PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI...

46
i PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI TERHADAP KONSEP GEDUNG GEREJA BALE BENGONG DI DESA BONTIHING, BALI UTARA Oleh, Karenda Yucha NIM : 712012071 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas : Teologi Guna memenuhi sebagaian dari persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016

Transcript of PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI...

Page 1: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

i

PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI

TERHADAP KONSEP GEDUNG GEREJA BALE BENGONG DI DESA

BONTIHING, BALI UTARA

Oleh,

Karenda Yucha

NIM : 712012071

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas : Teologi

Guna memenuhi sebagaian dari persyaratan untuk mencapai gelar sarjana

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2016

Page 2: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

ii

Page 3: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

iii

Page 4: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

iv

PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI

TERHADAP KONSEP GEDUNG GEREJA BALE BENGONG DI DESA

BONTIHING, BALI UTARA

Oleh,

Karenda Yucha

NIM : 712012071

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas : Teologi

Guna memenuhi sebagaian dari persyaratan untuk mencapai gelar sarjana

dalam bidang Teologi (S.Si Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping

Dr. David Samiyono Pdt. Simon Julianto, M.Si

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Pdt Izak lattu Ph.D Pdt. Dr. Retnowati

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2016

Page 5: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Karenda Yucha

NIM : 712012071

Program Studi : Teologi

Fakultas : Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, Judul :

Pemahaman Jemaat Kristen Protestan di Bali terhadap

Konsep Gedung Gereja Bale Bengong di Desa Bontihing, Bali Utara

Yang dibimbing oleh :

1. Dr. David Samiyono

2. Pdt. Simon Julianto, M.Si

adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian

tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau

meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya

akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan

pada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga,.................................

Yang memberi pernyataan,

Karenda Yucha

Page 6: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya

yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Karenda Yucha

NIM : 712012071

Program Studi : Teologi

Fakultas : Teologi

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada UKSW Hak bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty free

right) atas karya ilmiah saya berjudul :

Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan di Bali terhadap

Konsep Gedung Gereja Bale Bengong, di Desa Bontihing, Bali Utara

beserta perangkat yang ada.

Dengan hak bebas royaltiy non eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan

data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal :

Yang menyatakan,

...............................................

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. David Samiyono Pdt. Simon Julianto, M.Si

Page 7: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

vii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kiranya pantaslah kami

memanjatkan puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada penulis,

baik kesempatan maupun kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal

ini dengan baik. Penulisan jurnal ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi.

Jurnal yang telah kami buat berjudul “Pemahaman Jemaat Gereja Kristen

Protestan di Bali terhadap Konsep Gedung Gereja Bale Bengong, Bali Utara”.

Jurnal ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak.

Untuk itu sudah sepantasnyalah kami mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besar buat mereka yang telah berjasa membantu penulis selama proses

pembuatan jurnal ini dari awal hingga akhir.

Namun, kami menyadari bahwa jurnal ini masih ada hal-hal yang belum

sempurna dan luput dari perhatian penulis. Baik itu dari bahasa yang digunakan

maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan

kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca

sekalian demi perbaikan jurnal ini kedepannya.

Akhirnya, besar harapan penulis agar kehadiran jurnal ini dapat

memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting

adalah semoga dapat turut serta memajukan ilmu pengetahuan.

Salatiga, Juli 2016

Penulis

Page 8: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

viii

Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan di Bali terhadap

Konsep Gedung Gereja Bale Bengong di Desa Bontihing, Bali Utara

Karenda Yucha (712012071)

Dosen pembimbing:

Dr. David Samiyono

Pdt. Simon Julianto, M.Si

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa alasan

yang melatarbelakangi jemaat BPI (Balai Pembinaan Iman) di Desa Bontihing

menggunakan konsep gedung gereja bale bengong sebagai tempat ibadah.

Penelitian ini dimotivasi oleh fakta bahwa ada sekelompok orang Kristen Bali

masih tetap berusaha untuk mempertahankan komponen-komponen ruang ibadah

dengan cara yang berbeda dari segi penghayatan umat di BPI Bontihing melalui

teologi bangunan gereja bale bengong sebagai tempat peribadatan mereka.

Penelitian ini menerapkan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang

diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi gereja mengenai

pemahaman konsep gedung gereja bale bengong dengan tujuan mendeskripsikan

alasan-alasan yang melatarbelakangi jemaat BPI di Desa Bontihing menggunakan

konsep gedung gereja bale bengong sebagai tempat ibadah. Melalui penelitian ini

akan dihasilkan karya ilmiah yang menjadi sumber pustaka bermanfaat bagi

kalangan intelektual dan warga gereja. Hasil dari penelitian ini adalah Jemaat BPI

Bontihing sampai sekarang tetap mempertahankan Bale Bengong sebagai tempat

untuk beribadah karena bale bengong tersebut merupakan sebuah bangunan

tradisional yang tercipta dari masyarakat pertanian yang sudah tentu itu datang

dari latar belakang jemaatnya. Sesuatu yang timbul kontekstual akan lebih mudah

diterima dan dekat sehingga sangat membantu jemaat BPI Bontihing dalam setiap

penghayatan imannya. Bale bengong masih menjadi jawaban sebagai media

utama dalam berdiskusi untuk membahas hal yang ringan ataupun yang berat

yang terkandung nilai-nilai kebersamaan yang menjadi hal utama dasar hidup

masyarakat pertanian.

Keywords: Arsitektur, Bale, Bengong, Bangunan, Gereja, Ibadah.

Page 9: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

Metode Penelitian.......................................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 6

A. Arsitektur Gereja............................................................................................. 6

1. Pengertian Arsitektur Gereja .................................................................. 6

2. Ibadah – ibadah Jemaat .......................................................................... 6

3. Bentuk – bentuk Arsitektur Gereja......................................................... 7

4. Bagian – bagian Gedung Gereja dan Karakteristiknya ......................... 8

5. Filosofi Bangunan Gereja ...................................................................... 8

6. Fungsi dan Tujuan Bangunan Gereja ..................................................... 9

B. Arsitektur Tradisional Bali ............................................................................. 9

1. Sumber Ajaran dan Konsep Dasar ......................................................... 9

2. Ciri Khas Bangunan Arsitektur Bali .................................................... 10

3. Bale Bengong ....................................................................................... 10

BAB III HASIL PENELITIAN .................................................................................. 12

A. Sejarah Awal Jemaat BPI Bontihing ............................................................ 12

B. Letak Geografis ............................................................................................. 13

C. Balai Pembinaan Iman (BPI) Bontihing ....................................................... 14

D. Tempat Ibadah Umat Kristen Bernuansa Hindu Bali ................................... 16

E. Tanggapan Masyarakat Sekitar ..................................................................... 18

Page 10: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

x

BAB IV BALE BENGONG SEBAGAI SARANA IBADAH JEMAAT

BPI BONTIHING, BALI UTARA .................................................................... 20

A. Jenis Ibadah................................................................................................... 20

B. Bentuk Bangunan Bale Bengong sebagai Tempat Ibadah ............................ 22

C. Kekurangan dan Kelebihan Bale Bengong sebagai Tempat Ibadah ............. 25

BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 28

A. Kesimpulan ................................................................................................... 28

B. Saran.............................................................................................................. 29

Page 11: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

xi

Ucapan Terima Kasih

Puji Syukur Kepada Tuhan Yesus Kristus. Jurnal ini terselesaikan berkat

limpahan rahmat, berkat, serta nafas hidup yang diberikan oleh Tuhan Yesus

Kristus, sehingga jurnal ini berhasil diselesaikan tanpa kurang suatu apapun, yang

mana segala sesuatu telah diberikan oleh Tuhan Yesus sehingga semuanya dapat

terselesaikan dengan baik adanya, dan tidak lupa Penulis juga harus berterimkasih

yang setinggi-tingginya dan sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

Pertama, Ibu Pdt. Retnowati selaku Dekan Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga, ditambah seluruh keluarga besar Civitas

akademika Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, kepada

semua dosen yang telah memberi ilmu kepada Penulis dan Staff TU yang telah

memberikan pelayanan selama proses perkuliahan.

Kedua, Special Thanks, kepada bapak DR. David Samiyono dan Pdt.

Simon Julianto, M.Si, selaku dosen pembimbing atas waktu dan perhatiannya

yang telah diluangkan dalam membimbing Penulis dalam proses penulisan dari

awal hingga akhir jurnal ini.

Ketiga, untuk Pdt. DR. Victor Hamel dan Istrinya Pdt. Tutin Okto Lisa

Djami yang sudah menjadi sumber inspirasi Penulis dalam mengangkat topik

jurnal ini dalam bukunya “Gereja Bale Bengong” dan sudah bersedia menjadi

penasehat dan membimbing Penulis selama proses penulisan jurnal.

Keempat, Ayah dan Ibu Penulis, Ayah; Alm. Kismo Waluyo dan Ibu Luh

Pt. Swastini atas seluruh curahan cinta kasih, keringat, seluruh hasil kerja keras

yang diberikan kepada Penulis, dalam bentuk dukungan materi maupun non-

Page 12: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

xii

materi guna membantu dalam menyelesaikan Pendidikan Penulis selama ini, dan

juga yang telah bersabar dan selalu setia menghadapi setiap tingkah laku Penulis

yang telah diperbuat selama ini perbuatan yang positif maupun negatif.

Kelima, kepada saudari Penulis, Thalia Viranda yang selalu memberi

motivasi dan semangat walaupun jarak dibatasi oleh benua, dikala Penulis dalam

keadaan suntuk maupun lelah, yang selalu memberikan saran, canda tawa dengan

sikap-sikap yang menghibur.

