Pembenihan patin

20
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Patin (Pangasius spp) merupakan spesies ikan dari jenis Pangasidae yang memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak duri, kecepatan tumbuhnya relatife cepat, fekunditas dan sintasannya tinggi, dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang pengembangan skala industri. Dengan banyak keunggulan tersebut ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan maupun usaha pembesarannya. Sebagian jenis dari ikan patin ini merupakan ikan introduksi dari Bangkok-Thailand dan sebagian lagi merupakan jenis ikan lokal Indonesia yang terdapat pada sungai-sungai di pulau Sumatera, Kalimantan bahkan Jawa. Jenis-jenis ikan patin yang lazim dibudidayakan di Indonesia antara lain adalah : (1) Patin Siam (Pangasius hypophthalmus); (2) Patin Djambal (Pangasius djambal) ; dan (3) Patin Pasopati (Pangasius sp). Perkembangan budidaya telah meningkat pesat sejak teknologi pembenihannya telah sepenuhnya dikuasai, berbagai teknologi telah diterapkan dan dikembangkan pada pembenihan ikan patin, yang antara lain melalui kawin suntik (induced spawning) yaitu pemijahan yang dilakukan dengan pemberian rangsangan hormon untuk mempercepat proses pematangan gonad, pembuahan telur dan sperma dilakukan dengan teknik pengurutan (stripping) pada induk jantan dan betina yang telah matang gonad. Larva hasil penetasan telur kemudian dideder pada akuarium atau bak selama 2 -3 minggu sebelum kemudian dilakukan pendederan tahap selanjutnya serta tahap pembesaran di Kolam, Keramba Tancap maupun Keramba Jaring Apung. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan disusunnya booklet pedoman pembenihan ikan patin ini antara lain adalah untuk memasyarakatkan pembenihan ikan patin kepada kelompok pembenih ikan baik skala besar maupun kecil, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah produksi dan tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan patin. Untuk menjaga kesinambungan usaha dan meningkatkan produksi benih patin baik jumlah dan kualitasnya, maka para pembenih perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai manajemen induk dan teknik pembenihan ikan patin. Mengingat di negara tetangga Vietnam dan China ikan patin sudah menjadi komoditas primadona ekspor, kedepan diharapkan Indonesia dapat menyusul menjadi salah satu negara eskportir ikan patin karena peluang pasar ekspor masih terbuka luas ke beberapa negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Negara-negara di Eropa.

Transcript of Pembenihan patin

Page 1: Pembenihan patin

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ikan Patin (Pangasius spp) merupakan spesies ikan dari jenis Pangasidae yang memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik,

tidak memiliki banyak duri, kecepatan tumbuhnya relatife cepat, fekunditas dan sintasannya tinggi, dapat diproduksi secara massal dan memiliki peluang pengembangan skala industri. Dengan banyak keunggulan tersebut ikan ini menjadi salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam segmen usaha pembenihan maupun usaha pembesarannya.

Sebagian jenis dari ikan patin ini merupakan ikan introduksi dari Bangkok-Thailand dan sebagian lagi merupakan jenis ikan lokal Indonesia yang terdapat pada sungai-sungai di pulau Sumatera, Kalimantan bahkan Jawa. Jenis-jenis ikan patin yang lazim dibudidayakan di Indonesia antara lain adalah : (1) Patin Siam (Pangasius hypophthalmus); (2) Patin Djambal (Pangasius djambal) ; dan (3) Patin Pasopati (Pangasius sp).

Perkembangan budidaya telah meningkat pesat sejak teknologi pembenihannya telah sepenuhnya dikuasai, berbagai teknologi telah diterapkan dan dikembangkan pada pembenihan ikan patin, yang antara lain melalui kawin suntik (induced spawning) yaitu pemijahan yang dilakukan dengan pemberian rangsangan hormon untuk mempercepat proses pematangan gonad, pembuahan telur dan sperma dilakukan dengan teknik pengurutan (stripping) pada induk jantan dan betina yang telah matang gonad. Larva hasil penetasan telur kemudian dideder pada akuarium atau bak selama 2 -3 minggu sebelum kemudian dilakukan pendederan tahap selanjutnya serta tahap pembesaran di Kolam, Keramba Tancap maupun Keramba Jaring Apung.

1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan disusunnya booklet pedoman pembenihan ikan patin ini antara lain adalah untuk

memasyarakatkan pembenihan ikan patin kepada kelompok pembenih ikan baik skala besar maupun kecil, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah produksi dan tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan patin.

Untuk menjaga kesinambungan usaha dan meningkatkan produksi benih patin baik jumlah dan kualitasnya, maka para pembenih perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai manajemen induk dan teknik pembenihan ikan patin.

