Pembelajaran fisika melalui model stad (student teams ...... · Pembelajaran fisika melalui model...
-
Upload
nguyendien -
Category
Documents
-
view
246 -
download
0
Transcript of Pembelajaran fisika melalui model stad (student teams ...... · Pembelajaran fisika melalui model...
Pembelajaran fisika melalui model stad (student teams achievement
divisions) dan jigsaw ditinjau dari kemampuan menggunakan alat
ukur
listrik dan aktivitas belajar
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama : Fisika
Oleh
Harsoyo
S.830908121
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI MODEL STAD (STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN JIGSAW DITINJAU
DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR
LISTRIK DAN AKTIVITAS BELAJAR
(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Pada Materi
Listrik Dinamik Tahun Pelajaran 2008/2009)
Disusun oleh :
Harsoyo
NIM S.830908121
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd ........................ .................. 2010 NIP 19520116 198003 1 001
Pembimbing II Drs. Haryono, M.Pd. ........................ .................. 2010 NIP 19520423197603 1 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 19520116 198003 1 001
iii
PENGESAHAN
PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI MODEL STAD (STUDENT
TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN JIGSAW DITINJAU
DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR
LISTRIK DAN AKTIVITAS BELAJAR
(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Pada Materi
Listrik Dinamik Tahun Pelajaran 2008/2009)
Disusun oleh :
Harsoyo
NIM S.830908121
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. H. Ashadi ........................ ................... Sekretaris Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. ........................ ..................
Anggota Penguji 1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. ....................... ................... 2. Drs. Haryono, M.Pd. ....................... ...................
Mengetahui
Direktur Ketua Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 19570820198503 1 004 NIP 19520116 198003 1 001
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Harsoyo
NIM : S830908121
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya berjudul ’’PEMBELAJARAN
FISIKA MELALUI MODEL STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISIONS) DAN JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN
MENGGUNAKAN ALAT UKUR LISTRIK DAN AKTIVITAS BELAJAR’’
( Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Pada Materi Listrik Dinamik
Tahun Pelajaran 2008/2009 ), adalah benar-benar karya sendiri. Hal hal yang bukan
karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
tersebut.
Surakarta, Januari 2010
Yang membuat pernyataan
Harsoyo
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis
dengan judul ’’Pembelajaran Fisika Melalui Model STAD (Student Teams Achievement
Divisions) Dan Jigsaw Ditinjau Dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik Dan
Aktivitas Belajar”, ini disusun dalam rangka mendapatkan legalitas formal dalam
melakukan penelitian yang sesungguhnya untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Magister pada Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana
UNS Surakarta.
Tersusunnya penelitian ini berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak
yang terkait langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bantuan berupa segala sarana dan
fasilitas dalam menempuh pendidikan program pascasarjana.
2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, pengarahan, ide dan pemikiran yang berharga dalam
penyusunan penelitian ini.
3. Drs. Haryono, M.Pd., selaku Pembimbing II dan pengampu mata kuliah seminar
penelitian yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan pengarahan yang
sangat berharga selama penyusunan dan penyelesaian penelitian ini.
vi
4. Dr. H. Sarwanto, M.Si., selaku pengampu mata kuliah seminar penelitian yang
telah memberikan sumbangan pemikiran dan pengarahan yang berharga untuk
penyempurnaan penelitian ini.
5. Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Sains Pascasarjana UNS Surakarta yang telah
memberikan sumbangan pendalaman dan wawasan keilmuan kepada penulis.
6. Drs. H. M. Toyibun, S.H., M.M., selaku Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi dan untuk
mengadakan penelitian di sekolah ini.
7. Drs. H. Ngadiyo, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 3 Surakarta yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan tryout.
8. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Sains Program Pascasarjana angkatan paralel
dua September 2008, yang telah memberikan motivasi dan masukan kepada penulis
dalam menyusun penelitian ini.
9. Rekan-rekan guru dan karyawan SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan
motivasi dan bantuan pelayanan kepada penulis utamanya pada saat pelaksanaan
dan penyusunan penelitian tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bila dalam penyusunan penelitian tesis ini
masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritikan, saran dan masukan dari semua
pihak sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan penelitian ini. Semoga tesis ini
dapat memberikan manfaat dan berguna bagi penulis dan para pembaca.
Surakarta, 2010
Penulis
vii
MMOOTTTTOO DDAANN PPEERRSSEEMMBBAAHHAANN
MOTTO
SSuurroo ddiirroo ddjjaajjaanniinnggrraatt lleebbuurr ddeenniinngg ppaannggaassttuuttii
(( RR.. NNgg.. RRaannggggaawwaarrssiittaa ))
PPEERRSSEEMMBBAAHHAANN
TTeessiiss iinnii ddiippeerrsseemmbbaahhkkaann kkeeppaaddaa ::
11.. SSrrii SSooeelliissttiijjaawwaattii,, SS..PPdd.. iissttrriikkuu tteerrcciinnttaa
22.. AAnnaakk--aannaakkkkuu tteerrssaayyaanngg SShhiittaa GG,, IInnddaahh AArruumm GG
33.. RReekkaann--rreekkaann gguurruu SSMMAA NNeeggeerrii 11 SSuurraakkaarrttaa
viii
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar, (2) pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar, (3) pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, (4) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar, (5) interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, (6) interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, (7) interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2008/2009, sejumlah 10 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari empat kelas. Dua kelas eksperimen 1 dengan model Jigsaw dan dua kelas eksperimen 2 menggunakan model STAD. Teknik pengumpulan data untuk prestasi kognitif dengan metode tes, prestasi afektif dan prestasi psikomotor menggunakan metode observasi. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan software minitab 15. Uji lanjut dengan ANOVA dan analisis Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan: (1) tidak ada pengaruh model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi kognitif (pvalue= 0,451), namun ada pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi afektif (pvalue = 0,000), dan juga ada pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi psikomotor (pvalue= 0,004), (2) ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif (pvalue= 0,002), namun terhadap prestasi afektif tidak ada pengaruh (pvalue= 0,093), dan juga terhadap prestasi psikomotor tidak ada pengaruh (pvalue = 0,264), (3) tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,204), juga terhadap prestasi afektif tidak ada pengaruh aktivitas belajar (pvalue= 0,214) demikian juga terhadap prestasi psikomotor tidak ada pengaruh aktivitas belajar (pvalue= 0,111), (4) ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,000), (5) tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,984), (6) tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,054), (7) tidak ada interaksi model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,127). Kata kunci: STAD, Jigsaw, Kognitif, Psikomotor, Afektif.
ABSTRACT
ix
This research aims at finding out: (1) the effect of the use of STAD and Jigsaw learning models on the learning achievement, (2) the effect of the ability in using the electricity measuring device on the learning achievement, (3) the effect of the learning activity on the learning achievement, (4) the interaction between the learning models and the ability in using the electricity measuring device on the learning achievement, (5) the interaction between the use of the learning models and the learning activity on the learning achievement, (6) the interaction of the ability in using the electricity measuring device and the learning activity on the learning achievement, and (7) the interaction of the use of the learning models, the ability in using the electricity measuring device, and the learning activity on the learning achievement. This research is an experimental one. Its population was all of the students in Grade X consisting of 10 classes of State Senior Secondary School 1 of Surakarta in the academic year of 2008/2009. The samples of the research consisting of 4 classes of students in Grade X were taken randomly by using a cluster random sampling technique. They were then divided into two experimental groups; each group consisted of 2 classes. The first group used the STAD learning model whereas the second one used the Jigsaw learning model. The data of the cognitive achievement were gathered through the test of learning achievement, and those of the affective and psychomotor achievement were gathered through observation. The hypotheses of the research were tested by using a three-way analysis of variance (ANOVA) with unequal cells aided by the computer software minitab 15. They were then tested by using the Kruskal-Wallis’s formulae. Based on the results of the analysis, conclusions are drawn as follows. 1) There is not any effect of the use of STAD and Jigsaw learning models on the cognitive learning achievement (pvalue = 0.451). However, there is an effect of the use of STAD and Jigsaw learning models on the affective learning achievement (pvalue = 0.000) and the psychomotor learning achievement (pvalue =0.004). 2) There is an effect of the ability in using the electricity measuring device on the cognitive learning achievement (pvalue =0.002). However, there is not any effect of the ability in using the electricity measuring device on the affective learning achievement (pvalue = 0.093) and the psychomotor learning achievement (pvalue =0.264). 3) There is not ay effect of the learning activity on the learning cognitive learning achievement (pvalue =0.204), the affective learning achievement (pvalue = 0.214) and the psychomotor learning achievement (pvalue =0.111). 4) There is an interaction of effect between the use of the learning models and the ability in using the electricity measuring device on the cognitive learning achievement (pvalue = 0.000). 5) There is not any interaction of effect between the use of the learning models and the learning activity on the learning achievement (pvalue = 0.984). 6) There is not any interaction of effect of the ability in using the electricity measuring device and the learning activity on the learning achievement (pvalue = 0.054). 7) There is not any interaction of effect of the use of the learning models, the ability in using the electricity measuring device, and the learning activity on the learning achievement (pvalue = 0.127). Key words: STAD, Jigsaw, cognitive, psychomotor, affective
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………… iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………… v
xi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………. vii
ABSTRAK………………………………………………………………….. viii
ABSTRACT………………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………... x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xx
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah………………………………………………… 6
C. Pembatasan Masalah………………………………………………... 7
D. Perumusan Masalah………………………………………………… 7
E. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 8
F. Manfaat Penelitian………………………………………………….. 9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA, BERPIKIR DAN HIPOTESIS 11
A. Kajian Teori…………………………………………………………
1. Belajar dan Teori-Teori Belajar…………………………….
2. Pembelajaran Kooperatif……………………………………
3. Peran Guru Pada Pembelajaran Kooperatif…………………
4. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Di Kelas……………
5. Model Pembelajaran Kooperatif Model STAD……………..
6. Model Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw……………..
7. Ketrampilan Kooperatif……………………………………..
11
11
16
18
19
21
22
24
xii
8. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik……………
9. Aktivitas Belajar…………………………………………….
10. Prestasi Belajar………………………………………………
11. Materi Pembelajaran Fisika…………………………………
25
29
29
30
B. Penelitian Yang Relevan……………………………………………. 44
C. Kerangka Berpikir…………………………………………………... 46
D. Hipotesis……………………………………………………………. 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 51
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….
1. Tempat Penelitian………………………………………….
2. Waktu Penelitian…………………………………………..
51
51
51
B. Populasi dan Sampel……………………………………………….
1. Populasi ……………………………………………………
2. Sampel ……………………………..………………………
52
52
52
C. Metode Penelitian………………………………………………… 53
D. Variabel Penelitian………………………………………………… 55
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………… 57
F. Instrumen Penelitian………………………………………………. 60
G. Uji Coba Instrumen Penelitian……………………………………. 62
H. Teknik Analisa Data……………………………………………….
1. Uji Prasyarat Analisis Data………………………………..
2. Uji Hipotesis……………………………………………….
67
67
69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………… 79
xiii
A. Deskripsi Data……………………………………………………..
1. Prestasi Belajar Fisika……………………………………...
2. Data Kemampuan Alat Ukur Listrik Siswa…………………
3. Data Aktivitas Belajar Siswa………………………………
79
79
85
86
B. Pengujian Persyaratan Analisis……………………………………
1. Uji Normalitas…………..…………………………………
2. Uji Homogenitas…………………………………………..
89
89
93
C. Pengujian Hipotesis…………………………………………………
1. Analisis Variansi Prestasi Kognitif………………………….
2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan……………………..
3. Analisis Kruskal-Wallis…………………………………….
D. Pembahasan Hasil Analisis Data……………………………………
1. Pembahasan Hasil Analisa Data Prestasi Kognitif…………
2. Pembahasan Hasil Analisa Data Prestasi Afektif…………..
3. Pembahasan Hasil Analisa Data Prestasi Psikomotor………
95
95
97
99
101
102
114
115
E. Keterbatasan Penelitian……………………………………………... 117
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN…………………… 118
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 118
B. Implikasi…………………………………………………………….
1. Implikasi Teoritis……………………………………………
2. Implikasi Praktis…………………………………………….
123
123
123
C. Saran-saran………………………………………………………… 124
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 126
xiv
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 129
PERIZINAN……………………………………………………………….. 281
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kode Warna Resistor……………………………………….. 34
Tabel
2.2
Hambatan Jenis dan Koefisien Suhu Beberapa Bahan
Pengantar……………………………………………………
36
Tabel 2.3 Desain Penelitian …………………………………………... 49
Tabel 3.1 Distribusi Waktu Pelaksanaan Penelitian ………………….. 51
Tabel 3.2 Rancangan Desain Faktorial Anava 3 Jalur 2 x 2 x 2………. 54
Tabel 3.3 Rancangan Analisis Data Prestasi………………………….. 54
Tabel 3.4 Kriteria Pengelompokan K-AUL ………………………….. 58
Tabel 3.5 Kriteria Pengelompokan Aktivitas Belajar…………………. 58
xv
Tabel 3.6 Distribusi Tingkat Kesukaran Soal Tes Prestasi……………. 63
Tabel 3.7 Distribusi Daya Beda Soal Tes Prestasi……………………. 64
Tabel 3.8 Klasifikasi Korelasi Validitas Soal Prestasi………………… 65
Tabel 3.9 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Kognitif………………. 69
Tabel 3.10 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Afektif………………… 71
Tabel 3.11 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Psikomotor……………. 72
Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Fisika……………….. 80
Tabel
4.2
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Pada Kelas
yang Menggunakan Model STAD………………………….
80
Tabel
4.3
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Pada Kelas
yang Menggunakan Model Jigsaw………………………….
81
Tabel
4.4
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Pada Kelas yang
Menggunakan Model STAD………………………………..
81
Tabel
4.5
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Pada Kelas yang
Menggunakan Model Jigsaw………………………………..
81
Tabel
4.6
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor Pada Kelas
yang Menggunakan Model STAD…………………………
82
Tabel
4.7
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor Pada Kelas
yang Menggunakan Model Jigsaw…………………………
82
Tabel 4.8 Deskripsi Kemampuan Alat Ukur Siswa…………………… 86
Tabel 4.9 Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa…………………… 86
Tabel
4.10
Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Pada Kelas yang
Menggunakan Model STAD………………………………..
87
xvi
Tabel
4.11
Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Pada Kelas yang
Menggunakan Model Jigsaw………………………………..
87
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian…………… 93
Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas………………………….. 94
Tabel 4.14 Rangkuman Anava Tiga Jalan Prestasi Kognitif…………… 95
Tabel 4.15 Rangkuman Anava Satu Jalan Prestasi Kognitif vs K-AUL.. 98
Tabel 4.16 Rangkuman Afektif vs Model………………………………. 99
Tabel 4.17 Rangkuman Afektif vs K-AUL…………………………….. 99
Tabel 4.18 Rangkuman Afektif vs K-Aktivitas………………………… 100
Tabel 4.19 Rangkuman Psikomotor vs Model………………………… 100
Tabel 4.20 Rangkuman Psikomotor vs K-AUL………………………… 100
Tabel 4.21 Rangkuman Psikomotor vs K-Aktivitas…………………… 100
Tabel 4.22 Rangking Metode Pembelajaran Kooperatif……………….. 103
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pemasangan Amperemeter……………………………… 26
Gambar
2.2
Sebuah Amperemeter Dengan Hambatan Dalam RA
Dilengkapi Dengan Hambatan Shunt Rsh…………………
26
Gambar 2.3 Pemasangan Voltmeter…………………………………… 27
Gambar
2.4
Sebuah Voltmeter Dengan Hambatan Dalam Rv
Dilengkapi Dengan Hambatan Muka Rm………………..
28
Gambar
2.5
Rangkaian Pengganti Sebuah Ohmeter Untuk Mengukur
Nilai Hambatan Rx………………………………………
29
Gambar 2.6 Arus Elektron Berlawanan Dengan Arus Konvensional… 30
Gambar
2.7
Kuat arus listrik sebagai kelajuan muatan yang melewati
suatu luasan tertentu………………………………………
31
Gambar 2.8 Rangkaian Penguji dengan Hambatan Geser…………..… 32
Gambar 2.9 Grafik Hubungan antar I dan V………………………….. 32
Gambar 2.10 Garis untuk Komponen Ohmic dan Non-Ohmic………… 33
Gambar
2.11
Skema Diagram Untuk Hukum I Kirchoff Serta Analogi
Mekaniknya………………………………………………
37
xviii
Gambar
2.12
a) Dua Buah Lampu Yang Dihubungkan Secara Seri……
b) Rangkaian Pengganti Peralatan Tersebut………………
38
38
Gambar
2.13
a) Dua Buah Lampu Yang Dihubungkan Secara Paralel….
b) Rangkaian Pengganti Peralatan Tersebut………………
39
39
Gambar 2.14 Rangkaian Seri Sumber Tegangan……………………….. 41
Gambar 2.15 Rangkaian Paralel Sumber Tegangan……………………. 42
Gambar 2.16 Rangkaian Jembatan Wheatstone………………………… 42
Gambar 2.17 Rangkaian Tertutup Satu Loop…………………………... 43
Gambar 2.18 Kerangka Pemikiran Penelitian………………………… 47
Gambar
4.1
Histogram Prestasi Kognitif
a. Model STAD……………………………………
b. Model Jigsaw……………………………………
82
83
Gambar
4.2
Histogram Prestasi Afektif
a. Model STAD……………………………………..
b. Model Jigsaw……………………………………..
83
84
Gambar
4.3
Histogram Prestasi Psikomotor
a. Model STAD……………………………………
b. Model Jigsaw……………………………………
84
85
Gambar
4.4
Histogram Skor Aktivitas Belajar Siswa Pada Kelas Yang
Menggunakan Model STAD……………………………
88
Gambar
4.5
Histogram Skor Aktivitas Belajar Siswa Pada Kelas Yang
Menggunakan Model Jigsaw……………………………
88
Gambar 4.6 Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif-STAD…………… 89
xix
Gambar 4.7 Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif-Jigsaw…………… 90
Gambar 4.8 Uji Normalitas Data Prestasi Afektif-STAD…………… 90
Gambar 4.9 Uji Normalitas Data Prestasi Afektif -Jigsaw…………… 91
Gambar 4.10 Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor-STAD………… 92
Gambar 4.11 Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor -Jigsaw……… 92
Gambar
4.12
Grafik Uji ANOM Kemampuan Alat Ukur Listrik
Terhadap Prestasi Kognitif………………………………
98
Gambar 4.13 Grafik Uji ANOM Model terhadap Prestasi Belajar Fisika 105
Gambar
4.14
Grafik Uji ANOM Kemampuan Alat Listrik terhadap
Prestasi Kognitif Listrik Dinamis…………………………
107
Gambar
4.15
Grafik Uji ANOM Kategori Aktivitas Belajar terhadap
Prestasi Belajar Fisika……………………………………
108
Gambar 4.16 Grafik Interaksi Model dengan Kemampuan Alat Listrik 109
Gambar
4.17
Grafik Interaksi Model dan Aktivitas Belajar terhadap
Prestasi Belajar Kognitif Listrik Dinamis………………
111
Gambar
4.18
Grafik Interaksi Kemampuan Alat Ukur Listrik dan
Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Belajar Kognitif
Listrik Dinamis……………………………………………
112
Gambar
4.19
Grafik Interaksi Faktor Model Pembelajaran,
Kemampuan Alat Ukur Listrik dan Aktivitas Belajar
terhadap Prestasi Kognitif Listrik Dinamis………………
113
Gambar
4.20
Grafik Efek Mean Faktor Model Pembelajaran,
Kemampuan Alat Ukur Listrik dan Aktivitas Belajar
xx
terhadap Prestasi Kognitif Listrik Dinamis…………… 113
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus …………………………………………………… 129
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Jigsaw……………… 131
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran STAD……………… 134
Lampiran 4 Kisi-Kisi Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik….. 136
Lampiran
5
Kisi-Kisi Aktivitas Siswa Dalam Kegiatan Belajar
Mengajar……………………………………………………
138
Lampiran 6 Kisi-Kisi Pengamatan Kemampuan Psikomotorik………… 140
Lampiran 7 Kisi-Kisi Pengamatan Kemampuan Afektif……………… 143
Lampiran
8
Lembar Observasi Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Listrik………………………………………………………
145
Lampiran 9 Lembar Observasi Kemampuan Aktivitas Belajar………… 146
Lampiran 10 Lembar Observasi Kemampuan Psikomotor……………… 148
Lampiran 11 Lembar Observasi Kemampuan Afektif…………………. 151
Lampiran
12
Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran Jigsaw
Listrik Dinamis……………………………………………
153
Lampiran
13
Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran STAD
Listrik Dinamis……………………………………………
173
Lampiran 14 Kisi-Kisi Tes Prestasi Aspek Kognitif……………………. 191
xxi
Lampiran 15 Soal Tes Uji Coba Prestasi Aspek Kognitf……………… 193
Lampiran
16
Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda Soal
Kognitif……………………………………………………
209
Lampiran 17 Uji Reliabilitas Soal Kognitif……………………………… 223
Lampiran 18 Soal Tes Prestasi Listrik Dinamis………………………… 237
Lampiran 19 Data Induk………………………………………………… 248
Lampiran 20 Data Analisis MINITAB 15……………………………… 252
Lampiran 21 Kelompok Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw……… 277
Lampiran 22 Kelompok Pembelajaran Kooperatif Model STAD……… 278
Lampiran 23 Dokumen Foto Pada Saat KBM di Laboratorium…………. 279
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan IPTEK sekarang ini berlangsung sangat cepat. Perkembangan ini
menuntut penyesuaian sistem pendidikan nasional kita, termasuk perubahan kurikulum
xxii
pendidikan, sehingga mampu menyesuaikan terhadap perubahan global, mampu
menjawab tantangan jaman dan kebutuhan masyarakat. Kedinamisan perubahan
kurikulum harus diikuti perubahan paradikma baru bagi guru dalam mengajar. Hal ini
terlihat masih banyak guru dalam proses belajar mengajarnya masih bersifat
konvensional, yang kurang inovasi dalam proses pembelajaran. Akibatnya prestasi
belajar siswa masih rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional menunjukkan ’’bahwa kemampuan siswa SMA/MA dalam
penguasaan pelajaran fisika secara nasional dinilai masih rendah.’’
