Pengaruh pemberian ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less ...
Pemanfaatan Karbon Aktif Biji Asam Tamarindus Indica L...
-
Upload
dangnguyet -
Category
Documents
-
view
222 -
download
1
Transcript of Pemanfaatan Karbon Aktif Biji Asam Tamarindus Indica L...
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4
1
Abstrak— Penggunaan karbon aktif dari biji asam
(Tamarindus Indica L.) sebagai adsorben untuk menurunkan
logam berat dari larutan kromium(VI) telah dipelajari. Biji asam
diaktivasi menggunakan asam sulfat (98%). Penelitian ini
dilakukan untuk menentukan kondisi optimum pada penyerapan
logam kromium. Sebagai parameter dalam penelitian ini adalah
waktu kontak, konsentrasi awal kromium, dan dosis adsorben.
Waktu kontak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15,
30, 60, 90, dan 120 menit. Konsentrasi awal kromium yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 30, 50, 100, 200, 250, 300,
500, 700 sampai 1000 mg/L. Dosis adsorben yang digunakan 10,
20 dan 30 g/L. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
serapan maksimum terjadi pada waktu kontak 60 menit. Daya
serap terbesar sebanyak 11,15 mg/g pada konsentrasi kromium
500 mg/L. Penggunaan dosis adsorben 30 g/L mampu
menurunkan kadar limbah 95,71%. Adsorben karbon aktif dari
biji asam juga digunakan untuk menurunkan kadar kromium
dalam limbah tanning penyamakan kulit dan menghasilkan %
kromium yang terserap sebesar 21,71%.
Kata Kunci— Adsorpsi, Kromium(VI), Biji Asam, Metode Batch
I. PENDAHULUAN
Kromium merupakan salah satu zat kimia berbahaya yang
muncul pada tingkat oksidasi yang berbeda di alam. Kromium
terdapat dalam bentuk trivalen (Cr3+) dan bentuk hexavalen (Cr
6+) [1]. Air buangan limbah industri umumnya
mengandung kromium. Salah satunya adalah limbah industri
penyamakan kulit. Senyawa kromium(VI) dalam limbah cair
industri penyamakan kulit umumnya terdapat dalam bentuk
kromat (CrO42-) [2]. Keberadaan kromium(VI) dengan kadar
tinggi dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, maka
pihak industri harus mengolah limbah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan metode
untuk mengurangi kadar kromium(VI). Adsopsi menggunakan
karbon aktif merupakan metode efektif untuk mengatasi
limbah industri yang mengandung kromium(VI) [3]. Biaya karbon aktif komersial sangat mahal sehingga diperlukan
alternatif adsorben yang lebih murah untuk penanganan
kromium(VI) [4]. Bahan alam, limbah industri maupun
limbah pertanian banyak yang dapat dijadikan adsorben dengan biaya yang lebih murah. Salah satu biosorben yang
dapat digunakan dalam penanganan limbah kromium antara
lain biji dari tanaman asam (Tamarindus indica L.). Tanaman
ini mudah tumbuh di berbagai jenis tanah dan biasa tumbuh di
daerah tropikal [3].
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang banyak
ditumbuhi tanaman asam. Namun sebagian besar pemanfaatan biji asam sampai saat ini belum optimal. Tanaman asam
buahnya banyak digunakan sebagai bahan masakan di seluruh
dunia sementara biji asam yang menjadi limbah dapat
dijadikan salah satu alternatif adsorben untuk mengurangi
kadar kromium [3]. Oleh karena itu, pada penelitian ini
adsorben disiapkan dari biji asam yang digunakan untuk
mengurangi kadar dari larutan kromium(VI). Biji asam yang
digunakan untuk proses adsorpsi dalam studi ini diaktivasi
dengan asam sulfat 98%. Adsorpsi ion kromium(VI) dalam
studi ini menggunakan biji asam pada berbagai kondisi waktu
agitasi, konsentrasi kromium(VI) dan dosis adsorben.
