PEMBAHASAN-GUS ADIT

57
BAB I PENDAHULUAN Penyakit kanker merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi dalam perkembangan kehidupan manusia khususnya di zaman modern seperti sekarang ini. Seperti kita ketahui banyak terdapat jenis kanker, dan sampai saat ini para peneliti masih berusaha untuk terus mengembangkan bagaimana penanganan terhadap penyakit ini yang dapat mencakup semua aspek secara menyeluruh. Untuk di Indonesia sendiri salah satu kanker yang menjadi momok seiring dengan meningkatnya jumlah insidensnya dari tahun ke tahun adalah kanker payudara. Berdasarkan data yang didapatkan dari Pathological Based Registration” kanker payudara di sini mempunyai insidens relatif lebih kurang sebesar 11,5%. 1 Penderita kanker dapat menderita nyeri akut maupun kronik. World Health Organization menyebutkan bahwa dua pertiga dari penderita penyakit kanker akan meninggal karena penyakitnya dan bahwa dalam perjalanan penyakitnya, 45-100% dari mereka akan mengalami nyeri yang ringan sampai berat. Dikatakan pula bahwa sekitar 1,2 juta orang Amerika mengalami nyeri yang berhubungan dengan kanker setiap tahunnya. 2 Pasien dan sebagian petugas pelayanan kesehatan hingga saat ini masih beranggapan bahwa nyeri yang tidak terkontrol merupakan hal yang wajar sebagai 1

Transcript of PEMBAHASAN-GUS ADIT

Page 1: PEMBAHASAN-GUS ADIT

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kanker merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi dalam

perkembangan kehidupan manusia khususnya di zaman modern seperti sekarang

ini. Seperti kita ketahui banyak terdapat jenis kanker, dan sampai saat ini para

peneliti masih berusaha untuk terus mengembangkan bagaimana penanganan

terhadap penyakit ini yang dapat mencakup semua aspek secara menyeluruh.

Untuk di Indonesia sendiri salah satu kanker yang menjadi momok seiring

dengan meningkatnya jumlah insidensnya dari tahun ke tahun adalah kanker

payudara. Berdasarkan data yang didapatkan dari “Pathological Based

Registration” kanker payudara di sini mempunyai insidens relatif lebih kurang

sebesar 11,5%.1

Penderita kanker dapat menderita nyeri akut maupun kronik. World Health

Organization menyebutkan bahwa dua pertiga dari penderita penyakit kanker

akan meninggal karena penyakitnya dan bahwa dalam perjalanan penyakitnya,

45-100% dari mereka akan mengalami nyeri yang ringan sampai berat.

Dikatakan pula bahwa sekitar 1,2 juta orang Amerika mengalami nyeri yang

berhubungan dengan kanker setiap tahunnya.2

Pasien dan sebagian petugas pelayanan kesehatan hingga saat ini masih

beranggapan bahwa nyeri yang tidak terkontrol merupakan hal yang wajar

sebagai konsekuensi dari penyakit kanker. Pada masa lampau, nyeri

dihubungkan dengan kanker stadium lanjut, namun sekarang diketahui bahwa

nyeri kanker dapat muncul secara signifikan pada tiap stadium kanker dan bisa

berlangsung dalam periode yang lama. Nyeri kanker yang tidak tertangani

dengan baik akan menurunkan kualitas hidup penderita kanker beserta

keluarganya dan bahkan pasien dapat mengalami depresi hingga bunuh diri.

Aktivitas rutin sehari-hari dari pasien kanker akan sangat berpengaruh seiring

dengan bertambah parahnya nyeri seperti bergerak, nafsu makan, tidur,

emosional, dan hubungan sosial.3

Penanganan nyeri kanker merupakan salah satu faktor penting dalam

upaya meningkatkan kualitas hidup penderita kanker beserta orang-orang di

sekitarnya. Penerapan prinsip dasar manajemen nyeri pada nyeri kanker telah

1

Page 2: PEMBAHASAN-GUS ADIT

terbukti dapat membantu mengatasi nyeri pada 88% kasus nyeri kanker.

Mengingat semakin meningkatnya jumlah penderita kanker di dunia dan 45-

100% dari mereka akan mengalami nyeri yang ringan sampai berat maka

penanganan nyeri kanker harus mendapatkan perhatian serius dari para pemberi

pelayanan kesehatan di seluruh dunia, termasuk pula di Indonesia.4

Namun terdapat beberapa batasan yang mempengaruhi keefektifan dari

manajemen nyeri kanker yaitu tidak adanya perlindungan nasional terhadap

perawatan paliatif dan penyembuhan kanker, kurangnya kepercayaan masyarakat

bahwa nyeri kanker dapat disembuhkan, kurangnya dana dan keterbatasan

sistem dan personil pelayanan kesehatan, kepercayaan masyrakat bahwa pada

pemberian obat-obatan anti nyeri tersebut dapat menyebabkan ketergantungan

dan penyalahgunaan obat.

Jadi dalam laporan kasus kali ini bertujuan untuk melakukan manajemen

perioperatif pada pasien-pasien yang mengalami kanker payudara agar dapat

mencakup semua aspek dari perioperatif tersebut, jadi tidak hanya menangani

nyeri saja khususnya di sini pada nyeri pasca pembedahannya, tetapi juga untuk

melakukan penanganan dari berbagai komponen lainnya seperti manajemen

terhadap aspek psikologis, sosial, dan spiritual sebagaimana manajemen

komprehensif penanganan nyeri kanker.

2

Page 3: PEMBAHASAN-GUS ADIT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri

Berdasarkan definisi dari The International Association for the Study of

Pain nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan

aktual.5 Nyeri, selain menimbulkan penderitaan juga berfungsi sebagai

mekanisme proteksi, defensif, serta penunjang diagnostik. Khusus pada penderita

kanker pada stadium lanjut, di sini nyeri yang diderita akan menambah beban

hidup penderita dan akan menimbulkan penderitaan yang semakin berat.6

2.2 Gambaran Umum Mengenai Penderita Kanker Payudara7

Kanker payudara mempunyai target organ untuk metastasis yang paling

sering umumnya pada tulang, kemudian kejaringan lunak seperti kelenjar limpe,

paru, hati, otak dan jaringan lunak lainnya. Kanker payudara memiliki gejala

tersendiri dan biasanya gejala akan memberat sesuai dengan peningkatan

stadiumnya. Berikut ini adalah pembagian stadium kanker payudara berdasarkan

staging dari stadium TNM dari Protokol PERABOI.

Grup Stadium :

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium 1 : T1* N0 M0

Stadium IIA : T0 N1 M0T1* N1 M0

T2 N0 M0

Stadium IIB : T2 N1 M0 T3 N0 M0

Stadium IIIA : T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IIIB : T4 N0 M0 T4 N1 M0

3

Page 4: PEMBAHASAN-GUS ADIT

T4 N2 M0

Stadium IIIc : TiapT N3 M0

Stadium IV : TiapT Tiap N M1

Catatan : * T1: termasuk T1 mic

Di mana penjelasan dari tabel di atas adalah sebagai berikut:

T = ukuran tumor primerUkuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama.Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.T0 : Tidak terdapat tumor primer.Tis : Karsinoma in situ. Tis(DCIS) : Ductal carcinoma in situ. Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ. Tis (Paget) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.

Catatan : Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang.

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang. T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm. T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm. T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm. T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm. T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm. T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke

dinding dada atau kulit.

Catatan : Dinding dada adalah termasuk iga, otot interkostalis, dan serratus anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis.

T4a : Ekstensi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis).

T4b : Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi, nodul satelit pada kulit yang terbatas pada 1 payudara.

T4c : Mencakup kedua hal diatas. T4d : Mastitis karsinomatosa.

N = Kelenjar getah bening regional.

Klinis :

4

Page 5: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Nx : Kelenjar getah bening (kgb) regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya ).N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis*) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila. N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat ke struktur lain. N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara klinis * dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila / mamaria interna. N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral. N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila. N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan :* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging (diluar limfoscintigrafi).

Patologi (pN )a

pNx : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya atau tidak diangkat)pN0 : Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi , tanpa pemeriksaan tambahan untuk "isolated tumor cells" ( ITC ).