Mengingat di negara tetangga Vietnam dan China ikan patin sudah menjadi komoditas primadona ekspor, kedepan diharapkan Indonesia dapat menyusul menjadi salah satu negara eskportir ikan patin karena peluang pasar ekspor masih terbuka luas ke beberapa negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Negara-negara di Eropa.

Page 2: Pembenihan patin

2

2. PERSYARATAN TEKNIS 2.1 Sumber Air

Air yang dapat digunakan untuk kegiatan pembenihan dapat berasal dari air tanah ataupun air irigasi yang bebas dari pencemaran. Pada proses penetasan telur dan pendederan air yang digunakan harus menggunakan air sumur hal ini untuk menghindari adanya pencemaran dan timbulnya serangan penyakit dan jamur pada telur dan larva, sedangkan untuk perawatan induk dan pendederan benih dapat menggunakan air irigasi. Perlakuan mutlak dilakukan baik untuk air tanah maupun air irigasi yang antaralain adalah dengan metode pengendapan, filtrasi, dan aerasi hal ini diperlukan untuk mengurangi sedimen tanah maupun pasir serta menambah kandungan oksigen kedalam air sebelum digunakan untuk media pemeliharaan ikan.

2.2 Lokasi Pemilihan lokasi unit pembenihan mutlak harus dilakukan hal ini terutama berhubungan ketersediaan dan

kualitas air, baik air tanah maupun air irigasi harus tersedia dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun, lokasi unit pembenihan harus memiliki akses jalan yang baik untuk menunjang operasional kegiatan pembenihan dan pemasaran benih, selain itu untuk menghindari musibah lokasi unit pembenihan harus bebas dari banjir dan tanah longsor.

2.3 Peralatan Peralatan yang diperlukan pada kegiatan pembenihan antara lain adalah sebagai berikut

- - - - - - - - -

Hapa jaring Hapa penampungan Bak penampungan induk Seser halus (scope net) Pompa air Sistem aerasi Termometer Akuarium + Rak akuarium Bak / kolam pendederan

- - - - - - - - -

Alat suntik (spuit) Kateter/kanulator Timbangan Baskom Handuk / Sarung tangan Bulu ayam Corong penetasan telur Corong penetasan artemia Peralatan penunjang lainnya

Page 3: Pembenihan patin

3

2.4 Bahan Bahan yang digunakan pada kegiatan pembenihan antara lain adalah sebagai berikut

- - - - -

Pakan Induk Pakan Benih Hormon Ovaprim Obat-obatan Artemia

- - - -

Sodium (NaCl 0,9%) Suspensi tanah merah Tissue Bahan penunjang lainnya

3. PENGELOLAAN INDUK

Pengelolaan induk memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan

pembenihan. Induk yang baik adalah modal dasar untuk mencapai keberhasilan dalam memproduksi benih. Metode penyuntikan, jenis hormon dan penanganan induk yang baik pada waktu kegiatan pemijahan menjadi sia-sia jika induk yang digunakan tidak baik. 3.1 Karakter Induk

Induk patin yang baik untuk dipijahkan adalah induk yang telah berumur antara 2,5 – 5 tahun dengan berat antara 3 – 6 Kg. Induk ukuran ini mudah ditangani, memerlukan sedikit hormon dan tingkat ovulasinya lebih tinggi dibanding dengan induk yang lebih tua dan berukuran lebih besar.

3.2 Pengelolaan Induk

3.2.1 Pengelolaan Kolam Induk Beberapa kegiatan manajemen harian yang dilakukan adalah mencegah masuknya ikan-ikan liar pada kolam

pemeliharaan induk, membersihkan sampah/kotoran dan sisa pakan, memelihara kualitas air agar tetap ideal untuk pemeliharaan induk, memasang saringan pada saluran inlet dan outlet. Untuk meningkatkan kandungan oksigen pada kolam dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan tetap melakukan penggantian air secara terus menerus selain itu dapat juga dengan penambahan kincir air atau aerasi dari blower.

Page 4: Pembenihan patin

4

Pergantian air harus dilakukan jika kualitas air tidak dapat ditingkatkan hanya dengan menggunakan kincir air dan aerasi. Untuk daerah tertentu pergantian air tidak dapat dilakukan secara berkesinambungan karena kuantitas air yang sangat terbatas terutama pada musim kemarau, oleh karena itu pergantian air dapat melalui filtrasi sistem tertutup.

