PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan...

30
32 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang konsep diri penderita TB Paru di Puskesmas Tomata Kecamatan Mori Atas, kabupaten Morowali. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 15 Agustus 2014 sampai 8 September 2014. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Geografis Kecamatan Mori Atas berada di ibukota kabupaten Morowali dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Mori Utara, sebelah selatan berbatasan dengan wilayah propinsi Sulawesi Selatan dan Kecamatan Lembo, sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Petasia dan Kecamatan Lembo, dan sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Poso. Kecamatan Mori Atas terletak pada ketinggian 350-450 meter dari atas permukaan laut. Flora yang dibudidayakan di daerah ini sebagian besar adalah pohon coklat, pohon cengkeh, pohon aren, dan kelapa sawit. Sedangkan fauna yang dikembangbiakan adalah jenis ternak besar adalah sapi dan kerbau, ternak kecil seperti babi serta unggas seperti ayam dan itik.

Transcript of PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan...

Page 1: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

32

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang konsep diri penderita

TB Paru di Puskesmas Tomata Kecamatan Mori Atas, kabupaten

Morowali. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 15 Agustus

2014 sampai 8 September 2014.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Geografis

Kecamatan Mori Atas berada di ibukota kabupaten Morowali

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara

berbatasan dengan wilayah Kecamatan Mori Utara, sebelah selatan

berbatasan dengan wilayah propinsi Sulawesi Selatan dan

Kecamatan Lembo, sebelah Timur berbatasan dengan wilayah

Kecamatan Petasia dan Kecamatan Lembo, dan sebelah Barat

berbatasan dengan wilayah Kabupaten Poso.

Kecamatan Mori Atas terletak pada ketinggian 350-450

meter dari atas permukaan laut. Flora yang dibudidayakan di

daerah ini sebagian besar adalah pohon coklat, pohon cengkeh,

pohon aren, dan kelapa sawit. Sedangkan fauna yang

dikembangbiakan adalah jenis ternak besar adalah sapi dan

kerbau, ternak kecil seperti babi serta unggas seperti ayam dan itik.

Page 2: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

33

Daerah kecamatan Mori Atas bukan daerah pantai, tetapi banyak

terdapat aliran sungai.

Kecamatan Mori Atas memiliki 12 desa dengan total luas

wilayah 1.508,81 Km2. Desa terluas adalah Desa Kolaka dengan

luas wilayah 271,12 Km2, disusul dengan Desa Taende dengan

luas wilayah 194,28 Km2, disusul oleh Desa Ensa dengan luas

wilayah 189,78 Km2. Keduabelas desa dan luas wilayahnya dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nama Desa dan Luas Wilayah di Kecamatan Mori Atas

No Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Km2) Presentase

1. Gontara 98,91 3,872. Kasingoli 83,75 3,273. Lee 100,85 3,944. Saemba 141,44 5,535. TomuiKarya 12 0,476. Tomata 107,71 4,217. Londi 90,81 3,558. Taende 194,28 7,609. Ensa 189,78 7,42

10. Peonea 97,17 3,8011. Kolaka 271,12 10,6012. Lanumor 120,99 4,73Sumber :Kecamatan Mori Atas dalam Angka, 2012

Pusat kota berada di ibu kota kecamatan dan ibu kota

kabupaten. Ada pun jarak tempuh masing-masing desa ke ibu kota

kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada tabel

4.2.

Tabel 4.2 Jarak Tempuh Antar Desa di Kecamatan Mori Atas

No Desa/Kelurahan Jarak (Km)

Dapat Ditempuh Menggunakan Kendaraan

Page 3: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

34

1. Gontara 12,00 Roda 42. Kasingoli 15,00 Roda 43. Lee 19,00 Roda 44. Saemba 22,00 Roda 45. TomuiKarya 24,00 Roda 46. Tomata 0,00 Roda 47. Londi 4,00 Roda 48. Taende 9,00 Roda 49. Ensa 12,00 Roda 4

10. Peonea 17,00 Roda 411. Kolaka 20,00 Roda 412. Lanumor 18,00 Roda 4

Sumber :Kecamatan Mori Atas dalam Angka, 2012Secara umum warga kecamatan Mori Atas menggunakan

kendaraan pribadi untuk menjangkau ibu kota kecamatan.

Sehingga, warga kecamatan Mori Atas tidak memiliki hambatan

untuk mencapai fasilitas publik dan saran-prasarana yang ada.

4.1.2 Gambaran Demografis

a. Keadaan Penduduk

Penduduk Kecamatan Mori Atas terdiri dari beberapa suku,

diantaranya suku Mori yang merupakan suku asli, serta beberapa

suku pendatang, diantaranya suku Pamona, Toraja, Bugis, Jawa,

dan Bali. Sebagian besar dari para pendatang berprofesi sebagai

pedagang dan petani. Penduduk kecamatan Mori Atas selain

berprofesi sebagai pedagang dan petani sebagian berprofesi

sebagai pegawai negeri sipil atau PNS (Kecamatan Mori Atas

dalam Angka, 2012).

