PELEPASLIARAN DAN MONITORING PASKA … fileLaporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska...

70
1 LAPORAN TEKNIS PELEPASLIARAN DAN MONITORING PASKA PELEPASLIARAN ELANG BRONTOK (Spizaetus cirrhatus) DI TAMAN WISATA ALAM DANAU BUYAN – DANAU TAMBLINGAN BALI kerjasama: 2005 PPS BALI Pusat Penyelamatan Satwa Bali Jaringan Pusat Penyelamatan Satwa Indonesia

Transcript of PELEPASLIARAN DAN MONITORING PASKA … fileLaporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska...

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

1

LAPORAN TEKNIS

PELEPASLIARAN DAN MONITORING PASKA PELEPASLIARAN

ELANG BRONTOK (Spizaetus cirrhatus) DI TAMAN WISATA ALAM

DANAU BUYAN – DANAU TAMBLINGAN BALI

kerjasama:

2005

PPS BALI Pusat Penyelamatan Satwa Bali

Jaringan Pusat Penyelamatan Satwa

Indonesia

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

2

Penyusun Oni Purwoko Basuki

Kisma Donna Wijaya Aris Hidayat Yuni Haryati

Zaini Rakhman

Supervisi Ir Istanto Dwi Martoyo (Ka Balai KSDA Bali)

Drh Wita Wahyu Widyayandani (Direktur PPS Bali)

Kampanye, Sosialisasi dan Dokumentasi Supriyanto (Ka Seksi Konservasi Wilayah I)

Ngurah Dharma (Ka Resort TWA Buyan Tamblingan) Ivan Juhandara (Balai KSDA Bali)

Jatmiko Wiwoho Okie Kristyawan

Spesies Assasment

Faturrohman (Teknisi TWA Buyan Tamblingan) Kiswanto (Teknisi TWA Buyan Tamblingan)

Drh Made Winaya Oni Purwoko Basuki

Kisma Donna Wijaya Aris Hidayat Yuni Haryati

Yusuf Bahtiar Ade Rahmat

Dadan Ramdan Ch. Anita

Habitat Assasment

Faturrohman Kiswanto

Oni Purwoko Basuki Kisma Donna Wijaya

Aris Hidayat Yuni Haryati

Andrian Mahrabi Akbar Zaini Rakhman

2005

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

3

BAGIAN I

PENDAHULUAN

Konservasi jenis di Indonesia Pusat Penyelamatan Satwa Bali

Profil Elang Brontok Status perlindungan Elang Brontok

Elang Brontok di PPS Bali

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

4

BAGIAN I

PENDAHULUAN Konservasi Jenis di Indonesia Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.000 pulau, serta memiliki sekitar 198 juta hektar daratan, 120 juta hektar di antaranya merupakan areal hutan (Departemen Kehutanan/FAO, 1989, Soehartono dkk 2003). Dilihat dari luas daratannya negara ini sangat beruntung memiliki jenis hidupanliar yang berlimpah, yang pada akhirnya memberikan tambahan nilai dalam keindahan dan keberagaman. Kecenderungan yang belakangan ini terjadi adalah permintaan hidupanliar sebagai hewan peliharaan dan produk-produk lainnya (misalnya untuk bahan makanan dan aksesoris) meningkat setiap waktu. Eksploitasi terhadap hidupanliar Indonesia kemungkinan besar akan mengakibatkan munculnya masalah-masalah yang terkait dengan bidang konservasi, seperti pemanenan yang terlalu berlebihan dan kepunahan jenis (Soehartono dkk 2003). Salah satu upaya penyelamatan jenis yang diupayakan oleh Pemerintah adalah perlindungan hukum melalui UU No. 5/1990 dan PP No. 7 dan No. 8/1999. Namun perlindungan hukum saja tidaklah cukup untuk menjaga keberadaan jenis dari ancaman yang menjadi faktor penyebab penurunan populasinya di alam tanpa diiringi dengan upaya konservasi lainnya. Kurang lebih lima tahun terakhir ini upaya penyelamatan jenis di Indonesia semakin meningkat karena tingkat ancaman terhadap keberadaan jenis juga semakin tinggi dan semakin tidak terkendali. Beberapa kegiatan dalam upaya penyelamatan jenis telah dan terus-menerus dilakukan, salah satu bentuk dan upaya penyelamatan satwa adalah melakukan penyitaan jenis-jenis yang dilindungi dari perdagangan hidupanliar. Konsekuensi dari kegiatan pengamanan atau penyitaan jenis-jenis hidupanliar yang dilindungi adalah harus adanya tempat untuk menampung sementara hidupanliar tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Departemen Kehutanan melalui Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam bekerja sama dengan Gibbon Foundation berinisiatif membangun Pusat Penyelamatan Satwa di beberapa lokasi di Indonesia. Pusat Penyelamatan Satwa Bali Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Bali adalah salah satu dari tujuh pusat penyelamatan satwa yang ada di Indonesia, berada di Banjar Dukuh, Desa Dauh Peken, Tabanan, Bali. PPS Bali dikelola oleh Yayasan PPS Bali yang berdiri sejak tanggal 1 Mei 2004, merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang penyelamatan satwa liar Indonesia yang dilindungi. Fungsi dari PPS Bali adalah sebagai tempat penitipan dan penampungan sementara dari satwa-satwa dilindungi hasil penyitaan pemerintah, translokasi dari PPS lain, maupun penyerahan sukarela masyarakat di sekitar Bali. Selain itu juga sebagai sarana pendidikan tentang lingkungan hidup terutama mengenai keanekaragaman hayati Indonesia. Pada perkembangannya PPS Bali memiliki tugas ganda yaitu; sebagai tempat penampungan dalam upaya mendukung penegakan hukum, dan sebagai lokasi rehabilitasi, dan pelatihan satwa sebelum dilepasliarkan kembali ke habitatnya sesuai prosedur (Guidelines IUCN) dan prinsip kesejahteraan satwa.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

5

Profil Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) Hampir sebagian besar ancaman yang dihadapi oleh burung pemangsa di beberapa kawasan di Indonesia adalah terjadinya degradasi (penurunan kualitas dan kuantitas) habitat, perburuan, dan penangkapan untuk perdagangan. Hal ini juga yang dialami oleh salah satu komunitas burung pemangsa Indonesia yaitu Elang Brontok Spizaetus cirrhatus Gmelin, 1788. Indonesia memiliki lima jenis burung pemangsa dari marga Spizaetus yaitu Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Jawa (S. bartelsi), Elang Blyth’s (S. alboniger), Elang Walacea (S. nanus) dan Elang Sulawesi (S. lanceolatus) (Andrew, 1992 dalam Nurwatha dkk, 2000). Status Elang Brontok adalah ‘tidak umum’ yang berarti kurang dari 50% dari habitat yang ada (Strange, 2001). Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus, Gmelin, 1788) tersebar luas mulai dari India, Asia Tenggara, Filipina, Sunda Besar dan Nusa Tenggara (MacKinnon. 1998). Di Indonesia sendiri terdapat dua subspesies yaitu Spzaetus cirrhatus vanheurni yang penyebarannya ada di pulau Simeulue dan Spzaetus cirrhatus floris yang tersebar di pegunungan Sumbawa dan Flores, Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Prawiradilaga dkk. 2003). Jenis ini umumnya merupakan jenis penetap, sebagian individu pra-dewasa tersebar. Memiliki ukuran panjang tubuh antara 57 - 79 cm dengan rentang sayap mencapai 127 - 138 cm, berat tubuh antara 1,3 kg - 1,9 kg. Menyukai habitat pinggiran hutan, padang rumput, kebun yang berpohon, sumber-sumber air yang ditumbuhi pohon, hutan dekat perkampungan sampai di pinggiran perkotaan. Dan umumnya diketemukan pada ketinggian dibawah 1500 m dpl, namun tidak umum diketinggian 2000 m dpl. Senang berburu ayam kampung di pinggiran hutan, maupun memangsa jenis-jenis mammalia kecil, reptilia dan katak (MacKinnon. 1998; Prawiradilaga dkk. 2003). Deskripsi Elang Brontok: berukuran besar (70 cm), bertubuh ramping. Sayap sangat lebar, ekor panjang berbentuk bulat, jambul sangat pendek. Terdapat fase gelap, pucat dan peralihan. Fase gelap: seluruh tubuh coklat gelap dengan garis hitam pada ujung ekor, terlihat kontras dengan bagian ekor lain yang coklat dan lebih terang. Burung muda juga berwarna gelap. Fase terang: tubuh bagian atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah putih bercoret coklat kehitaman memanjang, strip mata dan kumis kehitaman. Burung muda: tubuh bagian atas coklat keabu-abuan, kepala dan tubuh bagian bawah keputih-putihan. Bentuk peralihan dari kedua fase tadi terutama terlihat pada pola warna coretan dan garis (tetapi lebih mirip bentuk terang): garis-garis pada ekor dan sayap tidak teratur serta garis-garis coklat kemerahan melintang pada perut bagian bawah dan ekor bagian bawah. Iris: kuning sampai coklat, paruh kehitaman, sera kuning kehitaman, kaki kuning kehijauan. Suara: pekikan panjang kwip-kwip kwiiah meninggi atau klii liiuw tajam. Penyebaran global: India, Asia Tenggara, Filipina, Sunda Besar dan Nusa Tenggara. Penyebaran lokal dan status: Terdapat di seluruh dataran Sunda Besar, tidak umum ditemukan di bawah ketinggian 2000 m. Kebiasaan: Mengunjungi hutan dan daerah berhutan terbuka, menyergap ayam kampung. Berburu dari udara atau dari tempat bertengger di pohon kering. Umumnya berburu di hutan yang baru ditebang (MacKinnon dkk, 1992).

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

6

Status perlindungan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)

1. Elang Brontok dilindungi oleh Undang – Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

2. Tercantum dalam Lampiran PP Republik Indonesia No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

3. Tercantum dalam Lampiran PP Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

4. SK Menteri Kehutanan No 301/Kpts-II/1991 tentang Inventarisasi Satwa Liar Yang Dilindungi yang Dimiliki Perorangan dan Bagian-bagiannya.

5. SK Menteri Pertanian No 421/Kpts/Um/8/1970 tentang Penetapan Tambahan Jenis –Jenis Binatang Liar Yang Dilindungi.

6. Elang Brontok terdaftar dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) yang artinya pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan internasional dengan pembatasan kuota tertentu yang didasarkan atas data yang akurat mengenai populasi dan kecenderungan di alam.

Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) di PPS Bali Sejak berdirinya PPS Bali sampai dengan bulan Desember 2004, empat ekor Elang Brontok telah menjalani proses karantina, pemeriksaan medis, pengamatan perilaku harian, dan rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya. Elang Brontok tersebut merupakan hasil operasi pengamanan dan penertiban satwa langka yang dilakukan oleh BKSDA Bali di daerah Ubud, Gianyar pada tanggal 16 Desember 2004. Elang Brontok di PPS Bali (sampai dengan Desember 2004)

No Jenis Satwa Nama Satwa No registrasi Keterangan 1 Elang Brontok Totti A/S.c/0085/PPSB Fase terang 2 Elang Brontok Rasco A/S.c/0086/PPSB Fase gelap 3 Elang Brontok Bejo A/S.c/0087/PPSB Fase gelap

4 Elang Brontok Untung A/S.c/0088/PPSB Fase gelap

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

7

BAGIAN II

PRA-PELEPASLIARAN (PRE-RELEASE PROGRAM)

I Pemeriksaan Medis

Tujuan Metode dan Hasil Pemeriksaan

Rekomendasi Medis Data satwa yang dilepasliarkan

II. Persiapan Habitat

Maksud dan Tujuan Metode

Hasil dan Pembahasan Titik pelepasan

Keberadaan pakan dan jenis elang lain dilokasi Tingkat ancaman dan gangguan

Rekomendasi

III. Pengamatan Perilaku Kedatangan elang

Pemindahan kandang Observasi dalam kandang besar (Tahap 1) Observasi dalam kandang besar (Tahap 2)

Pembatasan Interaksi dengan manusia Penilaian satwa selama di kandang

Rekomendasi

IV. Sosialisasi Masyarakat

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

8

BAGIAN II

PRA-PELEPASLIARAN (Pre-release Program) Usaha-usaha penyelamatan telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan penyitaan jenis-jenis ini dari perdagangan satwa sebagai upaya penegakan hukum dan penjabaran dari UU No. 5 tahun 1990 mengenai perlindungan satwa yang dilindungi. Satwa-satwa hasil sitaan tersebut kemudian dititipkan pada pusat penyelamatan satwa yang ada di Indonesia, salah satunya di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Bali untuk mendapatkan perawatan sebelum dilepaskan kembali ke habitatnya. Untuk melepasliarkan kembali satwa ke habitatnya, diperlukan suatu kawasan hutan yang masih layak dijadikan daerah pelepasliaran. Salah satu kawasan yang diharapkan masih layak untuk dijadikan daerah pelepasliaran Elang Brontok adalah Taman Wisata Alam Danau Buyan - Danau Tamblingan di Propinsi Bali. Oleh karena itu untuk mengetahui kelayakannya dilakukan kegiatan eksplorasi guna mengumpulkan data-data tentang kondisi habitat, ketersediaan pakan dan potensi gangguan terhadap kawasan ini.

Sebelum dilakukan upaya pelepasliaran kembali satwa hasil sitaan, ada beberapa tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu, yaitu: 1. Pemeriksaan medis 2. Persiapan habitat 3. Pengamatan perilaku 4. Sosialisasi

Satwa liar disita oleh pihak berwenang karena berbagai alasan. Sekali pihak berwenang mengambil alih kepemilikan satwa-satwa tersebut harus ditempatkan secara layak dan bertanggung jawab serta efektif dan efisien. Peraturan-peraturan yang umum berlaku, praktek-praktek kultural dan kondisi-kondisi ekonomi akan mempengaruhi keputusan pengaturan penempatan yang tepat dan baik menyangkut satwa-satwa sitaan tersebut. Dalam konteks konservasi, ada beberapa pilihan yang mungkin bisa diambil, yaitu:

1) memelihara satwa tersebut di tempat penangkaran untuk menghabiskansisa hidup alami mereka.