Pemeliharaan induk jika memungkinkan dilakukan dalam beberapa kelompok dan

diperlihara secara terpisah hal ini dimaksudkan agar dapat digunakan secara bergantian. Pemeliharaan induk dilakukan pada kolam tanah dan dapat juga menggunakan kolam tembok dengan kepadatan 3 – 5 ekor/m2, kualitas air ideal untuk induk suhu antara 25 – 30 oC, pH 6,0 – 8,5 dan kandungan oksigen terlarut minimal 4 mg/L. 3.2.2 Pengelolaan Pakan Induk

Waktu pemberian pakan tidak hanya untuk memberi pakan tetapi juga waktu untuk mengamati dan mengevaluasi kondisi ikan dan air. Pengamatan tingkah laku makan harian ikan sangatlah penting untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan.

Selama pemberian pakan dilakukan pengamatan terhadap tingkah laku makan ikan, warna dan kondisi air,

kondisi kincir, aerasi dan memastikan kalau tidak ada ikan liar yang masuk kedalam kolam pemeliharaan induk. Pakan yang diberikan jangan terlalu banyak atau sampai tersisa karena akan menyebabkan turunnya kualitas air. Pola makan ikan terkadang tidak sama setiap harinya maka pakan yang diberikan harus dikontrol dan tercatat dengan baik baik waktu dan jumlah pemberian pakan serta jenis pakan yang diberikan. Pakan yang umum diberikan pada induk patin adalah pellet komersial dengan kadar protein 30 – 35 %. Jumlah pemberian pakan maksimum adalah 2 - 3 % dari berat biomass dan diberikan 2 - 3 kali perhari pada pagi, sore dan atau malam hari.

Page 5: Pembenihan patin

5

4. PEMIJAHAN BUATAN DAN PENETASAN TELUR

4.1 Persiapan 4.1.1 Persiapan Induk

Sebelum kegiatan pemijahan dilakukan, mempersiapkan jumlah induk yang akan disuntik harus dilakukan. Membuat target pada setiap kegiatan pembenihan sangat diperlukan untuk menjaga produksi yang berkesinambungan baik dalam segi jumlah maupun kualitas benih yang akan dihasilkan. Faktor utama yang membatasi jumlah induk yang akan digunakan adalah fasilitas penetasan telur yang berupa corong penetasan dan perawatan larva yang berupa bak fiber, akuarium ataupun kolam.

Kelebihan kapasitas baik telur maupun larva akan menyebabkan rendahnya daya tetas telur dan tingkat kelulushidupan larva, sehingga sangat penting bagi pembenih untuk memperhitungkan jumlah target produksi dengan fasilitas - fasilitas pembenihan yang dimilikinya. Setelah diketahui jumlah induk yang akan direncanakan untuk disuntik maka 2 (dua) hari sebelum induk diseleksi induk dipuasakan terlebih dahulu. Jika induk tidak di puasakan dan dipaksakan diseleksi maka akan dapat menyebabkan induk luka dan stress, yang akhirnya akan menyebabkan gagalnya ovulasi telur. 4.1.2 Persiapan Alat dan Bahan

Langkah awal yang sangat penting dalam kegiatan pembenihan adalah persiapan. Langkah-langkah dalam persiapan meliputi perencanaan, pengecekan kondisi peralatan pemberokan atau inkubasi induk, pendataan, pengecekan terhadap kesiapan dan kelayakan kondisi peralatan dan bahan yang akan digunakan.

4.2 Seleksi Induk

Seleksi induk merupakan langkah awal dalam usaha pembenihan, langkah ini sangat menentukan keberhasilan pembenihan secara keseluruhan sehingga harus dilakukan secara teliti dan akurat berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.

Pada umumnya, induk ikan betina yang telah matang gonad memiliki ciri-ciri yang mudah dibedakan dengan induk jantan atau induk betina yang belum dewasa. Postur tubuh induk betina

cenderung melebar dan pendek, perut lembek, halus dan membesar kearah anus.

Page 6: Pembenihan patin

6

Urogenital membengkak dan membuka serta berwarna merah tua. Sedangkan postur tubuh induk jantan relatif lebih langsing dan panjang, apabila bagian perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental (cairan sperma).

Untuk menjamin pemilihan induk betina matang gonad, dapat dilakukan dengan pengukuran diameter telur dan pengamatan pergerakan inti sel telur. Proses ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pengambilan telur menggunakan kateter atau kanulator dari kantung telur. Telur yang sudah diambil diletakkan pada larutan sera untuk mengukur diameter telur dan pergerakan inti sel dibawah mikroskop. Telur dari induk yang sudah matang gonad ditandai dengan ukurannya yang relatif seragam, memiliki diameter lebih dari 1,0 mm dan pada larutan serra > 80 % inti sel bergerak ke pinggir.

