PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS Garcinia mangostana) DENGAN
Transcript of PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS Garcinia mangostana) DENGAN
PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS(Garcinia mangostana
MUHAMMAD ALWI MUSTAHA
INSTITUT PERTANIAN
PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGISGarcinia mangostana) DENGAN REKAYASA
MEDIA TUMBUH
MUHAMMAD ALWI MUSTAHA
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2012
PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS) DENGAN REKAYASA
MUHAMMAD ALWI MUSTAHA
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBERINFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pemacuan Pertumbuhan BibitManggis (Garcinia mangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh” adalahhasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing dan belumpernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupuntidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkandalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Muhammad Alwi MustahaNRP. A262070111
ABSTRACT
MUHAMMAD ALWI MUSTAHA. Increasing the Growth of Mangosteen(Garcinia mangostana) Seedlings with Growing Media Optimation. Undersupervision of ROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA,and JOKO PITONO.
Mangosteen is slowly growth trees that caused by root systemdevelopment. Mangosteen root system has limited number of lateral roots andeasily disturbed by unfavorable medium environmental conditions such as pooraeration, water availability, and nutrient content. The objective of this study wasto enhance the growth of mangosteen seedlings by modifying media properties.The experiment was conducted in the Plastic house at Centre for Tropical FruitStudies (CETROFS) Bogor Agricultural University, Tajur from January 2009until May 2011. The study consisted of five experiments. The first experimentconducted to study the morphological and physiological characteristics ofmangosteen seedlings that cultivate in drought conditions. Experiment arrangedin a completely randomized block design with three replications. The resultsshown that an increasing the level of drought stress was decreased canopy androot growth include plant height, leaf area, root length, shoot and root dry weightand also root volume. Increasing the level of drought stress also led tosignificantly increased proline content. The second experiment was conducted toobtain the porosity of the media from various sources. The result shown that thelowest porosity in media was 53.48% and the highest was 69.63%, thus thisresearch obtained four porosity ranges e.i.: 51-55%, 56-60%, 61-65% and 66-70%.These criteria then applied as the basis of the experimental treatments for the thirdstudy. The third experiment was conducted to analyses the growth of mangosteenseedlings at different water availability and porosity of the media. The resultshown that watering intervals 6 day + water retaining polymer (WRP) at 61-65%porosity media drive the availability of optimal water and air. It caused anoptimal rate of photosynthesis, stomata conductivity and the highest waterpotential of leaf tissue. The fourth experiment was conducted to study the growthof mangosteen seedlings at different method of fertilizer application and porosityof the media. The result shown that fertilizer application by fertigation in 61-65%porosity media produced the highest growth of root length, root dry weight, shootdry weight and total dry weight. Nutrient uptake of N in the leaf by fertigationapplications was support shoot and root growth higher than the application ofgranular fertilizers and slow release fertilizer. The fifth experiment wasconducted to study mangosteen plant growth in two types of pots containers invarious media porosity. Results shown that the use of woven bamboo potsobtained shoot and root growth higher than the polybag. As the results fromprevious experiments, the porosity of 61-65% seems to consistently produce thehighest shoot and root growth.
Keywords: mangosteen, growing media, porosity, seedlings, watering,fertilization
RINGKASAN
MUHAMMAD ALWI MUSTAHA. Pemacuan Pertumbuhan Bibit Manggis(Garcinia mangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh. Dibimbing olehROEDHY POERWANTO, ANAS DINURROHMAN SUSILA, dan JOKOPITONO.
Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah segar yangdigemari masyarakat Indonesia maupun di dunia dan saat ini menjadi andalanekspor buah segar Indonesia. Permasalahannya adalah pertumbuhannya yanglambat sehingga diperlukan waktu relatif lama hingga bibit siap ditanam di lahan.Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan jumlah akar lateral yang terbatasmenyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan dan pengaruhnyaterlihat dari terhambatnya pertumbuhan dan perubahan morfologi tanaman sertaaktivitas fisiologis. Pemacuan pertumbuhan sangat diperlukan sehingga masapembibitan bisa lebih cepat (1-2 tahun). Penelitian ini bertujuan meningkatkanpertumbuhan bibit manggis dengan rekayasa media tumbuh dan telahdilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika IPB Tajur dari bulanJanuari 2009 hingga Mei 2011. Penelitian terdiri atas lima percobaan. Percobaanpertama bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologipertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan disusundalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Perlakuan simulasi cekamankekeringan dengan lima konsentrasi PEG, yaitu: 0, 5, 10, 15 dan 20%. Hasilpercobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf cekaman kekeringan, makasemakin besar penurunan pertumbuhan tajuk dan akar. Cekaman kekeringanmenurunkan komponen pertumbuhan tajuk yaitu: tinggi tanaman mengalamipenurunan sebesar 10-26%, jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobotkering tajuk (12-27%). Cekaman kekeringan juga menurunkan pertumbuhan akaryaitu: bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-41%) dan volume akar (10-40%). Peningkatan taraf cekaman kekeringan juga menyebabkan peningkatankandungan prolin secara nyata dan taraf cekaman tertinggi (20% PEG)menghasilkan kandungan prolin tertinggi yaitu 3.66 µmol/g berat basah. Hasilpercobaan telah membuktikan bahwa cekaman kekeringan berpengaruh sangatnyata terhadap penurunan laju pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pentingnyapengaturan ketersediaan air untuk menghindari dampak negatif dari cekamankekeringan. Namun pemberian air juga harus mempertimbangkan aspek efisiensipenggunaan air dan hal ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik mediaseperti porositas media. Beberapa pertimbangan tersebut mendasari pelaksanaanpercobaan ketiga sebagai rangkaian dari tahapan penelitian ini.
Percobaan kedua adalah penetapan porositas media berbagai sumber bahanmedia tumbuh. Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium BalaiPenelitian Tanah Sindang Barang, dari bulan Desember 2008 hingga Maret 2009.Terdapat 20 komposisi media dari sumber media berupa tanah, pasir, arang sekampadi dan pupuk kandang kambing. Hasil percobaan menunjukkan porositas mediaterendah adalah 53.48% dan tertinggi adalah 69.63%, sehingga diperoleh empatkisaran porositas yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%, yang selanjutnyadigunakan sebagai perlakuan pada percobaan ketiga, keempat dan kelima.
Percobaan ketiga bertujuan mempelajari pertumbuhan bibit manggis padaberbagai ketersediaan air dan porositas media. Percobaan disusun menggunakanpercobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktorpertama adalah porositas media, terdiri atas empat taraf: 51-55%, 56-60%, 61-65%, dan 66-70%. Faktor kedua adalah interval penyiraman air dan aplikasipolimer penyimpan air (PPA) Alcosorb, terdiri atas 4 taraf: 2 hari + tanpa PPA, 4hari + PPA, 6 hari + PPA dan 8 hari + PPA. Hasil percobaan menunjukkanadanya pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval penyiramanterhadap berbagai aktivitas fisiologis. Interval penyiraman 6 hari + PPA padaporositas media 61-65% mendorong ketersediaan air dan udara secara optimalsehingga menghasilkan laju fotosintesis, daya hantar stomata dan potensial airjaringan daun tertinggi yaitu masing-masing 7.89 µmol CO2/m
2/detik; 0.07µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa sehingga meningkatkan pertumbuhan tajuk danakar. Besarnya gradien potensial air antara jaringan akar dan daun pada porositas61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA, mendorong peningkatan serapanair sehingga menghasilkan pertumbuhan terbaik pada sebagian besar komponenpertumbuhan tajuk dan akar.
Percobaan keempat bertujuan mempelajari pertumbuhan bibit manggispada berbagai aplikasi pemupukan dan porositas media. Percobaan disusunmenggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tigaulangan. Faktor pertama adalah porositas media dan faktor kedua adalah aplikasipemupukan, terdiri atas tiga cara: granular, fertigasi (fertigation) dan slow release.Hasil percobaan menunjukkan porositas media 61-65% dan pemupukan secarafertigasi memberikan pengaruh interaksi terhadap sebagian besar komponenpertumbuhan akar dan tajuk. Aplikasi pemupukan secara fertigasi pada porositasmedia 61-65% menghasilkan pertumbuhan tertinggi terhadap panjang akar (26.83cm), bobot kering akar (10.07 g/tanaman), pertambahan tinggi tanaman (17.90cm), pertambahan lebar kanopi (11.25 cm), pertambahan luas daun 717.60 cm2,bobot kering tajuk (18.33 g/tanaman) dan bobot kering total (28.40 g/tanaman).Serapan hara N dan K daun yang tinggi pada aplikasi pupuk secara fertigasimendorong pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih tinggi dibanding aplikasipupuk granular dan pupuk slow release.
Percobaan kelima bertujuan mempelajari pertumbuhan tanaman manggispada dua jenis pot dan berbagai porositas media. Percobaan disusun menggunakanpercobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktorpertama adalah dua jenis pot yaitu: pot anyaman bambu dan polybag serta faktorkedua adalah porositas media. Hasil percobaan menunjukkan pot anyaman bambumenghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih tinggi dibanding polybag, yangterlihat pada peubah bobot kering (tajuk dan akar), panjang dan volume akar.Seperti hasil percobaan sebelumnya, nampak porositas 61-65% secara konsistenmenghasilkan pertumbuhan tajuk dan akar yang tertinggi. Hasil transplanting kelahan menunjukkan tanaman manggis yang saat pembibitan ditanam pada potanyaman bambu ternyata juga menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggidibanding pada polybag yang nampak dari pertambahan tinggi tanaman (10.79cm) dan pertambahan lebar kanopi (9.19 cm). Perkembangan morfologi akar yangbaik saat pembibitan ternyata mampu menghasilkan pertumbuhan tanaman yangbaik setelah ditanam di lahan.
Berdasarkan keseluruhan percobaan maka disimpulkan bahwa tanamanmanggis terbukti peka terhadap cekaman kekeringan yang diindikasikan daripeningkatan kandungan prolin, perubahan morfologi tajuk dan akar sertapenurunan aktivitas fisiologis sebagai respon peningkatan taraf cekamankekeringan. Untuk menghindari tanaman dari cekaman kekeringan makadibutuhkan ketersediaan air media yang cukup melalui pengaturan penyiramandan nampaknya interval penyiraman air masih dapat dipertahankan sampai 6 hari,asalkan disertai aplikasi PPA. Komposisi media dari berbagai sumber ternyatamemiliki porositas yang bervariasi dan dari semua percobaan diketahui bahwaporositas media 61-65% secara konsisten menghasilkan pertumbuhan tajuk danakar yang terbaik. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pertumbuhanbibit manggis dapat ditingkatkan melalui manajemen media antara lainpenggunaan media dengan porositas 61-65%, aplikasi pemupukan secara fertigasidan penggunaan pot yang beraerasi. Dari penelitian ini diperoleh beberapakomponen teknologi yang dapat disumbangkan untuk perbaikan paket teknologipembibitan manggis, antara lain media pembibitan berbasis porositas, pengaturanpengairan, aplikasi pemupukan dan pengaturan aerasi melalui penggunaan potberaerasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggisdan sekaligus meningkatkan ketersediaan bibit yang berkualitas guna mendukungpengembangan manggis nasional.
Kata Kunci: manggis, media tumbuh, porositas, bibit, penyiraman,pemupukan
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkanatau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atautinjauan masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulisdalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMACUAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS(Garcinia mangostana) DENGAN REKAYASA
MEDIA TUMBUH
MUHAMMAD ALWI MUSTAHA
Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktorpada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2012
Ujian Tertutup:
Hari/Tanggal : Selasa, 12 Juni 2012
Penguji Luar Komisi:
1. Dr. Ir. Sudradjat, MS
2. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Ujian Terbuka:
Hari/Tanggal : Rabu, 18 Juli 2012
Penguji Luar Komisi:
1. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc
2. Dr. Ir. Muhammad Prama Yufdy, MSc
Judul Disertasi : Pemacuan Pertumbuhan Bibit Manggis (Garciniamangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh
Nama : Muhammad Alwi Mustaha
NIM : A262070111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MScKetua
Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi Dr. Ir. Joko Pitono, MScAnggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah PascasarjanaAgronomi dan Hortikultura
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian:18 Juli 2012 Tanggal lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT atas segala karuniah-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Penelitian yang berjudul “Pemacuan Pertumbuhan Bibit Manggis (Garcinia
mangostana) dengan Rekayasa Media Tumbuh” ini berisikan lima percobaan,
yang dimulai sejak persiapan pada bulan Juli 2008 sampai selesai tahapan
penelitian pada bulan Mei 2011. Kelima percobaan ini merupakan satu kesatuan
penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan pertumbuhan bibit
manggis yang diketahui lambat. Oleh karena itu dilakukan perbaikan media
tumbuh berbasis porositas media yang selama ini belum digunakan dalam
penyusunan media tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan
media tumbuh disertai pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik seperti air, unsur
hara dan aerasi dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis. Dengan
demikian hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam perbaikan
teknologi pembibitan yang berdampak positif dalam penyediaan bibit manggis
berkualitas dan sekaligus menunjang program pengembangan manggis nasional.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaan studi, penulis banyak
mendapat bantuan baik dari lembaga atau instansi tertentu maupun perorangan.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi dan Dr. Ir. Joko Pitono, MSc selaku
anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian dan bimbingannya selama
penulis mempersiapkan penelitian sampai penulisan disertasi.
2. Dr. Ir. Adiwirman, MS dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku penguji
luar komisi saat Ujian Kualifikasi Program Doktor yang telah memberikan
saran-saran dan koreksi konstruktif.
3. Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku penguji luar
komisi saat ujian tertutup yang telah memberikan saran-saran dan koreksi
konstruktif.
4. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc dan Dr. Ir. Muhammad Prama Yufdy, MSc
selaku penguji luar komisi saat ujian terbuka yang telah memberikan saran-
saran dan koreksi konstruktif.
5. Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia,
Ketua Komisi Pembinaan Tenaga/Sekretaris Badan Litbang Pertanian, Kepala
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan Kepala
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara atas
kesempatan tugas belajar dan beasiswa yang diberikan untuk mengikuti
pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
6. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, yang telah
mendanai sebagian penelitian disertasi ini melalui Program Riset Unggulan
Strategi Nasional (RUSNAS) Pengembangan Buah-Buahan Unggulan
Indonesia yang dikelola Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Institut
Pertanian Bogor.
7. Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Dekan Fakultas Pertanian dan Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas segala pendidikan dan pelayanan
administrasi.
8. Direktur Utama PT. Antam TBK yang telah memberikan bantuan biaya
penelitian disertasi.
9. Direktur Utama Yayasan Toyota dan Astra, PT. Astra Motor yang telah
memberikan bantuan penulisan disertasi.
10. Kepala Balai Penelitian Tanah dan staf Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah
serta Rumah Kaca Sindang Barang yang telah banyak membantu selama
penulis melaksanakan penelitian.
11. Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah memberikan
bantuan penggunaan laboratorium dan alat penelitian selama melaksanakan
penelitian.
12. Ketua Dewan Redaksi Jurnal Hortikultura, Puslitbang Hortikultura dan staf
yang telah banyak membantu dalam publikasi hasil penelitian.
13. Kepala dan staf Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROF
yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian.
14. Kepala Kebun Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Tajur dan staf yang
banyak membantu selama melaksanakan penelitian.
15. Kepala Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) dan staf yang telah
banyak membantu selama melaksanakan penelitian.
16. Kepada Prof. Dr. Gatot Kartono, MS, Prof. Dr. Subandi, MS, Dr. Sahardi MS,
Dr. Didiek Harnowo, MS, Ir. Amiruddin Syam, MS, Ir. Nur Imah Sidik, MS,
dan Ir. Lukman Hutagalung, MSc, yang telah banyak membimbing dan
mengarahkan penulis sebagai peneliti.
17. Kepada Prof. Dr. Ir. Akib Tuwo dan Dr. Ir. Sarawa Mamma, MS, yang telah
memberikan rekomendasi bagi penulis untuk dapat melanjutkan pendidikan
doktor di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
18. Kepada Dr. Ir. Ai Dariah sebagai peneliti Fisika Tanah pada Balai Besar
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian dan Dr. Ir. Adiwirman atas masukan yang sangat berharga selama
perencanaan dan pelaksanaan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan
lancar.
19. Kepada seluruh rekan kerja di BPTP Sulawesi Tenggara yang telah banyak
membantu selama penulis melakukan tugas belajar.
20. Kepada Mas Joko, Mas Yudi, Mas Bambang dan Mas Agus atas bantuannya
selama penulis menggunakan fasilitas laboratorium di lingkup Departemen
Agronomi dan Hortikultura.
21. Kepada Setiawan, SP yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan
pengamatan fisiologis tanaman di rumah kaca.
22. Kepada seluruh rekan satu bimbingan: Ismadi, Selvi Handayani, Martias,
Desi Hernita, Pardedi, Lutfi Izhar, dan Odit Ferry K., atas bantuan dan
kerjasamanya selama melakukan penelitian sampai penyelesaian studi.
23. Kepada seluruh rekan satu angkatan S3 yaitu: Hermanto, Budi Hartoyo,
Arifah Rahayu, Karlin Agustina, Selvy Handayani, Ismadi, Kartika Ningtyas,
Desi Hernita, Safrizal, Eko Setiawan dan Muhtar atas kerjasama yang sangat
baik dan rasa kekeluargaan yang sangat tinggi selama melaksanakan studi di
Program Studi Agronomi dan Hortikultura.
24. Kepada Keluarga Besar Forum Mahasiswa Pascasarjana (FORSCA)
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor atas
kerjasamanya selama berlangsungnya studi di Program Studi Agronomi dan
Hortikultura.
25. Kepada seluruh rekan petugas belajar Badan Litbang Pertanian atas
kerjasamanya selama berlangsungnya studi di Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
26. Kepada seluruh rekan mahasiswa Pascasarjana asal Sulawesi Selatan dan
Sulawes Tenggara atas kerjasamanya selama berlangsungnya studi di Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
27. Kepada Ayahanda Drs. H. Mustaha Hamang dan Ibunda Hj. Sintang,
Bapak mertua Bahri, AMd dan Ibu mertua Harmina, isteri tercinta
Sashariwati,SP, ananda tersayang Muhammad Shalman Fariz Zashwan Daeng
Mattiro, kakak Ir. H. Muhammad Anwar Mustaha dan adik Ir. Muhammad
Ramli Mustaha serta semua keluarga, saya sampaikan hormat dan ucapan
terima kasih atas semua perhatian, pengertian, dukungan dan doa serta
pengorbanan yang telah diberikan selama melaksanakan tugas belajar ini.
Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu selama studi
dan pelaksanaan penelitian sampai penulisan disertasi.
Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat dalam
pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dan bagi semua pihak yang
membutuhkannya. Amin
Bogor, Juli 2012
Muhammad Alwi Mustaha
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, pada tanggal
22 Juli 1968, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayah Drs. H. Mustaha
Hamang dan Ibu Hj. Sintang. Pendidikan Sarjana Pertanian ditempuh di Jurusan
Agronomi Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 1991.
Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Agronomi Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk
melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
(AGH) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan diperoleh
melalui Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Republik Indonesia.
Penulis diterima bekerja sebagai peneliti pada Sub Balai Penelitian
Hortikultura Jeneponto, Badan Litbang Pertanian pada tahun 1994-1996. Pada
tahun 1996 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara, Badan Litbang Pertanian. Selain
sebagai peneliti, penulis juga aktif membimbing skripsi pada Universitas Haluoleo.
Selama mengikuti program Doktor, penulis menjadi pengurus Forum
Wacana IPB periode 2008/2009 dan sebagai sekretaris pada Forum Wacana
Departemen Agronomi dan Hortikultura (FORSCA) periode 2008/2009. Dalam
kegiatan profesi, penulis menjadi anggota Perhimpunan Hortikultura Indonesia.
Penulis juga menjadi asisten pada Mata Kuliah Hortikultura Lanjut pada Program
Studi Agronomi dan Hortikultura, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
tahun 2009/2010 dan 2010/2011. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul:
Pertumbuhan Bibit Manggis pada Berbagai Interval Penyiraman dan
Porositas Media, pada Jurnal Hortikultura (terakreditasi) Volume 22, Nomor 1,
tahun 2012. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rekomendasi pemupukan manggis per tahun berdasarkan umurtanaman .......................................................................................... 31
2 Rekomendasi pemupukan berdasarkan kondisi status hara N,P,dan K daun ...................................................................................... 32
3 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada berbagai konsentrasi PEG …………………………………. 43
4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rata-rata tinggi tanaman,jumlah dan luas daun pada pada 11 BSP ………………………… 44
5 Pertambahan diameter batang dan lebar kanopi pada berbagaikonsentrasi PEG selama 1 tahun ………………………………… 48
6 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering tajuk dan bobotkering total tanaman pada 11 BSP ……………....………………. 49
7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering akar, panjangakar primer dan volume akar pada 11 BSP ………. 51
8 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rasio tajuk/akar pada 11BSP ………………………………………………………………. 52
9 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap kandungan prolin pada 11BSP ………………………………………………………………. 53
10 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap potensial air daun pada 11BSP ………….…………………………………………………… 55
11 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap laju fotosintesis, lajutranspirasi dan daya hantar stomata pada 11 BSP …….…………. 57
12 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada perlakuancekaman kekeringan ……………………………………………... 59
13 Perlakuan komposisi media dari berbagai sumber media ………. 63
14 Karakteristik fisik dan kimia media tanah Inceptisols Cicadas …. 66
15 Nilai bobot jenis, bobot jenis partikel dan porositas berbagaikomposisi media ……………………………………………….… 68
16 Kisaran porositas media dari berbagai komposisi media tumbuh .. 69
17 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada berbagai porositas media dan interval penyiraman ……….. 82
18 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlahdaun dan luas daun selama 1 tahun …………………………...…. 85
xx
19 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman air terhadaplebar kanopi dan diameter batang ………………………………. 87
20 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap panjang akar primer pada 11 BSP …….. 92
21 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadapvolume akar pada 11 BSP ………….…………………………….. 93
22 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap bobot kering akar, tajuk dan total pada11 BSP …….................................................................................... 97
23 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP …………. 98
24 Kandungan klorofil (a, b, total) dan rasio klorofil a/b padaberbagai porositas media dan interval penyiraman air pada 11BSP ………………………………………………………………. 99
25 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap kandungan prolin daun pada 11 BSP …. 101
26 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap potensial air jaringan dan lajutranspirasi pada 11 BSP …………………………………………. 103
27 Pengaruh interaksi antara porositas media dan intervalpenyiraman air terhadap laju fotosintesis dan daya hantar stomatapada 11 BSP ……………………………………………………... 105
28 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagaiporositas media …………………………………………………... 109
29 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada berbagai aplikasi pemupukan ……………………………… 118
30 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadaptinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan luas daun ……….. 119
31 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasipemupukan terhadap pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopidan luas daun selama 1 tahun …………………………...……… 121
32 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasipemupukan terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering totalpada 11 BSP ……………………………………………………... 122
33 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasipemupukan terhadap panjang akar primer dan bobot kering akar11 BSP …………………………………………………………… 123
34 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadapvolume akar pada 11 BSP ……………………………...………... 123
xxi
35 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap rasiotajuk/akar pada 11 BSP ………………………………………….. 125
36 Kadar N, P dan K daun pada berbagai porositas media danaplikasi pemupukan pada 11 BSP …………………………..…… 126
37 Serapan hara N, P dan K daun pada berbagai porositas media danaplikasi pemupukan pada 11 BSP …….…………………………. 127
38 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagaiaplikasi pemupukan …………………………………………….. 129
39 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubuspada dua jenis pot ………………………………………………... 137
40 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan diameter batang ……… 139
41 Pengaruh interaksi antara jenis pot dan porositas media terhadapluas daun pada 5, 7, 9 BST ……………………………………… 140
42 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan luas daun pada 3 dan 11 BST …………………….. 140
43 Pengaruh jenis pot dan porositas media terhadap pertambahan(tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang danluas daun) ………………………………………………………... 141
44 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobotkering tajuk dan total tanaman ………………………………….. 142
45 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobotkering akar, panjang akar primer dan volume akar ………..……. 144
46 Rasio tajuk/akar pada berbagai jenis pot dan porositas media pada11 BSP ………………………………………………………….... 144
47 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan tinggi tanaman setelah ditanam di lahan …………. 146
48 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan jumlah daun setelah ditanam di lahan ……………. 146
49 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadappertumbuhan lebar kanopi setelah ditanam di lahan ………..…… 147
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian ................................... 15
2 Karakter morfologi berbagai stadia pertumbuhan tunas tanamanmanggis mulai dari trubus awal sampai dormansi ……………….. 41
3 Hubungan peningkatan konsentrasi PEG dengan tinggi tanamanpada 11 BSP ……………………………………………………. 45
4 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada berbagai konsentrasiPEG pada 11 BSP ……………………………………………… 45
5 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan tinggitanaman pada 11 BSP …………..………………………………... 47
6 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan jumlah daunpada 11 BSP ……….……………………………………………... 47
7 Hubungan konsentrasi PEG dengan bobot kering total pada 11BSP ……………………………………………………………….. 49
8 Keragaan akar bibit manggis umur 11 BSP pada berbagaikonsentrasi PEG ………………………………………………….. 51
9 Kerapatan stomata pada berbagai konsentrasi PEG pada11 BSP.Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman ………………………………………………………..…. 58
10 Penurunan kadar air pada berbagai porositas media sampai 8 harisetelah penyiraman ………………………………………..…….... 80
11 Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai interval penyiramanselama 1 tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman …………………………………... 86
12 Pertambahan jumlah daun pada berbagai interval penyiramanselama 1 tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standarderror dari 6 tanaman ………………………………………………. 87
13 Pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai porosita media daninterval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2 = 6 hari +PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman ……………………………… 88
14 Pertumbuhan jumlah daun pada berbagai porosita media daninterval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2 = 6 hari+ PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakanrata-rata ± standard error dari 6 tanaman ……………………… 89
xxiv
15 Pertumbuhan luas daun pada berbagai porositas media daninterval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2 = 6 hari+ PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakanrata-rata ± standard error dari 6 tanaman……………………….... 90
16 Perakaran tanaman pada interval penyiraman 6 hari + PPAdengan berbagai porositas media ………………………………… 92
17 Panjang akar tampak pada berbagai porositas media pada wadahrizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman ……………………………...……. 94
18 Panjang akar tampak pada berbagai interval penyiraman air padawadah rizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman …………………………….. 95
19 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan intervalpenyiraman (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman …………………………………… 106
20 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan bobot keringtotal tanaman dan bobot kering akar pada perlakuan porositasmedia ……………………………………………………………... 107
21 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan dan panjangakar primer (a), pertambahan tinggi tanaman (b) dan pertambahanluas daun (c) pada perlakuan porositas media …………...……….. 108
22 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan N,P, K granular padaporositas 51-55% (A), 56-60% (B), 61-65% (C) dan 66-70% (D)pada 11 BSP …………………………………………………… 120
23 Pertumbuhan tanaman pada porositas media 56-60% dan aplikasipupuk granular (A), soil drench (B) dan slow release (C) 11 BSP 120
24 Keragaan pertumbuhan tanaman pada porositas media 61-65%(A) dan 51-55% (B) dengan aplikasi pupuk secara fertigasi pada11 BSP…………………………………………………………….. 120
25 Keragaan akar tanaman manggis pada berbagai aplikasipemupukan dan porositas media …….…………………………… 124
26 Pengaruh interaksi antara porositas media dengan aplikasipemupukan terhadap kadar P daun ..…………………………… 126
27 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan aplikasipemupukan (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman …………………...………………. 128
28 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 61-65% pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B) … 138
29 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 56-60% pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B) … 138
30 Keragaan akar tanaman manggis pada wadah keranjang anyamanbambu (A) dan polybag (B) pada berbagai porositas media .…….. 143
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur lengkap pengukuran potensial air (Kaufman 1968;Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012) …………………………... 175
2 Prosedur penentuan kandungan prolin daun (Bates et al. 1973) 176
3 Penetapan kandungan klorofil daun (Sims & Gamon 2002) … 177
4 Prosedur pengukuran kadar air pada berbagai porositas media 178
5 Penetapan kandungan N jaringan daun menggunakan metodeSemi mikro-kjedahl …………………………………………... 179
6 Penetapan kandungan P dan K jaringan daun dengan metodePengabuan ............................................................................. 180
7 Rangkuman sidik ragam pertumbuhan tanaman pada berbagaisimulasi cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG .............. 182
8 Rangkuman sidik ragam (F-hit) pengaruh porositas media daninterval penyiraman terhadap pertumbuhan tanaman ............... 183
9 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan bibittanaman pada berbagai media tumbuh dan cara aplikasipemupukan …………………………………………………… 186
10 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanamanpada dua jenis pot dan berbagai porositas media di pembibitanrumah plastik ………………………………………………… 188
11 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanamanpada dua jenis pot dan berbagai porositas media setelahditanam di lahan ……………………………………………. 190
12 Rata-rata suhu udara dan kelembaban udara di dalam rumahplastik Kebun Percobaan Tajur dari bulan Juli 2009 sampaiDesember 2010 ………………………………………………. 191
13 Intensitas radiasi cahaya di dalam rumah plastik dan lahanterbuka di Kebun Percobaan Tajur …………………………… 192
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... xix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... xxv
DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………. xxvii
PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1Latar Belakang ……………………………………………………….. 1Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 8Manfaat Penelitian …………………………………………………… 8Kerangka Pemikiran …..……………………………………………… 9Hipotesis ……………………………………………………………… 13
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………... 17Karakteristik Umum Tanaman Manggis …...………………………… 17Karakteristik Perakaran Tanaman Manggis ………………………….. 18Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman ....................... 20Pemacuan Pertumbuhan melalui Perbaikan Lingkungan Tumbuh …... 23
KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT MANGGISPADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN ........................................ 35
Pendahuluan …………..……………………………………………… 36Bahan dan Metode …………...………...…………………………….. 37Hasil dan Pembahasan ……….………………………………………. 42Simpulan …….……………………………………………………….. 60
PENETAPAN POROSITAS MEDIA BERBAGAI SUMBERBAHAN MEDIA TUMBUH …………………………………………... 61
Pendahuluan …………..……………………………………………… 62Bahan dan Metode…………...……………………………………….. 63Hasil dan Pembahasan ……….………………………………………. 66Simpulan …….……………………………………………………….. 70
PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN KETERSEDIAAN AIR … 71
Pendahuluan ………….……………………………………………… 72Bahan dan Metode ………...……………...…………………………. 74Hasil dan Pembahasan ……………..………………………………… 78Simpulan …….……………………………………………………….. 110
xviii
PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN APLIKASIPEMUPUKAN …………………………………………………………… 111
Pendahuluan ………….……………………………………………… 112Bahan dan Metode ………...…………...……………………………. 113Hasil dan Pembahasan ……………..………………………………… 117Simpulan …….……………………………………………………….. 130
PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS PADA DUAJENIS POT DENGAN PENGATURAN POROSITAS MEDIA ……….. 131
Pendahuluan ………….……………………………………………… 132Bahan dan Metode ………...…………………………………………. 133Hasil dan Pembahasan ……………..………………………………… 136Simpulan …….……………………………………………………….. 147
PEMBAHASAN UMUM ………………………………………………... 149
SIMPULAN DAN SARAN ………….....…………...……………………. 163Simpulan ….………………………..……………………………..….. 163Saran ….…………..………………………………………..…………. 164
DAFTAR PUSTAKA …………………...………………………………... 165
LAMPIRAN ………………………………………….…………………... 175
xxvii
DAFTAR ISTILAH
Absorpsi = Proses penyerapan unsur hara dan larutan yangada di dalam tanah masuk ke jaringan tanaman.
Aerasi = Proses yang dapat menyebabkan udara di dalamtanah ditukar dengan udara dari atmosfir; padatanah yang beraerasi baik biasanya susunanudara tanah hampir sama dengan atmosfir di ataspermukaan tanah.
Aerobik = Bersifat memerlukan oksigen bagikehidupannya.
Air gravitasi = Air yang tidak dapat ditahan oleh tanah sehinggameresap ke bawah karena gaya gravitasi.
Air higroskopis = Air yang diikat kuat oleh tanah sehingga tidakdapat digunakan oleh tanaman.
Air kapiler = Air di dalam tanah dengan gaya kohesi (tarikmenarik antar butir-butiran air) dan daya adhesi(antar air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi.
Akar rambut = Seperti tabung yang tidak bercabang, terbentukdi bagiang belakang daerah pemanjangan akar,permukaan luarnya berlendir dan berfungsimemperluas permukaan serapan akar
Anion = Ion yang bermuatan listrik negatif.
Apomiksis = Embrio yang tidak dihasilkan dari miosis danpenyerbukan, tetapi dari sel di dalam kantongembrio atau sekeliling nuselus dan berkembangmembentuk biji dengan konstitusi genetik yangsama dengan induk betinanya.
ATP (adenosin triphosphate)
= Senyawa di dalam sel tanaman yang berperandalam menangkap energi dari cahaya mataharipada proses fotosintesis.
Bobot isi (bulk density) = Perbandingan antara berat tanah kering denganvolume tanah termasuk volume pori-pori tanah
Berat jenis partikel(particle density)
= Berat tanah kering per satuan volume partikel-partikel padat tanah (jadi tidak termasuk volumepori-pori tanah).
Bibit seedling = Bibit atau tumbuhan hasil perbanyakan dari biji.
Daun terminal = Sepasang daun (tunggal) atau satu pasang daun(tipe inflorescence) yang terletak pada bagianujung pucuk (terminal).
Daun sub terminal = Daun yang terletak di bawah daun terminal.
Derajat kemasaman /pH(potential of Hydrogen)
= Kondisi yang menggambarkan jumlah ionhidrogen, yang ada pada larutan tanah. Semakintinggi jumlah ion hidrogen semakin tinggi jugaderajat kemasaman tanah.
Dormansi tunas = Berhentinya sementara pertumbuhan yangtampak (visibel) dari organ atau tanaman yangmengandung jaringan meristem. Pada saat ituaktivitas metabolismenya sangat rendah.
Enzim = Substansi yang dibentuk dalam sel hidup yangmenyebabkan atau mempercepat terjadinyaproses reaksi kimia. Enzim adalah katalisatoruntuk reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuhmakluk hidup.
Hara = Bio zat yang diperlukan tumbuhan untukpertumbuhan, pembentukan jaringan, dankegiatan hidup lainnya, diperoleh dari bahanmineral seperti nitrogen, fosfor, kalium danlainnya.
Higroskopis = Kemampuan suatu bahan untuk menyerap uapair dari udara. Pupuk yang bersifat hidroskopisakan cepat mencair jika ditempatkan di tempatyang terbuka.
Inter flush = Periode diantara pertumbuhan tunas (flushing)atau biasa disebut sebagai periode dorman.
xxix
Juvenil = Periode atau masa tanaman belum memasukifase reproduktif. Biasanya juga disebut dengantanaman belum menghasilkan (TBM).
Kapasitas tukar kation(KTK)
= Kemampuan koloid tanah untuk memegang danmelepaskan kation. KTK diukur dengan satuanmiliekuivalen/100 gram tanah.
Kation = Ion yang bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+,K+, Na+, NH4
+, H+, Al 3+ dan sebagainya.
Kejenuhan basa = Perbandingan antara jumlah kation-kation basadengan KTK (semua kation basa dan kationasam) yang terdapat dalam komplek jerapantanah dikali 100%
Kejenuhan basa yang tinggi menunjukanketersedian hara yang tinggi, artinya, tanahtersebut belum banyak mengalami pencucian.
Klorofil = Sel pembentuk warna hijau pada daun dantempat terjadinya proses fotosintesis.
Korelasi = Suatu teknik statistik yang digunakan untukmencari hubungan antara dua variabel atau lebihyang sifatnya kuantitatif.
Koefisien korelasi = Ukuran untuk mengukur hubungan kekuatanantara 2 variabel yang disimbolkan dengan hurufr. Nilai absolut dari r berada pada interval -1≤ r≤1tanda – dan + menunjukan arah hubungan
Koloid tanah = Bagian tanah yang sangat aktif dalam prosesfisikokimia. Koloid berukuran sangat halusdengan diameter kurang dari 1 mikron danumumnya bermuatan negatif.
Metabolisme = Proses penyusunan dan perombakan protein,lemak, dan karbohidrat melalui fotosintesis danrespirasi
Miliekuivalen = Adalah satuan kimia, contoh satu ekivalen setaradengan 1 g hidrogen, jadi 1 me H = 1 mg (beratatom H = 1, valensi 1); 1 me K= 39 mg (beratatom K= 39, valensi 1).
Plasmolisis = Proses keluarnya cairan dari dalam sel akar,akibat perbedaan konsentrasi garam di dalam selakar dan di dalam larutan tanah.
Pori-pori tanah/media = Bagian yang tidak terisi oleh bahan padattanah/media (terisi oleh udara dan air); terdiriatas pori makro dan pori mikro. Pori makroberisi udara atau air gravitasi dan pori mikroberisi udara atau air kapiler.
Pucuk = Bagian ujung tajuk tanaman yang masih muda.
Ritme pertumbuhan = Periode tumbuh yang dimulai dari terbentuknyadaun (flush) dan diakhiri dengan berakhirnyaperiode dormansi.
Unsur hara esensial = Apabila terjadi defisiensi hara tersebut makatanaman tidak akan dapat melanjutkan siklushidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapatdigantikan oleh hara lain. Unsur tersebut harussecara langsung terlibat dalam prosesmetabolisme.
Siklus trubus = Satu tahapan atau daur yang dmulai darimunculnya atau pecahnya tunas pertama sampaidengan pecah tunas berikutnya.
Trubus = Stadia pertumbuhan tunas yang dimulai daripecah (tunas awal) sampai denganperkembangan tunas mencapai ukuranmaksimum pada stadium trubus dewasa
Sink = Organ-organ yang tidak mampu memenuhifotosintat untuk kebutuhan sendiri, sehinggaharus mengimpor dari organ yang berfungsisebagai source.
Source = Organ tanaman yang sudah mampu memenuhifotosintat untuk kebutuhan sendiri ataumengekspor sebagian hasil fotosintesisnya untukorgan lain yang membutuhkan (sink), biasanyasource tersebut adalah daun yang telah terbukapenuh.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah segar yang
digemari masyarakat Indonesia maupun dunia, karena mempunyai rasa dan aroma
yang lezat serta memiliki perpaduan warna yang indah. Buah manggis merupakan
andalan ekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Hong Kong, Taiwan, RRC,
Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Eropah (Deptan 2008). Menurut
laporan BPS (2011), volume ekspor manggis sebesar 4 285 ton pada periode
Januari sampai Pebruari tahun 2009 menjadi 8 225 ton pada periode yang sama
pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan sebesar 91%.
Besarnya volume ekspor tersebut mencerminkan tingginya permintaan
buah manggis, namun ternyata belum ditunjang produksi buah manggis nasional.
Pada tahun 2000, produksi manggis Indonesia mencapai 26 400 ton dengan luas
panen 5 192 ha dan meningkat menjadi 105 558 ton dengan luas panen 11 992 ha
pada tahun 2009. Data tersebut menunjukkan adanya kenaikan produktivitas dari
50.85 ku/ha pada tahun 2000 menjadi 88.00 ku/ha pada tahun 2009 (Deptan
2012). Peningkatan produksi dari tahun 2000 sampai 2009 masih belum bisa
memenuhi permintaan buah manggis, baik untuk pasar dalam maupun luar negeri
sehingga memberikan peluang besar untuk pengembangan manggis nasional.
Kendala utama pengembangan manggis adalah lambatnya pertumbuhan,
baik saat pembibitan maupun setelah ditanam di lahan. Kondisi tersebut
menyebabkan masa bibit siap tanam menjadi lebih lama (3-4 tahun) sehingga
ketersediaan bibit tidak bisa segera dipenuhi dalam waktu yang singkat dan masa
tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi lama yaitu 8-15 tahun (tanaman
asal biji).
Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berhubungan dengan
karakteristik perakaran yang kurang berkembang dan jumlah akar yang terbatas
serta tidak memiliki akar rambut (Wiebel et al. 1994; Poerwanto 2000; Cox
1988). Karakteristik akar yang demikian akan membatasi penyerapan air dan
unsur hara sehingga mengurangi laju fotosíntesis dan pembelahan sel pada
meristem pucuk. Hal ini sesuai yang dikemukakan Gardner et al. (1991) bahwa
2
kurang berkembangnya sistem perakaran dan tidak adanya akar rambut
menyebabkan laju serapan air dan unsur hara menjadi berkurang. Apabila
dihubungkan dengan fungsi air sebagai penyusun utama protoplasma, bahan baku
dalam proses fotosintesis dan sebagai pelarut dalam sejumlah proses hidrolisis,
maka terbatasnya serapan air akan menyebabkan terhambatnya berbagai aktivitas
sel (Taiz & Zeiger 2012). Bahkan stres air yang ringan saja (sekitar -1 sampai -3
bar) sudah dapat menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel menjadi
terhambat bahkan berhenti sama sekali (Harjadi & Yahya 1988).
Pertumbuhan tanaman yang lambat dan sulitnya penyediaan bibit bermutu
menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi manggis nasional sehingga
dibutuhkan upaya pemacuan pertumbuhan melalui teknologi pembibitan yang
baik. Salah satu cara memacu pertumbuhan adalah pengelolaan lingkungan
tumbuh yang disesuaikan dengan karakteristik tanaman. Lingkungan tumbuh
yang penting diperhatikan antara lain media tumbuh, ketersediaan air dan unsur
hara serta kecukupan aerasi. Peran penting media tumbuh terhadap pertumbuhan
tanaman, antara lain dilaporkan Wiebel et al. (1992a), bahwa pertumbuhan bibit
manggis pada media yang porous lebih baik dibanding media yang kurang porous.
Istilah media porous atau kurang porous sering dikenal pada pembuatan
media tumbuh, sesungguhnya merupakan nilai porositas media. Porositas
merupakan salah satu sifat fisik tanah/media yang diartikan sebagai bagian tanah
atau media yang tidak terisi bahan padat (terisi oleh air dan udara), terdiri atas pori
makro dan pori mikro (Hardjowigeno 1987). Media yang banyak mengandung
bahan organik memiliki porositas tinggi, begitu pula struktur remah mempunyai
nilai porositas yang lebih tinggi dibanding struktur massive (Hillel 1997).
Selama ini porositas media belum dijadikan pertimbangan pada pembuatan
media, padahal porositas merupakan salah satu sifat fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap aerasi. Peningkatan
porositas akan meningkatkan aerasi sehingga mendorong peningkatan respirasi
akar (Gardner et al. 1991). Melalui proses respirasi akar dihasilkan sejumlah
energi yang antara lain digunakan mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini
menegaskan pentingnya aerasi dalam hubungannya dengan O2, dimana kandungan
3
O2 dipengaruhi oleh kadar air, porositas media dan derajat pemadatan (Gruda &
Schnitzler 2004; Dresboll & Kristensen 2011).
Pada penelitian ini pemacuan pertumbuhan manggis dilakukan melalui
rekayasa media tumbuh dengan pendekatan porositas media dan pengelolaan
faktor lingkungan tumbuh seperti ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan
aerasi. Pendekatan porositas menjadi alasan penting karena selama ini media
pembibitan manggis hanya berupa media tanah atau campuran tanah dan sedikit
pupuk kandang. Kondisi media seperti itu menyebabkan terjadinya pemadatan
media yang kurang mendukung perkembangan akar. Selain itu pada media yang
padat, kapasitas memegang air memang tinggi tetapi air tersebut tidak bisa
tersedia bagi tanaman (Dresboll 2010). Bahkan pada kondisi media yang sangat
padat (jumlah ruang pori-pori makro sangat sedikit), penyiraman yang intensif
dapat menyebabkan terjadinya penggenangan dan memicu defisiensi O2.
Sebaliknya pada media berporositas tinggi, walaupun baik ditinjau dari aspek
kecukupan aerasi, namun kemampuannya dalam menyimpan air sangat rendah.
Oleh karena itu perakitan media tumbuh tepat adalah penting, selain dapat
meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara juga memperbaiki aerasi media.
Penyusunan media tumbuh dengan pendekatan porositas media disertai
pengelolaan lingkungan tumbuh spefisik sesuai karakteristik tanaman diharapkan
dapat menghasilkan bibit manggis yang berkualitas.
Rumusan Masalah
Salah satu varietas unggul manggis yang telah dilepas oleh Menteri
Pertanian atas usulan dari pemerintah daerah Purwakarta bersama Pusat Kajian
Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 adalah varietas
Wanayasa. Permintaan terhadap bibit manggis tersebut cenderung meningkat
sangat pesat dari beberapa daerah di Indonesia. Besarnya permintaan bibit
manggis tersebut masih belum bisa dipenuhi akibat lambatnya pertumbuhan bibit.
Sejauh ini untuk menghasilkan bibit manggis siap tanam diperlukan waktu sekitar
3-4 tahun. Lamanya waktu pembibitan tersebut menjadi salah satu faktor
pembatas bagi pengembangan tanaman manggis nasional.
4
Beberapa laporan penelitian menyebutkan bahwa lambatnya
pertumbuhan manggis antara lain disebabkan oleh (a) buruknya sistem
perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju
fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk
(Wibel et al. 1992a; Ramlan et al. 1992; Poerwanto 2000). Pada tanaman
manggis akar tumbuh dengan sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan
tidak mempunyai akar rambut, mudah rusak dan terganggu oleh kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan, sehingga luas permukaan kontak antara
akar dan media tumbuh sempit yang menyebabkan serapan air dan hara terbatas
(Cox 1988). Rendahnya serapan hara dan air ke dalam jaringan tanaman akan
menurunkan aktivitas fisiologi tanaman dan menganggu ritme endogen secara
keseluruhan di dalam tanaman (Hidayat 2002).
Beberapa hasil penelitian yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan
bibit manggis telah dilakukan melalui penggunaan zat pengatur tumbuh seperti
pemberian Indole butyric acid (IBA) 50-150 ppm terhadap biji dan akar (saat
transplanting dari pesemaian) mampu meningkatkan pertambahan panjang akar,
diameter batang, bobot kering total, kandungan hara daun dan serapan hara
(Poerwanto et al. 1995). Demikian pula pemberian 0.075-0.150 ppm
triankontanol mampu meningkatkan luas daun, tinggi bibit, diameter batang,
panjang akar, bobot kering total dan serapan hara pada bibit umur 7 bulan
(Hidayat et al. 1999).
Penggunaan zat pengatur tumbuh dipandang masih sulit diaplikasikan
karena dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam penentuan dosis dan cara aplikasi
sehingga diperlukan keahlian khusus untuk menerapkannya. Selain itu beberapa
jenis zat pengatur tumbuh, harganya masih relatif mahal. Oleh karena itu
diperlukan cara lain untuk memacu pertumbuhan bibit manggis, diantaranya
melalui perbaikan media tumbuh. Peran media tumbuh dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman telah dilaporkan Wiebel et al. (1992a), bahwa media yang
porous berupa campuran peat moss + pine bark + pasir (1:1:1 v/v) menghasilkan
pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan media yang kurang porous
berupa campuran peat moss + thunder peat + pasir (1:1:1 v/v). Muzayyinatin
(2006) juga melaporkan bibit umur 4 bulan yang ditanam pada media berupa
5
campuran kompos daun bambu + tanah + pupuk kandang (3:2:1 v/v)
menghasilkan volume akar yang lebih besar dibanding media yang berupa
campuran pasir + tanah + pupuk kandang (3:2:1 v/v). Kedua hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa media porous menghasilkan pertumbuhan yang
lebih baik, tetapi dari laporan tersebut dan sejumlah laporan yang ada belum
diketahui nilai porositas media sesungguhnya sebagai ukuran porous atau
tidaknya media. Oleh karena itu, porositas media sangat penting dalam
membantu perencanaan media tumbuh yang tepat dari berbagai sumber bahan
media.
Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan jumlah akar lateral yang
terbatas menyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan dan
pengaruhnya terlihat dari terhambatnya pertumbuhan dan perubahan morfologi
tanaman serta aktivitas fisiologis. Cekaman kekeringan merupakan salah satu
faktor pembatas pertumbuhan karena dapat menghambat aktivitas fotosintesis dan
translokasi fotosintat (Savin & Nicolas 1996). Menurut Levitt (1980); Bray
(1997), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman
dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju
evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, walaupun kandungan air tanah dalam
kondisi cukup tersedia.
