Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

51
BAB I PENDAHULUAN Diperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang Amerika memiliki penyakit arteri koroner dan 8 juta telah menderita infark miokard (MI). Setiap tahun sekitar 1 juta akan memiliki infark miokard baru. Berdasarkan data dari percobaan Framingham hampir 50% laki- laki dan 30% perempuan yang berusia di atas 40 akan terkena penyakit arteri koroner. Penyakit arteri koroner yang paling sering karena oklusi aterosklerotik arteri koroner. Aterosklerosis adalah proses yang dapat melibatkan banyak pembuluh darah dengan berbagai presentasi. Ketika melibatkan arteri koroner itu mengakibatkan penyakit arteri koroner. Setengah dari semua kematian di negara maju dan seperempat dari kematian di negara berkembang adalah karena penyakit kardiovaskular yang terdiri dari hipertensi dan penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis. (1) Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK). Menurut Riskesdas 2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2%. 1

description

referat

Transcript of Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Page 1: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

BAB I

PENDAHULUAN

Diperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang Amerika memiliki penyakit arteri koroner

dan 8 juta telah menderita infark miokard (MI). Setiap tahun sekitar 1 juta akan memiliki infark

miokard baru. Berdasarkan data dari percobaan Framingham hampir 50% laki-laki dan 30%

perempuan yang berusia di atas 40 akan terkena penyakit arteri koroner. Penyakit arteri koroner

yang paling sering karena oklusi aterosklerotik arteri koroner. Aterosklerosis adalah proses yang

dapat melibatkan banyak pembuluh darah dengan berbagai presentasi. Ketika melibatkan arteri

koroner itu mengakibatkan penyakit arteri koroner. Setengah dari semua kematian di negara

maju dan seperempat dari kematian di negara berkembang adalah karena penyakit

kardiovaskular yang terdiri dari hipertensi dan penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis.(1)

Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0% kematian di seluruh dunia

disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh

penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK). Menurut Riskesdas

2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2%.

1

Page 2: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

BAB II

PEMBAHASAN

II. A. Anatomi Arteri Koroner

Otot jantung, seperti semua organ atau jaringan dalam tubuh, membutuhkan kebutuhan

darah yang kaya oksigen untuk bertahan hidup. Darah dipasok ke jantung dengan sistem

pembuluh darah sendiri, yang disebut sirkulasi koroner. Aorta (pemasok darah utama tubuh)

bercabang menjadi dua pembuluh darah koroner utama (juga disebut arteri). Pembuluh nadi

koroner bercabang menjadi arteri yang lebih kecil, yang memasok darah kaya oksigen ke otot

jantung secara keseluruhan.

Arteri koroner kanan memasok darah terutama ke sisi kanan jantung. Sisi kanan jantung

lebih kecil karena hanya memompa darah ke paru-paru. Arteri koroner kiri, yang cabang ke

dalam arteri desendens anterior sinistra dan arteri sirkumfleksa, memasok darah ke sisi kiri

jantung. Sisi kiri jantung lebih besar dan lebih berotot karena memompa darah ke seluruh tubuh.(2)

Gambar 1 : Anatomi arteri koroner

2

Page 3: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

II. B. PENYAKIT JANTUNG KORONER

II. B. 1. Definisi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan

arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi

penimbunan lemak atau plak (plaque) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau

tanpa gejala sekalipun (Peter Kabo, 2008). Manifestasi klinis PJK yang klasik adalah angina

pectoris. Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul akibat iskemia miokardium.

II. B. 2. Epidemiologi dan Etiologi

Di Amerika penyebab kematian tertinggi karena PJK. Pada tahun 1986 penyebab

kematian karena PJK adalah 46% dari total kematian. Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan

Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI, PJK merupakan penyebab kematian kedua yaitu

9,9% (1986). Kemudian tahun 1992 meningkat menjadi 16,6%. Tingginya angka kematian di

Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survey

Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut

cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16%

kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,45%. Angka kematian akibat PJK

diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di Negara kita. (HIMAPID, 2008).

