Pemba Has An

60
KASUS Masuk rs 25 juli 2005 pada pukul 14.00 dengan febris dan DM. keluhan demam sejak kemarin, mual dan untah, badan lemas dan sakit kepala dikedua kaki ada luka tapi sudah kering, os ada riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan biasa minum obat gula glucovance 3x, glucobay 100 3x1, tiodak pernah diet DM. Pemeriksaan fisik ditemukan : kesadaran CM, ttv, TD 110/70mmHg, nadi 80x/menit, suhu 38,6, conjungtiva tidak anemis, thorax sonor dertra sinistra, paru-paru suara normal, abdomen, bising usus +, tungkai bawah edema-/-. Hasil lab : Hb:10,7 gr/dl, leuko :19,6 /ul, LLD : 102 mm, Ht : 31%, TRB: 195/ul, GDS: 413 mg/dl, gliko : 10,5%, ureum: 53 mg/dl, creat :22 mg/dl, Na :128 mmol, kalium :3,8 mmol, Cl :92 mmol, kal :7,9 mmol. Analisa gas darah : pH=7,47, PO2=83,1 mmHg, PCO2=30,6 mmHg, bicnat=22,3 mmol, BE=0,0 , TCO2=23,3 mmol, O2 sat=97,0%. Urine lengkap warna= kuning keruh, protein: 1+, glukosa: 2+, sedimen: , Erit 64, Leuko >150, silinder 0, epitel: +, pH:5,0. BJ:1,015, darah samar :4+, leuko esterase :3+, nitrit:neg. Terapi medis: sanmol 500 mg tiap 8 jam, glucovance 2,5 mg tiap 8 jam, glukobay 100 mg tiap 8 jam, nutricolin tiap 8 jam, broadced Hp drip tiap 12 jam, narfoz 4 mg tiap 12 jam, OMJ tiap 24 jam, infuse :asering 20 tetes / menit, diit : DM 170 kal, humulin R bolus 10 unit IV drip 5 unit /jam, bila GD 250 mg/dl drip 1 unit /jam bila GD 200 mg/dl (slading scale) tetapi tidak tercatat dalam catatan klinik umum.

Transcript of Pemba Has An

Page 1: Pemba Has An

KASUS

Masuk rs 25 juli 2005 pada pukul 14.00 dengan febris dan DM. keluhan demam sejak

kemarin, mual dan untah, badan lemas dan sakit kepala dikedua kaki ada luka tapi sudah kering,

os ada riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan biasa minum obat gula glucovance 3x, glucobay

100 3x1, tiodak pernah diet DM.

Pemeriksaan fisik ditemukan : kesadaran CM, ttv, TD 110/70mmHg, nadi 80x/menit,

suhu 38,6, conjungtiva tidak anemis, thorax sonor dertra sinistra, paru-paru suara normal,

abdomen, bising usus +, tungkai bawah edema-/-. Hasil lab : Hb:10,7 gr/dl, leuko :19,6 /ul,

LLD : 102 mm, Ht : 31%, TRB: 195/ul, GDS: 413 mg/dl, gliko : 10,5%, ureum: 53 mg/dl,

creat :22 mg/dl, Na :128 mmol, kalium :3,8 mmol, Cl :92 mmol, kal :7,9 mmol. Analisa gas

darah : pH=7,47, PO2=83,1 mmHg, PCO2=30,6 mmHg, bicnat=22,3 mmol, BE=0,0 ,

TCO2=23,3 mmol, O2 sat=97,0%. Urine lengkap warna= kuning keruh, protein: 1+, glukosa:

2+, sedimen: , Erit 64, Leuko >150, silinder 0, epitel: +, pH:5,0. BJ:1,015, darah samar :4+,

leuko esterase :3+, nitrit:neg.

Terapi medis: sanmol 500 mg tiap 8 jam, glucovance 2,5 mg tiap 8 jam, glukobay 100

mg tiap 8 jam, nutricolin tiap 8 jam, broadced Hp drip tiap 12 jam, narfoz 4 mg tiap 12 jam, OMJ

tiap 24 jam, infuse :asering 20 tetes / menit, diit : DM 170 kal, humulin R bolus 10 unit IV

drip 5 unit /jam, bila GD 250 mg/dl drip 1 unit /jam bila GD 200 mg/dl (slading scale) tetapi

tidak tercatat dalam catatan klinik umum.

Page 2: Pemba Has An

BAB II

DIABETES MELLITUS

A. PENGERTIAN

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan

kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang

disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan

insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau

nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.

( Askandar, 2001 ).

Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau

busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar,

2001).

Insulin adalah salah satu hormon di dalam tubuh manusia yang dihasilkan atau diproduksi

oleh sel beta pulau langerhans di dalam kelenjar pankreas. Kelenjar ini terletak di dalam rongga

perut bagian atas dibelakang lambung (Utami, 2003).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm,

mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada

vertebrata lumbalis satu dan dua di belakang lambung.

Page 3: Pemba Has An

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar

yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun

manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas

terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum

dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang

merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke

arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau

terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan

embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang

membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin

dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrin dari pankreas tersebar di seluruh

pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid

dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 µ,

sedangkan yang terbesar 300 µ, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 µ. Jumlah semua

pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi

faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di

bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung

pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta

Page 4: Pemba Has An

yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga

dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808

untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai

polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini

dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari

disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri

dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik

isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor

yang besar di dalam membrana sel.

Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput

yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik

kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml

darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin

akan menurun.

Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon

gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme

utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan

terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

C. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS DAN KAKI DIABETIK

a. Diabetes Mellitus

1. Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/

IDDM atau DM tipe 1) biasanya terjadi pada masa anak-anak atau masa dewasa

muda dan menyebabkan ketoasidosis jika pasien tidak diberikan terapi insulin.

IDDM berjumlah 10% dari kasus Diabetes Mellitus.

2. Diabetes mellitus tak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes

Mellitus/ NIDDM atau DM tipe 2) biasanya terjadi pada orang yang berusia >40

Page 5: Pemba Has An

tahun, dan 60% dari pasien NIDDM gemuk. Pasien tidak cenderung mengalami

ketoasidosis tapi dapat mengalami ketoasidosis dalam keadaan stress.

3. Diabetes mellitus awitan kehamilan (Gestational Onset Diabetes Mellitus/

GODM) adalah jika awitan diabetes terjadi selama kehamilan dan sembuh pada

persalinan. Pasien tersebut beresiko tinggi untuk mengalami diabetes mellitus di

masa yang akan datang.

4. Diabetes mellitus sekunder dapat disebabkan oleh terapi steroid, sindrom

cushing, pankreatektomi, insufisiensi pankreas akibat pankreatitis, atau

gangguan endokrin (Graber, 2006).

Tabel 1. Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2 (Anonim, 2005b)

Gambaran Diabetes

Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 2

1. Awal munculnya

Umumnya anak-anak dan remaja, dewasa < 40 tahun

Pada usia tua, umumnya > 40 tahun

Page 6: Pemba Has An

2. Keadaan klinis saat diagnosis

Berat

Ringan

3. Kadar insulin darah

Rendah, tidak ada

Cukup tinggi, normal

4. Berat badan

Biasanya kurus

Gemuk atau normal

5. Pengelolaan yang

6. disarankan

Terapi insulin, diet, olahraga

Diet, olahraga hipoglikemik oral

b. Kaki Diabetik

Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua)

golongan :

1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai

akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai,

terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :

a) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.

Page 7: Pemba Has An

b) Pada perabaan terasa dingin.

c) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.

d) Didapatkan ulkus sampai gangren.

2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik,

tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan,

mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

Di beberapa negara berkembang, terutama di daerah beriklim tropik, dikenak 2 tipe diabetes

yaitu :

Tipe juvenile

Tipe pankreatik.

Bajaj (1983) memperkirakan adanya hubungan atara mutu gizi yang buruk pada saat

pertumbuhan (anak-anak) dengan gangguan fungsi sel beta yang permanen, dan sudah terbukti

pada percobaan hewan. Kasus DM banyak ditemukan di Kerala (India), dimana rata-rata

konsumsi enersi adalah 1750-1952 kcal dan protein 40 – 46 g sehari. Angka-angka yang hampir

sama juga diperoleh dari masyarakat di Jawa Timur (Kardjati dkk, 1979) yang tidak dapat

menyingkirkan kemungkinan ditemukan angka prevalensi DM yang tidak akan jauh berbeda

dengan di India.

Disamping sebab-sebab yang berhubungan dengan gizi salah, terjadinya DM diduga juga

berkaitan dengan konsumsi bahan makanan yang beracun, seperti halnya singkong atau jenis

umbi yang lain. Diketahui bahwa singkong (Cassava), terutama yang di Indonesia dikenal

sebagai singkong gendruwo, mempunyai kandungan Linamarin yang dapat diubah menjadi HCN

bebas.

Disamping akibatnya pada fungsi sel darah merah terhadap transport oksigen ke jaringan

tubuh, dikatakan bahwa HCN bebas tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada sel beta

kelenjar pancreas. Hipotesa ini perlu dibuktikan karena dibeberapa tempat di Indonesia singkong

juga merupakan salah satu bahan makanan utama penduduk. Dengan penggalakan usaha

Page 8: Pemba Has An

diversifikasi menu makanan rakyat, dalam rangka peningkatan taraf gizi masyarakat, akibat

sampingan yang merugikan diatas perlu dicegah.

D. ETIOLOGI

a) Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat

menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan

penting pada mayoritas Diabetes Mellitus. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan

etiologi Diabetes Mellitus sacara umum yaitu:

1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta

melepas insulin.

2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat

menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara

berlebihan, obesitas dan kehamilan.

3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai

pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel

penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.

4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap

insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir

terhadap insulin.

Etiologi Diabetes Mellitus secara spesifik adalah sebagai berikut:

1. Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM). Diabetes

mellitus ini disebabkan oleh kegagalan sel pulau beta langerhans oleh penyebab

multifaktorial misalnya predisposisi genetik, serangan virus dan autoimun pada sel pulau

beta langerhans.