Saat pertumbuhan tunas, aktivitas metabolisme meningkat dan kebutuhan
air secara langsung menjadi faktor pembatas sehingga saat pertumbuhan tunas
dibutuhkan ketersediaan air yang lebih tinggi dibandingkan stadia dorman.
Dengan demikian saat aktif tumbuh, tanaman manggis sangat peka terhadap
cekaman kekeringan. Gejala yang jelas ditunjukkan apabila tanaman manggis
mengalami cekaman kekeringan berat adalah terhambatnya pertumbuhan, seperti
ukuran daun menjadi lebih kecil dan warna daun pada saat trubus awal menjadi
kekuning-kuningan serta siklus trubus berikutnya menjadi lebih panjang (Wiebel
et al. 1994). Cekaman kekeringan yang dialami tanaman pada setiap periode
pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil meskipun besarnya
penurunan tergantung fase pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya cekaman
(Harjadi & Yahya 1988). Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air
6
berpengaruh terhadap beberapa aspek fisiologi dan morfologi antara lain
menurunkan laju fotosintesis dan luas daun. Apabila tanaman mengalami
cekaman kekeringan maka potensial air daun menurun dan pembentukan klorofil
juga terganggu (Alberte et al. 1977). Kramer (1983) menjelaskan bahwa
pengaruh cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif antara lain berupa
berkurangnya luas daun, terhambatnya pembentukan tunas baru dan
meningkatnya nisbah akar/tajuk. Bray (1997) menyatakan respon tanaman
terhadap cekaman kekeringan tergantung jumlah air yang hilang, lamanya
cekaman, genotipe, umur dan fase perkembangan tanaman.
Media tumbuh yang porous memiliki pori-pori makro yang lebih banyak
dibanding pori mikro sehingga kemampuan menyimpan air menjadi sangat
rendah. Ketersediaan air yang rendah akibat kemampuan menyimpan air yang
rendah pada porositas tinggi dapat menyebabkan terjadinya cekaman kekeringan.
Oleh karena itu untuk meningkatkan ketersediaan air pada porositas media yang
tinggi maka harus diikuti penyiraman intensif dan apabila hal ini diterapkan pada
skala pembibitan yang besar berarti dibutuhkan biaya, waktu dan tenaga kerja
yang banyak.
Pertumbuhan bibit manggis juga diketahui peka terhadap kekurangan dan
kelebihan unsur hara sehingga dibutuhkan aplikasi pemupukan yang tepat.
Namun masalahnya sampai saat ini masih terbatas rekomendasi pemupukan yang
benar-benar dapat diaplikasikan secara tepat sesuai kondisi tanaman. Saat ini
anjuran pemupukan manggis yang tertuang dalam standar prosedur operasional
(SPO) tanaman manggis umumnya masih bersumber dari kebiasaan petani
(Direktur Tanaman Buah 2004). Acuan pemupukan tersebut belum
mempertimbangkan ketersediaan hara tanah dan tanaman serta kondisi media
tumbuh.
Pemupukan yang tidak sesuai kebutuhan tanaman dapat menyebabkan
tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup, sebaliknya justeru dapat
menimbulkan keracunan. Pemupukan yang berlebihan dapat mengganggu
keseimbangan hara, pemborosan biaya dan bahkan bisa meracuni tanaman. Hal
ini sesuai laporan Poerwanto et al. (1995), bahwa pemupukan NPK Prill 15:15:15
yang bersifat cepat tersedia pada bibit sambung tanaman manggis ternyata
7
hasilnya kurang memuaskan, bahkan pemupukan dengan dosis 10 g dalam 3 l
media justeru menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Oleh karena itu
pentingnya dikaji penggunaan pupuk yang cepat tersedia dan pupuk lepas
terkendali serta cara aplikasi pada berbagai porositas media. Selama ini telah
dikenal beberapa aplikasi pemupukan diantaranya aplikasi pupuk butiran
(granular) yang telah banyak digunakan dan dianggap mudah diaplikasikan serta
harganya relatif murah. Aplikasi pemupukan dapat pula dengan cara dilarutkan
dalam air lalu disiram ke media tumbuh atau yang dikenal sebagai fertigasi
(fertigation). Cara ini dapat mempercepat penyerapan hara tetapi dibutuhkan
waktu yang lebih banyak karena umumnya frekuensi aplikasinya lebih tinggi.
Untuk mengurangi frekuensi penyiraman maka dapat digunakan pupuk lepas
terkendali (slow release) dengan interval pemupukan yang lebih panjang (4-6
bulan) tetapi ketersediaan hara lebih lambat dan harga pupuknya juga lebih mahal.
Lambatnya ketersediaan hara dari pupuk slow release karena sifat kelarutannya
yang lambat akibat adanya lapisan khusus dari bahan resin yang sifatnya
permeabel (awet) pada setiap butirannya. Akibatnya unsur hara yang terkandung
dalam butiran pupuk tersebut dilepaskan secara perlahan-lahan sehingga unsur
hara menjadi lambat tersedia bagi tanaman. Ketiga cara aplikasi pemupukan
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga perlu dikaji bagaimana
pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit manggis.
Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa perakaran tanaman
manggis peka terhadap tata udara (aerasi) yang kurang baik, utamanya pada
medium tumbuh yang terbatas seperti di pot. Aerasi akan mempengaruhi
penyerapan air dalam hubungannya dengan kandungan O2 dan CO2, dimana
semakin tinggi kandungan O2 maka semakin tinggi permeabilitas dinding sel akar
sehingga laju serapan air meningkat dan sebaliknya apabila kandungan CO2 yang
tinggi, maka permeabilitas dinding sel akar semakin rendah sehingga laju serapan
air juga terhambat. Oleh karena itu pentingnya pengaturan aerasi yang
disesuaikan dengan karakteristik perakaran. Pada penelitian ini dilakukan pula
perbaikan pertumbuhan tanaman melalui pengaturan porositas media yang
dipadukan dengan penggunaan pot beraerasi. Pot yang digunakan adalah dari
keranjang anyaman bambu yang memiliki banyak pori-pori pada semua sisi pot
8
sehingga sirkulasi udara menjadi lebih baik. Namun belum diketahui bagaimana
pengaruhnya terhadap tanaman apabila dipadukan dengan porositas media.
Beberapa informasi di atas menunjukkan peran penting lingkungan
tumbuh terhadap pertumbuhan bibit manggis. Namun masih terbatas informasi
yang menjelaskan bagaimana mekanisme perubahan morfologi dan fisiologi
akibat perubahan lingkungan tumbuh. Informasi ini menjadi dasar pertimbangan
dalam pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik sehingga kedepannya bisa
dirancang teknologi pembibitan yang mampu menghasilkan bibit yang berkualitas
dengan pertumbuhan yang optimal.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
bibit manggis melalui perbaikan komponen teknologi pembibitan manggis dengan
rekayasa media tumbuh yang berbasis porositas media dan dikombinasikan
dengan lingkungan tumbuh spesifik.
Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis
pada kondisi cekaman kekeringan.
2. Mendapatkan nilai porositas media dari berbagai sumber atau bahan media
yang akan digunakan dalam penyusunan media tumbuh yang sesuai
karakteristik perakaran tanaman manggis.
3. Mempelajari faktor-faktor lingkungan tumbuh spesifik seperti ketersediaan air,
unsur hara dan kecukupan aerasi dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan
pertumbuhan bibit manggis.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjelaskan
mekanisme fisiologi antara pertumbuhan akar dan tajuk pada berbagai porositas
media dengan dukungan lingkungan tumbuh spesifik seperti ketersediaan air,
unsur hara dan kecukupan aerasi. Mekanisme fisiologi tersebut selanjutnya
digunakan sebagai acuan dalam penentuan cara pemacuan pertumbuhan bibit
manggis yang dikenal pertumbuhannya lambat.
9
Sebagai dasar kajian mekanisme morfologi dan fisiologi yang menjelaskan
pertumbuhan tajuk dan akar maka diperlukan data penelitian yang meliputi:
1. Periode pertumbuhan tunas dan periode dormansi pada berbagai porositas
media, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan hara.
2. Pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, lebar
kanopi, luas daun, bobot kering tajuk dan bobot kering total) dan
pertumbuhan akar (panjang akar primer, panjang akar tampak, volume
akar, bobot kering akar) serta keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar
melalui pengamatan rasio tajuk/akar.
3. Perubahan potensial air jaringan, laju fotosintesis, laju transpirasi dan daya
hantar stomata.
4. Perubahan kandungan asam amino prolin sebagai indikator terjadinya
cekaman kekeringan.
5. Perubahan kandungan hara N,P dan K daun serta serapan hara
6. Pengamatan kerapatan stomata
7. Perubahan kandungan klorofil daun (klorofil a, klorofil b, klorofil total dan
rasio klorofil a/b).
Berdasarkan pemahaman mengenai porositas media maka dapat
direkomendasikan beberapa sumber media yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan dalam pemilihan dan penyusunan media tumbuh berdasarkan
ketersediaan sumberdaya setempat serta sesuai dengan karakteristik perakaran
tanaman. Pemilihan media tumbuh yang tepat disertai perbaikan teknik budidaya
dan pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik diharapkan dapat dihasilkan bibit
yang berkualitas untuk mendukung pengembangan manggis nasional.
Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat antara lain disebabkan
kondisi perakaran yang tidak mendukung untuk percepatan pertumbuhan.
Beberapa strategi dapat dilakukan dalam memacu pertumbuhan bibit manggis
antara lain melalui perbaikan lingkungan tumbuh. Oleh karena itu rangkaian
penelitian ini diawali dengan pemahaman lingkungan tumbuh spesifik, seperti
10
media tumbuh, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi sehingga
kedepannya dapat dirancang teknologi pembibitan yang sesuai karakteristik
tanaman dan sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Media tumbuh berfungsi sebagai tempat tumbuh sementara sebelum
dipindahkan ke lapang dan memiliki peran penting dalam menghasilkan bibit
yang berkualitas. Selama ini pertimbangan utama yang digunakan dalam
pembuatan atau pemilihan media tumbuh adalah ketersediaan bahan. Melalui
penelitian ini ditambahkan aspek porositas media sebagai dasar penyusunan atau
pemilihan media tumbuh. Porositas media yang sesuai karakteristik tanaman
diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan
peningkatan porositas media dapat memperbaiki aerasi sehingga proporsi udara
seperti O2 di dalam media meningkat sehingga berdampak pada peningkatan laju
respirasi akar.
Masalahnya terdapat hubungan yang berlawanan antara kecukupan udara
dengan ketersediaan air. Pada porositas tinggi umumnya didominasi pori-pori
makro dan ruang-ruang pori tersebut banyak ditempati oleh O2 sehingga aerasi
meningkat. Namun porositas media yang tinggi memiliki keterbatasan dalam
menyimpan air sehingga rentang mengalami cekaman kekeringan apabila tidak
diimbangi dengan penyiraman intensif. Kondisi sebaliknya pada porositas media
yang rendah, karena fraksi media didominasi oleh pori-pori mikro, maka
kemampuannya menyimpan air cukup tinggi, namun karena ruang pori-pori
makro relatif sedikit sehingga pertukaran udara terhambat dan kandungan O2
menjadi rendah dan akibatnya respirasi akar terhambat. Berdasarkan dua kondisi
tersebut maka dibutuhkan pengaturan porositas media yang selain dapat
meningkatkan ketersediaan air, juga mampu meningkatkan kecukupan aerasi,
utamanya pada tanaman yang memiliki kendala perakaran seperti tanaman
manggis.
Karakteritik perakaran tanaman manggis yang memiliki jumlah akar
lateral terbatas dan tidak mempunyai akar rambut serta pertumbuhannya lambat,
menyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan utamanya saat
kandungan air media rendah. Saat terjadi cekaman kekeringan maka potensial air
daun menjadi sangat rendah sehingga respon pertama yang nampak adalah
11
terhambatnya laju pembesaran sel dan akibatnya pertumbuhan tanaman juga
terhambat (Salisbury & Ross 1995). Pada kondisi cekaman ringan dapat
menyebabkan stomata tertutup sehingga laju difusi CO2 dan O2 juga terhambat,
akibatnya kandungan O2 dan laju serapan air juga menurun sehingga menurunkan
laju fotosintesis. Oleh karena itu penting diketahui batas kritis cekaman
kekeringan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanganan bibit manggis.
Untuk mempelajari bagaimana pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman,
maka dilakukan simulasi cekaman kekeringan. Dari beberapa laporan diketahui
bahwa polietilena glikol (PEG) telah banyak digunakan sebagai bahan simulasi
antara lain pada tanaman kedelai (Husni et al. 2006), cabai (Yusniwati 2007),
kelapa sawit (Palupi & Dedywiryanto 2008), Phaseolus mungo (Garg 2010),
tembakau (Riduan et al. 2010) dan Trifolium repens L (Wang 2010). Hasil
simulasi ini diharapkan menjadi acuan dalam pengaturan ketersediaan air media
sehingga tanaman bisa terhindar dari cekaman kekeringan.
Penyiraman merupakan komponen penting dalam penanganan bibit
manggis. Selama ini penyiraman air dilakukan secara sering (1-2 hari sekali)
tanpa mempertimbangkan aspek porositas media. Padahal terdapat perbedaan
ketersediaan air pada porositas media yang berbeda. Pada porositas yang rendah,
kemampuan menyimpan air tinggi sehingga tidak perlu dilakukan penyiraman
sering. Berbeda halnya dengan porositas tinggi yang harus diikuti penyiraman
yang intensif karena memiliki keterbatasan dalam menyimpan air. Penyiraman
yang intensif sering menjadi kendala pada pembibitan yang skalanya besar,
karena dibutuhkan biaya, waktu dan alokasi tenaga kerja yang tinggi. Oleh
karena itu dibutuhkan bahan yang dapat meningkatkan ketersediaan air sehingga
tidak perlu penyiraman yang intensif. Beberapa laporan penelitian menunjukan
beberapa jenis polimer penyimpan air (PPA) dapat digunakan dalam
meningkatkan ketersediaan air, baik saat pembibitan maupun setelah penanaman
di lahan (Viero et al. 2002; Rowe et al. 2005; Thomas 2008). Menurut Andry et
al. (2009), polimer sintetik hidrofilik (karboksimetil selulosa dan isopropil
akrilamida) dapat mengembang saat menyerap air dalam jumlah besar sehingga
dapat meningkatkan ketersediaan air. Ketersediaan air yang cukup dan serapan
yang efektif oleh akar akan meningkatkan pasokan air ke jaringan tanaman
12
sehingga meningkatkan sejumlah aktivitas metabolisme tanaman. Namun masih
perlu dikaji kemampuan PPA dalam mempertahankan ketersediaan air pada
berbagai porositas media.
Rekomendasi pemupukan manggis yang ada selama ini masih sangat
umum, sehingga sulit diaplikasikan secara tepat, contohnya belum ada
rekomendasi pemupukan pada pembibitan sesuai kondisi media tumbuh. Melalui
penelitian ini diharapkan diketahuinya jenis dan cara pemupukan yang sesuai
kondisi media tumbuh. Aplikasi pemupukan bisa dengan pupuk yang mudah larut
seperti pupuk anorganik NPK atau pupuk yang kelarutannya lambat atau yang
biasa dikenal sebagai pupuk lepas terkendali (slow release). Beberapa jenis
pupuk slow release telah banyak digunakan pembibitan pada tanaman tahunan
karena dengan interval aplikasi yang panjang (4-6 bulan), unsur hara dapat
disediakan secara kontinyu. Jenis pupuk ini memiliki kelebihan antara lain
mampu mengontrol jumlah hara yang larut dalam air tanah atau media. Hasil
penelitian Wiebel et al. (1992a) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk lepas
terkendali Osmocote plus mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.
Namun umumnya pupuk slow release memiliki kelarutan yang lambat karena
adanya lapisan dari bahan resin yang melindungi permukaan butiran pupuk
sehingga unsur hara menjadi lambat tersedia bagi tanaman.
Aplikasi pemupukan juga bisa cara menaburkan pupuk di sekitar tanaman
dengan menggunakan pupuk butiran (granular). Jenis pupuk dan cara aplikasi ini
dianggap cukup praktis dan mudah dilakukan karena interval pemupukannya juga
lebih lama (2 bulan) tetapi dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat
tersedia. Aplikasi pemupukan juga dapat dilakukan dengan penyiraman ke media
tumbuh atau yang dikenal dengan istilah fertigasi (fertigation). Metode ini cukup
efektif dalam penyediaan unsur hara karena diberikan secara intensif namun
dibutuhkan biaya dan alokasi tenaga kerja yang banyak. Metode aplikasi pupuk
secara fertigasi dianggap sangat baik, utamanya bagi unsur hara yang diserap
tanaman melalui aliran massa seperti nitrogen (N). Menurut Donahue (1977)
aliran massa merupakan meknisme penyerapan unsur hara N paling utama yaitu
sekitar 98.8%, sedangkan unsur hara fosfor (P) dan kalium (K) lebih banyak
diserap secara difusi yaitu 90.9% dan 77.7%. Ketiga cara aplikasi pemupukan
13
tersebut diduga memberikan respon yang berbeda pada porositas yang berbeda,
sehingga perlu dikaji lebih jauh bagaimana pengaruhnya terhadap tanaman.
Kecukupan aerasi dan ketersediaan air menjadi dua hal yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan jenis pot
dan porositas media yang ideal yang dapat menyatukan peran faktor aerasi dan
ketersediaan air. Penelitian ini dilakukan sebagai terobosan untuk meningkatkan
kecukupan aerasi melalui penggunaan pot beraerasi dan pengaturan porositas
media. Selama ini wadah atau pot yang umum digunakan pada pembibitan
manggis adalah polybag dengan ukuran yang beragam. Polybag memiliki aerasi
yang rendah sehingga sirkulasi udara terbatas utamanya apabila menggunakan
media yang porositasnya rendah. Sebagai alternatif yang ditawarkan pada
penelitian ini adalah penggunaan pot beraerasi tinggi dari keranjang anyaman
bambu. Penggunaan pot beraerasi seperti keranjang anyaman bambu dapat
menyebabkan terpangkasnya akar (root prunning) yang menembus sisi pot
sehingga menstimulir munculnya akar-akar muda yang aktif dalam menyerap air
dan unsur hara. Root prunning sangat efektif dalam meremajakan akar tanaman
sehingga senantiasa diperoleh akar yang produktif (Walston 2012). Selain itu,
juga dapat mengurangi persaingan antar akar dan tajuk dalam memanfaatkan
fotosintat. Dengan demikian penggunaan pot beraerasi dari keranjang anyaman
bambu diharapkan dapat meningkatkan aerasi di sekitar tanaman dan sekaligus
mendorong pertumbuhan tanaman.
Rekayasa media tumbuh dengan pertimbangan porositas media disertai
pengelolaan dan perbaikan lingkungan tumbuh spesifik (air, unsur hara dan
aerasi) yang sesuai karakteristik tanaman diharapkan diperoleh bibit manggis
yang berkualitas dan siap ditanam di lahan dengan performan pertumbuhan yang
baik. Bagan alur kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 1.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan morfologi dan fisiologi pertumbuhan pada bibit manggis
yang mendapat cekaman kekeringan sehingga diperlukan pengaturan
ketersediaan air yang tepat pada pembibitan manggis.
14
2. Terdapat variasi nilai porositas dari berbagai sumber bahan media sehingga
memungkinkan diperoleh komposisi media ideal dengan pertimbangan
porositas media.
3. Terdapat interaksi antara porositas media dengan lingkungan tumbuh spesifik
(seperti ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi) dan
berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan bibit manggis.
15
Gambar 1 Bagan alur pelaksanaan kegiatan penelitian
Masalah: PERTUMBUHAN BIBITMANGGIS LAMBAT
Perakaran yang tumbuh lambat, kurang berkembang & pekaterhadap kondisi lingkungan tumbuh yg tidak sesuai
MANAJEMEN MEDIATUMBUH
pendekatan porositas media
Lingkungan tumbuh spesifik (peka terhadapketerbatasan air, unsur hara & aerasi yangkurang sesuai)
Perobaan 1:Karakteristik morfologi& fisiologi akar & tajukpada berbagai cekamankekeringan
Percobaan 2: penetapan porositas media:Informasi porositas media dari berbagai
sumber media tumbuh sebagai dasarpenyusunan media tumbuh:
Percobaan 3: Porositas media& Interval penyiraman
Percobaan 4: Porositasmedia & pemupukan
Percobaan 5: jenis pot& porositas media
Perbaikan teknologi pembibitan
Karakeristik morfologi &fisiologi tanaman
Informasi dasar untukpengaturan ketersedian air padamanajemen media tumbuh
Karakteristik morfologi & fisiologi Ketersediaan air, cara aplikasi pupuk yang efisien &
kecukupan aerasi pada berbagai porositas berbeda
Masapembibitanlama &ketersediaanbibit lambat
Peningkatan pertumbuhan bibit manggis
17
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Umum Tanaman Manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.) tergolong dalam famili Guttiferae,
yang berasal dari Asia Tenggara, khususnya Thailand, Malaysia dan Indonesia
(Nakasone & Paull 1999). Tanaman manggis dewasa merupakan pohon besar
dengan tinggi dapat mencapai 10-25 m, daun lebar dan rimbun. Bentuk tajuk
bervariasi dari bulat silindris hingga kerucut dengan penyebaran simetris ke
semua arah. Lebar tajuk dapat mencapai 12 m dan semakin mengecil ke arah
puncak pohon. Diameter batang pohon dewasa dapat mencapai 60 cm dengan
percabangan ke semua arah. Daunnya tunggal dan berpasangan di sisi ranting.
Bentuk daun bulat panjang dengan ukuran panjang 13-26 cm dan lebar 6-12 cm.
Helai daunnya kaku dan tebal. Daun muda yang baru tumbuh berwarna cokelat
kemerahan, kemudian berubah menjadi cokelat kehijauan, hijau muda, lalu hijau
tua sesuai umur tanaman (Tirtawinata et al. 2000).
Bunga manggis terletak di ujung ranting, memiliki tangkai bunga yang
pendek dan tebal, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang dan daun
mahkota empat helai. Kedua pasang kelopak memiliki panjang 2 cm, berwarna
hijau kekuningan, berlekuk dan tumpul, sedangkan mahkotanya berwarna hijau
kekuningan dengan bagian di sekelilingnya berwarna kemerahan, tebal, dan
berdaging. Bunga muncul secara menyendiri atau berpasangan pada bagian ujung
ranting di luar kanopi (Nakasone & Paull 1999).
Proses pembentukan dan perkembangan buah manggis berkisar antara
100-160 hari dari awal pembungaan hingga pematangan buah. Buah berdiameter
4-8 cm, berbentuk bulat, berwarna kekuningan hingga berwarna ungu kehitaman
pada saat masak dan beratnya berkisar 30-180 g. Daging buah (aril) terdiri atas 5-
7 segmen berwarna putih, rasanya manis dan hanya mengandung 1-2 biji.
Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada ketinggian 460-610 m di atas
permukaan laut. Verheij (1992) menyatakan di daerah tropis tanaman manggis
masih dapat tumbuh pada ketinggian tempat lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut dan semakin tinggi tempat maka pertumbuhannya semakin lambat
serta semakin lama awal pembungaannya. Tanaman ini tumbuh baik pada
18
struktur tanah remah dengan drainase baik dan tekstur tanah lempung berpasir
serta dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Untuk pertumbuhan yang
optimum dibutuhkan kondisi tanah yang subur dan air tanah yang dangkal
(kedalaman 2-3 meter dari permukaan tanah). Derajat kemasaman tanah yang
sesuai berkisar antara 5-7 tetapi tanaman manggis diketahui cukup toleran
terhadap reaksi tanah yang masam.
Tanaman manggis membutuhkan curah hujan merata dengan 10 bulan
basah dalam setahun dengan curah hujan antara 1 500 - 2 500 mm/tahun dan
untuk dapat terjadi pembungaan dibutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm/bulan.
Pada masa awal pertumbuhannya dibutuhkan naungan dan menjelang dewasa
justeru dibutuhkan sinar matahari penuh untuk mempercepat masa awal
produksinya (Tirtawinata et al. 2000). Untuk pertumbuhan optimal dibutuhkan
suhu udara berkisar 25-35 oC dan kelembaban udara sekitar 80% (Nakasone &
Paull 1999; Verheij 1992).
Karakteristik Perakaran Tanaman Manggis
Organ yang pertama terbentuk pada kebanyakan tanaman adalah akar.
Akar tumbuh langsung dari benih (radikel) berkembang menjadi akar primer atau
disebut akar tunggang (tap root) pada tanaman dikotil. Pertumbuhan lebih
lanjut dari akar primer sangat dipengaruhi oleh aktivitas dari
meristem apikalnya. Pembelahan sel berlansung sangat aktif pada bagian
meristem akar ini. Bagian meristem akar ini dilindungi oleh tudung akar (root
cap). Peranan tudung akar penting sekali dalam proses pemanjangan akar
pada saat akar melakukan penetrasi ke dalam tanah. Tudung akar juga
menghasilkan sejenis bubur polisakarida yang disebut musigel (mucigel) yang
berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah penetrasi akar ke dalam tanah
(Lakitan 1995).
Tanaman manggis biasa diperbanyak dengan menggunakan biji dan waktu
yang dibutuhkan untuk perkecambahannya berkisar 10 sampai 45 hari.
Perkecambahan dimulai dengan pembengkakan pada benih. Akar pertama
muncul dari satu bagian pembengkakan (ujung), sedangkan tunas akan
tumbuh dari bagian pembengkakan yang lain. Selanjutnya sistem perakaran
19
berkembang dari bagian dasar tunas dan sistem perakaran yang pertama
terbentuk berhenti berfungsi (Verheij 1992).
Satu bulan setelah biji berkecambah, sistem perakaran tanaman manggis
masih sangat jarang. Bijinya tetap melekat pada pangkal tunas sampai
umur 11 bulan, baik tunas maupun biji yang masih melekat tersebut masing-masing
masih memperlihatkan perakarannya. Saat umur 2 sampai 4 bulan
terjadi peningkatan akar sekunder, sedangkan pertumbuhan akar tersier dimulai
pada umur 3 bulan. Akar sekunder maupun tersier tebal, dengan permukaan
halus dan tidak berakar rambut pada semua stadia tumbuh (Rukayah &
Zabedah 1992).
Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berkaitan erat dengan sistem
perakarannya. Tanaman manggis mempunyai akar tunggang yang panjang
dan kuat, tetapi percabangan akarnya sangat sedikit, juga tidak memiliki akar
rambut. Uniknya di antara seluruh spesies Garcinia, hanya Garcinia
mangostana saja yang mempunyai perakaran lemah, sedangkan jenis lainnya
memiliki perakaran kuat dan lebat. Hasil pemeriksaan sitologi terhadap tanaman
manggis memperlihatkan bahwa tanaman ini mempunyai kromosom poliploid
2n=96 yang sifatnya sangat lemah, laju pembelahan selnya rendah demikian
pula pembesaran selnya lambat, sedangkan spesies Garcinia lainnya yaitu
Garcinia Hombroniana dan Garcinia Malaccencis masing-masing memiliki
jumlah kromosom, yaitu 2n=48 dan 2n=46 (Verheij 1992). Menurut Cox (1988)
bahwa tanaman manggis dengan tinggi sekitar 3.8 m dan lebar
tajuk 2.5 m mempunyai sebaran akar terbanyak pada kedalaman 5-30 cm dan
akar terpanjang tidak lebih dari 1 m dari pangkal batang. Begitupula Gonzales &
Anoos (1952) mengatakan bahwa pada setiap tanaman manggis yang tingginya
lebih dari 1 m, rata-rata mempunyai 5.6 akar primer yang lurus dan panjang, tetapi
hanya 1 atau 2 dari akar primer tersebut yang dapat berkembang baik. Hidayat
(2002) juga melaporkan juga bahwa, semakin tua tanaman manggis persentase
akar tersier (diameter < 2 mm = feeder root) semakin rendah. Sebaliknya
persentase akar primer dan akar sekunder semakin tinggi dengan semakin
tuanya umur tanaman manggis. Akar tersier merupakan akar penyerap air dan
hara mineral, sedangkan akar primer dan akar sekunder berperan sebagai organ
20
penyangga batang dan penyimpan cadangan karbohidrat. Rendahnya persentase
akar tersier pada tanaman manggis menyebabkan serapan air dan hara rendah
sehingga menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman manggis dan juga peka
terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti terjadinya cekaman
kekeringan.
Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman
Perakaran tanaman manggis memiliki jumlah akar lateral terbatas dan
tidak mempunyai akar rambut serta pertumbuhannya lambat menyebabkan bibit
manggis peka terhadap cekaman kekeringan utamanya saat kandungan air media
rendah. Saat terjadi cekaman kekeringan maka potensial air daun menjadi sangat
rendah sehingga respon pertama yang nampak adalah terhambatnya laju
pembesaran sel sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Salisbury &
Ross 1995). Pada kondisi cekaman ringan dapat menyebabkan stomata tertutup
sehingga laju difusi CO2 dan O2 juga terhambat akibatnya kandungan O2 dan laju
serapan air juga menurun sehingga menurunkan laju fotosintesis.
Cekaman atau stres air dapat berupa kekurangan atau kelebihan air di
sekitar lingkungan tumbuh tanaman. Pada umumnya kekurangan air terjadi
karena defisit air atau kekeringan sehingga disebut juga stres defisit air disingkat
stres air atau cekaman kekeringan (Harjadi & Yahya 1988). Cekaman kekeringan
merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan karena dapat menghambat
aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat (Savin & Nicolas 1996). Menurut
Levitt (1980); Bray (1997), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress
dapat terjadi karena dua hal yaitu: (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran
dan, (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi air walaupun air tanah dalam kondisi cukup tersedia.
Menurut Sopandie (2006), berdasarkan kemampuan genetik maka
diketahui terdapat empat mekanisme adaptasi tanaman menghadapi cekaman
kekeringan yaitu: drought escape, dehydration avoidance, dehydration tolerance
dan drought recovery. (1). drought escape yaitu mekanisme melepaskan diri dari
cekaman kekeringan dengan cara menyelesaikan siklus hidupnya sebelum adanya
kekeringan yang cukup besar. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan
21
sistem pembungaan yang cepat. (2). dehydration avoidance yaitu mekanisme
toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi meskipun pada kondisi kurang
air, melalui perbaikan serapan air, penyimpanan dalam sel tanaman dan
mengurangi kehilangan air. (3). dehydration tolerance yaitu mekanisme toleransi
dengan potensial air jaringan yang rendah. Mekanisme ini merupakan
kemampuan tanaman menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial
airnya melalui akumulasi solut seperti gula dan asam amino. (4). drought recovery
merupakan mekanisme penyembuhan dimana proses metabolisme dapat berjalan
normal kembali setelah mengalami cekaman kekeringan. Mekanisme ini penting
apabila cekaman kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman.
Terdapat dua cara tanaman menghindar ketika terjadi cekaman kekeringan
yaitu dengan memperluas sistem perakaran dan pertumbuhan memanjang ke
dalam tanah (Tare & Peet 1983, diacu dalam Susilawati 2003). Pada kondisi
kekeringan, tanaman yang memiliki perakaran dalam nampak lebih toleran
dibandingkan yang perakarannya dangkal. Hal ini berhubungan dengan respon
tanaman untuk mencari air lebih jauh ke dalam lapisan tanah apabila air pada
permukaan tidak mencukupi (Kasper et al. 1984, diacu dalam Susilawati 2003).
Menurut Jones et al. (1992), mekanisme ketahanan tanaman terhadap
kekeringan adalah: (1). penghindaran terhadap defisit air yang meliputi: (a).
melepaskan diri dari cekaman dengan memperpendek siklus pertumbuhan dan
memperpanjang periode dormansi; (b). konservasi air pada tanaman melalui
ukuran daun yang kecil, penutupan stomata, kultivar tanaman yang resisten dan
penyerapan radiasi matahari yang terbatas; (c). penyerapan air yang efektif,
dengan bentuk morfologi akar yang memanjang, dalam dan tebal. (2). toleran
terhadap defisit air, yaitu dengan cara: (a). memelihara tekanan turgor; (b).
mengaktifkan larutan-larutan pelindung untuk aktivitas berbagai enzim yang
toleran kekeringan, dan (3). mekanisme efisiensi yaitu penggunaan air yang
tersedia secara efisien dan memaksimalkan indeks panen.
Beberapa tanaman dapat mempertahankan tekanan turgor yang tinggi juga
pada potensial air yang agak rendah dengan cara meningkatkan potensial osmotik
yaitu melalui akumulasi zat terlarut dalam sel. Proses ini disebut penyesuaian
osmotik (osmotic adjusment). Adanya penyesuaian osmotik berarti pula menjaga
22
integritas dan proses fisiologi sitoplasma. Penyesuaian osmotik berpotensi
menjaga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman (Riduan et al. 2007).
Penyesuaian osmotik terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman
kekeringan secara perlahan dan juga pada cekaman medium. Namun tidak semua
tanaman mengembangkan penyesuaian osmotik sebagai respon terhadap cekaman
kekeringan. Penyesuaian osmotik dipengaruhi oleh laju perkembangan tanaman,
tingkat cekaman, kondisi lingkungan dan perbedaan genotipe tanaman.
Disamping itu penyesuaian osmotik melalui perubahan potensial osmotik
dipengaruhi oleh akumulasi senyawa terlarut, ukuran sel, volume senyawa terlarut
dan ketebalan dinding sel. Menurut Levitt (1980) penurunan potensial osmotik
disebabkan oleh dua hal yaitu: akibat menurunnya akumulasi kadar air pada sel
karena terjadi kehilangan air dan karena adanya tambahan akumulasi senyawa
terlarut sehingga lebih menurunkan potensial osmotik.
Senyawa organik terlarut yang terlibat pada penyesuaian osmotik
bervariasi antara lain asam organik, asam amino dan senyawa terlarut kompatibel.
Senyawa prolin merupakan senyawa yang memegang peran penting dalam
mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan (Kim & Janick
1991). Prolin merupakan salah senyawa osmotik yang disintesis dan diakumulasi
pada jaringan tanaman yang mengalami cekaman kekeringan terutama pada
jaringan daun (Yang & Kao 1999).
Salah satu usaha untuk mendapatkan homogenitas perlakuan cekaman
kekeringan pada media tumbuh adalah dengan penggunaan larutan polietilena
glikol (PEG). Hal ini karena PEG merupakan senyawa yang larut sempurna
dalam air, yang menyebabkan penurunan potensial air secara homogen.
Penurunan potensial air ini tergantung pada konsentrasi dan berat molekul (BM)
PEG terlarut. Total massa atau sub unit (-CH2-O-CH2-) dalam rantai polimer
PEG merupakan faktor penting yang mengontrol besarnya penurunan potensial air
(Steuter et al. 1981). Penurunan potensial air tersebut diakibatkan oleh kekuatan
matriks sub unit etilen oksida pada polimer PEG. Molekul H2O akan tertarik ke
atom oksigen pada sub unit etilen oksida melalui ikatan hidrogen. Sifat tersebut
menyebabkan potensial air dalam media yang mengandung PEG dapat digunakan
untuk meniru besarnya potensial air tanah (Michel & Kaufmann 1973).
23
Pemacuan Pertumbuhan melalui Perbaikan Lingkungan Tumbuh
Hasil-hasil penelitian pemacuan pertumbuhan
Tanaman manggis mempunyai masa juvenil yang lama, dimana tanaman
asal biji baru mulai berbuah pada umur 10-15 tahun. Menurut Yaacob & Tindall
(1995), masa juvenil tanaman ini berakhir apabila telah menghasilkan 16 pasang
tunas lateral dan melalui penerapan teknik budidaya yang tepat maka lamanya
periode juvenil dapat dikurangi menjadi 8-10 tahun.
Pola pertumbuhan yang lambat pada tanaman manggis antara lain karena
sistem perakaran yang buruk. Kondisi ini menyebabkan terhambatnya serapan air
sehingga laju fotosintesis dan laju pembelahan sel pada meristem pucuk menjadi
rendah serta masa dormansi tunas menjadi lama (Poerwanto 2000; Wiebel et al.
1994). Karakteristik lainnya adalah pertumbuhan akar juga lambat dan tidak
mempunyai akar rambut serta mudah rusak pada kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan (Yaacob & Tindall 1995; Hidayat 2002).
Setelah biji manggis disemai selama satu bulan, nampak sistem
perakarannya masih sangat kurang sehingga pertumbuhan kecambah masih sangat
tergantung pada suplai makanan dari biji. Akar tersier mulai tampak pada umur 3
bulan tapi jumlahnya tetap sampai umur 6 bulan. Akar tersier mengalami
pertambahan dalam jumlah besar pada umur 6-14 bulan, diikuti pertumbuhan
tajuk yang cepat (Rukayah & Zabedah 1992).
Penyediaan bibit bermutu dalam jumlah banyak dengan waktu pembibitan
yang singkat merupakan faktor penting dalam mendukung pengembangan
tanaman manggis. Kendala yang dihadapi dalam penyediaan bibit adalah
lambatnya pertumbuhan sehingga kebutuhan bibit untuk penanaman baru tidak
dapat dipenuhi dalam waktu singkat. Pertumbuhan tanaman yang lambat
dipengaruhi oleh panjangnya siklus trubus, dimana siklus trubus yang panjang
disebabkan masa dormansi yang lama. Semakin tua umur tanaman asal biji maka
semakin lambat pertumbuhan. Hal tersebut berhubungan dengan kurang
berkembangnya sistem perakaran yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya
rasio bobot tajuk/akar akibat bertambahnya umur tanaman. Frekuensi trubus
sangat dipengaruhi oleh umur tanaman, bibit yang belum bercabang mengalami 5-
24
6 kali trubus per tahun, tetapi setelah bercabang ternyata hanya 3-4 kali trubus per
tahun (Wiebel et al. 1993; Hidayat 2002).
Oleh karena itu dibutuhkan teknologi untuk memacu pertumbuhan.
Pemacuan pertumbuhan bibit manggis melalui penggunaan zat pengatur tumbuh
telah banyak dilakukan. Poerwanto et al. (1995) melaporkan pemberian 50-150
ppm indole butyric acid (IBA) pada biji dan akar (saat transplanting dari
pesemaian) dapat meningkatkan pertambahan panjang akar, diameter batang,
bobot kering total, kandungan hara daun dan serapan hara. Demikian pula
pemberian 0.075-0.150 ppm triakontanol dapat meningkatkan luas daun, tinggi
bibit, jumlah ruas, diameter batang, panjang akar, bobot kering tanaman dan
serapan hara pada bibit umur 7 bulan (Hidayat et al. 1999), tetapi konsentrasi 0.1-
10 ppm triakontanol cenderung menurunkan pertumbuhan bibit umur satu tahun.
Tinggi bibit semai dapat dipacu dengan perendaman 100-200 ppm GA3 pada biji
sebelum disemai (Rais et al. 1996), sedangkan aplikasi 3 ppm sitokinin dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit umur satu tahun dengan meningkatkan frekuensi
pecah tunas dari 2.0 menjadi 2.7 selama 7 bulan (Poerwanto et al. 1995).
Walaupun aplikasi zat pengatur tumbuh telah memperlihatkan efek positif
dalam memacu pertumbuhan tanaman, namun metode aplikasinya belum bisa
diterapkan secara luas karena dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam penentuan
dosis, cara aplikasi dan waktu aplikasi sehingga diperlukan keahlian khusus untuk
dapat diterapkan. Selain itu beberapa jenis zat pengatur tumbuh memiliki harga
yang relatif mahal. Oleh karena itu diperlukan strategi lain untuk memacu
pertumbuhan bibit manggis, diantaranya melalui perbaikan lingkungan tumbuh
spesifik seperti pengaturan ketersediaan air dan unsur hara, perbaikan media
tumbuh dan pengaturan aerasi yang sesuai kebutuhan tanaman.
Pengaturan ketersediaan air untuk meningkatkan pertumbuhan
Air dapat melarutkan lebih banyak jenis bahan kimia dibandingkan dengan
zat cair lainnya karena memiliki konstanta dielektrik yang paling tinggi.
Konstanta dielektrik merupakan ukuran dari kemampuan untuk menetralisir daya
tarik menarik antara molekul atau atom yang bermuatan listrik berbeda. Hal ini
25
menunjukkan air sebagai pelarut yang baik untuk ion-ion bermuatan positif
maupun negatif.
Unsur hara mineral merupakan ion yang bermuatan positif seperti K+,
Ca2+, NH4+ ataupun bermuatan negatif seperti NO3
-, SO32-, HPO4
2- yang terlarut
di dalam air. Ion-ion tersebut dapat berasal dari bahan mineral tanah sebagai hasil
dekomposisi bahan organik ataupun dari pupuk yang diberikan. Air berperan
penting dalam melarutkan ion-ion tersebut dari sumbernya sehingga bisa diserap
oleh tanaman dan masuk ke jaringan tanaman. Air menjadi penggerak bagi ion
untuk berdifusi atau bergerak melalui aliran massa sehingga menjadi tersedia bagi
tanaman. Hal inilah yang menyebabkan apabila terjadi kekurangan air maka
seringkali juga diikuti dengan terjadinya kekurangan hara karena kelarutan hara di
dalam tanah menjadi sangat rendah (Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012).
Air juga berfungsi sebagai medium reaksi maupun bahan pada berbagai
aktivitas metabolisme. Oleh karena itu apabila terjadi kekurangan air maka
aktivitas metabolisme menjadi terganggu sehingga menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman, contohnya pada hidrolisis pati diperlukan air untuk
pemecahan pati menjadi glukosa.
Ketersediaan air merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
tinggi rendahnya potensial air tanaman. Pada tanaman manggis umur 8 tahun,
potensial air daun pada saat trubus maupun dorman lebih rendah, apabila
dibandingkan dengan umur 2 dan 4 tahun. Rendahnya potensial air daun pada
umur 8 tahun disebabkan karena jarak ujung akar dengan pucuk lebih panjang.
Untuk menjamin pasokan air dari akar ke pucuk maka daun harus
mempertahankan potensial air yang lebih rendah dibanding akar. Semakin kecil
ketersediaan air tanah dan semakin jauh jarak pucuk dengan akar maka gradien
potensial air antara daun dan akar menjadi semakin rendah (Fitter & Hay 1991)
dan rendahnya potensial air daun dapat menyebabkan penurunan laju fotosintesis.
Potensial air daun pada saat trubus lebih rendah dibandingkan saat
dorman. Hal ini disebabkan meningkatnya berbagai aktivitas metabolisme pada
saat trubus seperti respirasi, laju fotosintesis dan hidrolisis pati menjadi gula
pereduksi. Peningkatan aktivitas metabolisme tersebut diikuti oleh peningkatan
kebutuhan air maupun unsur hara sehingga meningkatkan gradien potensial air
26
antar daun dan akar (Gardner et al. 1991). Kebutuhan fotosintat yang meningkat
pada saat trubus mendorong peningkatan laju fotosintesis. Peningkatan laju
fotosintesis menyebabkan kebutuhan air dan CO2 sebagai bahan baku proses
fotosintesis juga meningkat. Tingginya kebutuhan air dan CO2 direspon dengan
peningkatan laju transpirasi dan daya hantar stomata. Hal ini sesuai Fitter & Hay
(1991); Gardner et al. (1991), peningkatan aktivitas fotosintesis diikuti dengan
meningkatnya laju transpirasi, karena pada saat bersamaan dengan transpirasi,
terjadi pengikatan CO2 yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.
Transpirasi adalah proses hilangnya air dari tumbuhan melalui permukaan
daun atau bagian lain dari tumbuhan. Umumnya transpirasi terjadi melalui daun,
walaupun juga bisa terjadi melalui kutikula yang dikenal dengan istilah transpirasi
kutikular. Transpirasi kutikular kemungkinan terjadi saat stomata tertutup,
sementara cahaya matahari dan suhu udara di sekitar tanaman cukup tinggi.
Transpirasi merupakan cara tanaman untuk menghilangkan energi (panas laten)
sehingga suhunya tetap terjaga pada suhu fisiologis (Lakitan 2007).
Air yang hilang melalui transpirasi dari daun bisa mencapai lebih dari 90%
dari total air yang diserap tanaman, artinya sebagian besar air yang diserap
dibuang kembali melalui proses transpirasi. Walaupun demikian jika dilihat dari
produksi bahan kering yang dihasilkan, ada tanaman yang relatif efisien dalam
penggunaan air dibandingkan dengan jenis lainnya. Semakin besar air yang
diuapkan (diperlukan) untuk produksi satu satuan (gram) bahan kering maka
semakin tidak efisien (Gardner et al. 1991; Taiz & Zeiger 2012).
Transpirasi memiliki arti penting dalam menjaga turgiditas sel tanaman
agar tetap dalam kondisi optimal dan juga menjaga stabilitas suhu tanaman.
Transpirasi juga dapat mempercepat laju pengangkutan unsur hara melalui
pembuluh xylem. Ion-ion mineral yang ada di dalam larutan tanah akan ikut
bergerak bersama-sama dengan kolom-kolom air sehingga hara tersebut secara
aliran masa akan mendekati akar sehingga mudah diserap oleh akar. Larutan hara
yang telah berada dalam jaringan xylem akan bergerak ke batang dan daun
mengikuti aliran transpirasi (Lakitan 2007).
Darmawan & Baharsyah (2010), mengemukakan bahwa transpirasi
mempengaruhi mekanisme membuka dan menutupnya stomata. Pada waktu
27
matahari terbit, stomata mulai terbuka, pada saat itu gradien tekanan uap kecil
sehingga transpirasi juga kecil. Apabila hari makin siang, maka suhu juga
meningkat, maka gradien tekanan uap juga meningkat yang menyebabkan
transpirasi mengalami peningkatan. Sekitar pukul 12.00, sel-sel di sekitar stomata
mulai kekurangan air karena besarnya transpirasi. Air dari sel juga mengalir ke
daerah sekitarnya sehingga stomata tertutup dan transpirasi juga mengalami
penurunan. Pada saat stomata tertutup, turgor dalam sel juga meningkat lagi,
akibatnya air yang naik dari akar akan masuk kembali ke sel jaga. Hal ini
menyebabkan terbukanya kembali stomata dan transpirasi juga meningkat sekitar
pukul 14.00, setelah itu stomata tertutup kembali sampai pagi hari.
Menurut Lakitan (2007); Taiz & Zeiger (2012), stomata akan membuka
jika tekanan turgor kedua sel jaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel
penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan
air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensial air
lebih tinggi ke sel dengan potensial air lebih rendah (Salisbury & Ross 1995).
Tinggi rendahnya potensial air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang
terlarut di dalam cairan sel, semakin banyak bahan terlarut maka potensial
osmotik sel akan semakin rendah. Apabila tekanan turgor sel tersebut tetap, maka
potensial air sel juga mengalami penurunan. Untuk memacu agar air masuk ke sel
jaga maka bahan yang terlarut tersebut harus ditingkatkan.
Peningkatan serapan air dan kecukupan aerasi
Kebutuhan air pada tanaman diperoleh melalui penyerapan oleh akar.
Proses masuknya air ke jaringan tanaman adalah air diserap oleh akar tanaman
dimana akar ini dihubungkan dengan suatu penghubung yang disebut sistem
vascular. Kemudian air dialirkan ke seluruh bagian tanaman melalui protoplasma
dan dinding sel, lalu masuk ke jaringan xylem sampai ke daun. Air yang sampai
di daun, sebagian digunakan untuk sintensis senyawa organik seperti karbohidrat,
lemak, protein dan bahan organik lainnya, dan sebagian lainnya meninggalkan
daun dan kembali ke batang melalui pembuluh floem.
Penyebab masuknya air ke dalam tanaman adalah potensial tanah dan
tegangan daun. Potensial tanah atau media terjadi karena adanya perbedaan
28
potensial air yang disebabkan perbedaan konsentrasi air tanah atau media dengan
jaringan akar (Taiz & Zeiger 2012). Menurut Salisbury & Ross (1995), potensial
tanah terdiri dari dua komponen yaitu potensial matrik dan potensial osmotik.
Kedua potensial ini dipengaruhi oleh kelembaban tanah, dimana kelembaban
tanah terjadi karena adanya kegiatan akar tanaman, yaitu adanya penyerapan pasif
dan penyerapan aktif. Menurut Darmawan & Baharsyah (2010), penyerapan
pasif adalah penyerapan air sebagai akibat adanya gradien potensial air dari sel-sel
akar, sedangkan penyerapan aktif adalah penyerapan air yang melibatkan energi
yang dihasilkan dari proses respirasi.
