PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

26
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) Minyak Sawit Mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS). CPO yang dihasilkan Indonesia mencapai 21,1 juta ton per tahun (Oil Worl, 2010). Sebagian besar dari produksi ini di ekspor langsung dalam bentuk CPO dan hanya sekitar 5 juta ton yang digunakan sebagai bahan baku minyak goreng. Dalam proses pengolahan CPO melalui pemisahan, penjernihan, dan penghilangan bau, dihasilkan dua produk utama yaitu RBDS (Refined Bleached Deodorized Stearin) yang mengandung 92- 97 % asam palmitat dan RBDO (Refined Bleached Deodorized Olein) atau minyak goreng yang mengandung 92-97% asam oleat, dan hasil samping Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) yang mencapai 3,5 % dari CPO yang diolah (Morad, et. al. 2006). Untuk pabrik minyak goreng kelapa sawit dengan kapasitas 200 ton CPO per hari, akan diperoleh ALSD sekitar 7 ton per hari. Jumlah yang relatif besar jika dapat dimanfaatkan untuk produk yang bernilai tambah tinggi. Pada Gambar 2.1. disajikan skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng kelapa sawit dengan hasil samping ALSD ( , 2012 a ). Peningkatan konsumsi minyak makan di dunia pada 2020 diperkirakan mencapai 232,4 juta ton. Jumlah tersebut meningkat cukup pesat dibandingkan tahun 2006 sebesar 166,5 juta ton. Artinya dalam 14 tahun akan terjadi peningkatan konsumsi sebanyak 40 persen. Dari konsumsi minyak makan dunia itu, kontribusi minyak sawit (palm oil) cukup besar mencapai 27,5 persen untuk makanan, farmasi dan oleo chemical. Konsumsi minyak makan di negara AS dan- Eropa sekitar 55 kg per kapita, sedangkan di China, India dan Indonesia baru sebanyak 20 kg per kapita per tahun ( , 2012 b ). Universitas Sumatera Utara

Transcript of PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Page 1: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)

Minyak Sawit Mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang

diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS). CPO yang dihasilkan Indonesia

mencapai 21,1 juta ton per tahun (Oil Worl, 2010). Sebagian besar dari produksi

ini di ekspor langsung dalam bentuk CPO dan hanya sekitar 5 juta ton yang

digunakan sebagai bahan baku minyak goreng. Dalam proses pengolahan CPO

melalui pemisahan, penjernihan, dan penghilangan bau, dihasilkan dua produk

utama yaitu RBDS (Refined Bleached Deodorized Stearin) yang mengandung 92-

97 % asam palmitat dan RBDO (Refined Bleached Deodorized Olein) atau

minyak goreng yang mengandung 92-97% asam oleat, dan hasil samping Asam

Lemak Sawit Distilat (ALSD) yang mencapai 3,5 % dari CPO yang diolah

(Morad, et. al. 2006). Untuk pabrik minyak goreng kelapa sawit dengan kapasitas

200 ton CPO per hari, akan diperoleh ALSD sekitar 7 ton per hari. Jumlah yang

relatif besar jika dapat dimanfaatkan untuk produk yang bernilai tambah tinggi.

Pada Gambar 2.1. disajikan skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng

kelapa sawit dengan hasil samping ALSD ( , 2012a

).

Peningkatan konsumsi minyak makan di dunia pada 2020 diperkirakan

mencapai 232,4 juta ton. Jumlah tersebut meningkat cukup pesat dibandingkan

tahun 2006 sebesar 166,5 juta ton. Artinya dalam 14 tahun akan terjadi

peningkatan konsumsi sebanyak 40 persen. Dari konsumsi minyak makan dunia

itu, kontribusi minyak sawit (palm oil) cukup besar mencapai 27,5 persen untuk

makanan, farmasi dan oleo chemical. Konsumsi minyak makan di negara AS dan-

Eropa sekitar 55 kg per kapita, sedangkan di China, India dan Indonesia baru

sebanyak 20 kg per kapita per tahun ( , 2012b

).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Gambar 2.1. Skema pengolahan CPO menjadi minyak goreng kelapa sawit

Seiring dengan semakin banyaknya konsumsi minyak goreng kelapa sawit ini,

maka kondisi ini memberikan gambaran betapa banyaknya ALSD yang akan

diperoleh setiap tahunnya. Hingga saat ini, pemanfaatan ALSD masih terbatas

pada pembuatan sabun dengan kualitas rendah. Sehingga sangat dibutuhkan

pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah dari ALSD.

Hasil penelitian Nuryanto, 1997, menunjukkan bahwa ALSD mengandung

asam lemak jenuh dan tak jenuh. Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh yang

terdapat di dalam ALSD bergantung kepada karakteristik CPO yang diolah. Pada

Tabel 2.1. disajikan komposisi ALSD hasil penelitian terdahulu (Nuryanto, 1997).

Mengingat di dalam ALSD terdapat asam lemak tak jenuh, maka ALSD ini

dapat digunakan sebagai sumber asam lemak tak jenuh yang dapat dimodifikasi

menjadi struktur kimia lebih lanjut. Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dapat

dimanfaatkan sebagai senyawa turunan oksigen seperti senyawa oksazol, tiazol,

ditiolan, dioksolan, dan morfolinon yang mempunyai kegunaan sebagai bahan anti

bakteri, anti serangga, parfum, stabiliser, anti mikrobial, dan plastisiser (Nuryanto,

1997 dan Yuliasari, dkk. 1999b). Di samping itu, ALSD juga dapat dimanfaatkan

PRETREATMENT

DEODORISASI

KRISTALISASI

PTPO

RBDPO

RBDS RBDO

PFAD

FRAKSINASI

CPO

Tanah Pemucat

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

untuk pembuatan senyawa turunan amida seperti etanol alkil amida dan

superpalmamida yang dapat digunakan sebagai emulsifier tipe water/oil

(Nuryanto dan Sadi, 1996 dan Herawan, dkk. 1999a

Tabel 2.1. Komposisi asam lemak di dalam ALSD

).

No Jenis asam lemak Kandungan (%)

1 Asam laurat (C12) 0,93

2 Asam miristat (C14) 2,87

3 Asam palmitat (C16) 56,55

4 Asam stearat (C18) 2,70

5 Asam oleat (C18:1) 27,59

6 Asam linoleat (C18:2) 9,10

7 Asam linolenat (C18:3) 0,24

Sumber : Nuryanto, 1997.

Senyawa yang dapat dimodifikasi dari ALSD antara lain adalah metil oleat

(MO) dengan perolehan sebanyak 98,7%, metil epoksi stearat (MES) sebanyak

83,77% dan metil asetoksi stearat (MAS) sebanyak 73,75%. Campuran Poly Vinil

Chloride (PVC)-MO kompatibel pada kadar 10% memberikan kekuatan tarik

sebesar 27,3 MPa dan kemuluran 56,17%. Campuran PVC-MES kompatibel

sampai kadar 30% memberikan kekuatan tarik sebesar 23,1 MPa dan kemuluran

92,14%. Campuran PVC-MAS kompatibel sampai kadar 20% memberikan

kekuatan tarik sebesar 21,2 MPa dan kemuluran 65,82%. Sedangkan campuran

PVC-DOP pada kadar 30% memberikan kekuatan tarik sebesar 24,6 MPa dan

kemuluran sebesar 86,3% (Hill, 2000 dan Bozell, 2004).