Keberanekaragaman penduduk di Kecamatan Mori Atas ini

menyebabkan bahasa ibu setiap orang dalam komunitas dapat

Page 4: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

35

berbeda, tergantung dari suku asalnya. Namun dalam pergaulan

atau sosialisasi sehari-hari, warga menggunakan bahasa lokal

masyarakat Mori, meski dialek yang berbeda. Bahasa lokal yang

dimaksud seperti sa yang berarti saya, ko yang berarti kau, dorang

yang berarti mereka dan lain sebagainya.

Pada laporan akhir tahun Kecamatan Mori Atas, dicatat

bahwa jumlah penduduk hingga Desember tahun 2013 mencapai

11.392 jiwa. Kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah

desaPeonea dengan jumlah total 1.386 jiwa, kemudian pada posisi

kedua dan selanjutnya secara berturut-turut adalah desa Ensa,

Londi, Kolaka, Tomata, Taenda, Lanumor, Saemba, Lee, Gontara,

Saemba Walati, Kasingoli, dan Tomui Karya.Penduduk kecamatan

Mori Atas mayoritas beragama kristen protestan (Kecamatan Mori

Atas dalam Angka, 2012).

b. Sarana dan Prasarana

Menurut data sarana dan prasarana kesehatan, di

Kecamatan ini terdapat dua buah Puskesmas di Desa Tomata dan

Desa Lee, serta Puskesmas pembantu di Desa Saemba, Gontara,

Ensa, Peonea, dan Kolaka, 15 posyandu yang tersebar disetiap

desa, 5 polindes (pondok bersalin bersama) yang ada di Desa

Saemba, Tomui Karya, Londi, Ensa, dan Kolaka, dan 12 pos KB

yang tersebar disetiap desa.

Page 5: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

36

Dibidang pendidikan, tersedia 13 Sekolah Dasar (SD) , 5

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 3 Sekolah Menengah Atas

(SMA), yang terdiri dari 2 sekolah umum dan 1 sekolah kejuruan.

c. Tingkat Pendidikan

Secara umum, hampir semua penduduk dewasa atau yang

berusia 20 tahun ke atas di wilayah Kecamatan Mori Atas,

bersekolah hingga SMP dan SMA. Sementara itu, orang tua yang

menginginkan agar anaknya melanjutkan ke perguruan tinggi,

biasanya menyekolahkan anak mereka di luar kota, bahkan luar

pulau, karena disekitar wilayah kecamatan atau kabupaten tidak

memiliki perguruan tinggi.

d. Keadaan Sosial Ekonomi

Mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Mori Atas

antara lain pegawai negeri sipil (PNS), TNI/POLRI, wirausaha,

pedagang, tukang batu, serta tukang kayu.

e. Kesehatan

Puskesmas Tomata dalam Kecamatan Mori Atas dalam

angka mencatat sekurang-kurangnya 10 penyakit terbesar tahun

2013, yang terbesar adalah ISPA dengan jumlah 1.710 kasus,

diikuti urutan kedua yang terbesar adalah Gastritis/ Dyspepsia 634

kasus, selanjutnya Caries Dentis 355 kasus, Hipertensi 319 kasus,

Page 6: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

37

kecelakaan 204 kasus, penyakit kulit Alergi 180 kasus, Diare 168

kasus, penyakit kulit infeksi 148 kasus, Rematik 139 kasus, dan

Gingivitis 117 kasus.

Kebanyakan masyarakat di Kecamatan Mori Atas berobat

ke Puskesmas terlebih dahulu. Dari Puskesmas, jika pengobatan

yang diberikan tidak mampu menyembuhkan penderita, maka ia

akan berobat ke RSU dengan menggunakan fasilitas/ layanan

Asuransi Kesehatan jika ia seorang PNS dan kartu Jaminan

Kesehatan Masyarakat jika ia tergolong keluarga yang kurang

mampu. Selain puskesmas dan RSUD, masyarakat juga

memeriksakan kondisi kesehatan ke mantri.

4.1.3 Gambaran Khusus Lokasi Penelitian

a. Gambaran Geografis

Desa Tomata merupakan ibu kota kecamatan dengan luas

terbesar kelima di Kecamatan Mori Atas. Desa Tomata sebelah

utara berbatasan langsung dengan desa Taliwan, Kecamatan Mori

utara , sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Londi , sebelah

Timur berbatasan dengan Desa Era, dan sebelah Barat berbatasan

dengan Desa Gontara.

Daerah desa Tomata termasuk daerah subur, artinya

sebagian besar luas wilayah digunakan sebagai lahan untuk

pertanian, seperti sawah, untuk berkebun dengan ditanami coklat,

jagung, singkong, pisang dan berbagai macam tumbuhan yang

Page 7: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

38

dapat dikomsusi. Masyarakat juga menggunakan pekarangan untuk

menanam rempah-rempah seperti kemangi, rica, tomat, daun

bawang, serai, dan rempah-rempah lainnya. Tetapi beberapa tahun

terakhir, lahan pertanian dan hutan yang ada di desa Tomata dialih

fungsikan dengan penanaman kelapa sawit besar-besaran.

b. Gambaran Demografis

Wilayah desa Tomata terdiri dari 12 Rukun Tetangga (RT),

yang dikepalai oleh ketua RT dan didampingi oleh sekertaris.

Jumlah penduduk desa Tomata pada tahun 2013 adalah 1.858

orang dengan 961 lelaki dan 896 perempuan.

Mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat

adalah petani dan PNS. Selain itu, ada pula masyarakat yang

bermata pencaharian sebagai pedagang, POLRI, TNI. Wilayah

desa Tomata penduduknya mayoritas beragama Kristen protestan.

Sarana dan prasana yang tersedia di desa Tomata antara

lain jalan raya dengan kondisi baik. Di wilayah ini juga memiliki satu

puskesmas dan satu pertamina yang menjadi pusat pasokan bahan

bakar di kecamatan Mori Atas. Karena merupakan ibu kota

kecamatan, banyak terdapat kantor pemerintahan untuk

kecamatan.

Sebagian besar penduduk desa Tomata memiliki tingkat

ekonomi yang baik, itu dibuktikan dengan memiliki bangunan rumah

yang terbuat dari tembok, berlantaikan keramik dan beratapkan

Page 8: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

39

seng dan hamper setiap keluarga memiliki kendaraan pribadi

seperti motor. Sementara itu sebagian besar penduduknya sudah

memiliki WC yang sehat.

4.1.4 Tatanan Penelitian

Penelitian ini dilakukan kepada penderita TB Paru.

Pengambilan data dilakukan mulai dari tanggal 15 Agustus sampai

8 September 2014. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tomata,

desa Tomata, kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali, Propinsi

Sulawesi Tengah. Data diperoleh melalui wawancara dengan ketiga

riset partisipan yang mengalami penyakit TB Paru.

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan konsep diri penderita TB

Paru dengan menggunakan lima indikator dari konsep diri, yaitu

gambaran diri (body image), ideal diri (self diri), harga diri (self

esteem), peran diri (self role) dan identitas diri (self identity), dan

melibatkan tiga partisipan penderita paru di Puskesmas Tomata.

Ketiga partisipan adalah laki-laki. Partisipan I berumur 68

tahun, partisipan II berumur 57 tahun dan partisipan III berumur 68

tahun. Lama sakit yang diderita yaitu penderita I selama 1,5 tahun,

Page 9: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

40

penderita II selama 1 tahun, dan partisipan III selama 1 tahun.

Keseluruhan partisipan berdomisili di Tomata dan mengikuti

program pengobatan di Puskesmas Tomata. Selengkapnya tentang

karakteristik partisipan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Karakteristik Partisipan Secara UmumDeskripsi Partisipan I Partisipan II Partisipan IIIUsia 68 tahun 57 tahun 68 tahun

Agama Kristen Protestan

Kristen Protestan

Kristen Protestan

Pendidikan SMP SD SMALama sakit TBC 1,5 tahun 1 tahun 1 tahun

Riwat penyakit - - ProstatPekerjaan Pensiunan Petani Ketua adatJumlah anak 5 orang 2 orang 4 orang

4.2.1 Hasil Analisa Data

4.2.1.1 Riset Partisipan I

Nama Tn. A. Saat ini riset partisipan berusia 68 tahun. Tn. A

merupakan pensiunan pegawai negeri. Sekarang tinggal bersama

dengan istri. Anak-anak sudah berkeluarga semua. Saat ini, Tn. A

dan istri memiliki 1 orang cucu yang dibiayai atau dihidupi mereka.

Tn. A mengalami penyakit TB Paru mulai tahun 1975 dan sempat

sembuh beberapa saat. Ketika Tn. A mengalami kesembuhan, Tn.

A melakukan kembali kebiasaan lamanya yaitu merokok dan

mengkonsumsi alkohol, walaupun saat itu dalam jangka waktu

beberapa tahun Tn. A tidak sakit. Dan awal tahun 2014, Tn. A

didiagnosa dengan penyakit TB Paru dan harus menjalani

perawatan selama 6 bulan dengan meminum obat secara rutin.

Page 10: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

41

Sebelumnya Tn. A pada tahun 90’an bekerja sebagai sopir

bupati Poso, dan setelah itu Tn. A pindah ke Tomata menjadi sopir

camat. Selama menjadi sopir, Tn. A, sering mengkonsumsi alkohol

walaupun di siang hari dan merokok. Selanjutnya partisipan

didiagnosa TB Paru oleh dokter.

Ciri-ciri fisik Tn.A adalah tinggi badannya sekitar ±170 cm,

berkulit sawo matang, berambut lurus dan sudah beruban, tampak

kurus. Selama wawancara berlangsung riset partisipan menjawab

semua pertanyaan dengan santai. Dan riset partisipan menjawab

semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dan apabila ada

pertanyaan yang tidak dipahami, riset partisipan akan bertanya dan

peneliti akan mengulanginya. Riset partisipan juga terkadang

memberikan jawaban dengan bercanda. Selama wawancara riset

partisipan didampingi oleh istri, dan selalu menyetujui apabila istri

juga menambahkan jawaban dari pertanyaan peneliti. Wawancara

dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2014 pukul 15.30 WITA

bertempat di rumah riset partisipan.

Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisa

berdasarkan beberapa indikator yang dipakai untuk pedoman

wawancara.

Page 11: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

42

a. Gambaran Diri (body image)

Indikator ini menjelaskan tentang tanggapan riset partisipan

terkait dengan sikap riset partisipan terhadap tubuhnya, baik

secara sadar maupun tidak sadar. Menerima dan menyukai

bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari

rasa cemas dan meningkatkan harga diri.