2) mengembalikan satwa tersebut ke alam (habitat alaminya).

3) meng-etonasi (menidurkan) satwa tersebut, misalnya memusnahkan mereka dengan cara yang baik.

Sumber: Panduan IUCN untuk Penempatan Satwa Sitaan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

9

I. PEMERIKSAAN MEDIS Sebagai persiapan individu sebelum dilepasliarkan ke alam, maka sangat penting melakukan screening kesehatan yang mengacu pada standar internasional. Standar internasional yang digunakan dalam hal ini adalah standar IUCN untuk Protokol Karantina dan Pemeriksaan Kesehatan Satwa Liar untuk Translokasi dan Release ke Alam, namun standar ini disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Tujuan Tujuan dilakukannya screening kesehatan adalah untuk memastikan bahwa individu yang akan dilepaskan benar-benar dalam kondisi yang sehat sehingga mampu mempertahankan hidup di alam, serta untuk memastikan bahwa individu tidak membawa penyakit yang dapat menular kepada satwa lain dan lingkungan sekitarnya. Untuk pemeriksaan kesehatan satwa, Klinik PPS Bali melakukan kerjasama dengan beberapa laboratorium hewan yang ada di Bali, yaitu Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional VI Denpasar, Departemen Pertanian serta di Laboratorium Klinik Veteriner Yudisthira Swarga, Denpasar. Metode dan Hasil Pemeriksaan Tahapan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan terhadap Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) di PPS Bali adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan sekaligus sebagai seleksi awal terhadap individu untuk menentukan layak tidaknya satwa untuk dilepasliarkan ke alam. Pemeriksaan fisik terhadap species elang yang dilakukan meliputi:

a. Pengamatan visual terhadap bentuk fisik yang meliputi; kesempurnaan sayap, bulu primer, kaki, ekor, mata, paruh, selaput lendir,

b. Palpasi atau perabaan; yaitu pada daerah musculus pectoralis dan musculus femoralis untuk menentukan status gizi satwa dan kelainan fisik lainnya.

c. Pengukuran yang meliputi; pengukuran temperatur, auscultasi dan denyut nadi. Hasil Pemeriksaan Fisik: Dari keempat elang tersebut direkomendasikan hanya tiga ekor yang dapat diproses lebih lanjut untuk ke tahap pemeriksaan kesehatan berikutnya. Sementara satu ekor elang tidak direkomendasikan karena adanya kelainan fisik pada bagian leher yaitu adanya gejala torticolis dan opistotonus. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap serum elang cacat tersebut tidak dijumpai antibodi terhadap ND maupun AI, yang menandakan bahwa kelainan bentuk fisik tersebut bukan karena kedua penyakit tersebut. Diduga kelainan tersebut disebabkan oleh syaraf yang terganggu karena proses penangkapan terhadap elang tersebut sebelumnya. Hasil pemeriksaan fisik yang lengkap terhadap empat ekor Elang adalah terlampir.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

10

2. Pemeriksaan Laboratorium 2.1 Pemeriksaan Faeces

a. Pemeriksaan terhadap faeces segar secara langsung dan pengapungan untuk mendeteksi adanya parasit cacing, trichomonas, coccidia dan protozoa lainnya.

b. Pewarnaan Apusan Faeces (Faecal smear), dengan pewarnaan Gram untuk mendeteksi Candida sp. dan Clostridium sp, serta pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk deteksi Mycobacterium avium.

c. Kultur Faeces (Faecal culture) untuk deteksi Salmonella sp. dan Campylobacter sp.

2.2 Pemeriksaan Darah a. Pemeriksaan terhadap CBC (Complete Blood Count) dan PCV untuk mengetahui

gambaran darah b. Pemeriksaan Serum, untuk deteksi terhadap penyakit New Castle Disease. c. Pemeriksaan Apusan Darah (Blood smear), untuk mengetahui profil darah dan

deteksi terhadap Avian malaria, Microfilaria dan Leucocytozoon sp. 2.3 Pemeriksaan Swab Cloaca dan Choanal

a. Swab Cloacal dilakukan untuk isolasi virus terutama deteksi penyakit Avian influenza.

b. Swab Choanal dilakukan untuk deteksi adanya infeksi oral Trichomonas 2.4 Pemeriksaan Kulit terutama pada Follikel Bulu

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya infestasi ectoparasit yang dapat berperan sebagai vektor dari penyakit.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Dari keempat Elang Brontok yang telah menjalani pemeriksaan laboratorium di klinik PPS Bali, dua ekor diantaranya siap dilepasliarkan. Di bawah ini hanya hasil pemeriksaan terhadap 2 ekor elang yang akan dilepasliarkan.

Hasil Pemeriksaan No Jenis Pemeriksaan Tujuan

pemeriksaan Elang 1 Elang 2 Pemeriksa Keterangan

1 Faecal Examination

Langsung Negatif Negatif PPS Bali Tidak ada infestasi parasit cacing dan Protozoa a. Faeces segar

Apung Negatif Negatif PPS Bali Tidak ada infestasi parasit cacing dan Protozoa

Gram Candida (-) Clostridium (-)

Candida (+) Clostridium (-) BPPV reg VI

b. Faecal Smear Ziehl Neelsen Mycobacterium

(-) Mycobacterium (-) BPPV reg VI

Salmonella Negatif Negatif BPPV reg VI c. Faecal Culture Campylobacter Negatif Negatif BPPV reg VI

2 Pemeriksaan Darah Hematokrit/PCV 44 39 (Lo) Yudisthira Nrml: 45–55 % Kadar Hb 13,8 12,2 Yudisthira Nrml: 10,5-18,7 g/dlJml Eritrosit 4,1 2,11 Yudisthira Nrml: 2,2-4,5 ribu/µlJml Leukosit 10,9 10,45 Yudisthira Nrml: 5,0-11,0 ribu/µl

a. CBC dan PCV

Total Protein 4,6 5 Yudisthira Nrml: 2,5-5,0 g/dl

b. Serologi Deteksi Antibodi terhadap ND Negatif Negatif BPPV reg VI

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

11

Deteksi Antibodi terhadap AI Negatif Negatif BPPV reg VI Heterophil 56 72 Yudisthira Normal: 45-75 %Limfosit 42 25 Yudisthira Normal: 20-50 %Eosinofil 2 3,2 (Hi) Yudisthira Normal: 0-2 % Trombosit 36 29 Yudisthira Normal: 35-50 ribu/µl

c. Blood smear

Parasit Darah Negatif Negatif PPS Bali, yudisthira

Tidak ada infeksi Parasit darah (Leucocytozoon, Haemoproteus, Microfilaria)

3 Swab Cloacal dan Choanal Oral Trichomonas Negatif Negatif PPS Bali Tidak ada infeksi

4 Kulit dan Bulu Deteksi Ectoparasit Negatif Negatif PPS Bali Tidak dijumpai ectoparasite

Gambaran darah Elang 1 secara umum normal. Sementara itu hasil dari Elang 2 terjadi penurunan pada PCV, RBC dan Trombosit, namun heterophyl dan eosinophyl-nya meningkat. Hal ini terjadi biasanya pada kondisi physiologic stress atau inflammation karena bacterial atau virus (Fudge, 2000). Hasil pemeriksaan faecal culture pada lang 2 dijumpai hasil positif Candida sp, dapat diasumsikan kelainan pada gambaran darah karena adanya infeksi jamur. Dan terhadap elang tersebut dilakukan treatment untuk menekan infeksi dengan Ketoconazole (Rupley, 1997) selama 14 hari (Murray, 2003). Dari prosedur IUCN, pemeriksaan yang tidak dilakukan adalah Adenovirus dan Herpesvirus, karena keterbatasan fasilitas di laboratorium Indonesia, sehingga pemeriksaan hanya berdasarkan the clinical signs associated with hepatitis, pancreatitis, pneumonia atau enteritis (diarrhea, yellow urates, polyuria, dypsnea, depression dan lethargy), kadang muncul gejala syaraf, concjunctivitis dan kematian (Rupley, 1997). Data penyebaran penyakit OIE, tidak disebutkan adanya kejadian penyakit ini di Indonesia, karena kurangnya data dari Indonesia (OIE online, 2005). Herpesvirus adalah penyebab penyakit Inclusion Body Hepatitis yang umum menyerang pigeon and budgerigars. Clinical sign include rhinitis, conjunctivitis, nasal discharge, dypsnea, diarrhea, anorexia, vomiting and polydipsia. Sangat sulit melakukan pemeriksaan penyakit ini, kecuali berdasarkan necropsi (Rupley, 1997).

3. Treatment dan Tindakan Apabila dalam pemeriksaan dijumpai hasil positif, terutama untuk infeksi parasit dan penyakit yang disebabkan bacteri serta protozoa, maka diupayakan untuk melakukan treatment selama periode waktu tertentu. Kemudian dilakukan pemeriksaan ulang paskapengobatan. Sedangkan bila dijumpai hasil positif untuk pemeriksaan terhadap penyakit yang disebabkan virus, maka dilakukan isolasi terhadap individu dan direkomendasikan untuk tidak dilepaskan ke alam. Treatment dengan pengobatan yang dilakukan terhadap Elang Brontok yang akan dilepasliarkan adalah dengan pemberian deworming untuk preventif helminthiasis, vitamin untuk meningkatkan stamina, yang dilakukan melalui mangsa sebagai pakan alami dan juga pemberian langsung pada saat pengambilan darah. Pemberian vitamin melalui pakan dilakukan secara berkala dan metode ini lebih efektif karena sifat elang yang tidak menyisakan makanan pada saat memakan mangsanya, sehingga dapat dipastikan vitamin yang masuk dalam dosis yang sesuai. Sementara terhadap elang yang cacat fisik diisolasikan dan dipisahkan dari kelompok yang layak release.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

12

Rekomendasi Medis Dari hasil pemeriksaan medis, maka disimpulkan bahwa hanya dua ekor elang dari empat ekor elang yang layak untuk dilepasliarkan ke alam. Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium terakhir didiagnosa bahwa kedua ekor Elang Brontok (kode: Elang 1 dan Elang 2) adalah dalam kondisi sehat dan layak untuk dilepaskan.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

13

Data satwa yang dilepasliarkan

No : 1 No Regristrasi : A/S.c/0086/PPS-B Nama ilmiah : Spizaetus cirrhatus, Gmelin, 1788 Nama panggilan : Rasco Jenis kelamin : Betina Umur : - Asal : Salon Nur, Ubud Tanggal kedatangan : 16 Desember 2004 Lama pemeliharaan

Pemilik awal : Tidak diketahui PPS Bali : 7 bulan

Penanganan medis : Pemeriksaan sampel darah Pemeriksaan fisik secara anatomis dan fisiologis Pengobatan-pengobatan:

Oramec Diagnosa : Baik Prognosa : Pausta Penanganan Perilaku :

Pemberian nutrisi Penempatan kandang

Karantina : 16 Desember 2004 - Januari 2005 Observasi : Januari - 25 Juni 2005 Kandang kubah : Januari - 25 Juni 2005

Pelatihan Penangkapan dan penanganan mangsa Kemampuan terbang dan manuver Pengenalan jenis pakan alami Minimalisasi interaksi dengan manusia

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

14

Measurement of Birds of Prey Date 23/06/2005 Place PPS Bali Species Spizaetus cirrhatus (Rasco) Individual No 1 Purpose of Measurement Member 1 Body wieght 1,245 kg Breathing Rate : 24/mnt 2 Total length 52 cm Heart rate : 126/mnt 3 Wing Length 50 cm PCV : 4 Wing Span 117 cm 5 Wing Width 28 cm Memo : 6 Patagium Width 8,5 cm 7 Tail Length 26 cm 8 Tarsus Length 9,2 cm 9 Tarsus Thickness 0,9 cm

Long 10,6 cm10 Footpad Short 8 cm Rear 2,7 cmInner 2,5 cmMiddle 2 cm11 Claw

Outer 1,5 cm With Cere 3,3 cmWithout Cere 2,8 cmHeight 2,3 cm12 Bill

Width 1 cm 13 Dist. Between Pupils 1,9 cm 14 Color of Iris No: x 15 Crop Rank 1 2 3 4

16 Temperatur 40, 5 C

berat handuk 660 gr wingmarker di sayap kiri

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

15

No : 2 No Regristrasi : A/S.c/0088/PPS-B Nama ilmiah : Spizaetus cirrhatus, Gmelin, 1788 Nama panggilan : Untung Jenis kelamin : Betina Umur : - Asal : Salon Nur, Ubud Tanggal kedatangan : 16 Desember 2004 Lama pemeliharaan

Pemilik awal : Tidak diketahui PPS Bali : 7 bulan

Penanganan medis : Pemeriksaan sampel darah Pemeriksaan fisik secara anatomis dan fisiologis Pengobatan-pengobatan:

Oramec Betadine H2O2 Revanol Dexametasan

Diagnosa : Baik Prognosa : Pausta Penanganan Perilaku :

Pemberian nutrisi Penempatan kandang

Karantina : 16 Desember 2004 - Januari 2005 Observasi : Januari - 25 Juni 2005 Kandang kubah : Januari - 25 Juni 2005

Pelatihan Penangkapan dan penanganan mangsa Kemampuan terbang dan manuver Pengenalan jenis pakan alami Minimalisasi interaksi dengan manusia

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

16

Measurement of Birds of Prey Date 23/06/2005 Place PPS Bali Species Spizaetus cirrhatus (Untung) Individual No 2 Purpose of Measurement Member 1 Body wieght Breathing Rate : 22/mnt 2 Total length 57 cm Heart rate : 100/mnt 3 Wing Length 50 cm PCV : 4 Wing Span 107 cm 5 Wing Width 27 cm Memo : 6 Patagium Width 9 cm 7 Tail Length 25 cm wingmarker di sayap kanan 8 Tarsus Length 9,7 cm 9 Tarsus Thickness 1 cm

