pembahasan limbah

22
  Nama : Putri Nabila A.A.  NPM : 24021012 0124 VI. PEMBAHASAN Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang  berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia (Palar, 2004). Menurut Azwar (1996), untuk menentukan derajat pengotoran air limbah industri, ada beberapa cara, yakni: 1. Mengukur adanya  E.coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya jumlah  E.coli untuk setiap ml air limbah. 2. Mengukur suspended solid , yang biasanya dinyatakan dalam ppm. 3. Mengukur zat-zat yang mengendap dalam air limbah industri yang dinyatakan dalam ppm. 4. Mengukur kadar oksigen yang larut yang dinyatakan dalam ppm. Pengukuran Kadar oksigen yang larut ini dianggap pokok karena dengan diketahuinya kadar oksigen, dapat ditentukan apakah air tersebut dapat dipakai untuk kehidupan, misalnya untuk memlihara ikan, tumbuhan d an lain sebagainy a. Ada  beberapa cara yang dikenal untuk mengukur kadar oksigen dalam air limbah industri, antara lain yaitu Kebutuhan Oksigen Biologi (  Biological Oxygen  Demand ), Kebutuhan Oksigen Kimia ( Chemical Oxygen Demand ), dan Oksigen Terlarut (  Dissolved Oxygen). 6.1 Pengujian Karakterist ik Fisik Limbah Pengujian pertama yaitu mengamati karakteristik fisik limbah. Sampel yang telah diambil diamati suhu, pH, warna, bau, dan endapan yang terdapat pada sampel. Pengamatan suhu dilakukan dengan menggunakan alat thermometer. Pengamatan warna dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan yaitu mata. Pengamatan bau dilakukan dengan menggunakn indera penciuman. Pengamatan endapan dilakukan dengan proses penyaringan. Teknik pengujian  jumlah endapan dilakukan dengan menyaring 100 ml sampel dengan kertas saring konstan. Setelah itu, kertas saring dikeringkan 1 hari. Berat endapan d apat

description

Pembahasan Limbah Industri Pangan

Transcript of pembahasan limbah

Nama : Putri Nabila A.A.NPM : 240210120124VI.PEMBAHASAN

Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia (Palar, 2004).Menurut Azwar (1996), untuk menentukan derajat pengotoran air limbah industri, ada beberapa cara, yakni: 1. Mengukur adanya E.coli dalam air. Ukuran yang dipakai biasanya jumlah E.coli untuk setiap ml air limbah. 2. Mengukur suspended solid, yang biasanya dinyatakan dalam ppm.3. Mengukur zat-zat yang mengendap dalam air limbah industri yang dinyatakan dalam ppm.4. Mengukur kadar oksigen yang larut yang dinyatakan dalam ppm. Pengukuran Kadar oksigen yang larut ini dianggap pokok karena dengan diketahuinya kadar oksigen, dapat ditentukan apakah air tersebut dapat dipakai untuk kehidupan, misalnya untuk memlihara ikan, tumbuhan dan lain sebagainya. Ada beberapa cara yang dikenal untuk mengukur kadar oksigen dalam air limbah industri, antara lain yaitu Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand), Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand), dan Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen).

6.1Pengujian Karakteristik Fisik LimbahPengujian pertama yaitu mengamati karakteristik fisik limbah. Sampel yang telah diambil diamati suhu, pH, warna, bau, dan endapan yang terdapat pada sampel. Pengamatan suhu dilakukan dengan menggunakan alat thermometer. Pengamatan warna dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan yaitu mata. Pengamatan bau dilakukan dengan menggunakn indera penciuman. Pengamatan endapan dilakukan dengan proses penyaringan. Teknik pengujian jumlah endapan dilakukan dengan menyaring 100 ml sampel dengan kertas saring konstan. Setelah itu, kertas saring dikeringkan 1 hari. Berat endapan dapat dihitung dengan cara mengurangi berat kertas saring yang telah dikeringkan (yang terdapat endapan dari sampel) dengan berat kertas saring kosong konstan. Hasil pengamatan pengujian karakteristik fisik limbah data dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Pengujian Karakteristik LimbahKelSampelWarnaBauSuhu (oC)PhEndapan

