki. Diikutinya sejak pagi, siang, malam sampai pagi lagi dengan kepatuhan budak belian. Ia ikut ke kanan ke kiri ke muka ke belakang. Si Tongki menjadi raja diraja di atas kepalanya. Hanya karena Mon ingin menata hidup lagi. Ia sekolah cukup lama kepada Tongki. Ia murid yang baik dan mendengarkan semua pelajaran dari lelaki itu. Apa yang dikatakan Tongki ditelannya mentah-mentah. Semua yang disuruh Tongki dilakukannya tanpa dikunyah. (Fang, 2007: 175)

Selama berguru dengan Tongki, Mon selalu mengikuti ke mana gurunya

pergi termasuk bertemu dengan istrinya, Likilik. Tinggal bersama Likilik Mon

menjadi pribadi yang tahan banting terhadap segala hinaan dan cercaan yang

dilontarkan kepadanya. Tinggal bersama Tongki, Mon menjadi lebih mengenal

Tongki dan jatuh cinta padanya.

(139) Tetapi Mon diam. Ia sudah terbiasa dihina. Bahkan hinaan lebih nista pernah diterimanya. Jadi tidak masalah baginya bila ada yang mengumpatnya lagi. Maka Mon tetap memilih diam. (Fang, 2007: 196)

(140) “Kalau selama ini kau kubiarkan berdekatan dengan si Tongki..., itu tidak masalah karena bagi Tongki kau masih bisa dimanfaatkan. Katanya, kau murid yang bodoh dan penurut. Disuruh menunggu berjam-jam, berhari-hari sampai mati merana pun kamu mau. Karena tidak ada laki-laki lain yang mau dengan perempuan dengan jari mrotol seperti kamu! Puih!

Page 67: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  53

Mengacalah kau! Kamu bukan ancaman buatku, tahu?! Tongki hanya takluk kepadaku! Ingat itu!” Likilik mengatakan itu sambil setengah mendesis dengan mata menyipit. Lalu ia berlalu dengan dagu terangkat karena kesombongan yang menggunung. (Fang, 2007: 210)

(141) Mon masih mengikuti Tongki seperti anjing geladak kudisan yang mengekor kepada tuannya dengan setia. Bila ada yang memaki ‘anjing’ sebagai penghinaan, Mon hanya tertawa. Tidaklah lupa bagi yang memaki, bahwa anjing adalah binatang paling setia. Ia menjaga rumah, mengendus bahaya, mencintai tuannya, bahkan rela mengorbankan diri untuk tuannya. Dan Tongki adalah tuan bagi Mon. Tuan yang harus dijaganya, dilindunginya, dicintainya. (Fang, 2007: 193)

Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis dalam menganalisis

kepribadian tokoh Mon berdasarkan faktor lingkungan, maka dapat disimpulkan

bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi kepribadian tokoh Mon. Faktor

lingkungan dengan status ekonomi yang berbeda membentuk kepribadian tokoh

Mon menjadi seorang yang ambisius, terobsesi dengan kekayaan, iri dan dengki,

serta pekerja keras (kutipan 113-122). Faktor lingkungan di tempat kerja Mon

memaksanya untuk terus bekerja keras yang lambat laun membentuk kepribadian

tokoh Mon menjadi frustasi dan menyerah dalam mewujudkan keinginannya

(kutipan 130-135). Faktor lingkungan di terminal membentuk kepribadian tokoh

Mon yang legawa atau berpasrah diri dengan kehidupannya (kutipan 136). Faktor

lingkungan di tempat tinggal Tongki membentuk kepribadian tokoh Mon menjadi

polos dan lugu dalam menerima dan melakukan setiap pelajaran yang diajarkan

tanpa melihat benar atau tidaknya pelajaran itu (kutipan 137-138). Selain itu,

tokoh Mon menjadi seorang yang tegar dalam menghadapi tekanan dari istri

Tongki (kutipan 139-141).

Page 68: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  54

3.1.1.2 Faktor Diri

Kepribadian Mon dalam menentukan arah hidupnya yang berdasarkan

dirinya sendiri dilandaskan pada segala pikiran, penilaian, keyakinan, sikap, dan

perasaannya. Hal ini terlihat pada saat Mon bekerja keras supaya mendapatkan

uang agar tidak hidup miskin. Sikap kerja kerasnya untuk mewujudkan sebuah

obsesinya merupakan sikap hidup Mon.

(142) “Yang kutahu adalah aku harus memiliki uang. aku harus menjual polis sebanyak mungkin supaya mendapat komisi yang menggunung. Aku memang tidak serakah ingin kaya raya tetapi aku bosan miskin.” (Fang, 2007: 54)

(143) “Coba lihat sekarang, rumahku tidak punya kursi, saluran air, dan telepon sudah diputus karena menunggak, lalu apakah aku harus kembali hidup primitif kalau aliran listrik juga diputus?” (Fang, 2007: 54)

Meski Mon sangat menginginkan kekayaan untuk hidup yang lebih baik,

namun Mon tidak mau memiliki kekayaan dengan jalan yang pintas. Mon

memiliki harga diri yang tinggi dan tidak serakah, terlihat ketika Mon menolak

Pak Lolok yang ingin menjadikannya istri kedua.

(144) Mon tidak mau menjadi selir Pak Lolok. Selir hanyalah perempuan nomor dua. Walaupun selir pilihan, tetap saja bukan perempuan nomor satu. Dan tidak pernah ada dalam kamus hidup Mon menjadi orang (perempuan) nomor dua. Ia harus selalu nomor satu. Ia adalah ratu. Memang Pak Lolok kaya raya. Pak Lolok bahkan lebih kaya dari pada tuan Tumini. Mon tahu berapa ratus juta yang dihamburkan Pak Lolok di atas meja judi. Berapa pun uangnya habis, kantongnya tidak pernah kering. (Fang, 2007: 49)

(145) Mon tidak merasa seserakah Tumini yang hanya dengan modal telur bisa menjadi nyonya. Ia tidak berambisi menimbun berlian seperti nyonya rumah.” (Fang, 2007: 47)

(146) “Yang kutahu adalah aku harus memiliki uang. Aku harus menjual polis sebanyak mungkin supaya mendapat komisi yang menggunung. Aku memang tidak serakah ingin kaya raya tetapi aku bosan miskin.” (Fang, 2007: 54)

Page 69: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  55

Menurut Mon daripada ia menjadi istri Pak Lolok lebih baik ia meminjam

uang untuk membeli Tanda Tanya. Karena rasa percaya dirinya sebagai seorang

ratu ia bisa meluluhkan hati Pak Lolok untuk meminjamkan uang dan sesuai

dengan perkiraannya Mon bisa mengganti uang yang telah dipinjamkan Pak

Lolok.

(147) Senyummu memang cantik...meluluhkan hati orang... Kamu memang secantik ratu. Termasuk meluluhkan hati Pak Lolok agar memberikan pinjaman padanya untuk membeli Tanda Tanya. Ia pergunakan uangnya itu untuk membayar uang mukanya. Ia ingin rumah itu menjadi miliknya, bukan sekedar tanda tanya lagi. Menurut perhitungannya, gemerincing uang akan terus mengalir ke dalam kantongnya. Ia pasti sanggup membayar cicilan rumah itu. (Fang, 2007: 52)

Agar bisa mengganti uang Pak Lolok dan membayar cicilan rumah, maka

Mon berpikir tidak boleh kehabisan tenaga. Ini dimaksudkan agar Mon selalu bisa

menghasilkan wajah dan senyum cantiknya supaya ia terus bisa memperoleh

pendapatan.

(148) Maka Mon bukan saja menjadi gasing yang berputar, ia mulai menjadi mesin pencetak wajah. Ia tidak boleh kehabisan persediaan wajah dan senyum. Untuk itu ia tidak boleh kehabisan tenaga. Maka ia memakan semua yang bisa dimakan. Setiap jam ia makan. Makan apa saja. (Fang, 2007: 56)

Namun lama-kelamaan Mon merasa lelah dan muak karena melihat wajah

cantik yang mekanik. Wajah cantik yang bukan dari hati namun terbentuk karena

ada maksud yang terselubung. Ia merasa wajah-wajah cantik yang ia buat

merupakan wajah-wajah palsu dan wajah yang bukan dirinya.

(149) Mon muak harus terus tersenyum dan menampilkan wajah cantik, karena senyumnya bukan senyum si cantik yang keluar dari dalam hati. Senyumnya adalah senyum mekanik. Ada tombol-tombol yang disetel secara otomatis kepada siapa ia harus melebarkan jarak kedua bibirnya. Ia tersenyum hanya karena membutuhkan uang dari orang-orang yang diberikan senyuman.” (Fang, 2007: 54)

Page 70: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  56

(150) Cerminnya memantulkan si busuk yang dieraminya sudah menetas menjadi ulat yang mengorek-ngorek semua liang dan belulang. Tidak tampak wajah ratu anggun cemerlang di sana. Yang membayang adalah wajah hamba sahaya. Pucat, letih, lesu tanpa gairah. (Fang, 2007: 58)

(151) Karena ia sudah benci melihat wajah-wajah di cerminnya. Ia tidak mau melihat wajah-wajah cantik lagi yang memantul dari sana. Ia tahu bahwa cermin ternyata penipu nomor satu. Mon tidak yakin lagi bahwa wajah yang memantul dari cermin itu adalah wajahnya. (Fang, 2007: 59)

Mon harus rela kehilangan pekerjaannya di asuransi karena Mon merasa

lelah. Namun bukannya Mon sedih karena kehilangan pekerjaannya, Mon justru

senang karena ia sudah tidak lagi memakai wajah-wajah palsu yang selalu Mon

pakai. Mon pun ingin kembali menjalani hidup yang biasa tanpa tekanan

darimanapun. Mon menginginkan untuk hidup tenang tanpa gangguan. Dari

kejadian ini, Mon menjadi seorang yang pasrah dalam menjalani kehidupannya.