Long 10,2 cm 10 Footpad Short 9 cm Rear 2,8 cm Inner 2,5 cm Middle 2,1 cm

11 Claw

Outer 1,4 cm With Cere 3,8 cm Without Cere 2,5 cm Height 1,6 cm

12 Bill

Width 1 cm 13 Dist. Between Pupils 2,2 cm 14 Color of Iris No: x 15 Crop Rank 1 2 3 4 16 Temperatur 40, 3 C

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

17

II. PERSIAPAN HABITAT Pada tahap ini dilakukan survey habitat terhadap calon lokasi pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus Gmelin, 1788) yaitu di Taman Wisata Alam (TWA) Danau Buyan - Danau Tamblingan. Survey dilakukan bekerjasama dengan BKSDA Bali, dalam hal ini KSDA Resort Tamblingan, KPB Kokokan Himabio Universitas Udayana, tim PPS Bali, dan Jaringan PPS Indonesia. Tujuan Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk melihat kelayakan habitat lokasi potensial bagi pelepasliaran Elang Brontok melalui:

• Keberadaan tipe habitat • Keberadaan jenis burung pemangsa sejenis ataupun jenis lainnya • Keberadaan pakan di sekitar lokasi pelepasan • Tingkat ancaman dan gangguan terhadap jenis yang akan dilepasliarkan • Dukungan dan keterlibatan masyarakat sekitar dalam program yang akan dilaksanakan

Metode Untuk mengetahui gambaran umum mengenai keberadaan tipe habitat di lokasi tersebut dilakukan studi literatur dari beberapa penelitian sebelumnya, serta survey lapangan. Studi mengenai keberadaan jenis Elang Brontok dan jenis elang lainnya dilakukan melalui pengamatan intensif pada satu titik dan ketinggian tertentu (Yamazaki, 1997) dengan menggunakan pendekatan metode menyelusuri sepanjang jalan dengan kendaraan (road survey) dan jelajah sekitar (foot survey) (Fuller& Mosher,1987) dan look down (Bibby, 2000). Sedangkan untuk melihat kepadatan jenis burung pemangsa dilakukan dengan pendekatan spot mapping (Fuller & Mosher,1987). Untuk mengetahui keberadaan jenis pakan di sekitar lokasi dilakukan observasi langsung di lapangan dan mengunakan perangkap. Selain itu data pendukung lainnya yang diperoleh dari hasil informasi masyarakat sekitar.

Mengembalikan satwa sitaan ke alam/habitat alaminya sering dipertimbangkan sebagai pilihan paling populer bagi suatu lembaga yang melakukan penyitaan dan bisa mendapatkan dukungan publik yang kuat. Namun demikian, kegiatan semacam itu memiliki banyak masalah dan resiko yang nyata dan umumnya memberikan sedikit keuntungan. Jika pelepasan satwa-satwa sitaan kembali ke alam/habitat alaminya akan konsisten dengan prinsip-prinsip dan praktek konservasi, maka pelepasan itu seharusnya a) hanya ke dalam satu lokasi di luar wilayah jelajah alami spesies tersebut jika kegiatan itu sejalan dengan Panduan IUCN untuk Re-introduksi untuk suatu introduksi konservasi; dan b) hanya dilakukan dalam kasus-kasus di mana satwa-satwa tersebut bernilai konservasi tinggi dan atau pelepasan itu bagian dari suatu program pengelolaan. Program pelepasan kembali ke alam apapun harus memasukan pemeriksaan dan pemantauan yang penting untuk mencegah akibat negatif yang potensial timbul.

Sumber: Panduan IUCN untuk Penempatan Satwa Sitaan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

18

Sedangkan mengenai tingkat keterancaman yang akan dihadapi oleh jenis yang dilepasliarkan, selain ancaman alami (tingkat kompetisi) dan ancaman lainnya yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia (perburuan, kerusakan habitat) diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan informasi dari penduduk sekitar. Selain itu dilakukan pula wawancara semi-struktur untuk melihat potensi dukungan masyarakat sekitar melalui pertemuan informal dengan masyarakat sekitar. Waktu Survey habitat di daerah Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan dilaksanakan sebanyak empat kali sepanjang bulan Januari dan April 2005.

• Survey pertama dilakukan pada tanggal 7 Januari 2005 di daerah Danau Bratan dan Puncak Mangu

• Survey kedua dilakukan selama dua hari pada tanggal 3-4 Februari 2005 di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan.

• Survey ketiga dilakukan pada tanggal 27 Februari 2005 di lokasi Danau Tamblingan dan Pura Tajun.

• Survey keempat dilakukan pada tanggal 28 Maret - 1 April 2005, di TWA Danau Buyan – Danau Tamblingan.

Hasil dan Pembahasan 1. Deskripsi lokasi Wilayah Taman Wisata Alam Danau Buyan-Danau Tamblingan termasuk dalam dua wilayah administratif yaitu wilayah Kecamatan Sukasada serta Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dan Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Secara geografis terletak antara 8014’8” – 8017’5” LS dan 115005’15” – 115011’10” BT. Taman Wisata Alam Danau Buyan-Danau Tamblingan dibatasi oleh Desa Wanagiri dan Desa Gobleg di sebelah Utara, di sebelah Timur dibatasi oleh hutan lindung, Dusun Peken, dan Desa Pancasari, di sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Batunya, dan Desa Candikuning, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Tamblingan, Desa Munduk dan Desa Gesing. Danau Buyan-Danau Tamblingan memiliki luas kawasan 1.703 ha TWA dengan tipe tumbuhan hutan hujan tropis pegunungan dengan curah hujan yang tinggi (rata-rata 2000-2800 mm/tahun), kondisi kawasan yang selalu basah dan keanekaragaman tumbuhan yang relatif tinggi. Topografi kawasan bervariasi, mulai dari datar, agak curam sampai sangat curam dengan ketinggian antara 1210 - 1350 m dpl (Anonim, 2000). Secara umum, beberapa tipe ekosistem yang terdapat di kawasan ini di antaranya: a). Ekosistem pegunungan yang terdiri dari hutan hujan tropis pegunungan, hutan campuran, dan lahan pertanian. Selain hutan alami yang masih utuh, terdapat pula hutan tanaman hasil reboisasi di sekitar Danau Buyan – Tamblingan berupa tanaman Nangka (Artocarpus integra), Damar (Agathis alba), Rasamala (Altinga exelsa) dan Cempaka (Michelia champaca). b). Ekosistem lahan basah yang terdiri dari danau dan rawa. 2. Lokasi pelepasliaran Survey pencarian lokasi pelepasliaran Elang Brontok di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan dilakukan sebanyak tiga kali, pada bulan Januari dan Februari 2005.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

19

Survey dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap beberapa calon lokasi yang ada, baik tentang keberadaan jenis Elang Brontok di daerah itu sendiri, kondisi habitat, masyarakat, keberadaan satwa lain maupun ketercukupan pakan bagi satwa calon pengelepasliaran. 2.1. Danau Bratan dan Puncak Mangu Survey awal dilakukan pada tanggal 7 Januari 2005 dengan melakukan penjelajahan melalui dua jalur jalan, yaitu lewat Desa Amertasari dan tempat wisata air Danau Bratan. Kondisi vegetasi tumbuhan kanan kiri jalan masih sangat baik dengan masih banyak terdapat tumbuhan-tumbuhan tingkat pohon yang ada. Pohon-pohon dari jenis Ficus sp, Kaliandra (Calliandra calothyrsus) maupun Tutup merupakan jenis pohon pakan bagi beberapa jenis satwa seperti burung dan primata. Untuk satwa terutama jenis burung banyak diketemukan Cerukcuk (Pycnonotus goiavier) dan Tekukur (Streptopelia chinensis) yang merupakan jenis burung yang banyak terdapat didaerah perbatasan/peralihan antara hutan dan daerah pertanian, burung Penghisap Madu (Nectarinia jugularis), Burung Kacamata (Zosterops palpebrosus) serta Ceret Gunung (Cettia vulcania). Namun dengan kondisi daerah yang sempit/kemiringan yang sangat terjal tidak memungkinkan untuk dijadikan daerah pelepasan satwa yang membutuhkan daerah yang cukup luas untuk pembuatan kandang pra pelepasliaran, selain itu akses ke lokasi penduduk sangat dekat. 2.2. Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan Survey kedua untuk mencari lokasi pengelepasliaran Elang Brontok dilakukan selama dua hari pada tanggal 3 dan 4 Februari 2005 di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan. Terdapat dua akses masuk menuju lokasi survey yaitu dari Buyan II (sebelah timur) dan dari Dusun Tamblingan (sebelah Barat). Metode yang dilakukan adalah menyusuri sepanjang jalur jalan dengan kendaraan dan melakukan penjelajahan dengan mengikuti jalur-jalur yang telah ada pada lokasi. Untuk mengetahui jenis vegetasi dan jenis satwa yang ada, dilakukan dengan cara pengamatan pada jenis tumbuhan dan satwa yang ada di sepanjang jalur jalan. Ada lima tempat yang disurvey selama dua hari di lapangan, yaitu dusun Munduk Lumbang, Pura Ndek, tepian danau Tamblingan (dekat Pura Dalem), Pura Tajun dan danau Buyan II. Beberapa jenis tanaman pakan satwa yang teridentifikasi disepanjang jalur D. Tamblingan menuju Pura Tajun adalah Pohon Blantih/Tutup (Homalanthus giganteus), Srintilan (pakan lutung), serta jenis pakan burung dan tupai seperti buah Plendo, Lempeni, Lateng (Laportea sp), Kejoan dan Bunut (Ficus indica). Jalur sepanjang Pura Tajun dan camping ground Buyan II didominasi oleh pohon Rasamala (Altinga exelsa) yang merupakan hutan tanaman, Blantih dan Kaliandra. Kondisi ini sangat baik untuk lokasi pelepasan jenis-jenis Tupai, Jelarang (Ratufa bicolor) maupun burung-burung pemakan buah dan biji. Sepanjang jalan banyak ditemukan sisa-sisa buah-buahan hutan, biji-bijian maupun sisa-sisa kotoran dari hewan. Sedangkan pada daerah sekitar camping ground di Buyan I, didominasi oleh pohon Damar (Agathis alba)

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

20

dan Gintungan serta banyak terdapat tanaman umbi (buah Kapulaga) yang dapat menjadi sumber pakan bagi Landak (Hystrix javanica). Titik pelepasan Dari lokasi di Danau Buyan – Danau Tamblingan yang disurvey, lima titik di antaranya dianggap memiliki potensi sebagai titik pelepasan dan penelitian, antara lain: 2.2.1. Dusun Munduk Lumbang Lokasi dusun Munduk Lumbang, merupakan daerah enclave yang telah masuk wilayah Cagar Alam Gunung Lesung, dihuni sembilan kepala keluarga dengan mata pencaharian bertani. Lokasi enclave merupakan daerah pertanian dengan tanaman sayur-sayuran dan tanaman perkebunan seperti Jeruk (Citrus sp), Jagung (Zea mays), Alpokat (Persea americana), Pisang (Musa sp) dan Kopi (Coffea sp). Dengan kondisi yang kurang luas (untuk kandang pelatihan), dekat dengan pemukiman serta status daerah yang masuk wilayah cagar alam daerah ini tidak bisa untuk dijadikan lokasi pelepasan satwa. 2.2.2. Pura Ndek Pura Ndek terletak pada ketinggian 1.200 mdpl, tidak terlalu jauh dari daerah enclave dan belakangnya berbatasan langsung dengan hutan lindung. Vegetasi di lokasi ini didominasi oleh pohon-pohon besar dari jenis Lateng (Laportea sp) dan jenis Ficus sp, namun dibagian bawah pura terdapat pohon hasil rehabilitasi yaitu pohon Nangka (Artocarpus integra). Vegetasi disini terlalu rapat dan tidak ada lahan yang terbuka untuk tempat kandang dan perlakuan selama proses peliaran kembali burung elang di alam. Selain itu pura ini pada hari-hari tertentu sangat ramai dikunjungi oleh umat Hindu yang mengadakan persembahyangan. Untuk beberapa jenis satwa seperti tupai, jelarang maupun burung pemakan biji dan buah, lokasi ini bisa dijadikan alternatif daerah pelepasan. Hal ini bisa dilihat dari biji-biji, buah ataupun sisa-sisa kotoran yang dapat diketemukan disepanjang jalan ke pura. 2.2.3. Tepian Danau Tamblingan Lokasi di tepi danau Tamblingan (dekat Pura Dalem) merupakan daerah datar dan luas, ditumbuhi oleh jenis rumput-rumputan dan langsung berbatasan dengan hutan di Taman Wisata Alam. Jarak dari desa enclave ke TWA sejauh dua kilometer, dengan akses jalan yang mudah.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

21

Lokasi ini sangat cocok untuk tempat kandang pelatihan sebelum pelepasan, namun dengan adanya aktivitas masyarakat yang tinggi hal ini sangat beresiko. Aktivitas masyarakat disekitar lokasi berupa pengambilan hasil-hasil danau seperti memancing, wisata di sekitar danau dan aktivitas keagamaan yang berpusat pada dua pura yang ada di sekitar lokasi yaitu Pura Dalem dan Pura Ndek. Terdapat dua titik yang dianggap memenuhi kriteria untuk dijadikan tempat pelepasan yaitu ujung padang rumput dekat

dengan Pura Dalem dan pertengahan padang rumput. Beberapa hal yang dijadikan dasar pemilihan calon lokasi pelepasliaran adalah luas lokasi yang mencukupi untuk pembuatan kandang pelatihan selama prapelepasliaran, pemandangan yang luas sehingga satwa bisa melakukan orientasi terhadap lingkungan baru, ketercukupan akan pakan serta dukungan masyarakat di Dusun Tamblingan. Hanya yang perlu untuk dicermati kembali dan dicarikan jalan keluar adalah aktivitas masyarakat di sekitar daerah pelepasliaran. Daerah tersebut merupakan daerah pusat lalu lintas masyarakat untuk beraktifitas baik mencari rumput, memancing, maupun beribadah ke Pura Dalem dan Pura Ndek. Menurut informasi masyarakat setempat, aktifitas ke pura akan ramai pada saat upacara tilem, purnama atau sasih kapat. 2.2.4. Pura Tajun