Menurut Jumin (2002); Darmawan & Baharsyah (2010), penyerapan air
oleh akar tanaman sangat dipengaruhi oleh: (a). ketersediaan air. Pada kondisi
kapasitas lapang, air mudah diserap oleh akar dan makin mendekati titik layu
permanen maka semakin sulit penyerapan air karena dibutuhkan potensial air dari
akar yang sangat tinggi. (b). suhu tanah. Semakin rendah suhu tanah, maka
makin lambat penyerapan air karena permeabilitas dinding sel makin rendah
(dinding sel makin sukar ditembus) dan viskositas air makin tinggi (air makin
kental). (3). kondisi aerasi. Aerasi merupakan faktor sangat mempengaruhi
penyerapan air dalam hubungannya dengan kadar oksigen (O2) dan karbon
dioksida (CO2). Semakin tinggi kadar CO2 makin rendah permeabilitas dinding
sel akar dan semakin tinggi kadar O2 maka semakin tinggi permeabilitas. Pada
tanah yang tergenang, daun akan mengalami gejala layu karena kekurangan air.
Aerasi merupakan salah satu faktor yang menentukan penyerapan air oleh
tanaman. Pada umumnya tanaman akan layu ketika aerasi tanah hampir jenuh
oleh bahan padat atau cair yang pekat seperti nitrogen. Hal yang sama terjadi
apabila aerasi tanah hanya ditempati oleh satu jenis udara saja, misalnya ruang
pori hanya diisi oleh CO2. Aerasi menjadi penting karena mempengaruhi laju
respirasi akar. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada kondisi aerasi baik, maka
ketersediaan O2 juga meningkat. Peningkatan kandungan O2 akan meningkatkan
laju respirasi akar, karena pada penguraian makro molekul seperti karbohidrat
sebagai substrat dari proses respirasi membutuhkan pasokan O2 yang cukup (pada
respirasi aerobik). Menurut Taiz & Zeiger (2012), respirasi adalah penguraian
makromolekul seperti karbohidrat yang mengakibatkan pembentukan ATP,
29
kemudian ATP diubah menjadi ADP dan menghasilkan energi. Proses respirasi
terjadi di dalam sitoplasma atau tepatnya pada mitokondria. Menurut Darmawan
& Baharsyah (2010), bahwa energi yang diperoleh dari respirasi pada mitokondria
dilepaskan ke dalam sitoplasma.
Perbaikan media tumbuh dengan pendekatan porositas media
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa aerasi mempengaruhi
ketersediaan oksigen pada media. Oleh karena itu pentingnya rekayasa media
tumbuh yang bertujuan meningkatkan aerasi melalui pendekatan porositas media
dan penggunaan pot media yang porous. Porositas tanah atau media merupakan
salah satu variabel sifat fisik yang penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan
tanaman. Porositas atau ruang pori total merupakan bagian yang tidak terisi oleh
bahan padat tanah atau media tetapi terisi oleh udara dan air. Porositas terdiri atas
pori-pori kasar (pori makro) dan pori-pori halus (pori mikro). Pori makro berisi
udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang
pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. Tanah dengan tekstur berpasir
mempunyai pori makro lebih banyak dari tanah liat. Tanah yang banyak memiliki
pori makro sulit menahan air sehingga tanaman mudah mengalami kekeringan
(Hardjowigeno 1987; Haridjaja 1980).
Porositas juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan
tekstur tanah. Porositas tinggi apabila mengandung bahan organik yang tinggi.
Begitupula struktur remah memiliki porositas yang lebih tinggi dibanding struktur
massive. Media yang bertekstur pasir lebih banyak memiliki pori makro
dibanding pori mikro sehingga air dan udara lebih mudah bergerak tetapi
kemampuan menahan airnya rendah. Sebaliknya media yang bertekstur halus,
karena ruang pori mikro lebih besar dibandingkan pori makro, maka kemampuan
menahan air besar tetapi air dan udara relatif lebih sulit bergerak (Hardjowigeno
1987; Hillel 1997). Menurut Baver (1959), air yang bergerak melalui ruang pori
makro karena adanya gaya gravitasi, sedangkan yang melalui ruang pori mikro
karena adanya gaya kapiler.
Porositas dapat dihitung dengan menggunakan peubah bobot isi dan bobot
jenis partikel (Baver 1959). Menurut ukurannya, porositas dapat dibagi atas dua,
30
yaitu ruang pori kapiler yang dapat menghambat perkembangan air menjadi
pergerakan kapiler, dan ruang pori non kapiler yang dapat memberi kesempatan
pergerakan udara dan perkolasi secara cepat sehingga sering disebut pori drainase
(Haridjaja 1980; Sitorus et al. 1981).
Untuk dapat tumbuh dengan baik, maka setiap tanaman membutuhkan
media tumbuh yang sesuai dengan karakteristik tanaman. Pada umumnya, media
yang baik adalah steril dan tidak mudah lapuk, karena media tanam berfungsi
sebagai penopang tanaman dan meneruskan larutan atau air yang berlebihan atau
yang tak diperlukan tanaman.
Pemacuan pertumbuhan bibit manggis dapat dilakukan dengan merekayasa
media tanam. Hal ini sangat penting mengingat karakteristik tanaman manggis
yang memiliki pertumbuhan awal yang lambat. Menurut Wiebel et al. (1992a),
bibit manggis yang ditanam pada media porous berupa campuran peat moss +
kompos pinus + pasir (1:1:1) yang disertai pupuk lepas terkendali Osmocote Plus
dan kelat besi, menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan media
yang kurang porous. Selanjutnya menurut Poerwanto et al. (1995), perbaikan
media tanam dengan menggunakan organic soil treatment (OST) sebanyak 5-15 g
dalam 3 kg media tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman manggis.
Sebenarnya masih banyak lagi komposisi media lainnya yang dapat
digunakan sebagai media untuk bibit manggis. Namun perlu dipertimbangkan
aspek biaya dan kemudahan sehingga dapat diterapkan oleh petani. Media pasir
sebagai media tanam termasuk jenis yang tidak mahal, namum kendalanya sangat
berat, dimana memiliki berat sekitar 1,6 ton/m3. Pasir kasar berfungsi sebagai
media tumbuh permanen (Harjadi 1989). Pasir kuarsa yang berukuran 0.5-0.2
mm juga dapat digunakan sebagai media tanam. Pasir ini dapat menimbulkan
kondisi porous dan aerasi yang baik. Pasir yang terlalu halus dapat menyebabkan
sementasi apabila dicampur dengan media tanah sehingga menyebabkan
pengerasan atau pemadatan (Ashari 1995). Pemberian pasir sebagai salah satu
fraksi tanah sampai batas-batas tertentu dapat menciptakan lingkungan fisik akar
yang baik, tetapi tidak mempengaruhi kandungan sifat kimia tanah (Opeke 1982).
Penggunaan pot sangat penting karena berkaitan dengan aerasi dan
drainase. Pot yang yang memiliki aerasi dan drainase yang baik akan memberikan
31
lingkungan tumbuh yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terutama
untuk bibit tanaman yang tidak menyukai kondisi yang terlalu lembab ataupun
sangat kering, seperti bibit manggis. Selama ini wadah atau pot yang umum
digunakan pada pembibitan manggis adalah polybag dengan ukuran yang
beragam. Polybag memiliki aerasi yang rendah sehingga sirkulasi udara agak
terbatas, utamanya apabila menggunakan media yang porositasnya rendah.
Sebagai alternatif yang ditawarkan pada penelitian ini adalah penggunaan pot
beraerasi tinggi sehingga diharapkan dapat diperoleh kondisi aerasi yang cukup
untuk mendorong pertumbuhan bibit manggis.
Pengaturan ketersediaan hara melalui aplikasi pemupukan
Informasi mengenai pemupukan pada tanaman manggis masih sangat
terbatas sehingga rekomendasi yang ada disusun berdasarkan pengalaman dan
praktek tradisional (Yaacob & Tindall 1995). Rekomendasi pemupukan pada
yang disajikan pada Tabel 1, dikeluarkan oleh Direktorat Tanaman Buah yang
bekerjasama dengan Balai Penelitian Buah, Institut Pertanian Bogor, dan beberapa
instansi yang terkait. Yaacob & Tindall (1995) merangkum beberapa hasil
penelitian dan kebiasaan petani di Malaysia dan Thailand menjadi suatu
rekomendasi pupuk majemuk pada manggis, yaitu perbandingan N, P2O5 dan
K2O, bervariasi diantaranya 15:15:10; 10:10:9; 10:10:14; dan 9:24:24, dimana
perbandingan yang terakhir umumnya digunakan pada tanaman menjelang
periode pemasakan buah.
Tabel 1 Rekomendasi pemupukan manggis per tahun berdasarkan umur tanaman
Umur tanaman Pupuk anorganik (g/pohon) PupukKandang (kg)Urea SP-36 KCl
masa juvenil:1-2 tahun 50 25 25 20> 2-4 tahun 100 50 50 20> 4-6 tahun 200 100 100 40masa produktif:> 6-8 tahun 400 800 800 40> 8-10 tahun 800 1500 1500 80> 10 tahun 1000 2500 1500 80
Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa pemupukan tanaman
manggis masih sangat beragam dan belum ada standar yang akurat sebagai
32
pedoman pelaksanaannya. Padahal menurut Olsen et al. (1982), terdapat tiga
filosofi dalam menentukan rekomendasi pemupukan, yaitu: (a). berdasarkan
nisbah kejenuhan kation. Konsep ini hanya terbatas pada tiga unsur, yaitu Ca, Mg
dan K; (b). mempertahankan hara tanah. Konsep ini juga sulit diterapkan pada
tanah yang subur dan daerah mudah mengalami proses pencucian; (c).
berdasarkan tingkat kecukupan hara. Konsep ini menggunakan pendekatan hasil
analisis tanah dengan hasil tanaman. Pemberian pupuk berdasarkan kebutuhan
tanaman, di luar yang dapat disediakan oleh tanah. Dari ketiga konsep, maka
yang ketiga dipandang cukup rasional untuk digunakan mengingat hanya
diperlukan cara untuk menjaga agar unsur hara tanah berada di atas tingkatan
cukup. Pendekatan ini adalah pemberian pupuk hanya dilakukan sebagai bentuk
tambahan hara ke dalam tanah, apabila tanah tidak mampu menyediakannya bagi
tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum.
Beberapa penelitian pemupukan tanaman manggis telah dilakukan tetapi
hasilnya belum memuaskan. Poerwanto (1995) melaporkan bahwa pupuk NPK
15-15-15 dosis 5 g /3 l media yang diaplikasikan setiap 2 bulan sekali, tidak
meningkatkan pertumbuhan bibit sambungan manggis, bahkan dosis 10 g justeru
menimbulkan keracunan. Padahal pemupukan NPK 15-15-15 dengan dosis 2.78 –
3.06 g/media, sudah lazim digunakan pada tanaman mangga dan durian dan
terbukti meningkatkan pertumbuhan tanaman. Liperdi (2007), melaporkan anjuran
pemupukan pada bibit manggis mengacu pada kondisi status hara daun adalah 266
ppm N, 84 ppm P dan 103 ppm K per tanaman (Tabel 2).
Tabel 2 Rekomendasi pemupukan berdasarkan status hara N,P, dan K daun
Unsur Hasil analisis jaringan daun (%) pada berbagaikondisi status hara daun
Rekomendasi pupuk(ppm/tanaman)
SangatRendah
Rendah Sedang Sangattinggi
N < 0.72 0.72-0.94 0.94-1.18 >1.18 266P < 0.05 0.05-0.10 0.10-0.19 >0.19 84K <0.50 0.50-0.67 0.67-1.26 >1.26 103
Selain pupuk yang mudah larut, maka dikenal juga pupuk lepas terkendali
(slow release). Jenius pupuk ini memiliki kelarutan yang lambat karena adanya
lapisan khusus dari bahan resin yang sifatnya permeabel (awet) pada setiap
33
butirannya sehingga unsur hara yang terdapat dalam butiran pupuk tersebut
dilepaskan secara lambat menyebabkan unsur hara lambat tersedia. Hasil
penelitian Wiebel et al. (1992a) menunjukkan aplikasi pupuk lepas kendali
Osmocote plus mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis. Namun hal ini
masih perlu dikaji lagi dengan membandingkan pupuk yang cepat tersedia.
Selain jenis pupuk, maka cara pemupukan juga menjadi faktor yang
menentukan keberhasil pemupukan. Pertimbangan cara penempatan pupuk antara
lain: (a) agar mudah diambil oleh akar tanaman, (b) agar tidak merusak biji atau
akar tanaman, (c) ketersediaan tenaga kerja. Menurut Hardjowigeno (1987), cara
pemupukan antara lain: (a) disebar (broadcast), yaitu pupuk disebar merata di
permukaan tanam, (b) di samping tanaman (sideband), yaitu pupuk diletakkan di
salah satu sisi atau kedua sisi tanaman, (c) dalam larikan (in the row), (d)
pemupukan lewat daun (foliar application), yaitu pupuk dilarutkan dalam air
kemudian disemprotkan ke daun, dan (e) pemupukan lewat air irigasi
(fertigation), cara ini terutama untuk unsur N atau pupuk lain yang mudah larut.
35
KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBITMANGGIS PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGANThe Morphological and Physiological Characteristics of Mangosteen
Seedlings under Drought Stress
Abstrak
Tanaman manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembangdan jumlah akar yang terbatas sehingga mudah terganggu oleh kondisi lingkunganyang tidak menguntungkan seperti cekaman kekeringan. Untuk mengetahuisejauhmana pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan bibit manggismaka penting dilakukan simulasi cekaman kekeringan. Kegiatan ini merupakanpenelitian dasar yang bertujuan mempelajari morfologi dan fisiologi pertumbuhanbibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan telah dilaksanakan diRumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor,Tajur, dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010. Percobaan disusun dalamrancangan acak lengkap dengan lima taraf konsentrasi PEG, yaitu: 0 (kontrol), 5;10, 15, dan 20%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan tarafcekaman kekeringan menurunkan potensial air daun, laju transpirasi, lajufotosintesis dan daya hantar stomata secara nyata. Penurunan aktivitas fisiologistersebut menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk dan akar yaitu: tinggitanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobot kering tajuk(12-27%), bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-41%) dan volume akar(10-40%). Peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan peningkatankandungan prolin secara nyata dan nampak pada taraf cekaman tertinggimenghasilkan kandungan prolin yang tertinggi 3.66 µmol/g berat basah,sedangkan pada kondisi tanpa cekaman kekeringan hanya 1.71 µmol/g beratbasah. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalampengaturan ketersediaan air sehingga menghindari terjadinya cekaman kekeringanpada bibit manggis.
Kata kunci: manggis, bibit, polietilena glikol, cekaman kekeringan
Abstract
Mangosteen has a less developed root system and has a limited number ofroot developments, hence it easily disturbed by unfavorable environmentalconditions such as drought stress. To find out the influence of drought on thegrowth of mangosteen seedlings, is important to do a simulation in drought stress.This activity is a basic research that aimed to find morphology and physiology ofgrowth of mangosteen seedlings to drought stress conditions. Experiments havebeen conducted in the Plastic house at Centre for Tropical Fruit Studies(CETROFS) Bogor Agricultural University, Tajur, from January 2009 untilAugust 2010. Experiment arranged in a completely randomized block design withfive degree of PEG concentration, e.i. 0 (control), 5, 10, 15, and 20%. Resultsshown that increasing level of drought was lowered leaf water potential,transpiration rate, photosynthetic rate and stomata conductance significantly.Decrease in physiological activity was caused a decrease in canopy and rootgrowth, such as: plant height (10-26%), number of leaves (9-21%), leaf area (10-
36
25%), shoot dry weight (12-27%), root dry weight (11-44%), root length (3-41%)and root volume (10-40%). Increasing the level of drought stress causedsignificantly enhance proline content. The highest level of stress will producesthe highest proline content as 3.66 µmol / g fresh weight. Whereas withoutdrought conditions proline content only 1.71 mol / g fresh weight. The results ofthis study was expected a material to consider water availability as avoidance anoccurrence of drought stress on the seedlings of mangosteen.
Keywords: mangosteen, seedlings, polyethylene glycol, drought stress
Pendahuluan
Latar Belakang
Pertumbuhan yang lambat pada bibit manggis menyebabkan masa
pembibitan menjadi lama sehingga kebutuhan bibit untuk mendukung
pengembangan tanaman manggis tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat.
Selama ini untuk menghasilkan bibit yang siap tanam dibutuhkan waktu 3-4
tahun. Pertumbuhan yang lambat tersebut berkaitan dengan sifat perakaran
tanaman manggis yang memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang dan
jumlah akar yang terbatas. Selain itu juga tidak mempunyai akar rambut sehingga
penyerapan air dan unsur hara menjadi terbatas (Yaacob & Tindall 1995;
Poerwanto et al. 1995).
Keterbatasan tanaman menyerap air menyebabkan jumlah air yang masuk
ke jaringan tanaman menjadi rendah sehingga laju pembelahan sel pada meristem
pucuk juga rendah. Hal ini karena air merupakan komponen utama penyusun sel,
sehingga perubahan status air seperti cekaman kekeringan akan mempengaruhi
sejumlah aktivitas metabolisme. Cekaman kekeringan atau yang biasa dikenal
sebagai drought stress dapat terjadi karena dua hal yaitu: (a) kekurangan air di
daerah perakaran dan (b) permintaan air yang yang berlebihan oleh daun akibat
laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, walaupun ketersediaan air
tanah/media dalam kondisi cukup (Levitt 1980; Bray 1997). Saat tanaman
mengalami cekaman kekeringan, maka potensial air daun menurun dan respon
fisiologis yang pertama dipengaruhi adalah pembesaran sel, sedangkan apabila
status cekamannya hanya ringan, maka hanya menyebabkan stomata menutup
(Salisbury & Ross 1995).
37
Cekaman kekeringan menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi
fotosintat, karena selain berfungsi sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis,
air juga berperan aktif dalam translokasi hasil fotosintesis. Namun belum ada
nilai tertentu dari potensial air daun (ukuran stres air secara kuantitatif) yang
menyebabkan penutupan stomata, karena nilai batas potensial air daun sangat
beragam berdasarkan letak daun dalam tajuk, umur tanaman dan kondisi tempat
tumbuh (di lahan atau kondisi lingkungan terkontrol) (Harjadi & Yahya 1988).
Berdasarkan karakteristik perakaran tanaman manggis yang telah
diuraikan sebelumnya, maka diduga tanaman manggis peka terhadap kondisi
cekaman kekeringan. Namun informasi yang menjelaskan secara detail pengaruh
cekaman kekeringan terhadap morfologi dan fisiolologi tanaman manggis masih
sangat terbatas. Untuk mempelajari pengaruh cekaman kekeringan maka penting
dilakukan simulasi cekaman dengan menggunakan polietilena glikol (PEG). PEG
telah digunakan pula dalam simulasi cekaman kekeringan beberapa tanaman
antara lain pada kedelai (Husni et al. 2006), Phaseolus mungo (Garg 2010),
tembakau (Riduan et al. 2010) dan Trifolium repens L (Wang 2010).
Penelitian simulasi cekaman kekeringan dengan polietilena glikol (PEG).
ini merupakan penelitian dasar yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik
morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman
kekeringan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan
pengaturan ketersediaan air dalam pembibitan tanaman manggis.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika
(PKBT) Tajur, Bogor. Analisis kandungan asam amino prolin dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan stomata dilaksanakan di
Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai bulan Januari 2009 hingga
Agustus 2010.
38
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis Wanayasa asal biji
umur 1 tahun, PEG 6000, pupuk NPK Growmore (20-20-20), pestisida (mankozeb
dan deltametrin), media cocopeat dan arang sekam padi.
Alat-alat yang digunakan antara lain LI-COR 6400, pressure chamber,
light meter tipe LI-250A, mikroskop binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm,
pot plastik hitam (diameter 25 cm dan tinggi 27 cm), gelas ukur 500 ml, papan
paku (pin board) ukuran 50 cm x 50 cm, cool box, handsprayer, timbangan
analitik, kantong sampel dan label.
Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap dan diulang sebanyak
tiga kali. Simulasi cekaman kekeringan menggunakan perlakuan PEG, yang
terdiri atas 5 taraf yaitu: 0 (kontrol), 5 (setara -0.03 MPa), 10 (setara -0.19 MPa),
15 PEG (setara -0.41 MPa) dan 20% PEG (setara -0.67 MPa) w/v (Mexal et al.
1975). Model linier yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yij = + i + ij (Gomez & Gomez 1984)
i = 1, …,a ; j = 1, …,b
Yij = nilai pengamatan dari tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan cekamankekeringan dengan aplikasi PEG ke-i
= nilai tengah populasi
i = pengaruh aditif dari perlakuan cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG ke-i
ij = pengaruh galat percobaan pada tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan cekamankekeringan dengan aplikasi PEG ke-i
Media tumbuh dari arang sekam padi dan cocopeat terlebih dahulu
disterilisasi dengan cara dipanaskan di dalam drum selama 8 jam yang bertujuan
untuk mencegah adanya patogen tular tanah yang ikut dalam media. Setelah
sterilisasi media maka dilanjutkan pencampuran media cocopeat dan arang sekam
padi (1:1 v/v), lalu dimasukkan ke dalam pot plastik hitam dengan volume 9 l.
Penyiapan bibit tanaman dimulai dengan memilih bibit yang
pertumbuhannya relatif seragam (berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah daun).
Sebelum penanaman maka media tumbuh asal bibit tersebut dibuang sehingga
tidak ikut pada media tumbuh yang baru. Penanaman pada pot dengan media
tumbuh berupa campuran cocopeat dan arang sekam padi.
39
Simulasi cekaman kekeringan umumnya dilakukan dengan menggunakan
senyawa PEG yang merupakan polimer dari etilena oksida. Kelebihan PEG
adalah mengontrol penurunan potensial air secara homogen dengan kekuatan
matriks sub unit etilen oksida pada polimernya dan besarnya penurunan potensial
air tergantung konsentrasi dan berat molekulnya, sehingga potensial air media
dapat diatur menyerupai potensial air tanah (Michel & Kaufmann 1973; Steuter
1981). Selain itu PEG tidak diserap tanaman dan tidak bersifat toksik bagi
tanaman (Mexal et al. 1975). Simulasi cekaman kekeringan dilakukan dengan
penyiraman larutan PEG mulai dilakukan 2 bulan setelah penanaman di pot.
Penyiraman PEG sebanyak 250 ml dilakukan setiap 2 hari sekali. Jumlah PEG
yang dilarutkan disesuaikan perlakuan, misalnya untuk membuat konsentrasi 5%,
dilarutkan 50 g kristal PEG dengan aquades sampai mencapai volume satu liter.
Begitupula pada konsentrasi 10, 15 dan 20%, masing-masing sebanyak 100, 150
dan 200 g kristal PEG dilarutkan dalam satu liter air aquades.
Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan dan pengendalian
hama/penyakit. Pemupukan dengan NPK Growmore (20-20-20) dengan dosis 2
g/l air yang diaplikasikan setiap minggu. Pengendalian penyakit dilakukan
dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb dan pengendalian hama
dengan insektisida berbahan aktif deltametrin.
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang
dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun
yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang
termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan
membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak
lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal
batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan
mengukur panjang dan lebar seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan
ke dalam persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, dimana
Y = luas daun (cm2), X1 = lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).
40
2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,
batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di
dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.
3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board)
ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar
yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.
4. Volume akar diukur dengan metode Archimedes. Caranya adalah akar
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat
tekanan akar, diukur sebagai volume akar.
5. Pengukuran laju fotosintesis, transpirasi dan daya hantar stomata dilakukan
bersamaan pada akhir penelitian menggunakan daun dewasa yaitu daun sub
terminal dengan alat LI-COR 6400.
6. Pengukuran potensial air jaringan daun menggunakan metode ruang tekan
(pressure chamber) (Kaufman 1968; Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012).
Potensial jaringan batang dan daun dilakukan pada siang hari (sekitar pukul
10.00-12.00), pada saat suhu udara harian tertinggi dan kelembaban udara
terendah. Pada saat tersebut tanaman dalam keadaan potensial air hariannya
terendah sedangkan pengukuran potensial air jaringan akar dilakukan pada
pagi hari sekitar jam 06.00. Prosedur lengkap pengukuran potensial air
jaringan disajikan pada Lampiran 1.
7. Kandungan asam amino prolin daun dianalisis menggunakan metode yang
dikembangkan Bates et al. (1973). Prosedur analisis kandungan prolin daun
disajikan pada Lampiran 2.
8. Pengamatan stomata menggunakan mikroskop binokuler Bieco. Caranya
adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks, lalu dibiarkan selama 5
menit. Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening, lalu dicabut kemudian
ditempel pada preparat dan diamati pada mikroskop, mulai pembesaran kecil
sampai besar. Kerapatan stomata dihitung dengan membagi jumlah stomata
dengan luas bidang pandang (Lestari 2006).
9. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh
pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati
pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus
41
awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan
warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2. Keempat
kriteria perubahan warna daun adalah: (1) trubus awal, yaitu periode dari saat
pangkal pasangan daun terminal pada ujung ranting mulai pecah kemudian
muncul tunas dengan calon daun yang belum membuka sampai pasangan
daun tersebut sudah membuka dengan warna kemerah-merahan sampai
kuning kemerahan, (2) trubus penuh, yaitu periode mulai dari daun pada tunas
semula berwarna kemerah-merahan sampai kuning kemerahan berubah
menjadi hijau muda, tetapi tulang daun masih berwarna hijau kemerahan, (3)
trubus dewasa, yaitu periode mulai dari daun yang semula berwarna hijau
muda berubah menjadi hijau tua, termasuk tulang daunnya (warna kemerahan
dari tulang daun hilang), dan (4) dormansi, yaitu periode mulai dari daun
berwarna hijau tua berubah menjadi hijau tua kebiru-biruan, diakhiri dengan
munculnya trubus baru dari tangkai daun tersebut.
Trubus awal (TA) Trubus penuh (TP)
Trubus dewasa (TD) Dormansi (D)
Gambar 2 Karakter morfologi berbagai stadia pertumbuhan tunas tanamanmanggis mulai dari trubus awal sampai dormansi
10. Pengamatan iklim mikro yang diamati meliputi suhu dan kelembaban serta
intensitas radiasi cahaya. Suhu udara dan kelembaban udara diukur
menggunakan termometer digital sedangkan intensitas radiasi cahaya
menggunakan light meter tipe LI-250A. Hasil pengamatan suhu udara dan
42
kelembaban udara disajikan pada Lampiran 12, sedangkan intensitas radiasi
cahaya pada Lampiran 13.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji
lanjutan dengan membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan uji jarak
berganda Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh terhadap perkembangan
trubus (trubus awal, trubus penuh dan trubus dewasa), periode trubus, siklus
trubus dan periode dormansi. Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan tajuk yaitu: tinggi tanaman (7-11 BSP), jumlah daun (3-11
BSP), luas daun 11 BSP, pertambahan (tinggi tanaman, jumlah daun, lebar
kanopi, diameter batang dan luas daun), bobot kering tajuk dan bobot kering total
tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
akar yaitu: bobot kering akar, panjang akar primer dan volume akar. Perlakuan
aktivitas fisiologi seperti laju fotosintesis, daya hantar stomata, laju transpirasi,
potensial air daun dan kandungan prolin daun. Rangkuman sidik ragam hasil
penelitian disajikan pada Lampiran 7.
Komponen Pertumbuhan Tanaman
Siklus trubus
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan perkembangan trubus dan
masa dormansi akibat perlakuan cekaman kekeringan seperti yang ditampilkan
pada Tabel 3. Tanaman yang mendapat cekaman kekeringan memiliki siklus
trubus antara 109-135 hari, yang nyata lebih lama dibandingkan kondisi tanpa
cekaman kekeringan, yaitu 97 hari. Lamanya siklus trubus dipengaruhi oleh
panjangnya periode trubus atau periode pertumbuhan aktif dan juga lamanya
periode dormansi. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Hidayat (2002)
bahwa terjadi hambatan pertumbuhan dan siklus trubus berikutnya menjadi lebih
43
lama apabila mendapat cekaman kekeringan. Lamanya siklus trubus berkaitan
dengan ketersediaan fotosintat sebagai hasil dari proses fotosintesis, dimana
terjadinya cekaman kekeringan menyebabkan terbatasnya jumlah air yang sampai
ke jaringan daun, sehingga menurunkan laju fotosintesis (seperti pada Tabel 11).
Selain rendahnya fotosintat yang terbentuk, maka translokasi fotosintat juga
terhambat akibat adanya cekaman kekeringan, karena air berperan penting dalam
mengalirkan fotosintat ke berbagai jaringan tanaman termasuk untuk
pembentukan tunas baru. Oleh karena alokasi fotosintat terbatas ke bagian pucuk
akibat adanya cekaman, maka tanaman meningkatkan masa dormansi menjadi
lebih lama dan setelah fotosintat sudah tersedia cukup, maka tanaman segera
membentuk tunas yang baru dan tanaman mengakhiri masa dormansinya.
Tanaman memiliki mekanisme pertahanan sendiri sebagai mekanisme
untuk mengurangi dampak negatif dari adanya cekaman kekeringan. Menurut
Jones et al. (1992) tanaman melakukan penghindaran terhadap cekaman
kekeringan dengan cara: (a) memperpanjang periode dorman dan memperpendek
siklus pertumbuhan, (b) konservasi air pada tanaman yang diwujudkan dalam
bentuk ukuran daun yang lebih kecil, penutupan stomata dan penyerapan yang
efektif diwujudkan dalam bentuk morfologi akar yang memanjang dan tebal.
Pada penelitian ini nampak bahwa tanaman yang mengalami cekaman kekeringan
memiliki masa dormansi yang lebih lama (rata-rata di atas 65 hari) dibanding
tanpa cekaman (62 hari) dan hal ini dianggap sebagai salah bentuk strategi
tanaman dalam menghindari cekaman kekeringan.
Tabel 3 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padaberbagai konsentrasi PEG
KonsentrasiPEG (%)
Stadia/periode pertumbuhan tunasTrubusawal
Trubuspenuh
Trubusdewasa
Periodedormansi
Periodetrubus*
Siklustrubus**
....................................... (hari) ................................................0 10.50e 10.50e 12.67d 62.33e 33.67e 96.00e5 13.33d 13.17d 16.17c 67.00d 42.67d 109.67d10 15.17c 15.16c 20.33b 70.00c 50.67c 120.67c15 17.00b 16.67b 22.83a 73.17b 56.50b 129.67b20 18.33a 18.00a 23.83a 75.50a 60.17a 135.67a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%*Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa*Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi
44
Pertumbuhan tajuk
Perlakuan cekaman kekeringan menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun
dan luas daun secara nyata pada 11 BSP seperti ditampilkan pada Tabel 4. Pada
tanpa cekaman kekeringan, rata-rata tinggi tanaman adalah 33.45 cm, sedangkan
pada perlakuan cekaman kekeringan (5-20% PEG) dihasilkan tinggi tanaman
senilai 30.25; 28.50; 29.65 dan 24.82 cm atau terjadi penurunan tinggi tanaman
sebesar 10-26% dan penurunannya semakin meningkat sesuai peningkatan taraf
cekaman. Data pada Tabel 4 ternyata lebih dipertegas lagi oleh persamaan
regresi pada Gambar 3, yang menunjukkan adanya hubungan linear negatif antara
tingkat cekaman kekeringan dengan peubah tinggi tanaman. Persamaan regresi
antara taraf cekaman dengan rataan tinggi tanaman adalah: Y = 31.77 + 0.36X;
R2 = 0.77**. Perlakuan cekaman kekeringan juga menurunkan jumlah daun dan
luas daun secara nyata yaitu masing-masing 9-21% dan 10-25% dibanding tanpa
cekaman seperti nampak pada Tabel 4 dan Gambar 4.
Penurunan pertumbuhan tajuk pada penelitian ini sejalan dengan laporan
Efendi (2008), cekaman kekeringan menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk
tanaman jagung dan penurunan pertumbuhan sejak cekaman ringan (5% PEG) dan
penurunan pertumbuhan tertinggi pada cekaman berat (20% PEG). Laporan yang
sama dikemukakan Banziger et al. (2000), bahwa cekaman kekeringan pada
tanaman jagung menyebabkan penurunan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas
daun serta menyebabkan penutupan stomata dan penggulungan daun akibat
rendahnya turgiditas sel daun pada potensial air daun senilai -1.5 MPa.
Tabel 4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rata-rata tinggi tanaman, jumlah danluas daun pada pada 11 BSP
KonsentrasiPEG(%)
Tinggitanaman(cm)
Jumlahdaun(helai)
Luasdaun(cm2)
Penurunan (%)*Tinggi
tanamanJumlahdaun
Luasdaun
0 33.45 a 16.50 a 1507.10 a - - -5 30.25 ab 15.00 b 1356.40 ab 10 9 10
10 28.50 ab 14.83 b 1335.50 ab 15 9 1115 29.65 ab 13.67 c 1290.30 ab 11 15 1420 24.82 b 13.00 c 1129.60 b 26 21 25
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%*Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)
45
Gambar 3 Hubungan peningkatan konsentrasi PEG dengan tinggi tanaman pada11 BSP
Gambar 4 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada berbagai konsentrasi PEGpada 11 BSP
0% 5% 10%
20%15%
Y = -0.36X + 31.76R² = 0.77**
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20
Rat
aan
ting
gita
nam
an(c
m)
Konsentrasi PEG (%)
46
Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun
menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf cekaman kekeringan maka semakin
besar penurunan pertumbuhan dan penurunan terbesar nampak pada taraf
cekaman tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman manggis
sangat terhambat akibat mengalami cekaman kekeringan yang ditunjukkan dari
penurunan pertumbuhan dibandingkan tanaman yang tidak mengalami cekaman.
Data ini sejalan dengan peubah potensial air daun pada Tabel 10 dan ini
dibuktikan melalui uji korelasi Pearson pada Tabel 12, bahwa terdapat hubungan
yang sangat nyata dan positif antara semua komponen pertumbuhan tajuk dengan
potensial air daun. Hubungan yang sifatnya negatif antara potensial air daun
dengan pertumbuhan tajuk pada Gambar 5 dan 6, mempertegas hubungan
tersebut, yaitu apabila potensial air daun mengalami penurunan sampai -1.1 MPa,
akan menyebabkan penurunan tinggi tanaman dan jumlah daun secara linier. Hal
ini sesuai yang dikemukakan Harjadi & Yahya (1988), bahwa dengan cekaman
kekeringan yang ringan saja (sekitar -0.1 sampai -0.3 MPa) sudah dapat
menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel menjadi terhambat bahkan bisa
berhenti sama sekali. Berkurangnya potensial air daun menyebabkan menurunnya
aktivitas fotosintesis, karena beberapa hal yaitu: (a) penutupan stomata secara
aktif yang mengurangi suplai CO2, (b) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan
membran sel yang mengurangi permeabilitasnya terhadap CO2, (c) bertambahnya
tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas, dan (d) menurunnya efisiensi
sistem fotosintesis. Hal ini berhubungan dengan proses biokimia, aktivitas enzim
dalam sitoplasma, dimana fotosintesis merupakan proses hidrolisis yang
memerlukan air.
47
Gambar 5 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan tinggi tanamanpada 11 BSP
Gambar 6 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan jumlah daun pada11 BSP
Perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap pertambahan diameter batang dan lebar kanopi dibandingkan tanpa
cekaman seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pertambahan diameter batang dan
lebar kanopi semakin menurun sejalan dengan peningkatan taraf cekaman dan
terlihat jelas bahwa pada taraf cekaman tertinggi (20% PEG), menyebabkan
pertambahan diameter batang dan lebar kanopi yang paling rendah. Cekaman
kekeringan menyebabkan semakin terbatasnya air yang masuk ke jaringan
tanaman sehingga menghambat aktivitas pembelahan, pembesaran dan
pemanjangan sel dan hal ini nampak dari penurunan pertambahan diameter batang
dan lebar kanopi.
Y = -8.86x + 35.05R² = 0.71**
20
22
24
26
28
30
32
34
36
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Tin
ggi
tana
man
(cm
)
Ψ daun (-MPa)
Y = -3.92X + 17.28R² = 0.80**
12
13
14
15
16
17
18
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Jum
lah
dau
n(h
elai
)
Ψ daun (-MPa)
48
Tabel 5 Pertambahan diameter batang dan lebar kanopi pada berbagai konsentrasiPEG selama 1 tahun
KonsentrasiPEG (%)
Pertambahan
Diameter batang (mm) Lebar kanopi (cm)0 3.71 a 19.79 a5 1.88 b 16.81 b10 1.69 b 14.91 bc15 1.68 b 14.17 bc20 1.65 b 12.93 c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan
penurunan bobot kering tajuk dan bobot kering total secara nyata. Bobot kering
tajuk dan bobot kering total pada kondisi tanpa cekaman kekeringan adalah 18.95
dan 24.02 g/tanaman, sedangkan apabila diberi perlakuan cekaman kekeringan (5-
20% PEG), maka bobot kering tajuk dan total mengalami penurunan menjadi
16.70-13.79 g/tanaman (bobot kering tajuk) dan 21.21-16.63 g/tanaman (bobot
kering total) atau mengalami penurunan 12-27% (bobot kering tajuk) dan 12-31%
(bobot kering total). Penurunan bobot kering tanaman akibat adanya cekaman
kekeringan disebabkan oleh 2 hal yaitu: terbatasnya fotosintat yang terbentuk dan
terhambatnya alokasi fotosintat ke berbagai organ tanaman (Salisbury & Ross
1995. Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan air yang masuk ke
jaringan tanaman, semakin terhambat air masuk ke jaringan tanaman akibat
adanya cekaman maka semakin terhambat pembentukan dan translokasi fotosintat.
Hal ini sejalan dengan laporan Gieger & Thomas (2002); Wu et al. (2007), bahwa
cekaman kekeringan menyebabkan penurunan biomassa tanaman karena
terhambatnya translokasi fotosintat ke berbagai organ tanaman, termasuk untuk
pengisian bahan kering tanaman.
Trend persentase penurunan biomassa tanaman akibat perlakuan cekaman
kekeringan pada Gambar 7, menunjukkan pola yang sama dengan pola
pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun. Peningkatan taraf
cekaman menyebabkan penurunan bobot kering total secara linier negatif dengan
persamaan regresi: Y = -0.35X + 23.55; R2 = 0.58**.
49
Tabel 6 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering tajuk dan bobot keringtotal tanaman pada 11 BSP
KonsentrasiPEG(%)
Bobot keringtajuk(g)
Bobot keringtotal(g)
Penurunan (%)
Bobot keringtajuk
Bobot keringtotal
0 18.95 a 24.02 a - -5 16.70 ab 21.21 ab 12 1210 15.87 ab 19.93 ab 16 1715 14.86 ab 18.34 b 22 2420 13.79 b 16.63 b 27 31
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)
Gambar 7 Hubungan konsentrasi PEG dengan bobot kering total pada 11 BSP
Pertumbuhan akar
Untuk menggambarkan pertumbuhan akar maka dilakukan pengamatan
bobot kering akar, panjang akar primer dan volume akar pada Tabel 7. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berbeda nyata
dengan tanpa cekaman terhadap bobot kering akar, panjang akar primer dan
volume akar. Hal ini ditunjukkan dari bobot kering akar pada perlakuan tanpa
cekaman kekeringan adalah 5.06 g/tanaman, sedangkan pada perlakuan cekaman
kekeringan (5-20% PEG) adalah masing-masing 4.51; 4.06; 3.48 dan 2.84
g/tanaman atau terjadi penurunan bobot kering akar sebesar 11-44%.
Demikian pula terhadap peubah panjang akar primer pada Tabel 7 dan
Gambar 8, juga menunjukkan penurunan pertumbuhan seperti pada bobot kering
Y = -0.35X + 23.55R² = 0.58**
10
15
20
25
30
0 5 10 15 20
Bo
bo
tke
ring
tota
l(g
)
Konsentrasi PEG (%)
50
akar. Namun terdapat perbedaan, dimana pada peubah panjang akar, pada
cekaman ringan belum nampak perbedaan dengan kontrol, tetapi setelah taraf
cekaman ditingkatkan menjadi 15 dan 20% PEG, baru berbeda nyata dengan
kontrol, artinya saat cekaman masih ringan, maka belum menunjukkan perbedaan
dengan tanpa cekaman, tetapi setelah taraf cekaman ditingkatkan >15% PEG,
mengakibatkan penurunan panjang akar primer yang nyata dibanding kontrol.
Hasil pengamatan terhadap volume akar pada Tabel 7, juga menunjukkan
adanya penurunan pertumbuhan akibat perlakuan cekaman kekeringan, hanya
polanya agak berbeda dengan bobot kering akar dan panjang akar primer. Pada
perlakuan 5-15% PEG, volume akar nampak tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Namun setelah ditingkatkan menjadi 20% PEG, maka nampak perbedaan yang
nyata dengan kontrol. Dengan demikian pengaruh cekaman kekeringan terhadap
volume akar, baru nampak pada kondisi cekaman berat (20% PEG), yang
ditunjukkan dari penurunan volume akar 40% dibandingkan tanpa cekaman.
Penurunan pertumbuhan akar (bobot kering akar, panjang akar primer dan
volume akar) akibat cekaman kekeringan didukung oleh kondisi morfologi
tanaman manggis, yang memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang dan
tidak mempunyai akar rambut serta mudah terganggu oleh faktor lingkungan yang
tidak menguntungkan seperti adanya cekaman kekeringan (Wiebel et al. 1994;
Poerwanto et al. 1995; Cox 1988), menyebabkan tanaman manggis peka terhadap
cekaman kekeringan. Dengan kondisi morfologi akar seperti diuraikan tersebut
ditambah adanya hambatan ketersediaan air pada media yang terbatas (media pot)
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan akar seperti yang nampak pada Tabel
7 dan Gambar 8. Hal ini berbeda halnya apabila kondisi cekaman kekeringan
pada media yang lebih luas seperti di lahan, dimana tanaman bisa melakukan
adaptasi morfologi dengan memperpanjang akar untuk memperoleh air pada
lapisan tanah yang lebih dalam. Hal ini sesuai Sammons et al. (1980), tanaman
dengan panjang akar yang dalam dan perluasan akar yang besar mampu
meningkatkan absorbsi air dan relatif lebih toleran terhadap cekaman kekeringan.
Menurut Harjadi & Yahya (1988), kondisi perakaran juga mempengaruhi
pemulihan fotosintesis akibat adanya cekaman kekeringan. Apabila akar rambut
51
rusak dan titik tumbuh akar terhambat pertumbuhannya maka penyerapan air akan
sangat berkurang dan bisa kembali normal setelah diberikan irigasi.
Tabel 7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap bobot kering akar, panjang akarprimer dan volume akar pada 11 BSP
KonsentrasiPEG(%)
Bobotkeringakar (g)
Panjangakarprimer(cm)
Volumeakar(ml)
Penurunan (%)
Bobotkeringakar
Panjangakar
primer
Volumeakar
0 5.06 a 27.00 a 10.00 a - - -5 4.51 ab 26.17 a 9.00 a 11 3 1010 4.06 ab 24.83 a 9.00 a 20 8 1015 3.48 bc 20.50 ab 8.67 a 31 24 1320 2.84 c 16.00 b 6.00 b 44 41 40
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)
Gambar 8 Keragaan akar bibit manggis umur 11 BSP pada berbagai konsentrasiPEG
0% 5% 10%
15% 20%
52
Untuk menggambarkan keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar dapat
dilihat dari rasio tajuk/akar (Tabel 8). Nampak bahwa sampai 11 BSP, tidak
terdapat perbedaan nyata antara berbagai perlakuan cekaman kekeringan. Hal ini
disebabkan kedua peubah tersebut (bobot kering tajuk maupun bobot kering akar),
sama-sama mengalami penurunan akibat perlakuan cekaman kekeringan, seperti
yang terlihat pada Tabel 6 dan 7. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan
Hidayat (2002), bahwa pada tanaman manggis muda umur 2 tahun, menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata terhadap rasio tajuk/akar, tetapi setelah umur > 2
tahun, baru terlihat perbedaan yang nyata, karena saat itu alokasi pembagian
fotosintat lebih banyak dialokasikan ke pertumbuhan tajuk (batang, cabang dan
daun), akibatnya pertumbuhan tajuk menjadi lebih dominan dibanding
pertumbuhan akar. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi
cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk lebih terhambat dibanding pertumbuhan
akar (Wu & Cosgrove 2000; Hamdy 2002). Laporan Efendi (2008) menunjukkan
bahwa konsentrasi 20% (setara -0.67 MPa), pertumbuhan tunas kecambah jagung
sangat terhambat bahkan terhenti namun pertumbuhan akar masih dapat
berlangsung.
Tabel 8 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP
KonsentrasiPEG (%)
Rasiotajuk/akar
0 3.825 3.7110 4.0515 4.3820 4.90
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Komponen Fisiologis Tanaman
Kandungan prolin
Pada beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik cekaman, maka
umumnya kandungan asam amino prolin dijadikan sebagai indikator untuk
menilai status tanaman apakah mengalami cekaman atau tidak. Pada penelitian
ini nampak bahwa perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap kandungan prolin daun. Tanaman yang tanpa mengalami cekaman
53
kekeringan (kontrol), mempunyai kandungan prolin sebesar 1.71 µmol/g berat
basah, sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan (5- 20% PEG), adalah
2.41-3.66 µmol/g berat basah atau terjadi peningkatan sebesar 41-114% (Tabel 9).
Peningkatan kandungan prolin daun pada tanaman yang mendapat
perlakuan cekaman kekeringan dibanding tanpa cekaman menunjukkan tanaman
manggis mengalami cekaman kekeringan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa
akumulasi prolin merupakan respon tanaman akibat adanya cekaman kekeringan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Efendy (2008), bahwa tanaman jagung
varietas Anoman yang mengalami cekaman kekeringan dengan PEG selama 30
hari menunjukkan peningkatan kandungan prolin daun, di mana peningkatan taraf
cekaman juga menyebabkan peningkatan kandungan prolin, yaitu 33.13 µmol/g
berat basah (0% PEG), 48.64 µmol/g berat basah (10% PEG) dan 66.81 µmol/g
berat basah (15% PEG). Begitupula laporan Wijana (2001); Panggaribuan (2001),
menunjukkan kandungan prolin meningkat pada tanaman kelapa sawit yang
mengalami cekaman kekeringan dan peningkatan prolin menunjukkan adanya
toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan.
Prolin merupakan salah senyawa osmotik yang disintesis dan diakumulasi
pada berbagai jaringan tanaman terutama pada bagian daun dan merupakan salah
satu bentuk mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dengan
cara dehydration tolerance yaitu mekanisme toleransi pada potensial air jaringan
yang rendah. Mekanisme ini merupakan kemampuan tanaman menjaga tekanan
turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti
asam amino prolin (Soepandi 2006).
Tabel 9 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap kandungan prolin pada 11 BSP
Konsentrasi PEG(%)
Kandungan prolin(µmol/g berat basah)
Peningkatan(%)
0 1.71 c -5 2.41 bc 4110 2.46 bc 4415 2.63 b 5420 3.66 a 114
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase peningkatan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)
54
Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 12, menunjukkan hubungan antara
kandungan prolin daun dengan peubah pertumbuhan tajuk dan akar, di mana
kandungan prolin daun menunjukkan hubungan yang sangat nyata dan negatif
dengan peubah bobot kering (akar dan total tanaman), pertumbuhan tinggi
tanaman dan luas daun serta potensial air daun. Kandungan prolin juga
berhubungan nyata dan negatif dengan panjang akar dan volume akar. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan
peningkatan kandungan prolin daun sebagai strategi toleransi tanaman terhadap
cekaman kekeringan pada potensial air jaringan yang rendah. Dalam kondisi
cekaman sedang sampai berat, konsentrasi asam amino prolin meningkat lebih
tinggi dibanding asam amino lainnya. Dalam hal ini prolin tampaknya membantu
toleransi terhadap cekaman kekeringan, bertindak sebagai sumber cadangan
nitrogen atau sebagai molekul zat terlarut yang mengurangi potensial osmotik
sitoplasma. Pada tingkat cekaman sangat berat (potensial air lebih besar dari -1.5
MPa), maka respirasi, asmilasi CO2, translokasi fotosintat dan transpor xylem
berkurang secara cepat sampai ke tingkat yang lebih rendah, sedangkan aktivitas
enzim hidrolisis meningkat (Gardner et al. 1991).