Keenam, kepada Binsar Soritua Panjaitan, selaku pasangan yang selalu

setia mendukung dikala suka dan duka, memberikan motivasi yang tiada henti

agar Penulis dapat bertanggung jawab di dalam setiap proses perkuliahan serta

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

Ketujuh, sahabat-sahabat Penulis; Ananda Letare Situmorang dan Sifra

Paramma yang selalu setia dan tidak lelah untuk bersabar dalam menjalani

persahabatan dengan Penulis serta motivasi-motivasi yang diberikan dalam proses

penulisan skripsi ini.

Kedelapan, seluruh mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga, Khususnya teman-teman angkatan 2012 yang telah banyak

membagi suka duka selama Penulis berkuliah.

Tuhan Memberkati Kita Semua. Amin.

Salatiga, Juli 2016

Karenda Yucha

Page 13: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

1

BAB I

PENDAHULUAN

Orang-orang Israel yang masuk ke tanah Kanaan membiasakan diri

beribadat di kuil-kuil kuno yang sudah ada sejak zaman kuno.1 Ibadat pada zaman

para Patriarkh berlangsung di kuil-kuil Kanaan. Tradisi suasana ibadat tercermin

dalam tradisi kitab Kejadian dengan unsur pertemuan bukan tempat keramat atau

nama ilah yang mereka pakai.2 Menurut keterangan mazhab Imamat, Kemah Suci

atau tempat peribadatan selalu terletak di bagian pertengahan barisan Israel ketika

bertolak dan berjalan yaitu tempat Allah bersekutu dengan Musa serta

menyatakan kehendakNya.

Dalam dokumen E, Kemah Pertemuan bentuknya jauh lebih sederhana

digunakan oleh sembarang orang untuk mencari Tuhan.3 Mezbah yang didirikan

pun boleh berada di tiap-tiap tempat yang ditentukan Allah untuk menjadi tempat

peringatan bagi namaNya.4 Keadaan tempat ibadah sama seperti waktu rasul-rasul

pada abad ke-dua adalah jemaat berkumpul di rumah-rumah anggotanya.

Peribadatan ini nampak sangat berbeda dengan peribadatan di zaman kuno. Pada

abad ketiga keadaan itu berubah. Ibadah jemaat yang dahulu terbuka untuk “dunia

luar” makin lama makin tertutup dan introvert. Bentuk gedung-gedung masih

sederhana dan tidak banyak berbeda dengan bentuk rumah biasa.5

Gedung gereja bukan sekadar tempat berkumpul melainkan “tempat”

kehadiran Tuhan. Beberapa gereja mempertahankan kiblat ke timur (tempat surya

terbit gambaran kebangkitan Tuhan) untuk membantu penghayatan umat akan

Kristus yang telah bangkit. Kiblat sendiri telah dikenal sebelum abad ke – 6 SM

bahwa Bait Allah menghadap ke Timur.6 Tata ruang liturgi dirancang sedemikian

rupa sehingga terdapat “wilayah kehadiran Allah” atau “mandala kehadiran

1 H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuna (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), 17.

2 Rowley, Ibadat Israel Kuna, 29.

3 Rowley, Ibadat Israel Kuna, 38.

4 Rowley, Ibadat Israel Kuna, 39.

5 J. L. Ch. Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertama (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1960),67.

6 Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi : Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2009), 158.

Page 14: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

2

Allah”. Sesuai namanya : temple atau templum yakni ruang kudus tempat

persemayaman Ilahi maka ruang ibadah berfungsi ganda. Pertama ia berfungsi

sebagai tempat keberadaan Ilah dan kedua berfungsi sebagai tempat berkumpul.

Perkumpulan umat adalah hal terpenting dalam ruang litrugi gereja, itulah

sebabnya ada ruang “mahasuci” yang tidak kasat mata di dalam ruang ibadah

yang kasat mata.7 Gereja bukan hanya gedungnya tetapi jemaat atau orang-orang

beriman. Tata ruang dan segala peralatan liturgi haruslah dipertimbangkan agar

tumbuh kesadaran untuk berhimpun. Kesadaran itulah yang membuat sebagian

besar ibadah Kristen membutuhkan komponen-komponen ruang untuk beribadah.

Sekelompok orang Kristen Bali masih tetap berusaha untuk mempertahankan

komponen-komponen ruang ibadah dengan cara yang berbeda. Hal ini dapat

dilihat dari segi penghayatan umat di Bontihing melalui teologi bangunan gereja

bale bengong serta model-model ibadah yang dilakukan, seperti perjamuan kudus

yang menggunakan air kelapa dan ubi sebagai medianya. Tidak terlihat sekat

ruang dalam beribadah dan semuanya membaur menjadi satu. 8

Bale bengong adalah bangunan tradisional Bali yang merupakan bangunan

yang diambil dari corak pedesaan di Bali yang berusaha untuk menjadi selaras

dengan lingkungan. Bale bengong biasanya dibangun hampir seluruhnya dari

bahan organik. Bahan alami seperti jerami atap, tiang bambu, anyaman bambu,

kayu kelapa, kayu jati, dan batu menjadi bahan dasarnya. Atap jerami biasanya

menggunakan ijuk (serat aren hitam), daun kelapa kering atau daun rumbia, atau

atap sirap (shingles kayu keras diatur seperti ubin). Batu dan batu bata merah

digunakan sebagai dasar dan dinding, sementara batu pasir dan batu andesit

biasanya diukir sebagai ornamen.9 Bale bengong yang berbentuk rumah panggung

ini memiliki fungsi sebagai tempat peristirahatan serta bersantai untuk menikmati

suasana sekitar seperti persawahan dan sebagainya yang diletakkan di tempat

7 Rachman, Hari Raya Liturgi, 168.

8 Budi Kasmanto, “Gereja Bale Bengong”, September 26, 2014. Accessed November 12,

2015. Budikasmanto.wordpress.com/tag/bale-bengong/. 9 “Wikipedia”, Balinese Architecture, May 18, 2016, Accessed November 12, 2015.

https://en.wikipedia.org/wiki/Balinese_architecture.

Page 15: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

3

yang tinggi untuk memperluas areal penglihatan.10

Jemaat dari Balai Pembinaan

Iman (BPI) Bontihing masih tetap mempertahankan tradisinya dengan

menggunakan tempat bersantai atau Bale Bengong sebagai tempat untuk

beribadah. Jemaat hadir dalam ruang ibadah bukan hanya untuk saling

mengatakan sesuatu atau apa arti dari sesuatu dalam persekutuan, tetapi melalui

semua komponen ruang ibadah tersebut mereka belajar memahami pesan yang

ditimbulkan oleh bentuk ruang ibadah bagi pertumbuhan spiritualitas mereka.11

Gedung gereja atau ruang ibadah bukan sekedar tempat ibadah, tetapi juga

mengandung kesan kehadiran Allah dan sebagai tempat berkumpul. Hal pokok

yang menjadi perhatian adalah sejauh mana tempat atau ruang yang dipergunakan

mendukung perjumpaan umat dengan Tuhan dan dengan sesamanya. Dewasa ini

sudah menjadi kebiasaan bagi orang Kristen untuk beribadah di gedung gereja

atau gedung-gedung yang besar. Penulis ingin mengetahui apa saja yang

melatarbelakangi alasan jemaat BPI di Desa Bontihing ini untuk mempertahankan

tradisi peribadatan mereka setiap minggunya di bale bengong serta menggunakan

konsep gedung gereja dalam bentuk bale bengong.

Maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Apa alasan yang melatarbelakangi Jemaat BPI di Desa Bontihing

menggunakan Konsep Gedung Gereja Bale Bengong sebagai tempat

ibadah?

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi Gereja

tentang pemahaman mengenai konsep gedung gereja Bale Bengong. Sehingga

tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mendeskripsikan alasan - alasan yang melatarbelakangi GKPB di Desa

Bontihing ini menggunakan Konsep Gedung Gereja Bale Bengong sebagai

tempat ibadah.

10

Bali Dwipa Jaya, “Anjungan Bali” September 2016, Accessed November 13,2015.

http://anjungantmii.com/bali/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=1. 11

Victor Hamel, Gereja Bale Bengong (Bali : Samaritan, 2009), 1

Page 16: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

4

Melalui penelitian ini akan dihasilkan karya ilmiah yang diharapkan dapat

menjadi sumber pustaka yang bermanfaat bagi kalangan intelektual dan warga

Gereja. Manfaat dari penelitian ini adalah:

Memahami makna bergereja dalam konteks umat kristiani di Gereja

Kristen Protestan di Bali pada masa kini melalui Gereja Bale Bengong.

Mengajak umat Kristiani di Gereja Kristen Protestan di Bali untuk

memahami nilai-nilai kontekstual yang sangat kaya makna dan simbol,

khususnya dalam konteks membangun relasi gereja dan masyarakat di

Bali.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat judul :

“Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan di Bali terhadap

Konsep Gedung Gereja Bale Bengong di Desa Bontihing, Bali Utara.”

Metode Penelitian.

Pendekatan kualitatif yang digunakan berdasarkan pada rumusan-rumusan

yang muncul untuk melakukan eksplorasi dalam memahami dan menjelaskan

masalah-masalah yang menjadi fokus penelitian. Pengumpulan data melalui

wawancara terhadap Pendeta, majelis dan beberapa anggota jemaat. Orang-orang

di sekitar lingkungan penelitian dipercaya dapat membantu lebih dalam untuk

menggali informasi. Sebelum melakukan wawancara di lapangan, penulis

mempersiapkan daftar pertanyaan. Peneliti melakukan penelitian di Desa

Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali Utara. Informan

kunci dalam penelitian ini adalah pendeta jemaat BPI Desa Bontihing. Unit

amatan dalam penelitian ini ialah BPI Bontihing, Bali Utara sedangkan unit

analisa ialah pendeta jemaat BPI Bontihing, Bali Utara. Sumber data utama adalah

informasi verbal yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pendeta

jemaat BPI Bontihing, Bali Utara. Sumber ini dilengkapi dengan data fisik berupa

data yang didokumentasikan. Data sekunder seperti dokumen-dokumen akan

diperoleh melalui dokumen-dokumen gereja, wawancara beberapa dari warga

jemaat di BPI Bontihing Bali Utara serta tulisan-tulisan tentang topik yang diteliti.

