Pembaharuan HKI di Saudi Arabia

21
MAKALAH HUKUM KELUARGA ISLAM DI SAUDI ARABIA Disusun untuk memenuhi tugas : Mata Kuliah : Hukum Keluarga Di Dunia Islam Dosen Pengampu : DR Ali !rigi"atno# MAg Disusun oleh : IR$A%DI : &'()))*')) PR+GRAM PAS,ASAR-A%A -URUSA% HUKUM KELUARGA SEK+LAH !I%GGI AGAMA ISLAM %EGERI .S!AI%/ PEKAL+%GA% &')0

description

Makalah ttg Pembaharuan HKI di Saudi Arabia

Transcript of Pembaharuan HKI di Saudi Arabia

MAKALAHHUKUM KELUARGA ISLAM DI SAUDI ARABIA

Disusun untuk memenuhi tugas :Mata Kuliah : Hukum Keluarga Di Dunia IslamDosen Pengampu : DR. Ali Trigiyatno, M.Ag

Disusun oleh :

IRFANDI : 2051113011

PROGRAM PASCASARJANAJURUSAN HUKUM KELUARGASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN2014

PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahSaudi Arabia adalah negara dengan penduduk yang dapat dikatakan 100 persen muslim. Sebagai negara tempat lahir dan tumbuhnya Islam, maka banyak persoalan yang menarik untuk dicermati, termasuk hukum keluarga yang dilaksanakan di negara tersebut. Berbeda dengan negara-negara muslim lain, Saudi Arabia termasuk beruntung, karena belum pernah dijajah oleh negara lain yang beragama selain Islam, sehingga penerapan hukum Islam cenderung masih murni, dengan segala sisi positif dan negatifnya. Tahir Mahmood membagi penerapan hukum keluarga pada negara-negara (berpenduduk) muslim menjadi tiga bentuk : Pertama, negara yang menerapkan hukum keluarga secara tradisional, yaitu pemberlakuan hukum Islam menurut madzhab yang bervariasi sebagai warisan yang turun temurun. Termasuk kategori ini adalah negara-negara di jazirah Arab dan beberapa negara Afrika yaitu Saudi Arabia, Yaman, Kuwait, Afganistan, Mali, Mauritania, Nigeria, Sinegal, Somalia, dan lain-lain. Kedua, Negara yang menerapkan hukum keluarga sekuler, dalam kategori ini adalah Turki, Albania, Tanzania, minoritas muslim Philiphina dan Uni Sovyet. Ketiga, adalah Negara yang menerapkan hukum keluarga yang diperbarui seperti Indonesia, Jordania, Malaysia, Brunei, Singapore dll.[footnoteRef:1] [1: Tahir Mahmood,Family law Reform in the Muslim World(Bombay:N.M. TRIPATHI, PVT. LTD, 1972), Hlm. 3-8, sebagaimana dikutip dalam: Uur Rouf, Hukum Keluarga Islam (Family of Law) di Saudi Arabia, www.kbpa-uinjkt.blogspot.com, akses 20 September 2014 ]

Terlepas dari persoalan sumber hukum yang berbeda-beda sebagaimana uraian Tahir Mahmood di atas, Semua negara muslim memiliki sistem hukum dengan pengadilan dan hakim seperti di tempat lainnya di dunia. Pada sejumlah negara, seperti Mesir, Jordan, Libanon, Maroko, Syria dan Tunisia terdapat juga a tradition of legal codification and jurisprudence. Struktur dan administrasi pengadilan juga berkembang baik.[footnoteRef:2] [2: Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern (Jakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 93]

Berkaitan dengan pembaharuan hukum keluarga, Saudi Arabia termasuk negara yang terlambat melakukannya dibandingkan negara-negara muslim yang lain. Jika negara-negara lain sudah melakukan pembaharuan sejak tahun 1915,[footnoteRef:3] maka Saudi Arabia baru belum banyak berubah. Sampai dengan tahun 1996, ada lima negara di Timur Tengah yang belum memperbaharui hukum keluarga, yakni Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Qatar, Bahrain dan Oman, namun negara-negara itu sedang dalam proses pembuatan draft.[footnoteRef:4] [3: Secara global, Mardani membagi secara diakronik pembaharuan hukum keluarga Islam di dunia muslim menjadi tiga fase: fase 1915-1950, fase 1950-1971 dan fase 1971 sampai sekarang. Berdasar klasifikasi tersebut, Saudi Arabia termasuk dalam kelompok terakhir. Lihat: Ibid., hal. 94-95] [4: Dawoud El-Alami dan Dareen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws in The Arab World (London: The Hauge, 1996 ), hal. 4]

