Pembahasan Malaria

24
PRAKTIKUM PEMERIKSAAN MALARIA A. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui pembuatan preparat malaria sediaan darah tipis secara mikroskopis. 2. Mengetahui pewarnaan sediaan darah dengan Giemsa yang digunakan secara mikroskopis. 3. Mengetahui identifikasi spesies dan stadium Plasmosdium malaria secara mikroskopis dengan pengobatan yang tepat dan cepat. B. Landasan Teori Penyakit infeksi parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit disebut dengan malaria. Infeksi ini ditandai dengan adanya bentuk aseksual parasit dalam darah. Malaria dapat menginfeksi secara akut atau kronik, tanpa komplikasi sistemik atau mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat (Roswati, 2012). Menurut WHO dalam penelitian Yudhastuti dan Hargono (2006) menjelaskan malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk malaria Anopheles spp. betina. Penyakit ini menular karena agent yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber kepada host. Di Indonesia diketahui ada empat jenis parasit malaria yaitu P. vivax sebagai penyebab malaria tertiana, 1

description

malaria

Transcript of Pembahasan Malaria

Page 1: Pembahasan Malaria

PRAKTIKUM PEMERIKSAAN MALARIA

A. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui pembuatan preparat malaria sediaan darah tipis secara

mikroskopis.

2. Mengetahui pewarnaan sediaan darah dengan Giemsa yang

digunakan secara mikroskopis.

3. Mengetahui identifikasi spesies dan stadium Plasmosdium malaria

secara mikroskopis dengan pengobatan yang tepat dan cepat.

B. Landasan Teori

Penyakit infeksi parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit

disebut dengan malaria. Infeksi ini ditandai dengan adanya bentuk

aseksual parasit dalam darah. Malaria dapat menginfeksi secara akut atau

kronik, tanpa komplikasi sistemik atau mengalami komplikasi sistemik

yang dikenal dengan malaria berat (Roswati, 2012).

Menurut WHO dalam penelitian Yudhastuti dan Hargono (2006)

menjelaskan malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit

malaria bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia oleh

nyamuk malaria Anopheles spp. betina. Penyakit ini menular karena agent

yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari

suatu sumber kepada host.

Di Indonesia diketahui ada empat jenis parasit malaria yaitu P.

vivax sebagai penyebab malaria tertiana, P. falciparum penyebab malaria

tropika, P. malariae penyebab malaria quartana dan P. ovale penyebab

malaria ovale. Ada satu spesies parasit malaria yang sangat berbahaya

yaitu parasit P. falciparum karena bisa menyerang otak dan

mengakibatkan kematian mendadak. Untuk parasit P. ovale sudah jarang

ditemukan lagi (Friaraiyatini et.al., 2006)

1

Page 2: Pembahasan Malaria

World Health Organization (WHO) menyatakan dalam penelitian

Roswati (2012) bahwa saat ini di dunia diperkirakan tiap tahunnya muncul

kasus malaria baru sekitar 200-300 juta dan 1-3 juta penduduk dunia

meninggal karena penyakit ini (Notobroto dan Hidajah, 2009).

Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2009 dilaporkan penyebab

malaria tertinggi adalah plasmodium vivax sebanyak 55,8%. Namun pada

tahun 2010 data dari RISKESDAS menyatakan bahwa penyebab tertinggi

malaria adalah plasmodium falciparum dengan presentase 86,4% dan

plasmodium vivax sebanyak 6,9%. Untuk tahun 2012 terjadi penurunan

menjadi 417.819 kasus dengan nilai annual parasite incidence (API) 1, 69

per 1.000 penduduk. Sedangkan untuk tahun 2011 nilai API sebesar 1, 96

per 1.000 penduduk (Soepardi, 2011).

Di Papua pada tahun 2012 tercatar ada lebih dari 341.000 warga

menderita dengan resiko kejadian 96 kasus per 1.000 kelahiran.