Catatan : ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan ukuran tidak lebih dari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan pewarnaan imunohistokimia (IHC) atay metode molekular lainnya tapi masih dalam pewarnaan H&E. ITC tidak selalu menunjukkan adanya aktifitas keganasan seperti proliferasi atau reaksi stromal.

pN0(i-) : Tidak terdapat metastsis kgb secara histologis , IHC negatif.

pN0(i+) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC positif, tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm.pN0(mol-) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular negatif ( RT-PCR) b.pN0(mol +): Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular positif (RT-PCR).

Catatan :a: klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa

5

Page 6: PEMBAHASAN-GUS ADIT

diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node, contohnya : pN0(i+) (sn).b: RT-PCR : reverse transcriptase / polymerase chain reaction.

pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria interna (klinis negatif*) secara mikroskopis yang terdeteksi dengan sentinel node diseksi. pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm). pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1 - 3 buah. pN1b : Metastasis pada kgb mamaria interna (klinis negatif*) secara mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node. pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb mamaria interna secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila yang positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor).pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat pembesaran kgb mamaria interna tanpa adanya metastasis kgb aksila. pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang terdapat 1 deposit tumor lebih dari 2,0 mm). pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa metastasis kgb aksila. pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila ; atau infraklavikula atau metastasis kgb mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih kgb aksila yang positif ; atau pada metastasis kgb aksila yang positif lebih dari 3 dengan metastasis mikroskopis kgb mamaria interna negatif ; atau pada kgb supraklavikula. pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurang satu deposit tumor lebih dari 2,0 mm), atau metastasis pada kgb infraklavikula. pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis pada kgb aksila 3 buah dengan terdapat metastasis mikroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral.

Catatan :* tidak terdeteksi secara klinis / klinis negatif : adalah tidak terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan pemeriksaan fisik.

M : Metastasis Jauh.

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

6

Page 7: PEMBAHASAN-GUS ADIT

M1 : Terdapat metastasis jauh.

2.3 Etiologi Serta Mekanisme Nyeri Pada Penderita Kanker Payudara8

Penyebab nyeri kanker ada 3 macam yaitu:

1. Penyebab langsung dari tumor (75-80%), misalnya penekanan massa

tumor pada tulang dan saraf, infiltrasi kanker pada jaringan lunak dan alat

dalam, peningkatan tekanan dalam rongga kepala, serta adanya tukak

(luka).

2. Pengobatan anti kanker (15-19%) misalnya nyeri pasca-operasi, pasca

kemoterapi, atau pasca radiasi.

3. Tidak berhubungan dengan kanker ataupun pengobatannya (3-5%)

misalnya penyakit lain yang menimbulkan nyeri yaitu gangguan pada

otot dan tulang arthritis, gangguan jantung, dan migrain.

2.4 Tipe-tipe Nyeri Pada Kanker Payudara8

Nyeri kanker diklasifikasikan menjadi beberapa kategori berikut ini :

1. Berdasarkan jenisnya

a) Nyeri nosiseptif

Gambar 2.1 Lintasan nyeri nosiseptif

(http://www.usask.ca/cme/articles/pain/Slide14.jpg)

Nyeri nosiseptif dihasilkan ketika sensor nyeri lintasan nyeri

distimulasi. Khususnya reseptor pada ujung akhir akson saraf,

nosiseptor (serabut A-delta dan serabut C) terminal, mendeteksi

rangsanagan mekanik, kimia dan suhu, menghasilkan suatu aktivitas

7

Page 8: PEMBAHASAN-GUS ADIT

listrik pada saraf. Sinyal ini akan ditransmisikan sepanjang lintasan

saraf di otak. Di otak kemudian diintegrasikan dengan aktivitas

kortikal yang lain dan menghasilkan persepsi nyeri pada penderita .

Nyeri nosiseptif dapat berasal dari somatik atau visceral atau

keduanya. Nyeri somatik dihasilkan dari kulit, otot, tulang serta

fascia, dan dimediasi oleh sistem saraf somatik. Inervasinya sangat

spesifik, sehingga nyerinya terlokalisir. Nyeri somatik ditandai

dengan rasa nyeri yang tajam, sakit berdenyut atau seperti ditekan.

Sedangkan nyeri visceral berasal dari struktur tubuh bagian dalam

seperti organ – organ gastrointestinal. Nyeri ini dimediasi oleh sistem

saraf otonom. Kurangnya spesifisitas dari inervasi dan adanya

crosover saraf, menyebabkan nyeri visceral menjadi sulit untuk

dilokalisir. Nyeri visceral ditandai dengan rasa perih dan kram.

b) Nyeri Neuropati

Nyeri neuropati adalah nyeri yang disebabkan oleh lesi primer atau

disfungsi dari sistem sensor nyeri dari saraf. Lesinya dapat terjadi

pada sistem saraf visceral atau somatik (somatosensoris) perifer atau

pusat. Saraf tersebut rusak karena kompresi, infiltrasi, iskemia,

kelainan metabolik atau transeksi.

Nyeri ini juga dapat disebabkan karena disfungsi saraf seperti

misalnya nyeri nosiseptif kronik yang dapat meningkatkan sensitifitas

saraf spinal, dimana prosesnya disebut fasilitasi sentral atau ”wind

up”. Walaupun sarafnya tidak rusak, terjadi sistem sinyal yang

abnormal pada saraf yang membentuk stimulus noksius, dan

menghasilkan nyeri yang lebih hebat dari normal, atau stimulus non

noksius, menghasilkan nyeri. Hal tersebut juga dapat menyebabkan

alodinia, dimana tekanan/ sentuhan yang ringan dapat menyebabakan

nyeri.

Enzim siklooksigenase (COX) dan neurotransmiter glutamat, serta

reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) berpengaruh terhadap

8

Page 9: PEMBAHASAN-GUS ADIT

terjadinya nyeri. Nyeri neuropati digambarkan sebagai nyeri terbakar,

menusuk , seperti tersengat listrik.

c) Nyeri idiopatik / nyeri total

Nyeri idiopatik pada umumnya digunakan bila keluhan nyeri tidak

dapat diterangkan secara adekuat dengan proses patologis,

diperkirakan disebabkan oleh proses organik tersembunyi atau faktor

non fisik yang menghasilkan nyeri. Misalnya, Faktor psikologis

(cemas, depresi), faktor sosial (dijauhi keluarga), faktor spiritual atau

eksistensi (takut mati, hilangnya harapan hidup), sehingga sangat sulit

untuk mengontrol nyeri jika hal ini juga tidak kita tangani.

2. Berdasarkan timbulnya nyeri

a) Nyeri akut

Nyeri yang timbul mendadak dan sementara dan ditandai aktivitas

saraf otonom berupa takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat, dan

midriasis

b) Nyeri kronis

Nyeri berkepanjangan , dapat berbulan-bulan tanpa adanya aktivitas

otonom.

3. Berdasarkan penyebabnya

a) Nyeri karena penyakit kankernya

b) Nyeri karena pengobatan kankernya

4. Berdasarkan derajat nyeri

a) Nyeri ringan

Nyeri yang hilang timbul terutama saat beraktivitas sehari-hari dan

menghilang bila tidur

b) Nyeri sedang

Nyeri yang dirasakan terus menerus, serta menyebabkan aktivitas

terganggu yang hanya hilang apabila penderita tidur

c) Nyeri berat

Nyeri yang dirasakan terus menerus sepanjang hari dan penderita

tidak dapat tidur, serta sering terjaga karena nyeri.

9

Page 10: PEMBAHASAN-GUS ADIT

2.5 Patofisiologi Terjadinya Nyeri Pada Penderita Kanker Payudara9

Nyeri merupakan masalah yang sering dijumpai pada penderita kanker.