Riset partisipan memiliki gambaran diri yang positif. Dengan

penerimaan diri yang baik, dengan tidak merasa cemas akan

penyakit yang dialami. Riset partisipan mengungkapkan

penyakit TB paru tidak mempengaruhi hubungan di lingkungan

sosial . Bahkan banyak dukungan yang datang dari saudara

dan teman-teman. Membangun hubungan yang baik dari awal

dengan orang lain, banyak membantu riset partisipan untuk

lepas dari gambaran diri yang negatif, khususnya rasa cemas

dengan pandangan orang lain akan penyakit yang dialami oleh

riset partisipan.

“penyakitku tidak mempengaruhi, Cuma berharap memang

cepat sembuh (Tn.A,15,16). Hubungan saya dengan yang

lain baik, karena saya cukup dikenal di Tomata ini (Tn.A,

24,24). Kalau mereka datang jenguk saya, mereka pasti

peluk saya, tidak ada yang menjauhi saya karena penyakit

ini.” (Tn.A.32,33).

Keluarga membantu untuk memenuhi kebutuhan spiritual

partisipan dengan cara mendoakan partisipan untuk

kesembuhannya dan kebiasaan jelek yang dilakukan partisipan

Page 12: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

43

yaitu minum minuman beralkohol. Dengan adanya perubahan

yang dialami oleh partisipan, yang sekarang tidak

mengkonsumsi alkohol dan rokok membuat partisipan ada rasa

bangga dari perubahan tersebut.

“dulu saya didoakan sama sa punya anak-anak dan mama

tua.” (Tn.A 131-133)

“saya berhenti minum dan merokok sekarang. Biar sa sudah

liat minuman dan rokok sekarang, saya sudah tidak

berminat. Itu peristiwa yang luar biasa, saya berhenti minum

dan rokok itu, saya yakin betul itu semua karena Tuhan.”

(Tn.A 137-143)

Riset partisipan juga mengungkapkan, walaupun saat ini lagi

sakit, itu tidak mengubah sifat yang dimiliki, salah satunya sifat

periang.

“memang sekarang sakit betul, tapi untuk sifat periang dan

yang lainnya tidak ada yang berubah. Ya, sekarang juga

lebih bersemangat, karena sudah merasa lebih baik.” (Tn.A

112-115).

b. Ideal Diri (self ideal)

Indikator ini menjelaskan akan persepsi riset partisipan tentang

perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait

dengan cita-cita, harapan dan keinginan, dan nilai yang ingin

dicapai.

Riset partisipan I memiliki ideal diri yang realistis. Ini didukung

juga oleh dukungan dari keluarga dan orang sekitar yang

positif, membuat riset partisipan menerima keadaannya

Page 13: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

44

sekarang dengan tidak mempermasalahkan penyakit yang

dialami. Kemauan untuk sembuh ada, tetapi dengan

menjalankan pengobatan yang teratur, itu sangat membantu

riset partisipan untuk cepat sembuh dan memberi harapan

pasti ada kesembuhan. Riset partisipan juga sudah

menyerahkan semuanya kepada Tuhan akan keadaannya

sekarang sesuai iman partisipan, yang membuat partisipan

tetap bersemangat untuk menjalani keadaannya sekarang.

“Merasa terbeban dengan penyakit ini, tetapi ya memang

harus dilewati, banyak berdoa semoga Tuhan membantu

dan memberkati istri saya juga yang sudah kerja keras.

Ketika saya didiagnosa penyakit TB paru, perasaan saya

biasa saja.” (Tn.A 104-107, 118)

c. Harga Diri (self esteem)

Indikator ini menjelaskan bahwa riset partisipan memiliki harga

diri yang rendah. Dengan mengalami penyakit TB paru, ia

merasa itu menghambat aktifitasnya terutama sebagai kepala

rumah tangga. Riset partisipan memiliki harapan dengan

umurnya sekarang, ia masih bisa melakukan aktifitas yang

merupakan tanggungjawabnya. Walaupun dengan

keterbatasan aktifitas karena penyakit yang dialami, dukungan

istri sangat membantu.

Page 14: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

45

“penyakit ini menghambat pekerjaan saya, sebenarnya saya

masih bisa kerja dengan umur sekarang. Saya berharap

saya cepat sembuh.” (Tn.A 8-10)

d. Peran Diri (self role)

Indikator ini menjelaskan bahwa riset partisipan tidak memiliki

kepuasan dalam menjalankan perannya khususnya sebagai

kepala rumah tangga (RT). Segala pekerjaan yang sebenarnya

yang harus dikerjakan, itu dikerjakan oleh istri. Selama riset

partisipan mengalami penyakit TB paru, yang berperan besar

dalam mengurus riset partisipan waktu sakit adalah istri.

Dengan peran istri yang mengurus segalanya, dari mengurus

rumah tangga sampai mengurus suami, itu menjadi beban

tersendiri buat riset partisipan. Sehingga riset partisipan

memiliki harapan bahwa ia akan cepat sembuh.

