Pemba Has An

download Pemba Has An

of 13

Transcript of Pemba Has An

Christine Benedicta240210110046

VI.PEMBAHASANProtein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai pembakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang menggantikan jaringan yang telah rusak. Selain itu protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein memiliki beberapa sifat yang sangat berpengaruh kepada makanan, seperti : Perbedaan rasa dan tekstur beberapa jenis daging, disebabkan oleh terjadinya kombinasi asam amino dalam pembentukan molekul protein. Konfigurasi protein dapat diubah dengan perlakuan fisik maupun kimia, karena dapat terdenaturasi bila dipanaskan dan menghasilkan zat lain. Protein dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana.Bobot molekulnya berkisar dari 6000 sampai beberapa juta. Molekul protein terdiri dari satu atau beberapa panjang polipeptida dari asam-asam amino yang terikat dengan urutan yang khas. Urutan ini dinamakan struktur primer dari protein. Polipeptida ini dapat melipat atau menggulung. Sifat dan banyaknya pelipatan menyebabkan timbulnya struktur sekunder. Bentuk tiga dimensi dari polipeptida yang menggulung atau melipat ini dinamakan struktur tersier. Struktur kuartener muncul dari hubungan struktural beberapa polipeptida yang terlibat (Anonimb, 2007).Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa uji pada protein seperti reaksi biuret, reaksi ninhidrin, pembentukan endapan dengan asam, pembentukan endapan dengan garam dari logam berat, denaturasi dan koagulasi, mengetahui titik isometris, dan salting out pada protein.

6.1 Reaksi Pewarnaan BiuretBiuret merupakan salah satu reaksi yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya protein atau tidak dalam sampel. Prinsip dari percobaan ini adalah protein harus memiliki sedikitnya dua ikatan peptida yang bila bereaksi dengan Cu2+ akan menghasilkan kompleks Cu- NaOH. Reaksi berjalan positif bila Cu- NaOH berwarna ungu menunjukkan zat yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Sedangkan reaksi negative untuk asam amino yang tidak mempunyai ikatan peptida atau yang hanya mengandung 1 ikatan peptida. protein + Cu2+ kompleks Cu-NaOHUji biuret ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam. Biuret adalah suatu zat yang dihasilkan apabila urea dipanaskan pada suhu 180oC. Reaksi ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida dalam protein. Pada percobaan, dapat dilihat bahwa urea atau pun albumin diteteskan larutan NaOH 10% dan larutan CuSO4. (Anonima, 2007). Warna yang terbentuk dari reaksi biuret kemungkinan berasal dari kompleks antara ion Cu2+ dengan gugus CO dan NH ikatan peptida dalam suatu alkalis. Tujuan dari pelaksanaan reaksi biuret adalah untuk mengetahui adanya ikatan peptida. Prosedur yang dilakukan adalah dengan penambahan 1 ml albumin 2%, 1 ml NaOH 10%, dan 1 tetes CuSO4 0,1%. Fungsi dari reagen NaOH adalah untuk mencegah endapan Cu(OH)2, memecah ikatan protein sehingga terbentuk urea, sebagai katalisator, dan menjadikan suspensi protein bernuansa alkalis. Sedangkan fungsi dari CuSO4 adalah sebagai donor Cu2+ yang akan menghasilkan warna ungu.Dasar dari reaksi biuret adalah terjadinya warna ungu apabila reaksi positif karena adanya kompleks yang terjadi antara ikatan peptida dengan O dari air. Reaksi ini disebut reaksi biuret karena positif terhadap biuret (kondensasi 2 molekul urea). Reaksi juga positif terhadap senyawa organik yang mempunyai gugus CO(NH2), SC(NH2), NHC(NH2), H2C(NH2). Pada ikatan peptida panjang akan menunjukkan warna ungu sedangkan pada ikatan peptida pendek akan menunjukkan warna biru. Jika biuret berwarna ungu, hal tersebut membuktikan bahwa pada larutan tersebut mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Sedangkan jika tidak menimbulkan warna ungu, maka larutan yang diujikan tersebut tidak mempunyai ikatan peptida, atau hanya memiliki satu ikatan peptida. Sebagai perbandingan, kita memanaskan urea yang telah dicampur NaOH kemudian ditetesi CuSO4. Urea merupakan protein kompleks yang memiliki ikatan peptide lebih dari 2. Pada percobaan, urea yang digunakan berbentuk kristal oleh karena itu dilakukan pemanasan terlebih dahulu dengan spirtus agar urea tersebut melebur berbentuk cair bukan padatan, karena apabila urea berbentuk cair maka akan dengan mudah bereaksi dengan CuSO4. Hasilnya urea menjadi berbau sulfur, dan membentuk warna ungu muda. Hal ini membuktikan bahwa urea memiliki ikatan peptida yang lebih sedikit dibandingkan dengan albumin, dan juga mengandung sulfur. Jika urea mengandung sulfur, maka urea termasuk molekul protein, karena sulfur merupakan molekul protein (Sediaoetama, 2004). Sedangkan pada percobaan dengan menggunakan albumin, terbentuk warna ungu, tetapi tidak berbau sulfur. Hal tersebut membuktikan bahwa albumin mengandung ikatan peptida.Pada saat pemanasan tercium bau ammonia karena urea melepaskan NH3, menurut reaksi : NH2 NH2 NH2 C = O + C = O C = O + NH3 NH2 NH2 NH urea C = O NH2 Setelah melebur, larutan urea harus segera ditambahkan dengan NaOH dan CuSO4 karena urea bisa mengkristal kembali apabila didiamkan lama. Setelah menjadikan urea alkali dengan penambahan NaOH kemudian ditambahkan CuSO4 hingga larutan berubah warna menjadi ungu. Hal ini mengidikasikan bahwa urea adalah protein dengan ikatan peptide lebih dari dua.

