Pemba Has An
-
Upload
sri-kuspartianingsih -
Category
Documents
-
view
79 -
download
6
Transcript of Pemba Has An
KASUS
Masuk rs 25 juli 2005 pada pukul 14.00 dengan febris dan DM. keluhan demam sejak
kemarin, mual dan untah, badan lemas dan sakit kepala dikedua kaki ada luka tapi sudah kering,
os ada riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan biasa minum obat gula glucovance 3x, glucobay
100 3x1, tiodak pernah diet DM.
Pemeriksaan fisik ditemukan : kesadaran CM, ttv, TD 110/70mmHg, nadi 80x/menit,
suhu 38,6, conjungtiva tidak anemis, thorax sonor dertra sinistra, paru-paru suara normal,
abdomen, bising usus +, tungkai bawah edema-/-. Hasil lab : Hb:10,7 gr/dl, leuko :19,6 /ul,
LLD : 102 mm, Ht : 31%, TRB: 195/ul, GDS: 413 mg/dl, gliko : 10,5%, ureum: 53 mg/dl,
creat :22 mg/dl, Na :128 mmol, kalium :3,8 mmol, Cl :92 mmol, kal :7,9 mmol. Analisa gas
darah : pH=7,47, PO2=83,1 mmHg, PCO2=30,6 mmHg, bicnat=22,3 mmol, BE=0,0 ,
TCO2=23,3 mmol, O2 sat=97,0%. Urine lengkap warna= kuning keruh, protein: 1+, glukosa:
2+, sedimen: , Erit 64, Leuko >150, silinder 0, epitel: +, pH:5,0. BJ:1,015, darah samar :4+,
leuko esterase :3+, nitrit:neg.
Terapi medis: sanmol 500 mg tiap 8 jam, glucovance 2,5 mg tiap 8 jam, glukobay 100
mg tiap 8 jam, nutricolin tiap 8 jam, broadced Hp drip tiap 12 jam, narfoz 4 mg tiap 12 jam, OMJ
tiap 24 jam, infuse :asering 20 tetes / menit, diit : DM 170 kal, humulin R bolus 10 unit IV
drip 5 unit /jam, bila GD 250 mg/dl drip 1 unit /jam bila GD 200 mg/dl (slading scale) tetapi
tidak tercatat dalam catatan klinik umum.
BAB II
DIABETES MELLITUS
A. PENGERTIAN
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.
( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar,
2001).
Insulin adalah salah satu hormon di dalam tubuh manusia yang dihasilkan atau diproduksi
oleh sel beta pulau langerhans di dalam kelenjar pankreas. Kelenjar ini terletak di dalam rongga
perut bagian atas dibelakang lambung (Utami, 2003).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis satu dan dua di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar
yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun
manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum
dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke
arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrin dari pankreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 µ,
sedangkan yang terbesar 300 µ, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 µ. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di
bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung
pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta
yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga
dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808
untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai
polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik
isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput
yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik
kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml
darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin
akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
C. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS DAN KAKI DIABETIK
a. Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/
IDDM atau DM tipe 1) biasanya terjadi pada masa anak-anak atau masa dewasa
muda dan menyebabkan ketoasidosis jika pasien tidak diberikan terapi insulin.
IDDM berjumlah 10% dari kasus Diabetes Mellitus.
2. Diabetes mellitus tak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/ NIDDM atau DM tipe 2) biasanya terjadi pada orang yang berusia >40
tahun, dan 60% dari pasien NIDDM gemuk. Pasien tidak cenderung mengalami
ketoasidosis tapi dapat mengalami ketoasidosis dalam keadaan stress.
3. Diabetes mellitus awitan kehamilan (Gestational Onset Diabetes Mellitus/
GODM) adalah jika awitan diabetes terjadi selama kehamilan dan sembuh pada
persalinan. Pasien tersebut beresiko tinggi untuk mengalami diabetes mellitus di
masa yang akan datang.
4. Diabetes mellitus sekunder dapat disebabkan oleh terapi steroid, sindrom
cushing, pankreatektomi, insufisiensi pankreas akibat pankreatitis, atau
gangguan endokrin (Graber, 2006).