(http;//www.Depdiknas.go.id/publikas/bief/oldition/harri-3A.html). Dalam KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) maupun KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) peranan guru tidak berlaku sebagai aktor/aktris utama dalam pembelajaran,
sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai sumber belajar.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan yang pesat di
bidang teknologi, informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang
fisika material, yaitu penemuan piranti mikroelektronika yang dengan ukuran kecil
mampu memuat banyak informasi. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena-
fenomena alam, fisika akan memberikan suatu pelajaran yang baik untuk hidup selaras
berdasarkan hukum alam. Dengan konservasi alam serta pemahaman fisika dengan
baik, maka adanya kerusakan lingkungan dan bencana alam akan berkurang.
Proses belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang integral antara
guru dan siswa. Dalam hal ini siswa berkedudukan sebagai pelajar yang menuntut ilmu
dan guru mempunyai posisi sebagai pengajar yang menyampaikan materi pelajaran.
Serangkaian perbuatan guru dan siswa mempunyai hubungan timbal balik yang
xxiii
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Hubungan timbal
balik ini merupakan syarat penting berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi
dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar
hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini
bukan menyampaikan pesan berupa materi pelajaran saja, melainkan penanaman sikap
dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Proses belajar mengajar dapat dikatakan
sebagai suatu proses komunikasi. Setiap proses komunikasi diperlukan media untuk
menyalurkan pesan, sehingga dikatakan bahwa media mempunyai peranan penting
dalam proses belajar mengajar.
Keberhasilan belajar mengajar dapat ditinjau dari dua faktor utama yaitu dari
dalam dan faktor dari luar siswa. Faktor dari luar siswa adalah faktor guru dan sarana
prasarana. Guru sebagai pengajar harus dapat menyajikan materi pengajaran dengan
baik, efektif dan efisien serta memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang
sesuai. Hendaknya pula, guru tidak mendominasi kegiatan tersebut tetapi memotivasi
dan membimbing siswa agar dapat mengembangkan potensi dan kreaktifitasnya
melalui belajar mengajar. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, perlu
dilakukan suatu strategi pembelajaran yang membuat siswa belajar proses dan produk
pengetahuan sekaligus, yaitu melalui pendekatan ketrampilan proses. Proses pengajaran
yang menggunakan pendekatan ketrampilan proses menempatkan siswa sebagai subyek
penting yang berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pendekatan ketrampilan
proses ini merupakan wahana pengembangan ketrampilan intelektual, sosial,
emosional, dan fisik peserta didik yang pada prinsipnya ketrampilan-ketrampilan
tersebut telah ada pada diri siswa. Bila kita lihat dari hakikat pengajaran IPA yaitu
xxiv
produk, proses, dan sikap ilmiah, maka pendekatan ini cukup mengenai sasaran jika
kita hubungkan dalam proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kegiatan belajar mengajar
membutuhkan media untuk komunikasi. Media yang paling mudah dan yang sering
digunakan, salah satu contohnya adalah penggunaan media pembelajaran berupa
Lembar Kerja Siswa(LKS). Lembar Kerja Siswa merupakan lembar kerja yang harus
diisi dan dilengkapi langkah-langkah dan petunjuk kegiatan yang terprogram mengenai
materi dan konsep yang akan dipelajari. Dengan LKS guru akan mudah membimbing
dan mengarahkan siswa melakukan kegiatan pembelajaran.Faktor dari dalam diri siswa
yang mempengaruhi keberhasilan belajar misalnya kemampuan awal dan kesungguhan
dalam belajar. Kemampuan awal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa
sebelum melakukan proses belajar mengajar. Kemampuan awal siswa misalnya
kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Kemampuan mengunakan alat ukur listrik
yang tinggi akan memperlancar proses belajar mengajar dan tentunya akan berpengaruh
pula terhadap prestasi belajarnya. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik sangat
berguna dalam memahami mata pelajaran fisika, namun dalam kenyataanya para guru
belum memperhatikan faktor ini.
Prestasi belajar merupakan salah satu indikator dari proses belajar yang
dicapai siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan PBM adalah model
pembelajaran yang digunakan guru. Salah satu model pembelajaran yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan pada teori pembelajaran konstruktivisme.
Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan strategi pembelajaran yang dapat
mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya, menerapkan pengetahuannya,
belajar memecahkan masalah, mendiskusikan masalah, dan mempunyai keberanian
xxv
menyampaikan ide. Hal-hal yang pokok dari teori konstruktivisme adalah ’’ide bahwa
siswa harus menemukan dan menstransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri” (Nurhadi,
2003) dalam Syaiful Sagala (2007: 88). Sehingga tugas guru memfasilitasi agar
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, siswa diberi kesempatan untuk
menemukan dan menerapkan idenya, serta menyadarkan siswa supaya menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar.
Penekanan pembelajaran kooperatif terletak pada kerja sama siswa, pada
kelompok kooperatif. Pembelajaran kooperatif ada enam karakteristik, ’’1) Tujuan
kelompok, 2) Tanggung jawab individual, 3) Kesempatan sukses yang sama, 4)
Kompetisi tim, 5) Spesialisasi tugas, dan 6) Adaptasi terhadap kebutuhan
kelompok’’(Slavin: 2008) dalam Narulita (2008: 26). Kerjasama (kooperatif)
merupakan salah satu elemen dasar sebuah masyarakat. Pendidikan anak-anak, tidak
akan sempurna tanpa mengajari anak-anak tersebut untuk hidup bersama dengan teman
lain secara konstruktif, karena pendidikan merupakan proses sosial yang tidak dapat
terjadi tanpa interaksi antar pribadi siswa. Bertitik tolak dari para ahli tentang teori
belajar ada perbedaan dan kesamaan baik ekplisit maupun implisit, yaitu konsep
belajar itu selalu menunjuk ’’suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu’’ (Syaiful Sagala 2007: 37).
Penelitian ini mengembangkan pembelajaran kooperatif formal yang
menekankan siswa belajar dalam kelompok heterogen/campuran yang beranggotakan 4
sampai 5 siswa. Heterogenitas kelompok meliputi: tingkat kemampuan akademik
(tinggi, dan rendah), jenis kelamin, suku dan status sosial. Pada proses pembelajaran,
para guru hendaknya menyadari bahwa siswa memasuki kelas dengan bekal
xxvi
kemampuan pengetahuan dan motivasi yang tidak sama. Guru hendaknya menciptakan
situasi yang mendorong prakarsa, membangun gagasan serta memotivasi dalam
tanggung jawab siswa untuk belajar.
Sesuai karakteristik siswa SMAN 1 Surakarta, yang menjadi tempat penelitian
dan tempat penulis mengajar, kegiatan setelah KBM berakhir siswa banyak mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler dan mengikuti tambahan/bimbingan belajar. Memperhatikan
kegiatan siswa seperti itu jelas siswa kurang mengembangkan ketrampilan
berkomunikasi dan berinteraksi sosial di masyarakat, sehingga akan terbentuk sikap
individu siswa.
Proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kooperatif, siswa dalam
satu kelas mampu menguasai materi pelajaran dalam waktu yang sama. Dalam sebuah
laporan, (Kagan ,l989) menyimpulkan bahwa ’’penggunaan model pembelajaran
kooperatif dapat meningkatakan pencapaian belajar yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pembelajaran kompetitif atau pembelajaran individualistik.’’ Penelitian ini
memilih model pembelajaran kooperatif formal model STAD dan Jigsaw yaitu model
pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-
kelompok belajar selama satu standar kompetensi.
Pemilihan model pembelajaran kooperatif metode STAD dan Jigsaw dalam
kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk : 1 Mengurangi sifat egosentris dan
individualistik siswa; 2 Belajar dengan melakukan kerjasama dalam kelompok-
kelompok belajar; 3 Mengembangkan ketrampilan sosial, dan komunikasi sosial siswa;
4 Meningkatkan kemampuan menggunakan alat ukur listrik; 5 Meningkatkan aktivitas
belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar; 6 Meningkatkan prestasi belajar siswa;
xxvii
7 Menerima keberagaman, 8 Listrik dinamis (mengalir) kita gunakan dalam memenuhi
kebutuhan energi listrik sehari-hari dan sifatnya abstrak sehingga sangatlah penting.
B. Identifikasi Masalah
Berlatar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah
antara lain :
1. Pembelajaran fisika saat ini masih banyak menngunakan metode belajar
konvensional, sehingga menyebabkan prestasi belajar rendah.
2. Kualitas pembelajaran fisika pada materi pokok listrik dinamis perlu ditingkat kan
dengan metode yang sesuai, sehingga diharapkan dapat membantu proses
pembelajaran dan pemahaman dalam pembahasan soal-soal rangkaian listrik satu
loop, dua loop ataupun tiga loop.
3. Para guru belum inovatif mengembangkan metode pembelajaran.
4. Faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik perlu diperhatikan guru.
5. Proses pembelajaran di SMA belum memperhatikan keaktifan siswa.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di muka,agar penelitian ini lebih terfokus dan
terarah,maka dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut ;
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model STAD dan Jigsaw.
2. Alat ukur listrik yang digunakan amperemeter dan voltmeter.
3. Pembatasan materi pada listrik dinamis.
4. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik meliputi tinggi dan rendah.
5. Aktivitas belajar siswa meliputi tinggi dan rendah.
xxviii
6. Siswa dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta semester
dua tahun pelajaran 2008/2009.
D. Perumusan Masalah
Agar tujuan penelitian menjadi jelas dan terarah perlu ditetapkan terlebih dahulu
perumusan masalahnya sebelum penelitian tersebut dilakukan. Adapun perumusan
masalah dalam penelitian ini :
1. Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap
prestasi belajar ?
2. Apakah ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar ?
3. Apakah ada pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar?
4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan
kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar ?
5. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan aktivitas
belajar terhadap prestasi belajar ?
6. Apakah ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas
belajar terhadap prestasi belajar ?
7. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar ?
E. Tujuan Penelitian
xxix
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode
pembelajaran dengan model STAD dan model Jigsaw terhadap prestasi belajar fisika.
Tetapi lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengaruh model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar.
2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar.
3. Pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.
4. Interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar.
5. Interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan aktivitas belajar.
6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar
terhadap prestasi belajar.
7. Interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw, kemampuan menggunakan
alat ukur listrik serta aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Manfaat Teoritis :
a. Untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran fisika melalui STAD dan Jigsaw
ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar pada
materi listrik dinamis siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta semester 2 tahun
pelajaran 2008/2009.
2. Manfaat Praktis :
xxx
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi dalam dunia pendidikan,
khususnya pembelajaran melalui STAD dan Jigsaw.
b. Memotivasi siswa agar lebih aktif dan berprestasi dalam berbagai bidang studi, serta
menerapkan kegiatan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
xxxi
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Belajar Dan Teori-Teori Belajar
1) Pengertian Belajar
Banyak definisi yang diberikan tentang belajar. Pengertian tentang belajar telah
berkembang sesuai dengan dinamika penelitian yang dilakukan di lapangan.
Menurut Gage (l984) dalam Ratna Wilis Dahar (l989: 11) ’’belajar didefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman’’. Jadi seseorang yang belajar akan menunjukkan terjadinya perubahan
perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku ini sebagai akibat pengalaman yang
diperolehnya. Bila seseorang telah menunjukkan perubahan perilaku dalam suasana
yang serupa pada dua waktu yang berbeda, orang tersebut dikatakan telah belajar.
Sedangkan Oemar Hamalik (l989:60) menyatakan bahwa ’’Belajar (learning)
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan latihan”.
Bahwa belajar adalah kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku baik
potensial maupun aktual. Perubahan yang berarti seseorang setelah mengalami proses
belajar, akan mengalami proses perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
ketrampilannya, maupun aspek sikapnya. Pada proses belajar akan diperoleh hasil
belajar dapat berupa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan
sikap. Hal ini seperti yang dikemukakan W.S Winkel (2007:59) sebagai berikut:
’’belajar merupakan aktivitas mental/psikis yang berlangsung secara interaktif aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan, dan nilai sikap, di mana perubahan itu bersifat secara relatip konstan dan
xxxii
berbekas”. Belajar akan terjadi bila seseorang secara aktif melakukan interaksi dengan
lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha
aktif yang terjadi pada seseorang (siswa) untuk memperoleh perubahan tingkah laku
yang dapat berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan. Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif
(Cooperatif Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sehingga belajar meliputi beberapa hal penting
sebagai berikut : 1) terjadi perubahan tingkah laku , 2) terjadi interaksi aktif, 3) terdapat
hasil belajar, dan 4) terdapat lingkungan sebagai bahan belajar.
2) Teori-Teori Belajar
1) Teori Belajar Motivasi
Dalam perspektif motivasi (dikemukakan Johnson dkk,1981, dan Slavin, 1983a)
dalam Narulita (2008: 34), ’’struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di
mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah
jika kelompok mereka bisa sukses”. Untuk memperoleh kesuksesan itu anggota
kelompok harus membantu teman satu timnya, mendorong supaya melakukan usaha
yang maksimal.
2) Teori Belajar Berdasarkan Psikologi Sosial
Menurut teori ini, ’’proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi
dalam keadaan menyendiri , tetapi melalui interaksi-interaksi’’ (Bigge, l982) dalam
(Toeti S,Udin SW (l997:29). Interaksi antara siswa dengan lingkungan atau sebaliknya
menghasilkan perubahan tingkahlaku.
xxxiii
3) Teori Belajar Kognitif
Menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan. Teori kognitif lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Ilmu pengetahuan dibangun dalam
diri seorang individu melalui interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Teori belajar kognitif berkembang dari kerja para tokoh seperti Piaget dan Vygotsky.
a) Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif yang dilalui siswa, yaitu tahap sensorimeter, tahap praoperasional, tahap
operasional konkret dan tahap operasional formal. Jean Piaget dalam Syaiful S
(2005:24) berpendapat bahwa ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan
pertumbuhan kognitif anak yaitu ’’(1) Proses assimilation di mana dalam proses ini
menyesuaikan atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah diketahui
dengan mengubahnya bila perlu; (2) proses accommodation yaitu anak menyusun dan
membangun kembali atau mengubah yang telah diketahui sebelumnya sehinngga
informasi yang baru dapat disesuaikan dengan baik’’.
b) Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky juga meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak
secara psikologis. Namun Vygotsky menekankan ”pentingnya interaksi sosial dengan
orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan system yang secara
kultural telah berkembang dengan baik”, Cobb dalam Suparno (2007: 11). Itulah
sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli atau tokoh dan
juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin digeluti.
Misalnya, para siswa dipertemukan dengan ahli atau tokoh yang dapat bercerita tentang
xxxiv
bidang tugas yang mereka geluti, pemikiran mereka tentang suatu masalah tertentu.
Dalam interaksi ini, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya
sesuai dengan konstruksi para ahli. Siswa juga bisa diajak ke laboratorium ataupun
tempat-tempat lain yang dapat member inspirasi bagi siswa.
Menurut Vygotsky pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development). Persisnya, dia
mendefinisikan zona ini sebagai: ”jarak antara tingkat perkembangan aktual yang
ditentukan oleh pemecahan masalah secara independen dan tingkat perkembangan
potensial yang ditentukan lewat pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa
atau dalam kolaborasinya dengan rekan-rekan yang lebih mampu”. Crain W.,
terjemahan Yudi Santoso (2007: 371). Tingkat perkembangan aktual adalah
kemampuan anak memecahkan masalah secara mandiri sedangkan tingkat
perkembangan potensial adalah kemampuan memecahkan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu.
Zona perkembangan proksimal bagaikan secercah cahaya, namun tidak “sekokoh
fungsi yang sudah dikuasai” anak bisa berjalan dengan bantuan hari ini, namun akan
sanggup melakukannya sendiri besok (Vygotsky 1934) dalam Crain W., terjemahan
Yudi Santoso ,(2007:371).
Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu
memberikan bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal perkembangan, kemudian
bantuan ini dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil
alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Jika
diterapkan dalam proses pembelajaran, ide scaffolding dapat berupa pertunjuk,
peringatan, dorongan, dan menguraikan masalah pada awal pembelajaran.
xxxv
4) Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme siswa harus menemukan sendiri dan
menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisi jika aturan-atuaran itu tidak sesuai lagi. Prinsip penting
dalam psikologi pendidikan sesuai teori konstruktivis adalah guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Guru dapat memberikan kemudahan pada
siswa untuk membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya, dengan memberikan
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka.
Para pendukung teori belajar konstruktivis seperti Vico Von Glasersfeld,
menyatakan pengetahuan perlu dibangun atau dikonstruksi oleh masing-masing siswa
melalui tiga aktivitas dasar, antara lain: 1) Penglibatan aktif siswa, artinya siswa bukan
sebagai penerima pengetahuan yang pasif, laksana botol kosong yang setiap saat dapat
diisi beraneka ragam pengetahuan, melainkan siswa sebagai pembuat struktur
pemahaman pengetahuan yang aktif, 2) Refleksi, artinya siswa memperoleh
pengetahuan yang dibangun dari pemahaman siswa untuk dijadikan pengetahuan yang
baru dengan merefleksikan atau ditunjukkan pada gerakan fisik dan sikap mental siswa,
3) Pengabstrakan, artinya setelah siswa memperoleh pengetahuan baru berusaha
membuat pengetahuan yang bermakna. Dalam belajar siswa tidak hanya mengasimilasi
konsep baru tetapi mengakomodasikan, mengembangkan, memodifikasi dan merubah
konsep/pengetahuan yang ada.
2. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
xxxvi
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
’’Cooperative learning involes small heterogeneous groups of students working
together to learn collaborative and sosial skill while working toward a common
academic goal or task” Timothy J. Newby (l996: 49). Siswa tidak hanya belajar dari
guru, tetapi juga dari sesama siswa. ’’Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat’’ Sugiyanto (2007: l0).
b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok. Pada pembelajaran
kooperatif terdapat unsur-unsur dasar yang menjadi ciri pembelajaran kooperatif.
Menurut Anita Lie (2002: 30), ’’pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif, yang meliputi:1) saling
ketergantungan positif, 2) tanggung jawab individual/perseorangan, 3) tatap muka, 4)
komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok’’. Dari lima unsur tersebut
dapat diuraikan : (1) Saling ketergantungan positif; merupakan hubungan yang saling
membutuhkan antar siswa. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui ketergantungan
dalam menyelesaikan tugas, ketergantungan mencapai tujuan, ketergantungan bahan
atau sumber, dan saling ketergantungan hadiah; (2) Tanggung jawab
individual/perseorangan; pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam
belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya
disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui
siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan
xxxvii
bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya,
karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan
kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua
anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan tanggung jawab
individual; (3) Tatap muka; pembelajaran kooperatif memaksa siswa saling tatap muka
dalam kelompok sehingga mereka dapat berdiskusi. Interaksi ini akan memberikan
kesempatan pada para anggota kelompok untuk bersmergi yang menguntungkan bagi
semua anggota. Interaksi semacam ini sangat penting, karena siswa lebih mudah belajar
dari sesamanya; (4) Komunikasi antar anggota; pada pembelajaran kooperatif, anggota
kelompok melakukan diskusi untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Dalam hal ini
akan muncul ketrampilan berkomunikasi, berani mempertahankan pikiran logis, tidak
egois, mandiri, menjalin hubungan pribadi (interpersonal relationship), dan sengaja
diajarkan. Sedang siswa yang pasif akan dibimbing oleh guru; (5) Evaluasi proses
kelompok; proses terakhir pada pembelajaran kooperatif adalah evaluasi proses
kelompok. Evaluasi proses kelompok dilakukan melalui umpan balik dari masing-
masing siswa, umpan balik dari sesama teman, dan umpan balik dari kelompok. Hal ini
dimaksudkan waktu selanjutnya dapat bekerjasama lebih baik dan efektif.
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ada tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif yang akan dicapai, yaitu: 1)
Penerimaan akan keanekaragaman, 2) Ketrampilan sosial, dan 3) Prestasi akademik.
