Pembahsam

6
PEMBAHASAN Pasien masuk dengan keluhan utama batuk lama, darah (+), dahak (+). Banyak penyakit yang dapat menyebabkan batuk darah atau hemoptisis, antara lain: infeksi (tuberkulosis, bronkiektasis, abses paru, jamur, bronchitis, dan pneumonia), neoplasma (karsinoma bronkus), kardiovaskular (infark paru, edema paru, stenosis katup mitral), dan lain-lain (trauma dada, aspirasi benda asing). Pada pasien ini berdasarkan gejala klinis (batuk lama yang disertai darah, sesak ,demam, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun, Nyeri dada timbul terutama ketika pasien batuk dan sesak napas), riwayat penyakit sebelumnya (pernah mendapat terapi OAT selama 5 bulan yang lalu selama 3 bulan. Namun OS tidak minum OAT lagi selama 2 bulan karena merasa sudah sembuh dan tidak batuk lagi ), pemeriksaan fisik (ronchi basah pada apeks paru kanan), dan pemeriksaan tambahan (BTA Negatif, LED meningkat, dan foto thorax yang memberi kesan TB Paru), diagnosis lebih diarahkan pada TB Paru putus obat. Diagnosis TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan atau riwayat penyakit sebelumnya, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, dan pemeriksaan radiologi. Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal (batuk lebih dari 2 minggu, hemoptisis, sesak napas, dan nyeri dada) dan gejala sistemik (demam, malaise, keringat malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan). Pada pemeriksaan fisik thorax dapat ditemukan bunyi tambahan berupa

description

pembahasan kasus tb putus obat

Transcript of Pembahsam

Page 1: Pembahsam

PEMBAHASAN

Pasien masuk dengan keluhan utama batuk lama, darah (+), dahak (+). Banyak penyakit

yang dapat menyebabkan batuk darah atau hemoptisis, antara lain: infeksi (tuberkulosis,

bronkiektasis, abses paru, jamur, bronchitis, dan pneumonia), neoplasma (karsinoma

bronkus), kardiovaskular (infark paru, edema paru, stenosis katup mitral), dan lain-lain

(trauma dada, aspirasi benda asing). Pada pasien ini berdasarkan gejala klinis (batuk lama

yang disertai darah, sesak ,demam, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun, Nyeri

dada timbul terutama ketika pasien batuk dan sesak napas), riwayat penyakit sebelumnya

(pernah mendapat terapi OAT selama 5 bulan yang lalu selama 3 bulan. Namun OS tidak

minum OAT lagi selama 2 bulan karena merasa sudah sembuh dan tidak batuk lagi ),

pemeriksaan fisik (ronchi basah pada apeks paru kanan), dan pemeriksaan tambahan (BTA

Negatif, LED meningkat, dan foto thorax yang memberi kesan TB Paru), diagnosis lebih

diarahkan pada TB Paru putus obat.

Diagnosis TB paru dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan atau riwayat

penyakit sebelumnya, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, dan pemeriksaan

radiologi. Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal (batuk lebih

dari 2 minggu, hemoptisis, sesak napas, dan nyeri dada) dan gejala sistemik (demam, malaise,

keringat malam, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan). Pada pemeriksaan fisik

thorax dapat ditemukan bunyi tambahan berupa ronchi pada bagian paru yang terkena.

Gambaran ini dapat muncul akibat adanya infiltrat pada kavitas parenkim paru yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Riwayat penyakit sebelumnya menunjukkan

bahwa pasien telah mengonsumsi OAT selama 3 bulan namun berhenti minum OAT selama

2 bulan berturut- turut, berarti pasien ini termasuk dalam penderita TB kategori 2 (putus

obat).

Anjuran pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan sputum BTA Setelah 3 bulan

pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan. WHO merekomendasi

pemeriksaan apusan dahak BTA pada akhir fase intensif pengobatan untuk pasien yang

diobati dengan OAT lini pertama baik kasus baru dan pengobatan ulang. Apusan dahak BTA

dilakukan pada akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan ulang.

Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan apusan dahak BTA negatif.

Page 2: Pembahsam

Diperlukan juga pemeriksaan kultur, resistensi dan sensitivitas OAT, mengingat banyak

kasus MDR (Multi Drug Resistant) TB sekarang ini. Namun, pemeriksaan tersebut tidak

tersedia di RSUD Indrasari Rengat. Global Plan to Stop TB 2006-2015 mencanangkan target

untuk semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT harus diperiksa uji resistensi OAT pada

awal pengobatan. Uji resistensi obat dilakukan sedikitnya untuk isoniazid dan rifampisin dan

tujuannya adalah mengidentifikasi TB resisten obat sedini mungkin sehingga dapat diberikan

pengobatan yang tepat. Jenis pengobatan OAT ulang bergantung pada kapasitas laboratorium

daerah setempat. Bila terdapat laboratorium yang dapat melakukan uji resistensi obat

berdasarkan uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari maka hasil ini

digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila laboratorium hanya dapat melakukan

uji resistensi obat konvensional dengan media cair atau padat dan mendaparkan hasil dalam

beberapa minggu atau bulan maka daerah tersebut 2 sebaiknya menggunakan paduan empiris

sambil menunggu hasil uji resistensi obat. Pasien dengan kasus seperti ini dapat menerima

kembali paduan OAT lini pertama, (2RHZES/1RHZE/5RHE).