Tabel 1. Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2 (Anonim, 2005b)
Gambaran Diabetes
Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 2
1. Awal munculnya
Umumnya anak-anak dan remaja, dewasa < 40 tahun
Pada usia tua, umumnya > 40 tahun
2. Keadaan klinis saat diagnosis
Berat
Ringan
3. Kadar insulin darah
Rendah, tidak ada
Cukup tinggi, normal
4. Berat badan
Biasanya kurus
Gemuk atau normal
5. Pengelolaan yang
6. disarankan
Terapi insulin, diet, olahraga
Diet, olahraga hipoglikemik oral
b. Kaki Diabetik
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua)
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai
akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :
a) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
b) Pada perabaan terasa dingin.
c) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
d) Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik,
tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan,
mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
Di beberapa negara berkembang, terutama di daerah beriklim tropik, dikenak 2 tipe diabetes
yaitu :
Tipe juvenile
Tipe pankreatik.
Bajaj (1983) memperkirakan adanya hubungan atara mutu gizi yang buruk pada saat
pertumbuhan (anak-anak) dengan gangguan fungsi sel beta yang permanen, dan sudah terbukti
pada percobaan hewan. Kasus DM banyak ditemukan di Kerala (India), dimana rata-rata
konsumsi enersi adalah 1750-1952 kcal dan protein 40 – 46 g sehari. Angka-angka yang hampir
sama juga diperoleh dari masyarakat di Jawa Timur (Kardjati dkk, 1979) yang tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan ditemukan angka prevalensi DM yang tidak akan jauh berbeda
dengan di India.
Disamping sebab-sebab yang berhubungan dengan gizi salah, terjadinya DM diduga juga
berkaitan dengan konsumsi bahan makanan yang beracun, seperti halnya singkong atau jenis
umbi yang lain. Diketahui bahwa singkong (Cassava), terutama yang di Indonesia dikenal
sebagai singkong gendruwo, mempunyai kandungan Linamarin yang dapat diubah menjadi HCN
bebas.
Disamping akibatnya pada fungsi sel darah merah terhadap transport oksigen ke jaringan
tubuh, dikatakan bahwa HCN bebas tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada sel beta
kelenjar pancreas. Hipotesa ini perlu dibuktikan karena dibeberapa tempat di Indonesia singkong
juga merupakan salah satu bahan makanan utama penduduk. Dengan penggalakan usaha
diversifikasi menu makanan rakyat, dalam rangka peningkatan taraf gizi masyarakat, akibat
sampingan yang merugikan diatas perlu dicegah.
D. ETIOLOGI
a) Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan
penting pada mayoritas Diabetes Mellitus. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan
etiologi Diabetes Mellitus sacara umum yaitu:
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara
berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel
penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir
terhadap insulin.
Etiologi Diabetes Mellitus secara spesifik adalah sebagai berikut:
1. Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM). Diabetes
mellitus ini disebabkan oleh kegagalan sel pulau beta langerhans oleh penyebab
multifaktorial misalnya predisposisi genetik, serangan virus dan autoimun pada sel pulau
beta langerhans.
2. Diabetes mellitus tipe 2 (Diabetes mellitus tak tergantung insulin atau NIDDM). Diabetes
mellitus ini terjadi dengan fungsi sel pulau beta langerhans yang normal, tetapi jaringan
perifer resisten terhadap insulin. Mungkin terjadi sedikit penurunan pembentukan insulin
atau keadaan hiperinsulin.
Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya
diabetes mellitus tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang
gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi utama.
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya
dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang
juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis diabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini disebut sebagai “Resistensi Insulin”.
Disamping resistensi insulin, pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa yang hepatik yang berlebihan, tetapi tidak terjadi
pengrusakan sel-sel beta langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada diabetes
mellitus tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes mellitus tipe 2
hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak
memerlukan terapi pemberian insulin.
Tabel 2. Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus (Anonim, 2005b)
Gambaran Diabetes Glukosa Darah Puasa Glukosa Darah Sewaktu
Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl
Pra-diabetes 100-125 mg/dl 140-199 mg/dl
Diabetes ≥126 mg/dl ≥200 mg/dl
b) Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
1. Faktor endogen:
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor eksogen:
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
E. FAKTOR RESIKO
1. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi yangitu berat badan lebih, obesitas
abdominal/sentral, kurangnya aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat
dan tidak seimbang (tinggi kalori), Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT 140-
199 mg/dL) atau gula darah puasa terganggu (GDPT ˂140 mg/dL), dan merokok.
2. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu ras, etnik, umur, jenis kelamin,
riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus, riwayat melahirkan bayi dengan BB
˃4000 gram riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ˂2500 gram
F. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes Mellitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek
utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah
yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ),
akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis
dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1) Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim
aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan
tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2) Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki
Diabetik (KD) sendiri
disebabkan oleh faktor –
faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama
yang berperan timbulnya
KD adalah angiopati,
neuropati dan infeksi.
Neuropati merupakan
faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan
menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki
pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan
darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang
lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki
menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit
sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh
terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
G. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
H. DIAGNOSA MEDIS
Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetisi kecurigaan adanya diabetes mellitus
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes mellitus seperti tersebut dibawah ini :
1) Keluhan klasik diabetes mellitus berupa : poliuria, polidipsia, poligafia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulval pada wanita.
Menurut konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006,
diagnosis DM dapat dipaastikan jika terdapat salah satu hasil pemeriksaan sebagai berikut:
1. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah sewaktu ˃200 mg/dL. Gejala klasik DM
yaitu sering kencing, cepat lapar, sering haus, beratr badan menurun cepat tanpa
penyebab yang jelas.
2. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah puasa ˃126 mg/dL.
3. Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah 2 jam ˃200 mg/dL sesudah pemberian beban glukosa 75 gr.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika
kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif singkat.
Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan
jantung, ginjal, saraf, dan penyakit berat lainnya.
1) Komplikasi Akut
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar gula darah dibawah normal.
b) Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetik Komplikasi ini dapat diartikan sebagai suatu keadaan
tubuh yang sangat Diabetes Mellitus kekurangan insulin dan sifatnya mendadak.
c) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
Komplikasi ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak sehingga
penderita tidak menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam.
d) Koma Lakto Asidosis
Komplikasi ini diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak dapat
diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat di dalam darah meningkat
(hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma.
2) Komplikasi Kronis
a) Retinopati
Gejalanya penglihatan mendadak buram atau seperti berkabut.
b) Nefropati
Gejalanya ada protein dalam air kencing, terjadi pembengkakan, hipertensi, dan
kegagalan fungsi ginjal yang menahun.
c) Neuropati
Gejalanya perasaan terhadap getaran berkurang, rasa panas di bagian ujung tubuh, rasa
nyeri, rasa kesemutan, serta rasa terhadap panas dan dingin berkurang.
3) Tanda-tanda Komplikasi pada Diabetes Mellitus
Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren.
Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf (stroke,
neuropati).
Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar glukosa darah sewaktu :
Plasma vena
Darah kapiler
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada
sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1
mmol/L)
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
4. Pemeriksaan Urin
a) Cara mempersiapkan urin untuk pemeriksaan laboratorium
Penampung urin
Penampung untuk urin harus kering dan bersih, karena adanya air dan kotoran dalam
penampung dapat menyebabkan berkembang biaknya kuman-kuman dalam urin serta mengubah
susunannya. Wadah yang baik adalah tempat yang terbuat dari kaca, plastik yang tidak tembus
cahaya atau “paper coated” dengan mulut yang lebar dan mempunyai tutup untuk mencegah
bertambahnya kuman atau kontaminasi zat-zat lain dari luar. Pada penampung harus dituliskan
identitas penderita, nama, tanggal pemeriksaan, macam pemeriksaan yang dimintakan.
Pengambilan urin
Untuk pemeriksaan urin analisa yang dianjurkan memakai urin segar. Penderita disuruh
untuk mengeluarkan urin langsung dalam penampung. Kemudian ditutup dan segera dikirimkan
ke laboratorium. Untuk mencegah kontaminasi, dianjurkan pengambilan urin “midstream”,
dimana urin yang pertama keluar tidak ditampung. Kemudian ditampung dan yang terakhir tidak
ditampung “clean voided midstream”.
b) Macam-macam bahan pemeriksaan urin
Urin sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktuyang tidak ditentukan
dengan khusus
Urin pagi, yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah
bangun tidur
Urin postprandial, yaitu urin yang pertama kali dilepaskan 1 ½ - 3 jam sehabis
makan.