Tiga tujuan dapat dijelaskan: (1) Penerimaan Akan Keanekaragaman; pembelajaran
kooperatif akan berdampak sangat luas, antara lain menerima akan perbedaan ras,
suku, agama, budaya, kelas sosial dan tingkat kemampuan. Mereka bekerja bersama-
sama dalam kelompok kooperatif dan saling bergantung pada tugas akademik serta
xxxviii
belajar saling menghargai; (2) Ketrampilan Sosial; dengan cara guru mengembangkan
siswa bekerjasama dan kolaborasi maka ketergantungan positip akan tercapai. Bekal
ketrampilan ini amat penting apabila siswa nantinya berada di tengah masyarakat yang
heterogen. Kurangnya kemampuan ketrampilan sosial akan sulit melakukan kerjasama,
karena jika terjadi ketidakpuasan yang kecil saja akan melakukan tindakan yang keras.
(3) Prestasi Akademik; pembelajaran kooperatif tidak hanya bermanfaat bagi yang
mempunyai prestasi belajar tinggi saja tetapi juga bermanfaat bagi siswa yang
berprestasi belajar rendah. Mereka bersama-sama menyelesaikan tugas akademik.
Siswa yang berprestasi belajar tinggi berperan sebagai tutor terhadap siswa yang
berprestasi belajar rendah. Bagi siswa yang berprestasi belajar rendah pengetahuannya
meningkat, dan siswa yang mempunyai prestasi belajar tinggi memperoleh
pengetahuan yang lebih. Prestasi akademik yang diperoleh meliputi ranah kognitif,
ranah psikomotor, dan ranah afektif.
3. Peran Guru Pada Pembelajaran Kooperatif
Peran guru pada pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran
tradisional. Karena pada pembelajaran tradisional guru sebagai satu-satunya sumber
belajar yang memberikan informasi pada siswa, dan menganggap bahwa siswa yang
baik akan menyerap informasi yang disampaikan tanpa siswa bertanya lagi. Sebaliknya
pada pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator belajar bagi siswa. Guru
hanya sekedar memberikan informasi untuk merangsang pemikiran siswa. Siswa
didorong untuk mengemukakan pendapat, ide dan mengembangkannya. Siswa belajar
dengan mempelajari konsep-konsep, melakukan percobaan, sehingga belajar
merupakan sustu proses yang terus-menerus, dan belajar tidak hanya seperangkat
ketrampilan untuk dikuasai. Guru sebagai fasilitator harus merencanakan pembelajaran
xxxix
yang memberikan siswa untuk berdiskusi, bereksperimen, mengeksplorasi ide-ide
dengan konsep-konsep ilmiah. Pada saat siswa bekerja dengan aktifitas kooperatif guru
memonitor untuk mengetahui kemajuan yang diperoleh siswa.
4. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas
Kebanyakan para guru berpendapat bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif
pada KBM akan menimbulkan kegaduhan atau keramaian sehingga proses belajar
mengajar tidak efektif. Guru akan mudah mengendalikan suasana kelas ketika salah
satu siswa diijinkan mengajukan suatu pertanyaan. Cara-cara yang dapat dilakukan
guru dalam mengelola kelas kooperatif, antara lain sebagai berikut: 1) Merencanakan
aktivitas-aktivitas pembelajaran yang teliti, seperti mendesain LKSdengan perintah
yang jelas; 2) Memberikan penghargaan/apresiasi pada kelompok yang bekerja dengan
baik dengan reward, Good Team,Great Team dan Super Team; 3) Menerapkan tanda
tenang seperti guru mengangkat tangan ke atas. Ketika siswa melihat, siswa mengikuti
dengan mengangkat tangannya ke atas.
Agar pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan di kelas dapat berjalan efektif,
beberapa tahap yang harus dilakukan guru: 1) Menyusun materi pelajaran, lembar
kegiatan siswa, dan lembar jawaban disusun sedemikian rupa sebelurn proses kegiatan
belajar mengajar dilaksanakan; 2) Menetapkan siswa dalam kelompok. Penetapan
anggota kelompok dilakukan sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
Kelompok beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa dengan komposisi heterogen.
Heterogen meliputi jenis kelamin, status sosial, etnik, agarna, tingkat kemampuan
akademik. Sebelum KBM dilaksanakan dilakukan latihan ketrampilan kooperatif. Ini
dimaksudkan agar para siswa saling mengenali anggota kelompoknya, serta
menjelaskan aturan-aturan dasar dalam kelas kooperatif. Aturan dasar tersebut
xl
meliputi: 1) Siswa tetap berada dalam kelompok; 2) Sebelum bertanya kepada guru,
bertanya kepada anggota kelompok; 3) Berikan umpan balik untuk siswa yang
mengemukakan ide-idenya; 4) Dalam satu kelompok harus berbicara sopan; 5)
Sebelum seluruh anggota kelompoknya telah menguasai materi, siswa tidak boleh
selesai belajar; 6) Hindarilah kritik terhadap teman di dalam kelompok dan di luar
kelompoknya; dan 7) Presentasi, presentasi meliputi; (l) Pendahuluan, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dengan membuat bahan
pelajaran yang menarik perhatian siswa; (2) Penyajian materi, hal-hal yang menjadi
penekanan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, antara lain mengembangkan
materi pelajaran, mengkaitkan materi pelajaran dengan pengetahuan awal yang sudah
dimiliki siswa, menekankan bahwa siswa belajar bukan menghafal tetapi mernahami
makna, mengontrol pemahaman siswa ketika siswa mengajukan pertanyaan, dan
memberikan jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan siswa tersebut, pergantian
konsep apabila siswa siswa telah memahami konsep materi sebelumnya; (3)
Pembentukan kelompok, guru mengorganisir siswa dalam kelompok-kelompok belajar
yang keanggotannya telah ditentukan sebelumnya; (4) Bekerja dan belajar kelompok,
guru membantu kelompok ketika siswa mengerjakan tugas pada lembar kegiatan siswa;
dan (5) Evaluasi, masing-masing kelompok menyajikan hasil pekerjaannya atau
sebagian basil pekerjaannya dan guru memberi evaluasi dari materi tersebut. Dari hasil
kerja kelompok dan evaluasi yang dilakukan siswa akan diketahui prestasi siswa atau
kelompok. Ini dipakai guru sebagai acuan dalam pembentukan kelompok berikutnya.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Model STAD
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang pernah dikembangkan adalah
STAD (Student Teams Achievement Divisions), model pembelajaran yang
xli
dikembangkan oleh Robert E Slavin di Universitas John Hopkins, AS. Lima fase dasar
STAD sebagai berikut: 1) Presentasi Kelas, pada fase ini, guru memberikan arahan
dengan konsep-konsep, ketrampilan, dengan buku siswa, buku guru, bahan melalui
audio visual dan sdebagainya. Guru harus mampu mendesain materi pembelajaran
untuk model pembelajaran kooperatif STAD; 2) Kelompok Belajar, siswa dalam satu
kelas dibagi dalam 4-5 orang anggota secara heterogen. Dalam pembentukan kelompok
ini guru harus memperhatikan suku, agama, status sosial, gender serta kemampuan
akademik siswa di dalam satu anggota kelompok. Manfaat utama kelompok adalah
agar siswa belajar tetap pada kelompoknya dan untuk mempersiapkan jika tes individu.
Setelah guru mempresentasikan materi, masing-masing kelompok bertemu untuk
mengoreksi, membandingkan jawaban apabila ditemukan salah persepsi dengan materi
lain; 3) Evaluasi Belajar, setelah satu standar kompetensi dipresentasikan guru, maka
dilakukan evaluasi perseorangan dengan tujuan untuk mengukur pengetahuan yang
diterima pada saat KBM; 4) Skor/Nilai Peningkatan Perseorangan, pemberian evaluasi
pada individu untuk membandingkan skor/nilai yang diperoleh pada tes dengan skor
dasar/awal yang dimiliki siswa sebelumnya; 5) Rekognisi Tim (Kelompok Belajar),
bentuk penghargaan jika tim memperoleh skor rata-rata mencapai tertentu.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw
Jigsaw sebagai model pembelajaran kooperatif dikembangkan pertama kali oleh
Aronson & Patnoe tahun l997. Dalam model pembelajaran kooperatif Jigsaw, ” setiap
siswa menjadi anggota kelompok asal (home group) dan juga sebagai kelompok ahli
(expert group). Siswa dalam kelompok ahli bertanggung jawab terhadap penguasaan
materi yang menjadi bagian yang dipelajari dan berkewajiban mengajarkan kepada
xlii
siswa lain dalam kelompoknya’’ (Arend, l997) dalam Helly Prajitno Soetjipto dan Sri
Mulyantini Soetjipto (2008: 13).
Seperti pada pembelajaran kooperatif STAD, pada model pembelajaran
kooperatif Jigsaw siswa dal;am satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok heterogen
dengan anggota 4-5 orang siswa. Pada model pembelajaran kooperatif Jigsaw setiap
siswa dalam satu kelompok asal (home group) akan menerima LKS yang berbeda.
Setiap siswa bertanggung jawab terhadap penguasaan LKS yang menjadi tugasnya.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebagai berikut:
1) Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 4-5
orang siswa, dan disebut kelompok asal (home group); 2) Menunjuk satu siswa sebagai
ketua kelompok; 3) Setiap siswa pada kelompok asal memperoleh LKS yang berbeda;
4) Memberi waktu membaca LKS; 5) Siswa yang memperoleh LKS yang sama
berkumpul membentuk kelompok ahli untuk mendiskusikan LKS dan kemudian
menjadi ahli pada tugasnya. Tunjuklah seorang pemimpin diskusi, pencatat,
pembaca materi dan pengkoreksi; 6) Masing-masing siswa dari kelompok ahli
kembali ke kelompok asal, untuk menjelaskan LKS yang menjadi tugasnya ke anggota
kelompoknya secara bergantian dan berbagi informasi. Tekankan pada masing-masing
siswa bahwa setiap siswa mempunyai tanggung jawab kelompok asal dan menjadi
tutor yang baik sebagaimana halnya dia menjadi pendengar yang baik. Para siswa harus
dapat meyakinkan bahwa mereka telah memahami seluruh pokok bahasan dan siap
untuk mengikuti tes perorangan; 7) Pada akhir pelajaran, para siswa diberikan tes
perseorangan yang mencakup semua sub pokok bahasan yang telah dipelajari.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Jigsaw pada awalnya terjadi
proses yang kurang lancar. Hal ini dapat terjadi karena beberapa masalah yang muncul
xliii
selama KBM, antara lain: 1) Siswa yang pandai mendominasi pembicaraan, sebaliknya
siswa yang kurang pandai akan kesulitan memberikan presentasi; 2) Siswa yang pandai
akan merasa bosan dengan anggota kelompok yang lamban. Untuk mengatasi masalah
tersebut, metoda pembelajaran kooperatif memberikan jalan keluar, diantaranya: (1)
Anggota kelompok hendaknya terdiri dari siswa yang kemampuan akademiknya
beragam, dari akademik tinggi sampai rendah; (2) Tidak menganut keanggotaan
permanen, artinya siswa dapat berganti kelompok dalam kurun waktu tertentu.
7. Ketrampilan Kooperatif
Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif, siswa harus dilatih terlebih
dahulu ketrampilan kooperatifnya. Hal ini diperlukan agar terjadi kelancaran kerja
kelompok, yaitu dengan mengembangkan komunikasi diantara anggota kelompok dan
tugas, dalam bentuk pembagian tugas antar kelompok.
Ketrampilan-ketrampilan kooperatif yang dilatihkan siswa sebelum pelaksanaan
proses belajar mengajar, antara lain: 1) Menggunakan kesepakatan, artinya
menyamakan pendapat yang bermanfaat untuk meningkatkan hubungan kerja antar
anggota dalam kelompok; 2) Memperhatikan apa yang menjadi pendapat dari
anggota kelompoknya dan anggota dari kelompok lain; 3) Menggunakan suara
yang cukup didengar oleh kelompoknya saja; 4) Menyebutkan nama dan
memandang pembicara, artinya jika memanggil diantara anggota atau anggota
kelompok lain menyebut nama dan kontak mata; 5) Menolong tidak harus memberikan
jawaban, artinya jika memberikan bantuan tanpa harus memberikan jawaban; 6)
Menghormati hak individu, artinya bersikap menghormati perbedaan diantara anggota
kelompok tentang budaya, suku, agama, ras dan status sosial; 7) Menunjukkan
penghargaan dan simpati, artinya menunjukkan rasa hormat, pengertian dan tenggang
xliv
rasa terhadap pendapat-pendapat yang berbeda dengan orang lain bahkan
dirinya; 8) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan sikap yang baik; 9) Membuat
ringkasan, untuk mengingat yang sudah dan yang belum; 10) Dapat menafsirkan, yaitu
menyatakan pendapatnya dengan kalimat yang berbeda sesuai pemahaman siswa; 11)
Mengatur dan mengorgarusir; 12) Menerima tanggung jawab; 13) Siswa mampu
memperluas konsep; 14) Memeriksa dengan cermat; 15) Menanyakan kebenaran; 16)
Menetapkan tujuan; 17) Berkompromi.
8. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik.
Dalam kegiatan eksperimen pada standar kompetensi listrik mengalir tidak lepas
dari penggunaan alat ukur listrik. Kemampuan menggunakan alat ukur litrik antara lain
trampil mengoperasionalkan amperemeter dan voltmeter yang meliputi dapat
menunjukkan batas ukur, menyetimbangkan, memasang, menentukan skala, ketepatan
posisi pengamatan, dan dapat melaporkan hasil pengukuran. Penggunaan alat ukur
listrik memerlukan ketelitian dan ketepatan untuk menghindari kesalahan. Kemampuan
dalam mengoperasikan alat ukur listrik dalam kegiatan pratikum akan mempermudah
dan akan menekan kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan pengukuran antara lain,
kesalahan acak, yaitu kesalahan karena ketidaktepatan, kesalahan sistematik yaitu
kesalahan alami (kesalahan alat dan perorangan), kesalahan paralaks yaitu kesalahan
dalam membaca kurang tepat dalam menepatkan mata. Alat ukur yang akan dibahas
meliputi: amperemeter, voltmeter dan ohmmeter.
a. Amperemeter
Amperemeter adalah alat untuk mengukur kuat arus listrik. Untuk mengukur
kuat arus yang mengalir dalam suatu komponen, amperemeter disisipkan ke dalam
rangkaian sehingga berhubungan seri dengan komponen tersebut. Dengan demikian
xlv
semua arus yang melewati komponen akan melewati amperemeter tersebut. Jika
amperemeter memiliki hambatan, maka hambatan total dalam rangkaian menjadi
bertambah. Dengan demikian arus yang mengalir akan mengecil, sehingga arus yang
terukur akan salah. Oleh karena itu, idealnya hambatan amperemeter sama dengan nol.
Pada prakteknya hambatan amperemeter pasti ada tapi diupayakan jauh lebh kecil
daripada hambatan rangkaian. Skema pemasangan amperemeter adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Pemasangan amperemeter
Amperemeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum, sementara
kuat arus listrik yang akan diukur ada kalanya melebihi batas ukur maksimum
amperemeter. Agar amperemeter dapat digunakan untuk mengukur arus listrik yang
lebih besar, haruslah dipasang suatu hambatan paralel dengan amperemeter sehingga
kelebihan arus akan mengalir ke hambatan peralel yang dinamakan hambatan shunt.
Gambar 2.2 Sebuah amperemeter dengan hambatan dalam RA
dilengkapi dengan hambatan shunt Rsh
Untuk memasang amperemeter dalam rangkaian listrik, perhatikan bahwa arus listrik
harus mengalir masuk ke kutub positif (diberi tanda ”+” atau warna merah) dan
meninggalkan amperemeter melalui kutub negatif (diberi tanda ”-” atau warna hitam).
xlvi
Jika dihubungkan dengan polaritas yang terbalik jarum penunjuk akan menyimpang
dengan arah yang berkebalikan. Ini akan menyebabkan jarum penunjuk akan
membentur sisi tanda nol (sisi yang akan menghentikan pergerakan jarum penunjuk
jika amperemeter tidak dialiri arus), dcngan gaya yang cukup besar akan merusak
amperemeter. Kebanyakan meter digital (meter yang langsung mendisplay hasil ukuran
pada layar) memiliki polaritas otomatis. Meter ini memberikan bacaan yang benar
walaupun dihubungkan dengan polaritas yang terbalik, tetapi suatu tanda negatif
muncul di depan display angka untuk menunjukkan bahwa hubungan ke polaritas meter
terbalik.
b. Voltmeter
Voltmeter adalah alat pengukur beda potensial (tegangan) antara dua titik.
Untuk mengukur beda tagangan antara dua titik pada suatu komponen, kedua terminal
voltmeter harus dihubungkan dengan kedua buah titik yang tegangannnya akan diukur
sehingga terhubunag secara paralel dengan komponen tersebut. Skema pemasangan
voltmeter adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Pemasangan Voltmeter Jika hambatan dalam voltmeter besar, maka arus yang melewati akan sangat kecil
sehingga pengaruh voltmeter pada rangkaian sangat kecil. Oleh karena itu, idealnya
hambatan voltmeter besar tak terhingga. Pada praktiknya, hambatan voltmeter bukan
tak terhingga, tetapi diupayakan agar hambatannya sangat besar. Sebagaimana
amperemeter, voltmeter juga mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum
xlvii
voltmeter. Untuk itu batas ukur voltmeter dapat diperbesar dengan menambah
hambatan yang dipasang seri dengan voltmeter tersebut. Hambatan yang dipasang seri
dinamakan hambatan muka atau hambatan depan.
Gambar 2.4 Sebuah voltmeter dengan hambatan dalam Rv
dilengkapi dengan hambatan muka Rm. Untuk memasang voltmeter dalam suatu rangkaian, titik yang potensialnya lebih tinggi
harus dihubungkan ke kutub positif (”+” atau merah) dan titik yang potensilnya rendah
harus dihubungkan ke kutup negatif (”-” atau hitam). Jika dihubungkan dengan
poalaritas terbalik, jarum penunjuk akan menyimpang sedikit ke kiri tanda nol.
c. Ohmmeter
Ohmmeter adalah alat untuk mengukur hambatan suatu rangkaian. Hal ini dapat
dilakukan dengan menghubungkan sebuah sumber tegangan secara seri dengan sebuah
amperemeter dan hambatan yang akan diukur. Karena ggl ε diketahui dan arus diukur
oleh amperemeter, maka hambatan dapat ditentukan. Meter yang digunakan untuk
keperluan ini dapat dikalibrasi untuk menunjukkan hasilnya dalam ohm, meskipun
besaran yang sesungguhnya diukur adalah arus, alat ini disebut ohmmeter.
Gambar 2.5 Rangkaian pengganti sebuah ohmmeter
xlviii
untuk mengukur nilai hambatan Rx.
Fungsi voltmeter, amperemeter, dan ohmmeter seringkali digabungkan menjadi satu
alat yang disebut multimeter. Pada multimeter terdapat sakelar untuk memilih besaran
yang akan diukur pada batas ukurnya.
9. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar pada siswa merupakan faktor berhasil tidaknya pembelajaran
kooperatif. Karena pada proses pembelajaran selalu berkembang aktivitas siswa dalam
berbagai pengalaman belajar. Aktivitas siswa adalah kegiatan fisik dan mental yang
diwujudkan dalam bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan
pada kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar siswa diamati guru sebelum kegiatan
belajar mengajar berlangsung. Kegiatan fisik siswa yang dapat diamati, antara lain : 1)
Mendengarkan dengan penuh perhatian; 2) Berada dalam tugas; 3) Mengambil
giliran dan berbagi tugas; 4) Mendorong partisipasi; 5) Berdiskusi dan bertanya.
10. Prestasi Belajar
Pendidikan disegala jenjang pada umumnya untuk mendapatkan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap. Pembelajaran kognitip, untuk memperoleh informasi dan
konsep-konsep serta analisis. Pembelajaran perilaku mencakup kemampuan dalam
mengerjakan tugas, memecahkan masalah dan mengemukakan pendapat. Pembelajaran
sikap mencakup tentang perasaan dan siswa terlibat dalam menilai diri sendiri dan
hubungan pribadi dengan materi pelajaran. Suatu proses belajar berhasil jika
menghasilkan prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar siswa dapat dilihat atau
diketahui dari angka yang diperoleh siswa dengan membandingkan dengan siswa lain.
Prestasi belajar dalam penelitian ini meliputi prestasi belajar pada ranah kognitif,
prestasi belajar pada ranah psikomotor dan prestasi belajar pada ranah afektif.
xlix
11. Materi Pembelajaran Fisika
Electro Dinamica (Listrik Mengalir)
a. Arus listrik
Arus listrik adalah aliran partikel-partikel bermuatan listrik. Pada abad ke-19,
sebelum elektron ditemukan, arus listrik ditetapkan sebagai partikel-partikel bermuatan
positif yang bergerak dari kutub positif ke kutub negatif baterai. Arah arus ini disebut
arah arus listrik konvensional. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut
konduktor. Arah aliran elektron-elektron berlawanan dengan arah aliran partikel-
partikel bermuatan positif (gambar 2.6).
Gambar 2.6 Arus elektron berlawanan dengan arus konvensional
Namun demikian, tidak semua arus dihasilkan oleh aliran elektron pada kawat.
