Pembahasan Diagnostik Ayam

16
Status Hewan Jenis hewan yang digunakan sebagai sampel adalah ayam lokal dan broiler. Ayam lokal merupakan salah satu ayam broiler yang dipelihara di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) IPB, sedangkan ayam broiler dipelihara di Unit Pengelolahan Labolatorium (UPHL) IPB (Gambar 1). Sampel yang diamati untuk identifikasi endoparasit adalah sampel feses dan darah. Selain itu juga dilakukan koleksi spesimen ektoparasit baik yang terdapat pada ayam maupun yang ada disekitar kandang. Spesimen ektoparasit yang dikoleksi yaitu kutu di permukaan kulit ayam dan tungau dari cabutan bulu. Anamnese Kondisi ayam broiler tampak lemah dengan bulu yang kusut, penurunan napsu makan, pertumbuhan badan lambat dan feses berwarna hijau gelap, sedangkan ayam lokal tidak menunjukkan adanya gejala kesakitan. Gambar 1. Ayam broiler sampel (kiri) dan ayam lokal sampel (kanan) Signalement Nama : Ike Nama : Sony Jenis hewan : Ayam Jenis hewan : Ayam Jenis kelamin : Jantan Jenis kelamin : Jantan Umur : 1.5 bulan Umur : 9 bulan Ras : Broiler Ras : Lokal Warna : Putih Warna : Merah-hitam

description

contoh laporan uji diagnostik ayam

Transcript of Pembahasan Diagnostik Ayam

Page 1: Pembahasan Diagnostik Ayam

Status Hewan

Jenis hewan yang digunakan sebagai sampel adalah ayam lokal dan broiler. Ayam lokal merupakan salah satu ayam broiler yang dipelihara di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) IPB, sedangkan ayam broiler dipelihara di Unit Pengelolahan Labolatorium (UPHL) IPB (Gambar 1). Sampel yang diamati untuk identifikasi endoparasit adalah sampel feses dan darah. Selain itu juga dilakukan koleksi spesimen ektoparasit baik yang terdapat pada ayam maupun yang ada disekitar kandang. Spesimen ektoparasit yang dikoleksi yaitu kutu di permukaan kulit ayam dan tungau dari cabutan bulu.

Anamnese

Kondisi ayam broiler tampak lemah dengan bulu yang kusut, penurunan napsu makan, pertumbuhan badan lambat dan feses berwarna hijau gelap, sedangkan ayam lokal tidak menunjukkan adanya gejala kesakitan.

Gambar 1. Ayam broiler sampel (kiri) dan ayam lokal sampel (kanan)

Signalement

Nama : Ike Nama : SonyJenis hewan : Ayam Jenis hewan : AyamJenis kelamin : Jantan Jenis kelamin : JantanUmur : 1.5 bulan Umur : 9 bulanRas : Broiler Ras : LokalWarna : Putih Warna : Merah-hitam

Hasil Pemeriksaan

Kedua sampel feses dan darah diambil untuk dilakukan pemeriksaan. Peemeriksaan feses dilakukan dengan beberapa metode untuk melihat adanya telur cacing maupun ookista. Pemeriksaan feses yang dilakukan berupa pemeriksaan dengan metode natif, pengapungan sederhana, McMaster, dan sedimentasi. Untuk pemeriksaan darah, dilakukan dengan pewarnaan Giemsa pada preparat ulas darah. Hasil pemeriksaan feses dan ulas darah dari kedua sampel ditampilkan pada tabel 1:

Page 2: Pembahasan Diagnostik Ayam

Tabel 1. Hasil pemeriksaan sampel feses dan ulas darah ayamHewan Pemeriksaan

Natif Lugol/Eosin Pengapungan McMaster Sedimentasi Ulas darahAyam 1 +

Ascarid, Trichuris

- + Ascarid, Trichuris

+ Ascarid 7, Trichuris 9

+ Ascarid, Trichuris

+ Plasmodium sp.

Ayam 2 - Telur cacing

+ Ookista Eimeria sp.

+ Ookista Eimeria sp

+ Ookista Eimeria sp 2506

- -

Adapun gambar dari hasil sampel feses dan ulas darah yang telah identifikasi ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Identifikasi sampel feses dan ulas darah ayamHewan Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang

dilakukanHasil

identifikasiAyam 1

Telur Ascarid Telur Trichuris

Pengapungan Telur Ascarid dan

Trichuris

Telur AscaridTelur Trichuris

McMaster Telur Ascarid

700/gram tinja dan Trichuris 900/gram

tinja

Ulas darah dengan

pewarnaan Giemsa

Plasmodium sp.

