Pembahasan Tb
-
Upload
irmapuspitasari -
Category
Documents
-
view
21 -
download
1
description
Transcript of Pembahasan Tb
PEMBAHASAN
SKENARIO
Os. Seorang laki-laki berusia 37 tahun batuk selama 3 minggu ini, batuk berdahak, kadang-kadang
disertai sesak. Keringat dingin malam hari, nafsu makan menurun, berat badan menurun 2 kg
dalam 3 minggu ini, terkadang os merasakan demam, sudah berobat belum ada perubahan.
KATA KUNCI
- Laki-laki 37 tahun
- Batuk berdahak sudah 3 minggu
- Subfebris
- Disertai sesak
- Keringat dingin malam hari
- Anorexia
- BB menurun 2 kg selama 3 minggu
PERTANYAAN
1. Bagaimana patomekanisme terjadinya batuk berdahak pada skenario?
2. Jelaskan patomekanisme demam dan tipe demam!
3. Jelaskan patomekanisme terjadinya sesak !
4. Mengapa bisa terjadi keringat malam?
5. Mengapa pada scenario terjadi nafsu makan menurun dan Berat badan menurun selama
sakit?
6. Apakah hubungannya antara setiap gejala pada skenario?
7. Jelaskan Alur diagnosis pada skenario!
8. Jelaskan differential diagnosis pada skenario !
9. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada kasus tersebut?
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Batuk Berdahak : eksposisi udara yang tiba-tiba dari paru-paru sambil mengeluarkan suara
disertai sputum.
1
2. Demam / subfebris : peningkatan suhu tubuh diatas normal (37,2 – 37,5 oC)
3. Sesak : keluhan subyektif (keluan yang dirasakan oleh pasien) berupa rasa tidak nyaman,
nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan.
Dyspnea adalah sesak nafas yaitu perasaan sulit bernapas yang biasanya terjadi ketika kita
melakukan aktivitas fisik
4. Anorexia : Penurunan atau hilangnya nafsu makan (dorland, 96)
JAWABAN PERTANYAAN
1. Patomekanisme Batuk
BATUK
• Merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan pernafasan saluran bawah
• Iritasi percabangan trakeobronkial
• Gejala dari suatu penyakit pernafasan (bronkitis kronik, asma, tbc, dan pneumonia
Udara yang bercampur dengan benda asing atau partikel-partikel kecil masuk melewati
rongga hidung(epitel bertingkat silindris bersilia dan bersel goblet) kemudian benda asing atau
partikel-partikel kecil akan melekat di lendir atau mukus yang di produksi oleh sel goblet.
Selanjutnya epitel bertingkat silindris bersilia akan mendorong lendir ke arah belkang
nasofaring, untuk selanjutnya akan dikeluarkan. Nasofaring di sarafi oleh n. glosofaringus
sementara rongga hidung disarafi oleh n. trigeminus, keduanya akan mengirimkan resptor ke
batang otak yang selanjutnya akan memberi persarafan motorik ke otot-otot.
Batuk produktif: batuk yang disertai dengan dahak
Batuk tidak produktif atau kering: batuk yang tidak disertai produksi dahak yang
berlebihan
BATUK BERDAHAK
Infeksi ataupun iritasi pada saluran napas akan menyebabkan hipersekresi mucus pada
saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditndai juga
dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole,
menyebabkan produksi mucus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang
berlebihan. Kondisi ini kemudian mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk
2
mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran nafas. Jadi batuk berdahak terjadi
reaksi pertahanan tubuh.
2. DEMAM
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, baik
dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharydae (LPS) pada dinding
bakteri gram negative atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif,
merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang mekrofag, monosit, limfosit, dan
endotel untuk melepaskan IL 1, IL 6, TNF-α, dan IFN- α, yang bertindak sebagai pirogen
endogen. Sitokin proinflamasi ni akan akan berikatan dengan reseptornya di hypothalamus dan
fosfolipase- A2. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari merman
fosfolipid atas pengaruh enzim sklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya
diubah mejadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 baik secara langsung maupun melalui
adenosine monofosfat siklik (c-AMP), akan mengubah setting thermostat (pengatur suhu
tubuh) di hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi. Selanjtnya terjadi peningkatan produksi dan
konservasi panas sesuai setting suhu tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui
reflex vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, ang
menyebabkan peningkatan metabolism tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh dipertahankan
pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan dingin lalu menggigil dan
menghasilkan panas.