Dalam suatu pemercepat yang menghasilkan sorotan proton, arah gerak proton-proton
bermuatan positip sama dengan arus listrik. Dalam elektrolisis, arus listrik dihasilkan
oleh aliran ion-ion positip yang searah arus ditambah aliran ion-ion negatif dan
elektron-elektron yang berlawanan arah dengan arus.
”Arus listrik adalah laju muatan yang melalui suatu luasan penampang melintang. Berdasarkan konvensi, arahnya dianggap sama dengan arah aliran muatan positif. Dalam kawat penghantar, arus listrik merupakan hasil aliran lambat elektron-elektron bermuatan negatif yang dipercepat oleh medan listrik dalam kawat dan kemudian segera bertumbukan dengan atom-atom konduktor” Paul A.Tipler (1991) dalam Bambang Soegijono (2001: 161-162).
l
Besaran yang menyatakan kualitas arus listrik disebut kuat arus listrik (I), arus listrik
merupakan besaran skalar yang didefinisikan sebagai banyak muatan positif Δq yang
mengalir melalui penampang seutas kawat penghantar per satuan waktu Δt.
Untuk arus searah, banyak muatan listrik yang mengalir melalui penampang kawat
adalah konstan terhadap waktu, sehingga persamaan (1) dapat dituliskan:
2)
t
Keterangan I Kuat arus listrik (A)
At Selang waktu (s)
Gambar 2.7 Kuat arus listrik sebagai kelajuan muatan yang melewati suatu luasan tertentu
Dengan demikian, satuan arus listrik dalam SI adalah coulomb per sekon (C/s)
yang lebih dikenal dengan ampere (A), yang diambil dari nama seorang fisikawan
Perancis bernama Andre Marie Ampere. Besaran kuat arus I dan waktu termasuk
besaran pokok sedangkan muatan q adalah besaran turunan. Bila luas penampang arus
sebesar A, maka rapat arus (J) dapat dituliskan menjadi
Rapat arus J didefinisikan sebagai besarnya kuat arus per satuan luas.
penampang Rapat arus J mempunyai satuan A/m2.
li
b. Hukum Ohm
Hubungan antara kuat arus dengan beda potensial di dalam suatu penghantar
dapat diketahui dengan membuat rangkaian seperti pada gambar 2.8. sebagai rangkaian
penguji dengan hambatan geser.
Gambar 2.8. Rangkaian Penguji Dengan Hambatan Geser
Setiap perubahan nilai hambatan geser (dengan menggeser kontak geser ke kiri
atau ke kanan) akan diikuti dengan perubahan kuat arus (I) dan beda potensial (V).
Perubahan kuat arus dan beda potensial ditunjukkan dengan gambar 2.9. yaitu grafik
hubungan antara arus (I) dan beda potensial (V).
Gambar 2.9. Grafik hubungan antara I dan V
Dari grafik pada dapat disimpulkan bahwa besar kuat arus sebanding dengan
beda potensial. Selanjutnya, oleh Geoge Simon Ohm dinyatakan bahwa kuat arus yang
mengalir melalui suatu penghantar sebanding dengan beda potensial antara ujung-ujung
penghantar, asal suhu penghantar tersebut tidak berubah. Pernyataan tersebut dikenal
dengan hukum Ohm.
Selanjutnya dari grafik dapat juga dilihat bahwa:
lii
....(4)................................................................................αtanRatauIV
R ==
Perbandingan tegangan (V) dan kuat arus (1) disebut hambatan atau resistansi
(R). Secara umum Hukum Ohm dinyatakan dengan rumus:
V=I.R ..............................................................................................................(5)
Keterangan:
V = beda potensial atau tegangan (V)
I = kuat arus listrik (A)
R = hambatan listrik (ohm V/A)
Komponen-komponen yang menurut (sesuai) hukum Ohm disebut komponen
ohmic (grafik hubungn V dan I berupa garis lurus). Komponen yang tidak tunduk
terhadap hukum Ohm disebut komponen non-ohmic grafik hubungan V dan I berupa
garis lengkung). Kedua grafik tersebut tampak pada gambar 2.10.
Gambar 2.10. Garis Untuk Komponen Ohmic dan Non-Ohmic
Nilai hambatan resistor dapat dilihat dari gelang-gelang warna yang dapat
dilihat di bagian resistor itu sendiri. Berikut adalah kode warna dan nilai hambatan
resistor.
Tabel 2.1 .Kode Warna Resistor
Warna Angka Faktor Pengali Toleransi
Hitam 0 1 -
liii
Coklat
Merah
Jingga
Kuning
Hijau
Biru
Ungu
Abu-abu
Putih
Emas
Perak
Tidak berwarna
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-
-
-
101
102
103
104
105
106
107
108
109
10-1
10-2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5%
10%
20%
c. Faktor faktor yang menipengaruhi hambatan
1) Suhu
Hambatan jenis suatu bahan adalah hambatan suatu bahan yang panjangnya 1
m dan luas penampangnya 1 m2. Nilai hambatan jenis suatu penghantar bergantung
pada jenis penghantar dan suhu. Penghantar logam, hambatan jenisnya akan naik jika
suhunya bertambah, sesuai dengan rumus berikut:
( ) (6)................................................................................α.Δt1ρρ 0t +=
Keterangan:
ρt = hambatan jenis akhir (Ω m)
ρ0 = hambatan jenis awal (Ω m)
liv
α = koefisisn suhu hambatan jenis (°C-1 atau K-1)
ΔT= perubahan suhu (°C atau K)
Pada umumnya hambatan kawat juga akan naik jika suhunya bertambah. Dalam
suatu batas perubahan suhu tertentu, perubahan fraksi hambatan (Δρ/ρ) sebanding
dengan perubahan suhu (ΔT) sehingga:
( )7...................................................................................................0
TD=D arr
Oleh karena hambatan penghantar sebanding dengan hambatan jenis, didapat
persamaan berikut:
( )8................................................................α.ΔT.RΔRatauα.ΔTRΔR
00
==
Dengan ketentuan ( )9....T.........TΔTR,RΔRρ,ρΔρ 1t1 -=-=-=
sehingga
( )10.........................................................T.........RRΔRRR 000t a+=+=
atau
( )11................................................................T.........RRΔRRR 000t a+=+=
Keterangan:
ρ = hambatan jenis (Ω m)
ΔR = perubahan hambtan penghantar (Ω)
R0 = hambatan awal
Rt = hambatan akhir
T0 = suhu awal
Tt = suhu akhir
lv
Pada persamaan di atas, ρ0 adalah hambatan jenis pada suhu acuan T0, biasanya
ditetapkan 200°C. Konstanta α, disebut koefisien suhu hambatan jenis yang tergantung
pada jenis bahan. Beberapa nilai α yang diberikan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Hambatan Jenis dan Koefisien Suhu Beberapa Bahan Penghantar No Zat Hambatan jenis (ρ) pada 200oC Koefisien suhu
(α) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perak Tembaga Aluminium Tungsten Nikel Besi Baja Mangan Karbon
1,8x10-8
1,7x10-8 2,8 x10-8 5,6 x10-8 6,8 x10-8 10,0 x10-8 18,0 x10-8 44,0 x10-8 3500 x10-8
3,8x10-3
3,8 x10-3 3,9 x10-3 4,5 x10-3 6,0 x10-3 5,0 x10-3 3,0 x10-3 1,0 x10-3 0,5 x10-3
2) Pengaruh Panjang, Luas Penampang, Dan Jenis Bahan Suatu Penghantar
Besarnya hambatan suatu penghantar juga dipengaruhi oleh panjang, luas
penampang, dan jenis bahan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk kawat yang
sejenis, kawat tipis memiliki hambatan yang lebih besar daripada kawat tebal. Jika luas
penampang kawat dijadikan 2x, maka hambatan kawat menjadi 1/2x, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hambatan berbanding terbalik dengan luas penampang.
÷øö
çèæ
AR
1~
Dari hasil percobaan juga menunjukkan bahwa hambatan kawat sebanding dengan
panjang kawat. Makin panjang suatu kawat, makin besar hambatan listriknya.
R∞L
Jika kedua kesimpulan yang telah diperoleh digabungkan, maka akan didapatkan
bahwa: AL
R¥ atau AL
R r= ............................................................................(12)
Keterangan: R : hambatan (Ω)
lvi
L : panjang penghantar (m)
A : luas penampang penghantar (m2)
ρ : hambat jenis (Ωm)
d. Hukum I Kirchhoff
Rangkaian listrik biasanya terdiri dari banyak hubungan sehingga akan terdapat
banyak cabang maupun titik simpul. Titik simpul adalah titik pertemuan tiga cabang
atau lebih. ’’The sum of the currents entering any junction in a circuit must equal the
sum of the current leaving that junction” (Physics Sarway: p.869). Artinya: jumlah
kuat arus listrik yang masuk ke titik simpul (titik cabang) sama dengan jumlah kuat
arus listrik yang keluar dari titik simpul (titik cabang) itu, ini dikenal sebagai hukum I
Kirchhoff.
Hukum I Kirchhoff tersebut sebenarnya tidak lain dari hukum kekekalan
muatan, yang menyatakan bahwa jumlah muatan yang mengalir tidak berubah. Artinya
”laju muatan (kuat arus) yang menuju titik cabang sama besarnya dengan laju muatan
(kuat arus) yang meninggalkan titik cabang” (Yohanes Surya 1999: 10). seperti tampak
di dalam analogi yang ada pada Gambar 6 berikut. hukum I Kirchhoff secara matematis
dapat dituliskan sebagai:
( )13..............................................................................keluar....ΣImasukΣI =
Gambar 2.11. Skema diagram untuk hukum I Kirchhoff serta analogi mekaniknya
e. Hubungan Seri dan Paralel untuk Resistor
lvii
Susunan seri komponen-komponen listrik adalah komponen-komponen :ersebut
dihubungkan sedemikian sehingga kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sama
besar, meskipun besar hambatan masing-masing komponen tidak sama. Pada gambar
2.12.a. ditunjukkan dua buah lampu pijar yang disusun seri, dan gambar rangkaian
listriknya ditunjukkan pada Gambar 2.12.b.
Gambar 2.12 (a) Dua buah lampu yang dihubungkan secara seri
(b) Rangkaian pengganti peralatan tersebut
Dapat dipahami dari Gambar 2.12.b bahwa pada hubungan seri; kompen-
komponen listrik dialiri oleh arus listrik yang sama besar. Tegangan antara a dan c
adalah:
V=Vab+Vbc
V=IR1+IR2=(R1+R2)............................................................................................(14)
Karena V = I Rae, maka Rac = R1 + R2
Dengan perkataan lain, hambatan gabungan (Rab) atau beberapa hambatan yang
terhubung secara seri dapat dituliskan sebagai:
Rgab=R1+R2+...+Rn.............................................................................................(15)
Tiga prinsip susunan seri:
1) Kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sama, dan sama dengan kuat arus yang
melalui hambatan pengganti seri R5
I1=I2=I3=...=I............................................................................................... (16)
lviii
2) Tegangan pada hambatan pengganti seri (V) sama dengan jumlah tegangan pada
tiap-tiap komponen.
V=V1+V2+V3+.......................................................................................... (17)
3) Susunan seri berlaku sebagai pembagi tegangan. Tegangan pada tiap-tiap
komponen sebanding dengan hambatannya.
V1:V2:V3:...=R2: R1.................................................................................. (18)
Sedangkan yang dimaksud susunan paralel komponen-komponen listrik adalah
bahwa komponen-komponen tersebut dihubungkan sedemikian sehingga tegangan pada
tiap-tiap komponen sama besar, meskipun hambatan masing-masing komponen tidak
sama. Hubungan paralel komponen-komponen listrik serta rangkaian penggantinya
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.13 (a) Dua buah lampu yang dihubungkan secara paralel
(b) Rangkaian pengganti peralatan tersebut
Dapat dipahami dari Gambar 2.13.b. bahwa pada hubungan paralel, komponen-
komponen listrik mendapatkan beda potensial yang sama besar. Dengan menggunakan
hukum I Kirchhoff diperoleh:
I=I1+I2.................................................................................................................(19)
( )20....................................................................RV
R1
R1
VRV
RV
Igab2121
=÷÷ø
öççè
æ+=+=
lix
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan gabungan (Rgab) beberapa
hambatan yang terhubung secara paralel dapat dituliskan sebagai
( )21.....................................................................................................111
21 RRRgab
+=
Apabila ada n buah hanbatan yang dihubungkan secara paralel, hambatan penggantinya
Rgab akan memenuhi
( )22....................................................................................1
....111
21 ngab RRRR+++=
Untuk dua komponen R1 dan R2 yang disusun paralel maka hambatan pengganti, paralel
dapat dihitung lebih cepat dengan persamaan khusus:
( )23.....................................................................................................21
21
RRxRR
Rgab +=
Salah satu contoh hubungan paralel adalah peralatan listrik di rumah kita.
Peralatan-peralatan harus mendapat tegangan yang sama, misalnya 220 volt. Jadi,
seluruh peralatan terhubung secara paralel terhadap sumber tegangan. Dengan susunan
paralel, jika salah satu komponen rusak/gagal (misalnya filamen lampu pijar putus),
maka komponen-komponen lain (TV, radio, radio kaset, dan sebagainya tetap
menyala).
Tiga prinsip susunan paralel:
1) Tegangan pada tiap-tiap komponen sama, dan sama dengan tegangan pada
hambatan pengganti paralel Rp
V1 = V2 = V3 =...=V……………………………………………………… (24)
2) Kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel (I) sama dengan jumlah kuat
arus yang melalui tiap-tiap komponen.
lx
I=I1+I2+I3+............................................................................................... .(25)
3) Susunan paralel berlaku sebagai pembagi kuat arus. Kuat arus yang melalui tiap-
tiap komponen sebanding dengan kebalikan hambatan………………… (26)
f. Hubungan seri dan paralel untuk sumber tegangan
1) Rangkaian sumber tegangan seri
Gambar 2.14. Rangkaian seri sumber tegangan
Kuat arus yang mengalir: ( )27...............................................................Rr
EI
+SS
=
Keterangan: ∑E = jumlah sumber tegangan.
∑r =jumlah hambatan dalam.
R = hambatan luar.
I = kuat arus.
2) Rangkaian sumber tegangan paralel
Gambar 2.15. Rangkaian paralel sumber tegangan
lxi
Kuat arus yang mengalir: nRr
nEIatau
Rnr
EI
+=
+=
Keterangan: n= jumlah sumber tegangan yang diparalel
sumberdan penggantihambatan nr=
g. Prinsip Jembatan Wheatstone
Rangkaian Jembatan Wheatstone ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.16. Rangkaian Jembatan Wheatstone
Pada rangkaian di atas jarum galvanometer peka G akan menyimpang ke kiri
atau ke kanan dan kedudukan seimbangnya (kedudukan setimbang ditunjukkan jarum
menunjuk angka nol, angka nol berada pada tengah-tengah seluruh skala). Dengan
mengatur nilai hambatan, bisa membuat jembatan seimbang (melalui galvanometer =
0). Pada keadaan ini arus yang melalui R1 dan R2 sama besar dan arus yang melalui R3
dan R4 sama besar, sehingga:
VAB = VAD...................................................................................................... (28)
VBC = VDC...................................................................................................... (29)
Sehingga:
I1R1 = I2R2.......................................................................................................(30)
I1R2 = I2R4.......................................................................................................(31)
Dari persamaan (25) dan (26) didapatkan:
lxii
( )32..........................................................................xRRxRRatau RR
II
sehinggaRR
RR
II
32412
4
1
3
2
4
1
3
2
1
==
==
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa pada rangkaian Wheatstone yang
seimbang, hasil kali dua hambatan yang saling berhadapan sama.
h. Hukum Kirchhoff II
”Loop rule, the sum of the potential differences a cross all elements around any
closed circuit loop must be zero” (Physics Sarway: p.870). Artinya: Pada suatu
rangkaian tertutup, jumlah aljabar dari beda potensial elemen-elemen yang membentuk
suatu rangkaian tertutup sama dengan nol. Ini dikenal dengan hukum Kirchhoff II.
Gambar 2.17. Rangkaian tertutup satu loop
Dirumuskan: Σ E + Σ IR = 0 ..............................................................................(33) Perjanjian menggunakan tanda :
1) Tentukan arah arus pada rangkaian, pilih searah jarum atau berlawanan jarum jam.
2) Tentuakan arah loop pada rangkaian, pilih searah jarum atau berlawanan jarum
jam.
3) Dalam menelusuri loop jika menemui kutub negatif elemen terlebih dahulu maka,
elemen tersebut diberi tanda positif dan sebaliknya.
lxiii
4) Dalam menelusuri loop, jika berjalan searah loop kuat arus listrik kali hambatan
diberi tanda negatip dan sebaliknya.
Contoh.
Loop ABCDA:
Σ ε + Σ I R = 0.......................................................(34)
ε1+ε2- I (r1 + r2 + R1 + R2 + R3 ) = 0.......................................................(35)
Beda potensial dua titik ; misal pada rangkaian di atas ditanyakan VAB = ?
Maka : VAB + Σ ε + Σ IR = 0
Perjanjian:
1) Jika berjalan dari A ke B bertemu kutub negatif elemen terlebih dahulu, elemen itu
diberi tanda positif dan sebaliknya.
2) Jika berjalan dari A ke B searah dengan arus maka perkalian hambatan dengan arus
listrik diberi tanda negatif, dan sebaliknya.
Sehingga : VAB + ε1 + ε2 – I ( r1 + r2 + R1 + R2 + R3 ) = 0...............(36)
B. Penelitian Yang Relevan
Sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan penelitian-penelitian terdahulu
yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan agar dapat memberikan
gambaran yang jelas.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarsono (2005) tentang Penerapan pembelajaran
kooperatif model STAD dan model Jigsaw terhadap prestasi belajar fisika pada
pokok bahasan tegangan dan arus bolak-balik ditinjau dari aktivitas belajar siswa,
yang bertujuan : a) mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan model
lxiv
pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar, b) mengetahui perbedaan
pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, c) mengetahui interaksi antar
model STAD dan Jigsaw dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah
model pembelajarannya dan variabel aktivitas belajar, serta prestasi belajar pada
ranah kognitif. Perbedaannya antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
peneliti pada variabel kemampuan menggunakan alat ukur listrik, prestasi belajar
ranah psikomotor dan prestasi belajar ranah afektif, populasi penelitian ini di SMA
Negeri 3 Surakarta sedang populasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1
Surakarta.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Suharno (2009) tentang, Pembelajaran kooperatif
model Jigsaw dan TGT ditinjau dari orientasi kepribadian kooperatif, yang
bertujuan : a) mengetahui perbedaan prestasi belajar biologi antara pembelajaran
kooperatif model Jigsaw dan TGT pada materi virus, b) mengetahui perbedaan
prestasi belajar biologi antara tingkatan orientasi kepribadian kooperatif tinggi,
sedang dan rendah pada materi virus, c) interaksi antara pembelajaran kooperatif
model Jigsaw, TGT dengan orientasi kepribadian kooperatif terhadap prestasi
belajar biologi pada materi virus. Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dan
prestasi belajar pada ranah kognitif. Perbedaannya antara penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan peneliti pada variabel kemampuan menggunakan alat
ukur listrik, aktivitas belajar, prestasi belajar ranah psikomotor dan prestasi belajar
ranah afektif, populasi penelitian ini di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten sedang
populasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Surakarta.
lxv
3. Penelitian yang dilakukan oleh Seran Daton Gregorius (2009) tentang, Pengaruh
pembelajaran kooperatif tipe STAD Dan Jigsaw II terhadap prestasi belajar
ditinjau dari motivasi berprestasi dan sikap sosial siswa, yang bertujuan : a)
mengetahui perbedaan pengaruh pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II
terhadap prestasi belajar, b) mengetahui pengaruh motivasi berprestasi terhadap
prestasi belajar, c) mengetahui pengaruh sikap sosial terhadap prestasi belajar, d)
mengetahui interaksi antara motivasi berprestasi dengan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan Jigsaw II terhadap prestasi belajar, e) mengetahui interaksi antara
sikap sosial dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap
prestasi belajar, f) mengetahui interaksi antara motivasi berprestasi dengan sikap
sosial terhadap prestasi belajar, dan g) mengetahui interaksi antara pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II, motivasi berprestasi dan sikap sosial terhadap
prestasi belajar. Diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
II memberikan pengaruh yang lebih positif terhadap prestasi belajar fisika pada
pokok bahasan listrik statis dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD, prestasi belajar pada ranah kognitif.
Sedangkan perbedaannya peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, variabel peneliti adalah kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan
aktivitas belajar, prestasi belajar pada ranah psikomotor dan ranah afektif serta
populasi peneliti kelas X reguler SMA Negeri 1 Surakarta.
C. Kerangka Berpikir
lxvi
Berdasarkan dari kajian yang telah diuraikan dapat dikemukakan kerangka
pemikiran pada penelitian ini, sebagai berikut :
1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi
belajar.
Penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai
terhadap suatu pokok bahasan tertentu akan berpengaruh terhadap keberhasilan
proses belajar mengajar. Guru yang hanya menguasai satu atau beberapa metode
pembelajaran tertentu akan mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar dan
dapat dipastikan bahwa prestasi belajar siswa akan rendah. Untuk itu guru harus
memiliki pengetahuan mengenai jenis-jenis model pembelajaran. Guru harus dapat
memilih dengan tepat model-model pembelajaran yang disesuaikan dengan pokok
bahasan. Contohnya menguasai model pembelajaran STAD dan Jigsaw. Hakekat
STAD menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi
secara bersama, sedangkan model Jigsaw disamping menitik beratkan pada
pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama juga pada
ketrampilan antarpersonal dalam pelaksanaan model pembelajarannya. Model
STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya
saling membantu. Sedangkan pada model Jigsaw memberikan penekanan pada
peran masing-masing siswa dalam kelompoknya (kelompok asal) dan saling
bertukar pengetahuan, dalam satu kelompok memiliki saling ketergantungan yang
sangat besar, karena masing-masing dalam satu kelompok mendapatkan bagian
tugas yang berlainan antara siswa satu dengan yang lain.
Maka dapat diduga model pembelajaran STAD lebih dapat meningkatkan prestasi
belajar dibanding model pembelajaran Jigsaw.
lxvii
2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar.
Kemampuan menggunakan alat ukur litrik antara lain trampil mengoperasionalkan
amperemeter dan voltmeter yang meliputi dapat menunjukkan batas ukur,
menyetimbangkan, memasang, menentukan skala, ketepatan posisi pengamatan, dan
dapat melaporkan hasil pengukuran. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik,
siswa dapat timbul pada diri siswa apabila ada dorongan perasaan dari dalam diri
siswa sendiri yang berbentuk kesadaran untuk belajar. Kesadaran siswa untuk
belajar tergantung dari perbuatan siswa mengikuti PBM. Perhatian siswa terhadap
PBM suatu mata pelajaran akan tampak dari cara siswa bertindak, memperhatikan
dan melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran. Bila
siswa berminat terhadap suatu mata pelajaran, maka siswa tersebut akan berbuat,
bertindak dan memusatkan pikirannya terhadap mata pelajaran secara sungguh-
sungguh. Tetapi sebaliknya apabila seorang siswa kurang berminat terhadap suatu
pelajaran, maka siswa tersebut tidak akan menampakkan kesungguhannya terhadap
pelajaran tersebut. Agar timbul kemampuan menggunakan alat ukur listrik pada diri
siswa, diperlukan suatu kondisi yang menciptakan pembelajaran yang menarik
perhatian siswa. Saat istirahat atau jam-jam tambahan sore siswa diberi latihan cara-
cara penggunaan alat ukur listrik dan manfaat dalam menguasai materi listrik
dinamis. Pembelajaran dapat menarik perhatian siswa jika pada diri siswa ada rasa
ingin tahu, ada relevansi antara mata pelajaran yang diberikan dengan kebutuhan
siswa. Guru perlu menumbuhkan kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan
memperkenalkan pembelajaran menarik, pengelolaan kelas melalui iklim belajar
yang menarik dengan cara mempersiapkan lembar kerja siswa, membentuk
kelompok-kelompok belajar, menggunakan media pembelajaran yang menarik
lxviii
hingga pembuatan alat evaluasi. Penciptaan kondisi kelas yang menarik akan
menumbuhkan kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Dengan demikian dapat
diduga siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi
akan memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah.
3. Pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
Aktivitas belajar pada siswa merupakan faktor berhasil tidaknya pembelajaran
kooperatif. Karena pada proses pembelajaran selalu berkembang aktivitas siswa
dalam berbagai pengalaman belajar. Aktivitas siswa adalah kegiatan fisik dan mental
yang diwujudkan dalam bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang
simultan pada kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar siswa diamati guru sebelum
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kegiatan fisik siswa yang dapat diamati, antara
lain : 1) Mendengarkan dengan penuh perhatian; 2) Berada dalam tugas; 3)
Mengambil giliran dan berbagi tugas; 4) Mendorong partisipasi; 5) Berdiskusi dan
bertanya. Dengan demikian dapat diduga siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi
akan memperoleh prestasi belajar listrik dinamis yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki aktivitas belajar rendah.
4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur
listrik terhadap prestasi belajar.
Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan
alat ukur listrik. Dalam model STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya,
semua siswa dalam kelompoknya saling membantu dan menitik beratkan pada
pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama. Dengan demikian
lxix
dapat diduga bahwa pembelajaran dengan STAD , disertai kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi akan memperoleh prestasi belajar lebih baik.
5. Interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi
belajar.
Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar. Dalam model
STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya
saling membantu dan menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam
menguasai materi secara bersama. Dapat diduga pembelajaran dengan model STAD,
disertai aktivitas belajar tinggi akan memperoleh prestasi belajar lebih baik.
6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar
terhadap prestasi belajar.
Terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas
belajar. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi memiliki sikap disiplin, kritis dan
berani bertanya. Dengan demikian dapat diduga siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi akan memperoleh
hasil prestasi belajar yang lebih baik.
7. Interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik
serta aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
Terdapat interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur
listrik serta aktivitas belajar. Model pembelajaran STAD menekankan struktur
tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya saling membantu, menitik
beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama.
Menghadapi tugas bersama-sama dan saling didiskusikan semua siswa dalam
kelompoknya. Sedangkan pada model Jigsaw memberikan penekanan pada peran
lxx
masing-masing siswa dalam kelompoknya (kelompok asal) dan saling bertukar
pengetahuan, karena masing-masing dalam satu kelompok mendapatkan bagian
tugas yang berlainan antara siswa satu dengan yang lain. Dengan demikian dapat
diduga siswa yang diberikan model pembelajaran STAD akan memperoleh prestasi
yang lebih baik daripada siswa dengan model Jigsaw ditinjau dari kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi atau rendah dan aktivitas belajar tinggi atau
rendah.
Untuk memperjelas kerangka berfikir di atas, maka digambarkan bagan atau
skema sebagai berikut :
Gambar 2. 18. Kerangka Pemikiran Penelitian
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah peneliti kemukakan
di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Kelas Eksperimen Satu
Pembelajaran STAD
Permasalahan KBM Siswa
Kelas X SMA Kelas Eksperimen Dua
Pembelajaran Jigsaw
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik
Aktivitas Belajar
Prestasi Belajar Fisika
Aktivitas Belajar
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik
lxxi
1. Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap
prestasi belajar.
2. Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar.
3. Ada pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.
4. Ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar.
5. Ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan aktivitas
belajar terhadap prestasi belajar.
6. Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas
belajar terhadap prestasi belajar.
7. Ada interaksi antara metode STAD dan Jigsaw, kemampuan menggunakan alat
ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
lxxii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran
2008/2009 Jl.Munginsidi No. 40 Telp. (0271) 652975 Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini direncanakan pada semester II tahun pelajaran 2008/2009,
kurun waktu bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009. Pelaksanaan
penelitian disajikan dalam tabel 3.1 berikut:
Tabel 3. 1 Distribusi Waktu Pelaksanaan Penelitian Tahun 2009 bulan ke- No
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Tahap persiapan X 2 Bimbingan Proposal X 3 Seminar Proposal X
4 Konsultasi pembimbing Bab I, II dan III
X X
5 Penyusunan Instrumen X 6 Pelaksanaan Penelitian X
7 Pengolahan Data Hasil Penelitian
X X X
8 Penulisan Bab IV dan V X X X 9 Ujian Komprehensif X 10 Ujian Tesis X
lxxiii
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua kelas X siswa SMA Negeri 1 Surakarta
Tahun Ajaran 2008/2009.
2. Sampel
Pemilihan sample dilakukan dengan pemilihan acak terhadap 10 kelas yang ada
(cluster sampling), yang dilakukan dengan pengundian dari populasi 10 kelas X
diambil 4 kelas. Dari pengundian tersebut terpilih kelas X11 dan X12 sebagai kelas
eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan kelas X7 dan X10 sebagai
kelas eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran STAD.
Dari kelas yang terpilih tersebut dilakukan uji team matching untuk melihat
keseimbangan tingkat kemampuan siswa dari kedua kelompok kelas eksperimen. Uji
normalitas dengan menggunakan program Minitab 15, uji normalitas Ryan-Joiner (RJ).
Dari hasil pengujian nilai prestasi kognitif belajar materi pembelajaran : Listrik
Dinamis, didapatkan bahwa p-value > 0,05 untuk kedua uji normalitas yang dilakukan
(p-value uji RJ > 0,100) Berdasarkan hasil uji tersebut, maka keputusan adalah data
berditribusi normal.
Uji homogenitas, tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah
sampel berasal dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji
homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai pendukung
lxxiv
keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini adalah prestasi
kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan sebagai faktornya adalah model
pembelajaran (STAD dan Jigsaw), kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan
aktivitas belajar.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen dengan
rancangan faktorial 2 x 2 x 2, karena hasil penelitian ini akan menegaskan bagaimana
kedudukan hubungan kausal antara variabel-variabel yang akan diteliti. Tujuannya
terletak pada penemuan fakta-fakta akibat perbedaan pengaruh penerapan model
pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar pada ranah kognitif, afektif
dan psikomotor materi listrik dinamis. Selanjutnya dilakukan analisis perbandingan
setiap variansi variabel bebas yang akan dibelajarkan, yaitu model pembelajaran STAD
dan Jigsaw sebagai variabel bebas utama, dan kemampuan menggunakan alat ukur
listrik dan aktivitas belajar sebagai variabel atribut, sekaligus dilihat faktor-faktor yang
berinteraksi terhadap variabel terikat yaitu prestasi belajar pada ranah kognitif, afektif
dan psikomotor.
Rancangan Analisis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 x 2 x 2 dengan teknik analisis
varians (ANAVA) tiga jalur, yaitu suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk
meneliti pengaruh perlakuan model pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok
dihubungkan dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar
terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik,
lxxv
aktivitas belajar, prestasi psikomotor dan prestasi afektif diperoleh melalui observasi,
sedangkan prestasi kognitif diperoleh melalui soal tes yang telah di try out-kan.
Kerangka rancangan analisis data penelitian ini adalah:
Tabel 3.2 Rancangan Desain Faktorial Anava 3 jalur 2 x 2 x 2 Model Pembelajaran
Jigsaw
STAD
Tinggi
Kemampuan menggunakan
AUL
Rendah
Tinggi
Aktivitas Belajar
Rendah
D. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini mencakup tiga variabel bebas dan
satu variabel terikat, yaitu:
1. Variabel Bebas
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran.
1) Definisi operasional
Model pembelajaran adalah suatu rancangan pembelajaran yang berisikan
pengalaman pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa.
2) Pengelompokkan : dengan dua kelompok
a) Model pembelajaran Jigsaw
b) Model pembelajaran STAD
b. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik
lxxvi
1) Definisi operasional : kemampuan siswa menggunakan alat ukur listrik.Dalam
percobaan ini disediakan beberapa alat ukur listrik antara lain : amperemeter,
voltmeter, ohmmeter.
2) Kategori :
a) Kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi jika nilai siswa ≥ 82
b) Kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah jika nilai siswa ≤ 81
3) Skala pengukuran: interval
c. Aktivitas Belajar
1) Definisi operasional : adalah kegiatan fisik dan mental diwujudkan dalam
bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan pada kegiatan
belajar mengajar.
2) Kategori:
a) Aktivitas belajar tinggi jika nilai siswa ≥ 76
b) Aktivitas belajar rendah jika nilai siswa ≤ 75
3) Skala pengkuran: interval
2. Variabel Terikat
a. Prestasi belajar
1) Definisi operasional; tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor hasil tes kemampuan
belajar ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor mata pelajaran fisika
materi pembelajaran listrik dinamis yang disampaikan dengan menerapkan model
pembelajaran Jigsaw dan STAD.
2) Skala pengukuran: interval pada aspek kognitif.
3) Skala nominal : untuk aspek afektif dan aspek psikomotor.
lxxvii
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan tes dan pengamatan
atau observasi sesuai dengan karakteristik data.
1. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik
Data kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh dengan melakukan
pengamatan atau observasi. Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator
kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan dikonsultasikan pada ahlinya.
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik dikelompokkan dalam 2 kategori
yaitu siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan
rendah. Dari 156 siswa yang diambil sebagai sampel yang diteliti, setelah dilakukan
observasi kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh skor, siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi memperoleh skor lebih dari
78 siswa dan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah
memperoleh skor kurang dari 78 . Kisi-kisi dan lembar observasi kemampuan
menggunakan alat ukur listrik dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 8.
Tabel 3.3. Kriteria Pengelompokkan K - AUL
JIGSAW STAD
KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR LISTRIK (K-AUL)
TINNGI RENDAH TINGGI RENDAH
28 50 50 28
2. Aktivitas Belajar
lxxviii
Data aktivitas belajar diperoleh dengan melakukan pengamatan atau observasi.
Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator aktivitas belajar dan dikonsultasikan
pada ahlinya.
Data aktivitas dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu siswa yang memiliki
aktivitas belajar tinggi dan rendah. Dari 156 siswa yang diambil sebagai sampel yang
diteliti, setelah dilakukan observasi aktivitas belajar diperoleh skor, siswa yang
memiliki aktivitas belajar tinggi 89 siswa dan siswa yang memiliki aktivitas belajar
rendah 67. Kisi-kisi dan lembar observasi aktivitas belajar dapat dilihat pada lampiran
5 dan lampiran 9.
Tabel 3.4. Kriteria Pengelompokkan aktivitas belajar JIGSAW STAD
AKTIVITAS BELAJAR
TINNGI RENDAH TINGGI RENDAH
50 28 39 39
3. Prestasi belajar aspek psikomotor
Data aspek psikomotor diperoleh dengan melakukan pengamatan atau
observasi. Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator aspek psikomotor dan
dikonsultasikan pada ahlinya.
Data aspek psikomotor pada model pembelajaran Jigsaw diperoleh median
85,00 sedangkan pada model pembelajaran STAD diperoleh median 82,50. Kisi-kisi
dan lembar observasi aspek psikomotor dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 10.
4. Prestasi belajar aspek afektif
lxxix
Data aspek afektif diperoleh dengan melakukan pengamatan atau observasi.
Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator aspek afektif dan dikonsultasikan
pada ahlinya.
Data aspek afektif pada model pembelajaran Jigsaw diperoleh median 77,50
sedangkan pada model pembelajaran STAD diperoleh median 74,50. Kisi-kisi dan
lembar observasi aspek afektif dapat dilihat pada lampiran 7 dan lampiran 11.
5. Prestasi belajar aspek kognitif
Data prestasi belajar aspek kognitif diperoleh dengan melakukan tes prestasi
kognitif. Soal tes prestasi kognitif disusun sebanyak 35 soal, berbentuk tes pilihan
ganda dengan 5 option. Sebelum digunakan tes prestasi kognitif diujicobakan terlebih
dahulu. Soal tes diujicobakan di SMA Negeri 3 Surakarta kelas X . Dalam ujicoba tes
prestasi kognitif disiapkan 50 soal dan dari hasil ujicoba terdapat 14 soal yang tidak
valid dan 36 soal valid, diambil keputusan 35 soal digunakan pada tes prestasi kognitif,
1 soal valid untuk cadangan. Kisi-kisi tes prestasi kognitif dapat dilihat pada lampiran
14.
F. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian dibagi dua :
1. Instrumen pengambilan data
a. Tes prestasi kognitif
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data tentang prestasi kognitif
adalah metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data dan mengukur
penguasaan materi pembelajaran fisika. Tes ini disusun berdasarkan kurikulum KTSP.
lxxx
Tes ini bentuk obyektif dengan 35 soal. Pemberian skor dilakukan dengan memberikan
skor 1 jika jawaban benar, skor 0 jika jawaban salah.
b. Lembar Observasi
Untuk data kemampuan menggunakan alat ukur listrik, aktivitas belajar, prestasi
psikomotor dan prestasi afektif menggunakan cekhlist lembar observasi.
2. Instrumen Pembelajaran
a. Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran
tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dari penelitian ini dibuat silabus dengan
materi pokok bahasan Listrik Dinamis dengan model pembelajaran Jigsaw dan STAD.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.
Lingkup rencana pembelajaran paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang
terdiri atas satu atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Dalam
penelitian ini penulis membuat RPP materi Listrik Dinamis dengan model
pembelajaran Jigsaw dan STAD.
c. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran, LKS
tergolong dalam media cetak, ciri khusus dari media ini adalah mampu memperagakan
lxxxi
simbul-simbul verbal dan representasi gambar coretan tangan dan grafik. LKS di sini
antara lain berisi petunjuk-petunjuk kerja, pertanyaan untuk dijawab. Proses belajar-
mengajar berubah dari yang bersifat guru sentris menjadi siswa sentris, yaitu kegiatan
belajar-mengajar yang dapat dilakukan di laboratorium/ di kelas yang dikerjakan oleh
siswa sendiri. Sedangkan guru adalah sebagai motivator dan pembimbing siswa yang
mengalami kesulitan sehingga LKS ini menyebabkan siswa lebih aktif dan kreatif. LKS
pada penelitian ini terdiri dari LKS pada pembelajaran Listrik Dinamis model
pembelajaran Jigsaw dan STAD.
G. Uji Coba Instrumen Penelitian
1. Tes Prestasi
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, perlu diuji coba terlebih
dahulu pada kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. Uji coba ini dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas instrumen. Untuk tes prestasi belajar
perlu diuji taraf kesukaran, daya pembeda, uji reliabilitas, dan uji validitas. Untuk
angket dilakukan uji validitas dan reliablitas. Untuk menguji instrumen tes prestasi
belajar aspek kognitif yang akan digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan
program exsel
Uji coba soal prestasi kognitif dilaksanakan di SMA Negeri 3 Surakarta pada
kelas X kelas yang tidak digunakan untuk eksperimen, mengambil uji coba di lain
sekolah dengan pertimbangan mengurangi tingkat kebocoran soal. Data diperoleh dari
hasil uji coba instrumen tersebut kemudian dianalisa untuik mengentahui daya
pembeda, taraf kesukaran, tingkat validitas, dan reliabilitas instrumen yang telah
disusun.
lxxxii
a. Analisis butir soal, Uji Validitas, dan Reliabilitas instrumen
1) Analisis butir soal
Langkah pertama setelah uji coba adalah melakukan analsis butir soal. Analisis
tersebut dimaksudkan untuk menentukan butir-butir soal yang layak dan tidak layak
dalam penelitian. Kelayakan butir-butir soal didasarkan pada dua hal, yaitu tingkat
kesulitan soal dan daya pembeda.
a) Tingkat kesulitan soal dipertimbangkan dengan persamaan:
P = JSB
Keterangan:
P = Kesulitan untuk setiap butir soal
B = Banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
JS = Banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan.
(Suharsimi, 1987: 205)
Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut:
0,00-0,30 = soal kategori sulit
0,31-0,70 = soal kategori sedang
0,71-1,00 = soal kategori mudah
Distribusi tingkat kesukaran soal tes prestasi belajar disajikan tabel 3.5.
Tabel 3.5 Distribusi tingkat kesukaran soal tes prestasi Tingkat kesukaran Jumlah soal Nomor soal
Sulit 1 47
lxxxiii
Sedang 45
1 , 2 , 4 , 5 , 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24,25, 26,27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35 ,36, 37, 38,39, 40, 41, 42, 43, 44, 45,46,48,49,50
Mudah 4 3,6,20,30
b) Rumus yang digunakan untuk menentukan adanya pembeda adalah sebagai
berikut:
D = PA – PB
Keterangan
D = Daya pembeda
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
(Suharsimi, 1987: 209)
Klasifikasi daya beda soal adalah sebagai berikut:
0,00-0,20 = soal jelek
0,21-0,40 = soal cukup
0,41-0,70 = soal baik
0,71-1,00 = soal sangat baik
Distribusi daya beda soal uji coba tes prestasi belajar disajikan pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Distribusi daya beda soal tes prestasi Kualifikasi daya beda Jumlah
soal Nomor soal
Jelek 12 3,6,7,8,13,14,20,26,30,31,36,38
lxxxiv
Cukup 37 1 ,2 ,4 ,5 ,9 , 10,11,12,15,16, 17,18,19,21,22, 23,24,25,27, 28, 29,32,33,34,35, 37,39,40,41, 42, 43,44,46 ,47,48,49.50
Baik 1 45 Sangat baik - -
2) Validitas
Untuk menentukan validitas soal menggunakan persamaan correlation product
moment sebagai berikut:
rxy = })(}{)({
)(2222 yynxxn
yxxyn
S-SS-S
SS-S
dimana :
rxy = koefisien korelasi skor tiap item
x = skor tiap item
y = skor total
n = jumlah siswa
Klasifikasi korelasi validitas soal dapat dilihat pada tabel 3.7.