2.1.1. Pemisahan Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh di dalam ALSD

Ada beberapa metode untuk memisahkan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang

terdapat di dalam ALSD, antara lain metode panci dan pengempaan, distilasi

bertingkat, dan kristalisasi pelarut. Prinsip dari ke tiga metode ini adalah adanya

perbedaan titik didih, titik leleh, kelarutan, kereaktifan, dan tekanan uap air antara

asam lemak jenuh dan tak jenuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Metode yang pertama kali digunakan untuk memisahkan campuran ini adalah

metode panci dan pengempaan. Metode ini disebut demikian karena pada

pengerjaannya menggunakan panci dan dikempa. Prinsip dari pemisahan ini

adalah adanya perbedaan titik beku dari ke dua jenis asam lemak ini, dimana asam

lemak jenuh mempunyai titik beku yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam

lemak tak jenuh. Cara kerja metode ini adalah asam lemak yang akan dipisahkan

dimasukan ke dalam panci aluminium dan didinginkan pada suhu 5 – 8 o

C selama

6 – 8 jam, kemudian dikempa. Setelah dilakukan proses ini tiga kali akan

diperoleh asam lemak jenuh yang mengandung 2 – 4 % asam lemak tak jenuh.

Metode pemisahan ini memerlukan waktu yang lama sehinga tidak efisien

(Muckerheide, 1954).

Prinsip kerja pemisahan asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan metode

distilasi bertingkat adalah dengan adanya perbedaan titik didih dari ke dua jenis

asam lemak tersebut. Titik didih asam lemak tak jenuh (asam oleat 286 oC dan

asam linoleat 229 oC), sedangkan titik didih asam lemak jenuh (asam palmitat 350 oC dan asam stearat 360 oC). Untuk memisahkan ke dua jenis asam lemak ini

dengan metode distilasi bertingkat harus dikombinasikan dengan alat vakum,

karena untuk menghindari tingginya suhu distilasi. Apabila suhu distilasi

dipaksakan mencapai 286 o

C agar asam oleat mulai menguap, maka akan terjadi

oksidasi terhadap ikatan rangkap yang terdapat di dalam asam lemak tak jenuh

(Muckerheide, 1954).

Cara pemisahan ALSD yang lainnya adalah dengan metode kristalisasi

pelarut. Metode ini didasarkan kepada adanya perbedaan kelarutan dari asam

lemak jenuh dan tak jenuh di dalam suatu pelarut organik tertentu dan pada suhu

tertentu. Cara kerja dari metode ini adalah dengan melarutkan ALSD yang akan

dipisahkan di dalam metanol dan didinginkan pada suhu 0 – 5 o

C selama 40 menit,

kemudian disaring. Padatan yang diperoleh akan banyak mengandung asam lemak

jenuh, sedangkan filtratnya setelah pelarutnya diuapkan aka diperoleh asam lemak

tak jenuh (Haryati, T dan L. Buana, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Perkembangan instrumentasi saat ini telah menghasilkan sebuah alat untuk

memisahkan asam lemak jenuh dan tak jenuh dengan metode distilasi molekular.

2.1.2. Distilasi Molekular

Distilasi adalah pemisahan fraksi-fraksi dari suatu campuran berdasarkan

perbedaan titik didihnya. Dalam pengertian lain distilas

i atau penyulingan adalah

suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau

kemudahan menguap suatu bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan

sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk

cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa.

Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-

masing komponen akan menguap pada titik didihnya (Fessenden, R. J. dan J. S.

Fessenden, 1989).

Distilasi molekuler adalah proses separasi fraksi-fraksi molekul yang berbeda

bobotnya pada suhu serendah mungkin untuk menghindari kerusakan bahan. Dalam

pengertian lain distilasi molekuler merupakan penyulingan yang dilakukan di bawah

vakum tinggi dan dirancang sebagai alat yang dapat memungkinkan molekul untuk

melepaskan diri dari cairan yang hangat untuk mencapai permukaan kondensor yang

dingin sebelum bertabrakan dengan molekul lain dan akibatnya kembali mencair (Shi, J.

et. al. 2007 dan Krell, 1982).

Distilasi molekuler dicirikan dengan alokasi waktu distilasi yang singkat,

koefisien transfer panas tinggi, penghilangan hotspot, aliran operasi kontinyu,

tekanan rendah sampai 0,001 mbar dan jarak yang sempit antara kondensor dan

evaporator. Teknologi wiped-film menggunakan hukum bahwa setiap molekul

kimia memiliki karakteristik penguapan yang berbeda-beda. Perbedaan titik uap

dapat mendegradasi komponen kompleks menjadi lebih sederhana. Molekul

merupakan materi yang selalu bergerak konstan dengan derajat tertentu tergantung

komposisi dan perlakuan pada suhu dan tekanan yang diberikan padanya. Molekul

yang berada di permukaan mempunyai kecenderungan untuk meloncat ke udara

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

yang mengelilingnya. Ketika suhu dinaikkan dan tekanan diturunkan, loncatan

molekul bertambah sehingga disebut menguap (Liang and Hwang, 2000).

Proses distilasi molekuler bekerja berdasarkan sifat penguapan molekul.

Distilasi molekuler terdiri dari pemanas yang dialiri bahan baku (tergantung dari

suhu pemanasannya). Cairan bahan baku kemudian disebar dalam lapisan film

tipis dengan memutar wiper pada kecepatan yang telah ditentukan. Lapisan tipis

yang terbentuk, dibentuk menjadi aliran turbulen oleh wiper kemudian turun

sepanjang pemanas dengan adanya gaya gravitasi dan lubang di dalam wiper.

Selama bahan mengalir pada pemanas, terjadi evaporasi yang tergantung pada

karakteristik bahan baku dan suhu pemanas. Bahan yang tidak terevaporasi

mengalir ke bagian bawah, sedangkan bahan yang terevaporasi dikondensasikan

dan dipisahkan. Bermacam-macam kecepatan wiper dengan kemampuan untuk

berputar balik, menghasilkan variasi retention time yang sangat beragam pada

proses untuk mengalirkan fluida ke evaporator.

Pada Gambar 2.2. disajikan dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada

distilasi molekuler (Setyawan, 2012).

Gambar 2.2. Dasar-dasar evaporasi dan kondensasi pada distilasi molekuler

Distilasi molekuler menggunakan lapisan tipis dilakukan karena beberapa alasan,

diantaranya adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Turbulensi dihasilkan dari pergerakan wiper yang berperan besar pada

transmisi panas ke seluruh permukaan evaporator, oleh karena itu dapat

menghasilkan suhu yang lebih rendah di dalam evaporator.

Dihasilkan luas area permukaan pemanasan per unit volume yang

maksimum dengan adanya aliran evaporasi.

Waktu kontak cairan dengan pemanas dapat dikontrol dalam hitungan

detik atau kurang. Hal ini meminimasi kerusakan produk karena panas

dengan mengontrol kecepatan wiper.