(1.2%)

Ayam 2 Pengapungan Ookista Eimeria sp.

Page 3: Pembahasan Diagnostik Ayam

McMaster Ookista Eimeria sp.

Jumlah ookista 250600

Pada tabel 3 ditampilkan hasil identifikasi ektoparasit yang diperoleh dari tubuh ayam (kutu dan tungau) dan ektoparasit di sekitar kandang.

Tabel 3. Identifikasi ektoparasit

Hasil pemeriksaan mikroskopis Uji yang Dilakukan

Hasil Identifikasi

4x

Mikroskopis Menopon gallinae

4x

Mikroskopis Megninia sp.

Mikroskopis Musca domestica

Mikroskopis Chrysomia sp.

PEMBAHASAN

Endoparasit pada feses ayamHasil koleksi dan identifikasi endoparasit menunjukkan bahwa beberapa

jenis endoparasit yang banyak ditemukan yaitu jenis Eimeria sp., telur Ascarid, telur Trichuris, dan Plasmodium gallinaceum. Pada sampel feses ayam 1 ditemukan telur ascarid dan telur trichuris. Cacing dengan tipe telur ascarid dapat berupa cacing Ascaridia galli dan Heterakis gallinarum, sedangkan cacing dengan

Page 4: Pembahasan Diagnostik Ayam

tipe telur trichuris dapat berupa cacing Trichuris sp. dan Capillaria sp.. Pada ayam 2 tidak ditemukan telur cacing, namun ditemukan Eimeria sp. yang dapat menyebabkan koksidiosis pada ayam. Berdasarkan perhitungan TTGT, jumlah telur ascarid pada ayam 1 berjumlah 700/gram tinja, nilai ini masih termasuk infeksi ringan. Nilai TTGT telur trichuris ayam 1 adalah 900/gram tinja, angka ini menunjukkan bahwa ayam mengalami infeksi sedang cacing trichuris. Pada ayam 2 nilai OGT sebesar 250600/gram tinja. Angka ini cukup tinggi atau termasuk infeksi berat.

Ascaridia galli merupakan cacing yang sering ditemukan pada unggas. Cacing ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat dari penurunan bobot ayam dan menurunkan produksi telur (Tiuria 1991). Hal ini disebabkan oleh Ascaridia galli dapat mengganggu efisiensi absorpsi nutrisi yang berlangsung dalam usus halus (Balqis 2009). Telur cacing ini dikeluarkan bersama feses inang dan akan mencapai stadium infektif dalam waktu 10 hari atau lebih pada suhu rendah. Telur infektif dapat bertahan selama 3 bulan atau lebih pada kondisi lingkungan yang mendukung, namun akan mati akibat kekeringan atau cuaca panas (Soulsby 1982). Stadium telur infektif memiliki peranan penting dalam siklus hidup cacing ini. Telur infektif akan menetas dalam inang dan setelah 10 hari larva akan penetrasi ke dalam jaringan mukosa dan kembali ke lumen setelah tujuh hari. Cacing akan berkembang menjadi dewasa setelah 5-8 minggu. Penetrasi Ascaridia galli ke jaringan akan menyebabkan kerusakan vili-vili pada duodenum, jejunum, dan ileum. Ascaridia galli ini dapat menghasilkan telur berkisar antara 4000-10000. Banyaknya jumlah telur yang dihasilkan merupakan cara mempertahankan kelangsungan hidupnya (Balqis 2009). Penularan cacing ini biasanya melalui pakan, air minum, dan bahan lain yang tercemar oleh feses yang mengandung telur infektif (Tabbu 2002).

Heterakis gallinarum merupakan cacing nematoda yang berhabitat pada sekum unggas. Telur cacing ini sullit untuk dibedakan dengan telur Ascaridia galli. Heterakis gallinarum ini dapat menjadi perantara bagi Histomonas meleagridis yang menyebabkan histomoniasis (Prayoga 2014). Telur akan mencapai tahap infektif setelah dua minggu, tergantung pada kondisi lingkuungan. Cacing betina menghasilkan telur yang berbentuk elips, berkulit halus, berukuran 65-80 µm x 35-48 µm, dan sulit dibedakan dengan telur Ascaridia galli (Permin dan Hansen 1998). Larva akan menetas pada usus. Tahap larva dan dewasa kemudian bermigrasi menuju sekum (Prayoga 2014).

