PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

191
R1 Pedoman perencanaan teknik jalan tol 1 Ruang lingkup Lingkup pedoman ini adalah memberikan pendekatan yang harus dipakai dalam mempersiapkan suatu rencana teknik akhir untuk proyek pembangunan jalan tol. Pedoman ini berisi petunjuk, acuan, standar- standar, dan spesifikasi yang diperlukan dalam melaksanakan sebuah rencana teknik akhir untuk berbagai jenis proyek pembanguan jalan tol yang berbeda beda tipe. Pedoman ini menjelaskan fungsi dari perencanaan teknik dalam proses persiapan proyek pembangunan jalan tol dan memberikan pedoman bagaimana seharusnya rencana teknik akhir dilaksanakan, dikelola dan dikerjakan. Sebelum menggunakan pedoman ini sebagai acuan dalam penyusunan rencana teknik akhir, referensi dan metodologi terhadap norma, standar, pedoman dan manual lainnya yang diterbitkan oleh nasional dan internasional dapat di pakai dan di tambahkan dalam menyusun rencana teknik akhir tersebut. Untuk sebuah proyek jalan tol yang membutuhkan pelebaran jalan, pekerjaan jalan penghubung dan jembatan dengan konstruksi baru pada existing jalan tol tidak termasuk dalam lingkup analisis pedoman ini. Pedoman ini pada dasarnya menguraikan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan teknik, yang terdiri dari bagaimana proses Rencana teknik Akhir dilakukan, pengumpulan, memperbaharui data, tingkat kedalaman dan isi yang dibutuhkan dari Rencana Teknik Akhir, standar gambar rencana dan pengelolaan proyek serta penyusunan kerangka acuan kerja perencanaan teknik. 1 dari 191

description

Rencana Teknik Jalan Tol

Transcript of PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Page 1: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Pedoman perencanaan teknik jalan tol

1 Ruang lingkup

Lingkup pedoman ini adalah memberikan pendekatan yang harus dipakai dalam

mempersiapkan suatu rencana teknik akhir untuk proyek pembangunan jalan tol. Pedoman

ini berisi petunjuk, acuan, standar-standar, dan spesifikasi yang diperlukan dalam

melaksanakan sebuah rencana teknik akhir untuk berbagai jenis proyek pembanguan jalan

tol yang berbeda beda tipe.

Pedoman ini menjelaskan fungsi dari perencanaan teknik dalam proses persiapan proyek

pembangunan jalan tol dan memberikan pedoman bagaimana seharusnya rencana teknik

akhir dilaksanakan, dikelola dan dikerjakan. Sebelum menggunakan pedoman ini sebagai

acuan dalam penyusunan rencana teknik akhir, referensi dan metodologi terhadap norma,

standar, pedoman dan manual lainnya yang diterbitkan oleh nasional dan internasional dapat

di pakai dan di tambahkan dalam menyusun rencana teknik akhir tersebut.

Untuk sebuah proyek jalan tol yang membutuhkan pelebaran jalan, pekerjaan jalan

penghubung dan jembatan dengan konstruksi baru pada existing jalan tol tidak termasuk

dalam lingkup analisis pedoman ini.

Pedoman ini pada dasarnya menguraikan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan

perencanaan teknik, yang terdiri dari bagaimana proses Rencana teknik Akhir dilakukan,

pengumpulan, memperbaharui data, tingkat kedalaman dan isi yang dibutuhkan dari

Rencana Teknik Akhir, standar gambar rencana dan pengelolaan proyek serta penyusunan

kerangka acuan kerja perencanaan teknik.

Tujuan yang ingin dicapai dengan penerbitan pedoman ini adalah sebagai bahan acuan bagi

pemangku kepentingan pada penyelenggaraan jalan tol dalam rangka untuk meningkatkan

kualitas dari produk perencanaan teknik dan/atau Perencanaan Teknik Akhir (final

engineering design) agar mempunyai kualitas yang baik dan keakuratannya yang tinggi serta

dapat diuji keandalannya.

2 Acuan normatif

Dalam penyusunan pedoman ini, beberapa acuan normatif yang diikuti adalah:

a. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan;

1 dari 148

Page 2: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

c. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan tol;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,

Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan;

g. 007/BM/2009 Standar Geometrik Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol

h. Pt T-01-2002-B Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur;

i. Pd T-14-2003 Perencanaan perkerasan jalan beton semen;

3 Istilah dan definisi

Istilah yang digunakan pada pedoman ini mempunyai definisi sebagai berikut:

3.1Badan jalan bagian jalan tol yang meliputi jalur lalulintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan;

3.2Badan usaha (BU)badan hukum berbentuk perseroan terbatas berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;

3.3Badan Usaha Jalan tol (BUJT)badan hukum berbentuk perseroan terbatas, yang didirikan khusus untuk membuat, menandatangani, serta melaksanakan Perjanjian Pengusahaan Jalan tol;

3.4Badan Pengatur Jalan tol (BPJT)badan non-struktural yang dibentuk oleh Menteri, dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri;

3.5Bahu jalan bagian ruang manfaat jalan tol, yang berdampingan dengan jalur lalulintas dan dimaksudkan untuk menampung kendaraan yang berhenti pada kondisi darurat dan sebagai pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan;

3.6Jalan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

2 dari 148

Page 3: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

3.7Jalan penghubungjalan yang menghubungkan jalan tol dengan jalan umum bukan tol, yang semata-mata diperuntukkan bagi lalulintas keluar dan masuk jalan tol;

3.8Jalan tol jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

3.9Jalur bagian jalan yang dipergunakan untuk lalulintas kendaraan;

3.10Jarak pandang jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur yang diukur dari mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi.

3.11Jaringan jalan tol Ruas-ruas jalan tol yang saling terhubungkan satu sama lain dan membentuk suatu jaringan jalan yang utuh;

3.12Kerangka acuan kerja (KAK)Dokumen kegiatan (project) yang berisi prosedur penugasan, tata cara penyelesaian tugas, ruang lingkup tugas, hak dan kewajiban pemberi tugas dan yang diberi tugas, serta hal-hal lain yang terkait untuk mewujudkan penugasan tersebut;

3.13 Lajur bagian jalur dengan arah memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor yang sedang berjalan selain sepeda motor;

3.14Median bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dengan arah memanjang sejajar jalan dan terletak di sumbu/tengah jalan, yang dimaksudkan untuk memisahkan arus lalulintas yang berlawanan arah;

3.15Penyelenggara jalan tol pihak yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan melakukan pengaturan, pembinaan, pengusahaan, pembangunan, dan pengawasan jalan tol sesuai dengan kewenangannya;

3.16Perencanaan teknik kegiatan-kegiatan yang menghasilkan rencana teknik akhir dan dokumen-dokumen pendukungnya.

3 dari 148

Page 4: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

3.17Rencana teknik akhir jalan tol (RTA)suatu kumpulan dokumen teknik yang memberikan gambaran produk yang ingin diwujudkan, yang terdiri atas gambar teknik detail, syarat-syarat umum, serta spesifikasi pekerjaan yang mengacu pada desain awal;

3.18Ruang manfaat jalan tol (Rumajatol)suatu ruang sepanjang jalan tol yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan tol, yang terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya; badan jalan yang meliputi jalur lalulintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan; ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari ruang manfaat jalan dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan;

3.19Ruang milik jalan tol (Rumijatol)Sejalur tanah tertentu di luar Rumajatol yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan, yang dibatasi oleh batas ruang milik jalan, yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasaan keamanan penggunaan jalan, antara lain, untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang;

3.20Ruang pengawasan jalan tol (Ruwasjatol) ruang tertentu yang terletak di luar Rumijatol, yang penggunaannya diawasi oleh Menteri agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan tol apabila Rumijatol, dan tidak mengganggu fungsi jalan;

3.21Ruas jalan tol Bagian atau penggal jalan tol tertentu yang pengusahaannya dilakukan oleh BUJT;

3.22Spesifikasi pernyataan pasti dari serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi dan prosedur-prosedur agar persyaratan numerik dapat dipenuhi, dalam kaitannya dengan satuan dan nilai batas yang tepat;

3.23Struktur Atas JembatanBagian jembatan yang terdiri dari lantai jembatan, balok memanjang, balok melintang, girder dan rangka jembatan

3.24Struktur Bawah JembatanBagian jembatan yang terdiri dari Kepala jembatan, Pilar dan Pylon jembatan, Pondasi dan perletakan.

3.25Tingkat pelayanan Kemampuan ruas jalan untuk menampung lalulintas pada keadaan tertentu;

3.26Tol sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol;

4 dari 148

Page 5: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

4 Ketentuan umum

Dalam proses perencanaan teknik jalan tol harus memperhatikan aspek-aspek realistis,

terukur, tepat waktu, efisien dan dapat dilaksanakan.

Proses perencanaan teknik jalan dapat dilakukan apabila persyaratan studi kelayakan dan

studi amdal terpenuhi.

4.1 Pendahuluan

Perencanaan teknik adalah kumpulan kegiatan studi dan perancangan jalan dan jembatan

yang mencakup kegiatan analisis, perhitungan dan perancangan rinci serta pengaplikasian

persyaratan dan ketentuan teknik, standar dan spesifikasi setiap elemen atau komponen

proyek jalan tol dalan bentuk Rencana Teknik Akhir.

Usulan (proposal) proyek jalan tol tersebut biasanya telah dituangkan dalam gambar serta

dokumen lainnya dalam sebuah desain awal. Desain ini dihasilkan pada saat tahap akhir

studi kelayakan jalan tol .

Sejumlah instruksi yang dihasilkan biasanya dikumpulkan dalam sebuah bentuk dokumen

yang disebut sebagai berikut:

- Gambar-gambar (drawing)

- Spesifikasi-spesifikasi (umum dan khusus)

- Daftar kuantitas dan harga (bill of quantity)

- Ketentuan Umum kontrak (general condition of contract)

- Dokumen pendukung (survey, data, perhitungan)

Seluruh instruksi tersebut dikenal dengan nama Dokumen Lelang. Dokumen ini merupakan

hasil akhir dari Perencanaan Teknik . Dokumen Lelang ini berisi seluruh informasi lengkap

yang dibutuhkan untuk mendefinisikan apa, kapan dan bagaimana rencana proyek jalan tol

harus dikerjakan.

Perencanaan teknik selain menghasilkan Rencana Teknik Akhir dapat juga menghasilkan

dokumen pendukung Rencana Teknik Akhir seperti dokumen Engineer Estimate (EE),

dokumen Geologi dan Geoteknik, Dokumen Data Ukur Tanah, Dokumen Perhitungan

Jalan/Jembatan atau Dokumen Perhitungan Struktur, dan Dokumen Lingkungan dan Trase.

5 dari 148

Page 6: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

4.2 Metodologi dan proses

4.2.1 Tahapan dalam siklus proyek

Dalam siklus proyek, RTA dilakukan setelah Studi Kelayakan (ekonomi dan finansial),

Desain Awal dan Analisis Dampak Lingkungan serta Dampak Sosial yang telah diselesaikan

dan pada proyek jalan tol telah di laksanakan Perjanjian Pengusahaan Jalan tol (PPJT) oleh

Menteri untuk proyek jalan tol yang dibangun oleh investor sedangkan untuk proyek jalan tol

yang di bangun oleh Pemerintah yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga,

RTA harus sudah ada sebelum dilaksanakan pelelangannya.

Sebagai konsekuensinya, lokasi, alinyemen dan detail teknis serta outline dari proyek jalan

tol harus telah selesai dan telah disetujui oleh penyelenggara jalan tol. RTA masih dapat

dimungkinkan adanya beberapa variasi/perubahan sesuai dengan kondisi lokasinya serta

sebagai penyesuaian dari hasil analisis dampak lingkungan, mitigasi, minimalisasi

pembebasan lahan atau properti atau kondisi setempat.

4.2.1.1 Masukan yang diharapkan dari aktivitas sebelumnya

Proses penyusunan RTA mengacu kepada desain awal jalan tol yang akan dilaksanakan.

dengan ruang lingkup, isi dan tingkat kedalaman yang diinginkan telah dituangkan di dalam

KAK studi kelayakan.

Informasi dan data pendukung tambahan dalam penyusunan RTA dapat dilihat dari laporan

final studi kelayakan. Hal ini dilakukan untuk melihat secara rinci bagaimana penilaian

proyek tersebut dilakukan serta dasar dan pertimbangan apa saja yang diberikan dalam

menentukan pilihan-pilihan rute/trase untuk proyek pembangunan jalan tol.

Untuk proyek-proyek pembangunan jalan tol baru diperlukan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan dan pengadaan lahan.

4.2.1.2 Kerangka acuan kerja untuk perencanaan teknik

Untuk proses perencanaan jalan tol perlu kerangka acuan kerja sebagai berikut :

- Latar belakang sosial, ekonomi, finansial dan administratif dari proyek,kondisi dan sebab

dari masalah dimana proyek diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut, serta

filosofi dasar yang melatarbelakangi proyek jalan tol;

- Maksud dan tujuan utama dari proyek jalan tol

- Ruang lingkup dan sasaran dari pekerjaan perencanaan teknik;

- Nama dan organisasi pengguna jasa

6 dari 148

Page 7: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

- Sumber pendanaan dan besaran dana kegiatan ini;

- Pendekatan dan metodologi pelaksanaan pekerjaan;

- Jangka waktu dan batas akhir penyelesaian pekerjaan;

- Tenaga Ahli serta tugas dan tanggung jawab dari tim pada proyek;

- Urutan aktivitas yang harus dikerjakan;

- Survai-survai serta investigasi yang dibutuhkan’

- Bentuk hasil keluaran pekerjaan berupa rencana teknik akhir jalan tol

- Bentuk, jenis dan jadwal pelaporan

4.2.1.3 Keluaran perencanaan teknik

Keluaran utama dari perencanaan teknik adalah rencana teknik akhir (final engineering

design) yang memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Gambar lokasi proyek.

b. Perencanaan Teknis Geometrik

● gambar plan dan profile

● desain alinyemen horizontal dan vertikal jalur utama;

● desain alinyemen horizontal dan vertikal simpang susun dan jalan

penghubung/akses;

● desain persimpangan jalan penghubung dengan jalan non tol

● potongan melintang badan jalan, termasuk semua komponen potongan melintang

Rumajatol dan Rumijatol;

● desain alinyemen horizontal dan vertikal perlintasan atas (overpass), perlintasan

bawah (underpas) dan terowongan (tunnel) serta jalan samping (frontage road);

● desain timbunan dan galian;

c. Perencanaan Teknis Perkerasan;

d. Perencanaan Teknis Drainase

● bangunan drainase permukaan dan

● bangunan drainase bawah permukaan;

e. Perencanaan Teknis Struktur

● Struktur jembatan,

● Struktur perlintasan atas (overpass),

● Struktur perlintasan bawah,terowongan,

● Struktur jembatan, terowongan penyeberangan orang dan

● Struktur bangunan lainnya;

f. Perencanaan Teknis fasilitas jalan tol (gerbang, kantor gerbang, tempat istirahat);

g. Perencanaan Tenis perlengkapan jalan tol (lampu penerangan jalan,marka, mata kucing

7 dari 148

Page 8: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

(delianeator), patok kilometer, rel pengaman (guardrail) dan pagar Rumijatol;

h. desain bangunan utilitas;

i. desain ruang terbuka hijau (lansekap);

j. rencana manajemen dan rekayasa lalulintas pada pelaksanaan konstruksi;

k. metode konstruksi;

l. analisis perhitungan lalulintas, geometrik, struktur, drainase dan bangunan pelengkap;

m. daftar kuantitas;

n. perkiraan harga konstruksi (engineer’s Estimate); dan

o. dokumen pelelangan konstruksi.

4.2.1.4 Urutan kegiatan perencanaan teknik

Kegiatan kegiatan perencanaan teknik minimal harus meliputi:

a. pengakajian ulang desain awal;

b. penentuan kriteria dan parameter rencana teknik akhir;

c. pengumpulan data sekunder dan primer;

d. pemeriksaan semua standar yang telah disetujui untuk di aplikasikan;

e. pembuatan desain geometrik jalan tol;

f. pembuatan desain geometrik jembatan (bila ada);

g. pembuatan desain unsur-unsur lain jalan tol berdasarkan data final geometrik jalan;

h. perhitungan desain struktur jalan dan/atau jembatan;

i. penentuan spesifikasi;

j. penentuan volume pekerjaan;

k. estimasi biaya pekerjaan konstruksi jalan tol;

l. penyelesaian dokumen tender;

m. penyianpan rencana implementasi pembebasan lahan; dan

n. pembuatan laporan perencanaan teknik.

Kegiatan-kegiatan sebagaimana tersebut diatas dapat diperbolehkan dan dilakukan secara

bersamaan sesuai pelaksanaan secara effisien yang memungkinkan.

4.3 Ruang lingkup dan tingkat detail dari RTA

4.3.1 Ruang lingkup

Rencana teknik akhir akan memuat detail desain dan spesifikasi untuk setiap elemen atau

komponen dari proyek jalan tol sebagaimana hasil keluaran perencanaan teknik pada butir

4.2.1.3. tersebut diatas.

4.3.2 Tingkat detail

8 dari 148

Page 9: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Tingkat detail berisi hasil investigasi survai pendahuluan, penyelidikan lapangan, dan

pemeriksaan laboratorium dari seluruh aspek topografi, geoteknik, penyelidikan tanah,

hidrologi dan pengelolaan/mitigasi dampak lingkungan, yang dituangkan ke dalam laporan

dan kelengkapan gambar sebagai berikut :

a. Laporan Pendahuluan (Reconnaissance Survey)

b. Laporan Pengukuran Topografi

c. Laporan Hasil Survey Geologi dan Geoteknik (ditambah berapa tempat pnyelidikan atau

boring perkm dst)

d. Laporan Hasil Survey Hidrologi

e. Laporan Hasil Mitigasi/Pengelolaan Dampak Lingkungan

f. Laporan hasil pengujian di laboratorium

Sedangkan kelengkapan gambar terdiri dari :

a. Alinyemen Horizontal (Plan)

Plan digambar diatas peta situasi dengan skala 1 : 2000 dengan interval garis tinggi 2.0

meter dan dilengkapi dengan data:

Lokasi (Sta) dan nomor nomor titik kontrol horizontal/vertikal.

Lokasi dan batas-batas obyek-obyek penting seperti rawa, kebun, hutan lindung,

rumah, sungai dan lain-lain.

Data lengkung horizontal (curve data yang direncanakan)

Lokasi dan data bangunan pelengkap jalan

b. Alinyemen Vertikal (Profile)

Profile digambar dengan skala 1 : 2000 dan skala vertikal 1 : 200, mencakup hal-hal

sebagai berikut:

Tinggi muka tanah asli dan tinggi rencana muka jalan

Diagram superelevasi

Data lengkung vertikal

Lokasi bangunan pelengkap

c. Potongan Melintang (Cross Section)

Cross Section digambar untuk setiap titik STA dengan interval 200 meter, tapi pada

segmen-segmen khusus misalnya tikungan harus dibuat dengan interval lebih rapat.

Gambar potongan melintang dibuat dengan skala horizontal 1 : 200 dan skala vertikal 1 :

20, di dalamnya harus mencakup:

Tinggi muka tanah asli dan tinggi rencana permukaan jalan.

Profil tanah asli dan profil ROW rencana.

Penampang bangunan pelengkap yang diperlukan.

Data kemiringan lereng galian/timbunan bila ada.

d. Typical Cross Section

9 dari 148

Page 10: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Typical Cross Section digambar dengan skala yang memuat semua informasi yang

diperlukan, misalnya:

Penampang pada daerah galian dan daerah timbunan pada ketinggian yang

berbeda-beda.

Penampang pada daerah perkotaan dan daerah luar kota.

Penampang bangunan pelengkap jalan.

Bentuk dan konstruksi bahu jalan dan median

Bentuk dan posisi saluran melintang.

4.4 Standar dan kriteria perencanaan

Perencanaan teknik harus menetapkan dan menggunakan standar dan kriteria perencanaan

teknik jalan tol yang menjadi dasar perhitungan dalam penyelesaian detail perencanaan

yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. standar dan/ atau kriteria perencanaan geometrik jalan tol;

b. standar dan/atau kriteria perencanaan perkerasan;

c. standar dan/atau kriteria bangunan struktrur;

d. standar dan/ atau kriteria perencanaan geoteknik;

e. standar dan/ atau kriteria perencanaan drainase;

f. standar dan/atau kriteria perencanaan fasilitas tol;

g. standar dan/atau kriteria perencanaan tempat istirahat dan pelayanan;

h. standar dan/atau kriteria perencanaan utilitas dan kelengkapan jalan tol;

i. standar dan/atau kriteria perencanaan lansekap jalan tol dan ruang terbuka hijau;

j. standar dan/atau kriteria perencanaan penerangan jalan umum; dan

k. standar dan/atau kriteria perencanaan marka dan perambuan.

5 Ketentuan teknik

5.1 Bagian-bagian jalan

5.1.1 Umum

Bagian-bagian jalan secara umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang

pengawasan jalan. Bagian-bagian jalan dapat dilihat pada Gambar 1.

10 dari 148

Page 11: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

a = jalur lalulintas, b = bahu, c = saluran tepi, d = ambang pengaman x= badan jalan

Gambar 1 Bagian-bagian Jalan

Gambar 2 Bagian bagian Jalan Layang

11 dari 148

RUMIJA

RUMAJA

MEDIAN

BAHU DALAM

BAHU DALAM

LAJUR LALULINTAS BAHU LUAR

REL PENGAMAN DAN REFLEKTOR

RUWASJA

LAJUR LALULINTASBAHU LUAR

Telepondarurat

MARKA MARKA

RUWASJA

1,6 m1,6 m

500

Min 20 M

RUMIJA

RUMAJA

MEDIAN

BAHU DALAM

BAHU DALAM

LAJUR LALULINTAS BAHU LUAR

REL PENGAMAN DAN REFLEKTOR

RUWASJA

LAJUR LALULINTASBAHU LUAR

Telepondarurat

MARKA MARKA

RUWASJA

1,6 m1,6 m

500

Min 20 M

Page 12: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Tebal

Sumbu kecil

Sumbu besar

Gambar 3 Bagian-bagian Terowongan

5.1.2 Ruang manfaat jalan

Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu

jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan, galian, gorong-gorong,

perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan.

Ruang manfaat jalan tol harus mempunyai lebar dan tinggi ruang bebas serta kedalaman

sebagai berikut:

a) lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal batas bahu jalan;

b) tinggi ruang bebas minimal 5,1 (lima koma satu) meter di atas permukaan jalur lalulintas

tertinggi;

c) kedalaman ruang bebas minimal 1,50 meter di bawah permukaan jalur lalulintas

terendah atau tanah dasar (sub grade).

5.1.3 Ruang milik jalan

Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun

penambahan lajur lalulintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan

jalan tol dan fasilitas jalan tol.

12 dari 148

Page 13: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Ruang milik jalan tol harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) lebar dan tinggi ruang bebas ruang milik jalan minimal sama dengan lebar dan tinggi

ruang bebas ruang manfaat jalan.

b) lahan ruang milik jalan harus dipersiapkan untuk dapat menampung minimal 2 arah x 2

lajur lalulintas terpisah dengan lebar minimal 40 meter di daerah antarkota dan 30 meter

di daerah perkotaan;

c) lahan pada ruang milik jalan diberi patok tanda batas sekurangkurangnya satu patok

setiap jarak 100 meter dan satu patok pada setiap sudut serta diberi pagar pengaman

untuk setiap sisi.

d) pada kondisi jalan tol layang, perlu diperhatikan ruang milik jalan di bawah jalan tol, dan

lahan yang dibebaskan oleh pemerintah dan diserahkan kepada BUJT untuk maksud

pembangunan jalan tol tersebut.

5.1.4 Ruang pengawasan jalan

Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan

pengamanan konstruksi jalan. Batas ruang pengawasan jalan tol adalah 40 meter untuk

daerah perkotaan dan 75 meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Dalam hal

jalan tol berdekatan dengan jalan umum ketentuan tersebut tidak berlaku.

Jalan ditetapkan keberadaannya dalam suatu ruang yang telah didefinisikan di atas. Ruang-

ruang tersebut dipersiapakan untuk menjamin kelancaran dan keselamatan serta

kenyamanan pengguna jalan disamping keutuhan konstruksi jalan. Dimensi ruang yang

minimum untuk menjamin keselamatan pengguna jalan diatur sesuai dengan jenis prasarana

dan fungsinya. Ukuran minimum dari Rumaja, Rumija, dan Ruwasja jalan tol dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 Dimensi ruang jalan tol

Bagian-bagian jalan

Komponen geometriDimensi (m)

RUMAJA

Antarkota PerkotaanLayang / Jembatan

terowonganLebar badan jalan (min) 29,0 22,0 20,0

Tinggi (min) 5,00 5,00 5,00

Kedalaman (min) 1,50 1,50 1,50

RUMIJA Lebar minimum 40 30 20

RUWASJA Lebar minimum 751) 401) 1002)

Catatan: 1) Lebar diukur dari As Jalan

2) 100 m ke hilir dan 100 ke hulu

13 dari 148

Page 14: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.2 Topografi

5.2.1 Data topografi

Dalam desain proyek jalan tol, penyediaan peta terbaru berskala merupakan hal yang sangat

penting sebagai data referensi awal. Peta ini seharusnya merupakan peta dengan skala

yang lebih besar dari peta yang digunakan pada tahap studi kelayakan. sumber-sumber data

peta dan skalanya di dapat dari institusi sebagai berikut;

- Peta Topografi Digital skala 1:10.000, 1:25.000, 1:50.000 dari Bakosurtanal;

- Peta GIS Digital (dari LREP) skala 1:50.000, 1:250.000 dari Bakosurtanal;

- Photo Udara skala 1:25.000, 1:50.000, 1:250.000 dari Bakosurtanal;

- Photo pengindraan radar skala 1:50.000, 1:100.000, 1:250.000 dari Bakosurtanal;

- Peta dari pengindraan satelit IKONOS, Landsat dan lain lain;

- Peta dari pengindraan satelit yang tersedia pada Yahoo.com dan Google.com.

Survai topografi dibutuhkan untuk menggambarkan peta dasar yang meliputi seluruh data

terakhir yang dibutuhkan oleh perencana desain jalan tol. Rencana survai topografi

seharusnya mengikuti kebutuhan desain proyek. Apabila diperlukan kondisi gambar yang

lebih nampak maka diperlukan sekala 1:5000, 1:10000.

Data survai topografi yang merupakan hasil pengukuran kondisi muka bumi dapat diukur

dengan alat ukur T0, T2, Waterpass, dimana dari hasil pengukuran tersebut setelah dianalisa

akan dihasilkan peta situasi, potongan melintang, potongan memanjang beserta elevasinya

pada koridor yang telah ditentukan oleh KAK.

5.2.2 Persiapan dan kriteria

Beberapa persiapan baik teknis maupun administratif, dibutuhkan sebelum survai topografi

dilakukan. Persiapan ini amat diperlukan untuk menjamin agar survai dapat berjalan dengan

sukses sesuai standar dan kriteria yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya survai topografi ini adalah melakukan pengukuran sudut dan jarak serta beda

tinggi dengan mempertimbangkan pengaruh bentuk lengkung permukaan bumi.

Lingkup pekerjaan yang dilakukan secara umum adalah perintisan/persiapan, pemasangan

titik kontrol (Patok BM dan patok bantu lainnya), dan pengukuran.

Jarak pengukuran sesuai dengan ketentuan KAK atau biasanya dengan interval 50 m

dengan koridor 75 m kiri dan 75 m kanan atau sampai dengan ruang pengawasan jalan tol.

14 dari 148

Page 15: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Persiapan dengan peralatan sebagai berikut yaitu alat ukur T2, T0,waterpass,kamera,

meteran 50 m dan peta. Sedangakan perintisan adalah kegiatan ini untuk membuka daerah

pengukuran sesuai dengan koridor yang telah ditentukan oleh KAK.

Maksud dan tujuan perintisan adalah untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran dengan

mengurangi hambatan dan rintangan pada koridor yang akan diukur serta memberikan arah

pengukuran.

Kriteria ukur tanah dan pengikatan untuk menentukan posisi titik awal menggunakan data

geografis lintang dan bujur dalam sistim UTM (Universal Transverse Mercator) dengan

elipsoid WGS (World Geographic System) 84, dengan koordinat peta harus pada sistem

yang sama dan menggunakan skala 1: 2.000 (digital).