Satu hari sebelum proses seleksi induk dilakukan induk dipuasakan, induk ditangkap dengan cara dijaring dan diserok satu persatu untuk diseleksi kematangan gonadnya. Seleksi pertama dilakukan secara visual dikolam yaitu dengan mengamati dan meraba bagian perut betina dan urogenitalnya, bila secara visual induk betina matang gonad maka induk dipindahkan ke bak inkubasi induk untuk persiapan penyuntikan dan apabila induk betina tidak matang gonad maka induk langsung dilepaskan kembali pada kolam pemeliharaan induk. Induk jantan juga diseleksi dengan mengurut bagian perut kearah anal jika keluar cairan putih kental maka induk jantan tersebut terpilih untuk dipijahkan, induk jantan terpilih dipindah ke bak inkubasi.

4.3 Penyuntikan Hormon Pemijahan dilakukan secara buatan melalui pemberian rangsangan hormon untuk proses

pematangan akhir gonad, pengurutan untuk proses pengeluaran telur dan pembuahan dengan mencampur sperma dan telur. Bahan yang digunakan merangsang ovulasi pada ikan patin yang sudah dikenal seperti ovaprim, HCG dan hipofisa ikan mas. Dalam petunjuk ini akan dijelaskan penggunaan hormon ovaprim. Faktor yang paling penting mempengaruhi keberhasilan proses ovulasi adalah manajemen harian induk untuk mencapai kematangan gonad yang cukup.

Hormon yang digunakan adalah ovaprim, standar dosis ovaprim yang diberikan untuk induk betina adalah 0,5 ml/kg sedangkan untuk induk jantan adalah 0,2 ml/kg (bila diperlukan). Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali pada bagian intramuscular di punggung atas kanan/kiri

sudut penyuntikan 45o, dengan interval waktu penyuntikan pertama dan kedua sekitar 6-12 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/3 bagian dari dosis total dan sisanya 2/3 bagian lagi diberikan pada penyuntikan kedua.

Page 7: Pembenihan patin

7

Setelah penyuntikan kedua, 6-8 jam kemudian dilakukan pengecekan ovulasi induk, pengecekan ini akan menentukan saat pengeluaran telur untuk proses pembuahan. Bila pengeluaran telur dilakukan sebelum ovulasi (terlalu cepat waktu), maka pengeluaran telur tidak akan lancar dan biasanya persentase keberhasilan pembuahan akan rendah. Sedangkan bila terlalu lambat, pembuahan biasanya juga gagal karena air sudah masuk ke dalam kantung telur yang menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup. Pengecekan ovulasi dilakukan dengan cara melakukan pengurutan pada bagian dekat urogenital secara perlahan dan hati-hati. Ovulasi sudah tercapai bila sudah ada sedikit telur yang keluar sehingga pengurutan secara keseluruhan dapat dilanjutkan untuk proses pembuahan.

4.4 Striping

Jika induk siap ovulasi, tahapan selanjutnya adalah striping, proses striping sampai memasukan telur kedalam corong penetasan harus dilakukan dengan cepat dan lembut. Oleh karena itu persiapan peralatan harus dilakukan dengan teliti sebelum kegiatan pembenihan dimulai.

Setelah 6 (enam) jam setelah penyuntikan kedua dilakukan pengecekan terhadap induk betina dilakukan pengecekan terhadap induk betina apakah sudah ovulasi atau belum, langkah pertama yang dilakukan adalah pembiusan terhadap induk. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan dalam proses pengecekan dan mengurangi tingkat stress pada ikan. Pembiusan dilakukan dengan menggunakan benzocaine dengan dosis 100 ppm.

Setelah induk terbius langkah selanjutnya adalah pengecekan ovulasi, ovulasi dilakukan dengan cara mengurut perut induk ikan dari arah perut ke lubang genital, langkah ini dilakukan dengan hati-hati, waktu striping yang tepat adalah pada saat telur keluar ketika dilakukan pemijatan yang lembut pada bagian perut dan jangan melakukan pijatan yang keras atau dipaksakan.

Apabila induk belum ovulasi maka dilakukan penimbangan berat induk dan kanulasi dengan kateter. Adapun tujuan dari penimbangan tersebut adalah untuk mengetahui ada tidaknya penambahan berat pada induk, apabila berat induk bertambah maka dimungkinkan ada perkembangan telur tetapi lambat, sedangkan tujuan dari kanulasi adalah untuk melihat perkembangan oosit. Menimbang induk dan kanulasi ini baik dilakukan apabila memungkinkan, namun bukanlah suatu keharusan, bila induk belum juga ovulasi maka kegiatan pengecekan tersebut dilakukan lagi

Page 8: Pembenihan patin

8

setiap satu jam, apabila saat pengecekan induk sudah ovulasi maka segera dilakukan pengurutan/ striping telur. Setelah semua telur habis distriping maka telur yang dihasilkan tersebut ditimbang total untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan maka diambil sampel sebanyak 1 gram, telur kemudian dihitung jumlahnya dan kemudian dikalikan dengan berat total telur.

