Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

11
Tugas Pelestarian Arsitektur Analisa Langgam Arsitektur Objek Pengamatan Objek Pengamatan terletak di Jl. Jangli Raya, dibangun pada masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1924, dan dibeli pada tahun 1981 dengan kepemilikan rumah Bu Herman. 1. Analisa Elemen Arsitektur pada Objek Pengamatan Untuk menganalisa langgam arsitektur dari objek pengamatan, analisa yang dilakukan terfokus pada fasad bangunan serta konstruksi dan tata ruang yang ada, yaitu meliputi : No Tipologi Fasad Objek Pengamatan 1. Tampak 2. Gaya Arsitektur Jawa dan Belanda 3. Massa Bangunan Tunggal/jamak Kesimetrisan Tunggal Tidak simetris 4. Penyesuaian Konstruksi Tropis Penghawaan Pencahayaan Curah hujan Baik Baik Baik 5. Bentuk Atap Limasan 6. Tampilan Dinding Polos tanpa ornament, menggunakan material batu bata, keramik putih yang difinishing cat hijau dan terdapat tempelan batu alam di dinding bagian bawah. 7. Kusen, Pintu dan Jendela Jendela dobel. Bahan dari kayu dan kaca, masih menggunakan kisi (krepyak), bouven serta terdapat teralis besi. 8. Ornamen dan Ragam Hias Tidak terlihat pada fasad

description

Observasi dan identifikasi langgam arsitektur dari bangunan rumah tinggal di Semarang, untuk dianalisa dan memberikan solusi mengenai cara/teknik pelestarian yang tepat, by Purdyah Ayu

Transcript of Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Page 1: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Tugas Pelestarian Arsitektur

Analisa Langgam Arsitektur Objek Pengamatan

Objek Pengamatan terletak di Jl. Jangli Raya, dibangun pada masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1924, dan dibeli pada tahun 1981 dengan kepemilikan rumah Bu Herman.

1. Analisa Elemen Arsitektur pada Objek Pengamatan

Untuk menganalisa langgam arsitektur dari objek pengamatan, analisa yang dilakukan terfokus pada fasad bangunan serta konstruksi dan tata ruang yang ada, yaitu meliputi :

No Tipologi Fasad Objek Pengamatan1. Tampak

2. Gaya Arsitektur Jawa dan Belanda3. Massa Bangunan

Tunggal/jamak Kesimetrisan

Tunggal Tidak simetris

4. Penyesuaian Konstruksi Tropis Penghawaan Pencahayaan Curah hujan

Baik Baik Baik

5. Bentuk Atap Limasan6. Tampilan Dinding Polos tanpa ornament, menggunakan material batu

bata, keramik putih yang difinishing cat hijau dan terdapat tempelan batu alam di dinding bagian bawah.

7. Kusen, Pintu dan Jendela Jendela dobel. Bahan dari kayu dan kaca, masih menggunakan kisi (krepyak), bouven serta terdapat teralis besi.

8. Ornamen dan Ragam Hias Tidak terlihat pada fasad

Analisa dari aspek lain :

a. KonstruksiSistem konstruksi yang digunakan menggunakan sistem satu bata, sehingga dindingnya mempunyai ketebalan sekitar 25-30 cm. Penggunaan bata ini digunakan sepanjang dinding penahan beban (bearing wall) sekaligus dinding penyekat/pembentuk ruang.Konstruksi bangunan menyesuaikan dengan iklim tropis, dengan banyaknya lubang bukaan pada jendela dan pintu. Pada plafond untuk rumah yang kami survey, menggunakan rangka kayu dengan plafon yang terbuat dari papan kayu juga (tripleks).

Page 2: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Gambar jendela dobel

Gambar plafon

b. FasadeFasade bangunan, tampak depan tidak simetris, dengan 1 pintu utama dengan dua bukaan di fasad bagian depan bangunan. Atapnya menggunakan atap perisai, dengan teritisan atap.