Page 9: Pemba Has An

2. Diabetes mellitus tipe 2 (Diabetes mellitus tak tergantung insulin atau NIDDM). Diabetes

mellitus ini terjadi dengan fungsi sel pulau beta langerhans yang normal, tetapi jaringan

perifer resisten terhadap insulin. Mungkin terjadi sedikit penurunan pembentukan insulin

atau keadaan hiperinsulin.

Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya

diabetes mellitus tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang

gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi utama.

Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya

dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang

juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis diabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin

secara normal. Keadaan ini disebut sebagai “Resistensi Insulin”.

Disamping resistensi insulin, pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat juga timbul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa yang hepatik yang berlebihan, tetapi tidak terjadi

pengrusakan sel-sel beta langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada diabetes

mellitus tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes mellitus tipe 2

hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak

memerlukan terapi pemberian insulin.

Tabel 2. Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus (Anonim, 2005b)

Gambaran Diabetes Glukosa Darah Puasa Glukosa Darah Sewaktu

Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl

Pra-diabetes 100-125 mg/dl 140-199 mg/dl

Diabetes ≥126 mg/dl ≥200 mg/dl

b) Gangren Kaki Diabetik

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi

endogen dan faktor eksogen.

1. Faktor endogen:

a. Genetik, metabolik

Page 10: Pemba Has An

b. Angiopati diabetik

c. Neuropati diabetik

2. Faktor eksogen:

a. Trauma

b. Infeksi

c. Obat

E. FAKTOR RESIKO

1. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi yangitu berat badan lebih, obesitas

abdominal/sentral, kurangnya aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat

dan tidak seimbang (tinggi kalori), Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT 140-

199 mg/dL) atau gula darah puasa terganggu (GDPT ˂140 mg/dL), dan merokok.

2. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu ras, etnik, umur, jenis kelamin,

riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus, riwayat melahirkan bayi dengan BB

˃4000 gram riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ˂2500 gram

F. PATOFISIOLOGI

a. Diabetes Mellitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek

utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya

konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan

terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada

dinding pembuluh darah.

3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah

Page 11: Pemba Has An

yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ),

akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai

kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan

timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami

keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat

yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan

mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga

berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis

dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

b. Gangren Kaki Diabetik

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,

yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

1) Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan

tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan

termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim

aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan

tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

2) Teori Glikosilasi

Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,

terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran

basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.

Page 12: Pemba Has An

Terjadinya Kaki

Diabetik (KD) sendiri

disebabkan oleh faktor –

faktor disebutkan dalam

etiologi. Faktor utama

yang berperan timbulnya

KD adalah angiopati,

neuropati dan infeksi.

Neuropati merupakan

faktor penting untuk

terjadinya KD. Adanya

neuropati perifer akan

menyebabkan terjadinya

gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau

menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang

mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan

terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki

pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan

darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit

tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang

lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki

menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya

penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit

sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat

berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh

terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.

G. MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus adalah sebagai berikut :

a) Poliuri (banyak kencing)

Page 13: Pemba Has An

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya

serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak

menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b) Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena

poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c) Polifagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).

Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak

makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh

berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,

karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan

makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga

klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e) Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang

disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,

sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

H. DIAGNOSA MEDIS

Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetisi kecurigaan adanya diabetes mellitus

perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes mellitus seperti tersebut dibawah ini :

1) Keluhan klasik diabetes mellitus berupa : poliuria, polidipsia, poligafia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulval pada wanita.

Menurut konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006,

diagnosis DM dapat dipaastikan jika terdapat salah satu hasil pemeriksaan sebagai berikut:

Page 14: Pemba Has An

1. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah sewaktu ˃200 mg/dL. Gejala klasik DM

yaitu sering kencing, cepat lapar, sering haus, beratr badan menurun cepat tanpa

penyebab yang jelas.

2. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah puasa ˃126 mg/dL.

3. Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah 2 jam ˃200 mg/dL sesudah pemberian beban glukosa 75 gr.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan

dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa

Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl

GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika

kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif singkat.

Page 15: Pemba Has An

Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan

jantung, ginjal, saraf, dan penyakit berat lainnya.

1) Komplikasi Akut

a) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar gula darah dibawah normal.

b) Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetik Komplikasi ini dapat diartikan sebagai suatu keadaan

tubuh yang sangat Diabetes Mellitus kekurangan insulin dan sifatnya mendadak.

c) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)

Komplikasi ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak sehingga

penderita tidak menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam.

d) Koma Lakto Asidosis

Komplikasi ini diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak dapat

diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat di dalam darah meningkat

(hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma.

2) Komplikasi Kronis

a) Retinopati

Gejalanya penglihatan mendadak buram atau seperti berkabut.

b) Nefropati

Gejalanya ada protein dalam air kencing, terjadi pembengkakan, hipertensi, dan

kegagalan fungsi ginjal yang menahun.

c) Neuropati

Gejalanya perasaan terhadap getaran berkurang, rasa panas di bagian ujung tubuh, rasa

nyeri, rasa kesemutan, serta rasa terhadap panas dan dingin berkurang.

Page 16: Pemba Has An

3) Tanda-tanda Komplikasi pada Diabetes Mellitus

Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren.

Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf (stroke,

neuropati).

Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa

3. Tes toleransi glukosa

Kadar glukosa darah sewaktu :

Plasma vena

Darah kapiler

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada

sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1

mmol/L)

Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam

kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr

karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

4. Pemeriksaan Urin

a) Cara mempersiapkan urin untuk pemeriksaan laboratorium

Penampung urin

Penampung untuk urin harus kering dan bersih, karena adanya air dan kotoran dalam

penampung dapat menyebabkan berkembang biaknya kuman-kuman dalam urin serta mengubah

Page 17: Pemba Has An

susunannya. Wadah yang baik adalah tempat yang terbuat dari kaca, plastik yang tidak tembus

cahaya atau “paper coated” dengan mulut yang lebar dan mempunyai tutup untuk mencegah

bertambahnya kuman atau kontaminasi zat-zat lain dari luar. Pada penampung harus dituliskan

identitas penderita, nama, tanggal pemeriksaan, macam pemeriksaan yang dimintakan.

Pengambilan urin

Untuk pemeriksaan urin analisa yang dianjurkan memakai urin segar. Penderita disuruh

untuk mengeluarkan urin langsung dalam penampung. Kemudian ditutup dan segera dikirimkan

ke laboratorium. Untuk mencegah kontaminasi, dianjurkan pengambilan urin “midstream”,

dimana urin yang pertama keluar tidak ditampung. Kemudian ditampung dan yang terakhir tidak

ditampung “clean voided midstream”.

b) Macam-macam bahan pemeriksaan urin

Urin sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktuyang tidak ditentukan

dengan khusus

Urin pagi, yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah

bangun tidur

Urin postprandial, yaitu urin yang pertama kali dilepaskan 1 ½ - 3 jam sehabis

makan.

Urin 24 jam, merupakan urin yang didapatkan dengan cara urin penderita pada

jam 7 pagi dibuang, kemudian semua urin yang dikeluarkan selanjutnya

ditampung, termasuk urin jam 7 pagi esok harinya, harus ditampung.

c) Pemeriksaan glukosa urin

Tes reduksi benedict

Prinsip dari pemeriksaan ini adalah reaksi oksidasi cupro menjadi cupri oleh glukosa,

pemeriksaan ini mudah dan murah serta dapat secara luas dipakai untuk screening dalam

penyelidikan epidemiologi. Pemeriksaan ini tidak khas untuk glukosa, karena dapat positif pada

DM, glukosuria renal (wanita hamil), laktosuria (wanita hamil trimester III atau laktasi),

fruktosuria (misalnya karena banyak minum madu), pentosuria dan karena obat-obatan seperti

vitamin C, salisilat.

Tes enzimatis

Page 18: Pemba Has An

Dasar tes ini adalah glukosa oksidasi suatu enzim pemecah gula, reaksi ini akan

memberikan perubahan warna seperti pada reaksi benedict. Kelebihan tes ini hanya bereaksi

dengan gula tunggalnya saja. Tes ini memerlukan waktu yang singkat. Sedangkan kekurangan

dari tes ini bila berada di daerah tropik (lembab) sering terjadi gangguan dalam perubahan

warna. Juga didapatkan hasil negatif palsu bila urin mengandung zat-zat produksi seperti vitamin

C, keton, dan asam homogentisat. Penlaian semikuantitatif harus benar-benar menuruti petunjuk

yang diberikan oleh pembuat carik celup mengenai saat membandingkan warna yang timbul

dengan skala warna yang mendampingi carik celup.

Dengan tes ini selain dapat diperkirakan jumlah glukosa yang keluar bersama urin, dapat

memperkirakan kadar glukosa darah.

Ambang ginjal terhadap glukosa berkisar antara 60-180 mg/dL. Angka diatas nilai glukosa

segera keluar besama urin, jadi bila:

Reduksi (+1):diperkirakan glukosa darah berkisar antara 160-180 mg/dl

Reduksi (+2), diperkirakan glukosa darah berkisar antara 180-250 mg/dl

Reduksi (+3), diperkirakan glukosa darah berkisar antara 250-300 mg/dl

Reduksi (+4), diperkirakan glukosa darah berkisar ˃ 300 mg/dl

Jadi hasil pemeriksaan mulai bermakna bila reduksi (+2). Apabila hanya berpegang teguh

pada tes ini, maka kemungkinan terjadi kekeliruan saat dilakukan pada orang tua, karena ambang

ginjal meninggi disebabkan proses pengerasan pembuluh darah, sehingga reduksi masih negatif

pada kadar glukosa yang tinggi. Untuk menanggulangi kesalahan tersebut, maka pemeriksaan

glukosa darah harus tetap dilakukan.

d) Pemeriksaan berat jenis urin

Metode urinometer

Di laboratorium klinik, berat jenis urin ditentukan dengan alat yang disebut urinometer.

Prinsip penetapan berat jenis urin ini adalah berat jenis diukur dengan alat urinometer yang

Page 19: Pemba Has An

mempunyai skala 1000-1060 dimana temperatur urin harus diperhatikan koreksinya terhadap

hasil yang diperoleh.

Metode refraktometer

Indeks refraksi suatu cairan bertambah secara linier dengan sebanyaknya cat terlarut. Jadi

refraksi urin memiliki hubungan erat dengan berat jenis urin yang juga ditentukan oleh kadar zat

terlarut. Pemeriksaan ini mempunyai skala indeks refraksi dan skala berat jenis urin.

