Pembagian Tugas Skenario B Block 18

19
1. Rafi berusia 6 tahun, di bawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan keluhan sembab di seluruh tubuh a. Apa penyebab dan mekanisme sembab pada kasus? (FAQO,SHERLY) b. Apa hubungan jenis kelamin,umur dengan keluhan?( NABILLA,NOVA) c. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ yang terggangu sehingga menyebabkan keluhan tersebut ?(HANA,ECHA) 2. Sejak 2 minggu yang lalu tampak perut makin membesar dan kedua tungkai bengkak. a. Apa penyebab dan mekanisme perut membesar dan kedua tungkai membengkak pada kasus ?(PZ, TIFFANI) Mekanisme terjadinya edema dipengaruhi beberapa faktor yaitu dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glumerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia, sehingga menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler dan keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema. Mekanisme renal, penurunan tekanan onkotik plasma protein dalam kapiler glumerulus menyebabkan penurunan volume darah efektif dan diikuti aktivitas sistem Renin- Angiotensin-Aldosteron, rangsangan ini menyebabkan kenaikan plasma renin dan angiotensin untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan hormon aldosteron ini akan

description

ddfghj

Transcript of Pembagian Tugas Skenario B Block 18

1. Rafi berusia 6 tahun, di bawa orang tuanya ke Poli Umum RSMH dengan keluhan sembab di seluruh tubuha. Apa penyebab dan mekanisme sembab pada kasus?(FAQO,SHERLY)b. Apa hubungan jenis kelamin,umur dengan keluhan?(NABILLA,NOVA)c. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ yang terggangu sehingga menyebabkan keluhan tersebut?(HANA,ECHA)2. Sejak 2 minggu yang lalu tampak perut makin membesar dan kedua tungkai bengkak.a. Apa penyebab dan mekanisme perut membesar dan kedua tungkai membengkak pada kasus?(PZ, TIFFANI)Mekanisme terjadinya edema dipengaruhi beberapa faktor yaitu dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glumerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia, sehingga menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler dan keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstitial yang menyebabkan terbentuknya edema.

Mekanisme renal, penurunan tekanan onkotik plasma protein dalam kapiler glumerulus menyebabkan penurunan volume darah efektif dan diikuti aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, rangsangan ini menyebabkan kenaikan plasma renin dan angiotensin untuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan hormon aldosteron ini akan mempengaruhi sel-sel tubulus proksimal untuk mereabsorbsi ion Na+ sehingga ekskresi natrium atau natriuresis menurun. Kemudian dapat juga terjadi aktifitas saraf simpatik dan kenaikan konsentrasi circulating catecholamine, sehingga menyebabkan kenaikan tahanan atau resistensi vaskuler renal.yang dapat juga menyebabkan penurunan dan berkurangnya filtrasi garam Na+ dan air. Dari kedua hal diatas akan menyebabkan kenaikan volume cairan seluler (VCES) dan edema.Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum, atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).

Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). 3. Sejak 1 bulan yang lalu tampak sembab di kelopak mataa. Apa penyebab dan mekanisme sembab di kelopak mata?(QONITA,AUZAN)b. Mengapa edema dimulai dari kelopak mata, perut, tungkai dan seluruh tubuh?(AJENG,NINA)4. BAK warna kuning dan tampak berbusaa. Apa penyebab dan mekanisme BAK warna kuning dan tampak berbusa?(FAQO, NOVA)

b. Bagaimana criteria urin normal?(ANUSHA, AJENG)5. Penyakit seperti ini baru pertama kali diderita, tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit sama.a. Apa makna dari penyakit baru pertama kali diderita, tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama?(SHERLY,NABILLA)6. Pemeriksaan Fisik :