(152) Ia sudah tidak mau menjadi ratu. Ia pusing menjadi gasing. Ia ingin berhenti. Tepatnya diberhentikan karena gasingnya sudah tidak mampu berputar lagi, karena persediaan wajah di lacinya sudah habis, karena ia bukan ratu lagi. Tetapi itu bukan masalah bagi Mon. Ia memang ingin membuang kartu ratunya! Karena ia sudah benci melihat wajah-wajahnya di cerminnya. Ia tidak mau melihat wajah-wajah cantik lagi yang memantul dari sana. Karena ia sudah benci melihat wajah-wajah di cerminnya. Ia tidak mau lagi melihat wajah-wajah cantik lagi yang memantul dari sana. (Fang, 2007: 59)

(153) Ia puas! Ia tidak perlu lagi menjadi ratu. Ia tidak usah menjadi gasing. Ia tidak harus mencetak wajah dan senyuman. Ia melengos tidak menoleh lagi. Ia membangun mimpi baru di atas keping beling. (Fang, 2007: 60)

(154) Ia ingin tidur nyenyak di kasur yang memberikan mimpi indah. Bangun ketika matahari menghujani kehangatan dari jendela Tanda Tanya. Lalu membiaran angin yang menggelitik pipinya ketika ia menikmati secangkir teh tawar hangat dan sepotong pisang goreng yang renyah. Mon ingin duduk di beranda menyulam malam menjadi satu kenangan yang tak cuma sepenggal. Membuat gambar dari benang wol yang disilang-silangkan di atas kain berlubang. Ia ingin membuat gambar indah dihidupnya yang berlubang-lubang. (Fang, 2007: 62)

Page 71: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  57

(155) Ia bosan gelap. Ia ingin terang.

Ia enggan malam. Ia rindu siang. (Fang, 2007: 63)

Sebelum Mon menikmati hidupnya yang tidak lagi penuh tekanan. Mon

harus menghadapi Buang yang tidak lagi memberikan rasa nyaman kepadanya.

Mon merasa hidupnya tidak lagi seindah dulu maka Mon ingin meninggalkan

Buang, tetapi Buang tidak mau. Mon dan Buang pun bertengkar hebat setelah

Buang memaksa Mon untuk melayani nafsunya. Pertengkaran ini membuat Mon

kehilangan jari-jari tangannya. Namun bagi Mon itu tidak ada artinya

dibandingkan dengan kedamaian dan ketenangan yang diperolehnya nanti setelah

Buang meninggalkannya.

(156) Mon memasukkan kelima jarinya ke dalam rongga mulut bajingan itu dan mengobok-oboknya. Ia menarik lidahnya. Ia ingin lidah Buang putus. Kali ini Buang tidak tinggal diam. Ia berusaha menarik tangan Mon keluar dari mulutnya. Tetapi tangan Mon semakin menyodok-nyodok ke dalam. Tidak pikir panjang, maka Buang mengatupkan gerahamnya kuat-kuat. Ia menggigit kelima jari Mon yang ada di dalam mulutnya. Ia mau mengunyah jari-jari itu seperti mengunyah kerupuk. Mon menjerit melolong kesakitan. Ia berusaha meloloskan tangannya dari gigitan Buang. Tetapi gigitan Buang terlalu kuat. Darah mengucur meleleh di mulut Buang. Rasa sakit yang luar biasa membuat Mon juga berusaha menarik jemarinya untuk lolos dari kunyahan Buang. Mereka tarik-menarik. Mereka saling adu kuat. Mon hendak memutuskan lidah Buang. Buang hendak memutuskan jari-jari Mon. Dan cressss....!!! Tiga jari Mon putus di dalam mulut Buang bertepatan dengan putusnya lidah Buang dari tempatnya. (Fang, 2007: 64)

Setelah lepas dari pekerjaan dan Buang, Mon merasa menikmati hidupnya

yang berkelana mengikuti kakinya. Mon pergi dari satu terminal ke terminal

lainnya, Mon juga pergi ke mall, kafe, hotel-hotel berbintang, bandara, dan lain-

lain untuk memperhatikan dan mempelajari apa yang dapat dipelajarinya. Ia pun

mendapatkan pelajaran untuk selalu pasrah dalam menjalani kehidupan tanpa

harus berpura-pura penuh kemunafikan.

Page 72: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  58

(157) Ia pergi naik-turun angkot dari satu terminal ke terminal lain mencangkung melihat banyak orang yang berseliweran. Bau pesing jamban umum menguap. Puntung rokok berterbangan. Ludah berceceran. Kuku hitam berdaki. Kulit kusam berkerak. Gigi-geligi berselip nikotin. Sepulangnya ia selalu bercerita bagaimana orang-orang yang ditemuinya tadi adalah orang-orang yang legawa dengan nasibnya. Walaupun mereka cuma sopir angkot, kernet, penjual tisu, penjual koran dan tidak pernah punya mimpi besok akan seperti apa, tetapi orang-orang itu selalu tertawa lebar. (Fang, 2007: 117)

(158) Lalu Mon juga bercerita tentang orang-orang yang ditemuinya di plaza, mal, kafe, hotel-hotel berbintang, bandara, bahwa banyak orang berdasi, berkacamata, berpakaian trendi dan wangi. Ada petugas yang membuang puntung rokok di tong sampah, membersihkan lantai sehingga tidak ada bercak ludah, menyemprotkan wewangian di toilet. Orang-orang itu berjabat tangan, saling mencium pipi, saling memeluk dan juga tertawa lebar. Mon menyambung ceritanya ketika Mon mengintip jantung mereka ternyata berdebar-debar kencang seperti menunggu kartu yang hendak dibuka di atas meja judi. Sel-sel di kepala mereka seperti aliran listrik yang saling menyetrum bila sudah berbicara mengenai uang. Satu sama lain tidak pernah mau kalah atau mengalah. Masing-masing memakai topeng di wajah sementara menyembunyikan belati di punggung. (Fang, 2007: 118)

Dalam pencariannya akan hidup, Mon pun bertemu dengan Tongki dan

berguru padanya. Selama tinggal dengan Tongki, Mon banyak mendapatkan ilmu

darinya, namun sayang ilmu itu tidak dapat Mon lakukan karena Mon merasa

bahwa ilmu yang didapatnya tidak sesuai dengan hati nuraninya. Terlihat ketika

setiap kali Mon mempraktekkan ilmunya, Mon justru melakukan sebaliknya.

Namun, anehnya Mon justru menikmati kenikmatan batin yang didapatnya ketika

Mon melakukan hal yang berkebalikan dari yang diajarkan oleh Tongki.

(159) Semakin belajar kepada Tongki, Mon semakin tahu bagaimana cara untuk memperkaya diri. Rupanya itu yang dilakukan Tongki selama ini. Tetapi semakin Mon tahu, entah kenapa Mon semakin tidak bisa mempraktikkan ilmu yang didapatnya dari Tongki. Semakin mencoba ilmu itu batinnya semakin menggeliat. (Fang, 2007: 179)

(160) Alih-alih mengambil barang orang lain, tangannya malah mengembalikannya. Ia memutuskan menikmati barangnya sejumlah yang ada. Tak mengapa, biar sedikit dan buruk tetapi miliknya sendiri. (Fang, 2007: 179)

Page 73: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  59

(161) Ketika semua selesai makan, dilihatnya orang-orang berebut mengeluarkan uang untuk membayar makanan dan minuman. Mereka saling mendahului untuk membayar satu sama lain. Cuma ia yang berdiam diri. Setelah usai, ia melihat orang-orang itu bersalaman denngan senyum lebar. Mereka membuat jalinan persahabatan dengan ikhlas. Dan semua memandangnya dengan pandangan yang tidak bisa dimengertinya. Mon merasa pipinya panas. Mon tidak sanggup melakukan itu. Maka di lain waktu, ia juga gantian membayar makanan dan minuman. Ternyata kegembiraan juga mengalir di hatinya ketika ia bisa ikut bercerita tertawa sambil menikmati kudapan bersama-sama. Kehangatan itu ada ketika bisa saling berbagi. (Fang, 2007: 179)

(162) Dan matanya melihat orang-orang tersenyum kepadanya. Orang-orang yang menerima pemberian dengan sumringah dan mata berbinar. Selain itu ternyata dengan memberi ia tidak menjadi kekurangan malah menjadi berkelimpahan. Karena ketika ia memberi kue kepada orang lain ternyata ada orang lain yang memberikan pizza kepadanya. Saat ia menyerahkan setangkai kembang, di saat lain ada yang mengalungkan seuntai mutiara untuknya. (Fang, 2007: 181)

Faktor diri sangat mempengaruhi kepribadian tokoh Mon. Tokoh Mon

memiliki sikap hidup untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik dengan cara

bekerja keras (kutipan 142-143). Tokoh Mon juga memiliki sikap hidup yang

tidak serakah meskipun menginginkan kekayaan (kutipan 144-146). berwajah

seperti seorang ratu membuat tokoh Mon memiliki rasa percaya diri tinggi

(kutipan 147-148). Namun, rasa lelah dan jenuh membuat keyakinan dan

kepercayaan diri tokoh Mon hilang (kutipan 149-151), meskipun kehilangan

pekerjaan tidak membuat tokoh Mon patah semangat, namun justru membuat

tokoh Mon senang dan memulai hidupnya dari awal lagi (kutipan 152-155), dan

lebih bersikap legawa atau berpasrah diri dalam menerima jalan hidupnya

(kutipan 151-158). Selain itu, pada saat tokoh Mon mempelajari ilmu yang

diajarkan Tongki, tokoh Mon tidak melakukannya karena menyadari hal itu tidak

sesuai dengan hati nuraninya. (kutipan 159-162).

Page 74: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  60

Berdasarkan analisis di atas penulis menyimpulkan bahwa pembentukan

kepribadian tokoh Mon yang berdasarkan pada faktor lingkungan dan faktor diri

membentuk kepribadian tokoh Mon menjadi seorang pekerja keras yang

berkeinginan kuat. Namun, kepribadian tokoh Mon berubah menjadi seseorang

yang bersikap legawa atau berpasrah diri dalam menjalankan hidupnya sesuai

dengan hati nuraninya.