Konsentrasi ion kromium dianalisa menggunakan metoda Spektroskopi Serapan Atom (SSA) sedangkan untuk
mengidentifikasi kemungkinan gugus fungsi yang terlibat
dalam pengikatan kromium dengan karbon aktif biji asam,
dilakukan studi menggunakan Spektrometer Inframerah
Transformasi Fourier (FTIR).
II. URAIAN PENELITIAN
2.1 Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah biji
asam, etanol 70%, aqua DM, K2Cr2O7 digunakan untuk
larutan kerja kromium dan HNO3 65 %. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitis, mortar
penggiling, pengayak dengan ukuran 30 mesh, dan kertas
saring Whattman No. 42. Instrumen spektroskopi serapan
atom (SSA) digunakan untuk analisis hasil adsorpsi dan
untuk karekterisasi adsorben digunakan FTIR.
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Studi Adsorpsi Kromium dengan metode batch.
Biji asam dicuci dengan air, dikeringkan pada suhu 60°C
selama 24 jam. Setelah itu digiling dan diayak dengan ukuran
30 mesh. Selanjutnya diaktivasi dengan asam sulfat 98% dan
diikuti dengan pemanasan suhu 76 °C selama 24 jam.
Hasilnya berupa karbon, kemudian dicuci menggunakan akua
demineralisasi sampai bebas asam dan dioven lagi suhu 100°C
selama 5 jam. Adsorben yang dihasilkan kemudian
dikarakterisasi dengan FTIR.
Larutan stok kromium 1000 mg/L dibuat dari padatan K2Cr2O7 yang dilarutkan dengan akuades. Kemudian
larutan stok tersebut diencerkan untuk menjadi beberapa
Pemanfaatan Karbon Aktif Biji Asam
(Tamarindus Indica L.) untuk Penurunan Kadar
Cr(VI) Menggunakan Metode Batch Sulistiowati, Dra. Ita Ulfin M.Si.
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 [email protected]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4
2
konsentrasi yang akan digunakan sebagai adsorbat pada
percobaan adsorpsi. Secara umum proses adsorpsi dengan metode batch
dilakukan sebagai berikut: sejumlah adsorben dimasukkan ke dalam beaker gelas yang berisi larutan kromium sebagai
adsorbat. Kemudian campuran distirer selama waktu tertentu,
lalu disaring dengan kertas saring Whattman. Filtrat yang
diperoleh dianalisa kandungan kromium yang tidak terserap
dengan AAS pada λ= 357,9nm .
Pada penelitian ini dilakukan variasi waktu kontak yaitu
15, 30, 60, 90, dan 120 menit dengan konsentrasi larutan
kromium sebagai adsorbat 10 mg/L dan adsorben yang
ditambahkan sebesar 20 g/L. Sedangkan variasi konsentrasi
kromium dilakukan pada konsentrasi 30, 50, 100, 200, 250,
300, 500, 700 sampai 1000 mg/L. dengan adsorben yang ditambahkan sebesar 20 g/L dan campuran distirer pada waktu
kontak optimum yang ditelah diperoleh sebelumnya.
Disamping itu juga dilakukan variasi dosis adsorben yaitu 10,
20 dan 30 g/L.
2.2.2 Adsorpsi Logam Kromium pada Limbah tanning
Penyamakan Kulit oleh karbon aktif biji asam
Limbah cair tanning didestruksi dengan asam nitrat hingga
jernih, kemudian ditentukan kadar kromiumnya dengan AAS.
Setelah itu dilakukan pengenceran hingga diperoleh
konsentrasi yang sama dengan konsentrasi kromium pada
percobaan sebelumnya. Adsorpsi kromium dilakukan dengan
adsorben yang ditambahkan sebesar 20 g/L dan distrirer pada
waktu optimum yang telah diperoleh. Kemudian campuran
disaring dan ditentukan kadar kromium yang tidak terserap
dengan AAS.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Preparasi Adsorben
Biji asam dicuci dengan air beberapa kali, untuk
menghilangkan partikel seperti pasir, debu dan daging buah
asam yang masih menempel, kemudian dijemur di bawah
panas matahari sampai kering[5], kemudian di oven lalu
digiling sampai halus agar mudah digunakan dan bertujuan
untuk memperluas bidang kontak adsorben sehingga penyerapan berjalan optimal [6]. Serbuk biji asam kemudian
diayak menggunakan ayakan 30 mesh untuk mendapatkan
ukuran partikel yang seragam.