Page 17: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Arsitektur Gereja

1. Pengertian Arsitektur Gereja

Gereja adalah rumah Allah. Dalam rumah itu Allah berkenan hadir

diantara umatNya yang sedang berkumpul untuk memuji dan bersyukur

kepadaNya. Pengertian gereja disini adalah „gedung gereja‟. Arsitektur

gereja adalah seni pertukangan yang menampilkan gaya tertentu dari

bangunan gedung gereja, dimana pertimbangan pertama ditinjau dari

tujuan dibangunnya gedung itu, yaitu untuk ibadah.12

Sebuah rancangan

yang matang sangat diperlukan agar gereja memperhitungkan aspek-

aspeknya; teologis, filosofis dan fisiknya. Ada beberapa gaya arsitektur

gereja yaitu Gothic, Romawi, Renaissance, dan macam-macam gaya

setempat.13

2. Ibadah - ibadah Jemaat

Jemaat berkumpul untuk beribadah di rumah anggota jemaat, tetapi

ketika jemaat makin bertambah besar tidak mungkin lagi berkumpul

secara informal.14

Orang-orang Kristen kuno sering bertemu dalam rumah-

rumah pribadi anggota persekutuan yang kaya. Perasaan kekeluargaan dan

kedekatan pada abad pertengahan telah hilang ketika ibadah kristen sudah

tidak di rumah dan menjadi ibadah publik.15

Pada abad ini memperlihatkan

perkembangan tipe-tipe gereja seperti gereja peziarah, gereja yang

dipimpin dewan pejabat gereja, katedral, gereja pemberita dan gereja

jemaat.16

Kekristenan pada abad ke-empat beribadah di gedung-gedung

12

“Buku Ensiklopedia Dunia”, Arsitektur Gereja, Accessed November 20, 2015.

http://alumnus-alumni.indonesia-info.info/id3/dunia-jurnal-152/ArsitekturGereja_70186_alumnus-

alumni-indonesia-info.html. 13

Imarsana Windhu, Mengenal Ruangan, Perlengkapan, dan Petugas Liturgi (Yogyakarta

: Kanisius, 1997), 11.

14

John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2005), 450.

15

James F.White, Pengantar Ibadah Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009), 87.

16

White, Pengantar Ibadah Kristen, 90.

Page 18: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

6

baru yang menandingi semua kemewahan gedung pengadilan kekaisaran.

Semakin disadari makna pentingnya ruang berkumpul (gathering space)

sebagai suatu ruang liturgis utama yang menentukan. Ruang menandakan

pemisahan sementara persekutuan dari dunia menjadi suatu persekutuan

yang layak memperoleh perhatian saksama.17

3. Bentuk - bentuk Arsitektur Gereja

Pertama adalah Bentuk Basilika yaitu bangunan Romawi untuk

kegiatan seperti pengadilan, perdagangan, dll. Ruang ibadah menyerupai

bahtera yang disebut naos yang menghadap ke timur sebagai pengharapan

kedatangan Mesias.18

Kedua yaitu Romanesque, Romanesque adalah

arsitektur yang berkembang pada tahun 1050 hingga 1200. Gaya

Romanesque lebih menekankan aspek teologis di bagian eksterior. Ciri

yang paling menonjol adalah bangunan yang dilengkapi dengan menara

yang tingginya mencapai 100 meter beratap batu, ruang dalam besar dan

panjangnya mencapai 190 meter. Lalu yang ketiga adalah

Arsitektur Gotik. Cirinya adalah atap dengan apsis setengah lingkaran,

apsis bertudung di jendela dan pintu dibentuk sehingga mempunyai

kuncup seperti bawang. Keempat adalah arsitektur Katedral yaitu karya

seni gereja terbaik dari arsitektur Gotik pada abad ke-12 dengan ciri-ciri

menara tinggi, dinding kaca besar, kubah bergaris dan ditopang oleh

sayap.19

Arsitektur gereja zaman modern yang semakin berkembang

memiliki pertimbangan-pertimbangan: kegunaan, kesederhanaan,

keluwesan, kedekatan dan keindahan. Aspek teologis dikonsep secara

kreatif, konsep teologis filosofis dikembangkan secara baru pula, salah

satunya adalah keterbukaan gereja terhadap dunia luar dan persoalan

sosial.20

17 White, Pengantar Ibadah Kristen, 84.

18

“Center of Encyclopedia”, Arsitektur Gereja, Accessed November 20, 2015. http://stie-

prabumulih.you.web.id/ensiklopedia.php?_i=all&id=70186&_en=ENGLISH.

19

Masao Takenaka, The Place where God Dwells – An Introduction to Church

Architecture in Asia, Christian Conference of Asia 1995, Accessed November 20, 2015. 20

Zahnd. Markus, Pendekatan dalam Seni Arsitektur, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 5.

Page 19: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

7

4. Bagian - bagian Gedung Gereja dan Karakteristiknya

Gereja dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian untuk imam dan

para klerus yang biasa disebut panti imam atau ruang altar (sanctuarium).

Bagian tersebut dianggap bagian yang paling suci sehingga penampilannya

dibedakan dari bagian lain dalam gereja baik dari segi letak maupun

interior dan ornamentasinya. Jemaat dari situ mengikuti perayaan liturgis

dan biasanya tersedia kursi atau bangku untuk mereka.21

Karakteristik

bangunan arsitektural gereja masa Kristen awal antara lain: Denah bentuk

segi empat “simetris”; Bangunan luas menampung jumlah umat yang

besar; Bagian tengah “nave” yang seperti lorong panjang memberikan

pandangan bagi umat ke bagian depan yang berupa portico atau narthex;

Pintu masuk selalu berada di sebelah barat; Orang yang tidak boleh masuk

gereja (karena dosa-dosanya) harus mendengarkan kotbah di bagian

portico; Altar diletakkan di podium bagian timur yang disebut “bema” dan

di belakang ada ruang setengah lingkaran yang disebut “apse” ; Interior

utama yaitu ruang besar di tengah “nave” yang di samping kiri-kanannya

terdapat gang “aisle” yang dibatasi oleh deretan kolom.22

5. Filosofi Bangunan Gereja

Bangunan gereja secara kualitas fisik memengaruhi persepsi

pengguna bangunan gereja tersebut. Sebuah tanda yang memiliki arti yang

sudah dikenal masyarakat secara luas dan telah menjadi tanda dalam

sebuah tradisi yang seolah sudah menjadi simbol khusus. Simbol tersebut

memberikan sinyal untuk “berkomunikasi” dengan individu yang berada

di sekelilingnya. Gereja sebagai simbol umat Allah. Jadi melalui gereja,

Allah dapat berkomunikasi dengan umatnya.23

Gereja dari segi filosofinya

21 “Archdiocese of Medan”, Tata Liturgi di Gereja, Accessed November 21, 2015.

http://archdioceseofmedan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=331%3Atata-

ruang&catid=70%3Akomisi&Itemid=66.

22

“DocSlide”, Makalah Sejarah Early Christian 07, Accessed November 21, 2015.

http://dokumen.tips/documents/makalah-sejarah-early-christian-07.html. 23

Norberg-Schulz, Christian. InJotentions in Architecture. (Cambridge: MIT Press,

1965), 38.

Page 20: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

8

dibangun dengan sangat memerhatikan ruang atau tempat. Ruang liturgis

baik selama perayaan maupun di luar waktu perayaan dipandang secara

simbolik sebagai tempat penyelenggaraan karya keselamatan manusia

sehingga harus dibangun indah dan selaras (Rom 8:19-21).

6. Fungsi dan Tujuan Bangunan Gereja

Gereja dapat menjadi sarana pembangunan rohani yaitu untuk

membangun kerohanian bagi masyarakat di sekitarnya dan menjangkau

jiwa-jiwa bagi kemuliaan nama Tuhan. Bangunan gereja sangat

memengaruhi arsitekturnya untuk menjalankan segala aktivitas keagamaan

maupun ritual atau liturgi yang dijalankan. Setiap umatnya dapat

beribadah karena ruang dan tempat yang membantu jemaat memusatkan

dirinya kepada yang Ilah. Bangunan gereja membantu menetapkan makna

ibadah bagi orang yang berkumpul di dalamnya serta dapat mendiktekan

kemungkinan-kemungkinan terbuka bagi kita dalam bentuk-bentuk dan

gaya-gaya ibadah.24

B. Arsitektur Tradisional Bali

1. Sumber Ajaran dan Konsep Dasar

Arsitektur Tradisional Bali memiliki konsep-konsep dasar dalam

menyusun dan memengaruhi tata ruangnya, diantaranya adalah orientasi

kosmologi atau dikenal dengan Sanga Mandala, keseimbangan kosmologi,

Manik Ring Cecupu, dan hirarki ruang, terdiri atas Tri Loka dan Tri

Angga. Dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala

manusia. Dalam membangun suatu bangunan ada suatu konsep dasar yang

digunakan sebagai pedoman dalam menentukan hirarki ruang dalam

bangunan yaitu konsep Tri Angga.25

Konsep dasar dari Arsitektur

Tradisonal Bali (ATB) yang selalu dipakai pada pembangunan bangunan

24

James F.White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta :BPK Gunung Mulia, 2009), 78. 25

“Academia”, Angga Iswara, “Konsep Tri Angga dan Tri Loka”, Accessed November

22, 2015. https://www.academia.edu/9985141/Konsepsi_Tri_Angga_dan_Tri_Loka.

Page 21: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

9

Bali26

adalah Tri Loka atau Tri Angga (umum-semiprivate-private) pada

bangunan rumah tradisional Bali dan Nawa Sanga untuk rumah tradisional

Bali (Puri). Pandangan tradisi adat Bali, bangunan adalah wadah dari

manusia dan merupakan penghubung antara manusia dan alam semesta.