Pengobatan pada pasien ini tetap mengacu pada pengobatan simptomatik, terapi

ulangan OAT dengan OAT kategori 2 yaitu 2(HRZE)S / (HRZE) / 5HRE . pengobatan

keluhan lain secara simptomatik.

Cefotaxime adalah antibiotik sefalosporin generasi ke tiga dan bersifat bakterisidal.

cefotaxime aktif terhadap bahteri gram negatif seperti : E.coli (32%) , H.influenzae,

Klebsiella sp (32%) , Proteus sp ( indole positif dan negatif ), Serattia sp, Neissarea sp, dan

Bacteroides sp. Bakteri garam positif yang peka antara lain : Staphylococci (11%) ,

Streptococci aerob serta anaerob, Streptococcus pneumoniae, dan Clostridium sp. diberikan

pada pasien ini karena adanya kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial dari rumah sakit,

sehingga diberikan penanganan antibiotik intravena.

Ranitidine, yang merupakan golongan obat antagonis H2 reseptor, diberikan pada

pasien ini karena keluhan nyeri ulu hati pada pasien ini. Nyeri ulu hati pada pasien ini

mungkin disebabkan karena asupan oral yang tidak adekuat akibat infeksi kronis yang

dialami oleh pasien dan juga pengaruh dari mengkonsumsi obat obatan TB ketika dirawat.

Pengaturan diet pada pasien ini adalah diet tinggi karbohidrat tinggi protein, karena

pada pasien ini terjadi proses infeksi kronik sehingga terjadi peningkatan energy expenditure.

Page 3: Pembahsam

Di samping itu, terjadi penurunan nafsu makan pada pasien ini akibat penyakit kronik yang

dialaminya, sehingga terjadi penurunan intake pada pasien ini.

Efek samping pemberian OAT isoniazid menyebabkan adanya gangguan seperti

neuritis perifer, untuk mengurangi gejala tersebut maka diberikan Vitamin B6 2 x 10 mg.

Dalam kasus ini dapat diidentifikasikan masalah masalah yang terjadi sebelum di

tangani di Rumah sakit, tujuan dipelajari masalah ini adalah menghindari terjadinya

kesalahan berulang ketika telah menjalani pengobatan di RSUD Indrasari. Permasalahan

yang dapat diidentifikasi sebelum berobat ke RSUD yaitu terjadinya peristiwa putus obat

pada pasien tersebut. Dimana putus obat dapat meningkatkan kejadian terjadinya multi drug

resisten. Untuk menghindari terjadinya putus obat kembali pada pasien ini maka kita dapat

mengambil tindakan berupa edukasi yang baik kepada pasien sehingga meningkatkan

kesadaran pasien untuk tetap rutin menjalani pengobatan. Edukasi sederhana yang diberikan

kepada pasien dapat meliputi efek samping pengobatan, lama pengobatan, resiko terjadinya

MDR, resiko kemungkinan anak dan keluarga tertular penyakit yang sama lebih tinggi.

Dengan diberikannya edukasi tersebut diharapkan pasien dapat dengan kesadaran sendiri

tetap melakukan pengobatan hingga tuntas.

Pada pasien ini juga diketahui bahwa anak di berhentikan untuk menyusu kepada ibu

nya, padahal tidak ada pengaruh antara pengobatan TB dengan menyusui, jikapun takut

tertular TB maka jalan yang harus dilakukan adalah memberikan isoniazid profilaksis.

Meskipun terdapat konsentrasi OAT yang disekresikan pada ASI namun konsentrasinya

minimal dan bukan merupakan kontraindikasi pada perempuan menyusui. Konsentrasi OAT

pada ASI sangat rendah sehingga tidak bisa diandalkan untuk terapi TB pada bayi. Apabila

bayi membutuhkan terapi TB maupun profilaksis maka harus diberikan paduan obat standar

yang dosisnya sesuai dengan berat badan. Ibu dengan TB paru sensitif obat dapat

melanjutkan OAT sambil menyusui dan bayinya mendapat profilaksis TB selama 6 bulan

dengan INH 10mg/kgBB/hari apabila terbukti tidak menderita TB dan diikuti dengan

vaksinasi BCG.

Pada saat penanganan di RSUD Indrasari rengat juga dapat di identifikasikan beberapa

masalah dianataranya tidak adekuatnya obat yang diberikan pada pasien karena tidak

tersedianya Streptomisin di RSUD indrasari Rengat, anak tidak mendapatkan terapi

Page 4: Pembahsam

pencegahan penularan TB mengunakan isoniazid dan jarak pasien untuk berobat cukup jauh

dari RSUD Indrasari Rengat.

Anjuran pada saat ini dapat diberikan kepada pasien:

1.Pemberian profilaksis TB pada anak

2. Jika meludah jangan disembarang tempat

3. Pasien di pindahkan pengobatannya ke puskesmas terdekat agar mengurangi risiko pasien

putus berobat

4. Cek BTA berkelanjutan

5. Tetap menyusui anaknya.