Gambar fasade bangunan

c. Tata ruangSusunan tata ruang pada rumah ini memanjang ke belakang, namun sirkulasi ruang dan hubungan antar ruang tidak dalam satu jalur yang lurus. Tata ruang bangunan asimetris, disebabkan ruang-ruang service yang berada di bagian belakang bangunan lebih memanjang ke timur sehingga denah meyerupai bentuk huruf L.

Page 3: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Analisa denah asli (sebelum renovasi)

Denah lantai satu (setelah renovasi)

Page 4: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Denah lantai dua (setelah renovasi)

Penyesuaian dengan iklim pada bangunan ini terlihat dari pengaturan sirkulasi udara dan pencahayaan. Penghawaan dan sirkulasi udara pada rumah ini sudah cukup optimal karena di setiap ruangan terdapat lubang angin untuk sirkulasi udara yang sekaligus menyediakan pencahayaan bagi ruang-ruang yang ada.

d. OrnamenPenggunaan ornamen pada rumah ini sangat minim sekali, bahkan sama sekali tidak dijumpai ornamen.

2. Analisa Langgam Arsitektur Objek Pengamatan

Menurut pemilik, yaitu Ibu Herman, rumah ini dibangun pada tahun 1924. Oleh karena itu, hal yang pertama kali kami lakukan untuk dapat menganalisa langgam arsitektur dari objek pengamatan yaitu dengan mempelajari dan mencari informasi mengenai langgam apa saja yang berkembang pada tahun 1920an untuk kemudian dianalisa berdasarkan ciri-ciri atau elemen arsitektur apa saja yang ada pada objek dan sesuai dengan langgam tertentu yang berkembang pada tahun tersebut.

Abad ke 18 dan 19, arsitektur di Hindia Belanda didominasi oleh gaya yang disebut sebagai “Indische Empire” (Nix:1949, Jessup: 1988,Akihary: 1990). Sebelum munculnya gaya arsitektur yang sering disebut sebagai ‘kolonial modern1’ sesudah tahun 1915, terdapat apa yang disebut sebagai gaya arsitektur transisi.

1 Kata “modernus” sendiri bisa diartikan sebagai : yang berbeda dari sebelumnya. Timbulnya gaya arsitektur colonial modern tersebut disebabkan karena makin banyaknya arsitek Belanda tamatan TU Delft yang berpraktek di Hindia Belanda sebagai akibat makin berkembangnya pembangunan terutama di kota-kotabesar di Jawa karena kemakmuran yang makin meningkat sesudah tahun 1915. Sebelum tahun 1900, hampir tidak ada arsitek yang berpendidikan akademis di Hindia Belanda (lihat daftar arsitek yang berpraktek di Hindia Belanda pada buku : Akihary, Huib (1990), Architectuur en Stedebouw in Indonesie 1870-1970, De Walburg Pers, Zutphen, hal. 87-148).

Page 5: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Pada umumnya arsitektur transisi ini mempunyai bentuk denah yang hampir mirip dengan arsitektur “Indische Empire”. Ciri-ciri seperti adanya teras depan (voor galerij) dan teras belakang (achter galerij) serta ruang utama (central room), masih mendominasi denah-denah arsitektur peralihan ini. Pada rumah-rumah yang berukuran besar, juga masih terdapat bangunan samping yang sering disebut “pavilion”. Semangat perubahan justru terletak pada tampak bangunannya. Pada arsitektur transisi ini sudah tidak tampak kolom-kolom atau pilar dengan gaya Yunani atau Romawi (Doric, ionic, corinthian) pada “voor galerjj” atau “achter galerij” yang menjadi ciri khas gaya “Indische Empire”.

Berikut ini adalah cirri-ciri dari arsitektur Indische Empire, Arsitektur Peralihan dan Arsitektur Kolonial Modern :

Indische Empire(Abad 18 - 19)

Arsitektur Peralihan(1890 - 1915)

Arsitektur Kolonial Modern

(1915 - 1940)Denah Susunan ruangnya

khas merupakan tipologi “Indische Empire” yang ditandai dengan denahnya berbentuk simetri

Denah masih mengikuti gaya “Indische Empire”, simetri penuh.