Potensial air daun
Perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan tanpa cekaman terhadap potensial air daun (Tabel 10). Pada perlakuan
tanpa cekaman (0% PEG), diperoleh nilai potensial air daun sebesar -0.27 MPa,
sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan (5-20% PEG) menyebabkan
penurunan potensial air daun antara -0.48 sampai -1.04 MPa atau mengalami
penurunan sebesar 78-281%. Hal tersebut menggambarkan bahwa peningkatan
taraf cekaman, menyebabkan penurunan potensial air daun. Penurunan potensial
air daun dapat disebabkan rendahnya ketersediaan air media atau rendahnya
serapan air sehingga semakin terbatas air yang masuk ke jaringan tanaman. Pada
penelitian ini terhambatnya air yang masuk ke jaringan tanaman karena semakin
tingginya taraf cekaman (peningkatan konsentrasi PEG). Semakin tinggi
konsentrasi PEG maka semakin banyak zat terlarut sehingga konsentrasi air media
semakin rendah dibanding konsentrasi air jaringan akar dan semakin sulit air
55
masuk ke jaringan tanaman. Dengan demikian supaya air dapat mengalir sampai
ke jaringan daun maka potensial air jaringan harus diturunkan. Rendahnya
potensial air daun menyebabkan jumlah air yang masuk ke sel jaga juga menjadi
semakin terbatas akibatnya sel menjadi kemps, turgiditas sel terganggu dan
stomata menutup. Penutupan stomata merupakan cara untuk mengurangi
kehilangan air yang akibat transpirasi. Namun karena CO2 juga masuk ke jaringan
tanaman melewati stomata maka penutupan stomata menyebabkan terhambatnya
difusi CO2 dan penurunan daya hantar stomata (Salisbury & Ross 1995). Pada
penelitian ini, respon yang jelas terlihat akibat penurunan potensial air daun
adalah terhambatnya pertumbuhan tajuk seperti ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6.
Tabel 10 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap potensial air daun pada 11 BSP
Konsentrasi PEG(%)
Potensial air daun(MPa)
Penurunan(%)
0 -0.27 a -5 -0.48 b 78
10 -0.64 c 13615 -0.99 d 26320 -1.04 d 281
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)
Sebagai perbandingan pada hasil penelitian Hidayat (2002), menunjukkan
adanya perbedaan potensial air daun tanaman manggis umur 2 tahun pada dua
kondisi status air yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Potensial air daun
terendah pada musim kemarau yaitu pada stadia trubus cepat sampai trubus
dewasa sebesar -9.83 sampai -10.08 bar, dan tertinggi pada fase dorman -6.57 bar,
sedangkan pada musim penghujan, terendah pada stadia trubus dewasa (-5.03
bar), dan tertinggi pada stadia trubus awal (-3.77 bar) dan stadia dorman (-3.90
bar). Hal ini menunjukkan bahwa potensial air jaringan pada kondisi tanaman
aktif tumbuh lebih rendah dibandingkan saat dorman. Saat pertumbuhan tunas,
aktivitas metabolisme meningkat dan kebutuhan air secara langsung menjadi
faktor pembatas, sehingga pada saat pertumbuhan tunas dibutuhkan ketersediaan
air yang lebih tinggi dibandingkan stadia dorman. Dengan demikian saat aktif
tumbuh, maka tanaman manggis sangat peka terhadap kekurangan air. Gejala
yang jelas ditunjukkan apabila tanaman manggis mengalami cekaman kekeringan
56
yang adalah terjadinya terhambatnya pertumbuhan tajuk dan akar. Berdasarkan
hasil pengamatan menunjukkan hambatan pertumbuhan tajuk (menurunnya
pertambahan luas daun, jumlah daun dan biomassa tajuk) dan hambatan
pertumbuhan akar (menurunnya volume, panjang akar dan biomassa akar).
Perubahan laju fotosintesis, transpirasi dan daya hantar stomata
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan
cekaman kekeringan dan tanpa cekaman terhadap laju fotosintesis, transpirasi dan
daya hantar stomata seperti pada Tabel 11. Laju fotosintesis pada tanpa cekaman
kekeringan adalah 4.22 µmol CO2/m2/detik, sedangkan pada perlakuan cekaman
kekeringan (5-20% PEG) adalah 3.26-2.11 µmol CO2/m2/detik atau mengalami
penurunan sebesar 23-50% dibandingkan kontrol. Penurunan laju fotosintesis
akibat meningkatnya cekaman disebabkan menurunnya absorbsi air dari media
sehingga semakin terbatas jumlah air yang masuk ke jaringan tanaman.
Terbatasnya serapan air akan direspon oleh jaringan daun dengan cara penutupan
stomata sebagai strategi untuk mengurangi kehilangan air.
Penutupan stomata menyebabkan menurunnya laju difusi CO2 yang masuk
ke daun melalui stomata akibatnya daya hantar stomata menurun seperti terlihat
pada Tabel 11. Daya hantar stomata pada perlakuan cekaman kekeringan adalah
0.036-0.029 µmol CO2/m2/detik sedangkan pada tanpa cekaman adalah 0.039 atau
terjadi penurunan sebesar 8-26% akibat adanya cekaman. Oleh karena stomata
menutup akibat rendahnya potensial air daun, maka laju transpirasi juga
mengalami penurunan. Laju transpirasi pada perlakuan cekaman kekeringan (5-
20% PEG) adalah 105.07-45.32 µmol H2O/m2/detik sedangkan tanpa cekaman
adalah 128.07 µmol H2O/m2/detik atau terjadi penurunan sebesar 18-65%.
Penurunan daya hantar stomata sejalan dengan laju transpirasi, karena
cekaman kekeringan menyebabkan penutupan stomata sehingga jumlah CO2 yang
dihantarkan masuk ke daun melalui stomata dan jumlah air yang diuapkan melalui
stomata sama-sama mengalami penurunan. Kombinasi dari rendahnya pasokan
air dari media dan terbatasnya CO2 yang masuk ke daun menyebabkan rendahnya
laju fotosintesis. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Nepomuceno et al.
(1998), bahwa tanaman kapas varietas Siokra yang mengalami cekaman
57
kekeringan dengan aplikasi PEG 6000, memiliki laju fotosintesis 7.61 µmol
CO2/m2/detik, daya hantar stomata 0.36 µmol CO2/m
2/detik dan laju transpirasi
4.77 µmol H2O/m2/detik, yang nampal lebih rendah dibanding tanpa cekaman,
yaitu: 8.01 µmol CO2/m2/detik (laju fotosintesis), 0.42 µmol CO2/m
2/detik (daya
hantar stomata) dan 5.51 µmol H2O/m2/detik (laju transpirasi).
Saat tanaman mengalami cekaman kekeringan, maka stomata sebagai
pintu masuknya CO2 ke dalam jaringan daun akan tertutup sebagai respon
terhadap rendahnya ketersediaan air media dan juga sebagai mekanisme untuk
mengurangi kehilangan air akibat penguapan. Akibat tertutupnya stomata maka
laju difusi CO2 melalui stomata juga mengalami penurunan yang nampak pada
penurunan daya hantar stomata. Hal ini didukung laporan Ramlan et al. (1992),
bahwa tanaman manggis yang digenangi selama 72 jam (konsentrasi CO2 sangat
rendah), menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan daya hantar stomata,
sehingga dapat disimpulkan peningkatan daya hantar stomata mencerminkan
peningkatan kandungan CO2 di daun.
Tabel 11 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap laju fotosintesis, laju transpirasidan daya hantar stomata pada 11 BSP
KonsentrasiPEG(%)
Lajufotosintesis(FS)
Lajutranspirasi(T)
Daya hantarstomata(DHS)
Penurunan(%)
FS T DHS
µmolCO2/m
2/detikµmolH2O/m2/detik
µmol/m2/CO2detik
0 4.22 a 128.07 a 0.039 a - - -5 3.26 b 105.15 b 0.036 ab 23 18 8
10 2.56 c 78.81 c 0.030 c 39 38 2315 2.37 cd 49.51 d 0.032 bc 44 61 1820 2.11 d 45.32 d 0.029 c 50 65 26
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%Persentase penurunan dibandingkan terhadap kontrol (0% PEG)
Kerapatan stomata
Hasil pengamatan kerapatan stomata pada Gambar 9, menunjukkan adanya
variasi jumlah stomata pada permukaan atas dan bawah daun. Kerapatan stomata
pada perlakuan tanpa cekaman kekeringan adalah 71.34 buah/mm (bawah daun)
dan 5.10 buah/mm (atas daun), sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan,
kerapatan stomata tertinggi pada 20% PEG yaitu 137.58 buah/mm (bawah daun)
58
dan 10.19 buah/mm (atas daun). Data kerapatan stomata menunjukkan pola yang
berbeda dengan pertumbuhan tajuk dan akar, dimana pada taraf cekaman berat
(20% PEG) menghasilkan kerapatan stomata tertinggi, namun tidak terdapat
perbedaan yang besar antara perlakuan cekaman karena jumlah stomata banyak
dikendalikan oleh faktor genetik (Banziger et al. 2000), tetapi menurut Gardner et
al. (1991), selain faktor genetik, maka faktor lingkungan juga mempengaruhi
jumlah dan ukuran stomata.
Pada pertumbuhan tajuk dan akar, cekaman kekeringan tertinggi justeru
mengakibatkan penurunan pertumbuhan yang tertinggi. Begitupula terhadap laju
fotosintesis, laju transpirasi dan daya hantar stomata, penurunan tertinggi pada
perlakuan 20% PEG. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan kerapatan stomata
tinggi, seharusnya meningkatkan laju transpirasi karena jumlah air yang hilang
akibat transpirasi akan meningkat. Tetapi karena adanya cekaman (aplikasi PEG),
maka larutan menjadi semakin pekat yang menyebabkan terhalangnya air masuk
ke jaringan tanaman, akibatnya kandungan air jaringan menjadi semakin rendah
sehingga jumlah air yang masuk ke sel jaga juga menurun, akibatnya stomata
menutup. Penutupan stomata menyebabkan kemampuan stomata dalam
mendifusikan CO2 (daya hantar stomata menurun), akibatnya laju fotosintesis
menurun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa taraf cekaman yang berat
(20% PEG) akan menurunkan pertumbuhan tajuk dan akar secara nyata.
Gambar 9 Kerapatan stomata pada berbagai konsentrasi PEG pada11 BSP. Nilaipengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman
5.830.75
10.73 5.45 10.40
71.89
107.72122.05
96.60
137.66
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0 5 10 15 20
Ker
apat
anst
om
ata
(bua
h/m
m)
Konsentrasi PEG (%)
atas bawah
59
Tabel 12 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada perlakuan cekaman kekeringan
Peubah BKA BTjk BKTot PA VA TT11 JD11 LD11 PD PR FS T DHS DB11
BKA 1.00BKTjk 0.67** 1.00BKTot 0.82** 0.98** 1.00PA 0.66** 0.44tn 0.54* 1.00VA 0.43tn 0.38tn 0.42tn 0.77** 1.00TT11 0.80** 0.60* 0.71** 0.58* 0.67** 1.00JD11 0.62* 0.64** 0.68** 0.38tn 0.49tn 0.72** 1.00LD11 0.57* 0.65* 0.67** 0.30tn 0.47tn 0.70** 0.81** 1.00PD 0.74** 0.68** 0.75** 0.73** 0.67** 0.84** 0.74** 0.65** 1.00PR -0.79** -0.58* -0.68** -0.63* -0.60* -0.82** -0.51tn -0.66** -0.73** 1.00FS 0.76** 0.67** 0.75** 0.56* 0.57* 0.90** 0.79** 0.67** 0.91** -0.80** 1.00T 0.80** 0.68** 0.77** 0.73** 0.61* 0.85** 0.75** 0.62* 0.97** -0.76** 0.94* 1.00DHS 0.68** 0.57* 0.65** 0.62* 0.48tn 0.67** 0.62* 0.52* 0.71** -0.68** 0.81** 0.79** 1.00DB11 0.49tn 0.29tn 0.37tn 0.39tn 0.50tn 0.64* 0.55* 0.58* 0.49tn -0.57* 0.59* 0.56* 0.45tn 1.00LK11 0.74** 0.51tn 0.62* 0.36tn 0.38tn 0.72** 0.60* 0.60* 0.67** -0.74** 0.76** 0.68** 0.42tn 0.56*
**=berkorelasi nyata pada taraf 1% uji korelasi Pearson* =berkorelasi nyata pada taraf 5% uji korelasi Pearsontn=berkorelasi tidak nyata
BKA = Bobot kering akar BKTjk = Bobot kering tajukBKTot = Bobot kering total tanaman PA = panjang akar primerVA = Volume akar T11 = Tinggi tanaman pada 11 BSPJD11 = Jumlah daun pada 11 BSP LD11 = Luas daun pada 11 BSPPD = Potensial air daun PR = Kandungan prolinFS = Laju fotosintesis T = Laju transpirasiDHS = Daya hantar stomata DB11 = Diameter batang pada 11 BSPLK11 = Lebar kanopi pada 11 BSP
60
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Peningkatan taraf cekaman kekeringan menurunkan beberapa aktivitas
fisiologi (potensial air daun, laju transpirasi, laju fotosintesis dan daya hantar
stomata) secara nyata sehingga menyebabkan terjadinya perubahan morfologis
yang nampak dari penurunan pertumbuhan akar (volume akar, panjang akar
dan bobot kering akar) dan penurunan pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman,
jumlah daun, diameter batang, lebar kanopi, luas daun, bobot kering tajuk dan
bobot kering total tanaman).
2. Peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan kandungan
prolin secara nyata dan nampak pada taraf cekaman tertinggi menghasilkan
kandungan prolin yang tertinggi 3.66 µmol/g berat basah, sedangkan pada
kondisi tanpa cekaman kekeringan hanya 1.71 µmol/g berat basah.
3. Cekaman kekeringan menurunkan pertumbuhan tajuk yang nampak dari
penurunan tinggi tanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-
25%), bobot kering tajuk (12-27%). Cekaman kekeringan juga menurunkan
pertumbuhan akar yang terlihat dari penurunan bobot kering akar (11-44%),
panjang akar (3-41%) dan volume akar (10-40%).
61
PENETAPAN POROSITAS MEDIA BERBAGAISUMBER BAHAN MEDIA TUMBUH
The Determination of Media Porosity from Several Sources of Growing Media
Abstrak
Porositas merupakan salah satu sifat fisik yang penting dalam mendesainkomposisi media. Porositas sangat ditentukan oleh tekstur, struktur serta bentukdari partikel tanah atau media. Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca danLaboratorium Balai Penelitian Tanah Sindang Barang, yang berlangsung mulaiDesember 2008 sampai Maret 2009. Pada percobaan ini disusun 20 komposisimedia yang bertujuan mendapatkan nilai porositas yang beragam. Sumber mediaberasal dari limbah pertanian dan peternakan seperti arang sekam padi dan pupukkandang kambing, selain itu digunakan pula media tanah dan pasir. Hasilpenetapan porositas total menunjukkan bahwa nilai porositas media bervariasiantara 53-70%, dengan nilai porositas terendah adalah 53.48% (media tanah) danporositas tertinggi adalah 69.63% berupa campuran media tanah dengan pupukkandang kambing (2:1). Hasil penetapan porositas media ini dikelompokkanmenjadi empat kisaran porositas yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%.Hasil penetapan porositas media selanjutnya digunakan sebagai perlakuan padapercobaan air, pemupukan dan jenis pot sebagai rangkaian dari penelitian ini.
Kata kunci: media tumbuh, porositas, bobot jenis, bobot jenis partikel
Abstract
Porosity is one of the physical properties that are important in designingthe composition of media. Porosity was determined by the texture, structure andshape of particles of soil or media. Experiments have been conducted in theGreen house of Soil Research Institute in Sindang Barang, from December 2008until March 2009. This experiment was conducted in 20 media composition thataimed to get the various porosity values. Media sources derived from agriculturalwaste and livestock such as: rice husk charcoal and goat manure. Media was alsoused soil and sand. Determination of total porosity was shown a variationbetween 53-70%, the lowest porosity value was 53.48% (soil only) and highestporosity was 69.63% that made from soil media mix with goat manure (2:1). Theresults on porosity determination of the media are grouped into four ranges, e.i.:51-55, 56-60, 61-65 and 66-70%. The determination of media porosity then willbe used as the experimental treatments of water, fertilizing, and type of pot as aresearch series.
Keywords: growing media, porosity, bulk density, particle density
62
Pendahuluan
Latar Belakang
Selama ini dalam pembuatan media tumbuh sering dibuat komposisi
media tumbuh dengan perbandingan bobot ataupun volume yang bervariasi,
seperti campuran tanah + pupuk kandang (2:1), campuran tanah + arang sekam +
pupuk kandang (1:1:1), campuran tanah + pasir (3:1), dan masih banyak lagi
komposisi yang sering digunakan. Perbandingan berbagai komposisi media
tersebut pada dasarnya dilakukan untuk memperoleh media yang porous yang
sehingga memberikan kondisi yang optimal untuk pertumbuhan akar. Pada
dasarnya kondisi porous ataupun massive berkaitan dengan nilai porositas media.
Masalahnya sampai saat ini belum diketahui nilai porositas berbagai jenis media,
padahal informasi tersebut sangat penting dalam mendesain media tumbuh yang
sesuai karakteristik tanaman.
Porositas merupakan salah satu sifat fisik yang penting dipertimbangkan
dalam pembuatan media tumbuh. Porositas atau ruang pori total merupakan
bagian tanah atau media yang ditempati oleh udara atau air (Hardjowigeno 1987).
Porositas tergantung pada tekstur, struktur serta bentuk dari partikel tanah atau
media (Hillel 1997). Porositas mempengaruhi kondisi aerasi media, dimana
peningkatan porositas media meningkatkan aerasi sehingga meningkatkan
kandungan pula oksigen dan laju respirasi akar.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan porositas mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, antara lain Wiebel et al. (1992a) melaporkan pertumbuhan
bibit manggis pada media yang porous lebih baik dibanding kurang porous.
Begitupula Caballero et al. (2009), bahwa media tumbuh dengan porositas 78%
(dari kompos limbah anggur) dan porositas 82% (dari kompos gambut sphagnum
dan limbah jamur) menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi
dibanding porositas 95% (dari media sabuk kelapa) dan porositas 93% (media
gambut) pada tanaman Gerbera jamesonii di dalam pot. Berdasarkan informasi
tersebut, dilakukan percobaan penetapan porositas yang bertujuan untuk
mendapatkan nilai porositas berbagai sumber media. Hasil percobaan ini sangat
bermanfaat dalam mendesain media tumbuh yang sesuai karakteristik tanaman.
63
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah Sindang
Barang, Bogor. Analisis kimia dan fisika tanah dilakukan di Laboratorium Kimia
dan Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Percobaan dilaksanakan mulai
bulan Desember 2008 hingga Maret 2009.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan antara lain media tanah Inceptisol Cicadas,
pasir, arang sekam padi dan pupuk kandang kambing, polybag 35 cm x 35 cm,
mikro ring, ember, timbangan analitik dan kertas label.
Metode Penelitian
Sumber bahan media adalah arang sekam padi, pupuk kandang kambing,
pasir dan tanah Inceptisol Cicadas. Pada percobaan ini disusun 20 komposisi
media yang bertujuan mendapatkan nilai porositas yang beragam seperti yang
disajikan pada Tabel 13. Setiap perlakuan diulang sebanyak dua kali sehingga
diperoleh 40 unit percobaan.
Tabel 13 Perlakuan komposisi media dari berbagai sumber media
No. Komposisi media Perbandingan (v/v)1. Tanah -2. Tanah + arang sekam (1:1) 1:13. Tanah + arang sekam (1:2) 1:24. Tanah + arang sekam (1:3) 1:35. Tanah + arang sekam (3:1) 3:16. Tanah + arang sekam (2:1) 2:17. Tanah + arang sekam + pasir (1:1:1) 1:1:18. Tanah + arang sekam + pasir (1:1:2) 1:1:29. Tanah + arang sekam + pasir (1:1:3) 1:1:310. Tanah + arang sekam + pasir (1:3:1) 1:3:111. Tanah + arang sekam + pasir (1:2:1) 1:2:112. Tanah + arang sekam + pasir (2:1:1) 2:1:113. Tanah + arang sekam + pasir(3:1:1) 3:1:114. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:1) 1:1:1
64
Tabel 13 Lanjutan …
No. Komposisi media Perbandingan (v/v)15. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:2) 1:1:216. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:1:3) 1:1:317. Tanah + pupuk kandang + pasir (1:2:1) 1:2:118. Tanah + pupuk kandang + pasir (2:1:1) 2:1:119. Tanah + pupuk kandang (2:1) 2:120. Tanah + pupuk kandang (3:1) 3:1
Kegiatan percobaan diawali dengan pembuatan media tumbuh dengan
perbandingan volume. Berikutnya dilakukan penjenuhkan dengan memasukkan
polybag yang berisi media ke dalam ember plastik yang berisi air. Proses
penjenuhan dilakukan sampai media jenuh air (kurang lebih 10 menit) pada sore
hari (sekitar pukul 17.00) dengan tujuan untuk mengurangi kehilangan air akibat
evaporasi. Selanjutnya dilakuan penimbangan media setiap hari sampai hari ke-
8. Tahapan kegiatan ini diulang sampai tiga kali dan pada akhir percobaan
dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui nilai porositas total atau ruang
pori total (RPT) dari masing-masing komposisi media. Penetapan porositas total
menggunakan data bobot isi dan bobot jenis partikel (Richards et al. 2009).
Penetapan nilai bobot jenis partikel menggunakan metode botol
piknometer (Agus & Marwanto 2006) dengan prosedur sebagai berikut:
Botol piknometer dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air suling. Lalu
dikeringkan dengan cara membilas dengan aseton.
Botol piknometer yg sudah kering ditimbang untuk mengetahui beratnya.
Lalu botol piknometer dengan etil alkokol sampai penuh. Dinding luar
dikeringkan dengan tissu, lalu ditimbang kembali (M1 )
Catat suhu etil alkohol
Berdasarkan Tabel konversi berat jenis etil alkohol dan berat jenis air
(aquadest) pada berbagai suhu, maka ditentukan berat jenis etil alkohol (ρf)
Separuh alkohol dituangkan dari piknometer ke dalam gelas piala
Lalu dimasukkan 10 g contoh tanah kering oven yang telah diayak dengan
mesh 2 mm (M2 )
Gelembung udara yang terdapat dalam piknometer dikeluarkan. Lalu botol
piknometer diisi penuh dengan etil alkohol sehingga botol dan pipa kapiler
65
terisi penuh. Dinding piknometer dikeringkan kembali dengan kertas tissu
lalu ditimbang kembali (M3). Bobot jenis partikel dihitung dengan formula:
ρf . M3
BJP = --------------------M1 + M2 – M3
Keterangan:
BJP = bobot jenis partikel (g/cm3)ρf = berat jenis etil alkohol (g/cm3)M1 = berat piknometer + etil alkohol (g)M2 = berat contoh (g)M3 = berat piknometer + etil alkohol + contoh (g)
Penetapan bobot isi menggunakan metode ring (Agus et al. 2006), dengan
prosedur sebagai berikut:
Tutup ring dibuka dan diambil contoh media utuh di polybag menggunakan
mikro ring.
Contoh media ditimbang bersama ring (X)
Lalu ditimbang pula ring contoh kosong (Y)
Selanjutnya dihitung kadar air contoh (Z) dan volume contoh (V)
Bobot isi dihitung dengan formula sebagai berikut:
100 (X-Y) / (100 + Z)BI = -----------------------------
V
Keterangan:
BI = bobot isi (g/cm3)X = berat sampel + ring (g)Y = berat ring sample (g)V = volume sample (m3)Z = kadar air
= {(BB – BK) / BK} x 100 %
66
Dengan demikian porositas total atau ruang pori total dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
BIRPT = (1- ------------ ) x 100%
BJP
Keterangan:RPT = ruang pori total (%)BI = bobot jenis (g/cm3)BJP = bobot jenis partikel (g/cm3)
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Fisik dan Kimia Media Tumbuh
Pada Tabel 14 terlihat bahwa tanah Inceptisols Cicadas memiliki tektur
liat dan bersifat masam serta memiliki kandungan C-organik dan N-total termasuk
rendah. Kadar P terekstrak HCl 25% dan Bray-1 termasuk sangat rendah, kadar K
terekstrak HCl 25% termasuk sedang. Kapasitas tukar kation (KTK) senilai 14.10
me/100 g termasuk kategori rendah dan kejenuhan basa dibawah 50% yang berarti
masuk kategori rendah. Kejenuhan basa yang rendah disebabkan curah hujan
yang tinggi sehingga basa-basa tercuci dan kation masam menjadi lebih banyak.
Kondisi awal media tanah seperti ini memungkinkan untuk dilakukan
rekayasa media melalui pencampuran bahan-bahan yang sifatnya porous karena
media tanah ini awalnya bertekstur liat (banyak mengandung pori mikro) sehingga
hasil dari pencampuran berbagai bahan ini diharapkan diperoleh komposisi media
yang memiliki perbandingan pori makro dan mikro yang seimbang.
Tabel 14 Karakteristik fisik dan kimia media tanah Inceptisols Cicadas
No. Peubah Hasil analisis Harkat
1. Tekstur (%):Pasir 70Debu 23 LiatLiat 70
2. pH:H2O 5.54 Agak masamKCl 4.42
67
Tabel 14 Lanjutan …
No. Peubah Hasil analisis Harkat
3. Bahan organik (%):C 1.27 RendahN 0.11 RendahRasio C/N 12 Sedang
4. P2O5 (ppm)pengekstrak HCl 25% 5.62
Sangat rendah
P2O5 (ppm)pengekstrak Bray 1 8.00 Sangat rendah
5. K2O (ppm)pengekstrak HCl 25% 37.00 Sedang
6. Basa-basa dapat tukar(me/100 g):K 0.04 Sangat rendahCa 2.82 RendahMg 1.12 SedangNa 0.22 RendahTotal 4.21
7. Kapasitas Tukar Kation(me/100 g) 14.10 Rendah
8. Kejenuhan basa (%) 30 RendahKeterangan: dianalisis di Balai Penelitian Tanah (2009)
Porositas Total Berbagai Jenis Media Tumbuh
Porositas total dihitung menggunakan peubah bobot jenis dan bobot jenis
partikel. Pada percobaan ini menggunakan bahan tambahan dari arang sekam
padi, pasir dan pupuk kandang kambing yang memiliki permukaan yang kasar
sehingga apabila dicampur dengan media tanah akan meningkatkan porositas
total. Hasil penetapan porositas media pada Tabel 15, menunjukkan adanya
variasi nilai porositas total yang berkisar antara 53-70%. Porositas media
terendah adalah 53.48% (dari sumber media tanah) dan porositas media tertinggi
adalah 69.63% [dari campuran media tanah dengan pupuk kandang kambing
(2:1)].
68
Tabel 15 Nilai bobot jenis, bobot jenis partikel dan porositas berbagai komposisimedia
No. Komposisi media Bobot jenis(g/cm3)
Bobot jenispartikel (g/cm3)
Porositastotal (%)
1. Tanah 1.23 2.64 53.482. Tanah + arang sekam (1:1) 0.90 2.20 59.293. Tanah + arang sekam (1:2) 0.63 1.75 63.894. Tanah + arang sekam (1:3) 0.59 1.48 60.025. Tanah + arang sekam (3:1) 0.92 2.34 60.656. Tanah + arang sekam (2:1) 0.92 2.41 61.817. Tanah + arang sekam +
pasir (1:1:1)1.06 2.36 54.90
8. Tanah + arang sekam +pasir (1:1:2)
1.17 2.52 53.63
9. Tanah + arang sekam +pasir (1:1:3)
1.05 2.26 53.57
10. Tanah + arang sekam +pasir (1:3:1)
0.71 1.78 59.96
11. Tanah + arang sekam +pasir (1:2:1)
0.92 2.14 57.01
12. Tanah + arang sekam +pasir (2:1:1)
1.00 2.33 57.20
13. Tanah + arang sekam +pasir (3:1:1)
1.08 2.33 53.70
14. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:1:1)
0.87 1.92 54.62
15. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:1:2)
0.91 2.02 54.97
16. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:1:3)
0.77 2.38 67.53
17. Tanah + pupuk kandang +pasir (1:2:1)
1.06 2.39 55.39
18. Tanah + pukan + pasir(2:1:1)
0.99 2.13 53.57
19. Tanah + pupuk kandang(2:1)
0.77 2.55 69.63
20. Tanah + pupuk kandang(3:1)
0.67 2.06 67.58
Keterangan: Dianalisis di Balai Penelitian Tanah (2009)
Penambahan bahan media yang memiliki permukaan kasar dapat
menyebabkan struktur media tumbuh menjadi remah sehingga baik untuk
pertumbuhan akar. Hal ini sejalan hasil penelitian Caron et al. (2005) bahwa
penambahan fragmen yang berukuran besar seperti butiran perlite nyata
69
meningkatkan porositas media dan meningkatkan difusi gas. Demikian pula
Verhagen (2004), mengemukakan bahwa penggunaan media berupa campuran
tanah dan sekam sangat efektif dalam meningkatkan kapasitas menyimpan air.
Berdasarkan hasil penetapan berbagai nilai porositas media maka dipilih
diperoleh empat kisaran porositas media yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-
70% (Tabel 16). Kisaran porositas media tersebut selanjutnya digunakan sebagai
perlakuan pada percobaan air, pupuk dan jenis pot. Hasil penetapan porositas
media dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih dan
mendesain media tumbuh yang sesuai karakteristik tanaman, khususnya kondisi
perakaran tanaman.
Tabel 16 Kisaran porositas media dari berbagai komposisi media tumbuh
Kisaranporositas (%)
Sumber media (v/v)
51-55 TanahTanah + arang sekam + pasir (1:1:1)Tanah + arang sekam + pasir (1:1:2)Tanah + arang sekam + pasir (1:1:3)Tanah + arang sekam + pasir (3:1:1)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:1:1)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:1:2)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:2:1)Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (2:1:1)
56-60 Tanah + arang sekam (1:1)Tanah + arang sekam (1:3)Tanah + arang sekam (3:1)Tanah+ arang sekam+pasir (1:3:1)Tanah+ arang sekam+pasir (1:2:1)Tanah+ arang sekam+pasir (2:1:1)
61-65 Tanah + arang sekam (1:2)Tanah + arang sekam (2:1)
66-70 Tanah + pupuk kandang kambing + pasir (1:1:3)Tanah + pupuk kandang kambing (2:1)Tanah + pupuk kandang kambing (3:1)
70
Simpulan
1. Hasil penetapan porositas media menunjukkan adanya variasi nilai porositas
antara 53-70% dan dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan media
tumbuh dalam pembibitan tanaman. Porositas terendah adalah 53.48% (dari
sumber media tanah) dan porositas tertinggi adalah 69.63% [dari campuran
media tanah dengan pupuk kandang kambing (2:1)].
2. Diperoleh empat kisaran porositas yaitu 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-
70%, yang selanjutnya digunakan sebagai perlakuan pada percobaan air,
pupuk dan pot yang merupakan rangkaian dari penelitian ini.
71
PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN KETERSEDIAAN AIR
Increasing the Growth of Mangosteen Seedlings by Media Porosity Arrangementsand Water Availability
Abstrak
Tanaman manggis memiliki karakteristik pertumbuhan yang lambat antaralain disebabkan sistem perakaran yang buruk dan terbatasnya akar lateral sertamudah terganggu oleh aerasi yang kurang baik dan kekeringan ataupun kelebihanair. Oleh karena itu dilakukan rekayasa media tumbuh melalui pendekatanporositas untuk mendapatkan keseimbangan antara aerasi dan ketersediaan airsehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman. Percobaan telah dilaksanakan diRumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor,Tajur, yang berlangsung dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010.Percobaan disusun menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acaklengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositas media, terdiri atas4 taraf yaitu: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70% dan faktor kedua adalah intervalpenyiraman, terdiri atas 4 taraf yaitu: 2, 4, 6 dan 8 hari. Hasil percobaanmenunjukkan terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dengan intervalpenyiraman terhadap aktivitas fisiologis. Penyiraman 6 hari sekali + polimerpenyimpan air (PPA) pada porositas media 61-65% mampu meningkatkanketersediaan air dan udara secara optimal sehingga menghasilkan laju fotosintesis,daya hantar stomata dan potensial air jaringan daun yang tertinggi yaitu masing-masing 7.89 µmol CO2/m
2/detik; 0.07 µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa. Besarnyagradien potensial air antara jaringan akar dan daun, pada porositas 61-65% denganpenyiraman 6 hari sekali + PPA mendorong peningkatan serapan air sehinggamenghasilkan respon pertumbuhan yang terbaik pada sebagian besar peubahpertumbuhan tajuk dan akar.
Kata kunci: manggis, porositas, media tumbuh, penyiraman
Abstract
Mangosteen has slow growth that caused by root system development.Mangosteen root system has limited number of lateral roots and disturbed bypoor aeration and drought or excess water. Therefore, it needs to select growingmedium by porosity approach to strike a balance between aeration and wateravailability to increase plant growth. The experiments was conducted in Plastichouse at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS) Bogor AgriculturalUniversity, Tajur, from January 2009 to August 2010. The experiments used afactorial experiment in completely randomized design with three replications.The first factor was media porosity that consists of four values, e.i.: 51-55, 56-60,61-65 and 66-70%. The second factor was watering interval, consisting of fourvalues, e.i: 2, 4, 6 and 8 days. Results shown there was an interaction effectbetween media porosity with watering interval trough physiological activity.Watering every 6 days and water retaining polymer (WRP) in media porosity of61-65% to increase the availability of water and air, optimized rate of
72
photosynthesis, stomata conductance and water potential of leaf tissue were 7.89mol CO2/m
2/sec; 0.07 μmol/m2/sec; and -0.72 MPa, respectively. The amount ofwater potential gradient between root and leaf tissues in the porosity of 61-65%with watering every 6 day + PPA encourage greater uptake of water to producethe best growth response in shoot and root growth variables.
Keywords: mangosteen, porosity, growing media, watering
Pendahuluan
Latar Belakang
Media tumbuh merupakan salah satu lingkungan fisik yang berkaitan
dengan sistem perakaran. Dari beberapa laporan diketahui bahwa media tumbuh
berpengaruh langsung terhadap performan perakaran melalui perannya dalam
penyediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi. Oleh karena itu perbaikan
media tumbuh dengan mengoptimalkan ketersediaan air dan tata aerasi diharapkan
dapat memperbaiki sistem perakaran tanaman manggis.
Selama ini media tumbuh pada tanaman manggis hanya berupa tanah atau
campuran tanah dengan sedikit pupuk kandang. Kondisi tersebut mendorong
terjadinya pemadatan yang menyebabkan berkurangnya proporsi pori-pori makro
(Dresboll 2010), sehingga kandungan oksigen menurun, akibatnya laju respirasi
akar terhambat. Media seperti itu menyebabkan perakaran tanaman menjadi
semakin sulit berkembang. Oleh karena itu penting dilakukan perbaikan media
tumbuh sehingga selain mampu meningkatkan ketersediaan air juga meningkatkan
aerasi media. Peranan positif media tumbuh telah dilaporkan oleh Wiebel et al.
(1992a), bahwa pertumbuhan bibit manggis pada media porous yang berupa
campuran peat moss + pine bark + pasir (1:1:1 v/v) nampak lebih tinggi
dibanding media kurang porous yang berupa campuran peat moss + thunder peat
+ pasir (1:1:1 v/v). Namun informasi yang diperoleh baru sebatas media porous
atau kurang porous dan belum diketahui nilai porositas media yang sebenarnya.
Adanya informasi nilai porositas media akan sangat membantu dalam menyusun
komposisi media dari berbagai sumber media yang sesuai karakteristik tanaman.
Ketersediaan air dan kecukupan aerasi menjadi aspek penting dalam
penyusunan media tumbuh apabila menggunakan pendekatan porositas media.
Pada porositas rendah, umumnya fraksi media didominasi oleh pori-pori mikro
73
sehingga kandungan udara utamanya oksigen juga rendah akibatnya respirasi
akar terhambat. Pada porositas rendah biasanya kemampuan media dalam
menyimpan air cukup tinggi, namun karena kuatnya media memegang air
mengakibatkan air tersebut menjadi tidak bisa tersedia bagi tanaman. Bahkan
pada porositas yang sangat rendah, akibat penyiraman intensif dapat
menyebabkan penggenangan pada permukaan atas media sehingga terjadi
defisiensi oksigen. Kondisi sebaliknya pada media dengan porositas tinggi,
dimana fraksi media didominasi pori-pori makro sehingga aerasi berlangsung baik
yang memungkinkan berlangsungnya difusi O2 dan CO2 secara optimal. Namun
kelemahan pada porositas tinggi adaah kemampuan media menyimpan air rendah
sehingga harus disertai penyiraman yang intensif. Terbatasnya kemampuan
memegang air pada porositas tinggi atau sangat tinggi dapat berakibat pada
penurunan serapan air dari media ke jaringan tanaman.
Ketersediaan air dan kecukupan aerasi berhubungan dengan aspek
fisiologis yang penting yaitu fotosintesis dan respirasi. Kondisi aerasi yang baik
akan meningkatkan kandungan oksigen pada zona perakaran sehingga proses
respirasi berlangsung optimal yang akhirnya dihasilkan energi, sebagai contoh
pada perombakan senyawa karbohidrat dihasilkan sejumlah energi (Taiz & Zeiger
2012) dan energi tersebut digunakan endukung berbagai aktivitas fisiologis.
Kecukupan aerasi juga mempengaruhi penyerapan air melalui
hubungannya dengan kadar CO2 dan O2 dalam media. Semakin tinggi kadar CO2
maka semakin rendah permeabilitas dinding sel akar, sebaliknya semakin tinggi
kadar O2 maka semakin tinggi permeabilitas dinding sel akar. Hal ini dibuktikan
pada tanah atau media yang dijenuhi air mengakibatkan daun menjadi layu karena
kekurangan oksigen (kadar O2 mendekati nol) akibatnya permeabilitas dinding
sel (membran sitoplasma) menjadi sangat rendah (Darmawan & Baharsjah 2010).
Berdasarkan informasi tersebut maka dilakukan penelitian untuk
mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis
pada berbagai ketersediaan air dan porositas media. Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan media tumbuh sesuai
karakteristik tanaman sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan bibit
manggis.
74
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika
(PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur. Pengamatan stomata dilaksanakan di
Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Analisis kandungan prolin dilaksanakan di Laboratorium
Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2009 hingga
Agustus 2010.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis asal biji umur 1
tahun, polimer penyimpan air (PPA) Alcosorb, pupuk NPK Growmore (20-20-
20), pestisida (mankozeb dan deltametrin), media (tanah, pasir, arang sekam padi
dan pupuk kandang kambing).
Alat-alat yang digunakan antara lain LI-COR 6400, pressure chamber,
light meter tipe LI-250A, mikroskop binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm,
curvimeter, polybag ukuran 35 cm x 35 cm, kotak kaca (rizotron) ukuran 30 cm x
30 cm x 27 cm, gelas ukur 500 ml, papan paku (pin board) ukuran 50 cm x 50 cm,
cool box dan timbangan analitik.
Metode Penelitian
Penelitian disusun menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan
acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositas media (nilai
porositas media diperoleh dari hasil percobaan penetapan porositas), terdiri 4 atas
taraf yaitu: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70%. Faktor kedua adalah interval
penyiraman air terdiri atas 4 taraf yaitu: 2, 4, 6 dan 8 hari. Volume penyiraman
untuk perlakuan 2,4,6 dan 8 hari masing-masing 300, 600, 900 dan 1200 ml. Pada
media tumbuh ditambahkan dengan polimer penyimpan air (PPA) Alcosorb
sebanyak 5 g per polybag (untuk perlakuan penyiraman 4,6 dan 8 hari), sedangkan
untuk perlakuan penyiraman 2 hari tidak menggunakan PPA.
75
Model linier yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = + αi + j + (α)ij + ijk ; (Gomez & Gomez 1984)
i = 1, …,a ; j = 1, …,b ; k = 1, … c
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperolehkombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor porositas mediadan taraf ke- j dari faktor interval penyiraman air)
= nilai tengah populasi (rataan yang sesungguhnya)αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor porositas mediaj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor interval penyiraman air
(α)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor porositas media dan taraf ke-jfaktor interval penyiraman air
ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperolehkombinasi perlakuan ij.
Pada penelitian ini digunakan polybag ukuran 35 cm x 35 cm dengan
volume media 8 liter dan kotak kaca (rizotron) dengan volume 13 liter.
Penanaman tanaman pada kotak kaca dilakukan untuk mengamati panjang akar
tampak. Media yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi dengan cara
dipanaskan di dalam drum selama 8 jam. Selanjutnya dilakukan pengisian media
sesuai perlakuan ke dalam polybag dan kotak kaca dengan menggunakan
perbandingan volume. Perlakuan porositas media 51-55% menggunakan sumber
media tanah, porositas media 56-60% menggunakan media berupa campuran
tanah + arang sekam + pasir (2:1:1), porositas media 61-65% menggunakan media
berupa campuran tanah + arang sekam (2:1) dan porositas media 66-70%
menggunakan media berupa campuran tanah + pupuk kandang (3:1).
Untuk meningkatkan kemampuan media menyimpan air, maka media
ditambahkan dengan 5 g PPA per polybag dan 10 g per kotak kaca (kecuali pada
media yang mendapat perlakuan penyiraman 2 hari tidak ditambahkan PPA).
Penambahan PPA Alcosorb bertujuan meningkatkan kemampuan media dalam
menyimpan air sehingga dapat mengurangi interval penyiraman. Bahan PPA ini
dapat menyimpan air dalam jumlah banyak saat dilakukan penyiraman, lalu
dikeluarkan secara perlahan-lahan ke media tumbuh saat kandungan air media
mulai berkurang. Beberapa jenis polimer diketahui efektif mengatasi masalah
ketersediaan air, saat pembibitan maupun saat penanaman di lahan (Rowe et al.
2005; Thomas 2008; Andry et al. 2009).
76
Penyiapan bibit diawali dengan memilih bibit yang pertumbuhannya relatif
seragam. Media asal bibit dibuang sehingga tidak ikut pada media yang baru, lalu
akarnya dicuci secara hati-hati, kemudian ditanam pada media baru sesuai
perlakuan. Media yang digunakan pada kotak kaca sama dengan media yang
digunakan pada polybag. Untuk penanaman pada kotak kaca, setelah selesai
penanaman maka kedua sisi kotak kaca ditutup dengan plastik hitam supaya
menghindari pengaruh langsung cahaya matahari terhadap pertumbuhan akar.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pemupukan dan pengendalian
hama/penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan cara mencabut
gulma yang tumbuh. Pemupukan dengan pupuk NPK Growmore (20-20-20),
dosis 2 g/l air yang diaplikasikan setiap minggu. Untuk pengendalian penyakit
dilakukan dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif mankozeb dan
pengendalian hama dengan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif
deltametrin.
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang
dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun
yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang
termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan
membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak
lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal
batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan
mengukur panjang dan lebar seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan
ke persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, di mana Y = luas
daun (cm2), X1 = lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).
2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,
batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di
dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.
3. Panjang akar primer diukur pada pin board yang berukuran 50 cm x 50 cm.
Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar yang menempel pada
batang hingga ujung akar primer.
77
4. Volume akar diukur dengan Metode Archimedes. Caranya adalah akar
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat
tekanan akar diukur sebagai volume akar.
5. Laju fotosintesis dan daya hantar stomata diukur secara bersamaan dengan
menggunakan alat LI-COR 6400. Daun yang dijadikan sebagai sampel
pengamatan adalah daun dewasa pada posisi sub terminal.
6. Potensial air jaringan tanaman diukur menggunakan Metode Ruang Tekan
(Kaufman 1968; Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012). Potensial jaringan
batang dan daun dilakukan pada siang hari (sekitar pukul 10.00-12.00), pada
saat suhu udara harian tertinggi dan kelembaban udara terendah. Pengukuran
potensial air jaringan akar dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00.
Prosedur pengukuran potensial air jaringan disajikan pada Lampiran 1.
7. Kandungan prolin daun dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan
Bates et al. (1973). Prosedur analisis kandungan prolin disajikan pada
Lampiran 2.
8. Kandungan klorofil dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan
Sims & Gamon (2002), yang menggunakan contoh daun yang berasal dari
daun sub terminal. Prosedur analisis kandungan klorofil disajikan pada
Lampiran 3.
9. Kadar air media dihitung dengan Metode Gravimetrik (Abdurachman et al.
2006). Pengukuran dilakukan pada saat kapasitas lapang, hari ke-2, 4, 6 dan
8 hari setelah kapasitas lapang. Prosedur pengukuran kadar air disajikan pada
Lampiran 4.
10. Pengamatan stomata dilakukan menggunakan mikroskop binokuler Bieco.
Caranya adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks, lalu dibiarkan
selama 5 menit. Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening, lalu dicabut
kemudian ditempel pada preparat dan diamati pada mikroskop, mulai
pembesaran kecil sampai besar. Kerapatan stomata dihitung dengan
membagi jumlah stomata dengan luas bidang pandang (Lestari 2006).
11. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh
pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati
pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus
78
awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan
warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2.
12. Laju transpirasi, dihitung dengan mengukur banyaknya air yang menguap
dari daun per satuan luas daun per satuan waktu, menggunakan metode
gravimetrik, dengan menggunakan data penimbangan bobot polybag, luas
daun pada pukul 10.00 dan 12.00. Laju transpirasi dihitung dengan
persamaan: T = (W0 - W1)/[(t1-t0) x LD], di mana LD adalah luas daun, W0 =
berat pot dan tanaman saat awal, W1 = berat pot dan tanaman saat akhir, t1
dan t0 adalah waktu pengamatan awal dan akhir.
13. Panjang akar tampak diamati selama 8 bulan setelah tanam (BST). Akar
tanaman diamati pada sisi kotak kaca (rizotron) dengan cara menggambar
pola pertumbuhan akar baru setiap dua minggu dengan memblat pada plastik
transparan, dengan warna yang berbeda setiap pengamatan. Pola yang sudah
diblat pada plastik transparan, lalu diukur panjangnya dengan curvimeter.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam, apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan
uji lanjutan untuk membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan
menggunakan uji jarak berganda Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil seperti
pada rangkuman hasil sidik ragam pada Lampiran 8. Faktor porositas media
berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun (5-11 BSP), lebar kanopi,
diameter batang (1-6 BSP), luas daun, bobot kering (akar, tajuk, dan total
tanaman), panjang akar primer, kandungan klorofil (a,b dan total), kandungan
prolin, potensial jaringan air (akar, batang dan daun), laju fotosintesis, laju
transpirasi, daya hantar stomata, perkembangan trubus (awal, penuh, dan dewasa),
periode trubus dan dormansi serta siklus trubus.
79
Faktor interval penyiraman air berpengaruh terhadap tinggi tanaman (3-11
BSP), lebar kanopi (1-2 BSP), jumlah daun, diameter batang (1-5 BSP), luas
daun, bobot kering (akar, tajuk dan total), panjang akar primer, volume akar,
potensial air (akar, batang dan daun), laju fotosintesis, laju transpirasi, daya hantar
stomata, perkembangan trubus (awal, penuh, dan dewasa), periode trubus dan
dormansi serta siklus trubus.
Faktor porositas media dan interval penyiraman air memberikan pengaruh
interaksi terhadap tinggi tanaman (3-11 BSP), jumlah daun (3-11 BSP), luas
daun, bobot kering (akar, tajuk, dan total), panjang akar primer, rasio tajuk/akar,
kandungan prolin daun, potensial air (akar, batang dan daun), laju fotosintesis,
laju transpirasi, daya hantar stomata, trubus awal, trubus penuh dan siklus trubus.