NinhidrinReaksi Ninhidrin dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu makanan, atau suatu zat mengandung asam amino atau tidak. Ninhidrin merupakan suatu senyawa oksidator yang sangat kuat, yang bereaksi dengan suam asam amino pada pH 4-8 dan jika bereaksi dengan asam amino, maka akan menghasilkan warna ungu. Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3 dan CO2. Disamping itu, terbentuk kompleks berwarna biru yang disebabkan oleh 2 molekul ninhidrin yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. Garam-garam ammonium, amina, peptida, dan protein juga bereaksi tetapi tanpa melepaskan CO2 dan NH3.Pada asam amino, gugus (-COOH) dan (-NH2) nya masing-masing dapat bereaksi, misal dengan pembentukkan garam, esterifikasi dan asilasi. Reaksi umum untuk menunjukkan adanya asam amino adalah reaksi ninhidrin. Ninhidrin adalah suatu oksidator yang menyebabkan dekarboksilasioksidatif dari asam alfa amino, menghasilkan CO2, NH3 dan aldehid yang rantai C-nya lebih pendek satu atom C daripada asam amino asalnya (Murray, 2000).Ninhidrin yang tereduksi kemudian bereaksi dengan NH3 yang dibebaskan membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan absorpsi warna maksimum pada panjang gelombang 570 nm. Cara ini dapat dipakai untuk mengukur kadar asam amino. Senyawa asam amino, kecuali asam amino dapat memberi reaksi ninhidrin positif, tetapi tanpa pembentukkan CO2 asam-asam amino aromatis, seperti triptofan, tirosin, histidin dan fenil alanin menyerap sinar ultraviolet. Serapan sinar ultraviolet oleh protein kebanyakan ditentukan oleh kandungan triptofannya. Bermacam-macam asam amino dapat diidentifikasi dengan reaksi warna khusus, karena reaksi warna khusus ini positif untuk gugus tertentu pada rantai R-nya bukan untuk gugus (-COOH) ataupun (-NH2)nya.Pada hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa larutan albumin menghasilkan warna putih keruh. Tetapi ketika didiamkan, terbentuk selaput tipis berwarna ungu. Hal ini membuktikan bahwa albumin mengandung asam amino. Sedangkan pada sampel urea tidak terjadi perubahan.