3.1.2 Pembentukan Kepribadian Bulan

3.1.2.1 Faktor Lingkungan

Tinggal di lingkungan yang mengatasnamakan rasa gengsi, membentuk

pribadi Bulan yang selalu mengutamakan kesempurnaan dalam menata hidup

berumah-tangganya. Bulan ingin agar selalu terlihat sempurna dan membuat

orang-orang iri terhadapnya.

(163) Hidup Bulan sangat menyenangkan. Ia memiliki bola kristal yang diinginkan oleh setiap perempuan mana pun di belahan dunia ini. Di dalam bola kristal itu, Bulan mempunyai rumah dengan banyak pintu dan jendela yang selalu terbuka. Halamannya cukup luas dengan rumput Jepang dan sepasang palem merah di sudut taman. Ada cemara udang bersusun tiga, cemara wangi yang menguarkan harum bila embun berkelompok di ujung-ujungnya, terasnya di kelilingi jejeran lili paris yang selalu menguapkan keringat bila matahari menampakkan senyum. (Fang, 2007: 70)

(164) Bulan juga mempunyai tiga anak mungil yang lucu bermain di dalam bola kristal itu. Anak-anak itu menangis dan tertawa serempak. Dada Bulan selalu tumpah ruah karena kehangatan yang selalu merebak. Tiga anak mungilnya bernama Yes, Iya, Inggih. Dinamakannya begitu karena ia ingin anak-anaknya menjadi anak-anak yang penurut. (Fang, 2007: 70)

Bulan sangat percaya diri dalam mengatur dan menata keluarganya agar

terlihat sempurna. Pribadi Bulan yang tidak perlu diatur dan yang sudah tahu apa

Page 75: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  61

yang akan dia lakukan yang terbaik untuk keluarganya terbentuk atas dorongan

untuk kesempurnaan.

(165) Bulan sendiri memang tidak perlu diatur harus seperti apa. Karena ia sudah tahu harus seperti apa. Ia tidak perlu disuruh ke kanan karena ia tahu kapan waktunya harus ke kanan. Ia tidak usah disuruh ke kiri karena sebelumnya sudah bila harus berbelok ke kiri. (Fang, 2007: 73)

(166) Maka Bulan adalah perempuan mandiri yang berkuasa atas dirinya sendiri. Ia mau pergi ke mana, maka ia akan pergi. Ia hendak berbelanja apa, maka ia akan membelinya. Ia ingin melakukan apa, maka dilakukannya. Ajaibnya yang dilakukannya selalu benar dan tepat. (Fang, 2007: 73)

Tidak hanya percaya diri, Bulan juga menjadi seorang yang

membanggakan dirinya kepada Mon ketika Mon datang untuk menawarkan polis

asuransi. Bulan meyakinkan Mon bahwa ia tidak membutuhkan asuransi karena ia

sudah merencanakan dengan tepat masa depannya. Bulan membanggakan dirinya

bahwa hidupnya sudah ia rencanakan dengan baik berbeda dengan kehidupan

Mon yang kacau.

(167) Maka ketika Mon, tetangga yang tinggal di balik tembok perumahannya, datang menawarinya untuk membeli polis asuransi jiwa, ia Cuma tersenyum anggun. Untuk apa polis asuransi jika ia sudah mengatur semuanya dengan cermat di dalam bola kristal. (Fang, 2007: 76)

(168) Segala dalam hidupku sudah kurencanakan dengan baik dan berjalan lancar. Lihat aku punya rumah, mobil, kedudukan, suami yang baik, anak-anak yang lucu, lingkungan yang menyenangkan, pekerjaanku punya posisi, uang yang berkecukupan, dan masa depan yang bagus! Sekali lagi..., masa depan yang bagus! Tidak seperti hidupmu yang kacau. Tidak punya apa-apa. Tidak punya semua. (Fang, 2007: 77)

(169) Ia dan suaminya punya jabatan yang mapan, ia berludah api sehingga semua yang dikatakannya dituruti orang, ada suami yang begitu mencintainya, anak-anak yang memeriahkan hidupnya, uang yang tidak pernah kekurangan sehingga ia tidak perlu pusing ketika membayar listrik, telepon, koran, elpiji atau bahkan membeli sekotak bedak yang berharga jutaan rupiah. (Fang, 2007: 78)

Bulan kehilangan segala-galanya, suami, anak-anak, rumah mewah, dan

kehidupan yang sempurna. Bulan harus tinggal dan memulai hidup baru bersama

Page 76: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  62

Mon yang memberinya tumpangan. Perbedaan lingkungan membuat Bulan harus

beradaptasi dengan lingkungan barunya. Bulan menjadi pribadi yang tidak lagi

mengatur dirinya, ia menjadi seorang yang lemah dan tidak berusaha

menyembuhkan luka di hatinya. Ia menjadi seorang yang tidak lagi mandiri. Ia

tidak lagi tahu apa yang dilakukannya, karena ia hanya mampu tidur, bermimpi,

dan menangis.

(170) Bulan mengerang kesakitan. Badannya melengkung seperi busur terentag tanpa anak panah yang diluncurkan. Karena anak-anak panah sudah menancap di tiap helai rambutnya. Ia tidak punya kata lain kecuali, “Aduhhhh....” Mon memeluknya. Mengelus punggungnya. Berbisik di telinganya. “Bicaralah dengan alam... Kau sedang belajar menikmati rasa sakit...” Sejak itu, Bulan tinggal dengan Mon. Ia cuma tidur, bermimpi, bangun, menangis, tidur, bermimpi, bangun, dan menangis. Cuma itu setiap hari yang dikerjakannya. (Fang, 2007: 107)

(171) Bulan tidak pernah bosan bermimpi. Mimpi adalah pecahan mozaik yang bila diterobos cahaya akan memancarkan aneka warna. Walaupun kadang-kadang, warnanya pekat menakutkan atau merah darah. Maka ia selalu menciptakan mimpi. (Fang, 2007: 108)

(172) Ia menangis. Tetapi tidak tahu apa yang ditangisinya dan untuk apa menangis. Ia hanya menangis karena merasa sakit. Dalam dera ia merapal mantra. Mon kasihan kepadanya. Setiap hari Mon mencabuti beling yang menancap di kaki Bulan. Mon juga dengan telaten membebat luka Bulan. Walau Bulan tidak pernah mau mengurus dirinya, tetapi Mon menyisiri rambutnya yang masai dan melerai anak panah yang terserabut dari sana. (Fang, 2007: 111)

Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa

faktor lingkungan juga mempengaruhi kepribadian Bulan. Faktor lingkungan

jetset membentuk kepribadian Bulan menjadi seorang yang perfeksionis dalam

menata rumah tangganya (kutipan 163-164), serta memiliki rasa percaya diri,

mandiri, dan sombong (kutipan 165-168). Selain itu, ketika tinggal bersama Mon

di lingkungan sederhana membentuk kepribadian tokoh bulan menjadi seorang

Page 77: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  63

yang lemah, tidak mandiri, cengeng, dan menjadi tahu bahwa ia membutuhkan

orang lain (kutipan 170-172).

3.1.2.2 Faktor Diri

Bulan seorang yang tidak memerlukan orang lain untuk mengatur dan

mengarahkan apa yang akan dilakukannya. Ini dikarenakan Bulan adalah

perempuan yang mandiri yang sudah tahu apa yang akan dilakukannya.

(173) Bulan sendiri memang tidak perlu diatur harus seperti apa. Karena ia sudah tahu harus seperti apa. Ia tidak perlu disuruh ke kanan karena ia sudah tahu kapan waktunya harus ke kanan. Ia tidak usah disuruh ke kiri karena sebelumnya sudah tahu bila harus berbelok ke kiri. (Fang, 2007: 73)

(174) Maka Bulan adalah perempuan mandiri yang berkuasa atas dirinya sendiri. Ia mau pergi ke mana, maka ia akan pergi. Ia hendak berbelanja apa maka ia akan membelinya. Ia ingin melakukan apa, maka dilakukannya. (Fang, 2007: 73)

Demi mewujudkan kesempurnaannya, Bulan telah mengubur pribadinya

yang lain. Pribadi yang bertolak belakang dari Bulan. Pribadi ini terkurung dan

menjadi sebuah Fantasi yang kemudian berontak untuk dikeluarkan. Karena

Monlah, Bulan kembali diingatkan dengan pribadinya yang lain.