“Sebenarnya pekerjaan rumah untuk kepala rumah tangga

agak terhambat, karena penyakit ini. Saya sebenarnya tidak

enak, karena semua istri yang kerjakan.” (Tn.A 55-58)

Riset partisipan juga merasa tidak puas dengan perannya

karena dalam keadaan sakit, mereka harus membiayai

perkuliahan cucu mereka. Itu yang membuat istri harus kerja

keras untuk mengurus partisipan yang sakit dan juga harus

menambah biaya hidup.

“cucu saya kuliah di Palu, jurusan Akbid. Sebenarnya gaji

pensiun kami cukup untuk masa tua. Tetapi karena

Page 15: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

46

membiayai kuliah cucu kami, sehingga itu juga yang menjadi

beban, dengan keadaan saya sakit, istri saya harus rawat

saya dan urus cucu kami juga. Saya selalu merasa kasian

kepada dia. Semoga dia tetap sehat-sehat saja.” (Tn.A 99-

100)

e. Identitas Diri (self identity)

Indikator ini menjelaskan bahwa kesadaran akan riset

partisipan akan diri sendiri yang bersumber dari pengamatan

dan penilaian, sebagai sintesis semua indikator yang diteliti dan

menjadi satu kesatuan yang utuh.

Riset partisipan I memiliki identitas diri yang jelas. Analisa ini

didukung oleh hubungan sosial yang baik, dengan tidak

menarik diri dari lingkungan sosial. Selanjutnya didukung oleh

ada semangat dalam diri sendiri untuk sembuh dan tidak

mempermasalahkan diri karena penyakit yang diderita, dan

riset partisipan menerima keadaan tersebut. Walaupun ada

permasalah peran dalam rumah tangga, tetapi riset partisipan

memiliki harapan yang besar untuk cepat sembuh. Dukungan

doa dari istri dan anak-anak membuat riset partisipan juga

menerima semua keadaannya sekarang.

“saya berhenti minum dan merokok sekarang, itu

merupakan peristiwa yang luar biasa, saya bisa demikian itu

saya yakin karena campur tangan Tuhan. Betul-betul dan

rajin berdoa, itu betul-betul membuat saya berhenti dari

kebiasaan saya.” (Tn.A 137-143)

Page 16: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

47

4.2.1.2 Riset Partisipan II

Nama Tn. B. Saat ini riset partisipan berumur 57 tahun dan

karena penyakit yang dialami riset partisipan berhenti dari

pekerjaannya sebagai buruh. Riset partisipan tinggal bersama istri

dan 1 orang anak yang gangguan mental. Sebelum sakit, riset

partisipan bekerja sebagai petani atau buruh bangunan di desa

Tomata.

Keadaan Tn. B sekarang ini, menuntut ia untuk tetap

beristrahat total di rumah dan menjalani pengobatan secara rutin.

Awalnya Tn. B tidak mengakui kalau ia sakit TB Paru, karena info

yang Tn. B dapat, ia didiagnosa hanya mengalami penyakit sesak

napas. Tetapi saat ini Tn. B mengikuti program pengobatan TB

Paru.

Ciri fisik riset partisipan adalah tinggi badannya sekitar ±150

cm, berkulit sawo matang, tampak kurus dan badan riset partisipan

agak membungkuk, serta gerak yang dilakukan seperti berjalan

tidak selincah orang yang normal. Selama wawancara, riset

partisipan mau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti,

walaupun jawaban yang selalu diberikan tidak sesuai dengan fokus

pertanyaan yang diajukan. Selama wawancara, riset partisipan juga

jarang memberikan jawaban yang terbuka. Dan sesekali riset

partisipan menanyakan kembali pertanyaan yang tidak dipahami.

Page 17: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

48

Selama wawancara risep partisipan didampingi oleh istri. .

Wawancara dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2014 pukul 15.30

WITA.

Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisa

berdasarkan beberapa indikator yang dipakai untuk pedoman

wawancara.

a. Gambaran Diri (body image)

Indikator ini menjelaskan tentang tanggapan riset partisipan

terkait dengan sikap riset partisipan terhadap tubuhnya, baik

secara sadar maupun tidak sadar. Menerima dan menyukai

bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari

rasa cemas dan meningkatkan harga diri.

Riset partisipan memiliki gambaran diri yang rendah. Selama

wawancara riset partisipan tidak mau mengakui kalau dirinya

sakit TBC. Menurut data dari puskesmas Tomata, riset

partisipan merupakan salah satu penderita TB Paru.

“saya tidak ada penyakit TBC” (Tn.B, 50)

b. Ideal Diri (self ideal)

Indikator ini menjelaskan akan persepsi riset partisipan tentang

perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait

dengan cita-cita, harapan dan keinginan, dan nilai yang ingin

dicapai. Indikator ini tidak ditemukan pada riset partisipan.

c. Harga Diri (Self esteem)

Page 18: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

49

Indikator ini menjelaskan tentang tanggapan riset partisipan

akan harga diri yang dicapai. Aspek utama harga diri adalah

dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain dan harga

diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan

penghargaan orang lain.

Riset partisipan memiliki harga diri yang baik, karena dukungan

keluarga dan orang disekitar membuat riset partisipan tidak

merasa malu atau menarik diri karena penyakit yang dialami.