Bahan baku dengan viskositas tinggi dapat diproses dengan atau tanpa

penambahan pelarut.

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pemisahan campuran dengan metode

distilasi molekuler adalah Short Path Distillation Plant type KDL 5. Alat ini terdiri dari

bagian Product Feed, Distillation Unit, Discharge Residue, Discharge Distilat, Cold Trap,

Wiper Basket, Unit Pompa, dan Heating Device. Product Feed merupakan wadah umpan

yang akan diproses secara distilasi molekuler. Product feed dilengkapi dengan jaket

pemanas. Sementara Distillation Unit terdapat evaporator dan dilengkapi dengan jaket

pemanas, suhu bisa mencapai 300o

C. Pada Distillation Unit bagian internal condenser

terdapat tiga feed system di dalamnya yaitu dosing vessel, gear pump (heatable), dan

dosing pump (non heatable). Yang mana ketiga bagian tersebut terhubung langsung

dengan wiper basket. Wiper Basket berfungsi untuk memperluas permukaan sampel dari

unit feed. Umpan yang jatuh tetes demi tetes ke dalam unit distilasi diperluas

permukaannya dengan alat rotary pada dinding unit distilasi ( , 2004).

2.1.3. Epoksidasi

Epoksida merupakan eter siklik cincin segitiga dengan salah satu atom

pembentuknya adalah oksigen. Epoksida atau dalam tata nama International of

Union Pure and Applied Chemistry (IUPAC) disebut sebagai oksirana termasuk

golongan senyawa eter tetapi mempunyai sifat berbeda dengan sifat eter pada

umumnya.

Untuk mengkonversi alkena menjadi epoksida yang paling umum adalah

dengan menggunakan peroksida. Reaksi peroksida yang terjadi meliputi

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

RR

RR

:O::O:

H

R

:O:

R

R

R

R

OO

H

O R+ +

pemutusan homolitik ikatan O-O, yang selanjutnya akan bereaksi dengan alkena.

Peroksida memiliki tiga kelompok yang digunakan untuk epoksidasi yaitu

hidrogen peroksida, alkil hidroperoksida dan asam peroksida. Alkena berikatan

dengan elektrofil oksigen dari peroksida. Pemutusan secara heterolitik dari

peroksida mentransfer oksigen ke alkena dan pelepasan oksigen menghasilkan

hasil samping yaitu air dari hidrogen peroksida, alkohol dari alkil hidroperoksida

dan asam karboksilat dari peroksi asam. Gugus -OH dari peroksida merupakan

sumber elekrofilik oksigen dan bereaksi dengan nukleofilik ikatan π dari alkena

(Derawi and Salimon, 2010 dan Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden, 1989).

Prinsip dasar dari reaksi epoksidasi yaitu asam peroksi mengoksidasi ikatan

rangkap yang terdapat pada alkena sehingga terjadi pemutusan ikatan rangkap dan

pembentukan gugus oksiran. Ikatan rangkap dua pada alkena merupakan sumber

elektron karena mengandung awan elektron π. Elektron π mempunyai ikatan yang

sangat lemah sehingga mudah putus dan mendonorkan elektronnya (basa Lewis).

Akibatnya reagen yang elektrofilik dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dua

pada alkena. Reaksi jenis ini disebut reaksi adisi elektrofilik. Jika suatu molekul

mengandung dua alkena, maka alkena yang lebih banyak tersubtitusi akan lebih

cepat terepoksidasi. Alkena yang lebih banyak tersubtitusi merupakan alkena yang

kaya elektron dan bereaksi lebih cepat daripada alkena yang kurang tersubtitusi.

Hal ini disebabkan oleh bertambahnya gugus pendorong elektron pada alkena

tersubtitusi, sehingga gugus elektrofilik dari peroksida akan lebih mudah

mendapatkan elektron daripada dengan alkena yang kurang tersubtitusi. Penelitian

tentang reaksi epoksidasi alkena telah banyak dilakukan diantaranya yaitu reaksi

epoksidasi alkena dengan per-asam. Pada reaksi tersebut terjadi serah terima dari

asam peroksi langsung kepada alkena. Mekanisme serah terima oksigen dari asam

peroksi kepada alkena ditunjukkan pada Gambar 2.3. di bawah ini (Fessenden,

R.J. dan J. S. Fessenden, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Gambar 2.3. Mekanisme reaksi epoksidasi alkena dengan asam peroksi

Epoksidasi umumnya dilakukan menggunakan asam peroksi format atau

peroksi asetat yang dihasilkan in situ dari asam format atau asam asetat dengan

hidrogen peroksida (70% w/w). Senyawa asam peroksi bersifat tak stabil dan

reaksinya bersifat eksotermis. Konsentrasi asam peroksi dijaga tetap rendah

dengan cara menggunakan asam karboksilat berkonsentrasi rendah. Proses

oksidasi dapat berlangsung dua metode. Metode pertama, asam perasetat dibuat

terlebih dahulu dengan mereaksikan asam asetat dengan hidrogen peroksida dan

metode kedua dengan proses insitu epoksidasi yaitu proses dimana asam perasetat

dibuat serentak dengan reaksi epoksidasinya. Untuk epoksidasi proses terpisah,

tidak dibutuhkan katalis, namun pada suhu operasi 200-800 o

C, sebelum

pembentukan asam perasetat. Metode ini tidak efisien, kecuali pada perbandingan

konsentrasi yang tinggi dari asam asetat maupun hidrogen peroksida (Gan, et. al.,

1992 dan Kirk and Othmer, 1982).

Alternatif lain dapat digunakan katalis heterogen dari golongan resin asam,

misalnya resin asam polistirensulfonat. Beberapa peneliti melaporkan bahwa

reaksi epoksidasi berkatalis resin asam ini kurang efisien karena memerlukan

konsentrasi resin dalam jumlah besar sekitar 10-15% (w/w dari berat minyak) di

samping kemungkinan terjadinya degradasi resin setelah 6-8 kali pemakaian,

sehingga harus diganti (Rios, L.A., 2003). Epoksidasi enzimatik telah terbukti

efektif untuk mengoksidasi minyak nabati dengan hidrogen peroksida encer.

Lipase dan esterase terimmobilisasi menunjukkan aktivitas yang tinggi untuk

mengubah asam lemak dan metil ester menjadi asam peroksikarboksilat

menggunakan H2O2

sebagai oksidan. Beberapa peneliti menggunakan sistem ini

untuk mengepoksidasi minyak nabati dengan rendemen yang sangat tinggi

(Piazza, et. al. 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Asam Lemak Sawit distilat (ALSD) mengandung asam lemak tak jenuh yang

memiliki satu atau lebih gugus alkena yang dapat diubah menjadi senyawa

epoksida. Reaksi epoksidasi merupakan salah satu reaksi yang penting dalam

kimia organik karena senyawa epoksida yang dihasilkan dapat digunakan sebagai

intermediet untuk diubah menjadi berbagai produk (Lee, et. al. 2009 dan

Scrimgeour, 2005).