Tabel 3.7. Klasifikasi korelasi validitas soal prestasi Nilai koefisien korelasi Kualifikasi
0,81 – 1,00 sangat tinggi 0,61 – 0,80 tinggi 0,41 – 0,60 cukup 0,21 – 0,40 rendah 0,00 – 0,20 sangat rendah
(Suharsimi, 1987: 66)
Suatu tes dikatakan valid jika rxy > rkritik (dilihat tabel). Korelasi skor butir soal
terhadap skor total ditentukan dengan menggunakan excel. Dari 50 soal tes prestasi, 14
soal yang tidak valid yaitu no: 2, 3, 6, 7, 8, 13, 14, 20, 26, 30, 31, 36, 38 dan 50. Soal
lxxxv
yang valid 36 yaitu no : 1,4 ,5 ,9 ,10 ,11 ,12 ,15 ,16 ,17 ,18 ,19 ,21 ,22 ,23 ,24 ,25 ,27
,28 ,29 ,32 ,33 ,34 ,35 ,37 ,39 ,40 ,41 ,42 , 43,44 ,45,46 ,47,48,49.
3) Reliabilitas soal
Reliabilitas menunjukkan tingkat keajegan atau keandalan soal. Realibilitas
digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrumen dapat memberikan hasil
pengukuran yang dapat dipercaya atau tetap. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan
dalam suatu koefisien yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Untuk menguji
masing-masing item pada tes dalam penelitian ini digunakan rumus KR-20, yaitu:
r11 = úû
ùêë
é å-÷øö
çèæ
- 2
2
1 StpqSt
nn
st = ( )22 )(1
XXNn
å-å
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas n = Jumlah item
St = Standar deviasi N = Jumlah siswa
P = Proporsi subyek yang menajwab benar
Q = Proporsi subyek yang menjawab salah (q = p-1)
X = skor
Hasil yang diperoleh dari perhitungan kemudian dibandingkan dengan tabel r11.
Instrumen dikatakan reliable apabila r11 ≥ rtabel. Indeks korelasi yang merupakan
interpretasi terhadap koefisien korelasi (nilai r) dapat diklarifikasikan sebagai berikut:
0.91 - 1,00
0,71 - 0,90
0,41 - 0,70
0,21 - 0,40
Sangat tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
lxxxvi
Negatif - 0,20 Sangat rendah
(Masidjo, 1995 : 233)
Uji reliabilitas uji coba tes prestasi belajar menggunakan program excel
diperoleh besar reliablitas = 0,853 dengan kualitas reliablitas tinggi. Dari hasil uji coba
instrumen tes prestasi belajar aspek kognitif dengan memperhatikan daya beda, tingkat
kesukaran, validitas dan reliablitas perangkat soal tes dapat disimpulkan dari 50 item
tes uji coba terdapat 36 soal valid dan 14 soal tidak valid. Dari 36 soal yang valid
diambil 35 soal yang sudah mewakili seluruh indikator. Dari 14 soal yang tidak valid
tidak dipakai, sedang 1 soal dari 36 soal yang valid untuk cadangan soal.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Persyarat Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk menganalisa data digunakan analisis varian (anava)
tiga jalan. Namun sebelum dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis
yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.Teknik analisis data menggunakan Analisis
Varians (Anava) tiga jalan 2 x 2 x 2 dengan tiga variabel bebas, media ,kemampuan
berfikir dan sikap ilmiah.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi normal
atau tidak.Adapun prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Menentukan hipotesis
lxxxvii
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal,
dan hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
2) Menetapkan statistik uji
Zi = SD
XX -
Uji normalitas terhadap variable terikat prestasi belajar aspek kognitif dengan
menggunakan uji Ryan Joiner (RJ), yang perhitungannya dilakukan dengan
program minitab 15
3) Menentukan taraf signifikansi α
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini taraf signifikansi (α)
ditetapkan = 0,05
4) Menentapkan keputusan uji
Keputusan uji normalitas ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika p-
value < 0,05
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang tidak homogen, dan
hipotesis alternatif (H1) : sampel berasal dari populasi yang homogen.
2) Menentukan statistik uji
lxxxviii
X2 = [ ]å å- 2loglog.303,2
SjfjMSfjC err
Uji homogenitas terhadap variabel terikat prestasi belajar aspek kognitif dengan
menggunakan uji F test/Barlett’s tes dan Levene’s Test yang perhitungannya
dilakukan dengan program minitab 15.
3) Menentapkan taraf signifikansi (α)
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisis. Pada uji homogenitas ini taraf signifikansi (α)
ditetapkan = 0,05
4) Menentukan keputusan uji
Keputusan uji homogenitas ditentukan dengan kriteria uji tolak hipotesis nol jika p-
value < 0,05
2. Uji Hipotesis
a. Anava
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah
diajukan diterima atau tidak. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari tiga variabel bebas
yang meliputi model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan
aktivitas belajar. Model pembelajaran Jigsaw (A1) dan model pembelajaran STAD
(A2). Kemampuan menggunakan alat ukur listrik dikelompokkan dalam 2 kategori
tinggi (B1) dan rendah (B2). Aktivitas belajar dikelompokkan dalam 2 kategori tinggi
(C1) dan rendah (C2). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu prestasi kognitif,
afektif dan psikomotor. Tata letak data penelitian terdistribusi seperti pada diagram
berikut:
Tabel 3.8. Tata letak data penelitian prestasi kognitif
lxxxix
Ket
era
nga
n:
A1B
1C1 : Kelompok siswa dengan model pembelajaran
Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas
belajar tinggi terhadap prestasi kognitif.
A1B1C2 : Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi kognitif
A1B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi kognitif.
A1B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi kognitif.
A2B1C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi kognitif.
A2B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi kognitif
K – AUL B
AKTIVITAS C
JIGSAW A1
STAD A2
TINGGI C1 A1B1C1 A2B1C1
TINGGI B1
RENDAH C2 A1B1C2 A2B1C2
TINGGI C1 A1B2C1 A2B2C1
RENDAH B2
RENDAH C2 A1B2C2 A2B2C2
xc
A2B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi kognitif.
A2B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi kognitif.
Tabel 3.9. Tata letak data penelitian prestasi afektif
Ket
era
nga
n:
A1B
1C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi afektif.
A1B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, K- AUL tinggi dan
aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif
A1B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, K- AUL rendah dan
aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif.
A1B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, K- AUL rendah dan
aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif.
A2B1C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL tinggi dan
aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif.
K – AUL B
AKTIVITAS C
JIGSAW A1
STAD A2
TINGGI C1 A1B1C1 A2B1C1
TINGGI B1
RENDAH C2 A1B1C2 A2B1C2
TINGGI C1 A1B2C1 A2B2C1
RENDAH B2
RENDAH C2 A1B2C2 A2B2C2
xci
A2B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL tinggi dan
aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif
A2B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL rendah dan
aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif.
A2B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL rendah dan
aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif.
Tabel 3.10. Tata letak data penelitian prestasi psikomotor Kete
rang
an:
A1B
1C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran
A1B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran
Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas
belajar rendah terhadap prestasi psikomotor
A1B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi psikomotor.
A1B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi psikomotor.
K – AUL B
AKTIVITAS C
JIGSAW A1
STAD A2
TINGGI C1 A1B1C1 A2B1C1
TINGGI B1
RENDAH C2 A1B1C2 A2B1C2
TINGGI C1 A1B2C1 A2B2C1
RENDAH B2
RENDAH C2 A1B2C2 A2B2C2
xcii
A2B1C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi psikomotor.
A2B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi psikomotor
A2B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap
prestasi psikomotor.
A2B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap
prestasi psikomotor.
Pengujian hipotesis prestasi kognitif dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
a) Hipotesis nol (H0)
(1) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw
terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(2) H02: Tidak ada pengaruh kemampuan menngunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(3) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi kognitif
pada materi listrik dinamis
(4) H012: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
dinamis
xciii
(5) H013: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar
terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(6) H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik
dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(7) H0123:Tidak ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif
pada materi listrik dinamis
b) Hipotesis alternatif (H1)
(1) H11: Ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi
kognitif pada materi listrik dinamis
(2) H12: Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(3) H13: Ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi kognitif pada
materi listrik dinamis
(4) H112: Ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
dinamis
(5) H113: Ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar
terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(6) H123: Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan
aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis
(7) H1123: Ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan
alat ukur listrik, dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi
listrik dinamis
xciv
2) Menetapkan statistik uji
Z = ( )
( )21
21
YY
DoYY
---
s
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Variansi (Anava)
dengan General Linear Model (GLM), yang perhitungannya dilakukan dengan program
minitab 15.
3) Menentukan taraf signifikansi α
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini taraf signifikansi (α) ditetapkan =
0,05
4) Menentapkan keputusan uji
Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika p-
value < 0,05
b. Uji Lanjut Anava
Jika dalam pengujian hipotesis, hipotesis nol (H0) ditolak yang bararti hipotesis
alternatif (H1) diterima, maka perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui tingkat
pengaruh variabel bebas terahadap variabel terikat yang diteliti. Uji lanjut dilakukan
dengan Analysis of Mean (ANOM) pada minitab 15.
Pengujian hipotesis prestasi afektif dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
a) Hipotesis nol (H0)
(1) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw
terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis
xcv
(2) H02: Tidak ada pengaruh lemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi afektif pada materi listrik dinamis
(3) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada
materi listrik dinamis
b) Hipotesis alternatif (H1)
(1) H11: Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw
terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis
(2) H12:Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi afektif pada materi listrik dinamis
(3) H13: Ada beda pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada
materi listrik dinamis
2) Menetapkan statistik uji
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode Kruskal-Wallis, uji
nonparametrik yang mendasarkan pada median data yang perhitungannya dilakukan
dengan program minitab 15.
3) Menentukan taraf signifikansi α
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini taraf signifikansi (α) ditetapkan =
0,05
4) Menentapkan keputusan uji
Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika p-
value < 0,05
Pengujian hipotesis prestasi psikomotor dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
xcvi
a) Hipotesis nol (H0)
(1) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi
psikomotor pada materi listrik dinamis
(2) H02: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis
(3) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor
pada materi listrik dinamis
b) Hipotesis alternatif (H1)
(1) H11: Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw
terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis
(2) H12: Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis
(3) H13: Ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada
materi listrik dinamis.
2) Menetapkan statistik uji
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode Kruskal-Wallis, uji
nonparametrik yang mendasarkan pada median data yang perhitungannya dilakukan
dengan program minitab 15.
3) Menentukan taraf signifikansi α
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini taraf signifikansi (α) ditetapkan =
0,05.
4) Menentapkan keputusan uji
xcvii
Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika p-
value < 0,05
xcviii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari Kemampuan alat ukur
listrik siswa, Aktivitas belajar, dan nilai prestasi belajar Fisika pada materi pokok
Listrik dinamis. Data diperoleh dari kelas X7 dan X10 sebagai kelas experimen I yang
menggunakan model STAD, serta X11 dan X12 sebagai kelas experimen II yang
menggunakan model JIGSAW.
1. Prestasi Belajar Fisika
Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka
nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan seseorang dikatakan belajar jika
menunjukkan terjadinya perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku
ini sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Bila seseorang telah menunjukkan
perubahan perilaku dalam suasana yang serupa pada dua waktu yang berbeda, orang
tersebut dikatakan telah belajar. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun
yang menyangkut sikap (afektif). Perubahan yang diperoleh setelah proses belajar
Fisika dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun sikap yang
berhubungan dengan pelajaran Fisika. Dalam penelitian ini prestasi belajar Fisika
xcix
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Adapun soal tes prestasi dan hasil
belajar Fisika siswa secara lengkap tersaji pada lampiran 18 dan 19. Untuk
memudahkan dalam pembacaan data hasil belajar Fisika, ringkasan dari lampiran
tersebut disajikan pada tabel 4.1 berikut,
Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Fisika
Total Variable Model Count Mean StDev Minimum Median Maximum Kognitif JIGSAW 78 82,449 7,191 63,000 83,000 99,000 STAD 78 84,167 5,778 71,000 84,000 98,000 Afektif JIGSAW 78 78,01 9,31 55,00 77,50 95,00 STAD 78 74,744 3,273 67,000 74,500 83,000 Psikomotor JIGSAW 78 84,769 6,300 70,000 85,000 98,000 STAD 78 82,231 3,993 73,000 82,500 91,000
Sedangkan distribusi frekuensi nilai prestasi belajar Fisika siswa pada kelas
yang menggunakan model pembelajaran STAD dan JIGSAW disajikan pada tabel 4.2
hingga 4.7 berikut,
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Pada Kelas
yang menggunakan Model STAD
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
71 – 74 3 72,5 3 3,85%
75 – 78 11 76,5 14 14,10%
79 – 82 17 80,5 31 21,79%
83 – 86 21 84,5 52 26,92%
87 – 90 12 88,5 64 15,38%
c
91 – 94 12 92,5 76 15,38%
95 – 98 2 96,5 78 2,56%
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif pada kelas
yang menggunakan Model JIGSAW
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
59 – 64 1 61,5 1 1,28%
65 – 70 5 67,5 6 6,41%
71 – 76 6 73,5 12 7,69%
77 – 82 22 79,5 34 28,21%
83 – 88 26 85,5 60 33,33%
89 – 94 14 91,5 74 17,95%
95 – 100 4 97,5 78 5,13%
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Pada Kelas yang menggunakan Model STAD
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
65 – 67 1 66 1 1,28%
68 – 70 7 69 8 8,97%
71 – 73 17 72 25 21,79%
74 – 76 31 75 56 39,74%
77 – 79 16 78 72 20,51%
80 – 82 5 81 77 6,41%
83 – 85 1 84 78 1,28% Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif pada kelas yang
menggunakan Model JIGSAW
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
55 – 60 4 57,5 4 5,13%
61 – 66 5 63,5 9 6,41%
67 – 72 7 69,5 16 8,97%
73 – 78 23 75,5 39 29,49%
ci
79 – 84 19 81,5 58 24,36%
85 – 90 15 87,5 73 19,23%
91 – 96 5 93,5 78 6,41%
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor Pada Kelas yang menggunakan Model STAD
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
72 – 74 2 73 2 2,56%
75 – 77 5 76 7 6,41%
78 – 80 24 79 31 30,77%
81 – 83 15 82 46 19,23%
84 – 86 22 85 68 28,21%
87 – 89 8 88 76 10,26%
90 – 92 2 91 78 2,56%
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor pada kelas yang menggunakan Model JIGSAW
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
66 – 70 1 68 1 1,28% 71 – 75 5 73 6 6,41% 76 – 80 13 78 19 16,67% 81 – 85 20 83 39 25,64% 86 – 90 26 88 65 33,33% 91 – 95 9 93 74 11,54% 96 – 100 4 98 78 5,13%
Adapun bentuk histogram dari masing-masing tabel tersebut adalah sebagai berikut,
cii
a.
b.
Gambar 4.1 Histogram Prestasi Kognitif, a. Model STAD, b. Model Jigsaw
ciii
a.
b.
Gambar 4.2 Histogram Prestasi Afektif, a. Model STAD, b. Model Jigsaw
civ
a.
b.
Gambar 4.3 Histogram Prestasi Psikomotor, a. Model STAD, b. Model Jigsaw
2. Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik Siswa
cv
Dalam penelitian ini data kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa
diperoleh dari nilai pada materi alat ukur listrik siswa. Kemampuan menggunakan alat
ukur listrik siswa dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan menggunakan alat ukur
listrik tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah. Penggolongan
kemampuan menggunakan alat ukur listrik berdasarkan data nilai alat ukur listrik
siswa. Siswa dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi jika
skor kemampuan menggunakan alat ukur listriknya lebih besar atau sama dengan rerata
dan dikatakan rendah jika skor kemampuan menggunakan alat ukur listrik lebih rendah
dari rerata. Deskripsi data kemampuan menggunakan alat ukur listrik dapat dilihat pada
tabel 4.8 berikut,
Tabel 4.8 Deskripsi Data Kemampuan alat ukur listrik Siswa
Model = JIGSAW Total K-AUL Count Mean StDev Minimum Median Maximum rendah 50 77,540 3,085 70,000 78,000 81,000 tinggi 28 84,107 1,988 82,000 84,000 90,000
Model = STAD Total K-AUL Count Mean StDev Minimum Median Maximum rendah 28 77,393 3,131 70,000 77,500 81,000 tinggi 50 86,880 3,595 82,000 86,000 95,000
3. Data Aktivitas Belajar Siswa
Setiap peserta didik mempunyai pola aktivitas belajar yang berbeda. aktivitas
belajar adalah kegiatan fisik dan mental yang diwujudkan dalam bekerjasama,
menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan pada kegiatan belajar mengajar.
Aktivitas belajar siswa dapat dapat diamati guru ketika kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Kegiatan fisik siswa yang dapat diamati antara lain: 1) Mendengarkan
cvi
dengan penuh perhatian; 2) Berada dalam tugas; 3) Mengambil giliran dan berbagi
tugas; 4) Mendorong partisipasi; serta 5) Berdiskusi dan bertanya. Tingkat aktivitas
belajar diukur menggunakan perangkat observasi. Adapun skor hasil observasi tersebut
dari masing-masing kelompok disajikan pada tabel 4.9 berikut,
Tabel 4.9 Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa
Model = JIGSAW Total K-Aktiv Count Mean StDev Minimum Median Maximum rendah 28 65,46 7,97 48,00 68,00 75,00 tinggi 50 84,160 6,205 76,000 84,000 100,000
Model = STAD Total K-Aktiv Count Mean StDev Minimum Median Maximum rendah 39 60,03 12,28 32,00 64,00 74,00 tinggi 39 86,03 7,41 76,00 84,00 100,00
Distribusi frekuensi skor hasil tes aktivitas belajar siswa pada kelas yang
menggunakan model pembelajaran STAD dan JIGSAW disajikan pada tabel 4.10 dan
4.11 di bawah.
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas yang menggunakan Model STAD
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
31 – 40 4 35,5 4 5,13%
41 – 50 4 45,5 8 5,13%
51 – 60 9 55,5 17 11,54%
61 – 70 12 65,5 29 15,38%
71 – 80 22 75,5 51 28,21%
81 – 90 19 85,5 70 24,36%
91 – 100 8 95,5 78 10,26% Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas yang
menggunakan Model JIGSAW
Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen
cvii
45 – 52 2 48,5 2 2,56%
53 – 60 4 56,5 6 5,13%
61 – 68 9 64,5 15 11,54%
69 – 76 22 72,5 37 28,21%
77 – 84 20 80,5 57 25,64%
85 – 92 16 88,5 73 20,51%
93 – 100 5 96,5 78 6,41%
Untuk memperjelas distribusi skor di atas, berikut adalah histogram aktivitas
belajar yang disajikan pada gambar 4.4 dan 4.5,
Gambar 4.4 Histogram skor Aktivitas Belajar siswa pada kelas yang menggunakan Model STAD
cviii
Gambar 4.5 Histogram skor Aktivitas Belajar siswa pada kelas yang menggunakan Model JIGSAW
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji statistik yang digunakan untuk
mengetahui sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan dengan bantuan
software Minitab 15 series. Komputasi selengkapnya terdapat pada lampiran 20 dan
ringkasan hasilnya disajikan pada tabel 4.12 berikut,
cix
Gambar 4.6 Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif- STAD
Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi
(α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi kognitif –
STAD tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan
bahwa data terdistribusi normal.
cx
Gambar 4.7 Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif- Jigsaw
Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi
(α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi kognitif –
Jigsaw tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan
bahwa data terdistribusi normal
Gambar 4.8 Uji Normalitas Data Prestasi Afektif- STAD
Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi
(α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi afektif –
STAD tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan
bahwa data terdistribusi normal.
cxi
Gambar 4.9 Uji Normalitas Data Prestasi Afektif- Jigsaw
Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi
(α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi afektif –
Jigsaw tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan
bahwa data terdistribusi normal
Gambar 4.10 Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotorf- STAD
Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi
(α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi psikomotorf –
cxii
STAD tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan
bahwa data terdistribusi normal
Gambar 4.11 Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor - Jigsaw
Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi
(α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi psikomotorf –
Jigsaw tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan
bahwa data terdistribusi normal.
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
No. Data Model p-value Ryan-Joiner Distribusi Data
1 Prestasi Kognitif STAD >0,100 0,995 Normal 2 Prestasi Kognitif JIGSAW >0,100 0,998 Normal 3 Prestasi Afektif STAD >0,100 0,997 Normal 4 Prestasi Afektif JIGSAW >0,100 0,993 Normal 5 Prestasi Psikomotor STAD >0,100 0,993 Normal 6 Prestasi Psikomotor JIGSAW >0,100 0,996 Normal 7 Kemampuan Alat Ukur Listrik STAD >0,100 0,997 Normal 8 Kemampuan Alat Ukur Listrik JIGSAW >0,100 0,997 Normal 9 Aktivitas Belajar STAD 0,099 0,994 Normal 10 Aktivitas Belajar JIGSAW >0,100 0,987 Normal
cxiii
Dari hasil Uji Normalitas data prestasi, kemampuan menggunakan alat ukur
listrik, dan aktivitas belajar di atas, yang diuji dengan kriteria Ryan-Joiner (RJ)
didapatkan bahwa p-value > 0,05 untuk Uji Normalitas yang dilakukan. Berdasarkan
hasil uji tersebut, maka dapat diambil keputusan data prestasi, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar berdistribusi normal. Kriteria uji
normalitas adalah “tolak hipotesis null (data tidak menyalahi kriteria berdistribusi
normal) jika p-value < alpha 5%”.