Pura Tajun, berada di ujung Danau Buyan. Lokasi ini terletak di tepi danau dengan sedikit lokasi terbuka karena merupakan bekas tanah pertanian yang telah ditinggalkan, dengan tanaman sayur dan buah-buahan seperti kacang, pohon Nangka (Artocarpus integra), Pisang (Musa sp) dan Ketela. Lokasi ini, dengan pemandangan cukup terbuka dan luas masih memungkinkan untuk dijadikan tempat kandang dan pelatihan sebelum pelepasan. Selain karena cenderung sepi dari aktivitas manusia, di sekitar lokasi banyak diketemukan sumber pakan yang menunjang yaitu kadal, tupai, tikus ladang dan burung-burung seperti Tekukur (Streptopelia chinensis) maupun Cerukcuk (Pycnonotus goiavier). Terlihat juga jenis-jenis

burung air seperti Blekok Sawah (Ardeola speciosa), Kareo Padi (Amaurornis phoenicurus) dan Mandar Batu (Gallinula chloropus). Aktivitas manusia tetap ada, namun hanya sebatas memancing di area danau dan jauh dari pura. 2.2.5. Camping Ground Buyan II Camping ground Buyan II, merupakan daerah yang ramai oleh aktivitas manusia dan jalur ke lokasi yang paling mudah dicapai. Dengan lokasi yang luas, terbuka, dan banyak fasilitas pendukung, Buyan II merupakan lokasi wisata yang cenderung untuk terus berkembang dengan segala macam aktivitas manusia sehingga tidak cocok untuk lokasi pelepasliaran satwa.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

22

3. Keberadaan pakan dan jenis Elang lain di lokasi Survey keempat, merupakan lanjutan dari survey pada bulan Januari dan Februari yang telah menentukan titik-titik dimana dapat dilakukan pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) di TWA Danau Buyan – Danau Tamblingan. Survey kali ini bertujuan untuk melihat keberadaan pakan dan jenis-jenis elang lain yang ada di sekitar TWA. Ada dua lokasi yang disurvey selama lima hari di lapangan mulai tanggal 28 Maret sampai 1 April 2005 yaitu Pura Tajun di Danau Buyan dan Danau Tamblingan dekat Pura Dalem. Dari informasi yang diperoleh petugas lapangan BKSDA Bali, terdapat beberapa jenis burung elang resident (lokal) yaitu Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) di antara Gunung Lesung dan Gunung Pucuk, Elang Ular (Spilornis cheela) di Danau Tamblingan, dan berdasarkan informasi masyarakat masih diketemukan jenis Elang Bondol (Haliastur indus) dan diperkirakan masih terdapat dua ekor. Hasil pengamatan yang diperoleh tentang keberadaan jenis elang lokal yang ada di TWA Danau Buyan – Danau Tamblingan adalah terdapat dua ekor Elang Ular Bido (Spilornis cheela) yang terlihat di sekitar Pura Tajun. Sedangkan menurut informasi masyarakat jumlah Elang Ular ini ada tiga ekor. Wilayah jelajah elang ini diperkirakan sampai di Danau Tamblingan di sekitar Pura Tirta Mengening. Survey pada bulan Februari juga diketemukan elang ini berada di sekitar pura dan oleh nelayan elang ini sering ditemui bertengger di pohon Cemara Geseng (Casuarina sp) dekat pura. Jenis elang lain yang teridentifikasi adalah Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster). Masyarakat di sekitar desa Gobleg dan Wanagiri menyebutnya Lang-lang Be, sedangkan masyarakat Tamblingan menyebutnya Elang Tamblingan. Menurut petugas BKSDA dan masyarakat sekitar, ada tiga ekor Elang Laut yang ada didaerah ini. Namun selama pengamatan hanya dijumpai dua ekor yaitu satu remaja dan satu dewasa. Daerah jelajah Elang Laut ini lebih luas dibandingkan dengan Elang Ular, yaitu mulai dari Danau Tamblingan ujung barat sampai dengan Danau Buyan disekitar camping ground Buyan I dimana elang muda teramati. Pada saat pengamatan berlangsung elang ini sering dijumpai sedang terbang dari arah Danau Tamblingan menyeberang ke arah Danau Buyan ke Timur. Pernah juga ditemui saat burung melakukan perburuan dan membawa mangsanya ke pohon Bunut (Ficus indica) yang ada di sekitar Pura Tajun. Teramati juga dua ekor Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) dari arah Gunung Lesung dan Gunung Pucuk menuju arah Gunung Pohen. Satu elang lagi tidak dapat teridentifikasi karena jarak yang terlalu jauh, berada di atas Gunung Lesung. Untuk memperoleh gambaran ketersediaan pakan bagi Elang Brontok yang akan dilepasliarkan dilakukan tiga cara, yaitu melakukan pengamatan secara langsung dilokasi terhadap beberapa jenis hewan yang berpeluang dijadikan mangsa elang seperti tikus, tupai, ular maupun kadal serta memasang jebakan dan wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi. Pengamatan juga dilakukan pada keberadaan lubang-lubang sarang maupun bekas-bekas tempat yang mungkin digunakan, dipakai oleh hewan-hewan calon pakan tersebut. Beberapa jebakan tikus ditempatkan secara acak pada titik-titik yang diperkirakan terdapat hewan calon pakan dengan memakai umpan roti dan ikan asin. Beberapa hewan pakan yang terdapat di lokasi adalah tikus, kadal dan tupai. Dari jebakan yang dipasang diperoleh hasil berupa tikus ladang (Rattus exulans), sedangkan tupai (Callosciurus spp) dan kadal (Mabuya multifasciata) yang banyak terdapat di lokasi tidak dapat dijebak. Dari pengamatan langsung di sekitar lokasi baik di lokasi Pura Tajun maupun di Danau Tamblingan banyak terdapat jalur-jalur di bawah rerumputan dan lubang tanah yang dipakai tikus untuk bersarang. Tupai sering terlihat mencari makan biji-bijian

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

23

pohon Bunut yang ada di sekitar lokasi pura, dan kadal banyak dijumpai langsung selama beberapa hari melakukan pengamatan disekitar padang rumput dan perbatasan hutan. Dengan jenis dan jumlah hewan pakan yang dijumpai di kedua lokasi maka kemungkinan elang yang akan dilepasliarkan mampu bertahan dengan memanfaatkan jenis-jenis pakan yang ada. Studi Pakan Elang Brontok yang dilakukan di area Pura Tajun, Danau Buyan dengan menggunakan metode sampling. Yang menempatkan beberapa plot pada beberapa tempat yang representatif. Panjang plot yang diambil 50 m dengan lebar 40 m, sehingga luas area plot adalah 2000 m2. Analisis yang digunakan adalah analisis rasio antara kepadatan hasil observasi dengan kepadatan yang diharapkan (Soegianto,A. 1994). Rumus yang digunakan adalah: D/D’ dimana, D: N/A D : Kepadatan (density) hasil observasi N : Jumlah individu A : Luas area sedangkan D’ : - ln (1-f) : -2,3026 log (1-f) D’ : Kepadatan (density) yang diharapkan f : Frekuensi perjumpaan Jika D/D’ = 1,00 maka distribusi populasi adalah acak Jika D/D’ > 1,00 maka distribusi populasi adalah mengelompok Jika D/D’ < 1,00 maka distribusi populasi adalah acak Hasil Data a. Hasil data untuk Tikus

Plot Waktu 1 2 3 4 5 Pagi 1 1 1 0 0 Sore 0 0 1 0 0 b. Hasil data untuk Kadal

Plot Waktu 1 2 3 4 5 Pagi 6 4 10 2 6 Sore 3 2 1 0 2

Analisis Data untuk Tikus

Nilai kepadatan hasil observasi adalah: D: N/A D: 4/2000 D: 0,002 Nilai frekuensi perjumpaan Tikus adalah: f: Jumlah individu / Jumlah plot f: 4/5 f: 0,8 Nilai kepadatan yang diharapkan:

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

24

D’: - 2,3206 log (1-f) D’: - 2,3206 log (1-0,8) D’: - 2,3206 log (0,2) D’: - 2,3206 (-0,6989) D’: 1,62

Sehingga rasio antara kepadatan Tikus hasil observasi dengan kepadatan Tikus yang diharapkan adalah: D/D’: 0,002/1,62 D/D’: 0,0012

Analisis data untuk Kadal

Nilai kepadatan hasil observasi adalah: D: N/A D: 36/2000 D: 0,018 Nilai frekuensi perjumpaan Tikus adalah: f: Jumlah individu / Jumlah plot f: 36/5 f: 7,2 Nilai kepadatan yang diharapkan: D’: - 2,3206 log (1-f) D’: - 2,3206 log (1- 7,2) D’: -2,3206 log ( -(6,2)) D’: -2,3206 (-(0,7924)) D’: 1,83 Sehingga rasio antara kepadatan Kadal hasil observasi dengan kepadatan Kadal yang diharapkan adalah: D/D’: 0,018/1,83 D/D’: 0,009

Berdasarkan analisis data yang dihasilkan dapat diketahui bahwa nilai D/D’ Tikus adalah 0,0012. Karena nilainya kurang dari 1,00 maka distribusi populasi Tikus tergolong seragam. Demikian halnya dengan nilai D/D’ Kadal yang kurang dari 1,00 yaitu 0,009. Kesimpulan yang diperoleh dari studi pakan tersebut adalah: 1. Distribusi atau penyebaran populasi Tikus di Area Pura Tajun Danau Buyan adalah

seragam dalam artian hampir pada tiap area tersebar merata populasi Tikus. 2. Distribusi atau penyebaran populasi Kadal di Area Pura Tajun Danau Buyan adalah

seragam dalam artian hampir pada tiap area tersebar merata populasi Kadal. 4. Tingkat ancaman dan gangguan Hutan di wilayah TWA masih dalam kondisi yang sangat baik, walaupun terdapat jalan setapak yang cukup besar di dalam hutan. Informasi dari petugas BKSDA di lapangan menyebutkan bahwa secara berkala terdapat aktivitas dari TNI dan pecinta alam yang melakukan kegiatan diklat SAR dan perekrutan anggota baru di sekitar lokasi survey. Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan masih relatif cukup aman karena jarang dijumpai aktivitas lain seperti perburuan, pengambilan kayu maupun hasil hutan lainnya. Namun pada saat survey tanggal 29 Maret 2005 sempat diketemukan adanya aktivitas perburuan yang dilakukan oleh dua orang yang diketahui sebagai penduduk Desa Wanagiri di daerah sekitar camping ground Buyan II. Aktivitas terbatas yang ada di lokasi adalah dari masyarakat sekitar untuk mencari ikan (nelayan), memancing dan mengambil tanaman di sekitar danau berupa rumput pakan ternak. Selain itu ada juga kegiatan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

25

pariwisata yang dikembangkan oleh masyarakat sekitar berupa jungle tracking maupun wisata air (canoing) di sekitar danau. Rekomendasi Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan bisa dijadikan salah satu lokasi dari pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) dilihat dari segi habitat dan ketersediaan pakan yang ada

• Lokasi yang memungkinkan untuk titik pelepasliaran ada dua yaitu Pura Tajun di Danau Buyan dan Danau Tamblingan dekat Pura Dalem.

Catatan satwa dan tumbuhan terlampir dalam Lampiran - lampiran

Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di lokasi survey D. Buyan – D. Tamblingan (Lampiran Tabel 1)

Jenis-jenis burung yang tercatat selama survey January – April 2005 di TWA Danau Buyan – Tamblingan (Lampiran Tabel 2)

Catatan Burung Pemangsa di TWA Buyan – Tamblingan (Lampiran Tabel 3) Jenis satwa lain yang tercatat selama survey January – April 2005 di TWA Danau

Buyan – Tamblingan (Lampiran Tabel 4) III. PENGAMATAN PERILAKU Pengamatan perilaku pada elang yang akan dilepasliarkan di alam dimulai sejak pertama kali datang ke PPS Bali. Kegiatan ini sekaligus sebagai seleksi awal terhadap individu sebelum dilanjutkan dengan tahapan persiapan berikutnya. Pengamatan dilakukan pada fasilitas kandang yang berbeda sesuai dengan perlakuan terhadap individu. Hasil Pengamatan: 1. Kedatangan elang Pada saat pertama datang, elang ditempatkan di kandang kecil atau ruang karantina untuk memudahkan dalam pemeriksaan umum dan medis. Pada kondisi ini diberikan pakan yang tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan sebelumnya, agar elang tidak stres karena perubahan pakan yang mendadak. Kemudian secara bertahap mulai dikenalkan dengan menu pakan semi alami yaitu mangsa hidup (anak ayam, puyuh, marmut). Pengkayaan kandang dilakukan dengan memberi tenggeran rendah dan sedang. Observasi umum sudah mulai dilakukan di kandang kecil untuk memberi gambaran langkah selanjutnya yang perlu dilakukan. 2. Pemindahan kandang Setelah beberapa waktu (sekitar 2 minggu) dan setelah dievaluasi baik dari segi medis dan kesiapan perilaku, maka elang dipindahkan ke kandang besar (L: 6 m x T: 9 m x P: 30 m). Dalam hal ini hanya tiga ekor Elang Brontok yang dipindahkan ke kandang besar, sementara satu ekor di pindahkan ke kandang kecil karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan berada di kandang besar. Untuk melatih perilaku alami dan memberi kesan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

26

alami di dalam kandang, maka semua unsur besi dilapisi dengan tali goni serta diberi tenggeran kayu dengan tingkat ketinggian berbeda mulai dari rendah, sedang, tinggi, top level. Disediakan juga sarang buatan di tempat yang paling tinggi. Pemberian pakan dilakukan dengan memberikan pakan alami yakni mangsa hidup dengan tingkat kecepatan gerakan mangsa yang berbeda seperti kadal, bajing, burung tekukur. Di kandang besar elang dibiarkan berperilaku apa adanya dan dilakukan observasi intensif sesuai dengan tabel parameter.