Sementara di daerah Jayapura, ibukota Provinsi Papua tercatat 21.000

penderita (www.radioaustralia.net.au, 2013)

Pada umumnya, siklus perkembangbiakan plasmodium malaria

memiliki dua hospes yaitu manusia dan nyamuk. Siklus yang terjadi pada

manusia yaitu siklus aseksual disebut skizogoni dan siklus sekual yang

membentuk sporozoit terjadi di dalam nyamuk biasa disebut sporogoni

(Zein, 2005). Lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

2

Page 3: Pembahasan Malaria

Pada perkembangan siklusnya, plasmodium malaria yang

menginfeksi manusia akan berkembang secara bertahap. Infeksi parasit

malaria pada manusia memiliki stadium-stadium yang berbeda dari tiap-

tiap parasit. Perbedaan stadium bisa dilihat dari struktur eritrosit yang

terjangkit. Perlu diketahui bahwa pada parasit yang sama terdapat empat

macam stadium yaitu ring, trophozoites, schizont dan gametocytes. Jika

sudah mencapai stadium gametocytes maka tingkat kematian akan lebih

tinggi (Arsin, 2012). Perbedaan antara tiap-tiap stadium bisa dilihat pada

gambar di bawah ini.

3

Page 4: Pembahasan Malaria

Gambar 1. Stadium pada Plasmodium Falciparum

4

Page 5: Pembahasan Malaria

Gambar 2. Stadium pada Plasmodium Vivax

5

Page 6: Pembahasan Malaria

Gambar 3. Stadium pada Plasmodium Malariae

6

Page 7: Pembahasan Malaria

Gambar 4. Stadium pada Plasmodium Ovale

7

Page 8: Pembahasan Malaria

C. Waktu dan Tempat Praktikum

Hari/Tanggal : Selasa, 14 Mei 2013

Waktu : 15.30 – 17.30 WIT

Tempat : Laboratorium Biologi dan Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.

D. Alat dan Bahan

- Alat:

1. Mikroskop Binokuler CX

21

2. Slide Bersih

3. Lancet steril/Penusuk jari

4. Tempat sampah khusus

5. Rak pewarnaan

6. Pipet tetes

7. Pensil dan Kertas label

- Bahan:

1. Kapas

2. Tisu basah dan tisu

kering

3. Minyak immersi

4. Larutan Giemsa 10%

5. Air mineral

6. Methanol/alkohol absolut

7. Hand scoen

8

Page 9: Pembahasan Malaria

9

Page 10: Pembahasan Malaria

E. Prosedur Kerja

1. Pasien/terperiksa dimintai izin untuk mengambil darah tepi pad

ujung jari manis.

2. Jari manis dibersihkan dengan kapas beralkohol dan tunggu 12

detik sampai kering.

3. Kemudian ditusuk dengan mantap menggunakan lancet steril dan

lancet langsung dibuang pada tempat sampah khusus.

4. Darah pertama diusap dan tetes kan satu tetes darah pada bagian

ujung slide.

5. Dibuat apusan tipis pada tetesan darah tadi.

6. Apusan difiksasi dengan methanol dan diletakakan di rak

perwanaan.

7. Ditunggu selama 3 menit sampai kering sempurna.

8. Sedian apusan darah ditetesi dengan giemsa 10% memakai pipet

tetes.

9. Ditunggu selama 10 menit.

10. Apusan dibilas dengan aquades atau air mineral secara hati-hati.

11. Diamati dengan mikroskop pada perbesaran 1000 kali

menggunakan minyak immersi.

12. Dihitung jumlah eritrosit yang terinfeksi plasmodium.

13. Dilakukan identifikasi pada ertrosit yang terinfeksi, stadium dan

jenis parasitnya.