Penyebab utama PJK adalah penyempitan arteri koronaria besar di bagian proksimal oleh

aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan penyebab lebih dari separuh kematian di negara-negara

maju di Barat. Penyakit ini merupakan penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan

penebalan intima terjadi akibat penumpukan fibrosa yang secara bertahap menjadi tempat

perdarahan dan pembentukan thrombus.

II. B. 3. Faktor Risiko

Secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK

yang disebut sebagai faktor PJK. Faktor – faktor timbulnya PJK ada yang tidak dapat

dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.

Faktor – faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain :

3

Page 4: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

1. Usia.

Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluh darah

mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampai mati. Tiap arteri

menghambat bentuk ketuanya sendiri. Arteri yang berubah paling dini mulai pada usia 20 tahun

adalah pembuluh koroner. Arteri lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun. Terjadi

pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga didapatkan

hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan

bertambahnya umur.

2. Jenis Kelamin.

Merupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan jantung

dibandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita terjadi 10 tahun lebih

lama dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan kelainan jantung

PJK .namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini diduga faktor hormonal

seperti estrogen melindungi wanita.

3. Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosis.

4. Ras

Faktor – faktor yang dapat dimodifikasi, antara lain :

1. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,

sehinggamenyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard).

Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan darah yang tinggi dan

menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria,

sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan

angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita

hipertensi dibandingkan orang normal.

2. Hiperkolesterolmia

Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh

darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan proses ini disebut

aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat

4

Page 5: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya

memberi ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya akan menyebabkan otot jantung menjadi

lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.

3. Merokok

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh

katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat

menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedangkan

glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Di samping itu

rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak

jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun.

4. Kegemukan

Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.

5. Diabetes Melitus

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisipenyakit

pembuluh darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV

hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai

obesitas dan hipertensi

6. Stress

II. B. 4. Klasifikasi

II. B. 4. 1. Angina Pektoris Stabil(6)

Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul akibat iskemia miokardium. Biasanya

mempunyai karakteristik tertentu :

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke

leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,

punggung/pundak kiri.

5

Page 6: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Gambar 2 : Penjalaran Angina

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat di

dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-

remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat

dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam,

seperti rasa ditusuk-tusuk/diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien

mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya. Nyeri berhubungan dengan

aktifitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan dengan gerakan pernafasan atau

gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stress fisik ataupun

emosional.

Kuantitas : nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit

sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus

dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP) sehingga

dimasukka ke dalam sindrom koroner akut = “acute coronary syndrome” = ACS, yang

memerlukan perawatan khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual

dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang

timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol.

Nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari

biasanya bukan angina pectoris.

6

Page 7: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Gambar 3 : Angina

Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh “Canadian Cardiovascular Society” sebagai

berikut :

Kelas I : aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan

lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang

berat, berjalan cepat seperti terburu-buru waktu kerja atau bepergian.

Kelas II : Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila melakukan

aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1

lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angin dan lain-lain.

Kelas III : aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik

tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

Kelas IV : AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hamper semua aktifitas bisa

menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan lain lain.

Nyeri dada ada yang mempunyai ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap, sehingga

tak meragukan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri dada (Angina) tipikal; sedangkan

nyeri dada yang meragukan tidak mempunyai ciri yang lengkap dan perlu dilakukan pendekatan

yang hati-hati, disebut angina atipik. Nyeri dada lainnya yang sudah jelas berasal dari luar

jantung disebut nyeri non kardiak.

7

Page 8: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Untuk membantu menentukan nyeri tipikal atau bukan maka baiknya anamnesis

dilengkapi dengan mencoba menemukan adanya factor resiko baik pada pasien atau keluarganya

seperti kebiasaan makan/kolesterol, DM, hipertensi, rokok, penyakit vascular lain seperti strok

dan penyakit vascular perifer, obesitas, kurangnya latihan dan lain-lain.

Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP,

berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian

menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stress yang tertentu atau

lebih berat dari sehari-harinya).

Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akhirnya

menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia tetap dapat terlihat

misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai “silent iskemia” sedangkan

pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi asimtomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan

iskemia baru terlihat pada stress tes.

II. B. 4. 2. Angina Pektoris Tak Stabil

II. B. 4. 2. 1. Definisi

Yang termasuk ke dalam angina tak stabil yaitu :

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup beratdan

frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.

2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan

angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan factor presipitasi makin

ringan.

3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

II. B. 4. 2. 2. Epidemiologi dan Etiologi(5)

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina

pectoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang

tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.

8

Page 9: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan America Heart

Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST

(NSTEMI=non ST elevation myocardial infarction) ialah apakah iskemia yang timbul cukup

berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya pertanda

kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai

keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa

perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar

atau adanya gelombang T yang negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam,

maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.

II. B. 4. 2. 3. Patogenesis(6)

Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pectoris tak stabil,

sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya

mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami rupture

sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak

stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang

mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil

terdiri dari ini yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya

rupture terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari

timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena

adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding

plak (fibrous cap).

Gambar 4 : plaque

9

Page 10: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan

aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi

infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan hanya

menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Gambar 5 : aterosklerosis

Thrombosis dan agregasi thrombosis

Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya

angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang

terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan

terpentingdalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel

busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi factor jaringan dalam plak

10

Page 11: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, factor jaringan berinteraksi dengan factor VIIA

untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan thrombin dan fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet

melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan

pembentukan thrombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya

hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai thrombosis yang intermiten, pada angina

tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.

Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet

berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang

terlokalisir seperti pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya

spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan

thrombus.

Erosi pada Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi

dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi

karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat

dan keluhan iskemia.

II. B. 4. 2. 4. Gambaran Klinis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang

bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,

mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada

dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat

dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

II. B. 4. 2. 5. Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiografi (EKG)

11

Page 12: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien

angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya

iskemia akut. Gelombang T negative juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan

gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan

gelombang T negative kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan

karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6%

EKG juga normal.

b. Uji Latih

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan risiko tinggi

perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negative maka prognosis

baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam,

dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh

koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena risiko terjadinya

komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.

c. Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil

secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi

mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik.

Ekokardiografi stress juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia miokardium.

12

Page 13: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai pertanda

paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC

dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif

sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.

CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan di otot skeletal, tapi

berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali

normal dalam 48 jam.

Kenaikan CRP dengan SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang. Marker

yang lain seperti amioid A, interleukin-6 belum secara rutin dipakai dalam diagnosis SKA.

II. B. 4. 2. 6. Penatalaksanaan

Tindakan Umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu

diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; Pemberian morfin atau petidin perlu pada

pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa

1. Obat anti iskemia

Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek

mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan

oksigen (oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi

pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut

nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infuse

intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diebrikan secara

intravena dengan dosis 1-4mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis

dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infuse dapat diganti

isosorbid dinitrat per oral.

13

Page 14: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Penyekat beta : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek

penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data data menunjukkan

penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark

miokard. Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada

kontraindikasi. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol,

telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukka efektivitas yang

serupa. Kontra indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma

bronchial, pasien dengan bradiaritmia.

Antagonis kalsium : dibagi dalam 2 golongan besar : golongan dihidropiridin seperti

nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua

golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah.

Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan

nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negative juga lebih kecil.

2. Obat Antiagregasi Trombosit

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tak stabil maupun

infark tanpa elevasi segmen ST. tiga golongan obat antiplatelet seperti aspirin, tienopiridin dan

inhibitor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat.

Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian

jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien

dengan angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur

hidup dengan dosis awal 160mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg per

hari.

Tiklopidin : derivate tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina tak

stabil bila pasien tidak tahan aspirin.