(175) “Kamu jangan bilang hidupku akan berubah. Segala dalam hidupku sudah kurencanakan dengan baik dan berjalan lancar. Lihat, aku punya rumah, mobil, kedudukan, suami yang baik, anak-anak yang lucu, lingkungan yang menyenangkan, pekerjaanku punya posisi, uang yang berkecukupan, berlibur ke luar negeri dan masa depan yang bagus! Tahu?! Sekali lagi..., masa depan yang bagus! Tidak seperti hidupmu yang kacau. Tidak punya apa-apa. Tidak punya semua. Sampai jari tangan lengkap pun kau tidak punya!” “Oh! Apakah kamu merasa sudah memiliki semuanya?” “Ya! Hidupku sudah lengkap! Dan tidak akan ada yang berubah dalam hidupku .” “Oh! Masih ada yang kurang. Masih ada yang tidak kaumiliki.” “Apa?” “Aku tidak tahu. Kaurasakan sendiri.” “Dasar perempuan sirik!” maki Bulan membanting pintu tepat di depan hidung Mon. (Fang, 2007: 77)

Page 78: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  64

(176) Pikiran itu hanya sebentar mengusik Bulan, lalu Bulan mengabaikannya karena ia kembali asyik dengan bola kristalnya. Ia melihat dan merasakan semuanya yang indah ada di dalam situ. Jadi pikiran itu tidak perlu digubris. Harus diabaikan. Itu hanya pikiran tidak berguna yang menguras energi dan menghabiskan waktu. Maka Bulan mencungkil pikiran yang mulai menjalar di setiap sel-sel kelabu otaknya dan membuangnya ke tong sampah, ke jalanan, ke got. (Fang, 2007: 79)

(177) Masalahnya, itu memang bukan pikiran yang bisa dibuang. Tetapi itu perasaan yang bertengger di setiap lubang hati Bulan. Perasaan itu menyelinap di jantungnya yang berdenyar, ikut memompa napasnya, sampai tahu-tahu sudah merasuk ke seluruh sumsum tulangnya. (Fang, 2007: 79)

(178) Ia menemukan seseorang (sesuatu) di dalam sana. Ia tidak pernah

melihatnya sebelum ini. Makhluk di dalam bola kristal itu mengapai-ngapaikan tangan kepadanya. Lalu mengetuk kaca bola kristalnya. Bulan melihat makhluk itu serupa dirinya. Seperti Allah menciptakan Adam mirip gambarNya. Maka makhluk itu pun persis sepersis-persisnya dengan Bulan. Tangannya, kakinya, kepalanya, wajahnya, badannya, ketawanya, matanya, juga ketukannya. Ketika telunjuk mereka bersatu, Bulan merasa ada aliran setrum ribuan watt yang mengalir melalui telunjuk mereka. Bulan gemetar karena tergetar. Ia merasa makhluk di dalam bola kristal itu adalah dirinya. Dan dirinya membutuhkan pertolongannya. Dirinya menyuruhnya untuk membanting bola kristal itu. Dirinya merasa bosan terkurung di dalam bola kristal itu. Seperti Chang E’ dewi bulan yang terkurung di bulan. Dirinya ingin keluar karena kesepian. Ia ingin memecahkannya agar dirinya bisa ke luar dari sana. (Fang, 2007: 80)

Karena peristiwa itulah, Bulan mengalami pergumulan dengan Fantasinya.

Pergumulan dengan rasa jenuh dan bosan atas hidup yang teratur dan sempurna

yang telah dijalankannya selama ini.

(179) “Kamu siapa?” tanyanya ketika telunjuk mereka bertemu. “Aku Fantasi.” “Kamu mau apa?” “Aku mau keluar dari sini.” “Kenapa?” “Aku bosan.” “Bukankah di sana menyenangkan?” “Di sini amat sangat terlalu menyenangkan.” “Lalu apa yang kurang?” “Yang kurang adalah tidak ada yang kurang di sini.” “Setelah kau keluar, apa yang akan kau lakukan?” “Mengajakmu bermain. Ayo, kita bermain fantasi. Bukankah kamu juga bosan?” Suatu tawaran yang menarik, pikir Bulan. (Fang, 2007: 97)

Page 79: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  65

(180) Ia ingin ada suara riuh rendah lain yang didengarnya daripada hanya suara

tawa. “Goblok! Bola kristal itu mahal dan berharga. Jangan dipecahkan!” ada yang berbicara di kepalanya. Ia meletakkan lagi bola kristal itu pada tempatnya. Tetapi ia melihat dirinya hampir mati lemas di dalam bola kristal itu. “Tolong keluarkan aku...” dirinya begitu memelas. Ia mengangkat bola kristal itu lagi tinggi-tinggi . “Kembalikan! Dia setan! Jangan dituruti!” kepalanya berbicara lagi. “aku adalah kamu...” “Dia bohong. Jangan dengarkan!” “Suaraku adalah suaramu” Bulan merasa sakit kepala karena dirinya berdebat dengan kepalanya.” (Fang, 2007: 81)

Pergumulan yang terjadi antara Bulan dan Fantasi membuat Bulan

menyadari bahwa dalam hidup tidak ada yang sempurna. Bulan menyadari bahwa

selama ini yang diketahuinya hanyalah kesempurnaan. Bulan juga menyadari

bahwa di dalam kesempurnaan terdapat kekurangan.

(181) “Hm..., aku akan jadi apa? Dan kau jadi apa?” tanya Bulan “Aku akan jadi kau. Dan kau jadi aku.” “Cuma itu? Apanya yang menarik?” “Kau akan belajar tahu kekurangan.” “Untuk apa tahu kekurangan?” “Agar kau tahu seperti apa surga dan seperti apa neraka.” “Hidupku sudah surga.” “Justru itu! Kau terlalu lama berada di surga. Sekali-kali tidak ada salahnya mengintip neraka.” “Buat apaaaaa?” Bulan tertawa. “Untuk tahu hidup!” “Ah!” (Fang, 2007: 97)

(182) “Manusia pertama adalah manusia yang bodoh karena hanya tahu yang indah dan baik. Lalu jadi pandai setelah tahu jelek dan buruk. Karena setelah tahu yang buruk, maka mereka berusaha mengakali yang buruk itu menjadi yang baik. Bukankah itu berarti menjadi pintar? Menurutmu memakan buah ara itu kecelakaan atau anugerah? Apakah itu kesalahan atau kebenaran? Apakah itu dosa atau berkat?” Apakah Bulan seperti Hawa yang terbujuk ular berbisa? Bukankah benar adanya bahwa tanpa belajar dari kesalahan kita tidak pernah mendapatkan kebenaran? “Kalau begitu setan adalah malaikat. Setan adalah malaikat yang bersayap tiga dan bertangan lima yang membawa gada menggedor-ngedor langit dan berkata. Jika kita tak pernah mencicipi kejahatan, tak pernah tahu rasa kebaikan.”

Page 80: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  66

Bulan sempat menjawab, “Tidak. Hitam tetap hitam. Dan putih tetap putih.” “Kamu sungguh ungu. Terlalu lugu untuk tahu. Hitam tidak hitam. Ada titik putih di ujungnya. Dan putih tidak selalu putih. Ada titik hitam di sudutnya. Lebih baik menjadi abu-abu.” Betul juga, pikir Bulan. Kemudian Bulan mengangkat, meletakkan, mengangkat, meletakkan, mengangkat lalu meletakkan lagi bola kristal itu. Bulan merasa kepalanya sakit karena perdebatan antara kepala dan perasaannya.” (Fang, 2007: 98)

Perdebatan itu menjadikan Bulan melepaskan Fantasinya keluar. Dari

peristiwa inilah, Bulan menjadi tahu rasanya sakit dan perasaan lega terhadap

dirinya sendiri.

(183) Bulan melihat serpih-serpih pecahan beling yang bergelimang di atas lantai dengan perasaan bingung. Tangan dan kakinya tersayat, lalu mengeluarkan darah terkena pecahan beling yang menciprati tubuhnya. Bahkan masih ada serpihan-serpihan beling yang menancap di tangan dan kakinya. tetapi ia tidak berniat mencabutnya. Ternyata sakit itu nikmat. (Fang, 2007: 96)

(184) Bulan menyesuaikan matanya dari pendaran cahaya yang menyilaukan. Ia

mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa detik, dan menyadari dirinya terbaring di tengah ruangan yang tidak terlalu besar. Kulitnya terasa dingin karena bersentuhan dengan lantai tanpa alas. Tetapi ada perasaan lega dan nyaman melingkupinya seperti habis pulang dari perjalanan jauh. (Fang, 2007: 104)

Pilihan Bulan melepaskan sisi Fantasinya membuatnya harus menerima

dan melihat keadaan kesempurnaan yang selama ini dibangun rusak dan hancur.

Bulan juga harus merasakan sakit dan mencari kembali kebahagian sejatinya.

Selama menemukan kembali kebahagiannya sambil menyembuhkan luka di

hatinya melihat kehidupannya yang sempurna rusak, Bulan tinggal bersama

dengan Mon di rumah Tanda Tanya. Kesombongan Bulan ketika pertama kali

bertemu dengan Mon sirna dengan kehangatan yang diberikan Mon padanya.

Bulan menjadi malu dan menyesal.

(185) Mon mengangsurkan segelas teh yang masih mengepulkan asap hangat. Aroma teh melati sedap sekali.

Page 81: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  67

“Terima kasih,” gumam Bulan sambil duduk menerima gelas teh itu dan menghirupnya dengan bibir gemetar. Ia merasa rohnya utuh kembali dan merah darahnya sudah luntur lagi dari lebam biru yang membatu. Dengan perasaan mengambang, ia berkata pada Mon, “Maaf, aku pernah membanting pintu ketika kau datang ke rumahku. Tidak kusangka sekarang aku berada di rumahmu. Aku malu.” (Fang, 2007: 106)

Awalnya Bulan belum bisa menerima kenyataan yang dihadapinya dan

hanya mampu untuk tidur dan bermimpi. Bulan merasa bahwa ia sendirian

menanggung semuanya. Untuk itu, Bulan memutuskan untuk tinggal dan merasa

nyaman dalam tidurnya karena Bulan bisa bermimpi sesuka hati tanpa harus

memusingkan diri dengan keadaannya yang sekarang. Meskipun di dalam

mimpinya Bulan juga selalu sendirian. Hal ini membuat Bulan terlihat pasrah dan

menyerah dengan keputusan yang diambilnya.

(186) Ia memejamkan mata ketika pekak dengan suara pecahan bola kristal yang terbanting, juga dengan suara tuhan yang menyerapahinya. Ia mendengar suara-suara itu memantul, menggema, dan mengejarnya. Ia tidak bisa lari sembunyi. Karena sudah tidak ada tempat untuk sembunyi. Maka yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan mata. Ia tidak peduli apakah ia tidur atau tidak. Hanya dalam pejam ia merasa aman. (Fang, 2007: 108)

(187) Ia coba mencari senyum lain di pecahan bola kristalnya. Tetapi yang ia temukan adalah sepuluh jari tangannya yang meneteskan darah dari ujung-ujungnya dan kesepuluh jari kakinya yang tak bisa berjalan karena beling menancapi telapaknya. Yang ada hanyalah kulit melepuh di sekujur tubuh. Ia mencari tawa anak-anaknya. Tetapi yang didengarnya hanyalah dengung rengekan yang teramat jauh. Ia mencari kata-katanya. Tetapi yang keluar dari tenggorokannya hanyalah bahasa yang tercekik, entah dari pulau-kota-negara-benua di seberang mana, tetapi yang pasti hanyalah sebuah pekikan gagu. (Fang, 2007: 110)

Namun lama-kelamaan Bulan bisa menerimanya dan mulai menemukan

jawaban akan kehidupan yang dicarinya. Hal ini terlihat ketika Bulan kembali

bersemangat ketika tersadar bahwa rasa sakit mengajarkan seseorang untuk

bangkit dari rasa sakit itu.