Arsitektur tradisional Bali berusaha mendekati alam dengan cara

mengikuti bentuk alam lingkungannya.27

2. Ciri Khas Bangunan Arsitektur Bali

Hampir semua bangunan bernuansa Bali memperlihatkan material

yang kental dengan nuansa alami. Ciri khas arsitektur Bali adalah harmoni

dengan alam. Arsitektur harmoni ini merupakan karakter dan inheren

sebagai watak dasar arsitektur Bali. Kedatangan Majapahit meninggalkan

kebudayaan di Bali berupa teknik pahatan di batu dan digunakan sebagai

pura atau tempat ibadah orang Hindu. Gaya arsitektur Bali dibuat dengan

konsep Tri Angga yang merupakan konsep keseimbangan yang

memperlihatkan tiga tingkatan yaitu: Utama atau kepala, diwujudkan

dalam bentuk atap, yaitu, genteng, Madya atau badan, diwujudkan dalam

bentuk bangunan dinding, jendela dan pintu, dan nista atau kaki,

diwujudkan dengan pondasi rumah sebagai penyangga.28

3. Bale Bengong

Bale bengong adalah salah satu rumah tradisional Bali. Nama ini

berasal dari kata “bale” yang berarti tempat atau ruang dan “bengong”

yang berarti melamun atau bersantai. Fungsi bale bengong adalah tempat

26

Ngeblog belogan, Konsep Arsitektur Tradisional Bali, November 18, 2011. Accessed

November 22, 2015. http://ngeblogbelogan.blogspot.co.id/. 27

R. Irawan Surasetja, Drs., Teori-teori Arsitektur Dunia Timur Bahan Ajar: ARS 546 -

Teori Perencanaan dan Perancangan II – ARS 546 – 2000/2001, Oleh: Program Studi Arsitektur

Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan – FPTK – UPI, Accessed November 23, 2015. 27

“Lamudi”, Tiga Ciri Khas Arsitektur di Bali, July 28, 2014. Accessed November 22,

2015. http://www.lamudi.co.id/journal/3-ciri-khas-arsitektur-di-bali/.

Page 22: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

10

untuk bersantai. Bangunan ini juga bisa jadi tempat pertemuan keluarga.

Orang luar bali biasanya menyebut bale bengong dengan sebutan “gazebo”

atau “saung” yang biasanya dimiliki dari kalangan mampu dan

mempunyai rumah dengan halaman cukup luas. Banyak rumah makan

yang menempatkan bale bengong sebagai elemen eksterior utama.29

Bale bengong ini menjadi bagian dari gaya arsitektur Bali.

Tentunya bale bengong bersifat permanen yang juga berfungsi sebagai

ruang informal, tempat bersantai, dan beristirahat sambil menghirup udara

segar serta melihat taman disekeliling. Dari dulu hingga saat ini, bale

bengong digunakan sebagai tempat untuk mengeringkan atau meletakkan

hasil panen seperti padi sebelum masuk ke lumbung padi saat musim

panen tiba. Bentuk utama dari bale bengong sebenarnya adalah rumah

kecil terbuka dan dibangun di area yang juga terbuka atau dalam hal ini di

halaman rumah. Letaknya yang terpisah dari bangunan rumah induk,

menjadikan bale bengong tampak kian indah. Struktur utamanya juga

terletak pada kolom yang mendukung bagian atapnya. Jumlah tiang yang

terbuat dari kayu umumnya berjumlah empat, namun ada pula yang lebih

(hal ini tergantung dari ukuran bangunan). Alang-alang dan sirap

merupakan bahan yang biasa dijadikan atapnya.30

29 “JeparaGazebo”, harison1975, “Bale Bengong”, February 23, 2014. Accessed

November 22, 2015. http://www.jeparagazebo.com/bale-bengong/. 30

“Rumahku.com”, Weni Kusuma, “Inspirasi Bale Bengong, Gazebo Ala Bali”, March

22, 2013. Accessed November 23, 2015. http://www.rumahku.com/berita/read/inspirasi-bale-

bengong-gazebo-ala-bali-39455#.V3nkANJ97IU.

Page 23: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

11

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Awal Jemaat BPI Bontihing

Konsep bale bengong sebagai tempat ibadah dimulai dari Pdt.

Victor Hamel yang menyoroti faktor internal di dalam tubuh GKPB, ia

mengungkapkan gagasan melalui konsep model gereja bale bengong dapat

direfleksikan untuk pengembangan dan pematangan gereja di GKPB

sehingga gereja sinodal menyadari kembali nilai kontekstual di GKPB.31

Sejak awal berdiri hingga sekarang, jemaat BPI Bontihing masih menjadi

bagian gereja induk GKPB Bungkulan di Singaraja dengan pendeta

pertama Bapak Pdt. Alit yang terdiri dari satu KK (kepala keluarga) yaitu

Bapak Budiada, Istri, dan ketiga anaknya. Pendeta kedua adalah Pdt.

Saljuni dan digantikan oleh Pdt. Victor Hamel.

Pdt. Victor Hamel mengusulkan bale bengong menjadi tempat

beribadah dimana jemaatnya dapat berbincang-bincang secara santai

sambil minum kopi dan makan kue serta bertukar pikiran tentang hal

rohani. Selain dari usul Pdt.Victor Hamel yang saat itu menjadi gembala

jemaat, BPI Bontihing dimulai dari keluarga Bapak Budiada dan istrinya

Ibu Sukranada. Beliau memulai untuk beribadah di bale bengong karena

saat itu infrastruktur menuju gereja induk yaitu GKPB Bungkulan sungguh

memakan waktu yang cukup lama di setiap ibadahnya. Agar tetap dapat

beribadah, beliau dan sang istri setiap minggunya dilayani oleh gembala

jemaat di bale bengong tersebut. Bale bengong tempat dimana Jemaat BPI

Bontihing beribadah, didirikan diatas tanah warisan kepemilikan Bapak

Budiada. Warga sekitar masuk menjadi umat Kristen dan Jemaat BPI

Bontihing bertumbuh menjadi tiga belas Kepala Keluarga (KK). Kepala

Keluarga ini terdiri dari Bapak Budiada, tiga orang anaknya yang sudah

mempunyai anak dan istri, dan sisanya yaitu warga sekitar yang baru

masuk menjadi Kristen. Adat dan istiadat di desa Bontihing sangatlah

31

Victor Hamel, Gereja Bale bengong, vii.

Page 24: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

12

kental, tidak memerlukan waktu lama beberapa jemaat mulai berpindah

gereja di Kemah Injil, Gereja Karismatik dan bahkan pindah ke kembali ke

agama asal mereka yaitu Hindu. Mereka berpindah dari jemaat BPI

Bontihing ini karena beberapa alasan, yaitu lebih tertarik akan gereja-

gereja Karismatik yang notabene sarana dan prasarana lebih memadai dan

ada juga karena adat dan istiadatnya yang sangat kental akan Hindu,

seorang yang berpindah agama dari Hindu ke Kristen tidak akan mendapat

warisan dan bahkan dapat diusir dari keluarga.

Bapak Budiada mengatakan, “Kalau disini adat istiadatnya

sangatlah kuat. Warga yang berpindah agama misalnya dari Hindu ke

Kristen ataupun ke agama lain akan diusir dari rumah bahkan dikeluarkan

dari keanggotaan keluarga dan tidak mendapatkan warisan. Persoalan

ekonomi membuat jemaat kembali kepada kepercayaan awal dan

meninggalkan gereja.”32

Ibu Sukranada menambahkan bahwa “Memang awalnya jemaat

disini sejumlah tiga belas KK namun dengan berpindahnya beberapa KK

ke gereja lain ataupun balik lagi ke Hindu, tersisalah empat KK yaitu, saya

dan suami saya, serta ketiga anak saya yang sekarang sudah

berkeluarga”.33

B. Letak Geografis

Jemaat BPI Bontihing terletak di desa Bontihing, Kecamatan

Kubutambahan, Kabupaten daerah tingkat II Buleleng. Desa Bontihing

yang merupakan salah satu desa di kabupaten Buleleng memiliki wilayah

yang mencapai ketinggian 500 meter dari atas permukaan laut yang terdiri

dari persawahan, tegalan dan pekarangan. Sebagian besar penduduk desa

bermata pencaharian sebagai buruh, petani, pedagang, dan sebagian

kecilnya sebagai pegawai negeri. Letak dan batas desa adalah di sebelah

utara Desa Tamblang / Tukad Aya, timur yaitu Desa Mengening / Tukad

32

Hasil Wawancara dengan Gede Budiada, tanggal 15 Desember 2015. 33

Hasil Wawancara dengan Sukranada, tanggal 16 Desember 2015.

Page 25: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

13

Aya, di sebelah selatan Desa Pakisan, dan barat yaitu Desa Bebetin,

Kecamatan Sawang. Desa dengan mayoritas Hindu ini memiliki tempat

suci yang diberi nama Pura Balai Timbang (Balai Peparuman Agung) yang

dimanfaatkan sebagai Balai Desa Pakraman Bontihing.34

Gambar 4. Peta Desa Bontihing, Kec.Kubutambahan, Kab. Buleleng

Sumber : http://baliwunderbar.agenproperti.com/390052

C. Balai Pembinaan Iman (BPI) Bontihing

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan

Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB)35

dan Pendirian Rumah Ibadah menyatakan bahwa jumlah

dukungan masyarakat setempat sedikitnya 60 orang yang disahkan oleh

lurah/kepala desa. Jemaat BPI Bontihing ternyata belum dapat memenuhi

syarat dari pemerintah, maka dari itu didirikanlah Balai Pembinaan Iman

yang sudah diizinkan oleh kepala Desa Bontihing. Ibadah dilaksanakan

setiap hari Minggu dari pukul 12.00 WITA sampai selesai yang dipimpin

oleh Pendeta dari GKPB Bungkulan, Pdt. Gede Victor yang dihadiri hanya

tiga sampai lima orang saja pada hari biasa yaitu Bapak/Ibu Budiada, dan

dua orang majelis. Tata Ibadah mengikuti liturgi seperti ibadah di gedung

34 “Website Resmi Pemerintah Kab.Buleleng Kecamatan Kubutambahan”, Accessed

Desember 24, 2015. http://kubutambahan.bulelengkab.go.id/index.php/page/208/Desa-Bontihing. 35

Paulus Masarrang Tangke, “Pendirian Rumah Ibadah”, Accessed Desember 24, 2015.

https://paulusmtangke.wordpress.com/pendirian-rumah-ibadah/.