5.2.3 Pekerjaan lapangan

Pekerjaan lapangan adalah segala aktivitas yang dilakukan diatas lokasi proyek. Hal ini

meliputi: ground survai (survai terrestrial) atau foto udara. Aktifitas ini meliputi:

- Pengukuran pengikatan;

- Pemasangan titik kontrol dan titik bantu lainnya;

- Pembuatan jaringan kontrol horizontal;

- Pembuatan jaringan kontrol vertical;

- Survai wilayah proyek;

- Survai potongan memanjang dari jalan; dan

- Survai potongan melintang dari jalan.

Pengukuran pengikatan, untuk menetapkan posisi titik awal proyek terhadap koordinat

maupun elevasi. Pengukuran Pengikatan dari titik refrensi [pedoman] terdiri dari:

- Pengamatan matahari

- Pengukuran poligon

- Pengukuran sipat datar

5.2.3.1 Pemasangan titik kontrol

5.2.3.1.1 Patok BM [Bench Mark]

Patok BM merupakan patok tempat menyimpan koordinat suatu titik yang akan dipakai

sebagai pedoman pengukuran selanjutnya, sehingga patok BM dapat dianggap sebagai titik

control baik horizontal maupun vertikal.

15 dari 148

Page 16: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Patok BM untuk mempermudah pengikatan jaringan polygon biasanya dipasang setiap 1

(satu) km. Patok BM terbuat dari beton bertulang dengan ukuran sesuai dengan standar

Bina Marga atau sesuai dengan yang ditentukan oleh KAK.

5.2.3.1.2 Patok Pembantu

Patok ini bersifat membantu Patok BM dan dipasang setiap 500 m atau sesuai kebutuhan.

Patok ini berupa kayu atau paralon yang diisi beton yang berfungsi sebagai titik pedoman

sementara, setiap patok harus diberi nomor urut dan dicatat sesuai dengan ketentuan.

Tujuan dari pemasangan titik kontrol adalah sebagai alat ukur referensi, serta aktivitas

lainnya pada tahap desain dan referensi dalam tahap kontsruksi.

5.2.3.2 Pembuatan jaringan kontrol horisontal

Pengukuran jaringan kontrol horisontal dilakukan untuk menentukan posisi koordinat pada

setiap titik kontrol. Jaringan kontrol horisontal mengacu pada titik kontrol permanen

(nasional). Metode yang digunakan adalah dengan survai terestrial atau pengamatan GPS.

Pengukuran Poligon, untuk mendapatkan kerangka dasar pengukuran dan sebagai pengikat

jalur rintis melintang. Alat yang digunakan adalah Alat ukur T2, pengukuran dengan cara

polygon terbuka dengan pembacaan secara satu seri ganda.

Pengamatan Matahari, pengamatan azimuth matahari dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan azimuth geografis yang digunakan sebagai azimuth awal dalam perhitungan

polygon dan untuk melakukan control ketelitian hasil ukur sudut poligon.

5.2.3.3 Pembuatan jaringan kontrol vertikal

Pengukuran jaringan kontrol vertikal dilakukan dengan menentukan koordinat vertikal

(ketinggian/elevasi) pada permukaan setiap titik kontrol. Data ketinggian didapat secara

relatif untuk diberikan ke pesawat, yang dikenal dengan Data Indonesia (Indonesian Datum).

Pengukuran ini dilakukan dengan system beda tinggi (sipat datar) pada titik-titik poligon yang

ada. Metode pengukuran dilakukan dengan cara “Double Stand”, pengukuran ini dilakukan

untuk memperoleh bentuk profil di sepanjang proyek. Alat yang digunakan adalah

waterpass.

16 dari 148

Page 17: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.2.3.4 Survai wilayah proyek jalan tol

Survai wilayah proyek dilakukan untuk mendapat gambaran data lapangan mengenai

rencana pengembangan jalan tol. Pengukuran lokasi harus mengacu pada titik kontrol kedua

di atas (vertikal dan horisontal)

Pengukuran khusus dilakukan apabila dalam perencanaan terdapat persilangan dengan

sungai atau dengan jalan lain yang berbeda fungsi harus dibuat pengukuran situasi tersendiri

dengan koridor yang lebih besar, hal ini penting untuk memberikan gambaran kondisi lokasi

persilangan di wilayah proyek tersebut secara akurat dan teliti sehingga perencana dapat

merencankan persimpangan tersebut dengan baik.

5.2.3.5 Survai potongan memanjang jalan tol

Survai potongan memanjang dari jalan dilakukan untuk menentukan ketinggian dan elevasi

permukaan tanah sepanjang garis tengah alinyemen jalan yang direncanakan. Hal ini juga

harus mengacu pada titik kontrol di atas.

Pengukuran ini merupakan pengukuran situasi untuk pembuatan peta sepanjang koridor

yang ditentukan.

5.2.3.6 Survai potongan melintang jalan tol

Potongan melintang dari jalan diperlukan untuk menentukan ketinggian dan elevasi dari

alinyemen jalan tol. Hal ini juga harus mengacu pada titik kontrol di atas.

Pengukuran penampang yang dimaksud adalah penampang melintang (cross section) yang

merupakan penampang tegak lurus sumbu jalan tol. Pengukuran ini adalah pengukuran sipat

datar untuk mengetahui kondisi melintang koridor dalam interval tertentu semakin rapat

semakin teliti.

Gambar penampang melintang ini diperlukan untuk menghitung volume galian dan timbunan

juga untuk perencanaan drainase dan dinding penahan tanah.

5.2.3.7 Hasil pekerjaan lapangan

Agar hasil pekerjaan lapangan dapat memuaskan, maka perencanaan topographi dapat

berpedoman kepada Pedoman Pengukuran Tophographi untuk pekerjaan jalan dan

jembatan buku 1-4, No. 010-A / PW/2004 sampai 010-D/PW/2004.

17 dari 148

Page 18: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Informasi detail yang harus dihasilkan pada pengukuran dan peta topografi meliputi:

- Struktur/bangunan jembatan

- Jalan dan fasilitas pejalan kaki

- Utilitas meliputi substasiun listrik, gas, saluran air

- Inventarisasi jalan (Street furniture)

- Batas-batas yang ditentukan dalam KAK

- Rel kereta api

- Titik kontrol tanah

- Tanda permanen di atas tanah

- Pohon dan daerah tempat istirahat

- Kecuraman eksisiting dan pekerjaan tanah

- Saluran air, drainase, dan kondisi pantai, serta

Termasuk Bench Mark yang dipasang di lapangan, sebanyak-banyaknya, minimal 20 buah,

dengan gambar atau trase jalan tol dan penampang memanjang (long section) , pada skala

H = 1:1.000, V = 1:100, dan V = 1:200 untuk flyover/jembatan/ underpass dan gambar

penampang melintang badan jalan tol berikut saluran samping yang ada, pada skala H

=1: 200, V=1: 100.

5.2.4 Kompilasi data, data presentasi dan penggambaran

5.2.4.1 Kompilasi data

Aktivitas ini meliputi:

- Memperhitungkan kesalahan terdekat dari jaringan kontrol

- Menghitung koordinat-koordinat dan elevasi setiap obyek survai

5.2.4.2 Data presentasi

Hasil data dan hasil pekerjaan lapangan biasanya dipresentasikan dalam format digital dan

dicetak di kertas ukuran A1. Ketebalan garis serat ukuran huruf harus sedemikian rupa

sehingga cukup jelas terlihat ketika gambar diperkecil menjadi ukuran yang lebih kecil yaitu

kertas ukuran A3.

5.2.4.3 Penggambaran

Penggambaran akhir topograpi dikerjakan secara komputerisasi dengan plotter yaitu:

- gambar atau peta situasi jalan tol, pada skala H = 1: 1.000

- gambar penampang memanjang (long section), pada skala H = 1: 1.000, V = 1: 100

18 dari 148

Page 19: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

- gambar penampang melintang (cross section), pada skala H = 1: 1.000, V = 1: 50

Gambar atau peta tersebut memnuat detail-detail antara lain:

- posisi dan nomor patok-patok pengukuran (STA)

- posisi bench mark beserta nilai koordinat dan elevasi (X,Y,Z)

- patok-patok pengukuran (STA)

- kondisi kiri kanan jalan (bangunan, saluran samping dan lain lain)

- jembatan, gorong gorong

- tiang listrik, telepon, bangunan utilitas, dan utilitas lainnya

5.3 Geoteknik

5.3.1 Pendahuluan

Maksud dan tujuan diadakannya survai geoteknik ini adalah untuk mengetahui penyebaran

tanah / batuan dasar dan tebal pelapukan pada daerah sepanjang trase jalan tol yang

direncanakan sehingga dapat memberikan informasi mengenai stabilitas lereng, dan

perkiraan penurunan lapisan tanah dasar dan daya dukungnya setelah dipadukan dengan

hasil uji laboratorium. Pada survai material untuk memperkirakan kuantitas (deposit) sumber

material, karakteristik dan jenis material yang dikandung oleh lokasi sumber material.

Geoteknik dalam perencanaan jalan dan jembatan adalah kegiatan untuk mendapatkan data

karakteristik tanah, kedalaman tanah keras, dan borlog melalui pemboran, Sondir, dan

pengambilan contoh tanah untuk diuji laboratorium. Dibawah ini diberikan Petunjuk Umum

Penyelidikan Geoteknik antara lain :

Struktur pondasi : Minimum satu boring (bor-log) untuk setiap unit bangunan bawah. Titik

pemboran biasanya dilakukan pada tengah-tengah rencana perletakan pondasi. Bila berat

rencana bangunan tidak diketahui, maka pemboran dilanjutkan sampai 7.5 meter dibawah

lapisan tanah keras (nilai penetrasi standard N>60).

Retaining Walls : Bila digunakan pondasi langsung pada retaining wall dan culverts, maka

dianjurkan sekurang-kurangnya satu bor-log setiap peletakan pondasiya dan setiap 15

sampai 60-meter lari. Beberapa titik bor-log harus berada didepan dan dibelakan dinding.

Kedalaman minimum adalah dua kali tinggi dinding atau 3-meter menembus batuan dasar.

Timbunan oprit jembatan : Bila timbunan oprit jembatan di bangun diatas tanah lunak,

maka maka dianjurkan sekurang-kurangnya satu titik bor-log pada setiap timbunan tersebut.

Pemboran tersebut dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat tanah untuk analisa stabilitas

19 dari 148

Page 20: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

dan penurunan.

Cut dan Fill : Daerah-daerah timbunan yang tinggi (lebih 2m untuk tanah lembek), maka

diperlukan sekurang-kurangnya satu titik bor-log setiap 60m (tanah bervariasi) sampai 150m

(tanah seragam) untuk menentukan penurunan dan stabilitasnya. Pada area cut dengan

tanah yang relative stabil kedalaman boring minimum adalah 3m dibawah centerline dan

pada tanah lunak sampai pada lapisan yang daya dukungnya baik.

Daerah rawan longsor : Pada daerah rawan longsor disarankan sekurang-kurangnya 2

(dua) titik bor-log garis lurus memotong penampang cut and fill untuk mendapatkan

penampang geologinya. Kedalaman yang disarankan sebaiknya sampai dibawah daerah

aktif atau berpontensi longsor

Material di lapangan : Jarak boring atau testpit setiap 50 meter atau setiap perubahan

material, Kedalaman yang disarankan sebaiknya sampai tanah dasar endapan atau

kedalaman yang ditentukan untuk kebutuhan kuantitas.

Rehabilitasi perkerasan : Minimum satu boring atau testpit setiap 1 (satu) kilometer dengan

tambahan sesuai kebutuhan untuk menetapkan perubahan material subgrade, perubahan

jenis perkerasan, dan adanya lokasi yang rawan daya dukungnya. Kedalaman yang

disarankan sebaiknya 1(satu) meter dibawah subgrade atau kedalaman yang ditentukan

untuk kebutuhan

Tahap desain geoteknik dalam perencanaan teknik jalan tol seperti bagan alir pada Gambar

4, merupakan lanjutan dari penilaian geoteknik yang dilakukan pada tahap bagian desain

awal. Tujuannya adalah:

a) kaji ulang informasi yang berkaitan dengan proyek jalan tol termasuk laporan studi

kelayakan penilaian geoteknik;

b) merevisi jika perlu tujuan dan lingkup pekerjaan investigasi tanah dasar yang

direkomendasikan oleh penilaian geoteknik;

c) implementasi dan supervisi dari pekerjaan investigasi geoteknik pada perencanaan

teknik sesuai dengan tingkat kedalaman yang diperlukan;

d) analisis hasil dari investigasi geoteknik untuk meng-update kondisi geoteknik dan

hidrologi;

e) memberikan masukan geoteknik untuk perencanaan teknik dalam aspek desain

pekerjaan tanah, desain pondasi struktur dan definisi material;

f) menghasilkan laporan geoteknik yang diikuti dengan rekomendasi-rekomendasi,

20 dari 148

Page 21: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

gambar-gambar dan peta-peta.

21 dari 148

Penyelidikan Pendahuluan

Studi Pendahuluan

EngineeringGeology

peta topografipeta geologidata penyelidikan lamafoto udaradokumen-dokumen

konsep struktur dan lokasi proyek

data penyelidikan geoteknik lama

dokumen-dokumen

Konsep Proyek

pemetaan geologysurvai geofisispeta geologilaporan

in-situ test (boring, trial pits, sampling, penetration)

laporan

laboratory testlaporan

laboratory testlaporan

Penyelidikan Detail/Tambahanin-situ test (boring, trial

pits, sampling, penetration)

laporan

pemetaan geologysurvai geofisispeta geologilaporan

laboratory testlaporan

laboratory testlaporan

visual during excavation, pile drivng, boring loading test

laporan

Analysis

Konsep

Desain

Pengkajian

tahap pelaksanaan/tahap pelayanan Not OK

OK

Page 22: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Gambar 4 Bagan Alir dari Proses Desain Geoteknik

5.3.2 Kaji ulang investigasi geoteknik

Suatu investigasi geoteknik akan diidentifikasi sebagai bagian dari desain awal. Ahli

geoteknik harus seawal mungkin mengkaji ulang lingkup dari investigasi geoteknik.

Hal ini merupakan suatu kegiatan studi di belakang meja dan memperhatikan hal-hal

sebagai berikut:

a. adanya informasi terbaru yang muncul setelah tahap desain pendahuluan/awal

b. asumsi yang dibuat dengan memperhatikan aspek geoteknik pada saat desain

pendahuluan

c. adanya usulan perubahan pada alinyemen jalan (baik vertikal maupun horisontal) dan

strukturnya.

Hasil dari kaji ulang ini harus merupakan pekerjaan yang final dan program di laboratorium

diperlukan sesuai dengan aspek di atas.

5.3.3 Lingkup dari investigasi geoteknik dalam perencanaan teknik

Lingkup kegiatan geoteknik dalam perencanaan teknik jalan tol meliputi kegiatan investigasi

yaitu survei geologi, survei tanah dan investigasi tanah dengan pedoman sebagai berikut:

1) Survei Geologi

a) Pengamatan

Pengamatan kondisi visual dilakukan pada lokasi sepanjang trase jalan tol yang

direncanakan. Pengamatan di lapangan meliputi pemeriksaan sifat tanah seperti

konsistensi, jenis dan warna tanah dengan mencantumkan persentase butiran

kasar/halus dan dengan demikian pengamatan visual yang dilakukan meliputi

stratigrafi dan struktur geologi, sedangkan litologi dapat diperoleh dari borlog dan log

test pit. Peralatan yang digunakan:

i) palu geologi (untuk pengambilan contoh batuan)

ii) kompas geologi (untuk menentukan jurus dan kemiringan lapisan batuan)

iii) loupe (untuk mengidentifikasi mineral yang ada)

b) Klasifikasi Tanah di Lapangan:

i) tanah berbutir kasar, tanah yang termasuk dalam kelompok ini antara lain pasir,

kerikil, dan krakal

ii) tanah berbutir halus, tanah yang termasuk dalam kelompok ini misalnya lempung

dan lanau.

22 dari 148

Page 23: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

2) Survei Material,

Kegiatan survei material meliputi:

a) mengukur dan memperkirakan kandungan sumber material.

b) mencatat jenis material yang ada dan mengambil contoh material untuk diuji di

laboratorium.

c) mengukur jarak sumber material ke lokasi proyek jalan tol yang paling dekat dan

membuat peta sketsanya.

d) mengambil contoh tanah dari borrow pit:

i) contoh tak terganggu (UDS), untuk pengujian karakteristik tanah yang diperlukan

sebagai bahan timbunan.

ii) contoh terganggu (DS), untuk pengujian bahan urugan sehubungan dengan

parameter yang diperlukan d (dry density) dan Wopt (optimum moisture content)

untuk analisis daya dukung tanah dasar dan besarnya penurunan.

3) Investigasi Tanah,

Kegiatan Investigasi Tanah meliputi:

a) menentukan daya dukung tanah, seperti natural sub grade (tanah dasar asli)

b) analisa stabilitas lereng

c) analisis penurunan (settlement)

4) Dalam kondisi umum lingkup geoteknik meliputi:

a) bahaya geoteknik alam (tanah longsor)

b) zona dengan problem geoteknik (tanah lunak/rawa-rawa)

c) pondasi untuk struktur penting (desain tiang pancang)

Investigasi geoteknik dalam perencanaan teknik akan memberikan data untuk hal-hal

sebagai berikut:

a. desain pekerjaan tanah

b. pekerjaan spesialisasi mitigasi geoteknik

c. desain pondasi struktur

d. material konstruksi alam

e. input geoteknik untuk BoQ serta spesifikasi (biaya)

5.3.4 Prosedur investigasi geoteknik perencanaan teknik

Prosedur untuk investigasi geoteknik pada tahap perencanaan teknik sama dengan prosedur

23 dari 148

Page 24: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

pada tahap studi kelayakan/desain awal dengan flow chart seperti Gambar 5 berikut ini:

24 dari 148

Page 25: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Gambar 5 Diagram alir kegiatan geoteknik untuk studi kelayakan/ desain awal

25 dari 148

Indentifikasi pemilihan rute

Penyaringan secara luas pilihan keteknikan (daftar singkatan utama)

Evaluasi Daftar Singkatan

Indentifikasi pemilihan keteknikan yang baik

Perencanaan Teknik Pendahuluan

Evaluasi dari informasi Pra -FS

Rencana Program Geoteknik

Perobahan dan pengenalan lebih mendalam dari penyidikan geotekeknik

Pemilihan Evaluasi Geoteknik

Analisa Geoteknik

Laporan Geoteknik

Kerangka acuan kerja untuk tahap Perencanaan Tahap Akhir

Survey Peninjauan

Cakupan studi

Penyelidikan Geologi Tahap 1 Penyelidikan Geologi Tahap 2

Page 26: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.4 Lalulintas

5.4.1 Data lalulintas

Maksud dan tujuan diadakannya survai lalulintas ini adalah untuk mendapatkan data yang

akurat mengenai volume dan arus lalulintas pada ruas jalan dan persimpangan jalan untuk

digunakan sebagai dasar perencanaan geometri (setelah dipadukan dengan peta topografi),

menganalisa kinerja lalulintas pada ruas jalan atau persimpangan, menganalisa struktur

perkerasan jalan juga untuk menganalisa manajemen laluintas.

Secara umum, sebagian besar data yang diperlukan untuk Rencana Teknik Akhir (RTA)

berasal dari data base pada tahap desain awal (DTP). Walaupun demikian tetap diperlukan

tambahan data pada saat desain memerlukan penyempurnaan. Jika terjadi penundaan

waktu yang cukup berarti antara tahap RTA dan DTP maka data lalulintas perlu diestimasi

sesuai dengan tahun perencanaan yang ditentukan misalnya 20 tahun.

Survai lalulintasi dalam perencanaan jalan dan jembatan/fly over adalah kegiatan untuk

mendapatkan data volume (arus) lalulintas untuk keperluan teknik lalulintas maupun

perencanaan manajemen lalulintas dan sebagai dasar untuk menentukan lebar jalur, jumlah

lajur serta geometri jalan yang direncanakan.

5.4.2 Standar pelayanan dan karakteristik operasi

Tingkat pelayanan jalan tol didefinisikan sebagai kemampuan ruas jalan tol untuk

menampung lalulintas pada keadaan tertentu. Tingkat pelayanan minimum untuk jalan tol

antarkota adalah harus disiapkan dengan tingkat pelayanan A dan tingkat pelayanan

minimum untuk jalan tol perkotan adalah A. Karakteristik operasi terkait untuk tingkat

pelayanan di jalan tol dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Standar pelayanan dan karakteristik operasi

Tingkat

PelayananKarakteristik Operasi Terkait

A Arus bebas

Volume pelayanan 1400 smp perjam pada 2 lajur 1 arah

B Arus stabil dengan kecepatan tinggi

Volume pelayanan maksimal 2000 smp perjam pada 2 lajur 1 arah

C Arus masih stabil

Volume pelayanan pada 2 lajur 1 arah tidak melebihi 75% dari kapasitas

lajur (yaitu 1500 smp perjam per lajur atau 3000 smp perjam untuk 2 lajur)

26 dari 148

Page 27: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.4.3 Perhitungan dan analisa lalulintas

Perhitungan/analisis volume lalulintas sangat diperlukan untuk perencanaan jalan sebagai

dasar untuk menentukan jumlah lajur dan kapasitas jalan dalam menentukan karakteristik

geometrik, sedangkan jenis kendaraan akan menentukan kelas beban (MST) yang

berpengaruh langsung pada perencanaan perkerasan.

Analisis data lalulintas pada dasarnya dilakukan untuk menentukan kapasitas jalan tol,

mengetahui arus jam puncak, komposisi arus lalulintas dan fluktuasinya, serta pendapatan

tol, akan tetapi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan geometrik.

5.4.3.1 Kendaraan rencana

Dimensi standar kendaraan rencana untuk desain jalan tol dapat dilihat pada Tabel 3 dan

seperti diilustrasikan pada Gambar 6 hingga Gambar 12.

Tabel 3 Dimensi kendaraan rencana

Jenis

Kendaraaan Rencana

Dimensi Kendaraan (m) Dimensi Tonjolan (m)

Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang

Mobil Penumpang 1,3 2,1 5,8 0,9 1,5

Bus 3,2 2,4 10,9 0,8 3,7

Bus Gandeng 3,4 2,5 18,0 2,6 3,1

Truk 2 as 4,1 2,4 9,2 1,2 1,8

Truk 3 as 4,1 2,4 12,0 1,2 1,8

Truk 4 as 4,1 2,4 13,9 0,9 0,8

Truk 5 as 4,1 2,5 16,8 0,9 0,6

Gambar 6 Dimensi mobil penumpang

27 dari 148

5,79

3,35 0,911,52

2,10

10,91

6,49 0,763,66

2,10

Page 28: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Gambar 7 Dimensi bus

Gambar 8 Kendaraan bus gandeng

Gambar 9 Kendaraan truk 2 as

Gambar 10 Kendaraan truk 3 as

Gambar 11 Kendaraan truk 4 as

Gambar 12 Kendaraan truk 5 as

28 dari 148

16,77

15,24 0,910,61

1,22 1,28 3,17

1,35 3,81

10,82

12,95

1,22 0,91

2,50

9,15

6.10 1,221,83

2,44

13,87

12,20 0,910,66

1,22 3,810,71

7,77

10,06

1,37 0,91

2,44

10,06

7,77 0,910,66

1,22

2,44

18,0

4,023,05

2,50

6,71 2,621,69

Page 29: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.4.3.2 Nilai ekivalensi mobil penumpang (emp)

Nilai emp untuk jalan tol dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Ekivalensi mobil penumpang (emp)

Tipealinyemen

Arus lalulintas per arah(kend/jam)

emp

4/2 D 6/2D MHV LB LT

Datar2.250

≥ 2.800

3.400

≥ 4.150

1,6

1,3

1,7

1,5

2,5

2,0

Perbukitan1.700

≥ 2.250

2.600

≥ 3.300

2,2

1,8

2,3

1,9

4,3

3,5

Pegunungan1.450

≥ 2.000

2.150

≥ 3.000

2,6

2,0

2,9

2,4

4,8

3,8

Keterangan:

LV Kendaraan Ringan Kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 (empat) roda dan dengan

jarak as 2,0 m - 3,0 m (meliputi: mobil penumpang, oplet, mikrobis,

pick-up dan truk kecil)

MHV Kendaraan Berat

Menengah

Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 m - 5,0 m

(termasuk bis kecil, truk dua as dengan enam roda)

LT Truk Besar Truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar < 3,5 m

LB Bis Besar Bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 m - 6,0 m.

5.4.3.3 Volume lalulintas rencana

VJR adalah volume lalu lintas selama 1 jam pada jam sibuk, yang nilainya direncanakan

sebesar persentase tertentu terhadap LHRT Rencana. VJR digunakan untuk menghitung

jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya, dirumuskan sebagai berikut:

Faktor K didefinisikan sebagai rasio antara volume lalu lintas pada jam sibuk terhadap

LHRT. Faktor K dan F tergantung pada karakteristik lalu-lintas. Berikut ini diberikan Tabel

yang memberikan korelasi antara LHRT Rencana, faktor K dan faktor F, diambil dari ”Tata

Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya Antar Kota”- Ditjen Bina Marga 1997:

29 dari 148

Page 30: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Tabel 5 Faktor K dan Faktor F

LHRT Rencana (smp/hari) Faktor K (%) Faktor F (%)

> 50.000 4 - 6 0.9 - 1

30.000 – 50.000 6 - 8 0.8 - 1

10.000 – 30.000 6 - 8 0.8 - 1

5.000 – 10.000 8 - 10 0.6 – 0.8

1.000 – 5.000 10 - 12 0.6 – 0.8

< 1.000 12 - 16 < 0.6

5.4.3.4 Kapasitas

Kapasitas (C) adalah Volume lalulintas maksimum yang dapat melalui suatu bagian jalan

pada satu atau dua arah selama waktu tertentu dengan kondisi jalan dan arus lalulintas yang

ditetapkan atau secara praktis yaitu arus lalulintas yang masih memberikan kecepatan

perjalanan dan kenyamanan yang dapat diterima oleh pemakai jalan tol.

Menurut MKJI (1997) perhitungan kapasitas ruas jalan tol dengan rumus:

C = C0 x FCw x FCSP

Dimana:

C = kapasitas ruas jalan tol (smp/jam)

C0 = kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = faktor penyesuaian lebar jalan tol

FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tol tak terbagi)

Besar kapasitas dasar menurut MKJI 1997 adalah:

Tabel 6 Kapasitas Dasar Jalan tol

Tipe Jalan tol/ Tipe Alinyemen Kapasitas Dasar (smp/jam/lajur)

4 dan 6 lajur terbagi

- Datar

- Bukit

- Gunung

2300

2250

2150

30 dari 148

Page 31: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.4.3.5 Standar jumlah lajur

Standar minimal jumlah lajur adalah 2 (dua) lajur per arah atau 4/2 D dan ditentukan

berdasarkan prakiraan volume lalulintas harian rata-rata (LHR) yang dinyatakan dalam

smp/hari sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7. Dalam menghitung LHR, karena pengaruh

berbagai jenis kendaraan, digunakan faktor ekivalen mobil penumpang.

Tabel 7 Jumlah lajur berdasarkan arus lalulintas

Tipe

Alinyemen

Arus Lalulintas per Arah

(kend/jam)

Jumlah Lajur

(Minimal)

Datar

≤ 2.250 4/2 D

≤ 3.400 6/2 D

≤ 5.000 8/2 D

Perbukitan≤ 1.700 4/2 D

≤ 2.600 6/2 D

Pegunungan≤ 1.450 4/2 D

≤ 2.150 6/2 D

5.4.4 Perencanaan keamanan lalulintas

5.4.4.1 Pengaturan lalulintas

Perencanaan pengaturan lalulintas didapat dari penggunaan kekhususan kontrol pengaturan

lalulintas yang sederhana sepanjang rencana jalan tol. Dalam rencana teknik akhir ada

gambar sejumlah sarana perlengkapan dan tanda dari lalulintas yang khusus yang

berhubungan dengan daerah yang penting dan rawan dan perlu diperlengkapi dengan

sarana perlengkapan jalan tol seperti tersebut di bawah ini:

- sarana keamanan jalan;

- tanda lalulintas;

- marka jalan; dan

- lampu Jalan.