Perubahan Status Air Media
Untuk mengetahui status air media pada berbagai interval penyiraman
maka dilakukan pengamatan kadar air pada empat porositas media yang disajikan
pada Gambar 10. Pada porositas media 51-55%, kadar air saat kapasitas lapang
adalah 53.42%, lalu kadar air hari ke- 2, 4, 6 dan 8 hari adalah 46.59%, 38.32%,
24.61% dan 21.93%. Porositas media 56-60% memiliki kadar air saat kapasitas
lapang adalah 50.89%, lalu kadar air pada hari ke- 2, 4 ,6 dan 8 hari adalah
34.06%, 33.70%, 27.07% dan 22.25%. Porositas media 61-65%, memiliki kadar
air saat kapasitas lapang adalah 58.96%, lalu kadar air pada hari ke- 2, 4, 6 dan 8
hari adalah 54.88%, 46.05%, 33.84% dan 30.02%. Porositas media 66-70%
memiliki kadar air saat kapasitas lapang adalah 56.44%, lalu kadar air pada hari
ke- 2, 4, 6 dan 8 hari adalah 48.01%, 45.20%, 26.98% dan 19.59%. Berdasarkan
data pengukuran kadar air media tersebut, maka nampak bahwa porositas media
61-65%, memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan porositas lainnya, baik
saat kapasitas lapang maupun pada semua waktu pengamatan. Nampak pula
adanya penurunan kadar air media sampai hari ke-8, namun penurunan paling
kecil diperoleh pada porositas media 61-65%. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan PPA pada porositas media 61-65% sangat baik dalam
mempertahankan kandungan air media sehingga mendukung peningkatan
pertumbuhan tajuk dan akar.
80
Gambar 10 Penurunan kadar air pada berbagai porositas media sampai 8 harisetelah penyiraman
Komponen Pertumbuhan Tanaman
Perkembangan trubus
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat perbedaan lamanya periode
trubus, periode dormansi dan siklus trubus pada perlakuan porositas media dan
interval penyiraman (Tabel 17). Bibit manggis yang ditanam pada media dengan
porositas 51-55% memiliki siklus trubus yang paling panjang yaitu 113 hari.
Panjangnya siklus trubus pada porositas 51-55% disebabkan panjangnya periode
trubus atau periode pertumbuhan aktif dan periode dormansi. Berdasarkan
beberapa laporan diketahui bahwa lama periode dormansi turut mempengaruhi
lambatnya pertumbuhan tanaman manggis. Berdasarkan hasil penelitian Hidayat
(2005), bahwa semakin tua umur tanaman maka semakin panjang periode
dormansi dan terbukti saat umur 2 tahun, periode dormansinya hanya sekitar 38
hari, tetapi setelah umur 4 tahun, meningkat menjadi dua kali lipat yaitu 84 hari,
dan setelah umur 4 tahun, menjadi lebih lama yaitu 132 hari. Menurut Lang
(1994); Wiebel (1992b), dormansi mata tunas disebabkan rendahnya translokasi
beberapa senyawa penting ke tajuk seperti unsur hara mineral dan zat pengatur
tumbuh yang memacu pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin.
15
30
45
60
0 2 4 6 8
Ka
da
ra
ir(%
)
Hari ke-
51-55 56-60
61-65 66-70
81
Bibit manggis yang ditanam pada porositas 61-65% mempunyai siklus
trubus yang paling pendek yaitu 103 hari. Dari hasil penelitian lain diketahui
bahwa siklus trubus pada bibit manggis asal biji umur 2 tahun adalah sekitar 100
hari (Rai 2004) dan 99 hari (Hidayat 2002), yang berarti lamanya waktu yang
dibutuhkan menyelesaikan siklus trubus sampai pembentukan trubus berikutnya
ternyata hampir sama dengan hasil penelitian ini (pada porositas media 61-65%).
Peningkatan porositas menjadi 66-70% menghasilkan siklus trubus yang lebih
panjang dibanding porositas 61-65%, artinya kondisi aerasi yang optimal untuk
pertumbuhan trubus tercapai pada kisaran porositas media 61-65%. Hal ini
membuktikan bahwa perbaikan aerasi media melalui peningkatan porositas
sampai 61-65% secara nyata memberikan kondisi yang optimum untuk
pertumbuhan tunas sehingga tanaman dapat menyelesaikan siklus trubus dalam
waktu yang relatif pendek dibanding pada media dengan kondisi aerasi yang
buruk seperti pada porositas 51-55% ataupun pada porositas yang sangat tinggi
(66-70%). Dengan demikian apabila dihubungkan dengan peubah pertumbuhan
akar, nampak bahwa peningkatan porositas sampai 61-65%, juga mampu
meningkatkan biomassa akar, volume akar dan panjang akar primer, sehingga
memungkinkan air bisa diserap dan ditranslokasikan secara optimal ke jaringan
daun (diukur dari nilai potensial air daun), yang akhirnya berdampak terhadap
peningkatan aktivitas fisiologis seperti laju fotosintesis, daya hantar stomata dan
transpirasi.
Peningkatan ketersediaan air media dengan cara pengaturan interval
penyiraman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tunas.
Penyiraman yang intensif melalui penyiraman 2 hari sekali, ternyata tidak
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan trubus bahkan cenderung mendorong
siklus trubus menjadi lebih panjang (sekitar 112 hari). Hal ini menunjukan
penyiraman yang terlalu sering menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi yang
bisa menurunkan kandungan oksigen sehingga membatasi fungsi akar dan
sekaligus menurunkan pertumbuhan dan perkembangan akar. Terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan akar akan mengurangi laju serapan air dan unsur
hara sehingga mempengaruhi aktivitas pembelahan sel pada meristem pucuk
(Gardner et al. 1991).
82
Tabel 17 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padaberbagai porositas media dan interval penyiraman
Perlakuan Stadia/periode pertumbuhan tunas (hari)Trubusawal
Trubuspenuh
Trubusdewasa
Periodedormansi
Periodetrubus*
Siklustrubus**
Porositasmedia (%):
51-55 14.17a 13.33a 19.08a 67.08a 46.58a 113.67a56-60 13.58b 12.92b 17.38c 63.88b 43.88c 107.75c61-65 13.17c 11.96c 16.42d 61.67c 41.54d 103.21d66-70 14.04 13.21a 18.17b 64.21b 45.42b 109.63b
Intervalpenyiraman
(hari):2 14.25a 13.54a 18.96a 65.96a 46.75a 112.71a
4 + PPA 13.67c 13.08b 17.83b 64.50b 44.58b 109.08b6 + PPA 13.08d 11.75c 16.13c 62.54c 40.96c 103.50c8 + PPA 13.96b 13.04b 18.13b 63.83b 45.13b 108.96b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%* Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa**Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi
Perlakuan penyiraman interval 6 hari + PPA nampak menghasilkan siklus
trubus yang paling pendek dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan
penyiraman 6 hari + PPA mampu memberikan ketersediaan air sesuai
karakteristik perakaran tanaman karena adanya dukungan polimer penyimpan air
(PPA) yang ditambahkan ke dalam media tumbuh. Penyiraman dengan interval 6
hari + PPA sangat baik karena air yang diberikan dapat dimanfakan secara
bertahap oleh akar dan selain itu media juga menjadi tidak terlalu lembab akibat
rentang waktu penyiraman yang cukup panjang (6 hari sekali). Hal ini sesuai
yang dikemukakan Lakitan (2002) bahwa penyerapan air oleh akar antara lain
dipengaruhi oleh ketersediaan air, sistem perakaran dan sirkulasi udara serta
konsentrasi larutan dalam tanah/media. Menurut Erez (2000), di daerah tropis,
trubus biasanya terjadi pada musim hujan dan dormansi pada musim kemarau.
Namun pada musim kemarau, bisa terjadi trubus jika kandungan air cukup
tersedia atau dengan cara mencegah dormansi dengan cara pengaturan lengas
tanah/media melalui pengeringan diikuti pengairan, perompesan dan aplikasi
senyawa pemecah dormansi seperti giberelin dan sitokinin.
83
Pengaturan ketersediaan air dengan cara penyiraman setiap 6 hari sekali +
PPA juga meningkatkan aktivitas fisiologi (potensial air jaringan, laju fotosintesis,
daya hantar stomata dan transpirasi) yang kemudian meningkatkan aktivitas
fotosintesis dan translokasi fotosintat. Alokasi fotosintat yang cukup ke jaringan
tajuk akan menstimulir pembelahan pada meristem pucuk sehingga memecah
dormansi dan merangsang terbentuknya tunas baru. Menurut Weaver (1972),
pertumbuhan pucuk diawali oleh pembelahan sel-sel meristem pada titik tumbuh,
dimana semakin cepat proses pembelahan sel terjadi maka semakin cepat pula
pertumbuhan sehingga semakin cepat terbentuk trubus.
Pertumbuhan tajuk
Pertumbuhan tajuk diukur dari pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, lebar kanopi dan luas daun serta biomassa. Pertumbuhan tinggi
tanaman, jumlah daun dan luas daun disajikan pada Gambar 13, 14 dan 15.
Terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman
terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun (Tabel 18).
Pada semua tingkatan porositas nampak bahwa penyiraman 6 hari + PPA
menghasilkan pengaruh terbaik terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah
daun dan luas daun, kecuali terhadap pertambahan luas pada porositas 56-60%,
dimana yang tertinggi pada penyiraman 8 hari sekali + PPA. Pada porositas 51-
55%, interval penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan pertambahan tinggi
tanaman, jumlah daun dan luas daun tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan
interval penyiraman lainnya. Pada porositas 56-60%, interval penyiraman 6 hari
+ PPA berbeda nyata dengan penyiraman 2 hari dan 4 hari + PPA terhadap
pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun serta dengan penyiraman 2 dan 8
hari terhadap luas daun. Pada porositas 61-65%, interval penyiraman 6 hari +
PPA berbeda nyata dengan semua interval penyiraman terhadap tinggi tanaman
dan jumlah daun, kecuali terhadap pertambahan luas daun yang hanya berbeda
nyata dengan penyiraman 2 hari. Pada porositas 66-70%, interval penyiraman 6
+ PPA hari juga berbeda nyata dengan penyiraman 2 hari dan 8 hari + PPA
terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun.
Pada porositas media 61-65%, interval penyiraman 6 hari + PPA
menghasilkan pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun yang tertinggi dan
84
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Porositas 66-70% menghasilkan
pertambahan luas daun yang tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan porositas
61-65%, artinya porositas 61-65% juga masih memberikan pengaruh terbaik dan
nyata terhadap pertambahan luas daun. Pertumbuhan yang terbaik pada porositas
61-65% dengan interval penyiraman 6 hari + PPA didukung pula oleh hasil
pengamatan kadar air media pada Gambar 10. Hal ini menunjukkan bahwa
interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas 61-65% mampu
mempertahankan ketersediaan air yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya.
Hal ini sejalan pula dengan hasil pengamatan potensial air jaringan pada Tabel 26,
dimana interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% ternyata
menghasilkan gradien potensial air jaringan daun (ψdaun) dan potensial jaringan
akar (ψakar) yang tertinggi yaitu 0.58 MPa. Menurut Taiz & Zeiger (2012), gradien
potensial air merupakan tenaga pendorong pergerakan air dari satu tempat ke
tempat lainnya, dimana air bergerak dari potensial air tinggi ke rendah. Dengan
demikian maka air akan mudah mengalir dan bergerak secara vertikal dari akar
sampai ke daun melalui pembuluh xylem. Mengalirnya air secara optimal sampai
ke jaringan daun akan mendorong berbagai aktivitas metabolisme tanaman yang
pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Pada Tabel 18 nampak adanya hambatan pertumbuhan tajuk pada
porositas 51-55%. Hal ini diduga tanaman mengalami cekaman kekeringan
utamanya pada interval penyiraman 8 hari + PPA dan hal ini didukung oleh hasil
analisis kandungan prolin daun pada Tabel 25, dimana pada perlakuan tersebut
terlihat kandungan prolin yang tertinggi yaitu 4.66 µmol/g berat basah.
Berdasarkan beberapa laporan diketahui tingginya kandungan asam amino prolin
merupakan indikator tanaman mengalami cekaman kekeringan (Husni 2006,
Riduan 2010). Pada kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan tajuk tanaman lebih
terhambat dibanding pertumbuhan akar (Wu & Cosgrove 2000). Hal ini sesuai
hasil penelitian Sharp et al. (2004), bahwa pertumbuhan tunas sudah sangat
terhambat, bahkan tidak dapat terbentuk koleoptil, saat potensial air mencapai
-0.5 MPa, sedangkan pertumbuhan akar jagung masih dapat berlangsung,
walaupun potensial air mencapai -1.5 MPa.
85
Tabel 18 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daunselama 1 tahun
Porositasmedia(%)
Intervalpenyiraman
(hari)
Pertambahan
Tinggitanaman (cm)
Jumlahdaun (helai)
Luasdaun (cm2)
51-55 2 9.38 e 4.00 e 314.55 d4 + PPA 9.78 e 4.50 de 397.11 cd6 + PPA 12.12 cde 5.33 bcde 403.89 cd8 + PPA 10.67 de 4.17 e 331.96 d
56-60 2 9.60 e 4.67 de 325.17d4 + PPA 9.76 e 4.83 de 432.04 bcd6 + PPA 13.24 cd 6.67 bc 572.79 ab8 + PPA 13.95 bc 4.67 de 582.24 a
61-65 2 9.45 e 4.67 de 317.27 d4 + PPA 13.90 bc 6.00 bcd 559.90 ab6 + PPA 19.27 a 9.33 a 610.00 a8 + PPA 14.08 bc 4.67 de 519.90 abc
66-70 2 10.02 e 4.67 de 347.10 d4 + PPA 13.67 bcd 6.67 bc 542.86 abc6 + PPA 16.36 b 7.00 b 610.11 a8 + PPA 13.21 cd 5.00 cde 410.12 cd
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pengaruh interval penyiraman terhadap pertambahan tinggi tanaman, dan
jumlah daun menunjukkan adanya kesamaan, yaitu peningkatan interval
penyiraman sampai 6 hari secara nyata meningkatkan pertambahan tinggi tanaman
dan jumlah daun. Namun mulai terjadi penurunan pertambahan tinggi dan jumlah
daun apabila interval penyiraman ditingkatkan lagi menjadi 8 hari sekali seperti
yang nampak pada Gambar 11 dan 12. Pola tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan PPA dalam mempertahankan ketersediaan air media adalah maksimal
sampai 6 hari dan ini terlihat dari meningkatnya pertambahan tinggi tanaman,
jumlah daun dan luas daun sampai interval penyiraman 6 hari. Namun
peningkatan interval menjadi 8 hari sekali menyebabkan PPA tidak lagi mampu
menyediakan air yang cukup, bahkan menimbulkan terjadinya stres air yang
ditandai dari penurunan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun.
86
Hal ini sesuai yang dikemukakan Kramer (1983), cekaman kekeringan pada fase
vegetatif menyebabkan penurunan luas daun dan terhambatnya pertumbuhan
tunas baru. Alberte et al. (1977) juga mengemukakan bahwa stres air yang terjadi
pada fase vegetatif menyebabkan penurunan luas daun, laju fotosintesis dan
potensial air daun serta terhambatnya pembentukan klorofil.
Faktor tunggal porositas media memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan lebar kanopi dan diameter batang seperti nampak pada Tabel 19.
Porositas media 56-60% menghasilkan pertumbuhan lebar kanopi yang terbaik
dibanding perlakuan lainnya. Pertambahan lebar kanopi pada perlakuan porositas
56-60% adalah sebesar 11.53 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Porositas media 61-65% menghasilkan pertumbuhan diameter batang yang
tertinggi dan pertambahan diameter batang pada perlakuan tersebut adalah 3.49
mm dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Faktor tunggal interval penyiraman tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap lebar kanopi tetapi hanya mempengaruhi pertumbuhan diameter batang
pada 3 BSP dan terhadap pertambahan diameter batang. Perlakuan penyiraman
air 6 hari sekali + PPA menghasilkan pertumbuhan diameter yang tertinggi atau
terdapat peningkatan pertumbuhan diameter batang sebesar 3.28 mm, lalu diikuti
penyiraman 8 hari + PPA (2.91 mm), penyiraman 4 hari + PPA (2.89 mm) dan
penyiraman 2 hari tanpa aplikasi PPA (2.72 mm).
Gambar 11 Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai interval penyiramanselama 1 tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman
c
b
ab
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
2 4 6 8
Per
tam
bah
anti
nggi
tana
man
(cm
)
Interval penyiraman (hari)
87
Gambar 12 Pertambahan jumlah daun pada berbagai interval penyiraman selama 1tahun. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman
Tabel 19 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman air terhadap lebarkanopi dan diameter batang
Perlakuan Bulan setelah pengamatan (BSP) Pertambahan(0-11 BSP)3 5 7 9 11
Porositasmedia (%)
……………….. Rataan lebar kanopi (cm) ……………….
51-55 29.19b 31.31b 34.04b 35.86b 37.53b 10.26b56-60 30.47b 32.98b 35.15b 37.25b 38.96b 11.53b61-65 28.89b 31.30b 33.30b 35.62b 37.51b 11.11b66-70 33.92a 37.52a 40.15a 41.65a 43.61a 14.83a
Intervalpenyiraman
2 29.57 31.95 34.15 36.00 37.47 10.824 + PPA 30.67 33.69 35.95 38.14 39.77 13.166 + PPA 30.20 33.50 36.05 38.12 40.29 13.278 + PPA 32.03 33.97 36.49 38.11 40.08 10.48
Porositasmedia (%) ……………….. Rataan diameter batang (mm) ……………
51-55 5.14a 5.75a 6.19 6.41 6.58 2.35c56-60 4.41c 5.19b 6.04 6.38 6.90 3.17ab61-65 4.41d 4.96c 5.94 6.52 7.01 3.49a66-70 4.75b 5.59a 6.18 6.49 6.77 2.80b
Intervalpenyiraman
2 4.36c 5.01b 6.15 6.47 6.66 2.72b4 + PPA 4.51bc 5.40a 5.99 6.30 6.68 2.89ab6 + PPA 4.65b 5.46a 6.08 6.55 6.99 3.28a8 + PPA 4.93a 5.61a 6.12 6.48 6.92 2.91ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
c
b
a
c
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2 4 6 8
Per
tam
bah
anju
mla
hd
aun
(hel
ai)
Interval penyiraman (hari)
88
88
Gambar 13 Pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai porosita media dan interval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA,A2 = 6 hari + PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman
15
20
25
30
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tin
gg
ita
na
ma
n(c
m)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 51-55%
15
20
25
30
35
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tin
gg
ita
na
ma
n(c
m)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 56-60%
15
20
25
30
35
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tin
gg
ita
na
ma
n(c
m)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 61-65%
15
20
25
30
35
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tin
ggi
tna
ma
n(c
m)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 66-70%
A0 A1 A2 A3
89
Gambar 14 Pertumbuhan jumlah daun pada berbagai porosita media dan interval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA,A2 = 6 hari + PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6tanaman
8
10
12
14
16
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ju
mla
hd
au
n(h
ela
i)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 51-55%
8
11
14
17
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ju
mla
hd
au
n(h
ela
i)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 56-60%
8
11
14
17
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ju
mla
hd
au
n(h
ela
i)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 61-65%
8
11
14
17
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ju
mla
hd
au
n(h
ela
i)Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 66-70%
A0 A1 A2 A3
90
90
Gambar 15 Pertumbuhan luas daun pada berbagai porositas media dan interval penyiraman (A0= 2 hari, A1= 4 hari + PPA, A2= 6 hari + PPA dan A3 = 8 hari + PPA). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman
700
900
1100
1300
1500
1700
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lu
as
da
un
(cm
2)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 56-60%
700
900
1100
1300
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lu
as
da
un
(cm
2)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 51-55%
700
900
1100
1300
1500
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lu
as
da
un
(cm
2)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 61-65%
700
900
1100
1300
1500
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lu
as
da
un
(cm
2)
Bulan setelah perlakuan (BSP)
Porositas 66-70%
A0 A1 A2 A3
91
Pertumbuhan akar
Pertumbuhan akar diukur meliputi panjang akar primer dan volume akar
serta panjang akar tampak pada penanaman di kotak kaca. Pada Tabel 20,
nampak adanya pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval
penyiraman terhadap panjang akar primer. Interval penyiraman 6 hari + PPA
pada porositas media 51-55%, 61-65% dan 66-70% menghasilkan panjang akar
primer tertinggi. Interval penyiraman 8 hari + PPA pada porositas media 56-60%,
menghasilkan panjang akar tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan interval
penyiraman 6 hari + PPA.
Nampak bahwa pada hampir semua tingkatan porositas media, interval
penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan panjang akar primer tertinggi. Hal ini
menunjukkan penyiraman 6 hari + PPA pada media tumbuh yang porous
mendorong pemanjangan akar tanaman. Hal ini juga terlihat pada Gambar 16,
dimana pada porositas 61-65% mempunyai akar lateral lebih banyak. Hal ini
menunjukkan bahwa media yang porous mendorong perkembangan akar lebih
baik. Hasil pengamatan tersebut sejalan dengan peubah pertumbuhan tajuk yang
juga menunjukkan bahwa interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media
61-65% mampu menghasilkan pertumbuhan tertinggi. Hal ini karena pada media
tersebut PPA menjamin ketersediaan air dan udara yang cukup sehingga aktivitas
fisiologis seperti fotosintesis dan respirasi berlangsung optimal. Hal ini sesuai
yang dikemukakan Dresboll & Kristensen (2011), bahwa akar dapat tumbuh dan
berkembang secara baik pada media porous karena distribusi air dan O2
berlangsung optimal.
Demikian pula menurut Gruda & Schnitzler (2004), bahwa ketersediaan
O2 di dalam media tumbuh sangat esensial untuk respirasi dan pertumbuhan akar.
Keberadaan O2 di dalam media tumbuh dipengaruhi oleh kadar air media dan sifat
fisik media seperti distribusi ukuran pori, jaringan arsitektur pori dan tingkat
pemadatan media. Hasil penelitian Rofik & Murniati (2008), juga menunjukkan
bahwa penggunaan media porous dari media arang sekam menghasilkan respon
pertumbuhan panjang akar tertinggi pada benih aren dibandingkan media lainnya
karena banyaknya ruang pori yang memungkinkan akar dapat tumbuh dan
berkembang secara baik.
92
Tabel 20 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap panjang akar primer pada 11 BSP
Porositasmedia (%)
Intervalpenyiraman air (hari)
Panjang akarprimer (cm)
51-55 2 13.00 h4 + PPA 14.67 h6 + PPA 25.38 cde8 + PPA 23.93 defg
56-60 2 14.33 h4 + PPA 22.17 efg6 + PPA 21.82 efg8 + PPA 25.17 cdef
61-65 2 22.20 efg4 + PPA 20.82 g6 + PPA 37.19 a8 + PPA 26.07 cd
66-70 2 12.33 h4 + PPA 21.65 fg6 + PPA 29.48 b8 + PPA 28.15b c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Gambar 16 Perakaran tanaman pada interval penyiraman 6 hari + PPA denganberbagai porositas media
66-70%
61-65%56-60%
51-55%
93
Tabel 21 menunjukkan tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan
porositas media dengan interval penyiraman terhadap volume akar. Namun
interval penyiraman setiap 6 hari + PPA berbeda nyata dengan interval
penyiraman 2 hari dan menghasilkan volume akar yang tertinggi dibanding
perlakuan penyiraman lainnya. Hal ini disebabkan dengan interval penyiraman 6
hari + PPA menciptakan medium tumbuh yang baik (terdapat keseimbangan
fraksi udara dan air) sehingga aerasi dan drainase yang memungkinkan akar dapat
tumbuh dan berkembang secara maksimal. Sejalan dengan Palupi &
Dedywiryanto (2008) bahwa semakin besar volume akar bibit kelapa sawit maka
semakin banyak akar kuarter dan menurut Turner & Gilbanks (1974), akar
kuarter berfungsi menyerap unsur hara dan air sehingga dengan volume akar yang
besar meningkatkan serapan air dan unsur hara.
Tabel 21 Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadap volumeakar pada 11 BSP
Perlakuan Volume akar (ml)
Porositas media (%):51-55 7.9256-60 9.0861-65 9.4266-70 9.17Interval penyiraman air (hari)2 7.25 b4 + PPA 8.58 ab6 + PPA 10.42 a8 + PPA 9.33 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Panjang akar tampak pada wadah kotak kaca disajikan pada Gambar 17
dan 18. Porositas media 61-65% menghasilkan panjang akar tampak tertinggi,
disusul porositas 56-60%, 66-70%, dan 51-55% (Gambar 17). Hal ini
menunjukkan bahwa media yang porous memberikan medium yang kondusif bagi
pertumbuhan akar dan nampak jelas apabila dibandingkan dengan porositas 51-
55% yang menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih rendah.
Panjang akar tampak pada berbagai interval penyiraman disajikan pada
Gambar 18, menunjukkan interval penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan
panjang akar tampak tertinggi. Hal ini diduga dengan interval penyiraman 6 hari
94
+ PPA mampu mempertahankan kandungan air media sehingga menjamin
ketersediaan air. Namun pada interval penyiraman 8 hari + PPA, PPA tidak
mampu lagi mempertahankan kandungan air media sehingga ketersediaan air
tanaman mengalami penurunan. Penurunan kandungan air tanah akan
menurunkan potensial air jaringan karena rendahnya pasokan air yang masuk ke
jaringan tanaman, termasuk pasokan air ke dalam sel jaga juga menurun yang
merangsang stomata menutup. Penutupan stomata akan menurunkan kandungan
CO2 dan serapan air juga menurun akibat menurunnya laju transpirasi. Hal ini
berdampak menurunnya laju pertumbuhan tanaman termasuk pemanjangan akar.
Pertumbuhan akar yang lambat pada interval penyiraman 8 hari + PPA
hampir sama dengan interval penyiraman 2 hari. Hanya kondisinya berbeda,
dimana pada penyiraman 8 hari sekali terjadinya cekaman kekeringan tetapi pada
penyiraman 2 hari justeru terjadi hambatan pertumbuhan karena kandungan air
media terlalu tinggi sehingga akar menjadi jenuh air. Media yang jenuh air
menyebabkan difusi CO2 dan O2 terhambat sehingga respirasi menurun yang
akhirnya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan akar.
Gambar 17 Panjang akar tampak pada berbagai porositas media pada wadahrizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ±standard error dari 6 tanaman
11.94
31.19
35.88
16.44
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
51-55 56-60 61-65 66-70
poros itas me dia
Pan
jan
ga
ka
rta
mp
ak
(cm
)
95
Gambar 18 Panjang akar tampak pada berbagai interval penyiraman air padawadah rizotron selama 8 BST. Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standard error dari 6 tanaman
Bobot biomassa
Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan
mengakumulasikannya dengan cepat akan memiliki bobot biomassa tinggi
sehingga peubah ini sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
tanaman (Sitompul & Guritno 1995). Pada Tabel 22 terlihat bahwa porositas
media dan interval penyiraman memberikan pengaruh interaksi terhadap bobot
kering akar, tajuk dan total.
Perlakuan interval penyiraman 6 hari + PPA mampu menghasilkan bobot
kering akar tertinggi pada semua tingkatan porositas media kecuali pada porositas
55-60%, dimana bobot kering akar tertinggi pada perlakuan interval penyiraman 8
hari + PPA, sedangkan bobot kering akar terendah diperoleh pada porositas media
51-55% dengan penyiraman 2 hari sekali yaitu 2.77 g/tanaman. Hal ini sejalan
dengan peubah bobot kering tajuk yang juga rendah pada perlakuan yang sama.
Hal ini disebabkan penyiraman yang intensif pada media yang porositasnya
rendah menyebabkan terjadinya penggenangan pada permukaan atas media
sampai lapisan tertentu yang dapat dijangkau oleh air sehingga terjadi defisensi O2
11.80
19.20
36.98
27.88
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
2 4 6 8
Interval penyiraman
Pa
nja
ng
aka
rta
mp
ak
(cm
)
96
akibatnya fungsi akar menjadi tidak optimal (Morard & Silvestre 1996, Herrera et
al. 2008).
Interval penyiraman 6 hari + PPA menghasilkan bobot kering tajuk dan
bobot kering total yang tertinggi pada porositas media 51-55%, 61-65% dan 66-
70%. Namun apabila dibandingkan dengan semua tingkatan porositas nampak
bahwa penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 66-70% menghasilkan
bobot kering tajuk dan total tertinggi yaitu masing-masing 28.84 g dan 36.16 g
per tanaman. Apabila penyiraman ditingkatkan lagi menjadi 8 hari pada porositas
yang sama, maka bobot kering (tajuk dan total) akan mengalami penurunan
masing-masing 17.19 g dan 23.35 g per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa
bobot kering tajuk dan total meningkat sejalan dengan peningkatan porositas
media, sedangkan pada perlakuan interval penyiraman, bobot kering tajuk dan
total hanya meningkat sampai penyiraman 6 hari dan setelah itu mulai menurun.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan porositas menyebabkan peningkatan
aerasi sehingga menciptakan medium yang baik untuk pertumbuhan bobot kering.
Hal ini berbeda dengan faktor penyiraman, dimana peningkatan bobot kering
(tajuk dan total) maksimal sampai penyiraman 6 hari karena ketersediaan air yang
cukup hanya mampu dipertahankan oleh PPA sampai batas 6 hari. Peningkatan
interval penyiraman menjadi 8 hari menyebabkan PPA tidak mampu lagi
mempertahankan ketersediaan air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan
tanaman.
Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas 66-70% menghasilkan
bobot kering (tajuk dan total) yang terbaik diduga berkaitan dengan kondisi aerasi
yang semakin baik dan ketersediaan air. Pada kondisi aerasi yang baik maka
kandungan O2 meningkat dan hal ini menyebabkan laju respirasi akar turut
meningkat (Bartholomeus et al. 2008). Respirasi merupakan proses oksidasi
bahan organik yang terjadi di dalam sel, berlangsung secara aerobik maupun
anaerobik. Melalui proses respirasi aerobik diperlukan oksigen dan dihasilkan
sejumlah energi yang selanjutnya digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas
metabolisme (Taiz & Zeiger 2012).
Dalam hal ini ketersediaan air media dipengaruhi oleh adanya PPA yang
membantu meningkatkan kapasitas menyimpan air pada media porous sehingga
97
penyiraman bisa dipertahankan sampai penyiraman 6 hari berikutnya. Hal ini
sesuai laporan Fernandez et al. (2001) bahwa aplikasi polimer sintetik Guilspare
dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air (water holding capacity) dan
mengurangi kehilangan air yang terjadi melalui evaporasi. Demikian pula
menurut Caballero et al. (2009), bahwa media tumbuh dari kompos limbah anggur
dan kompos (gambut sphagnum dan limbah jamur) dengan porositas masing-
masing 78% dan 82%, menghasilkan bobot kering tanaman yang lebih tinggi
dibanding media sabuk kelapa dan media gambut yang porositasnya masing-
masing 95% dan 93% pada tanaman Gerbera jamesonii di dalam pot.
Tabel 22 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap bobot kering akar, tajuk dan total pada 11 BSP
Porositasmedia(%)
Intervalpenyiraman
(hari)
Bobot kering
Akar(g)
Tajuk(g)
Total(g)
51-55 2 2.77 i 10.73 i 13.50 i4 + PPA 4.83 fgh 13.22 fghi 18.05 fghi6 + PPA 5.28 efgh 18.67 def 23.95 def8 + PPA 4.04 ghi 13.38 fghi 17.43 ghi
56-60 2 3.92 hi 11.80 hi 15.72 hi4 + PPA 6.22 bcdef 12.39 ghi 18.62 fghi6 + PPA 6.63 abcde 20.76 cde 27.39 cde8 + PPA 7.94 a 26.43 ab 34.37 ab
61-65 2 5.44 defg 15.27 efghi 20.72 fgh4 + PPA 6.33 bcdef 21.67 bcd 28.00 cde6 + PPA 7.27 abc 25.33 abc 32.60 abc8 + PPA 6.99 abcd 22.10 bcd 29.09 bcd
66-70 2 5.79 bcdef 16.04 efghi 21.82 efgh4 + PPA 5.73 cdef 18.00 defg 23.73 def6 + PPA 7.32 ab 28.84 a 36.16 a8 + PPA 6.16 bcdef 17.19 defgh 23.35 defg
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
98
Perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar
Untuk mempelajari pola pembagian asimilat maka dilakukan pengamatan
rasio tajuk/akar. Pada Tabel 23 terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas
media dengan interval penyiraman terhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP.
Penyiraman 2 hari pada porositas media 51-55% menghasilkan rasio tajuk/akar
tertinggi. Hal ini diduga rendahnya nilai bobot kering akar (seperti nampak pada
Tabel 22) menyebabkan tingginya rasio tajuk/akar. Rendahnya pertumbuhan akar
pada perlakuan tersebut telah uraikan pada pembahasan sebelumnya, dimana pada
porositas yang rendah, pertumbuhan akar menjadi terhambat karena terhambatnya
respirasi akar sebagai akibat kurangnya kandungan oksigen pada ruang porositas
yang rendah.
Tabel 23 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap rasio tajuk/akar pada 11 BSP
Porositasmedia(%)
Intervalpenyiraman
(hari)
Rasiotajuk/akar
51-55 2 4.12 a4 + PPA 2.79 cd6 + PPA 3.56 abc8 + PPA 3.26 abc
56-60 2 3.07 abcd4 + PPA 1.98 d6 + PPA 3.13 abc8 + PPA 3.40 abc
61-65 2 2.87 bcd4 + PPA 3.45 abc6 + PPA 3.49 abc8 + PPA 3.16 abc
66-70 2 2.76 cd4 + PPA 3.26 abc6 + PPA 3.97 ab8 + PPA 2.75 cd
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
99
Komponen Fisiologis Tanaman
Kandungan klorofil
Tabel 24 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara
porositas media dengan interval penyiraman terhadap kandungan klorofil. Namun
faktor tungal porositas media berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil,
dimana porositas 61-65% menghasilkan kandungan klorofil a, b dan total tertinggi
yaitu masing-masing 7.26; 3.07 dan 10.33 µmol/100 cm2. Hasil pengamatan
klorofil sejalan dengan pengamatan pertumbuhan tajuk dan akar serta pengamatan
potensial air jaringan, laju fotosintesis, daya hantar stomata dan transpirasi yang
menunjukkan bahwa kondisi aerasi yang baik pada porositas 61-65%
menghasilkan pengaruh yang tertinggi. Sedangkan terhadap peubah rasio klorofil
a/b, perlakuan porositas 56-60% menghasilkan nilai tertinggi dan berbeda nyata
dengan porositas 51-55%. Dalam hubungannya dengan ketersediaan air,
walaupun terlihat tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan penyiraman
namun ketersediaan air yang rendah dapat merusak perangkat kloroplas. Hal ini
sesuai yang dikemukakan Levitt (1980) bahwa cekaman kekeringan akan
merangsang tanaman menghasilkan oksigen reaktif yang dapat merusak perangkat
kloroplas dan membran sehingga daun cepat mengalami klorosis dan senescense.
Tabel 24 Kandungan klorofil (a, b, total) dan rasio klorofil a/b pada berbagaiporositas media dan interval penyiraman air pada 11 BSP
Perlakuan Klorofil a Klorofil b Klorofil total Rasio klorofila/b
Porositasmedia (%)
.......................... µmol/100 cm2 …………..…
51-55 4.29 b 1.92 b 6.22 b 2.22 b56-60 6.45 a 2.69 a 9.13 a 2.42 a61-65 7.26 a 3.07 a 10.33 a 2.37 a66-70 3.54 b 1.47 b 5.01 b 2.39 a
Intervalpenyiramanair (hari)
2 6.06 2.53 8.59 2.394 + PPA 5.05 2.15 7.20 2.336 + PPA 4.99 2.13 7.13 2.328 + PPA 5.43 2.34 7.77 2.34
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
100
Kandungan prolin daun
Pada Tabel 25 terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas media
dengan interval penyiraman terhadap kandungan prolin daun pada 11 BSP. Hasil
pengamatan menunjukkan adanya perbedaan kandungan prolin daun pada
porositas 51-55% dengan interval penyiraman 8 hari + PPA dan porositas 61-65%
dengan penyiraman 6 hari + PPA, yang masing-masing senilai 4.66 dan 2.49
µmol/g berat basah. Kandungan prolin yang tinggi ini memberikan indikasi
terjadinya cekaman kekeringan pada media dengan porositas rendah (51-55%)
disertai interval penyiraman yang relatif lama (8 hari sekali). Hal ini
membuktikan bahwa interval pemberian air yang lama menyebabkan terjadinya
defisit air pada media tumbuh. Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran kadar air
media pada Gambar 10, yang menunjukkan bahwa media dengan porositas 51-
55%, setelah hari ke-8 dari penyiraman ternyata mengalami penurunan kadar air
yang sangat rendah yaitu 21.93%. Rendahnya kadar air media dan tingginya
kandungan prolin daun memberikan indikasi terjadinya defisit air sehingga
menurunkan serapan air dari media. Akibatnya pasokan air ke jaringan atas
tanaman juga mengalami penurunan sehingga menurunkan sejumlah aktivitas
metabolisme tanaman.
Peningkatan kandungan prolin daun merupakan bentuk penyesuaian
osmotik dalam usaha mempertahankan tekanan turgor tetap tinggi pada kondisi
potensial osmotik yang rendah (Ober & Sharp 2003; Slama et al. 2006).
Penurunan potensial osmotik antara lain disebabkan adanya akumulasi senyawa
terlarut antara lain, asam amino prolin, dimana semakin banyak bahan terlarut
maka potensial osmotik semakin rendah, jika tekanan turgor tetap, maka secara
keseluruhan potensial air sel akan menurun pula. Adanya penyesuaian osmotik
berarti juga menjaga integritas dan aktivitas fisiologi sitoplasma serta proses
fotosintesis (Riduan et al. 2007). Sebagai perbandingan bibit kelapa sawit yang
mengalami cekaman kekeringan ternyata memiliki kandungan prolin berkisar
antara 2.78-2.86 µmol/g (Palupi & Dedywiryanto 2008). Walaupun secara
abosolut nilai kandungan prolin bervariasi, namun peningkatan kandungan prolin,
telah banyak dijadikan sebagai indikator penyesuaian osmotik pada tanaman yang
mengalami cekaman kekeringan. Menurut Yang & Kao (1999); Kim & Janick
101
(1991), prolin merupakan salah senyawa osmotik yang disintesis dan diakumulasi
pada jaringan tanaman yang mengalami cekaman kekeringan terutama pada
jaringan daun.
Tabel 25 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap kandungan prolin daun pada 11 BSP
Porositasmedia (%)
Intervalpenyiraman air (hari)
Kandungan prolin(µmol/g berat basah)
51-55 2 1.89 e4 + PPA 2.75 cde6 + PPA 3.28 cd8 + PPA 4.66 a
56-60 2 3.70 bc4 + PPA 2.92 cde6 + PPA 4.32 ab8 + PPA 2.67 cde
61-65 2 2.86 cde4 + PPA 2.40 de6 + PPA 2.49 de8 + PPA 2.48 de
66-70 2 2.81 cde4 + PPA 3.06 cd6 + PPA 2.61 de8 + PPA 2.44 de
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Potensial air jaringan dan laju transpirasi
Pada Tabel 26 terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas media
dengan interval penyiraman terhadap potensial air jaringan. Interval penyiraman
6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan potensial air jaringan
akar (ψakar) dan potensial air jaringan daun (ψdaun) masing-masing -0.14 dan -0.72
MPa. Penyiraman 2 hari pada porositas media 51-55% menghasilkan -0.83 MPa
(ψakar) dan -1.01 MPa (ψdaun). Dengan demikian gradien (ψakar) dan (ψdaun) pada
porositas 61-65% yang disertai penyiraman 6 hari + PPA adalah 0.58 MPa,
sedangkan pada porositas 51-55% yang disertai penyiraman 2 hari hanya 0.18
MPa.
102
Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas 61-65% menyebabkan
pergerakan air dari akar sampai ke jaringan daun berlangsung lebih baik
dibanding pada porositas 51-55% dengan penyiraman 2 hari sekali. Hal ini dapat
diukur dari nilai gradien potensial air jaringan pada porositas 61-65% dengan
penyiraman 6 hari yang nampak lebih tinggi dibandingkan interval penyiraman 2
hari pada porositas media 51-55%. Sebagaimana diketahui bahwa air bergerak
dari potensial air tinggi ke yang lebih rendah dan semakin besar gradien potensial
air tersebut maka semakin mudah air mengalir. Hal ini menunjukkan penyiraman
6 hari sekali pada porositas media 61-65% menghasilkan ketersediaan air yang
cukup tinggi karena adanya dukungan PPA sehingga media dapat menyediakan
air secara bertahap sampai penyiraman berikutnya. Sebagaimana diketahui bahwa
penyerapan air dapat terjadi secara pasif dan aktif, dimana penyerapan secara
pasif terjadi karena adanya perbedaan potensial air. Terjadinya transpirasi pada
bagian atas tanaman menyebabkan terjadinya perbedaan potensial air antara sel-
sel mesofil pada daun dengan dengan sel-sel pada akar, apabila potensial air dari
sel-sel akar lebih besar dari potensial air larutan tanah atau media, maka air dari
media akan meresap masuk ke dalam sel-sel akar. Dengan demikian penyerapan
air secara pasif merupakan proses osmotik. Menurut Taiz & Zeiger (2012),
pergerakan air secara vertikal di dalam pembuluh xylem karena adanya perbedaan
potensial air sebagai tenaga pendorong, adanya tenaga hidrasi dinding pembuluh
xylem yang mampu mempertahankan molekul air terhadap gaya gravitasi dan
adanya gaya kohesi antara molekul air yang menjaga keutuhan kolom pada
pembuluh xylem. Sebaliknya pada porositas media 51-55% dengan penyiraman
2 hari menghasilkan gradien potensial air yang sangat kecil (0.177 MPa)
akibatnya air sulit bergerak sehingga tanaman mengalami defisit air. Defisit air
dapat menghambat pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran sel) akibatnya
pertumbuhan akar dan tajuk menjadi terhambat.
Laju transpirasi merupakan salah satu proses kehilangan air melalui
stomata dan kutikula. Proses ini penting karena menyebabkan pergerakan air
yang diserap oleh akar melalui pembuluh xylem yang selanjutnya digunakan
sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis. Kehilangan air melalui transpirasi
ini juga sebagai syarat penyerapan CO2 dan pelepasan O2 melalui stomata
103
(Salisbury & Ross 1992). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval penyiraman terhadap
laju transpirasi (Tabel 26). Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas
media 66-70% menghasilkan laju transpirasi tertinggi, sedangkan terendah pada
porositas 51-55% dengan interval penyiraman 2 hari. Hal ini dapat dijelaskan
karena tingginya kerapatan stomata pada perlakuan tersebut seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 19a dan 19b sehingga mendorong laju kehilangan air
melalui transpirasi. Hal ini sesuai yang dikemukakan Hamin (2007), bahwa
kerapatan dan pembukaan stomata menentukan besarnya laju transpirasi. Pada
saat stomata membuka maka laju serapan air meningkat untuk mengimbangi
peningkatan laju transpirasi. Terbukanya stomata akan mendorong difusi CO2
masuk ke jaringan tanaman dan pelepasan O2.
Tabel 26 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap potensial air jaringan dan laju transpirasi pada 11 BSP
Porositasmedia(%)
Intervalpenyiraman
air (hari)
Potensial air Lajutranspirasi(kg/m2/detik/MPa)*
akar(MPa)
batang(MPa)
daun(MPa)
51-55 2 -0.83 g -0.91 f -1.01 g 3.67 c4 + PPA -0.73 f -0.84 e -0.96 f 6.67 c6 + PPA -0.57 e -0.67 d -0.86 e 7.33 c8 + PPA -0.56 e -0.66 d -0.84 de 7.67 bc
56-60 2 -0.52 de -0.58 c -0.82 cde 6.00 c4 + PPA -0.51 de -0.59 c -0.76 ab 8.00 bc6 + PPA -0.49 cd -0.54 c -0.81 bcd 6.00 c8 + PPA -0.47 cd -0.54 c -0.81 cde 5.33 c
61-65 2 -0.42 c -0.54 c -0.81 bcde 7.00 c4 + PPA -0.25 b -0.38 b -0.79 bcd 7.67 bc6 + PPA -0.14 a -0.30 a -0.72 a 9.00 bc8 + PPA -0.19 ab -0.31 a -0.73 a 13.00 ab
66-70 2 -0.47 cd -0.58 c -0.80 bcd 6.00 c4 + PPA -0.46 cd -0.58 c -0.81 bcde 5.33 c6 + PPA -0.44 c -0.57 c -0.78 bc 15.33 a8 + PPA -0.47 cd -0.58 c -0.80 bcd 7.33 c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
*) angka-angka dalam Laju transpirasi dikalikan dengan 10-5
104
Namun selain penyerapan air secara pasif, juga bisa melalui penyerapan
aktif, yaitu penyerapan air yang melibatkan energi yang diperoleh melalui proses
respirasi. Oleh karena itu pada porositas optimal maka aerasi berlangsung baik.
Menurut Darmawan & Baharsjah (2010), media dianggap memiliki aerasi yang
baik apabila tersedia ruang yang cukup untuk terjadinya pertukaran gas yang cepat
dalam mempertahankan konsentrasinya pada tingkat tertentu. Makin cepat
respirasi akar, maka semakin cepat pula penggunaan O2 dan sekaligus pelepasan
CO2 serta semakin besar pula kebutuhan untuk pertukaran gas. Pada tanah yang
beraerasi buruk biasanya kandungan O2 dapat medekati nol. Walaupun keadaan
ini bersifat sementara tetapi berbahaya bagi tanaman apabila berlanjut karena sel-
sel akar tidak dapat melakukan respirasi sehingga akar tidak dapat menyerap air
secara aktif akibatnya tanaman menjadi layu bahkan bisa menyebabkan kematian.
Laju fotosintesis dan daya hantar stomata
Pada Tabel 27, terlihat adanya pengaruh interaksi antara porositas media
dengan interval penyiraman terhadap laju fotosintesis dan daya hantar stomata.
Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan
laju laju fotosintesis dan daya hantar stomata tertinggi yaitu masing-masing 7.89
µmol CO2/m2/detik dan 0.07 µmol CO2/m
2/detik, sedangkan interval penyiraman
2 hari pada porositas media 51-55% dengan menghasilkan nilai yang rendah. Hal
ini dapat dijelaskan dengan menghubungkan laju fotosintesis dan daya hantar
stomata dengan peubah potensial air daun (Tabel 26), dimana terdapat kesamaan
respon pada perlakuan yang sama. Hal ini berarti tingginya laju fotosintesis dan
daya hantar stomata antara lain disebabkan meningkatnya laju potensial air daun.
Hal ini sejalan yang dikemukakan Ryugo (1988); Salisbury & Ross (1992) bahwa
potensial air jaringan merupakan salah satu faktor yang membatasi aktivitas
fotosintesis, selain ketersediaan CO2, cahaya, umur tanaman dan genetik
Pada kondisi status air daun tinggi maka tekanan turgor sel dapat
dipertahankan sehingga menjamin proses pembelahan dan pembesaran sel tetap
berlangsung (Lakitan 1995). Demikian pula hubungannya dengan daya hantar
stomata, potensial air daun yang tinggi mendorong pasokan air ke dalam sel jaga
105
berlangsung secara optimal sehingga mempertahankan turgiditas sel,
meningkatkan transpirasi dan laju fotosintesis.