Berat jenis yang dibaca oleh Refraktometer dipengaruhi oleh glukosa dan protein, tetapi

tidak memerlukan koreksi untuk suhu

Metode carik celup

Reagen dtrip dugunakan untuk mengukur berat jenis tetapi sebenarnya mengukur konsentrasi

ion yang berhubungan dengan berat jenis. Nilai-nilai dilaporkan sebagai berat jenis. Substan

yang terlarut dalam urin harus terionisasi atau teruari menjadi ion supaya diukur oleh metode ini.

Pembuangan produk-produk yang merupakan unsur pokok urin dan menyatakan konsentrasi dan

kemampuan dilusi ginjal mengionisasi. Bagaimanapun substan tertenu yan ada dalam urin tidak

dapat terurai menjadi ion masih dapat diukur dengan urinometer atau refraktor.

K. TIDAKAN PREVENTIF

Ada empat tingkatan pencegahan pada penyakit Diabetes Mellitus, yaitu:

1) Pencegahan tingkat dasar

Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah terjadinya resiko

atau mempertahankan keadaan resiko rendah terhadap penyakit secara umum contohnya banyak

mengkonsumsi sayuran, mengurangi konsumsi lemak, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan lainnya

dalam usaha mempertahankan tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit DM.

2) Pencegahan tingkat pertama

Page 20: Pemba Has An

Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah agar tidak timbul

penyakit DM. faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes adalah faktor keturunan, faktor

kegiata jasmani yang kurang, faktor kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor hormon, dan

faktor lain seperti obat-obatan. Faktor keturunan jelas sangat berpengaruh pada terjadinya DM,

begitu pula Saudara kembar identik pengidap diabetes hampir 100% dapat dipastikan akan juga

mengidap diabetes pada nantinya.

Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai perlunya

pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan pedoman:

Mempertahankan prilaku makan sehari0hari yang sehat dan seimbang dengan

meningkatkan konsumsi sayuran dan buah. Membatasi makanan tinggi lemak dan

karbohidrat sederhana.

Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.

Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan.

3) Pencegahan tingkat kedua

Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau terancam akan menderita

penyakit DM melalui diagnosa dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Salah satu

kegiatan pencegahan tingkat kedua adanya penemuan penderita secara aktif pada tahap dini.

Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala dan screening.

4) Pencegahan tingkat ketiga

Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan sasaran

utamanya adalah penderita penyakit DM, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit

atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi, seperti perawatan dan pengobatan

khusus pada penderita DM.

Upaya ini dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah

terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penykit DM ada beberapa macam, yaitu:

Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.

Page 21: Pemba Has An

Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.

Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan cuci darah.

Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah.

Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi:

Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan

Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan batuk

kronik.

Ginjal, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.

Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki

yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan

kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.

L. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar

glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan

terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Terapi Non Farmakologi

a) Diet

Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua pasien diabetes

mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil yang dicapai untuk hasil

metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam komplikasi. Individu dengan diabetes

mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan administrasi insulin dengan diet seimbang. Diabetes

membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang dan rendah lemak, dengan fokus

pada keseimbangan makanan. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan

pembatasan kalori untuk penurunan berat badan.

Protein.

Page 22: Pemba Has An

Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein

orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20%

energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein

untuk orang dengan diabetes adalah 10 – 15% energi.

Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi

dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.

Total Lemak.

Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10% energi dari

lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70% total energi dari lemak tidak

jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda

setiap individu berdasarkan pengkajia gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari

lemak tergantung dari hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.

Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat badan

yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat

dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak

jenuh. Dalam hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 – 25% energi.

Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet dislipidemia

tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari 30% energi dari lemak total dan

kandungan kolesterol 200 mg/hari.

Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama, pendekatan yang

mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan peningkatan aktivitas adalah

peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi

masing-masing dari lemak jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih

rendah. Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain dengan

penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian pada individu yang kegemukan

peningkatan asupan lemak dapat memperburuk kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida

> 1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar

lemak plasma dalam bentuk kilomikron.

Page 23: Pemba Has An

Lemak Jenuh dan Kolesterol.

Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah untuk menurunkan

resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10% asupan energi sehari seharusnya dari

lemak jenuh dan asupan makanan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300

mg perhari. Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya

dan etnik.

Karbohidrat dan Pemanis.

Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari pada

jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal, menilai kembali fruktosa dan lebih

konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai

roti, nasi dan kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang

berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada

sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia

adalah 60 – 70% energi.

Sukrosa.

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari perencanaan

makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2.

Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti

karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada perencanaan makan.

Dalam melakukan substitusi ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan

kandungan zat gizi makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian juga

adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering dimakan bersama

sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada

makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi.

Pemanis.

Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan

kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat

memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun

Page 24: Pemba Has An

demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energi) yang

potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya

menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita

dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar,

namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang

mengnadung fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang

mengandung pemanis fruktosa.

Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang

menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat lain.

Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat mempunyai pengaruh laxatif.

Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima

sebagai pemanis pada semua penderita DM.