5.4.4.2 Keamanan

Perencanaan keamanan di identifikasi dan di desain berhubungan dengan klasifikasi jalan,

kecepatan jalan, dan keadaan lokasi dan geometrik jalan tol. Beberapa macam dari

peralatan dari keamanan jalan tol seperti guardrails, reflektor, delineator, penahan silau dan

penahan suara (ditempat-tempat tertentu yang melampaui ambang batas kebisingan), lajur

penyelamatan yang diletakkan pada median atau sisi terluar rumijatol.

Bangunan pengaman adalah bangunan yang desainnya kaku cukup kuat untuk mencegah

kendaraan apabila bergerak keluar jalur. Bangunan pengaman selalu mengurangi kecepatan

31 dari 148

Page 32: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

kendaraan apabila tabrakan dan juga megurangi bahaya dari penumpang dan pengemudi.

Kegunaan dari bangunan pengaman adalah kemampuan untuk menahan benturan

kendaraaan secara langsung pada saat perjalanan.

Lokasi dan macam bangunan pengaman adalah pertimbangan yang penting. Lokasi yang

diinginkan dari bangunan pengaman ditampilkan pada gambar desain bersama-sama

dengan spesifikasinya.

Beberapa pertimbangan yang penting diambil untuk perhitungan dalam menetapkan lokasi

dari bangunan pengaman adalah sebagai beriukut: disempurnakan

a. Bangunan Pengaman yang terdiri dari dikehendaki adalah rintangan seperti abutment

jembatan untuk meningkatkan pengamanan apabila terjadi kecelakaan lalulintas;

b. Bangunan pengaman yang dikehendaki pada tikungan jalan dimana kecepatan dikurangi

menjadi 20 km perjam atau dibawah dari kecepatan rencana;

c. Bangunan pengaman yag dikehendaki sepanjang segmen jalan pada daerah perbukitan

dan pegunungan dengan kemiringan yang tajam;

d. Bangunan yang dikehendaki dimana medianya sempit untuk mencegah tabrakan; dan.

e. Macam bangunan khusus yang dikehendaki mencegah bergeraknya pejalan kaki untuk

menyeberang ke jalan utama.

f. Kemiringan tajam berapa persen maksimal

5.4.4.3 Rambu lalulintas

Rambu lalu intas yang macamnya langsung berhubungan untuk desain jalan tol serta kontrol

dan operasi lalulintas yang akan datang desainya harus dipertimbangkan bentuk

geometriknya. Selama perencanaan teknik rambu-rambu lalulintas didesain bersamaan

dengan desain geometrik.

Kemungkinan masalah operasional lalulintas yang akan datang dapat mengurangi fungsinya

apabila rambu-rambu lalulintas yang diinginkan diberlakukan seutuhnya, pada tahap proses

desain. Deasin rambu-rambu lalulintas yang digunakan tergantung daripada volume

lalulintas, macam fasilitas dan tingkat dari kontrol lalulintas yang diinginkan untuk kemanan

dan operasi lalulintas yang efisien.

Rambu-rambu jalan umumnya terdiri dari 4 (empat) macam:

a. Rambu peringatan digunakan untuk indikasi keadaan yang berisiko pada pengguna

32 dari 148

Page 33: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

jalan.

b. Larangan dan rambu-rambu ketetapan digunakan untuk mencegah pergerakan khusus

dari pengemudi

c. Tanda-tanda instruksi digunakan untuk indikasi aksi yang diinginkan yagn harus diikuti

oleh pengemudi

d. Pedoman atau pencapaian rambu-rambu digunakan langsung sepanjang rute lalulintas

atau tujuan untuk memilih jarak lokal atau regional.

Lokasi, gambaran, lampu rambu-rambu adalah suatu pertimbangan yang penting. Pada

desain rinci lokasi dan penggunaan dari rambu-rambu dapat dilihat pada pada standar

perambuan lalulintas. Desain rambu, marka dan lampu isyarat mengacu pada:

- Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 60 tahun 1993 tentang Marka Jalan.

- Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 tentang Rambu-rambu

Lalulintas di Jalan.

- Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 62 tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat

Lalulintas.

Dimensi rambu berupa kata-kata ditentukan berdasarkan ukuran huruf, jarak antara huruf

serta jarak ke tepi pnel (bukan dengan ukuran standar tertentu). Ukuran huruf yang

digunakan mengacu pada Standard Alphabets for Highway Sign and Pavement Marking dari

Federal Highway Administration (FHWA 1977).

Tiang pendukung dari rambu-rambu jalan tol adalah halangan berbahaya bagi pengendara,

oleh sebab itu rambu-rambu diletakkan pada ruang di luar dari pada ruang yang aman pada

atau dibelakang bangunan lalulintas dikehehendaki perisai pada daerah halangan.

5.4.4.4 Marka jalan

Marka jalan terdiri dari strip garis tengah, garis lajur, garis melintang dan garis arsir. dan

sebagai tambahan untuk marking perkerasan seperti pendekatan halangan, pemberhentian

dan garis melintang jalan dan bermacam-macam symbol marking.

Jenis marka terdiri dari marka pedoman jarak, marka temporer, paku marka, patok pengarah

(delineator) dan reflektor guard rail.

Jenis, bentuk, warna dan ukuran marka jalan tol yang sama dengan marka jalan pada

umumnya sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan nomor: KM 60 tahun 1993. Jenis,

33 dari 148

Page 34: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

bentuk dan ukuran marka jalan tol yang lain, adalah marka panah yang berfungsi

mengarahkan pengemudi untuk pindah lajur pada lokasi penyempitan/ pengurangan lajur.

Jenis material marka jalan tol adalah material thermoplastis bercampur glassbead dan

memenuhi persyaratan AASHTO M 249-79 (1990) atau yang setaraf. Glassbead yang

digunakan harus sesuai dengan persyaratan AASHTO M 247 atau yang setaraf.

Spesifikasi marka di jalan tol mengacu kepada Pedoman Standar Sarana Perlengkapan

Jalan tol, yang diterbitkan oleh PT. Jasa Marga dengan Nomor; 21/KPTS/ 2001.

5.4.4.5 Lampu jalan

Lampu badan jalan biasanya digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan visual selama

waktu jam malam bagi pengemudi. Mengijinkan pengemudi melihat dengan jelas marking

perkerasan dan halangan disisi jalan untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan.

Lampu jalan dimaksudkan untuk menerangi badan jalan, tempat istirahat dan pelayanan

Rumijatol dan sekitarnya sehingga tingkat kenyamanan dapat diberikan pada pengemudi.

Lampu wajib di sediakan pada volume lalulintas yang tinggi, dijalan tol perkotaan, disekitar

gerbang tol atau jalan penghubung. lampu yang dipasang di jalan tol harus menyala dengan

kekuatan sinar yang mengacu kepada standar lampu penerangan jalan yang tidak

menimbulkan silau bagi pengemudi.

Standar acuan Desain penerangan jalan mengacu pada : Spesifikasi Lampu Penerangan

Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Nomor

12/BNKT/1991, Februari 1992

Kuat penerangan

a. Gerbang Tol / Plaza : 24 Luxb. Underpass, daerah peralihan dengan jalan non tol : 19 Luxc. Jalan tol, jalan arteri, persimpangan on / off ramp : 12 Lux

5.5 Geometrik

5.5.1 Parameter perencanaan

Perencanaan harus memenuhi ketentuan-ketentuan standar geometrik jalan, kecepatan

34 dari 148

Page 35: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

rencana dan kelas perencanaan, jarak pandang, volume lalulintas dan umur rencana atau

volume pelayanan yang khusus dirancang untuk jalan tol.

Seperti untuk standar perencanaan jalan umum, hal-hal yang diperlukan untuk standar

perencanaan jalan tol relatif harus lebih tinggi daripada untuk jalan umum. Modifikasi perlu

diperhitungkan dan menjadi pertimbangan untuk kondisi-kondisi khusus yaitu dengan tujuan

agar bangunan jalan tol secara fisik akan menjamin keamanan, keselamatan, dan

kenyamanan di jalan tol.

Untuk itu standar dan parameter perencanaan jalan tol mengikuti ketentuan seperti Tabel 8

sebagai berikut:

Tabel 8 Parameter Perencanaan Jalan tol

UnsurAntar Kota Wilayah Perkotaan

Tolok Ukur Cakupan Tolok Ukur Cakupan

KecepatanRencana

(80-120) km/jam Ruas jalan (60-100) km/jam Ruas jalan

(60-100) km/jamJalanpenghubung

(60-80) km/jamJalan penghubung

(40-80) km/jam Simpang susun (40-80) km/jam Simpang susunKendaraanRencana

Sesuai kebutuhan/ ketentuan

Ruas jalan Sesuai kebutuhan Ruas jalan

Beban SumbuMuatan Sumbu Terberat (MST) paling rendah 8 ton;

Ruas jalanMuatan Sumbu Terberat (MST) paling rendah 8 ton;

Ruas jalan

Kapasitas

Mampu melayani kebutuhan tingkat pelayanan minimal yang ditetapkan

Ruas jalan

Mampu melayani kebutuhan tingkat pelayanan minimal yang ditetapkan

Ruas jalan

Tingkat PelayananJalan

Minimum B (menurut Permenhub No. 14 tahun 2006)

Ruas jalanMinimum C(menurut Permenhub No. 14 tahun 2006)

Ruas jalan

5.5.1.1 Lalulintas

Lalulintas yang diperlukan sebagai data dalam perencanaan geometrik jalan tol adalah

sebagaimana juga diperlukan untuk merancang geometrik jalan umum, tetapi tidak

dirancang untuk pejalan kaki, kendaraan roda dua, dan persimpangan sebidang. Kebutuhan

lebar lajur, lebar bahu, median, dan jalur lainnya, kebebasan samping dan jarak pandangan

yang diperlukan disediakan sepenuhnya sesuai dengan medan (terrain) yang ada di

lapangan, dengan tujuan untuk menjamin kelancaran, keamanan, kenyamanan dan

keselamatan bagi lalulintas pengguna jalan tol.

35 dari 148

Page 36: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Bila jalan tol dirancang untuk menghubungkan daerah industri jasa dengan daerah

permukiman, maka lalulintas akan didominasi oleh kendaraan penumpang sehingga tidak

ekonomis merancang perkerasan untuk lalulintas berat.

Lalulintas pengguna yang memanfaatkan jalan tol akan konsisten dalam menggunakan jalan

tol karena melanggar aturan penggunaan dan ketentuan lalulintas akan mendapatkan

sanksi. Ketentuan tersebut antara lain bahwa kecepatan lalulintas kendaraan tidak boleh

kurang dari 60 km/jam unruk jalan tol perkotaan dan 80 km/ jam untuk jalan tol antar kota,

yang disampaikan melalui rambu-rambu yang dipasang secara permanen.

5.5.1.2 Keselamatan jalan

Di sejumlah Negara berkembang seperti di Indonesia, hasil penelitian menunjukkan bahwa

kecelakaan yang terjadi di jalan tol karena 80% adalah faktor manusia dan kondisi

kendaraan. Faktor tersebut tercermin karena melaju dengan kecepatan di atas yang

ditentukan, ngantuk, control jarak antar kendaraan yang kurang, penggunaan lajur yang

salah misalnya menggunakan lajur lambat dengan kecepatan tinggi, menyalip dari kiri, serta

menggunakan bahu jalan untuk menyalip dan memacu kendaraan. Perilaku pengguna jalan

tol lainnya adalah menjatuhkan benda-benda tertentu dari kendaraan atau tidak melindungi

muatan barang di atas truk sehingga bila benda-benda tersebut jatuh acapkali mengenai dan

membahayakan kendaraan lain. Faktor kondisi kendaraan (mesin, ban) juga memberikan

andil dalam keselamatan jalan. Faktor lainnya adalah kondisi permukaan jalan tol yang licin

karena faktor kekesatan yang sudah tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM)

akan mengakibatkan kecelakaan. Untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan tol,

tidak cukup dengan mendesain dan menempatkan rambu-rambu lalulintas saja, dan bila

perlu dapat memasang rumble strip pada daerah-daerah yang dianggap perlu untuk

menurunkan kecepatan operasional kendaraan di jalan tol untuk mengurangi kecelakaan.

5.5.1.3 Pengembangan jalan tol

Jalan tol harus dirancang dalam jangka panjang dengan mempertimbangkan kondisi jalan

penghubung/akses dari dan ke jalan tol, kemungkinan penambahan kapasitas dengan

menyediakan jalur hijau di dalam ruang milik jalan untuk membangun lajur tambahan bila

tuntutan lalulintas meningkat, dan efisiensi pengaturan lalulintas serta memenuhi lamanya

konsesi jalan tol.

36 dari 148

Page 37: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.5.1.4 Kelas dan fungsi jalan tol

Ruas jalan tol sekurang-kurangnya mempunyai fungsi arteri atau kolektor primer dengan

kelas penyedian prasarana jalan bebas hambatan. Dalam hal jalan tol bukan merupakan

lintas alternatif, maka jalan tol hanya dapat dihubungkan ke dalam jaringan jalan umum pada

ruas sekurang-kurangnya mempunyai fungsi kolektor primer.

5.5.1.5 Volume lalulintas dan umur rencana

Informasi volume lalulintas, komposisi dan beban lalulintas kendaraan merupakan faktor

penting dalam menentukan standar jalan tol, seperti halnya untuk jalan umum. Efek dari

lalulintas dapat menentukan kelas jalan yang konsekuensinya berpengaruh terhadap elemen

geometrik jalan tol. Volume lalulintas digunakan untuk perencanaan perkerasan secara

efisien dan tujuan pemeliharaan jalan tol. Umur rencana atau selanjutnya disebut dengan

rencana lalulintas biasanya dipilih untuk 10 tahunan, dihitung sejak setelah jalan dibuka

untuk lalulintas.

5.5.2 Kecepatan rencana (design speed)

Perencanaan jalan dapat disesuaikan dengan kecepatan rencana yang bervariasi sesuai

medan jalan dan kecepatan rencana 140 km/jam dapat diterapkan dengan catatan dilakukan

kajian terlebih dahulu untuk menjustifikasi keselamatan pengendara kendaraan. Kecepatan

rencana jalan tol harus memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan pada Tabel 9:

Tabel 9 Kecepatan rencana (VR)

Medan

Jalan

VR (km/jam)

Antarkota Perkotaan

Datar 120 100

Perbukitan 100 80

Pegunungan 80 60

Medan jalan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur melintang

terhadap sumbu jalan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Medan jalan

Medan JalanKemiringan Medan

(Terrain)

Datar < 10,0%

Perbukitan 10,0% - 25,0%

Pegunungan > 25,0%

37 dari 148

Page 38: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

*)Kecepatan rencana jalan tol harus ditetapkan seragam sepanjang 1 (satu) ruas jalan tol.

5.5.3 Lebar lajur, bahu, dan median jalan tol

Karakteristik jalan tol yang menghendaki dalam kondisi ideal adalah tidak adanya gangguan

seperti macetnya arus lalulintas. Hubungannya dengan kepadatan-aliran-kecepatan yang

spesifik tergantung pada apakah sudah dipenuhi upaya kondisi yang ideal yang meliputi

lajur, bahu, dan median jalan tol dengan lebar sesuai Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Lebar lajur dan bahu jalan tol

Lokasi

Jalan Tol

VR

(km/jam)

Lebar Lajur (m)

Lebar

Bahu Luar

Diperkeras (m)

Lebar

Bahu Dalam

Diperkeras (m)Minimal Ideal Minimal Ideal*)

Antarkota

120 3,60 3,75 3,00 3,50 1,50

100 3,60 3,60 3,00 3,50 1,50

80 3,60 3,60 3,00 3,50 1,00

Perkotaan

100 3,50 3,60 3,00 3,50 1,00

80 3,50 3,50 2,00 3,50 0,50

60 3,50 3,50 2,00 3,50 0,50

*) dibutuhkan pada saat kendaraan mengalami kerusakan

Tabel 12 Perencanaan median jalan tol

Lokasi

jalan tol

Lebar median (m)Keterangan

Minimal Konstruksi bertahap

Antarkota 5,50 13,00 diukur dari garis tepi dalam

lajur lalulintasPerkotaan 3,00 10,00

Median atau pemisah tengah merupakan bangunan yang berfungsi memisahkan arus lalu

lintas berlawanan arah dan ada tiga tipe standar median yang dapat digunakan:

1. Median Concrete Barrier, yaitu penghalang memanjang yang berfungsi sebagai

pengaman. Median concrete barrier ada 2 jenis yaitu tipe standar dengan tinggi 32” ( 81,28

cm ) dan tipe “high” dengan tinggi 42” ( 106,68 cm ).

38 dari 148

Page 39: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Gambar XX - Median Concrete Barrier dengan tipe High

2. Median yang diturunkan, yaitu median yang dibuat lebih rendah dari permukaan jalur lalu

lintas. Median yang diturunkan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

dipasang apabila lebar lahan yang disediakan untuk median lebih besar atau sama

dengan 5,0 m

kemiringan permukaan median antara 6% -15 %, dimulai dari sisi luar ke tengah-tengah

median dan secara fisik berbentuk cekungan.

untuk jalan tol di daerah perkotaan, median yang diturunkan tidak diperbolehkan, harus

datar sebagai ruang terbuka hijau dan/ atau ruang untuk pelebaran lajur tambahan di

masa yang akan datang.

detail potongan dan penempatan median yang direndahkan dalam potongan melintang

jalan dapat dilihat pada Gambar berikut

Gambar XX - Median yang diturunkan

39 dari 148

Page 40: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Lebar median jalan harus memenuhi ketentuan pada Tabel 12.

Tabel XX - Perencanaan median jalan tol

Lokasi

jalan tol

Lebar median (m)Keterangan

Minimal Konstruksi bertahap

Antarkota 5,50 13,00 diukur dari garis tepi dalam

lajur lalulintasPerkotaan 3,00 10,00

Catatan: Untuk median dengan lebar minimum harus menggunakan rel pengaman lalu lintas.

5.5.4 Jarak pandang (sight distance)

Jarak pandang (S) diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 108 cm

dan tinggi halangan 60 cm diukur dari permukaan jalan. Setiap bagian jalan harus memenuhi

jarak pandang.

Gambar 13 Jarak pandang henti pada lengkung vertikal cembung

Gambar 14 Jarak pandang henti pada lengkung vertikal cekung

Jarak pandang henti (Ss) terdiri dari 2 (dua) elemen jarak, yaitu:

a) jarak awal reaksi (Sr) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi melihat suatu

halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem;

b) jarak awal pengereman (Sb) adalah jarak pergerakan kendaraan sejak pengemudi

menginjak rem sampai kendaraan berhenti.

40 dari 148

Page 41: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Sumbu Lajur Dalam

PenghalangPandangan

Garis Pandang

M

R R

R1

Jarak pandang henti (Ss) dihitung dengan rumus:

dengan pengertian:

VR = kecepatan rencana (km/jam)

T = waktu reaksi, ditetapkan 2,5 detik

a = tingkat perlambatan (m/dtk2), ditetapkan 3,4 meter/dtk2

Tabel 13 Jarak pandang henti (Ss) minimum

VR

(km/jam)

Jarak awal reaksi

(m)

Jarak awal pengereman

(m)

Jarak pandang henti (m)

Perhitungan Pembulatan

120 83,3 163,4 246,7 250

100 69,4 113,5 182,9 185

80 55,6 72,6 128,2 130

5.5.5 Daerah bebas samping di tikungan

Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan

dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh M (meter), diukur dari garis tengah

lajur dalam sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan jarak pandang henti

dipenuhi. Ilustrasi dari daerah bebas samping di tikungan dapat dilihat pada Gambar 15

41 dari 148

Jarak Pandang Henti (Ss)

Sumbu Jalan

Page 42: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Sumbu Lajur Dalam

PenghalangPandangan

Garis Pandang

M

R R

R1

Gambar 15 Diagram ilustrasi komponen untuk menentukan daerah bebas samping

Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

a) Jika jarak pandang lebih kecil dari panjang tikungan (Ss < Lc) seperti pada Gambar 16;

901 sS

M R CosR

b) Jika jarak pandang lebih besar dari panjang tikungan (Ss > Lc) seperti pada Gambar 17.

90 901 0,5 sinc c

s c

L LM R Cos S L

R R

dengan pengertian:

M : jarak yang diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang

pandangan (m)

R : jari-jari sumbu lajur dalam (m)

Ss : jarak pandang henti (m)

Lc : panjang tikungan (m)

42 dari 148

Jarak Pandang Henti (Ss)

Sumbu Jalan

Panjang Tikungan (Lc)

Page 43: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Sumbu Lajur Dalam

PenghalangPandangan

Garis Pandang

M

R R

R1

Gambar 16 Diagram ilustrasi daerah bebas samping di tikungan untuk Ss < Lc

Gambar 17 Diagram ilustrasi daerah bebas samping di tikungan untuk Ss > Lc

Tabel 14 Daerah bebas samping di tikungan dengan Ss< Lc

R (m)Daerah bebas samping di tikungan, M (m)

VR = 120 km/jam VR = 100 km/jam VR = 80 km/jam VR = 60 km/jam

1.627 4,80      

1.500 5,21      

1.400 5,58      

1.300 6,00      

43 dari 148

Jarak Pandang Henti (Ss)

Sumbu Jalan

Panjang Tikungan (Lc)

Page 44: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

1.200 6,50      

1.140 6,84 3,75    

1.000 7,80 4,28    

900 8,67 4,75    

800 9,75 5,34    

700 11,13 6,10    

600 12,97 7,12    

563 Rmin = 590  7,59 3,75  

500   8,53 4,22  

400   10,65 5,27  

300   Rmin = 365  7,01  

250     8,40  

240     8,74 3,75

200     Rmin = 210  4,50

175       5,14

150       5,98

140       6,40

130       6,89

120       7,45

      Rmin = 110

Keterangan:

Rumijatol antar kota, 40 m, jarak antara sumbu lajur dalam ke rumija adalah 6,75 m.

Rumijatol perkotaan 30 m, jarak antara sumbu lajur dalam ke rumija adalah 4,25 m.

Tabel 15 Daerah bebas samping di tikungan dengan Ss > Lc, dimana Ss-Lc = 25 m

R (m)Daerah bebas samping di tikungan, M (m)

VR = 120 km/jam VR = 100 km/jam VR = 80 km/jam VR = 60 km/jam

1.611 4,80      

1.500 5,15      

44 dari 148

Page 45: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

1.400 5,52      

1.300 5,95      

1.200 6,44      

1.119 6,90 3,75    

1.000 7,72 4,20    

900 8,58 4,66    

800 9,65 5,24    

700 11,02 5,99    

600 12,85 6,99    

542 Rmin = 590  7,73 3,75  

500   8,38 4,06  

400   10,46 5,08  

300   Rmin = 365  6,76  

250     8,10  

220     9,21 3,75

200     Rmin = 210  4,11

175       4,70

150       5,47

140       5,86

130       6,31

120       6,82

      Rmin = 110

Tabel 16 Daerah bebas samping di tikungan dengan Ss > Lc, dimana Ss-Lc = 50 m

R (m)Daerah bebas samping di tikungan, M (m)

VR = 120 km/jam VR = 100 km/jam VR = 80 km/jam VR = 60 km/jam

1.562 4,80      

45 dari 148

Page 46: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

1.500 5,00      

1.400 5,35      

1.300 5,77      

1.200 6,25      

1.057 7,09 3,75    

1.000 7,49 3,96    

900 8,32 4,40    

800 9,36 4,95    

700 10,69 5,66    

600 12,46 6,60    

500 Rmin = 590  7,91    

480   8,25 3,75  

400   9,88 4,49  

300   Rmin = 365  5,99  

250     7,18  

200     Rmin = 210   

175        

157       3,75

150       3,93

140       4,21

130       4,53

120       4,91

      Rmin = 110

5.5.6 Alinyemen horisontal

Dalam merancang alinyemen horisontal pada perencanaan geometrik jalan tol perlu

mempertimbangkan elemen-elemen jari-jari tikungan minimum, panjang lengkung peralihan

minimum pada tikungan, parameter lengkung peralihan, dan jarak pandangan menyiap dan

jarak henti minimum pada tikungan horisontal sehingga nyaman dan aman bila melewati

tikungan.

5.5.6.1 Panjang jalan lurus

Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan

pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu

tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).

46 dari 148

Page 47: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Panjang bagian lurus ditetapkan menurut Tabel 17 sebagai berikut.

Tabel 17 Panjang bagian lurus maksimum

VR

(km/jam)

Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)

Perhitungan Pembulatan

140 5833,3 5850

120 5000,0 5000

100 4166,7 4200

80 4166,7 4200

60 2500,0 2500

5.5.6.2 Tikungan

Pada tikungan jenis busur lingkaran (curves) untuk mengimbangi gaya sentripetal dan agar

kendaraan tetap pada lajurnya dengan nyaman dan aman, digunakan rumus jari-jari pada

tikungan berikut:

Keterangan:

R : jari-jari tikungan (meter)

V : kecepatan kendaraan (km/jam)

e : kemiringan pada tikungan (%)

fs : koefisien gesek antara ban kendaraan dengan permukaan jalan

Besaran superelevasi maksimum, koefisien gesek, dan R minimum ditampilkan pada Tabel

18 dan Tabel 19

Tabel 18 Superelevasi maksimum berdasarkan tata guna lahan dan iklim

Superelevasi maksimum Kondisi yang digunakan

10% Maksimum untuk jalan tol antarkota

8% Maksimum untuk jalan tol antarkota dengan curah hujan tinggi

6% Maksimum untuk jalan tol perkotaan

4% Maksimum untuk jalan tol perkotaan dengan kepadatan tinggi

Tabel 19 Panjang jari-jari minimum (dibulatkan)

emax VRfmax (e/100+f)

Rmin (m)

(%) (km/jam) Perhitungan Pembulatan

10,0 120 0,092 0,192 590,6 590

10,0 100 0,116 0,216 364,5 365

10,0 80 0,140 0,240 210,0 210

47 dari 148

Page 48: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

10,0 60 0,152 0,252 112,5 110

8,0 120 0,092 0,172 659,2 660

8,0 100 0,116 0,196 401,7 400

8,0 80 0,140 0,220 229,1 230

8,0 60 0,152 0,232 122,2 120

6,0 120 0,092 0,152 746,0 745

6,0 100 0,116 0,176 447,4 445

6,0 80 0,140 0,200 252,0 250

6,0 60 0,152 0,212 133,7 135

4,0 120 0,092 0,132 859,0 860

4,0 100 0,116 0,156 504,7 505

4,0 80 0,140 0,180 280,0 280

4,0 60 0,152 0,192 147,6 150

5.5.6.3 Lengkung peralihan (transition curve)

Hal-hal yang menguntungkan dalam merancang lengkung peralihan dari jalan lurus menuju

lengkung lingkaran di tikungan atau sebaliknya dapat mengikuti prinsip-prinsip berikut:

- Penyediaan lengkung peralihan secara alamiah mudah diikuti oleh pengendara terutama

ketika gaya sentripetal bertambah dan berkurang secara perlahan memasuki atau keluar

dari lengkung lingkaran,

- Peralihan antara kemiringan melintang normal dengan superelevasi pada tikungan dapat

mempengaruhi kenyamanan di sepanjang lengkung peralihan saat mendekati kecepatan

rencana di tikungan

- Pada pelebaran perkerasan di tikungan dengan lengkung yang tajam, pelebaran harus

dipasang juga di sepanjang lengkung peralihan,

- Kebebasan pandangan di jalan tol akan bertambah dengan adanya lengkung peralihan.

5.5.7 Alinyemen vertikal

Dalam merancang alinyemen vertikal pada perencanaan geometrik jalan tol perlu

mempertimbangkan elemen-elemen kelandaian maksimum, panjang pelandaian maksimum,

dan jarak henti minimum pada lengkungan vertikal (cembung), panjang kurva cembung

vertikal.

5.5.7.1 Kelandaian minimum

Kelandaian minimum harus diberikan apabila kondisi jalan tidak memungkinkan melakukan

drainase ke sisi jalan. Besarnya kelandaian minimum ditetapkan 0,50% memanjang jalan

untuk kepentingan pematusan aliran air.

48 dari 148

Page 49: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.5.7.2 Kelandaian maksimum

Pembatasan kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak

terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum jalan untuk alinyemen

vertikal harus memenuhi Tabel 20 sebagai berikut.

Tabel 20 Kelandaian maksimum

VR

(km/jam)

Kelandaian Maksimum (%)

Datar Perbukitan Pegunungan

120 3 4 5

100 3 4 6

80 4 5 6

60 5 6 6

5.5.7.3 Panjang landai kritis

Panjang landai kritis yaitu panjang landai maksimum dimana kendaraan dapat

mempertahankan kecepatannya sedemikian rupa, yang ditetapkan atas dasar besarnya

landai (tanjakan) dan penurunan kecepatan kendaraan berat sebesar 15 km/jam. Panjang

kritis ditetapkan dari Tabel 21 sebagai berikut.