Penerimaan Tn. B akan penyakitnya membuat ia tidak segan

untuk keluar rumah. Kunjungan orang-orang dari gereja

membuat Tn. B juga merasa diterima di lingkungan sosial.

“mau menyesal bagaimana kalau sudah kena penyakit.”

(Tn.B115-116)

“saya tidak pernah mengeluh dengan penyakit saya.” Tn.B,

122-123)

d. Peran Diri (self role)

Indikator ini menjelaskan bahwa riset partisipan tidak memiliki

kepuasan dalam menjalankan perannya khususnya sebagai

kepala rumah tangga (RT). Segala pekerjaan yang sebenarnya

yang harus dikerjakan, itu dikerjakan oleh istri.

“iya,penyakit ini sangat menganggu” (Tn.B 131)

Page 19: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

50

Keinginan riset partisipan II untuk bekerja sangat besar. Tetapi

dengan keadaannya sekarang membuat ia tidak bisa bekerja,

dan itu yang membuat riset partisipan II merasa terbeban.

“terbeban hati, bagaimana saya mau kerja tapi tidak

bisa.(Tn.95-96)

e. Identitas Diri (self identity)

Indikator ini menjelaskan bahwa kesadaran akan riset

partisipan akan diri sendiri yang bersumber dari pengamatan

dan penilaian, sebagai sintesis semua indikator yang diteliti dan

menjadi satu kesatuan yang utuh.

Riset partisipan II memiliki identitas diri yang jelas. Analisa ini

didukung oleh penerimaan riset partisipan akan penyakitnya.

Riset partisipan II juga tidak pernah mengeluh dengan

keadaannya sekarang. Dukungan keluarga dan sosial

membuat riset partisipan tidak pernah menarik diri. Tetapi

dengan keadaannya sekarang, membuat riset partisipan II

kurang puas dengan perannya. Dengan penerimaan dirinya

membuat riset partisipan tetap bersemangat untuk sembuh.

“Oh makanya saya tidak pernah mengeluh, semangat

terus.” (Tn.B 125-126)

4.2.1.3 Riset Partisipan III

Page 20: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

51

Nama Tn. K Saat ini riset partisipan berumur 68 tahun. Riset

partisipan merupakan ketua adat di desa Tomata, pernah juga

menjabat sebagai kepala desa Tomata. Riset partisipan tinggal

bersama istri dan 1 orang anak. Riset partisipan merupakan orang

yang pekerja keras, walaupun sakit, riset partisipan masih pergi ke

sawah untuk bertani, dan masih melakukan pekerjaan kalau berada

di rumah, salah satunya yang sering dilakukan adalah menjemur

padi hasil panen.

Riset partisipan juga memiliki penyakit lainnya yaitu prostat,

yang sudah melewati masa pengobatan. Awalnya riset partisipan

sebenarnya akan melakukan operasi prostat, tetapi dalam

pemeriksaan tubuh khususnya rontgen, riset partisipan didiagnosa

TB paru.

Ciri-ciri fisik riset partisipan adalah tinggi badan ±170 cm,

badan tampak kurus, kulit putih dan rambut sudah beruban.

Selama wawancara berlangsung, riset partisipan mau menjawab

semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Riset partisipan juga

selalu memberikan jawaban yang terbuka, dan lebih bersemangat

untuk menceritakan segala apa yang riset partisipan alami.

Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2014 pukul 13.00

WITA.

Page 21: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

52

Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisa

berdasarkan beberapa indikator yang dipakai untuk pedoman

wawancara.

a. Gambaran Diri (body image)

Indikator ini menjelaskan tentang tanggapan riset partisipan

terkait dengan sikap riset partisipan terhadap tubuhnya, baik

secara sadar maupun tidak sadar. Menerima dan menyukai

bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari

rasa cemas dan meningkatkan harga diri.

Riset partisipan yang ke III memiliki gambaran diri yang negatif.

Karena subjek merasa cemas dengan penyakitnya. Walaupun

subjek beranggapan dia sudah pasrah dengan keadaannya,

tetapi subjek sangat berharap untuk sembuh. Dan ada

penyesalan dalam diri riset partisipan sebab ketika partisipan

sudah merasakan sakit, partisipan tidak memeriksakan diri

secepatnya, sesuai saran dari keluarga maupun orang-orang

terdekat.

“sebenarnya saya katakan lambat ya. Sebab selama saya

sudah 67 tahun, tidak pernah periksa secara utuh. Itulah

kelemahan saya, saya rasa itu sebetulnya kalau memang

kita sudah rasa sakit, kita pergi untuk periksa.” (Tn. K 176-

189)

Page 22: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

53

Perubahan juga dialami oleh riset partisipan dengan

aktifitasnya, yang selama ini riset partisipan disibukan dengan

pekerjaannya di sawah, kebun, maupun di lahan sawit.

Purubahan aktifitas membuat riset partisipan merasa cemas

dengan apa yang selama ini dilakukan.