Kanker menghasilkan nyeri dengan dua cara yaitu melalui pertumbuhan dan

metastasis dan melalui pengobatan atau tindakan yang dilakukan untuk menekan

pertumbuhan kanker. Intensitas nyeri yang dirasakan pasien kanker tergantung

kepada jenis kanker, letak kanker, stadium kanker dan berapa banyak nervus

yang rusak karena kanker itu sendiri maupun diakibatkan oleh pengobatan yang

dilakukan. Serangkaian penelitian yang mengukur derajat nyeri berdasarkan

keluhan penderita dan skala pengukur nyeri menunjukkan bahwa 50% penderita

kanker yang merasakan nyeri menderita nyeri sedang dan kuat dan 30 %

menderita nyeri sangat hebat dan tak tertahankan. Selain itu, nyeri meningkat

sejalan dengan semakin parahnya penyakit. Pertumbuhan dan metastasis sel-sel

kanker akan menyebabkan perubahan-perubahan fisiologi. Perubahan fisiologi

yang terjadi akibat kanker yang dapat menimbulkan nyeri yaitu, kerusakan pada

tulang, obstruksi lumina, saraf perifer, tekanan kanker yang membesar, adanya

iskemia, distensi dan inflamasi, infeksi atau nekrosis jaringan. Secara umum

perjalanan terjadinya nyeri akut serta nyeri kronik dapat dijelaskan berdasarkan

gambar di bawah ini :

Gambar 2.2 Proses Serta Alur Terjadinya Nyeri Akut Serta Nyeri Kronik

(http://xnet.kp.org/permanentejournal/fall05/pain3.html)

Ada 5 tahap utama yang terjadi dalam proses penghantaran nyeri antara lain :

10

Page 11: PEMBAHASAN-GUS ADIT

1.Transduksi

Proses ini diawali ketika ada rangsangan injuri seperti suhu, kimia, serta

rangsangan mekanis yang menstimulasi ujung-ujung saraf sensoris. Oleh ujung-

ujung saraf tersebut stimulus fisik tadi akan dirubah menjadi sinyal elektrik, dan

bila proses perubahan dapat berlangsung dengan baik akan dapat memicu

munculnya aksi potensial.

2.Konduksi

Mekanisme konduksi ini merupakan penemuan yang baru, karena sebelumnya

mekanisme nyeri hanya mencakup empat proses saja mulai dari transduksi,

transmisi, modulasi, dan persepsi. Pada proses konduksi sinyal nyeri akan

dihantarkan secara konduksi melalui aksi potensial di sepanjang neuron. Ion

Natrium akan masuk melalui proses depolarisasi, kemudian ion Kalium akan

meninggalkan sel sehingga menghasilkan potensial negatif. Jenis serabut saraf

yang menghantarkan nyeri akan sangat menentukan kualitas nyeri yang

dihantarkan. Serabut saraf A delta menghantarkan tipe nyeri yang tajam, dan

dapat ditentukan lokasinya. Serabut saraf C membawa rangsangan nyeri berupa

rasa terbakar serta rasa nyeri di sekitar injuri, akan tetapi karena serabut saraf C

ini tidak termielinisasi, maka serabut saraf C mudah mengalami kerusakan.

3.Transmisi

Transmisi merupakan proses penyaluran impuls melalui saraf sensorik menyusul

proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan melalui serat saraf A-delta dan C

sebagai neuron I dari perifer ke medulla spinalis dan disini impuls tersebut

mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus sebagai traktus

spinothalamikus sebagai neuron ke II. Dari thalamus, impuls kemudian

disalurkan ke area somatosensorik di korteks serebri melalui neuron ke III dan

disini impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

Serat saraf A-delta merupakan serat saraf afferen yang sangat halus (diameter 1-

4 mikron) dengan kecepatan transmisi yang relatif cepat (12-30 m/dtk) dan

mentransmisikan impuls sensibel nyeri tajam dan terlokalisir. Sementara serat

saraf C merupakan serat saraf dengan diameter yang paling kecil, 0,5-2,0

mikron, tidak memiliki selubung myelin, dengan kecepatan transmisi yang

sangat lambat (2-3 m/dtk) dan ambang rangsangannya lebih tinggi dibandingkan

11

Page 12: PEMBAHASAN-GUS ADIT

dengan serat A delta. Serat saraf C menstransmisikan serat saraf sensorik untuk

rasa nyeri visceral yang sifat nyerinya tumpul dan tidak terlokalisir.

4. Modulasi

Merupakan proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan impuls

nyeri yang masuk ke kornu dorsalis medulla spinalis. Sistem analgesik endogen

meliputi enkefelin, endorphin serotonin dan noradrenalin yang mempunyai efek

menakan impuls nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis. Dengan demikian

kornu dorsalis medulla spinalis diibaratkan sebagai pintu gerbang yang bisa

tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri. Proses terbuka dan

tertutupnya pintu nyeri diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut.

Proses modulasi inilah yang menyebabkan nyeri bersifat sangat subyektif, yang

dikenal sebagai persepsi nyeri.

5. Persepsi

Merupakan hasil akhir dari proses interaksi yang komplek dan unik, yang

dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya

menghasilkan suatu perasaan yang subyektif terhadap impuls nyeri yang disebut

sebagai persepsi nyeri.

2.6 Diagnosis Nyeri Pada Penderita Kanker Payudara10

Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif, yang dipengaruhi oleh

psikologis, kebudayaan dan hal-hal lainnya, karena itu mengukur intensitas nyeri

merupakan masalah yang relatif sulit. Pengukuran kualitas nyeri menolong

dalam hal terapi yang diberikan dan penilaian efektifitas pengobatan. Definisi

nyeri yang jelas sangat diperlukan, karena nyeri memberikan gambaran

kerusakan jaringan atau kerusakan organ atau reaksi emosional.

Pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan dengan seksama, yang dilakukan

sebelum pengobatan dimulai, secara teratur pengobatan dimulai, setiap saat bila

ada laporan nyeri baru dan setelah interval terapi 15-30 menit setelah pemberian

parenteral dan 1 jam setelah pemberian peroral. Adapun beberapa tahapan yang

harus dilakukan dalam mendiagnosis suatu nyeri adalah :

1. Anamnesis yang teliti

Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri, kita harus mengetahui

bagaimana kualitas nyeri yang diderita, meliputi waktu muncul, lama dan

12

Page 13: PEMBAHASAN-GUS ADIT

variasi yang ditimbulkan untuk mengetahui penyebab nyeri. Selain itu

kita juga harus mengetahui lokasi dari nyeri yang diderita, apakah

diseluruh tubuh atau hanya pada bagian tubuh tertentu saja. Intensitas

nyeri juga penting ditanyakan untuk menetapkan derajat nyeri. Tanyakan

pula tentang penyakitnya dan pemngobatan yang pernah dijalani serta

alergi obat.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk menguraikan

patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat penting dilakukan

untuk mendapatkan hubungannya dengan intensitas nyeri karena nyeri

menyebabkan stimulus simpatik seperti hipoksia, hiperkarbia,dan

hipertensi. Pemeriksaan glasgow coma scale rutin dilaksanakan untuk

mengetahui apakah ada proses patologi di intracranial. Pemeriksaan

khusus neurologi seperti adanya gangguan sensorik sangat penting

dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya hipoastesia,

hiperestesia, hiperpatia dan alodinia pada daerah nyeri yang penting

menggambarkan kemungkinan nyeri neurogenik.

3. Pemeriksaan psikologis

Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam manifestasi

nyeri yang subyektif, maka pemeriksaan psikologis juga merupakan

bagian yang harus dilakukan dengan seksama agar dapat menguraikan

faktor-faktor kejiwaan yang menyertai. Tes yang biasanya digunakan

untuk menilai psikologis pasien berupa The Minnesota Multiphasic

Personality Inventory (MMPI). Dalam mengatahui permasalahan

psikologis yang ada, maka akan memudahkan dalam pemulihan obat

yang tepat untuk penanggulangan nyeri.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui

penyebab dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan

laboratorium dan roentgen seperti foto polos thorax pada kanker

payudara, CT scan, MRI, bone scan.

13

Page 14: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Ada beberapa macam metode yang umumnya dipakai untuk menilai

intensitas nyeri antara lain:

1. Verbal Rating Scale

Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri yang

dirasakan pasien. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang

menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada.

Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat

pertama kali nyeri dirasakan sampai saat tahap penyambuhan. Penilaian dari

nyeri berdasarkan metode ini adalah:

- Tidak nyeri (none)

- Nyeri ringan (mild)

- Nyeri sedang (severe)

- Nyeri berat (severe)

- Nyeri sangat berat (very severe)

2. Numerical Rating Scale

Metode ini menggunakan angka-angka dengan bantuan kata-kata untuk

menggambarkan range dari intensitas nyeri yang dirasakan. Umumnya

pasien menggambarkan nyeri dari 0-10, 0-20, atau dari 1-100. ”0”

menggambarkan tidak nyeri, sedangkan ”10,20,100’ menggambarkan nyeri

yang hebat. Metode ini dapat diaplikasikan secara verbal maupun melalui

tulisan, sangat mudah dimengerti dan mudah dilaksanakan.