Klopidogrel : dapat menghambat agregasi platelet. Dalam pedoman ACC/AHA

klopidogrel juga dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan

sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per

hari.

14

Page 15: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa : obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak

stabil maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus

angina tak stabil.

3. Obat Antitrombin

Unfractionated heparin : kelemahan heparin adalah efek terhadap thrombus yang kaya

trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet factor 4

Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

Direct Thrombin Inhibitors

4. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner

II. B. 4. 3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (Non ST Elevation Myocardial

Infarction = NSTEMI)

II. B. 4. 3. 1. Definisi

Angina pectoris tak stabil dan NSTEMI diketahui merupakan suatu kesinambungan

dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan

keduanya tidak berbeda.

II. B. 4. 3. 2. Epidemiologi dan Etiologi

1/3 dari 5,3 juta kunjungan pasien datang ke IGD dengan kekuhan nyeri dada disebabkan

oleh UA/NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit

jantung. Angka kunjungan RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat , sementara angka

infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) menurun.

II. B. 4. 3. 3 Patofisiologi

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan

kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena

thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner diawali

dengan adanay rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti

lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi factor

15

Page 16: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol

dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi rupture plak dapat dijumpai sel

makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan

mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF alfa, dan IL 6. Selanjutnya IL 6 akan

merangsang pengeluaran hsCRP di hati.

II. B. 4. 3. 4. Penatalaksanaan

Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi

segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap

pasien NSTEMI yaitu :

Terapi anti iskemia

Terapi anti platelet/antikoagulan

Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)

Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.

II. B. 4. 4. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial Infarction =

STEMI)(7)

II. B. 4. 4. 1. Definisi

Merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina

pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

II. B. 4. 4. 2. Epidemiologi dan Etiologi

Infark Miokard Akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.

Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi

sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2

dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal

dalam tahun pertama setelah IMA.

16

Page 17: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

II. B. 4. 4. 3. Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah

ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak

memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika

thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini

dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture

atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi

thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous cap

yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patoogis klasik terdiri dari

fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons

terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 (vasokontriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut

(integrin) seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul

multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasikan ikatan

silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit)

kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit

inflamasi sistemik.

17

Page 18: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

II. B. 4. 4. 4. Diagnosis

Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang

khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST>2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang

berdampingan atau >1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama

troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi

revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA,

prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

Gambar 6 : STEMI

II. B. 4. 4. 5. Penatalaksanaan

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,

penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik

dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat

beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA

tahun 2009 dan ESC tahun 2008. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi

sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di

bidang kardiologi intervensi).

Tatalaksana Awal

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum

yaitu : komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).

18

Page 19: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Sebagian besar kematian di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi

ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih

dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada

penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama

waktu onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa

ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan

mengenai pentingnya tatalaksana dini.

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi

reperfusi segera, triase pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan

menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

Tatalaksana Umum

1. Oksigen

Harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien

STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

2. Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4mg dan dapat

diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga

dapat menurunkan kebutuhan oksigen myokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan

suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau

pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena juga

diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau

pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP

meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang

menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat

memicu efek hipotensi nitrat.

3. Morfin

19

Page 20: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam

tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4mg dan dapat diulang

dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 50mg. efek samping yang perlu diwaspadai pada

pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga

terjadi pooling vena yang akan mengurangi curha jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik

ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan

IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan

bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini

biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5mg IV.

4. Aspirin

Asipirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada

spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan

reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di

ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.

5. Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain

nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit

sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100

mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas

menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam

selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.

Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi

dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump

failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI

adalah door to needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik

20

Page 21: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

dapat dicapai dalam 30 menit atau door to ballon (atau medical contact to balloon) time untuk

PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

II. B. 4. 4. 6. STEMI menjadi Gagal Jantung

Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling

ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam

hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.

Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark antara lain slippage serat otot, disrupsi sel

miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula

pemanjangan segmen non infark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi

zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan

lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan

penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih

buruk.

Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit

pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal(10 hari infark) dan sesudahnya.

21

Page 22: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

II. C. GAGAL JANTUNG(9,10)

II. C. I. Definisi

Berdasarkan European Society of Cardiology (ESC) Guidelines for the Diagnosis and

Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008, definisi Heart Failure (HF) atau Gagal

jantung (GJ) adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan

jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya

gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan HF harus memenuhi kriteria

sebagai berikut :

Gejala-gejala (symptoms) dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat

atau saat beraktifitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga.

Tanda-tanda (signs) dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai

Dan objektif, ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.

Definition of Heart Failure

Heart failure is a clinical syndrome in which patients have the following features:

Symptoms typical of heart failure

(breathlessness at rest or on exercise, fatigue, tiredness, ankle swelling)

And

Signs typical of heart failure

(tachycardia, tachypnoea, pulmonary rales, pleural effusion, raised jugular venous pressure,

peripheral oedema, hepatomegaly)

And

Objective evidence of a structural or functional abnormality of the heart at rest

(cardiomegaly, third heart sound, cardiac murmurs, abnormality onthe echocardiogram,

raised natriuretic peptide concentration)

22

Page 23: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

II. C. 2. Epidemiologi

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih

lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau

penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal

dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50%

akan meninggal dalam tahun pertama.

II. C. 3. KLASIFIKASI

Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari HF, pertama kali diperkenalkan

oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994, yang membagi HF menjadi 4 klasifikasi,

dari kelas 1 sampai kelas 4 tergantung dari tingkat aktifitas dan timbulnya keluhan, misalnya

sesak sudah timbul saat istirahat menjadi kelas 4, sesak timbul pada aktifitas ringan kelas 3,

sesak timbul saat aktifitas sedang menjadi kelas 2, sedangkan kelas 1 sesak timbul saat

beraktifitas berlebih. Klasifikasi menurut NYHA lebih banyak atau pada umumnya berdasarkan

keluhan subyektif.

Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Chronic Heart Failure from

European Heart Journal (2001) 22, 1527-1560, ada beberapa istilah dalam gagal jantung :

Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan

jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Doppler.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah

jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktifitas fisik menurun dan

gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolic adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.

Gagal jantung diastolic didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%.

Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena

pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja.

Ada 3 macam gangguan fungsi diastolic :

o Gangguan relaksasi

o Pseudo-normal

23

Page 24: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

o Tipe restriktif

Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab gangguan

diastolic seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Di samping itu kongesti sistemik/pulmonal

akibat dari gangguan diastolic tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian

diuretic. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolic bertambah, dapat dilakukan

dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non-dihidropiridin.

Low Output dan High Output Heart Failure

Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan

perikard. High Out Put HF ditemukan pada penurunan resistensi vascular sistemik seperti

hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis,

kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba

menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronis adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang

terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih

terpelihara dengan baik.

Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis

dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnoea. Gagal jantung kanan terjadi kalau

kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,

tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema

perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal

jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang

sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart

Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 yang menekankan pembagian HF berdasarkan

progresivitas kelainan structural dari jantung dan perkembangan status fungsional. Klasifikasi

24

Page 25: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

dari ACC/AHA ini, perkembangan HF dibagi juga menjadi 4 stages, A, B, C, dan D. Stage A

dan B jelas belum HF, hanya mengingatkan pelaksanan pelayanan kesehatan (health care

provider) bahwa kondisi ini kedepan dapat masuk kedalam keadaan HF. Stage A menandakan

adanya factor risiko HF (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner) namun belum ada

kelainan structural dari jantung (cardiomegali, LVH, dll) maupun kelainan fungsional.

