Pemba Has An

6
I. PEMBAHASAN Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh. 1 Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) 1 Sularsito SA. Loc.cit.

description

bahasan

Transcript of Pemba Has An

Page 1: Pemba Has An

I. PEMBAHASAN

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan

baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan

respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Dermatitis

kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras

dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara

tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan

kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.1

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien

dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang

berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan

dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis.

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian

dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen

inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat

(AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah

menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi

vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah

transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat

untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan

PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler. DAG dan second

messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1

(IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1

mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang

menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga

mengakibatkan molekul permukaan HLA- DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada

1 Sularsito SA. Loc.cit.

Page 2: Pemba Has An

kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi

yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi

molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.2

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,

yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada

pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,

edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling

rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum

korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi

sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor

kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai

andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

Diagnosis DKI dapat ditegakkan melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisik (bentuk lesi, pola perkembangan penyakit, dan lokasinya). Diagnosis banding

yang paling penting adalah DKA. Namun jika lesi berada di telapak tangan atau kaki,

bisa dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding psoriasis palmoplantar.

Sedangkan apabila lesi berada di bagian bagian yang terbuka, dapat dipertimbangkan

kemungkinan diagnosis banding dermatitis kontak fotoalergik.3

Dalam kasus ini, dijumpai gejala berupa gatal-gatal ringan yang semakin lama

semakin memberat. Awalnya timbul bercak kemerahan pada daerah yang gatal,

namun lama-kelamaan timbul bercak putih yang berair ketika digaruk rasa gatal

semakin berat. Pasien tidak memiliki riwayat atopi, begitu juga dengan anggota

keluarga pasien. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,

diagnosis kerja yang dapat diambil adalah DKI kronis. Pada gejala dan lesi, DKI

kronis dan DKA sulit dibedakan. Keduanya sama-sama memiliki ciri gejala yang

sama, yaitu gatal yang disertai dengan nyeri. Pada lesi ditemukan papul, plak, dan

krusta. Namun pada penyebarannya, lesi DKI kronis akan terbatas pada daerah yang

terpapar, sedangkan lesi DKA akan menyebar ke bagian tubuh yang lain. Hal ini

disebabkan DKA merupakan penyakit yang bersifat sistemik. Selain itu, terdapat

perbedaan pada faktor yang meyebabkan terjadinya dermatitis. Pada DKI kronis,

2 Ibid3 Wolff. Loc.cit.

Page 3: Pemba Has An

dermatitis disebabkan oleh zat-zat iritan yang konsentrasinya melebihi ambang batas

konsentrasi dan dapat terjadi pada siapapun, sedangkan pada DKA, dermatitis

disebabkan paparan terhadap zat yang sebelumnya sudah mengakibatkan sensitisasi

dan hanya dapat terjadi pada individu yang sudah tersensitisasi. Diagnosis DKI dapat

ditentukan dengan melakukan patch test kepada pasien. Patch test dilakukan untuk

menegakkan diagnosis DKA. Pada DKI, akan didapatkan hasil patch test negatif,

kecuali DKI disertai dengan DKA.4

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan

iritan baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi, serta menyigkirkan faktor

yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi

komplikasi, makan DKI tersebt akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.5

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan glukokortikoid

topikal, seperti betamethasone dipropionate atau clobetasol propionate dan pelembab.

Pada DKI akut yang terpapar bahan iritan kuat, kemungkinan diperlukan pemberian

glukokortikoid sistemik. Obat yang dapat diberikan adalah prednisone dengan dosis

awal 60mg/hari yang kemudian dikurangi 10mg secara bertahap selama dua minggu.6

Untuk mengatasi keluhan gatal pasien, dapat diberikan antihistamin, seperti CTM atau

Cetirizine.

Pada kasus ini, pengobatan diberikan berupa terapi farmakologis topikal dan

eradikasi lingkungan. Pengobatan secara farmakologis, diberikan pengobatan berupa

clobetasol topikal yang dipakai dua kali sehari dan CTM yang dikonsumsi tiga kali

sehari. Pengobatan eradikasi lingkungan dilakukan dengan cara edukasi seperti

memakai sepatu boots ketika hendak kontak dengan deterjen atau air bekas cucian dan

mengganti pemakaian sendal jepit mejadi sendal selop yang tidak terlalu

mengakibatkan gesekan terhadap kulit.

Prognosis pada pasien DKI non atopi secara umum baik dengan

penatalaksanaan yang tepat. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan dengan

sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI

kronis yang penyebabnya multifaktor.

4 Ibid.5 Sularsito. Loc.cit.6 Wolff. Loc.cit.

Page 4: Pemba Has An