Gambar 2.3 Numerical Rating Scale

3. Visual Analogue Scale

Metode ini yang paling sering digunakan untuk mengeahui intensitas nyeri.

Metode ini menggunakan garis dengan panjang 10 cm yang menggambarkan

keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka

pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan.

14

Page 15: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Keuntungan menggunakan metode ini adalah sensitif untuk mengetahui

perubahan intensitas nyeri, sangat mudah dikerjakan, mudah dimengerti dan

dapat digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak

dapat digunakan pada anak-anak dibawah 8 tahun.

No Pain The most intense pain imaginable

Gambar 2.4 Visual Analogue Scale (VASs).

4. McGill Poin Questionaire

Metode ini menggunakan check list untuk mendeskripsikan gejal-gejala nyeri

yang dirasakan. Metode ini menggambarkan nyeri dari berbagai aspek antara

lain dari sensorik afektif dan kognitif. Pasien memilih kata-kata yang

menggambarkan nyeri yang dirasakan dan nyeri yang dirasakan dimasukkan

kedalam indeks yang menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Intensitas

nyeri digambarkan dengan merengkingnya dari ”0” tidak ada nyeri sampai

”3” nyeri hebat.

5. Behavioral Rating Scale

Metode ini digunakan untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak 8 tahun.

Gambar 2.5 Behavioral rating scale (BRS).

2.7 Aspek Psikis Pada Penderita Kanker Payudara11

Salah satu hal yang terkait dengan masalah nyeri pada penderita kanker adalah

rasa khawatir atau ketakutan yang dimiliki oleh pasien tentang perasaan nyeri

yang mereka alami. Dari sebuah artikel yang diterbitkan oleh International

Association for The Study of Pain mencoba untuk mengungkapkan bagaimana

hubungan antara kedua hal ini yaitu antara terjadinya nyeri kronik dengan

timbulnya perasaan cemas (anxietas) tersebut.

15

Page 16: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Cemas dapat dideskripsikan sebagai suatu tingkat emosional yang ditandai oleh

suatu perasaan yang tidak nyaman serta munculnya suatu perasaan bahwa akan

muncul suatu tanda bahaya. Cemas ini memiliki dua komponen yaitu komponen

fisiologik serta komponen psikologik. Komponen autonomik biasanya bercirikan

peningkatan dari denyut jantung, dan frekuensi nafas, adanya tremor,

berkeringat, otot yang menegang, serta perubahan dari sistem gastrointestinal.

Kemudian dari komponen psikologis rasa cemas ini biasanya ditandai dengan

hilangnya tenaga, kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri serta

lingkungan yang lainnya. Bagi setiap pasien yang menderita kanker, hal tersebut

akan membuat mereka menjadi sangat khawatir, cemas, ketakutan mengenai

dampak dari pengobatan tersebut, ketakutan akan terjadinya kematian, adanya

rasa bersalah.

The Psychosocial Collaborative Oncology Group dalam penelitiannya

menjelaskan prevalensi dari gangguan psikiatri pada pasien usia dewasa muda

yang menderita penyakit kanker pada berbagai stadium dan didapatkan nilai

sekitar 4%. Khususnya pada wanita yang menderita kanker payudara, angka

kejadian mengalami gangguan psikiatri berkisar antara 14-38%. Khususnya

untuk prevalensi kejadian Post Traumatic Stress Disorder pada penderita kanker

payudara berkisar antara 3%-19%.

Pada evaluasi dari dampak kecemasan ada empat komponen yang perlu kita

perhatikan yaitu :

1. Menemukan riwayat adanya gangguan cemas sebelum pasien mengalami

cemas. (apakah terdapat gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, fobia,

Post Traumatic Stress Disorder, obsesif kompulsif).

2. Menyingkirkan efek samping obat serta kondisi medis lain yang menyertai

penyakit tersebut.

3. Mengobati nyeri secara adekuat.

4. Setelah nyerinya terkontrol, kemudian dilakukan penilaian kembali terhadap

gangguan cemas tersebut.

2.8 Manajemen Perioperatif Pada Pasien Dengan Kanker Payudara10,11

Kedokteran perioperatif adalah tindakan kedokteran yang dilakukan untuk

menata pasien yang memerlukan tindakan terapi bedah yang meliputi tindakan-

16

Page 17: PEMBAHASAN-GUS ADIT

tindakan seperti : tatalaksana prabedah, pembedahan, dan tatalaksana perawatan

dan terapi pasca bedah. Pada periode prabedah dilakukan evaluasi kondisi fisik

dan kebugaran pasien, oleh karena pasien bedah di samping menderita penyakit

bedah juga menderita penyakit lain yang merupakan penyulit untuk tindakan

anestesinya maupun pembedahan yang akan dikerjakan. Kedokteran perioperatif

ini juga mencakup pada saat tindakan operatifnya dilakukan di mana seluruh tim

bedah telah siap untuk melakukan pembedahan yang didahului oleh tindakan

anestesi dari tim anestesinya. Setelah selesai pembedahan kemudian dilanjutkan

dengan terapi pasca bedahnya misalnya dalam menangani komplikasi yang

terjadi kemudian menangani masalah-masalah lain yang menyertai penyakit

dasarnya agar dapat ditangani secara menyeluruh. Khusus pada kasus kanker

payudara ini di sini akan dibahas bagaimana penatalaksanaan perioperatif seperti

penanganan nyeri serta penanganan dari komplikasi salah satunya adalah

komplikasi psikis.

Kesuksesan dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri kanker tergantung pada

kemampuan klinisi untuk menilai problem dasarnya, mengidentifikasi dan

mengevaluasi sindroma nyeri serta membuat rencana untuk memberikan

perawatan kontinyu yang diperlukan penderita dan keluarganya. Pengelolaan

nyeri kanker terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita,

agar penderita merasa lebih nyaman. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu

dipahami bahwa dalam usaha menanggulangi nyeri kanker, terdapat beberapa

tahapan yang ingin dicapai, yaitu :

1. Nyeri berkurang/teratasi pada malam hari, sehingga penderita mendapat

kesempatan untuk tidur.

2. Nyeri dapat diatasi pada siang hari, sehingga penderita dapat istirahat.

3. Nyeri dapat diatasi saat penderita bekerja atau melakukan aktifitas.

Di samping itu, menanggulangi nyeri kanker membutuhkan pendekatan

multi disiplin, diantaranya:

1. Usaha untuk mengatasi penyebabnya.

Meliputi tindakan pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.

2. Usaha untuk mengatasi nyeri yang terjadi.

17

Page 18: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Meliputi pemakaian obat-obatan (farmakoterapi), tindakan blok saraf,

tindakan neurodistruksi. Tindakan pengobatan (pemakaian obat-obatan)

dalam penanggulangan nyeri kanker, merupakan cara yang paling umum

dalam pengelolaan nyeri.

3. Memperbaiki keadaan umum penderita.

Penderita kanker stadium lanjut, mengalami katabolisme yang sangat tinggi,

selera makan menurun serta malnutrisi berat. Topangan nutrisi secara

artifisial (terutama parenteral) sangat diperlukan.

4. Usaha memulihkan semangat penderita.

Karena penyakit yang tidak kunjung sembuh, derita nyeri yang tidak

terputus, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran penting dalam keluarga

akhirnya akan memunculkan problem psikologik. Penderita akan kehilangan

semangat hidup. Dibutuhkan dukungan semangat oleh semua pihak di luar

pemberian obat-obat anti depresan agar semangat hidup penderita pulih

kembali.

5. Usaha fisioterapi.

Tindakan fisioterapi sangat membantu memulihkan fungsi sistem organ

tubuh penderita, membantu memulihkan kemampuan aktivitas penderita.

2.8.1. Prinsip Penanganan World Health Organization Analgesic Ladder 10

Prinsip dari farmakoterapi, oleh WHO, untuk nyeri kanker, yaitu:

1. By mouth.

Sebisa mungkin, obat-obatan pasien diberikan melalui mulut (per oral). Akan

tetapi, rute alternatif seperti per rektal, transdermal, sublingual, dan

parenteral mungkin lebih baik pada pasien dengan disfagi, muntah yang tidak

terkontrol, atau obstruksi gastrointestinal.

2. By the clock.

Pasien dengan nyeri kontinyu harus meminum obat analgesik sesuai dengan

waktu interval yang telah ditetapkan.

3. By the ladder.

Tahap-tahap pemberian obat-obat anti nyeri disesuaikan dengan WHO

analgesic ladder.