2.1.3.1. Epoksidasi dengan Hidrogen Peroksida (H2O2

Hidrogen peroksida merupakan peroksida yang lazim digunakan dan merupakan

zat pengoksidasi yang kuat. Hidrogen peroksida merupakan cairan tak berwarna

dan salah satu reagen yang dapat mengkonversi alkena menjadi epoksida.

Hidrogen peroksida encer (3-6%) digunakan sebagai antiseptik dan pemutih kain,

seperti katun dan wool, sedangkan larutan pekatnya dipakai sebagai bahan bakar

roket. Banyak jenis peroksida yang dapat digunakan untuk membuat suatu

epoksida, tetapi hidrogen peroksida termasuk reagen yang disukai karena mudah

diperoleh. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai reaksi epoksidasi

menggunakan oksidator hidrogen peroksida (H

)

2O2

).

Reaksi pembentukan epoksidasi ini menggunakan katalis H2SO4, semakin

banyak H2SO4 yang ditambahkan semakin cepat reaksi epoksidasi berlangsung

tetapi oksigen oksiran yang diperoleh semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh

penambahan H2SO4 yang semakin banyak dapat mempercepat terjadinya

degradasi gugus oksiran. H2SO4 selain mempunyai kemampuan sebagai katalis

juga dapat mendegradasi gugus oksiran. H2SO4 yang masih terdapat dalam fase

air dapat menjadi katalisator terjadinya pembukaan cincin epoksida (Yuliasari dan

Herawan, 1999a

).

2.1.3.2. Reaksi Pembukan Cincin Epoksida

Setelah reaksi epoksidasi selesai, epoksida yang terbentuk selanjutnya diadisi

dengan alkohol untuk membuka cincin oksiran. Proses ini relatif mudah karena

cincin beranggota 3 atom memiliki regangan yang tinggi sehingga mudah putus

pada salah satu ikatan C-O. Reaksi ini dapat dikatalis oleh asam atau basa. Variasi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

O

CH2

H

R

: ..

+ OH-:. .

. . SN2C CH2OHR

1

H

O

H OH

- ::. .

. .

. .

R1

C CH2OHH

OH:. .

+ OH-

. .. .

:

jenis alkohol dapat dilakukan untuk memperoleh poliol dengan struktur yang

berbeda, namun karena epoksida kurang stabil dan mudah berubah menjadi

senyawa lain, diperlukan langkah-langkah reaksi yang dapat mengarahkan

pembentukan epoksida menjadi poliol. Pereaksi yang dapat dipilih antara lain,

alkohol dengan katalis asam, atau alkoksida dengan katalis basa.

Dalam pembukaan cincin epoksida berkatalis basa, nukleofil menyerang

karbon yang kurang terhalang (less-hindered) dengan mekanisme SN2. Tahap-

tahap reaksi antara epoksida dengan ion hidroksida (NaOH atau KOH dalam air)

atau dengan ion metoksida (NaOCH3 dalm metanol) seperti pada Gambar 2.4.

berikut (Campanella and Baltanas, 2005a

).

Gambar 2.4. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis basa

Pada pembukaan cincin berkatalis asam, nukleofil menyerang cincin epoksida

yang telah terprotonisasi dari sisi yang berlawanan dari gugus epoksida. Atom

karbon yang diserang akan mengalami perubahan konfigurasi sehingga ikatan C-

O yang baru akan selalu terbentuk pada sisi yang berlawanan dari cincin epoksida

semula (SN

2). Berbeda dengan pembukaan cincin berkatalis basa, serangan dalam

suasana asam justru berlangsung dalam karbon yang lebih terhalang (Gambar

2.5).

Epoksida terprotonisasi memiliki cukup karakter karbokation, sehingga makin

banyak gugus alkil yang dimiliki akan lebih besar muatan positif parsial pada

karbon itu. Serangan nukleofil yang terjadi setelah terprotonisasi akan memilih

karbon yang lebih positif, meskipun karbon ini lebih terhalang (Campanella and

Baltanas, 2005b

).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Gambar 2.5. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis asam

2.2. TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Perkembangan areal tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat pesat, dan

diperkirakan pada tahun 2010 luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia

mencapai lebih dari 7,8 juta ha (Dirjenbun, 2010). Semakin luasnya perkebunan

kelapa sawit ini akan diikuti dengan peningkatan produksi minyak kelapa sawit /

Crude Palm Oil (CPO) dan jumlah limbah cair maupun padat yang dihasilkan.

Pada proses produksi CPO, Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan

limbah padat terbanyak yaitu sekitar 20 % dari jumlah Tandan Buah Segar (TBS)

kelapa sawit yang diolah hampir setara dengan jumlah CPO yang diperoleh. Jika

pada tahun 2010 produksi CPO Indonesia mencapai 21,1 juta ton per tahun, maka

TKKS yang dihasilkan juga mencapai 21,1 juta ton per tahun (Oil World, 2010).

Suatu jumlah yang sangat banyak dan jika tidak dikelola dengan baik, akan

menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Pada masa lalu, TKKS ini dibakar di inceenerator dan abunya dimanfaatkan

sebagai pengganti pupuk kalium, karena di dalam abu TKKS mengandung sekitar

30 % K2

O

O. Namun saat ini pemerintah sudah melarang pembakaran TKKS ini

C C R 1

R H H

: : H

+ O +

C C R 1

R H H

H : :

Aktivasi epoksida:

Penyerangan Nukleofil:

Nu -

+

O +

C C R 1

R H H

H : :

R R 1

O H

H Nu

H

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

karena menimbulkan polusi udara. Pemanfaatan TKKS saat ini adalah sebagai

sumber bahan organik bagi pertanaman kelapa sawit, baik secara langsung

maupun tidak lansung. Pemanfaatan secara langsung adalah dengan menyebarkan

langsung TKKS ke kebun kelapa sawit sebagai mulsa. Namun cara ini masih

dianggap kurang efisien karena memerlukan biaya yang tinggi untuk

penyebarannya ke kebun (Nuryanto, 2000). Sedangkan pemanfaatan TKKS secara

tidak langsung adalah dengan mengkomposkan terlebih dahulu TKKS sebelum

digunakan sebagai pupuk organik. Saat ini sudah banyak Pabrik Kelapa Sawit

yang melakukan pengomposan TKKS ini. Pemanfaatan TKKS sebagai kompos

merupakan suatu alternatif yang menarik. Pengomposan TKKS akan

menghasilkan produk yang dapat digunakan sebagai penambah unsur hara tanah

dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Namun masa

pengomposan TKKS ini masih relatif lama, yaitu sekitar 6 minggu (Darnoko, dkk.

1993, Herawan, dkk. 1999b

dan Suhaimi, M. and H.K. Ong, 2002). Pemanfaatan

TKKS untuk bahan-bahan lain yang lebih bernilai tinggi terus dilakukan seperti

untuk pot, pulp, kertas kraft, selulosa nitrat, dan lain-lain (Erwinsyah, dkk. 1997,

Guritno, dkk. 1998, Guritno, dkk. 1995, Darnoko, dkk. 1995, Marikena, dkk.

2007).

Apabila ditinjau dari kandungan yang terdapat di dalam TKKS, maka TKKS

terdiri atas komponen-komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Sehingga TKKS disebut sebagai limbah ligno-selulosa (Darnoko, dkk. 1995).