(188) Jadi ia harus menata masa depan mereka serapi-rapinya sehingga menjadi anak-anak yang tertib dan jenius. Ia akan menuntut anak-anaknya naik

Page 82: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  68

sepeda. Ia tidak akan membiarkan anak-anaknya jatuh, luka, lecet, dan berdarah. Karena ia tahu luka itu perih dan darah itu sakit. Ia tidak akan membiarkannya anak-anaknya merasakan perih dan sakit. Mon menarik lengannya. “Perempuan itu mengajarkan jatuh kepada anak-anakmu.” “Tetapi jatuh itu sakit dan perih.” “Jika tidak pernah jatuh, orang tidak akan belajar bangun.” Bulan terenyak mendengar kata-kata Mon. Ia terperangah. Raganya seperti terlempar dari cupu oleh embusan napas para raksasa di belantara tersembunyi tempat peri-peri tidak bersayap tetapi bisa terbang. Ia terpelanting dari awan terempas ke ladang kaktus. Onak-onak duri terasa menusuk. Ia tersadar ternyata ia sangat manja. Ia meratapi perihnya karena luka pecahan beling. Ia lupa harus berdiri ketika onak menancapinya. Ia bukan pencari kutu yang menyisir helai demi helai rambutnya hanya untuk seekor kutu yang menyebabkan gatal di kepala. Sejak saat itu Bulan rajin bangun dari tidurnya. Ia tidak meratap lagi. Tetapi ia jadi rajin duduk melihat dunia di sebelah tembok melalui lubang itu. Dari lubang Tanda Tanya, Bulan bukan sekedar melihat anak-anakya, tetapi ia melihat dunia. “Permainan baru dimulai...” Ia merasakan gairah baru merasukinya. (Fang, 2007: 115)

Dari peristiwa ini, Bulan menjadi tahu bahwa ternyata semua orang

membutuhkan pertolongan orang lain dan salah jika orang selalu melihat orang

lain melalui fisiknya semata. Hal ini terihat ketika Bulan melihat nenek tua yang

duduk di atas kursi roda dan tidak bisa melakukan apa-apa tanpa pertolongan

suster yang merawatnya. Selain itu, Bulan juga melihat bahwa selain menjadi

pengganggu bagi pohon pinus ternyata benalu sangat dibutuhkan bagi kesehatan

dan makhluk yang lainnya. Dari pengalaman-pengalaman inilah Bulan banyak

mempelajari kehidupan yang selama ini tidak diketahuinya.

(189) Bulan melihat ternyata manusia sangat lemah dan tidak berdaya. Dari lahir sampai tua (bahkan meninggal) selalu tergantung kepada orang lain. Padahal ketika semua tulang-belulang tumbuh sempurna, manusia lupa asal muasalnya dari bayi tak berdaya dan akan menjadi si jompo yang tak berguna. (Fang, 2007: 121)

(190) Ah ternyata benalu tidak merugikan, pikir Bulan. Banyak yang

membutuhkan benalu. Orang sakit yang memakai daunnya sebagai rebusan obat sampai burung kecil yang membuat sarang di rerimbunannya. Kenapa manusia harus menebang benalu? Bukankah anggrek juga sama-sama

Page 83: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  69

melekat dan menumpang hidup di pohon pinus? Tetapi manusia tidak menebangnya malah memuji-mujinya. Apakah karena anggrek memberikan bunga cantik sehingga tidak ada yang keberatan bila si cantik yang hidup menumpang? Bulan juga menyukai bunga anggrek. Tetapi ia kasihan dengan benalu. Mungkin memang kodrat manusia selalu terpikat dengan yang dilihatnya. (Fang, 2007: 123)

(191) Bulan tersentak. Apa yang terlihat cantik ternyata juga menyimpan kebusukan. Bau busuk akan melekat lebih lama daripada aroma wangi. Sebagaimana manusia lebih suka membicarakan keburukan orang lain daripada memuji kelebihannya. (Fang, 2007: 124)

Berdasarkan analisis di atas faktor diri juga membentuk kepribadian tokoh

Bulan. Perasaan, pikiran, pandangan, sikap, mempengaruhi Bulan dalam membuat

keputusan tentang tindakannya dalam menjalankan kehidupannya. Hal ini terlihat

ketika Bulan merasa bahwa tidak memerlukan orang lain untuk mengarahkan atau

mengatur hidupnya (kutipan 173-174). Anggapan bahwa ada sesuatu yang kurang

dalam diri tokoh Bulan yaitu rasa bahagia mendorong tokoh Bulan untuk mencari

kebahagiaannya itu (kutipan 175-178). Perasaan sakit yang dirasakan tokoh Bulan

justru membuatnya belajar untuk bangkit dari rasa sakit itu (kutipan 188). Sikap

rasa percaya diri dan sombong membuat tokoh Bulan malu dan menyesal ketika

tokoh Bulan mulai membutuhkan orang lain untuk membantunya bertahan

(kutipan 185, 189-191).

Berdasarkan analisis di atas penulis menyimpulkan bahwa pembentukan

kepribadian tokoh Bulan yang berdasarkan pada faktor lingkungan dan faktor diri

membentuk kepribadian tokoh Bulan menjadi seorang yang perfeksionis, percaya

diri, sombong, dan tidak membutuhkan orang lain. Namun, kepribadian tersebut

berubah ketika tokoh Bulan merasa tidak bahagia dengan semuanya. Tokoh Bulan

Page 84: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  70

kemudian mencari kebahagian itu dan juga menyadari bahwa ia juga

membutuhkan bantuan orang lain untuk menemukan kebahagiaanya.

Berdasarkan kesimpulan di atas, kepribadian tokoh Mon dan Bulan

ternyata sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor diri. Oleh karena

itu, sebagai proses awal hasil dari analisis pembentukan kepribadian tokoh Mon

dan Bulan menjadi acuan dan dasar penulis untuk selanjutnya menganalisis

pembentukan identitas diri tokoh Mon dan Bulan.

3.2 Pembentukan Identitas Diri

Dalam proses pembentukan identitas diri tokoh Mon dan Bulan mengalami

perubahan dan perkembangan dari masa lalu ke masa kini. Perubahan dan

perkembangan itu menjadi sebuah dasar pengertian bahwa seseorang mengenal

dirinya sendiri untuk mengetahui tujuan hidup yang sebenarnya.

3.2.1 Pembentukan Identitas Diri Mon

Proses pembentukan identitas diri Mon di awali dari sebuah proses

pembentukan kepribadian. Mon akhirnya menemukan apa yang harus dilakukan

dalam menjalankan hidupnya. Awal mulanya Mon melakukan semua pekerjaan

demi mendapatkan kekayaan tanpa melihat kemampuan yang dimilikinya. Tetapi

dalam proses pembentukan kepribadian menjadi sebuah pembentukan identitas

diri, Mon menemukan keyakinan hidup bahwa manusia harus selalu bersyukur

atas apa yang dialaminya dan menjalankannya dengan legawa atau bersikap

pasrah. Hal ini terlihat pada saat Mon bertemu dengan orang-orang yang selalu

bersikap legawa menerima nasibnya dengan sukacita.

Page 85: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  71

(192) Ia pergi naik-turun angkot dari satu terminal ke terminal lain mencangkung melihat banyak orang yang berseliweran. Bau pesing jamban umum menguap. Puntung rokok berterbangan. Ludah berceceran. Kuku hitam berdaki. Kulit kusam berkerak. Gigi-geligi berselip nikotin. Sepulangnya ia selalu bercerita bagaimana orang-orang yang ditemuinya tadi adalah orang-orang yang legawa dengan nasibnya. Walaupun mereka cuma sopir angkot, kernet, penjual tisu, penjual koran dan tidak pernah punya mimpi besok akan seperti apa, tetapi orang-orang itu selalu tertawa lebar. (Fang, 2007: 117)

Mon menyadari bahwa semakin orang tahu, pintar, bisa, dan percaya ia

mampu melakukan segala hal, dengan kata lainnya manusia itu menjadi sombong

dan tinggi hati. Namun Mon menyadari bahwa sebenarnya mereka semakin takut

karena mereka semakin tidak tahu segala sesuatu.

(193) Mon bercerita tentang Hanoman, si kera kecil yang dibesarkan oleh alam. Kera kecil yang bisa menelan matahari. Tetapi ia menjadi ragu dan waswas ketika belum menemukan negara Alengka dalam sehari semalam seperti yang dijanjikannya pada Rama. Padahal ia begitu yakin dengan kesaktiannya. Menelan matahari pun ia bisa, maka apa yang tidak bisa dilakukannya? Matahari menggelincir semakin cepat padahal titik Alengka ada di mana pun ia tidak tahu. Dengan rasa malu dan pasrah, barulah ia berkeluh kesah. Betara Surya penguasa matahari pun menertawakan keangkuhan Hanoman. “Kenapa Hanoman kecil bisa menelan matahari sedangkan Hanoman sakti tidak mampu?” “Karena ketika itu hamba masih kecil. Sebagaimana makhluk kecil yang hanya diselimuti ketidaktahuan,” begitu jawab Hanoman. Betara Surya menjawab, “bahwa itulah jawaban dari ketahuan manusia. Semakin tahu, semakin pandai, semakin semakin berencana, semakin yakin, semakin bisa, tetapi juga semakin takut karena sebetulnya semakin tidak tahu.” (Fang, 2007: 118)

Mon meyakini bahwa dirinya adalah bagian dari alam semesta yang harus

selalu menjaga diri sendiri dan selalu berserah pada Yang Kuasa. Hal ini terlihat

ketika Mon berbicara kepada Bulan.