4. For the individual.

18

Page 19: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Tidak ada dosis standar opioid. Dosis yang benar adalah dosis dimana nyeri

pasien dapat dihilangkan dengan efek samping yang minimal. Obat yang

digunakan untuk nyeri ringan dan sedang memiliki dosis yang terbatas dalam

penggunaanya oleh karena formulasi (misalnya kombinasi asam asetilsalisilat

dengan asetaminofen, yang toksik pada dosis tinggi) atau karena peningkatan

efek samping yang disproporsional pada dosis tinggi (misalnya codein).

5. With attention to detail.

Dilakukan monitor secara hati-hati pada pasien yang mendapat regimen

analgesia. Secara teratur harus di follow-up keluhan, efek obat dan efek

sampingnya. Antisipasi efek samping yang diperlukan dan bila perlu beri

profilaktik.

World Health Organization merekomendasikan ”WHO Analgesic Ladder”

untuk penatalaksanaan nyeri kanker. Tahapan tersebut digunakan untuk

mmengklasifikasikan jenis analgesia yang nantinya akan diberikan kepada pasien

dengan nyeri kanker, sesuai dengan derajat nyerinya (gambar 2.6).

Gambar 2.6 Three Step Ladder WHO Analgesic.

Pembagian terapi penatalaksanaan nyeri menurut WHO adalah sebagai berikut:

19

Page 20: PEMBAHASAN-GUS ADIT

1. Tahap pertama, dengan menggunakan obat analgetik nonopiat seperti

aspirin, asetaminofen, atau NSAID lainnya dengan atau tanpa adjuvant.

Tahap ini digunakan untuk nyeri ringan.

2. Tahap kedua, digunakan untuk nyeri sedang atau jika pasien masih

mengeluh nyeri setelah langkah pertama. Pada tahap ini diberikan obat-obat

golongan opioid lemah (misalnya codeine, hydrocodone). Obat-obatan ini

dapat dikombinasi dengan non opioid dan dapat diberikan bersama-sama

dengan analgesia adjuvant.

3. Tahap ketiga, digunakan untuk nyeri berat atau gagal mendapatkan

perbaikan yang adekuat setelah pemberian obat pada tangga kedua, dengan

memberikan obat opioid kuat. Yang termasuk obat-obatan yaitu morfin,

fentanil, hidromorfon, levorfanol, metadon, oksikodon, dan oksimorfon.

2.8.2 Intervensi Penanganan Nyeri Kanker 10,11

Teknik intervensi pada nyeri kanker hanya akan dilakukan jika manajemen

dengan pengobatan (farmakoterapi) gagal dalam mengatasi nyeri. Kegagalan

terapi terjadi ketika penyembuhan nyeri tidak adekuat (kembali kambuh) ataupun

sama sekali nyeri tersebut tidak teratasi. Teknik intervensi ini ada dua kategori

yaitu modalitas ablatif dan augmentatif.

Modalitas ablatif

Modalitas ini dilakukan dengan cara memblok transmisi nosiseptif dengan

suntikan neurolitik atau bedah lesi (blokade saraf). Tujuannya adalah merusak

lintasan nosiseptif menggunakan bahan kimia (misal: fenol, alkohol), rangsangan

panas atau dingin, atau menggunakan skalpel, sehingga nyeri menghilang.

Modalitas augmentatif

Modalitas ini menggunakan cara stimulasi elektrik dan metode infus. Metode

infus banyak digunakan untuk pengobatan nyeri kanker, sedangkan metode

stimulasi elektrik lebih jarang. Metode infus merupakan hasil dari perkembangan

teknologi untuk infus kontinyu melalui epidural, intratekal, atau

intraserebroventrikular (ICV) kateter, yang dihubungkan dengan pompa infus

eksternal, subcutaneous injection reservoirs atau implanted programmable

infusion pumps.

2.8.3. Penanganan Permasalahan Psikis Pada Pasien Kanker Payudara 11

20

Page 21: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Pasien dengan kanker payudara dengan berbagai kompleksitas permasalahannya

membutuhkan penanganan dari berbagai disiplin ilmu di mana salah satunya

tidak melupakan penanganan aspek psikologisnya. Pasien dengan kanker

payudara sering kali mengalami stress dalam berabagi tingkatnya, khususnya

ditemukan pada pasien dengan usia muda. Pasien dengan tingkat stress ringan

(memiliki kesulitan untuk mengeluarkan permasalahannya, cenderung

mengisolasi diri dari masyarakat) biasanya membutuhkan penanganan

multidisiplin baik dari dokter, psikoterapis, dan tentunya dukungan dari

keluarga.

Pada aspek psikis ini secara umum juga dibagi dua penanganan yaitu dari aspek

psikofarmakologi serta dari aspek psikoterapinya.

Aspek Psikofarmakologi

Benzodiazepine merupakan golongan obat anxiolitik dan aman digunakan untuk

pengobatan pada pasien kanker. Walaupun juga terdapat efek anti-muntah, efek

ketergantungan, gangguan psikomotor, gangguan memori tipe obat ini juga tetap

digunakan tentunya juga dengan memperhatikan kondisi pasien seperti apakah

ada penyakit bawaan lain, ada gangguan fungsi ginjal atau gangguan fungsi hati.

Selain itu terdapat pula golongan obat lain yang juga sering digunakan seperti

dari golongan Trisiklik Antidepresan dan dari golongan Serotonine

Norepinephrine Reuptake Inhibitors seperti duloxetine dan venlafaxine yang

memiliki efek analgesik positif, kemudian juga memiliki efek anti cemas yang

baik.

Aspek Psikoterapi

Karena penyakit kanker merupakan penyakit yang tidak kunjung sembuh, derita

nyeri yang tidak terputus,, dan sering mengakibatkan pasien menajdi kehilangan

pekerjaan, kehilangan peran penting dalam keluarga akhirnya akan

memunculkan problem psikologis.

Tujuan dari psikoterapi adalah untuk mengurangi tekanan emosional,

meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri, mampu untuk mengendalikan

diri, dan mampu untuk memecahkan masalah. Psikoterapi meliputi terapi

kognitif, terapi perilaku, teknik relaksasi, dan hipnosis.

21

Page 22: PEMBAHASAN-GUS ADIT

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ketut Darmini

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Dasar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah dengan memiliki 1 orang putra

Agama : Hindu

Suku Bangsa : Bali

Alamat :Dusun Tangkid Desa Tamblang Kubutambahan

Kabupaten Buleleng

Diagnosis : Locally Advanced Breast Cancer Dextra T4c N1 M0

Tindakan : Modified Radical Mastectomy + Latisimus dorsi flap

Tanggal Operasi : 24 Mei 2011

Nomor Register : 01.47.64.11

Tanggal MRS : 14 Mei 2011

3.2 Anamnesis

Pasien datang sadar dengan keluhan adanya benjolan pada payudara kanan

sejak lebih kurang 10 bulan yang lalu. Benjolan dikatakan pertama kali muncul

sebesar kacang tanah tepat di atas putting susu, dan dikatakan semakin lama

semakin membesar. Pada saat pertama kali muncul dikatakan keluar gelembung-

gelembung dan keluar cairan bening dari puting pasien. Pada saat itu pasien tidak

merasakan nyeri. Nyeri mulai dirasakan pasien pada saat benjolan semakin

membesar hingga terbentuk luka pada payudaranya dan keluar cairan seperti

nanah dan darah. Nyeri dirasakan terutama saat pinggiran luka tersebut

menyentuh baju atau bantal atau sesuatu di samping pasien, hingga sekarang

dengan diameter benjolan ±15 cm dan membuat pasien semakin takut untuk

bergerak. Sebelumnya pasien telah sempat berobat di Rumah Sakit di Jakarta,

pertama kali di Rumah Sakit Tarakan Jakarta, dan telah mendapatkan 3 kali

22

Page 23: PEMBAHASAN-GUS ADIT

kemoterapi. Namun oleh karena dirasakan tidak adanya perubahan pasien

akhirnya pindah ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo, dan mendapatkan 2 kali

kemoterapi kembali namun dikatakan benjolan semakin membesar, dan akhirnya

pasien menghentikan pengobatannya dan pulang ke Bali. Pasien menjadi sangat

takut, cemas, serta khawatir mengenai penyakitnya ini. Keluhan seperti ini baru

pertama kali dirasakan pasien. Riwayat penyakit lain seperti Hipertensi, jantung,

operasi sebelumnya, alergi tidak ada. Riwayat penyakit yang sama di keluarga

juga disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Berat Badan = 45 kg.