Makalah ini akan membahas tentang pembaharuan hukum keluarga di Saudi Arabia, konstitusi yang dianut serta sistem peradilan yang ada, sumber hukum yang dijadikan landasan, serta isu-isu penting berkaitan dengan penerapan hukum keluarga Islam di Saudi Arabia.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat penulis rumuskan permasalahan dalam makalah ini sebagai berikut :1. Bagaimana potret Negara Saudi Arabia?2. Bagaimana Konstitusi dan Sistem Peradilan Saudi Arabia itu?3. Bagaimana penerapan hukum keluarga di Saudi Arabia itu?

PEMBAHASANA. Potret Negara Saudi ArabiaSaudi Arabia terletak di bagian Barat Daya benua Asia, dan menempati bagian terbesar dari semenanjung Jazirah Arab (2.000.000 km2). Letak yang istimewa ini menjadikannya memiliki hubungan dengan kebudayaan-kebudayaan kuno yang telah terbentuk di Timur Tengah. Berbatasan di sebelah utara dan timur laut dengan Yordania, Kuwait dan Irak. Di sebelah selatan berbatasan dengan Republik Yaman. Di sebelah Timur Teluk Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab dan Kesultanan Oman.Di sebelah barat laut Merah.[footnoteRef:5] [5: www.kbririyadh.com, akses pada 20 September 2014]

1. Sejarah Saudi ArabiaPada masa dahulu, daerah Saudi Arabia dikenal menjadi dua bagian, yakni daerah Hijjaz yakni daerah pesisir Barat Semenanjung Arab yang didalamnya terdapat kota-kota diantaranya adalah Mekkah, Madinah dan Jeddah serta daerah gurun sampai pesisir Timur Semenanjung Arabia yang umumnya dihuni oleh suku suku lokal Arab (Badui) dan kabilah kabilah Arab lainnya.Saudi Arabia bermula sejak abad ke dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas Masehi. Ketika itu, di jantung Jazirah Arabia, tepatnya di wilayah Najd yang secara historis sangat terkenal, lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di "Ad-Dir'iyah", terletak di sebelah Barat Laut kota Riyadh pada tahun 1175 H./1744 M., dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia. Periode awal Negara Saudi Arabia ini berakhir pada tahun 1233 H./1818 M.[footnoteRef:6] [6: Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm.154]

Periode kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240 H./1824 M. Periode ini berlangsung hingga tahun 1309 H/1891 M. Pada tahun 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, kembali kota Riyadh yang merupakan ibu kota bersejarah kerajaan ini. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern dan berakhir pada tahun 1953).Raja Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah Islam. Di atas prinsip inilah, para putra sesudahnya mengikuti jejak-langkahnya dalam memimpin Kerajaan Saudi Arabia. Mereka adalah :Raja Saud, putra Raja Abdul Aziz (1953-1964),Raja Faisal, putra Raja Abdul Aziz (1964-1975), Raja Khalid, putra Raja Abdul Aziz (1975-1982), Raja Fahd, putra Raja Abdul Aziz (1982-2005), dan Raja Abdullah, putra Raja Abdul Aziz (2005- sekarang)[footnoteRef:7] [7: Ibid. ]