10

Page 11: Pembahasan Malaria

Cara Pembuatan Apusan Darah Tepi

11

Gambar Apusan Darah Tepi

Page 12: Pembahasan Malaria

F. Hasil Praktikum

No

Identitas

1 Nama inisial : B KUmur : 20 tahunJenis Kelamin : Laki-LakiAlamat : Jln. Raya Sentani, Belakang Citra Abepura, JayapuraTanggal Pemeriksaan : Selasa, 14 Mei 2013Pada Perbesaran : 100x

Gambar Keterangan

1. Eritrosit Normal

2 Nama inisial : A SUmur : 19 tahunJenis Kelamin : Laki-LakiAlamat : KotarajaTanggal Pemeriksaan : Selasa, 14 Mei 2013Pada Perbesaran : 100x

Gambar Keterangan

1. Eritrosit normal

2. Eritrosit Terinfeksi parasit P. falciparum (ring)

12

1

2

1

1

Page 13: Pembahasan Malaria

No

Identitas

3 Nama inisial : N NUmur : 29 tahunJenis Kelamin : Laki-LakiAlamat : RSUD AbepuraTanggal Pemeriksaan : Selasa, 14 Mei 2013Pada Perbesaran : 100x

Gambar Keterangan

1. Eritrosit terinfeksi P. falciparum (gametocytes)

4 Nama inisial : N NUmur : 32 tahunJenis Kelamin : Laki-LakiAlamat : RSUD AbepuraTanggal Pemeriksaan : Selasa, 14 Mei 2013Pada Perbesaran : 100x

Gambar Keterangan

1. Eritrosit Terinfeksi parasit P. vivax (gametocyte)

13

1

1

1

1

1

Page 14: Pembahasan Malaria

G.Pembahasan

Pada percobaan kali ini, kami melakukan pemeriksaan malaria.

Dari 13 apusan darah tepi yang diperiksa, ditemukan tiga darah yang

terinfeksi parasit plasmodium malaria. Pada hasil pengamatan yang

pertama digambarkan apusan darah yang eritrositnya normal. Eritrosit

normal berdiameter sekitar 8 m, berbentuk bikonkaf dengan warna

merah (Sherwood, 2011).

Pada gambar kedua, diperoleh apusan darah yang eritrositnya

terinfeksi oleh P. falciparum stadium ring. Eritrosit tidak membesar tapi

eritrosit yang terinfeksi memiliki bentuk seperti cincin-cincin halus yang

khas, seringkali terlihat juga titik kromatin rangkap. Pada stadium ini

parasit masih muda dimana masa infeksi sudah berlangsung selama 12

jam. Orang yang terinfeksi biasanya mengalami demam paroksismal yang

irregular (Arsin, 2012).

Pada gambar ketiga, didapati gambar apusan yang eritrositnya juga

terinfeksi P. falciparum, namun pada stadium gametocytes. Pada stadium

ini eritrosit sudah berubah bentuk seperti pisang atau bulan sabit dan

terdapat bintik Maurer. Gejala yang dialami penderita biasanya yaitu sakit

kepala, kejang-kejang, disfungsi organ ginjal, koma atau pingsan dan jika

tidak segera diobati dapat menyebabkan kematian (Hiswani, 2004).

Pada gambar keempat adalah gambar apusan yang eritrositnya

terinfeksi P.vivax stadium gametocyte. Pada stadium ini eritrosit sudah

dipenuhi dengan gametosit. Inti terlihat besar berwarna merah muda dan

sitoplasma berwarna biru. Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik

Schuffner (Harmendo, 2008). Gejala yang dialami penderita yang sudah

berada pada stadium ini adalah keringat dingin, kejang-kejang, lemas,

tidak nafsu makan dan terdapat keluhan rasa sakit pada tulang dan sendi

(Arsin, 2012).

14

Page 15: Pembahasan Malaria

Pada praktikum ini, didapati eritrosit yang terinfeksi P. falciparum

stadium ring dan stadium gametocytes serta terinfeksi P.vivax stadium

gamet. Dalam penelitian Roswati (2012), menjelaskan beberapa

pengobatan yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan penderita yang

terinfeksi parasit di atas. Pengobatan diantaranya adalah:

- Golongan ACT (Artemisinin-based combination therapy)

WHO sudah merekondasikan untuk menggunakan obat jenis ACT

secara global, tetapi ada petunjuk penggunaannya.