Urin 24 jam, merupakan urin yang didapatkan dengan cara urin penderita pada
jam 7 pagi dibuang, kemudian semua urin yang dikeluarkan selanjutnya
ditampung, termasuk urin jam 7 pagi esok harinya, harus ditampung.
c) Pemeriksaan glukosa urin
Tes reduksi benedict
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah reaksi oksidasi cupro menjadi cupri oleh glukosa,
pemeriksaan ini mudah dan murah serta dapat secara luas dipakai untuk screening dalam
penyelidikan epidemiologi. Pemeriksaan ini tidak khas untuk glukosa, karena dapat positif pada
DM, glukosuria renal (wanita hamil), laktosuria (wanita hamil trimester III atau laktasi),
fruktosuria (misalnya karena banyak minum madu), pentosuria dan karena obat-obatan seperti
vitamin C, salisilat.
Tes enzimatis
Dasar tes ini adalah glukosa oksidasi suatu enzim pemecah gula, reaksi ini akan
memberikan perubahan warna seperti pada reaksi benedict. Kelebihan tes ini hanya bereaksi
dengan gula tunggalnya saja. Tes ini memerlukan waktu yang singkat. Sedangkan kekurangan
dari tes ini bila berada di daerah tropik (lembab) sering terjadi gangguan dalam perubahan
warna. Juga didapatkan hasil negatif palsu bila urin mengandung zat-zat produksi seperti vitamin
C, keton, dan asam homogentisat. Penlaian semikuantitatif harus benar-benar menuruti petunjuk
yang diberikan oleh pembuat carik celup mengenai saat membandingkan warna yang timbul
dengan skala warna yang mendampingi carik celup.
Dengan tes ini selain dapat diperkirakan jumlah glukosa yang keluar bersama urin, dapat
memperkirakan kadar glukosa darah.
Ambang ginjal terhadap glukosa berkisar antara 60-180 mg/dL. Angka diatas nilai glukosa
segera keluar besama urin, jadi bila:
Reduksi (+1):diperkirakan glukosa darah berkisar antara 160-180 mg/dl
Reduksi (+2), diperkirakan glukosa darah berkisar antara 180-250 mg/dl
Reduksi (+3), diperkirakan glukosa darah berkisar antara 250-300 mg/dl
Reduksi (+4), diperkirakan glukosa darah berkisar ˃ 300 mg/dl
Jadi hasil pemeriksaan mulai bermakna bila reduksi (+2). Apabila hanya berpegang teguh
pada tes ini, maka kemungkinan terjadi kekeliruan saat dilakukan pada orang tua, karena ambang
ginjal meninggi disebabkan proses pengerasan pembuluh darah, sehingga reduksi masih negatif
pada kadar glukosa yang tinggi. Untuk menanggulangi kesalahan tersebut, maka pemeriksaan
glukosa darah harus tetap dilakukan.
d) Pemeriksaan berat jenis urin
Metode urinometer
Di laboratorium klinik, berat jenis urin ditentukan dengan alat yang disebut urinometer.
Prinsip penetapan berat jenis urin ini adalah berat jenis diukur dengan alat urinometer yang
mempunyai skala 1000-1060 dimana temperatur urin harus diperhatikan koreksinya terhadap
hasil yang diperoleh.
Metode refraktometer
Indeks refraksi suatu cairan bertambah secara linier dengan sebanyaknya cat terlarut. Jadi
refraksi urin memiliki hubungan erat dengan berat jenis urin yang juga ditentukan oleh kadar zat
terlarut. Pemeriksaan ini mempunyai skala indeks refraksi dan skala berat jenis urin.
Berat jenis yang dibaca oleh Refraktometer dipengaruhi oleh glukosa dan protein, tetapi
tidak memerlukan koreksi untuk suhu
Metode carik celup
Reagen dtrip dugunakan untuk mengukur berat jenis tetapi sebenarnya mengukur konsentrasi
ion yang berhubungan dengan berat jenis. Nilai-nilai dilaporkan sebagai berat jenis. Substan
yang terlarut dalam urin harus terionisasi atau teruari menjadi ion supaya diukur oleh metode ini.