Page 26: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

14

gereja. Altarnya hanya berupa meja yang berisikan pot bunga dan lilin.

Tempat Alkitabnya pun terbilang unik karena tergantung seperti

pelangkiran atau tempat sembahyang umat Hindu.

Gambar 5. Suasana Ibadah di BPI Bontihing

Sumber : Dokumen Pribadi

Ibadah akan lebih ramai ketika ketiga anak Bapak Budiada dan

keluarganya pulang dari Denpasar. Mereka pulang untuk bergabung dan

beribadah bersama di bale bengong pada hari raya seperti Natal dan

Pentakosta. Ibadah perayaan Natal diadakan selama dua hari. Hari

pertama khusus mengundang warga setempat sekitar BPI Bontihing dan

hari kedua mengundang seluruh jemaat GKPB Bungkulan dan GKPB

Sabda Bayu Singaraja. Jemaat yang hadir akan bertambah banyak saat itu,

maka diperlukan penambahan beberapa kursi di sekitar bale bengong.

Warga sekitar ataupun jemaat lain datang memenuhi bale bengong ini dan

rombongan Sinode GKPBpun biasanya ikut serta dalam ibadah tersebut.

Gambar 6. Tempat Alkitab

Sumber : Dokumen Pribadi

Page 27: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

15

D. Tempat Ibadah Umat Kristen bernuansa Hindu Bali

Arsitektur Tradisional Bali telah ada sejak zaman dahulu yang

diwariskan sebagai landasan dalam membangun sebuah hunian yang

berfilosofi tinggi.36

Filosofi arsitektur Bali dapat terpancar karena bale

bengong merupakan simbol raja yang sedang berkuasa. Raja memanggil

rakyat untuk bertanya situasi dan kondisi wilayah tempat tinggalnya

maupun peristiwa temporer yang dijumpainya di perjalanan melalui bale

bengong.37

BPI Bontihing menggunakan bale bengong mencoba untuk

mengungkapkan sisi tempat bersantai menjadi tempat untuk beribadah dan

merenungi firman Tuhan yang lekat dengan alam. Beribadah di bale

bengong dengan suasana yang terbuka tanpa sekat dan batas membuat

interaksi antar jemaat semakin hangat.

Dalam Hindu, khususnya di Bali ada yang disebut pelangkiran.

Pelangkiran berasal dari kata “langkir” artinya tempat memuja.

Pelangkiran letaknya di atas tempat tidur untuk menstanakan

Bhatara/Dewa yang ingin dipuja.38

Jemaat BPI Bontihing menggunakan

pelangkiran sebagai tempat menaruh Alkitab yang letaknya juga diatas

kepala. Prabu/kepala dianggap suci oleh umat Hindu Bali. Alkitab berada

diatas kepala itu berarti Alkitab tersebut disucikan sebagai pedoman

menjalani kehidupan.

Salah satu kelengkapan sarana ibadah Jemaat BPI Bontihing juga

adalah gebogan, yaitu sebuah tatakan beralas datar sebagai tempat untuk

mempersembahkan hasil bumi. Gebogan digunakan sebagai simbol ucapan

terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jemaat BPI Bontihing

menggunakan gebogan sebagai tempat lilin.39

Makna atau filosofi banten

36

“Academia”, Olin Blegur, “Rumah Tradisional Bali”, Accessed Desember 27, 2015.

https://www.academia.edu/15357928/Rumah_Tradisional_Bali. 37

Olin Blegur, “Rumah Tradisional Bali”, 38

“InputBali”, Mengetahui Makna dan Fungsi Pelangkiran, May 15, 2015. Accesed

Desember 29, 2015. http://inputbali.com/budaya-bali/mengetahui-makna-dan-fungsi-fungsi-

pelangkiran. 39

Wayan Tarna, “Makna Gebokan Bagi Umat Hindu”, October 9, 2014. Accessed

Februari 14, 2015. http://wayantarne.blogspot.co.id/2014/10/makna-gebokan-bagi-umat-

hindu.html.

Page 28: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

16

gebogan terlihat dari bentuknya yang menjulang lancip dan di atasnya

diletakkan canang dan sampiyan sebagai wujud persembahan dan bhakti

ke hadapan Tuhan.40

Gambar 7. Suasana Perayaan Natal di BPI Bontihing

Sumber : https://www.facebook.com/groups/768474919950260/?fref=ts

BPI Bontihing menggunakan gebogan sebagai tempat lilin dengan

makna bahwa lilin yang menyala membuat kita memahami rasa syukur

kita karena telah dipilih Allah sebagai terang dunia. Lilin sebagai penerang

melambangkan doa yang kita persembahkan kepada Tuhan melalui iman.

Kita memohon kepada Tuhan dalam doa dengan terang iman atau kita

mohon bantuan Roh Kudus agar berdoa bersama kita kepada Tuhan. Tata

musiknya juga berbeda, tidak seperti di gedung gereja terdapat beberapa

perangkat alat musik. Alat musik bukan saja menjadi kesaksian tetapi

menjadi sarana untuk menyampaikan kesaksian dalam pertumbuhan

rohani. BPI Bontihing tidak menggunakan piano, gitar, maupun drum,

tetapi serulinglah yang menjadi alat musik pengiring jalannya ibadah. Bagi

umat Hindu seruling adalah salah satu alat yang dimainkan oleh Dewa

Krisna yaitu sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling.41

40

“InputBali”, Makna Adanya Gebogan dalam Tradisi Hindu di Bali, January 20, 2016.

Accessed February 20, 2016. http://inputbali.com/budaya-bali/makna-adanya-gebogan-dalam-

tradisi-hindu-di-bali. 41

Aksamala, “Krishna Sebagai Avatara Wisnu (Sebuah Sejarah Singkat) April 22, 2014.

Accessed March 4, 2016. https://aksamala.wordpress.com/2014/04/22/krishna-sebagai-avatara-

wisnu-sebuah-sejarah-singkat/.

Page 29: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

17

BPI Bontihing ini terbilang sangat unik karena walaupun sudah

“meninggalkan” agama lamanya namun bukan berarti telah

“meninggalkan” budayanya. Mereka masih tetap mempertahankan

identitas budaya Bali, misalnya liturgi dalam ibadahnya, arsitektur

bangunannya, pakaian ataupun sarana yang digunakan dalam ibadah. Hal

ini dipertahankan karena mereka terbilang masih nyaman dengan

kebiasaan tersebut. Sehingga keKristenan yang mereka kenal adalah

keKristenan yang dekat dengan mereka bukan keKristenan yang jauh yang

datang dari budaya barat.

E. Tanggapan Masyarakat Sekitar

Desa adat Bontihing sangat menjunjung tinggi adat istiadatnya.

Bahasa utama yang digunakan adalah bahasa Bali dan bahasa kedua

adalah bahasa Indonesia. Sebagian besar warga desa Bontihing memeluk

agama Hindu. Bangunan-bangunan yang ada di desa tersebut sudah

menunjukkan mayoritas warganya adalah seorang Hindu dimana setiap

rumah terdapat sanggah atau tempat ibadah dan beberapa Pura. Tanggapan

dan respon warga sekitar terbilang cukup baik. Letak rumah Bapak

Budiada bersebelahan dengan saudara-saudaranya yang beragama Hindu.

Acap kali ketika Bapak Budiada dan keluarga merayakan hari raya

ataupun ada ibadah di bale bengong, maka keponakan, cucu ataupun anak-

anak sekitaran tempat ibadah ikut serta dan mengambil bagian dalam

jalannya perayaan ataupun ibadah.

Respon yang baik dapat dilihat dari warga desa Bontihing membuat

Jemaat BPI Bontihing mengadakan ibadah perayaan natal khusus untuk

warga sekitar. Antusias warga dapat tercermin dari warga sekitar yang

bergotong-royong memasak untuk acara perayaan Natal ataupun Paskah

dan Pentakosta, membantu membuat pohon Natal dan masih banyak lagi.

Ibadah dan makan bersama diadakan di bale bengong, terkadang orang

yang datang melebihi perkiraan sehingga memerlukan kursi tambahan.

Warga desa Bontihing cukup heran terhadap adanya BPI Bontihing yang

Page 30: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

18

beribadah di bale bengong. Bale bengong hanyalah sebatas tempat

bersantai yang di dalamnya orang bisa bercerita, bercengkerama dalam

kesederajatan terkadang menjadi tempat berkumpul untuk minum tuak,

tetapi orang Kristen malah menjadikannya sebagai tempat ibadah.

Warga sekitar cukup heran namun dapat menerimanya dengan

baik. Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa warga Desa Bontihing

dapat menerima jemaat BPI Bontihing karena budaya. Budaya Bali yang

sangat lekat dengan Hindu Bali di desa Bontihing ditampilkan oleh BPI

Bontihing dalam setiap ibadahnya. Segala aksesoris yang digunakan dan

arsitektur yang ditampilkan dalam kekristenan BPI Bontihing membuat

warga sekitar merasa tidak asing serta bukan menjadi suatu ancaman.

Maka dari itu BPI Bontihing dapat diterima dengan baik karena

mencerminkan keKristenan kontekstual Bali sesuai dengan konteks

budaya setempat.