Selain telur Ascarid, ditemukan pula telur tipe Trichuris. Cacing dengan tipe telur seperti ini dapat berupa cacing Capillaria sp. dan Trichuris sp.. Telur Capillaria berdinding tebal, kedua sisinya datar dan pada ujung anterior sampai posterior terdapat operkulum (selaput penutup). Ukuran telurnya 30-45 μm, bentuk ujung telur tidak menonjol. Sedangkan telur Trichuris memperlihatkan bentuk oval, berdinding tebal, memiliki operkulum dan tidak mempunyai blastomer (Rismawati et al. 2013 ). Telur Trichuris pada ayam kampung memiliki ukuran panjang 19 μm dan lebar 11 μm. Telur ini dapat tetap hidup di luar tubuh inang dalam beberapa bulan apabila dalam kondisi lembab dan akan mati pada daerah kering. Telur infektif (telur yang mengandung larva) Trichuris dapat bertahan di lingkungan yang sesuai selama beberapa tahun. Telur akan menetas dalam usus selama 3-10 hari dan menjadi dewasa dalam waktu 3 bulan (Kusumamihardja 1993)

Page 5: Pembahasan Diagnostik Ayam

Pada ayam 2, didapatkan Eimeria sp. yang dapat menyebabkan koksidiosis. Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa Eimeria sp. yang menyerang saluran pencernaan terutama epitel usus (Salfina et al. 1996). Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kerugian yang ditimbulkan meliputi kematian, morbiditas yang cukup tinggi, masa bertelur yang terlambat dan produksi menurun, pertumbuhan yang terhambat, dan biaya pengobatan yang tinggi. Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur pada berbagai peternakan ayam. Terdapat sembilan spesies Eimeria yang ditemukan pada ayam, yaitu: Eimeria tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunetti, E. acervulina, Emitis, E. mivati, E. praecox, dan E. hagani. Adapun spesies yang merupakan parasit paling patogen pada unggas yaitu E. tenella dan E. necatrix (Tampubolon 2004). Berikut klasifikasi dari Eimeria sp:

Filum : ApicomplexaKelas : CoccidiaOrdo : EucoccidioridaSubordo : EimeriorinaFamili : EimeriidaeGenus : EimeriaSpecies : Eimeria sp.

Eimeria memiliki siklus hidup yang kompleks dan menciri, yang berlangsung sekitar 7 hari, meliputi beberapa stadium aseksual dan seksual. Eimeria memiliki satu generasi ookista, 2-4 stadium aseksual (skisogoni atau merogoni), dan satu stadium seksual (sporogoni). Ookista harus bersporulasi untuk menjadi infektif. Waktu yang dibutuhkan untuk bersporulasi bervariasi antara 12-30 jam pada suhu kamar. Sporulasi ookista yang optimal berlangsung pada suhu 25°-30°C dengan kelembaban dan kadar oksigen yang tinggi. Satu ookista yang telah bersporulasi dapat menghasilkan 100000 anak ookista. Proses sporulasi untuk menghasilkan stadium infektif dalam waktu 48 jam. Ookista yang infektif mengandung 4 sporokista, yang selanjutnya mengandung 2 sporozoit. Jika ookista diingesti, maka dinding ookista akan digerus di dalam ventrikulus dan sporozoit akan dibebaskan dari sporokista. Kemudian sporozoit akan memasuki sel epitel di daerah mukosa usus dan memulai siklus sel yang berlanjut menjadi proses reproduksi (Tabbu 2002).

Pada fase seksual, sejumlah mikrogamet yang motil akan mencari dan bersatu dengan makrogamet. Zigot yang dihasilkan akan menjadi dewasa untuk menjadi ookista yang akan dibebaskan dari mukosa usus dan bercampur dengan feses. Ookista biasanya bersifat resisten terhadap kondisi lingkungan dan berbagai desinfektan, meskipun kemampuan bertahan bervariasi menurut keadaan. Ookista dapat bertahan dalam tanah selama berminggu-minggu, tetapi ketahanan ookista dalam litter hanya beberapa hari karena pengaruh amoniak, bakteri, dan jamur. Ookista akan mati pada suhu 55°C atau pada keadaan beku. Protozoa ini juga dapat mati pada temperatur 37°C selama 2-3 hari. kejadian koksidiosis ini biasanya lebih rendah pada cuaca panas dan kering dibandingkan pada cuaca dingin dan lembab (Tabbu 2002). Skematis siklus hidup Eimeria sp. ditampilkan pada gambar 2.