Pembuangan produk-produk yang merupakan unsur pokok urin dan menyatakan konsentrasi dan
kemampuan dilusi ginjal mengionisasi. Bagaimanapun substan tertenu yan ada dalam urin tidak
dapat terurai menjadi ion masih dapat diukur dengan urinometer atau refraktor.
K. TIDAKAN PREVENTIF
Ada empat tingkatan pencegahan pada penyakit Diabetes Mellitus, yaitu:
1) Pencegahan tingkat dasar
Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah terjadinya resiko
atau mempertahankan keadaan resiko rendah terhadap penyakit secara umum contohnya banyak
mengkonsumsi sayuran, mengurangi konsumsi lemak, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan lainnya
dalam usaha mempertahankan tingkat resiko yang rendah terhadap penyakit DM.
2) Pencegahan tingkat pertama
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah agar tidak timbul
penyakit DM. faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes adalah faktor keturunan, faktor
kegiata jasmani yang kurang, faktor kegemukan, faktor nutrisi berlebih, faktor hormon, dan
faktor lain seperti obat-obatan. Faktor keturunan jelas sangat berpengaruh pada terjadinya DM,
begitu pula Saudara kembar identik pengidap diabetes hampir 100% dapat dipastikan akan juga
mengidap diabetes pada nantinya.
Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan pedoman:
Mempertahankan prilaku makan sehari0hari yang sehat dan seimbang dengan
meningkatkan konsumsi sayuran dan buah. Membatasi makanan tinggi lemak dan
karbohidrat sederhana.
Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.
Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan.
3) Pencegahan tingkat kedua
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau terancam akan menderita
penyakit DM melalui diagnosa dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Salah satu
kegiatan pencegahan tingkat kedua adanya penemuan penderita secara aktif pada tahap dini.
Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala dan screening.
4) Pencegahan tingkat ketiga
Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan sasaran
utamanya adalah penderita penyakit DM, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit
atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi, seperti perawatan dan pengobatan
khusus pada penderita DM.
Upaya ini dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah
terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penykit DM ada beberapa macam, yaitu:
Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.
Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.
Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan cuci darah.
Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah.
Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi:
Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan
Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan batuk
kronik.
Ginjal, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.
Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki
yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan
kecacatan yang mungkin ditimbulkannya.
L. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Terapi Non Farmakologi
a) Diet
Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua pasien diabetes
mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil yang dicapai untuk hasil
metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam komplikasi. Individu dengan diabetes
mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan administrasi insulin dengan diet seimbang. Diabetes
membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang dan rendah lemak, dengan fokus
pada keseimbangan makanan. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan
pembatasan kalori untuk penurunan berat badan.
Protein.
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein
orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20%
energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein
untuk orang dengan diabetes adalah 10 – 15% energi.
Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi
dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.
Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10% energi dari
lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70% total energi dari lemak tidak
jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda
setiap individu berdasarkan pengkajia gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari
lemak tergantung dari hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.
Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat badan
yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat
dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak
jenuh. Dalam hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 – 25% energi.
Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet dislipidemia
tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari 30% energi dari lemak total dan
kandungan kolesterol 200 mg/hari.
Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama, pendekatan yang
mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan peningkatan aktivitas adalah
peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi
masing-masing dari lemak jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih
rendah. Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain dengan
penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian pada individu yang kegemukan
peningkatan asupan lemak dapat memperburuk kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida
> 1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar
lemak plasma dalam bentuk kilomikron.
Lemak Jenuh dan Kolesterol.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah untuk menurunkan
resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10% asupan energi sehari seharusnya dari
lemak jenuh dan asupan makanan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300
mg perhari. Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya
dan etnik.
Karbohidrat dan Pemanis.
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari pada
jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal, menilai kembali fruktosa dan lebih
konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai
roti, nasi dan kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang
berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada
sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia
adalah 60 – 70% energi.
Sukrosa.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari perencanaan
makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2.
Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti
karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada perencanaan makan.
Dalam melakukan substitusi ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan
kandungan zat gizi makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian juga
adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering dimakan bersama
sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada
makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi.
Pemanis.
Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan
kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat
memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun
demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energi) yang
potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya
menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita
dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar,
namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengnadung fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang
mengandung pemanis fruktosa.
Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang
menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat lain.
Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat mempunyai pengaruh laxatif.
Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima
sebagai pemanis pada semua penderita DM.
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang
tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g serat makanan dari berbagai sumber bahan
makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.
Natrium.
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih
dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang, dianjurkan 2400
mg natrium perhari.
Prinsip Perencanaan Diet untuk Pasien dengan Penyakit Diabetes Mellitus
Kalori.
a.Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi
energi adalah 60 – 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 – 25% dari lemak.
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan
diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, umur, aktifikasi, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan.
Cara lain adalah seperti tabel 1. Sedangkan cara yang lebih gampang lagi adalah dengan
pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300 – 2500 kalori, normal 1700 – 2100 kalori dan
gemuk 1300 - 1500 kalori.
Tabel 2. Kebutuhan Kalori Orang Dengan Diabetes. Kalori/kg BB ideal
DewasaKalori/Kg BB ideal
Kerja santai Sedang berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
b. Perhitungan Berat Badan Idaman.
Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :
Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, atau bagi
mereka yang berumur lebih dari 40 tahun, rumus dimodifikasi menjadi.
Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Sedangkan menurut Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu berat
badan (kg) TB2 sebagai berikut :
Berat ideal : BMI 21 untuk wanita BMI 22,5 untuk pria.
c.Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori.
1) Jenis Kelamin.
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka 25
kal/kg BB untuk wanita dan angka 30 kal/kg BB untuk pria.
2) Umur
a. Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada
orang Dewasa dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB.
b. Umur 1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada
anak- anak lebih daripada 1 tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap
tahunnya.
c. Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap
dekade antara 40 dan 59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi
10%, diatas 70 tahun dikurangi 20%.
3) Aktifitas Fisik atau Pekerjaan.
Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Jenis aktifitas
dikelompokan sebagai berikut :
a. Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%.
b. Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan
lain-lain kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal.
c. Sedang : pegawai di insdustri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak
perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.
d. Berat : petani, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan ditambah
40%.
e. Sangat berat : tukang beca, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah
50% dari basal.
4) Kehamilan/Laktasi.
Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada trimester II dan III
350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan sebanyak 550 kalori/hari.
5) Adanya komplikasi. Infeksi, Trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan
suhu memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat
celcius.
6) Berat Badan. Bila kegemukan/terlalu kurus, dikurangi/ditambah sekitar 20-30%
bergantung kepada tingkat/kekurusannya.
Gula
Gula dan produk-produk lain dari gula dikurangi, kecuali pada keadaan tertentu, misalnya
pasien dengan diet rendah protein dan yang mendapat makanan cair, gula boleh diberikan untuk
mencukupi kebutuhan kalori, dalam jumlah terbatas. Penggunaaan gula sedikit dalam bumbu
diperbolehkan sehingga memungkinkan pasien dapat makan makanan keluarga. Penggunaaan
gula untuk minuman dapat diberikan sesuai petunjuk bila diperlukan.
b) Standard Diet Diabetes Mellitus.
Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berapa kebutuhan bahan
makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk Penukar (P). Lihat lampiran (satu) 1.
Berdasarkan pola makan pasien tersebut dan daftar bahan makanan penukar, dapat disuusn menu
makanan sehari-hari.
2) Olahraga
Dengan olahraga teratur sensitivitas sel terhadap insulin menjadi lebih baik, sehingga
insulin yang ada walaupun relatif kurang, dapat dipakai dengan lebih efektif. Lakukan olahraga
1-2 jam sesudah makan terutama pagi hari selama ½ - 1 jam perhari minimal 3 kali/minggu.
Penderita DM dianjurkan untuk melakukan olahraga secara teratur 3-4 kali/minggu,
setidaknya 20-30 menit (misalnya jalan kaki cepat, senam). Untuk memperbaiki aktivitas insulin.