Tabel 21 Panjang landai kritis

VR

(km/jam)

Landai

(%)

Panjang Landai Kritis

(m)

120

3 800

4 500

5 400

100

4 700

5 500

6 400

805 600

6 500

60 6 500

5.5.7.4 Lajur pendakian

Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat atau

kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain pada umumnya,

agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat tersebut tanpa harus

berpindah lajur. Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai

kelandaian yang besar, menerus, dan volume lalulintasnya relatif padat.

49 dari 148

Page 50: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Lajur Pendakian

Tanjakan

Potongan Memanjang

Tampak Atas

30 m 45 m 50 m 45 m

R1

Penempatan lajur pendakian, berdasarkan perencanaan geometri jalan tol harus dilakukan

dengan ketentuan sebagai berikut:

a) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 25.000 SMP/hari, dan

persentase truk > 15 %.

b) Lebar lajur pendakian minimal 3,75 m.

c) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan

sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan

serongan sepanjang 45 meter, seperti pada Gambar 18.

Gambar 18 Lajur pendakian tipikal

d) Panjang lajur pendakian maksimal ditetapkan 1 km, agar penurunan kecepatan

kendaraan tidak terus terjadi dan mengganggu arus lalulintas.

e) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km.

5.5.7.5 Lajur Darurat

Lajur penurunan yang panjang memungkinkan terjadinya kendaraan akan lepas kontrol,

terutama kendaraan berat. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut diperlukan pembatasan

panjang lajur penurunan atau penyediaan lajur darurat. Kriteria minimum lajur darurat adalah

diberikan untuk kondisi kecepatan operasional lalu lintas mencapai 120-140km/jam dan

disediakan bila tingkat kecelakaan dan tingkat fatalitas pada lajur tersebut melampai standar

dan pedoman yang berlaku.

Lajur darurat dapat berupa kelandaian tanjakan, kelandaian turunan, kelandaian datar, atau

50 dari 148

Lajur Utama

Aw

al L

aju

r

Pen

dak

ian Akh

ir

Tanj

aka

n

Aw

al

Tanj

aka

n

Page 51: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

timbunan pasir, seperti ditampilkan pada Gambar berikut ini.

Gambar XX - Tipe-tipe lajur darurat

Lajur darurat, selain menggunakan kelandaian, juga menggunakan beberapa jenis material

untuk menahan laju kendaraan. Beberapa jenis material yang bisa menahan laju kendaraan

dapat dilihat pada Tabel 35 sebagai berikut:

Tabel XX - Jenis material dan tahanan laju untuk lajur darurat

No Jenis Material

Tahanan laju

(kg/1000 kg

berat kendaraan)

Kelandaian

Ekivalen

(%)

1  Beton semen portland 10 1,0

2  Aspal beton 12 1,2

3  Kerikil, dipadatkan 15 1,5

4  Tanah, berpasir, lepas 37 3,7

5  Agregat dihancurkan, lepas 50 5,0

6  Kerikil, lepas 100 10,0

7  Pasir 150 15,0

8  Kerikil bulat 250 25,0

51 dari 148

Page 52: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Untuk menghitung panjang lajur darurat, dapat digunakan rumus berikut:

Keterangan:

L : panjang lajur darurat (m)

V : kecepatan masuk (km/jam)

R : tahanan laju, dinyatakan dengan kelandaian ekivalen (%)

G : kelandaian (%), (+) tanjakan; (-) turunan.

5.5.7.6 Lengkung vertikal

Lengkung vertikal diperlukan untuk menyediakan peralihan yang nyaman pada jalan yang

peralihan antara mendaki dan menurun sehingga nyaman dan aman. Lengkung parabola

menyediakan peralihan dengan laju yang konstan dalam membentuk lengkung vertikcal dan

memenuhi persyaratan pandangan pengemudi sepanjang lengkung.

5.5.7.7 Panjang lengkung vertikal

Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan

kelandaian dengan tujuan:

a) mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian; dan

b) menyediakan jarak pandang henti.

5.5.7.8 Lengkung vertikal cembung

Panjang lengkung vertikal cembung, berdasarkan jarak pandangan henti dapat ditentukan

dengan rumus sebagai berikut:

a) jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung (S < L),

seperti pada Gambar 19;

b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cembung (S > L),

seperti pada Gambar 20.

dengan pengertian:

L : panjang lengkung vertikal (m)

52 dari 148

Page 53: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

A : perbedaan aljabar landai (%)

S : jarak pandang henti (m)

Gambar 19 Jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung

Gambar 20 Jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cembung

Nilai minimum untuk panjang lengkung vertikal pada kondisi jarak pandang lebih besar dari

panjang lengkung vertikal, yaitu Lmin = 0,6 VR, dimana VR dalam km/jam dan Lmin dalam meter.

Panjang minimum lengkung vertikal cembung berdasarkan jarak pandangan henti, untuk

setiap kecepatan rencana (Vr) jalan tol dapat menggunakan Tabel 22.

Tabel 22 Panjang lengkung vertikal cembung berdasarkan jarak pandang henti

Perbedaan aljabar landai

(%)

Panjang lengkung vertikal cembung (m)

VR = 120 km/jam VR = 100 km/jam VR = 80 km/jam VR = 60 km/jam

12,0 625 309 132

11,0 573 283 121

10,0 521 257 110

9,0 469 232 99

8,0 760 417 206 88

7,0 665 365 180 76

6,0 570 313 155 61

5,0 475 261 129 39

4,0 380 209 96 36

3,0 285 151 48 36

53 dari 148

h1

h2

G1G2

S

L

h1

h2

G1G2

L

S

Page 54: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

2,0 171 60 48 36

1,0 72 60 48 36

5.5.7.9 Lengkung vertikal cekung

Panjang lengkung vertikal cekung, berdasarkan jarak pandangan henti dapat ditentukan

dengan rumus sebagai berikut:

a) jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cekung (S < L)

b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung (S > L),

dengan pengertian:

L : panjang lengkung vertikal (m)

A : perbedaan aljabar landai (%)

S : jarak pandang henti (m)

Nilai minimum untuk panjang lengkung vertikal pada kondisi jarak pandang lebih besar

panjang lengkung vertikal, yaitu Lmin = 0,6 VR, dimana VR dalam km/jam dan Lmin dalam meter.

Panjang minimum lengkung vertikal cekung berdasarkan jarak pandangan henti, untuk

setiap kecepatan rencana (VR) dapat menggunakan Tabel 23.

Tabel 23 Panjang lengkung vertikal cekung berdasarkan jarak pandang henti

Perbedaan aljabar landai

(%)

Panjang lengkung vertikal cekung (m)

VR = 120 km/jam VR = 100 km/jam VR = 80 km/jam VR = 60 km/jam

12,0 536 353 208

11,0 491 324 191

10,0 446 294 174

9,0 402 265 156

8,0 503 357 236 139

7,0 440 313 206 122

6,0 377 268 177 104

5,0 315 223 147 87

4,0 252 179 117 66

3,0 169 115 69 36

54 dari 148

Page 55: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

2,0 72 60 48 36

1,0 72 60 48 36

5.6 Simpangsusun

5.6.1 Kriteria umum

Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam perencanaan simpangsusun:

1. Jenis-jenis ramp (Direct, Indirect, Loop)

2. Jalur-jalur tambahan yang terdiri dari lajur percepatan dan perlambatan

3. Tempat keluar masuk simpangsusun

4. Penggunaan sumbu acuan perancangan antara sumbu jalan di jalan utama dengan

sumbu jalan di ramp.

5. Standar geometri yang digunakan:

a. Landai ramp untuk lajur percepatan dan perlambatan

b. Ruang bebas berkaitan dengan tinggi minimum jembatan.

c. Konsistensi bentuk simpangsusun dan dan jarak antara simpangsusun berurutan.

5.6.2 Tipe persimpangan

Jenis-jenis/tipe simpang tak sebidang diantaranya adalah sebagai berikut:

T (atau Trumpet) atau Y, untuk simpangsusun 3 kaki/lengan

Diamond untuk simpangsusun 4 kaki/lengan dan arus major dan minor.

Cloverleaf terdiri dari partial cloverleaf dan full cloverleaf.

Directional atau langsung

Kombinasi, merupakan penggabungan dari bentuk-bentuk dasar diatas

55 dari 148

Page 56: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Gambar XX - Standar tipe Persimpangan/Simpang Susun

56 dari 148

Page 57: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.6.3 Jarak simpangsusun

Ketentuan jarak simpangsusun seperti dilustrasikan pada Gambar 21, 22, dan 23, adalah

sebagai berikut:

1) Jarak antar simpangsusun untuk jalan tol antarkota minimal adalah 5 (lima) km atau

ketentuan jarak nose ramp jalan masuk dan nose ramp jalan keluar untuk jurusan yang

sama minimal adalah 5 (Lima) km.

2) Jarak antar simpangsusun untuk jalan tol perkotaan minimal adalah 2 (dua) km dengan

ketentuan jarak nose ramp jalan masuk dan nose ramp jalan keluar untuk jurusan yang

sama minimal adalah 2 (dua) km.

Gambar 21 Ilustrasi jarak nose ramp pada on ramp-on ramp dan off ramp-off ramp

Gambar 22 Ilustrasi jarak nose ramp pada on ramp-off ramp

Gambar 23 Ilustrasi jarak nose ramp pada off ramp-on ramp

3) Simpangsusun pelayanan harus dirancanakan menghubungkan jalan tol dan jalan bukan

tol yang berfungsi sebagai jalan arteri atau minimal kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer.

57 dari 148

on ramp on ramp

off ramp off ramp

on ramp

on rampoff ramp

off ramp

Page 58: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

4) Jarak nose ramp jalan masuk simpangsusun dengan nose ramp jalan keluar tempat

istirahat atau jarak nose ramp jalan keluar simpangsusun dengan nose ramp jalan masuk

tempat istirahat pada arah yang sama minimal 3 (tiga) km.

5) Jarak terowongan dengan jarak nose ramp jalan keluar simpangsusun minimal 1 (satu)

km.

6) Penyediaan simpangsusun pada jalan tol mempertimbangkan jumlah penduduk pada

wilayah yang bersangkutan, dengan ketentuan sebanyak-banyaknya 1 (satu)

simpangsusun untuk 1 (satu) wilayah dengan penduduk minimal 250.000 jiwa.

5.6.4 Kecepatan rencana

Kecepatan rencana ramp simpangsusun yang menghubungkan jalan tol dengan jalan tol

(Simpangsusun Sistem) harus memenuhi ketentuan sebagaimana Tabel 24 berikut:

Tabel 24 Kecepatan rencana ramp pada simpangsusun sistem

VR jalan tol I(km/jam)

VR jalan tol II(km/jam)

120 100 80 60120 60-80

100 60-80 60-80

80 40-80 40-60 40-60

60 40-60 40-60 40-60 40-60

Kecepatan rencana ramp simpangsusun yang menghubungkan jalan tol dengan jalan bukan

tol (Simpangsusun Pelayanan) harus memenuhi ketentuan sebagaimana Tabel 25 berikut:

Tabel 25 Kecepatan rencana ramp pada simpangsusun pelayanan

VR jalan tol(km/jam)

VR jalan bukan tol(km/jam)

100 80 60120 60-80

100 60-80

80 40-60 40-60

60 40-60 40-60 40-60

5.6.5 Penampang melintang

1) Ramp simpangsusun untuk 2 (dua) arah lalulintas harus dilengkapi dengan median.

2) Lebar jalur lalulintas ramp simpangsusun dengan 1 lajur lalulintas dengan 1 arah minimal

4,5 meter dengan tanpa mempertimbangkan kebutuhan pelebaran lajur lalulintas pada

tikungan.

58 dari 148

Page 59: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

3) Lebar lajur lalulintas ramp simpangsusun dengan 1 lajur lalulintas untuk 1 arah atau

dengan 2 lajur lalulintas untuk 1 arah, dapat dibuat sama dengan lebar lajur lalulintas

pada jalur utamanya dengan mempertimbangkan kebutuhan pelebaran pada tikungan.

(a) ramp satu jalur satu arah

(b) ramp satu jalur satu arah tanpa pelebaran

(c) ramp dua jalur dua arah

Keterangan:

Satuan dalam meter

(A) : pelebaran yang dibutuhkan

() : angka untuk jalan tol perkotaan

Gambar 24 Tipikal potongan melintang pada ramp

4) Besarnya kebutuhan pelebaran pada ramp mengikuti perhitungan pelebaran pada

tikungan.

5) Pada ramp Simpangsusun Pelayanan dengan 2 lajur lalulintas untuk 1 arah, lebar bahu

luar dapat dibuat sama dengan lebar bahu dalam.Lebar median pada ramp

simpangsusun dengan 2 (dua) lajur lalulintas untuk 2 (dua) arah dapat menggunakan

median datar atau median ditinggikan (median concrete barrier) seperti pada persyaratan

jalan tol.

5.6.6 Perencanaan ramp

5.6.6.1 Tipe ramp

Berdasarkan pergerakannya, terdapat 3 (tiga) tipe ramp, yaitu Direct, Semi Direct, dan

Indirect.

a) Direct (hubungan langsung):

59 dari 148

7.60 + (A)

3.60 + (A)1.00 3.00 (2.00)

8.50 (7.50)

4.501.00 3.00 (2.00)

15.60 + (2A)

3.60 + (A) 1.003.00 (2.00) 3.60 + (A)1.00 3.00 (2.00)

2.40

Page 60: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Sebelum titik pusat, ramp langsung berbentuk kearah tujuan, seperti Gambar 25 berikut.

Gambar 25 Jalur penghubung langsung

b) Semi direct (hubungan setengah langsung)

Dalam menuju arah tujuan, ramp melalui/mengelilingi titik pusat dahulu dan memotong

salah satu arus lain secara tegak lurus, seperti Gambar 26 berikut.

Gambar 26 Jalur penghubung setengah langsung

c) Indirect (hubungan tak langsung)

Dalam menuju arah tujuan, ramp berbelok kearah berlawanan dahulu dan kemudian

memutar sekitar 2700, seperti Gambar 27 berikut.

Gambar 27 Jalur penghubung tidak langsung

5.6.6.2 Radius tikungan pada ramp/loop

Radius tikungan pada ramp/loop harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) Sesuai dengan kecepatan rencana masuk ramp, sebagaimana Tabel 26 berikut:

60 dari 148

Page 61: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Tabel 26 Radius tikungan minimum untuk ramp

VR

(km/jam)

Radius tikungan minimum (m)

emax = 6% emax = 8% emax = 10%

80 250 230 210

60 135 125 115

40 55 50 45

Jika digunakan tikungan majemuk, perbandingan antara radius tikungan pertama dengan tikungan ke dua adalah 2:1, atau minimal 1,5: 1.

Gambar 28 Ramp dengan menggunakan 1 (satu) radius tikungan

Gambar 29 Ramp dengan menggunakan 2 (dua) radius tikungan

Gambar 30 Ramp dengan menggunakan 3 (tiga) radius tikungan

5.6.7 Lajur percepatan dan lajur perlambatan

1) Jalan keluar pada simpangsusun dengan 1 (satu) lajur lalulintas menggunakan lajur

perlambatan tipe taper, seperti berikut.

61 dari 148

Page 62: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Gambar 31 Lajur perlambatan tipe taper

Gambar 32 Lajur perlambatan tipe paralel

2) Jalan Masuk pada simpangsusun dengan 1 (satu) lajur lalulintas menggunakan lajur

percepatan tipe paralel, seperti berikut.

Gambar 33 Lajur percepatan tipe paralel

Gambar 34 Lajur percepatan tipe taper

3) Jalan Keluar dan Jalan Masuk pada simpangsusun dengan 2 lajur lalulintas

menggunakan lajur perlambatan dan lajur percepatan.

62 dari 148

Page 63: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.6.8 Taper

Taper digunakan untuk awal lajur percepatan/perlambatan yang disediakan untuk

pergerakan belok kanan dan belok kiri secara serong, untuk mengarahkan penggabungan

maupun pemisahan terhadap lalulintas di jalur utama.

5.7 Perkerasan

a. Perkerasan jalan tol berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalulintas ke

tanah dasar

b. Sebagai permukaan jalan, perkerasan harus terdiri dari material dengan spesifikasi yang

tinggi dan kuat yang akan menghasilkan kekesatan permukaan jalan ≤ 0,33 µm,

kedalaman tekstur ≥ 0,65 mm dan ketidakrataan (IRi) ≤ 4 m/km.

c. Jenis konstruksi jalan tol meliputi perkerasan lentur dan pekerasan kaku. Penentuan

jenis konstruksi disesuaikan dengan kondisi eksisting dan memperhatikan aspek

ekonomis.

d. Perancangan kekuatan konstruksi perkerasan jalan tol terutama dipengaruhi oleh beban

lalulintas yang melewatinya selama umur rencana, daya dukung tanah dasar, serta

kondisi lingkungan di sekitarnya dan spesifikasi material perkerasan.

Untuk jenis perkerasan lentur, beban lalulintas pada lajur yang dibebani paling besar

menentukan kekuatan konstruksi dari keseluruhan konstruksi perkerasan. Berat gandar yang

bervariasi dari lalulintas dikonversikan ke suatu beban gandar standar sebesar 8,16

ton/equivalent standard axle load (ESAL). Dengan demikian umur konstruksi perkerasan

sebenarnya adalah dalam kemampuan melewatkan sejumlah total (jutaan) ESAL selama

umur rencana.

5.7.1 Pemilihan tipe perkerasan

Pemilihan tipe perkerasan kaku dan perkerasan lentur bisa didekati dengan keuntungan dan

kerugian masing-masing perkerasan. Sehingga dapat diketahui efektif dan efisien

pemilihannya, Efektif adalah dapat dengan tepat menentukan type perkerasan yang akan

dipilih sedangkan efisien adalah sesuai dengan ketepatan anggaran biaya yang telah

direncanakan. Sehingga dapat meminimalkan pemborosan baik dari segi biaya dan waktu.

5.7.2 Umur rencana

63 dari 148

Page 64: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

WIDENING( Rigid pavement + flexible pavement )

AC WC 5 cm 5 cm AC WC AC BC 5 cm

Aggregate base class A 20 cm

Aggregate base class B 20 cm 15 cm Aggregate base class B

AC Base 10 cm

10 cm Wet lean concrete

30 cm Pelat beton

EXISTING PAVEMENT( Flexible pavement )

Umur Rencana 10 tahun Umur Rencana 10 tahun Umur rencana sama

R1

Umur rencana flexible pavement umumnya diambil 10 tahun untuk konstruksi baru dan

peningkatan jalan. Sedangkan untuk pemeliharaan jalan dapat diambil 5 tahun.

Umur rencana rigid pavement umumnya diambil 20 tahun untuk konstruksi baru.

Sedangkan untuk pelebaran jalan dimana struktur perkerasan existing adalah flexible

pavement dan pelebarannya dengan gabungan rigid pavement dan flexible pavement,

umur rencana diambil 10 tahun untuk menyesuaikan umur rencana flexible pavement-

nya (yang umumnya umur rencana flexible pavement adalah 10 tahun), penjelasan ini

diperlihatkan seperti pada Gambar 35.

Gambar 35 Umur Rencana Untuk Pelebaran Perkerasan

5.7.3 Vehicle damage factor

Konstruksi perkerasan jalan tol menerima beban lalulintas yang dilimpahkan melalui roda-

roda kendaraan. Besarnya beban yang dilimpahkan tersebut tergantung dari berat total

kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan perkerasan, kecepatan

kendaraan dll.

Dengan demikian efek dari masing-masing kendaraan terhadap kerusakan yang ditimbulkan

tidaklah sama. Oleh karena itu perlu adanya beban standar sehingga semua beban lainnya

dapat diekivalensikan ke beban standar, beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000

lb (8,16 ton).

Nilai angka ekivalensi sumbu kendaraan terhadap beban standar diperoleh dari hasil Kajian

Faktor Kerusakan (Vehicle Damage Factor)

64 dari 148

Page 65: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Nilai angka ekivalensi sumbu kendaraan (Ek) dari tiap jenis kendaraan menurut laporan

Kajian Faktor Kerusakan adalah sebagai berikut:

Tabel 27 Vehicle Damage Factor (VDF) desain.

Keterangan:

A: Bina Marga MST 10 Ton; B: NAASRA MST 10 Ton; C: PUSTRAN 2002 (overloaded); D: CIPULARANG 2002;

E: PANTURA 2003 MST 10 Ton; F: PUSTRANS 2004 Semarang-Demak; G: PUSTRANS 2004 Yogyakarta-

Sleman / Tempel; H: VDF rata-rata

Perencana harus menetapkan VDF desain sesuai hasil kajian jalan alternatif dari jalan tol

rencana tersebut secara efisien, menggunakan alat pengukuran beban sumbu (WIM).

5.7.4 Repetisi beban standar rencana

Konsruksi perkerasan harus mampu memikul repetisi beban standar selama umur rencana,

karena itu prediksi jumlah kendaraan dan komposisi jenis kendaraan yang akan melewati

lajur rencana harus di konversi kedalam jumlah repetisi beban standar.

Repetisi beban standar (W18) rencana pada suatu ruas jalan dihitung berdasarkan prediksi

repetisi beban standar pada lajur rencana. Dengan rumus:

W18 = FD x FL x Vi x Eki

FD (Faktor distribusi Arah) dari Laporan Kajian Lalulintas Jalan tol Cipularang diperoleh

bahwa volume lalulintas pada Main Road sama pada masing-masing arah (FD= 50%).

FL (Faktor Lajur) adalah konstanta yang menunjukkan persentase kendaraan yang akan

menggunakan lajur rencana. Besarnya FL untuk main road (2 lajur/arah) diambil sebesar 90

65 dari 148

Vehicle Damage Factor (VDF)

A B C D E F G H

1 Sedan, jeep, st. wagon 0.0005 0.0024 0.0001 0.0010 0.0005 0.0020 0.0020 0.0012

2 Pick-up, combi 0.2174 0.2738 0.1580 0.0010 0.3106 0.1960 0.3590 0.2165

3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 0.2174 0.2738 0.1580 0.2060 0.3106 0.1960 0.3590 0.2458

4 Bus kecil 0.2174 0.2738 0.1580 0.2060 0.3106 0.1960 0.3590 0.2458

5 Bus besar 0.3006 0.3785 0.6984 4.4526 0.1592 0.9290 0.3710 1.0413

6 Truck 2 as (H) 2.4159 3.0421 2.6883 4.4526 2.3286 1.5690 4.4460 2.9918

7 Truck 3 as 2.7416 5.4074 5.3847 3.4214 2.6209 8.0290 9.8050 5.3443

8 Trailer 4 as, truck gandengan 3.9083 4.8071 5.7962 8.9003 7.0588 8.1950 0.4040 5.5814

9 Truck S. Trailer 4.1718 7.2881 4.2155 3.6923 4.3648 1.0290 0.5200 3.6116

No. Type kendaraan

Page 66: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

% yang merupakan angka media dari yang disarankan AASHTO 1993, seperti diperlihatkan

pada Tabel 28 berikut.

Tabel 28 Persentase Faktor Lajur Rencana-AASHTO 1993

Jumlah Lajur per Arah Persen(%)Kendaraan di Lajur Rencana (FL)

1

2

3

4

100

80-100

60-80

50-75

5.7.5 Perkerasan lentur

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang terdiri dari beberapa lapis material berbutir

dimana aspal dipergunakan sebagai bahan pengikat, dan lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat menyebarkan beban lalulintas ke lapisan tanah dasar.

Perencanaan tebal perkerasan lentur yang digunakan mengacu pada AASHTO guide for

design of pavement structures 1993. Parameter perencanaan terdiri :

Analisis lalu-lintas : mencakup umur rencana, lalu-lintas harian rata-rata, pertumbuhan

lalu-lintas tahunan, vehicle damage factor, equivalent single axle load

Terminal serviceability index

Initial serviceability

Serviceability loss

Reliability

Standar normal deviasi

Standar deviasi

CBR tanah dasar

Resilient modulus

Elastic (resilient) modulus

Layer coefficient

Drainage coefficient

5.7.5.1 Batasan waktu

5.7.5.1.1 Performance period

Adalah periode waktu bahwa suatu perkerasan akan berakhir masa layannya sebelum ia di

rehabilitasi (diperbaiki). Periode kinerja ini adalah sama dengan waktu yang berlaku untuk

suatu konstruksi baru, direkonstruksi atau struktur rusak di rehabilitasi dari kemampuan

66 dari 148

Page 67: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

pelayanan (serviceability) awal sampai kemampuan pelayanan (serviceability) akhir.

5.7.5.1.2 Periode analisa

Adalah periode waktu untuk dilakukan suatu analisa. Periode analisa ini analog dengan

desain waktu yang digunakan oleh perencana. Untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi

diperlukan periode analisa yang lebih panjang sebagai pegangan dapat dilihat pada Tabel

29.

Tabel 29 Penentuan Periode Analisa

Kondisi Jalan Periode Analisa (Tahun)

Urban Volume Tinggi 30-50

Rural Volume Tinggi 20-50

5.7.5.2 Lalulintas

Prosedur perencanaan didasarkan pada kumulatif beban ekivalen 18 Kip Single Axle Load

(ESAL) selama periode analisa (W18).

Jumlah lalulintas yang diperhitungkan pada perencanaan adalah kumulatif yang harus

memasukkan faktor lalulintas yang disebabkan oleh arah dan jumlah lajur lalulintas bila lebih

dari 2 lajur.

W 18 = DD x DL x W 18

Dimana:

W 18 = Kumulatif ESAL untuk desain setelah koreksi.

DD = Faktor distribusi jurusan, yang dinyatakan dalam ratio, sebagai contoh

Timur-Barat-Utara-Selatan

DL = Faktor kontribusi lajur, yang dinyatakan dalam ratio, perhitungan untuk

distribusi lalulintas bila perkerasan lebih dari dua lajur.

W 18 = Kumulatif 18 Kip ESAL dua jurusan selama periode analisa.

Biasanya faktor DD diambil 0,5 (50 %) untuk kebanyakan jalan. Apabila suatu sisi kendaraan

lebih berat karena pada suatu jurusan kendaraan dimuati dan yang lainnya kosong, maka

DD akan berkisar antara 0,3-0,7. Faktor DL dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Faktor Distribusi Lajur (DL)

67 dari 148

Page 68: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Jumlah lajur pada

setiap jurusan

Persen 18 Kip ESAL

pada lajur desain

1 100

2 80-100

3 60-80

4 50-75

5.7.5.3 Reliability (kehandalan)

Faktor desain reliability adalah menghitung kemungkinan variasi pada perkiraan lalulintas

(W18) dan perkiraan performance, oleh sebab itu menyangkut tingkat kepercayaan (R)

bahwa perkerasan akan tahan sesuai dengan periode yang direncanakan.

Penetapan konsep reliability memerlukan tahapan sebagai berikut:

- Penetapan klasifikasi fungsi dari fasilitas tersebut apakah rural atau urban.

- Pilih tingkat reliability yang ditetapkan pada tabel, nilai yang tinggi memerlukan struktur

perkerasan yang lebih tebal.

- Suatu standar deviasi (So) dipilih sesuai dengan kondisi setempat.

- Tingkat reliability untuk berbagai klasifikasi fungsi disajikan pada Tabel 31

Tabel 31 Tingkat Reliability

Klasifikasi Fungsi Urban Rural

Jalan tol 85-99.9 80-99.9Arteri 80-99 75-95

Kolektor 80-95 75-95

5.7.5.4 Serviceability

Serviceability dari perkerasan ditetapkan sebagai kemampuan untuk bertahan terhadap

lalulintas yang menggunakan fasilitas tersebut. Ukuran utama dari serviceability adalah

Present Serviceability Index (PSI) yang bertingkat mulai 0 (jalan tidak bisa dilalui) sampai 5

(jalan sangat baik). Pemilihan PSI terendah yang masih bisa diterima atau Terminal

Serviceability Index (pt) yang didasarkan pada index terendah yang diizinkan sebelum

rehabilitasi, pelapisan ulang atau rekonstruksi dilakukan. Nilai index 2,5 atau lebih tinggi

disarankan untuk jalan utama dan 2,0 untuk lalulintas yang lebih rendah. Salah satu kriteria

untuk mengidentifikasi minimum tingkat serviceability dapat ditentukan atas dasar

penerimaan publik yang menggunakannya.