Sedangkan pada stage B ada factor-faktor risiko HF seperti pada stage Adan sudah terdapat

kelainan structural, LVH cardiomegali dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun bersifat

asimtomatik. Stage C, sedang dalam dekompensasi dan atau pernah HF, yang didasari oleh

kelainan structural dari jantung. Stage D adalah yang benar-benar masuk ke dalam refractory HF,

dan perlu advanced treatment strategies.

Juga apabila dilihat dari segi onsetnya, maka HF dapat dibagi menjadi new onset HF,

transient HF dan chronic HF. New onset HF merujuk ke presentasi klinis pertama HF transien

HF merujuk ke HF simptomatik terbatas pada periode waktu tertentu, walaupun pengobatan

jangka panjang masih diperlukan, misalnya HF karena myokarditis ringan dan sembuh secara

baik. HF karena ischemia, dilakukan revaskularisasi dan berhasil. HF pada infark akut yang tidak

memerlukan terapi diuretic jangka panjang. Chronic HF dapat berupa persisten atau perburukan

HF atau mengalami dekompensasi akut dari chronic HF. Perburukan HF yang didasari Chronic

25

Page 26: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

HF (dekompensasi) merupakan HF terbanyak dari seluruh bentuk HF yang dirawat di rumah

sakit yaitu sekitar 80% dari semua kasus.

II. C. 4. Etiologi dan Faktor Pencetus

Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,

pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika

disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner biasanya akibat infark

miokard, yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul

hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data di

rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit

jantung koroner dan katup.

Gagal Jantung Akut

Gagal Jantung Akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset atau adanya

perubahan pada gejala atau tanda-tanda (symptoms and signs) dari gagal jantung (GJ) yang

berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan pertama

GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan

kedaruratan medic (medical emergency) seperti edema paru akut (acute pulmonary edema).

Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan ischemia jantung, irama

jantung yang abnormal, disfungsi katup jantung, penyakit perikard, peninggian dari tekanan

pengisian ventrikel atau peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik. Dengan demikian berbagai

26

Page 27: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

factor kardiovaskular dapat merupakan etiologi dari GJA dan juga bisa beberapa kondisi

(comorbid) ikut berinteraksi. Ada banyak kondisi kardiovaskuler yang merupakan kausa dari

GJA ini dan juga factor-faktor yang dapat mencetuskan (precipitating factors) terjadinya GJA.

Semua factor-faktor ini sangat penting untuk diidentifikasi; dan dihimpun untuk mengatur

strategi pengobatan.

Gambaran klinis khas dari GJA adalah kongesti paru, walau beberapa pasien lebih

banyak memberikan gambaran penurunan cardiac output dan hipoperfusi jaringan lebih

mendominasi penampilan klinis.

Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan GJA. Contoh yang

paling sering antara lain :

I. Peninggian afterload pada penderita hipertensi sistemik atau pada penderita hipertensi

pulmonal

II. Peninggian preload karena volume overload atau retensi air

III.Gagal sirkulasi (circulatory failure) seperti pada keadaan high output states antara lain pada

infeksi, anemia dan tirotoksikosis.

Kondisi lain yang dapat mencetuskan GJA adalah ketidakpatuhan minum obat-obat GJ,

atau nasehat-nasehat medik, pemakaian obat seperti NSAUDs, cyclo-oxygenare (COX) inhibitor,

dan thiazolidinediones. GJ berat juga bisa sebagai akibat dari gagal multi organ (multiorgan

failure). Simtom gagal jantung bisa juga dicetuskan oleh faktor-faktor non kardiovaskular seperti

penyakit paru obstruktif, atau adanya penyakit organ lanjut (end-organ disease) terutama

disfungsi renal. Pengobatan inisial yang tepat dan pengobatan jangka panjang yang sesuai sangat

diperlukan. Bila mungkin, koreksi kelainan anatomis yang mendasarinya seperti penggantian

katup atau revaskularisasi, dapat mencegah episode GJA dan memperbaiki prognose jangka

panjang.