Pemakaian teras keliling pada denahnya

Denah lebih bervariasi, sesuai dengan anjuran kreatifitas dalam arsitektur modern. Bentuk simetri banyak

Page 6: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

penuh. Ditengah terdapat apa yang disebut sebagai “Central Room” yang terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. “Central Room” tersebut berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang (Voor Galerij dan Achter Galerij).

Adanya teras yang mengelilingi denah bangunan, untuk menghindari masuknya sinar matahari langsung dan tampiasnya air hujan.

masih dipakai. dihindari. Pemakaian teras

keliling bangunan sudah tidak dipakai lagi. Sebagai gantinya sering dipakai elemen penahan sinar.

Tampak Didominir oleh tampak barisan kolom gaya Yunani dengan teras depan (Voor Galerij) dan teras belakang (Achter Galerij). Bentuk tampak yang simetri merupakan ciri khas arsitektur pada jaman ini.

Ada usaha untuk menghilangkan kolom gaya Yunani pada tampaknya.

Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak ditepi sungai muncul kembali. Ada usaha untuk memberikan kesan romantis pada tampak..

Juga ada usaha untuk membuat menara (tower) pada pintu masuk utama, seperti yang terdapat pada banyak gereja Calvinist di Belanda.

Berusaha untuk menghilangkan kesan tampak arsitektur gaya “Indische Empire”. Tampak tidak simetri lagi.

Tampak bangunan lebih mencrminkan “Form Follow Function” atau “Clean Design”

Pemakaian Bahan Bangunan

Bahan bangunan konstruksi utamanya adalah batu bata (baik kolom maupun tembok) dan kayu, terutama pada kuda-kudanya, kusen maupun pintunya. Pemakaian bahan kaca belum banyak dipakai.

Pemakaian bahan bangunan utama masih seperti sebelumnya, yaitu bata dan kayu. Pemakaian kaca (terutama pada jendela) juga masih sangat terbatas.

Bahan bangunan beton mulai diperkenalkan terutama pada bangunan bertingkat. Demikian juga dengan pemakaian bahan bangunan kaca yang cukup lebar (terutama untuk jendela)

Sistem Sistem konstruksi : Sistem konstruksi : Sistem Konstruksi :

Page 7: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

Konstruksi yang dipakai

Dinding pemikul, dengan barisan kolom di teras depan dan belakang, menggunakan sistem konstruksi kolom dan balok.

Atap : Konstruksi atap perisai, dengan penutup atap genting.

Dinding pemikul, dengan gevel-gevel depan yang mencolok.

Atap : Bentuk atap pelana dan perisai dengan menutup genting masih banyak dipakai. Ada usaha untuk memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap.

Adanya bahan beton memungkinkan sistem konstruksi rangka, sehingga dinding hanya berfungsi sebagai penutup.

Atap : Masih disominasi oleh atap pelana atau perisai, dengan bahan penutup genting atau sirap.

Tapi sebagian bangunan dengan konstruksi beton. Yang belum pernah ada pada jaman sebelumnya.

Lain-lain Hampir tidak ada perbedaan dalam denah atau tampak pada bangunan rumah tinggal atau bangunan fasilitas umum.

Hampir tidak dikenal bangunan bertingkat (maksimum berlantai dua itupun jarang). Mayoritas bangunan hanya berlantai satu.

Ada kesan untuk membuat tampak kelihatan lebih romantis, dengan cara-cara membuat gevel dengan hiasan serta atap pelana.

Ada perbedaan yang mencolok dalam denah maupun tampak dari bangunan rumah tinggal dan bangunan fasilitas umum. Hal ini disebabkan karena arsitektur colonial modern dirancang berdasarkan fungsi ruang yang akhirnya mempengaruhi bentuknya.