Penimbangan berat total telur dan sampling telur adalah untuk mengetahui jumlah telur dan untuk mengevaluasi suatu kegiatan pembenihan, walaupun untuk tujuan produksi kegiatan ini tidak selalu harus dilakukan, namun penimbangan untuk mengetahui jumlah telur yang diperoleh sangat disarankan untuk mengestimasi hasil panen dan mengevaluasi kegiatan pembenihan.

Pada saat yang bersamaan diambil juga sedikit sampel sperma induk jantan untuk diamati kualitasnya dibawah mikroskop, pengamatan kualitas sperma dilakukan dengan cara mengambil satu tetes sampel sperma diatas objek glass kemudian sampel tersebut ditetesi air segar, pengamatan dibawah mikroskop dilakukan bertepatan dengan diteteskanya air. Sperma yang kualitasnya baik adalah yang spermatozoanya bergerak aktif ketika diteteskan air.

Dengan cara yang sederhana evaluasi kualitas sperma dilakukan dengan menggunakan beberapa jantan yang matang gonad yang mengeluarkan cairan sperma putih kental dengan mudah ketika diurut/distriping. Jika pengelolaan induk cukup baik biasanya induk jantan yang matang lebih mudah diperoleh dibanding induk betina matang gonad. Setelah diketahui kulitas sperma baik maka dilakukan striping pada induk jantan untuk mengambil spermanya, sperma yang keluar ditampung pada wadah yang telah berisi telur. Striping untuk memperoleh sperma dilakukan dengan pijatan tangan sepanjang posisi testis pada abdomen jantan

4.5 Inseminasi Buatan

Pembuahan buatan dilakukan dengan cara mencampur telur dan sperma dengan larutan sodium 0,9 % dan diaduk secara perlahan menggunakan bulu ayam. Tujuan pencampuran larutan sodium ini adalah untuk mengencerkan sperma agar sperma dan telur dapat tercampur secara lebih merata.

Setelah diaduk secara merata dan telur terbungkus oleh sperma, langkah selanjutnya adalah pencampuran larutan tanah merah yang berguna untuk menghilangkan daya rekat telur kemudian diaduk sempurna hingga telur tidak menempel satu sama lain. Untuk menghilangkan larutan tanah merah pada telur dilakukan beberapa kali pembilasan menggunakan air bersih hingga telur bersih

sempurna. Telur yang telah bersih kemudian siap untuk dimasukan dalam corong penetasan.

Page 9: Pembenihan patin

9

4.6 Pemanenan Larva

Larva mulai menetas setelah kurang lebih 20 jam setelah inseminasi. Larva menetas tidak bersamaan tetapi secara bertahap, pemanenan larva dilakukan 24 – 28 jam setelah inseminasi. Larva yang menetas didalam corong penetasan akan bergerak mengikuti aliran air kedalam bak penampungan dimana dalam bak telah dipersiapkan dipasang hapa halus untuk menampung larva kemudian larva dipanen dengan cara diambil dengan seser halus secara hati-hati dan perlahan.

5 PEMELIHARAAN LARVA DAN BENIH

5.1 Gambaran Umum Pemeliharaan larva dan benih ikan patin sebaiknya dilakukan didalam ruangan

tertutup agar dapat dijaga suhu airnya serta menghindari kontaminan yang dapat masuk kedalam media pemeliharaan larva. Wadah pemeliharaan larva dapat terdiri dari berbagai macam jenis mulai dari akuarium, bak fiber, bak semen maupun bak kayu, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah kebersihan dan ukuran wadah. Padat tebar larva adalah sekitar 60-80 ekor/liter.

Larva dipelihara selama 15 hari, dimana larva ikan akan mencapai ukuran ¾ inchi, larva ikan diberikan pakan naupli artemia dari umur 30 jam hingga 7 hari, adapun pada hari ke 8 hingga ke 15 larva diberi pakan cacing sutera. Suhu optimal untuk pemeliharaan larva ikan patin adalah antara 29-30oC, selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan sisa pakan dan faeces secara rutin, penambahan dan pergantian

air dapat dilakukan setelah 4 hari pemeliharaan dan dilakukan secara rutin minimal setiap 2 hari sekali atau sesuai dengan kebutuhan.

Page 10: Pembenihan patin

10

Larva akan berangsur-angsur akan berubah menjadi benih pada umur sekitar 15 hari dan pada umur tersebut benih kemudian dipanen dan didederkan pada wadah yang lebih besar agar pertumbuhan benih lebih optimal, wadah pendederan dapat berupa bak semen ataupun bak fiber hingga benih berukuran 2-3 inchi, seluruh kegiatan pemeliharaan larva hingga benih harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik, hal ini untuk menghitung biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi benih patin, selain itu bertujuan untuk memudahkan dalam evaluasi bila terjadi kendala dan masalah dalam proses pemeliharaan benih. Secara sederhana form pencatatan pemelirahaan larva/benih sebagaimana terlampir.