6Air Limbah KokitaPutih kekuningan keruhaAsam, Busuk285.52-

7Air Limbah kahatexAbu-abu keruhBau sulfur menyengat277.080,0168

8Air ArboretumAgak keruhBau lumpur297.70,0006

9Air Limbah SelokanAgak keruhBau khas selokan257.160,0073

10Air Mineral (Aqua)Bening Jernih-267.4-

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2014)

Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Jika dibandingkan dengan air mineral, rata-rata limbah memiliki warna yang keruh, pada limbah kahatex memiliki warna abu-abu. Warna abu -abu muda sampai setengah tua merupakan tanda bahwa air limbah sedang mengalami pembusukan atau telah ada dalam sistem pengumpul untuk beberapa lama. Bila warnanya abu-abu tua atau hitam, air limbah sudah membusuk setelah mengalami pembusukan oleh bakteri dengan kondisi anaerobik. Warna yang keruh pada air arboretum, air selokan karena adanya padatan yang terlarut pada air, dari tanah hingga sampah atau kontaminan.Penentuan bau menjadi semakin penting bila masyarakat sangat mempunyai kepentingan langsung atas terjadinya operasi yang baik pada sarana pengolahan air limbah. Jika dibandingkan dengan air mineral dan air arboretum, sampel limbah memiliki aroma yang tidak sedap dan cenderung bau asam. Senyawa utama yang berbau adalah hidrogen sulfida, senyawa-senyawa lain seperti indol skatol, cadaverin dan mercaptan yang terbentuk pada kondisi anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat merangsang dari pada bau hidrogen sulfida. Bau yang berasal dari asam-asam yang mudah menguap merupakan gas-gas hasil fermentasi yang memberikan aroma spesifik, seperti hidrogen sulfida yang diuraikan oleh bakteri anaerobik kemudian bakteri anaerobik tersebut mereduksi sulfat menjadi sulfit. Bau ini dapat menyebabkan rasa tidak nyaman serta mengganggu suasana lingkungan. Bau juga merupakan petunjuk adanya pencemaran udara. Untuk menghindari terjadinya bau ini dapat dilakukan dengan pengawasan pH limbah cair antara 7.2-7.4, dengan demikian dapat dikurangi akumulasi asam-asam dan pembusukan bahan organik lainnya (Tobing,1997). Senyawa sulfat tersebut juga yang menyebabkan air limbah cenderung menjadi asam, contohnya pada air limbah Kokita memiliki pH terendah dibandingkan sampel lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan, air arboretum memiliki air dengan pH paling tinggi diantara sampel yang lain. Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan oleh senyawa karbonat, bikarbonat, garam hidroksida, kalium, magnesium dan natrium dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air maka air tersebut semakin sulit membuih. Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada air bersih karena adanya tambahan air hangat dari pemakaian perkotaan. Suhu air limbah biasanya bervariasi dari musim ke musim, dan juga tergantung pada letak geografisnya. Kenaikan suhu akan mempengaruhi kalarutan oksigen dalam air. Suhu merupakan suatu indikator adanya polutan yang memiliki temperatur tinggi, namun tidak bisa berdiri sendiri sebagai parameter karena harus berkaitan dengan kondisi lain. Sebagai contoh, misalnya suhu perairan yang dinaikkan dari 11oC menjadi 22oC mengakibatkan konsentrasi oksigen terlarut turun daari 11,7 mg/l menjadi 0,7 mg/l (Mahida,1984). Hal tersebut dapat membahayakan organisme yang hidup, karena rendahnya kandungan oksigen akan membahayakan kehidupan organisme tersebut.Pengamatan endapan pada sampel-sampel tersebut merupakan endapan yang akan mengendap pada alat penjernih atau kolam pengendapan pada saat proses penanganan air tersebut. Jumlah endapan yang paling banyak terdapat pada sampel limbah kahatex yaitu sebanyak 0,0168 g. Hal ini dapat disebabkan oleh sampel air limbah kahatex yang merupakan air limbah yang menggenang sehingga ketika diciduk terdapat lumpur dan pasir yang kemungkinan ikut terambil.