Tabel 27 Pengaruh interaksi antara porositas media dan interval penyiraman airterhadap laju fotosintesis dan daya hantar stomata pada 11 BSP
Porositasmedia(%)
Intervalpenyiraman
(hari)
Laju fotosintesis(µmol CO2/m
2/detik)Daya hantarstomata(µmol/m2/detik)
51-55 2 3.33 fg 0.02 g4 + PPA 4.27 cde 0.02 fg6 + PPA 4.35 cd 0.03 efg8 + PPA 3.08 g 0.03 fg
56-60 2 4.19 cde 0.04 cdef4 + PPA 4.77 cd 0.05 bc6 + PPA 5.98 b 0.05 b8 + PPA 4.37 cde 0.04 bcd
61-65 2 4.53 cd 0.05 bc4 + PPA 6.65 b 0.05 bc6 + PPA 7.89 a 0.07 a8 + PPA 4.13 def 0.04 bcde
66-70 2 3.91 defg 0.03 defg4 + PPA 3.95 def 0.04 bc6 + PPA 5.05 c 0.04 bcd8 + PPA 3.46 efg 0.02 g
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pafa taraf kepercayaan 95%
Kerapatan stomata
Hasil pengamatan stomata pada Gambar 19a dan 19b menunjukkan adanya
variasi kerapatan stomata pada berbagai perlakuan porositas media dan interval
penyiraman. Pada perlakuan porositas media nampak bahwa kisaran kerapatan
stomata adalah 68-116 buah/mm dan kerapatan stomata tertinggi pada porositas
61-65% yaitu 115.92 buah/mm. Pada perlakuan interval penyiraman, nampak
bahwa kerapatan stomata berkisar antara 84-105 buah/mm dan perlakuan
penyiraman 6 hari menghasilkan kerapatan stomata tertinggi yaitu 103.18
buah/mm.
106
Gambar 19 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan intervalpenyiraman (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standarderror dari 6 tanaman
Hubungan Potensial Jaringan Daun dengan Pertumbuhan Tanaman
Potensial air jaringan daun pada berbagai porositas media menunjukkan
hubungan yang sangat nyata dan berkorelasi positif dengan semua peubah
pertumbuhan tanaman (Tabel 28). Penurunan potensial air daun dari -0.75 MPa
menjadi -0.95 MPa menurunkan bobot kering akar dan bobot kering total
tanaman secara nyata (Gambar 20). Persamaan regresi linier antara potensial air
daun dengan bobot kering akar adalah : Y = -15.22X + 18.28; R² = 0.91** dan
12.7419.11 21.66 15.29
68.79
95.54
115.92
91.72
0
20
40
60
80
100
120
140
51-55 56-60 61-65 66-70
Ker
ap
ata
nst
om
ata
(bu
ah
/mm
)
Porositas media (%)
(a)
11.47 14.01
25.4817.83
84.08 85.35
103.18 99.36
0
20
40
60
80
100
120
2 4 6 8
Ker
ap
ata
nst
om
ata
(bu
ah
/mm
)
Interval penyiraman (hari)
(b)
atas bawah
107
persamaan regresi antara potensial air daun dengan bobot kering total tanaman
adalah Y = -41.42X + 52.24; R² = 0.75**.
Gambar 20 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan bobot kering totaltanaman dan bobot kering akar pada perlakuan porositas media
Hasil analisis korelasi sederhana Pearson pada Tabel 28 menunjukkan
adanya korelasi positif antara potensial air daun dengan panjang akar pada
perlakuan porositas media. Penurunan potensial air daun dari -0.75 menjadi -0.95
MPa menyebabkan penurunan panjang akar dan pertambahan tinggi tanaman
secara nyata (Gambar 21a dan 21b). Hubungan antara potensial air daun dengan
panjang akar dan tinggi tanaman menunjukkan pola yang linier. Persamaan
regresi antara potensial air daun dengan panjang akar adalah: Y = -40.50X +
55.64; R² = 0.65**. Persamaan regresi linier antara potensial air daun dengan
pertambahan tinggi tanaman adalah Y = 20.74X + 29.43; R² = 0.53**.
Hubungan potensial air jaringan daun dengan pertambahan luas daun pada
berbagai porositas media menunjukkan pola linier yaitu: Y = -919.3X + 1209; R²
= 0.86** (Gambar 21c). Penurunan potensial air daun dari -0.75 menjadi -0.95
MPa ternyata sangat jelas menurunkan pertambahan luas daun. Hal ini
menunjukkan bahwa pada semua tingkatan porositas media, akibat potensial air
jaringan daun menurun maka pertambahan luas daun juga mengalami penurunan.
Y = -41.42X + 52.24R² = 0.75**
Y = -15.22X + 18.28R² = 0.91**
0
5
10
15
20
25
0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95
Bo
bo
tk
erin
g(g
)
Ψ daun (-MPa)
Bobot kering total Bobot kering akar
Linear (Bobot kering total) Linear (Bobot kering akar)
108
Gambar 21 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan dan panjang akarprimer (a), pertambahan tinggi tanaman (b) dan pertambahan luasdaun (c) pada perlakuan porositas media
Y = -40.50X + 55.64R² = 0.65**
15
17
19
21
23
25
27
29
0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Pa
nja
ng
ak
ar
(cm
)(a)
Y = -20.74X + 29.43R² = 0.53**
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Per
ata
mb
ah
an
tin
gg
ita
na
ma
n(c
m)
(b)
Y = -919.3X + 1209.R² = 0.86**
200
250
300
350
400
450
500
550
0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00
Per
tam
ba
ha
nlu
as
da
un
(cm
2)
Ψ daun (-MPa)
(c)
111
Tabel 28 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagai porositas media
Peubah BKA BTjk BKTot PA PTT PJD PLD PD PR VA FS T DS
BKA 1.00BKTjk 0.89** 1.00BKTot 0.94** 0.99** 1.00PA 0.71** 0.80** 0.79** 1.00PTT 0.65* 0.81** 0.79** 0.74** 1.00PJD 0.79** 0.84** 0.84** 0.87** 0.69* 1.00PLD 0.95** 0.86** 0.90** 0.68* 0.74** 0.67* 1.00PD 0.95** 0.88** 0.91** 0.81** 0.72** 0.81** 0.92** 1.00PR -0.28tn -0.57tn -0.51tn -0.58* -0.51tn -0.61* -0.17tn -0.29tn 1.00VA 0.58* 0.51tn 0.54tn 0.46tn 0.46tn 0.46tn 0.64* 0.49tn -0.32tn 1.00FS 0.70* 0.67* 0.69* 0.80** 0.55tn 0.65* 0.67* 0.78** -0.34tn 0.39tn 1.00TR 0.65* 0.70* 0.70** 0.73** 0.59* 0.71** 0.59* 0.61* -0.63tn 0.39tn 0.46tn 1.00DS 0.73** 0.72** 0.74** 0.74** 0.68* 0.69* 0.74** 0.83** -0.36tn 0.45tn 0.89** 0.40tn 1.00
**=berkorelasi nyata pada taraf 1% uji korelasi Pearson* =berkorelasi nyata pada taraf 5% uji korelasi Pearsontn=berkorelasi tidak nyata
BKA = Bobot kering akar BKTjk = Bobot kering tajukBKTot = Bobot kering total tanaman PA = Panjang akar primerPTT = Pertambahan tinggi tanaman PJD = Pertambahan jumlah daunPLD = Pertambahan luas daun PD = Potensial air daunPR = Kandungan prolin VA = Volume akarFS = Laju fotosintesis T = Laju transpirasiDS = Daya hantar stomata
109
110
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval
penyiraman terhadap berbagai aktivitas fisiologis. Interval penyiraman 6 hari
+ PPA pada porositas media 61-65% mendorong ketersediaan air dan udara
yang optimal sehingga menghasilkan laju fotosintesis, daya hantar stomata
dan potensial air daun tertinggi yaitu masing-masing 7.89 µmol
CO2/m2/detik; 0.07 µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa yang berdampak pada
meningkatnya pertumbuhan tajuk dan akar.
2. Besarnya perbedaan gradien potensial air antara jaringan akar dan daun, pada
porositas 61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA, mendorong
peningkatan serapan air sehingga menghasilkan pertambahan tinggi tanaman,
jumlah daun dan luas daun tertinggi, yaitu masing-masing 19.27 cm; 9 helai
dan 610.00 cm2.
3. Kondisi aerasi yang buruk pada porositas yang rendah yaitu 51-55% disertai
ketersediaan air yang rendah akibat interval penyiraman yang lama (8 hari
sekali), memberikan kondisi pertumbuhan tajuk dan akar yang kurang baik,
bahkan menyebabkan gejala cekaman kekeringan yang nampak dari tingginya
kandungan prolin daun yaitu 4.66 µmol/g berat basah.
4. Penurunan potensial air daun dari -0.75 MPa menjadi -0.95 MPa menurunkan
bobot kering akar, bobot kering total tanaman, panjang akar, tinggi tanaman
dan luas daun secara nyata.
111
PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS MELALUIPENGATURAN POROSITAS MEDIA DAN APLIKASI PEMUPUKANIncreasing the Growth of Mangosteen Seedlings by Media Porosity Arrangements
and Fertilizer Application
Abstrak
Perakaran yang terbatas dan kurang berkembang menyebabkan tanamanmanggis peka terhadap kondisi hara yang terbatas. Hara yang terbatas disertaiadanya hambatan pada media tumbuh akan mempengaruhi serapan hara. Olehkarena itu pentingnya aplikasi pupuk yang sesuai kondisi media tumbuh.Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT)Institut Pertanian Bogor, Tajur yang berlangsung dari bulan Januari 2009 hinggaAgustus 2010. Percobaan disusun menggunakan percobaan faktorial dalamrancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositasmedia dan faktor kedua adalah aplikasi pemupukan. Hasil percobaan menunjukkanporositas media 61-65% dan pemupukan secara fertigasi memberikan pengaruhinteraksi terhadap sebagian besar peubah pertumbuhan akar dan tajuk. Aplikasipemupukan secara fertigasi pada porositas media 61-65% menghasilkanpertumbuhan tertinggi pada panjang akar (26.83 cm), bobot kering akar (10.07g/tanaman), pertambahan tinggi tanaman (17.90 cm), pertambahan lebar kanopi(11.25 cm), pertambahan luas daun 717.60 cm2, bobot kering tajuk (18.33g/tanaman) dan bobot kering total (28.40 g/tanaman). Serapan hara N dan K daunyang tinggi pada pemupukan secara fertigasi mendorong pertumbuhan tajuk danakar yang lebih tinggi dibanding aplikasi pupuk granular dan slow release.
Kata kunci: manggis, porositas media, pemupukan
Abstract
Limited and less root development caused mangosteen were sensitive tonutrient limited conditions. Limited nutrients with the existence of growth barrierswould affect nutrient uptake. Hence, it was importance to select appropriatefertilizer application conditions with growing media. The experiments wasconducted in the Plastic house at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS)Bogor Agricultural University, Tajur, from January 2009 until August 2010. Theexperiments used a factorial experiment in completely randomized design withthree replications. The first factor was media porosity and the second factor wasfertilizer application. Results showed media porosity of 61-65% and fertigationfertilizing were influenced to the most of interaction of root and shoot growthvariables. Fertilizer application by fertigation at 61-65% media porosity producedthe highest growth in root length (26.83 cm), root dry weight (10.07 g / plant),additional of plant height (17.90 cm), additional of canopy width (11.25 cm),additional of leaf area (717.60 cm2), canopy dry weight (18.33 g/plant) and total dryweight (28.40 g/plant). N and K nutrient uptake in leaves the highest by fertigationfertilizing affect shoot and root growth that higher than an application of granularfertilizers and slow release.
Keywords: mangosteen, media porosity, fertilization
112
Pendahuluan
Latar Belakang
Pemupukan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman manggis. Namun sampai saat ini masih terbatas rekomendasi pemupukan
yang dapat diaplikasikan secara tepat sesuai kondisi tanaman, baik pada fase
pembibitan maupun setelah tanaman di lapangan. Acuan pemupukan yang ada
saat ini masih bersifat umum dan kebanyakan masih bersumber dari kebiasaan
petani sehingga belum mempertimbangkan ketersediaan hara tanah dan tanaman
serta kondisi media tumbuh. Acuan pemupukan tanaman manggis yang terdapat di
dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) Tanaman Manggis, umumnya masih
bersumber dari kebiasaan petani, seperti SPO tanaman manggis Kabupaten
Purworejo (Direktur Tanaman Buah 2004), SPO tanaman manggis Kabupaten
Subang dan Kabupaten Sukabumi (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2009).
Padahal untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman maka harus
disertai dengan pemberian hara yang sesuai kebutuhan tanaman. Aplikasi
pemupukan yang tidak tepat dapat menyebabkan tanaman mengalami kekurangan
ataupun kelebihan hara. Pemupukan yang berlebih selain mengganggu
keseimbangan hara juga bisa meracuni tanaman. Hal ini sesuai Poerwanto et al.
(1995), bahwa pemupukan NPK Prill 15:15:15 yang bersifat cepat tersedia pada
bibit sambung memberikan respon pertumbuhan yang kurang memuaskan, bahkan
dengan dosis 10 g/ 3 l media justeru menimbulkan keracunan pada tanaman
manggis. Oleh karena itu pentingnya dikaji penggunaan pupuk yang cepat tersedia
dan pupuk lepas terkendali serta cara aplikasi pada berbagai porositas media
terhadap pertumbuhan tanaman.
Menurut Leiwakabessy et al. (2003), struktur tanah mempengaruhi bobot
isi (bulk density) dan porositas. Semakin padat atau kompak tanah maka semakin
tinggi nilai bobot isi dan juga semakin sedikit jumlah ruang pori atau semakin kecil
nilai porositas. Kondisi demikian akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
akar sehingga mengurangi laju serapan hara. Pada porositas yang tinggi rentang
terjadi kekurangan air karena kemampuan media menyimpan air sangat rendah.
Kekurangan air akan menghambat laju serapan hara dan juga mengurangi tingkat
efisiensi pemupukan. Begitupula dalam hubungannya dengan proses pengangkutan
113
hara, baik secara difusi, aliran massa maupun cara intersepsi akar akan terhambat
apabila kandungan air tanah atau media rendah.
Oleh karena itu pentingnya aplikasi pemupukan yang sesuai karakteristik
tanah/media dan tanaman. Beberapa cara aplikasi pemupukan yang telah dikenal
secara umum antara lain aplikasi pemupukan dengan pupuk butiran butiran
(granular) yang dibenamkan ke dalam media. Apalikasi juga dapat dilakukan
dengan cara dilarutkan terlebih dahulu sebelum disiram ke media tumbuh atau yang
biasa dikenal sebagai fertigasi (fertigation). Metode ini dapat mempercepat
penyerapan hara tetapi dibutuhkan waktu yang lebih banyak karena frekuensi
penyiraman biasanya lebih tinggi. Aplikasi pemupukan juga dapat dilakukan
dengan menggunakan pupuk lepas terkendali (slow release) yang interval
pemupukannya lebih panjang namun kelarutannya lambat. Pupuk slow release
memiliki kelarutan yang lambat karena adanya lapisan khusus dari bahan resin
yang sifatnya permeabel (awet) pada setiap butirannya sehingga unsur hara yang
terkandung dalam pupuk tersebut dilepaskan secara perlahan-lahan akibatnya unsur
hara juga lambat tersedia bagi tanaman.
Ketiga aplikasi pemupukan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
sehingga perlu dikaji bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit manggis.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aplikasi pemupukan yang terbaik pada
berbagai porositas media sehingga dapat meningkatkan serapan hara dan
pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dalam
pengaturan ketersediaan hara pada pembibitan manggis.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika
(PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur. Analisis kandungan hara tanah dan daun
dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor dan
Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROF. Penelitian berlangsung
dari bulan Januari 2009 hingga Agustus 2010.
114
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis umur 1 tahun, media
(tanah, arang sekam padi, pupuk kandang kambing dan pasir), pestisida (mankozeb
dan deltametrin), pupuk urea, SP-18 dan KCl, dan pupuk NPK Dekastar 18-9-10.
Alat-alat yang digunakan antara lain Light meter tipe LI-250A, mikroskop
Binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm, polybag hitam 35 cm x 35 cm, gelas
ukur 500 ml, papan paku (pin board) 50 cm x 50 cm, cool box, timbangan analitik,
hand sprayer, kertas label, meteran dan alat tulis menulis.
Metode Penelitian
Penelitian disusun menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak
lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah porositas media, terdiri 4
taraf: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70%. Faktor kedua adalah aplikasi pemupukan,
yang terdiri atas 3 cara, yaitu: aplikasi pupuk butiran (granular), aplikasi pupuk
melalui penyiraman ke media tumbuh atau yang biasa dikenal sebagai fertigasi
(fertigation) dan aplikasi pupuk lepas terkendali (slow release). Model linier yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = + αi + j + (α)ij + ijk ; (Gomez & Gomez 1984)
i = 1, …,a ; j = 1, …,b ; k = 1, … c
Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasiperlakuan ij (taraf ke-i dari faktor porositas media dan taraf ke- j dari faktorpemupukan)
= nilai tengah populasi (rataan yang sesungguhnya)αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor porositas mediaj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor pemupukan
(α)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor porositas media dan taraf ke-j faktorpemupukan
ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasiperlakuan ij
Media yang digunakan terlebih dahulu disterilisasi dengan cara dipanaskan
dalam drum selama 8 jam yang bertujuan mencegah serangan patogen tular tanah
yang dapat menghambat pertumbuhan bibit. Pengisian media tumbuh sesuai
perlakuan dengan volume media sebanyak 8 liter (perbandingan volume). Setelah
media siap maka dilakukan perendamaan media sampai jenuh air lalu dibiarkan
115
sampai mencapai kapasitas lapang. Penyiapan bahan tanaman diawali dengan
pemilihan bibit yang pertumbuhannya relatif seragam. Media tumbuh awal dari
bibit dibuang lalu akarnya dicuci secara hati-hati lalu bibit ditanam pada media baru
sesuai perlakuan.
Perlakuan aplikasi pupuk granular mengacu pada SPO Manggis dengan
dosis 3.7 g N; 1.5 g P2O5 dan 2.1 g K2O per aplikasi setiap 2 bulan. Perlakuan
fertigasi diaplikasikan dengan cara pupuk N, P dan K dilarutkan dalam air lalu
disiramkan ke dalam media tumbuh dengan konsentrasi 0.46 g N; 0.19 g P2O5, dan
0.26 g K2O per liter air per minggu. Teknologi pemupukan secara fertigasi
mengacu pada hasil penelitan Liferdi (2007). Perlakuan pupuk slow release
menggunakan pupuk Dekastar yang diaplikasikan dengan cara dibenamkan di
sekeliling tanaman setiap 4 bulan dengan dosis 31.25 g/aplikasi.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, dan pengendalian
hama/penyakit. Penyiraman dilakukan dengan memperhatikan kelembaban tanah.
Untuk pengendalian penyakit menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb
80% dan pengendalian hama menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin.
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang dan
luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang
sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun yang
terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang termasuk dapat
dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan membentuk daun. Lebar
kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak lurus lalu dihitung nilai
rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal batang sekitar 3 cm dari
permukaan media. Luas daun dihitung dengan mengukur panjang dan lebar
seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan ke dalam persamaan:
Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, di mana Y = luas daun (cm2), X1 =
lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).
2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,
batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di
dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.
116
3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board)
ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar
yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.
4. Volume akar diukur dengan Metode Archimedes. Caranya adalah akar
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat
tekanan akar diukur sebagai volume akar.
5. Kadar N daun dianalisis menggunakan Metode Semi Mikro-Kjedahl,
sedangkan kadar P dan K daun ditentukan dengan menggunakan Metode
Pengabuan. Prosedur analisis kandungan N, P dan K daun ditampilkan pada
Lampiran 5 dan 6. Serapan hara N, P dan K daun dihitung dengan mengalikan
kandungan hara jaringan daun dengan bobot kering daun.
6. Pengamatan stomata dilakukan pada mikroskop binokuler Bieco. Caranya
adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks lalu dibiarkan selama 5 menit.
Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening dicabut kemudian ditempel pada
preparat dan diamati pada mikroskop dari pembesaran kecil sampai besar.
Kerapatan stomata dihitung dengan membagi jumlah stomata dengan luas
bidang pandang (Lestari 2006).
7. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh
pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati
pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi empat stadia yaitu:
trubus awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi dengan kriteria
perubahan warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti disajikan pada
Gambar 2.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji
lanjutan untuk membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan menggunakan
uji jarak berganda Duncan.
117
Hasil dan Pembahasan
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil seperti
disajikan pada Lampiran 9. Faktor porositas media berpengaruh terhadap tinggi
tanaman (5-11 BSP), pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopi (3-11 BSP), luas
daun (3-11 BSP), pertambahan luas daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk,
bobot kering total tanaman, rasio tajuk/akar dan kadar N daun. Faktor aplikasi
pemupukan berpengaruh terhadap tinggi tanaman (5-11 BSP), pertambahan tinggi
tanaman, jumlah daun, pertambahan jumlah daun, lebar kanopi (3-11 BSP),
pertambahan lebar kanopi, luas daun (8 dan 11 BSP), bobot kering akar, bobot
kering tajuk, bobot kering total tanaman, volume akar, rasio tajuk/akar, kadar P
daun, serapan hara N, P dan K daun.
Faktor porositas media dengan cara aplikasi pemupukan memberikan
pengaruh interaksi terhadap pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopi (1-5 dan 8
BSP), pertambahan lebar kanopi, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot
kering total tanaman, panjang akar dan kadar P daun.
Komponen Pertumbuhan Tanaman
Perkembangan trubus
Hasil pengamatan menunjukkan terdapat perbedaan lamanya periode trubus,
periode dormansi dan siklus trubus pada berbagai perlakuan pemupukan (Tabel
29). Pertumbuhan trubus menunjukkan perbedaan pada berbagai aplikasi
pemupukan, dimana perlakuan pemupukan secara fertigasi menghasilkan siklus
trubus yang paling pendek (102 hari), diikuti perlakuan pupuk slow release (109
hari) dan perlakuan pupuk granular (112 hari).
Pendeknya siklus trubus pada perlakuan pupuk fertigasi berkaitan dengan
periode trubus atau periode pertumbuhan aktif dan periode dormansi yang juga
pendek dibanding perlakuan pupuk slow release ataupun pupuk granular. Siklus
trubus yang pendek menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dan ini sejalan
dengan hasil pengamatan pertumbuhan tajuk dan akar yang secara konsisten
memperlihatkan respon tertinggi pada perlakuan pupuk fertigasi dibanding pupuk
slow release maupun pupuk granular.
118
Tabel 29 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padaberbagai aplikasi pemupukan
Aplikasipemupukan
Stadia/periode pertumbuhan tunasTrubusawal
Trubuspenuh
Trubusdewasa
Periodedormansi
Periodetunas*
Siklustrubus**
....................................... (hari) ...............................................granular 15.75a 13.58a 17.21a 65.50a 46.54a 112.04afertigasi 13.96b 11.75b 14.58c 61.25c 40.29b 101.54c
slow release 15.67a 13.88a 16.25b 63.50b 45.79a 109.29bKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%* Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa**Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi
Pertumbuhan tajuk
Pada Tabel 30 dan 31, terlihat bahwa porositas media 61-65% menghasilkan
pertumbuhan tajuk yang tertinggi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, lebar
kanopi dan luas daun dan pertambahan (tinggi tanaman, lebar kanopi dan luas
daun). Keragaan pertumbuhan tajuk pada berbagai aplikasi pemupukan disajikan
pada Gambar 22, 23 dan 24.
Kondisi aerasi yang baik pada porositas media 61-65% akan meningkatkan
laju respirasi akar akibat meningkatnya ketersediaan oksigen pada media yang
porous. Menurut Jumim (2002), ketersediaan oksigen meningkat sejalan dengan
semakin remahnya tanah dan meningkatnya porositas. Peningkatan kandungan
oksigen akan mendorong peningkatan respirasi akar karena proses respirasi
memerlukan oksigen utamanya respirasi aerobik. Output dari respirasi adalah
dihasilkannya energi yang antara lain digunakan untuk berbagai aktivitas
metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel (Salisbury & Ross 1995; Taiz
& Zeiger 2012). Energi hasil respirasi juga digunakan tanaman dalam penyerapan
air dan unsur hara. Oleh karena itu pada kondisi aerasi yang baik biasanya
ketersediaan air dan unsur hara juga meningkat karena didukung oleh kemampuan
akar dalam proses penyerapan unsur hara dan air.
119
Tabel 30 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan luas daun
Perlakuan Bulan setelah perlakuan (BSP)3 5 7 9 11
…………………………. Tinggi tanaman (cm) ………………………..Porositas media (%):
51-55 19.99 22.02b 24.05b 27.91b 30.28b56-60 20.26 22.88ab 26.39a 29.77a 32.44a61-65 20.13 23.38a 26.80a 30.15a 32.79a66-70 20.34 22.99ab 25.99a 29.13ab 31.97a
Aplikasi pemupukan:granular 19.91 22.23b 24.62c 27.62c 30.15cfertigasi 20.41 23.40a 26.97a 31.07a 33.49a
slow release 20.23 22.83ab 25.84b 29.02b 31.97b…………………………… Jumlah daun (helai) ………………………….
Porositas media (%):51-55 9.00 10.44 11.11 11.72 12.7256-60 9.67 11.33 11.89 12.67 13.3361-65 9.17 10.78 11.44 12.33 13.0066-70 9.06 10.72 11.56 12.22 12.89
Aplikasi pemupukan:granular 8.92b 10.50b 11.08b 11.71b 12.38bfertigasi 9.83a 11.54a 12.33a 13.25a 14.17a
slow release 8.92b 10.42b 11.08b 11.75b 12.42b………………………….. Lebar kanopi (cm) ………………………….
Porositas media (%):51-55 26.19bc 27.99b 29.63bc 31.79b 33.33b56-60 27.29a 29.12a 31.75a 33.74a 34.95a61-65 26.67ab 28.69ab 30.49b 32.28b 35.00a66-70 25.66c 26.92c 29.06c 31.65b 33.63b
Aplikasi pemupukan:granular 26.17b 27.69b 29.259b 31.15b 32.50cfertigasi 27.093a 29.02a 31.6733a 33.84a 35.72a
slow release 26.11b 27.84b 29.7600b 32.11b 34.47b………………………….. Luas daun (cm2) …………………………..
Porositas media:51-55 760.25 b 842.15 c 926.43 c 1020.37 c 1122.80 c56-60 816.68 b 970.30 b 1111.66 b 1223.47 b 1290.67 ab61-65 916.12 c 1074.11 a 1212.14 a 1320.95 a 1368.29 a66-70 813.91 919.49 b 1059.41 b 1165.95 b 1218.45 b
Aplikasipemupukan:
granular 826.83 941.59 1037.88 1152.80 1207.92bfertigasi 852.89 977.06 1118.87 1213.33 1297.74a
slow release 800.50 935.90 1075.48 1181.94 1244.50abKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.
120
Gambar 22 Pertumbuhan tanaman pada perlakuan N,P, K granular padaporositas 51-55% (A), 56-60% (B), 61-65% (C) dan 66-70%(D) pada 11 BSP
Gambar 23 Pertumbuhan tanaman pada porositas media 56-60% dan aplikasipupuk granular (A), fertigasi (B) dan slow release (C) 11 BSP
Gambar 24 Keragaan pertumbuhan tanaman pada porositas media 61-65% (A) dan51-55% (B) dengan aplikasi pupuk secara fertigasi pada 11 BSP
A B C
A B C D
A B
121
Tabel 31 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasi pemupukanterhadap pertambahan tinggi tanaman, lebar kanopi dan luas daunselama 1 tahun
Porositasmedia(%)
AplikasiPemupukan
PertambahanTinggiTanaman (cm)
Lebarkanopi (cm)
Luasdaun (cm2)
51-55 granular 10.35 d 7.99 cde 350.82 cfertigasi 14.28 bc 8.96 bcd 529.88 abcslow release 14.39 bc 9.75 abcd 516.95 bc
56-60 granular 13.53 c 5.67 e 546.08 abfertigasi 17.98 a 12.78 a 669.66 abslow release 15.43 bc 12.00 ab 587.98 ab
61-65 granular 14.73 bc 10.21 abcd 656.51 abfertigasi 17.90 a 11.25 ab 717.60 aslow release 14.75 bc 9.99 abcd 646.71 ab
66-70 granular 15.24 bc 7.29 de 587.08 abfertigasi 16.59 ab 10.63 abc 530.35 abcslow release 15.25 bc 9.89 abcd 636.42 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 32 terlihat bahwa aplikasi pemupukan secara fertigasi pada
porositas media 61-65%, menghasilkan bobot kering tajuk dan bobot kering total
yang tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali dengan
porositas media 55-60% yang disertai aplikasi fertigasi. Bobot kering tajuk dan
bobot kering total pada porositas media 61-65% dengan aplikasi fertigasi adalah
masing-masing 18.33 g dan 28.40 g per tanaman, sedangkan perlakuan porositas
media 51-55% dengan aplikasi pupuk granular menghasilkan bobot kering tajuk
dan bobot kering total yang terendah yaitu 9.74 g dan 12.93 g per tanaman. Hal ini
memberikan indikasi bahwa aplikasi pemupukan dengan metode fertigasi sesuai
diterapkan pada porositas media 56-60% dan 61-65%.
122
Tabel 32 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasi pemupukanterhadap bobot kering tajuk dan bobot kering total pada 11 BSP
Porositasmedia (%)
AplikasiPemupukan
Bobot keringtajuk (g/tanaman)
Bobot kering total(g/tanaman)
51-55 granular 9.74 d 12.93 ffertigasi 12.34 bcd 16.81 cdslow release 10.89 bcd 15.88 de
56-60 granular 11.52 bcd 15.94 defertigasi 19.50 a 27.47 aslow release 13.02 bc 18.74 bc
61-65 granular 12.15 bcd 16.91 cdfertigasi 18.33 a 28.40 aslow release 13.31 b 19.83 b
66-70 granular 10.44 cd 14.49 deffertigasi 13.37 b 18.81 bcslow release 9.87 d 13.96 ef
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pertumbuhan akar
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan akar pada Tabel 33 dan Gambar
25 menunjukkan adanya pengaruh interaksi antara porositas media dengan interval
penyiraman. Aplikasi pupuk secara fertigasi pada porositas media 61-65%
menghasilkan panjang akar dan bobot kering tertinggi yaitu masing-masing
26.83 cm dan 10.07 g. Hasil pengamatan terhadap volume akar pada Tabel 34 juga
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk secara fertigasi memberikan respon tertinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk secara fertigasi mendorong
pertumbuhan akar dan penyerapan hara. Hal ini diduga porositas media 61-65%
memiliki kondisi aerasi yang baik sehingga dengan meningkatnya respirasi maka
dapat dihasilkan sejumlah energi yang antara lain digunakan untuk mendukung
penyerapan hara secara aktif (Darmawan & Baharsjah 2012).
Berbeda halnya dengan aplikasi pupuk granular yang nampaknya
dibutuhkan waktu yang lebih lama agar unsur hara bisa tersedia karena harus larut
terlebih dengan media baru dapat tersedia bagi tanaman. Demikian pula halnya
aplikasi pupuk slow release yang memang memiliki karakteristik kelarutan yang
123
lebih lambat sehingga memungkinkan unsur hara juga lambat tersedia akibatnya
respon pupuk slow release akan lebih lambat dibanding pupuk yang cepat tersedia.
Tabel 33 Pengaruh interaksi antara porositas media dan aplikasi pemupukanterhadap panjang akar primer dan bobot kering akar 11 BSP
Porositasmedia (%)
AplikasiPemupukan
Panjangakar primer (cm)
Bobot keringakar (g/tanaman)
51-55 granular 18.39 bc 3.19 hfertigasi 24.45 ab 4.47 fgslow release 19.17 bc 4.98 ef
56-60 granular 20.55 bc 4.43 fgfertigasi 21.67 abc 7.97 bslow release 20.33 bc 5.72 d
61-65 granular 23.67 ab 4.76 efgfertigasi 26.83 a 10.07 aslow release 18.67 bc 6.52 c
66-70 granular 22.33 abc 4.05 gfertigasi 16.17 c 5.45 edslow release 23.67 ab 4.09 g
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Tabel 34 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap volume akarpada 11 BSP
Perlakuan Volume akar (ml)
Porositas media (%):51-55 10.2256-60 11.5661-65 10.1166-70 9.56Aplikasi pemupukan:granular 7.42 bfertigasi 12.83 aslow release 10.83 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
124
Gambar 25 Keragaan akar tanaman manggis pada berbagai aplikasi pemupukandan porositas media
granular slow releasefertigasi
fertigasigranular slow release
granular fertigasislow release
granular fertigasi slow release
51-55%
56-60%
61-65%
66-70%
125
Perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar
Untuk melihat perimbangan pertumbuhan tajuk dan akar maka dilakukan
perhitungan rasio tajuk/akar. Pada Tabel 35 nampak bahwa perlakuan porositas
media dan aplikasi pemupukan berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk/akar.
Perlakuan porositas media 61-65% menghasilkan rasio tajuk/akar terendah yang
menunjukkan dengan kondisi aerasi yang baik maka akan merangsang
pertumbuhan akar sehingga nampak lebih tinggi dibanding pertumbuhan tajuk.
Perlakuan aplikasi pupuk granular menghasilkan rasio tajuk/akar yang lebih
tinggi dan berbeda nyata dibandingkan aplikasi pupuk secara fertigasi dan aplikasi
pupuk slow release. Tingginya rasio tajuk/akar pada perlakuan pupuk granular
banyak disebabkan karena rendahnya nilai bobot kering akar seperti yang disajikan
pada Tabel 33 sehingga menghasilkan rasio tajuk/akar yang tinggi.
Tabel 35 Pengaruh porositas media dan aplikasi pemupukan terhadap rasiotajuk/akar pada 11 BSP
Perlakuan Rasiotajuk/akar
Porositas media (%):51-55 2.68 a56-60 2.46 a61-65 2.14 b66-70 2.49 aAplikasi pemupukan:granular 2.71 afertigasi 2.38 bslow release 2.24 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Kandungan Hara Jaringan dan Serapan Hara
Hasil analisis kandungan hara N, P dan K daun pada Tabel 36 menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara porositas media dengan aplikasi
pemupukan, kecuali terhadap kadar P daun. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa aplikasi pupuk slow release menghasilkan kadar hara P daun tertinggi yaitu
0.17% dan berbeda nyata dengan perlakuan fertigasi (0.14%) tetapi tidak berbeda
nyata dengan aplikasi pupuk granular (0.16%). Demikian pula aplikasi pupuk
slow release pada porositas media 51-55% menghasilkan kadar P daun yang
126
tertinggi seperti nampak pada Gambar 26. Hal ini menunjukkkan dengan
karakteristik pupuk slow release yang lambat tersedia maka unsur hara yang
terkandung dalam pupuk tersebut juga lambat digunakan oleh tanaman, akibatnya
kandungan hara P total pada akhir penelitian nampak lebih tinggi dibanding
aplikasi pupuk granular maupun fertigasi.
Tabel 36 Kadar N, P dan K daun pada berbagai porositas media dan aplikasipemupukan pada 11 BSP
Perlakuan Kadar hara (%)
N P KPorositas media (%):51-55 1.66a 0.16 2.8356-60 1.72a 0.17 2.9861-65 0.70b 0.14 3.3866-70 0.15c 0.15 3.33Aplikasi pemupukan:granular 1.01 0.16ab 3.16fertigasi 1.08 0.14b 3.19slow release 1.08 0.17a 3.04Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.
Gambar 26 Pengaruh interaksi antara porositas media dengan aplikasi pemupukanterhadap kadar P daun
Hasil analisis terhadap serapan hara daun pada Tabel 37 menunjukkan tidak
terdapat pengaruh nyata antara faktor porositas media dengan aplikasi pemupukan
terhadap serapan hara N, P dan K. Namun faktor tunggal pemupukan menunjukkan
bahwa aplikasi pupuk fertigasi menghasilkan serapan hara N dan K yang tertinggi
cd
abc
abc
cdcd
cdcd cd
aab
d
bcd
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
51-55 56-60 61-65 66-70
Kad
arP
dau
n(%
)
Porositas media (%)
granular fertigasi slow release
127
dibanding aplikasi pupuk granular dan pupuk slow release, sedangkan aplikasi
pupuk slow release menghasilkan serapan P yang tertinggi tetapi tidak berbeda
nyata dengan aplikasi pupuk fertigasi.
Tabel 37 Serapan hara N, P dan K daun pada berbagai porositas media dan aplikasipemupukan pada 11 BSP
Perlakuan Serapan hara daun (g/tanaman)
N P KPorositas media (%):51-55 10.19 1.02 17.5156-60 14.86 1.28 22.4161-65 13.80 1.06 24.8966-70 10.87 0.89 19.49Aplikasi pemupukan:Granular 10.04 b 0.81 b 16.29 bFertigasi 15.13 a 1.17 a 26.61 aslow release 12.12 ab 1.21 a 20.31 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Tingginya serapan hara N dan K daun pada perlakuan pupuk secara fertigasi
karena pupuk N, P dan K dilarutkan terlebih dahulu baru disiram ke media sehingga
unsur hara menjadi lebih cepat tersedia bagi tanaman. Dengan melarutkan pupuk
dalam air lalu disiramkan ke media tumbuh akan memudahkan unsur hara tersebut
diserap oleh akar tanaman melalui cara aliran massa. Aliran massa adalah gerakan
unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersama-sama gerakan
massa air. Gerakan massa air di dalam tanah menuju ke permukaan akar tanaman
berlangsung secara terus menerus karena air selalu diserap oleh akar dan menguap
melalui proses transpirasi (Hardjowigeno 1995).
Tingginya serapan hara N dan K daun pada aplikasi pupuk secara fertigasi
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil uji korelasi
Pearson pada Tabel 38 menunjukkan bahwa serapan hara N daun berhubungan
sangat nyata dan positif dengan bobot kering tajuk, bobot kering total tanaman,
pertambahan tinggi tanaman dan volume akar. Serapan hara P daun berkorelasi
sangat nyata dan positif dengan volume akar, sedangkan serapan hara K daun
berkorelasi nyata dengan bobot kering tajuk, bobot kering total dan pertambahan
jumlah daun serta berkorelasi sangat nyata dengan volume akar dan pertambahan
128
tinggi tanaman. Dengan demikian serapan hara N dan K daun yang tinggi pada
aplikasi pupuk secara fertigasi secara nyata menyebabkan pertumbuhan
pertumbuhan tajuk dan akar yang tertinggi. Begitupula serapan hara P yang tinggi
pada aplikasi pupuk slow release secara nyata mendorong pertumbuhan akar,
khususnya volume akar yang tertinggi. Hal ini didukung oleh tingginya kandungan
hara P daun pada aplikasi pupuk slow release.
Kerapatan Stomata
Berdasarkan hasil pengamatan kerapatan stomata pada Gambar 27,
menunjukkan adanya variasi jumlah stomata pada berbagai perlakuan. Perlakuan
porositas media menghasilkan kerapatan stomata antara 71-12 buah/mm dan
porositas media 61-65% menghasilkan kerapatan stomata tertinggi yaitu 128.24
buah/mm. Perlakuan aplikasi pemupukan menghasilkan kerapatan stomata antara
78-108 buah/mm dan aplikasi pupuk secara fertigasi menghasilkan kerapatan
stomata tertinggi yaitu 107.01 buah/mm.
Gambar 27 Kerapatan stomata pada berbagai porositas media (a) dan aplikasipemupukan (b). Nilai pengamatan merupakan rata-rata ± standarderror dari 6 tanaman
7.65 5.15 7.08 3.62
71.3477.28
128.24
108.70
0
20
40
60
80
100
120
140
51-55 56-60 61-65 66-70
Ker
ap
ata
nst
om
ata
(bu
ah
/mm
)
(a)
atas bawah
5.27 4.51 7.85
78.98
107.01103.18
0
20
40
60
80
100
120
granular fertigasi slow release
Ker
apat
anst
omat
a(b
uah
/mm
)
(b)
131
Tabel 38 Hubungan antara peubah pertumbuhan tanaman pada berbagai aplikasi pemupukan
Peubah BKA BTjk BKTot PA VA PTT PJD PLD KN KP KK SN SP
BKA 1.00BKTjk 0.53tn 1.00BKTot 0.67* 0.98** 1.00PA 0.33tn -0.09** -0.01tn 1.00VA 0.69* 0.83** 0.87** -0.02tn 1.00PTT 0.64tn 0.58tn 0.65tn 0.15tn 0.75* 1.00PJD 0.76* 0.52tn 0.61tn 0.52tn 0.59tn 0.71** 1.00PLD 0.76* 0.40tn 0.51tn 0.003tn 0.48tn 0.67* 0.39tn 1.00KN 0.21tn 0.17tn 0.19tn 0.29tn 0.54tn 0.27tn 0.15tn -0.06tn 1.00KP 0.57tn -0.65* -0.69* -0.29tn -0.44tn -0.36tn -0.67* -0.30tn -0.09tn 1.00KK -0.06tn -0.29tn -0.27tn 0.20tn -0.30tn 0.39tn 0.14tn 0.30tn -0.34tn 0.09tn 1.00SN 0.52tn 0.83** 0.83** 0.24tn 0.82** 0.71* 0.59tn 0.32tn 0.47tn -0.57tn -0.06tn 1.00SP 0.36tn 0.60tn 0.60tn -0.19tn 0.80** 0.61tn 0.26tn 0.32tn 0.39tn 0.12tn -0.23tn 0.60tn 1.00SK 0.59tn 0.76* 0.79* 0.10tn 0.81** 0.95** 0.71* 0.58tn 0.21tn -0.42tn 0.24tn 0.81** 0.71*
**=berkorelasi nyata pada taraf 1% uji korelasi Pearson* =berkorelasi nyata pada taraf 5% uji korelasi Pearsontn=berkorelasi tidak nyata
BKA = Bobot kering akar BKTjk = Bobot kering tajukBKTot = Bobot kering total tanaman PA = Panjang akar primerVA = Volume akar PTT = Pertambahan tinggi tanamanPJD = Pertambahan jumlah daun PLD = Pertambahan luas daunKN = Kadar hara N daun KP = Kadar hara P daunKK = Kadar hara K daun SN = Serapan hara N daunSP = Serapan hara P daun SK = Serapan hara K daun
12
9
130
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Porositas media 61-65% dan aplikasi pupuk secara fertigasi memberikan
pengaruh interaksi terhadap sebagian pertumbuhan akar dan tajuk. Porositas
61-65% dengan pemupukan secara fertigasi menghasilkan pertumbuhan
panjang akar tertinggi (26.83 cm), bobot kering akar (10.07 g/tanaman),
pertambahan tinggi tanaman (17.90 cm), pertambahan lebar kanopi (11.25
cm), pertambahan luas daun 717.60 cm2, bobot kering tajuk (18.33 g/tanaman)
dan bobot kering total (28.40 g/tanaman).
2. Porositas media 61-65% menghasilkan pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman,
jumlah daun, luas daun, diameter batang, lebar kanopi, bobot kering tajuk) dan
pertumbuhan akar (panjang dan volume akar serta bobot kering akar) yang
terbaik.
3. Serapan hara N dan K daun yang tinggi pada aplikasi pupuk secara fertigasi
yaitu masing-masing 15.13 dan 26.61 g/tanaman mendorong peningkatan
pertumbuhan tajuk dan akar yang terbaik dibanding aplikasi pupuk granular
atau pupuk slow release.
131
PENINGKATAN PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS PADA DUAJENIS POT DENGAN PENGATURAN POROSITAS MEDIA
Increasing the Growth of Mangosteen Seedlings in Two Types of Pots by MediaPorosity Arrangements
Abstrak
Perbaikan lingkungan tumbuh melalui pengaturan porositas media danpenggunaan pot beraerasi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.Percobaan ini telah dilakukan dengan tujuan mempelajari pertumbuhan tanamanmanggis pada dua jenis pot dengan berbagai porositas media. Percobaan telahdilaksanakan di Rumah Plastik dan di lahan Kebun Percobaan Pusat Kajian BuahTropika (PKBT) IPB, Tajur, yang berlangsung dari bulan Januari 2009 hinggaApril 2011. Percobaan disusun menggunakan percobaan faktorial dalamrancangan acak lengkap dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah jenis potdan faktor kedua adalah porositas media. Hasil percobaan menunjukkanpenggunaan wadah pembibitan dari keranjang anyaman bambu menghasilkanpertumbuhan akar dan tajuk yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingpolybag. Tanaman pada wadah keranjang anyaman bambu menghasilkan bobotkering akar (4.46 g), panjang akar (25.95 cm), volume akar (7.79 ml), bobotkering total (22.56 g) dan bobot kering tajuk (18.10 g) nampak lebih tinggidibanding pada polybag. Pertumbuhan yang baik saat pembibitan jugamemberikan pengaruh setelah tanaman dipindahkan ke lahan, dimana tanamanyang asalnya dari wadah keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhantajuk yang lebih tinggi dibanding dari polybag, yang terlihat dari pertambahantinggi tanaman (10.79 cm) dan pertambahan lebar kanopi (9.19 cm).
Kata kunci: manggis, porositas media, pot, aerasi
Abstract
Improvements of the growing environmental by media porosity setting andthe use of aeration pot was expected to increase plant growth. This experimentwas conducted to study mangosteen plant growth in two types of pots containersin various media porosity. The experiments was conducted in the Plastic houseand Experimental Farm at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS) BogorAgricultural University, Tajur, from January 2009 until April 2011. Experimentswere using a factorial experiment with completely randomized design andrepeated three times. The first factor was pot type and the second factor wasmedia porosity. Results shown that the use of woven bamboo pots obtained shootand root growth higher than the polybag. Plants in woven bamboo pot producedroot dry weight (4.46 g), root length (25.95 cm), root volume (7.79 ml), total dryweight (22.56 g) and shoot dry weight (18.10 g) higher than in the polybag.Better seedlings growth also influence further crop development whentransplanting into bare land, where the crop from bamboo baskets pot generatehigher canopy growth than from polybag, as seen from the additional of plantheight (10.79 cm) and additional of canopy width (9.19 cm).
Keywords: mangosteen, media porosity, pots, aeration
132
Pendahuluan
Latar Belakang
Umumnya penyusunan media tumbuh belum mempertimbangkan
kesesuaian media dengan karakteristik perakaran. Penyusunan media tumbuh
lebih banyak berdasarkan faktor kemudahan mendapatkan sumber media dan
kepraktisan dalam pembuatan media tumbuh. Pembuatan media tumbuh yang
sesuai karakteristik perakaran dan lingkungan tumbuh akan memberikan kondisi
yang optimal bagi pertumbuhan tanaman.
Media tumbuh pada bibit manggis umumnya berupa campuran tanah dan
sedikit pupuk kandang. Komposisi media tersebut kurang mendukung bagi
pertumbuhan akar, ditambah lagi dengan karakteristik morfologi tanaman
manggis yang memang memiliki perakaran yang terbatas. Dari beberapa laporan
diketahui bahwa media yang porous dapat mendorong pertumbuhan akar sehingga
meningkatkan serapan air dan unsur hara. Menurut Wiebel et al. (1992a) bahwa
pertumbuhan bibit manggis pada media porous nampak lebih baik dibandingkan
media kurang porous. Penilaian porous atau kurang porous pada media tumbuh
sebenarnya merupakan nilai dari persen porositas. Menurut Hardjowigeno (1987),
porositas atau ruang pori total merupakan bagian tanah atau media yang ditempati
oleh fraksi air dan udara. Selanjutnya menurut Hillel (1997) bahwa porositas
dipengaruhi oleh tekstur dan struktur serta bentuk dari partikel tanah atau media.
Porositas media mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya
terhadap aerasi, dimana pada kondisi aerasi yang baik ketersediaan oksigen juga
meningkat sehingga meningkatkan respirasi akar (Gardner et al. 1991).
Penggunaan pot beraerasi tinggi dipandang memiliki pengaruh yang baik
terhadap pertumbuhan bibit manggis karena mempunyai sirkulasi udara yang
baik. Selama ini pada pembibitan manggis digunakan polybag yang ternyata
memiliki aerasi yang kurang baik utamanya apabila menggunakan media tumbuh
yang agak massive. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan terobosan baru
dalam memperbaiki aerasi melalui penggunaan pot beraerasi tinggi dari keranjang
anyaman bambu dan dibandingkan dengan polybag. Perbaikan lingkungan
tumbuh khususnya perbaikan aerasi melalui pengaturan porositas dan penggunaan
pot beraerasi tinggi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.