Page 6: Pembahasan Diagnostik Ayam

Gambar 2 Siklus Hidup Eimeria sp.

Eimeria sp. tidak menular secara langsung dari ayam ke ayam. Penularan alami koksidiosis hanya terjadi dengan cara menelan ookista yang telah bersporulasi. Walaupun tidak terdapat hospes intermediete alami untuk Eimeria sp., ookista dapat disebarkan secara mekanik oleh berbagai jenis hewan, serangga, peralatan tercemar, burung liar, dan debu. Selain itu, sejenis kumbang yang hidup di dalam litter juga merupakan carrier mekanik dari ookista.

Ayam yang diambil sampel fesesnya memiliki gejala klinis berupa tubuh yang kecil akibat pertumbuhan yang lambat, bulu kusut, dan terjadi penurunan nafsu makan. Pada hasil pemeriksaan natif, sampel feses ayam tidak menunjukkan adanya ookista Eimeria sp. Tidak adanya ookista pada pemeriksaan natif tidak menunjukkan bahwa sampel feses bebas dari ookista, maka diperlukan metode lain agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hal ini dibuktikan oleh hasil pemeriksaan metode pengapungan sederhana dan metode McMaster ditemukan ookista dari Eimeria sp. Jumlah ookista yang didapatkan adalah sebanyak 250600 per gram tinja. Angka ini digunakan untuk menentukan derajat infeksi dari protozoa tersebut. Jumlah ookista dalam feses di atas 100 000 dapat menimbulkan tampaknya gejala klinis hingga kematian. Perbedaan derajat infeksi ini dapat disebabkan oleh umur hewan dan status kekebalan tubuh hewan (Tabbu 2002). Penularan koksidiosis ini dapat disebabkan oleh alat kandang, pakan, tempat minum yang terinfeksi ookista, dan dipindahkan melalui vektor mekanik seperti lalat, serangga, dan kumbang.

Penanggulangan koksidiosis pada ayam dapat dilakukan dengan sanitasi yang baik, menjaga litter dengan optimal, penggunaan koksidiostat dalam pakan. Kontak dengan Eimeria sp. dapat ditekan jika litter tetap kering dan diaduk karena tidak mendukung proses sporulasi. Ayam yang terinfeksi koksidiosis dipisahkan dari kandang dan ayam sehat diberi koksidiostat. Pengobatan dapat dilakukan segera setelah diagnosa koksidiosis diketahui. Pengobatan dapat dengan penggunaan sulfonamid. Sulfonamid ini memiliki kekuatan koksidiostat yang lebih baik daripada efek koksidiosidal (Tampubolon 2004).

Page 7: Pembahasan Diagnostik Ayam

Endoparasit pada darah ayamSampel darah yang diuji diperoleh hasil bahwa teridentifikasi adanya

Plasmodium sp (Gambar 3). Berikut tersedia taksonomi Plasmodium sp:Phylum : ApicomplexaKelas : CoccidiaOrdo : EucococidioridaFamily : PlasmodidaeGenus : PlasmodiumSpesies : Plasmodium sp.

Gambar 3. Plasmodium sp.

Infestasi Plasmodium sp. pada ayam dapat menyebabkan muncul malaria. Pada kondisi tertentu seperti musim hujan dapat meningkatkan tingkat kejadian penyakit ini. Dikarenakan pada musim hujan akan banyak terdapat genangan air, dan hal tersebut menjadi tempat yang ideal untuk berkembangnya nyamuk sebagai vektor Plasmodium sp. Spesies Plasmodium sp. yang paling sering menyerang unggas atau ayam adalah Plasmodium gallinaceum (Tampubolon 2004).