6.2Pengujian CODPengukuran kekuatan limbah dengan Kebutuhan Oksigen Kimia adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan oksigen dalam air limbah. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang terdapat dalam 1 ml sampel air, di mana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen terlarut. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mukrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Pemeriksaan Kebutuhan Oksigen Kimia diperlukan untuk mengetahui kandungan bahan organik yang terdapat dalam air limbah.Prosedur awal yang dilakukan yaitu persiapan sampel dengan mengencerkan sampel air limbah tersebut. Untuk sampel air limbah, 9 ml aquades ditambahkan dengan 1 ml limbah dan dikocok dengan vortex mixer. Sedangkan untuk sampel lain, 4 ml aquades ditambahkan dengan 1 ml sampel.Sampel dipipet sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 5ml larutan H2SO4 6N untuk menciptakan suasana asam. Setelah itu, masing-masing sampel ditambahkan 20 ml larutan K2Cr2O7. Reaksi yang terjadi dimana K2Cr2O7 akan bereaksi dengan sampel dan dinyatakan sebagai mg oksigen untuk setiap 1 Liter sampel air. Senyawa organik dan an organik, terutama organik yang terdapat pada sampel air akan dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+ (Sumanti dan Tita, 2010)Setelah ditambahkan K2Cr2O7, Erlenmeyer dikocok kuat selama 2 menit. Apabila pada penambahan K2Cr2O7 muncul warna hijau, hal ini menunjukan bahwa sampel tersebut mengandung nilai COD lebih dari 1400 ppm sehingga sampel harus diencerkan terlebh dahulu. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah dipanaskan. K2Cr2O7 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai.Sampel yang telah dikocok kuat kemudian dipanasakan pada penangas air selama 10 menit. Pemanasan ini dilakukan agar mempercepat reaksi antara senyawa organic dalam sampel dengan K2Cr2O7. Setelah dipanaskan kemudian sampel didinginkan hingga suhu ruang dan setelah itu ditambahakan larutan KI 30% sebanyak 10 ml pada masing-masing sampel. Penambahan KI ini agar menghasilkan iodin yang setara dengan sisa K2Cr2O7 dari reaksi dengan senyawa organik.

Gambar 1. Reaksi Oksidasi senyawa organic dengan K2Cr2O7 Sumber : Moeljadie (2011)

Selanjutnya sampel dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai sampel berwarna kuning jerami. Setelah itu ditambahkan 1 ml indikator pati atau amilum. Penambahan amilum tidak dilakukan sebelum titrasi melainkan dilakukan saat mendekati titik-titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod (Tati, 2010). Titrasi dilanjutkan kembali hingga sampel berwarna hijau muda yang menandakan habisnya iodin dan terbentuk Cr3+. Reaksi yang terjadi :I2 + S2O32- S4O62- + 2I-Nilai COD sampel kemudian dihitung menggunakan rumus di bawah ini :COD (ppm) = Hasil pengamatan pengujian COD limbah data dilihat pada tabel 2.Tabel 2. Pengujian CODKelSampelV NaS2O3COD

6Air Limbah Kokita9,6 ml1087,52

7Air Limbah kahatex10,1 ml310,72

8Air Arboretum9,7 ml932,16

9Air Limbah Selokan10,2 ml155,36

10Air Mineral (Aqua)10,1 ml31,072

Sumber: Dokumentasi Pribadi ( 2014)

Nilai COD terbesar yaitu sampel limbah Kokita. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut membutuhkan banyak oksigen terlarut untuk mengoksidasi senyawa organik maupun anorganik yang terdapat pada sampel air tersebut . Hasil pengamatan ini sangat sesuai dengan literatur karena limbah Kokita (limbah industri pangan) masih banyak mengandung bahan organik terlarut dan artinya pabrik Kokita tersebut tidak mengolah limbahnya dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan.