Serat

Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang

tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g serat makanan dari berbagai sumber bahan

makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.

Natrium.

Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih

dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang, dianjurkan 2400

mg natrium perhari.

Prinsip Perencanaan Diet untuk Pasien dengan Penyakit Diabetes Mellitus

Kalori.

a.Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi

energi adalah 60 – 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 – 25% dari lemak.

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan

diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang

Page 25: Pemba Has An

besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor

yaitu jenis kelamin, umur, aktifikasi, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan.

Cara lain adalah seperti tabel 1. Sedangkan cara yang lebih gampang lagi adalah dengan

pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300 – 2500 kalori, normal 1700 – 2100 kalori dan

gemuk 1300 - 1500 kalori.

Tabel 2. Kebutuhan Kalori Orang Dengan Diabetes. Kalori/kg BB ideal

DewasaKalori/Kg BB ideal

Kerja santai Sedang berat

Gemuk 25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40-50

b. Perhitungan Berat Badan Idaman.

Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :

Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, atau bagi

mereka yang berumur lebih dari 40 tahun, rumus dimodifikasi menjadi.

Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.

Sedangkan menurut Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu berat

badan (kg) TB2 sebagai berikut :

Berat ideal : BMI 21 untuk wanita BMI 22,5 untuk pria.

c.Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori.

1) Jenis Kelamin.

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka 25

kal/kg BB untuk wanita dan angka 30 kal/kg BB untuk pria.

2) Umur

Page 26: Pemba Has An

a. Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada

orang Dewasa dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB.

b. Umur 1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada

anak- anak lebih daripada 1 tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap

tahunnya.

c. Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap

dekade antara 40 dan 59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi

10%, diatas 70 tahun dikurangi 20%.

3) Aktifitas Fisik atau Pekerjaan.

Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Jenis aktifitas

dikelompokan sebagai berikut :

a. Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%.

b. Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan

lain-lain kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal.

c. Sedang : pegawai di insdustri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak

perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.

d. Berat : petani, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan ditambah

40%.

e. Sangat berat : tukang beca, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah

50% dari basal.

4) Kehamilan/Laktasi.

Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada trimester II dan III

350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan sebanyak 550 kalori/hari.

5) Adanya komplikasi. Infeksi, Trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan

suhu memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat

celcius.

6) Berat Badan. Bila kegemukan/terlalu kurus, dikurangi/ditambah sekitar 20-30%

bergantung kepada tingkat/kekurusannya.

Page 27: Pemba Has An

Gula

Gula dan produk-produk lain dari gula dikurangi, kecuali pada keadaan tertentu, misalnya

pasien dengan diet rendah protein dan yang mendapat makanan cair, gula boleh diberikan untuk

mencukupi kebutuhan kalori, dalam jumlah terbatas. Penggunaaan gula sedikit dalam bumbu

diperbolehkan sehingga memungkinkan pasien dapat makan makanan keluarga. Penggunaaan

gula untuk minuman dapat diberikan sesuai petunjuk bila diperlukan.

b) Standard Diet Diabetes Mellitus.

Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berapa kebutuhan bahan

makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk Penukar (P). Lihat lampiran (satu) 1.

Berdasarkan pola makan pasien tersebut dan daftar bahan makanan penukar, dapat disuusn menu

makanan sehari-hari.

2) Olahraga

Dengan olahraga teratur sensitivitas sel terhadap insulin menjadi lebih baik, sehingga

insulin yang ada walaupun relatif kurang, dapat dipakai dengan lebih efektif. Lakukan olahraga

1-2 jam sesudah makan terutama pagi hari selama ½ - 1 jam perhari minimal 3 kali/minggu.

Penderita DM dianjurkan untuk melakukan olahraga secara teratur 3-4 kali/minggu,

setidaknya 20-30 menit (misalnya jalan kaki cepat, senam). Untuk memperbaiki aktivitas insulin.

Selain itu olahraga membantu penurunan BB pada penderita gemuk atau obesitas. Bila

melakukan olahraga berat sebaiknya sebelum, selama dan sesudah olahraga memonitor kadar

gula darah, khususnya untuk DM type I, guna menentukan kebutuhan insulin dan asupan

makanan harus disesuaikan. Bila melakukan olahraga ringan, tidak perlu mengatur kebutuhan

insulin, cukup snack kecil sebelum olahraga pada gula darah < 80mg/dl. Untuk olahraga yang

lama snack diperlukan setiap ½ - 1 jam. Pada olahraga berat dan lama seperti ski lintas alam,

dosis insulin perlu diturunkan untuk mencegah hipoglikemia (kadar gula darah turun). Pada

penderita DM dianjurkan memperbanyak cairan sebelum, selama dan sesudah olahraga untuk

mencegah dehidrasi.

Page 28: Pemba Has An

3) mencegah faktor-faktor resiko yang bisa dirubah, contohnya berhenti merokok

Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan terapi

non farmakologi.

a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1. Sulfonilurea

Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice)

untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah

mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan

pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui

usus cukup baik, sehingga bdapat diberikan per oral (Anonim, 2005).

Senyawa sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan pertama

senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan klorpropamida.

Sedangkan generasi kedua meliputi glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan

glimepirida. Obat-obat generasi kedua lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Gilman,

2008).