3. Observasi dalam kandang besar (Tahap 1) Pada tahap pertama ini observasi dilakukan lebih intensif dan observer mengambil posisi yang agak terlindung dari pandangan obyek pengamatan. Perlakuan yang dilakukan selama di kandang besar adalah pemberian cabang untuk bertengger di atas, membiarkan rumput tumbuh (di beberapa lokasi) agar calon mangsa dapat bersembunyi, pembuatan lubang/pohon sarang buatan untuk calon mangsa, pemberian ranting-ranting kecil untuk dibawa ke atas sarang, pemindahan sarang buatan, pemberian pakan alami siang hari (kadal, bajing, tekukur, marmut). Perilaku yang diamati menggunakan tabel antara lain:

- Perilaku alami - Kecepatan berburu (mulai dari mengawasi mangsa sampai terbang untuk menangkap

mangsa) - Akurasi berburu - Kemampuan untuk mengangkat mangsa - Pengamanan mangsa - Mempertahankan mangsa - Penandaan teritori: mengusir individu lain - Memperhatikan lubang sarang calon mangsa - Pemanfaatan sumber air - Posisi bertengger - Posisi bertengger ketika makan

Setelah observasi pada periode tertentu, dilakukan evaluasi terhadap pemberian perlakuan, individu satwa dan lingkungan sekitar kubah. 4. Observasi dalam kandang besar (Tahap 2) Pada observasi tahap kedua dilakukan pemotongan rumput untuk mengurangi resiko penyakit karena feses tidak bisa langsung menyentuh tanah. Penggantian cabang-cabang artificial untuk mengurangi resiko penyakit yang bisa terjadi, pemindahan cabang artificial supaya elang tidak terpaku pada satu atau dua tempat saja, penggantian sarang buatan dengan batang kayu besar, pemindahan sarang buatan calon mangsa (mobile), pemberian pakan alami tidak diketahui elang (lewat lubang tertutup yang langsung masuk ke sarang buatan) atau pada malam hari.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

27

Pemantauan tetap dilakukan dengan menggunakan tabel persentase. Kemudian di akhir pemantauan dilakukan penilaian dan evaluasi terhadap hasil observasi. 5. Pembatasan Interaksi dengan manusia Pada kegiatan ini dilakukan pembatasan interaksi dengan keeper. Cara ini dilakukan untuk mengurangi frekuensi perjumpaan dengan manusia, melakukan upaya menyembunyikan mangsa pada saat pemberian pakan. Manusia (animal keeper) yang mendekat ke kandang harus memakai masker dan wearpack dengan warna alami atau warna yang sama dengan sebelumnya. Perlakuan ini dilakukan agar elang tidak terbiasa mendekat dengan manusia terutama penting pada saat dilepasliarkan ke alam. Penilaian satwa selama di kandang Penilaian satwa di dalam kandang menggunakan Metode Adlibitum Sampling (Altman J. Observational Study of Behavior Sampling Methods.1973) dan memakai Tabel Panduan Perilaku untuk pengamatan burung-burung pemangsa (Prawiradilaga DM, Muratte T, Muzakkir A, Inoue T, Kuswandono, Supriatna AA, Ekawati D, Afianto MY, Hapsoro, Ozawa T, Sakaguchi N, 2003). Dilakukan pula penilaian dengan Tabel Penilaian yang merujuk pada Rakhman Z, dkk 2004. Penggunaan Tabel dan Panduan terlampir dalam Lampiran – lampiran

Tabel Observasi (Lampiran Tabel 5) Tabel Matrik Penilaian Jenis (Lampiran Tabel 6) Panduan Pengisian Penilaian (Lampiran Tabel 7)

Pengamatan dalam kandang besar dimulai setelah satwa datang (16 Desember 2004), pemeriksaan umum di kandang kecil, dan pemeriksaan medis. Total waktu yang dibutuhkan untuk observasi kandang adalah 6 bulan (mulai Januari 2005 sampai dengan Juni 2005). Jadwal observasi adalah sebagai berikut:

Observasi 1 (tgl 16 Jan – 5 Feb 2005) Observasi 2 (tgl 13 – 25 April 2005) Observasi 3 (tgl 4 – 14 Mei 2005) Observasi 4 (tgl 16 – 28 Mei 2005) Observasi 5 (tgl 7 – 21 Juni 2005)

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

28

DATA HASIL OBSERVASI DI KANDANG Observasi 1 (tgl 16 Jan – 5 Feb 2005)

Tabel Perilaku Harian Elang Brontok RASCO

57 04979

14143

70

21541223

88

2241

51237

65

244

makanminumbersuara pelanbersuara kerasberpindah 1berpindah 2berpindah 3berpindah 4berpindah 5berpindah 6berpindah 7berpindah 8menggosok paruh dgn kakimenggosok paruh di phnmengibaskan tubuhmengibaskan ekormenggaruk lehermengepakkan sayapmerentangkan sayapmenengokmenelisikbertengger

Tabel Persentase Perilaku Harian RASCO

5% 0%0%1%

8%

1%1%0%

7%

0%0%0%0%1%2%

8%

2%4%

5%23%

6%

23%

makan

minum

bersuara pelan

bersuara keras

berpindah 1

berpindah 2

berpindah 3

berpindah 4

berpindah 5

berpindah 6

berpindah 7

berpindah 8

menggosok paruh dgn kaki

menggosok paruh di phn

mengibaskan tubuh

mengibaskan ekor

menggaruk leher

mengepakkan sayap

merentangkan sayap

menengok

menelisik

bertengger

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

29

Tabel Penggunaan Ruang RASCO

20 28

132

110

125tanah

cabang bawahcabang tengah

top level

sarang

Tabel Persentase Penggunaan Ruang RASCO

5% 7%

31%

27%

30%tanah

cabang bawah

cabang tengah

top level

sarang

Tabel Perilaku Berburu RASCO

1

13

0 berburu mangsacepatberburu mangsasedangberburu mangsalambat

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

30

Tabel Persentase Perilaku Berburu RASCO

7%

93%

0%berburu mangsacepat

berburu mangsasedang

berburu mangsalambat

Tabel Perilaku Harian UNTUNG

825 33 953056

220006

84

4711

22267

301

makan

minum

bersuara pelan

bersuara keras

berpindah 1

berpindah 2

berpindah 3

berpindah 4

berpindah 5

berpindah 6

berpindah 7

berpindah 8

menggosok paruh dgn kaki

menggosok paruh di phn

mengibaskan tubuh

mengibaskan ekor

menggaruk leher

mengepakkan sayap

merentangkan sayap

menengok

menelisik

bertengger

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

31

Tabel Persentase Perilaku Harian UNTUNG

1%0%1% 4% 1%1%0%0%7%

0%0%0%0%0%1%

10%

0%1%1%

27%8%

36%

makan

minum

bersuara pelan

bersuara keras

berpindah 1

berpindah 2

berpindah 3

berpindah 4

berpindah 5

berpindah 6

berpindah 7

berpindah 8

menggosok paruh dgn kaki

menggosok paruh di phn

mengibaskan tubuh

mengibaskan ekor

menggaruk leher

mengepakkan sayap

merentangkan sayap

menengok

menelis ik

bertengger

Tabel Penggunaan Ruang UNTUNG

2557

69168

24 tanah

cabang bawah

cabang tengah

top level

sarang

Tabel Persentase Penggunaan Ruang UNTUNG

7%17%

20%49%

7%tanah

cabang bawah

cabang tengah

top level

sarang

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

32

Tabel Perilaku Berburu UNTUNG

0

2

3

berburu mangsacepat

berburu mangsasedang

berburu mangsalambat

Tabel Persentase Perilaku Berburu UNTUNG

0%

40%

60%

berburu mangsacepat

berburu mangsasedang

berburu mangsalambat

Observasi 1 dilakukan dengan cara tujuh kali pengulangan untuk masing-masing individu. Hal ini mengacu pada kemampuan Genus Spizaetus yang bisa bertahan di alam bebas tanpa mendapatkan mangsa sama sekali selama 3 hari (press comm Rakhman Z, 2004). Dari tabel teramati bahwa kedua individu (Rasco dan Untung) masih memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan kandang besar. Pergerakan maupun aktifitas “berpindah” terlihat masih monoton dan belum bervariasi (Rasco 23% hanya melakukan kegiatan bertengger dan menengok, 8% mengibaskan ekor, 7% bergeser di cabang, Untung 36% bertengger, 27% menengok, 10% mengibaskan ekor, 8% menyelisik dan 7% bergeser di cabang). Kemampuan dan “kecepatan berburu” juga masih lambat (Rasco 93% berburu mangsa sedang, Untung 60% berburu mangsa lambat). Hanya “penggunaan ruang” saja yang menunjukkan hasil baik (Rasco 30% dan 27% untuk penggunaan ruang sarang dan top level, Untung 49% dan 20% untuk top level dan cabang tengah), hal ini diduga karena terdapat aktifitas manusia di PPS Bali (termasuk rutinitas pembersihan kandang dan pemberian pakan pada satwa- satwa lainnya).

Total nilai minimal/individu 46 Total nilai maksimal /individu 171 Range antara nilai minimal dan maksimal 125 Interval nilai 25

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

33

Observasi 2 (tgl 13 – 25 April 2005)

Total nilai / Individu Penilaian Nilai Rasco Untung Kurang sekali 46 sampai 71 Kurang 72 sampai 96 Cukup 97 sampai 121 Baik 122 sampai 146 122 Baik sekali 147 sampai 171 158

Observasi 3 (tgl 4 – 14 Mei 2005)

Total nilai / Individu Penilaian Nilai Rasco Untung Kurang sekali 46 sampai 71 Kurang 72 sampai 96 Cukup 97 sampai 121 120 Baik 122 sampai 146 142 Baik sekali 147 sampai 171

Observasi 4 (tgl 16 – 28 Mei 2005)

Total nilai / Individu Penilaian Nilai Rasco Untung Kurang sekali 46 sampai 71 Kurang 72 sampai 96 Cukup 97 sampai 121 Baik 122 sampai 146 126 123 Baik sekali 147 sampai 171

Observasi 5 (tgl 7 – 21 Juni 2005)

Total nilai / Individu Penilaian Nilai Rasco Untung Kurang sekali 46 sampai 71 Kurang 72 sampai 96 Cukup 97 sampai 121 Baik 122 sampai 146 126 140 Baik sekali 147 sampai 171

Hasil observasi bulan berikutnya (April, Mei, Juni 2005) menunjukkan lebih banyak variasi perilaku yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai. Tetap ada nilai yang turun dan mengarah stabil, tetapi tidak sampai mempengaruhi hasil rekomendasi karena nilai yang turun dan stabil tersebut tidak turun secara drastis, tetapi tetap berada pada lajur nilai baik. Pada saat 2 observasi terakhir, nilai Rasco cenderung stabil dalam kisaran 126 dan tidak ada peningkatan yang signifikan lagi. Hal ini diduga karena satwa sudah terlalu lama dalam kandang (6 bulan), dikhawatirkan apabila tidak segera dilepasliarkan akan terjadi penurunan perilaku yang dapat mempengaruhi kemampuannya bertahan hidup di alam bebas. Rekomendasi Berdasarkan hasil pengamatan behavior dalam kandang, kedua individu (Rasco dan Untung) layak untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

34

III. SOSIALISASI MASYARAKAT Dalam kegiatan pelepasliaran elang sangat penting dukungan dan partisipasi masyarakat sekitar terutama untuk jangka panjang, saat elang sudah berada di alam bebas. Selama melakukan survey di lokasi, tanggapan masyarakat tentang rencana pelepasliaran satwa di sekitar TWA Danau Buyan – Danau Tamblingan sangat positif. Terlihat dari hasil diskusi informal dengan masyarakat di Dusun Tamblingan yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan dan pemandu wisata lokal. Kesadaran masyarakat tentang kelestarian lingkungan sangat tinggi karena kehidupan mereka sangat tergantung dengan kelestarian alam di TWA Danau Buyan – Danau Tamblingan, baik dari sektor perikanan (masyarakat nelayan) dan pariwisata. Sosialisasi masyarakat akan tetap dilakukan secara intensif baik formal maupun informal dan dalam pelaksanaan kegiatan akan melibatkan masyarakat lokal. Sosialisasi juga dilakukan di kalangan pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan dan kalangan akademisi. Sosialisasi ini bertujuan untuk mencari masukan dan kajian dari segi hukum maupun ilmiah dari para peserta sosialisasi.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

35

BAGIAN III

PELEPASLIARAN DAN MONITORING PASKA PELEPASLIARAN

I. HABITUASI

II. PELEPASLIARAN ( R E L E A S E )

III. MONITORING PASKA PELEPASLIARAN (MONITORING PROGRAM)

Hasil Monitoring

Perilaku Harian Pemanfaatan Jenis Pohon Tenggeran

Distribusi Altitudinal Penyimpangan Perilaku

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

36

BAGIAN III

PELEPASLIARAN DAN MONITORING PASKA PELEPASLIARAN Release Program untuk jenis raptor di dunia pernah dilakukan oleh beberapa lembaga yang fokus pada burung pemangsa. Sebagian besar program pelepasliaran elang dilakukan pada individu hasil penangkaran (captive breeding), sehingga anakan burung tersebut yang akan dilatih dan dilepasliarkan. Di Eropa, Amerika dan beberapa negara lainnya, pelepasliaran elang lebih sering dilakukan terhadap jenis raptor yang mengalami kecelakaan seperti tertabrak mobil, tertembak atau tersangkut di kawat-kawat ladang pertanian (Rakhman Z., dkk 2004). Hal tersebut berbeda dengan kondisi yang ada di Indonesia, dimana kendala yang dihadapi oleh jenis-jenis elang adalah perburuan dan perdagangan satwa liar yang sangat tinggi, meski semua jenis burung pemangsa di Indonesia telah dilindungi oleh Undang-Undang. Program pelepasliaran adalah sebuah program untuk melepas satwa liar yang telah ditangkap atau dipelihara manusia, kembali ke habitat alaminya. Beberapa tujuan pokok dari program pelepasliaran di antaranya: 1) meningkatkan nilai konservasi kawasan dalam jangka panjang, dan 2) mendorong pendidikan serta nilai konservasi lokal akan nasib satwa terutama satwa terancam punah. Dalam pelaksanaannya, pelepasliaran dapat dilakukan setelah adanya kajian pada satwa yang akan dilepasliarkan. Kajian habitat lokasi pelepasliaran dan perencanaan yang baik dalam pelepasan termasuk sistem monitoring di lokasi pelepasan. Bila hasil kajian satwa dan habitatnya menunjukkan potensi positif, maka program pelepasliaran dapat dilakukan.