1. Kombinasi ini dapat berupa fi xed dose dan non-fi xed dose.

a. Contoh kombinasi dosis tetap (fi xed dose)

(1) co-artem (artemeter 20 mg + lumefantrin 120 mg), dosis 4

tablet 2 x sehari selama 3 hari

(2) artekin (dihidroartemisinin 40 mg + piperakuin 320 mg), dosis

awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam

kemudian masing-masing 2 tablet.

b. Contoh kombinasi dosis tidak tetap (non-fi xed dose)

(1) artesunat + mefl okuin

(2) artesunat + amodiakuin

(3) artesunat + klorokuin

(4) artesunat + SP (sulfadoksin-pirimetamin)

(5) artesunat + pironaridin

(6) artesunat + klorproguanil- dapson

(7) dihidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim

(8) dihidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim + primakuin

(9) dihidroartemisinin + naptokuin.

Dari kombinasi tersebut, yang tersedia di Indonesia saat ini adalah

artesunate + amodiakuin. Dosis orang dewasa, yaitu artesunate 200mg (4

tablet) pada hari 1-3, amodiakuin (200mg/ tablet): 3 tablet hari 1-2 dan 1

tablet hari 3. Dosis amodiakuin adalah 25-30mg/kgBB selama 3 hari.

15

Page 16: Pembahasan Malaria

- Obat non-ACT, yaitu:

1. Klorokuin difosfat/sulfat, 250 mg garam (150 mg basa). Dosis 25

mg basa/kgBB untuk 3 hari; hari I-II 10mg/kgBB dan hari III 5 mg/

kgBB. Pada orang dewasa, biasa dipakai dosis 4 tablet hari I-II dan

2 tablet hari III. Dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax.

2. Sulfadoksin-Pirimetamin (SP) (500 mg sulfadoksin + 25 mg

pirimetamin). Dosis orang dewasa 3 tablet (dosis tunggal). Pada

anak, dosis pirimetamin 1,25 mg/kgBB. Hanya dipakai untuk P.

falciparum dan tidak efektif untuk P. vivax. Dapat digunakan jika

gagal dengan pengobatan klorokuin.

3. Kina sulfat (1 tablet 220 mg). Dosis yang dianjurkan 3 x 10

mg/kgBB selama 7 hari. Dapat dipakai untuk P. falciparum maupun

P. vivax. Kina dapat dipakai sebagai obat cadangan untuk

mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP.

4. Primakuin (1 tablet = 15 mg). Dipakai sebagai obat

pelengkap/pengobatan radikal terhadap P. falciparum maupun P.

vivax. Pada P. falciparum, dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal

untuk membunuh gamet. Untuk P. vivax, dosisnya 15 mg/hari

selama 14 hari untuk membunuh gamet dan hipnozoit (antirelaps).

Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi

multiresistensi, juga belum tersedia obat golongan artemisinin, dapat

menggunakan kombinasi obat standar sebagai berikut:

(1) klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin (SP).

(2) SP + kina.

(3) klorokuin + doksisiklin/tetrasiklin.

(4) SP + doksisiklin/tetrasiklin.

(5) kina + doksisiklin/tetrasiklin.

(6) kina + klindamisin.

16

Page 17: Pembahasan Malaria

Pengobatan di atas adalah untuk tipe stadium ringan, belum ada

gejala malaria cereblium. Sedangkan jika sudah pada stadium paling

berbahaya yaitu gametosit, maka terdapat pula pengobatan yang lebih

komplek. Roswati (2012) menjelaskan juga dalam penelitiannya tentang

pengobatan tahap lanjut, diantaranya:

1. Derivat artemisinin

2. Kina (Kina HCl/Kinin Antipirin)

(a) Loading dose 20 mg/kgBB kina HCl dalam 100-200 mL cairan

isotonis selama 4 jam, dilanjutkan dengan dosis 10 mg/kgBB

dalam 200 mL selama 4 jam setiap 8 jam. Apabila pasien

sudah sadar, diberikan kina peroral dengan dosis 3 x 400-600

mg selama 7 hari, dihitung dari pemberian pa-renteral hari I (10

mg/kgBB/8 jam).

(b) Digunakan dosis tetap 500 mg kina HCl (BB rata-rata 50 kg),

dilarutkan dalam cairan isotonis selama 6-8 jam

berkesinambungan, tergantung kebutuhan cairan tubuh.