(194) “Alam semesta itu adalah diri kita juga. Kita adalah bagian dari alam semesta. Dan kita adalah alam semesta itu sendiri. Alam semesta yang besar. Manusia adalah alam semesta yang kecil.” (Fang, 2007: 120)

Perkenalannya dengan Tongki menjadikan Mon seorang yang lebih

menghargai orang lain, rendah hati menyadari bahwa kesenangan batin dapat ia

Page 86: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  72

peroleh dari sebuah kebahagiaan yang ia buat bagi orang lain. Mon juga

menyadari bahwa ada sesuatu kebahagian yang akan didapatkan jika Mon

memberikan kebahagian pada orang lain. Hal ini terlihat pada saat Mon

mengaplikasikan ilmu yang diajarkan oleh Tongki.

(195) Setiap kali bila berkumpul dengan banyak orang. Ia diam saja, tidak minum, tidak makan, juga tidak mengeluarkan uang. Maka orang lain akan membelikannya minuman dan menawarinya makan, juga tidak mengeluarkan uang. Maka orang lain akan membelikannya minuman dan menawarinya makanan. Ketika semua selesai makan, dilihatnya orang-orang berebut mengeluarkan uang untuk membayar makanan dan minuman. Mereka saling mendahului untuk membayar satu sama lain. Cuma ia yang berdiam diri. Setelah usai, ia melihat orang-orang itu bersalaman dengan senyum lebar. Mereka membuat jalinan persahabatan dengan ikhlas. Dan semua memandangnya dengan pandangan yang tidak bisa dimengertinya. Mon merasa pipinya panas. Mon tidak sanggup melakukan itu. Maka di lain waktu, ia juga gantian membayar makanan dan minuman. Ternyata kegembiraan juga mengalir di hatinya ketika ia bisa ikut bercerita tertawa sambil menikmati kudapan bersama-sama. Kehangatan itu ada ketika bisa saling berbagi.” (Fang, 2007: 179)

(196) “Aku punya banyak. Ambillah bila kau mau.” “Ini kubeli untukmu. Kuharap kau suka menerimanya.” Lalu lidah dan mulutnya berkata kepada Mon “Bukankah kata-kata itu lebih indah dan menyenangkan” Telinganya mengiyakan. “ Benar, itu kata-kata tulus penuh persahabatan.” Dan matanya melihat orang-orang tersenyum kepadanya. Orang-orang yang menerima pemberian dengan sumringah dan mata berbinar. Selain tiu ternyata dengan memberi ia tidak menjadi kekurangan malah menjadi berkelimpahan. Karena ketika ia memberi kue kepada orang lain ternyata ada orang lain yang memberikan pizza kepadanya. Saat ia menyerahkan setangkai kembang, di saat lain ada yang mengalungkan seuntai mutiara untuknya. (Fang, 2007: 181)

Selain itu, Mon menyadari bahwa dirinya bukanlah orang yang tidak

berguna, karena ternyata ada orang lain yang sangat membutuhkan dirinya. Hal

ini Mon dapatkan setelah hidup dan mengikuti Tongki pergi. Mon menyadari

bahwa Tongki sangat membutuhkan, mencintainya, dan lebih memilih dia

daripada Likilik istrinya.

Page 87: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  73

(197) “Biarkan semua menjadi milik istriku. Tetapi aku mau kuburanku menjadi milikmu.” Mon tahu Tongki tidak pernah membual bila dalam pelukannya. Karena hanya di dalam pelukannya Tongki melabuhkan semua resah dan gelisah. Ternyata Tongki tetap manusia biasa. Tongki bisa lelah berdusta. “Kauberikan kuburanmu untukku?” Mon tidak mengerti. “Bodoh! Kamu memang selalu bodoh! Artinya, sampai mati pun, aku ingin kamu tetap bersamaku. Menemaniku. Membersihkan kuburku. Bercerita untukku. Matiku adalah milikmu. Mengerti, bodoh?”(Fang, 2007: 199)

(198) Karena Mon tidak tahu harus melakukan apa ketika Tongki berkata, “Kita diam, kita tenang, kita tinggalkan dia tanpa keributan.” (Fang, 2007: 211)

Peristiwa-peristiwa ini membuat Mon menjadi pribadi yang mengerti

bahwa hidup dan kebahagian bukan hanya sekedar kaya dan miskin, serta kalah

dan menang. Karena menurut Mon hidup dan kebahagian berasal dari sikap

legawa akan hidup yang dijalani, menerima kekalahan dengan besar hati, dan

mengerti akan orang lain.

(199) Lagi pula, seberapa sih banyaknya harta yang dimiliki manusia?apakah seperti kekayaan Pak Lolok? Atau seperti Tuan Tumini? Mon sudah melihat dan merasakan begitu banyak orang kaya. Yang bermobil, punya pabrik, punya bank, hilir-mudik keliling dunia , mungkin juga bercinta di atas tumpukan uang. Tetapi di atas kaya selalu masih ada yang lebih kaya. Di atas langit masih ada langit. Jadi ia selalu tertawa bila ada yang membicarakan kekayaan. Karena kekayaan adalah kemiskinan bagi Mon. (Fang, 2007: 200)

(200) Ia pernah menjadi pemain, petaruh, pemenang, dan pecundang. Semua

sudah dilakoninya. Ia menang gemilang menjadi pemain ratu, mendapatkan Tanda Tanya bahkan berhasil mencopot lepas lidah dan bola mata Buang. Tetapi ia juga kehilangan wajah ratunya. Dari manis dan pahit yang dirasanya, ia tahu hidup tidak sekedar harus kalah dan menang, tetapi bagaimana menerima kekalahan dengan besar hati dan mensyukuri kemenangan dengan rendah hati. Hidup juga bukan berarti harus menjadi lebih pintar, lebih kaya, lebih terkenal, setidaknya selalu lebih di atas orang lain. Tetapi justru hidup mengajarinya untuk mengerti orang lain. (Fang, 2007: 200)

Pembentukan identitas diri Mon terlihat dari sikap dan cara pandang Mon

dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapinya. Mon menjadi seorang yang

berkeyakinan bahwa dalam menjalankan hidup ini haruslah dijalankan dengan

Page 88: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  74

rasa syukur, legawa atau berpasrah diri, dan meyakini bahwa orang lain

membutuhkan dirinya (kutipan 192-200).

3.2.2 Pembentukan Identitas Diri Bulan

Proses pembentukan identitas diri Bulan diawali dari sebuah proses

pembentukan kepribadian. Dari proses itulah Bulan menyadari bahwa yang tujuan

hidunya adalah mencari kebahagiaan sejati. Bulan yang awalnya tinggal dalam

sebuah bola kristal yang memiliki kehidupan yang sempurna sebagai seorang

wanita modern yang sudah mendapatkan segalanya kekayaan, keluarga, dan

jabatan dalam pekerjaannya. Namun Bulan merasa tidak bahagia dengan semua

hal itu dan dari perasaan itulah Bulan mulai mencari kebahagiaan sejatinya.

Pengalaman pertama yang dipelajari Bulan adalah Bulan menyadari bahwa

meskipun mandiri manusia juga membutuhkan pertolongan orang lain untuk

membantunya. Hal ini terbukti ketika Bulan melihat seorang jompo yang

membutuhkan seorang perawat untuk membantunya.

(201) Bulan melihat ternyata manusia sangat lemah dan tidak berdaya. Dari lahir sampai tua (bahkan meninggal) selalu tergantung kepada orang lain. Padahal ketika semua tulang-belulang tumbuh sempurna, manusia lupa asal muasalnya dari bayi tak berdaya dan akan menjadi si jompo yang tak berguna. (Fang, 2007: 121)

Pada awalnya, Bulan adalah seorang wanita yang selalu melihat orang lain

melalui fisiknya tanpa mengenal pribadinya terlebih dulu seperti yang

dilakukannya kepada Mon. Bulan mulai mengerti bahwa fisik tidaklah menjadi

penentuan apakah orang itu baik atau tidak. Pengalaman ini terlihat pada saat

Bulan mengamati sebuah bunga.

(202) Bulan tersentak. Apa yang terlihat cantik ternyata juga menyimpan kebusukan. Bau busuk akan melekat lebih lama daripada aroma wangi.

Page 89: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  75

Sebagaimana manusia lebih suka membicarakan keburukan orang lain daripada memuji kelebihannya. (Fang, 2007: 124)

Bulan menjadi seorang yang mulai mengerti tentang bagaimana hidup

legawa yang selalu Mon ungkapkan padanya. Bulan mempelajarinya dari seorang

sales yang selalu gigih menawarkan semua barang dengan hati gembira tanpa

mengenal menyerah dan tetap tersenyum dengan semua keadaan yang dihadapi

sales itu.

(203) Seperti kemudian ia mengenal laki-laki muda yang selalu berkeliling dari pagi hingga petang dengan sepeda motornya. Tubuhnya biasa-biasa saja dengan kulit legam. Tidak ada yang istimewa darinya sehingga bisa dipastikan bahwa ia adalah orang yang mudah dilupakan. Mungkin Bulan mengingatnya, karena ia selalu tersenyum. Ia selalu tersenyum bahkan ketika Lebaran tiba dan tidak memiliki uang untuk membeli celana baru. Ia tetap tersenyum saat mewantek selana lamanya. Mungkin ini yang dinamakan legawa seperti yang diceritakan Mon, pikir Bulan. Ia kagum pada laki-laki itu. (Fang, 2007: 124)

(204) “Jangan selalu mengeluh. Karena mengeluh itu mencobai Tuhanmu.