Dengan demikian TKKS dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk

berbasis selulosa, seperti pulp dan produk berbasis lignin (Abdul Azis, et. al.

2002). Beberapa peneliti telah melaporkan komposisi kimia dari TKKS seperti

terlihat pada Tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Tabel 2.2. Komposisi kimia TKKS

Komponen (%) %

Selulosa 38,76

Holoselulosa 67,88

Lignin 22,23

Abu 6,59

Sumber: Darnoko, dkk. 1995

2.3. PROSES PEMBUBURAN TKKS (PULPING)

Proses pulping bertujuan untuk memisahkan selulosa dari lignin dan komponen

lainnya dapat dilakukan dengan cara mekanik, semikimia, dan kimia. Proses kimia

dapat menghasilkan pulp yang lebih baik dari pada proses semikimia dan

mekanik. Proses secara kimia dapat dilakukan dengan cara proses kraft (sulfat),

sulfit, asam nitrat, soda dan soda klor (Sari, R., 2004).

Metode pulping soda merupakan metode kimia pulping pertama yang

dikenalkan pada tahun 1851 oleh Burgess (Amerika) dan Watts (Inggris). Pabrik

pulp pertama didirikan pada tahun 1860 di Amerika. Metoda pulping soda mampu

menghasilkan kecerahan warna hingga 80,9%, sehingga memenuhi standard jika

diolah menjadi kertas (Tanaka, R., 2005).

Metode soda menggunakan soda kaustik dan soda abu sebagai aktivatornya

pada suhu 70 0C - 90 0

C. Dengan kondisi tersebut lignin dan beberapa

hemiselulosa memutuskan fragmen-fragmen yang larut dalam cairan yang kuat.

Lignin-lignin yang mengikat kuat selulosa akan terdegradasi. Proses pulping soda

biasanya menghasilkan pulp yang berwarna gelap, namun dapat dilakukan proses

pemutihan untuk menghasilkan pulp yang berwana cerah.

2.3.1. Bilangan Kappa

Bilangan Kappa digunakan untuk menyatakan seberapa jumlah lignin yang masih

tersisa didalam pulp setelah pemasakan (Fengel, D., 1995). Pengujian bilangan

Kappa dilakukan didalam industri pulp memiliki dua tujuan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

a. merupakan indikasi terhadap derajat delignifikasi yang tercapai

selama proses pemasakan, artinya bilangan kappa digunakan untuk

mengontrol pemasakan.

b. menunjukkan kebutuhan bahan kimia yang akan digunakan untuk proses

selanjutnya yaitu proses pemutihan (bleaching).

Pada pengujian bilangan Kappa, sejumlah larutan kalium permanganat yang

sudah diketahui konsentrasinya ditambahkan kedalam sampel pulp. Setelah waktu

tertentu, jumlah permanganat yang bereaksi dengan pulp ditentukan dengan

mentitrasi sampel dengan Na2S2O3. Bilangan Kappa selanjutnya didefinisikan

sebagai jumlah mililiter KMnO4 0,1N yang dikonsumsi oleh 10 gram pulp selama

10 menit pada temperatur 250

% lignin = 0,147 X bilangan Kappa

C. Hasilnya dikoreksikan terhadap konsumsi oleh

50% permanganat yang ditambahkan. Hubungan antara bilangan Kappa dengan

lignin adalah sebagai berikut:

2.4. SELULOSA

Selulosa adalah unsur pembentuk utama kerangka tumbuh-tumbuhan yang

merupakan senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan

di dalam dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada tangkai batang, dahan

dan semua bahagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan

homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari ribuan unit D-glukosa yang

terhubung oleh ikatan 1 – 4 glikosida, senyawa ini akan kelihatan seperti

amilosa dari rantai utama glikogen. Tetapi terdapat perbedaan yang sangat

penting pada selulosa, ikatan 1 – 4 berada dalam konfigurasi β, sedangkan pada

amilosa, amilopektin, dan glikogen, ikatan 1 - 4 nya berbentuk α. Bila dihidrolisis

sempurna, selulosa memberikan glukosa, sedangkan jika dihidrolisis parsial akan

menghasilkan selobiosa. Hal ini menunjukkan bahwa selulosa merupakan polimer

yang mempunyai ikatan β (Klem, et. al. 2012).

Untuk memahami peristilahan ini pertama-tama kita harus melihat struktur

glukosa. Glukosa mempunyai rumus molekul C6H12O6. Dengan kata lain kita

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

dapat menggambarkan struktur glukosa sebagai rantai lurus ataupun struktur

cincin. Struktur cincin dapat terbentuk dari hasil pembentukan hemiasetal

internal. Namun, penelahan yang mendalam terhadap mekanisme ini

menunjukkan bahwa terdapat dua kemungkinan bagi konfigurasi glukosa,

bergantung pada bahwa terdapat dua kemungkinan pada cara gugus -OH pada

atom korban nomor 1 (C1) diarahkan. Bilamana gugus - OH pada atom karbon

C nomor satu terarah ke bawah, glukosa mengambil bentuk α, bilamana gugus

– OH terarah ke atas disebut bentuk β. Dalam larutan, kedua bentuk itu

seimbang, karena glukosa menunjukkan sifat mereduksi seperti aldehida

(bereaksi dengan pereaksi Tollens dan larutan Fehling), hal ini membuktikan

adanya sejumlah kecil struktur terbuka atau struktur rantai lurus. Telah

dikemukakan bahwa polisakarida dibangun dari banyak kesatuan monosakarida

yang saling bergabung dengan melepaskan air, dan hasilnya ialah deret

ikatan glikosida (jembatan oksigen). Deret ikatan glikosida dalam selulosa

antara C1 dari satu kesatuan C4 dari kesatuan berikutnya diperlihatkan pada

Gambar 2.6. Hal ini juga menjadi bukti mengapa selulosa tergolong bukan

pereduksi, karena titik ikatan adalah pada atom karbon nomor satu pereduksi

(Fengel, 1995). Pada Gambar 2.6. disajikan struktur dari selulosa (Klem, et. al.

2012).

Gambar 2.6. Struktur selulosa

Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n dan n dapat berupa angka

ribuan. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa, karena (1)

tidak banyak pelarut untuk selulosa, (2) selulosa sangat cenderung terombak

selama proses dan (3) cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang

berbeda. Cara yang acap kali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak

merusak (Fengel, D., 1995).

H O H

O H

O H

H

H H

CH 2 OH

O

H H

HOH 2 C

O H H O

C H 3

O H O

H O H

O H

O H

H H

H H

CH 2 OH

O

H H

HOH 2 C

O H H O

O H H

O O

C H 3 1 4

1 4

n

unit selobiosa

1 4

β

β

β

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Ditinjau dari struktur, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan

yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksi yang

dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara

pelarut- pelarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan

hanya tidak larut dalam air tetapi juga banyak dalam pelarut lain.

Penyebabnya ialah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar rantai akibat

ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini

dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika

ikatan hidrogen berkurang, gaya antaraksipun berkurang, dan oleh karenanya

gugus hidoksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh

pengesteran. Hal ini dapat dilakukan, dan ester yang dihasilkan larut dalam

sejumlah pelarut.