5.2 Persiapan Wadah Pemeliharaan

Wadah yang dapat digunakan untuk pemeliharaan larva yaitu akuarium, bak fiber, bak semen, atau bak kayu. Yang perlu diperhatikan adalah ketinggian air media pemeliharaan larva sebaiknya tidak terlalu dalam atau tinggi, idealnya adalah 20-40 cm. bila terlalu tinggi akan menyulitkan larva dalam mengambil oksigen dari udara, karena ikan patin sesekali akan mengambil oksigen dari udara meskipun kandungan oksigen terlarut dalam air cukup karena diberikan aerasi. Sebelum digunakan untuk pemeliharaan larva, wadah dicuci dengan deterjen hingga bersih kemudian dibilas dengan desinfektan seperti klorin, kaporit atau PK, kemudian dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering. Setelah benar-benar kering wadah dapat diisi dengan air bersih sebagai media pemeliharaan larva, pengisian air dilakukan sehari sebelum larva akan ditebar, kedalam wadah ditambahkan aerasi.

5.3 Pengelolaan Pakan Larva ikan patin dapat diberikan pakan berupa nauplius artemia setelah berumur 30-35 jam setelah menetas

hingga larva berumur 7 hari, frekwensi pemberian pakan berupa nauplius artemia sebanyak 5 kali dengan interval waktu 4 jam sekali. Pada hari kedua dan ketiga sebaiknya frekwensi pemberian pakan ditingkatkan menjadi 6 kali dengan interval waktu 4 jam sekali, hal ini dikarenakan pada umur tersebut tingkat kanibalisme larva tinggi, sedangkan pada hari ke 4 hingga hari ke 7 frekwensi pemberian pakan kembali diturunkan menjadi 5 kali dengan interval waktu 4 jam sekali.

Setelah berumur lebih dari 7 hari larva diberikan pakan pengganti berupa cacing sutera (tubifek), cacing sutera

yang diberikan harus dicincang terlebih dahulu hal ini karena ukuran bukaan mulut larva yang masih terlalu kecil.

Page 11: Pembenihan patin

11

5.3.1 Cara Pemberian Pakan Nauplius Artemia Cyste artemia ditetaskan dengan cara perendaman dengan air laut atau air garam dengan salinitas 20-30 ppt,

selama penetasan cyste artemia pada corong penetasan diberikan aerasi kuat agar cyste dapat teraduk dan tidak mengumpul dibawah corong penetasan artemia. Cyste akan menetas sempurna dan siap untuk dipanen setelah 24-28 jam.

Cara penen nauplius artemia dengan cara mematikan aerasi atau mengangkat selang aerasi kemudian diamkan

selama 10 menit, setelah itu cangkang cyste artemia akan mengapung dipermukaan sementara nauplius akan mengendap di dasar corong penetasan. Pemanenan nauplius artemia adalah dengan mengambil cangkang cyste artemia dengan menggunakan seser secara perlahan agar tidak teraduk, cara lain adalah dengan menyipon nauplius artemia dengan selang kecil secara perlahan. Nauplius artemia kemudian disaring dengan menggunakan saringan plankton atau dengan kain mori.

Setelah artemia disaring, dilakukan pembilasan dengan menggunakan air tawar bersih. Nauplius artemia kemudian

dilarutan dalam air tawar dan ditebar pada media pemeliharaan larva secara merata. 5.3.2 Cara Pemberian Pakan Cacing Sutera

Pemberian cacing sutera pada masa peralihan pakan dari nauplius artemia ke cacing sutera harus dicincang terlebih dahulu sampai halus, setelah cukup halus menggunakan saringan atau seser halus potongan cacing tersebut dibilas dengan air sampai bersih. Potongan cacing yang telah bersih dapat ditebarkan pada kolam pemeliharaan larva, dengan pertambahan umur ukuran ikan menjadi lebih besar sehingga pemberian pakan cacing sutera tidak harus dicincang halus lagi tetapi cukup langsung diberikan.

5.4 Pengelolaan Kualitas Air

Selama masa pemeliharan setiap pagi harus dilakukan penyiponan yang bertujuan untuk membuang feces ikan

dan sisa-sisa pakan yang berlebih. Penyiponan dilakukan menggunakan selang kecil sebelum pemberian pakan di pagi hari, sekitar pukul 6-7 pagi. Air siponan ditampung dengan menggunakan ember, hal ini untuk menampung larva

Page 12: Pembenihan patin

12

yang mungkin ikut tersipon. Perlakuan untuk mengambil larva yang ikut tersipon adalah dengan memutar air pada ember agar kotoran mengumpul ditengah dan dapat dengan mudah sipon kembali, larva akan berenang melawan arus putaran air sehingga dapat dengan mudah diambil dengan menggunakan seser halus.