68 dari 148

Page 69: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Petunjuk umum nilai Pt yang disarankan disajikan dalam Tabel 32 berikut ini.

Tabel 32 Nilai Serviceabilty Index (PSI)

Terminal Serviceability Persen orang yang menyatakan keluhan

3,0 12

2,5 55

2,0 8,5

Sejak waktu dimana struktur perkerasan mencapai terminal serviceability tergantung pada

volume lalulintas dan Initial Serviceability (Po), dimana Po untuk perkerasan lentur adalah

4,2 sedangkan untuk perkerasan kaku 4,5.

Δ PSI = Po – Pt

5.7.5.5 Modulus resilien

Resilent modulus untuk tanah dasar (AASHTO T 274) harus dilakukan pada contoh yang

representatif pada tegangan dan simulasi kadar air terutama pada kadar air musiman.

Alternatif lain resilent modulus nilainya dapat ditentukan dengan korelasi sifat-sifat tanah

seperti kadar lempung, kadar air dan lain sebagainya. Kegunaan mengidentifikasi modulus

musiman adalah untuk menghitung kerusakan relatif perkerasan akibat selama musiman

tertentu selama tahun tersebut dan memperbaikinya sebagai bagian keseluruhan

perencanaan.

5.7.5.6 Koefisien drainase

Sistem drainase dari jalan sangat mempengaruhi kinerja jalan tersebut. Tingkat kecepatan

pengeringan air yang jatuh/terdapat pada konstruksi jalan tol bersama-sama dengan beban

lalulintas dan kondisi permukaan jalan sangat mempengaruhi umur pelayanan jalan.

AASHTO ‘93 membagi kualitas drainase ini menjadi 3 tingkat seperti pada Tabel 33.

Tabel 33 Kualitas Drainase

Kualitas drainase Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan air

Baik Sekali 2 jam

69 dari 148

Page 70: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Baik 1 hari

Cukup 1 Minggu

Berdasarkan kualitas dari drainase pada lokasi jalan tersebut maka dapatlah ditentukan

koefisien drainase dari lapisan perkerasan lentur.

AASHTO ’93 memberikan daftar koefisien drainase seperti pada Tabel 34 berikut ini:

Tabel 34 Daftar Koefisien Drainase

Kualitas DrainasePersen waktu perkerasan dalam keadaaan lembab-jenuh

<1 1-5 5-25 > 25

Baik Sekali 1.40-1.35 1.35-1.30 1.30-1.20 1.20

Baik 1.35-1.25 1.25-1.15 1.15-1.20 1.00

Cukup 1.25-1.15 1.15-1.05 1.00-0.80 0.80

5.7.5.7 Koefisien lapisan

Pada perencanaan struktur perkerasan lentur diperlukan nilai koefisien layer (ai). Nilai

kofisien ini ditetapkan untuk setiap lapisan material dalam struktur perkerasan agar dapat

dikonversi tebal lapisan sebenarnya kedalam structural sumber (SN). Layer coefficient ini

menyatakan hubungan empiris antara SN dan tebal, serta merupakan suatu ukuran

kemampuan relatif dari material yang berfungsi sebagai suatu komponen struktural dari

perkerasan. Persamaan berikut untuk structural number yang menyatakan pengaruh relatif

dari layer coefficient (ai) dan tebal (Di).

SN = ∑ai . Di

5.7.5.8 Structural number (SN)

Adalah asumsi kekuatan struktur perkerasan untuk perkerasan lentur dan tebal pelat D untuk

perkerasan kaku. Asumsi ini diperlukan dalam menghitung ESAL Penggunaan SN (structural

number) = 5 untuk penentuan ekivalen faktor 18 Kip eqivalen single axle. Bila diinginkan

hasil yang lebih teliti dan perhitungan perencanaan terdapat perbedaan 1 inchi untuk asphalt

concrete dari asumsi semula, maka nilai baru harus diambil dan dilakukan perhitungan ulang

dan perencanaan struktur berdasarkan nilai W 18 yang baru.

SN = a1x D1 = a1.D1 + a2.D2.m2 +a3.D3.m3

70 dari 148

Page 71: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Dimana:

SN = Structural Number.

a1; a2; a3 = Layer Coefficient.

D1; D2; D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (inchi).

m2,m3 = Drainage Coefficient Lapisan base dansub base.

Prosedur penentuan tebal lapisan perkerasan lihat Gambar. dibawah ini.

SN1 D1

SN2D2

SN3D3

Subgrade

Persamaan Dasar Perkerasan Lentur

Log10 W18 = ZR So + 9,36 Log10(SN+1)- 0,2 + + 2,32 x Log10 MR-8,07

Dimana:

W18 = Jumlah beban eqivalen (ESAL)

ZR = Standar deviasi normal.

So = Standar gabungan kesalahan dari lalulintas dan perkiraan performance.

PSI = Perbedaan antara desain awal kemampu-layanan untuk Po dan desain terminal

serviceability index.

71 dari 148

PSI

4,2-1,5Log10

1094

(SN+1)5,190,40 +

Surface

Base course

Subbase

Page 72: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

MR = Resilent modulus tanah dasar (psi)

SN = Structural Number.

Untuk memudahkan perencanaan tebal perkerasan lentur dilakukan tahapan berupa gambar

36 diagram alir sebagai berikut:

5.7.5.9 Metode Alternatif

Untuk alternatif menghitung tebal perkerasan lentur diperbolehkan/diijinkan menggunakan

Buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pd. T-01-2002-B atau Perencanaan

Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-

1989-F.

72 dari 148

Page 73: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Umur rencana Faktor distribusi arah Faktor distribusi lajur

Traffic LHR pada tahun dibuka Traffic design akhir umur rencana Damage factor Design ESAL

Reliability Standard normal deviation Standard deviation

Tidak

Serviceability Terminal serviceability Serviceability Coba Check Ya Tebal Initial serviceability loss Structure Number Equation perkerasan

Drainagecoefficient

CBR Resilient modulus

Layercoefficient

R1

Gambar 36 Bagan Alir perencanaan tebal perkerasan lentur

73 dari 148

Page 74: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.7.5.10 Contoh Perhitungan Perkerasan Lentur

Jalan Tol Cipularang Seksi 1 : Ruas Purwakarta Utara – Purwakarta Selatan

74 dari 148

Page 75: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.7.6 Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku adalah suatu konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atas

dipergunakan plat beton yang terletak diatas pondasi atau langsung diatas tanah dasar.

Perkerasan beton kaku memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan

beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas

struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri.

5.7.6.1 Parameter perencanaan

Perencanaan mengacu pada AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1993.

Parameter perencanaan terdiri dari 13 parameter:

- Umur rencana

- Equivalent Single Axle Load

- Terminal serviceability index

- Initial serviceability

- Serviceability loss

- Reliability

- Standar normal deviasi

- Standar deviasi

- Modulus reaksi tanah dasar

- Modulus elastisitas beton

- Flexural strength

- Drainage coefficient

- Load transfer coefficient

Data dan parameter lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan

meliputi:

- Jenis kendaraan.

- Volume lalu-lintas harian rata-rata.

- Pertumbuhan lalu-lintas tahunan.

- Damage factor.

- Umur rencana

- Faktor distribusi arah.

- Faktor distribusi lajur.

- Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana (traffic design).

75 dari 148

Page 76: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Rumus umum desain traffic (ESAL = Equivalent Single Axle Load):

di mana:

W18 = Traffic design pada lajur lalu-lintas, Equivalent Single Axle Load.

LHRj = Jumlah lalu-lintas harian rata-rata 2 arah untuk jenis kendaraan j.

DFj = Damage factor untuk jenis kendaraan j.

DA = Faktor distribusi arah.

DL = Faktor distribusi lajur.

N1 = Lalu-lintas pada tahun pertama jalan dibuka.

Nn = Lalu-lintas pada akhir umur rencana.

Faktor distribusi arah: DD = 0,3-0,7 dan umumnya diambil 0,5 (AASHTO 1993 hal. II-9).

Faktor distribusi lajur (DL), mengacu pada Tabel 35

Tabel 35 Faktor distribusi lajur (DL).

Jumlah lajur setiap arah DL (%)

1 100

2 80-100

3 60-80

4 50-75

Sumber: AASHTO 1993 halaman II-9.

5.7.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah kemungkinan bahwa perkerasan yang direncanakan akan tetap

memuaskan selama masa layannya. Penetapan angka reliability dari 50 % sampai 99,99 %

menurut AASHTO merupakan tingkat kehandalan desain untuk mengatasi, mengakomodasi

kemungkinan melesetnya besaran-besaran desain yang dipakai. Semakin tinggi reliability

yang dipakai semakin tinggi tingkat mengatasi kemungkinan terjadinya selisih (deviasi)

desain dan kenyataan.

Besaran-besaran desain yang terkait dengan ini antara lain:

- Peramalan kinerja perkerasan.

- Peramalan lalu-lintas.

- Perkiraan tekanan gandar.

- Pelaksanaan konstruksi.

Reliability (R) mengacu pada Tabel 36. (diambil dari AASHTO 1993 halaman II-9), standard

76 dari 148

Page 77: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

normal deviate (ZR) mengacu pada Tabel 37. (diambil dari AASHTO 1993 halaman I-62).

Tabel 36 Reliability (R) disarankan

Klasifikasi jalanReliability: R (%)Urban Rural

Jalan tol 85-99,9 80-99,9Arteri 80-99 75-95

Kolektor 80-95 75-95

Tabel 37 Standard normal deviation (ZR).

R (%) ZR

75 -0,67480 -0,84185 -1,037

90 -1,282

91 -1,340

92 -1,405

93 -1,476

94 -1,555

95 -1,645

96 -1,751

97 -1,881

98 -2,054

99 -2,327

99,9 -3,090

99,99 -3,750

Standard deviation untuk rigid pavement: So = 0,30-0,40 (diambil dari AASHTO 1993

halaman I-62).

5.7.6.3 Serviceability

Terminal serviceability index (pt) mengacu pada Tabel 38. (diambil dari AASHTO 1993

halaman II-10). Initial serviceability untuk rigid pavement: po = 4,5 (diambil dari AASHTO

1993 hal. II-10). Total loss of serviceability:

Tabel 38 Terminal serviceability index (pt)

Percent of people pt

Stating unacceptable12 3,055 2,585 2,0

77 dari 148

Page 78: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.7.6.4 Modulus reaksi tanah dasar

Modulus of subgrade reaction (k) menggunakan gabungan formula dan grafik penentuan

modulus reaksi tanah dasar berdasar ketentuan CBR tanah dasar.

MR = 1.500 x CBR, , dimana: MR = Resilient modulus.

Koreksi Effective Modulus of Subgrade Reaction, menggunakan Grafik pada Gambar 37

(diambil dari AASHTO 1993 halaman II-42)

Faktor Loss of Support (LS) mengacu pada Tabel 39. (AASHTO 1993 halaman II-27).

Tabel 39 Loss of Support Factors (LS).

No. Tipe material LS

1. Cement Treated Granular Base (E = 1.000.000- 2.000.000 psi) 0-1

2. Cement Aggregate Mixtures (E = 500.000-1.000.000 psi) 0-1

3. Asphalt Treated Base (E = 350.000-1.000.000 psi) 0-1

4. Bituminous Stabilized Mixtures (E = 40.000-300.000 psi) 0-1

5. Lime Stabilized (E = 20.000-70.000 psi) 1-3

6. Unbound Granular Materials (E = 15.000-45.000 psi) 1-3

7. Fine grained/Natural subgrade materials (E =3.000-40.000 psi) 2-3

Effective Modulus of Subgrade Reaction, k (pci)

Gambar 37 Correction of Effective modulus of Subgrade Reaction for Potensial

Loss Subbase Support

78 dari 148

Page 79: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Pendekatan nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) dapat menggunakan hubungan nilai CBR

dengan k seperti yang ditunjukkan pada Gambar 38. Diambil dari literartur Highway

Engineering (Teknik Jalan Raya), Clarkson H Oglesby, R Gary Hicks, Stanford University &

Oregon State University, 1996.

Modulus reaksi tanah dasar: k (psi/in)

100 150 200 250 300 400 500 600 700800

2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 25 30 40 50 60 70 80

100

Gambar 38 Hubungan antara (k) dan (CBR),

penetapan parameter modulus reaksi tanah dasar (k):

Untuk: CBR = 6

pci

Lapis subbase : Cement aggregate mixture

Loss of Support : LS = 1

Koreksi Effective Modulus of Subgrade Reaction, menggunakan Grafik pada Figure 3.6.

(diambil dari AASHTO 1993 halaman II-42).didapat: k = 160 pci

5.7.6.5 Flexural strength (modulus of rupture) dan Modulus elastisitas beton

Yaitu kekuatan menahan momen lentur biasa disebut Sc’. Di sarankan digunakan beton

semen mutu tinggi (Sc’ = 40-45 kg/cm2), karena:

- Harus tahan terhadap aus

- Harus tahan terhadap pelapukan

- Tidak boleh sering mengalami pemeliharaan

Untuk nilai slump beton semen diisyaratkan nilai slump 2.5-5 cm biasanya 4 cm.

79 dari 148

California Bearing Ratio

(CBR)

Page 80: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

di mana:

Ec = Modulus elastisitas beton (psi).

fc’ = Kuat tekan beton, silinder (psi).

Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada Spesifikasi pekerjaan.

5.7.6.6 Load transfer

Dilambangkan dengan J, adalah faktor yang digunakan dalam merencanakan struktur

perkerasaan dalam perhitungannya untuk mampu menyalurkan distribusi beban yang

bersambungan (tidak menerus), seperti sambungan dan retak. Penyaluran beban

dipengaruhi nilainya oleh daya ikat (pengkuncian) agregate, dan pengaruh bahu jalan yang

digunakan.

Load transfer coefficient (J) mengacu pada Tabel 40. (diambil dari AASHTO 1993 halaman

II-26), dan AASHTO halaman III-132.

Tabel 40 Load transfer coefficient.

Shoulder Asphalt Tied PCC

Load transfer devices Yes No Yes No

Pavement type

1. Plain jointed& jointed reinforced 3.2 3.8-4.4 2.5-3.1 3.6-4.2

2. CRCP 2.9-3.2 N/A 2.3-2.9 N/A

Penetapan parameter load transfer:

- Joint dengan dowel : J = 2,5-3,1 (diambil dari AASHTO 1993 halaman II-26).

- Untuk overlay design : J = 2,2-2,6 (diambil dari AASHTO 1993 halaman III-132).

80 dari 148

Page 81: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.7.6.7 Persamaan dasar perkerasan kaku

Log10 W18 = ZR So + 7,35 Log10(D+1)-0,06 + + (4,22-0,32.Pt) x

Log10

Dimana:

W18 = Jumlah beban eqivalen (ESAL)

ZR = Standar deviasi normal.

So = Standar gabungan kesalahan dari lalulintas dan perkiraan performance.

PSI = Perbedaan antara desain awal kemampu-layanan untuk Po dan desain terminal

serviceability index.

Sc = Flexural Stength

Fc’ = Modulus Elastisitas Beton

J = Load Transfer

SN = Structural Number.

5.7.6.8 Jenis perkerasan kaku

- Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan/ Jointed Plain Concrete Pavement

(JPCP). Adalah perkerasan kaku yang tidak menggunakan tulangan pada strukturnya,

kecuali pada bagian sambungan. Sambungan pada tipe ini mempunyai jarak relatif

pendek antara 4-7 meter.

- Perkerasan Beton Semen Bersambung Dengan Tulangan / Jointed Reinforced Concrete

Pavement (JRCP).

- Konstruksi ini selain menggunakan sistem sambungan juga menggunakan tulangan pada

strukturnya, penulangan pada struktur ini tidak mempengaruhi kekuatan strukturnya,

tetapi hanya untuk mengurangi terjadinya keretakan-keretakan akibat adanya

penyusutan atau Shrinkage Cracking.

- Perkerasan Beton Menerus Dengan Tulangan/ Continous Reinforced Concrete

Pavement (CRCP). Jenis perkersan ini tidak memiliki sistem sambungan pada

strukturnya dengan kata lain sistem sambungan melintang tidak di perlukan, namun

dengan adanya tulangan menerus ini perkerasan beton bisa mempunyai panjang lebih

dari 30 m.

81 dari 148

PSI

4,5-1,5Log10

1,624 x 107

(D+1)8,46 1 +

Sc x Cd x D0,75 – 1,132

18,42

(Ec: k)0,25

215,63 x J x D x D0,75 –

Page 82: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

- Perkerasan Beton Bersambung tanpa Tulangan/ Jointed Plain Concrete Pavement.

(JPCP). Perkerasan ini juga mengunakan sistem sambungan atau tranverse joint pada

arah memanjang dan melintang dengan mengunakan sistem pratekan dimana akan

mengurangi resiko terjadinya craks (retak).

- Rolled Compacted Concrete Pavement (RCCP). Perkerasan beton semen tanpa

tulangan dan dengan kadar air rendah sehingga slump yang dihasilkan nol.

5.7.6.9 Desain tulangan

Tujuannya penulangan bukan untuk mencegah terjadinya retak melainkan untuk:

- Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan.

- Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah

sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan.

- Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut, sedangkan

dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk

menghilangkan sambungan susut.

Tabel 41 Koefisien gesek dipakai antara Pelat Beton dengan Lapis Pondasi Bawah

Jenis Pondasi Faktor Gesekan (F)Aspal Beton, LatastonStabilisasi KapurStabilisasi AspalStabilisasi SemenKoralBatu pecahSirtuTanah

2.21.81.81.81.51.51.50.9

- Tulangan memanjang dan melintang diperlukan persentasenya dirumuskan dengan:

Ps = LF x 100

2Fs

Dimana:

Ps = tualangan memanjang dan melintang dalam (%)

L = Panjang slab (feet)

Fs = Stel working stress (Psi) kuat tarik

F = Fiction factor.

-

- Tie bar dirancang untuk memegang palt sehingga teguh, dan dirancang menahan gaya

tarik maksimum, tie bar tidak dirancang untuk memindahkan beban. Dowel alat

pemindah beban yang biasanya dipakai adalah dowel baja bulat polos, syarat yaitu

dibuat dalam tabel di bawah ini.

82 dari 148

Page 83: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

Tabel 42 Syarat Penggunaan Dowel

TebalPerkerasaan

(in)

DowelDiameter

(in)

PanjangDowel

(in)

JarakDowel

(in)101112

1 ¼1 ¼1 ¼

181818

121212

Diameter dowel:

D = D/8

D = Diameter pelat beton (inches)

d = Diameter dowel (inches).

83 dari 148

Page 84: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Umur rencana Faktor distribusi arah Faktor distribusi lajur

Traffic LHR pada tahun dibuka Traffic design akhir umur rencana Damage factor Design ESAL

Reliability Standard normal deviation Standard deviation

Tidak

Serviceability Terminal serviceability Serviceability loss Coba Check Ya Tebal pelat Initial serviceability Tebal pelat Equation rencana

Load transfer coefficient

Drainage coefficient

Modulus reaksi tanah dasar

Modulus elastisitas beton

Flexural strength

R1

Gambar 39 Bagan Alir perencanaan tebal perkerasan kaku

84 dari 148

Page 85: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R1

5.7.6.10 Metode Alternatif

Untuk alternatif menghitung tebal perkerasan kaku diperbolehkan/diijinkan menggunakan

Buku Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen Pd. T-14-2003 yang telah diterbitkan

oleh PU Bina Marga.

5.7.6.11 Contoh Perhitungan Perkerasan Kaku

Jalan Tol Cipularang Seksi 1 : Ruas Purwakarta Utara – Purwakarta Selatan

85 dari 148

Page 86: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8 Jembatan jalan tol

Pedoman ini sebagai acuan bagi perencana dalam mendesain jembatan jalan tol.

Ketentuan-ketentuan dalam pedoman ini harus digunakan untuk perencanaan jembatan

jalan tol termasuk jembatan layang. Beban-beban, aksi-aksi dan metoda penerapannya

boleh dimodifikasi dalam kondisi tertentu, selama dapat dibuktikan secara ilmiah dan dengan

seizin pejabat yang berwenang atau tim teknis yang ditunjuk.

5.8.1 Kriteria desain

Untuk menjamin kelancaran lalu lintas di jalan tol, maka jembatan jalan tol harus didesain

dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dibawah ini:

- Lebar lajur kendaraan mengukuti lebar lajur jalan yang ada.

- Jika jembatan jalon tol merupakan satu satunya akses penghubung antara dua tempat,

maka jembatan jalan tol harus dilengkapi dengan lajur untuk kendaraan beroda dua.

- Kiri dan kanan lajur lalu lintas diperlengkapi bahu selebar bahu jalan yang ada.

- Alinyemen vertikal dan horizontal mengikuti alinyemen vertikal dan horizontal jalan.

- Diberikan pengaman tepi / sandaran untuk keamanan lalu lintas.

- Memenuhi standar kekuatan: Jembatan mampu menahan beban sampai umur rencana,

baik beban lalu lintas, aksi lingkungan atau beban khusus.

5.8.2 Desain jembatan

Untuk menjamin desain jembatan memenuhi kriteria desain diatas, maka desain jembatan

harus mengikuti proses desain sebagai berikut:

1. Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulakan data-data perencanaan dan

untuk mengetahui posisi / letak jembatan.

2. Membuat pradesain, berdasarkan hasil survai

3. Melalukan pengkajian hasil pradesain untuk memastikan:

a. lebar dan bentang jembatan.

b. perlu tidaknya pilar pilar

c. letak kepala jembatan

d. posisi struktur atas jembatan terhadap muka air banjir atau permukaan air laut

tertinggi atau bangunan lain yang ada dibawahnya

e. bahan jembatan

f. ukuran pilar dan kepala jembatan

g. metoda konstruksi yang dapat diterapkan / akan digunakan

4. Menentukan desain akhir dari struktur atas dan bawah jembatan

5. Menentukan beban-beban yang bekerja pada jembatan

86 dari 148

Page 87: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

Kompilasi data

Evaluasi data

Pradesain

a. Type/model strukturb Lebar jembatanb. Bentang jembatanc. Pilar jembatan d. Posisi / letak kepala jembatane. posisi struktur atas terhadap MAB/HWS/ . bangunan lain yang ada dibawahnyaf. Bahan jembatang. Ukuran kepala dan pilar jembatanh. penentuan metoda konstruksi

Evaluasi Pradesainn

Desain akhir

Modifikasi

- Gambar kostruksi- Dokumen Hitungan

Survey data

Analisa struktur

Perhitungan dimensi

R 1

6. Melakukan perhitungan analisa struktur

7. Menentukan dimensi tiap elemen jembatan

8. Membuat gambar hasil perencanaan.

Diagram alir proses desain jembatan dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40 Diagram alir proses desain jembatan

5.8.3 Umur rencana jembatan

Umur rencana jembatan jalan tol harus dibuat tidak kurang dari 50 tahun (untuk jembatan

87 dari 148

Page 88: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

standar), Untuk jembatan khusus minimal 100 tahun. Umur rencana dipengaruhi oleh

material jembatan dan aksi lingkungan yang mempengaruhi jembatan.

Jembatan dengan umur rencana lebih panjang harus direncanakan untuk aksi yang

mempunyai periode ulang lebih panjang. Hubungan antara umur rencana periode ulang

adalah:

Pr = Kemungkinan bahwa aksi tertentu akan terlampaui paling sedikit sekali selama umur

rencana jembatan

D = Umur rencana (th.)

R = Periode ulang dari aksi (th.)

hubungan antara periode ulang dengan umur rencana

NoUmur rencana (D)

(tahun)

Pereode ulang (R) (tahun)

Keadaan batas layan Keadaan batas ultimate

1 50 (Jembatan standar) 20 100

2 100 (Jembatan khusus) 20 200

5.8.4 Bahan jembatan

Bahan utama jembatan jalan tol ditentukan berdasarkan bentuk dan bentang jembatan,

lokasi jembatan, dan umur rencana jembatan. Penggunaan bahan khusus harus melalui uji

material untuk mengetahui karakteristik , sifat-sifat fisik dan kimianya. Secara umum

jembatan dapat menggunakan bahan dan material:

- Beton bertulang dan Beton Prategang

- Baja dan Baja mutu tinggi.

-

Bahan beton untuk jembatan

Beton untuk jembatan beton bertulang.fc’ [MPa] ( uji silinder)

20 25 30 35 40 – 60

Beton untuk jembatan beton prategangfc’ [MPa] ( uji silinder)

- - 30 35 40 – 60

Kuat Tekan Beton KarakterisitikK (kg/cm2) ( uji kubus)

240 300 360 410 470 – 700

( sumber : SK.SNI T-12-2004 )

88 dari 148

Page 89: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Bahan baja untuk jembatan

Jenis BajaTegangan putus minimum, fu Tegangan leleh minimum, fy

(Mpa) (kg/cm2) (kN/m2) (Mpa) (kg/cm2) (kN/m2)

BJ 34 340 3.400 340.000 210 2.100 210.000

BJ 37 370 3.700 370.000 240 2.400 240.000

BJ 41 410 4.100 410.000 250 2.500 250.000

BJ 50 500 5.000 500.000 290 2.900 290.000

BJ 55 550 5.500 550.000 410 4.100 410.000

( sumber : SK.SNI T-03-2005 )

5.8.5 Pembebanan pada jembatan

Jembatan jalan tol harus diperhitungkan terhadap semua beban yang mungkin bekerja pada

jembatan tersebut, termasuk tumbukan kapal pada pilar jembatan bila jembatan tersebut

berada di atas sungai yang digunakan untuk lalu lintas kapal, atau jembatan diatas selat dan

laut. Beban pada jembatan terbagi tiga bagian

A. Beban tetap - Berat mati dan beban mati tambahan

- Beban hidup atau beban lalulintas dengan beban kejut dan beban

rem

B. Aksi Lingkungan - Beban angin

- Beban tumbukan kendaraan

- Beban tumbukan kapal

- Beban air mengalir

- Beban tumbukan benda hanyutan

- Beban gempa

C. Beban Khusus - Beban sentrifugal

- Rangkak dan susut

Secara umum beban tetap ditampilkan pada Gambar 41 dengan berat isi pada Tabel 45.

89 dari 148

Page 90: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 41 Diagram beban tetap

Untuk menentukan besarnya beban mati dan beban mati tambahan dilakukan dengan

menghitung volume setiap elemen jembatan, lalu mengalikannya dengan berat jenis yang

tergantung bahan pembentuk elemen jembatan tersebut. Jika tidak ditentukan melalui uji

laboratorium, maka berat jenis bahan dapat dipergunakan berat jenis seperti yuang tertera

pada tabel berikut:

Berat isi untuk beban mati (kN/m³)

No. BahanBerat jenis atau

Berat/Satuan Isi (kN/m3)

Kerapatan Masa

(kg/m3)

1 Campuran aluminium 267 2.720

2 Besi tuang 71.0 7.200

3 Aspal beton 22.0 2.240

Beton ringan 12.25-19.6 1.250-2.000

5 Beton berat 22.0-25.0 2.240-2.560

6 Beton prategang 25.0-26.0 2.560-2.640

7 Beton bertulang 23.5-25.5 2.400-2.600

8 Baja 77.0 7.850

5.8.5.1 Beban hidup atau beban lalulintas

Beban hidup lalu lintas terdiri dari beban terpusat (T) dan beban laljur (D).

Beban terpusat (T) sebesr 112,5 kN bekerja pada lantai jembatan , dan dipergunakan untuk

perhitungan lantai jembatan.

Beban lajur lalu lintas terdiri datri beban garis (P) dan beban merata (q)

90 dari 148

Beban Tetap

Beban Mati

Beban Mati Tambahan

Beban Hidup

Berat sendiri konstruksi, sesuai dengan Berat Jenis material pembentuk konstruksi:

Beban yang selalu ada yang tidak termasuk struktur penahan beban kendaraan , pipa drainasi, sandaran , tiang lampu, ornamen

Beban lalu lintas yang bekerja diatas jembatan: orang dan kendaraan

Page 91: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Beban garis (P) sebesar 49,0 kN/m arah melintang jembatan bekerja di tengah bentang

untuk peninjauan momen max pada struktur atas , bekerja diatas pilar untuk peninjauan pilar

dan bekerja diatas kepala jembatan untuk perhitungan kepala jembatan.