6.3Pengujian BOD dan DOPraktikum sanitasi dan pengolahan limbah selanjutnya yaitu mengamati kadar DO dan BOD dalam sampel air limbah. Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air karena air yang tidak mengandung oksigen tidak dapat memberikan kehidupan bagi mikroorganisme, ikan dan hewan air lainnya. Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal itu karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecah/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk). Selain dari itu, bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya. Bahan buangan organik biasanya berasal dari industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pengolahan bahan makanan (seperti industri pemotongan daging, industri pengalengan ikan, industri pembekuan udang, industri roti, industri susu, industri keju dan mentega), bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran hewan dan kotoran manusia dan lain sebagainya. Angka Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air.Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan parameter penting untuk mengukur pencemaran air. Walaupun oksigen sulit larut dibutuhkan oleh semua jenis kehidupan di air. Tanpa adanya oksigen tidak ada kehidupan tanaman dan binatang di perairan seperti air sungai, danau, dan reservoir.Pemeriksaan Kebutuhan Oksigen Biologi dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. Kebutuhan Oksigen Biologi merupakan kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Aktifnya bakteri-bakteri menguraikan bahan-bahan organik bersamaan dengannya habis pula terkonsumsi oksigen. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi.Dapat diketahui dengan menggunakan uji DO dan BOD.Pengujian BOD dapat dilakukan dengan melakukan DO5. Persiapan sampel untuk pengujian DO5 dapat dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam tabel winkler lalu diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Inkubasi ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan oksigen yang digunakan dalam waktu 5 hari untuk proses penguraian oleh mikroorganisme dalam air limbah tersebut. Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimanadengan cara titrasi berdasarkan metoda winkler lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti proseduryang tepat dan standarisasi secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikansuhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa.Prosedur awal untuk pengujian DO adalah memasukan sampel air limbah ke dalam botol winkler 300 ml dan menambahkan akuades hingga batas kemudian botol ditutup. Setelah itu ditambahkan 20 ml MnSO4 menggunakan pipet ukur. Teknis untuk memasukkan larutan MnSO4 tersebut yaitu dengan memasukkan pipet ke bagian dasar botol winkler lalu pipet digerakkan perlahan dari bawah botol ke atas sambil MnSO4 dikeluarkan dari pipet agar MnSO4 menyebar rata. Hal ini dilakukan agar larutan MnSO4 tidak terbuang saat botol ditutup karena saat botol ditutup air yang ada dalam botol sebagian akan meluber ke luar botol. Setelah itu segera bungkus botol dengan plastik hitam karena MnSO4 dapat terurai oleh cahaya sehingga fungsi MnSO4 sebagai pereduksi tidak aktif. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan alkali iodide azida. Pada saat MnSO4 telah ditambahkan, O2 terlarut yang berada pada limbah bereaksi dengan ion mangan (II) dari MnSO4 dalam suasana basa menjadi hidroksida mangan (MnO2), reaksi yang terjadi :Mn2+ + 2OH- + O2 MnO2 + H2OBotol kemudian dikocok hingga terbentuk endapan coklat. Untuk melarutkan endapan tersebut maka ditambahkan 2 ml H2SO4 6 N dan diamkan selama 5 menit. Jika endapan masih belum terlarutkan maka tambahkan kembali H2SO4 6 N hingga endapan hilang dan warna larutan menjadi bening kecoklatanReaksi yang terjadi dengan adanya ion Iodida dari larutan alkali azida yodida, dalam suasana asam yang berasal dari H2SO4 6 N, mangan (MnO2) akan kembali menjadi ion mangan (Mn2+) dengan membebaskan Iodin (I2) yang setara dengan kandungan oksigen terlarut. Terbentuknya iodin ditunjukkan dengan warna coklat pada larutan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :MnO2 + 2I- + 4H+ Mn2+ + I2 + H2OLarutan sampel air yang telah berwarna jernih kecoklatan dan tidak terdapat endapan kemudian diambil 25 ml dari larutan tersebut. Lalu, dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 hingga berwarna agak putih dan kemudian ditambahan indikator amilum 1 % sebanyak 1 ml atau 20 tetes yang akan menghasilkan warna biru. Penambahan amilum dilakukan saat mendekati titik-titik akhir titrasi agar amilum yang telah diambahkan tidak membungkus iodin yang merupakan hasil reaksi yang equivalen dengan jumlah oksigen yang terlarut. Jika iodin terbungkus maka volume titrasi lebih sedikit dari yang sebenarnya dan kadar DO pun menjadi lebih kecil. Titrasi pun harus dilakukan sesegera mungkin karena sifat I2 yang mudah menguap (Tati, 2010). Hal tersebut dpat ditangani pula dengan penggunaan Erlenmeyer asah yang memiliki tutup sehingga dapat mengurangi jumlah iodin yang dapat menguap.Titrasi dilanjutkan hingga warna biru pada larutan tersebut menghilang dan larutan menjadi tidak berwarna. Reaksi yang terjadi pada proses titrasi ini yaitu :I2 + S2O32- S4O62- + 2I-Volume titrasi yang didapatkan setara dengan banyaknya oksigen atau O2 yang berada dalam limbah tersebut. Setalah titrasi selesai nilai DO0, DO5, dan BOD dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :DO = FP = BOD =