Plasmodium dalam perkembangannya cepat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain di dalam vektornya. Sporozoit parasit ini berbentuk seperti pisang dengan diameter yaitu 1 mikron. Stadium ini selanjutnya berkembang menjadi skizon yang berbentuk bulat, berukuran 18 x 15 mikron dan pada skizon yang sudah masak berisi merozoit yang sudah siap dilepaskan ke dalam sel darah merah (Levine 1990). Makrogametosit (gametosit betina) intinya kecil, kompak bewarna merah muda, berukuran 20-26 mikron. Sedangkan mikrogametosit (gametosit jantan) bewarna biru bersifat difuse dan berukuran 20-25 mikron. Hasil pembuahan makrogamet dan mikrogamet disebut zigot. Zigot dapat bergerak dan disebut dengan ookinet dan selanjutnya berkembang menjadi ookista yang berbentuk oval dan berdiameter 50 sampai 60 mikron(Tampubolon 2004).

Siklus hidup parasit ini terdiri dari siklus aseksual yang berlangsung pada induk semang vertebrata dan siklus seksual yang berlangsung pada induk semang avertebrata. Dalam siklus aseksual akan berlangsung tahap skizogoni dan gametogoni. Skizogoni berlangsung dalam tiga tahap yaitu skizon pra eritrosit, skizon eritrosit, dan skizon eksoeritrosit (Tampubolon 2004). Tahapan sporogoni akan dimulai dari perkembangan gametosit yang dilanjutkan dengan siklus seksual yang berlangsung dalam tubuh vektor (Gambar 4).

Page 8: Pembahasan Diagnostik Ayam

Gambar 4. Siklus hidup Plasmodium sp.

Siklus Plasmodium diawali dengan masuknya sporozoit-sporozoit ke dalam darah melalui suatu gigitan nyamuk. Mereka tinggal dalam peredaran darah kurang dari satu jam dan cepat masuk ke sel-sel parenkim hati. Di sel-sel parenkim mereka menjadi merozoit eksoeritrosit pertama yang disebut juga skizon pre eritosit atau kriptozoit. Skizon membesar dan membagi dirinya secara pembelahan multiple dan membentuk merozoit-merozoit yang disebut sebagai metakriptozoit yang akan masuk ke dalam sel-sel parenkim hati baru (pada bangsa unggas, terjadi di sel-sel endotel dan sebagian besar terjadi didalam sel-sel haematopoietik) dan menjadi merozoit eksoeritrosit kedua, mengalami pembelahan ganda dan membentuk metakriptozoit baru . Metakriptozoit baru keluar dari sel hati, masuk ke dalam peredaran darah kemudian masuk ke dalam sel eritrosit dan endotel. Metakriptozoit tumbuh dan kemudian disebut skizon (tropozoit). Pada tahap skizogoni, skizon atau tropozoit membentuk vakuol-vakuol makanan berisi sitoplasma sel induk semang yang diperoleh dengan cara invaginasi dan mengambil bagian-bagian sitoplasma (Levine 1990).

Didalam vakuol makanan terdapat butir-butir pigmen hemozoin karena pencernaan hemoglobin. Tropozoit pecah dan menghasilkan merozoit. Jumlah merozoit yang dihasilkan tergantung spesies Plasmodium. Merozoit kemudian keluar dari eritrosit dan masuk ke eritrosit baru dan mengulangi siklus. Lama setiap siklus tergantung spesies parasit. Merozoit yang keluar dan melisiskan sel darah merah induk semang mengeluarkan butir-butir hemozoin dan hasi metabolit lainnya(Levine 1990). Bahan-bahan tersebut bersifat toksin dan menyebabkan suatu reaksi hebat atau Paraxysm pada induk semang yaitu panas dingin. Setelah infeksi berlangsung beberapa hari, maka beberapa merozoiit yang memasuki sel eritrosit berkembang menjadi makrogamet dan sebagian menjadi mikrogamet. Parasit tetap bertahan pada stadium ini sampai darah ini ditelan oleh nyamuk yang lain. Didalam perut nyamuk mikrogametosit (sel jantan) berubah dengan cepat dalam waktu 10 sampai 15 menit, inti mikrogametosit membelah dan menghasilkan 6 sampai 8 mikrogamet panjang yang mirip flagelum, proses ini disebut dengan eksflagelasi. Mikrogamet melepaskan diri yang terdiri dari satu