Beban merata (q) sebesar 9 KN/m2; bekerja pada seluruh lantai jembatan, untuk

perhitungan struktur atas dan struktur bawah jembatan

5.8.5.2 Beban terpusat (T) roda kendaraan yang bekerja pada lantai jembatan

Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan

berat as seperti terlihat dalam Gambar 42. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi

2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan

lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk

mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T"

yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.Kendaraan truk "T" ini harus

ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana .

Beban terpusat T ini dekerjakan pada lantai jembatan dengan luas bidang kontak 0,2 m x 0,5

m (luas bidang kontak roda kendaraan dengan lantai jembatan). Beban T ini dipergunakan

untuk menentukan kapasitas lantai jembatan terhadap lentur dan geser.

Gambar 42 Truk untuk beban titik pada lantai jembatan

91 dari 148

Page 92: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.3 Beban lajur lalu lintas (D)

Beban lajur "D" terdiri dari beban merata (q) yang digabung dengan beban garis (p) seperti

terlihat dalam Gambar 43, Beban ini dipergunakan utnuk mendapatkan gaya-gaya dalam

maksuimum pada girder atau rangka jembatan.

Gambar 43 Penyebaran beban merata (q) dan Beban Garis (p)

5.8.5.4 Beban terbagi rata (BTR) (q)

Besar beban terbagi rata (q) tergantung pada bentang jembatan (L).

Beban ini bekerja merata seluas lantai jembatan

Untuk menentukan q dapat menggunakan Gambar 44

Gambar 44 Diagram beban terbagi rata (BTR) (q)

92 dari 148

Page 93: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.5 Beban garis (BG) (p)

Beban garis harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan.

Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur maksimum pada

jembatan menerus, BG kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah

melintang jembatan pada bentang lainnya.

5.8.5.6 Penyebaran beban "D" pada arah melintang

Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan

momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BG dari beban "D" pada

arah melintang harus sama.

Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 7 m, maka beban "D"

harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % .

2. apabila lebar jalur lebih besar dari 7 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur

lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan dengan intensitas 100 % Hasilnya adalah beban

garis ekuivalen sebesar nl x 3.5 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 3.5 p

kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x 3.5 m;

3. lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada

jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari

jalur dengan intensitas sebesar 50 % seperti Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam

Gambar 45;

4. Bila lajur lalu lintas dipisahkan oleh median, maka peninjauan lebar b pada gambar 43

adalah selebar dari batas median sampai batas pengaman tepi

Gambar 45 Intensitas beban p dan q pada lajur lau lintas

93 dari 148

Page 94: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.7 beban lalu lintas “D“ pada jembatan dengan balok menerus

Untuk mendapatkan momen maksimum pada jembatan dengan balok menerus, maka beban

D diatur seperti pada Gambar 46.

Gambar 46 Distribusi beban D pada jembatan dengan balok menerus

94 dari 148

Page 95: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.8 Beban kejut (beban akibat pengaruh beban dinamis)

Beban kejut yang diakibatkan oleh kendaraan truk yang secara tiba-tiba melewati jembatan

harus diperhitungkan terhadap kapsitas lantai jembatan dan gider jembatan.

Untuk lantai jembatan besar beban terpusat (T) dinaikkan 30%

Untuk balok dan rangka, beban garis (P) dinaikkan sebesar diagram pada Gambar 47

Gambar 47 Faktor pengali beban kejut

5.8.5.9 Beban rem

Kendaraan diatas jembatan yang berhenti mendadak secara bersama-sama harus

diperhitungkan adanya beban yang diakibatkan oleh pengaruh pengereman pada

kendaraan tersebut. Besarnya gaya rem ditentukan menurut Gambar 48 yang dianggap ada

pada semua lajur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan bekerja dalam

satu arah, besarnya tergantung pada bentang jembatan.

Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan. Gaya rem yang

diterima oleh lantai jembatan ini didistribusikan ke pilar dan kepala jembatan oleh girder

jembatan. Gaya rem hasil analisa ini bekerja bersam-sama dengan beban p dan q

Gambar 48 Intensitas Beban rem per lajur lalu lintas per bentang.

95 dari 148

Page 96: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.10 Beban angin

1. Beban angin yang bekerja pada jembatan diperhtiungkan bekerja horizontal pada arah

tegak lurus panjang jembatan. Ketentuan dan rumus-rumus gaya angin pada pedoman

ini dipergunakan untuk jembatan girder dan rangka. Untuk jembatan cable stayed dan

suspension bentang panjang peninjauan beban angin didasarkan kepada analisa

dinamis dan uji terowongan angin.

Besarnya gaya beban angin ditentukan sebesar

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab (kN) (gaya angin yang bekerja pada jembatan)

TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 (kN /m) (gaya angin yang bekerja pada kendaraan)

dengan pengertian:

VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau

CW adalah koefisien seret - lihat Tabel 46

Ab adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

2. Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 47.

3. Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam

arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini

dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar;

4. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;

Tabel 46, Koefisien seret CW

Tipe Jembatan CW

Bangunan atas masif: (1), (2)

b/d = 1.0b/d = 2.0b/d 6.0

2.1 (3)

1.5 (3)

1.25 (3)

Bangunan atas rangka 1.2

CATATAN (1) b = ebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif.

CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier.CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3

% untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %.

Tabel 47, Kecepatan angin rencana VW

Keadaan BatasLokasi

Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai

Daya layan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

96 dari 148

Page 97: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 49 Beban angin pada kendaraan dan pada struktur

Peninjuan beban angin pada jembatan saat ada kendaraan seperti Gambar 49

Angin tekan 50% dari TEW jembatan dan ngin hisap 25% dari TEW jembatan

Dan yang bekerja pada kendaraan 100% dari TEW kendaraan

Gambar 50 Beban angin yang bekerja pada struktur.

Peninjuan beban angin pada saat tidak ada kendaraan seperti pada Gambar 50.

Angin tekan 100% dari TEW dan angin hisap 50% dari TEW jembatan

5.8.5.11 Beban tumbukan kendaraan

Beban akibat tumbukan kendaraan pada pilar jembatan jalan layang seperti pada Gambar

51 ditentukan sebesar 1.000 kN pada arah tegak lurus jembatan dan sebesar 500 kN pada

arah memanjang jembatan. Keduanya bekerja pada tinggi 1,8 m dari permukaan jalan di

bawah jembatan.

( sumber : PPJJR, SKBI-1.3.28-1987)

Gambar 51 Beban tumbukan kendaraan pada pilar jalan layang

97 dari 148

Page 98: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.12 Beban tumbukan kapal

Jembatan yang menyeberangi laut, selat atau sungai yang besar yang dilewati kapal, pilar

dan pylon jembatan harus dilindungi terhadap tumbukan kapal, seperti pada gambar 52.

Gambar 52 Tumbukan kapal pada sistem pelindung pilar / pylon jembatan

Sistem pelindung pilar atau pylon dapat dibuat menyatu atau terpisah dengan pilar atau

pylon. Jika dibuat terpisah struktur pelindung harus dibuat sekaku mungkin sehingga

deformasi yang terjadi pada struktur pelindung sebagai akibat tumbukan kapal tidak

menimbulkan beban tambahan pada pilar atau pylon, atau dengan kata lain struktur

pelindung tidak boleh menyentuh pilar atau pylon pada saat terjadi tumbukan kapal.

Tumbukan kapal dari arah depan pada struktur pelindung pilar atau pylon dapat

diperhitungkan sebagai gaya tumbukan statis pada obyek yang kaku, dan dapat dihitung

dengan rumus berikut:

( sumber :RSNI T-02-2005)

dengan pengertian:

TS = R = gaya tumbukan kapal sebagai gaya statis ekuivalen (t)

DWT = tonase berat mati muatan kapal (t) = berat kargo, bahan bakar, air dan persediaan

V = kecepatan / laju tumbukan kapal (m/s)

Untuk kapal yang membentur pilar atau pylon dari arah samping (Gambar 53 )digunakan

rumus energi kinetik dari kapal desain berdasarkan perumusan gaya akselerasi sebagai

berikut :

:

( sumber :RSNI T-02-2005)

98 dari 148

Page 99: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Keterangan:

Energi kenitik dalam satuan kN.m, lalu dirubah dalam satuan ton.m.

Lambung kapal dianggap bulat.

E = energi kinetik dari kapal desain (tm)

C H = koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal.

d = draft kedalaman kapal pada beban penuh (m)

W = tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh

Vtk = kecepatan tumbukan kapal (m/s)

g = gravitasi (= 9,8m/s2)

Lpp = Panjang bagian yang terendam dalam air

Gambar 53 Beban tumbukan kapal dari arah samping pada pilar atau pylon

Keterangan:

E sin = Energi kinetik yang diterima oleh fender ( tm)

R = Gaya statis yang didustribusikan oleh fender ke pilar atau pylon (t)

99 dari 148

Page 100: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

( sumber :RSNI T-02-2005)

Gambar 55 . Diagram hubungan antara C/d dan CH

Untuk mendapatkan type fender dan gaya kapasitas statis (R) yang diterima oleh struktur

pilar atau pylon jembatan digunakan Tabel 48. Untuk type fender lain yang tidak tertera pada

tabel 48, dapat digunakan type fender lain yang ada dipasaran.

Tabel 48. Type dan ukuran Fender

Bentuk FenderNomor TYpe

Dimensi ( cm) Energi(E)

(ton.m)

Kapasitas(R)

(ton)a b c

FV005-1-1FV005-1-2FV005-1-3FV005-1-4

100100100100

120120120120

90909090

4,54,03,02,0

35302315

FV005-2-1FV005-2-2FV005-2-3FV005-2-4

150150150150

170170170170

70707070

6,86,04,53,0

52453423

FV005-3-1FV005-3-2FV005-3-3FV005-3-4

200200200200

220220220220

63,563,563,563,5

9,18,16,04,0

69604631

FV005-4-1FV005-4-2

250250

270270

8080

11,010,0

8675

100 dari 148

Page 101: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

FV005-4-3FV005-4-4

250250

270270

8080

7,55,0

5738

FV005-5-1FV005-5-2FV005-5-3FV005-5-4

300300300300

320320320320

72,572,572,572,5

13,012,09,06,0

103906845

( sumber : Perencanaan Pelabuhan, kramadibrata, hal 418)

Ukuran kapal Penumpang.

Untuk mendapatkan nilai Lpp, dapat digunakan tabel kapal dibawah ( tabel 49), dan dapat

dilakukan interpolasi linier jika DWT kapal tidak sama dengan DWT yang ada di tabel, atau

dapat digunakan tabel kapal lain yang berdasarkan sfesifikasi kapal yang lewat dibawah

jembatan.

Tabel 49. Sfesifikasi kapal

DWT Lpp (M) B (M) d (M) Full

5001000200040008000

10000150002000030000

51687692

123138160181197

10,211,913,916,317,820,623,125,128,2

2,93,64,55,67,48,28,89,2

10,0

5.8.5.13 Beban air mengalir

1) Pilar jembatan yang terendam oleh air banjir harus diperhitungkan terhadap gaya air

mengalir yang tertahan oleh pilar setinggi air banjir. Gaya air mengalir dihitung dengan

rumus:

TEF = 0,5 CD (Vs)2 Ad (kN)

dengan pengertian:

Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.

CD adalah koefisien seret - lihat Tabel 49.

Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan

kedalaman aliran - lihat Gambar 57.

101 dari 148

Page 102: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 54 Luas Proyeksi Pilar

2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan

semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya

seret, adalah: TEF = 0,5 CD (Vs)2 AL (kN)

dengan pengertian:

VS adalah kecepatan air (m/dt)

CD adalah koefisien angkat - lihat Tabel 49.

AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan

kedalaman aliran - lihat Tabel 50.

Tabel 50, Koefisien seret

102 dari 148

Page 103: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.5.14 Beban tumbukan benda hanyutan

Pilar jembatan yang terendam oleh air banjir harus diperhitungkan menerima tumbukan

benda hanyutan bawaan air banjir yang bekerja pada permukaan air banjir.

Besarnya tumbukan benda hanyutan ditentukan dengan rumus

dengan pengertian:

M adalah massa batang kayu = 2 ton

Va adalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.

Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram kecepatan

dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.

d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 51

Tabel 51, Lendutan ekuivalen untuk tumbukan benda hanyutan

Tipe Pilar d (m)

Pilar beton masif

Tiang beton perancah

Tiang baja perancah

0.075

0.150

0.300

Beban akibat tumbukan benda hanyutan ini ditinjau bersamaan dengan beban air mengalir.

5.8.5.15 Beban gempa

Jembatan yang dibangun pada daerah rawan gempa harus diperhtungkan terhadap beban

gempa. Untuk jembatan lurus dengan ketinggian pilar tidak mencapa 30 m dapat dilakukan

analisa statis ekuivalen. Untuk jembatan yang melingkar, bentang utama melebihi 200 m,

jembatan fleksibel dengan periode panjang yang melebihi 1,5 detik, jembatan

pelengkung dengan lantai di atas, jembatan berpenahan kabel, dan jembatan

dengan ketinggian pilar diatas 30 m harus dilakukan peninjauan dengan analisa dinamis.

Beban gempa statis ekuvalen (Kh) dapat ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan:

TEQ : Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

C : Koefisien geser dasar yang berdasarkan wilayah gempa, waktu getar struktur pilar

103 dari 148

Page 104: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

dan jenis tanah dimana jembatan tersebut didirikan.

I : Faktor kepentingan

S : Faktor tipe bangunan

WT : Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil

beban mati struktur atas ditambah berat setengah pilar bagian atas dan beban mati

tambahan (kN)

Koefisien geser dasar (C)

Nilai C diperoleh dari Gambar 56 dan Gambar 57 yang sesuai dengan daerah gempa

dimaan jembatan tersebut didirikan, Nilai C ditentukan berdasar pada wilayah gempa, jenis

tanah di bawah jembatan dan waktu gertar dari struktur pilar jembatan.

Jenis tanah yang didapatkan dari hasil investigasi tanah dapat dilihat pada Tabel 52

Tabel 52, Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar

Jenis TanahTanah

TeguhTanah Sedang

Tanah

Lunak

Untuk seluruh jenis tanah ( data sondir ) 3 m> 3 m sampai

25 m> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa: (data boring)

6 m> 6 m sampai 25

m> 25 m

Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat: (data boring)

9 m > 9 m sampai 25 m > 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa: (data boring)

12 m> 12 m sampai 30

m> 30 m

Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat: (data boring)

20 m> 20 m sampai 40

m> 40 m

CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang

diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam

104 dari 148

Page 105: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Untuk data investigasi tanah dari n SPT menggunakan tabel dibawah.

JENIS TANAH KEDALAM TANAH KERAS ( SPT 40 )

(a) Tanah Teguh 0 ~ 3 M

(b) Tanah Sedang 3,4 ~ 24,4 M

(c) Tanah Lunak ≥ 25 M

Waktu getar (T)

Waktu getar struktur adalah waktu yang diperlukan oleh struktur pilar atau pylon untuk

mengalami satu kali gerakan bolak balik.

Waktu getar struktur pilar dan pylon dapat dihitung dengan rumus-rumus dibawah ini.

( sumber : SNI 2833:2008)

Nilai kekakuan gabunga (Kp) dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

( sumber : seismic design and retrofit of bridges , priestley, hal 169)

Gambar 55 nilai Kp dari berbagai bentuk pilar / pylon

105 dari 148

Page 106: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 56 Peta gempa Indonesia

( sumber : SNI 2833:2008)

106 dari 148

Page 107: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 57 Koefisien geser dasar (C) untuk analisis statis, periode ulang 500

tahun

107 dari 148

Page 108: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

( sumber : SNI 2833:2008)Faktor kepentingan I untuk jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada

jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif adalah 1,2. Faktor

yang lebih besar akan memberikan frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang

diharapkan selama umur jembatan.

Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi (kekenyalan)

dari jembatan, diberikan dalam Tabel 52.

Tabel 52, Faktor tipe bangunan (s)

Tipe

Jembatan

(1)

Jembatan dengan Daerah

Sendi Beton Bertulang atau

Baja

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton

Prategang

Prategang Parsial (2) Prategang Penuh (2)

Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe C 3,0 3,0 3,0

CATATAN (1)

Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah

melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan

untuk masing-masing arah.

CATATAN (2)

Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai

prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari

beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton

prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk

mengimbangi pengaruh beban total rencana.

CATATAN (3)

F = Faktor perangkaan

= 1,25 – 0,025 n ; F 1,00

n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing-

masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya:

bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan

keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri)

CATATAN (4) Tipe A :jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)

Tipe B :jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)

108 dari 148

Page 109: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Tipe C :jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)

5.8.5.16 Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi

Untuk pilar yang tingginya lebih dari 10 meter, beban gempa statis ekuivalen arah horizontal

harus diperbesar sesuai dengan gambar 61. Untuk pilar yang lebih tinggi dari 30 m

peninjauan gempa dilakukan dengan analisa dinamis .

Gambar 58 Beban gempa pada pilar tinggi

5.8.5.17 Beban vertikal statis ekuivalen

Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan

menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0,1 g, yang harus bekerja

secara bersamaan dengan gaya horisontal Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri

jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan

berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan

bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau

sambungannya.

5.8.5.18 Beban sentrifugal

Jembatan yang melingkar harus diperhitungkan gaya horisontal radial yang dianggap

bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal tersebut harus

sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa

dikalikan dengan faktor kejut. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang

109 dari 148

Page 110: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

melebihi 30 m.

Gaya sentrifugal seperti pada Gambar 59 harus bekerja secara bersamaan dengan

pembebanan "D" atau "T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan.

Gambar 59 Arah kerja beban sentrifugal

Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:

dengan pengertian:

TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada lantai jembatan (kN)

V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)

R adalah jari-jari lengkungan (m)

D adalah beban lajur lalu lintas (kN)

5.8.5.19 Gaya rangkak dan susut

Gaya akibat rangkak dan susut harus diperhitungkan terhadap jembatan yang monolit. Gaya

rangkak dan susut disebabkan oleh pengaruh perbedaan temperatur / suhu seperti pada

Tabel 53 dan Tabel 54.

Tabel 54, Temperatur jembatan rata-rata

Tipe Bangunan AtasTemperatur Jembatan

Rata-rata Minimum (1)

Temperatur Jembatan

Rata-rata Maksimum

Lantai beton di atas gelagar atau boks beton.

15C 40C

Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja.

15C 40C

110 dari 148

Page 111: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja.

15C 45C

CATATAN (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.

Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur

BahanKoefisien Pemuaian

Akibat Suhu

Modulus Elastisitas

MPa

Baja 12 x 10-6 per C 200.000

Beton:

Kuat tekan <30 MPa

Kuat tekan >30 MPa

10 x 10-6 per C

11 x 10-6 per C

25.000

34.000

Aluminium 24 x 10-6 per C 70.000

5.8.5.20 Tegangan berlebihan yang diperbolehkan

Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka waktu

yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan

diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja. Tegangan berlebihan yang diberikan

dalam Tabel 55 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang diizinkan.

Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja

AksiKombinasi No.

1 2 3 4 5 6 7

Aksi tetap

Beban lalu lintas

Pengaruh temperatur

Arus/hanyutan/hidro/daya apung

Beban angin

Pengaruh gempa

Beban tumbukan

Beban pelaksanaan

X

X

-

X

-

-

-

-

X

X

X

X

-

-

-

-

X

X

-

X

X

-

-

-

X

X

X

X

X

-

-

-

X

-

-

X

-

X

-

-

X

-

-

-

-

-

-

X

X

X

-

-

-

-

X

-

Tegangan berlebihan yang diperbolehkan ros

nil 25% 25% 40% 50% 30% 50%

Untuk analisa dengan menggunakan beban berfaktor tegangan leleh berlebih tidak

111 dari 148

Page 112: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

diperbolehkan. Besarnya faftor beban mengacu pada pada kaidah dan atauran yang berlaku,

jika tidak ditentukan lain, maka tabel faktor beban dibawah dapat digunakan.

Kombinasi beban untuk perencanaan dengan beban berfaktor

AksiKombinasi No.

1 2 3 4 5 6 7

Aksi tetap

Beban lalu lintas

Pengaruh temperatur

Arus/hanyutan/hidro/daya apung

Beban angin

Pengaruh gempa

Beban tumbukan

Beban pelaksanaan

1,2

1,6

-

1,2

-

-

-

-

1,2

1,6

1,2

1,2

-

-

-

-

0,9

1,2

-

1,2

1,2

-

-

-

0,9

1,2

1,2

1,2

1,2

-

-

-

0,9

-

-

1,2

-

1,0

-

-

1,2

-

-

-

-

-

-

1,,6

1,2

1,6

-

-

-

-

1,0

-

5.8.6 Struktur atas jembatan

Struktur atas jembtan adalah bagian jembatan yang langsung menerima beban lalu lintas.

Struktur atas terdiri dari lantai jembatan, girder, rangka dan ikatan angin.

Pemilihan bentuk struktur atas jembatan dipengaruhi oleh panjang bentang dan material

yang digunakan. Penentuan bentuk struktur atas selain mempertimbangkan faktor kekuatan

dan kelayanan, sedapatmungkin mempertimbangkan sisi ekonomi dan keindahan.

Penggunaan rangka diperkenankan untuk jenis rangka terbuka dan rangka dengan lantai

jembatan diatas.

112 dari 148

Page 113: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.8.6.1 Kriteria Disain Struktur Atas Jembatan

Kriteria disain struktur jembatan mengacu pada edaran Dirjen BM no UM

0103-Db/242, 21 maret 2008. Pokok perencanaan meliputi Kekuatan dan

stabilitas, Kenyamanan dan kesalamatan, Kemudahan, Keawetan, Ekonomis,

lingkungan social dan Estetika.

Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS ’92 dengan revisi SK-SNI

terbaru dan Kepmen PU.

Umur jembatan didesain 50 ~100 th, dengan Pembebanan BM100

Lebar Jembatan mengikuti lebar lajur dan bahu jalan yang ada.

Tinggi ruang bebas diatas permukaan lantai jembatan minimal 5,1 meter

Apabila tidak direncanakan secara khusus, penggunakan standar Bina Marga sesuai

dengan bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di bawah struktur bangunan

dapat diterapkan.

Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Perencanaan Beban

Keadaan Batas (PBKT) berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit

States (SLS).

5.8.7 Struktur bawah jembatan

Struktur bawah jembatan adalah struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari struktur

atas termasuk beban lalu lintas ke tanah pendukung jembatan melalui pondasi. Struktur

bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu kepala jembatan dan pilar jembatan.

5.8.7.1 Kepala Jembatan

Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan sekaligus

berfungsi sebagai penopang struktur atas jembatan dan sebagai struktur penahan tanah

dibelakang kepala jembatan.

Type Kepala Jembatan

Bentuk kepala jembatan ditentukan berdasarkan tinggi kepala jembatan yang diukur dari

dasar kepala jembatan sampai permukaan lantai jembatan. Bentuk kepala jembatan

mengikuti tabel dibawah.

113 dari 148

Gambar 60 Penentuan tipe struktur atas Jembatan Berdasarkan

Bentang Jembatan

Page 114: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

( sumber: BMS 6-M3)

Dimensi kepala jembatan didasarkan pada analisa struktur yang memperhitungkan semua

gaya yang mungkin terjadi pada kepala jembatan tersebut termasuk akibat pengaruh beban

gempa yang bekerja pada struktur atas dan beban gempa yang bekerja pada tanah

dibelakang kepala jembatan.

Kriteria desain Kepala Jembatan

Untuk menghindari kerusakan dan kegagalan yang mungkin terjadi pada kepala jembatan,

maka sedapat mungkin kepala jembatan:

• Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai

114 dari 148

Page 115: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

• Tidak ditempatkan pada aliran air sungai

• Tidak ditempatkan di atas bidang gelincir lereng sungai.

• Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan fondasi dangkal

• Berdiri diatas Pondasi yang ditanam sampai kedalaman pengaruh

penggerusan aliran air sungai.

5.8.7.2 Pilar Jembatan.

Pilar jembatan adalah struktur penopang antara dua struktur atas jembatan dan berfungsi

sebagai penghubung antar dua struktur atas jembatan yang sekaligus sebagai penyalur

beban struktur atas ke pondasi yang ada dibawahnya

Kriteria desain Pilar Jembatan

Untuk menghindari kerusakan dan kegagalan yang mungkin terjadi pada pilar jembatan,

maka pilar jembatan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

Tidak ditempatkan di tengah aliran air sungai

Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih mungkin

dan sejajar dengan arah aliran air

Bentuk disarankan bulat atau lancip

Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar

tunggal.

Jika menggunakan pondasi dangkal, pondasi ditanam dibawah dasar sungai

sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.

Dimensi pilar jembatan didasarkan pada analisa struktur yang memperhitungkan semua

gaya yang mungkin terjadi pada pilar jembatan tersebut termasuk akibat pengaruh beban

gempa yang bekerja pada struktur atas dan beban gempa yang bekerja pada pilar jembatan

itu sendiri.

Type Pilar Jembatan

Bentuk pilar jembatan ditentukan berdasarkan tinggi pilar jembatan yang diukur dari dasar

pilar jembatan atau dasar sungai sampai permukaan lantai jembatan. Bentuk pilar jembatan

mengikuti tabel dibawah.

115 dari 148

Page 116: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

( sumber: BMS 6-M3)

5.8.8 Pondasi jembatan

Pondasi jembatan merupakan struktur paling bawah dari jembatan yang

meneruskan beban dari struktur atas dan bawah jembatan ke tanah dibawahnya. Pondasi ini

memegang peranan yang utama terhadap kestabilan jembatan pada saat menerima beban

mati, hidup dan aksi lingkungan, untuk itu pondasi tidak boleh turun, tergeser atau terguling.

Untuk menjaga agar pondasi tidak turun,tergeser atau terguling, maka pondasi seharusnya

didudukkan pada tanah keras, atau dijepit pada tanah yang kokoh.

116 dari 148

Page 117: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Type Pondasi Jembatan

Bentuk pondasi jembatan ditentukan berdasarkan kedalaman tanah keras dan karakteristik

tanah dibawah kepala dan pilar jembatan. Bentuk pondasi jembatan mengikuti parameter

seperti tabel dibawah.

( sumber: BMS 6-M3)

Kriteria Desain Pondasi Jembatan

a. Disarankan tidak menggunakan pondasi langsung pada daerah dengan

gerusan/scouring yang besar, jika terpaksa berikan perlindungan pondasi terhadap

scouring.

b. Hindari peletakkan pondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global, jika kepala

jembatan harus diletakkan pada lereng sungai.

c. Hindari penyebaran gaya dari pondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing

sungai.

d. Gunakan pondasi sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala atau pilar jembatan

e. Gunakan Faktor keamanan (Safety Factor) yang dapat memberikan keyakinan

terhadap kestabilan pondasi. Bila analisa kekuatan pondasi menggunakan data

tanah dari uji sondir, maka disarankan:

Untuk pondasi Tiang pancang, SF Point bearing =2,5 ~ 3 dan SF Friction =3~ 5

117 dari 148

Page 118: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Untuk fondasi Sumuran dangkal dan pondasi dangkal SF Daya dukung = 1,5~3,

SF Geser = 1,5 ~ 2 dan SF Guling = 1,5 ~ 2

Apabila data tanah yang digunakan dari hasil boring, maka angka keamanan dapat

diambil lebih kecil dari angka keamanan diatas, karena data hasil boring lebih teliti.

5.9 Struktur Bawah Tanah

5.9.1 Terowongan bagi kendaraan beroda empat atau lebih

5.9.1.1 Persyaratan umum

Jika jalan tol harus memotong Bukit, dimana pembuatan galian terbuka tidak dimungkinkan,

maka harus dibuat terowongan. Kegiatan perancangan terowongan diawali dari studi

kelayakan, penyelidikan tanah, pradesain dan diakiri dengan final desain.

Perencanaan bangunan terowongan harus juga memperhatikan pula faktor kebisingan,

bangunan utilitas dan interior jalan lainnya, sesuai dengan:

a) Pedoman Bina Marga, No. 036/T/BM/1999, bila menggunakan bangunan peredam bising

dengan ALWA.

b) Pedoman Bina Marga, No. 007/T/BNKT/1990, untuk perencanaan trotoar,

c) Pedoman Bina Marga, No.Pd T-12-2004-B, tentang marka jalan,

d) Pedoman Bina Marga No.Pd T-15-2004-B, tentang perencanaan pemisah Jalan,

e) Pedoman Bina Marga, No. 033/T/BM/1999, tentang persyaratan Aksesibilitas pada Jalan

Umum,

f) SNI 03-2442-1991, Spesifikasi Kurb Beton untuk Jalan.