Page 31: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

19

BAB IV

BALE BENGONG SEBAGAI SARANA IBADAH

JEMAAT BPI BONTIHING, BALI UTARA

Data dari hasil penelitian pada penelitian ini didapatkan melalui

wawancara mendalam yang dilakukan oleh Peneliti pada bulan Desember

2015. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber atau informan,

maka peneliti dapat menganalisis tentang pemahaman jemaat Kristen

Protestan di Bali terhadap konsep gedung gereja bale bengong di desa

Bontihing, Bali Utara yang meliputi :

A. Jenis Ibadah

Kekristenan pada abad ke-empat tidak hanya beribadah di dalam

Yerusalem, Betlehem, dan Konstantinopel saja akan tetapi mereka

beribadah dalam gedung-gedung baru yang megah. Atap ditutup dengan

konstruksi kayu yang sederhana, dimana hal ini merupakan tipikal dari

arsitektur Kristen Lama. 42

Bentuk keseluruhan secara skyline adalah

horisontal dan sederhana. Pemakaian metode konstruksi dari Romawi

yaitu beton/batu. Dari konstruksi ruang tempat ibadah jemaat Kristen

awal, jenis ibadah yang digunakan menggunakan liturgi yang sangat

teratur dan tertata rapi memberi kesan eksklusif dan tertutup. Sangat

berbeda halnya dengan Jemaat BPI Bontihing. Pengaruh arsitektur

Romawi tidak terlihat pada tempat ibadah yaitu di bale bengong. Ibadah

yang terlaksana sangatlah santai, terbuka dengan alam, memberi ruang

untuk siapa saja dapat melihat dan mengikuti ibadah. Dalam hal ini,

sumber ajaran dan konsep dasar arsitektur Bali sangat berpengaruh

terhadap konsep gedung gereja di bale bengong sebagai tempat untuk

beribadah bagi jemaat BPI Bontihing.

Pandangan tradisi adat Bali yaitu bangunan adalah wadah dari

manusia dan merupakan penghubung antara manusia dengan alam

42

White, Pengantar Ibadah Kristen, 87.

Page 32: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

20

merupakan dasar pemikiran dari jemaat BPI Bontihing dalam

menggunakan bale bengong sebagai tempat ibadah. Dalam setiap unsur

dari pembangunan bale bengong terbuat dari alam, atapnya terbuat dari

bahan sirap atau dapat juga dari alang-alang, alas lantainya terbuat dari

susunan bata atau beton, pada lapisan permukaan di atasnya diberi bahan

penutup lantai dari keramik atau batu alam. Peredaran dan struktur alam

pada bangunan ini memberi perencanaan bionik ekologik yang merupakan

contoh bangunan manusiawi sekaligus bermanfaat ekologik. Ibadah yang

tercipta di BPI Bontihing terasa sangat santai namun tetap khusyuk.

Sejarah perkembangan pembuatan gedung gereja dari zaman

mazhab imamat, abad mula-mula, pertengahan, jemaat kristen mula-mula,

hingga sekarang, pembuatan gedung gereja semakin hari semakin

terbuka.43

Gereja awalnya adalah tempat yang sangat suci hingga dibagi

menjadi beberapa bagian ruangan hingga BPI Bontihing ini mencoba

untuk mengkontekstualisasikannya melalui bale bengong sebagai tempat

ibadah. Bale bengong tidak ada sekatnya jadi tidak ada terbagi ruangan

sama sekali. Hal yang didiskusikan BPI Bontihing di bale bengong

bukanlah mengenai hal teologi tingkat tinggi, tetapi jemaatnya hidup

tenang di dalam keheningan merenungi Firman serta karya keselamatan

Allah. Berbicara teologi, bangunan bukan saja mengkaji dan memahami

tradisi-tradisi bangunan lokal saja tetapi juga konvesi-konvesi teologi

sebagai sebuah pencerahan baru.44

Orang Kristen awal mula suka untuk menghiasi tempat ibadah

mereka dengan gambar mengenai Yesus, orang-orang kudus, kejadian dari

Alkitab, dan perlambang-perlambang yang lain. Simbol-simbol yang lain

meliputi burung merpati (simbol Roh Kudus), anak domba (simbol

pengorbanan Yesus), pohon anggur beserta ranting-rantingnya (simbol

bahwa orang Kristen harus memiliki hubungan secara pribadi dengan

Yesus) dan masih banyak lagi. Semua ini diambil dari ayat-ayat Alkitab

43

H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuna, 17. 44

Victor Hamel, Gereja Bale Bengong, 4.

Page 33: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

21

Perjanjian Baru.45

Simbol memengaruhi setiap orang yang beribadah di

dalamnya. Simbol tersebut memberikan sinyal untuk “berkomunikasi”

dengan individu yang berada di sekelilingnya. Melalui simbol-simbol

tersebut orang Kristen awal dapat menghayati setiap ibadah.

Jemaat BPI Bontihing masih menggunakan simbol-simbol dalam

peribadatannya, namun simbol yang digunakan tersebut adalah simbol-

simbol yang cenderung bercorak Hindu Bali. Seperti yang telah penulis

paparkan pada bab ketiga, jemaat BPI Bontihing menggunakan simbol-

simbol yang dekat dengan budaya mereka sehingga mempermudah dalam

penghayatan setiap ibadahnya. Ibadah yang terbuka dengan alam, santai

dan tidak terlalu formal adalah salah satu usaha Jemaat BPI Bontihing

dalam mengupayakan jemaat yang tidak bersifat individualistik dan

eksklusif. Sehingga melalui jenis ibadah yang sangat terlihat berbeda

antara jemaat BPI Bontihing dan keKristenan awal, jemaat ini mencoba

untuk menyadarkan kembali nilai-nilai kekontekstualannya yang menjadi

kekuatan utama bergereja, bukan menjadi keKristenan dengan budaya

barat.

B. Bentuk Bangunan Bale Bengong sebagai Tempat Ibadah

Bentuk dasar Arsitektur gereja Kristen Lama mengacu dari bentuk

arsitektur Romawi, seperti pemakaian altar, yang digunakan sebagai

tempat untuk persembahan pada para dewa Romawi dan pada masa

Kristen lama juga dipakai untuk persembahan suci.46

Tata ruang dan

segala peralatan liturgi dipertimbangkan untuk menumbuhkan kesadaran

yang membuat sebagian besar ibadah Kristen membutuhkan komponen-

komponen ruang untuk beribadah. Jemaat BPI Bontihing masih tetap

berusaha untuk mempertahankan komponen-komponen ruang ibadah

dengan cara yang berbeda. Jemaat Kristen awal membagi ruang ibadah

45

Prof.Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak, Konsepku Membangun Bangso

Batak:Manusia, Agama dan Budaya (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), 122. 46

Roby, “Arsitektur Gereja Kristen Lama”, April 14, 2009, Accessed Juni 19, 2016,

http://architecturoby.blogspot.co.id/2009/04/arsitektur-gereja-kristen-lama.html.

Page 34: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

22

seperti ruang altar, ruang kudus dan mahakudus, namun jemaat BPI

Bontihing dengan menggunakan bale bengong sebagai tempat ibadah tidak

membagi ruang dalam tempat ibadah. Tempat Pendeta berkhotbah yang

biasanya dilakukan di mimbar oleh orang Kristen biasanya, bagi jemaat

BPI Bontihing Pendeta dan jemaat duduk di tempat yang sama. Tidak

adanya pembagian ruang dalam tempat ibadah jemaat BPI Bontihing

dalam hal ini ingin mengungkapkan adanya kesetaraan bagi setiap

manusia.

Melalui gereja bale bengong dapat mengindikasikan gereja yang

terbuka, tidak ada batas kaya-miskin, pintar-bodoh, orang yang suci dan

yang maha suci, inklusif tanpa kehilangan identitas, dan tidak ada tinggi-

rendahnya martabat seseorang jika sudah menghadap dan beribadah

kepada Tuhan, sederhana namun penuh dengan misi yang sangat

berpotensi.47

Bale bengong yang digunakan sebagai tempat ibadah bagi

jemaat BPI Bontihing adalah bangunan tradisional Bali dengan corak

pedesaan untuk menjadi selaras dengan lingkungan. Bangunan ini hampir

seluruhnya dari bahan organik. Sangat terlihat berbeda dengan bentuk

bangunan gereja pada biasanya dan gereja orang Kristen awal yang

dimana bahan dasarnya banyak seperti batu dan beton, serta tiang-tiang

yang menjulang tinggi. Dilihat dari bahan-bahan dan bentuk bangunannya,

jemaat BPI Bontihing mencoba untuk mengungkapkan konsep gedung

gereja yang terbuka. Mereka membandingkannya dengan konsep gereja

yang hanya dibuka pada hari-hari tertentu di saat ada kebaktian. Gereja

hanya dibuka pada hari-hari tertentu namun bale bengong mencoba untuk

membantu setiap jemaatnya untuk memahami bahwa bersekutu ataupun

berhimpun di tempat ibadah ini tidak mengenal waktu. Jika ada waktu dan

kesempatan jemaat dapat berkumpul disini untuk saling bertukar pikiran,

berbincang dan beribadah.

Bale bengong mengambil konsep Tri Angga dalam filosofi Hindu

Bali. Pada arsitektur konsep Tri Angga menampakan dirinya dengan jelas,

47

Victor Hamel, Gereja Bale Bengong, 4

Page 35: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

23

yakni rab/atap bangunan adalah kepalanya; pengawak atau badan

bangunan selaku madya angga; serta bebataran merupakan kaki sebagai

nista angga. Konsep Tri Angga digunakan pada bangunan memiliki fungsi

untuk menentukan konsep hierarki ruang yang menghubungkan antara

proporsi sang pemilik bangunan dengan proporsi suatu bangunan agar

terjadi keseimbangan antar proporsi pemilik bangunan dengan bangunan.48

Bentuk bale bengong didasarkan pada alam orang-orang Bali yang terdiri

dari tiga elemen, atap yang menggambarkan alam Tuhan, tiang yang

menggambarkan alam manusia dan dasar menggambarkan dunia bawah.