133
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik dan di lahan Kebun
Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur dan
berlangsung dari bulan Januari 2009 hingga Mei 2011.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis umur 1 tahun,
media (tanah, arang sekam padi, pupuk kandang kambing dan pasir), pestisida
(mankozeb dan deltametrin), pupuk urea, SP-18 dan KCl, pupuk NPK Growmore
(20-20-20). Alat-alat yang digunakan antara lain Light meter tipe LI-250A,
jangka sorong digital 0-150 mm, polybag ukuran 35 cm x 35 cm, pot keranjang
ayaman bambu (tinggi 25 cm dan diameter 25 cm), gelas ukur 500 ml, papan paku
(pin board) 50 cm x 50 cm, paranet 65%, timbangan analitik, hand sprayer,
jangka sorong digital 0-150 mm, kertas sampel dan meteran.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan acak
lengkap dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah jenis pot, yang terdiri atas
pot anyaman bambu dan polybag. Faktor kedua adalah porositas media, terdiri 4
taraf: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%. Model linier yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = + αi + j + (α)ij + ijk ; (Gomez & Gomez 1984)
i = 1, …,a, j = 1, …,b, k = 1, … c
Keterangan:Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor jenis pot dan taraf ke- j dari faktor porositasmedia)
= nilai tengah populasi (rataan yang sesungguhnya)αi = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor jenis potj = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor porositas media
(α)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis pot dan taraf ke-j faktor porositas media
ijk = pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasiperlakuan ij
134
Sterilisasi media dilakukan dengan cara dipanaskan di dalam drum selama
8 jam untuk mencegah serangan patogen tular tanah pada bibit. Pengisian media
menggunakan perbandingan masing-masing sebanyak 8 l ke dalam polybag dan
pot dari keranjang anyaman bambu. Penanaman diawali dengan memilih bibit
yang pertumbuhannya relatif seragam. Pemindahan bibit dilakukan dengan
membuang media tumbuh asal dan akar tanaman dicuci secara hati-hati lalu bibit
ditanam pada media yang baru sesuai perlakuan.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan
pengendalian hama/penyakit. Penyiraman dilakukan dengan memperhatikan
kelembaban tanah. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma
yang tumbuh di sekitar tanaman. Aplikasi pemupukan dengann pupuk NPK
Growmore sebanyak 2 g/l air dan diaplikasikan setiap minggu. Pengendalian
penyakit menggunakan fungisida berbahan aktif mankozeb dan pengendalian
hama menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin.
Setelah selesai penelitian di rumah kaca maka tanaman di pindahkan ke
lahan. Penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanaman dengan ukuran
75 cm x 75 cm x 75 cm. Penanaman dilakukan dengan menyertakan media
pembibitan ke lubang tanaman. Untuk melindungi tanaman dari sinar matahari
langsung maka dipasang paranet 65% pada setiap tanaman. Umumnya paranet
akan dilepas saat tanaman berumur kurang lebih 2 tahun setelah tanaman di lahan.
Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama/penyakit.
Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari apabila tidak ada hujan. Pemupukan
dilakukan dosis 20 kg pupuk kandang dan 50 g Urea, 50 g SP-18 dan 25 g KCl
per pohon. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida yang sama
saat pembibitan.
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang
dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun
yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang
termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan
membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak
135
lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal
batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan
persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, di mana Y = luas
daun (cm2), X1 = lebar daun (cm) dan X2 = panjang daun (cm).
2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar,
batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di
dalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.
3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board)
ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar
yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.
4. Volume akar diukur dengan metode Archimedes. Caranya adalah akar
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, di mana air yang tumpah akibat
tekanan akar, diukur sebagai volume akar.
5. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh
pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati
pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus
awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan
warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2.
6. Pengamatan pertumbuhan tanaman setelah bibit ditanam di lahan, meliputi
tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar kanopi. Pengamatan pertumbuhan
dilakukan setiap bulan selama 5 bulan setelah tanam (BST).
Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji
lanjutan untuk membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan menggunakan
uji jarak berganda Duncan.
136
Hasil dan Pembahasan
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Hasil analisis sidik ragam dari hasil pengamatan saat saat pembibitan di
rumah plastik disajikan pada Lampiran 10. Faktor jenis pot berpengaruh terhadap
tinggi tanaman (7,9 dan 11 BST), diameter batang (5 dan 9 BST), luas daun (5-11
BST), bobot kering akar, bobot kering tajuk bobot kering total, panjang akar
primer dan volume akar .
Faktor porositas media berpengaruh terhadap tinggi tanaman (5-11 BST)
dan pertambahan tinggi tanaman; lebar kanopi 11 BST dan pertambahan lebar
kanopi; luas daun (5, 7 dan 11 BST) dan pertambahan luas daun, bobot kering
akar, bobot kering tajuk, bobot kering total, panjang akar primer dan volume akar.
Faktor jenis pot dan porositas media memberikan pengaruh interaksi terhadap luas
daun (5,7 dan 9 BST).
Hasil sidik ragam dari hasil pengamatan saat penanaman di lahan
disajikan pada Lampiran 11. Tanaman yang saat pembibitan menggunakan wadah
dari pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan tajuk yang lebih tinggi
dibanding tanaman yang awalnya ditanam di dalam polybag.
Komponen Pertumbuhan Tanaman Saat Pembibitan
Perkembangan trubus
Pada Tabel 39, terlihat jenis pot memberikan pengaruh nyata terhadap
semua peubah stadia pertumbuhan tunas. Nampak adanya perbedaan yang nyata
terhadap periode trubus antara perlakuan pot anyaman bambu (40.83 hari) dengan
polybag (44.21 hari). Hal tersebut mengakibatkan siklus trubus yang pendek pada
penanaman di dalam pot anyaman bambu yaitu 99.29 hari dibandingkan polybag
yang memiliki siklus trubus lebih panjang (di atas 100 hari). Perbedaan yang
nyata pada pertumbuhan trubus memberikan indikasi bahwa penggunaan pot yang
beraerasi tinggi akan mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan hal ini
sejalan dengan hasil pengamatan pertumbuhan tajuk pada Tabel 40 sampai 44 dan
pertumbuhan akar pada Tabel 45.
137
Tabel 39 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus padadua jenis pot
Perlakuan Stadia/periode pertumbuhan tunasTrubusawal
Trubuspenuh
Trubusdewasa
Periodedormansi
Periodetrubus*
Siklustrubus**
Jenis pot: ....................................... (hari) ................................................Pot anyamanbambu
13.04b 10.75b 17.04b 58.46b 40.83b 99.29b
Polybag 14.25a 12.50a 17.88a 59.54a 44.21a 103.75aKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%* Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa**Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi
Pertumbuhan tajuk
Penggunaan pot yang beraerasi tinggi dari keranjang anyaman bambu
menghasilkan pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang
dan lebar kanopi serta luas daun), pertambahan (tinggi tanaman, jumlah daun,
lebar kanopi, diameter batang dan luas daun), bobot kering tajuk dan total
tanaman lebih tinggi dibandingkan penanaman di polybag seperti yang disajikan
pada Gambar 28 dan 29 serta Tabel 40 sampai 44.
Pada Tabel 40 nampak bahwa perlakuan pot keranjang anyaman bambu
berbeda nyata dengan polybag terhadap tinggi tanaman mulai 7 BST dan
diameter batang mulai 5 BST, sedangkan terhadap jumlah daun dan lebar kanopi
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada awal penanaman belum terlihat perbedaan yang nyata antara
penanaman pada wadah keranjang anyaman bambu dengan penanaman di polybag
terhadap pertumbuhan tajuk, kecuali terhadap peubah luas daun pada Tabel 41
dan 42 yang sudah memperlihatkan perbedaan yang nyata sejak awal penanaman.
Tanaman pada wadah keranjang bambu memiliki luas daun sebesar 1501.02 cm2
yang nyata dan lebih tinggi dibanding tanaman pada polybag yang memiliki luas
daun sebesar 1327.63 cm2 pada 11 BST. Perbedaan yang sangat besar tersebut
menunjukkan bahwa tanaman pada wadah keranjang bambu memiliki
pertumbuhan yang lebih baik karena didukung oleh kondisi wadah yang memiliki
aerasi yang lebih baik dibanding polybag.
138
Pada Tabel 40 sampai 44 nampak bahwa porositas media 61-65%
menghasilkan tinggi tanaman dan luas daun, pertambahan (tinggi tanaman, lebar
kanopi dan luas daun) yang nyata dan lebih baik dibanding porositas media
lainnya. Demikian pula terhadap jumlah daun dan lebar kanopi juga memberikan
pengaruh terbaik tetapi tidak berbeda nyata dengan porositas media 56-60%.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kisaran porositas media 56-60% dan 61-
65% menghasilkan pertumbuhan tajuk yang lebih baik dibandingkan porositas
media lainnya.
Gambar 28 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 61-65%pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B)
Gambar 29 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada porositas media 56-60%pada pot keranjang anyaman bambu (A) dan polybag (B)
A B
A B
139
Tabel 40 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi dan diameter batang
Perlakuan Bulan setelah tanam (BST)3 5 7 9 11
…………………………. Tinggi tanaman (cm) ………………………..Jenis pot:Pot anyaman bambu 22.96 25.58 28.28a 31.39a 34.45aPolybag 21.89 24.54 27.19b 30.17b 32.73bPorositas media (%):51-55 21.86 23.89b 26.00c 27.83c 30.95c56-60 22.55 25.09ab 27.60b 30.49b 34.09b61-65 22.96 26.93a 30.08a 33.95a 35.96a66-70 22.33 24.33b 27.27bc 30.87b 33.35b
…………………………… Jumlah daun (helai) ………………………….Jenis pot:Pot anyaman bambu 8.88 10.96 12.54 14.04 14.96Polybag 8.83 10.92 12.17 13.75 14.58Porositas media (%):51-55 8.75 10.58 11.58 13.25 14.2556-60 9.00 11.83 13.50 14.83 15.3361-65 8.83 10.83 12.67 14.17 15.0066-70 8.83 10.50 11.67 13.33 14.50
………………………….. Lebar kanopi (cm) ………………………….Jenis pot:Pot anyaman bambu 28.79 31.26 34.05 36.56 39.92Polybag 27.54 30.39 32.56 35.80 38.36Porositas media (%):51-55 27.63 29.64 31.50 33.69 36.25b56-60 28.58 32.26 34.28 36.88 39.89a61-65 28.15 30.93 34.06 37.21 40.68a66-70 28.31 30.47 33.36 36.94 39.73a…………………………………. Diameter batang (mm) ……………………..Jenis pot:Pot anyaman bambu 4.02 4.78a 5.33 6.23a 6.49Polybag 3.96 4.49b 5.29 5.88b 6.37Porositas media (%):51-55 4.00 4.54 5.13 5.89 6.2756-60 4.11 4.79 5.45 6.14 6.5161-65 3.92 4.61 5.31 6.14 6.5766-70 3.91 4.59 5.37 6.05 6.38
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 41, terlihat bahwa porositas media 56-60% dan 61-65% pada
pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan luas daun yang tinggi
dibandingkan porositas media lainnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
140
penggunaan pot dari anyaman bambu yang memiliki aerasi yang baik apabila
dipadukan dengan porositas media 56-60% dan 61-65% akan memberikan
lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan tajuk.
Tabel 41 Pengaruh interaksi antara jenis pot dan porositas media terhadap luasdaun pada 5, 7, 9 BST
Jenis pot Porositasmedia (%)
Luas daun (cm2) pada BST5 7 9
Potanyamanbambu
51-55 1134.27 bc 1226.40 bc 1300.21 cd56-60 1275.44 a 1387.09 a 1487.21 ab61-65 1287.03 a 1394.12 a 1495.48 a66-70 1141.19 bc 1245.66 bc 1360.33 bc
Polybag 51-55 1096.10 cd 1200.15 bc 1285.11 cd56-60 1020.39 d 1143.35 c 1200.13 d61-65 1220.49 ab 1287.53 ab 1320.17 cd66-70 1175.01 abc 1260.12 bc 1295.86 cd
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%%
Tabel 42 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhanluas daun pada 3 dan 11 BST
Perlakuan Luas daun (cm2) pada BST3 11
Jenis pot:Pot anyaman bambu 1112.19 a 1501.02 aPolybag 932.19 b 1327.63 b
Porositas media (%):51-55 972.56 1357.68 b56-60 1040.34 1406.48 b61-65 1093.01 1509.24 a66-70 982.85 1383.90 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 43 nampak bahwa sampai 11 BST, belum terdapat perbedaan
yang nyata antara penanaman pada wadah keranjang bambu dengan polybag
terhadap pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang
dan luas daun. Namun perlakuan porositas media memberikan perbedaan yang
nyata terhadap peubah pertambahan (tinggi tanaman, lebar kanopi dan luas daun),
141
dimana porositas media 61-65% menghasilkan nilai yang tertinggi, sedangkan
porositas media 51-55% menghasilkan pertambahan terendah.
Pada Tabel 44 terlihat bahwa pot keranjang anyaman bambu menghasilkan
bobot kering tajuk dan bobot kering total yang nyata dan lebih tinggi dibanding
polybag. Tanaman pada pot keranjang anyaman bambu menghasilkan bobot
kering tajuk dan bobot kering total yaitu masing-masing 18.10 g dan 22.56 g,
sedangkan tanaman pada wadah polybag memiliki bobot kering tajuk 14.47 g dan
bobot kering total 18.06 g. Hal ini sejalan dengan peubah tinggi tanaman dan
luas daun, yaitu tanaman pada pot keranjang anyaman bambu menghasilkan
pertumbuhan tajuk lebih baik dibandingkan pada polybag. Porositas media
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering
total, dimana porositas media 61-65% menghasilkan bobot kering tajuk 19.85 g
dan bobot kering total 24.86 g yang lebih tinggi dibandingkan porositas media
lainnya.
Tabel 43 Pengaruh jenis pot dan porositas media terhadap pertambahan (tinggitanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang dan luas daun)
PerlakuanPertambahan
Tinggitanaman
(cm)
Jumlahdaun
(helai)
Lebarkanopi(cm)
Diameterbatang(mm)
Luasdaun(cm2)
Jenis pot:Pot anyaman bambu 14.74 6.75 14.32 3.23 662.53Polybag 13.49 6.50 13.33 3.19 584.51Porositas media (%):51-55 11.03c 6.17 11.21b 2.97 559.38b56-60 14.56ab 7.00 14.34ab 3.30 583.84b61-65 16.60a 7.00 15.66a 3.33 729.65a66-70 14.26 ab 6.33 14.09ab 3.26 621.22ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
142
Tabel 44 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobot keringtajuk dan total tanaman
Perlakuan Bobot kering tajuk(g)
Bobot kering total(g)
Jenis pot:Pot anyaman bambu 18.10 a 22.56 aPolybag 14.47 b 18.06 bPorositas media (%):51-55 12.89 b 16.078 c56-60 17.18 ab 21.55 ab61-65 19.85 a 24.76 a66-70 15.21 b 18.852 bc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pertumbuhan akar
Pada Gambar 30 dan Tabel 45 terlihat bahwa penggunaan pot dari
keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan polybag. Tanaman pada pot keranjang anyaman
bambu menghasilkan bobot kering akar 4.46 g, panjang akar 25.95 cm dan
volume akar 7.79 ml, sedangkan tanaman pada polybag memiliki bobot kering
akar 3.59 g, panjang akar 21.87 cm dan volume akar 5.88 ml.
Porositas media menghasilkan pertumbuhan akar yang berbeda nyata
seperti nampak pada Tabel 45, dimana porositas media 61-65% menghasilkan
pertumbuhan akar yang nyata dengan perlakuan lainnya. Porositas media 61-65%
menghasilkan bobot kering akar 4.90 g, panjang akar primer 27.89 cm, volume
akar 9.08 ml yang tertinggi dibanding perlakuan lainnya, sedangkan pada
porositas media 51-55% menghasilkan pertumbuhan yang paling rendah, yaitu
bobot kering akar 3.19 g, panjang akar 20.05 cm dan volume akar 5.00 ml.
Hasil pengamatan tersebut memberikan indikasi bahwa pada porositas
media 61-65% terdapat perimbangan komposisi pori makro dan pori mikro yang
memungkinkan terdapat keseimbangan fraksi udara dan air pada media tumbuh.
Kondisi tersebut memungkinkan tanaman dapat memanfaatkan air dan udara
secara optimal sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara baik.
Sebagaimana diketahui bahwa respirasi akar khususnya respirasi aerobik
memerlukan oksigen, dimana tanpa ketersediaan oksigen maka oksidasi terminal
143
tidak akan berlangsung akibatnya seluruh proses respirasi akan berhenti dan
bahan-bahan beracun tertimbun sehingga dapat berakibat buruk bagi tanaman.
Gambar 30 Keragaan akar tanaman manggis pada wadah keranjang anyamanbambu (A) dan polybag (B) pada berbagai porositas media
ABPorositas media
51-55%
Porositas media56-60%
Porositas media66-70%
BA
A B
A
Porositas media61-65%
B
144
Tabel 45 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap bobot keringakar, panjang akar primer dan volume akar
Perlakuan Bobot kering akar(g)
Panjang akarprimer (cm)
Volume akar(ml)
Jenis pot:Pot anyaman bambu 4.46 a 25.95 a 7.79 aPolybag 3.59 b 21.87 b 5.88 bPorositas media (%):51-55 3.19 c 20.05 c 5.00 c56-60 4.37 ab 23.19 bc 7.08 b61-65 4.90 a 27.89 a 9.08 a66-70 3.64 bc 24.50 b 6.17 bc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat kesamaan pola
pertumbuhan akar dan tajuk, dimana baik pada pertumbuhan tajuk maupun akar,
pertumbuhan tertinggi pada perlakuan pot keranjang anyaman bambu dan
porositas media 56-60% dan 61-65%, sedangkan pertumbuhan terendah pada
penanaman di polybag dan perlakuan porositas 51-55% dan 66-70%. Hal ini
berarti untuk mendorong pertumbuhan tajuk maka dilakukan penanaman pada pot
yang beraerasi tinggi disertai penggunaan media tumbuh dengan porositas sedang.
Perbandingan pertumbuhan tajuk dan akar
Untuk melihat keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar, maka dilakukan
pengamatan terhadap rasio tajuk/akar. Pada Tabel 46, nampak bahwa perlakuan
jenis pot dan porositas media tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
rasio tajuk/akar pada 11 BSP.
Tabel 46 Rasio tajuk/akar pada dua jenis pot dan porositas media pada 11 BSPPerlakuan Rasio tajuk/akarJenis pot:Pot anyaman bambu 4.10 aPolybag 4.08 aPorositas media (%):51-55 4.01 a56-60 4.08 a61-65 4.15 a66-70 4.13 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyatapada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
145
Komponen Pertumbuhan Tanaman di Lahan
Untuk melihat pengaruh perlakuan saat pembibitan terhadap pertumbuhan
tanaman maka tanaman dilakukan penanaman di lahan. Setelah bibit ditanam di
lahan menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan antara tanaman yang berasal
dari pot keranjang anyaman bambu dengan dari polybag. Pada Tabel 47,48 dan
49, terlihat bahwa sejak 1 sampai 5 BST, menunjukkan bahwa tanaman manggis
yang awalnya ditanam pada pot keranjang anyaman bambu menghasilkan
pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar kanopi yang lebih baik
dibandingkan bibit yang awalnya ditanam di dalam polybag. Pertambahan tinggi
tanaman selama 5 BST masing-masing 10.79 cm (asal pot anyaman bambu) dan
9.93 cm (asal polybag). Pertambahan lebar kanopi masing-masing 9.19 cm (asal
pot anyaman bambu) dan 7.31 cm (asal polybag). Pertumbuhan yang lebih baik
pada tanaman yang awalnya ditanam pada pot keranjang anyaman bambu diduga
karena pengaruh pertumbuhan akar lebih baik saat pembibitan.
Faktor porositas media saat pembibitan memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap tinggi tanaman manggis, jumlah daun dan lebar kanopi saat
ditanam di lahan. Nampak bahwa tanaman yang saat pembibitan ditanam
porositas media 56-60% dan 61-65% menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik
saat ditanam di lahan. Hal ini diduga porositas sedang sampai tinggi memberikan
kondisi ideal bagi perkembangan akar saat pembibitan sehingga saat tanaman
dipindahkan ke lahan maka dapat segera beradaptasi dengan lingkungan tumbuh
sehingga menghasilkan performan pertumbuhan yang lebih baik.
146
Tabel 47 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhantinggi tanaman setelah ditanam di lahan
Perlakuan Tinggi tanaman (cm) pada BSTPertambahan1 2 3 4 5
Jenis pot:Pot
anyamanbambu
35.62a 37.95a 39.57a 41.51a 46.41a 10.79
Polybag 33.76b 36.39b 38.33b 40.33b 43.68b 9.93Porositasmedia (%):
51-55 31.53c 33.80c 35.57c 37.65d 41.14c 9.61b56-60 35.43b 39.16a 41.30a 43.83a 47.22a 11.78a61-65 37.15a 39.12a 40.57a 42.14b 47.64a 10.49ab66-70 34.63b 36.60b 38.34b 40.06c 44.19b 9.56b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
BST = bulan setelah tanam
Tabel 48 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhanjumlah daun setelah ditanam di lahan
Perlakuan Jumlah daun (helai) pada BSTPertambahan1 2 3 4 5
Jenis pot:Pot
anyamanbambu
23.17a 24.17 25.58a 26.92a 27.67a 4.50
Polybag 22.33b 23.08 24.75b 25.50b 26.58b 4.25Porositasmedia (%):
51-55 21.17b 22.00b 23.33b 24.33b 24.83b 3.67b56-60 23.33a 24.33a 26.17a 27.17a 28.17a 4.83a61-65 23.67a 24.33a 25.83a 26.83a 28.00a 4.33ab66-70 22.83a 23.83a 25.33a 26.50a 27.50a 4.67ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
BST = bulan setelah tanam
147
Tabel 49 Pengaruh perlakuan jenis pot dan porositas media terhadap pertumbuhanlebar kanopi setelah ditanam di lahan
Perlakuan Lebar kanopi (cm) pada BSTPertambahan1 2 3 4 5
Jenis pot:Pot anyaman
bambu41.97 44.08a 45.78a 48.26a 51.17a 9.19a
Polybag 40.31 42.11b 43.32b 45.75b 47.62b 7.31bPorositasmedia (%):
51-55 37.94b 40.46b 41.83b 44.43b 45.24c 7.29b56-60 41.62a 44.73a 46.46a 49.47a 51.98a 10.36a61-65 43.88a 44.49a 45.96a 48.59a 51.57a 7.69b66-70 41.12a 42.72ab 43.95ab 45.54b 48.78b 7.67b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakberbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
BST = bulan setelah tanam
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pot pembibitan dari keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan
akar dan tajuk yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding polybag karena
memiliki sirkulasi udara yang lebih baik. Pot keranjang anyaman bambu
menghasilkan bobot kering akar (4.46 g), panjang akar (25.95 cm), volume
akar (7.79 ml), bobot kering total (22.56 g), bobot kering tajuk (18.10 g) yang
lebih tinggi dibanding polybag.
2. Porositas media 61-65% dan 56-60% menghasilkan pertumbuhan tajuk dan
akar yang lebih tinggi dibanding porositas 51-55% dan 66-70% baik saat
pembibitan maupun setelah penanaman di lahan.
3. Pertumbuhan yang baik saat pembibitan berpengaruh setelah tanaman
dipindahkan ke lahan, dimana tanaman yang asalnya dari pot keranjang
anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan tajuk lebih tinggi dibanding dari
polybag yang nampak dari pertambahan tinggi tanaman (10.79 cm) dan
pertambahan lebar kanopi (9.19 cm).
149
PEMBAHASAN UMUM
Manggis merupakan salah komoditi hortikultura yang memiliki prospek
cerah karena permintaan buah ini sangat tinggi, baik permintaan pasar dalam
negeri maupun luar negeri. Hal ini menjadi alasan pentingnya pengelolaan
tanaman, mulai pembibitan sampai produksi untuk meningkatkan
produktivitasnya. Kendala utama pengembangan manggis adalah lambatnya
pertumbuhan, baik saat pembibitan maupun setelah ditanam di lahan. Kondisi
tersebut menyebabkan masa bibit siap tanam menjadi lebih lama (3-4 tahun)
sehingga kebutuhan bibit tidak bisa segera dipenuhi dalam waktu yang singkat
dan masa tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi lama yaitu 8-15 tahun
(tanaman asal biji).
Pertumbuhan yang lambat antara lain disebabkan: (a) buruknya sistem
perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju
fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk
(Wibel et al. 1992a; Ramlan et al. 1992; Poerwanto 2000). Akar tanaman
manggis tumbuh sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak
mempunyai akar rambut, mudah rusak sehingga luas permukaan kontak antara
akar sengan media tumbuh relatif sempit yang mengakibatkan serapan air dan hara
menjadi terbatas (Cox 1988).
Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan kurang berkembang serta
jumlah akar lateral terbatas menyebabkan bibit manggis peka terhadap kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti cekaman kekeringan. Oleh karena
itu pengaturan ketersediaan air sangat diperlukan sehingga bisa menghindari
dampak negatif akibat cekaman kekeringan. Namun pemberian air harus
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman agar diperoleh efisiensi penggunaan air.
Dengan demikian pemahaman karakteristik fisik sangat dibutuhkan utamanya
yang berhubungan dengan kemampuan media menyimpan air.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan penelitian yang
difokuskan pada upaya pemacuan pertumbuhan manggis melalui perbaikan media
tumbuh yang berbasis porositas dan pengelolaan faktor lingkungan tumbuh seperti
air, unsur hara dan udara. Selama ini aspek porositas media belum digunakan
dasar sebagai pertimbangan dalam perakitan media tumbuh, karena belum tersedia
150
informasi yang akurat mengenai porositas media sehingga penyusunan komposisi
media masih berdasarkan kebiasaan yang berawal dari proses mencoba-coba.
Padahal perbedaaan porositas media tumbuh akan mempengaruhi kapasitas
menyimpan air, sehingga pada porositas media yang berbeda akan diperlukan
interval penyiraman yang berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhan tanaman.
Selama ini media pembibitan manggis hanya berupa media tanah atau
campuran tanah dan sedikit pupuk kandang. Apabila komposisi media tersebut
menggunakan tanah dengan tekstur yang dominan liat maka dapat menyebabkan
pemadatan yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar.
Media yang tergolong padat atau massive biasanya memiliki porositas yang
rendah sehingga memiliki kapasitas menyimpan air yang tinggi tetapi sebagian
besar air tersebut justeru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal bagi tanaman
(Dresboll 2010). Bahkan pada kondisi media yang sangat padat atau porositas
media sangat rendah (jumlah ruang pori-pori makro sangat sedikit) dengan
penyiraman yang intensif justeru bisa berakibat terjadinya penggenangan dan
memicu terjadinya defisiensi O2.
Sebaliknya pada media berporositas tinggi memiliki kelebihan dari aspek
kecukupan aerasi sehingga difusi O2 dan CO2 berlangsung optimal dan kandungan
O2 di zona perakaran juga meningkat sehingga mendorong aktivitas respirasi.
Ketersediaan O2 menjadi syarat mutlak berlangsungnya proses respirasi aerobik
utamanya pada tahap oksidasi terminal. Peningkatan respirasi akan
memungkinkan tersediaanya sejumlah energi yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan tanaman. Namun media dengan porositas yang tinggi justeru
memiliki keterbatasan dalam menyimpan air. Oleh karena itu pentingnya strategi
penyusunan media tumbuh yang tepat sehingga diperoleh media yang baik dalam
menyediakan air dan unsur hara dan juga mampu menciptakan kondisi aerasi yang
optimal untuk pertumbuhan tanaman.
Untuk mengatasi keterbatasan media dalam menyimpan air maka
digunakan polimer penyimpan air (PPA). PPA memiliki fungsi mengikat air yang
kuat saat dilakukan penyiraman dan apabila kandungan air media mulai berkurang
maka air yang diikat tersebut akan dilepaskan secara perlahan-lahan ke media
tumbuh. Mekanisme kerja PPA inilah yang memungkinkan tanaman bisa
151
terhindar dari cekaman kekeringan, utamanya pada media berporositas tinggi.
Aplikasi PPA juga dapat mengurangi kehilangan air lewat rembesan air gravitasi
sehingga mengurangi penyiraman yang intensif yang selama ini diterapkan pada
media berporositas tinggi.
Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman maka dilakukan pemberian
hara sesuai kebutuhan tanaman. Dengan karakteristik perakaran bibit manggis
yang terbatas maka diperlukan cara pemberian hara yang mampu meningkatkan
laju serapan hara. Selama ini dikenal adanya jenis pupuk yang cepat tersedia dan
ada pula yang lambat tersedia (slow release). Oleh karena itu dilakukan pula
percobaan untuk mempelajari perbedaan aplikasi pupuk yang cepat tersedia
dibandingkan dengan yang lambat tersedia terhadap pertumbuhan bibit manggis.
Selain itu dibandingkan pula cara aplikasi antara yang dibenamkan ke media
tumbuh dengan aplikasi lewat air penyiraman atau biasa dikenal sebagai aplikasi
pupuk secara fertigasi. Aplikasi secara fertigasi telah banyak diterapkan produksi
tanaman sayuran dan tanaman hias, namun cara ini belum banyak diterapkan
pada pembibitan buah-buahan termasuk manggis. Selain itu pada paket teknologi
pembibitan manggis belum tersedia panduan mengenai aplikasi pemupukan pada
berbagai porositas media. Pemahaman mengenai porositas media akan sangat
bermanfaat dalam merancang model aplikasi pemupukan yang tepat sehingga
meningkatkan serapan hara dan mendorong pertumbuhan tanaman.
Pengaturan aerasi yang baik di sekitar lingkungan tumbuh akan
meningkatkan laju difusi O2 dan CO2 sehingga meningkatkan ketersediaan udara
utamanya O2. Pengaturan aerasi dilakukan dengan penggunaan pot berpori dari
keranjang anyaman bambu yang merupakan terobosan baru dalam perbaikan
aerasi. Penggunaan pot yang memiliki banyak pori pada semua sisinya akan
meningkatkan ketersediaan O2 sehingga memacu pertumbuhan akar. Dengan
kondisi aerasi yang baik maka pertumbuhan akar meningkat, bahkan akar bisa
tumbuh menembus pori-pori pot yang memungkinkan terpotongnya akar (root
prunning). Dampak positif dari root prunning adalah terjadinya peremajaan akar
sehingga senantiasa tumbuh akar-akar muda yang aktif dalam menyerap air dan
unsur hara. Selama ini dalam pembibitan umumnya digunakan plastik polybag
yang diketahui memiliki aerasi yang terbatas karena ruang yang memungkinkan
152
sirkulasi udara hanya terdapat pada permukaan atas polybag dan sejumlah lubang
dengan jumlah yang terbatas pada sisi polybag. Oleh karena itu melalui penelitian
ini diharapkan diperoleh pemahaman yang menjelaskan perbedaan pertumbuhan
bibit akibat penggunaan pot dengan karakteristik aerasi yang berbeda.
Dengan demikian penelitian ini secara umum bertujuan meningkatkan
pertumbuhan bibit manggis melalui perbaikan komponen teknologi pembibitan
manggis dengan cara rekayasa media tumbuh berbasis porositas media dan
dikombinasikan dengan lingkungan tumbuh spesifik (air, unsur hara dan udara)
yang sesuai karakteristik tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan positif dalam perbaikan teknologi pembibitan manggis sehingga
mampu dihasilkan bibit yang berkualitas dan siap tanam dalam waktu yang relatif
lebih singkat (sekitar 2 tahun) atau lebih cepat dibanding waktu penyiapan bibit
yang dilakukan selama ini (3-4 tahun).
Cekaman kekeringan terhadap komponen pertumbuhan dan fisiologis
Hasil percobaan menunjukkan terjadinya hambatan pertumbuhan pada
semua peubah pertumbuhan tajuk dan akar tanaman apabila tanaman mengalami
cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan juga menyebabkan siklus trubus
menjadi lebih panjang sebagai akibat peningkatan masa dormansi. Aktivitas
fotosintensis juga mengalami penurunan sehingga alokasi fotosintat ke semua
bagian tanaman termasuk ke meristem tajuk juga berkurang. Akibatnya
pembelahan dan pembesaran sel terhambat dan dampaknya secara visual adalah
terhambatnya pembentukan tunas baru yang diukur dari panjangnya periode
trubus. Hal ini sesuai Kramer (1983) bahwa cekaman kekeringan berpengaruh
pada pertumbuhan vegetatif terutama pertumbuhan tunas baru, luas daun dan
nisbah akar/tajuk.
Indikator yang banyak digunakan untuk mengetahui terjadinya cekaman
kekeringan adalah peningkatan kandungan prolin. Pada penelitian ini diketahui
bahwa tanaman yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan memiliki
kandungan prolin antara 2.41-3.66 µmol/g berat basah atau mengalami
peningkatan 41-114% dibanding tanpa cekaman. Sintesis dan akumulasi
kandungan prolin merupakan salah satu mekanisme tanaman dalam menghadapi
153
cekaman kekeringan, dimana prolin merupakan salah satu senyawa organik yang
berfungsi sebagai osmotic adjustment.
Pada penelitian ini belum diketahui batas kritis dari cekaman kekeringan
terhadap laju pertumbuhan tanaman, namun data pertumbuhan menunjukkan
bahwa dengan cekaman yang rendah (konsentrasi 5% PEG) sudah mampu
menurunkan pertumbuhan tanaman secara linier. Cekaman kekeringan secara
konsisten menurunkan pertumbuhan tajuk dan akar secara nyata, dimana semakin
tinggi taraf cekaman maka semakin besar penurunan pertumbuhan. Penurunan
pertumbuhan akar dan tajuk sebagai akibat perlakuan cekaman kekeringan,
ternyata menunjukkan pola yang sejalan dengan potensial air daun. Hubungan
antara potensial air daun dengan pertumbuhan tajuk disajikan pada Gambar 5 dan
6, yang menunjukkan penurunan potensial air daun menyebabkan pula penurunan
pertumbuhan tajuk secara linier. Hal ini karena cekaman kekeringan
menyebabkan berkurangnya pasokan air ke jaringan daun khususnya ke sel jaga
sehingga sel menjadi kempis yang kemudian merangsang penutupan stomata.
Penutupan stomata menyebabkan terhambatnya difusi CO2 akibatnya laju
fotosintesis dan daya hantar stomata mengalami penurunan, begitupula terhadap
laju transpirasi (Tabel 11), karena sebagian besar keluarnya air dari jaringan
tanaman juga melalui stomata. Kondisi demikian mengakibatkan terhambatnya
sejumlah aktivitas fisiologis seperti pembesaran dan pembelahan sel dan
responnya terlihat dari penurunan pertumbuhan tajuk dan akar.
Hasil penelitan ini membuktikan bahwa bibit manggis mengalami
perubahan morfologi dan fisiologi akibat terjadinya cekaman kekeringan. Dengan
demikian diperlukan manajemen pengelolaan air yang tepat dalam pembibitan
manggis supaya tanaman bisa terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan
oleh cekaman kekeringan. Dari data pertumbuhan tajuk dan akar menunjukkan
bahwa dengan cekaman yang ringan (5% PEG) sudah mampu menurunkan laju
pertumbuhan tanaman sejak awal pembibitan. Oleh karena itu pengaturan
ketersediaan air sangat diperlukan dengan menyesuaikan kondisi fisik media.
Dengan demikian pemahaman perubahan morfologi dan fisiologi tanaman akibat
terjadinya cekaman kekeringan harus ditunjang pula oleh pemahaman
karakteristik fisik seperti porositas media tumbuh.
154
Penyusunan media tumbuh dengan pendekatan porositas
Media tumbuh merupakan salah satu faktor penting dalam industri
pembibitan, walaupun sifatnya hanya sementara sampai bibit siap dipindahkan ke
lapang, namun sangat mempengaruhi performan pertumbuhan bibit. Bibit yang
berkualitas antara lain dihasilkan dari kondisi media yang baik pula. Salah satu
indikator media tumbuh dikatakan baik apabila mampu memberikan ruang dan
lingkungan tumbuh (air, unsur hara dan udara) yang optimal bagi pertumbuhan
tanaman, khususnya untuk pertumbuhan akar. Media yang porous mampu
menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan akar sehingga bisa
mengoptimalkan fungsi akar sebagai organ penyerap air dan unsur hara, selain
sebagai penopang tubuh tanaman. Oleh karena itu dalam penyusunan media
tumbuh selayaknya mempertimbangkan karakteristik fisik media.
Selama ini media tumbuh untuk pembibitan berupa campuran berbagai
sumber media tumbuh dengan perbandingan bobot ataupun volume yang
bervariasi, contohnya campuran tanah + pupuk kandang (2:1), campuran tanah +
arang sekam + pupuk kandang (1:1:1), campuran tanah + pasir (3:1), dan masih
banyak lagi komposisi media yang sering digunakan. Perbandingan campuran
media tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh kondisi yang optimal
bagi pertumbuhan akar. Pada dasarnya karakteristik porous ataupun massive
suatu media merupakan suatu nilai yang dikenal dengan istilah porositas media.
Masalahnya sampai saat ini belum tersedia informasi yang akurat mengenai nilai
porositas dari berbagai jenis media, padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan
sebagai pertimbangan dalam mendesain media tumbuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari simulasi 20 komposisi media
tumbuh, ternyata terdapat variasi porositas media antara 53-70%. Adanya variasi
tersebut sangat bermanfaat dalam merakit media tumbuh yang sesuai karakteristik
tanaman. Porositas terendah diperoleh pada media tanah dengan nilai porositas
sebesar 53.48%, sedangkan campuran media tanah dengan pupuk kandang
kambing (2:1) memiliki porositas tertinggi yaitu 69.63%. Berdasarkan variasi
nilai porositas pada Tabel 15, maka dipilih empat nilai porositas yang telah
digunakan sebagai perlakuan pada percobaan air, pupuk dan jenis pot yang
merupakan rangkaian dari penelitian ini. Keempat kisaran porositas tersebut
155
adalah: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa keempat kisaran porositas tersebut menghasilkan respon yang berbeda
terhadap sebagian besar pertumbuhan tajuk maupun akar. Oleh karena itu dari
hasil penelitian ini diperoleh empat kategori porositas media yaitu: porositas
media ≤ di bawah 51-55% (rendah), 56-60% (sedang), 61-65% (tinggi) dan ≥ 66-
70% (sangat tinggi) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam
pemilihan dan penyusunan media pembibitan.
Ketersediaan Air dan Porositas Media terhadap Komponen Pertumbuhandan Aktivitas Fisiologis
Peningkatan ketersediaan air dan pengaturan aerasi menunjukkan bahwa
interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% secara nyata
meningkatkan pertumbuhan tajuk dan akar serta mendorong tanaman
menyelesaikan siklus trubusnya lebih cepat. Hal ini dapat dijelaskan melalui
pengukuran kadar air dan status air jaringan. Hasil pengukuran kadar air yang
ditampilkan pada Gambar 10 menunjukkan bahwa media dengan porositas 61-
65% miliki kemampuan menyimpan air yang lebih tinggi dibanding porositas
lainnya, yang nampak dari kadar air yang lebih tinggi saat kapasitas lapang
sampai hari ke-8 setelah kapasitas lapang. Nampak pula adanya penurunan kadar
air media sampai hari ke-8, dimana penurunan yang paling kecil diperoleh pada
porositas media 61-65%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan PPA pada
porositas media 61-65% sangat efektif dalam mempertahankan kandungan air
media sehingga berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman.
Demikian pula terhadap status air jaringan, dimana perlakuan interval
penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan potensial
air daun dan gradien potensial air jaringan (akar dan daun) yang tinggi.
Sebagaimana diketahui air bergerak dari potensial air tinggi ke potensial rendah
dan semakin besar gradien potensial air, maka semakin mudah air mengalir. Hal
ini memberikan indikasi bahwa penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media
61-65% mampu mempertahankan ketersediaan air media, sehingga air dapat
diserap akar, lalu dialirkan atau diangkut secara vertikal ke bagian atas tanaman
dan menjadi bahan baku dalam proses fotosintesis.
156
Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadap aktivitas
fisiologis dapat dilihat dari pengamatan laju fotosintesis, daya hantar stomata, laju
transpirasi dan potensial air jaringan. Interval penyiraman 6 hari + PPA pada
porositas media 61-65% menghasilkan laju laju fotosintesis dan daya hantar
stomata yang tertinggi. Apabila dihubungkan antara laju fotosintesis dan daya
hantar stomata dengan peubah potensial air daun menunjukkan adanya pola yang
respon yang sama pada porositas 61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA.
Dengan demikian tingginya laju fotosintesis dan daya hantar stomata antara lain
disebabkan meningkatnya potensial air daun. Menurut Ryugo (1988); Salisbury
& Ross (1995) bahwa status air merupakan salah satu faktor yang membatasi
aktivitas fotosintesis, selain ketersediaan CO2, cahaya, umur tanaman dan genetik.
Tingginya daya hantar stomata disebabkan kebutuhan CO2 yang meningkat karena
peningkatan aktivitas fisiologis. Peningkatan laju fotosintesis dan daya hantar
stomata mendorong pertumbuhan tajuk dan akar lebih baik pada porositas media
61-65% dengan interval penyiraman 6 hari.
Peran Aerasi terhadap Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman
Hubungan antara porositas media dengan ketersediaan hara adalah melalui
peran oksigen dalam meningkatkan respirasi akar. Kadar oksigen diketahui cukup
tinggi pada media yang porous karena oksigen menempati ruang-ruang pori
makro pada media tumbuh. Kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan
respirasi akar yang outputnya berupa energi, yang antara lain digunakan untuk
untuk pengangkutan unsur hara ke jaringan akar melalui mekanisme penyerapan
aktif. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa apabila akar kekurangan O2
dan karbohidrat maka penyerapan unsur hara juga terhambat karena menurunnya
laju respirasi. Hasil percobaan pada tanaman gandum menunjukkan penyerapan
hara meningkat apabila respirasi akar meningkat dan ini terjadi apabila tersedia
karbohidrat dan O2 sebagai komponen utama dalam respirasi (Darmawan &
Baharsjah 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan metode aplikasi
pemupukan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar hara jaringan
daun dan serapan hara daun. Nampak bahwa aplikasi pupuk slow release
157
menghasilkan kadar hara P daun yang tertinggi dan berbeda nyata dengan aplikasi
pupuk secara fertigasi tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk granular. Hal ini
disebabkan sifat pupuk slow release yang lambat tersedia sehingga unsur hara
yang terkandung dalam pupuk tersebut juga lambat digunakan oleh tanaman,
akibatnya kandungan hara P pada akhir penelitian nampak lebih tinggi dibanding
aplikasi pupuk granular maupun fertigasi. Hal ini didukung hasil pengamatan
tajuk dan akar yang menunjukkan aplikasi pupuk slow release justeru
menghasilkan pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih rendah dibanding aplikasi
pupuk secara fertigasi pada media dengan porositas 61-65%.
Hasil penelitian juga bahwa menunjukkan faktor tunggal pemupukan
menunjukkan pengaruh nyata terhadap serapan hara N dan K daun, dimana
perlakuan pupuk secara fertigasi menghasilkan serapan hara N dan K yang
tertinggi. Tingginya serapan hara N dan K pada perlakuan pupuk secara fertigasi
karena dengan metode penyiraman ke media tumbuh menyebabkan unsur hara
menjadi lebih cepat larut dan tersedia bagi tanaman. Serapan N dan K yang tinggi
terbukti memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil uji
korelasi Pearson pada Tabel 38, menunjukkan bahwa serapan hara N dan K
berhubungan sangat nyata dan positif dengan peubah pertumbuhan tajuk dan akar.
Demikian pula apabila dihubungkan dengan pertumbuhan tajuk dan akar, ternyata
aplikasi pupuk dengan metode fertigasi mendorong peningkatan serapan hara N
dan K daun sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan tajuk dan akar.
Perbaikan aerasi melalui perpaduan antara pot yang beraerasi tinggi
disertai pengaturan porositas media memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan pertumbuhan bibit manggis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tanaman di dalam pot yang beraerasi tinggi (pot dari keranjang anyaman bambu)
secara konsisten memperlihatkan pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih tinggi
dibanding pada polybag. Pot yang beraerasi tinggi memberikan respon yang
terbaik apabila dipadukan dengan porositas media sedang. Hasil penelitian
menunjukkan penggunaan media dengan porositas 56-60 dan 61-65% di dalam
pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan yang terbaik. Hal ini disebabkan
perpaduan antara pot yang beraerasi dengan porositas sedang sampai tinggi
mampu menghasilkan lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan
158
tanaman. Dengan demikian untuk menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik,
maka sebaiknya digunakan pot yang berpori disertai media tumbuh dengan
porositas sedang sampai tinggi.
Setelah bibit ditanam di lahan menunjukkan adanya perbedaan
pertumbuhan antara tanaman yang berasal dari pot anyaman bambu dengan
tanaman dari polybag, dimana tanaman yang berasal dari pot anyaman bambu
menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman dari polybag
sampai 5 BST. Demikian pula porositas media 56-60 dan 61-65% mampu
menghasilkan pertumbuhan optimal saat pembibitan. Diduga penanaman pada
pot anyaman bambu dan penggunaan media dengan porositas sedang sampai
tinggi mampu menciptakan kondisi aerasi dan ketersediaan air yang baik sehingga
mendorong pertumbuhan saat pembibitan, sehingga saat dipindahkan ke lahan
maka tanaman bisa beradaptasi cepat dengan lingkungan tumbuh yang baru. Hal
ini memberikan gambaran adanya hubungan antara kondisi saat pembibitan
dengan kondisi tanaman setelah dipindahkan ke lahan. Hasil penelitian ini
memberikan informasi mengenai arti penting pengelolaan tanaman yang baik saat
pembibitan sehingga dihasilkan bibit yang berkualitas dan menunjukkan
performan pertumbuhan yang baik saat ditanam di lahan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya manajemen media dalam
memacu pertumbuhan bibit manggis, sekaligus mendukung penyediaan bibit yang
berkualitas. Beberapa komponen teknologi dari hasil penelitian ini dapat diacu
dalam perbaikan teknologi pembibitan manggis, seperti pembuatan media tumbuh
berbasis porositas, pengaturan pemberian air, aplikasi pemupukan dan pengaturan
aerasi yang terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.
Melalui serangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat suatu
rancangan komponen teknologi untuk melengkapi paket teknologi pembibitan
manggis yang telah ada sebagai berikut:
a. Penyusunan media tumbuh berdasarkan porositas media
Untuk pembuatan media tumbuh selayaknya dipertimbangkan kesesuaian
karakteristik perakaran. Oleh karena perakaran tanaman sangat berkaitan dengan
159
medium tumbuh maka pendekatan porositas media menjadi pilihan yang tepat
dalam mendesain media tumbuh. Pada Tabel 16 disajikan beberapa alternatif
komposisi media yang disusun berdasarkan porositas media. Berdasarkan hasil
penelitian ini direkomendasikan penggunaan bahan media dari limbah
pertanian/peternakan seperti arang sekam padi dan pupuk kandang yang relatif
murah dan mudah didapatkan serta merupakan bahan yang tidak mencemari
lingkungan. Penggunaan arang sekam padi sangat baik digunakan sebagai media
tumbuh dengan pertimbangan memiliki permukaan yang kasar sehingga dapat
meningkatkan porositas media. Namun kelemahan dari arang sekam adalah
memiliki kemampuan yang rendah dalam menyimpan air. Sebaliknya sumber
media dari pupuk kandang memiliki kelebihan dalam menyimpan air, selain
fungsinya dalam memperbaiki sifat fisik tanah/media. Struktur media yang
semula padat dengan penambahan pupuk kandang berubah menjadi remah,
sebaliknya apabila media awalnya berpasir akan berubah menjadi lebih kompak
dengan adanya penambahan pupuk kandang.
Selama ini belum tersedia informasi nilai porositas media sehingga dalam
pembuatan media tumbuh hanya berdasarkan kebiasaan dari proses mencoba-coba
dan pertimbangan ketersediaan bahan media tumbuh. Adanya informasi nilai
porositas media akan sangat bermanfaat dalam mendesain media tumbuh yang
sesuai karakteristik perakaran tanaman, sebagai contoh jenis tanaman yang
memiliki perakaran terbatas dan lambat mungkin menghendaki media yang
porositasnya sedang sampai tinggi sehingga terdapat banyak ruang-ruang pori
yang bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sebaliknya
bagi tanaman yang tidak memiliki masalah perakaran mungkin cukup dengan
media yang porositasnya sedang.
b. Pengairan
Untuk menghindari tanaman manggis dari cekaman kekeringan maka
perlu dilakukan penyiraman yang sesuai kebutuhan tanaman. Dalam skala
pembibitan yang besar maka penyiraman membutuhkan biaya yang mahal dan
alokasi tenaga kerja yang banyak. Oleh karena itu direkomendasikan penggunaan
bahan polimer penyimpan air (PPA) yang dapat mengurangi penyiraman inensif
160
dan sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan air. Penambahan PPA
Alcosorb sebanyak 5 g ke dalam volume media 8 l ternyata mampu menekan
interval penyiraman sampai 6 hari sekali. Dari beberapa laporan penelitian
diketahui bahwa polimer penyimpan air cukup efektif digunakan dalam mengatasi
masalah ketersediaan air, baik saat pembibitan maupun setelah penanaman di
lahan (Viero et al. 2002; Rowe et al. 2005; Thomas 2008). Menurut Andry et al.