Berdasarkan tabel di atas, maka objek pengamatan termasuk di antara arsitektur peralihan dan arsitektur kolonial modern. Hal tersebut ditunjukkan dari :

No Elemen/KriteriaArsitektur Peralihan

Arsitektur Kolonial Modern

1 DenahLebih bervariasi, sesuai dengan anjuran kreatifitas dalam arsitektur modern. Bentuk simetri banyak dihindari.Pemakaian teras keliling bangunan sudah tidak dipakai lagi. Sebagai gantinya sering dipakai elemen penahan sinar.

v

2 TampakBerusaha untuk menghilangkan kesan tampak arsitektur gaya “Indische Empire”. Tampak tidak simetri lagi.Tampak bangunan lebih mencrminkan “Form Follow Function” atau “Clean Design”

v

3 Pemakaian Bahan Bangunan UtamaMasih menggunakan bata dan kayu. Pemakaian kaca

v

Page 8: Pelestarian Arsitektur-Analisa Langgam Bangunan

(terutama pada jendela) juga masih sangat terbatas.4 Sistem Konstruksi

Dinding pemikul, tanpa adanya gevel-gevel depan yang mencolok.

v

5 AtapBentuk atap pelana dan perisai dengan menutup genting masih banyak dipakai. Ada usaha untuk memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap.

v v

6 Lain-lainAda perbedaan yang mencolok dalam denah maupun tampak dari bangunan rumah tinggal dan bangunan fasilitas umum. Hal ini disebabkan karena arsitektur colonial modern dirancang berdasarkan fungsi ruang yang akhirnya mempengaruhi bentuknya.

v

3. Kesimpulan

Dari uraian di atas, pada objek pengamatan yaitu rumah tinggal Ibu Herman yang terletak di Jl. Jangli Raya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Pengaruh yang dapat terlihat pada rumah tinggal tersebut yaitu arsitektur peralihan dan colonial modern, hal ini ditunjukkan dari sistem konstruksi serta fasadnya. Arsitektur peralihan berkembang pada tahun 1890-1915 dan arsitektur colonial modern berkembang pada tahun 1915-1940, sedangkan objek pengamatan dibangun pada tahun 1924.

Hal ini menunjukkan bahwa bangunan tersebut sudah menerapkan prinsip arsitektur colonial modern pada denah, tata ruang dan tampaknya. Denah sudah lebih bervariasi, sesuai dengan anjuran kreatifitas dalam arsitektur modern. Bentuk simetri banyak dihindari. Pemakaian teras keliling bangunan sudah tidak dipakai lagi. Sedangkan pada fasadenya berusaha untuk menghilangkan kesan tampak arsitektur gaya “Indische Empire”, tampak tidak simetri lagi. Ada perbedaan yang mencolok dalam denah maupun tampak dari bangunan rumah tinggal, hal ini disebabkan karena arsitektur kolonial modern dirancang berdasarkan fungsi ruang yang akhirnya mempengaruhi bentuknya.

Namun, terbatasnya pengetahuan mengenai konstruksi arsitektur modern yang menggunakan beton, maka bangunan ini masih menggunakan bata dan kayu sebagai bahan bangunan utamanya, pemakaian kaca (terutama pada jendela) juga masih sangat terbatas. Dindingnya masih menggunakan dinding pemikul (bearing wall) setebal 1 bata (25-30 cm), tanpa adanya gevel-gevel depan yang mencolok. Bentuk atap perisai, menunjukkan bangunan ini sudah menyesuaikan dengan aspek kontekstual, yaitu dengan menggunakan atap dengan sudut kemiringan yang tinggi untuk mengatasi masalah penghawaan alami dan kenyamanan thermal pada bangunan.

Sejalan dengan perkembangan waktu, teknologi, ekonomi, serta pergeseran nilai-nilai budaya, keberadaan rumah kolonial Belanda di Semarang lambat namun pasti semakin mengalami kepunahan. Untuk itu perlu suatu langkah dan sikap bijak untuk mempertahankan dan mengembangkan warisan nilai-nilai budaya arsitektur kolonial dengan menumbuhkan lagi kesadaran dari masyarakat untuk bersama-sama melestarikannya.

Referensi :Handinoto, 2012, Arsitektur dan Kota-kota di Jawa pada Masa Kolonial Cetakan Kedua, Yogyakarta : Graha Ilmu