Melalui konsep ini jemaat BPI Bontihing ingin menyelaraskan

pribadi setiap orang yang datang ke bale bengong dengan bangunannya.

Rap atau atap bangunan sebagai bagian kepala (paling disucikan), maka

pada bagian ini diletakkan tempat Alkitab, dengan keyakinan bahwa

Alkitab dalam hal ini disucikan jadi letaknya pun harus ditempat yang

paling disucikan. Bagian madya angga berupa pengawak atau badan

bangunan yang terletak di bagian tengah, bagian ini adalah tempat dimana

jemaat dapat duduk bersama-sama dengan pendeta. Jika biasanya kita

melihat pendeta mendapat bagian tempat yang lebih tinggi bahkan berdiri

diatas mimbar dan jaraknya terlampau jauh dengan jemaat, di BPI

Bontihing semuanya sama rata. Duduk bersila bersama antara pendeta dan

jemaat. Bagian terakhir yaitu nista angga berupa bebataran yang

merupakan kaki bagi bangunan yang terletak pada bagian bawah. Pada

bagian ini adalah letak alas kaki bagi para jemaat yang duduk diatas bale

bengong untuk beribadah. Tidak menutup kemungkinan pada bagian ini

dapat ditambahkan beberapa kursi ketika jemaat yang hadir dalam ibadah

bertambah banyak, namun bukan berarti jemaat yang duduk diatas bale

bengong berbeda derajatnya dengan jemaat yang hanya duduk di kursi

tambahan.

48

“Academia”, Angga Iswara, “Konsep Tri Angga dan Tri Loka”, Accessed March 18,

2016. https://www.academia.edu/9985141/Konsepsi_Tri_Angga_dan_Tri_Loka

Page 36: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

24

Gedung gereja bukan sekedar tempat berkumpul melainkan

“tempat” kehadiran Tuhan. Beberapa gereja mempertahankan kiblat ke

timur (tempat surya terbit gambaran kebangkitan Tuhan) untuk membantu

penghayatan umat akan Kristus. 49

Bale bengong bagi jemaat BPI

Bontihing sudah tidak memerlukan kiblat lagi dalam penghayatannya akan

Kristus. Mereka mencoba menghayatinya melalui budaya. Selain dari

arsitektur bangunan yang mereka pilih yaitu bale bengong sebagai tempat

ibadah, mereka juga menggunakan beberapa media dalam peribadatan

yang sangat kontekstual dengan budaya mereka dalam menghayati Kristus

dari segi budaya mereka sendiri.

C. Kekurangan dan Kelebihan Bale Bengong sebagai Tempat Ibadah

Gereja adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang percaya

kepada Allah maka gereja memiliki tata cara ibadah dan aturan yang harus

diikuti dan ditaati oleh setiap anggota gereja. Orang-orang percaya

biasanya beribadah di gedung gereja dengan tembok dan tiang yang tinggi

menjulang sedangkan jemaat BPI Bontihing beribadah di bale bengong

yaitu bangunan terbuka pada zaman dulu dimana hanya digunakan dalam

wilayah privat raja dan orang-orang kepercayaannya yakni istana dan

taman kerajaan untuk bersantai menikmati keindahan taman.50

Beribadah

di tempat yang tertutup dan terbuka tentu sangat berbeda. Beribadah di

bale bengong tentu memberikan suasana yang berbeda dengan beribadah

di dalam gedung gereja. Ketika seseorang beribadah di bale bengong akan

mendapatkan pemandangan mata yang berbeda. Bale bengong tersebut

dikelilingi tanaman dan gemericik air untuk menambah keheningan

suasana dalam ibadah. Berbeda dengan beribadah dalam gedung gereja

dimana seseorang disungguhi dengan pemandangan altar dan mimbar yang

memberi kesan komunikasi satu arah dan sangat formal.

49

Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertengahan, 58. 50

Victor Hamel, Gereja Bale Bengong, viii.

Page 37: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

25

Gedung gereja secara umum dibuat dengan gedung yang tinggi dan

tertutup. Hal itu memberi kesan gereja yang eksklusif dan tertutup untuk

umum sehingga tidak semua orang dapat masuk ke dalam gedung gereja

walaupun hanya sekadar melihat arsitektur dan tata ruang gereja.51

Bale

bengong sebagai tempat ibadah menyediakan ruang cukup terbuka untuk

melihat proses jalannya ibadah bahkan ikut serta di dalamnya. Hal ini

memberi kesan bahwa pelayanan gereja yang holistik lebih merakyat

dimana tidak ada kasta diantaranya, tidak ada perbedaan jemaat yang kaya

dan yang miskin, semua dapat duduk bersama dengan sama derajatnya di

bale bengong tersebut.52

Gedung gereja dapat memuat puluhan hingga

ratusan orang dalam waktu sekali ibadah sedangkan bale bengong hanya

dapat memuat beberapa orang saja karena keterbatasan ruang. Ibadah di

BPI Bontihing menyediakan beberapa kursi tambahan yang diletakkan di

sekitaran bale bengong jika orang yang mengikuti ibadah cukup ramai,

seperti halnya ibadah dan perayaan Natal. Tempat yang cukup lapang

dapat mendukung adanya beberapa alat musik sehingga membantu

penghayatan setiap jemaat mengikuti ibadah dalam hal puji-pujian.

Beribadah di bale bengong tidak ada alat musik lengkap yang digunakan,

hanya diiringi tiupan seruling. Ketika hal itu terjadi maka ada ketakutan

jika pada akhirnya gereja akan berada dalam situasi kurang mengenal akan

keberadaan budayanya sendiri. Hal ini terlihat ketika ada usaha untuk

menggunakan alat musik tradisional untuk mengiringi jalannya

peribadatan. Banyak dari anggota jemaat yang pada akhirnya kurang bisa

menikmati atau menghayati ibadah hanya karena tidak terbiasa dengan

musik tradisional yang digunakan.

Cuaca juga sangat mendukung jalannya proses ibadah. Faktor

cuaca seperti hujan, berangin, dan lain-lain juga sangat memengaruhi

kualitas ibadah. Gedung gereja dengan atapnya dapat melindungi dari

hujan dan sebagainya namun di bale bengong hal ini masih mengurangi

51

Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertengahan, 58 52

Victor Hamel, Gereja Bale Bengong, 3.

Page 38: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

26

kenyamanan dalam beribadah, terlihat dari atap bale bengong terbuat dari

alang-alang dan ruangnya sangat kecil hanya berukuran minimal 2x2

meter. Selain cuaca, nyamuk atau serangga dapat menjadi gangguan dalam

beribadah. Bale bengong dengan tempat yang terbuka tersebut memberi

peluang bagi nyamuk dan serangga untuk berkeliaran mengganggu jemaat

dalam beribadah. Beribadah di gereja biasanya menggunakan tata ibadah

atau liturgi yang memudahkan dalam memahami jalannya ibadah. Prosesi

pada awal ibadah seperti pemberian Alkitab pada Pendeta oleh majelis

tidak terjadi ketika beribadah di bale bengong. Dalam hal ini prosesi

tersebut biasanya mendukung jemaat dalam memulai kekhusyukkannya

pada saat ibadah. Jemaat BPI Bontihing tersebut tidak melakukannya

karena jemaat yang beribadah hanya keluarganya saja dan majelis yang

bertugas. Ruang di bale bengong juga tidak memungkinkan terjadinya

prosesi tersebut.

Tanggapan masyarakat akan bale bengong sebagai tempat ibadah

ini memang ada yang pro dan kontra. Seperti beribadah di bale bengong

akan mengurangi kesakralan dalam ibadah, melihat bahwa bale bengong

hanyalah tempat bersantai dan bahkan tak jarang orang-orang desa

menggunakan bale bengong sebagai tempat untuk berkumpul dan minum

tuak.53

Gedung gereja seperti orang Kristen awal dipenuhi dengan patung-

patung dan ornamen-ornamen gerejawi, jemaat BPI Bontihing

menggunakan ornamen-ornamen budaya Bali sebagai media dalam

penghayatan ibadah, hal ini merupakan salah satu upaya kontekstualisasi,

bukan berarti ingin menjadi Kristen yang tidak mau mencintai asal mula

keKristenan (Kristen buadaya barat).

53

Hasil Wawancara Ibu Luh Sukranadi, tanggal 17 Desember 2015.

Page 39: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

27

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengadakan penelitian di BPI Bontihing, Kubu Tambahan

Bali Utara dan menganalisa data maka penulis dapat mengetahui alasan

yang melatarbelakangi Jemaat BPI di Desa Bontihing menggunakan

Konsep Gedung Gereja Bale Bengong sebagai tempat ibadah. Berdasarkan

hasil penelitian yang peneliti lakukan maka kesimpulan secara keseluruhan

sebagai berikut;

Orang Kristen membutuhkan ruang atau tempat untuk berjumpa

(beribadah) dengan Allah. Jemaat BPI Bontihing tetap mempertahankan

bale bengong sebagai tempat ibadah dengan pemahaman bahwa ibadah

dapat dilaksanakan di mana saja, namun harus merupakan tempat yang

direncanakan sedemikian rupa, sehingga jemaat dapat mengetahui tempat

untuk bersekutu. Dari bangunan ala katedral sampai bangunan kandang

ternak dapat menjadi gedung gereja selama ditandai dengan salib. Bale

bengong yang digunakan jemaat BPI Bontihing sebagai sarana peribadatan

tidak mengurangi kesakralan dalam beribadah. Hal yang membuat sakral

bukanlah bangunannya, tetapi kehadiran Tuhan dengan Roh Kudus. Lahan

gereja yang luas dengan lingkungan gereja yang berupa taman. Bukankah

tempat perjumpaan Tuhan dengan manusia pertama kali di taman? Taman

Eden, Getsemani, Arimatea, dsb.