Klasifikasi Klinis

Manifestasi klinis GJA memberikan gambaran/kondisi spectrum yang luas dan setiap

klasifikasi tidak akan dapat menggambarkan secara spesifik. Pasien dengan GJA biasanya akan

memperlihatkan salah satu dari enam bentuk GJA. Edema paru tidak selalu menyertai semua

keenam bentuk GJA.

27

Page 28: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Keenam bentuk GJA ini adalah :

1. Perburukan atau gagal jantung kronik (GJK) dekompensasi

Adanya riwayat perburukan yang progresif pada penderita yang sudah diketahui dan

mendapat terapi sebelumnya sebagi penderita GJK dan dijumpai adanya kongesti sistemik dan

kongesti paru. Tekanan darah yang rendah pada saat masuk RS, merupakan petanda prognose

yang buruk.

2. Edema Paru

Pasien dengan respiratory distress yang berat, pernafasan yang cepat, dan ortopnoe dan

ronkhi pada seluruh lapangan paru. Saturasi O2 arterial biasanya <90% pada suhu ruangan,

sebelum mendapat terapi oksigen.

3. Gagal jantung hipertensif.

Terdapat gejala dan tanda-tanda gagal jantung yang disertai dengan tekanan darah tinggi

dan biasanya fungsi sistolik jantung masih relative cukup baik, juga terdapat tanda-tanda

peninggian tonus simpatitik dengan takikardia dan vasokonstriksi. Pasien mungkin masih eu

volemia atau hanya hipervolemia yang ringan. Umumnya memperlihatkan kongesti paru tanpa

tanda-tanda kongesti sistemik.

4. Syok kardiogenik.

Didefinisikan sebagai adanya bukti tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang disebabkan

oleh gagal jantung, walau sesudah preload dan aritmia berat sudah dikoreksi secara adekuat.

Tidak ada parameter hemodinamik diagnostic yang pasti. Akan tetapi cirri khas dari syok

kardiogenik adalah tekanan darah sistolik<90mmHg, atau penurunan dari tekanan arteriol rata-

rata(mean arterial pressure>30mmHg), dan tidak adanya produksi urin, atau berkurang

(<0,5ml/kg/jam). Gangguan irama jantung sering ditemukan. Tanda-tanda hipoperfusi organ dan

kongesti paru timbul dalam waktu cepat.

5. Gagal jantung kanan terisolasi

Ditandai dengan adanya sindroma “low out put” tanpa disertai oleh kongesti paru dengan

peninggian tekanan vena jugularis dengan atau tanpa hepatomegali dan tekanan pengisian

ventrikel kiri yang rendah.

28

Page 29: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

6. Sindroma koroner akut dan gagal jantung.

Banyak penderita GJA timbul bersamaan dengan SKA yang dibuktikan dari gambaran

klinis dan pemeriksaan penunjang. Kira-kira 15% penderita SKA memperlihatkan gejala dan

tanda-tanda GJ. Episode GJA biasanya disertai atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, AF,

VT)

Disamping itu, ada beberapa klasifikasi GJA yang bisa dipakai di ICCU, antara lain :

1. Klasifikasi Killip, berdasarkan tanda-tanda klinis sesudah infark jantung akut.

2. Klasifikasi Forester yang juga berdasarkan tanda-tanda klinis dan karakteristik hemodinamik

pada infark akut.

II. C. 5. Patogenesis

Gagal jantung sistolik

Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard(underlying HD/index

of events) yang mengakibatkan remodeling structural, lalu diperberat oleh progresivitas

beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.

Remodeling structural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga

fungsi jantung terpelihara relative normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung

yang simtomatik akan tampak bila timbul factor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark

jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktifitas berlebihan, emosi atau garam berlebih,

29

Page 30: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma, endokarditis infektif. Gagal jantung

simtomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresifitas penyakit yang

mendasarinya/underlying HD.

II. C. 6. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto

toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.