2. Uji Homogenitas
Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas yang
peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai pendukung keputusan dilakukan
juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini adalah prestasi kognitif, Afektif dan
psikomotor. Sedangkan sebagai faktornya adalah model pembelajaran (STAD dan
JIGSAW), kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar siswa. Hasil
uji homogenitas disajikan dalam tabel 4.13 dan hasil analisis selengkapnya disajikan
pada lampiran hasil analisa data.
Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
p-value No. Respon Faktor F
Test Levene’s
Test Keputusan
1 Prestasi Kognitif Model 0,057 0,203 Homogen 2 Prestasi Kognitif K-AUL 0,830 0,989 Homogen
3 Prestasi Kognitif K-Aktiv
0,179 0,372 Homogen
4 Prestasi Afektif Model 0,000 0,000 Tidak Homogen
5 Prestasi Afektif K-AUL 0,299 0,642 Homogen 6 Prestasi Afektif K- 0,000 0,001 Tidak
cxiv
Dari tabel 4.13 di atas terlihat bahwa tidak semua nilai sehingga
tidak semua Ho yang diajukan (data prestasi tidak menyalahi kriteria homogenitas)
tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data prestasi berdasarakan faktor
Model, kategori kemampuan alat ukur listrik dan tingkat Aktivitas belajar siswa tidak
terpenuhi pada komponen prestasi Afektif untuk semua faktor dan pada prestasi
psikomotor pada komponen model, sehingga uji selanjutnya, yaitu uji Anova hanya
dapat dilakukan untuk data prestasi kognitif saja. Adapun data prestasi afektif dan
psikomotor untuk selanjutnya diuji dengan metode Kruskal-Wallis, alternatif
nonparametrik untuk Anava.
C. Pengujian Hipotesis
Dalam berbagai kasus, diperlukan pengujian signifikansi perbedaan tidak hanya
antara dua mean sampling, tetapi juga antara tiga, empat atau lebih. Alternatif
pengujian yang disertakan Minitab 15 untuk kasus seperti yang diperkirakan di atas
adalah prosedur uji hipotesis Analysis of Variance, ANOVA dan Analisis Kruskal-
Wallis
1. Analisis Variansi Prestasi Kognitif
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan Anova tiga jalan sebab,
faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas sejumlah tiga faktor, yaitu
Aktiv Homogen 7 Prestasi
Psikomotor Model 0,000 0,000 Tidak
Homogen
8 Prestasi Psikomotor
K-AUL 0,620 0,515 Homogen
9 Prestasi Psikomotor
K-Aktiv
0,463 0,225 Homogen
cxv
model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar
siswa. Adapun rangkuman hasil analisis variansi tiga jalan dengan frekuensi sel tidak
sama dapat dicermati pada tabel 4.14 sedangkan hasil lengkapnya tercantum pada
lampiran hasil analisa data.
Tabel 4.14 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Kognitif Analysis of Variance for Kognitif, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Model 1 115,10 21,30 21,30 0,57 0,451 K-AUL 1 307,73 398,74 398,74 10,69 0,001 K-Aktiv 1 81,20 17,86 17,86 0,48 0,490 Model*K-AUL 1 407,41 527,48 527,48 14,14 0,000 Model*K-Aktiv 1 20,06 0,02 0,02 0,00 0,984 K-AUL*K-Aktiv 1 125,25 140,46 140,46 3,76 0,054 Model*K-AUL*K-Aktiv 1 87,68 87,68 87,68 2,35 0,127 Error 148 5522,80 5522,80 37,32 Total 155 6667,23 S = 6,10870 R-Sq = 17,17% R-Sq(adj) = 13,25%
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan Hipotesis
penelitian sebagai berikut:
(8) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi
kognitif pada materi listrik dinamis, tidak ditolak sebab p-value model = 0,451 >
0,050.
(9) H02: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi kognitif pada materi listrik dinamis ditolak sebab p-value kemampuan
menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,001 < 0,050.
(10) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap kognitif pada materi
listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value aktivitas belajar siswa = 0,490 > 0,050.
(11) H012: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
cxvi
dinamis ditolak sebab p-value interaksi model dan kemampuan menggunakan alat
ukur listrik = 0,000 < 0,050.
(12) H013: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar
terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value
interaksi model dan aktivitas belajar = 0,984 > 0,050.
(13) H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan
aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis tidak ditolak
sebab p-value interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan
aktivitas belajar = 0,054 > 0,050.
(14) H0123: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan
alat ukur listrik, dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
dinamis tidak ditolak sebab p-value interaksi antara model, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar = 0,127 > 0,050.
Dari beberapa hipotesis diatas ada hasil yang nilai probabilitasnya lebih kecil
daripada alpha (p-value < α), maka langkah statistik lebih lanjut untuk mengetahui
kemampuan menggunakan alat ukur listrik mana yang memberikan pengaruh signifikan
terhadap prestasi belajar Fisika, serta bagaimana bentuk interaksi model pembelajaran
dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik.
2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan
Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui
karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini uji
komparasi ganda dilakukan pada hipotesis H02.
cxvii
Hasil Anova yang perlu diuji lebih lanjut adalah hasil pada H12, yaitu: “ada
pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar Fisika
pada materi listrik dinamis”.
Adapun hasil uji lanjut untuk mengetahui kemampuan menggunakan alat ukur
listrik mana yang memiliki pengaruh paling signifikan tersaji dalam tabel 4.15 tentang
rangkuman anova satu jalan berikut,
Tabel 4.15 Rangkuman Anova Satu Jalan Prestasi Kognitif vs K-AUL Source DF SS MS F P K-AUL 1 394,3 394,3 9,68 0,002 Error 154 6273,0 40,7 Total 155 6667,2 S = 6,382 R-Sq = 5,91% R-Sq(adj) = 5,30% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --------+---------+---------+---------+- rendah 78 81,718 6,692 (--------*--------) tinggi 78 84,897 6,057 (--------*--------) --------+---------+---------+---------+- 81,6 83,2 84,8 86,4Pooled StDev = 6,382
cxviii
Gambar 4.12 Grafik Uji ANOM Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik
terhadap Prestasi Kognitif
Tingkat kemampuan alat ukur listrik memberikan efek berbeda terhadap
pencapaian prestasi belajar Fisika, dimana siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi mendapatkan rerata prestasi yang signifikan lebih
tinggi, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik
rendah mendapatkan prestasi yang relatif lebih rendah.
3. Analisis Kruskal-Wallis
Berdasarkan pada hasil perhitungan sebelumnya, diketahui bahwa data afektif
dan psikomotor berdistribusi normal namun tidak memenuhi syarat homogenitas saat
diuji dengan faktor model. Oleh sebab itu, kedua ranah tersebut sebagai aternatif
pengujiannya dilakukan dengan metode Kruskal-Wallis, uji nonparametrik yang
mendasarkan pada median data. Bukan mean seperti pada uji Anava dan uji parametrik
lainnya. Berikut adalah hasil uji Kruskal-Wallis untuk ranah Afektif (tabel 4.16, 4.17
dan 4.18) dan ranah Psikomotor (tabel 4.19, 4.20 dan 4.21) dengan faktor penguji
model, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan tingkat aktivitas belajar siswa.
Tabel 4.16 Rangkuman Afektif versus Model
Kruskal-Wallis Test on Afektif Model N Median Ave Rank Z JIGSAW 78 77,50 91,5 3,60 STAD 78 74,50 65,5 -3,60 Overall 156 78,5 H = 12,94 DF = 1 P = 0,000 H = 13,16 DF = 1 P = 0,000 (adjusted for ties)
Tabel 4.17 Rangkuman Afektif versus K-AUL
cxix
Kruskal-Wallis Test on Afektif K-AUL N Median Ave Rank Z rendah 78 75,00 72,4 -1,68 tinggi 78 76,00 84,6 1,68 Overall 156 78,5 H = 2,82 DF = 1 P = 0,093 H = 2,86 DF = 1 P = 0,091 (adjusted for ties)
Tabel 4.18 Rangkuman Afektif versus K-Aktiv
Kruskal-Wallis Test on Afektif K-Aktiv N Median Ave Rank Z rendah 67 75,00 73,3 -1,24 tinggi 89 75,00 82,4 1,24 Overall 156 78,5 H = 1,54 DF = 1 P = 0,214 H = 1,57 DF = 1 P = 0,210 (adjusted for ties)
Tabel 4.19 Rangkuman Psikomotor versus Model
Kruskal-Wallis Test on Psikomotor Model N Median Ave Rank Z JIGSAW 78 85,00 88,9 2,88 STAD 78 82,50 68,1 -2,88 Overall 156 78,5 H = 8,29 DF = 1 P = 0,004 H = 8,34 DF = 1 P = 0,004 (adjusted for ties)
Tabel 4.20 Rangkuman Psikomotor versus K-AUL
Kruskal-Wallis Test on Psikomotor K-AUL N Median Ave Rank Z rendah 78 83,00 82,5 1,12 tinggi 78 83,00 74,5 -1,12 Overall 156 78,5 H = 1,25 DF = 1 P = 0,264 H = 1,25 DF = 1 P = 0,263 (adjusted for ties)
Tabel 4.21 Rangkuman Psikomotor versus K-Aktiv Kruskal-Wallis Test on Psikomotor K-Aktiv N Median Ave Rank Z
cxx
rendah 67 85,00 85,1 1,59 tinggi 89 83,00 73,5 -1,59 Overall 156 78,5 H = 2,54 DF = 1 P = 0,111 H = 2,56 DF = 1 P = 0,110 (adjusted for ties)
Dari hasil uji Kruskal-Wallis pada tabel 4.16 hingga tabel 4.21 diperoleh hasil
untuk ranah afektif :
(4) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi
afektif pada materi listrik dinamis, ditolak sebab p-value = 0,000 < 0,050.
(5) H01: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi afektif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,093 >
0,050.
(6) H01: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada
materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,214 > 0,050.
Dan hasil untuk ranah psikomotor:
a. H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi
psikomotor pada materi listrik dinamis, ditolak sebab p-value = 0,004 < 0,050.
b. H01: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,264
> 0,050.
c. H01: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada
materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,111 > 0,050.
cxxi
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh
penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar listrik
dinamis, apakah ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap
prestasi belajar listrik dinamis, apakah ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi
belajar listrik dinamis, apakah ada interaksi antara model dan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik siswa, apakah ada interaksi antara model dan aktivitas
belajar siswa, apakah ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik
dan aktivitas belajar siswa, dan apakah ada interaksi antara model pembelajaran,
kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi
belajar listrik dinamis.
Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model STAD
untuk kelas eksperimen I dan model Jigsaw untuk kelas eksperimen II. Pengukuran
kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa dilakukan sebelum pembelajaran
listrik dinamis berlangsung, yaitu dengan melihat data nilai pada bab alat ukur listrik
siswa, sedangkan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dilakukan dengan observasi
aktivitas belajar yang berlangsung selama proses pembelajaran sebelum materi listrik
dinamis. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes kemampuan kognitif untuk
mengukur prestasi belajar listrik dinamis siswa. Sedangkan prestasi afektif dan
psikomotor diambil selama proses pembelajaran berlangsung pada materi listrik
dinamis dengan alat cheklist.
1. Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Kognitif
a. Hipotesis Pertama
cxxii
Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama
diperoleh p-value model pembelajaran = 0,451 > 0,050 maka Ho (tidak ada pengaruh
penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar) tidak ditolak, ini berarti
bahwa antara model STAD dan Jigsaw tidak memiliki pengaruh terhadap prestasi
belajar listrik dinamis siswa. Kedua model pembelajaran ini sama kuat pengaruhnya
terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis. Hal ini dapat dilihat pada
rata-rata nilai prestasi belajar Fisika yang menunjukkan lebih tinggi daripada kriteria
ketuntasan minimal (KKM: 70) yang dipatok, siswa yang dibelajarkan dengan model
STAD dan Jigsaw masing-masing rerata prestasi kognitifnya 84,167 dan 82,449.
Dengan demikian kedua model pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam
pembelajaran Fisika khususnya pada materi listrik dinamis.
Tabel 4.22 Rangking Metode Pembelajaran Kooperatif Method Coop v Comp n Method Coop v Ind n
LT 0,85 25 LT 1,04 57 AC 0,57 19 AC 0,91 11
STAD 0,51 15 GI 0,62 1 TGT 0,48 9 TGT 0,58 5 GI 0,37 2 TAI 0,33 8
Jigsaw 0,29 9 STAD 0,29 14 TAI 0,25 7 CIRC 0,18 1
CIRC 0,18 7 Jigsaw 0,13 5
Sumber: David W et.all. 2000. Cooperative Learning Methods: A Meta Analysis
STAD dan Jigsaw yang merupakan model dari pembelajaran kooperatif yang
digunakan. Menurut Armstrong, Scott, Palmer dan Jesse (1998), yang meneliti STAD
pada tataran effect on student achievement and attitude, menemukan bahwa hasil dari
kedua kelompok terpisah yang sama-sama dibelajarkan dengan STAD prestasinya tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan. Sedangkan menurut hasil meta-analisis
metode pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh David W dan kawan-kawannya
cxxiii
dalam penelitian Cooperative Learning Methods: A Meta Analysis menemukan bahwa
STAD selalu lebih baik rangkingnya dari pada Jigsaw, baik dalam hal rasio antara sifat
kooperatif dengan kompetisi (STAD = 0,51; Jigsaw = 0,29) dan pada rasio antara sifat
kooperatif dengan individu (STAD = 0,29; Jigsaw = 0,13). Untuk peringkat model
kooperatif yang lain perhatikan tabel 4.22 di atas. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa hasil pembelajaran dengan model STAD akan lebih baik hasil
kooperatifnya daripada model Jigsaw. Hanya saja perlu dipahami bahwa yang
dimaksudkan pada tabel di atas adalah tujuan utama pembelajaran kooperatif, yaitu
menghendaki terjadinya kolaborasi (kooperatif) antar siswa meningkat dan mampu
meredam gap atau jurang pemisah yang sedari awal memang menjadi permasalahan
utamanya. Tabel tersebut tidak membicarakan masalah capaian prestasinya. Jadi,
berdasarkan pada hasil kedua penelitian di atas, apa yang ditemukan pada penelitian ini
tidak bertentangan, yaitu: hasil kedua kelas yang dibelajarkan dengan model STAD dan
Jigsaw tidak signifikan perbedaan rerata prestasinya, meskipun siswa yang dibelajarkan
dengan model STAD mendapatkan rerata prestasi yang relatif sedikit lebih baik
hasilnya. Perhatikan kencerderungan arah pengaruh kedua model pada gambar berikut,
cxxiv
Gambar 4.13 Grafik Uji ANOM Model terhadap Prestasi Belajar Fisika
b. Hipotesis Kedua
Uji Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar listrik dinamis, p-value
kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,001 < 0,050. Uji lanjut
menunjukkan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur listrik memberikan pengaruh
signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis, p-value kemampuan
menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,002 < 0,050. Hasil tersebut menandakan
adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif
listrik dinamis. Jika diperhatikan lagi pada hasil rerata kedua kemampuan
menggunakan alat ukur listrik diperoleh informasi bahwa rerata siswa yang
kemampuan menggunakan alat ukur listriknya tinggi dan rendah masing-masing 84,897
dan 81,718. Hal itu berarti bahwa guru dalam proses pembelajaran perlu
memperhatikan faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa untuk
menunjang keberhasilan proses pembelajaran, karena faktor kemampuan menggunakan
alat ukur listrik dalam penelitian ini ternyata berpengaruh signifikan terhadap prestasi
kognitif siswa. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa memberikan efek
dengan arah berbeda terhadap pencapaian prestasi kognitif listrik dinamis, dimana
siswa yang memiliki tingkat K – AUL rendah mendapatkan rerata prestasi kognitif
yang relatif lebih rendah, sedangkan siswa yang memiliki tingkat K – AUL tinggi
mendapatkan prestasi kognitif yang relatif lebih tinggi. Dalam hal ini kategori K –
AUL memberikan arah pengaruh positif terhadap prestasi kognitif, yaitu pengaruhnya
positif untuk kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi. Siswa dengan K - AUL
cxxv
tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah-masalah
listrik dinamis dibanding siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
listrik rendah. untuk lebih jelasnya, perhatikanlah gambar hasil uji lanjut mean berikut,
Gambar 4.14 Grafik Uji ANOM Kemampuan alat ukur listrik terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis
c. Hipotesis Ketiga
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh aktivitas belajar
terhadap prestasi kognitif (p-value Aktivitas belajar siswa = 0,490 > 0,050) dalam
proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa tidak memberikan pengaruh terhadap
prestasi kognitif materi listrik dinamis. Uji lanjut menunjukkan bahwa aktivitas belajar
siswa tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif pada
materi listrik dinamis (p-value aktivitas belajar siswa = 0,204 > 0,050). Hal ini terjadi
karena kemampuan aktivitas belajar sifatnya personal sehingga tidak bisa mengarah
pada pola berinteraksi seperti yang diharapkan pada pendekatan kooperatif, khususnya
dalam pembelajaran materi listrik dinamis.
cxxvi
Tingkat aktivitas belajar siswa memberikan efek tidak berbeda terhadap
pencapaian prestasi kognitif, dimana siswa yang memiliki tingkat aktivitas belajar
tinggi dan rendah mendapatkan rerata prestasi yang hampir sama, yaitu 83,888 dan
82,537.
Gambar 4.15 Grafik Uji ANOM Kategori aktivitas belajar terhadap
Prestasi Belajar Fisika Meskipun tingkat aktivitas belajar tidak memberikan pengaruh signifikan
terhadap prestasi, masih dapat diperoleh informasi bahwa arah pengaruhnya positif
untuk aktivitas belajar tinggi dan negatif untuk aktivitas belajar rendah, sehingga masih
sesuai dengan teori.
d. Hipotesis Keempat
Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa ada
pengaruh K - AUL terhadap prestasi kognitif listrik dinamis, namun tidak demikian
dengan model. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa ada interaksi antara model
dengan K – AUL terhadap prestasi kognitif listrik dinamis (p-value interaksi model
dan K – AUL = 0,000 < 0,050). Hasil uji lanjut semakin memperkuat keputusan
cxxvii
adanya interaksi antara model pembelajaran dngan K – AUL . Dimana, hasil uji
interaksi untuk model dengan K – AUL terlihat pada gambar berikut,
Gambar 4.16 Grafik interaksi model dengan kemampuan alat ukur listrik Hal ini terjadi karena penggunaan model STAD dan Jigsaw sebagai perangsang
untuk proses belajar model STAD telah diprediksikan oleh David W dan kawan-
kawannya bahwa hasil kelompok yang dibelajarkan dengan STAD akan berbeda
signifikan hasilnya dengan yang dibelajarkan menggunakan model Jigsaw pada ranah
kooperatifnya. Demikian juga dengan kemampuan alat ukur listrik siswa, yang
menunjukkan arah tren pengaruh yang positif, berdasarkan hasil uji pada hipotesis
kedua ditemukan bahwa signifikan pengaruhnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
penggunaan model pembelajaran merangsang siswa pada tataran kemampuan alat ukur
listrik individual siswa, sehingga menghasilkan interaksi kedua faktor. Untuk lebih
jelas lagi dalam memaknai keselarasan model pembelajaran dengan kemampuan alat
ukur listrik perhatikan gambar 4.12 di atas. Dengan jelas gambar memperlihatkan
bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model STAD lebih baik hasilnya daripada
Jigsaw pada umumnya, dan siswa dengan kemampuan alat ukur listrik tinggi lebih baik
cxxviii
hasilnya jika dibelajarkan dengan model Jigsaw, sebaliknya siswa dengan kemampuan
alat ukur listrik rendah sangat cocok dengan model STAD. Artinya, ada kesebalikan
antara model dengan kemampuan alat ukur siswa.
e. Hipotesis Kelima
Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan
model pembelajaran terhadap prestasi listrik dinamis dan tidak ada pengaruh aktivitas
belajar terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Sehingga hasil uji statistik interaksi
faktor tersebut memperlihatkan bahwa tidak terjadi interaksi pengaruh antara model
pembelajaran dengan aktivitas belajar prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (p-
value interaksi model dan aktivitas belajar = 0,984 > 0,050). Hal ini menandakan
bahwa penggunaan model STAD dan Jigsaw sebagai perangsang untuk proses belajar
model STAD tidak berbeda signifikan hasilnya. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan
model pembelajaran yang digunakan selaras dengan efek aktivitas belajar siswa, dalam
hal ini model STAD cnderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi demikian
juga halnya dengan aktivitas belajar tinggi, sehingga tidak menghasilkan interaksi
kedua faktor. Untuk lebih jelas lagi dalam memaknai interaksi model pembelajaran
dengan aktivitas belajar siswa perhatikan gambar berikut ini,
cxxix
Gambar 4.17 Grafik interaksi Model dan Aktivitas belajar terhadap
Prestasi kognitif listrik dinamis
f. Hipotesis Keenam
Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara K - AUL dan
aktivitas belajar terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis (p-value
interaksi antara K – AUL dan aktivitas belajar = 0,054 > 0,050). Hasil ini merupakan
konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu secara parsial K - AUL berpengaruh
signifikan terhadap prestasi belajar dan aktivitas belajar yang tidak berpengaruh
terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Secara parsial aktivitas belajar dan K – AUL
memberikan pengaruh yang memiliki tren positif terhadap pencapaian prestasi.