Jemaat BPI Bontihing sampai sekarang tetap mempertahankan bale

bengong sebagai tempat untuk beribadah karena bale bengong tersebut

merupakan sebuah bangunan kreasi lokal dari sebuah komunitas

masyarakat pertanian yang sudah tentu itu datang dari latar belakang

jemaatnya. Sesuatu yang timbul kontekstual akan lebih mudah diterima

dan dekat sehingga sangat membantu jemaat BPI Bontihing dalam setiap

penghayatan imannya. Ketika jemaat BPI Bontihing ini masih dijiwai

kecintaan akan budayanya bale bengong masih menjadi jawaban sebagai

Page 40: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

28

media utama dalam bercakap-cakap untuk membahas hal yang ringan

ataupun yang berat. Di dalam bale bengong tersebut juga terkandung nilai-

nilai kebersamaan yang menjadi hal utama dimana dasar hidup masyarakat

pertanian adalah kebersamaan.

Dalam konteks Indonesia, bangunan terbuka di tengah taman

memberi suasana mistik bersama dengan alam. Zaman ini penuh dengan

rumah dan gedung, tapi apakah bisa beribadah di pinggiran kota bahkan di

bukit dan gunung? Mengingat bahwa gunung juga simbol hebat sebagai

perjumpaan dengan Tuhan, seperti Gunung Sinai dan Bukit Golgota, dan

sebagainya. Gedung tertutup, simbol menara runcing ala barat sangat tidak

cocok dengan budaya Indonesia dan juga bukan ciri khas Indonesia. Bagi

Gereja Kristen Protestan di Bali terdapat banyak alternatif. Salah satunya

adalah Bale bengong.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan

pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan di Bali terhadap konsep

gedung gereja Bale bengong di desa Bontihing, maka penulis memberikan

saran sebagai berikut:

Dalam mempertimbangkan arsitektur ruang dalam membuat tempat

ibadah, rancangan harus tumbuh dari kesadaran bahwa ibadah adalah

kegiatan jemaat yang berhimpun dan bersekutu. Beberapa komponen

ruang liturgis yang semestinya ada di dalam sebuah gedung gereja,

hendaknya memerhatikan aspek keserasian maupun keramahan. Sebab

ruang yang ramah akan mengantar dan memupuk, bukan menghambat

kegiatan manusia. Dengan demikian ruangan dirancang agar

memungkinkan anggota jemaat dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan

ibadah dan merasakan bahwa masing-masing individu (termasuk pelayan)

merupakan bagian dari persekutuan dalam Tubuh Kristus. Gedung gereja

manapun sebaiknya memanfaatkan arsitektur pribumi. Itulah bangunan

yang paling nyaman dalam sejarah hidup suatu komunitas/suku.

Page 41: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

29

Jemaat BPI Bontihing diharapkan dapat terus berkembang melalui

misi yang sangat kontekstual ini. Dari segi ruang bale bengong sebagai

tempat ibadah, dapat diperluas lagi area tempat peribadatannya dengan

tidak mengurangi sedikitpun suasana bale bengongnya. Keadaan seperti

cuaca yang buruk dapat ditanggulangi dengan misalnya menanam pohon

rindang, atau ketika hari raya dapat dipasang tenda tambahan. Gereja

sudah seharusnya menghormati kebiasaan dan budaya yang berbeda-beda.

Sudah seharusnya gereja mampu memilah-milah mana tradisi atau budaya

yang baik dan mana yang tidak untuk diserap ke dalam agama Kristen.

Sehingga melalui budaya penghayatan akan iman seseorang akan dapat

tercapai.

Page 42: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

30

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Christian, Norberg-Schulz. InJotentions in Architecture. Cambridge: MIT Press.

1965.

Forrester, Duncan. B. Encounter With God- An Introduction to Christian Worship

and Practice. Edinburgh: T&T Clark. 1996.

Perencanaan dan Perancangan II – ARS 546 – 2000/2001. Program Studi

Arsitektur Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan – FPTK – UPI.

November 23, 2015.

Simanjuntak, Prof.Dr. Bungaran Antonius. Konsepku Membangun Bangso

Batak:Manusia, Agama dan Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2012.

Surasetja, R. Irawan Drs. Teori-teori Arsitektur Dunia Timur Bahan Ajar: ARS

546 - Teori

Takenaka, Masao. The Place where God Dwells – An Introduction to Church

Architecture in Asia. Christian Conference of Asia, 1995. November 20,

2015.

Buku

Abineno, J.L.Ch. Ibadah Jemaat dalam Perjanjian Baru. Jakarta : Gunung Mulia,

1960.

______________. Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertama. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1960.

______________. Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertengahan. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1965

Page 43: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

31

Drane, John. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.

Hamel, Victor. Gereja Bale Bengong. Bali : Samaritan, 2009.

Huck, Gabe. Liturgi yang Anggun dan Menawan. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Markus, Zahnd. Pendekatan dalam Seni Arsitektur. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Niebuhr, Helmut Richard. Christ and Culture. Harper and Row, 1951

Rachman,Rasid. Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2009.

Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.

Jakarta: GRASINDO, 2006.

Riemer, G. Cermin Injil, Ilmu Liturgi. Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina

Kasih/OMF, 1995.

Rowley, H.H. Ibadat Israel Kuna. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.

Schreiter, Robert J. Rancang Bangunan Teologi Lokal. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2006.

Singgih, E. G. Dari Israel ke Asi : Masalah Hubungan Antara Kontekstualisasi

Teologi dengan Interpretasi Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012

Sitompul, A.A. Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, Suatu Studi Perbandingan.

Pematangsiantar: t.p, 1993.

Soethama, Gde Aryantha. Bali Tikam Bali. The University of Michigan: Arti

Foundation, 2004.

White, James F. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009.

Windhu, Imarsana. Mengenal Ruangan, Perlengkapan, dan Petugas Liturgi.

Yogyakarta: Kanisius, 1997.

Page 44: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

32

Internet

Aksamala. “Krishna Sebagai Avatara Wisnu (Sebuah Sejarah Singkat)”. April 22,

2014. March 4, 2016.

https://aksamala.wordpress.com/2014/04/22/krishna-sebagai-avatara-

wisnu-sebuah-sejarah-singkat/.

Archdiocese of Medan. “Tata Liturgi di Gereja”. November 21, 2015.

http://archdioceseofmedan.or.id/index.php?option=com_content&view=art

icle&id=331%3Atata-ruang&catid=70%3Akomisi&Itemid=66.

Anjungan Bali. 2016. Last Modified November 13, 2015.

http://anjungantmii.com/bali/index.php?option=com_content&view=articl

e&id=1&Itemid=1.

Belogan, Ngeblog. “Konsep Arsitektur Tradisional Bali‟. November 18, 2011.

November 22, 2015. http://ngeblogbelogan.blogspot.co.id/.

Blegur, Olin. “Rumah Tradisional Bali”, Desember 27, 2015.

https://www.academia.edu/15357928/Rumah_Tradisional_Bali.

Budi Kasmanto. “Gereja Bale Bengong”. September 26, 2014. November 12,

2015. https://budikasmanto.wordpress.com/tag/bale-bengong/

Buku Ensiklopedia Dunia. “Arsitektur Gereja”. November 20, 2015.

http://alumnus-alumni.indonesia-info.info/id3/dunia

jurnal152/ArsitekturGereja_70186_alumnus-alumni-indonesia-info.html.

Center of Encyclopedia. “Arsitektur Gereja”. November 20, 2015.

http://stieprabumulih.you.web.id/ensiklopedia.php?_i=all&id=70186&_en

ENGLISH.

DocSlide. “Makalah Sejarah Early Christian”. November 21, 2015.

http://dokumen.tips/documents/makalah-sejarah-early-christian-07.html.

Page 45: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

33

Gazebo, Jepara. “Bale Bengong”. February 23, 2014. November 22, 2015.

http://www.jeparagazebo.com/bale-bengong/.

InputBali. “Mengetahui Makna dan Fungsi Pelangkiran”. May 15, 2015.

Desember 29, 2015. http://inputbali.com/budaya-bali/mengetahui-makna-

dan-fungsi-fungsi-pelangkiran.

Iswara, Angga. “Konsep Tri Angga dan Tri Loka”. November 22, 2015.

https://www.academia.edu/9985141/Konsepsi_Tri_Angga_dan_Tri_Loka.

Kusuma, Weni. “Inspirasi Bale Bengong, Gazebo Ala Bali”, March 22, 2013.

November 23, 2015. http://www.rumahku.com/berita/read/inspirasi-bale-

bengong-gazebo-ala-bali-39455#.V3nkANJ97IU

Lamudi. “3 Ciri Khas Arsitektur di Bali”. July 28, 2014. November 22, 2015.

http://www.lamudi.co.id/journal/3-ciri-khas-arsitektur-di-bali/.

Roby, “Arsitektur Gereja Kristen Lama”. April 14, 2009. Juni 19, 2016,

http://architecturoby.blogspot.co.id/2009/04/arsitektur-gereja-kristen-

lama.html.

Tangke, Paulus Masarrang. “Pendirian Rumah Ibadah”. Desember 24, 2015.

https://paulusmtangke.wordpress.com/pendirian-rumah-ibadah/.

Tarna, Wayan. “Makna Gebokan Bagi Umat Hindu”. October 9, 2014. Februari

14, 2015. http://wayantarne.blogspot.co.id/2014/10/makna-gebokan-bagi-

umat-hindu.html.

“Website Resmi Pemerintah Kab.Buleleng Kecamatan Kubutambahan”.

Desember 24, 2015.

http://kubutambahan.bulelengkab.go.id/index.php/page/208/Desa-

Bontihing

Page 46: PEMAHAMAN JEMAAT GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10504/2/T1_712012071_Full...iv pemahaman jemaat gereja kristen protestan di bali terhadap

34