“iyo, belum lagi ini gumuli itu sawah, kebun, sawit, apa

semua, siapa yang mau olah. Jadi memang kita gumuli

semua.(Tn.K68-70)

b. Ideal Diri (self ideal)

Indikator ini menjelaskan akan persepsi riset partisipan tentang

perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait

dengan cita-cita, harapan dan keinginan, dan nilai yang ingin

dicapai. Indikator ini tidak ditemukan pada riset partisipan.

c. Harga Diri (Self esteem)

Dari indikator ini, riset partisipan memiliki harga diri yang

rendah. Riset partisipan mengalami gangguan hubungan sosial

dengan menarik diri dari lingkungan, dengan mengambil

keputusan untuk tidak mengikuti kegiatan yang sering

dilakukan, seperti ibadah pagi dan melaksanakan tanggung

jawab sebagai ketua adat. Riset partisipan berpikir bahwa

dengan penyakit yang dialami sekarang, takut mengganggu

orang lain.

Page 23: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

54

”sejak saya pernah di opname di RS Poso, sekarang saya

tidak ibadah subuh lagi, kalau dulu saya paling sering

ibadah subuh, karena saya sering batuk kalau subuh.

Sekarang juga saya malu ke kantor desa, karena nanti

orang-orang beranggapan dengan keadaan sakit begini,

masih suka urus permasalahan orang lain.(Tn. K 100-113)

d. Peran Diri (self role)

Indikator ini menjelaskan bahwa riset partisipan merasa puas

dengan perannya sekarang. Walaupun dalam keadaan sakit,

peran masih dilakukan dengan baik. Walaupun ada rasa harga

diri rendah karena pemikiran sendiri, tapi karena kepercayaan

dari orang lain, sehingga riset partisipan merasa puas dengan

perannya, khususnya peran di masyarakat. Sampai saat ini,

riset partisipan masih memegang jabatan sebagai ketua adat di

desa Tomata.

”dengan pengabdian di desa dan di Negara ini, jadi kepala

desa, dia adat, penatua (Majelis di gereja) lalu, jadi saya

senang sekali, sudah bersyukur kalau saya sudah mati tiba-

tiba.” (Tn.K 133-137)

e. Identitas Diri (self identity)

Indikator ini menjelaskan bahwa kesadaran akan riset

partisipan akan diri sendiri yang bersumber dari pengamatan

Page 24: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

55

dan penilaian, sebagai sintesis semua indikator yang diteliti dan

menjadi satu kesatuan yang utuh.

Riset partisipan yang ke III memiliki identitas yang jelas. Riset

partisipan menerima keadaan yang dihadapi sekarang.

Penerimaan akan penyakit yang dialami, walaupun ada

penyesalan diawal membuat riset partisipan mengenali akan

dirinya. Dukungan keluarga dan adanya kepercayaan dari

masyarakat untuk mengemban tugas, itulah yang membuat

riset partisipan tetap semangat untuk menjalani pengobatan,

dan ada semangat dalam diri riset partisipan sendiri untuk

sembuh.

“pertama kita minta sembuh, maka berdoalah. (Tn.K, 41)

“Dengan pengabdian di desa dan di negara ini. jadi kepala

desa, di adat, sampe sekarang ini masih ketua adat,

penatua lalu, jadi saya sudah senang sekali, sudah

bersyukur kalau saya sudah mati tiba-tiba” (Tn.K 133-137)

4.3 Pembahasan

Pembahasan dilakukan pada kelima indikator dari konsep

diri. Berdasarkan hasil analisa penelitian yang telah diperoleh,

pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang

konsep diri penderita TB Paru di Puskesmas Tomata.

Page 25: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

56

4.3.1 Gambaran diri (Body Image)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan riset

partisipan, partisipan I memiliki gambaran diri yang positif. Dilihat

dari indikator yang mendukung, itu terjadi karena adanya dukungan

keluarga maupun dukungan dari lingkungan sosial. Dukungan

keluarga menurut Friedman (1998) adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Penerimaan

dari keluarga inilah yang meningkatkan harga diri dan mengurangi

rasa cemas akan penyakit yang dialami oleh riset partisipan.

Penerimaan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

sosial yang dirasakan oleh riset partisipan adalah dengan terjalin

hubungan yang baik dengan orang lain dan itu dilihat dari cara

mereka ketika menjenguk partisipan dengan memberikan pelukan.

Itulah yang membuat riset partisipan merasa diterima. Hal ini

didukung oleh pendapat Melisa (2012), yang menyatakan bahwa

penderita tuberkulosis perlu mendapatkan dukungan sosial lebih,

karena dukungan dari orang–orang secara langsung dapat

menurunkan beban psikologis sehubungan dengan penyakit yang

dideritanya. Selain itu, dukungan sosial dapat mempengaruhi

tingkah laku individu, seperti penurunan rasa cemas, mudah putus

asa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan.

Page 26: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

57

Dukungan yang lebih utama berasal dari keluarga partisipan

juga tidak berhenti untuk memberi perhatian yang penuh kepada

partisipan dengan membantu untuk memenuhi kebutuhan

partisipan untuk makanan, jadwal minum obat serta dukungan

spiritual. Sehingga, partisipan merasakan perubahan yang sangat

luar biasa dalam hidupnya.

Riset partisipan yang ke II dan III memiliki gambaran diri

yang negatif karena adanya penolakan dalam diri sendiri.