Serbuk biji asam yang telah berukuran 30 mesh direndam
dengan etanol 70% kemudian direndam lagi menggunakan
akua demineralisasi, Perendaman dilakukan untuk
menghilangkan partikel polar [7]. Setelah proses perendaman
biji asam disaring dan ditambah asam sulfat 98%. sehingga
menghasilkan karbon, kemudian dicuci menggunakan akua
demineralisasi sampai bebas asam dan dioven. Penambahan
asam sulfat ini sesuai dengan metode penelitian yang dilakukan rujukan [3]. Sedangkan menurut rujukan [8]
adsorpsi Cr(VI) akan lebih efektif dengan diaktivasi
menggunakan asam.
Pada penelitian ini, digunakan asam sulfat sebagai aktivator
karena asam sulfat mempunyai sifat higroskopis yang dapat
menyerap kandungan air yang terdapat pada biji asam. Selain
itu, tujuan aktivasi untuk melepaskan pengotor yang menutupi
permukaan adsorben, sehingga adsorben mempunyai area
yang lebih luas, serta situs aktifnya juga mengalami
peningkatan dan dimungkinkan juga akan memunculkan situs
aktif yang baru sehingga dapat meningkatkan kemampuan
adsorpsinya [9].
Berdasarkan penelitian rujukan [3], dalam jurnalnya tentang
adsorpsi kromium (VI) menggunakan biji asam yang
diaktivasi asam sulfat, menyebutkan bahwa adsorben yang
telah diaktivasi umumnya menghasilkan oksida asam (acidic
oxide) pada permukaan adsorben.
Analisis spektra FTIR dilakukan untuk menganalisa gugus
fungsi yang penting dalam berperan menyerap ion logam
kromium. Spektra biji asam yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar1 Spektra FT-IR (a) sampel serbuk asam, (b) karbon
aktif biji asam
Pada Gambar 1 (a) menunjukkan gugus fungsi biji asam
yang merupakan kompleks alami dari biji asam. Biji asam
(Tamarind indica L.) mengandung polisakarida serta
lemak,tanin, protein, dan asam amino dalam jumlah kecil. [3].
Pita serapan yang lebar (broad) dan kuat pada 3410.15 cm-1
menunjukkan adanya gugus –OH. Pita serapan pada range
2924.09 cm-1 menunjukkan stretching vibrasi regang –CH.
Sementara itu, muncul pita serapan pada 1635.64 cm-1 dari –
C=O stretching dari group amida. Pita serapan pada 1442.75
cm-1 menunjukkan adanya -CH3. Pita serapan pada 1056.99
cm-1 menunjukkan vibrasi regang C-O.
Gambar 1(b) menunjukkan gugus fungsi serbuk biji asam
mendapat perlakuan perendaman dengan etanol-air dan
dijadikan karbon aktif. Pita serapan pada 2924,09 cm-1 yang
berhubungan dengan gugus fungsi vibrasi regang -CH tetap
muncul pada range yang sama. hal ini dimungkinkan gugus -
CH tetap ada meskipun serbuk biji asam yang telah direndam
etanol-air dan dijadikan karbon aktif. Namun ada pula
spektrum IR dari sampel yang menunjukkan adanya
perubahan pita serapan. Pita serapan pada 1056,99 cm-1 yang
berhubungan dengan gugus fungsi vibrasi regang C-O
bergeser ke spektrum yang lebih rendah yakni 1033,85 cm-1.
Pita serapan 1249.87 cm-1 yang berhubungan dengan vibrasi
regang C-N bergeser ke spektrum yang lebih rendah pula
yakni 1172,72 cm-1. Menurut rujukan [5] pergeseran spektrum
yang lebih rendah mengindikasikan adanya kemungkinan
penurunan gugus fungsi. Bahkan pada pita serapan 1442.75
cm-1 yang berhubungan dengan adanya gugus -CH3, pita
serapan ini tidak ditemukan, ada kemungkinan gugus ini
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4
3
hilang setelah biji asam dijadikan karbon aktif.