KU : sakit sedang, kesadaran kompos mentis. suhu tubuh 37OC, TD 100/60mmHg, HR= 96 x/ menit, RR= 32 x/menit, BB 28 kg, TB 136 cm, edema (+) pada kedua kelopak mata,acites(+), edema kedua tungkai dan telapak kaki (+/+). Paru dan jantung dalam baras normala. Apa intrepretasi dan mekanisme abnormal dari

i. KU (HANA)ii. RR (ECHA)iii. IMT (PZ)BB 28 kg, TB 136 cmIMT=28/(1,36)2

=15,14iv. Edema kedua kelopak mata(TIFFANI)v. Acites (QONITA)vi. Edema kedua tungkai dan telapak kaki (AUZAN)7. Hasil Laboratorium :

Urinalisis: warna kuning agak keruh, berbusa, proteinuria +++, eritrosit 0-1sel/ LPB, lekosit 2-3 sel/LPB

Darah : Hb 8,5 g/dl, lekosit 11.000/mm3 , trombosit 400.000/ mm3, LED 40 mm/jam, Protein total 4,0 g/dl, Albumin 2,0 gr/dl, Ureum 40 mg/dl, Kreatinin 0,7 mg/dl, kolestrol 280 mg/dl

a. Apa intrepretasi dan mekanisme abnormal

i. Warna kuning agak keruh, berbusa(NINA)ii. Proteinuria +++ (AJENG)iii. Eritrosit (ANUSHA)iv. Leukosit (FAQO)v. Hb(SHERLY)vi. Lekosit (NABILLA)vii. Trombosit (NOVA)viii. LED (HANA)ix. Protein total (ECHA)x. Albumin (PZ)Kadar normal: 3,8-5,4 g/dL Pada kasus: 2,0 g/dLInterpretasi: hipoalbuminemiaMekanisme: Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindroma nefrotik, hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.

xi. Uream (TIFFANI)xii. Kreatinin (QONITA)xiii. Kolesterol (AUZAN)b. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan kolesterol?(NINA,AJENG)c. Bagaimana klasikasi proteinuria?(ANUSHA,AUZAN)d. Bagaimana cara pemeriksaan proteinuria semi kuantitatif (FAQO,SHERLY)?HIPOTESISRafi berusia 6 tahun menderita sindroma nefrotik

a. Cara diagnosis (NABILLA,NOVA)b. DD (HANA,ECHA)c. Pemeriksaan Penunjang (PZ,TIFFANI) 1) Pemeriksaan Laboratorium6Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (padaprotein-losing enteropathy),dan edema dapat terjadi tanpa adanya hipoalbuminemia (seperti padaangioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan: proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya: Pemeriksaan darah rutin-Red blood cell Meningkatnya hemoglobin dan hematokrit mengindikasikan adanya hemokonsentrasi dan deplesi volume intravascular.

Leukosit-Nilai platelet biasanya meningkat. Urinalisis

Hematuria mikroskopis ditemukan pada 20% kasus. Hematuria makroskopik jarang ditemukan. Protein urin kuantitatif dengan menghitung protein/kreatinin urin pagi, atau dengan protein urin 24 jam. Dikatakan proteinuria jika adanya protein di dalam urine manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.-Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi proteinuria orthostatic (dimana protein baru muncul di urin setelah penderita berdiri cukup lama).-Nilai protein urin 24 jam > 40mg/m2/jam atau dengan dipstick +2---+4, dapat pula nilai protein urin sewaktu >100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.

-Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.

Albumin serum-Level albumin serum pada sindroma nefrotik secara umum kurang dari 2.5 g/dL.- Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL-Jarang mencapai 0.5 g/dL

Pemeriksaan lipid

-Terjadi peningkatan kolesterol total dan kolesterol LDL (low density lipoprotein). Kadar serum kolesterol >400mg/dl.-Terjadi peningkatan trigliserid dengan hipoalbuminemia berat.

-Kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) dapat normal atau menurun

Pemeriksaan elektrolit serum, BUN dan kreatinin, kalsium, dan fosfor.

-Pasien dengan SN idiopatik, dapat menjadi gagal ginjal akut oleh karena deplesi volume intravascular.-Kadar Na serum rendah, oleh karena hiperlipidemia.

-Kadar kalsium total rendah, oleh karena hipoalbuminemia.

Tes HIV, hepatitis B dan C

-Untuk menyingkirkan adanya kausa sekunder dari SN.