Selain itu olahraga membantu penurunan BB pada penderita gemuk atau obesitas. Bila
melakukan olahraga berat sebaiknya sebelum, selama dan sesudah olahraga memonitor kadar
gula darah, khususnya untuk DM type I, guna menentukan kebutuhan insulin dan asupan
makanan harus disesuaikan. Bila melakukan olahraga ringan, tidak perlu mengatur kebutuhan
insulin, cukup snack kecil sebelum olahraga pada gula darah < 80mg/dl. Untuk olahraga yang
lama snack diperlukan setiap ½ - 1 jam. Pada olahraga berat dan lama seperti ski lintas alam,
dosis insulin perlu diturunkan untuk mencegah hipoglikemia (kadar gula darah turun). Pada
penderita DM dianjurkan memperbanyak cairan sebelum, selama dan sesudah olahraga untuk
mencegah dehidrasi.
3) mencegah faktor-faktor resiko yang bisa dirubah, contohnya berhenti merokok
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan terapi
non farmakologi.
a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1. Sulfonilurea
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice)
untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah
mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan
pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui
usus cukup baik, sehingga bdapat diberikan per oral (Anonim, 2005).
Senyawa sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan pertama
senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan klorpropamida.
Sedangkan generasi kedua meliputi glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan
glimepirida. Obat-obat generasi kedua lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Gilman,
2008).
2. Biguanid
Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat
ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada
penderita diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung).
3. Glinid
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid.Umumnya
dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya.
4. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat
memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion atidak digunakan sebagai obat tunggal.
5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehinggamempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia.
Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :
a. Diabetes sesudah umur 40 tahun.
b. Diabetes kurang dari 5 tahun.
c. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.
d. Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih
Tabel 3. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral
Golongan Nama Obat Mekanisme Kerja
Sulfonilurea Gliburida/Glibenklamid,
Glipizida, Glikazida,
Glimepirida, Glikuidon
Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas,
sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang
se-sel ß pankreasnya masih berfungsi dengan baik
Meglitinida Repaglinid Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas
Turunan
Fenilalamin
Nateglinid Meningkatkan kecepatan insulin oleh pankreas.
Biguanida Metformin Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan
produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi
insulin oleh kelenjar pankreas.
Tiazolidindion Rosiglitazon,
Troglitazon, Pioglitazon
Meningkatkan kepekatan tubuh terhadap insulin.
Berikatan dengan peroxisome proliferators actived
receptor gamma/PPAR gamma di otot, jaringan
lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin.
Inhibitor α
glukosidase
Acarbose Migiitol Menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang
mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat
absorpsi glukosa ke darah.
b) Terapi insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi
penderita diabetes mellitus tipe 1. Pada diabetes mellitus
tipe 1, sel-sel ß langerhans kelenjar pankreas penderita
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes mellitus
tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu
agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat
berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita
diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan insulin, namun
hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Insulin diperlukan pada keadaan :
o Penurunan berat badan yang cepat
o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
o Ketoasidosis diabetik
o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
o Hiperglikemia dengan asidosis laktat
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
o Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
o Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan terapi
gizi medis
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Anonim, 2006a)
Cara Penyuntikan Insulin
Kenali jenis insulin yang ada,
kandungan/ml (unit/ml).
Kenali jenis spuit insulin yang tersedia:
40 u/ml, 100 u/ml, 50u/0,5 ml.
Suntikan diberikan subkutan di deltoid, paha bagian luar, perut, sekitar pusat.
Tempat suntikan sebaiknya diganti-ganti.
Suntikan diberikan secara tegak
lurus.
Pasien segera diberi makan setelah
suntikan diberikan. Paling lama setengah jam
setelah suntikan diberikan.
Kalau pasien suntik sendiri, harus
dapat melihat dengan jelas angka pada alat
suntik.
Saat ini ada alat suntik bentuk pena
dengan kontrol dosis yang lebih mudah dan lebih tepat, dan mudah dibawa-bawa.
c) Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi
dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi
Obat Hipoglikemik Oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga Obat
Hipoglikemik Oral.
d) Evaluasi Pemilihan Obat
Masalah Terapi obat
Beberapa masalah sering muncul pada penggunaan dan pemilihan obat, berikut ini adalah
beberapa pokok masalahnya :
o Ketepatan Pengobatan, yaitu aturan pengobatan perlu dikaji untuk memastikan
kesesuaianya dengan kondisi yang diobati.
o Pentingnya Pengobatan, yaitu mempertimbangkan apakah pengobatan benar - benar
diperlukan oleh pasien.