2. Penduduk Saudi ArabiaSecara demografis, Ditinjau dari segi daerah tempat tinggal, bangsa Arab itu dapat dibedakan menjadi penduduk pedalaman dan penduduk perkotaan. Penduduk pedalaman tidak mempunyai tempat tinggal permanen atau perkampungan tetap. Mereka adalah kaum nomad yang hidup berpindah-pindah dengan membawa binatang ternak untuk mencari sumber mata air dan padang rumput. Adapun penduduk perkotaan sudah mempunyai tempat kediaman permanen di kota-kota. Mata pencaharian mereka adalah berdagang dan bertani. Bangsa Arab terbagi ke dalam dua kelompok yaitu Arab al-Baidat dan Arab al-Baqiyat. Kelompok al-Baidat adalah orang-orang yang telah lenyap. Seperti kaum 'Ad dan kaum Tsamud. Sedangkan kelompok al-Baqiyat adalah orang bangsa Arab yang masih ada sampai sekarang.Penduduk Saudi Arabia adalah mayoritas berasal dari kalangan bangsa Arab sekalipun juga terdapat keturunan dari bangsa-bangsa lain serta mayoritas beragama Islam. Jumlah Penduduksekitar 25 juta jiwa (estimasi Sabb tahun 2007) 22,67 juta jiwa (sensus 2004) yang terdiri dari suku bangsa Arab 90%, Afro-Asia 9%, lain-lain 1%, dengan jumlah penduduk non-Saudi sebanyak 6,14 juta (27,1%). 77% dari jumlah tersebut tinggal di perkotaan dan 23% di pedesaan. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di tiga propinsi: Makkah 25,6%; Riyadh 24,1%; dan Wilayah Timur 14,8%. Agama yang dianut penduduk Saudi Arabia adalahIslam. Mayoritas Sunni, pengikut Shiah sekitar 5% kebanyakan di wilayah timur: Qatif, Sayhat, Safwu (dekat Dammam), dan Al-Hasa (dekat Hoffuf).[footnoteRef:8] [8: www.kbririyadh.com, akses pada 20 September 2014 ]

3. Konstitusi Saudi Arabia Hukum yang berlaku di Saudi Arabia adalah hukum yang berdasarkan syariat Islam dalam segala sendi kehidupan. Madhab resmi Saudi Arabia adalah Madhab Hambali dan sebagian kecil ada kelompok Syiah yang mengikuti madhab Ja'fari. Di Saudi Arabia, terdapat sebuah badan yang berwenang membuat segala peraturan demi ketertiban masyarakat. Beberapa peraturan tertentu dibuat dengan Dekrit Raja yang bertindak tidak saja sebagai pelaksana Eksekutif tetapi sekaligus juga pembuat undang-undang. Karena itu, selain berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Pemerintah, Raja juga berperan sebagai Imam atau Pemimpin Agama.[footnoteRef:9] [9: Uur Rouf, Hukum Keluarga Islam (Family of Law) di Saudi Arabia, www.kbpa-uinjkt.blogspot.com, akses 20 September 2014]