Page 9: Pembahasan Diagnostik Ayam

inti, satu flagel, dan suatu selaput luar sel. Mikrogamet yang lepas bergerak aktif mencari sel betina (makrogamet) (Levine 1990). Jika Mikrogamet bertemu dengan makrogamet maka terjadi pembuahan dan berkembang menjadi zigot. Zigot yang terbentuk dapat bergerak menggunakan ookinet. Ookinet menembus selaput lendir perut tengah (lambung) sampai dipermukaan luar lambung nyamuk dan tumbuh menjadi ookista. Inti ookista membelah diri menjadi sporoblast, inti sporoblas membelah diri dan menjadi ookista yang berisi 10,000 atau lebih sporozoit yang memiliki satu inti di bagian tengahnya. Sporozoit keluar dari ookista dan bermigrasi ke kelenjar air liur. Kemudian pindah ke induk semang baru jika nyamuk menggigit lagi. Proses perkembangan sporozoit memakan waktu 10-20 hari, tergantung dari spesies dan suhu. Apabila nyamuk pernah terinfeksi maka akan tetap terinfeksi seumur hidup dan dapat menularkan parasit setiap kali ia menggigit (Levine 1990).

Pengobatan penyakit ini dapat menggunakan obat-obat anti malaria. Preparat Fe dan vitamin serta garam-garam mineral diberikan untuk mencegah keadaan anaemia yang berkelanjutan akibat banyaknya sel darah merah yang rusak karena parasit. Obat anti malaria yang sering digunakan adalah Chloroquine rata-rata pemberian 5 mg/Kg BB, paludrine 7.5 mg/ Kg BB selama tiga hari berturut-turut, Pyrimethamine 0.3 Mg/ Kg BB efektif terhadap P. galliceum. Informasi terbaru peneliti dari London menemukan enzim yang dapat menggangu siklus perkawinan parasit. Enzim tersebut berperan sebagai penghambat yang dapat menghentikan parasit malaria dari perkembangan perkawinannya.

Ektoparasit pada ayam dan sekitar kandangBerdasarkan temuan dilapang diperoleh hasil bahwa kondisi kandang

kurang terawat kebersihannya dengan feses ayam yang dibiarkan menumpuk dilantai. Menumpuknya feses menarik lalat untuk bertelur. Jenis lalat hasil koleksi dapat didentifikasi merupakan Musca domestica dan Chrysomia sp. Musca domestica atau lalat rumah mengalami metamorfosis sempurna, diawali dengan tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Untuk bertelur, lalat memilih tempat–tempat yang lembab dan banyak mengandung zat organik seperti sampah dan bahan busuk lainnya (Kadarsan 1983). Telur menetas kurang dari 24 jam setelah diletakkan, tergantung pada keadaan cuaca. Pada suhu 15-20 oC, periode menetas telur berkisar 24 jam. Sedangkan pada suhu 25-35 oC hanya 8-12 jam. Dalam waktu sekitar 10-20 jam telur menetas menjadi larva (Kadarsan 1983). Dalam perkembangan larva terdapat 3 bentuk instar. Instar I dan II lamanya 24 jam. Instar ketiga lamanya 3 hari atau lebih. Lalat ini dapat berperan sebagai vektor mekanik berbagai penyakit.

Chrysomya sp. atau sering disebut lalat hijau ini banyak terdapat di Indonesia. Larva lalat dari genus ini dapat menyebabkan miasis. Ukuran tubuh lalat ini lebih besar dari lalat rumah. Memiliki warna hijau metalik yang khas dengan bulu-bulu pendek yang menutupi tubuh. struktur mulutnya tipe penjilat seperti lalat rumah. Telur lalat Chrysomya sp. ini akan menetas setelah 23-30 jam yang kemudian menjadi larva. Stadium larva dilalui selama 5-6 hari yang akan menjadi pupa selama 7-9 hari. Setelah melewati tahap pupa, lalat akan menjadi dewasa. Lalat ini dapat menimbulkan kesehatan dalam kesehatan masyarakat seperti halnya lalat rumah (Hadi dan Soviana 2010).

Page 10: Pembahasan Diagnostik Ayam

Selain temuan tersebut, hasil koleksi spesimen ektoparasit juga diperoleh adanya kutu Menopon gallinae dan tungau Megninia sp.