Selalulah mengucap syukur karena masih banyak yang jauh lebih menderita daripada dirimu,” begitu Imam yang sang imam berkata kepada Bulan kala mengeluh betapa ia merasa bosan atau menyesal karena jalan hidupnya yang terjebak di dalam Tanda Tanya. Bulan merasa Imam sangat bijaksana. Bulan ingin belajar seperti Imam yang bisa menerima penderitaannya dengan gembira seperti ia meneguk segelas kopi hitam dengan nikmat. Bulan terus menerus bertanya bagaimana caranya Imam bisa mengatasi ketidakpuasannya atas serba ketidakcukupannya sementara acap kali Bulan masih sering merasa takut miskin. Dan Imam dengan semangatnya yang anggun laksan angsa yang hilir mudik memamerkan helai-helai bulunya yang berkilat di tengah danau memberikan siraman di hatinya agar tidak perlu merasa takut, karena ketika Bulan makan nasi dan telur saja masih banyak orang yang makan kerak nasi dingin tanpa lauk. Karena menurut Imam si imam, tujuan hidup bukan sekedar makan tetapi bagaimana berlaku untuk mencapai kesempurnaan. (Fang, 2007: 126)

Bulan mendapatkan pelajaran agar tidak pernah lelah berusaha dan

meyakini bahwa segala sesuatunya ada jalan keluar dalam menjalani

kehidupannya. Pelajaran ini Bulan dapatkan dari tiga ekor kura-kura yang

diberikan Mon padanya.

Page 90: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  76

(205) Tetapi suatu malam ketika ia sudah menutup pintu depan dan hendak menutup pintu kamar, ia melihat di dalam stoplesnya hanya ada dua kura-kura! “Papo! Papo! Papo!” Bulan menjadi panik kehilangan Papo, kura-kura kecil yang paling gesit. Suatu hal yang mustahil bila kura-kura bisa memanjat dan keluar dari stoples. Memang stoplesnya tidak terlalu tinggi. Hanya setinggi kotak nasi anak sekolah. Tetapi tetap saja Bulan tidak habis pikir bagaimana Papo bisa tidak berada di dalam stoples. Tidak mungkin ada yang mengambilnya juga karena di dalam Tanda Tanya tak ada siapa-siapa kecuali dirinya. Mon belum kembali. Dilihatnya Franklin berada di atas tempurung Stanley. Dan Stanley berada di atas tumpukan batu. Aha! Bulan sekarang sudah tahu bagaiman Papo bisa keluar dari stoples. Ternyata Papo memanjat di atas tumpukan batu, tempurung Stanley lalu tempurung Franklin. Akhirnya ia bisa merayap keluar. Bulan tercenung. Ia jadi berpikir bahwa makhluk sekecil kura-kura pun bisa keluar dari kesulitannya dengan pelan-pelan memanjat dan merayap. Dengan tangan dan kaki kecilnya, ia menapaki undakan-undakan sampai bisa keluar dari stoples. Bulan seakan-akan mendapatkan jawaban dari tanda-tanyanya.” (Fang, 2007: 129)

Dari peristiwa itulah membuat Bulan mengerti dan tersadar bahwa dalam

hidup terdapat sakit, suka, duka, kemewahan, kemiskinan, seperti roda yang

berputar kadang di atas kadang juga di bawah, serta berbagai macam lagi

perasaan. Karena Bulan adalah bagian dari alam semesta yang bisa menikmati dan

merasakan nikmatnya hidup dalam kepasrahan menjalankan hidupnya. Perasaan

gembira tinggal di alam semesta ini baru Bulan rasakan untuk pertama kalinya.

(206) “Alam semesta itu adalah diri kita juga. Kita adalah bagian dari alam semesta. Dan kita adalah alam semesta itu sendiri. Alam semesta yang besar. Manusia adalah alam semesta yang kecil.” Bulan tidak mengerti. Mon berkata, “Karena itulah kau sekarang berada di sini. Berada di dalam Tanda Tanya. Cari dan temukan jawabannya!” (Fang, 2007: 119)

(207) Bulan merasa nikmat karena merasakan adanya semburan dari perut bumi dan curahan dari tingkap langit yang menyejukkan. Seperti bintang jatuh menjadi serpihan serbuk cahaya yang menghujani kepalanya. Seperti pasir diayak dan kerikil disaring. Ada langit. Ada bumi. Ada manusia di tengahnya. Ia manusia yang menadahkan tangan ke langit dan menginjakkan kaki ke tubuh bumi. Ia alam semesta.

Page 91: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  77

Semesta yang menghamburkan semerbak. Sukma yang porak-poranda kembali menjadi satu satuan yang utuh saat bersedekap dengan wewangian. Keharuman itu menentramkan karena harum itulah jagat raya yang besar. Jagat raya memberikan harum kulit padi yang segar, kembang kenanga yang terkenang-kenang, garam laut yang lengket di rambut para perempuan, pucuk pandan yang brkeringat embun, tanah basah disiram hujan. Alam semesta sungguh harum tiada dua. Bulan mengembangkan paru-paru sebesar-besarnya untuk menghirup wangi jagat semesta. Dirasakannya langit begitu dekat dalam raihan tangan dan bumi melekat dalam genggaman. Bintang, awan, bulan, matahari, tanah, rumput, bekicot, burung, masuk ke dalam dirinya. Ia satu kesatuan yang utuh dengan alam raya. Bulan bertaburan bunga. Ada mawar, melati, kenanga. Bulan adalah bunga. Bunga yang kuncup, mekar, dan rontok. Bulan beredar di tata surya. Ada bumi, planet, satelit. Bulan di alam semesta. Alam semesta yang bergerak seperti siklus bunga dibuahi si kumbang jantan. Dari ada yang menjadi tiada. Dari tiada menjadi ada. Ada itu adalah tiada. Tiada itu adalah ada. Keseimbangan. Pasrah marang purbowasih saning Gusti (pasrah kepada Tuhan). (Fang, 2007: 133)

Dalam analisis pembentukan identitas diri Bulan dapat disimpulkan bahwa

tujuan hidupnya adalah mencari kebahagian sejati. Kebahagian sejati yang

diperoleh Bulan berasal dari sebuah keseimbangan hidup antara kebahagiaan

duniawi dan sorgawi (kutipan 201-207).

Berdasarkan analisis pembentukan identitas diri di atas, pembentukan

identitas diri Mon dan Bulan terlihat menjadi sebuah keyakinan akan tujuan masa

depan yang dijalankan dari masing-masing tokoh utama tersebut. Pembentukan

identitas diri Mon terlihat dari sikap dan cara pandang Mon dalam menyikapi

setiap masalah yang dihadapinya. Mon menjadi seorang yang berkeyakinan

bahwa dalam menjalankan hidup ini haruslah dijalankan dengan rasa syukur,

berpasrah diri atau legawa, dan meyakini bahwa orang lain membutuhkan dirinya.

Sedangkan keyakinan Bulan adalah menjalankan hidup dengan seimbang.

Page 92: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  78

3.3 Kesimpulan

Pembentukan kepribadian tokoh Mon dan Bulan merupakan sebuah awal

dari proses pembentukan identitas diri. Dalam pembentukan kepribadian tokoh

Mon dan Bulan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor diri. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi tokoh Mon meliputi perbedaan status ekonomi

yang membentuk tokoh Mon menjadi seorang yang ambisius, terobsesi dengan

kekayaan, iri dan dengki, dan menjadikannya seorang pekerja keras demi

mewujudkan keinginannya. Faktor Lingkungan di perusahaan asuransi,

membentuk tokoh Mon menjadi seorang yang frustasi dan mudah menyerah

karena apa yang diinginkannya tidak segera terwujud. Faktor lingkungan di

terminal bertemu dengan para penjual asongan membentuk tokoh Mon menjadi

seorang yang lebih bersikap legawa atau berpasrah diri dalam menjalankan

hidupnya. Selain itu, faktor lingkungan di tempat tinggal Tongki, membentuk

tokoh Mon menjadi seorang yang polos dan lugu dalam menerima segala

masukan untuk menjadi seorang yang kaya, dan seorang yang tegar dalam

menerima caci maki maupun ejekan karena menuruti Tongki.

Faktor diri yang terbentuk pada tokoh Mon adalah sikap hidup yang

diambil tokoh Mon dalam mewujudkan keinginannya. Sikap hidup tokoh Mon

adalah menjadi seorang yang percaya diri, pekerja keras, tidak serakah, dan

legawa meskipun demi mewujudkan keinginannya tokoh Mon dapat

melakukannya dengan mudah.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tokoh Bulan meliputi faktor

lingkungan jet set yang membentuk tokoh Mon menjadi pribadi yang

Page 93: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  79

perfeksionis, percaya diri, mandiri dalam menata hidup keluarganya, dan

sombong karena merasa tidak memerlukan bantuan orang lain. Faktor lingkungan

yang sederhana yaitu tempat tinggal Mon, membentuk pribadi Bulan yang

menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mandiri, cengeng, dan sangat

membutuhkan orang lain untuk membantunya bangkit.

Berdasarkan pembentukan kepribadian di atas, pembentukan identitas diri

tokoh Mon dan Bulan mengalami perubahan dan perkembangan dalam hidupnya.

Perubahan dan perkembangan itu sebuah dasar pengertian bahwa Tokoh Mon dan

Bulan mengenal makna dan tujuan hidupnya. Tokoh Mon mengenal makna dan

tujuan hidupnya berawal dari obsesi akan sebuah kekayaan, kehormatan,

kesuksesan dan diri sendiri menyadari bahwa hidup bukan hanya itu saja

melainkan sebuah hidup yang mesti dijalankan dengan legawa atau berpasrah diri.

Ini dipelajari tokoh Mon dari sebuah lingkungan terminal yang mana orang-orang

di terminal itu selalu bersikap legawa, bersyukur dan bisa tertawa sukacita dalam

menjalin kehidupan mereka. Tokoh Mon juga menyadari bahwa hidupnya sangat

dibutuhkan oleh orang lain yaitu sebagai penyemangat dalam hidup khususnya

Tongki. Pembentukan identitas diri tokoh Mon menjadikan tokoh Mon pribadi

yang berpandangan bahwa hidup dan kebahagiaan berasal dari sikap bersyukur,

legawa atau berpasrah diri, dan mengerti akan orang lain yang membutuhkan

dirinya.