5.9.1.2 Dimensi ruang terowongan bagi kendaraan roda empat atau lebih

Bila tidak ditentukan lain, persyaratan teknis untuk terowongan bagi kendaraan beroda

empat adalah sebagai berikut:

a. Tidak lebih sempit dari lajur jalan yang ada, Lebar terowongan sesuai dengan kebutuhan

ruang bebas ke arah samping.

b. Ruang bebas harus cukup, tidak menggangu jarak pandang, Tinggi ruang bebas

terowongan dari permukaan jalan minimum 510 cm.

c. Dilengkapi dengan saluran drainase agar air hujan yang masuk terowongan tidak

menggenangi permukaan jalan.

d. Terowongan harus dilengkapi dengan lampu penerangan sepanjang siang dan malam

hari pada umumnya, sesuai dengan ketentuan untuk lampu penerangan jalan umum

yang berlaku.

118 dari 148

Page 119: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

e. Terowongan yang dibuat pada daerah cekungan harus diperlengkapai dengan sistem

pengendalian banjir, agar air yang terkumpul melalui saluran drainase dapat terbuang

dengan cepat hingga tidak menimbulkan banjir di dalam terowongan.

f. Jika terowongan dibuat pada daerah yang tidak datar, maka alinyemen vertikal dan

horizontal harus mengikuti alinyemen vertikal dan horizontal dari geometri jalan, tanjakan

dan turunan harus dibuat selandai mungkin.

g. Didalam terowongan harus diperlengkapi dengan kerb dan trotoar yang memenuhi

ketentuan untuk keperluan perawatan dan perbaikan lampu dan saluran drainase.

h. Diperlengkapi dengan blower pemberi oksigen, atau bukaan keatas atau kesamping, jika

terowongan terlalu panjang (lebih dari 300 m) dan dimungkinkan didalam terowongan

kandungan oksigen terlalu rendah.

5.9.2 Dinding penahan dan pelindung

5.9.2.1 Persyaratan umum

Manakala jalan tol harus memotong bukit, dimana pembuatan galian terbuka dimungkinkan,

maka sebelah kiri dan kanan jalan harus dibuat didnidng penahan tanah. Agar tidak terjadi

erosi pada lereng diatas jalan tol, maka tanah tersebut harus diberi dinding pelindung.

Kegiatan perancangan dinding diawali dari studi kelayakan, penyelidikan tanah, pra desain

dan diakiri dengan final desain

5.9.2.2 Ketentuan desain

Dinding Penahan tanah harus didesain sedemikian rupa sehingga:

a. Kuat menahan beban-beban yang diakibatkan oleh tekanan tanah aktif, tekanan air,

tekanan gaya akibat pengaruh beban hidup yang bekerja pada tanah dibelakang dinding

dan tekanan tanah akibat pengaruh beban gempa.

b. Diperlengkapi dengan system drainase vertikal dan horizontal yang memadahi

c. Dipasang dilatasi pada jarak tertentu.

d. Dipastikan pada daerah aman longsor dan dengan pondasi yang cukup kuat.

5.10 Hidrologi dan drainase

5.10.1 Hidrologi

5.10.1.1 Persyaratan umum

Analisis hidrologi harus mempertmbangkan semua data yang digunakan untuk menetapkan

debit banjir, yang terkait dengan dimensi parit, posisi pilar, dimensi gorong-gorong, dimensi

pipa drainase, dan permukaan air banjir sungai yang berhubungan dengan posisi pilar

jembatan, posisi struktur atas jembatan, dan kepala jembatan.

119 dari 148

Page 120: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.10.1.2 Data dan analisa hidrologi

1. Data-data yang diperlukan untuk anlisa hidrologi adalah:

a. Karakteristik dan luas catchment area serta karakteristik aliran

b. Intensitas curah hujan

c. Koefisien Run-off Periode ulang

d. Permukaan air banjir maksimum pada sungai

2. Catchment area didasarkan kepada peta kontur dan kemungkinan air mengalir ke

kawasan jalan tol.

3. Koeffisien run-off didasarkan kepada: Luas perkerasan, Permeabilitas tanah,

Keberadaan gedung/bangunan, Tanaman dan Kemiringan lahan.

4. Intensitas curah hujan didapatkan darti hasil analisa data curah hujan yang didapatkan

dari stasiun pengamatan hujan terdekat.

5. Intensitas curah hujan digunakan untuk membuat grafik lengkung curah hujan, yang

menghubungkan antara waktu konsentrasi, periode ulang dan intensitas hujan. Lengkung

curah hujan ini dipergunakan untuk menghitung debit aliran dengan pereode ulang yang

digunakan adalah 50 tahunan.

5.10.2 Pengendalian banjir jalan tol

5.10.2.1 Persyaratan umum

Dalam segala hal permukaan jalan tol tidak boleh tergenang oleh air baik dalam waktu

singkat maupun dalam waktu panjang, untuk itu harus dibuat system drainase yang

terintregasi dengan wilayah penyenggah jalan tol agar dapat dipastikan banjir tidak akan

terjadi pada jalan tol, baik banjir yang diakibatkan oleh hujan atau banjir yang diakibatkan

oleh naiknya permukaan air laut.

5.10.2.2 Dimensi dan bangunan pengendalian banjir

Untuk menjamin bahwa jalan tol tidak akan terendam oleh air, maka jalan tol harus

diperlengkapi dengan bangunan-bangunan sebgai berikut:

a. Saluran pengumpul dikiri dan kanan jalan yang dalamnya tidak boleh kurang dari 60 cm

untuk jalan tol dalam kota dan 80 cm untuk jalan tol luar kota.

b. Saluran pembuang menuju ke tempat pembuangan akhir, yang harus dipastikan

permukaannya lebih rendah dari permukaan saluran pengumpul.

c. Jika tidak dimungkinkan untuk membuang air ke tempat pembuangan akhir, maka harus

diupayakan agar air dapat diresapkan ke dalam tanah.

d. Dimensi bangunan peresap harus dihitung dan dirancang berdasarkan debit aliran dan

120 dari 148

Page 121: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

tes perkolasi tanah.

e. Jika tidak dimungkinkan pembuatan peresapan, maka harus dibuat sistem pengendalian

banjir dengan menggunakan pompa.

5.10.3 Drainase Jalan

Drainase jalan terdiri atas drainase permukaan jalan (surface drainage) dan drainase bawah

permukaan jalan (sub-surface drainage).

Drainase permukaan jalan tol atau secara fisik adalah dalam bentuk saluran tepi (side ditch),

gorong-gorong, dan box culvert. Air hujan atau air yang ada pada permukaan jalan, bahu

jalan dan jalur lainnya di sepanjang koridor jalan tol harus dikendalikan agar tidak

mempengaruhi kenyamanan dan keamanan berkendaraan. Saluran tepi jalan, gorong-

gorong dan box culvert harus dibangun dengan konstruksi yang awet dan mudah dipelihara

secara rutin.

Dalam keadaan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh

penyelenggara jalan, saluran tepi jalan tol dapat diperuntukkan sebagai saluran lingkungan

yang terintegrasi dengan drainase kota/wilayah.

Drainase bawah permukaan jalan tol harus dirancang dan disediakan bila badan jalan

dipengaruhi oleh ketinggian muka air tanah asli sedangkan kurang dari 60 cm dari

permukaan jalan.

Dimensi dan cara perencanaan drainase permukaan jalan dapat mengikuti SNI 03-3424-

1994, tentang Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan. Dimensi dan pembuatan

drainase bawah permukaan jalan harus menggunakan bahan-bahan porus, pipa berlubang

sesuai dengan SNI 03-4818-1998, Spesifikasi Pipa Beton Berlubang untuk Saluran Drainase

Dalam Tanah, dan bahan-bahan penyaring dengan ukuran tertentu.

5.11 Utilitas

5.11.1 Bangunan utilitas

Demi terjaminnya keselamatan pengguna jalan, fasilitas utility harus ada., dengan diimbangi

faktor lain seperti kepraktisan konstruksi, pengoperasian, dan perawatan jalan. Desain,

lokasi dan cara yang penggunaan utilitas sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan yang

berlaku. Pada tempat tertentu di Rumija Tol dapat dimanfaatkan untuk penempatan

bangunan utilitas.

121 dari 148

Page 122: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Bangunan utilitas pada jaringan jalan tol di dalam kota dapat ditempatkan di dalam Rumaja

Tol dengan ketentuan yang berada di bawah tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari

tepi terluar bahu jalan atau kereb terluar sehingga tidak mengganggu keamanan konstruksi

jalan.

Bangunan utilitas pada jaringan jalan tol di luar kota, dapat ditempatkan di dalam Rumija Tol

pada sisi terluar. jaraknya ditentukan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan

berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Penempatan, pembuatan, dan

pemasangan bangunan utilitas direncanakan dan dikerjakan sesuai dengan persyaratan

teknis jalan tol yang ditetapkan oleh Menteri. Rencana kerja, jadwal kerja, dan cara-cara

pengerjaan bangunan utilitas di Rumija Tol diatur oleh penyelenggara jalan yang

bersangkutan dengan memperhatikan pendapat Menteri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pemasangan, pembangunan, perbaikan,

penggantian baru, pemindahan, dan relokasi bangunan utilitas yang terletak di dalam, pada,

sepanjang, melintas, serta di bawah Rumaja Tol dan Rumija Tol diatur dalam pedoman

terpisah.

Dalam hal Rumaja Tol dan/atau Rumija Tol jalan bersilangan, berpotongan, berhimpit,

melintas, atau di bawah bangunan utilitas maka persyaratan teknis dan pengaturan

pelaksanaannya, ditetapkan bersama oleh penyelenggara jalan dan pemilik bangunan

utilitas yang bersangkutan, dengan mengutamakan kepentingan umum.

5.11.2 Kriteria desain bangunan utilitas

a. Garis pemisah jalur harus dibuat jelas terlihat siang atau malam hari.

b. Batas perkerasan jalan kiri dan kanan harus diberi tanda khusus yang trelihat pada

malam hari

c. Rambu dan Petunjuk harus terbaca dengan jelas pada jarak 100 m

d. Tempat tertentu diberi tanda kejud untuk lajur yang lurus dan panjang

e. Pada jarak tertentu disiapkan tempat istirahat

f. Pada saat masuk jalan tol diberi tanda batas kecepatan.

5.12 Perlengkapan jalan

5.12.1 Bangunan peredam bising

Pagar yang dipasang di sekitar permukiman, perkotaan atau daerah pariwisata dapat terbuat

dari bahan yang dapat menyerap atau meredam bising, yang pemasangan dan dimensinya

122 dari 148

Page 123: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

harus sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Bina Marga No. 036/T/BM/1999 untuk

bahan bangunan peredam bising terbuat dari bahan Artificial Light Aggreggate (ALWA), atau

bahan lain dengan ketentuan tertentu yang berlaku.

Metode untuk menguji tingkat kebisingan dapat diuji sesuai dengan SNI 19-6878-2002, serta

untuk memprediksi kebisingan akibat lalulintas dapat diuji sesui dengan Pedoman Bina

Marga No.Pd T-10-2004-B.

5.12.2 Bangunan pengaman lainnya

Bangunan pengaman lain untuk melindungi pengguna jalan antara lain trotoar, kereb,

bangunan pemisah jalan, bukaan pemisah jalur dan bangunan pengaman tepi jalan.

Bangunan-bangunan tersebut harus dapat meredam energi terhadap benturan kendaraan,

tanpa mengakibatkan luka kepada pengguna jalan.

Bangunan yang dapat meredam energi benturan dapat terdiri atas tanaman pelindung jenis

perdu dengan ketinggian tertentu yang dapat menghambat laju kendaraan bila bergerak tak

terkendali ke tepi atau median jalan yang dipasang tanaman perdu tersebut.

Bentuk lain adalah timbunan tanah atau parit terbuat dari tanah dengan bentuk V atau U

yang dibangun di tepi atau atau median jalan, akan menyebabkan ban kendaraan tergantung

dan tidak akan bergerak ke arah jalur yang berlawanan.

Persyaratan teknis yang terkait dengan hal-hal tersebut harus mengacu pada pedoman dan

SNI sebagai berikut:

a) Pedoman Bina Marga No. 007/T/BNKT/1990, Perencanaan trotoar,

b) Pedoman Bina Marga No.Pd T-15-2004-B, Perencanaan pemisah Jalan,

c) SNI 03-2442-191, Spesifikasi kurb beton untuk Jalan,

d) SNI 07-6892-2002, Spesifikasi pagar anyaman kawat baja berlapis seng,

e) SNI 03-2444-2002, Spesifikasi bukaan pemisah jalur (separator),

f) SNI 03-2446-1991, Spesifikasi bangunan pengaman tepi jalan,

5.13 Pelataran tol dan gerbang tol

5.13.1 Kriteria umum

Perencanaan pelataran tol dan gerbang tol harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Kelancaran lalulintas

b) Keamanan dan efisiensi pengoperasian

c) Pandangan bebas

123 dari 148

Page 124: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.13.1.1 Kelancaran arus lalulintas

a. Untuk menghindari adanya antrian pada gerbang tol utama yang mempengaruhi

operasional jalan tol, kecuali dapat dibuktikan melalui analisa teknis, maka jarak jalan

penghubung antara gerbang tol utama ke arah persimpangan jalan bukan tol minimum 2

(dua) km dengan tetap memperhatikan keseimbangan kapasitas antara gerbang tol dan

persimpangan.

b. Pada gerbang tol simpangsusun atau ramp harus direncanakan sedemikian sehingga

bila terjadi antrian tidak mengganggu kelancaran arus lalulintas pada jalur utama jalan tol

maupun jalan bukan tol.

c. Pelataran tol dan gerbang tol tidak boleh menjadi lokasi leher botol (bottle neck) bagi

arus lalulintas. Oleh karena itu harus tersedia lajur lalulintas dan gardu tol yang cukup

pada gerbang tol untuk dapat menampung volume lalulintas pada jam puncak/sibuk.

5.13.1.2 Keamanan dan efisiensi pengoperasian

a. Keberadaan gerbang tol harus dapat diketahui oleh pengguna jalan untuk itu harus

dilengkapi dengan rambu-rambu petunjuk maupun peringatan yang jelas dan dapat

terbaca dari kendaran yang berjalan dengan kecepatan tinggi, mengenai keberadan

gerbang tol yang bersangkutan.

b. Untuk menghindari akumulasi polusi gas buang di daerah gerbang tol maka dihindari

penempatan gerbang tol di daerah galian yang cukup dalam.

c. Untuk kebutuhan drainase areal pelataran tol sebaiknya gerbang tol diletakkan pada titik

tertinggi dari lengkung vertikal cembung alinyemen vertikal jalan.

d. Gerbang tol harus memungkinkan dan menjamin kendaraan dapat berhenti dan berjalan

kembali dengan aman serta kegiatan operasional pengumpulan tol terlaksanakan secara

efisien. Untuk itu pelataran tol sedapat mungkin direncanakan dan ditempatkan pada

daerah lurus dan datar.

e. Penyediaan lahan untuk areal pelataran tol dan gerbang tol harus memperhitungkan

kemungkinan peningkatan kapasitas gerbang (perluasan) di masa mendatang seimbang

dengan rencana kapasitas jalan maksimum.

5.13.1.3 Pandangan bebas

a. Penempatan gerbang tol dihindari diletakkan pada tikungan dengan jari-jari kecil atau

pada lengkung vertikal cekung dimana jarak pandangan terbatas dan lalulintas

cenderung berjalan dengan kecepatan relatif tinggi.

124 dari 148

Page 125: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

b. Gerbang tol harus diletakkan minimum 250 m dari jembatan lintas atas (overpass)

sehingga pandangan bebas pengemudi dan geometri pelataran tol tidak terganggu,

kecuali dapat dibuktikan melalui analisa teknis yang mendukung.

5.13.2 Perencanaan pelataran tol

Lebar lajur lalulintas pada gerbang tol 2,90 m dan lebar pulau tol (toll island) 2,10 m. Untuk

dapat melayani sesuatu yang bersifat khusus, seperti misalnya angkutan dengan kendaraan

khusus yang ekstra lebar maka pada lajur paling luar (kiri) dibuat dengan lebar 3,50 m,

Kemiringan melintang permukaan perkerasan pada pelataran tol pada umumnya minimum

1,0% dan maksimum 2,0% sedangkan untuk permukaan perkerasan pelataran tol pada

barrier, kemiringan melintang permukaan perkerasannya dapat dibuat minimum sebesar

0,5%, dengan ketentuan sumbu gerbang tol berada pada puncak lengkung vertikal dengan

landai memanjang jalan +2% dan -2%.

Pelebaran jalur pada pelataran tol harus dibuat dengan panjang transisi yang cukup,

sehingga memungkinkan manuver atau weaving lalulintas dari jalur normal ke arah lajur

tol/gardu yang akan dituju dan sebaliknya.

Pada pelataran tol barrier, pelebaran jalur harus dibuat dengan kemiringan taper maksimum

pelataran 1:8, dan kemiringan taper maksimum pelataran tol pada ramp atau jalan akses 1:5.

Gambar 60 Pelataran tol pada gerbang tol barrier

Gambar 61 Pelataran tol pada gerbang tol ramp

125 dari 148

1: 8

1: 8

1: 8

1: 8

50 m 50 m

1: 5

1: 5

1: 5

1: 5

50 m 50 m

Page 126: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Pada kondisi-kondisi khusus tertentu dimana ketersediaan lahan menjadi penentu atau

jumlah lajur tol relatif kecil (2 lajur s/d 4 lajur saja) seperti di wilayah perkotaan misalnya,

kemiringan taper 1:3 masih dapat diterima.

5.13.3 Perencanaan gerbang tol

5.13.3.1 Kriteria umum

Gerbang tol harus direncanakan sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

a. Bentuk konstruksi atap dan tinggi minimum gerbang tol dibuat sedemikian sehingga

mempunyai ruang bebas pada lajur lalulintas dengan tinggi minimum 5,10 m dan lebar

ruang bebas minimum 3,5 m.

b. Lebar atap gerbang tol minimum 13 m dan bentuk listplanknya dibuat sedemikian

sehingga memungkinkan pemasangan lampu lalulintas ataupun lane indicator.

Penempatan kolom gerbang harus sedemikian sehingga tidak mengganggu pandangan

bebas pengumpul tol ke arah datangnya kendaraan dan kebutuhan akan ruang gerak

yang memadai bagi karyawan gerbang dalam melaksanakan tugasnya di gerbang tol.

Gambar 62 Ruang bebas pada gerbang tol

c. Untuk gerbang tol dengan jumlah lajur lebih dari 10 lajur (9 pulau tol) disarankan

dilengkapi dengan terowongan penghubung antar gardu dan ke kantor gerbang untuk

keselamatan dan keamanan pengumpul tol yang sekaligus menampung utilitas.

d. Penempatan lampu pada atap gerbang agar dibuat sedemikian hingga tidak menyilaukan

pengumpul tol untuk melihat kendaraan yang datang serta tidak mengganggu fungsi lane

indicator.

126 dari 148

Gardu Tol

Ruang Bebas

Gardu Tol

Gardu Tol

Ruang Bebas

5,10 m

2,90 m

3,50 m

2,90 m

3,50 m

2,10 m 2,10 m 2,10 m

Page 127: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.13.3.2 Pulau tol (toll island)

Lebar pulau tol minimum 2,10 m dengan panjang minimum 25 m untuk lajur searah dan 33

m untuk lajur bolak balik (reversible lane). Ujung pulau tol yang menghadap arah datangnya

lalulintas dilengkapi dengan bull nose serta 2 bumper block. Satu bumper block diletakkan

pada ujung akhir bull nose dan satu lainnya diletakkan di muka gardu tol. Panjang bull nose

7 m dan tinggi bumper block 1,35 m di atas permukaan jalan.

Batas keliling pulau tol dilengkapi dengan concrete curb (kanstin/bingkai jalan) dengan tinggi

0,25 m di atas permukaan jalan.

5.13.3.3 Gardu tol (toll booth)

Gardu tol perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga menciptakan kondisi kerja yang

cukup nyaman dan aman bagi pengumpul tol. Untuk itu gardu tol harus dilengkapi dengan

pengatur suhu, pasokan udara segar dan alat komunikasi antar gardu dan dengan kantor

gerbang atau pos tol. Ukuran gardu tol minimal lebar 1,25 m panjang 2,00 m dan tinggi 2,50

m. Pintu gardu tol berupa pintu geser dan diletakkan pada bagian belakang gardu, dengan

lebar minimum 0,60 m.

5.13.3.4 Jumlah kebutuhan gardu tol

Untuk menetapkan jumlah lajur atau jumlah gardu tol yang direncanakan, akan ditentukan

oleh 3 (tiga) faktor yaitu:

a) Volume lalulintas

b) Waktu pelayanan di gardu tol

c) Standar pelayanan (jumlah antrian kendaraan yang diperkenankan)

5.13.3.4.1 Volume lalulintas

Dalam merencanakan jumlah lajur (gardu tol), volume lalulintas yang harus diperhitungkan

adalah volume lalulintas pada jam sibuk, dalam hal ini yang dipakai adalah volume lalulintas

jam perencanaan.

5.13.3.4.2 Waktu pelayanan

Besarnya waktu pelayanan sangat dipengaruhi oleh sistem pengumpulan tol dan

kemampuan peralatan tol maupun keterampilan dan kesiapan peugas pengumpul tol

maupun pemakai jalan. Besarnya waktu pelayanan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Sistem pengumpulan tol terbuka

1) Gardu masuk/keluar : 6 detik

b) Sistem pengumpulan tol tertutup

127 dari 148

Page 128: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

1) Gardu masuk : 4 detik

2) Gardu keluar : 10 detik

5.13.3.4.3 Kapasitas gerbang

Untuk keperluan perhitungan rencana jumlah lajur (gardu) tol pada gerbang tol, jumlah

antrian kendaraan per lajur (per gardu) maksimum adalah 3 (tiga) kendaraan.

5.14 Fasilitas umum

5.14.1 Pertimbangan pembangunan fasilitas umum

Setiap ruas jalan tol harus dipasang dan dilengkapi dengan fasilitas umum, yang terdiri atas

fasilitas bagi penyeberang jalan tol dan bagi pengguna jalan tol.

Bagi penyeberang jalan tol dipasang fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan

atau terowongan bagi pejalan kaki dan sepeda motor, tidak termasuk jembatan untuk

kendaraan roda empat atau lebih karena masuk criteria jembatan sebagai pelengkap jalan

tol.

Jembatan untuk pejalan kaki, dan kendaraan roda dua tersebut harus dibangun karena

sebelum ada bangunan jalan tol, jalan tersebut sudah ada sebagai prasarana transportasi,

sebagai jalur penghubung dari satu kota ke kota lain dan sebagai urat nadi jalur ekonomi

daerah setempat ke daerah di kawasan lainnya.

Bagi pengguna jalan tol harus dipasang dan dilengkapi dengan sarana komunikasi, tempat

istirahat dan pelayanan umum lainnya yang diatur oleh BPJT.

Jembatan untuk kendaraan roda empat atau lebih harus dirancang sebagai jembatan layang

(overpass).

5.14.2 Fasilitas penyeberangan jalan tol

Fasilitas penyeberangan harus disediakan bagi pejalan kaki dan sepeda motor

5.14.2.1 Jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki

5.14.2.1.1 Persyaratan umum

Jembatan untuk pejalan kaki harus terbuat dari bahan yang awet dan dapat mencapai umur

paling sedikit 50 tahun atau sama dengan umur jembatan pada umumnya. Beberapa standar

dan pedoman terkait yang dapat digunakan sebagai acuan meliputi:

a) Pedoman Bina Marga, No. 006/T/BM/1998, Tata cara perencanaan teknik jembatan

128 dari 148

Page 129: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

penyeberangan untuk pejalan kaki di Indonesia,

b) Pedoman Bina Marga, 025/T/BM/1998, Spesifikasi jembatan penyeberangan,

c) Pedoman Bina Marga, 032/T/BM/1999, Pedoman Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki

pada Jalan Umum,

d) SNI 03-1725-1989, Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya,

e) SNI 03-2833-1992, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan

Raya,

f) SNI 03-4816-1998, Spesifikasi Bantalan Karet Untuk Perletakan Jembatan,

g) SNI 03-3967-2002, Spesifikasi perletakan elastometer jembatan tipe polos dan tipe

laminasi.

Perencanaan jembatan beton harus memperhatikan ketentuan dalam RSNI T-12-2004,

tentang perencanaan struktur beton untuk jembatan, atau ketentuan struktur baja untuk

jembatan lainnya. tata cara perencanaan tersebut di atas dapat digunakan untuk jalan tol

dengan memperhatikan spesifikasi teknis yang lebih tinggi dari pada untuk jalan umum.

5.14.2.1.2 Dimensi ruang

Bila tidak ditentukan lain, persyaratan teknis untuk jembatan bagi pejalan kaki di atas jalan

tol adalah sebagai berikut:

a) Lebar jembatan bagi pejalan kaki minimum 160 cm

b) Tinggi pagar jembatan dan pagar di anak tangga minimum 1,20 meter yang dirancang

tertutup di kiri dan kanan pagar.

c) Tinggi elevasi jembatan bagian bawah diukur dari permukaan perkerasan jalan tol

minimum 510 cm.

d) Pagar dari ketinggian 120 cm ke atas sampai 300 meter dipasang trails berbentuk grid

agar tembus pandang terbuat dari kawat baja dengan ukuran kisi-kisi maksimum 50 mm

x 50 mm, atau bentuk lainnya, diperkuat dengan ikatan angin yang mencukupi.

e) Pagar yang dipasang trails harus dipasang minimum sepanjang jembatan, mulai dari

ujung satu ke ujung seberang lainnya.

f) Tangga bagi pejalan kaki dapat berupa anak tangga dengan tinggi anak tangga

maksimum 250 mm, lebar minimum 300 mm.

g) Tangga harus dilengkapi dengan bordes sepanjang 200 cm, untuk setiap maksimum 40

anak tangga.

h) Tangga dapat berbentuk menerus dengan jumlah bordes maksimum 2 (dua) buah,

selanjutnya harus dibelokkan dengan sudut minimum 900 pada anak tangga berupa

bordes, dan dilanjutkan dengan anak tangga lainnya sampai mencapai ketinggian

jembatan yang direncanakan.

129 dari 148

Page 130: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

i) Lantai jembatan dan tangga harus dilengkapi dengan jalu-jalur atau pipa-pipa saluran

drainase agar air hujan dapat mengalir secepatnya dari permukaan lantai jembatan dan

anak tangga.

j) Bila tidak berupa anak tangga, dapat berupa jalur mendaki dengan sudut kemiringan

maksimum 300, dan panjang maksimum 10 meter kemudian dilengkapi dengan bordes

sepanjang 200 cm.

k) Jalur mendaki dapat berbentuk menerus dengan jumlah bordes maksimum 2 (dua) buah,

selanjutnya harus dibelokkan dengan sudut minimum 900 berupa bordes, dan dilanjutkan

dengan jalur mendaki sampai mencapai ketinggian jembatan yang direncanakan.

l) Jembatan harus dilengkapi dengan lampu penerangan pada umumnya, sesuai dengan

ketentuan untuk lampu penerangan jalan umum yang berlaku.

m) Seluruh ketentuan harus memperhatikan persyaratan aksesbilitas pada jalan umum

untuk penyandang cacat, sesuai dengan Pedoman Bina Marga No. 033/T/BM/1999, dan

memperhatikan ruangan minimum yang harus tersedia serta unsur arsitektur.

n) Bila memungkinkan terutama di kota besar, untuk mencapai elevasi jembatan dapat

dibangun elevator tertutup menggunakan tenaga listrik.

5.14.2.2 Terowongan bagi pejalan kaki dan kendaraan beroda dua

Bila lebar badan jalan tol setiap jalur terdiri atas tiga atau lebih lajur sehingga panjang

terowongan mencapai lebih dari 20 meter, terowongan harus dilengkapi dengan lampu atau

ventilasi terbuka yang terlindung dari air hujan, yang dibangun di bawah median jalan tol

yang ada. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan tralis baja berbentuk grid yang kuat,

dengan ukuran kisi-kisi 50 mm x 50 mm.