Reaksi pada ninhidrin :

6.2 Sifat Koagulasi Protein Sifat Koagulasi ProteinKoagulasi protein adalah pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan, unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak dapat terdipersi tidak lagi sebagai suatu koloid (Winarno, 1997). Protein bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan asam maupun basa (alkali). Daya reaksinya tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Pada pH tertentu, protein akan bereaksi dan menimbulkan endapan. Pembentukan endapan pada protein sangat penting dalam usaha untuk memisahkan larutan campuran seperti kasein dari susu serta untuk mengisolasi enzim tertentu seperti papain dari buah papaya.Pembuktian pembentukan endapan dikalukan dengan percobaan menggunakan sampel albumin dan gelatin Pada sampel ditambahkan 3 jenis larutan yaitu HCl, CH3COOH, dan NaOH. Setelah itu dilakukan beberapa perlakuan : pada saat awal, didiamkan 30 menit, dan dipanaskan. Pada gelatin setelah ditambahkan HCL pekat terjadi perubahan bertambahnya endapan, buih yang terdapat di atas larutan dalam tebung reaksi dan juga kekeruhan, akan tetapi tidak terdapat perubahan saat pengujian dengan CH3COOH dan NaOH. Sedangkan pada albumin pada saat ditambahkan HCl dan CH3COOH ataupun NaOH terbentuk kekeruhan pada albumin. Adanya kekeruhan pada albumin yang ditambahkan HCl menunjukkan bahwa albumin tidak larut dalam asam berkonsentrasi tinggi. Sedangkan pada gelatin yang ditambahkan ketiga larutan, ada yang tidak terjadi perubahan sedikit pun. Hal ini dikarenakan terlalu kecilnya konsentrasi dari sampel tersebut

Pembentukan Endapan dengan Garam dan Logam BeratGaram logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama gugus COOH dan gugus NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, Co2+, Mn2+ dan Pb2+. Selain gugus COOH dan gugus NH2, gugus R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg2+ (Poedjiadi, 1994).Garam-garam dari logam berat seperti Hg2+, Ag+ dan Pb2+ dapat berikatan dengan gugus SH dari protein. Disamping itu dapat membentuk ikatan yang sangat kuat dengan gugus COO- dari asam aspartat dan asam glutamate yang terdapat dalam molekul protein pecah sehingga proteinnya sendiri akan mengendap. Dengan terjadinya pengendapan atau disebut juga koagulasi, protein mengalami perubahan konformasi serta posisinya sehingga aktivitasnya berkurang atau kemampuannya untuk menunjang aktivitas organ tubuh tertentu akan hilang. (Poedjiadi, 1994)Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Hal ini seperti denaturasi oleh raksa (Hg) untuk pemurnian emas yang terjadi di Minamata, Jepang.Putih telur dapat digunakan sebagai antidotum terhadap keracunan logam berat karena putih telur mengandung albumin, sehingga apabila tubuh keracunan logam berat maka ion logam berat tersebut akan bereaksi dengan albumin membentuk koagulan sehingga logam berat tersebut tidak akan mengganggu atau merusak aktivitas enzim lain di dalam tubuh.Pada praktikum kali ini, sampel yang digunakan untuk pembentuk endapan garam dan logam berat adalah albumin dan gelatin. Albumin adalah protein yang mempunyai berat molekul yang kecil dan bersifat larut dalam air. Albumin yang digunkan adalah albumin dari telur dengan kadar 10%.Dari hasil percobaan, dapat dilihat bahwa reaksi antara logam berat dan albumin menghasilkan endapan pada Setelah FeCl2 dan PbAc akan tetapi pada HgCl2 dan CuSO4 tidak terdapat endapan. Hal ini menunjukkan bahwa logam Fe dan Pb lebih reaktif daripada Hg ataupun Cu. Cu bahkan tidak membentuk endapan kerena logam tersebut merupakan logam transisi pada sistem periodik unsur. Pada sampel gelatin tidak terbentuk endapan pada semua pengujian. endapan karena gelatin merupakan protein yang diperoleh dari kolagen. Viskositas sel protein seperti gelatin bervariasi tergantung faktor-faktor seperi ukuran molekul, bentuk molekul, suhu, derajat hidrasi, konsentrasi dan pH. Dari percobaan diatas dapat kita ketahui bahwa penambahan asam dapat mempercepat pembentukan endapan pada protein.