Kerajaan tidak mengenal partai-partai politik. Kebijakan negara tergantung kepada Raja dan Raja harus berjalan sesuai dengan ketentuan syariat dan tradisi kerajaan. Kekuasaan Raja bukan tidak terbatas. Kebijakannya harus memperolah konsensus dari keluarga kerajaan, para ulama dan unsur-unsur lain dalam masyarakat. Anggota keluarga kerajaan memilih raja dari kalangan mereka sendiri, tetapi harus mendapat dukungan dari para ulama.Karena itu, Raja, Syariat Islam, para ulama dan tradisi Saudi adalah bagian yang tidak terpisah dalam sistem Kerajaan Saudi Arabia.Pada bulan Agustus 1926, Raja Abd al-Aziz mengesahkan sebuah konstitusi yang disebutat-Talimat al-Asasiyyah(Pengaturan Dasar) untuk wilayah Hijaz. Pengaturan Dasar yang mirip dengan konstitusi negara modern ini terdiri dari sembilan bab dan tujuh puluh sembilan pasal. Semuanya berhubungan dengan masalah-masalah konstitusional seperti sistem pemerintahan, tanggungjawab administrasi, urusan Kerajaan Hijaz, departemen akutansi, inspektur jenderal, kepegawaian kerajaan, dewan jenderal balai kota, dan komite administrasi balai kota. Pasal empat dokumen ini berbicara tentang Majelis Syura, Majelis Administrasi, Majelis Wilayah dan Majelis Desa dan Suku (kabilah). Pada tahun 1927 dibentuk Komisi Inspeksi dan Reformasi dengan tujuan untuk mereformasi sistem pemerintahan. Komisi ini mengusulkan kepada Raja Abd al-Aziz pembentukan Majelis Syura yang disetujui oleh Raja pada bulan Juli 1927. Atas usul komisi ini, maka pada bulan Januari 1932 dibentuk Majelis Perwakilan (Majlis al-Wukala).Pada bulan September 1932 seluruh wilayah Saudi Arabia berhasil disatukan. Majelis ini berfungsi selama 23 tahun sebagai kabinet kecil wilayah Hijaz sampai terbentuknya Dewan Menteri sesungguhnya yang mencakup semua wilayah Saudi Arabia sekarang pada bulan September 1953. Kebanyakan dasar-dasar konstitusional Kerajaan terhimpun dalam Nizham Majlis al-Wuzara(Undang-Undang Dewan Menteri). Undang-Undang Dewan Menteri ini telah direvisi beberapa kali untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Raja Faisal dari tahun 1959 sampai 1960 berusaha serius untuk menciptakan sebuah konstitusi baru Saudi Arabia, tetapi belum berhasil. Dalam masa pemerintahannya (1964-1975), Faisal banyak melakukan perubahan, antara lain mendirikan Kementerian Kehakiman(Wizarah al-Adl)pada tahun 1970 sebagai induk kekuasaan yudikatif. Dalam masa pemerintahan Raja Khalid ibn Abd al-Aziz (1975-1982), pengganti Faisal, juga ada upaya untuk membuat sebuah konstitusi baru.Melalui berbagai musyawarah, Raja Fahd ibn Abd al-Aziz (1982-2005)melanjutkan upaya pembaharuan konstitusi. Fahd pada tanggal 27 Syaban 1412 H menerbitkanal-Marsum al-Malaki(Titah Raja) No.A/90 TentangBasic Law of Governmentyang terdiri dari sembilan bab dan 83 pasal. Kedelapan Bab tersebut adalah mengenai (1) Prinsip-Prinsip Umum, (2) Sistem Pemerintahan, (3) Nilai-Nilai Masyarakat Saudi, (4) Prinsip-Prinsip Ekonomi, (5) Hak dan Kewajiban, (6) Kekuasaan Negara, (7) Urusan Keuangan, (8) Lembaga Audit, dan (9) Penutup.Sistem pemerintahan di Saudi Arabia adalah Kerajaan (Monarki). Kabinet bersama Raja merupakan kekuasaan eksekutif dan regulatif dalam Negara. Perdana Menteri adalahKhadim al-Haramain asy-Syarifain (Pelayan Dua Kota Suci) Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud, dan Putra Mahkota adalah Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Al-Saud, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan, Penerbangan dan Inspektur Jenderal. Sistem Judikatif bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah.[footnoteRef:10] [10: Ibid.]

Sejak perjanjian Amir Muhammad bin Saud dengan Muhammad bin Abdul Wahhab menyebabkan mazhab Hambali menjadi mazhab resmi di wilayah Saudi Arabia. Oleh karena tidak adanya peraturan perundang-undangan mengenai hukum Islam di Saudi Arabia, maka untuk melacak hukum keluarga haruslah melihat pada referensi fiqh Imam Ahmad bin Hambal. Ini tidak dimaknai bahwa Saudi Arabia anti kepada Undang-undang yang bersifat tertulis. Sebab seperti yang diutarakan oleh Edwar Mortimer, sekalipun dalam teori hukum di Saudi Arabia bersifat abadi, yakni syariat Tuhan, namun tidak berarti bahwa suatu perundang-undangan dalam memenuhi suatu kebutuhan baru tidak dibenarkan. Sejak tahun 1950-an, memulai dekrit, kerajaan telah mengesahkan sejumlah peraturan yang meliputi berbagai segi kehidupan. Misalnya perdagangan, kebangsaan, pemalsuan, penyuapan, pertambangan, perubahan dan tenaga kerja, jaminan sosial dan pertahanan sipil.[footnoteRef:11] [11: Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2005), Hlm. 166.]

