Pemba Has An

7
1. PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Normal Dalam percobaan yang dilakukan, pada keadaan normal kontraksi jantung kura-kura didapatkan frekuensi sebesar 22/30. Sedangkan Amplitudo didapatkan sebesar 0,30 cm. Dapat dilihat pada kertas Kimograf bahwa kontraksi jantung terdiri dari kontraksi atrium (pada kertas tergambar gelombang yang rendah) dan kontraksi ventrikel (pada kertas tergambar dengan gelombang yang tinggi). Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi otot jantung. Selama diastol ventrikel awal, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol. Aliran masuk darah yang berlanjut dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Perbedaan tekanan ini menyebabkan katup AV terbuka dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlahan-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel. Proses penggabungan

description

Praktikum jantung kura

Transcript of Pemba Has An

1. PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Normal

Dalam percobaan yang dilakukan, pada keadaan normal kontraksi jantung kura-kura didapatkan frekuensi sebesar 22/30. Sedangkan Amplitudo didapatkan sebesar 0,30 cm. Dapat dilihat pada kertas Kimograf bahwa kontraksi jantung terdiri dari kontraksi atrium (pada kertas tergambar gelombang yang rendah) dan kontraksi ventrikel (pada kertas tergambar dengan gelombang yang tinggi).

Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian. Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi otot jantung. Selama diastol ventrikel awal, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol. Aliran masuk darah yang berlanjut dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Perbedaan tekanan ini menyebabkan katup AV terbuka dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlahan-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel. Proses penggabungan eksitasi-kontraksi terjadi selama jeda singkat antara gelombang P dan peningkatan tekanan atrium. Peningkatan tekanan ventrikel yang menyertai yang berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. ( MD Bickley,2012)Kontraksi atrium terjadi hampir bersamaan dengan relaksasi ventrikel, dan pada percobaan ini kontraksi atrium tidak dapat diamati secara terpisah karena ujung benang pencatat dikaitkan pada apex cordis pada ventrikel jantung kura, sehingga yang tercatat pada mesin pencatat adalah fase-fase gerakan ventrikel. Selain itu, walaupun pada saat ventrikel relaksasi, atrium berkontraksi namun besarnya tekanan kedua ruangan ini hampir sama. Sedangkan pada saat atrium relaksasi juga tak tampak karena tertutup oleh besarnya tekanan pada ventrikel yang sedang berkontraksi.

Proses kontraksi dan relaksasi (systole dan diastole) dari atrium maupun ventrikel pada keadaan normal akan terjadi terus-menerus. Kesimpulan yang didapatkan adalah dalam keadaan normal kontraksi ventrikel lebih besar daripada kontraksi yang terjadi di atrium jantung atau hampir tidak terlihat kontraksi atriumnya.

4.2. Pengaruh Suhu

Suhu 370 Celcius

Kontrol

Frekuensi : 22/30

Amplitudo : 0,3 cm

Perlakuan

Frekuensi : 25/30

Amplitudo : 0,9 cm

Dalam percobaan ini, frekuensi dan amplitudo semakin meningkat . Hal ini sesuai dengan teori jika kenaikan suhu juga menyebabkan permeabilitas sel meningkat, sehingga mempercepat self excitation process dari SA node.

Kenaikan suhu menyebabkan permeabilitas sel otot terhadap ion meningkat sehingga ion inflow meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya depolarisasi. Saat potensial membran mencapai nilai ambang, maka akan terjadi potensial aksi yang kemudian dikonduksikan pada SA node. Dimana SA node yang mempunyai sifat self excitation semakin dipacu. Implus dari SA node dikonduksikan ke AV node, selanjutnya ke HIS bundle, kemudian ke saraf purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel dengan kontraksi sangat cepat. Akibatnya frekuensi dan amplitudo denyut jantung meningkat.