2. Biguanid

Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat

ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada

penderita diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung).

3. Glinid

Page 29: Pemba Has An

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid.Umumnya

dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya.

4. Tiazolidindion

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan

jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat

memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion atidak digunakan sebagai obat tunggal.

Page 30: Pemba Has An

5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehinggamempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia.

Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :

a. Diabetes sesudah umur 40 tahun.

b. Diabetes kurang dari 5 tahun.

c. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.

d. Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih

Tabel 3. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral

Golongan Nama Obat Mekanisme Kerja

Sulfonilurea Gliburida/Glibenklamid,

Glipizida, Glikazida,

Glimepirida, Glikuidon

Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas,

sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang

se-sel ß pankreasnya masih berfungsi dengan baik

Meglitinida Repaglinid Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas

Turunan

Fenilalamin

Nateglinid Meningkatkan kecepatan insulin oleh pankreas.

Biguanida Metformin Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan

produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi

insulin oleh kelenjar pankreas.

Tiazolidindion Rosiglitazon,

Troglitazon, Pioglitazon

Meningkatkan kepekatan tubuh terhadap insulin.

Berikatan dengan peroxisome proliferators actived

receptor gamma/PPAR gamma di otot, jaringan

lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin.

Inhibitor α

glukosidase

Acarbose Migiitol Menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang

mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat

absorpsi glukosa ke darah.

Page 31: Pemba Has An

b) Terapi insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi

penderita diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus

tipe 1, sel-sel ß langerhans kelenjar pankreas penderita

rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.

Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes mellitus

tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu

agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat

berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita

diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan insulin, namun

hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi hipoglikemik oral.

Insulin diperlukan pada keadaan :

o Penurunan berat badan yang cepat

o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

o Ketoasidosis diabetik

o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

o Hiperglikemia dengan asidosis laktat

o Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

o Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)

o Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan terapi

gizi medis

o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Anonim, 2006a)

Cara Penyuntikan Insulin

Kenali jenis insulin yang ada,

kandungan/ml (unit/ml).

Kenali jenis spuit insulin yang tersedia:

40 u/ml, 100 u/ml, 50u/0,5 ml.

Page 32: Pemba Has An

Suntikan diberikan subkutan di deltoid, paha bagian luar, perut, sekitar pusat.

Tempat suntikan sebaiknya diganti-ganti.

Suntikan diberikan secara tegak

lurus.

Pasien segera diberi makan setelah

suntikan diberikan. Paling lama setengah jam

setelah suntikan diberikan.

Kalau pasien suntik sendiri, harus

dapat melihat dengan jelas angka pada alat

suntik.

Saat ini ada alat suntik bentuk pena

dengan kontrol dosis yang lebih mudah dan lebih tepat, dan mudah dibawa-bawa.

c) Terapi Kombinasi

Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi

dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi

Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga Obat

Hipoglikemik Oral.

d) Evaluasi Pemilihan Obat

Masalah Terapi obat

Beberapa masalah sering muncul pada penggunaan dan pemilihan obat, berikut ini adalah

beberapa pokok masalahnya :

o Ketepatan Pengobatan, yaitu aturan pengobatan perlu dikaji untuk memastikan

kesesuaianya dengan kondisi yang diobati.

Page 33: Pemba Has An

o Pentingnya Pengobatan, yaitu mempertimbangkan apakah pengobatan benar - benar

diperlukan oleh pasien.

o Ketepatan Dosis, yaitu mempertimbangkan pedoman dosis (termasuk dosis maksimum

dan minimum) dan variabel pasien yang mempengaruhi dosis (termasuk tinggi, berat,

usia, fungsi ginjal dan hati).

o Efektivitas Pengobatan, yaitu penilaian prospektif efektivitas aturan pengobatan akan

mengidentifikasikan respons terhadap pengobatan dan efek samping terkait obat yang

mungkin diperlukan penyesuaian dosis atau kajian pilihan obat.

o Jangka Waktu Pengobatan, yaitu beberapa obat harus dilanjutkan untuk seumur hidup,

sementara obat yang lain perlu diberikan untuk suatu pengobatan jangka waktu tertentu.

o Efek Samping Obat, yaitu obat yang dapat diantisipasi perlu dicegah atau ditangani cepat.

o Interaksi Obat, dapat termasuk interaksi obat-penyakit, interaksi obat-obat,interaksi obat-

diet, interaksi obat-uji laboratorium.

o Kompatibilitas/Ketercampuran Obat, yaitu masalah obat yang tidak tercampurkan (OTT)

secara fisika maupun kimia dapat muncul dengan akibat hilangnya potensi, meningkatnya

toksisitas atau efek samping yang lain.

Pemilihan Obat Tidak Tepat

Pemilihan obat tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai sehingga

penderita dirugikan. Pemilihan obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh:

o Penderita memiliki masalah kesehatan, tetapi obat yang digunakan tidak efektif.

o Penderita alergi dengan obat yang diberikan

o Penderita menerima obat tetapi bukan yang paling efektif untuk indikasi yang diobati

o Obat yang digunakan berkontraindikasi

o Obat yang digunakan efektif tetapi bukan yang paling murah

o Obat yang digunakan efektif tetapi bukan yang paling aman

o Penderita resisten dengan obat yang digunakan

o Penderita menolak terapi yang diberikan

Gambar 3. Algoritme Terapi untuk Diabetes Mellitus Tipe 2

Page 34: Pemba Has An

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan

kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang

optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses

keperawatan.