Tokoh Bulan mengenal makna dan tujuan hidupnya dari sebuah

pergumulan diri akan sebuah arti kebahagiaan yang sejati yang bukan diperoleh

tokoh Bulan dari kekayaan, kehormatan, dan kesuksesan dalam pekerjaan dan

Page 94: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  80

keluarga. Berawal dari sebuah pembelajaran akan pertolongan orang lain yang

dipelajarinya dari sebuah panti jompo, serta sikap hidup yang legawa atau

berpasrah diri yang dipelajarinya dari seorang sales. Pembentukan identitas diri

tokoh Bulan menjadikan tokoh Bulan pribadi yang berpandangan bahwa dalam

hidup itu ada sakit, suka, duka, kemewahan, kemiskinan seperti roda yang

berputar terkadang ada di atas dan terkadang di bawah, dan menyadari bahwa

kebahagiaan sejati tidak saja melalui kebahagiaan duniawi namun juga melalui

kebahagiaan sorgawi yang didapatnya dengan bantuan orang lain.

Page 95: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  81

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Novel Lelakon merupakan novel yang menceritakan bagaimana tokoh-

tokoh utamanya menemukan makna dan tujuan hidupnya sebagai proses dari

pembentukan identitas dirinya. Berdasarkan hal itulah yang melatarbelakangi

penulis untuk mengangkat topik Pembentukan Identitas Diri Tokoh Utama dalam

Novel Lelakon sebagai bahan yang di analisis dalam skripsi yang ditulisnya.

Sebagai awal dari penulisannya, penulis menganalisis terlebih dahulu

penokohan dari tokoh utama dalam novel Lelakon tersebut. Tokoh utama dalam

novel Lelakon adalah Mon dan Bulan. Tokoh Mon dan Bulan dianggap sebagai

tokoh utama karena intensitas kemunculan dalam novel ini sangat banyak. Tokoh

Mon digambarkan sebagai seorang wanita yang cantik, memiliki pesona sang ratu,

ambisius dan terobsesi dengan kekayaan. Tokoh Mon juga digambarkan sebagai

seorang wanita yang pekerja keras, tidak serakah, memiliki harga diri yang tinggi,

tetapi memiliki rasa iri dan dengki.

Namun, karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi karakter yang mudah

menyerah, putus asa, mudah gelisah, dan menjadi seorang yang polos dan lugu

dalam melakukan sesuatu untuk mewujudkan keinginannya tanpa memakai hati

nurani. Akan tetapi tokoh Mon mulai menyadari bahwa yang dilakukan untuk

mewujudkan keinginannya tidak sesuai dengan hati nurani.

Page 96: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  82

Tokoh Bulan digambarkan sebagai seorang wanita yang sempurna, baik

secara fisik, intelektual, keluarga, dan materi. Tokoh Bulan juga digambarkan

sebagai seorang yang ringan tangan dan ringan hati, penuh perhitungan, tetapi

tidak diperhatikan suaminya.

Namun karakter Bulan tersebut berubah menjadi seseorang yang sadar akan

memiliki kekurangan, sadar bahwa hidupnya tidak selalu berada diatas, sadar

bahwa seseorang itu membutuhkan orang lain, sadar bahwa seseorang itu dilihat

bukan dari fisiknya saja, dan memiliki sifat legawa atau berpasrah diri.

Melalui analisis tokoh dan penokohan Mon dan Bulan ini penulis dapat

mengetahui karakter tokoh-tokoh utamanya. Berdasarkan analisis tersebut penulis

menjadikannya sebagai acuan dan gambaran tentang bagaimana proses

pembentukan identitas diri tokoh-tokoh utamanya. Proses pembentukan identitas

diri tokoh-tokoh utamanya diawali dengan proses pembentukan kepribadian yang

didasarkan pada faktor lingkungan dan faktor diri.

Pembentukan kepribadian tokoh Mon dan Bulan merupakan sebuah awal

dari proses pembentukan identitas diri. Dalam pembentukan kepribadian tokoh

Mon dan Bulan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor diri. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi tokoh Mon meliputi perbedaan status ekonomi

yang membentuk tokoh Mon menjadi seorang yang ambisius, terobsesi dengan

kekayaan, iri dan dengki, dan menjadikannya seorang pekerja keras demi

mewujudkan keinginannya. Faktor Lingkungan di perusahaan asuransi,

membentuk tokoh Mon menjadi seorang yang frustasi dan mudah menyerah

karena apa yang diinginkannya tidak segera terwujud. Faktor lingkungan di

Page 97: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  83

terminal bertemu dengan para penjual asongan membentuk tokoh Mon menjadi

seorang yang lebih bersikap legawa atau berpasrah diri dalam menjalankan

hidupnya. Selain itu, faktor lingkungan di tempat tinggal Tongki, membentuk

tokoh Mon menjadi seorang yang polos dan lugu dalam menerima segala

masukan untuk menjadi seorang yang kaya, dan seorang yang tegar dalam

menerima caci maki maupun ejekan karena menuruti Tongki.

Faktor diri yang terbentuk pada tokoh Mon adalah sikap hidup yang

diambil tokoh Mon dalam mewujudkan keinginannya. Sikap hidup tokoh Mon

adalah menjadi seorang yang percaya diri, pekerja keras, tidak serakah, dan

legawa meskipun demi mewujudkan keinginannya tokoh Mon dapat

melakukannya dengan mudah.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tokoh Bulan meliputi faktor

lingkungan jet set yang membentuk tokoh Mon menjadi pribadi yang

perfeksionis, percaya diri, mandiri dalam menata hidup keluarganya, dan

sombong karena merasa tidak memerlukan bantuan orang lain. Faktor lingkungan

yang sederhana yaitu tempat tinggal Mon, membentuk pribadi Bulan yang

menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mandiri, cengeng, dan sangat

membutuhkan orang lain untuk membantunya bangkit.

Berdasarkan pembentukan kepribadian di atas, pembentukan identitas diri

tokoh Mon dan Bulan mengalami perubahan dan perkembangan dalam hidupnya.

Perubahan dan perkembangan itu sebuah dasar pengertian bahwa Tokoh Mon dan

Bulan mengenal makna dan tujuan hidupnya. Tokoh Mon mengenal makna dan

tujuan hidupnya berawal dari obsesi akan sebuah kekayaan, kehormatan,

Page 98: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  84

kesuksesan dan diri sendiri menyadari bahwa hidup bukan hanya itu saja

melainkan sebuah hidup yang mesti dijalankan dengan legawa atau berpasrah diri.

Ini dipelajari tokoh Mon dari sebuah lingkungan terminal yang mana orang-orang

di terminal itu selalu bersikap legawa, bersyukur dan bisa tertawa sukacita dalam

menjalin kehidupan mereka. Tokoh Mon juga menyadari bahwa hidupnya sangat

dibutuhkan oleh orang lain yaitu sebagai penyemangat dalam hidup khususnya

Tongki. Pembentukan identitas diri tokoh Mon menjadikan tokoh Mon pribadi

yang berpandangan bahwa hidup dan kebahagiaan berasal dari sikap bersyukur,

legawa atau berpasrah diri, dan mengerti akan orang lain yang membutuhkan

dirinya.

Tokoh Bulan mengenal makna dan tujuan hidupnya dari sebuah

pergumulan diri akan sebuah arti kebahagiaan yang sejati yang bukan diperoleh

tokoh Bulan dari kekayaan, kehormatan, dan kesuksesan dalam pekerjaan dan

keluarga. Berawal dari sebuah pembelajaran akan pertolongan orang lain yang

dipelajarinya dari sebuah panti jompo, serta sikap hidup yang legawa atau

berpasrah diri yang dipelajarinya dari seorang sales. Pembentukan identitas diri

tokoh Bulan menjadikan tokoh Bulan pribadi yang berpandangan bahwa dalam

hidup itu ada sakit, suka, duka, kemewahan, kemiskinan seperti roda yang

berputar terkadang ada di atas dan terkadang di bawah, dan menyadari bahwa

kebahagiaan sejati tidak saja melalui kebahagiaan duniawi namun juga melalui

kebahagiaan sorgawi yang didapatnya dengan bantuan orang lain.

Page 99: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  85

4.2 Saran

Penelitian ini hanya terbatas satu segi analisis saja. Penulis menyadari

bahwa masih ada analisis-analisis yang lain yang dapat dilakukan dalam novel

Lelakon ini. Seperti halnya sudut pandang yang digunakan penulis hanyalah

psikologi sastra. Jadi masih ada sudut pandang sosiologi sastra yang bisa

dijadikan acuan dalam meneliti novel Lelakon ini dengan topik yang lain.

Page 100: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  86

DAFTAR PUSTAKA

Dian, Maria. 2007. “Ketika Bulan Mencari Jati Diri”. Jawa Pos edisi 21 Oktober

2001, hlm. 10.

Endarmoko, Eko. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

Erikson, Erik H. 1989. Identitas dan Siklus Hidup Manusia. Terj./sad. Agus

Cremers. Jakarta: PT. Gramedia.

Fang, Lan. 2007. Lelakon. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, Gorys. 1981. Eksposisi dan Diskripsi. Yogyakarta: Nusa Indah dan

Kanisius.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gama Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari

Strukturalisme hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana Naratif.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salim, Peter dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kotemporer.

Jakarta: Modern English Press.

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama

Media.

Shalahuddin, Mahfudh. 1991. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: PT Bina

Ilmu.

Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sujanto, Agus dkk. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 101: PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL … · serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi

  87

Tansil, Hernadi. 2007. “Lelakon”. http://library.stikom.edu/detailresensi.asp.

Download 25 Juni 2008.

Qahar, Drs. Jahja. 1970. Apakah Kepribadian Itu. Djakarta: IKIP.