Selulosa akan larut dalam asam mineral kuat seperti asam sulfat 72%, asam

klorida 40%, dan asam fosfat 85%, akan tetapi tidak larut dalam air. Viskositas

larutan selulosa akan meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi atau derajat

polimerisasi. Densitas selulosa bervariasi sesuai dengan perlakuan kimia, derajat

polimerisasi, dan media pada saat penentuan densitas.

Kegunaan selulosa yang utama adalah sebagai bahan baku pembuatan kertas

dan sebagai bahan untuk pembuatan turunan selulosa seperti selulosa nitrat,

selulosa asetat, selulosa butirat, metilselulosa, dan sebagainya.

2.4.1. Sifat Kimia Selulosa

Selulosa yang secara langsung dijadikan serat sangatlah terbatas. Yang lebih

lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian

membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki. Selulosa yang diperoleh

dengan cara itu disebut selulosa teregenerasi. Di dalam struktur selulosa banyak

terdapat gugus – OH yang merupakan gugus reaktif yang dapat bereaksi dengan

gugus lain dari suatu pereaksi. Reaksi yang dapat dilakukan terhadap gugus – OH

tersebut antara lain adalah esterifikasi menjadi selulosa nitrat dan asetilasi menjadi

selulosa asetat.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Selulosa dapat diesterifikasi dengan asam nitrat, yang dalam hal ini digunakan

dalam pembuatan selulosa nitrat untuk memperoleh dinitrat dan trinitrat (Gert, et.

al., 2003). Selulosa dinitrat disebut juga pirosilin, tak larut dalam eter dan alkohol,

tetapi bila dua pelarut tersebut dicampur dengan volume yang sama maka larutan

itu dapat melarutkan selulosa dinitrat. Larutan yang diperoleh disebut kolodion,

dan bila dibentangkan hingga pelarutnya cepat menguap maka akan diperoleh film

transparan tidak berwarna. Kolodion bila dipanaskan dengan kamper akan

diperoleh seluloid, yang merupakan bahan plastik, sedangkan selulosa trinitrat

yang juga disebut guncotton, digunakan sebagai bahan bakar roket atau sebagai

propellant.

Selulosa dapat diasetilasi menggunakan asam asetat anhidrida dengan asam

sulfat pekat sebagai katalisator, menghasilkan diasetat atau triasetat (Wang, et.

al., 2009). Selulosa asetat dapat larut dalam pelarut metilen klorida-alkohol, dan

bila campuran ini kemudian ditekan hingga pelarutnya menguap, akan diperoleh

film yang digunakan untuk fotografi. Bila larutan selulosa asetat ditekan pada

suatu tabung yang disebut spinneret dan pelarutnya kemudian diuapkan akan

diperoleh serat halus yang disebut rayon. Asetat rayon digunakan sebagai bahan

industri. Selulosa dapat juga bereaksi dengan etil klorida membentuk etil selulosa

yang digunakan untuk membuat plastik.

2.5. SELULOSA ASETAT

Selulosa asetat adalah suatu senyawa kimia buatan yang digunakan dalam film

fotografi. Secara kimia, selulosa asetat adalah ester dari asam asetat dan selulosa.

Senyawa ini pertama kali dibuat pada tahun 1865. Selain pada film fotografi,

senyawa ini juga digunakan sebagai komponen dalam bahan perekat, serta

sebagai serat sintetik. Film fotografi yang terbuat dari asam asetat pertama kali

diperkenalkan pada 1934, menggantikan selulosa nitrat yang sebelumnya menjadi

standar. Kelemahan film selulosa nitrat adalah senyawa tersebut tidak stabil dan

mudah sekali terbakar. Bila terjadi kontak dengan oksigen, film selulosa asetat

menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi, serta melepaskan asam asetat.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Fenomena ini disebut "sindrom cuka", karena asam asetat merupakan bahan

utama dalam cuka. Sejak dekade 1980-an, film dari poliester (sering juga disebut

dengan nama dagang dari Kodak Estar) mulai menggantikan film dari selulosa

asetat, terutama untuk tujuan pengarsipan. Sebelum munculnya poliester, film

selulosa asetat juga dipakai pada pita magnetik. Sekarang selulosa asetat masih

digunakan dalam beberapa hal, misalnya negatif darigambar bergerak (2012c

Secara kimia selulosa asetat merupakan produk dari reaksi asetilasi parsial

selulosa dengan asam asetat anhidrida dengan bantuan katalis asam sulfat serta

pelarut asam asetat glasial. Pada dasarnya reaksi asetilasi merupakan reaksi

penggantian tiga gugus hidroksil per unit glukosa dengan gugus asetil dari

anhidrida asetat dengan bantuan katalisator (Wang, et. al., 2009). Reaksi yang

terjadi disajikan pada Gambar 2.7. di bawah ini.

)

Gambar 2.7. Reaksi selulosa dengan anhidrida asetat

Produk selulosa triasetat dapat dipisahkan langsung, tetapi umumnya

dilanjutkan dengan reaksi hidrolisis untuk menghasilkan selulosa asetat sekunder

yang lebih komersial dengan 2,4 gugus asetilnya tiap unit glukosa. Struktur

selulosa asetat disajikan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur selulosa asetat

C6H7O2(OH)3 + 3nCH3COOOCH3 C6H7O2(OOCCH3)3 3n CH3COOH+selulosa anhidrida asetat selulosa triasetat asam asetat

O

OOCH3C

H

H

OOCH3C

H

H

O

H

HH

H

OOCH3C

H OOCH3C

OCOCH3

O

OOCH3COH

H

H

OOCH3C

H

H CH3COO

O

O

OOCH3C

HO

H

HH

H

OOCH3C

H OOCH3C

OH

OCOCH3

O

H

struktur molekul selulosa asetat

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Selulosa asetat merupakan padatan berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa

dan tidak beracun. Dibandingkan dengan turunan selulosa yang lain, selulosa

asetat memiliki keunggulan yaitu mempunyai kelarutan yang baik dalam aseton

yang merupakan pelarut yang tidak mahal dan relatif tidak beracun. Sifat lain

yang dimiliki soleh selulosa asetat adalah sifat termoplastik, warna, kejernihan

dan stabilitas serta daya tahan film dan plastik yang baik. Selulosa banyak

digunakan dalam bidang fotografi, X-ray film, filter rokok, membran dan

percetakan plastik.

Sifat kejernihan yang baik dan mudah di dalam prosesnya menyebabkan

selulosa asetat film digunakan secara luas dalam packaging. Selulosa asetat juga

merupakan bahan termoplastik yang pertama yang digunakan untuk injection

molding. Selulosa asetat viskositas rendah digunakan dalam pabrik cat dan juga

sebagai bahan pelapisan untuk kertas, logam, gelas dan bahan lain serta dapat

digunakan sebagai perekat untuk film fotografi.