6.3 Denaturasi dan Koagulasi Denaturasi adalah suatu proses dimana terjadi perubahan-perubahan dalam struktur ruang suatu protein, dari suatu konformasi alami (native convormation) menjadi suatu konformasi yang kurang beraturan. Jadi pada proses ini terjadi perubahan pada struktur sekunder dan tersier. Sedangkan struktur primer tetap dipertahankan (dengan kata lain, ikatan peptida tidak terputus) dank arena itu sekuensi asam amino juga tidak mengalami perubahan.Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1980).Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, 2003).Denaturasi dan koagulasi dapat dibedakan sebagai berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 1980).Pemanasan akan menyebabkan denaturasi pada protein. Panas akan memutuskan ikatan-ikatan hidrogen dan ikatan-ikatan disulfida. Sekalipun demikian, ada beberapa jenis protein yang tidak mengalami denaturasi sebagai akibat pemanasan, yaitu gelatin dan kasein.Pada tabel hasil pengamatan, terlihat bahwa secara umum larutan tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah didiamkan selam 10 menit dan 30 menit. Namun, setelah mengalami pemanasan, sampel mengalami perubahan yang cukup jelas. Perubahan yang secara umum terjadi adalah perubahan kekeruhan pada larutan sampel setelah pemanasan. Larutan secara umum bertambah keruh setelah mengalami pemanasan. Selain itu, endapan kasein yang sebelumnya tampak menjadi semakin berkurang setelah mengalami pemanasan. Pada pemanasan ini, seharusnya tidak terjadi perubahan pada larutan kasein tidak akan mengalami proses denaturasi akibat dari pemanasan.Kemungkinan kesalahan terjadi karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan praktikum. Selain itu, dapat juga diakibatkan kesalahan pada saat melakukan pengamatan ataupun akibat pemanasan yang berlebihan sehingga tampak perubahan seperti terjadi denaturasi atau koagulasi.Perubahan pH juga akan menyebabkan denaturasi pada protein, perubahan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam maupun basa. Perubahan pH ini akan menimbulkan pemutusan ikatan-ikatan ionik.Pada praktikum, terbukti bahwa perubahan nilai pH juga dapat menyebabkan perubahan pada sampel protein (kasein). Perubahan ini menunjukkan terjadinya peoses denaturasi protein pada kasein. Pada pH yang makin tinggi (semakin tidak asam), larutan menjadi semakin keruh. Bahkan pada pH di atas 5, sampel kasein sudah berubah warna menjadi putih susu. Perubahan warna ini menujukkan bahwa pada pH yang semakin asam, maka akan terjadi denaturasi protein akibat pemutusan ikatan-ikatan ionik.Selain pemanasan dan perubahan pH, masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Faktor lainnya adalah pembekuan, agitasi/pengocokan, penambahan detergen, penambahan zat pelarut (misalnya alkohol), dan juga karena penambahan garam.

6.4Titik IsoelektrisSeperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut (Harper, 2000). Titik isoelektrik adalah keadaan protein dalam pH tertentu dimana muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Adanya gugus amino bebas dan gugus karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein bersifat amfoter, sehingga dapat bereaksi dengan asam ataupun basa. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 2002).Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 44,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (Anonima, 2007). Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar larutan albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi. Hasil uji kelarutan endapan dengan air menunjukkan hasil negatif. Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organik akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap air (Anonima, 2007). Pada uji pengendapan protein oleh alkohol endapan yang paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, diikuti oleh NaOH dan HCl. Buffer asetat menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang sama dengan pH isolistrik albumin (4,55-4,90). Sedangkan pada reaksi denaturasi albumin tanpa penambahan alkohol, endapan yang paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, diikuti oleh HCl dan NaOH ; penambahan bufer asetat bertujuan agar pH isolistrik tercapai, sehingga albumin dapat terdenaturasi.