Kriteria Major :

Paroksismal nocturnal dispnea

Distensi vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Kriteria minor

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (>120/menit)

Major atau minor

Penurunan BB>4,5kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor

30

Page 31: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

II. C. 7. Penatalaksanaan Gagal Jantung

Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat

capek (fatik), sesak napas (dyspnea in effort, orthopnoea), kardiomegali, peningkatan tekanan

vena jugularis, asites, hepatomegalia dan edema sudah jelas, maka diagnosis gagal jantung

mudah dibuat.

Tetapi bila sindrom tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel

kiri/LV dysfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang hilang

timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan foto rontgen, ekokardiografi dan

pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.

Diuretic oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung

sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik), ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor

Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta

dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretic dan ACE-Inhibitor tersebut diberikan.

Digitalis diberikan bila ada aritmia supra ventrikuler(fibrilasi atrium atau SVT lainnya)

atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat

mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah

(kurang dari 3,5 meq/L).

Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien dengan

hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian

jenis obat ini.

Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic Peptide

(Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization

Therapy (CRT) maupun Pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrilator) sebagai alat

mencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat

memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi

regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat

ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.

31

Page 32: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

Stages in the Development of Heart Failure/Recommended Therapy by Stage ACEI indicates

angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin II receptor blocker; EF, ejection

fraction; FHx CM, family history of cardiomyopathy; HF, heart failure; LV, left ventricular;

LVH, left ventricular hypertrophy; and MI, myocardial infarction.

32

Page 33: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan

arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi

penimbunan lemak atau plak (plaque) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau

tanpa gejala sekalipun. Akibatnya, otot jantung tidak bisa mendapatkan darah atau oksigen yang

dibutuhkan. Hal ini dapat menyebabkan nyeri dada ( angina ) atau serangan jantung. Berdasarkan

hasil penelitian, penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian penyakit jantung

terbesar, tidak hanya di barat tapi juga di Indonesia. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui

kriteria, gejala klinis, dan tatalaksana pada setiap klasifikasi penyakit jantung koroner. Karena

seiring waktu, penyakit jantung koroner atau infark miokard akut lama kelamaan juga dapat

melemahkan otot jantung dan berkontribusi pada gagal jantung.

33

Page 34: Pembahasan Referat Pjk Dan Hf

DAFTAR PUSTAKA

1. Munther K. Homoud, MD. Coronary Artery Disease. Tufts-New England Medical Center.

Spring 2008; available at : http://ocw.tufts.edu/data/50/636849.pdf. Accesed : February

2th,2012

2. The Coronary Arteries. Texas Heart Institute. Available at : http://www.texasheart.org/

HIC/Anatomy/coroanat.cfm. Accesed at : February 3th, 2012.

3. Coronary Artery Disease. MedlinePlus. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medline

plus/coronaryarterydisease.html. Accesed : February 3th, 2012.

4. Trisnohadi HB. Angina Pektoris Tak Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Sudoyo

AW : Cetakan kedua Agustus 2012. P 1728-34.

5. Braunwald E, Antman EM, Heasky JW, et al. ACC/AHA Guideline Update for the

Management of Patients with Unstable Angina and Non ST segment Elevation Myocardial

Infarction 2002. Summary Article: A report of The American College of Cardiology/

American Heart Association Task Force on Practice Guidelines Circulation 2002; 106: 1893-

900 the stable to the unstable clinical state. Circulation 1993;88:2493-500.

6. Rahman AM. Angina Pektoris Stabil. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Sudoyo AW :

Cetakan kedua Agustus 2012. P 1735-40

7. Alwi I. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.

Sudoyo AW : Cetakan kedua Agustus 2012. P 1741-54.

8. Silbernagl S, Lang F. Penyakit Jantung Koroner. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.

Cetakan 1: 2007. p 218-223.

9. Panggabean MM. Gagal Jantung. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Sudoyo A W:

Cetakan kedua Agustus 2010. p 1583-85

10. Kennet Dickstein, Alain Cohen-Solal, Garasimos Fillippatos, et al. The Task Force for the

Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008 of the European Society of

Cardiology. European Heart Journal (2008) 29, 2388-2442.

34