Berkaitan dengan teknologi membran yang semakin berkembang, penggunaan

selulosa asetat juga mempunyai peranan yang penting. Selulosa asetat yang

strukturnya berpori dan rapat, merupakan bahan pembuat membran yang

digunakan dalam reverse osmosis untuk memurnikan air asin dan pemekatan

juice. Sifat membran yang dibuat dari selulosa asetat adalah tahan terhadap asam

maupun basa. Dalam proses pembuatan membran ini tidak diinginkan adanya

selulosa triasetat tapi selulosa asetat sekunder dengan derajat substitusi 2,3 - 2,5.

Pada Tabel 2.3. disajikan kandungan asetil di dalam selulosa asetat serta

kegunaannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Tabel 2.3. Kandungan asetil dalam selulosa asetat dan kegunaannya

Kandungan asetil (%)

Derajat substitusi

Pelarut yang lazim Penggunaan

13-18 0.6-0.9 Air -

22.2-32.2 1.2-1.9 2-Metoksi-etanol Plastik, cat laker

36.5-42.2 2.2-2.7 Aseton Benang, film fotografi

43-44.8 2.8-3.0 Kloroform Kain, pembungkus benang

Sumber : Fengel, D.,1995.

Kegunaan asetat yang utama adalah dalam bidang tekstil. Serat asetat

disiapkan dengan menekan larutan aseton pekat melalui suatu lubang untuk

membentuk filamen yang dikeraskan dengan menguapkan aseton dalam aliran

udara panas. Kencenderungan peningkatan kebutuhan serat asetat dalam industri

tekstil akhir-akhir ini karena teksturnya, kualitas kain dan kemampuan

pewarnanya yang baik.

2.5.1 Proses Pembuatan Selulosa Asetat

Selulosa asetat merupakan suatu ester organik penting yang pada saat ini dibuat

dalam jumlah yang besar untuk keperluan berbagai industri. Dari sekian banyak

proses yang dilakukan, secara umum prosesnya dapat dibedakan menjadi tiga

proses berikut.

a. Proses Asam Asetat Glasial (proses larutan)

Proses asetilasi terjadi dengan mereaksikan selulosa yang telah diaktivasi

dengan asam asetat glasial atau dengan asam asetat anhidrat secara

langsung dengan kehadiran asam asetat glasial sebagai pelarut.

b. Proses Metilen Klorida

Penggunaan metilen klorida sebagai pelarut pada proses ini meiliki

beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses larutan, antara lain :

- konsentrasi katalisnya rendah sehingga dapat digunakan pada

esterifikasi yang tinggi.

- karena titik didihnya rendah (41oC), panas reaksi dapat dikeluarkan

dengan penguapan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

- hanya sepertiga asam asetat yang dapat harus dipulihkan kembali

dibanding dengan proses larutan, akan tetapi proses ini menimbulkan

terjadinya korosi selama esterifikasi dan hidrolisis.

c. Proses Fiber Asetat (proses heterogen)

Pada proses ini selulosa diesterifikasi dengan menjaga struktur seratnya

dengan penambahan sejumlah non-pelarut pada triasetat selama asetilasi.

Non-pelarut yang dapat digunakan pada proses ini antara lain adalah

karbon tetraklorida, benzen dan toluen. Tetapi penggunaan proses ini

terbatas hanya untuk penggunaan khusus saja, misalnya untuk pembuatan

foil dan film dari triasetat.

Dari semua ester selulosa yang diproduksi secara komersial dilakukan dengan

proses larutan. Proses larutan secara umum terdiri dari empat tahap berikut ini,

yaitu (1) Aktivasi, sebelum proses asetilasi dilakukan, selulosa terlebih dahulu

diaktivasi agar mudah dimasuki reaktan anhidrida asetat dan katalis asam sulfat.

Aktivasi yang paling baik adalah menggunakan air, tetapi air ini harus diekstraksi

kembali dengan asam asetat untuk menghindari reaksi air dengan anhidrida asetat

yang bisa mengurangi kebutuhan anhidrida asetat untuk reaksi asetilasi. Untuk

menghindari reaksi yang sangat eksotermik antara air dan anhidrida asetat, maka

aktivasi selalu menggunakan asam asetat glasial tanpa kehadiran air. (2) Asetilasi,

asetilasi selulosa merupakan reaksi heterogen dimana selulosa akan tersuspensi

pada pertengahan reaksi dan melarut setelah reaksi esterifikasi terjadi. Kandungan

α-selulosa akan menentukan kualitas produk asetilasi. Pada awalnya reaksi

asetilasi dikendalikan oleh perpindahan massa katalis dan anhidrida asetat menuju

dan melalui serat selulosa. Setelah selulosa triasetat yang terbentuk mulai melarut,

laju reaksi kemudian ditentukan oleh konsentrasi anhidrida asetat, asam sulfat dan

temperatur. Asetilasi selulosa dibiarkan terjadi cukup lambat pada awalnya

sehingga suhu reaksi dapat dikontrol dengan pendinginan eksternal untuk

mencegah kenaikan suhu secara mendadak karena pada suhu yang tinggi akan

menyebabkan meningkatnya kecepatan degradasi. Selama tahap asetilasi, suhu

naik secara berangsur – angsur hingga mencapai suhu maksimum dan dikontrol

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

dengan baik untuk memperoleh viskositas produk yang sesuai. Dalam tahap

asetilasi ada beberapa jenis katalis yang digunakan, yaitu asam sulfat, perklorida

dan seng klorida. (3) Hidrolisis, reaksi asetilasi dihentikan dengan penambahan air

yang cukup untuk mencegah bereaksinya sisa asam asetat yang tersisa. Tingginya

rasio air terhadap asam sulfat dalam larutan hidrolisis akan mengurangi degradasi

pada temperatur yang ditentukan. Kerentanan degradasi selulosa asetat meningkat

dengan menurunnya kadar asetil. Oleh karena itu hidrolisis bisa dilaksanakan

dengan menggunakan katalis dalam jumlah yang besar pada temperatur rendah

atau dengan sejumlah kecil katalis pada temperatur tinggi. Jika selulosa asetat

diharapkan mempunyai kemurnian dan kejernihan yang tinggi, larutan harus

mengalami netralisasi asam sulfat dengan natrium dan magnesium asetat sebelum

presipitasi. (4) Pemurnian, untuk memperoleh atau mengisolasi produk selulosa

asetat dari campuran hasil asetilasi dan hidrolisis, penurunan kelarutan produk

selulosa asetat dalam larutan air-asam asetat dimanfaatkan untuk melangsungkan

presipitasi. Proses pencucian harus mendapat pertimbangan yang hati-hati dalam

operasi komersial, karena biaya pemulihan asam asetat yang meningkat dengan

meningkatnya pengenceran (pencucian). Produk yang dicuci dengan air harus

dapat menghilangkan asam asetat dan asam sulfat.

Cara lain untuk membuat selulosa asetat adalah dengan metode Emil Heuser.