(2009), polimer sintetik hidrofilik (karboksimetil selulosa dan isopropil
akrilamida) dapat mengembang saat menyerap air dalam jumlah besar sehingga
dapat meningkatkan ketersediaan air pada media. Penggunaan bahan polimer ini
menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan ketersediaan air. Selain
penggunaan bahan polimer sintetik maka penggunaan bahan organik juga dapat
meningkatkan kemampuan media dalam menyimpan air dan sekaligus
mempermudah akar dalam menyerap air dan unsur hara. Namun penggunaan
bahan organik sebagai sumber media tumbuh dapat mengacu pada komposisi
media dari hasil penelitian ini. Saat ini dan dimasa yang akan datang, teknologi
yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air akan semakin dibutuhkan
mengingat semakin meningkatnya kebutuhan air baik untuk kegiatan pertanian
maupun di luar pertanian.
c. Pemupukan
Untuk pemupukan bibit manggis maka di rekomendasikan pemupukan
lewat penyiraman ke media atau yang lazim dikenal dengan istilah fertigasi
dengan konsentrasi 0.46 g N; 0.19 g P2O5; dan 0.26 g K2O per liter air per
minggu pada media dengan volume 8 l dan porositas media 61-65%. Metode
pemberian unsur hara dengan penyiraman ke media telah banyak digunakan pada
produksi tanaman hortikultura sayuran dan tanaman hias. Dalam penerapan
aplikasi pemupukan secara fertigasi pada industri pembibitan maka perlu didesain
wadah sebagai tempat penampungan sumber hara dan cara mengalirkan larutan
hara sampai ke pot pembibitan. Kapasitas wadah dalam memuat larutan hara
harus disesuaikan dengan jumlah bibit. Dari wadah tersebut larutan hara
kemudian dialirkan melalui selang atau pipa yang masuk ke pot pembibitan
sehingga unsur hara bisa dimanfaatkan secara optimal sesuai fase pertumbuhan
161
bibit. Rancangan pemberian hara seperti ini menyerupai model fertigasi pada
aplikasi pemupukan tanaman sayuran dan tanaman hias di rumah kaca.
Namun apabila cara fertigasi tidak dapat digunakan karena belum
tersedianya fasilitas sarana pendukung untuk penerapan model pemupukan ini,
maka alternatifnya adalah aplikasi pupuk slow release. Model aplikasi ini mampu
menghemat biaya, tenaga kerja dan waktu karena interval pemupukan yang cukup
panjang (sekitar 3-4 bulan) dengan dosis sesuai kandungan unsur dari jenis pupuk
yang digunakan. Di pasaran terdapat beberapa jenis pupuk slow release dengan
komposisi unsur hara makro yang bervariasi dan khusus untuk pembibitan karena
masih dalam fase pertumbuhan vegetatif maka dianjurkan menggunakan jenis
pupuk dengan kandungan N yang tinggi dibanding unsur makro lainnya.
d. Penggunaan pot beraerasi
Selama ini dalam pembibitan umumnya menggunakan polybag karena
praktis dan murah. Namun polybag memiliki aerasi yang rendah sehingga apabila
digunakan porositas media yang rendah maka pertumbuhan akar terhambat.
Melalui penelitian ini dilakukan terobosan penggunaan pot beraerasi dari
keranjang anyaman bambu (tinggi 25 cm dan diameter 25 cm) yang ternyata
menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih tinggi dibanding polybag, baik saat
pembibitan maupun setelah ditanaman di lahan. Penggunaan pot dari keranjang
anyaman bambu mampu merangsang pertumbuhan akar bahkan dengan
pertumbuhan yang pesat maka akar mampu menembus pori-pori pot. Akar yang
menembus pori-pori pot akan terpotong/terpangkas (root pruning) sehingga
menstimulir munculnya akar-akar baru yang aktif dalam menyerap air dan unsur
hara. Penggunaan pot dari keranjang anyaman bambu juga sekaligus ikut
membantu mengurangi limbah plastik dari yang semakin meningkat. Namun
dalam penerapannya perlu didesain dengan ukuran yang lebih kecil sehingga
mudah saat dipindahkan dari pembibitan ke lahan penanaman.
Beberapa komponen teknologi tersebut diharapkan dapat melengkapi
paket teknologi pembibitan manggis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
bibit manggis dan sekaligus meningkatkan ketersediaan bibit yang berkualitas
serta mendukung pengembangan manggis nasional. Dalam jangka panjang hasil
162
penelitian yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya lokal berupa penggunaan
media tumbuh dari limbah pertanian dan teknologi yang mampu meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumberdaya air serta penggunaan pot pembibitan dari bahan
selain plastik diharapkan memberikan kontribusi positif dalam penyelamatan
lingkungan pertanian dari ancaman kelangkaan sumberdaya air dan bahaya
peningkatan limbah plastik. Khusus mengenai sumber daya air, akhir-akhir ini
masalah ketersediaan air semakin bertambah parah karena adanya perubahan
iklim, kerusakan lingkungan khususnya hutan dan penggunaan air yang tidak
efisien serta pengambilan air dalam tanah yang melebihi kapasitas.
Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan memberikan dukungan
terhadap program green agriculture sebagai usaha pertanian yang dibutuhkan
dalam memelihara kualitas lingkungan. Menurut Sumarno (2012), green
agriculture dapat didifinisikan sebagai “usaha pertanian maju dengan
penerapan teknologi secara terkendali sesuai dengan ketentuan protokol yang
telah ditetapkan, sehingga diperoleh produktivitas optimal, mutu produk tinggi,
mutu lingkungan terpelihara, dan pendapatan ekonomi usaha tani optimal”.
Konsep dasar Green Agriculture adalah “Eco farming with modern
techniques and modern management by modern farmers for modern societies
and modern world consumers” (Wang 2009).
163
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Cekaman kekeringan pada bibit manggis terbukti menurunkan potensial air
daun, laju transpirasi, laju fotosintesis, daya hantar stomata sehingga
menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk yang nampak dari penurunan
tinggi tanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobot
kering tajuk (12-27%). Cekaman kekeringan juga menurunkan pertumbuhan
akar yang terlihat dari penurunan bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-
41%) dan volume akar (10-40%).
2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh empat kisaran porositas media yaitu 51-
55% (kategori rendah), 56-60% (kategori sedang), 61-65% (kategori tinggi),
dan 66-70% (kategori sangat tinggi). Keempat kisaran porositas tersebut
memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan tajuk dan akar.
3. Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% meningkatkan
ketersediaan air dan udara sehingga menghasilkan laju fotosintesis, daya hantar
stomata dan potensial air jaringan daun yang tertinggi yaitu masing-masing
7.89 µmol CO2/m2/detik; 0.07 µmol/m2/detik; dan -0.72 MPa.
4. Aplikasi pemupukan dengan metode fertigasi pada porositas media 61-65%
menghasilkan serapan N dan K daun yang tertinggi sehingga merangsang
pertumbuhan akar dan tajuk tertinggi antara lain terhadap panjang akar (26.83
cm), bobot kering akar (10.07 g/tanaman), bobot kering tajuk (18.33
g/tanaman) dan bobot kering total (28.40 g/tanaman).
5. Wadah pembibitan dari keranjang anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan
akar dan tajuk yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding polybag. Wadah
dari keranjang anyaman bambu menghasilkan bobot kering akar (4.46 g),
panjang akar (25.95 cm), volume akar (7.79 ml), bobot kering total (22.56 g),
bobot kering tajuk (18.10 g) yang lebih tinggi dibanding polybag.
6. Pertumbuhan bibit manggis dapat ditingkatkan melalui manajemen media yang
tepat meliputi penanaman pada pot beraerasi tinggi seperti keranjang anyaman
bambu, media tumbuh dengan porositas 61-65%, aplikasi PPA sehingga
interval waktu pemberian air bisa lebih panjang (6 hari sekali) dan aplikasi
pemupukan secara fertigasi.
164
Saran
1. Untuk memacu pertumbuhan bibit manggis sehingga masa pembibitan
menjadi lebih singkat, maka sebaiknya bibit ditanam pada pot beraerasi tinggi,
penggunaan media tumbuh dengan porositas 61-65%, aplikasi PPA yang
memungkinkan interval waktu penyiraman bisa lebih panjang dan aplikasi
pemupukan secara fertigasi sehingga unsur hara bisa lebih cepat tersedia bagi
tanaman.
2. Beberapa komponen teknologi yang merupakan hasil dari penelitian ini dapat
diacu untuk melengkapi paket teknologi pembibitan manggis seperti
penggunaan media tumbuh berbasis porositas media, penggunaan pot
beraerasi, penyiraman, penggunaan bahan polimer penyimpan air dan cara
aplikasi pemupukan.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini sebagian didanai oleh Program Riset Unggulan Strategis
Nasional (RUSNAS) Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia, Badan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik
Indonesia, dana CSR PT. Antam TBK. Untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika-IPB dan
Kementerian Negara Riset dan Teknologi atas bantuan dananya. Ucapan terima
kasih disampaikan juga kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Direktur Utama PT. Antam Tbk.
165
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman A, Haryati U, Juarsah I. 2006. Penetapan kadar air tanah denganmetode gravimetrik. Di dalam: Kurnia U, Agus F, Adimihardja A &Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor: BalaiBesar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian,Departemen Pertanian. 127-138.
Agus F, Marwanto S. 2006. Penetapan berat jenis partikel. Di dalam: Kurnia U,Agus F, Adimihardja A & Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan MetodeAnalisisnya. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 35-41.
Agus F, Yustika RD, Haryati U. 2006. Penetapan berat volume tanah. Di dalam:Kurnia U, Agus F, Adimihardja A & Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanahdan Metode Analisisnya. Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya LahanPertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. 25-34.
Alberte RS, Thornber JP, Fiscus EL. 1977. Water stress effect on the contentand organization of chlorophyl and bundle sheath chloroplast of maize.Plant Physiology 59:351-352.
Andry H, Yamamoto T, Irie T, Moritani S, Inoue M, Fujiyama H. 2009.Water retention, hydraulic conductivity of hydrophilic polymers in sandysoil as affected by temperature and water quality. Journal of Hydrology373:177-183.
Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Universitas IndonesiaPr.
Banziger MO, Edmeades GO, Beck D, Bellon M. 2000. Breeding for Droughtand Nitrogen Stress Tolerance in Maize from Theory to Practice. Mexico:CYMMYT.
Bartholomeus RP, Witte JPM, Van Bodegom PM, Van Dam JC, Aerts R. 2008.Critical soil conditions for oxygen stress to plant roots: substituting thefeddes-function by a process-based model. Journal of Hydrology 360:147-165.
Bates LS, Waldren RP, Teare ID. 1973. Rapid determination of free proline forwater stress studies. Plant and Soil Journal 39:205-207.
Baver LD. 1959. Soil Physics. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Biro Pusat Statistik. 2011. Statistik ekspor menurut komoditi tahun 2011.http://www.bps.go.id [diakses 30 Juni 2012].
166
Bray EA. 1997. Plant responses to water deficit. Plant Science 2(2): 48-54.
Caballero R, Pajuelo P, Ordovas J, Carmona E, Delgado A. 2009. Evaluationand correction of nutrient availability to Gerbera jamesonii H. Bolus invarious compost-based growing media. Scientia Horticulturae 122:244-250.
Caron J, Riviere LM, Guillemain G. 2005. Gas diffusion and air-filled porosity: effectof some oversize fragments in growing media. Canadian Journal SoilScience 85:57-65.
Cox JEK. 1988. Garcinia mangostana - mangosteen. In: Gadner RJ &Chaudori SA, editors. The Propagation of Tropical Fruit Trees. England:FAO and CAB. 361-375.
Darmawan J, Baharsyah JS. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta:SITC Pr.
Deptan. 2012. Luas panen, produktivitas dan produksi Komoditas pertanian-hortikultura Indonesia. http://www.aplikasideptan.go.id/bdsp [diakses 30Juni 2012].
Deptan. 2008. Komoditas pertanian-hortikultura Indonesia.http://www.deptan.go.id [diakses 5 Juli 2008].
Direktorat Tanaman Buah. 2004. Standar Prosedur Operasional (SPO) ManggisKabupaten Purworejo. Jakarta: Direktorat Tanaman Buah, DirektoratJenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian.
Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2009. Standard Operating ProcedureManggis Kabupaten Subang. Jakarta: Direktorat Budidaya TanamanBuah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian.
Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2009. Standard Operating ProcedureManggis Kabupaten Sukabumi. Jakarta: Direktorat Budidaya TanamanBuah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian.
Donahue RL, Miller RW, Shickluna JC. 1977. Soils. An Introduction to Soilsand Plants Growth. Fourth edition. New Jersey: Pretince Hall Inc.
Dresboll DB. 2010. Effect of growing media composition, compaction and periodsof anoxia on the quality and keeping quality of potted roses (Rosa sp.).Scientia Horticulturae 126:56-63.
Dresboll DB, Kristensen KT. 2011. Spatial and temporal oxygen distributionmeasured with oxygen microsensors in growing media with differentlevels of compaction. Scientia Horticulturae 128:68-75.
167
Efendi R. 2008. Metode dan karakter seleksi genotipe jagung toleran cekamankekeringan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut PertanianBogor.
Erez A. 2000. Bud dormancy, phenomenon, problems and solution in the tropicsand sub tropics. In: Temperate Fruit Crops in Warm Climates. London:Kluwer Academic Publisher. 17-48.
Fernandez JE, Moreno F, Murillo JM, Cuevas MY, Kohler F. 2001. Evaluatingthe effectiveness of a hydrophobic polymer for conserving water andreducing weed infection in a sandy loam soil. Agricultural WaterManagement 51:29-51.
Fitter AH, Hay RKM. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta:Gadjah Mada University Pr.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tumbuhan. H. Susilo,penerjemah; Jakarta: Universitas Indonesia Pr. Terjemahan dari:Physiology of Crop Plants.
Garg G. 2010. Response in germination and seedling growth in Phseolus mungounder salt and drought stress. Journal of Enviromental Biology 31:261-264.
Gieger T, Thomas FM. 2002. Effect of defoliation and drought stress on biomasspartitioning and water relations of Quercus robur and Quercus petrae.Basic Appl. Ecology 3:171-181.
Gomez KA, Gomez AA. 1984. Prosedur Satistika untuk Penelitian Pertanian.E.Sjamsudin & J.S. Baharsyah, penerjemah; Jakarta: Universitas IndonesiaPress. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.
Gonzales LG, Anoos QA. 1952. The growth behaviour of mangosteen and itsgraft-affinity with somes relative. Phil.Agr.1:1-11.
Gruda N, Schnitzler WH. 2004. Suitability of wood fiber substrate for production ofvegetable transplants. I. Physical properties of wood fiber substrates. ScientiaHorticulturae 100:309-322.
Hamdy M. 2002. Employment of maize immature embryo culture for improvingdrought tolerance. In Proceeding of The 3rd Scientific Conference ofAgriculture Sciences, Fac. of Agriculture Assiut University, Assiut,Egypt, 20-22 October 2022.
Hamim. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Universitas Terbuka Pr.
Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
168
Haridjaja O. 1980. Pengantar Fisika Tanah. Bogor: Institut Pendidikan Latihandan Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harjadi SS. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Harjadi SS, Yahya S. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. Bogor: PAUBioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Herrera F, Castillo JE, Chica AF, Bellido LL. 2008. Use of municipal solidwaste compost (MSWC) as a growing medium in the nursery productionof tomato plants. Bioresources Technology 99:287-296.
Hidayat R. 2002. Kajian ritme pertumbuhan tanaman manggis (Garciniamangostana L.) dan faktor-faktor yang mempengaruhi. [Disertasi].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hidayat R, Poerwanto R, Yahya S, Winata LW. 1999. Studi aplikasi IBA danTriakontanol terhadap pertumbuhan bibit semai manggis dan fukugi.Comm. Ag. 4(2):74-79.
Hidayat R, Surkati A, Poerwanto R, Darusman LK, Purwoko BS. 2005. Kajianperiode dormansi dan ritme pertumbuhan tunas dan akar tanaman manggis.Agronomi Bulletin 33(2):16-22.
Hillel D. 1997. Pengantar Sifat Fisika Tanah. R.H.Susanto & R.H.Purnomo,Penerjemah; Indralaya, Sumatera Selatan: Mitra Gama Media.Terjemahan dari: Introduction to Soil Physics.
Husni A, Kosmiatin, Mariska I. 2006. Peningkatan toleransi kedelai Sindoroterhadap cekaman kekeringan melalui seleksi in Vitro. Bulletin Agronomi34(1):25-31.
Jones HG. 1992. Plants and microclimate. A Quantitive Approach toEnviromental Plant Physiology. Second Edition. Cambridge UniversityPr.
Jumim HB. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Kaufman M.R. 1968. Evaluation of the pressure chamber method formeasurement of water stress in citrus. Proc.Amer. Soc.Hort. 93:186-190.
Kim YH, Janick J. 1991. Absisic acid and prolin improve dissication toleranceand increase fatty acid content of cerely somatic embryos. Plant CellTiss. Org. Cult. 24: 83-89.
Kramer PJ. 1983. Water Relations of Plants. Academic Press. Inc.
169
Lakitan B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.
Lang GA. 1994. Dormancy the missing link: Moleculer studies and integrationof regulatory plant and enviromental interaction. Horticultura Science29:1255-1263.
Leiwakabessy FM, Wahjudin UM, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. JurusanTanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Lestari EG. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanankekeringan pada somaklon padi Gajahmungkur, Towoti dan IR-64.Biodiversitas 7(1):44-48.
Levitt J. 1980. Respon of Plants to Enviromental Stress. 2nd Edition (Vol.2).New York: Academic Press, Inc.
Liferdi. 2007. Diagnosis status hara menggunakan analisis daun untuk menyusunrekomendasi pemupukan pada tanaman manggis (Garcinia mangostanaL). [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Marschner H. 1995. Mineral nutrition of Higher Plants. Second edition.London: Academic Pr. Limited.
Mexal J, Fisher JT, Osteryoung J, Patrick CP. 1975. Oxygen availability inpolyethylene glycol solutions and its implication in plant water relations.Plant Physiology 55:20-24.
Michel BE, Kauffmann MR. 1973. The Osmotic Potential of Poly-ethilene glycol6000. Plant Physiology 57:914-916.
Morard P, Silvestre J. 1996. Plant injury due to oxygen deficiency in the rootenvironment of soilless culture: a review. Plant and Soil 184:243-254.
Muzayyinatin. 2006. Pengaruh media dan jumlah benih dalam wadahpersemaian terhadap pertumbuhan manggis (Garcinia mangostana L.).[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical Fruits. Crop Production Science inHorticulture. 359-369.
Nepomuceno AL, Oosterhuis DM, Stewart JM. 1998. Physiological responses ofcotton leaves and roots to water deficit induced by polyethylene glycol.Enviromental and Experimental Botany 40:29-41.
Ober ES, Sharp RE. 2003. Electrophysiologi responses of maize roots to lowwater potential: relationship to growth and ABA accumulation. JournalExperimental Botani 54:813-824.
170
Olsen RA, Frank KD, Grabouski PH. 1982. Soil testing philosophies,consequences of varying recommendations. Madison, Wisconsin: Crapsand Soils Magazine.
Opeke. 1982. Tropical Tree Crops. New York: John Wiley and Sons.
Palupi ER, Dedywiryanto Y. 2008. Kajian karakter toleransi cekamankekeringan pada empat genotipe bibit kelapa sawit (Elaeis guineensisJacq). Bulletin Agronomi 36(1):24-32.
Panggaribuan Y. 2001. Studi karakter morfologi tanaman kelapa sawit (Elaeisguineensis Jacq.) di pembibitan terhadap cekaman kekeringan. [Tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Poerwanto R. 2000. Budidaya Buah-buahan: Teknologi Budidaya komoditasUnggulan, Pengendalian Mutu Produksi Buah Mangga, Markisa, Salak,Pisang dan Jeruk. Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, InstitutPertanian Bogor.
Poerwanto R, Hidayat R, Diana E, Zahara R. 1995. Usaha mempercepatpertumbuhan batang bawah manggis. Prosiding Simposium HortikulturaNasional. 105-112.
Rai IN. 2004. Fisiologi pertumbuhan dan pembungaan tanaman manggis(Garcinia mangostana L.) asal biji dan sambungan. [Disertasi]. Bogor:Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rais M, Mansyah E, Lukitariati S, Anwarudin MJ. 1996. Peningkatan efisiensiteknologi usahatani manggis. Balai Penelitian Buah, Badan LitbangPertanian, Departemen Pertanian.
Ramlan MF, Mahmud TMM, Hasan BM, Karim MZ. 1992. Studies onphotosynthesis on young mangosteen plants grown under several growthconditions. Acta Horticultura 321:482-489.
Richards YE, Hansen J, Dogde LL. 2009. Growth of rose roots and shoots ishigly sensitive to anaerobic or hypoxic regions of container of substrates.Scientia Horticulturae 119:286-291.
Riduan A, Aswidinnoor H, Sudarsono, Santoso D, Endrizal. 2010. Toleransitembakau transgenic yang mengekspresikan gen P5CS terhadap stresskekeringan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian13(2):107-118.
Riduan A, Santoso D, Utomo SD, Sudarsono. 2007. Hubungan antara ekspresigen P5CS dengan pertumbuhan dan hasil biomasa tembakau transgenikdalam kondisi non stress. Agrotropika 12:1-9.
171
Rofik A, Murniati E. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi benih dan mediaperkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga pinnata(Wurmb.) Merr). Agronomi Bulletin 36(1):33-40.
Rowe EC, Williamson JC, Jones DL, Holliman P, Healey JR. 2005. Initial treeestablishment on blocky quarry waste ameliorated with hydrogel or slateprocessing fines. Journal Environmental Quality 34:994-1003.
Rukayah A, Zabedah M. 1992. Studies on early growth of mangosteen(Garcinia mangostana L.). Acta Horticultura 292:93-100.
Ryugo K. 1988. Fruit Culture. Its Science and Art. New York: John Wiley andSons.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. D.R. Lukman &Sumaryono, penerjemah; Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: PlantPhysiology, 4th edition.
Sammons DJ, Peters DB, Hymowitz T. 1980. Screening soybeans for toleranceto moisture stress. Field Crops Research 3:321-335.
Savin R, Nicolas ME. 1996. Effect of short periods of drought and hightemperature on grain growth and starch accumulation of two maltingbarley cultivas. Australia Journal Plant Physiology 23:201-210.
Sharp RE, Silk WK, Hsiao TC. 1988. Growth of the maize primary root at lowwater potentials. I. Spatial distribution of expansive growth. PlantPhysiology 87:50-57.
Sims DA, Gamon JA. 2002. Relatioship between leaf pigment content andspectral reflectance across a wide range of species, leaf structures anddevelopment stages. Remote sensing of environment 81:337-354.
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:Gadjah Mada University Pr.
Sitorus SR, Haridjaja O dan Brata KR. 1981. Penuntun Praktikum Fisika Tanah.Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Slama I, Messedi D, Ghnaya T, Savoure A, Abdelly C. 2006. Effects of waterdeficit on growth and proline metabolism in Sesuvium portulacastrum.Enviromental and Experimental Botany 56:231-238.
Sopandie D. 2006. Perspektif fisiologi dalam pengembangan tanaman pangan dilahan marjinal. Disampaikan pada Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap FisiologiTanaman, 16 September 2006. Bogor: Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor.
172
Steuter AA. 1981. Water potential of aquoeus polyethilene glycol. PlantPhysiology 67:64-67.
Sumarno. 2012. Green agriculture dan green food sebagai strategi brandingdalam usaha pertanian. www.pse.litbang.deptan.go.id [diakses 14 juni2012].
Susilawati PN. 2003. Respon 16 kultivar kavang tanah unggul nasional (Arachishypogea L.) terhadap kondisi stres kekeringan akibat perlakuanpenyiraman PEG 6000 dan evaluasi daya regenerasi embrio somatiknyasecara in vitro. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut PertanianBogor.
Taiz L, Zeiger E. 2012. Plant Physiologi Online. Fifth edition. SinauerAssociates. http://www.5e.plantphys.net/4e.php [diakses: 19 Pebruari2012].
Thomas DS. 2008. Hydrogel applied to the root plug of subtropical eucalyptseedlings halves transplant death following planting. Forest Ecology andManagement 255:305-1314.
Tirtawinata MR, Wijaya E, Tuherkih. 2000. Pembibitan dan PembudidayaanManggis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Turner PD, Gilbanks RA. 1974. Oil Palm Cultivation and Management. KualaLumpur: The Incorporated Society of Planters.
Verhagen JBGM. 2004. Effectiveness of clay in peat based growing media. ActaHorticultura 644:115-122.
Verhejj EWM. 1992. Garcinia mangostana L. In: EWM.Verhejj, editor. Plantresources of South Asia, edible fruit and nuts. Wageningen: Bogor aSelection. PUDOC.
Viero PWM, Chiswell KEA, Theron JM. 2002. The effect of a soil-amendedhydrogel on the establishment of a Eucalyptus grandis clone on a sandyclay loam soil in Zululand during winter. South African Forest Journal193:65-75.
Wang C.Q. 2010. Exogenous calcium alters activities of antioxidant enzymes inTrifolium repens L. leaves under PEG-induced water deficit. JournalPlant Nutrition 33:1874-1885.
Wang Y, 2009. Role of the Green Food in Promoting Modern Farming inChina. International Symposium on Asia-Pacific SustainableAgriculture and Modern Farming, Green Agriculture, Yantai, China,23-26 Oct 2009.
173
Walston B. 2012. Root prunning. http: //www.evergreengardenworks.com.[Diakses 22 Juli 2012]
Weaver RJ. 1972. Plant Growth Subtances in Agriculture. San Fransisco: WHFreeman and Company. 594p
Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS, Loveys BS, Ludders P. 1994.Carbohydrate levels and assimilate translocation in mangosteen (Garciniamangostana L.). Gartenbauwissenschaf 60(2):90-94.
Wiebel J, Chacko EK, Downton WJS. 1992a. Mangosteen (Garciniamangostana L.) A potential crop for fruit tropical northern Australia. ActaHorticultura. 321:132-137.
Wiebel J, Downton WJS, Chacko EK. 1992b. Influence of applied plant growthregulators on bud dormancy and growth of mangosteen (Garciniamangostana L.). Scientia Horticulturae 52:27-35.
Wiebel J, Eamus D, Chacko EK, Downton WJS,. 1993. Gas exchangecharacteristic of mangosteen (Garcinia mangostana L.) leaves. TreesPhysiology 13:55-69.
Wijana G. 2001. Analisis fisiologi, biokimia dan molekuler sifat toleran tanamankelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap cekaman kekeringan.[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wu F, Bao W, Li F, Wu N. 2007. Effect of drought stress and N supply on thegrowth, biomass partitioning and water-use efficiency of Sophoradavidii seedlings. Environmental and Experimental Botany 63:248-255.
Wu Y, Cosgrove DJ. 2000. Adaptation of root to low water potentials bychanges in cell wall extensibility and cell wall proteins. JournalExperimental Botany (51):1543-1553.
Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen cultivation. FAO Plant productionand protection Paper No.128. Brusells: FAO Plant Production andProtection Division of the United Nations, Belgium.
Yusniwati. 2008. Galur cabai transgenic tahan kekeringan dengan gen P5CSpenyandi enzim kunci biosintesis prolina: regenerasi dan karakteristikregeneran. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut PertanianBogor.
175
Lampiran 1 Prosedur lengkap pengukuran potensial air (Kaufman 1968; Hamim2007; Taiz & Zeiger 2012)
Sampel : daun sub terminal
Alat : Pressure chamber
Cara kerja:
Kosongkan tekanan gas pada tabung kecil di alat pengukur yang akan diisi
sampel daun yang akan diukur potensial airnya.
Buka tabung kecil dan siapkan kertas seal dengan lubang sesuai dengan
besarnya ukuran diameter tangkai daun sampel.
Potong sampel daun sub-terminal (usahakan daun tidak sobek dan utuh)
dengan tangkai daunnya.
Potong tangkai daun sampai dengan ukuran 1-2 cm dan jepit dengan seal
karet sesuai ukuran diameter tangkai daunnya.
Masukkan dalam tabung kecil dan tutup rapat\
Hidupkan alat pengukur dan kalibrasikan alat pada nilai 0, kemudian gas
CO2 dari tabung besar dialirkan > 20 bar.
Catat nilai potensial air daunnya pada saat pertama kali tangkai daun
mengeluarkan gelembung udara dengan bantuan kaca pembesar.
Ulangi perhitungan tersebut tiga kali
Setelah selesai pembacaan nilai potensial airnya, kemudian buang gas
yang masih tersisa di tabung kecil.
Alat pengukur dimatikan dan tabung kecil dibukan dan dibersihkan
176
Lampiran 2 Prosedur penentuan kandungan prolin daun (Bates et al. 1973)
Cara kerja:
Asam ninhidrin disiapkan sebagai pereaksi dengan melarutkan 1g
ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glacial.
Larutan didinginkan dan disimpan selama 24 jam hingga siap digunkan.
Sampel daun tanaman sekitar 0.5 g digerus dalam mortar porselin,
dohomogenisasi dengan 10 ml asam sulfosalsik 3%, kemudian
didentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit dan diambil
supernatannya.
Supernatan ditera sebanyak 10 ml dan 2 ml cairan sampel diambil dan
reaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glacial dalam
tabung reaksi. Selanjutnya dipanaskan selama 1 jam pada suhu 100 oC.
Selanjutnya didinginkan dalam air es selama 5 menit.
Campuran tersebut diekstrak dengan 4 ml toluene dan dihomogenisasi
dengan test tube stirrer yang terbentuk selama 15-20 detik hingga
terbentuk kromofor berwarna merah. Kromofor yang terbentuk diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm dengan spektrofotometer.
Untuk menentukan konsentrasi kandungan prolin digunakan larutan
standar yang diekstraksi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan
pada sampel jaringan.
Konsentrasi prolin ditentukan dari standard dan dihitung berdasarkan
bobot segar.
Perhitungan:
µg prolin/ml x ml toluenKandungan prolin = ( ----------------------------------- )
g sampel
Keterangan:
Satuan kandungan prolin adalah µmol/g bobot segar sampel
177
Lampiran 3 Penetapan kandungan klorofil daun (Sims & Gamon 2002)
Prosedur kerja:
Disiapkan contoh daun per perlakuan dengan bobot sekitar 0.5 g
Contoh tersebut dimasukkan ke dalam mortar.
Ditambahkan asetris (aseton) kurang lebih 2 ml dengan pipet tetes 1 ml,
digerus 1 ml lagi, lalu dihomogenkan.
Lalu dimasukkan ke microtube 2 ml (contoh diberi label perlakuan).
Disentrifuge 14.000 rpm selama 10 menit.
Selanjutnya dipipet 1 ml supernatan lalu ditambahan sebanyak 3 ml asetris
ke dalam tabung reaksi (langsung ditutup).
Spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 663, 647, 537 dan 470 nm.
Perhitungan:
Chlorofil a = 0,01373* λ663 -0,000897* λ537 – 0,003046* λ647
Chlorofil b = 0,02405* λ647 – 0,004305* λ537 – 0,005507* λ663
178
Lampiran 4 Prosedur pengukuran kadar air pada berbagai porositas media
Untuk mengetahui kadar air pada berbagai porositas media dengan
menggunakan metode gravimetrik (Abdurachman et al. 2006). Porositas media
terdiri 4 taraf yaitu: 51-55%, 56-60%, 61-65% dan 66-70%.
Pertama-tama dilakukan pengisian media sebanyak 8 l sesuai perlakuan,
yaitu: porositas 51-55% (media berupa tanah), 56-60% (media berupa campuran
tanah, arang sekam padi dan pasir perbandingan 2:1:1), 61-65% (media berupa
campuran media tanah dan arang sekam padi perbandingan 2:1), dan 66-70%
(media berupa campuran media tanah dan pupuk kandang kambing perbandingan
3:1). Pada hari pertama dilakukan penjenuhkan media dengan air, lalu dibiarkan
sampai mencapai kondisi kapasitas lapang. Selanjutnya secara berurutan
dilakukan pengukuran kadar air pada hari ke-2, 4, 6 dan 8 hari pada berbagai
porositas media. Kadar air diukur dengan menggunakan metode oven dengan
prosedur sebagai berikut:
Dilakukan penimbangan botol sampel dan diberi label perlakuan.
Diambil sampel media sebanyak 30 g dari masing-masing perlakuan
lalu dimasukkan ke dalam botol.
Lalu ditimbang bobot basah sampel termasuk botolnya.
Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 24
jam.
Setelah 24 jam, sampel didinginkan di dalam desikator.
Selanjutnya ditimbang kembali sampel tersebut untuk mengetahui
bobot kering.
Kadar air (KA) dihitung dengan formula:
KA = {(BB – BK) / BK} x 100 %
Keterangan:
BB = Bobot basah contoh (g)BK = Bobot kering contoh (g)
179
Lampiran 5 Penetapan kandungan N jaringan daun menggunakan metode Semimikro-kjedahl
Prosedur kerja:
Ditimbang 5 g contoh daun, lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 ml. Kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat ke labu, lalu
digoyangkan secara perlahan-lahan.
Ditambahkan katalis selenium mixture 0.1 g dan dijaga agar
campuran contoh tidak memercik ke dinding labu.
Lalu dipanaskan labu pada alat destruksi nitrogen dan suhu diatur
pada posisi 2000C selama kurang lebih 10 menit.
Kemudian diatur kembali pengatur panas pada posisi 3400C sampai
dekstruksi sempurna.
Selanjutnya didinginkan lalu ditambahkan air sebanyak kira-kira 50
ml, digoyangkan sebentar, lalu dipindahkan isi labu secara kuantitatif
ke dalam labu ukur 100 ml dan larutan dikocok pada labu ukur
hingga homogen.
dipipet 10 ml tepat larutan pekat ke dalam labu distilasi, lalu
ditambahkan beberapa tetes indikator PP dan 20 ml NaOH 30%
sampai larutan menjadi basa.
Dilakukan destilasi dan distilat ditampung dalam erlenmeyer yang
berisi campuran 10 ml H3BO3 1% dan 5 tetes indikator Conway
sampai isinya menjadi ± 100 ml
Kemudian dititrasi distilat dengan HCl 0.02 N yang telah dibakukan
sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah muda lalu
dilakukan penetapan blanko.
Kadar N dihitung dengan formula sebagai berikut:
Kadar nitrogen (%) = HCl (ml) x N HCl x 14 x 100 x Fp x FkBobot contoh (mg)
Keterangan :ml HCl = (contoh-blanko)
Fk = Faktor koreksi kadar airFp = Faktor pengenceran
180
Lampiran 6 Penetapan kandungan P dan K jaringan daun dengan metodePengabuan
Prosedur kerja:
Ditimbang dengan teliti 0.50-1.0 g contoh daun yang telah dihaluskan
(fraksi 0.5) mm ke dalam piala gelas 100 ml.
Kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 dan 0.5 ml HClO4, digoyangkan
sehingga contoh terendam pereaksi dan dibiarkan semalam.
Selanjutnya dipanaskan di atas hot plate/blok pemanas dimulai dengan
suhu 1000C, setelah uap kuning telah habis suhu dinaikkan hingga
2000C.
Destruksi diakhiri bila sudah keluar uap putih dan cairan dalam labu
tersisa sekitar 0.5 ml, kemudian didinginkan dan diencerkan dengan
aquades dan volume ditetapkan menjadi 50 ml.
Kemudian dikocok hingga homogen, selanjutnya dibiarkan semalam
atau disaring dengan kertas saring W-41 agar didapat ekstrak jernih.
Pengukuran K:
Pengukuran Kalium (K) dari ekstrak menggunakan flamefotometer
atau SSA dengan deret standar K sebagai pembanding, dicatat emisi
baik standar maupun contoh.
Pengenceran dilakukan apabila nilai emisi contoh diatas nilai emisi
standar K tertinggi.
Pengukuran P:
Dipipet 1 ml ekstrak ke dalam tabung kimia volume 20 ml, begitupun
masing-masing deret standar P.
Kemudian ditambahkan masing-masing 9 ml pereaksi pembangkit
warna ke dalam setiap contoh dan deret standar, selanjutnya di kocok
vortex mixer sampai homogen.
Dibiarkan selama 30 menit, lalu diukur dengan spektrophotometer
pada panjang gelombang 693 nm dan dicatat nilai absorbsinya.
Lalu dilakukan pengenceran (sebelum penambahan pereaksi warna)
bila nilai absorbance contoh diatas nilai absorbance standar P tertinggi.
181
Kadar P dan K jaringan dihitung dengan formula sebagai berikut:
Kadar K (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml -1 x mg contoh-1 x fp x fkx 100
Kadar K (mg/100g) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml -1 x g contoh-1 x fpx fk x 100
Kadar P (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x mg contoh-1 x fp x31/95 x fk x 100
Kadar P (mg/100g) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x g contoh-1 x fp x31/95 x fk x 100
Keterangan:ppm kurva = Kadar contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antara
kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikurangiblanko.
Fp = faktor pengenceranFk = faktor koreksi kadar air100 = faktor konversi ke %31 = bobot atom P95 = bobot molekul PO4
182
Lampiran 7 Rangkuman sidik ragam pertumbuhan tanaman pada berbagaisimulasi cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG
PeubahHasil
sidik ragamTinggi tanaman 1 sampai 6 BSP tnTinggi tanaman 7 BSP *Tinggi tanaman 8-11 BSP dan pertambahan tinggi tanaman **Jumlah daun 1,2 BSP tnJumlah daun 3,4,5, 7,8,11 BSP dan pertambahan jumlah daun **Jumlah daun 6,9,10 BSP *Lebar kanopi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 tnPertambahan lebar kanopi **Diameter batang 3,4,5,6,7,8,9,10,11 tnDiameter batang 1,2 BSP dan pertambahan diameter batang **Luas daun 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 tnLuas daun 11 *Pertambahan luas daun **Bobot kering akar *Bobot kering tajuk *Bobot kering total *Panjang akar dan volume akar *Rasio tajuk/akar tnKandungan prolin **Laju transpirasi , laju fotosintesis, daya hantar stomata **Potensial air daun **Perkembangan trubus:Trubus awal **Trubus penuh **Trubus dewasa **Periode dormansi **Periode trubus **Siklus trubus **
Keterangan: ** = nyata pada taraf uji 1%; * = nyata pada taraf uji 5%;tn = tidak berbeda nyata
183
Lampiran 8 Rangkuman sidik ragam (F-hit) pengaruh porositas media daninterval penyiraman terhadap pertumbuhan tanaman
Peubah Porositasmedia
Intervalpenyiraman air
Interaksi
Tinggi tanaman (BSP):1 tn tn tn2 ** tn tn3 ** ** **4 ** ** **5 ** ** **6 ** ** **7 ** ** **8 ** ** **9 ** ** **10 ** ** **11 ** ** **
Pertambahan tinggi tanaman ** ** *Jumlah daun (BSP):
1 tn tn tn2 tn ** tn3 tn ** *4 tn ** **5 * ** **6 ** ** **7 ** ** **8 ** ** **9 ** ** **10 ** ** **11 ** ** **
Pertambahan jumlah daun ** ** *Lebar kanopi (BSP):
1 tn * tn2 ** * tn3 ** tn tn4 ** tn tn5 ** tn tn6 ** tn tn7 ** tn tn8 ** tn tn9 ** tn tn10 ** tn tn11 ** tn tn
Pertambahan lebar kanopi * tn tn
184
Lampiran 8 Lanjutan...
Peubah Porositasmedia
Intervalpenyiraman air
Interaksi
Diameter batang (BSP):1 ** ** **2 ** ** **3 ** ** **4 ** ** *5 ** ** **6 ** tn *7 tn tn tn8 tn tn tn9 tn tn tn10 tn tn tn11 tn tn tn
Pertambahan diameter batang ** * tnLuas daun (BSP):
1 ** ** **2 ** ** **3 ** ** **4 ** ** **5 ** ** **6 ** ** **7 ** ** **8 ** ** **9 ** ** **10 ** ** **11 ** ** **
Pertambahan luas daun ** ** tnBobot kering akar 11 BSP ** ** *Bobot kering tajuk 11 BSP ** ** **Bobot kering total 11 BSP ** ** **Panjang akar 11 BSP ** ** **Volume akar 11 BSP tn * tnRasio tajuk/akar 11 BSP tn tn *Kandungan klorofil 11 BSP:
A ** tn tnB ** tn tn
Total ** tn tnRasio klorofil a/b * tn tn
Kandungan prolin 11 BSP ** tn **
185
Lampiran 8 Lanjutan...
Peubah Porositasmedia
Intervalpenyiraman
air
Interaksi
Potensial air jaringan (11 BSP):Akar ** ** **
Batang ** ** **Daun ** ** **
Hidraulik konduktivitas daun 11 BSP ** tn **Laju transpirasi 11 BSP * * *Laju fotosintesis 11 BSP ** ** **Daya hantar stomata ** ** *Perkembangan trubus:Trubus awal ** ** **Trubus penuh ** ** **Trubus dewasa ** ** tnPeriode dormansi ** ** tnPeriode trubus ** ** tnSiklus trubus ** ** *
Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 1%* = berpengaruh nyata pada taraf 5%tn = berpengaruh tidak nyata
186
Lampiran 9 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan bibit tanamanpada berbagai media tumbuh dan cara aplikasi pemupukan
Peubah Porositasmedia
Aplikasipemupukan
Interaksi
Tinggi tanaman (BSP):1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 * * tn6 ** ** tn7 ** ** tn8 ** ** tn9 ** ** tn10 * ** tn11 ** ** tn
Pertambahan ** ** *Jumlah daun (BSP):
1 tn * tn2 tn ** tn3 tn ** tn4 tn ** tn5 tn ** tn6 tn ** tn7 tn ** tn8 tn ** tn9 tn ** tn10 tn ** tn11 tn ** tn
Pertambahan tn ** tnLebar kanopi (BSP):
1 tn tn *2 tn tn *3 ** ** **4 ** * *5 ** ** *6 ** ** tn7 ** ** tn8 ** ** tn9 ** ** *10 * ** tn11 * ** tn
Pertambahan tn ** *
187
Lampiran 9 Lanjutan...
Peubah Porositasmedia
Aplikasipemupukan
Interaksi
Luas daun (BSP):1 tn tn tn2 tn tn tn3 ** tn tn4 ** tn tn5 ** tn tn6 ** tn tn7 ** tn tn8 ** * tn9 ** tn tn10 ** tn tn11 ** * tn
Pertambahan ** tn tnBobot kering akar 11 BSP ** ** **Bobot kering tajuk 11 BSP ** ** *Bobot kering total 11 BSP ** ** **Panjang akar 11 BSP tn tn **Volume akar 11 BSP tn ** tnRasio tajuk/akar 11 BSP ** ** tnKadar N daun ** tn tnKadar P daun tn ** **Kadar K daun tn tn tnSerapan hara N daun tn * tnSerapan hara P daun tn * tnSerapan hara K daun tn * tnPerkembangan trubus:Trubus awal dan trubus penuh ** ** **Trubus dewasa dan periode dormansi ** ** tnPeriode trubus dan siklus trubus ** ** **
188
Lampiran 10 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanaman padadua jenis pot dan berbagai porositas media di pembibitan rumahplastik
Peubah Jenispot
Porositasmedia
Interaksi
Tinggi tanaman (BST): tn tn tn1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 tn * tn6 * ** tn7 * ** tn8 ** ** tn9 * ** tn10 * ** tn11 ** ** tn
Pertambahan tn ** tnJumlah daun (BST):
1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 tn tn tn6 tn * tn7 tn * tn8 tn * tn9 tn tn tn10 tn tn tn11 tn tn tn
Pertambahan tn tn tnLebar kanopi (BST):
1 tn tn tn2 tn tn tn3 tn tn tn4 tn tn tn5 tn tn tn6 tn tn tn7 tn tn tn8 tn tn tn9 tn * tn10 tn * tn11 tn * tn
Pertambahan tn * tn
189
Lampiran 10 Lanjutan...
Peubah Jenispot
Porositasmedia
Interaksi
Diameter batang (BST):1 * tn tn2 * tn tn3 tn tn **4 tn tn **5 ** tn *6 tn tn tn7 tn tn tn8 tn tn tn9 ** tn tn10 * tn tn11 tn tn tn
Pertambahan tn tn tnLuas daun (BST):
1 * tn tn2 ** tn tn3 ** tn tn4 ** * *5 ** ** **6 * * **7 ** * *8 ** tn tn9 ** tn *10 ** * tn11 ** * tn
Pertambahan tn tn tnBobot kering akar 11 BST * ** tnBobot kering tajuk 11 BST * * tnBobot kering total 11 BST * * tnPanjang akar primer 11 BST ** ** tnVolume akar 11 BST ** ** tnRasio tajuk/akar 11 BST tn tn tnPerkembangan trubus:Trubus awal ** ** tnTrubus penuh ** ** tnTrubus dewasa * ** tnPeriode dormansi ** ** **Periode trubus ** ** tnSiklus trubus ** ** tn
BST = bulan setelah ditanam di pembibitan
190
Lampiran 11 Rangkuman sidik ragam (F-hit) respon pertumbuhan tanaman padadua jenis pot dan berbagai porositas media setelah ditanam di lahan
Peubah Jenispot
Porositasmedia
Interaksi
Tinggi tanaman (BST):1 ** ** tn2 * ** tn3 * ** tn4 ** ** tn5 ** ** tn
Pertambahan tinggi tanaman tn tn tnJumlah daun (BST):
1 * ** tn2 tn * tn3 ** ** tn4 ** ** tn5 ** ** tn
Pertambahan jumlah daun tn tn tnLebar kanopi (BST):
1 tn ** tn2 * ** tn3 * ** tn4 ** ** tn5 ** ** tn
Pertambahan lebar kanopi ** ** **BST = bulan setelah di tanamn di lapang
191
Lampiran 12 Rata-rata suhu udara dan kelembaban udara di dalam rumah plastikKebun Percobaan Tajur dari bulan Juli 2009 sampai Desember2010
Bulan &Tahun
Suhu udara (oC) Kelembaban (%)Maksimum Minimun Rata-
rataMaksimum Minimun Rata-
rataTahun 2009Juli 37.5 24.3 28.0 84 33 63Agustus 37.5 24.3 28.1 84 33 62September 37.8 24.5 29.7 84 37 59Oktober 37.9 25.4 29.2 84 37 62Nopember 37.1 25.1 29.9 84 37 67Desember 37.0 23.5 29.6 89 37 70Tahun 2010Januari 36.0 23.2 27.3 90 39 78Pebruari 36.6 22.8 29.1 92 40 73Maret 37.0 22.8 29.1 92 38 70April 37.3 22.8 29.4 92 35 67Mei 37.5 22.8 28.7 92 33 74Juni 37.5 22.6 27.3 92 33 79Juli 37.5 21.7 27.2 92 33 77Agustus 37.5 21.4 28.0 93 33 75September 37.5 21.4 28.5 93 33 71Oktober 37.7 21.4 29.1 93 31 67Nopember 37.8 21.4 29.3 93 30 69Desember 37.8 21.4 27.7 93 30 71
192
Lampiran 13 Intensitas radiasi cahaya di dalam rumah plastik dan lahan terbukadi Kebun Percobaan Tajur
WaktuPengamatan
Intensitas radiasi cahaya (µmol/detik/m2)Rumah plastik Lahan terbuka
Juli 2010:09.00 3.58 131.7811.00 4.58 117.2513.00 3.08 122.3515.00 1.50 26.68
Oktober 2010:09.00 1.61 52.2411.00 2.72 79.5113.00 0.25 8.7715.00 * *
Keterangan: *) Tidak diukur karena hujan