o Ketepatan Dosis, yaitu mempertimbangkan pedoman dosis (termasuk dosis maksimum
dan minimum) dan variabel pasien yang mempengaruhi dosis (termasuk tinggi, berat,
usia, fungsi ginjal dan hati).
o Efektivitas Pengobatan, yaitu penilaian prospektif efektivitas aturan pengobatan akan
mengidentifikasikan respons terhadap pengobatan dan efek samping terkait obat yang
mungkin diperlukan penyesuaian dosis atau kajian pilihan obat.
o Jangka Waktu Pengobatan, yaitu beberapa obat harus dilanjutkan untuk seumur hidup,
sementara obat yang lain perlu diberikan untuk suatu pengobatan jangka waktu tertentu.
o Efek Samping Obat, yaitu obat yang dapat diantisipasi perlu dicegah atau ditangani cepat.
o Interaksi Obat, dapat termasuk interaksi obat-penyakit, interaksi obat-obat,interaksi obat-
diet, interaksi obat-uji laboratorium.
o Kompatibilitas/Ketercampuran Obat, yaitu masalah obat yang tidak tercampurkan (OTT)
secara fisika maupun kimia dapat muncul dengan akibat hilangnya potensi, meningkatnya
toksisitas atau efek samping yang lain.
Pemilihan Obat Tidak Tepat
Pemilihan obat tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai sehingga
penderita dirugikan. Pemilihan obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh:
o Penderita memiliki masalah kesehatan, tetapi obat yang digunakan tidak efektif.
o Penderita alergi dengan obat yang diberikan
o Penderita menerima obat tetapi bukan yang paling efektif untuk indikasi yang diobati
o Obat yang digunakan berkontraindikasi
o Obat yang digunakan efektif tetapi bukan yang paling murah
o Obat yang digunakan efektif tetapi bukan yang paling aman
o Penderita resisten dengan obat yang digunakan
o Penderita menolak terapi yang diberikan
Gambar 3. Algoritme Terapi untuk Diabetes Mellitus Tipe 2
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses
keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis
dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana
dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem endokrin
B. PENGKAJIAN
a) Anamnese
1. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
2. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3. Riwayat kesehatan sekarang, berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya
luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
b) Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit
sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c) Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
2. Sirkulasi :
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi :
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi :
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori :
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.
d) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau
( +1 ), kuning ( +2 ), merah ( +3), dan merah bata ( +4).
3. Kultur pus
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2.Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3.Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4.Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
6.Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar
gula darah.
7.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
9.Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
10.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
a) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
Gangguan perfusi berhubungan dengan
melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah
Mandiri
1. Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang
dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa : Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok,
dan penggunaan obat vasokontriksi.
Kolaborasi
Kerja sama dengan tim kesehatan lain
dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen.
Mandiri
dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
darah
meningkatkan melancarkan aliran darah
balik sehingga tidak terjadi oedema.
Kolestrol tinggi dapat mempercepat
terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
Kolaborasi
pemberian vasodilator akan meningkatkan
dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat
mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C,
N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
.
Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional
Ganguan rasa nyaman
(nyeri) berhubungan
dengan iskemik jaringan.
Mandiri
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang
dialami pasien
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab
timbulnya nyeri
Mandiri
untuk mengetahui berapa berat nyeri yang
dialami pasien.
pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang
terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan
BWC saat rawat luka.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.
Rangasangan yang berlebihan dari lingkungan
akan memperberat rasa nyeri.
Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan pasien
Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal
mungkin.
massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai
desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
Kolaborasi
Obat –obat analgesik dapat membantu
mengurangi nyeri pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ejournal.unud.ac.id/
http://www.digilib.unimus.ac.id
http://www.digilib.unsri.ac.id
http://www.doctoryamod.blog.uns.ac.id
http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id
http://www.etd.eprints.ums.ac.id
http://www.Fdigilib.unnes.ac.id
http://www.Frepository.unand.ac.id
http://www.gizidaya.ac.id
http://www.idf.org
http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_diabetes_mellitus.html
http://www.kedokteran.info/
http://www.pustaka.unpad.ac.id
http://www.perpustakaan.pom.go.id/
http://www.perpustakaan.depkes.go.id
http://www.repository.usu.ac.id/
http://www.tonang.staff.uns.ac.id
http://www.usupress.usu.ac.id