Di negara-negara yang hukum perkawinannya masih Uncodified Law, maka hukum perkawinannya didasarkan pada kitab kitab fiqh madhab yang dianutnya. Pelaksanaan pernikahan serta hal hal lain yang terkait dengannya seperti talak dan rujuk pada umumnya ditangani oleh para ulama atau institusi keagamaan setempat yang dianggap berwenang mengenai masalah keagamaan umat Islam4. Sistem Peradilan Saudi ArabiaSebelum berdirinya Kerajaan Saudi Arabia, di wilayah ini terdapat tiga jenis peradilanPertama di wilayah Hijazyang mempunyai sistem yang lebih baik dibanding dengan wilayah-wilayah lain. Ini antara lain karena pembaharuan yang pernah dilakukan oleh Kerajaan Turki Usmani pada tahun 1830, 1856 dan 1876, tetapi sayang sekali penguasa Hijaz Syarif Husain membatalkan pembaharuan ini pada awal abad keduapuluh.[footnoteRef:12]Kedua, di wilayah Nejed (sekitar Riyadh) mengikuti sistem tradisional turun temurun berdasarkan tradisiyang berlaku dan hukum agama.Sistem ini tidak pernah mengalami pembaharuan. Penyelesaian sengketa dilakukan oleh hakim dan amir (raja atau keturunannya yang menjadi penguasa) untuk kepentingan pihak-pihak yang bersengketa. Biasanya eksekusi putusan hakim dimintakan kepada amir. Ketiga, di luar dua wilayah di atas, penyelesaian sengketa dilakukan berdasarkan kebiasan di kabilah-kabilah tertentu yang lebih bersifat arbitrase(tahkim). [12: Muhammad al-Zuhaili,at-Tanzhim al-QadhaI fi al-Fiqh al-Islami (Damaskus: Dar al-Fikr,1423H/2002), hal 218., sebagaimana dikutip oleh: Rifyal Kabah, Sistem Peradilan Saudi Arabia, www.islamiclawiniindonesia.blogspot.com, akses pada 20 september 2014]

Setelah Kerajaan Saudi Arabia berdiri, ketiga sistem di atas dihapuskan. Berdasarkan Titah Raja(al-Marsum al-Malaki)tanggal 4 Shafar 1346H/1927M maka semua peradilan dirombak menjadi satu sistem. Pasal 24 titah ini menyatakan bahwa peradilan di Saudi Arabia terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu Peradilan Segera(al-mahakim al-mustajilah), Peradilan Syariyah(al-mahakim asy-syariyyah)dan Badan Pengawas Peradilan(Hayah al-Muraqabah al-Qadhaiyyah). Sesuai dengan peraturan baru ini, maka dibentuk tiga peradilan di Jeddah, Makkah dan Madinah. Sedangkan kota-kota yang lain mempunyai sistem tersendiri yang juga diatur dengan peraturan tersendiri.[footnoteRef:13] [13: Ibid.]