Penggantian air dilakukan pada hari ke 4 atau ke 5 masa pemeliharaan larva atau tergantung kondisi air,

selanjutnya dapat dilakukan 2 hari sekali. Penggantian air dengan menggunakan selang yang telah diberi pengaman berupa jaring halus agar larva tidak ikut tersedot, setelah air berkurang dinding wadah bagian samping dan dasar dilap dengan menggunakan kain/spon bersih, setelah dirasa cukup bersih baru dilakukan penambahan air media dengan menggunakan air bersih yang telah diendapkan terlebih dahulu.

]

Page 13: Pembenihan patin

13

6 PANEN DAN TRANSPORTASI BENIH

6.1 Panen Benih

Setelah benih berumur 15 hari, ukuran benih sekitar ¾ inci dan siap untuk dipanen. Setelah semua larva dipanen, dihitung survival rate (survival rate = jumlah benih yang hidup dibagi jumlah larva yang ditebar x 100), jumlah artemia dan cacing yang digunakan untuk melengkapi form pemeliharaan larva. Selanjutnya benih tersebut didederkan dikolam, bak semen atau bak kayu. Pendederan selama satu bulan benih dapat mencapai ukuran 2-3,5 inchi.

Cara memanen benih adalah dengan mengurangi ketinggian air hingga tersisa 10 %

dari ketinggian awal, kemudian benih diseser dengan menggunakan seser halus secara perlahan, lalu ditampung pada wadah sementara berupa ember untuk dihitung dan

selanjutnya masuk ketahap pendederan benih pada wadah pemeliharaan yang lebih besar.

6.2 Penghitungan Larva dan Benih

Larva akan berangsur-angsur akan berubah menjadi benih hingga umur 15 hari dan pada umur tersebut benih kemudian dipanen dan didederkan pada wadah yang lebih besar agar pertumbuhan benih lebih optimal, wadah pendederan dapat berupa bak semen ataupun bak fiber hingga benih berukuran 2-3 inchi, seluruh kegiatan pemeliharaan larva hingga benih harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik, hal ini untuk menghitung biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi benih patin, selain itu bertujuan untuk memudahkan dalam evaluasi bila terjadi kendala dan masalah dalam proses pemeliharaan benih.

Penghitungan larva dilakukan dengan cara sampling menggunakan gelas ukur volume 10 ml, kemudian larva yang tertampung dihitung jumlahnya untuk kemudian dikalikan dengan volume total larva yang didapatkan dalam gelas ukur yang bervolume lebih besar. Hal ini sekaligus untuk mengetahui hathcing rate (HR) jumlah telur yang berhasil menetas menjadi larva, sedangkan untuk pengitungan benih dapat juga dilakukan dengan cara yang sama tentunya dengan gelas ukur yang volumenya lebih besar.

Page 14: Pembenihan patin

14

6.3 Transportasi Larva dan Benih Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi ikan yaitu persiapan terhadap ikan itu sendiri dan cara

pengangkutannya. 6.3.1 Persiapan Benih

Benih yang akan dipacking harus dipuasakan terlebih dahulu, bila benih tidak dipuasakan kemungkinan besar benih akan mengalami stress dan memuntahkan makanan yang telah dimakannya, sehingga kotoran dapat menurunkan kualitas air. Benih harus dipuasakan sekitar 24 jam sebelum dipacking, benih ikan juga harus dalam keadaan baik dan sehat agar tetap hidup sampai ke tempat tujuan. 6.3.2 Transportasi Benih

Transportasi benih ikan secara umum ada dua cara secara terbuka dan secara tertutup.

a. Cara Terbuka Transportasi benih dengan cara ini biasanya digunakan untuk jarak jauh dekat atau jalan yang ditempuh jalan

darat. Wadah yang digunakan biasanya drum plastik atau fiberglass. Selama pengangkutan pada wadah pengangkutan dipasang aerasi menggunakan oksigen murni. Kedalam wadah pengangkutan biasanya ditambahkan es untuk menurunkan suhu selama pengangkutan (22-25oC). Tahapan cara pengangkutan ini yaitu : 1. Drum plastik atau fiberglass diisi dengan air bersih sampai memenuhi wadah, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi

goncangan yang keras yang dapat menyebabkan ikan stress. (khusus patin siam harus ada rongga udara disekitar tutup wadah pengangkutan, karena patin siam perlu mengambil oksigen dari udara);

2. Pasang dan salurkan aerasi oksigen murni pada wadah pengangkutan; 3. Masukan ikan yang akan diangkut; 4. Masukan es batu dalam plastik.