suhu oral 35,5 oC - 37,5 oC
suhu aksila 34,7 oC - 37,3 oC
suhu rektal 36,6 oC - 37,9 oC
• Normal suhu badan : 36-37 oC
• Demam / febris : > 38 oC
• Subfebril : 37,2-37,5 oC
• Febris continue : > 37,5 oC dan fluktuasi kurang 1 oC
• Febris remitten : > 37,5 oC dan fluktuasi lebih 1 oC
• Febris intermittent : > 37,5 oC dan fluktuasi lebih 1 oC dan suhu < 38 oC
3
• Penurunan suhu badan ke normal, dapat secara LYSIS (turun secara bertahap) dan
CRISIS (turun secara cepat)
Pola demam Penyakit
Continue Penyakit virus
Remiten penyakit bakteri
Intermiten Malaria, endokarditis
Demam continue: ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuansi
maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam
Demam remitten: ditandai oleh penurunan suhu tubuh tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuansi melebihi 0,5 oC/24 jam. Biasanya karna infeksi.
Intermitten: ditandai dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,
dan puncaknya siang hari.
3. Patomekanisme Sesak
Patomekanisme sesak :
M. tuberculosis → inhalasi droplet → bakteri mencapai alveolus (ukuran partikel < 5
mikrometer) → muncul reaksi radang → terjadi pengeluaran secret/mucus → akumulasi
secret di jalan napas → menghalangi proses difus oksigenasi → kompensasi tubuh
meningkatkan gerakan pernapasan → sesak
4. Mekanisme Keringat Malam
Pada malam hari mekanisme basal cenderung meningkat → ditambah pasien demam →
suhu tubuh meningkat → set point (secara fisiologi memang dalam keadaan panas) →
sedangkan tubuh suhunya lebih rendah dari set point → memaksa tubuh untuk
menyamakan panas dengan set point → sedangkan aka nada pengaturan homeostasis
tubuh→ Keringat keluar untuk melembabkan kulit agar suhu tidak terlalu panas.
5. Mekanisme Nafu Makan Berukang
Proses infeksi mengakibatkan makrofag mengeluarkan berbagai macam pro inflamasi,
salah satuya TNF (Tumor Necrosis Factor), yang kemudian menekan nafsu makan di
pusatnya (lateral hipotalamus) sehingga nafsu makan menurun.
4
6. Hubungan demam, sesak, keringat malam dan nafsu makan menurun
Os terpapar bakteri Mycobacterium tuberculosa yang kemudian masuk ke dalam saluran
pernafasan sehingga menyebabkan inflamasi dan meradang sehingga ia merasa demam,
demam cenderung terjadi pada malam hari, untuk menurunkan demam akibatnya tubuh
berkompensasi dengan mengeluarkan keringat guna untuk menurunkan suhu tubuh.
Kompensasi tubuh ini juga menghasilkan TNF yang efeknya menekan rasa lapar di
hipotalamus akibatnya nafsu makan berkurang dan menyebabkan berat badan yang cepat
menurun. Selain itu bakteri ini juga mengakibatkan batuk berdahak (berwarna putih
kekuningan), di saluran nafas bakteri ini memproduksi secret secara berlebihan yang
menyebabkan sesak.
7. Alur Diagnosis pada Skenario
5
8. Differential diagnosis
1) TUBERKULOSIS PARU
a) Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru disebabkan infeksi
basil Mycobacterium tuberculosa (M. tuberculosa).(Price, Sylvia A & M Wilson, 2005)
b) Epidemiologi
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina
dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998.
TB menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah
penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. (Program
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2006)
6
Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan
India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan
peningkatan usia.6 Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar
masyarakat pada usia produktif telah tertular.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru.
Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi
alkohol dan rokok. (Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di
RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh
dari pada wanita pada penderita TB Paru).
c) Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling
banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob,
dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo protein, mudah mati pada
air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan 5 menit apabila
terkena sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada
suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA)
(widoyono,2008).
d) Cara Penularan
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang didapat dari pasien
TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
Dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan.
Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang. Selama kuman TB
masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
salura napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (widoyono, 2008)
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan terutama oleh
faktor-faktor eksogen:
7
a. Kontakdenganpenderita BTA positif (seberapadekatdanseberapa lama)
b. Lingkungantempatkontak (lingkungan yang padatdanventilasiruang yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :
a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi, gagal ginjal
kronis, diabetes melitus, orang dengan terapi imunosupresif dan hemophilia).
e) Patogenesis
o Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman
yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia
kecil dan disebut kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 3-8 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipu n demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai
kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan,
yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis.Kompleks primer tersebut
selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
8
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi
karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a.Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c.Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
o Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer
= TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis
sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini
yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini
ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-
Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan sebagai
berikut:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan
keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian
dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
9
Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin aktif kembali, mencair lagi dan terus
menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.
f). Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan
selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif pada
akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
10
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
g). Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(repiratorik) dan gejala sistemik sesuai PDPI 2011
o Gejala Respiratorik
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk ≥ 2
minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna
untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid
atau purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk
darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk
darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga
dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling
sering membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Ronchi
Terjadi karena penumpukan ciran atau lendir di dalam paru, terutama erdengar di
daerah apical paru.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup
luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.
11
Gejala sistemik
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfebril, mirip demam
influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi
kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan
(multiplikasi 3 bulan). Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada
orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak badan,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan mudah
lelah.
.
h). Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar menurut Depkes tahun 2004
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat
badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi alveoli
dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta
didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan
fisik mudah diketahui, berupa:
12
- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau kerusakan parenkim
dengan sisa suatu kavitas.
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa disertai dengan penyempitan
maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hampir selalu terjadi
reaksi pleura berupa penebalan atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang masih
terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara
meningkat. Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni
atau suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan berupa ronki
basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan
saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas
dapat terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan paru, pleura,
cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja.
Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar.
Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu). Pembacaan hasil
pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan menggunakan skala International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD), sebagai berikut:
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
a. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
13
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
a. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), minimal dibaca 50
lapang pandang.
b. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+), minimal dibaca
20 lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran yang
khas. Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas
penyakit.
- Laju endap darah
Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis
aktif.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat sedang.
Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria
patogen lainnya.
d.. Pemeriksaan Radiologis
14
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
i). Diagnosis Banding
Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple bronchopneumonia, kanker
paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada proses tuberkulosis menahun perlu diingat bahwa
ada penyakit paru non tuberkulosis yang bersifat menahun, seperti bronkiektasis, bronkitis,
emfisema dan kanker paru.
j). Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:
- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis tuberkulosis
15
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Paska Tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom gagal nafas, yang sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
k). Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif dan fase lanjutan:
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2 minggu.
Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakanterdiridaripanduanobatutama dan obat tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat
dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed Dose
Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan menelan obat.
16
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan OAT:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen positif
yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita dengan
pengobatan lalai (drop out).
Dosis panduan OAT KDT kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Beratbadan Tahapintensiftiaphariselama
56 hari RHZE
Tahaplanjutan 3 kali
semingguselama 16
minggu RH
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Dosis panduan OAT kombipak kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Tahap
pengobata
n
Lama
pengobata
n
Tablet
isoniazi
d
@ 300
mg
Kapletrifampisi
n
@ 450 mg
Tablet
pirazinami
d @ 500
mg
Tablet
etambuto
l @ 250
mg
Jmlhhr/x
menelanoba
t
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Dosis panduan OAT KDT kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Beratbadan Tahapintensiftiaphari RHZE + S Tahaplanjutan 3 kali
seminggu RH + E
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT + 2 tab
17
Streptomisin inj. etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg
S inj.
3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab E
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000
mg S inj.
4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab E
≥ 71 kg 5 tab 4KDT + 1000
mg S inj.