Hasil pengamatan pengujian DO dan BOD limbah data dilihat pada tabel 3.Tabel 3. Pengujian BOD dan DOKelSampelDOD5BOD

6Air Limbah Kokita1,236 mg/l103,68 mg/l1024,44 mg/l

7Air Limbah kahatex0,618 mg/l37,56 mg/l369,42 mg/l

8Air Arboretum0,618 mg/l2,164 mg/l18,552 mg/l

9Air Limbah Selokan0,927 mg/l51,84 mg/l610,96 mg/l

10Air Mineral (Aqua)6,1824 mg/l3,0912 mg/l37,6944 mg/l

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2014)

Nilai DO0 untuk semua sampel air limbah berada pada kisaran 0-1,2 mg/L yang mengindikasikan bahwa pada sampel-sampel tersebut dapat menyebabkan kematian mikroorganisme, kecuali pada sampel air mineral aqua yang mempunyai nilai DO paling tinggi diantara sampel-sampel lain. Nilai DO0 yang lebih kecil dapat diakibatkan karena sampel-sampel tersebut sudah mengalami degradasi padatan organic sehingga oksigen yang terlarut lebih sedikit dan dapat menyebababkan kesehatan terganggu apabila dikonsumsi. Nilai DO yang baik untuk air yang digunakan berapa pada kisaran 5-8 mg/L. Sedangkan nilai DO5 untuk setiap sampel berada pada kisaran 2 - 104 mg/L , yang merupakan perbedaan yang cukup besar.Setelah mendapatkan nilai DO0 dan DO5 maka nilai BOD dari setiap sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :BOD = Hasil pengamatan menunjukkan nilai BOD air limbah tahu yaitu sebesar 1024,44 mg/L merupakan nilai BOD yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel air lainnya yang mengindikasikan bahwa sampel air kolam tersebut merupakan sampel yang paling banyak tercemar oleh bahan-bahan organik. Dan nilai BOD terendah yaitu sampel air arboretum dan air mineral. Seharusnya sampel air mineral yang paling rendah karena tidak ada limbah organik karena mengalami proses filtrasi dan pemurnian. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan terjadi kesalahan pada saat penambacaan hasil titrasi dan penyelesaian titrasi. Hampir semua sampel yang telah diuji didapatkan nilai BOD kurang dari 10 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel tersebut berada dalam parameter aman dengan nilai kelarutan oksigen yang rendah. Air yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar.

6.4Perhitungan Total Mikroorganisme LimbahPengujian keempat adalah perhitungan total mikroorganisme pada limbah. Perhitungan total mikroorganisme ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran biologis, sehingga dapat ditentukan cara penanganan limbah yang tepat. Metode perhitungan total mikroorganisme yang digunakn adalah metode SPC (Standard Plate Count).Prosedur awal yang dilakukan yaitu membuat pengenceran 10-1 dengan memasukan 1 ml sampel air kedalam tabung reaksi yang telah berisi larutan pengencer NaCl fisiologis sebanyak 9 mL. Setelah itu, dibuat pengenceran hingga pengenceran 10-6 , kecuali untuk sampel air mineral hanya sampai pengenceran 10-4. Dari setiap pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6, diambil 1 ml suspensi lalu dimasukkan ke dalam cawan petri untuk sampel air limbah, dan ambil 1 ml dari pengenceran 10-3 dan 10-4 untuk sampel air mineral. Setelah itu masing-masing cawan petri dituangkan media Plate Count Agar (PCA). Media PCA merupakan media pertumbuhan bagi bakteri, kapang, dan khamir sehingga semua jenis mikroorganisme yang ada dalam air limbah tersebut dapat kita ketahui dan dapat kita teliti jenis dari bbakteri, kapang, atau khamir yang ada pada masing-masing sampel air. Setelah itu, cawan petri diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30oC. Setelah dilakukan proses inkubasi, kemudian dihitung jumlah koloni pada masing-masing cawan dan dihitung jumlah mikroorganisme dengan mengunakan metode SPC. Hasil perhitungan total mikroorganisme dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Hasil Pengamatan Perhitungan Total Mikroorganisme Dari LimbahKelSampelPengenceranSPC

10-310-410-510-6

6Air Limbah Kokita--280513,9x107

7Air Limbah kahatex-33240-4,0x106

8Air Arboretum--Kapang 2Kapang = 1Bakteri = 2