A) Re-introduksi adalah suatu usaha mengembangkan suatu populasi dalam suatu area yang pernah menjadi bagian dari wilayah jelajah dari spesies itu tapi sekarang spesies itu sudah tidak ada.

B) Re-inforcement = Penguatan populasi yang ada (atau disebut juga Suplementasi) adalah penambahan individu-individu kepada suatu populasi yang ada dalam spesies yang sama.

Reinforcement bisa menjadi alat konservasi yang bermanfaat ketika populasi alami berkurang dengan proses yang, secara teori, bisa dikembalikan.

C) Introduksi konservasi (juga disebut Introduksi menguntungkan) adalah suatu usaha mengembangkan satu spesies, untuk tujuan konservasi, di luar penyebarannya yang pernah dilaporkan tapi di dalam habitat dan area ekogeografis yang cocok. Ini merupakan alat konservasi yang cocok hanya jika tidak ada lagi area yang secara historis menjadi daerah jelajahnya.

Sumber: Panduan IUCN untuk Penempatan Satwa Sitaan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

37

Salah satu prioritas kegiatan PPS Bali adalah pelepasan kembali satwa hasil sitaan ke habitatnya. Kenyataannya, kegiatan ini tidaklah mudah dan memerlukan sumber daya manusia dan penanganan yang intensif untuk menghindari resiko yang akan dihadapi seperti kematian satwa setelah dilepasliarkan, tingkat ketahanan dan adaptasi terhadap lingkungan sekitar serta resiko lainnya. Sebelum dilakukan proses pelepasliaran kembali ke alam, ada tahapan yang harus dilalui oleh setiap individu satwa, yaitu: habituasi/penyesuaian diri. Selama elang berada dalam masa habituasi dilakukan pemeriksaan medis secara umum dan pengobatan apabila terdapat luka maupun penurunan kondisi fisik yang diakibatkan oleh perubahan atau pergantian cuaca dan lingkungan yang baru. Selain itu, selama di kandang habituasi elang diberikan pakan alami untuk mengenalkan dengan jenis pakan alami yang ada di sekitar habitatnya. Masa habituasi Untung berlangsung selama 25 hari dan Rasco selama 26 hari. Pada saat habituasi ini, transmitter yang dipasang pada salah satu elang (Untung) terlepas. Kemungkinan besar dipatahkan oleh individu yang bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari patahan bulu ekor yang tidak pada pangkalnya. Transmitter tidak dipasang kembali dengan pertimbangan bahwa bulu pada ekor hanya tinggal tiga lembar. Pertimbangan lain adalah apabila dipaksakan untuk dipasang, maka individu ini akan berusaha lagi mencopotnya dan dikhawatirkan bulu ekor akan habis dan elang tidak bisa bermanuver untuk berbelok dan melakukan pengereman ketika akan mendarat atau bertengger. Demikian juga dengan wingmarker yang dicopot oleh Untung, tapi kemudian dilakukan pemasangan kembali untuk memudahkan pada saat monitoring dan sebagai identitas bagi masyarakat yang belum pernah melihatnya. Berikut adalah tahapan lengkap habituasi satwa sebelum dilepasliarkan: I. HABITUASI Habituasi adalah masa pelatihan yang sebenarnya bagi satwa sebelum lepas bebas kembali ke alam. Masa pelatihan dimana satwa akan berhadapan langsung dengan kondisi alam dimana mereka akan dilepaskan. Fungsi habituasi:

menempatkan satwa sebelum dilepaskan memulihkan kondisi tubuh satwa setelah perjalanan/pengangkutan memperkenalkan satwa dengan kondisi lingkungan sekitar melatih/mengembalikan perilaku alami satwa

Bahan kandang: bahan yang tidak permanen, seperti: bambu dan kayu serta jaring dapat dibongkar pasang

Yang dilakukan selama masa habituasi satwa adalah: satwa mulai masuk lama habituasi pengamatan perilaku dan perlakuan bagi satwa pemberian pakan pemantauan kondisi fisik satwa pengamatan perilaku satwa

Yang dilakukan di lokasi pelepasliaran Membangun 2 kandang habituasi (L: 6 m x P: 20 m x T: 10 m)

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

38

Rujukan: MINIMUM STANDARDS FOR WILDLIFE REHABILITATION International Wildlife Rehabilitation Council dan National Wildlife Rehabilitators Association

Species Restricted Activity (inch)

Limited Activity (feet)

Unlimited Activity (feet)

Red-tailed Hawk 16" x 27" x 22" 6' x 8' x 8' 10' x 50' x 12'

II. PELEPASLIARAN (R E L E A S E)

Pelepasan dua individu Elang Brontok (Rasco dan Untung) dilakukan di dua tempat di TWA Danau Buyan Tamblingan: 1. Release di Danau Tamblingan Untung dilepasliarkan oleh Kepala Balai KSDA Bali dan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Bali pada tanggal 21 Juli 2005 pukul 10.00 wita di sekitar Danau Tamblingan. Sebelumnya dilakukan upacara adat terlebih dahulu oleh pemangku agama di Dusun Tamblingan yang bertepatan dengan hari bulan purnama. Dalam masyarakat Hindu Bali, terdapat kepercayaan bahwa melepaskan atau mengembalikan satwa kepada bumi atau alam, haruslah diiringi dengan pemenuhan syarat-syarat yang sudah ditentukan. Oleh sebab itu, meminta ijin dan memohon restu pada Sang Hyang Widhi mutlak diperlukan demi keselamatan manusia dan satwa-satwa itu sendiri. Acara seremonial ini juga dihadiri oleh Kepala Seksi Konservasi Wilayah I dan II, Kepala Resort TWA Buyan Tamblingan, staff Balai KSDA Bali, staf Dinas Kehutanan Propinsi Bali, aparat pemerintahan setempat, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar lokasi release dan kalangan media. Lokasi seremonial berjarak 100 m dari kandang habituasi. Sebelum pelepasan, diberikan penjelasan mengenai upaya pelestarian jenis satwa-satwa dilindungi,

Mengembalikan ke alam - Keuntungan

Ada keuntungan-keuntungan mengembalikan satwa-satwa sitaan ke alam/habitat alaminya, asalkan prasyarat medis, genetis dan pemeriksaan lainya dilaksanakan dengan baik dan program pemantauan paska pelepasan dikembangkan. (as per IUCN 1998).

a) Dalam situasi-situasi dimana populasi yang ada benar-benar terancam, re-introduksi mungkin meningkatkan potensi konservasi jangka panjang spesies secara keseluruhan, atau dari suatu populasi lokal spesies itu

b) Pengembalian kembali ke alam membuat pernyataan politis/pendidikan yang kuat menyangkut nasib satwa-satwa itu dan mungkin mempromosikan nilai-nilai konservasi lokal. Namun demikian, sebagai bagian dari program pendidikan atau kepedulian masyarakat, biaya-biaya dan kesulitan-kesulitan menyangkut pelepasan kembali ke alam harus menjadi fokus perhatian.

c) Spesies yang dikembalikan ke alam memiliki kemungkinan meneruskan dan memainkan peranan-peranan ekologis dan biologis mereka.

Sumber: Panduan IUCN untuk Penempatan Satwa Sitaan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

39

proses sebelum dilakukan pelepasan, prosedur pelepasan dan konservasi secara umum di pulau Bali. Pada saat pelepasan, Untung tidak langsung keluar kandang. Hal ini diduga karena terdapat kerumunan orang yang terlalu ramai. Elang menjadi waspada terhadap lingkungan sekitar dan memilih untuk berdiam diri dalam kandangnya. Setelah satu jam kemudian, Untung melakukan terbang jarak pendek keluar kandang dan bertengger di pohon sekitar Pura Dalem. 2. Release di Pura Tajun Rasco dilepasliarkan pada tanggal 22 Juli 2005 pukul 13.00 wita oleh Ka Resort TWA Buyan Tamblingan yang diwakili oleh polhut dan teknisi TWA Buyan Tamblingan. Individu elang tidak langsung keluar kandang dan lama melakukan observasi sekeliling luar kandang. Terbang bolak-balik dari tenggeran belakang ke tenggeran dekat pintu kandang habituasi. Jam 18.30, individu elang keluar kandang dengan sendirinya. Terbang masih di sekitar lokasi kandang habituasi dan Pura Tajun. Kondisi fisik terlihat bagus, dapat berburu makan sendiri (mendapatkan kadal). Terkadang tidak terpantau berburu tapi tembolok terlihat penuh yang menandakan Rasco sudah selesai makan. Rasco cenderung untuk selalu mendekati observer dan dilakukan pengusiran terhadap individu ini. Sampai saat tersebut daya jelajah Rasco mulai menjauhi kandang habituasi (kronologi release terlampir dalam Lampiran 9). III. MONITORING PASKA PELEPASLIARAN (MONITORING PROGRAM) Sesudah tahap pelepasliaran kembali ke alam usai, masih ada tahap lain yang harus dilalui oleh setiap individu satwa yaitu: monitoring paska pelepasliaran. Monitoring dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan kegiatan pelepasliaran dengan memperhatikan perkembangan perilaku, daya ketahanan dan adaptasi elang yang dilepas terhadap lingkungan barunya. Monitoring ini dilakukan secara intensif selama 2 bulan (22 Juli – 22 September 2005 ) oleh 15 orang sukarelawan dari berbagai lembaga dan individu di Bali, Malang, Jogjakarta dan Bandung bekerjasama dengan Balai KSDA Bali. Pengambilan data perilaku masing-masing elang dilakukan dengan pengamatan langsung dan mencatat seluruh aktifitas elang selama perjumpaan. Pendekatan metode yang digunakan selama monitoring adalah Metode Jelajah untuk mengetahui keberadaan elang kemudian mencatat seluruh perilaku elang yang diamati (Lampiran 8). Hasil Monitoring a. Perilaku Harian Dari hasil pengamatan perilaku kedua individu Elang Brontok yang dilepasliarkan diketahui bahwa terdapat dua pola perilaku besar, yaitu: pola perilaku bertengger dan pola perilaku terbang. Apabila mengacu pada Tabel Panduan Perilaku untuk pengamatan burung-burung pemangsa, terdapat 15 varian untuk perilaku bertengger (perching) dan 17 varian untuk perilaku terbang (flying). Pada item perilaku bertengger, tabel di atas dimodifikasi dengan menambahkan empat varian lagi, yaitu P12a, P12b, P15 dan P16 (in prep Wijaya dkk, 2005). Perilaku harian ke 2 elang (Rasco dan Untung) tidak dapat dibandingkan karena salah satu individu elang (Untung) harus ditranslokasi kembali ke PPS Bali (kronologi tertembaknya

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

40

Untung pada Lampiran 10). Namun, besaran nilai tertinggi dari masing-masing perilaku pada tiap individu dapat dilihat dalam tabel dan diagram di bawah ini: UNTUNG

PERILAKU BERTENGGER UNTUNG

40

54

372518031

1510105

0

6200

P1 P2a P2b P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9P10 P11 P12 P12a P12b P13 P14 P15 P16

P R OS E N TAS E B E R TE N GGE R U N TU N G

16%

21%

15%10%0%3%0%1%0%

6%0%0%0%0%2%

0%

25%0%0%

P1 P2a P2b P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

P10 P11 P12 P12a P12b P13 P14 P15 P16

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

41

PERILAKU TERBANG UNTUNG00

98

102000

50000

20 000

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9F10 F11a F11b F12 F13 F14 F15 F16

PROSENTASE TERBANG UNTUNG0%0%

73%

7%1%0%0%0%

4%0%0%0%0%15% 0%0%0%

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9F10 F11a F11b F12 F13 F14 F15 F16

Tabel Monitoring Perilaku Harian Elang Paska Release (Untung)

Untung No Perilaku Kode Jumlah ProsentaseBERTENGGER (Perching)

1 berdiri santai P1 40 16%2 melihat ke kiri ke kanan P2a 54 21%3 melihat untuk berburu P2b 37 15%4 Menyelisik P3 25 10%5 bersuara / memanggil P4 1 0%6 Makan P5 8 3%7 Kawin P6 0 0%8 membersihkan badan sambil menggetarkan badan P7 3 1%9 menggerakkan ekor P8 1 0%

10 Membuang kotoran P9 15 6%

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

42

11 mengangkat sayap P10 1 0%12 bertengger bersama sesama jenis P11 0 0%13 gerakan mematuk P12 1 0%14 Menggaruk paruh dengan kaki P12a 0 0%15 Menggosok paruh di cabang/batang/kayu P12b 5 2%16 mematuk ranting atau daun untuk sarang P13 0 0%17 merubah posisi atau pindah ke tempat lain P14 62 25%18 berjalan di atas tanah mengejar mangsa P15 0 0%19 berlari di atas tanah mengejar mangsa P16 0 0%

Total 253 100%TERBANG (Flying)

1 meluncur F1 0 0%2 terbang berputar F2 0 0%3 mengepakkan sayap F3 98 73%4 menukik F4 10 7%5 berburu mengejar burung lain F5 2 1%6 display F6 0 0%7 terbang naik turun dengan sayap tertutup F7 0 0%8 terbang membawa bahan untuk sarang F8 0 0%9 terbang membawa mangsa F9 5 4%

10 terbang berpasangan F10 0 0%11 display talon dengan pasangan F11a 0 0%12 display talon dengan lain jenis F11b 0 0%13 terbang berburu melihat ke bawah F12 0 0%14 terbang ke bawah untuk berburu F13 20 15%15 terbang sambil bersuara F14 0 0%16 display OHB F15 0 0%17 display gaya kupu-kupu dari OHB F16 0 0%