Peradilan Segera mempunyai kewenangan dalam bidang perdata dan pidana. Kewenangan pidana menyangkut kejahatan yang menimbulkan luka,qishash, pelanggarantazirtertentu danhudud. Kewenangan perdata menyangkut masalah keuangan yang tidak lebih dari300 riyal dan putusannya tidak bisa dibanding kecuali putusan yang menyalahinushush(teks agama) danijma(kensensus ahlihukum Islam).Sedangkan Pengadilan Syariyyah menangani selain wewenang Peradilan Segera dalam berbagai bidang sesuai kompetensinya. Putusan diberikan berdasarkanijmaatau suara terbanyak. Perkara pidana berat hukuman potong dan mati mengharuskan sidang pleno peradilan. Sementara itu Badan Pengawas Peradilan berpusat di Makkah dan juga dinamakan Peradilan Syariat Agung(al-mahkamah asy-syariiyyah al-kubra)yang terdiri dari tiga hakim. Ini merupakan peradilan banding untuk peradilan yang ada di bawahnya dan sekaligus mengendalikan administrasi dan pengawasan peradilan. Selain itu, Peradilan Syariat Agung juga menerbitkan fatwa-fatwa yang dimintakan kepadanya, mengawasi pendidikan dan kurikulum pendidikan serta supervisi terhadap lembaga-lembaga Amar Maruf Nahi Mungkar. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur masalah peradilan antara lain adalah:a. Undang-Undang Konsentrasi Pertanggungjawaban Peradilan Syariyyah(Nizham Tarkiz Masliyat al-Qadha asy-Syari)tanggal 4 Muharram 1357H/1938M.b. Undang-Undang Masalah Keadilan(Nizham Kitab al-Adl)19.8.1364H/1945M.c. Undang-Undang Konsentrasi Pertanggungjawaban Peradilan Syariyyah(Nizham Tarkiz Masuliyat al-Qadha asy-Syari)tahun 1732H/1952M.d. Undang-Undang Peradilan (Nizham al-Qadha)1395H/1975M.e. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman(Nizham as-Sulthah al-Qadhaiyyah)No. 64 tanggal 14.7.1395H/1975.f. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman(Nizham as-Sulthah al-Qadhaiyyah) Tahun 2007.Pada masa awal berdirinya Kerajaan Saudi Arabia, peradilan berhubungan langsung dengan Raja. Rajalah yang mensupervisi peradilan dan putusan-putusan penting diserahkan kepadanya, tetapi kemudian ia mendelegasikan kewenangan ini secara bertahap kepada hakim-hakim khusus serta membentuk badan-badan yang dibutuhkan di bawah supervisi Raja. Pengaturan peradilan menjadi semakin rapih, khususnya ketika Raja Faisal mendirikan Kementerian Kehakiman pada tahun 1962 dan mengangkat Menteri Kehakiman pada tahun 1970. Sebelum ini, urusan peradilan berada di bawah kantor Mufti Agung atau Dewan Mufti, tetapi setelah berdirinya Kementerian Kehakiman, peradilan langsung berada di bawah kementerian ini, dan jabatan Mufti digabungkan ke dalam Dewan Tertinggi Peradilan(al-Majlis al-Ala li al-Qadha)atau Mahkamah Agung Saudi, yang berdiri kemudian. Dari sini, maka peradilan terbagi kepada dua bagian besar. Pertama adalah beberapa lembaga peradilan berdiri sendiri yang bersifat peradilan administratif. Kedua adalah peradilan syari atau syariyyah (Peradilan Syariat Islam) yang langsung berada di bawah Kementerian Kehakiman.[footnoteRef:14] [14: Rifyal Kabah, Sistem Peradilan Saudi Arabia, www.islamiclawiniindonesia.blogspot.com, akses pada 20 september 2014]

5. Hukum Keluarga di Saudi ArabiaDi Negara-negara yang hukum perkawinannya masih Uncodified Law, sebagaimana telah disinggung di muka, maka hukum perkawinannya didasarkan pada kitab kitab fiqh madhab yang dianutnya. Dalam hal ini Saudi Arabia hukum perkawinannya sesuai dengan madhab Hambali, yaitu pelaksanaan pernikahan serta hal-hal lain yang terkait dengannya seperti halnya talak dan rujuk pada umumnya ditangani oleh para ulama atau institusi keagamaan setempat yang dianggap berwenang dalam menangani masalah keagamaan umat Islam.a. Perwalian PernikahanMengenai perwalian dalam pernikahan, kalau kita merujuk kepada Madhab Hambali, makaWali dalam mazhab Hambali hukumnya wajiib, bahkan pernikahan dianggap tidak sah tanpa adanya wali. Seorang perempuan tidak dapat menikahkan dirinya sendiri baik atas izin walinya ataupun tidak, demikian pula seorang perempuan tidak dapat menikahkan untuk perempuan yang lainnya baik atas izin walinya ataupun tidak. Pernikahan tersebut hukumnya fasid, kalaupun terlanjur pernikahan yang akadnya dilakukan oleh pengantin perempuan sendiri, pernikahannya harus dipisahkan. Namun dalam hal hukuman, mengingat pernikahan tersebut menjadi wacana perdebatan sehingga tidak ada hukuman bagi pelaku pernikahan tersebut. Wali berurutan dari ayah, kakek kemudian saudara. Pernikahan oleh wali yang lebih jauh, sedangkan wali yang lebih dekat masih ada, menyebabkan pernikahannya batal.[footnoteRef:15] [15: Ibn Qudamah,AlKafifiqhAhmad ibn Hanbal,kitab nikah, (Maktabah Syamilah,Vol. 2 ), Juz. 3, Hlm. 9, sebagaimana dikutip dalam; Uur Rouf, Hukum Keluarga Islam (Family of Law) di Saudi Arabia, www.kbpa-uinjkt.blogspot.com, akses 20 September 2014]