6.5 Salting OutSalting out adalah peristiwa pemisahan protein sebagai endapan akibat penambahan garam yang menyebabkan daya larut protein menjadi berkurang. Albumin yang berasal dari putih telur dipanaskan untuk membuatnya terkoagulasi. Kemudian ditambahkan garam sampai garam sudah tidak larut lagi di dalam albumin. Terbentuk endapan putih pada albumin setelah ditambah garam, ini menandakan terjadi salting out. Kemudian diambil filtratnya dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu filtrat dites dengan pereaksi biuret, hal ini bertujuan untuk melihat apakah albumin itu larut di dalam garam atau tidak, karena sebagian besar protein tidak larut dalam larutan garam yang pekat. Apabila pada uji biuret larutan masih berwarna ungu berarti garam tidak sepenuhnya dapat mengendapkan protein (masih ada protein).Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang (Winarno, 2002). Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan garam hingga jenuh (Poedjiadi, 1994).Dengan menambahkan ammonium sulfat lebih banyak lagi sejumlah oval albumin dapat dipisahkan.Pada praktikum yang lalu digunakan albumin sebagai sampel, yang ditambahkan dengan NaOH, NaCl, MgSO4, dan NH4SO4. Uji filtrat dengan pereaksi biuret juga menunjukkan hasil positif yang ditandai larutan berwarna ungu violet. Hal tersebut membuktikan bahwa larutan tersebut mengandung ikatan peptida.Pada pengujian dengan gelatin salting out tidak bereaksi, sedangkan pada penambahan MgSO4 (percobaan dengan sampel albumin) larutan berubah warna menjadi ungu. Adanya endapan membuktikan bahwa kelarutan protein dalam setiap garam berbeda-beda. Endapan menunjukan bahwa protein tidak larut dalam garam yang pekat. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa protein mempunyai kelarutan yang berbeda-beda dalam garam seperti NaOH, NaCl, MgSO4, dan NH4SO4.

VII.KESIMPULAN Protein adalah segolongan besar senyawa organik yang dijumpai dalam semua makhluk hidup. Reaksi positif biuret menandakan adanya dua atau lebih ikatan peptida yang terkandung pada sampel. Ninhidrin beraksi dengan asam amino bebas dan protein menghasilkan warna biru. Urea juga merupakan protein tetapi ikatan peptidanya lebih sedikit dari albumin dan urea mengandung sulfur. Karena mengandung sulfur, urea termasuk protein karena sulfur merupakan molekul protein. Albumin merupakan jenis asam amino dan menunjukkan hasil positif pada uji Ninhidrin. Pada saat keadaan pH di lingkungan protein lebih tinggi dari titik isoelektrik, protein akan mengalami denaturasi. Sedangkan pada pH di bawah titik isoelektrik, protein tidak akan mengalami denatrurasi. Pembentukan endapan dari logam berat ini mulanya akan membentuk endapan, namun penambahan terus menerus membuat endapan menghilang. Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Pada sampel gelatin tidak terbentuk endapan pada semua pengujian. endapan karena gelatin merupakan protein yang diperoleh dari kolagen. Denaturasi adalah suatu proses dimana terjadi perubahan-perubahan dalam struktur ruang suatu protein, dari suatu konformasi alami menjadi suatu konformasi yang kurang beraturan. Koagulasi adalah salah satu kerusakan protein yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi penggumpalan dan pengerasan pada protein karena menyerap air pada proses tersebut. Hasil pengamatan salting out menunjukkan adanya warna ungu, berarti larutan albumin tersebut masih memiliki ikatan peptide.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2007. Available online at http://jlcome.blogspot.com/2007/10/ pengetahuan-protein.html (diakses pada tanggal 24 Oktober 2012 pukul 23.41).Anonimb. 2007. Available online at http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diakses pada tanggal 24 Oktober 2012 pukul 23.44).Murray, Robert K, et al. 2000. Biokimia Harper. EGC: Jakarta.Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.Sediaoetama, Achmad Djaeni, Prof. Dr. 2004. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.Winarno, F. G., 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.