Pemeriksaan C3-Level komplemen yang rendah dapat ditemukan pada nefritis post infeksi, SN tipe membranoproliferatif, dan pada lupus nefritis.d. Diagnose kerja (ANUSHA,AJENG)e. Definisi (QONITA,AUZAN)f. Etiologi (NINA,SHERLY)g. Epidemiologi (FAQO,NABILLA)h. Patofisiologi (NOVA,ECHA)i. Patogenesis ( HANA,PZ)Diawali dengan suatu kelainan primer yang menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein. Hal tersebut diakibatkan oleh mekanisme yang kompleks, namun biasanya akibat kerusakan sialoprotein pada membran basal glomerulus (yang berfungsi menghasilkan muatan negatif). Proteinuria akan terus berlangsung hingga menyebabkan kadar protein dalam serum, terutama albumin menurun. Meski demikian aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak berkurang.

Secara histologis, kelainan pada glomerulus tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Minimal change nephrotic syndrome (MCNC). Tipe paling sering, 70-80%

Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), kejadian sekitar 10%. Tipe ini sering terjadi mendahului tipe MCNC

Nefropati membranosa (1%). Seringkali disebabkan oleh infeksi sistemik: hepatits B, sifilis, malaria, dan toksoplasmosis, maupun obat-obatan.

Sindrom nefrotik kongenital adalah sindrom nefrotik yang terjadi hingga 3 bulan pertama kehidupan. Dapat disebabkan oleh pengaruh genetik (autosomal resesif), atau sekunder akibat infeksi (sifilis, hepatitis B) dan lupus eritematosa sistemik.j. Faktor Resiko (TIFFANI,AUZAN)k. Manifestasi Klinis (QONITA,NINA)l. Komplikasi (AJENG,ANUSHA)m. Tatalaksana (Farmako dan non farmako) ) (FAQO,NOVA)n. Prognosis (SHERLY,ANUSHA)o. Preventif (NABILLA,TIFFANI)p. SKDI (HANA,NINA)LEARNING ISSUE1. Sindroma nefrotik (ANUSHA,AJENG,NINA,AUZAN,ECHA,QONITA)2. Anatomi, fisiologi dan histologi glomerulus (FAQO,SHERLY,NABILLA,HANA,TIFFANI,NOVA,PZ) Glomerulus merupakan gulungan pembuluh darah kapiler yang berada di dalam sebuah kapsul sirkuler, yang disebut kapsula Bowman. Secara bersamaan, glomerulus dan kapsula Bowman disebut dengan korpuskulum renalis. Ginjal manusia memiliki sekitar satu juta glomerulus di dalamnya. Glomerulus terdiri atas tiga tipe sel intrinsik: sel endotel kapiler, sel epitel yang dipisahkan dari sel endotel oleh membrana basalis glomerular, serta sel mesangial.

Struktur GlomerulusDinding kapiler pada glomerulus berfungsi sebagai membran filtrasi dan terdiri atas tiga lapisan: (1) endotelium kapiler, (2) membrana basalis, dan (3) epitel (podosit atau epitel viseral). Setiap lapisan tersebut memiliki keunikan tersendiri sehingga dapat membiarkan seluruh komponen darah lewat dengan perkecualian sel-sel darah serta protein plasma dengan berat molekul di atas 70.000. Endotel glomerulus terdiri atas sel-sel yang kontak dengan membrana basalis. Sel-sel ini memiliki banyak bukaan atau jendela kecil yang disebut fenestrae. Membrana basalis merupakan jaringan glikoprotein dan mukopolisakarida yang bermuatan negatif dan bersifat selektif permeabel. Epitel glomerulus memiliki sel-sel khusus yang dinamakan podosit. Podosit memiliki prosesus yang menyerupai kaki (footlike processes) yang menempel ke membrana basalis. Prosesus yang satu akan berjalinan dengan prosesus lainnya membentuk filtration slit, yang akan memodulasi proses filtrasi.