Namun,terdapat pula peningkatan gugus fungsional setelah
biji asam mendapat perlakuan perendaman dan dijadikan
karbon aktif.
Pita serapan pada 3410,15 cm-1 yang berhubungan dengan
gugus fungsi –OH mengalami pergeseran menjadi 3425, 58
cm-1 hal ini mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan
jumlah gugus -OH. Adanya tambahan pita serapan pada
1705,07 cm-1 dimungkinkan adanya pertambahan gugus –
C=O. Adanya pertambahan gugus –OH dan gugus –C=O
diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan adsorben
dalam penyerapan kromium.
3.2 Analisa optimasi waktu kontak penyerapan larutan
kromium oleh karbon aktif biji asam
Proses adsorpsi untuk menentukan waktu setimbang dengan
metode batch menggunakan proses pengadukan. Lama
pengadukan dapat mempengaruhi proses adsorpsi karena
dapat menyebabkan naiknya kecepatan reaksi dengan
menurunnya ketebalan lapisan pelarut yang mengelilingi
adsorbat [10]. Variasi lama pengadukan yang dilakukan
terhadap larutan kromium diperlukan untuk menentukan
waktu kontak yang tepat agar penempelan molekul adsorbat
dapat berlangsung optimum. Waktu kontak merupakan waktu
yang dibutuhkan karbon aktif biji asam untuk menyerap
kromium. Hasil optimasi waktu kontak larutan oleh karbon
aktif biji asam disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Data serapan kromium (VI) pada berbagai
variasi waktu kontak
Waktu (menit) % kromium terserap
15 75,69
30 84,22
60 88,42
90 88,44
120 88,53
Hubungan antara waktu kontak dengan persentase Cr(VI)
yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik hubungan waktu kontak dengan % kromium
terserap. Kondisi proses: jumlah adsorben 20 g/L dan
konsentrasi awal 10 mg/L
Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu
kontak maka % Cr terserap semakin besar. Dari Gambar 1 di
atas dapat dilihat bahwa kecepatan naiknya % Cr yang
terserap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu pada
menit ke-15 dengan % Cr yang terserap sebanyak 75,69 %
hingga menit ke-60 sebanyak 88,42 %. Sedangkan pada menit
ke-90 dan 120 penyerapan cenderung konstan. Penyerapan
optimum terjadi pada menit ke-60 dengan % Cr yang terserap
sebanyak 88,42 % dengan daya serap terhadap Cr rata-rata
sebesar 0,44 mg/g berat karbon aktif biji asam. Hal ini terjadi
karena pada awal penyerapan, permukaan adsorben masih
belum terlalu banyak berikatan dengan Cr sehingga proses
penyerapan berlangsung kurang efektif. Pada menit ke-60
hingga 120 penyerapan logam Cr dalam larutan cenderung
konstan yaitu rata-rata 88 %. Pada keadaan ini, kapasitas
adsorpsi permukaan karbon aktif biji asam telah jenuh dan
telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi Cr dalam
adsorben dengan lingkungannya sehingga penyerapan pada
waktu kontak diatas 60 menit menjadi konstan atau hampir
sama. Jika permukaan tertutup oleh lapisan molekuler, maka
kapasitas adsorpsi menjadi konstan [11]. Sedangkan pemilihan
adsorben dengan biji asam dengan diaktivasi didasarkan pada
penelitian rujukan [3] yang menggunakan asam sulfat
menghasilkan % Cr terserap sebanyak 81%.