Suhu 50 Celcius

Kontrol

Frekuensi : 23/30

Amplitudo : 0,5 cm

Perlakuan

Frekuensi : 20/30

Amplitudo : 0,7 cm

Frekuensi pada saat perlakuan mengalami penurunan, sedangkan amplitudonya meningkat. Seharusnya, frekuensi dan amplitudo mengalami penurunan karena penurunan suhu mengakibatkan penurunan permeabilitas sel otot jantung terhadap ion, sehingga diperlukan waktu lama untuk mencapai nilai ambang. Jadi, self excitation juga menurun, akibatnya kontraksi jantung menurun.

4.3. Pengaruh Obat

Adrenalin

Kontrol

Frekuensi : 24/30

Amplitudo : 0,80 cm

Perlakuan

Frekuensi : 27/30

Amplitudo : 0,70 cm

Frekuensi pada saat perlakuan mengalami peningkatan sedangkan amplitudo mengalami penurunan. Seharusnya, frekuensi dan amplitudo mengalami peningkatan karena adrenalin (epinefrin) yang merupakan zat adrenergikini dengan efek alfa + beta adalah Bronkchodilata terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat yang digunakan untuk serangan asma yang hebat. Seringkali senyawa ini dikombinasikan dengan tranguillizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif. (Betram, 2004)

Adrenalin adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh kita. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan. (Betram, 2004)

Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteriol dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek. Betabloker akan selalu juga menghambat frekuensi dan konduksi jantung pada dosis terapi dan morfin juga selalu akan mengurangi rasa sakit dan menghambat pernapasan dalam dosis lebih besar. Semua reaksi ini merupakan dose-dependent reactions yang nyata. Dengan demikian banyak obat lain bisa kita golongkan kedalamnya seperti kontaseptif oral, insulin, dsb. Obat sejenis ini termasuk daftar Obat Esensial. (Jay, Than Hoon, dan Kirana, 2002)

Acetylcolin

Kontrol

Frekuensi : 25/30

Amplitudo : 0,8 cm

Perlakuan

Frekuensi : 14/30

Amplitudo : 0,5 cm

Frekuensi dan amplitudo pada saat perlakuan mengalami penurunan, Hal ini sesuai dengan teori karena asetilkolin (ACh), ester kolin dengan asam asetat ini merupakan neotransmiter di berbagai sinaps dan akhiran saraf sistem saraf simpatis, parasimpatis, dan somatik. Asetilkolin eksogen memperlihatkan efek yang sama dengan asetilkolin endogen. Perubahan kardiovaskular yang nyata hanya dapat dilihat bila ACh disuntikkan secara intravena dengan dosis besar atau diteteskan pada sediaan organ terpisah (terisolasi). Pada hewan coba atau pada manusia, ACh memperlihatkan empat efek kardiovaskular utama, yaitu vasodilatasi, menurunnya laju kontraksi jantung, (efek kronotropik negatif), menurunnya laju konduksi di jantung (efek dromotropik negatif), dan menurunnya kekuatan kontraksi jantung (efek ionotropik negatif). Namun, in vivo, semua efek itu disamarkan oleh adanya refleks baroreseptor dan baru tampak bila ACh diinfuskan dalam dosis besar (Sadikin, Z. D., 2007).

Serabut vagus melepaskan asetilkolin ke dalam reseptor muskarinik M2 yang membuka kanal K+ (KACh) melalui coupling protein G. Peningkatan konduktansi K+ menyebabkan aliran hiperpolarisasi dan mengurangi kemiringan potensial pacu jantung. Oleh karena itu, selanjutnya tercapai ambang batas dan denyut jantung melambat. ACh juga menghambat konduksi atrioventrikular (Neal, M. J., 2006).

Referensi

Betram G. Katzung, (2004), Farmakologi Dasar dan Klinik, EGC, Jakarta .

Jay, Than Hoon dan Kirana, Raharja, (2002), Obat-Obat Penting, Gramedia, JakartaMD Bickley. The Cardiac Cycle. ACP Cardiac Exam Workshop. 2012: pp. 1-2.Neal, M. J., (2006), At a Glance Farmakologi Medis, Edisi V, Erlangga, Jakarta.Sadikin, Z. D., (2007), Agonis dan Antagonis Muskarinik dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.