b. Usia PernikahanSaudi Arabia tidak memiliki hukum khusus untuk mengatasi masalah ini. Karena di Negara ini tidak di tetapkannya Undang-Undang mengenai batasan minimal usia pernikahan, yang diterapkan hanyaah hukum fikih yang sebenarnya yaitu sseseorang dapat menikah kapanpun asalkan telah cukup memenuhi syarat dalam madzhab yang dianutnya, dimana mayaoritas mereka bermdzhab Imam Hambali.

c. PoligamiBegitu pula dengan masalah poligami, Saudi Arabia tidak memiliki hukum khusus untuk mengatasi masalah ini. Tidak ada batasan atapun tata cara yang khusus mengenai prosedur yang harusnya dilakukan bagi para suami yang ingin berpoligami. Poligami diperbolehkan untuk pria tetapi terbatas pada empat istri pada satu waktu. Bahwa praktekpoligami telah meningkat, khususnya di kalangan yang berpendidikan, sebagai akibat dari kekayaan minyak. Pemerintah telah dipromosikan poligami sebagai bagian dari kembali ke program "nilai-nilai Islam". Pada tahun 2001, Grand Mufti (otoritas agama tertinggi) mengeluarkan fatwa atau pendapat, menyerukan kepada wanita Saudi untuk menerima poligami sebagai bagian dari paket Islam dan menyatakan bahwa poligami itu diperlukan "untuk melawan ... pertumbuhan epidemi perawan tua". Tidak ada usia minimum untuk menikah di Arab Saudi dan Grand Mufti dilaporkan mengatakan pada tahun 2009 bahwa anak perempuan dari usia 10 atau 12 yang menikah.

d. PerceraianPria memiliki hak unlilateral untuk menceraikan istri mereka tanpa perlu dasar hukum. Perceraian adalah efektif dengan segera. Istri bercerai dapat mengklaim dukungan keuangan untuk jangka waktu empat bulan dan sepuluh hari sesudahnya. Seorang wanita hanya dapat memperoleh perceraian dengan persetujuan dari suaminya atau secara hukum jika suaminya telah merugikan dirinya. Dalam praktek, sangat sulit bagi seorang wanita Saudi untuk mendapatkan perceraian pengadilan. Tingkat perceraian tinggi,sampai 50%. Dalam hal perceraian, ayah memiliki hak asuh anak otomatis dari usia 7 tahun dan putri dari usia 9 tahun. Hak bagi pria untuk menikah hingga empat istri, dikombinasikan dengan kemampuan mereka untuk menceraikan istri kapan saja tanpa sebab, bisa menerjemahkan dengan poligami terbatas. Raja Abdul Aziz, pendiri negara, dilaporkan mengaku menikah lebih dari dua ratus perempuan. Namun, poligami nya dianggap luar biasa bahkan oleh standar Arab Saudi.

e. Hak asuh anak dan perwalianPihak ayah adalah pihak yang memegang hak utama dalam kasus perceraian. Meskipun begitu, hakim dapat mempertimbangkan kebugaran orang tua dalam pemberian perwalian, apabila seorang ayah yang ditunjuk untuk menjadi orang tua yang mendapatkan perwalian anak sedang dalam kondisi yang tidak sehat, maka kakek dan nenek dari pihak ayah adalah yang diserahi tanggung jawab atas anak tersebut.