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab E
Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Tahap Lama Tab H
@300
mg
Kaplet
R @450
mg
Tab Z
@500
mg
Etambutol S inj. Jmlhhr/x
Tab
@250
mg
Tab
@400
mg
Intensif 2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75 mg 56
28
Lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Dosis KDT sisipan : (HRZE)
Berat Badan Tahap Intensif Tiap Hari Selama 28 Hari
RHZE
30-37 kg 2 tab 4KDT
38-54 kg 3 tab 4 KDT
55-70 kg 4 tab 4KDT
≥ 71 kg 5 tab 4KDT
Dosis OAT FDC sisipan : HRZE
18
Tahap Lama Tab H
@ 300 mg
Kaplet R
@ 450 mg
Tab Z
@ 500 mg
Tab E
@ 250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
Dosis OAT KDT Anak
Berat Badan 2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari RH
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-23 4 tablet 4 tablet
Dosis OAT KDT Kombipak Anak : 2RHZ/4RH
Jenis obat BB < 10 kg BB 10-19 kg BB 20-23 kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
k. Pencegahan
Terhadap Infeksi tuberkulosis
Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
- bila batuk, mulut ditutup
- Isolasi penderita dan mengobati penderita
- Ventilasi harus baik
- Jangan sembarangan membuang dahak bila batuk
19
Meningkatkan daya tahan tubuh
Memperbaiki standar hidup
Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
Imunisasi BCG diberikan dibawah usia 2 bulan, jika baru diberikan setelah usia 2 bulan,
disarankan tes Mantoux dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes tersebut negatif.
2). PNEUMONIA
a. Definisi
Peradangan yang mengenai parenkim paru (distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveolus) serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Secara klinis pneumonia disefinisikan
sebagaimsuatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. PK adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar RS, sedangkan PN adalah pneumonia yang
terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat umum ataupun ICU
tetapi tidak sedang memakai ventilator. PBV adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-72
jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pada PPK termasuk pasien yang dirawat oleh
perawatan akut di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi,
tinggal di rumah perawatan, mendapat AB intravena, kemoterapi atau perawatan luka
dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa.
b. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia semakin sering diderita pada orang yang lanjut usia (lansia) dan sering
terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit lain seperti diabetes melitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner,
keganasan, insufisiensi renal, dan penyakit hati kronik. Faktor prediposisi yang lain berupa
kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, keadaan imunodefisiensi, dan penurunan
kesadaran.
20
c. Patomekanisme :
Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adaah penyebab yang paling sering dari
pneumonia bakteri, baik yang di dapat dari masyarakat maupun dari rumah sakit.
Pneumokokus umunya mencapai alveoli lewat percikan mokus atau saliva. Lobus bagian
bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Setelah mencapai alveolus maka
pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4 tahap berurutan.
1. Zona luar : alveoli yang terisi dengan kuman dan cairan edema
2. Zoan permulaan konsolidasi terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah
3. Zoan konsolidasi yang luas : daerah dimana terjadi fagositosis yang aktif dengan
jumlah sel PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah dimana terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit dan alveolar makrofag.
d. Gejala :
Onset biasanya mendadak
Demam tinggi
Menggigil
Sesak napas
Nyeri dada pleuritik
Batuk mukopurulen produktif
Kadang terjadi hemoptisis
e. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologis
Foto thoraks (PA/Lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk arah diagnosis etiologi. Bagian paru yang
terkena menunjukkan adanya peningkatan densitas dengan eksudat dan cairan inflamasi
yang menempati ruang alveolus. Udara yang tetap mengisi bronkus yang terlibat
21
tampak sebagai lusensi berbentuk garis (konsolidasi dengan “air bronchogram”).
Konsolidasi dapat menetap, seringkali setelah gejala-gejala pasien membaik.
(referensi : Lecture Notes Radiologi, Pradip R. Patel, page 37)
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pada penderita pneumonia kita memerlukan pemeriksaan laboratorium dengan
pemeriksaan :
Leukosit : - Normal = 4000-10.000 ul.
- Penderita pneumonia = Terjadi peningkatan leukosit >1 0.000 – 30.000 ul.
Laju Endap Darah :
- Normal :
a. Pria : (Westergren) : < 10 mm/jam, (Wintrobe) : < 10 mm/jam
b. Wanita : (Westergren) : < 20 mm/jam, (Wintrobe) : < 15 mm/jam
- Pneumonia : Terjadi peningkatan yang drastis.
Kultur Darah : Positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. (referensi : Buku
ajar ilmu penyakit paru 2010, halaman 161)
22
g. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik
pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai
berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
h. Komplikasi
Komplikasi pneumonia ekstrapulmoner infeksius, misalnya pada pneumonia
pneumokokkus dengan bakteriemi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.
Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius yang memperlambat resolusi gambaran
radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru,
23
dan infark miokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain berupa acute respiratory
distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa
pneumonia nosokomial.
i. Prognosis
b) Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20% diantaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan
kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut usia yaitu sebesar 89%.
Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%.Mortalitas yang
tinggi ini berikatan dengan “factor perubahan” yang ada pada pasien.
c) Pneumonia Nosokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bias mencapai 70% bila termasuk
yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya
adalah akibat bakteriemi terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp.
3). BRONKIEKTASIS
a. Definisi dan Penyebab :
Suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Kelainan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-
pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil sedangkan
bronkus besar umumnya jarang.
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
akibat proses berikut :
Infeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang berlangsung lama.
Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang
diderita semasa anak, tuberkulosis paru dan sebagainya.
24
Obstruksi bronkus. Disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alienum,
karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.
b. Epidemiologi Bronkiektaksis
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat sangat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS,bronkiektasis mengalami
penurunan sering dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi
pada penduduk dengan golongan sosio ekonomi yang rendah. 1,5 data terakhir yang
diperoleh dari RSUD DR. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan
ke-7 terbanyak. Dengan kata lain didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien
rawat inap.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak,
bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.
c. Faktor Risiko
a) Faktor pendukung :
- Merokok
- Hidup atau bekerja di daerah dengan polusi udara yang parah
- Ada sejarah asma di masa kecil
b) Faktor pemicu :
- Aktivitas fisik yang berlebih
- Polusi udara
- Infeksi saluran pernapasan
d. Patomekanisme :
o Dimulai dari infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat
bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat,
infeksi melebar sampai ke peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiektasis
selular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang
25
eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiketasis biasanya setempat,
menyerang lobus segmen paru. Lobus yang paling bawah sering terkena.
o Retensi sekresi dan onstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan
alveoli disebelah distal onstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut
ataua fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual
terhadao kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksimia.
e. Gejala :
Batuk. Batuk pada bronkikektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah
sputum bervariasi namun umumnya berjumlah banyak terutama pada pagi hari
sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi
sekunder sputumnya mukoid, sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder
sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap.
Hemoptisis. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus
bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul pendarahan.
Sesak napas (Dispnea). Pada sebagian besar pasien ditemuakn keluhan sesak
napas. Timbul dan beratnya sesak napas tergantung seberapa luasnya bronkitis
kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi
jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya
meimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi.
Demam berulang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik,
sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga
sering tumbul demam.
26
f. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis
Foto polos thoraks
Bronkiektasis paling sering terdapat terdapat pada bagian basal paru dan sinar-
X dada dapat menampakkan gambaran :
o Bronkiektasis silindris : Dilatasi bronkus dapat terlihat sebagai garis
paralel ( menggambarkan dinding bronkus ) yang menyebar dari hilus
menuju diafragma.
o Bronkiektasis kistik : Dilatasi terminal dapat divisualisasi sebagai
bayangan kistisk atau cincin, kadang disertai batas cairan.
o Konsolidasi pneumonik
o Perubahan fibrotik
CT-Scan thoraks
Berbagai gambaran tambahan yang didapatkan :
o Bronkus yang terlihat dibagian tepi.
o Bronkus yang memiliki diameter lebih besar dari pada cabang arteri
pulmonalis.
Bronkograf
Merupakan pemeriksaan yang paling dapat menegakkan diagnostik.
Contohnya : Dapat menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi
bronkus lobus bawah. (referensi : Lecture Notes Radiologi, Pradip R. Patel,
page 41)
g. Pemeriksaan Laboratorium
Sputum
Apabila sputum ditampung dalam gelas akan terbentuk 3 lapisan yaitu:
a. Buih
b. Jernih -> lendir
c. Keruh -> nanah dan darah
Leukosit : - Normal : 4000-10.000 ul
- Bronkiektasis : Terjadi peningkatan leukosit > 10.000 ul
(referensi : Panduan praktis Ilmu penyakit dalam edisi 2 halaman 221)
27
h. Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin )
selama 5- 7 hari pemberian
- Non Farmakologi
Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan serta batuk yang efektif
untuk mengeluarkan sekret secara maksimal
Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan sekret .
Bronkoskopi untuk pengangkatan benda asing atau sumbatan mukus.
Tindakan opratif
i. Komplikasi Bronkiektasis
Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien antara lain :
Bronkitis kronik.
Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka yang dranage sputumnya kurang baik
Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Efusi pleura atau empiema (jarang)
Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri (atreri bronkialis) atau anastomosis pembuluh darah. Jika
terjadi komplikasi hemoptisis yang hebat dan tidak terkendali maka diperlukan
indikasi pembedahan. Hemoptisis masif yang sulit diatasi sering menjadi penyebab
kematian utama pasien bronkiektasis.