Total 135 100% Perilaku bertengger (perching) Untung dengan prosentase tertinggi adalah P14 (merubah posisi atau pindah ke tempat lain) yaitu sebesar 25% yang teramati sebanyak 62 kali. Perilaku dengan prosentase tinggi lainnya adalah P2a (melihat ke kiri, ke kanan) yaitu sebesar 21% yang teramati sebanyak 54 kali. Sementara perilaku terbang (flying) Untung dengan prosentase tertinggi adalah F3 (terbang dengan mengepakkan sayap) yaitu sebesar 73% yang teramati sebanyak 98 kali.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

43

PERILAKU BERTENGGER RASCO

82

0033

32406072012

62

153

44 20

P1 P2a P2b P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

P10 P11 P12 P12a P12b P13 P14 P15 P16

PROSENTASE BERTENGGER RASCO

27%

0%0%

11%

11%1%0%2%0%2%1%0%4%

20%

5%1%

14% 1%0%

P1 P2a P2b P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

P10 P11 P12 P12a P12b P13 P14 P15 P16

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

44

PERILAKU TERBANG RASCO

45

1

130

713

0011200025 5 00

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9F10 F11a F11b F12 F13 F14 F15 F16

PROSENTASE TERBANG RASCO

20%

0%

57%

3%6%

0%0%0%0%1%0%0%0%11%

2%

0%

0%

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9F10 F11a F11b F12 F13 F14 F15 F16

Tabel Monitoring Perilaku Harian Elang Paska Release (Rasco)

RASCO No Perilaku Kode Jumlah Prosentase BERTENGGER (Perching)

1 berdiri santai P1 82 27%2 melihat ke kiri ke kanan P2a 0 0%3 melihat untuk berburu P2b 0 0%4 Menyelisik P3 33 11%5 bersuara / memanggil P4 32 11%6 Makan P5 4 1%7 Kawin P6 0 0%8 membersihkan badan sambil menggetarkan badan P7 6 2%9 menggerakkan ekor P8 0 0%

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

45

10 membuang kotoran P9 7 2%11 mengangkat sayap P10 2 1%12 bertengger bersama sesama jenis P11 0 0%13 gerakan mematuk P12 12 4%14 menggaruk paruh dengan kaki P12a 62 20%15 menggosok paruh di cabang/batang/kayu P12b 15 5%16 mematuk ranting atau daun untuk sarang P13 3 1%17 merubah posisi atau pindah ke tempat lain P14 44 14%18 berjalan di atas tanah mengejar mangsa P15 2 1%19 berlari di atas tanah mengejar mangsa P16 0 0%

Total 304 100%TERBANG (Flying)

1 meluncur F1 45 20%2 terbang berputar F2 1 0%3 mengepakkan sayap F3 130 57%4 menukik F4 7 3%5 berburu mengejar burung lain F5 13 6%6 display F6 0 0%7 terbang naik turun dengan sayap tertutup F7 0 0%8 terbang membawa bahan untuk sarang F8 1 0%9 terbang membawa mangsa F9 1 0%

10 terbang berpasangan F10 2 1%11 display talon dengan pasangan F11a 0 0%12 display talon dengan lain jenis F11b 0 0%13 terbang berburu melihat ke bawah F12 0 0%14 terbang ke bawah untuk berburu F13 25 11%15 terbang sambil bersuara F14 5 2%16 display OHB F15 0 0%17 display gaya kupu-kupu dari OHB F16 0 0%

Total 230 100% Perilaku bertengger (perching) Rasco dengan prosentase tertinggi adalah P1 (bertengger santai) yaitu sebesar 27% yang teramati sebanyak 82 kali. Perilaku dengan prosentase tinggi lainnya adalah P12a (menggaruk paruh dengan kaki) yaitu sebesar 20% yang teramati sebanyak 62 kali. Sementara perilaku terbang (flying) Rasco dengan prosentase tertinggi adalah F3 (terbang dengan mengepakkan sayap) yaitu sebesar 57% yang teramati sebanyak 130 kali.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

46

b. Pemanfaatan Jenis Pohon Tenggeran

PEMANFAATAN JENIS POHON TENGGERAN (UNTUNG)

16

35

1714

14

74

3

153 1 2

Dadap Alpukat Lamtoro Lenggung Kopi Cempaka

Blantih Jarak Sengon Nangka Cemara Jelunut

PROSENTASE PEMANFAATAN POHON TENGGERAN (UNTUNG)

12%

27%

13%11%

11%

5%3%

2%

11%2% 1% 2%

Dadap Alpukat Lamtoro Lenggung Kopi Cempaka

Blantih Jarak Sengon Nangka Cemara Jelunut

UNTUNG No Jenis Pohon Tercatat bertengger Prosentase

1 Dadap 16 12%2 Alpukat 35 27%3 Lamtoro 17 13%4 Lenggung 14 11%5 Kopi 14 11%6 Cempaka 7 5%

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

47

7 Blantih 4 3%8 Jarak 3 2%9 Sengon 15 11%

10 Nangka 3 2%11 Cemara 1 1%12 Jelunut 2 2% 131 100%

PEMANFAATAN JENIS POHON TENGGERAN (RASCO)

21

68

521

13121

7

513

24

Lenggung Dadap Jelunut Blantih Cempaka Jarak

Lateng Sengon Beringin Seming Damar Truksi

PROSENTASE PEMANFAATAN JENIS POHON TENGGERAN (RASCO)

12%

37%

3%12%

7%1%1%1%

4%

3%

7%

12%

Lenggung Dadap Jelunut Blantih Cempaka Jarak Lateng

Sengon Beringin Seming Damar Truksi

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

48

RASCO No Jenis Pohon Tercatat bertengger Prosentase

1 Lenggung 21 12%2 Dadap 68 38%3 Jelunut 5 3%4 Blantih 21 12%5 Cempaka 13 7%6 Jarak 1 1%7 Lateng 2 1%8 Sengon 1 1%9 Beringin 7 4%

10 Seming 5 3%11 Damar 13 7%12 Truksi 24 13% 181 100%

Pemanfaatan pohon untuk bertengger Untung dengan jumlah perjumpaan terbanyak adalah pohon Alpukat yaitu sebanyak 35 kali atau 27% dari total 131 kali perjumpaan. Sedangkan Rasco lebih banyak memakai pohon Dadap sebagai tempat bertengger sebanyak 68 kali atau 38% dari total 181 kali perjumpaan. Pemanfaatan jenis pohon yang lain memiliki prosentase di bawah 15% , seperti: Lamtoro, Lenggung, Kopi, Sengon, Blantih, Cempaka, Truksi dan Damar. Variasi pemanfaatan jenis-jenis pohon diatas menunjukkan bahwa individu elang tidak terfokus pada satu jenis pohon saja sebagai tempat bertengger dan beristirahat, tetapi juga mengikuti ketersediaan pakan, tingkat gangguan yang ditimbulkan oleh manusia maupun keberadaan elang sejenis atau jenis lainnya. d. Distribusi Altitudinal

KETINGGIAN BERTENGGER UNTUNG n = 161

221

7

13

113

19

26

23

4

7

19

3 2 3 2 0 4 010

0 m 1m 1,5 m 2 m 2,5 m 3 m 3,5 m 4 m5 m 6 m 7 m 8 m 10 m 11 m 11,5 m 12 m13 m 14 m 15 m 20 m 25 m 30 m

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

49

PROSENTASE KETINGGIAN BERTENGGER UNTUNG

14%1%

4%

8%

1%8%

1%6%

16%

14%

2%

4%

12%2% 1%2% 1%0%2% 0%1%0%

0 m 1m 1,5 m 2 m 2,5 m 3 m 3,5 m 4 m

5 m 6 m 7 m 8 m 10 m 11 m 11,5 m 12 m

13 m 14 m 15 m 20 m 25 m 30 m

KETINGGIAN TERBANG UNTUNG n = 19

00 2

2

1

2001

310

3

0000002

02

0 m 1m 1,5 m 2 m 2,5 m 3 m 3,5 m 4 m 5 m6 m 7 m 8 m 10 m 11 m 11,5 m 12 m 13 m 14 m15 m 20 m 25 m 30 m

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

50

PROSENTASE KETINGGIAN TERBANG UNTUNG

0%0% 11%

11%

5%

11%0%0%5%

16%5%0%0%

16%

0%0%0%0%0%0%0%

11%0%

11%

0 m 1m 1,5 m 2 m 2,5 m 3 m 3,5 m 4 m 5 m6 m 7 m 8 m 9 m 10 m 11 m 11,5 m 12 m 13 m14 m 15 m 18 m 20 m 25 m 30 m

Tabel Pemanfaatan Ketinggian Untung

Bertengger Terbang No Ketinggian Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

1 0 m 22 14% 0 0%2 1m 1 1% 0 0%3 1,5 m 7 4% 2 11%4 2 m 13 8% 2 11%5 2,5 m 1 1% 1 5%6 3 m 13 8% 2 11%7 3,5 m 1 1% 0 0%8 4 m 9 6% 0 0%9 5 m 26 16% 1 5%

10 6 m 23 14% 3 16%11 7 m 4 2% 1 5%12 8 m 7 4% 0 0%13 10 m 19 12% 3 16%14 11 m 3 2% 0 0%15 11,5 m 2 1% 0 0%16 12 m 3 2% 0 0%17 13 m 2 1% 0 0%18 14 m 0 0% 0 0%19 15 m 4 2% 0 0%20 20 m 0 0% 2 11%21 25 m 1 1% 0 0%22 30 m 0 0% 2 11% 161 100% 19 100%

Ketinggian bertengger Untung dengan prosentase terbanyak adalah 16% yaitu pada ketinggian 5 m. Untung 22 kali teramati bertengger di tanah dan hanya 1 kali bertengger pada ketinggian 25 m dpl. Tabel Ketinggian bertengger Untung ini berhubungan dengan Tabel Perilaku Harian Untung yang menunjukkan P14 (merubah posisi atau pindah ke tempat lain) sebesar 25% dan perilaku P2a (melihat ke kiri ke kanan) sebesar 21%.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

51

Diduga salah satu penyebabnya adalah kehadiran individu liar, dan Untung lebih memilih menghindar daripada mempertahankan diri. Hanya satu kali kontak langsung dengan elang liar pada saat setelah release, tapi perilaku yang ditunjukkan adalah mempertahankan diri, bukan mempertahankan teritori. Jenis raptor liar yang teramati adalah Elang Hitam Ictinaetus malayensis, Elang Ular Spilornis cheela, Elang Brontok Spizaetus cirrhatus, Elang Laut Perut Putih Haliaeetus leucogaster dan Elang Perut Karat Hieraaetus kienerii. Beragamnya jenis individu liar ini diduga menjadi penyebab mengapa Untung hanya terbang rendah, bertengger hanya sekitar 20 m - 30 m dari atas tanah dan hanya menempati relung di sekitar tempat parkir sebelah Barat Dusun Tamblingan.

KETINGGIAN BERTENGGER RASCO n = 142

10 4 6

11

24

11216

13

9

72

92 5 2 6 1 2 000

0 m 1m 1,5 m 2 m 3 m 3,5 m 4 m 5 m 6 m 7 m 8 m

9 m 10 m 11 m 12 m 14 m 15 m 18 m 20 m 45 m 50 m 60 m

PROSENTASE KETINGGIAN BERTENGGER RASCO

7% 3% 4%

8%

17%

1%8%11%

9%

6%

5%1%

6%1% 4% 1% 4% 1%1%0%0%0%

0 m 1m 1,5 m 2 m 3 m 3,5 m 4 m 5 m 6 m 7 m 8 m

9 m 10 m 11 m 12 m 14 m 15 m 18 m 20 m 45 m 50 m 60 m

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

52

KETINGGIAN TERBANG RASCO n = 90

0 2 1 6

18

0

167

8

72

26

0100011

66

0 m 1m 1,5 m 2 m 3 m 3,5 m 4 m 5 m 6 m 7 m 8 m

9 m 10 m 11 m 12 m 14 m 15 m 18 m 20 m 45 m 50 m 60 m

PROSENTASE KETINGGIAN TERBANG RASCO

0%2% 1% 7%

20%

0%

18%8%

9%

8%2%

2%7%

0%1%0%0%0%1%1%7%

7%

0 m 1m 1,5 m 2 m 3 m 3,5 m 4 m 5 m 6 m 7 m 8 m

9 m 10 m 11 m 12 m 14 m 15 m 18 m 20 m 45 m 50 m 60 m

Tabel Pemanfaatan Ketinggian Rasco

Bertengger Terbang No Ketinggian Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

1 0 m 10 7% 0 0%2 1m 4 3% 2 2%3 1,5 m 6 4% 1 1%4 2 m 11 8% 6 7%5 3 m 24 17% 18 20%6 3,5 m 1 1% 0 0%7 4 m 12 8% 16 18%8 5 m 16 11% 7 8%9 6 m 13 9% 8 9%

10 7 m 9 6% 7 8%11 8 m 7 5% 2 2%12 9 m 2 1% 2 2%

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

53

13 10 m 9 6% 6 7%14 11 m 2 1% 0 0%15 12 m 5 4% 1 1%16 14 m 2 1% 0 0%17 15 m 6 4% 0 0%18 18 m 1 1% 0 0%19 20 m 2 1% 1 1%20 45 m 0 0% 1 1%21 50 m 0 0% 6 7%22 60 m 0 0% 6 7% 142 100% 90 100%

Ketinggian bertengger Rasco berkisar antara 0–6 m, dengan jumlah tertinggi perjumpaan pada ketinggian 3 m yaitu sebanyak 24 kali atau 17% dari total perjumpaan sebanyak 142 kali. Kehadiran elang liar juga membuat Rasco berpindah posisi bertengger, namun dalam pengamatan di lapangan, Rasco lebih berani menunjukkan dominasinya dengan cara menyerang individu liar tersebut. Terpantau kontak langsung dengan kehadiran dua Elang Brontok liar. Rasco terlihat mempertahankan daerahnya dengan mencoba mengejar Elang Brontok liar yang datang, saling mengejar terjadi di antara tajuk pohon. Perilaku menunjukkan teritori dilakukan Rasco dengan cara bertengger sampai ketinggian 20 m dpl (tercatat dalam dua kali perjumpaan) dan melakukan terbang sampai ketinggian diatas 50 m sebanyak 12 kali atau sama dengan 14% dari total perjumpaan terbang sebanyak 90 kali.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