Page 15: Pembenihan patin

15

b. Cara Tertutup Pengangkutan dengan cara ini paling umum dilakukan karena sangat mudah dan aman untuk jarak dekat maupun

jarak jauh. Cara ini menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm yang diisikan oksigen murni. Untuk pengangkutan jarak jauh, biasanya kantong plastik tersebut dimasukan kedalam styrofoam terutama bila menggunakan angkutan udara. Pada styrofoam diletakkan es yang dibungkus dengan kantong plastik agar suhu selama pengangkutan rendah. Banyaknya ikan dalam satu kantong plastik tergantung lamanya waktu pengangkutan, sebagai contoh pengangkutan benih patin umur 2 minggu yang berukuran ¾ inchi dengan waktu tempuh perjalanan dibawah 2 jam diisi 5.000 ekor/kantong sedangkan untuk jarak jauh dengan waktu tempuh 7-24 jam diisi 2.000 ekor/kantong.

Tahapan cara pengangkutan ini adalah sebagai berikut:

1. Kantong plastik yang digunakan harus dua lapis; 2. Tampung ikan sebelum dipacking; 3. Masukan ikan ke dalam plastik; 4. Tambahkan air bersih kedalam kantong plastik sampai volumenya 1/3 dari volume kantong plastik; 5. Buang udara yang ada dalam kantong plastik tersebut; 6. Isi kantong plastik tersebut dengan oksigen murni sampai kantong menggembung dengan perbandingan volume air

dan oksigen murni 1 : 2; 7. Kemudian simpulkan ujung kantong plastik tersebut dan ikat dengan karet; 8. Masukkan kantong plastik tersebut kedalam styrofoam lalu diberikan 1 atau 2 bungkus es; 9. Tutup styrofoam dan lakban sambungan antara tutup dengan bagian bawah styrofoam dengan rapat.

6.3.3 Transportasi Larva

Prinsip dasar transportasi larva satu hari sama dengan transportasi benih, yaitu minimal 2/3 bagian plastik diisi

oksigen murni. Larva satu hari yang sudah diketahui jumlahnya dipacking dengan menggunakan plastic ukuran yang sama seperti packing benih. Untuk transportasi jarak jauh dengan waktu tempuh lebih dari 2 jam, satu kantong direkomendasikan 20.000 ekor larva. Untuk pengangkutan dengan waktu tempuh dibawah 2 jam, biasanya untuk 100.000 ekor larva diangkut dengan 3-4 kantong plastik packing.

Page 16: Pembenihan patin

16

Page 17: Pembenihan patin

17

Lampiran 1. Diagram Alir Pembenihan Ikan Patin

Seleksi Induk

Penyuntikan Hormon

Striping Induk Betina dan

Inseminasi

Penetasan Telur

Pemanenan

Pemeliharaan

Pemeliharaan

Pemeliharaan Induk

Pemanenan

Penjualan Larva

Penjualan Benih

Page 18: Pembenihan patin

18

Lampiran 2. Tabel Pemberian Pakan Jenis Pellet : ………………………………… Nomor Kolam : ………………………………… Jumlah Ikan : ……………………….…ekor

Pakan Pagi Sore No Tanggal

Berat (Kg) Petugas Berat (Kg) Petugas Catatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Pakan …… A …Kg …… B

……Kg

Total Pakan .. A + B .. Kg

Page 19: Pembenihan patin

19

Lampiran 3. Data Pembenihan Seleksi Induk Jantan Tanggal : ……………………. Kolam No. : …………………….

No Berat (Kg) Dosis Hormon 0,5 ml/Kg (ml) Catatan

1 2 3 4 5 … dst Jumlah Induk Jantan Terseleksi ..… ekor

Seleksi Induk Betina Tanggal : ……………………. Kolam No. : …………………….

Penyuntikan (ml) No Berat (Kg)

Dosis Hormon 0,5 ml/Kg

(ml) Pertama 1/3 x dosis

Kedua 2/3 x dosis

Catatan

1 2 3 4 5 … dst Jumlah Induk Betina Terseleksi ..… ekor

Page 20: Pembenihan patin

20

Lampiran 3. (lanjutan) Striping Tanggal : …………………….

Jumlah Telur (butir) No

Berat Induk Betina (Kg)

Waktu Stripin

g

Berat Telur Total (gram) Samplin

g (1 gram)

Total

Catatan

1 2 3 4 5 6 … dst

Catatan Produksi Larva/Benih Tanggal : ……………………. Komoditas : …………………….

No

Wadah Pemeliharaan

(Akuarium, Bak Fiber, dll)

Volume Air (liter)

Padat Tebar

(ekor/liter)

Jumlah Tebar (ekor)

Catatan

1 2 3 4 5 6

…. dst