Sinusitis. Merupakan bagian dari komplikasi bronkiektasis pada saluran napas yang
sering ditemukan.
Kor Pulponal Kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis
yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru, pada kasus ini bila terjadi
28
anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus
(bronkiektasis), akan terjadi anterio-venous shunt, lalu terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, lalu kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi
gagal jantung kanan.
Kegagalan pernapasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien
bronkiektasis yang berat dan luas.
Amiloidosis. Merupakan keadaan perubahan degeneratif. Pada pasien yang
mengalami komplikasi ini sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinuria.
j. Prognosis
Prognosis Pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta luasnya
penyakit waktu pasien tersebut berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat
(konservatif atau pun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya
tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,
empyema, payah jantung kanan, hemoptysis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronchitis kronik berat dan difus biasanya disabilitinya yang ringan.
4). PPOK
a. Defenisi
Defenisi PPOK menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan
dengan karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronis atau
emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresive dan dapat disertai hiper-reaksi dan
mungkin kembali normal sebagian.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema paru. Walaupun kadang asma bronchial juga dapat
menyertai kedua ganggaun tersebut, namun dalam hal ini asma dibedakan karena asma
29
bronchial dapat timbul sendiri meski tidak terpapar oleh bahan-bahan inhalasi bersifat
toksik.
b. Klasifikasi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI:2003)
1. Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis sering terjadi pada perokok dan penduduk di kota-kota yang
dipenuhi oleh kabut-asap; beberapa penelitian menunjukkan bahwa 20% hingga 25%
laki-laki berusia antara 40 hingga 65 tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis bronkitis
kronis ditegakkan berdasarkan data klinis; penyakit ini didefenisikan sebagai batuk
produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2
tahun berturut-turut.
2. Emfisema
Emfisema ditandai dengan adanya pembesaran permanen rongga udara yang
terletak distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut.
Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai
desktruksi; hal ini lebih tepat disebut “overinflation”. Contohnya adalah peregangan
rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi unilateral.
5. KANKER PARU
a. Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis
tumor di paru). Namun dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kanker paru adalah
kanker paru primer, yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma
bronkus (bronchogenic carcinoma).
b. Manifestasi Klinis
30
- Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa
produksi sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala
karsinoma sel bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk
darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi
dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh
karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas (dyspnea)
dan penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru.
Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi karena lesi
obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi
karena adanya tumor bronkial obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah
terlibat.
- Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke
struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh
keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas,
dan efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus
atas kanan atau kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan
kompresi vena kava superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan
menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri kepala, wajah
sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran vena-vena dada. Tumor
apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis superior dan menyebabkan
sindroma Horner, melibatkan pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher
dan bahu dengan atrofi dari otot-otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat
mengkompresi nervus laringeus rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan
menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri. Invasi tumor langsung atau
kelenjar mediastinum yang membesar dapat menyebabkan kompresi esophagus dan
akhirnya disfagia.
31
- Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik.
Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat
hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan
gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala
yang lebih spesifik seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih
sering terjadi pada karsinoma sel kecil dan beberapa sel menunjukkan
karakteristik neuro-endokrin. Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic
hormone (ACTH), antidiuretic hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon
paratiroid. Walaupun kadar peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker
paru, namun hanya sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari
tabuh (clubbing finger) dan hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA)
juga termasuk manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan
sindroma neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga dihubungkan
dengan kanker paru.
32
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z. Bahar,A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta : Interna
Publishing
Guyton A. C & Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.
Kamus Kedokteran Dorland, A-S, 2010
Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6.
Ryan KJ & Ray CG (editor) (2004)). Sherris Medical Microbiology 4. McGraw Hill.
Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV . Jakarta : EGC
Raviglion MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles of internal medicine. 15th
Edition. USA: McGraw-Hill, 2001.
Bahar A, Amin Z. Tuberkulosisparu. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009. 988-993
Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:
Airlangga, 2002. 73-108
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi
Kedokteran, Buku II Edisi I Jakarta: Salemba Medika, 2005.
Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan Tuberkulosis.
http://www.tbcindonesia.or.id [Diakses 01 april 2014]
WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
2006.
33