Tinggi Badan = 145 cm.

BMI = 25,4.

VAS = 0-3.

Suhu Badan = 370C.

Susunan Saraf Pusat : Compos Mentis (E4V5M6), mata : ikterus -/-,

anemia -/-

Respirasi : Frekuensi 16x/menit, Ves +/+, Ronchi -/-,

Wheezing -/-, Mallampati I.

Kardiovaskular : Tekanan Darah 100/60 mm Hg, Nadi =

84x/menit, Cor : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Gastrointestinal : distensi (-), bising usus (+) normal.

Urogenital : buang air kecil (+) spontan.

Muskuloskeletal : fleksi/defleksi leher dalam batas normal, tumor

berdiameter ±15cm, jaringan nekrosis (+), rapuh (+), berdungkul-dungkul (+).

Gigi geligi : gigi goyang (-), gigi palsu (-), gigi ompong pada

molar II kanan atas.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan hematologi rutin dan homeostatis :

Wbc = 19,18/RBC=3,61/HGB=9,9/HCT=31,4/PLT=457/BT=100 menit/CT=830

menit.

- Pemeriksaan Kimia Darah ( 21Mei 2011)

23

Page 24: PEMBAHASAN-GUS ADIT

SGOT = 36µ/l / SGPT = 9,00 µ/l / Alb=2,60 µ/l / BUN = 4,00 mg/dl / Creatinin

= 0,39 mg/dl / GDS = 62,00 mg/dl.

- Analisis Gas darah ( 23 Mei 2011)

pH = 7,53 / pCO2 = 43 mm Hg / p O2 = 89 mm Hg / HCT = 37% / HCO3- = 35,90

mmol/L / TCO2 = 37,20 mmol/L / BE = 11,90 mmol/L / SO2c = 98%, THbc =

11,30 g/dl

- Homeostatis darah ( 24 Mei 2011)

PT = 14,20 detik / INR = 1,20 / Kontrol PT = 10,90 / APTT = 39,00 detik /

Kontrol APTT = 32,60

- Elektrolit

Tgl 21/05/2011

Pk 08.28

23/05/2011

Pk 18.42

24/05/2011

Pk 00.36

24/05/2011

Pk 06.47

Na+ 136,00 129,00 130,60 136,70

K+ 2,31 2,70 3,136 3,450

-USG

(30/04/2011) dilakukan USG mamae D dan axilla

Kesimpulan : Didapatkan pembesaran KGB axilla kanan, serta axilla kiri dalam

batas normal.

USG Abdomen (25/04/2011) didapatkan kesimpulan

hepar/gallblader/pankreas/lien/ginjal kanan kiri/buli/uterus/ serta para aorta tidak

nampak kelainan. Tidak nampak metastase proses pada hepar dan paraaorta.

- Foto Thorax PA ( 02/05/2011)

Cor : Besar dan Bentuk Normal.

Pulmo : Tidak terdapat infiltrat/nodul, corakan bronkovaskular

tidak nampak.

Sinus Pleura : Bagian Kanan sulit dievaluasi, bagian kiri tajam.

Diafragma : kanan dan kiri normal, tulang-tulang tidak nampak

kelainan.

- Pemeriksaan Histopatologi ( 21/06/2010)

Kesimpulan : Ca Mamae ductal invasif jenis solid tubuler grade III

- EKG ( 23/05/2011)

24

Page 25: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Sinus Takikardia, Hearth Rate = 121 x/menit, Axis Normal, Kompleks QRS

Normal, ST-T Change (-),

- Kesimpulan Status Fisik : ASA 2

3.5. Persiapan Pra Anestesi

3.5.1.Persiapan di Ruang Perawatan (Hangsoka)

Persiapan yang dilakukan di ruangan meliputi persiapan fisik serta persiapan

psikis.

Persiapan fisik diantaranya :

1. Melepaskan segala macam perhiasan dan aksesoris yang lain.

2. Puasa 8 jam sebelum operasi.

3. Menggunakan pasien khusus operasi.

4. Pasien dan keluarga telah menyetujui untuk dilakukan tindakan anestesia.

Persiapan psikis yaitu dengan telah diberikan penjelasan kepada pasien dan

keluarga pasien mengenai anestesi dan tindakan pembedahan yang akan

dilakukan.

3.5.2. Persiapan di Ruang Instalasi Bedah Sentral

1. Memeriksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan tindakan medis.

2. Pemasangan IV Line di tangan.

3. Pemberian premedikasi pukul 08.30 WITA

a. Midazolam 2 mg.

b. Ranitidin 50 mg.

c. Ondansentron 4 mg.

4. Menyiapkan lembar catatan medis anestesi.

3.5.3. Persiapan di kamar operasi

1. Persiapan mesin anestesi dan sistem aliran gas dan cadangan volatile agent.

2. Persiapan obat-obatan dan alat resusitasi.

3. Persiapan obat-obatan anestesi yang digunakan.

4. Setelah pasien masuk kamar operasi, dilakukan penyesuaian meja operasi,

lampu standar infus, serta pemasangan alat pantau tekanan darah, EKG, dan

pulse oksimeter pada pasien dengan posisi tidur.

5. Evaluasi ulang status present :

a. Tekanan darah : 100/80 mm Hg.

25

Page 26: PEMBAHASAN-GUS ADIT

b. Nadi : 92 x/menit

c. Frekuensi Nafas : 16 x/menit

3.5.4. Pengelolaan Anestesi Dan Reanimasi

1. Jenis Anestesi : General Anestesi dengan Paravertebral blok pada

T2 dan T5.

2. Tehnik Anestesi :

Paravertebral blok

Identifikasi T2 dan T5

Cari Ruang paravertebral, filtrasi jarum ke dalam ruang paravertebral.

Fungsi darah (-), liquor (+)

Injeksikan Bupivacain 0,5% 10 cc + Epinephrin 1:200.000

General Anestesi

Induksi

Pre Oksigenasi O2 100% 8 lpm selama 3-5 menit.

Induksi dengan propofol 150 mg, di mana sebelumnya diberikan

suplemen analgesia fentanyl 100 mcg.

Fasilitas intubasi dengan atracurium 25 mg.

Laringoskopi intubasi dengan PET no.7 cuff (+), kingking

Maintenance dengan O2 (2 lpm) : N2O ( 2lpm) : Sevoflurance

Respirasi = kendali

Posisi = supinasi

Infus = perifer tangan kiri

Komplikasi selama pembedahan (-)

3.5.5.Kronologis Anestesia

Pukul 08.00 WITA = Penderita berada di ruangan persiapan IBS.

Pukul 08.30 WITA = Pemberian premedikasi.

Pukul 08.50 WITA = Paravertebral Blok.

Pukul 09.00 WITA = Induksi.

Pukul 09.05 WITA = Intubasi.

Pukul 09.25 WITA = Operasi mulai.

Pukul 13.25 WITA = Operasi selesai.

26

Page 27: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Pukul 13.30 WITA = Ekstubasi.

Pukul 13.40 WITA = Penderita pindah ke ruang pemulihan.

Pukul 14.20 WITA = Penderita pindah ke ruangan.

Lama Pembedahan : 4 jam.

Lama Anestesi : 4 jam 30 menit.

Keadaan Akhir : Tekanan Darah = 118/80 mm Hg.

Nadi = 102 x/menit.

SaO2 = 100%

Rekapitulasi Cairan

Berat Badan = 45 kg.

Lama Puasa = 8 jam.

Kebutuhan cairan basal = 75 cc/jam.

Defisit cairan puasa = 600 cc.

Sequester = 45x6 = 270 cc.

Estimated Blood Volume = 2925 cc.

Allowed Blood Loss = 585 cc.

Kebutuhan Cairan Durante Operasi :

Jam I = 300 + 75 + 270 = 645 cc.

Jam II = 150 + 75 + 270 + 400 = 895 cc.

Jam III = 150 + 75+ 270 + 400 = 895 cc.

Jam IV = 270 + 75 + 400 = 745 cc.

Jumlah cairan masuk= kristaloid 1500 cc, koloid =500 cc, total = 2000 cc

Jumlah perdarahan = 400 cc.

Jumlah medikasi = Fentanyl 100 mcg, Propofol = 150 mg, Atracurium 30 mg.