f. Perjanjian PerkawinanDalam Islam, seorang wanita diperbolehkan untuk mengajukan syarat/perjanjian pernikahannnya selama tidak melanggar ajaran islam. Dia kemudian berhak atas suatu "perceraian bersyarat" jika salah satu dari persyaratan tersebut tidak dipenuhi oleh suaminya. Hasil dari perceraian tersebut dianggap final dan seorang suami tidak bolehkembali kepada istrinya selama tiga bulan masa 'iddah. Selama waktu ini pasangan dapat merevisi keputusan mereka dan dapat menghidupkan kembali perkawinan mereka jika mereka telah menyelesaikan perbedaan atau perselisihan diantara mereka. Semua Ulama sepakat bahwa semua perjanjian dalam perkawinan adalah sah, dan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut berarti membatalkan kesepakatan. Syekh Abdullah al-Manii, anggota Dewan Ulama Senior Saudi, mengatakan bahwa seorang wanita sah menceraikan suaminya setelah sang seuami melanggar syarat dalam perjanjian perkawinan mereka yang salah satu poinnya adalah bahwa suaminya itu tidak akan menikah dengan wanita lain selama mereka masih bersama.

g. Hukum Kewarisan dan Perwakafan di Saudi ArabiaMenurut catatan para ahli sejarah hukum Islam, wakaf tidak dikenal pada masyarakat Arab Jahiliyah pra-islam. Wakaf menurut Imam Syafi'I benar-benar tipikal islam. Sama halnya di bidang hukum keluarga lainnya, hukum wakaf juga merupakan hukum yang hidup di seluruh dunia Islam, apakah itu Negara yang berpenduduk muslim minoritas, maupun yang berpenduduk muslim mayoritas, dan lebih lagi di Negara muslim konstitusional. Begitu penting dan strategisnya kedudukan wakaf ini bagi jaminan social umat dan kesejahteraan umum. Dalam hal ini, Saudi Arabia mengangkat Menteri Perwakafan.Saudi Arabia sebagai Negara Islam konstitusional dan Negara yang menguasai tempat dimana Islam telah diturunkan dengan perkembangan zaman yang berubah dan kebutuhan umat yang beragam pula, kelembagaan perwakafan beserta manajemennya pun mengalami berbagai perubahan dan perbaikan di segala bidang. Termasuk Saudi Arabia yang pada tahun 1966 M membentuk Departemen Wakaf. Departemen ini memiliki tugas utama untuk menangani berbagai hal yang berhubungan dengan wakaf. Seperti membuat perencanaan, pengembangan dengan wakaf, dan memelihara serta mengawasi kelanggengan aset-aset wakaf disamping menyusun laporan lengkap dan rinci kepada pihak Kerajaan Saudi.[footnoteRef:16] [16: Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2005) Hlm 194]

PENUTUPA. KESIMPULANSaudi Arabia adalah salah satu negara yang menerapkan hukum keluarga berdasarkan syariat Islam yang mengikuti madzhab Hanbali. Dapat dikatakan, hukum perkawinannya masih Uncodified Law, maka hukum perkawinannya didasarkan pada kitab kitab fiqh madhab yang dianutnya, dalam hal ini Saudi Arabia hukum perkawinannya sesuai dengan madhab Hambali sebagai madhab Negara, seperti perwalian, usia pernikahan, poligami, perceraian, hak asuh anak, perjanjian perkawinan,kewarisan dan perwakafan.Adapun aplikasi hukum keluarga di masyarakat Saudi Arabia sendiri banyak menghadapi masalah-masalah yang perlu diperhatikan karena dianggap melanggar nilai-nilai sosial oleh sebagian masyarakat dunia. Seperti praktek nikah di bawah umur dan nikah misyarB. Penulisan makalah ini banyak kekurangannya, utamanya dengan keterbatasan referensi, oleh karena itu saran, masukan dan informasi lain sangat kami harapkan guna perbaikan makalah ini ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Dawoud El-Alami dan Dareen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws in The Arab World (London: The Hauge, 1996 );

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997);

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern (Jakarta: Graha Ilmu, 2011);

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 2005);

Rifyal Kabah, Sistem Peradilan Saudi Arabia, www.islamiclawiniindonesia.blogspot.com, akses pada 20 september 2014

Uur Rouf, Hukum Keluarga Islam (Family of Law) di Saudi Arabia, Hukum Keluarga Islam (Family of Law) di Saudi Arabia, www.kbpa-uinjkt.blogspot.com, akses 20 September 2014

www.kbririyadh.com, akses pada 20 September 2014.