Menopon gallinae termasuk dalam ordo Phthiraptera, subordo Amblycera, famili Menoponidae, genus Menopon. Kutu ini tergolong sebagai kutu penggigit. Siklus hidup Menopon gallinae adalah secara langsung dan terjadi pada tubuh inang. Kutu betina dapat menghasilkan 50-300 butir telur. Telur akan diletakkan (melekat) pada bulu secara bergerombol dan akan menetas menjadi nimfa setelah 4 – 7 hari (Murtidjo 1992). Waktu yang dibutuhkan sejak menetas hingga menjadi dewasa sekitar 10 – 15 hari. Kutu dewasa kemudian bisa hidup selama 10 hari hingga beberapa bulan. Namun di luar tubuh ayam, kutu hanya dapat hidup selama 5-6 hari saja (Medion 2014). Kutu jarang menimbulkan kematian, namun dapat menurunkan produksi telur pada ayam. Hal ini disebabkan oleh kutu yang dapat menghisap darah dengan cara menusuk tangkai bulu yang baru tumbuh atau melukai kulit sehingga mengalami iritasi (Tabbu 2002). Pengendalian yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kasus kutu adalah dengan menjaga sanitasi kandang dengan baik dan pemberian pestisida. Salah satu cara pengendaliannya dapat dengan cara penyemprotan atau pencelupan ayam dengan menggunakan insektisida yang aman bagi ayam.

Salah satu spesies Megninia sp. yang sering ditemukan pada ayam adalah Megninia ginglymura. Megninia ginglymura merupakan tungau ordo Acariformes, subordo Astugmata dan family Analgidae. M. ginglymura hidup pada bulu dan memiliki host spesifik yang luas. Habitat M. ginglymura di dalam dasar bulu badan dan sayap. Beberapa spesies lainnya dari genus ini terkadang muncul di bawah kulit (Taylor et al. 2007). Sekitar 440 spesies dari 33 famili tungau hidup pada dan dalam bulu unggas. Tungau-tungau ini memiliki perbedaan morfologi yang nyata yang disebabkan oleh banyaknya jumlah inang yang berbeda dan bentuk adaptasi mereka terhadap habitat mikro yang ada pada bulu. Biasanya tungau ini dapat mengakibatkan dermatitis pada ternak (Zucca & Delogu 2008).

Quintero et al. (2006) menemukan bahwa Megninia sp telah lama ditemukan pada ayam-ayam di Yucatan, Mexico. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 dilaporkan bahwa jumlah populasi Megninia mencapai puncaknya pada bulan Juli dan November. Tungau ini memiliki dua siklus biologi dalam setahun. Megninia selalu ditemukan sepanjang tahun dengan densitas populasi terendah pada bulan Maret dan Oktober. Oleh karena itu, pengendalian untuk tungau ini disarankan dilakukan pada bulan Juni dan awal November, sebelum jumlah populasi dari tungau ini meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Balqis U, Darmawi, Hambal M, Tiuria R. 2009. Perkembangan telur infektif Ascaridia galli melalui kultur in vitro. J Ked Hewan. Vol. 3 No.2.

Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Press

Kadarsan SA, Purwaningsih E, Munaf HB, Budiarti I, Hartini S. 1983. Binatang Parasit. Bogor (ID) : Lembaga Biologi Nasional LIPI.

Page 11: Pembahasan Diagnostik Ayam

Kusumamihardja S. 1993. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Levine ND. 1990. Parasitologi Veteriner. Wardiarto GA editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

[Medion]. 2014. Mengatasi kutu yang mengganggu. [Internet]. [diakses Maret 2015]. Tersedia pada http://info.medion.co.id

Murtidjo BA. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta (ID): Kaninus.

Permin A, JW Hansen. 1998. Epidemiology, Diagnostic, and Control Poultry Parasites. FAO Animal Health Manual. Rome: FAO United Nation.

Prayoga IMA, Suratma NA, Damriyasa IM. 2014. Perbedaan heritabilitas infeksi Heterakis gallinarum pada ayam lokal dan ras Lohman. Buletin Veteriner Udayana. Vol.6 No.2.

Rismawati, Yusfiati, Mahatma R. 2013. Endoparasit pada usus ayam kampung (Gallus domesticus) di pasar tradisional Pekanbaru.

Safina A, Hamdan, Siswansyah DD. 1996. Studi patogenitas Eimeria tenella pada ayam buras di Kalimantan Selatan. JITV Vol 2 No.4

Soulsby EJL. 1982. Helmints, Arthropods, and Protozoa or Domesticated Animals 7rd Ed. Philadelpia (US):

Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 2. Yogyakarta (ID): Kaninus.

Tampubolon MP. 2004. Protozoologi. Bogor (ID): Pusat Studi Ilmu Hayati IPBTiuria R. 1991. Hubungan antara dosis infeksi, biologi Ascaridia galli dan

produktivitas ayam petelur. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.