3.3 Hasil Analisa Optimasi konsentrasi kromium (VI) pada
penyerapan Logam kromium dalam Larutan oleh
karbon aktif biji asam
Hasil optimasi konsentrasi adsorbat (larutan kromium) pada
penyerapan kromium dengan karbon aktif biji asam disajikan
pada Gambar 3
Gambar 3. Grafik hubungan antara dosis adsorben dengan
persentase kromium yang terserap. Kondisi proses : dosis
adsorben 20 g/L, dan konsentrasi kromium 500 mg/L
Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan kromium maka konsentrasi kromium yang
terserap semakin besar begitu juga dengan daya serap karbon
aktif biji asam. Dari grafik Gambar 3 di atas dapat dilihat
bahwa kecepatan naiknya konsentrasi kromium terserap dan
daya serap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu
pada 30 mg/L dengan konsentrasi kromium terserap 28,55
mg/L dan daya serapnya 1,43 mg/g hingga konsentrasi 500
mg/L kromium terserapnya sebanyak 223,10 mg/L dengan
daya serap 11,15 mg/g. Sedangkan pada konsentrasi yang
lebih tinggi penyerapan cenderung menurun hingga pada
konsentrasi 1000 mg/L. Pada penelitian ini, penyerapan
optimum terjadi pada konsentrasi 500 mg/L dengan
konsentrasi kromium terserap 223,10 mg/L dan daya serap
terhadap kromium rata-rata sebesar 11,15 mg/g berat karbon
aktif biji asam. Pada konsentrasi 700 mg/L hingga 1000 mg/L
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4
4
konsentrasi kromium yang terserap cenderung menurun yaitu
205,35 mg/L dan 173,53 mg/L dengan daya serap karbon aktif
biji asam 10,27mg/g dan 8,68 mg/g. Pada keadaan ini,
kapasitas adsorpsi permukaan karbon aktif biji asam telah
jenuh yakni seluruh permukaan adsorben telah tertutup oleh
kromium sehingga penyerapan pada konsentrasi diatas 500
mg/L cenderung menurun.
3.4 Pengaruh Dosis Adsorben karbon aktif dari biji asam
pada penyerapan Logam kromium
Analisa mengenai pengaruh dosis adsorben karbon aktif
dari biji asam pada penyerapan kromium untuk mengetahui
hubungan pengaruh dosis adsorben dan % Cr(VI) terserap.
Sehingga dapat diketahui dosis yang tepat dari karbon aktif
biji asam yang digunakan untuk penyerapan logam kromium.
Hubungan antara dosis adsorben dengan persentase
kromium(VI) yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada
Gambar 4.
Gambar 4. grafik hubungan antara dosis adsorben dengan
persentase kromium yang terserap. Kondisi proses: waktu
kontak 60 menit, dan konsentrasi kromium 500 mg/L
Persentase kromium yang terserap masing-masing
57,183%; 67,18%; dan 95,773% dengan jumlah adsorben dari
0,25; 0,5 dan 0,75 gram. Semakin besar dosis karbon aktif biji
asam yang digunakan, maka persentase penyerapannya
terhadap ion logam kromium semakin besar. Bertambahnya
massa karbon aktif biji asam sebanding dengan bertambahnya
jumlah partikel dan luas permukaan karbon aktif biji asam
sehingga menyebabkan jumlah tempat mengikat ion logam
juga bertambah dan %Cr terserap juga meningkat [12].
Pada penelitian ini belum didapat dosis yang optimal untuk
penyerapan kromium sebab percobaan hanya dilakukan tiga
variabel yang datanya belum menghasilkan grafik yang linier.
Dosis adsorben 20 g/L juga diujikan pada limbah tanning
penyamakan kulit dengan kadar Cr pada limbah sebesar 500
mg/L. Persentase Cr yang terserap pada limbah tanning
sebesar 21,171 %. Persentase Cr yang terserap pada limbah
tanning lebih rendah dari pada larutan limbah sintetik dengan
jumlah dosis dan konsentrasi yang sama, hal ini dimungkinkan
karena adanya kompetitor dari logam lain yang ada dalam
limbah tanning penyamakan kulit. Rujukan [13]
menyebutkan bahwa limbah cair industri penyamakan kulit
mengandung amonium, sulfida, sulfat, klorida,minyak dan
lemak, kromium, logam lain (aluminium, zirconium, dan
kadmium) serta zat terlarut lainnya.