Interaksi tidak terjadi pada ranah K – AUL tinggi dengan aktivitas belajar. Hanya saja,
dari grafik interkasi nampak bahwa ada kecenderungan interaksi dan menurut statistik
memang demikian, hampir terjadi interaksi. Kecenderungan tersebut terlihat pada level
cxxx
aktivitas belajar tinggi baik pada siswa dengan K - AUL tinggi maupun rendah. Untuk
mengetahui pola interaksi kedua faktor tersebut perhatikan gambar berikut,
Gambar 4.18 Grafik interaksi Kemamp. mengg. alat ukur listrik dan
aktivitas belajar terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis
g. Hipotesis Ketujuh
Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara model
pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar (p-value
interaksi antara model, kemampuan alat menggunakan ukur listrik dan aktivitas belajar
= 0,127 > 0,050). Seperti yang telah dijabarkan di atas, meskipun secara mandiri faktor
kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa berpengaruh signifikan terhadap
perolehan prestasi kognitif siswa, ternyata tidak mampu memberikan pengaruh
signifikan dalam hal interaksi dengan faktor lainnya, model pembelajaran dan aktivitas
belajar siswa.
cxxxi
85,0
82,5
80,0
tinggirendah
tinggirendah
85,0
82,5
80,0
STADJIGSAW
85,0
82,5
80,0
Model
K-AUL
K-Aktiv
JIGSAWSTAD
Model
rendahtinggi
K-AUL
rendahtinggi
K-Aktiv
Interaction Plot for KognitifData Means
Gambar 4.19 Grafik interaksi faktor Model pembelajaran, Kemamp. mengg.
alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap Prestasi Kognitif listrik dinamis
STADJIGSAW
85
84
83
82
t inggirendah
t inggirendah
85
84
83
82
Model
Me
an
K-AUL
K-Akt iv
Main Effects Plot for KognitifData Means
Gambar 4.20 Grafik efek mean faktor Model pembelajaran, Kemamp. mengg.
alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis
cxxxii
Berdasarkan gambar 4.16 diperoleh informasi bahwa baik model pembelajaran
(STAD – Jigsaw), kemampuan alat ukur listrik (tinggi – rendah) dan aktivitas belajar
siswa (tinggi – rendah) sama-sama memiliki tren positif.
2. Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Afektif
Pengujian hasil penelitian untuk data prestasi afektif tidak bisa menggunakan uji
anava sebagaimana halnya pada komponen prestasi kognitif. Perbedaan keduanya
tidak akan mempengaruhi hasil penelitian, dalam artian sama saja. Hanya prosedur
pengujiannya saja yang berbeda, pada uji anava penarikan keputusan didasarkan pada
mean (rerata) kedua pihak yang dibandingkan. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis
(nonparametrik) lebih membandingkan pada mediannya.
Hasil uji Kruskal-Wallis untuk data prestasi afektif yang dibandingkan menurut
model pembelajarannya diperoleh hasil bahwa kedua kelas berbeda mediannya terbukti
dengan nilai p statistiknya sebesar 0,000. Kelas yang dibelajarkan dengan model
Jigsaw 77,50 sedangkan yang dibelajarkan dengan model STAD 74,50. Hal ini berarti
ada perbedaan yang signifikan dengan model Jigsaw sebagai pilihan utamanya.
Pada hasil pengujian untuk Prestasi Afektif dengan faktor kemampuan
menggunakan alat ukur listrik diperoleh hasil p = 0,093. Masing-masing memiliki
median 75,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik
rendah dan 76,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur
listrik tinggi. Hal ini berarti kemampuan menggunakan alat ukur listrik tidak
memberikan efek berbeda terhadap prestasi afektif siswa.
cxxxiii
Pada faktor aktivitas belajar siswa, yang kadang kita mengiranya sebagai ranah
afektif siswa, ternyata diperoleh hasil analisis dengan p sebesar 0,214 dan besar median
masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan rendah 75,00
dan 75,00. Tepat sama median keduanya. Hal ini berarti faktor aktivitas belajar benar-
benar tidak memberikan efek perbedaan sama sekali terhadap prestasi Afektif.
3. Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Psikomotor
Seperti halnya pada ranah afektif, pengujian hasil penelitian untuk data prestasi
psikomotor tidak bisa menggunakan uji anava melainkan uji Kruskal wallis. Perbedaan
keduanya tidak membedakan hasil penelitian, dalam artian sama saja. Hanya prosedur
pengujian prasyaratnya saja yang berbeda, pada uji anava penarikan keputusan
didasarkan pada mean (rerata) kedua pihak yang dibandingkan dengan persyaratan
memnuhi kriteria kenormalan dan homogenitas. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis
(nonparametrik) lebih membandingkan pada mediannya dan tanpa persyaratan
kenormalan dan homogenitas data.
Hasil uji Kruskal-Wallis untuk data prestasi psikomotor yang dibandingkan
menurut model pembelajarannya diperoleh hasil bahwa kedua kelas berbeda mediannya
terbukti dengan nilai p statistiknya sebesar 0,004. Median kelas yang dibelajarkan
dengan model Jigsaw 85,00 sedangkan yang dibelajarkan dengan model STAD 82,50.
Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh model Jigsaw dan
STAD, dengan model Jigsaw sebagai pilihan utamanya. Hal ini disebabkan pada
kelompok model pembelajaran Jigsaw siswa ahli masing-masing bertanggung jawab
untuk menjelaskan ulang pada kelompok asal. Sedangkan pada model STAD
cxxxiv
penekanannya lebih pada proses belajar bersama (kelompok), tidak ada tanggung jawab
untuk menjelaskan pada kelompoknya sendiri karena memang proses dialami bersama-
sama.
Pada hasil pengujian untuk Prestasi psikomotor dengan faktor kemampuan
menggunakan alat ukur listrik diperoleh hasil p = 0,264. Masing-masing memiliki
median 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik
rendah dan 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur
listrik tinggi. Hal ini berarti kemampuan menggunakan alat ukur listrik tidak
memberikan efek berbeda terhadap prestasi afektif siswa, bahkan pengaruh keduanya
tepat sama.
Pada faktor aktivitas belajar siswa, ternyata diperoleh hasil analisis dengan p
sebesar 0,111 dan besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas
belajar tinggi dan rendah 83,00 dan 85,00. Hampir sama median keduanya. Hal ini
berarti faktor aktivitas belajar tidak memberikan efek perbedaan sama sekali terhadap
prestasi psikomotor.
Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai berikut:
a). Penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw berpengaruh signifikan
terhadap pencapaian prestasi kognitif siswa, bahkan untuk ranah Afektif dan
Psikomotor, model Jigsaw diketahui lebih efektif pengaruhnya terhadap siswa daripada
model STAD. b). Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik memberikan sumbangan besar terhadap pemahaman
siswa akan konsep Fisika pada materi listrik dinamis terutama pada siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi
cxxxv
yang dibelajarkan dengan model STAD. Hal ini disebabkan karena STAD menarik dan
berkesan bagi siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini, meskipun sudah direncanakan dan melalui proses evaluasi
sebelum dilaksanakan, tidak terlepas juga dari keterbatasannya. Adapun beberapa hal
yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1) Pada saat peneliti
mengambil keputusan bahwa SMA Negeri 3 Surakarta sebagai tempat untuk menguji
validitas dan reliabilitas instrument, kepastian apakah SMA Negeri 3 Surakarta dengan
SMA Negeri 1 Surakarta benar-benar ekivalen sehingga hasilnya dapat diterapkan di
SMA Negeri 1 Surakarta, belum ada penelitian sebelumnya. Pertimbangan peneliti
pada status dua sekolah tersebut sama negeri, ada tiga program regular, rsbi dan
akselerasi. Hal ini tidak menutup kemungkinan mempengaruhi hasil kesimpulan; 2)
Pada penelitian ini, tingkat kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas
belajar hanya mengkategorikan tinggi dan rendah saja, peneliti tidak melibatkan
kategori sedang. Hal ini barangkali mempengaruhi hasil kesimpulan; 3) Pada penelitian
ini hanya sebagian faktor saja yang diteliti yaitu strategi pembelajaran sebagai faktor
ekstern dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik serta aktivitas belajar sebagai
faktor intern. Hal ini dapat mempengaruhi kesimpulan; 4). Strategi pembelajaran yang
dipilih pada penelitian ini selain memiliki kelebihan tentu juga memiliki kelemahan.
Hal ini dapat mempengaruhi hasil kesimpulan.
cxxxvi
cxxxvii
Jurnal International,
th. 2000
cxxxviii
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan untuk ranah kognitif sebagai berikut:
1. Kedua model pengaruhnya sama kuat terhadap prestasi kognitif materi listrik
dinamis. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi kognitif yang lebih tinggi
daripada kriteria ketuntasan minimal (KKM: 70). Siswa yang dibelajarkan dengan
model STAD dan Jigsaw rerata prestasi kognitifnya 84,167 dan 82,449. Dari hasil
analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama diperoleh p-value
model pembelajaran = 0,451 > 0,050. Kedua model pembelajaran ini sama-sama
dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika khususnya pada materi listrik dinamis.
Jadi dapat disimpulkan :
Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar
Fisika pada materi listrik dinamis.
2. Uji lanjut menunjukkan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur listrik
memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
dinamis, p-value kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,002 <
0,050. Hasil tersebut menandakan adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat
ukur listrik terhadap prestasi kognitif listrik dinamis sebab rerata prestasi kognitif
pada siswa yang kemampuan menggunakan alat ukur listriknya tinggi dan rendah
masing-masing 84,897 dan 81,718. Sehingga dapat disimpulkan :
cxxxix
Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar
Fisika pada materi listrik dinamis.
3. Uji lanjut menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa tidak memberikan perbedaan
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (p-
value aktivitas belajar siswa = 0,204 > 0,050). Hal ini terjadi karena kemampuan
aktivitas belajar sifatnya personal sehingga tidak bisa mengarah pada pola
berinteraksi seperti yang diharapkan pada pendekatan kooperatif, khususnya dalam
pembelajaran materi listrik dinamis. Maka disimpulkan :
Tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
dinamis.
4. Hasil uji interaksi menunjukkan p-value = 0,000 < 0,050. Hasil uji lanjut semakin
memperkuat keputusan adanya interaksi antara model pembelajaran dngan
kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Siswa yang dibelajarkan dengan model
STAD lebih baik hasilnya daripada Jigsaw pada umumnya, dan siswa dengan
kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi lebih baik hasilnya jika
dibelajarkan dengan model Jigsaw, sebaliknya siswa dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah sangat cocok dengan model STAD. Artinya,
ada kesebalikan antara model dengan kemampuan menggunakan alat ukur siswa.
Sehingga dapat diambil kesimpulan :
Ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
dinamis.
5. Hasil uji interaksi menunjukkan p value = 0,984 > 0,050. Penggunaan model
STAD dan Jigsaw sebagai perangsang untuk proses belajar, model STAD tidak
cxl
berbeda signifikan hasilnya. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan model
pembelajaran yang digunakan selaras dengan efek aktivitas belajar siswa, dalam
hal ini model STAD cenderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi
demikian juga halnya dengan aktivitas belajar tinggi, sehingga tidak menghasilkan
interaksi kedua faktor. Maka disimpulkan :
Tidak ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar
terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis.
6. Hasil uji interaksi menunjukkan p value = 0,054 > 0,050. Hasil ini merupakan
konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu secara parsial kemampuan
menggunakan alat ukur listrik berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar dan
aktivitas belajar yang tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar listrik dinamis.
Hasil pada grafik interaksi menunjukkan bahwa ada kecenderungan interaksi pada
level aktivitas belajar tinggi baik pada siswa dengan kemampuan menggunakan
alat ukur listrik tinggi maupun rendah. Kesimpulannya :
Tidak ada interaksi pengaruh antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik
dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis.
7. Hasil uji interaksi menunjukkan p value = 0,127 > 0,050. Meskipun secara
mandiri faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa berpengaruh
signifikan terhadap perolehan prestasi kognitif siswa, ternyata tidak mampu
memberikan pengaruh signifikan dalam hal interaksi dengan faktor lainnya, model
pembelajaran dan aktivitas belajar siswa. diperoleh informasi bahwa baik model
pembelajaran (STAD – Jigsaw), kemampuan menggunakan alat ukur listrik (tinggi
– rendah) dan aktivitas belajar siswa (tinggi – rendah) sama-sama memiliki
kecenderungan positif. Sehingga dapat disimpulkan :
cxli
Tidak ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar Fisika
pada materi listrik dinamis.
Sedangkan kesimpulan utuk ranah Afektif adalah:
1. Kelas yang dibelajarkan dengan model Jigsaw prestasi afektifnya 77,50 sedangkan
yang dibelajarkan dengan model STAD 74,50. Hal ini berarti model Jigsaw
sebagai pilihan utamanya. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis p-value = 0,000 <
0,050. Maka dapat disimpulkan :
Ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi afektif pada
materi listrik dinamis.
2. Masing-masing memiliki median 75,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan 76,00 untuk kelompok siswa dengan
kemampuan alat ukur listrik tinggi. Dari uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value =
0,093 > 0,050. Dapat disimpulkan :
Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi
afektif pada materi listrik dinamis.
3. Besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi
dan rendah 75,00 dan 75,00. Tepat sama median keduanya. Hal ini berarti faktor
aktivitas belajar benar-benar tidak memberikan efek perbedaan sama sekali
terhadap prestasi afektif. Pada uji Kruskal-Wallis p-value = 0,214 > 0,050.
Sehingga dapat disimpulkan :
Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada materi
listrik dinamis.
Dan, hasil untuk ranah psikomotor:
cxlii
1. Median kelas yang dibelajarkan dengan model Jigsaw 85,00 sedangkan yang
dibelajarkan dengan model STAD 82,50. Hal ini berarti model Jigsaw sebagai
pilihan utamanya. Pada uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value = 0,004 < 0,050.
Dapat disimpulkan :
Ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi psikomotor
pada materi listrik dinamis.
2. Masing-masing memiliki median 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan 83,00 untuk kelompok siswa dengan
kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi. Hal ini berarti kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tidak memberikan efek berbeda terhadap prestasi
afektif siswa, bahkan pengaruh keduanya tepat sama. Pada uji Kruskal-Wallis
diperoleh p-value = 0,264 > 0,050. Dapat disimpulkan :
Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi
psikomotor pada materi listrik dinamis.
3. Besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi
dan rendah 83,00 dan 85,00. Hampir sama median keduanya. Hal ini berarti faktor
aktivitas belajar tidak memberikan efek perbedaan terhadap capaian prestasi
psikomotor. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value = 0,111 >
0,050. Sehingga dapat disimpulkan :
Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada
materi listrik dinamis.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
cxliii
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang model STAD dan
Jigsaw yang dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika pada materi pokok listrik
Dinamis. Sekalipun model pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa untuk
memahami konsep pembelajaran Fisika pada materi tersebut, model STAD lebih
mampu merangsang siswa untuk mendapatkan prestasi maksimal daripada model
Jigsaw pada ranah kognitif dan afektif. Sedangkan model Jigsaw bagus untuk
meningkatkan prestasi siswa pada ranah Psikomotor.
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah siswa yang dibelajarkan dengan
model STAD dan Jigsaw ternyata mendapatkan prestasi belajar Fisika yang memenuhi
harapan pada ranah prestasi kognitif dan afektif, dengan model STAD sebagai pilihan
utamanya. Model STAD menjadikan konsep yang dibelajarkan menjadi mudah
diterima sebab kondisi pada pembelajaran model tersebut mampu merangsang siswa
untuk mendapatkan prestasi kognitif dan afektif lebih maksimal daripada model
Jigsaw. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan prestasi kognitif dan afektif khusus pada
materi listrik dinamis sebaiknya diberikan melalui model STAD. Sedangkan untuk
prestasi psikomotor diperoleh hasil maksimal pada siswa yang dibelajarkan dengan
model Jigsaw, sebab pada kelompok model pembelajaran Jigsaw siswa ahli masing-
masing bertanggung jawab untuk menjelaskan ulang pada kelompok asal. Sedangkan
pada model STAD penekanannya lebih pada proses belajar bersama (kelompok), tidak
ada tanggung jawab untuk menjelaskan pada kelompoknya sendiri karena memang
proses dialami bersama-sama.
cxliv
C. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dapat dikemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Saran untuk Guru
Untuk mengajarkan konsep-konsep Fisika diperlukan model pembelajaran yang
mampu membantu siswa pada kondisi senang, rileks dan mudah untuk menerima dan
memahami materi. Ranah Kognitif, afektif dan psikomotor adalah tiga hal berbeda
yang meskipun seringkali tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Namun, pada
kenyataannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk masing-masing ranah
tidak bisa diperoleh dari satu metode yang sama. Hal ini telah terbukti dari hasil
penelitian ini, prestasi ranah kognitif dan afektif dapat dimaksimalkan dengan model
STAD sedangkan prestasi ranah psikomotor melalui model Jigsaw.
2. Saran untuk para peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian
sejenis, pada materi listrik dinamis. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi,
kemampuan menggunakan alat ukur listrik membutuhkan latihan-latihan dan
bimbingan guru. Hal tersebut dapat dilaksanakan pada saat istirahat atau jam tambahan
sore (jam 14.15 – sampai jam 15.00 WIB)/pagi (jam ke nol (jam 06.15 – sampai jam
06.50 WIB). Peningkatan aktivitas belajar supaya diciptakan situasi KBM yang
menyenangkan, siswa suka berdiskusi, berani bertanya, kritis dan memiliki sikap
tanggung jawab. Perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang model
yang tepat digunakan dalam proses pengajaran di kelas sesuai dengan karakter materi
dan aspek (ranah) yang akan digali dari siswa yang dibelajarkan. Tidak semua siswa
cxlv
menerima dengan baik efek setiap model pembelajaran karena setiap anak memiliki
keunikan belajarnya sendiri. Penelitian mengenai penerapan metode dan model lain
yang dapat mempermudah siswa dalam memecahkan permasalahan dalam belajar
Fisika terutama yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran masih perlu
dilakukan. Dengan demikian dapat diharapkan dapat memaksimalkan prestasi belajar
siswa baik ranah kognitif, ranah psikomotor, dan ranah afektif.
cxlvi
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djamil Husin. l988. Kamus Fisika Bergambar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Aminah Ayob, Ng Khar Thoe.l998. Some Constructivists Approches Theory and Practice. Malaysia: Ministry of Education and Culture, The Republic of Indonesia in Cordination With SEMEO RECSAM.
Anita Lie. 2002. Cooperative. Jakarta: Grasindo.
Arends, R I. 2008. 2008. Learning to Teach. (Edisi Ketujuh terjemahan oleh Helly
Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar.
Ari Damari. 2008. Panduan Lengkap Eksperimen Fisika SMA. Jakarta: Penerbit
Wahyu Media. Budiyono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University
Press. Brophy,J.E. 1997. Motivating Student to Learn. Toronto: Mc Grow Hill.
Depdikbud. 1995. Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Kurikulum SMU. Jakarta : Depdikbud.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Pelajaran Fisika. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum Ditjen Dikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2004. Model-model Pengajaran Dalam Pelajaran Sains. Bandung:
Dikmenum Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA. Douglas Giancoli, C. 2001. Physics Fifth Edition. (Edisi Kelima terjemahan oleh
Yuhilza Hanum). Jakarta: Penerbit Erlangga. Dwi Sabdo Budi Prasetya, Muhammad Farchani Rosyid, Rachmad Resmiyanto, Romy
Hanang Setya Budhi. 2008. Platinum Kajian Konsep Fisika 1. Surakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Johnson,D.W., Johnson, R.T., dan Stanne, M.B. 2000. Cooperative Learning Methods
A Meta Analysis. University of Minnesota. Johson & Johnson. 2001. Cooperative Learning and Culturally Plural Classroom.
www.clrc.com. 14 Oktober 2009.
cxlvii
Marthen Kanginan. l996. Fisika SMU Jilid 2A. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar di Sekolah. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Muhammad Hikam, Pamulih B.Prasetyo, Djonaedi Saleh. 2005. Eksperimen Fisika
Dasar Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Prenada Media. Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Ong Eng Tek. l998. Structural Approach to Cooperative Learning. Malaysia: Ministry
of Education and Culture The Republic of Indonesia in Coordination With SEMEO RECSAM.
Paul A.Tipler. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik. (Edisi Ketiga terjemahan oleh
Bambang Soegijono). Jakarta: Penerbit Erlangga. Ratna Wilis Dahar. l989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Singgih Gunarso. l98l. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Slavin,R.E. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. (Terjemahan oleh Narulita Yusron). Bandung: Penerbit Nusa Media.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta. ________________. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta. ________________. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Supiyanto.2007. Fisika Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Penerbit PHißETA Suyatno, Heny Subandiyah. Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Syaiful Sagala. 2007. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit
Alfabeta. Toeti Soekamto, Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar Dan Model-Model
Pembelajaran. Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan Dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
cxlviii
Yohanes Surya. 1999. Fisika Itu Mudah. Tangerang: Penerbit Bina Sumber Daya
MIPA.