(c) Dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 20

mg/kgBB, terbagi pada 2 tempat suntikan, dilanjutkan dengan

dosis 10 mg/ kgBB tiap 8 jam sampai pasien dapat minum

peroral.

3. Kuinidin. Bila kina tidak tersedia, kuinidin (isomernya) cukup aman

dan efektif. Loading dose 15 mg basa/kgBB, dilarutkan dalam 250

mL cairan isotonik selama 4 jam, dilanjutkan dengan 7,5 mg

basa/kgBB dalam 4 jam, tiap 8 jam, dilanjutkan peroral setelah

pasien sadar.

4. Klorokuin. Loading dose: 10 mg basa/kgBB, dilarutkan dalam 500

mL cairan isotonis diberikan dalam 8 jam, dilanjutkan dengan dosis

5 mg basa/kgBB per infus selama 8 jam, diulang 3 kali (dosis total

25 mg basa/kgBB selama 32 jam). Bisa juga diberikan secara

intramuskuler atau subkutan dengan dosis 3,5 mg basa/ kgBB tiap

6 jam atau 2,5 mg basa/kgBB tiap 4 jam.

17

Page 18: Pembahasan Malaria

Bila penderita sudah dapat minum oral, pengobatan parenteral

segera dihentikan. Exchange transfusion (transfusi tukar) dapat

dipertimbangkan pada malaria berat walaupun indikasi pemberiannya

belum disepakati. Transfusi tukar dapat menurunkan keadaan parasitemia

secara cepat. Pada malaria berat, transfusi tukar berguna untuk

mengeluarkan eritrosit yang berparasit, mengurangi toksin hasil parasit

dan metabolismenya (sitokin dan radikal bebas), serta memperbaiki

anemia. Indikasi transfusi tukar (exchange blood transfusion):

• Parasitemia >30% tanpa komplikasi berat .

• Parasitemia >10% disertai komplikasi berat lainnya, seperti

malaria serebral, gangguan ginjal akut, ikterus (bilirubin total >25

mg%) dan anemia berat .

• Parasitemia >10% disertai gagal pengobatan setelah 12-24 jam

pemberian antimaantimalaria yang optimal.

• Parasitemia >10% disertai prognosis buruk (misalnya, lanjut usia,

adanya parasit stadium lanjut/skizon pada darah perifer).

18

Page 19: Pembahasan Malaria

H. Kesimpulan

Dari praktikum yang telah kami lakukan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Apusan darah tipis dibuat dengan bantuan pewarnaan giemsa baik

10% maupun 20%.

2. Parasit malaria ada empat jenis dan masing-masing jenis

mempunyai empat stadium yang berbeda-beda yang menyerang

eritrosit.

3. Parasit malaria yang paling mematikan adalah plasmodium

falciparum yang dapat menyebabkan malaria cerebral.

4. Pengobatan yang dapat dilakukan untuk menyembuhkan penderita

ada beberapa macam, yaitu dengan obat golongan ACT, Non ACT

(primakuin dan klorokuin) dan untuk stadium lanjut digunakan

pengobatan yang lebih kompleks lagi.

19

Page 20: Pembahasan Malaria

I. Daftar Pustaka

Arsin, A, A,. 2012. Malaria di Indonesia. Makassar: Masagena Press.

Friaraiyatini., Keman, S., dan Yudhastuti, R., 2006. Pengaruh Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria di Kab. Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah. Dinas Kesehatan Kab. Barito Selatan, Kalimantan Tengah dan Bagian Kesehatan Lingkungan FKM, Universitas Airlangga, Surabaya.

Harmendo., 2008. Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang.

Hiswani., 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Roswati, E., 2012. Malaria Berat. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC: Jakarta.

Soepardi, J., 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume I, Triwulan I 2011, Kementrian Kesehatan RI.

Yudhastuti, R., dan Hargono, R., 2006. Pengendalian Malaria di Daerah Endemis dengan Pendamping Key Person. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya.

http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/malaria-pembunuh-nomor-satu-di-papua/1121524. [Diakses pada tanggal 07 Juli 2013, pukul 20:50 WIT].

20