Proses pembuatan selulosa asetat berdasarkan cara ini terdiri atas tahap-tahap

berikut, (1) Tahap hidrolisis selulosa, tahap ini bertujuan untuk menurunkan

derajat polimerisasi sumber selulosa yang digunakan. Tahap ini dilakukan dengan

mencampurkan asam sulfat dengan selulosa pada suhu 140 0C. Setelah proses

pemasakan campuran disaring dan dicuci dengan air. Untuk menghilangkan air

dari serat selulosa dapat digunakan dengan dua langkah. Langkah pertama adalah

mencuci dengan menggunakan alkohol, kemudian disaring. Dilanjutkan dengan

langkah kedua yaitu mencuci dengan menggunakan eter, lalu disaring. Hasil yang

didapat dikeringkan dengan oven atau udara terbuka. (2) Tahap pelarutan, tahap

ini bertujuan untuk mendegradasi selulosa. Tahap ini dilakukan dengan

mereaksikan campuran dari tahap hidrolisis dengan asam fosfat pada waktu dan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

suhu tertentu. (3) Tahap asetilasi, tahap ini merupakan tahap pembentukan

selulosa asetat yang dilakukan dengan penambahan asam asetat glasial. (4) Tahap

pemulihan selulosa asetat, tahap ini bertujuan untuk menghentikan proses dan

melepaskan asam fosfat dari campuran. Tahap ini dilakukan dengan penambahan

etil eter pada campuran yang kemudian dicuci dengan air hangat. Campuran yang

diperoleh didiamkan selama semalam. (5) Tahap pengeringan, tahap ini bertujuan

untuk menghilangkan kandungan air dalam produk sehingga didapatkan padatan

selulosa asetat.

2.6. BIOPOLIMER

Pengembangan biopolimer dari minyak sawit dilakukan juga untuk

mengantisipasi ketersediaan minyak bumi yang semakin hari semakin terbatas.

Sebagai gambaran, diperkirakan cadangan minyak bumi di Laut Utara akan habis

pada tahun 2010. Indonesia yang selama ini dikenal sebagai salah satu negara

pengekspor minyak bumi, saat ini juga telah menjadinegara pengimpor minyak

bumi, karena produksi dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar

yang meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan penduduk dan industri.

Perkembangan penggunaan produk biopolimer berbasis minyak nabati, secara

komersial masih terkendala saat ini, karena masih belum dapat bersaing harga

dengan produk polimer berbasis minyak bumi. Biaya produksi produk biopolimer

berbasis minyak nabati tampaknya sulit ditekan untuk menjadi lebih rendah lagi

selama harga minyak sawit dunia masih tinggi. Tetapi sifat non renewable dan

semakin terbatasnya ketersediaan bahan bakar minyak bumi, serta meningkatnya

kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup, akan membuat kebutuhan

produk biopolimer berbasis minyak nabati yang ramah lingkungan akan semakin

meningkat pula. Tambahan pula, jika aspek sistem manajemen lingkungan ikut

diperhitungkan, maka harga produk biopolimer berbasis minyak nabati akan menjadi

lebih murah dibandingkan dari turunan minyak bumi.

2.6.1. Reaksi antara Selulosa Asetat dengan Senyawa Epoksi

Selulosa merupakan senyawa yang kurang reaktif jika dieraksikan dengan

senyawa-senyawa lainnya. Salah satu cara untuk mengaktifasi senyawa selulosa

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

agar menjadi senyawa yang reaktif adalah dengan memasukkan gugus asetil ke

dalamnya menjadi senyawa selulosa asetat. Selulosa asetat merupakan produk dari

reaksi asetilasi parsial selulosa dengan asam asetat anhidrida dengan bantuan

katalis asam sulfat serta pelarut asam asetat glasial. Pada dasarnya reaksi asetilasi

merupakan reaksi penggantian tiga gugus hidroksil per unit glukosa dengan gugus

asetil dari anhidrida asetat dengan bantuan katalisator (Wang, et. al., 2009).

Adanya gugus asetil yang terikat dengan molekul selulosa menyebabkan selulosa

tersebut menjadi reaktif. Hal ini disebabkan gugus asetil merupakan gugus pergi

(leaving group) yang baik yang dapat dengan mudah digantikan oleh gugus lain.

Salah satu jenis asam lemak yang terdapat di dalam Asam Lemak Sawit

Distilat (ALSD) adalah asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat dan

asam linoleat yang jumlahnya mencapai 55 % setelah dipisahkan dari asam lemak

jenuhnya. Asam lemak tak jenuh ini akan semakin bersifat rekatif apabila ikatan

rangkapnya diubah menjadi gugus oksiran dengan cara diepoksidasi. Reaksi

pembentukan epoksidasi ini menggunakan asam peroksi dengan katalis H2SO4.

Gugus oksiran ini merupakan gugus cincin tiga antara C-O-C, yang bersifat tidak

stabil sehingga sangat reaktif. Tingginya reaktifitas gugus oksiran ini karena

mudahnya terbuka cicin tersebut yang disebabkan cincin beranggota 3 atom ini

memiliki regangan yang tinggi sehingga mudah putus pada salah satu ikatan C-O.

Dalam pembukaan cincin epoksida berkatalis basa, nukleofil menyerang

karbon yang kurang terhalang (less-hindered) dengan mekanisme SN2

(Campanella and Baltanas, 2005a). Sedangkan pada pembukaan cincin berkatalis

asam, nukleofil menyerang cincin epoksida yang telah terprotonisasi dari sisi yang

berlawanan dari gugus epoksida. Atom karbon yang diserang akan mengalami

perubahan konfigurasi sehingga ikatan C-O yang baru akan selalu terbentuk pada

sisi yang berlawanan dari cincin epoksida semula (SN2). Berbeda dengan

pembukaan cincin berkatalis basa, serangan dalam suasana asam justru

berlangsung dalam karbon yang lebih terhalang (Campanella and Baltanas,

2005b

).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN ...

Dengan demikian reaksi antara selulosa asetat dengan senyawa epoksi asam

lemak akan lebih mudah terjadi. Gugus asetil yang terdapat di dalam selulosa akan

digantikan dengan gugus epoksi asam lemak dengan hasil samping asam asetat

pada suasana reaksi basa. Pada Gambar 2.9. di bawah ini disajikan kemungkinan

reaksi yang terjadi antara selulosa asetat dengan senyawa epoksi asam lemak.

Gambar 2.9. Reaksi antara selulosa asetat dengan epoksi ester lemak

Dari reaksi di atas terlihat bahwa gugus asetil dari selulosa asetat telah

digantikan oleh senyawa epoksi asam lemak. Dengan demikian apabila dilakukan

analisis gugus fungsi dengan FTIR, maka pada produk hasil reaksi akan muncul

serapan pada sekitar 1460 cm-1 dan 720 cm-1 yang khas dari gugus -(CH2)n-.

Sementara itu, spektrum FTIR dari selulosa asetat tidak ada serapan pada daerah

tersebut karena tidak mengandung gugus -(CH2

)n-. Sementara itu analisis

Scanning Electron Microscope (SEM) akan memberikan tampak permukaan dari

suatu senyawa dan akan ada perbedaan antara selulosa, selulosa asetat, dan

selulosa yang sudah bereaksi dengan senyawa epoksi. Analisis lain adalah X-Ray

Diffraction yang dapat membedakan struktur kristal dari suatu senyawa.

O C

CH3

O

Sel +C

CO

R1

R2

OSel

C

R1

R2

CH

HO

+ C

CH3

O

HOOH

(CH )

CH3

(CH ) COOMe

(CH )

CH3

(CH ) COOMe

Universitas Sumatera Utara