Page 35: Pemba Has An

Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis

dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,

mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana

dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem endokrin

B. PENGKAJIAN

a) Anamnese

1. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan

diagnosa medis.

2. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

3. Riwayat kesehatan sekarang, berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya

luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

4. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain

yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya

riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah

di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu

anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat

menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

6. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita.

b) Pemeriksaan fisik

1. Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi

badan, berat badan dan tanda – tanda vital.

2. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,

telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

Page 36: Pemba Has An

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,

apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

3. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,

kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit

sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

4. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM

mudah terjadi infeksi.

5. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

6. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

7. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat

berkemih.

8. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi

badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

9. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

c) Pengkajian

1. Aktivitas dan istirahat :

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

2. Sirkulasi :

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas

bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3. Eliminasi :

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

4. Nutrisi :

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

5. Neurosensori :

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,

letargi, koma dan bingung.

Page 37: Pemba Has An

6. Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.

7. Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

8. Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

9. Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten

pada pria.

d) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua

jam post prandial > 200 mg/dl.

2. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan

cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau

( +1 ), kuning ( +2 ), merah ( +3), dan merah bata ( +4).

3. Kultur pus

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan

antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah

ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

2.Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.

3.Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.

4.Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

5.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

makanan yang kurang.

Page 38: Pemba Has An

6.Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar

gula darah.

7.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

8.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

9.Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota

tubuh.

10.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

a) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah

gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

- Kulit sekitar luka teraba hangat.

- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

- Sensorik dan motorik membaik

Page 39: Pemba Has An

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional

Gangguan perfusi berhubungan dengan

melemahnya/menurunnya aliran darah ke

daerah gangren akibat adanya obstruksi

pembuluh darah

Mandiri

1. Ajarkan pasien untuk melakukan

mobilisasi

2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang

dapat meningkatkan aliran darah:

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah

dari jantung ( posisi elevasi pada

waktu istirahat ), hindari

penyilangkan kaki, hindari balutan

ketat, hindari penggunaan bantal, di

belakang lutut dan sebagainya.

3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-

faktor resiko berupa : Hindari diet

tinggi kolestrol, teknik relaksasi,

menghentikan kebiasaan merokok,

dan penggunaan obat vasokontriksi.

Kolaborasi

Kerja sama dengan tim kesehatan lain

dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan

gula darah secara rutin dan terapi oksigen.

Mandiri

dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi

darah

meningkatkan melancarkan aliran darah

balik sehingga tidak terjadi oedema.

Kolestrol tinggi dapat mempercepat

terjadinya arterosklerosis, merokok dapat

menyebabkan terjadinya vasokontriksi

pembuluh darah, relaksasi untuk

mengurangi efek dari stres.

Kolaborasi

pemberian vasodilator akan meningkatkan

dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi

jaringan dapat diperbaiki, sedangkan

Page 40: Pemba Has An

pemeriksaan gula darah secara rutin dapat

mengetahui perkembangan dan keadaan

pasien, HBO untuk memperbaiki

oksigenasi daerah ulkus/gangren.

b) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil : 1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .

2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .

3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C,

N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

.

Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional

Ganguan rasa nyaman

(nyeri) berhubungan

dengan iskemik jaringan.

Mandiri

1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang

dialami pasien

2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab

timbulnya nyeri

Mandiri

untuk mengetahui berapa berat nyeri yang

dialami pasien.

pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang

terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan

Page 41: Pemba Has An

3. Ciptakan lingkungan yang tenang.

4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai

keinginan pasien

6. Lakukan massage dan kompres luka dengan

BWC saat rawat luka.

Kolaborasi

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik

memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama

dalam melakukan tindakan.

Rangasangan yang berlebihan dari lingkungan

akan memperberat rasa nyeri.

Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi

rasa nyeri yang dirasakan pasien

Posisi yang nyaman akan membantu memberikan

kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal

mungkin.

massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan

pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai

desinfektan yang dapat memberikan rasa

nyaman.

Kolaborasi

Obat –obat analgesik dapat membantu

mengurangi nyeri pasien.

Page 42: Pemba Has An

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ejournal.unud.ac.id/

http://www.digilib.unimus.ac.id

http://www.digilib.unsri.ac.id

http://www.doctoryamod.blog.uns.ac.id

http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id

http://www.etd.eprints.ums.ac.id

http://www.Fdigilib.unnes.ac.id

http://www.Frepository.unand.ac.id

http://www.gizidaya.ac.id

http://www.idf.org

http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_diabetes_mellitus.html

http://www.kedokteran.info/

http://www.pustaka.unpad.ac.id

Page 43: Pemba Has An

http://www.perpustakaan.pom.go.id/

http://www.perpustakaan.depkes.go.id

http://www.repository.usu.ac.id/

http://www.tonang.staff.uns.ac.id

http://www.usupress.usu.ac.id