IV. KESIMPULAN
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dari biji asam telah
dilakukan data-data yang diperoleh sebagai berikut : waktu
optimum untuk penyerapan kromium (VI) adalah 60 menit
dengan % Cr terserap sebanyak 88,42%. Konsentrasi optimum
untuk penyerapan kromium dalam larutan adalah 500 mg/L
dengan daya serap sebesar 11,15 mg/g. Dosis adsorben
sebanyak 0,75 gram mampu menyerap kromium sebesar
95,77%. Persentase kromium yang dapat diserap pada limbah
tanning penyamakan kulit adalah sebesar 21,17%. Saran
untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian
menggunakan metode lain dalam penurunan kadar kromium
memanfaatkan metode kolom serta menguji pengaruh logam
lain terhadap penurunan kadar kromium dalam larutan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis S. mengucapkan terima kasih kepada Dra. Ita Ulfin,
MSi, atas bimbingannya sampai terselesainya penelitian ini.
Orang tua yang tiada henti mendukung dan mendoakan anak-
anaknya, Bapak Hamzah Fansuri, M. Si, Ph. D. selaku
koordinator TA serta semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] P. K. Ghosh, “Hexavalent chromium [Cr(VI)] removal by acid modified
waste activated carbonsistallinitas”, Journal of Hazardous Materials,
Vol. 171, (2009) 116–122.
[2] Asmadi, Endro.S dan W.Oktiawan, “Pengurangan chrom (Cr) dalam
limbah cair industri kulit pada proses tannnery menggunakan senyawa
alkali Ca(OH)2, NaOH dan NaHCO3 (studi kasus PT.Trimulyo Kencana
Mas Semarang”, Vol.5, (2009) ISSN: 0216-4140.
[3] S. Gupta, dan B. V Babu, “Utilization of waste product (tamarind seeds)
for the removal of Cr(VI) from aqueous solutions: Equilibrium,
kinetics, and regeneration studies”. Journal of Environmental
Management, Vol. 90, (2009) 3013–3022.
[4] S. Gupta, dan B.V. Babu, “Adsorption of Cr(VI) using activated neem
leaves as an adsorbent: kinetic studies”, Adsorption, Vol.14, (2008) 85–
92.
[5] G. Tan, dan D. Xiao, “Adsorption of cadmium ion from aqueous
solution by ground wheat stems”, Hazardous Materials J., Vol.164,
(2009) 1359–1363.
[6] M. Ikhsan, “Penurunan kadar logam krom dalam limbah elektroplating
biomassa bulu ayam dengan diaktivasi natrium sulfida (Na2S) 0,1 N”,
Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, ITS, Surabaya (2011).
[7] L. Widyaningrum, “Uji efek penurunan kadar glukosa darah ekstrak
etanol 70% daun seledri (Apium graveolens L.) pada kelinci jantan”
(2008), Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta
[8] J.S. Mattson dan H.B Mark, Activated Carbon. Marcel Dekker, New
York, (1971).
[9] I. A. G. Widihati, “Adsorpsi anion Cr(VI) oleh batu pasir teraktivasi
asam dan tersalut Fe2O3” Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, Universitas
Udayana, Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol. 2 (1), (2008) 25-30 ISSN
1907-985025
[10] S. Wahyuni, “Adsorpsi logam Zn(II) pada Zeolit A yang akan disintesis
dari abu dasar batubara P.T Ipmomi Paiton dengan metode batch”,
Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, ITS, Surabaya (2009).
[11] A. Masduqi. dan Slamet A, Satuan Proses: Modul Ajar, Jurusan Teknik
Lingkungan, FTSP ITS, Surabaya ( 2000).
[12] Nurhasni, Hendrawati, N. Saniyyah, “Penyerapan Ion Logam Cd Dan Cr
Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi”, (2010) Program Studi
Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
[13] M. Amanda,”Penetapan kadar kromium pada air reservoir secara
kolorimetri di PDAM Tirtanadi instalansi pengolahan air sunggal”,
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan (2011).