Membran filtrasi glomerulus memisahkan darah kapiler dengan cairan di ruang Bowman. Filtrat glomerulus melewati ketiga lapisan membran filtrasi dan membentuk urin primer. Sel-sel endotel dan membrana basalis memiliki glikoprotein bermuatan negatif sehingga membentuk barrier filtrasi terhadap protein anionik.

Glomerulus menerima darah dari arteriol aferen dan mengalirkan darah ke arteriol eferen. Sekelompok sel khusus yang dinamakan sel jukstaglomerular terdapat di sekitar arteriol aferen, di dekat tempat masuknya ke korpuskulum renalis. Di antara arteriol aferen dan eferen terdapat bagian dari tubulus kontortus distal yang memiliki sel khusus bernama makula densa. Bersamaan, sel jukstaglomerular dan makula densa membentuk aparatus jukstaglomerular, yang berfungsi untuk mengatur aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, serta sekresi renin.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, glomerulus berperan sebagai penyaring darah untuk membentuk urin, yang kemudian akan diekskresikan dari tubuh. ADDIN EN.CITE McCance20028886McCance, K.L.Huether, S.E.Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children4th2002MIssouriMosby Cairan yang disaring oleh membran filtrasi glomerulus tidak mengandung protein namun mengandung elektrolit seperti natrium, klorida, dan kalium, serta molekul organik seperti kreatinin, urea, dan glukosa. Seperti membran kapiler lainnya, glomerulus permeabel terhadap air dan relatif impermeabel terhadap koloid berukuran besar seperti protein plasma. Ukuran dan muatan molekul sangat menentukan kemampuannya untuk melewati glomerulus. Hal ini diatur oleh filtration slits serta muatan negatif yang terdapat pada membran filtrasi.

Tekanan kapiler memiliki efek terhadap filtrasi glomerulus. Tekanan hidrostatik pada kapiler merupakan gaya utama yang mendorong air serta solut melewati membran filtrasi menuju kapsula Bowman. Tekanan ini dipengaruhi secara tidak langsung oleh efisiensi kontraksi jantung dan secara langsung oleh tekanan arteri sistemik serta resistensi pada arteriol aferen dan eferen. Gaya yang mendorong komponen darah untuk dapat masuk ke dalam kapsula Bowman adalah tekanan hidrostatik kapiler (PGC), sedangkan gaya yang melawan masuknya komponen darah tersebut adalah tekanan hidrostatik di ruang Bowman (PBC) serta tekanan onkotik efektif darah kapiler glomerulus (GC). Resultan dari kedua gaya ini akan menghasilkan net filtration pressure (NFP), yaitu jumlah dari gaya yang mendorong dan melawan filtrasi, dengan perhitungan sebagai berikut:

NFP = (PGC) - (PBC + GC)

Volume total cairan yang tersaring oleh glomerulus sekitar 180 L/hari, atau 120 mL/menit.(7) Jumlah filtrasi plasma per satuan waktu disebut dengan glomerular filtration rate (GFR), dan berbanding langsung dengan tekanan perfusi pada kapiler glomerulus. Faktor-faktor yang menentukan GFR berkaitan langsung dengan tekanan yang mendorong atau melawan filtrasi. Perubahan pada resistensi arteriol aferen maupun eferen akan menyebabkan perubahan pada tekanan hidrostatik kapiler serta GFR. Vasokonstriksi pada salah satu arteriol memiliki efek berlawanan pada tekanan glomerular. Contohnya, apabila arteriol aferen berkonstriksi maka aliran darah akan berkurang sehingga ada penurunan tekanan glomerular. Hal ini akan kemudian menurunkan GFR sehingga cairan tubuh terjaga. Sebaliknya, konstriksi dari arteriol eferen akan meningkatkan NFP dan selanjutnya meningkatkan GFR. Konstriksi dari kedua arteriol tersebut akan mengakibatkan perubahan kecil pada NFP, namun aliran darah renal akan menurun sehingga GFR pun akan ikut berkurang.

Obstruksi pada aliran keluar urin akan menimbulkan peningkatan tekanan secara retrograde pada kapsula Bowman yang akan menurunkan GFR. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan onkotik kapiler dan menurunkan GFR. Penyakit ginjal juga dapat menyebabkan perubahan tekanan dengan adanya perubahan permeabilitas kapiler serta luas permukaan untuk filtrasi.

Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin.14 Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom 11 nefrotik karena laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin. Peningkatan hilangnya albumin dalam saluran gastrointestinal juga diperkirakan mempunyai kontribusi terhadap keadaan hipoalbuminemia, tetapi hipotesis ini hanya mempunyai sedikit bukti. Oleh karena itu, terjadinya hipoalbuminemia harus ada korelasi yang cukup antara penurunan laju sintesis albumin di hepar dan peningkatan katabolisme albumin.14 Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat. Tekanan onkotik plasma yang memperfusi hati merupakan regulator mayor sintesis protein. Bukti eksperimental pada tikus yang secara genetik menunjukkan adanya defisiensi dalam sirkulasi albumin, menunjukkan dua kali peningkatan laju transkripsi gen albumin hepar dibandingkan dengan tikus normal.14 Meskipun demikian, peningkatan sintesis albumin di hepar pada tikus tersebut tidak adekuat untuk mengompensasi derajat hipoalbuminemia, yang mengindikasikan adanya gangguan respon sintesis. Hal ini juga terjadi pada pasien sindrom nefrotik, penurunan tekanan onkotik tidak mampu untuk 12 meningkatkan laju sintesis albumin di hati sejauh mengembalikan konsentrasi plasma albumin. Ada juga bukti pada subjek yang normal bahwa albumin interstisial hepar mengatur sintesis albumin. Oleh karena pada sindrom nefrotik pool albumin interstisial hepar tidak habis, respon sintesis albumin normal dan naik dengan jumlah sedikit, tetapi tidak mencapai level yang adekuat. Asupan diet protein berkontribusi pada sintesis albumin. Sintesis mRNA albumin hepar dan albumin tidak meningkat pada tikus ketika diberikan diet rendah protein, tetapi sebaliknya, meningkat pada tikus yang diberikan diet tinggi protein. Meskipun begitu, level albumin serum tidak mengalami perubahan karena hiperfiltrasi yang dihasilkan dari peningkatan konsumsi protein menyebabkan peningkatan albuminuria. Kontribusi katabolisme albumin ginjal pada hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik masih merupakan hal yang kontroversial. Dalam penelitian terdahulu dikemukakan bahwa kapasitas transportasi albumin tubulus ginjal telah mengalami saturasi pada level albumin terfiltrasi yang fisiologis dan dengan peningkatan protein yang terfiltrasi yang hanya diekskresikan dalam urin, bukan diserap dan dikatabolisme. Penelitian pada perfusi tubulus proksimal yang diisolasi pada kelinci membuktikan sebuah sistem transportasi ganda untuk uptake albumin. Sebuah sistem kapasitas rendah yang telah mengalami saturasi pada muatan protein yang berlebih, tetapi masih dalam level fisiologis, 13 terdapat pula sebuah sistem kapasitas tinggi dengan afinitas yang rendah, memungkinkan tingkat penyerapan tubular untuk albumin meningkat karena beban yang disaring naik. Dengan demikian, peningkatan tingkat fraksi katabolik dapat terjadi pada sindrom nefrotik.14 Hipotesis ini didukung oleh adanya korelasi positif di antara katabolisme fraksi albumin dan albuminuria pada tikus dengan puromycin aminonucleoside PAN yang diinduksi hingga nefrosis.14 Namun, karena simpanan total albumin tubuh menurun dalam jumlah banyak pada sindrom nefrotik, laju katabolik absolut mungkin normal atau bahkan kurang. Hal ini berpengaruh pada status nutrisi, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa katabolisme albumin absolut berkurang pada tikus nefrotik dengan diet protein rendah, tetapi tidak pada asupan diet protein normal. Jadi cukup jelas bahwa hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik merupakan akibat dari perubahan multipel pada homeostasis albumin yang tidak dapat dikompensasi dengan baik oleh adanya sintesis albumin hepar dan penurunan katabolisme albumin tubulus ginjal.14