Dukungan keluarga yang diterima sangat baik, tetapi penerimaan

diri dari partisipan terhadap keadaannya yang masih sulit. Hal ini

terjadi karena sebelum sakit, partisipan adalah pribadi yang sangat

aktif dalam berbagai hal baik pekerjaan, pelayanan maupun dalam

keluarga. Itu didukung juga karena adanya jabatan sebelumnya

yang mendukung rasa penerimaan diri partisipan. Berdasarkan

salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yakni

sumber internal, kekuatan dan perkembangan individu berasal dari

dalam dirinya. Itu berarti partisipan harus bisa mengolah emosi dan

pikirannya, sehingga partisipan dapat menerima keadaan dirinya

saat mengalami sakit.

4.3.2 Ideal Diri (self ideal)

Indikator ini menjelaskan akan persepsi riset partisipan

tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang

Page 27: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

58

terkait dengan cita-cita, harapan dan keinginan, dan nilai yang ingin

dicapai.

Dari hasil penelitian, hanya riset partisipan I yang memiliki

ideal diri yang realistis. Faktor yang mendukung adalah faktor

internal, yaitu kemauan dari dalam diri sendiri untuk sembuh. Faktor

internal ini bisa muncul karena adanya sumber eksternal yang

mendukung, yaitu dukungan keluarga, khususnya dari istri yang

selalu memperhatikan partisipan dengan mendorong untuk

pengobatan teratur, dan bagaimana keluarga selalu mendukung

dalam doa untuk kesembuhan partisipan. Selain itu, ketika

partisipan menerima keadaannya sekarang dan menyerahkan

semuanya kepada Tuhan, koping individunya lebih efektif sehingga

partisipan mempunyai tujuan hidup yang dia akan capai yaitu

kesembuhan.

4.3.3 Harga Diri (Self esteem)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan

partisipan, partisipan I dan III memiliki harga diri rendah, karena

alasan penyakit yang dialami. Alasan yang melatarbelakangi hal

tersebut yaitu menghambat aktifitas partisipan. Hal ini didukung

oleh pendapat Potter & Perry (2010) yang menyatakan bahwa

seseorang yang menderita penyakit kronis seperti TB Paru akan

mempengaruhi harga diri penderita baik secara langsung maupun

Page 28: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

59

tidak langsung. Semakin banyak penyakit kronis yang mengganggu

kemampuan beraktivitas yang mempengaruhi keberhasilan

seseorang, maka akan semakin mempengaruhi harga diri.

Selanjutnya alasan yang membuat partisipan memiliki harga

diri rendah adalah banyaknya harapan-harapan yang ingin dicapai

partisipan dalam kehidupannya. Tetapi penurunan aktifitas dan

perasaan malu karena mengetahui penyakitnya dapat tertular

kepada orang lain membuat koping partisipan tidak adekuat yang

membuat partisipan menarik diri.

Harga diri dari partisipan II tinggi, ini dipengaruhi oleh

penerimaan diri partisipan dengan keadaannya, partisipan tidak

malu dengan penyakit yang dialaminya, dan juga partisipan tidak

menarik diri dari lingkungan sosial. Stuart, 2007 dalam teorinya

mengungkapkan harga diri yang tinggi adalah perasaan yang

berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walupun

melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa

sebagai seorang yang penting dan berharga.

4.3.4 Peran Diri (Self Role)

Menurut Stuart, (2007) peran diri adalah serangkaian pola

perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan

dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.

Dari hasil analisa peran diri dari setiap riset partisipan, riset

partisipan I dan II tidak memiliki kepuasan dalam peran diri yang

Page 29: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

60

dijalankan. Menurut Sayekti (1994) untuk mencapai keluarga yang

bahagia, masing-masing anggota keluarga perlu memahami dan

menjalankan fungsi keluarga. Respon dari kedua partisipan dengan

peran diri mereka adalah keduannya merasa terbeban karena

terhambatnya aktifitas dan peran mereka dalam keluarga. Banyak

hal yang ingin dilakukan oleh kedua partisipan, tetapi keadaan

menuntut pertisipan untuk tetap menjalani masa penyembuhan dan

semua pekerjaan rumah tangga diambil alih oleh istri bahkan

pemenuhan kebutuhan hidup dikerjakan oleh istri.

4.3.5 Identitas Diri (self identity)

Indikator ini menjelaskan bahwa kesadaran akan riset

partisipan akan diri sendiri yang bersumber dari pengamatan dan

penilaian, sebagai sintesis semua indikator yang diteliti dan menjadi

satu kesatuan yang utuh.

Dari hasil analisa setiap riset partisipan, memiliki identitas

yang jelas. Ini didukung oleh dukungan keluarga bagi mereka. ini

sangat membantu para riset partisipan untuk memiliki identitas yang

jelas. Dukungan keluarga sangat penting untuk para riset

partisipan. Selain adanya dukungan keluarga, dukungan spiritual

juga mendukung secara langsung. Adanya dukungan spiritual itu

Page 30: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11749/4/T1_462009040_BAB IV... · kecamatan dan kendaraan yang digunakan diuraikan pada

61

membantu riset partisipan untuk menyerahkan semua keadaan

mereka kepada Tuhan, dan itu meningkatkan kepercayaan mereka

untuk berpengharapan. Kematangan umur itu juga membantu

partisipan untuk berpikir secara realistis dengan apa yang mereka

alami sekarang.