3.5.6.Pengelolaan Pasca Anestesi

- Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan pukul 13.40 WITA.

- Situasi di ruang pemulihan :

- Kesadaran penderita diawasi sampai penderita sadar baik.

- Respirasi stabil

- Sirkulasi Pasien:

Pukul 13.50 WITA = Tekanan darah 120/80 mm Hg, Nadi 100x/menit.

Pukul 14.00 WITA = Tekanan darah 122/78 mm Hg, Nadi 96x/menit.

27

Page 28: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Pukul 14.10 WITA = Tekanan darah 116/80 mm Hg, Nadi 90x/menit.

- Mual dan muntah : tidak ada.

- Aktivitas pasien : pasien mampu menggerakkan keempat ekstrimitasnya.

- Warna kulit pasien : kemerahan.

- Aldrete Score

Pukul 13.30 WITA total skor : 10

Aktivitas : 2

Sirkulasi : 2

Kesadaran : 2

Respirasi : 2

Warna kulit : 2

Pukul 14.00 WITA total skor : 10

Aktivitas : 2

Sirkulasi : 2

Kesadaran : 2

Respirasi : 2

Warna kulit : 2

Instruksi di Ruangan

- Pemberian analgetika post operasi : parasetamol 4x500 mg, apabila tetap

nyeri serta mual-muntah harap menghubungi tim APS (Acute Pain Service)

Anestesi RSUP Sanglah.

- Antibiotika dan obat-obatan lain sesuai dengan teman sejawat bedah.

- Makan dan minum bebas.

- Infus untuk pemeliharaan diberikan kristaloid 14 tetes/menit.

3.6 Follow Up Pasien Post Operasi

Tanggal 25/05/2011

S: nyeri luka post operasi, makan minum baik, BAK (+), tidur terganggu (baru

bisa tidur setelah jam 3 pagi).

O: Hemodinamik stabil,

Status Lokalis pada Regio Mamae D didapatkan luka terawat post operasi

dengan terpasang 2 drain, produksi drain I : 25cc, produksi drain II : 100cc.

A: Post MRM + LD Flap hari I LABC Dextra

28

Page 29: PEMBAHASAN-GUS ADIT

P:

Diet Bebas

Aminofusin : D5 : NaCl = 1:2:1 / 24 jam

Ceftriaxone 2x1 gram

Ketorolac 3x1 ampul

Ranitidin 3x1 ampul.

Ondansentron 3x1 ampul.

Diet TKTP

Vitamin C 2x2

KSR 1x1

Transfusi PRC s/d Hb ≥10

Transfusi Alb s/d Hb ≥2,5

Tanggal 26/05/2011

S: nyeri luka post operasi sudah mulai berkurang, makan minum baik, BAK (+),

tidur terganggu

O: Hemodinamik stabil,

Status Lokalis pada Regio Mamae D didapatkan luka terawat post operasi

dengan terpasang 2 drain, produksi drain I : 50 cc, produksi drain II : 5 cc.

A: Post MRM + LD Flap hari II LABC Dextra

Hasil pemeriksaan terakhir : Hb= 9,3 (sebelum dimasukkan 1 kolf lagi),

Alb=(2,019 sebelum masuk flash Aminofosin yang ke III ).

P :

Diet Bebas

Aminofusin : D5 : NaCl = 1:2:1 / 24 jam

Ceftriaxone 2x1 gram

Ketorolac 3x1 ampul

Ranitidin 3x1 ampul.

Ondansentron 3x1 ampul.

Diet TKTP

Vitamin C 2x2

KSR 1x1

Transfusi PRC s/d Hb ≥10

29

Page 30: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Transfusi Alb s/d Hb ≥2,5

Tanggal 27/05/2011

S: nyeri luka post operasi sudah mulai berkurang, makan minum baik, BAK

(+),tidur terganggu (baru bisa tidur setelah jam 3 pagi).

O: Hemodinamik stabil

Status Lokalis pada Regio Mamae D didapatkan luka terawat post operasi

dengan terpasang 2 drain, produksi drain I : 10 cc, produksi drain II : 5 cc.

A: Post MRM + LD Flap hari III LABC Dextra

P:

Off drain

Diet Bebas

Aminofusin : D5 : NaCl = 1:2:1 / 24 jam

Ceftriaxone 2x1 gram

Ketorolac 3x1 ampul

Ranitidin 3x1 ampul.

Ondansentron 3x1 ampul.

Diet TKTP

Vitamin C 2x2

KSR 1x1

Transfusi PRC s/d Hb ≥10

Transfusi Alb s/d Hb ≥2,5

Tanggal 28/05/2011

S: nyeri luka post operasi sudah mulai berkurang, makan minum baik, BAK

(+),tidur terganggu (baru bisa tidur setelah jam 3 pagi).

O: Hemodinamik stabil

Status Lokalis pada Regio Mamae D didapatkan luka terawat post operasi.

A: Post MRM + LD Flap hari IV LABC Dextra

P:

Off drain

Diet Bebas

Aminofusin : D5 : NaCl = 1:2:1 / 24 jam

Ceftriaxone 2x1 gram

30

Page 31: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Ketorolac 3x1 ampul

Ranitidin 3x1 ampul.

Ondansentron 3x1 ampul.

Diet TKTP

Vitamin C 2x2

KSR 1x1

Transfusi PRC s/d Hb ≥10

Transfusi Alb s/d Hb ≥2,5

Pk 12.00 tanggal 28/05/2011 pasien dipulangkan dari bagian Onkologi,

planning untuk radioterapi 2 minggu post MRM ( 07 Juni 2011).

31

Page 32: PEMBAHASAN-GUS ADIT

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 27 tahun dengan Locally Advanced Breast Cancer

dextra T4c N1 M0. Permasalahan yang terjadi dan yang menjadi perhatian utama

adalah rasa nyeri yang dirasakan pasien serta permasalahan psikologis yaitu rasa

takut, cemas, dan was-was yang selalu dirasakan oleh pasien. Adanya kanker

payudara pada pasien dapat dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan

keluhan benjolan pada payudara kanan sejak 10 bulan yang lalu. Dikatakan

sempat keluar gelembung-gelembung serta cairan bening dari puting susu pasien.

Kemudian semakin lama dikatakan benjolannya semakin membesar dan sudah

menimbulkan keluhan nyeri. Dari hasil pemeriksaan klinis serta penentuan

staging berdasarkan sistem TNM didapatkan T4c N1 M0 di mana berdasaran

teori pada penderita ini merupakan kanker payudara stadium 3B. T4c

menunjukkan bahwa telah terjadinya ekstensi ke dinding dada dan telah terdapat

edema, ulserasi, serta nodul satelit pada kulit salah satu payudara. Untuk t4c ini

sesuai dengan yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan klinis yaitu

benjolan pada payudara kanan sejak 10 bulan yang lalu. Dikatakan sempat keluar

gelembung-gelembung serta cairan bening dari putting susu pasien. Kemudian

semakin lama dikatakan benjolannya semakin membesar dan sudah

menimbulkan keluhan nyeri. N1 menunjukkan telah terjadinya pembesaran pada

kelenjar getah bening pada sisi ipsilateral atau searah dengan munculnya lesi.

Pada hasil USG mamae kanan pasien didapatkan pembesaran kelenjar getah

bening sesuai dengan tempat munculnya benjolan yaitu pada payudara kanan,

M0 menunjukkan belum adanya metastasis ke organ yang lainnya, yang pada

pasien dibuktikan pada hasil foto thorax serta dari hasil USG abdomennya. Foto

thoraxnya menunjukkan gambaran cor serta pulmo yang normal, sedangkan dari

USG abdomennya tidak didapatkan proses metastasis pada hepar serta kelenjar

paraaorta. Stadium 3B ini mengindikasikan stadium lanjut di mana pada stadium

lanjut permasalahan utama yang sering ditemui adalah nyeri yang sering

membebani penderita, dan menimbulkan permasalahan psikologis. Selain dari

32

Page 33: PEMBAHASAN-GUS ADIT

hasil anamnesis, serta dari hasil pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan

penunjang yaitu dengan foto thorax, USG mamae, USG abdomen serta dengan

pemeriksaan histopatologis untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan

histopatologi didapatkan hasil menunjukkan gambaran karsinoma mamae tipe

ductal invasif jenis solid tubuler grade III.