5.14.2.2.1 Persyaratan umum

Perencanaan bangunan terowongan harus juga memperhatikan faktor kebisingan, bangunan

utilitas, dan interior jalan lainnya, sesuai dengan:

a) Pedoman Bina Marga, No. 036/T/BM/1999, bila menggunakan bangunan peredam bising

dengan ALWA,

b) Pedoman Bina Marga No. 007/T/BNKT/1990 untuk perencanaan trotoar,

c) Pedoman Bina Marga No.Pd T-12-2004-B, tentang marka jalan,

d) Pedoman Bina Marga No.Pd T-15-2004-B, tentang perencanaan pemisah jalan, dan

e) Pedoman Bina Marga tentang Persyaratan aksesibilitas pada Jalan Umum,

f) SNI 03-2442-1991, Spesifikasi Kurb Beton untuk Jalan.

5.14.2.2.2 Dimensi ruang

Bila tidak ditentukan lain, persyaratan teknis untuk terowongan bagi pejalan kaki dan

130 dari 148

Page 131: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

kendaraan beroda dua di bawah jalan tol adalah sebagai berikut:

a) Lebar terowongan minimum 240 cm.

b) Tinggi terowongan minimum dari permukaan jalan minimum 300 cm.

c) Perkerasan jalan harus dilengkapi dengan jalur-jalur atau pipa-pipa saluran drainase

agar air hujan yang masuk terowongan dapat mengalir secepatnya dari permukaan

perkerasan jalan.

d) Bila panjang terowongan lebih dari 20 meter, harus dilengkapi dengan lampu

penerangan sepanjang siang dan malam hari, sesuai dengan ketentuan untuk lampu

penerangan jalan umum yang berlaku.

e) Seluruh ketentuan harus memperhatikan persyaratan aksebilitas pada jalan umum untuk

menyandang cacat, sesuai dengan Pedoman Bina Marga No. 033/T/BM/1999, dan

memperhatikan ruangan minimum yang harus tersedia serta unsur arsitektur yang

memadai.

f) Bila lebar badan jalan tol setiap jalur terdiri atas tiga atau lebih lajur sehingga panjang

terowongan mencapai lebih dari 20 meter, terowongan harus dilengkapi dengan lubang

ventilasi terbuka tetapi terlindung dari air hujan, yang dibangun di bawah median jalan tol

yang ada. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan trails baja berbentuk grid yang kuat,

dengan ukuran kisi-kisi 50 mm x 50 mm.

5.14.3 Fasilitas bagi pengguna jalan tol

5.14.3.1 Tempat istirahat (rest area)

Tempat istirahat dan pelayanan umum harus disediakan paling sedikit setiap satu jalm

perjalanan sejak kendaraan memasuki awal Gerbang Tol atau ujung Gerbang Tol terjauh,

atau paling sedikit satu tempat untuk setiap jarak 50 km pada setiap jurusan.

Fasilitas yang harus disediakan meliputi:

a. Lajur lalulintas,

b. Rumah makan,

c. Toko cenderamata,

d. Minimarket,

e. Anjungan tunai mandiri (ATM)

f. Penukaran valuta asing,

131 dari 148

Page 132: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

g. Kamar mandi/WC,

h. Taman,

i. Bengkel perbaikan kendaraan dan tambal ban,

j. SPBU,

k. Tempat Ibadah,

l. Tempat parkir.

m. Tempat pelayanan kesehatan

Bila memungkinkan lokasi tempat istirahat berseberangan dengan lokasi tempat istirahat

lain, dapat disediakan jembatan penyeberangan yang dilengkapi dengan area restoran di

atas permukaan jalan dan median, dengan konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis

untuk jembatan dan arsitektur, serta perancangan dan pelaksanaannya diatur oleh BPJT

dengan memperhatikan pendapat Menteri.

Ketentuan lain tentang penataan dan rancangan tempat istirahat di jalan tol dapat mengikuti

pedoman:

- Bina Marga, No. 037/T/BM/1999, Pedoman penataan lokasi Tempat istirahat (rest area)

Buku 1: Pedoman penataan lokasi tempat istirahat di jalan bebas hambatan

- Pedoman Bina Marga, No. 009/T/Bt/1995 Tata cara pemeliharaan tanaman lansekap

jalan

- Pedoman Bina Marga, No. 011/T/BM/1999, Pemilihan Tanaman untuk Mereduksi Polusi

(Nox, CO, dan SO2)

- Pedoman Bina Marga, No. 034/T/BM/1999, Pedoman pemilihan berbagai jenis tanaman

untuk Jalan.

- Pedoman Bina Marga, No. 035/T/BM/1999, Pedoman Penataan Tanah untuk Jalan

- Pedoman Bina Marga, No.Pt T-04-2002-B, Penanggulangan erosi permukaan lereng

jalan dengan tanaman

- Pedoman Bina Marga, No.UPR.02.6, Pemeliharaan rutin taman jalan.

Jalur lalulintas di dalam tempat istirahat tidak direncanakan sebagai fasilitas parkir. Dalam

keadaan mendesak fasilitas parkir sejajar jalur lalulintas di badan jalan dapat disediakan, jika

kebutuhan akan parkir tinggi dan fasilitas parkir di luar badan jalan tidak tersedia. Untuk

memenuhi hal-hal tersebut, perencanaan parkir sejajar jalur lalulintas harus

mempertimbangkan lebar lajur parkir minimum 3,0 m dan mempertimbangkan keselamatan

lalulintas.

132 dari 148

Page 133: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Fasilitas pejalan kaki disediakan untuk pergerakan pejalan kaki. Semua jalan di dalam

tempat istirahat harus dilengkapi jalur pejalan kaki di satu sisi atau di kedua sisi. Jalur

pejalan kaki harus mempertimbangkan penyandang cacat, dan dapat berupa:

a) jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan, tetapi diperkeras permukaannya;

b) trotoar;

c) penyeberangan sebidang;

d) penyeberangan tidak sebidang (jembatan penyeberangan atau terowongan

penyeberangan);

e) penyandang cacat.

Jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan, harus ditempatkan di sebelah luar saluran samping.

Lebar minimum jalur pejalan kaki yang tidak ditinggikan adalah 1,5 m dan sangat dianjurkan

berupa trotoar. Lebar trotoar harus disesuaikan dengan perkiraan jumlah pejalan kaki yang

menggunakannya. Penentuan lebar trotoar yang diperlukan harus agar mengacu pada SNI

No. 03-2447-1991, Spesifikasi Trotoar.

Persyaratan fasilitas pelayanan

a) Luasan tempat istirahat dan pelayanan serta fasilitas pelayanannya harus diperhitungkan

untuk dapat menampung kebutuhan pelayanan sampai sepuluh tahun terhitung sejak

dioperasikan dengan kapasitas fasilitas pelayanan dapat dibangun secara bertahap.

b) Pada tempat istirahat, minimal harus disediakan tempat parkir untuk 30 kendaraan

golongan I (mobil penumpang dan truk kecil/ roda tunggal) dan 10 kendaraan golongan II

(truk besar dan bus besar)

c) Pada tempat istirahat dan pelayanan minimal harus disediakan tempat parkir untuk 80

kendaraan golongan I dan 20 kendaraan golongan II.

5.15 Lansekap

5.15.1 Persyaratan umum

Lahan kosong Disepanjang jalan tol harus dibuat taman dengan ditanami tumbuhan

tumbuhan yang teratur dengan tujuan:

1) Mengurangi lelah bagi pengguna jalan tol

2) Mengurangi silau lampu kendaraan pada lawan arah

3) Mereduksi bising kendaraan

4) Mereduksi CO dari kenalpot kendaraan

5) Menyegarkan udara

133 dari 148

Page 134: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

5.15.2 Kriteria desain

a. Bentuk tanam disesuaikan dengan lahan yang kosong

b. Jenis tumbuhan adalah tumbuhan penyegar dan perindang

c. Luas daerah taman minimal 30% dari luas lahan yang kosong.

d. Dalam desain lansekap jika kriterianya tidak ditentukan oleh pengelola tol, maka dapat

digunakan ketentuan seperti yang tertera pada tata cara perencanan teknik lansekap

jalan No. 033/T/BM/1996 Dirjend. Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum.

5.16 Estimasi biaya

5.16.1 Perhitungan biaya pekerjaan jalan tol

1) Untuk perhitungan biaya pekerjaan jalan tol diperlukan pengetahuan tentang:

a) Produktivitas tenaga kerja, ialah jumlah dan susunan kualifikasi tenaga kerja yang

diperlukan untuk menghasilkan suatu volume pekerjaan dalam satu satuan waktu

b) Besarnya volume bahan yang harus disiapkan

c) Kapasitas produksi setiap peralatan yang digunakan

2) Kriteria perkiraan biaya:memenuhi spesifikasi, dapat dipertanggung-jawabkan , alternatif

terendah, acuan penentuan pemenang lelang atau penentuan harga dalam penunjukan

langsung

3) Spesifikasi yang digunakan

a) Memuat segala peraturan & ketentuan tentang bagai-mana pekerjaan harus

dikerjakan & berhasil “akhir”.

b) Salah satu bagian penting dokumen lelang/kontrak

c) Dikenal dengan nama spesifikasi teknik / umum.

d) Jika perlu dilengkapi spesifikasi khusus atau addendum

e) Bentuk: berjenjang atau “end result”

f) Isi spesifikasi:

i) Lingkup pekerjaan

ii) Bahan

iii) Metode pelaksanaan

iv) Peralatan

v) Pengendalian mutu

vi) Cara pengukuran hasil kerja

vii) Cara pembayaran

4) Komponen analisa biaya dimulai dari komponen analisa harga satuan: material, tenaga

kerja, peralatan dan overhead &profit.

5) Software yang ada dapat digunakan untuk rujukan tetapi dianjurkan untuk tidak diadopsi

134 dari 148

Page 135: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

100% karena masih terdapat kekurang sempurnaan pada software tersebut, apalagi

dengan spesifikasi teknik yang berbeda.

6) Bantuan komputer Analisa harga satuan meliputi:

a) Masukan:

i) Bahan

ii) Alat

iii) Tenaga kerja

iv) Overhead & profit

b) Proses:

i) Harga satuan dasar bahan

ii) Harga satuan dasar alat

iii) Harga satuan dasar tenaga kerja

iv) Overhead & profit

c) Keluaran

i) Harga satuan pekerjaan setiap item

ii) Harga total seluruh item

iii) Perkiraan biaya proyek

5.16.2 Cara pengerjaan

a. Menghitung harga satuan dasar bahan, harga satuan dasar alat dan harga satuan dasar

tenaga kerja - sebagai masukan

b. Menghitung satuan mata pembayaran bahan, alat dan tenaga kerja - sebagai proses

c. Menghitung estimasi biaya yang terdiri dari: harga satuan setiap pembayaran, kuantitas

pekerjaan, harga pekerjaan setiap mata pembayaran, harga total seluruh mata

pembayaran, PPN 10%, Perkiraan biaya proyek.-- sebagai output.

5.17 Manajemen K3 pelaksanaan jalan dan jembatan

Pengaturan mengenai keselamatn dan kesehatan kerja bidang konstruksi mencakup aspek

legal, administrative dan teknis operasional atas seluruh kegiatan kesehatan dan

keselamatan kerja bidang konstruksi. Ketentuan administratif meliputi: kewajiban umum,

organisasi keselamatan dan kesehatan kerja, laporan kecelakaan, keselamatan kerja dan

pertolongan pertama pada kecelakaan dan pembiayaan keselamatan dan kesehatan kerja.

Ketentuan teknis mencakup: tempat kerja dan peralatan, alat pemanas (heating

appliances), bahan-bahan yang mudah terbakar, cairan yang mudah terbakar, inspeksi dan

pengawasan, perlengkapan peringatan, perlindungan terhadap benda-benda jatuh dan

bagian bangunan yang roboh, perlindungan agar orang tidak jatuh/terali pengaman dan

135 dari 148

Page 136: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

pinggir pengaman, lantai terbuka, lubang pada lantai, lubang pada dinding, tempat-tempat

kerja yang tinggi, bahaya jatuh ke dalam air, kebisingan dan getaran (vibrasi), penghindaran

terhadap orang yang tidak berwenang, struktur bangunan dan peralatan konstruksi

bangunan, pemeriksaan dan pengujian pemeliharaan dan perlengkapan keselamatan kerja

Dalam pekerjaan konstruksi terdapat banyak komponen kegiatan yang dapat menimbulkan

dampak penting terhadap Lingkungan Hidup, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut di

atas, maka sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku,

kegiatan tersebut di atas wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) yang pelaksanaannya mengacu pada berbagai pedoman dan petunjuk teknis

AMDAL yang relevan, dengan memperhatikan sasaran dan ciri-ciri atau karakteristik

kegiatan proyek yang bersangkutan.

Dokumen AMDAL terdiri atas berbagai dokumen yang berturut-turut sebagai berikut :

1. KA - ANDAL, yaitu ruang lingkup studi ANDAL yang merupakan hasil pelingkupan atau

proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak penting.

2. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), yaitu dokumen yang menelaah secara cermat

dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana atau kegiatan.

3. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) adalah dokumen yang mengandung upaya

penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh rencana

kegiatan.

4. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) adalah dokumen yang mengandung upaya

pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting akibat rencana

kegiatan.

Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melaakukan pemanfaatan, penataan,

pemeliharaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup, sehingga

pelestarian potensi sumber daya alam dapat tetap dipertahankan, dan pencemaran atau

kerusakan lingkungan dapat dicegah. Perwujudan dari usaha tersebut antara lain dengan

menerapkan teknologi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan.

Berbagai prinsip yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan antara lain :

1. Preventif (pencegahan), didasarkan atas prinsip untuk mencegah timbulnya dampak

yang tidak diinginkan, dengan mengenali secara dini kemungkinan timbulnya dampak

negatif, sehingga rencana pencegahan dapat disiapkan sebelumnya.

Beberapa contoh dalam penerapan prinsip ini adalah melaksanakan AMDAL secara baik

dan benar, pemanfaatan sumber daya alam dengan efisien sesuai potensinya, serta

136 dari 148

Page 137: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

mengacu pada tata ruang yang telah ditetapkan.

2. Kuratif (penanggulangan), didasarkan atas prinsip menanggulangi dampak yang terjadi

atau yang diperkirakan akan terjadi, namun karena keterbatasan teknologi, hal tesebut

tidak dapat dihindari.

Hal ini dilakukan dengan pemantauan terhadap komponen lingkungan yang terkena

dampak seperti kualitas udara, kualitas air dan sebagainya.

Apabila hasil pemantauan lingkungan mendeteksi adanya perubahan atau pencemaran

lingkungan, maka perlu ditelusuri penyebab/sumber dampaknya, dikaji pengaruhnya,

serta diupayakan menurunnya kadar pencemaran yang timbul.

3. Insentif (kompensasi), didasarkan atas prinsip dengan mempertemukan kepentingan 2

pihak yang terkait, disatu pihak pemrakarsa/pengelola kegiatan yang mendapat manfaat

dari proyek tersebut harus memperhatikan pihak lain yang terkena dampak, sehingga

tidak merasa dirugikan. Perangkat insentif ini dapat juga berupa pengaturan oleh

pemerintah seperti peningkatan pajak atas buangan limbah, iuran pemakaian air, proses

perizinan dan sebagainya

6 Gambar penampang standar

6.1 Umum

Tipe dari gambar rencana yang dibutuhkan tergantung pada besar kecilnya proyek jalan tol

yang di tangani. Gambar-gambar rencana yang dimaksud meliputi gambar lokasi, peta

topografi, gambar-gambar geoteknik, rencana dan gambar-gambar dari struktur-struktur.

Seluruh gambar harus sudah termasuk di dalamnya keterangan legenda, daftar singkatan-

singkatan serta kepala gambar yang berisikan logo DPU, judul gambar, dipersiapkan,

disetujui dan nomor gambar.

6.2 Gambar desain jalan

Gambar-gambar tersebut biasanya diurut sebagai berikut:

a. Gambar-gambar umum dan peta

b. Gambar-gambar jalan tol

c. Gambar-gambar drainase

d. Gambar-gambar struktur jembatan/box/terowongan

e. Gambar-gambar lampu penerangan, lampu pengatur lalulintas serta pekerjaan elektrikal

f. Gambar-gambar fasilitas jalan tol

137 dari 148

Page 138: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

g. Gambar-gambar tempat istirahat, tempat pelayanan dan fasiltas tempat parkir

h. Gambar-gambar lain-lain serta pekerjaan tambahan (peta geoteknik)

Gambar desain jalan tol atau rencana teknik jalan tol harus menunjukkan secara jelas hal-hal

sebagai berikut:

- Koordinat dan elevasi dari titik awal dan titik akhir alinyemen

- Koordinat titik persimpangan

- Arah sudut

- Panjang alinyemen jalan

- Radius kurva’Panjang kurva peralihan

- Panjang total alinyemen

- Gradien kemiringan jalan

- Koordinat dan elevasi titik pertemuan alinyemen vertikal

- Panjang serta lebar galian (cut) dan timbunan (fill)

- Lebar dari setiap elemen potongan melintang

- Ketebalan dan lebar dari lapis perkerasan

6.2.1 Gambar umum dan peta

Isi gambar-gambar umum, meliputi:

- Daftar gambar

- Gambar lokasi

- Legenda

- Daftar singkatan

6.2.2 Gambar jalan tol

Isi gambar jalan, meliputi:

- Rencana serta profil dari jalan

- Gambar-gambar perkerasan

- Potongan melintang khusus

- Gambar-gambar alinyemen

- Gambar-gambar pekerjaan tanah

- Detail kurva dan pelebaran

- Detail super-elevasi

- Detail persimpangan

- Detail lajur tambahan

- Detail ramp

138 dari 148

Page 139: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

- Detail fasilitas pejalan kaki

- Detail kerb, pembatas serta median

- Detail persilangan dengan rel kereta jika ada

6.2.3 Gambar drainase

Isi Gambar-gambar drainase, meliputi:

- Rencana, profil dan potongan melintang gorong-gorong (culvert)

- Rencana, profil dan potongan melintang saluran samping

- Detail pembetonan gorong-gorong (pembesian)

- Detail kotak gorong-gorong pasangan batu kali

- Detail saluran samping

- Detail inlet

- Detail pekerjaan drainase

Gambar desain drainase harus menunjukkan secara jelas hal-hal sebagai berikut:

- Koordinat dan elevasi dari titik awal dan titik akhir drainase

- Gradien dari sistem drainase

- Tipe dan dimensi drainase

6.2.4 Gambar struktur jembatan/box/terowongan

Isi gambar struktur memuat secara umum layout dan detail dari struktur seperti jembatan,

gorong-gorong, pondasi, tiang pancang, abutmen, balok serta dinding penahan tanah.

Biasanya meliputi:

- Rencana umum, memanjang serta potongan melintang struktur atas (super-structure)

- Rencana umum, memanjang serta potongan melintang struktur bawah (sub-structure),

termasuk tiang pancang, kolom, abutmen

- Rencana umum, memanjang serta potongan melintang dinding penahan tanah

- Detail seluruh pembesian, termasuk tekukan

- Detail struktur pemasangan batu kali

- Detail pondasi

- Detail ekspansion joints dan bearings

- Gambar-gambar khusus lainnya yang dibutuhkan

Seluruh gambar harus disetujui oleh perencana dan memenuhi persyaratan prosedur.

139 dari 148

Page 140: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Meliputi struktur:

- Jembatan/Terowongan (serta gorong-gorong besar)

- Tipe dan dimensi dari superstructure

- Tipe dan dimensi dari substructure

- Lebar dan elevasi dari permukaan superstruktur kebutuhan perkuatan

- Spesifikasi besi baja

- Spesifikasi dari komponen yang dibuat di pabrik (sambung, mur, baut)

- Spesifikasi dari pekerjaan khusus termasuk pentahapan pekerjaan konstruksi, pre-stress,

dll.

- Kekuatan tekan beton

- Dinding penahan tanah (retaining wall), meliputi:

- Ketinggian dari permukaan tertinggi dinding penahan tanah

- Tipe dan dimensi potongan melintang

- Kebutuhan perkuatan

6.2.5 Gambar lampu penerangan, lampu pengatur lalulintas serta pekerjaan elektrikal

Isi gambar lampu penerangan, lampu pengatur lalulintas serta pekerjaan elektrikal, meliputi:

- Detail lampu penerangan jalan

- Layout dan detail lampu pengatur lalulintas (traffic light)

- Desain kabel listrik

- Detail dan lokasi eletrikal manhole

6.2.6 Gambar fasilitas jalan tol

Isi gambar-gambar fasilitas jalan tol, meliputi:

- Detail-detail fasilitas tol

- Rencana gerbang tol

- Pengaturan umum, rencana, potongan memanjang dan potongan melintang bangunan-

bangunan

- Detail pulau-pulau tol

- Detail pintu tol

- Detail frontage road

6.2.7 Gambar tempat istirahat, tempat pelayanan dan fasiltas tempat parkir

Isi gambar-gambar tempat istirahat, tempat pelayanan dan fasilitas tempat parkir, meliputi:

140 dari 148

Page 141: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

- Rencana daerah tempat istirahat

- Pengaturan umum, rencana, potongan memanjang dan potongan melintang bangunan-

bangunan

- Detail daerah parkir dan fasilitas lain yang terdapat di dalam area tempat istirahat.

6.2.8 Gambar lain-lain serta pekerjaan tambahan (peta geoteknik)

Isi gambar-gambar lain-lain serta pekerjaan tambahan (peta geoteknik), meliputi:

- Detail khusus geoteknik

- Detail pekerjaan tanah termasuk drainase

- Detail solid dan strip sodding

- Detail paving block

- Detail kemiringan tanah serta penahan tanah

- Detail rambu serta marka jalan

- Layout dan detail pembatas, pagar dan guard rails

- Detail lansekap

- Kilometer post

6.2.9 Gambar lain-lain

a) Lebar grass block paving

b) Tipe dan dimensi paving block

c) Tipe dan dimensi slope protection

d) Pekerjaan khusus geoteknik

e) Tipe dan dimensi rambu dan marka jalan

f) Tipe dan dimensi pembatas (barrier), pagar dan guardrail

g) Tipe dan dimensi lansekap

h) Lampu penerangan, lampu sinyal dan pekerjaan elektrikal

Tipe lampu penerangan jalan

Tipe dan dimensi kabel

Tipe dan dimensi lampu sinyal

Tipe dan dimensi instalasi listrik

i) Fasilitas Tol

Tipe dan dimensi gerbang tol (Toll Plaza)

Tipe dan dimensi pintu tol

Tipe dan dimensi lampu jalan

Tipe dan dimensigedung

j) Tempat istirahat, tempat pelayanan dan fasilitas tempat parkir

141 dari 148

Page 142: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Tipe dan dimensi bangunan dan tempat istirahat

Tipe dan dimensi perkerasan

Tipe dan dimensi lansekap

Tipe lampu penerangan

Tipe dan luas tempat parkir di dalam tempat istirahat dan pelayanan jalan tol

6.3 Ukuran dan skala gambar

6.3.1 Tingkat detail gambar untuk berbagai elemen

Gambar teknik dibuat dengan maksud agar kontraktor dapat melaksanakan pekerjaan

konstruksi sesuai dengan desain dan spesifikasi. Gambar harus dibuat dengan skala yang

sesuai, selengkap mungkin serta jelas dan konsisten. Biasanya untuk gambar teknik dibuat

pada kertas ukuran A1 (841 x 594 mm). Penulisan perlu jelas sehingga dapat terbaca

dengan baik jika ukuran gambar diperkecil menjadi ukuran kertas A3 (420 x 297 mm)

Skala dari berbagai gambar seperti terlihat sebagai berikut:

- Gambar lokasi:1:10.000

- Peta topografi:1:1.000

- Potongan melintang jalan:1:200

- Desain dan profil:1:1,000 (perlembar kertas setiap panjang 700 m)

- Alinyemen memanjang: Horisontal 1:1,000, vertikal 1:100

- Potongan melintang struktur:1:100 dan 1:200

- Gambar detail:1:20 atau lebih detail (1: 5 atau 1:2)

6.3.2 Pembebasan lahan

Pembebasan berarti suatu aksi untuk membebaskan melalui pembayaran kompensasi untuk

pemilik lahan yang bersangkutan yang akan dibebaskan.

Rencana aksi pembebasan lahan adalah dari dokumen pembebasan lahan untuk mencapai

tujuan sebagai berikut:

- Lokasi lahan yang dibutuhkan

- Volume dan ukuran dari lahan yang dibutuhkan

- Volume dan ukuran dari bangunan

- Tata guna lahan

- Estimasi biaya kompensasi

- Tingkat kesulitan pelaksanaan pembebasan lahan

- Informasi detail yang perlu ditunjukkan:

142 dari 148

Page 143: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

- Titik ground control

- Garis tengah desain jalan dan ruang milik jalan

- Batas kepemilikan lahan

- Batas bangunan

- Jembatan untuk pejalan kaki

- Utilitas

- Tipe bangunan (permanen atau semi permanen)

- Penggunaan bangunan (tempat tinggal, kantor pemerintah, tempat bisnis)

- Status kepemilikan lahan

- Fasilitas umum yang ada

- Tipe, usia dan kondisi dari tumbuhan pada lahan

- Populasi pada lahan

Skala gambar yang biasa digunakan adalah 1:1.000 atau 1:500 untuk proyek jalan baru

dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif sedikit. Sedangkan untuk daerah dengan

tingkat kepadatan penduduk lebih besar perlu gambar dengan skala yang lebih besar.

6.4 Standar gambar desain

Standar gambar desain untuk jalan tol terdiri dari potongan melintang jalan tol pada daerah

datar, pada daerah galian, pada daerah timbunan, dan pada daerah galian dan timbunan

seperti pada Gambar 66, Gambar 67, Gambar 68, dan Gambar 69 berikut.

Gambar 63 Potongan melintang jalan tol pada daerah datar

143 dari 148

Page 144: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 64 Potongan melintang jalan tol pada daerah galian

Gambar 65 Potongan melintang jalan tol pada daerah timbunan

Gambar 66 Potongan melintang jalan tol pada daerah galian dan timbunan

7 Pelaporan

Laporan terdiri dari tetapi tidak terbatas pada:

a) laporan rencana kerja terinci;

b) laporan pendahuluan;

c) laporan survai;

d) laporan kriteria desain;

e) laporan bulanan yang harus disampaikan setiap bulan pada tanggal yang sama dengan

melaporkan pekerjaan-pekerjaan yang telah diselesaikan setiap bulan sesuai rencana

144 dari 148

Page 145: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

kerja terinci.

Kemajuan pekerjaan dihitung berdasarkan pekerjaan-pekerjaan yang telah selesai dan

akan menjadi dasar untuk pembayaran bulanan.digunakan sebagai dasar pembayaran

bulanan;

f) laporan khusus;

g) laporan akhir pekerjaan yang terdiri dari:

- paparan perencanaan konsep dan metoda desain yang telah diterapkan pada

seluruh pekerjaan, ringkasan hasil analisis dan perhitungan, laporan koordinasi

dengan pihak terkait (dilampiri dengan notulen-notulen penting), evaluasi dan

rekomendasi;

- gambar rencana teknik akhir;

- perkiraan biaya engineer (engineer estimate);

- back up seluruh hasil perhitungan desain (geometrik, hidrologi, drainase, struktur,

mekanikal-elektrikal, dll).

laporan akhir pekerjaan termasuk back up data: topografi, geometrik, perkerasan,

hidrologi, quarry, geoteknik, struktur, lansekap, dan lain-lain.

8 Cara pengerjaan rencana teknik akhir

Cara pengerjaan rencana teknik akhir (final engineering design) dalam tahapan dalam

perencanaan teknik jalan tol digambarkan dengan urutan kegiatan-kegiatan dengan diagram

alir sebagai berikut, sesuai Gambar 69 dan 70.

145 dari 148

Page 146: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 67 Diagram alir tahapan perencanaan teknik jalan tol

146 dari 148

Page 147: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

Gambar 68 Diagram alir pengerjaan rencana teknik akhir

147 dari 148

Page 148: PEMBAHASAN RENTEK TOL (5 Desember 2011).doc

R 1

ATAR ACUAN

BMS7-C2, 1992, Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 2 Beban Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjend. Bina Marga, Jakarta.

BMS6-M3, 1992, Selection and design of Superstructures, Substructures and Foundations, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjend. Bina Marga, Jakarta.

SKBI-1.3.28.1987, Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjend. Bina Marga, Jakarta

RSNI T-02-2005, Pembebanan Untuk Jembatan, Badan standarisasi nasional. Jakarta.

Kramadibrata, Soedjono. 1995. Perencanaan Pelabuhan. Bandung, Ganeca Exact.

SNI 2833:2008, Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Priestly, 1996, Seismic Design and Retrofit of Bridges, New York, John Wiley & Sons, inc.

148 dari 148