Untuk diagnosis nyeri pada kanker payudara ini harus dilakukan secara

teliti. Dalam kepustakaan dikatakan pemeriksaan terhadap nyeri harus dilakukan

dengan seksama, yang dilakukan sebelum pengobatan dimulai, secara teratur

pengobatan dimulai, setiap saat bila ada laporan nyeri baru dan setelah interval

terapi 15-30 menit setelah pemberian parenteral dan 1 jam setelah pemberian

peroral. Dari anamnesis pada pasien mengeluh nyeri sejak 10 bulan yang lalu, di

mana nyeri mulai dirasakan saat benjolan semakin membesar dan nyeri dirasakan

pada pinggiran benolan tersebut, khususnya saat harus bersentuhan dengan baju.

Nyeri tersebut merupakan nyeri kronik karena nyeri dirasakan lebih dari satu

bulan, berkaitan dengan suatu proses kronik yang menjadi penyebab terjadinya

nyeri tersebut. Derajat nyeri yang diderita pasien adalah derajat sedang, di mana

nyeri yang dirasakan telah mengganggu tidur serta aktivitas sehari-hari pasien.

Selain itu dari usia pasien yang masih muda yaitu 27 tahun dengan

memiliki 1 orang putra namun sudah menderita penyakit kanker payudara

tentunya dirasakan berat baik bagi pasien ataupun bagi keluarga. Berdasarkan

teori yang didapatkan memang terdapat hubungan antara nyeri kronik ini dengan

permasalahan psikisnya. The Psychosocial Collaborative Oncology Group dalam

penelitiannya menjelaskan prevalensi dari gangguan psikiatri pada pasien usia

dewasa muda yang menderita penyakit kanker pada berbagai stadium dan

didapatkan nilai sekitar 4%. Khususnya pada wanita yang menderita kanker

payudara, angka kejadian mengalami gangguan psikiatri berkisar antara 14-38%.

Khususnya untuk prevalensi kejadian Post Traumatic Stress Disorder pada

penderita kanker payudara berkisar antara 3%-19%. Pada kasus ditemukan

pasien usia muda 27 tahun, kemudian dari anamnesisnya pasien selalu

menunjukkan rasa takut, cemas, khawatir, karena dari pengobatan yang telah

dilakukan tidak kunjung memberikan kesembuhan, kemudian pasien khawatir

bahwa penyakit ini akan merenggut nyawanya, kemudian dia juga memikirkan

33

Page 34: PEMBAHASAN-GUS ADIT

bagaimana nantinya anaknya akan hidup sepeninggal dirinya. Pola tidur pasien

juga menjadi terganggu di mana biasanya pasien baru bisa tidur setelah pukul

tiga pagi.

Dengan berbagai permasalahan tersebut maka diperlukan penatalaksanaan

yang baik serta dapat mencakup semua aspek dari penderita kanker tersebut.

Sesuai dengan prinsip kedokteran perioperatif yaitu untuk dapat menangani

pasien mulai dari tatalaksana prabedah, pembedahan, serta terapi pasca bedah

maka dalam hal ini seorang dokter khususnya dar bagian anestesiologi harus

memiliki kemampuan dalam melakukan penatalaksanaan yang menyeluruh

tersebut.

Kesuksesan dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri kanker tergantung

pada kemampuan klinisi untuk menilai problem dasarnya, mengidentifikasi dan

mengevaluasi sindroma nyeri serta membuat rencana untuk memberikan

perawatan kontinyu yang diperlukan penderita dan keluarganya. Pengelolaan

nyeri kanker terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita,

agar penderita merasa lebih nyaman. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu

dipahami bahwa dalam usaha menanggulangi nyeri kanker, terdapat beberapa

tahapan yang ingin dicapai, yaitu : berkurangnya nyeri, usaha untuk mengatasi

penyebabnya, memperbaiki keadaan umum penderita, memulihkan semangat

penderita, dan tindakan fisioterapi.

Pada pasien karena nyeri yang diderita pasien adalah nyeri sedang, maka

berdasarkan World Health Organization Analgesic Ladder, obat yang digunakan

untuk mengatasinya adalah obat golongan opioid lemah (kodein) yang

dikombinasi dengan obat golongan non opiod (paracetamol). Namun pada pasien

setelah operasi MRM analgesik yang diberikan adalah dari golongan

paracetamol saja, dengan pertimbangan bahwa nyerinya telah dirasakan

membaik, dan untuk mengurangi efek ketergantungan (withdrawal syndrome).

Selain itu pada pasien direncanakan untuk diberikan radioterapi. Radioterapi

tersebut juga merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan nyeri kanker

yakni usaha untuk menangani penyebab nyeri dimana dalam hal ini adalah

karsinoma mamae.

34

Page 35: PEMBAHASAN-GUS ADIT

Sesuai kepustakaan disebutkan juga pada pasien dengan kanker payudara

pada stadium lanjut juga harus dilakukan penanganan untuk mengatasi

permasalahan psikologisnya salah satunya dengan pemberian obat obatan

psikofarmakologi seperti benzodiazepin, dan juga dilakukan psikoterapi.

Walaupun pada kasus belum dilakukan penanganan dari segi psikologisnya, ke

depannya diharapkan penanganan pada penderita kanker juga tidak melupakan

hal yang satu ini supaya dapat meningkatkan kualitas hidup pasiennya.

35

Page 36: PEMBAHASAN-GUS ADIT

BAB V

KESIMPULAN

Nyeri merupakan salah satu keluhan pada penderita kanker dan memiliki

dampak pada fungsi fisiologis tubuh dan juga mempengaruhi kualitas hidup

penderita. Pengelolaan nyeri yang tidak adekuat bukan saja akan meningkatkan

nmorbiditas dan mortalitas, namun dipandang sebagai suatu hal yang tidak

manusia. Oleh sebab itu, nyeri kanker harus ditangani dengan adekuat.

Dalam manajemen perioperatif pada pasien-pasien yang mengalami kanker,

khsusunya pada kanker payudara seharusnya dapat mencakup semua aspek dari

perioperatif tersebut, jadi tidak hanya menangani nyeri saja khususnya di sini

pada nyeri pasca pembedahannya, tetapi juga untuk melakukan penanganan dari

berbagai komponen lainnya seperti manajemen terhadap aspek psikologis, sosial,

dan spiritual sebagaimana manajemen komprehensif penanganan nyeri kanker.

36

Page 37: PEMBAHASAN-GUS ADIT

DAFTAR PUSTAKA

1. Tasmuth T., Von Smitten K., Kalso E., Pain and Other Symptoms During First Year After Radical and Conservative Surgery for Breast Cancer. British Journal of Cancer (1996) 74, 2024-2031.

2. Green, Ester. Cancer-Related Pain Management : A Report Evidence-Based Recommendations to Guide Practice. Program in Evidence-Based Care (PEBC), Cancer Care Ontario. 2008.

3. Suardi DR. Pengelolaan Nyeri Kanker. IDSAI 2000: 89-94.

4. Thomas JR, Ferris FD, & Gunten CF. Approach to the Management of Cancer Pain. In: Benzon, Raja, Molloy, Liv, Fishman, editors. Essential of Pain Medicine and Regional Anesthesia; edisi ke-2, Philadelphia: Elsevier, 2005:525-541.

5. Nyeri. Dalam: Diktat Kumpulan Kuliah Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2002.

6. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta. PT Macan Jaya Cemerlang. 2010. hal 217-232.

7. Manuaba, IB Tjakra Wibawa, Prof.DR.dr.,M.P.H., Sp.B (K) Onk. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI. CV Sagung Seto, Jakarta. 2010

8. Gordon, Debra B., Dahl, June L., Miaskowski, Christine., et al. American Pain Society Recommendations for Improving Quality of Acute and Cancer Pain Management. Arch Intern Med. Volume 165. Juli 2005.

9. Whitten CE. Donovan M, Cristobal K. Treating Chronic Pain: New Knowledge, More Choice. The Permanente Journal. 2005;9:9-18. Available at http://xnet.kp.org/permanentejournal/fall05/pain3.html

10. Benzon TH, Raja NS, et al. Essential of Pain Medicine and Regional Anesthesia. Second Edition. Elsevier. United States. 2005. p 1-442.

11. Ballantyne, Jane C., Cousins, Michael J., Giamberardino, Maria G., et al. The Cancer Pain with Anxiety and Chronic Pain. Volume XVII. Issue 4. September 2009.

37