54

Perbandingan ketinggian bertengger dan terbang Tabel perbandingan ketinggian bertengger

ketinggian UNTUNG RASCO 0 m 22 101m 1 41,5 m 7 62 m 13 112,5 m 1 3 m 13 243,5 m 1 14 m 9 125 m 26 166 m 23 137 m 4 98 m 7 79 m 210 m 19 911 m 3 211,5 m 2 12 m 3 513 m 2 14 m 215 m 4 618 m 120 m 225 m 1 30 m

total n 161 142

Perbandingan ketinggian bertengger

22

1

7

13

1

13

1

9

2623

47

19

3 2 3 2 41

10

4

6

11

24

1

12

16

13

9 7

2

9

25

2

6

1 2

0 m 1,5 m

2,5 m

3,5 m 5 m 7 m 9 m 11

m12 m 14

m18 m 25

m

ketinggian

RASCO

UNTUNG

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

55

Tabel perbandingan ketinggian terbang

ketinggian UNTUNG RASCO 0 m 1m 21,5 m 2 12 m 2 62,5 m 1 3 m 2 183,5 m 4 m 165 m 1 76 m 3 87 m 1 78 m 29 m 210 m 3 611 m 11,5 m 12 m 113 m 14 m 15 m 18 m 20 m 2 125 m 30 m 2 45 m 150 m 660 m 6

total n 19 90

Perbandingan ketinggian terbang

2 2 1 2 13

13

2 221

6

18

16

7

8

7

2 2

6

11

1

6 6

0 m 1,5 m

2,5 m

3,5 m 5 m 7 m 9 m 11

m12

m14

m18

m25

m

45 m

60 m

ketinggian

RASCOUNTUNG

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

56

e. Penyimpangan Perilaku R A S C O Selama pengamatan dalam monitoring, diperoleh pula beberapa catatan perilaku yang diasumsikan menyimpang dari perilaku kebiasaan jenis ini di alam. Perilaku interaksi dengan manusia, beraktifitas sekitar pemukiman, mendekati orang sembahyang, menyerang, menyambar anjing, pemancing, orang dan observer serta memakan ikan mati teramati selama 22 kali perjumpaan selama rentang waktu tiga bulan (Juli-Agustus–September). Persentase tertinggi adalah perilaku menyerang observer yaitu sebesar 40,9%. Untuk perilaku menyambar dan menyerang anjing, pemancing, orang dan observer, diduga elang hanya mengintimidasi obyek yang dimaksud. Perilaku ini diduga lebih mengarah pada mengamankan calon mangsa yang tidak terlihat oleh mata manusia dan satwa lainnya, mengingat mata elang memiliki ketajaman delapan kali lipat dibandingkan dengan mata manusia (The Hawk Conservancy Trust, 2005). Kesimpulan sementara adalah: elang segera menyambar atau mengusir manusia yang sedang berjalan atau duduk, manakala terdapat calon mangsa elang di lokasi tersebut. Penyimpangan perilaku Rasco

Jenis Perilaku n % menghampiri orang sembahyang 1 4,5 mencari ikan, dapat ikan mati 1 4,5 menyambar anjing 1 4,5 menyambar orang 2 9 menyambar observer 2 9 menyerang orang 3 13,6 menyerang anjing 3 13,6 menyerang observer 9 40,9

Total 22 100

PENYIM PA NGA N PERIL A KU (RA SC O) n = 22

1 1 12

2

33

9

menghampir i o rgs embahy ang

menc ar i ikan, dapatikan mati

meny ambar an jing

meny ambar orang

meny ambar obs erv er

meny erang orang

meny erang an jing

meny erang obs erv er

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

57

PROSENTASE PENYIMPANGAN PERILAKU (RASCO) n = 22

5% 5% 5%9%

9%

13%14%

40%

menghampiri orgsembahyang

mencari ikan, dapatikan mati

menyambar anjing

menyambar orang

menyambar observer

menyerang orang

menyerang anjing

menyerang observer

U N T U N G Selama pengamatan Untung, pendokumentasian penyimpangan perilaku tidak bisa terlaksana dengan maksimal. Individu ini hanya teramati mulai release sampai dengan tanggal 15 Agustus 2005, selebihnya individu ini harus ditranslokasi lagi kembali ke PPS Bali. Namun terdapat perilaku memakan ayam milik masyarakat sekitar lokasi release. Perilaku tersebut tercatat antara tanggal 3–14 Agustus, selebihnya tidak tercatat lagi dan hanya berdasar laporan masyarakat yang kehilangan ayam. Total jumlah ayam (termasuk ayam sedang dan anak ayam) yang dimakan oleh Untung tercatat sejumlah 23 ekor. Penggantian biaya ganti rugi kepada masyarakat telah dilakukan dengan baik melalui mediasi yang dilakukan oleh Kepala Dusun Tamblingan dan Pemangku Agama Dusun Tamblingan maupun langsung kepada masyarakat yang bersangkutan. Perilaku Untung ini dianggap meresahkan oleh sebagian masyarakat, sedangkan sebagian masyarakat lain memahami bahwa perilaku tersebut adalah perilaku yang wajar, mengingat kejadian-kejadian sebelum release Untung sering juga terjadi ayam hilang karena dimakan elang liar, musang dan anjing. Apabila diberikan pembenaran (justifikasi) sepihak, maka perilaku ini adalah perilaku alami dari burung pemangsa yang memang dapat memangsa mamalia, burung, reptil dan katak (Prawiradilaga dkk. 2003), menyergap ayam kampung, berburu dari udara atau dari tempat bertengger di pohon kering, umumnya berburu di hutan yang baru ditebang (MacKinnon dkk, 1992).

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

58

DAFTAR PUSTAKA Agnes E. Rupley, DVM, ABVP. 1997. Manual of Avian Practice. United States of America. Anonim. 2000. Informasi Potensi Kawasan Konservasi Propinsi Bali. Unit KSDA Bali. Anonim. 2003.Annual Animal Disease Status of Indonesia. OIE Report. Internet Online. Biby, C., M. Jones dan S. Marsden. 2000. Tekhnik-tekhnik Ekspedisi Lapangan: Survey Burung. BirdLife International-IP. Bogor. Fowler E. Murray, R. Eric Miller. 2003. Zoo and Wild Animal Medicine. Fifth Edition. United States. Fuller, M.R & J.A. Moshler. 1997. Raptor Survey Techniques. Page 37-65 in B.A. Giron Pendleton., B.A. Millsap., K.W. Cline and D.M. Bird. Eds. Raptor Management Techniques Manual. Natl. Wild. Fed., Washington, D.C. Hawk Conservacy Trust. 2005. Available at: http:// www.hawk-conservancy.org Opened at: 18 November 2005 MacKinnon, J., K. Phillips., B. van Balen. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Penterjemah: W. Raharjaningtrah., A. Adikerana., P. Martodiharjo., E.K. Supardiyono., B. van Balen. Puslitbang Biologi-LIPI/BirdLife Internacional Indonesia Programme. Bogor. Nurwatha, P.F dan Z. Rahman. 2000. Distribusi dan Populasi Elang Sulawesi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. YPAL. Bandung. Prawiradilaga, D., T. Murrate., A. Muzakkir., T. Inoue., Kuswandono., A.A. Supriatna., D. Ekawati., M.Y. Alfianto., Hapsoro., T. Ozawa dan N. Sakaguchi. 2003. Panduan Survey Lapangan dan Pemantauan Burung-burung Pemangsa. Biodiversity Conservation Project-JICA. Japan Internacional Cooperation Agency. Setiadi, A.P., Z. Rahman., P.F. Nurwatha., M. Muchtar dan W. Raharjaningtrah. 2000. Status, Distribuís Populasi dan Konservasi Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) di Jawa Barat Bagian Selatan. YPAL. Bandung. Strange, M. 2001. Birds of Indonesia. Periplus Editions (HK) Ltd. Wijaya, K.D., O.P. Basuki., C. Riupasa dan J. Katayane. 2004. Studi Habitat Penglepasliaran dan Konservasi Kakatua Maluku (Cacatua mollucensis) di Taman Nasional Manusela Maluku. PPS Bali. Tidak dipublikasikan. Yamazaki, T. 1997. Research Manual of Large Forest Raptors. Osaka (Unpublish)

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

59

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Data Jenis Tumbuhan yang Banyak Terdapat Dilokasi Selama

Survey Januari – April 2005 No Lokasi Nama Indonesia Nama Latin Keterangan

Jeruk Citrus sp

Jagung Zea maysAlpokat Persea americanaPisang Musa sp

1 Dsn. Munduk Lumbang

Kopi Coffea sp

Lateng Laportea spBunut Ficus indica Buah dimakan burung dan tupai Kejuang Sembung Vernonia arborea Daun dimakan primata Belantih Homalanthus giganteus Daun dimakan primata Lenggung Buah dimakan burung Plendo Buah dimakan burung dan tupai Nangka Artocarpus integraDadem Ficus sp Buah dimakan tupai

2 Pura Ndek

Boka Raufolfia javanica Kerasi Lamtana camaraRumput KepupungPadang orti

3 Danau Tamblingan

Lateng Laportea sp Cemara Geseng Cassuarina junghuniana Pohon sarangBunut Ficus indica Buah dimakan burung dan tupai Sembung Vernonia arborea Daun dimakan primata Belantih Homalanthus giganteus Daun dimakan primata Lenggung Buah dimakan burung Plendo Buah dimakan tupai dan musang Dadem Ficus sp Buah dimakan tupai Boka Raufolfia javanica

4 Pura Tajun

Kaliandra Calliandra calothyrsus Daun dimakan primata Dadap Erythria spRasamala Altinga exelsa Biji dimakan tupai Gintungan Bischofia javanica Buah dimakan tupai, burung dan

primata Lenggung Buah dimakan burung Belantih Homalanthus giganteus Daun dimakan primata Kaliandra Calliandra calothyrsus Daun dimakan primata Yeh-yeh Sauravia nudivflora Buah dimakan burung Kerasi Lamtana camara

5 Buyan II

Dadem Ficus sp Buah dimakan tupai

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

60

LAMPIRAN 2. Jenis-jenis Burung yang Terdapat di TWA Buyan-Tamblingan Selama Survey Januari – April 2005

No Nama Latin Nama Indonesia Nama Inggris Ket 1. Ardea purpurea Cangak Merah Purple Heron Dilindungi 2. Bubulcus ibis Kuntul Kerbau Cattle Egret Dilindungi 3. Egretta garzetta Kuntul Kecil Little Egret Dilindungi 4. Ardeola speciosa Blekok Sawah Javan Pond-heron Dilindungi 5. Anas superciliosa Itik Gunung Pacific Black Duck 6. Haliastur indus Elang Bondol Brahminy Kite Dilindungi 7. Haliaeetus leucogaster Elang Laut Perut Putih White-bellied Fish Eagle Dilindungi 8. Spilornis cheela Elang Ular-bido Crested Serpent-eagle Dilindungi 9. Ictinaetus malayensis Elang Hitam Black Eagle Dilindungi 10. Hieeraetus kieneri Elang Perut Karat Rufous-bellied Eagle Dilindungi 11. Spizaetus cirrhatus Elang Brontok Changeable Hawk-eagle Dilindungi 12. Falco perigrinus Alap-alap Kawah Perigrine Falcon Dilindungi 13. Gallus gallus Ayam Hutan Merah Red Junglefowl 14. Gallus varius Ayam Hutan Hijau Green Junglefowl 15. Turnix sp Puyuh Buttonquail 16. Amaurornis phoenicurus Kareo Padi White-breasted Waterhen 17. Gallinula chloropus Mandar Batu Common Moorhen 18. Tringa hypoleucos Trinil Pantai Common Sandpiper Migran 19. Tringa glareola Trinil Semak Wood Sandpiper Migran 20. Treron griseicauda Punai Penganten Grey-cheeked Green Pigeon 21. Treron vernans Punai Gading Pink-necked Green Pigeon 22. Ptilinopus cinctus Walik Putih Black-backed Fruit Dove 23. Ducula rosacea Pergam Katanjar Pink-headed Imperial Pigeon 24. Macropygia emiliana Uncal Buau Ruddy Cuckoo-Dove 25. Macropygia ruficeps Uncal Kouran Little Cuckoo-Dove 26. Streptopelia chinensis Tekukur Spotted-Dove 27. Chalcophaps indica Delimukan Zamrud Emerald Dove 28. Loriculus pusillus Serindit Jawa Yellow-throated Hanging-Parrot 29. Cuculus sepulcralis Wiwik Uncuing Rusty-breasted Cuckoo 30. Surniculus lugubris Kedasih Hitam Drongo-Cuckoo 31. Centropus bengalensis Bubut Alang-alang Lesser Coucal 32. Ketupa ketupu Beluk Ketupa Buffy Fish-owl 33. Collocalia fuciphaga Walet Sarang Putih Edible-nest Swiftlet 34. Collocalia linchi Walet Sapi Cave Swiftlet 35. Halcyon cyanoventris Cekakak Jawa Javan Kingfisher Dilindungi 36. Todirhamphus chloris Cekakak Sungai Collared Kingfisher Dilindungi 37. Megalaima armillaris Takur Tohtor Orange-fronted Barbet Dilindungi 38. Denrocopus sp Caladi Woodpecker 39. Picus sp Pelatuk Woodpeckers 40. Hirundo rustica Layang-layang Api Barn Swallow Migran 41. Hirundo tahitica Layang-layang Batu Pacific Swallow 42. Coracina javensis Kepudang-sungu Jawa Malaysian Cuckoo-shrike 43. Pericrocotus flammeus Sepah Hutan Scarlet Minivet 44. Aegithina tiphia Cipoh Kacat Common Iora

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

61

45. Pycnonotus aurigaster Cucak Kutilang Sooty-headed Bulbul 46. Pycnonotus bimaculatus Cucak Gunung Orange-spotted Bulbul 47. Pycnonotus goiavier Merbah Cerukcuk Yellow-vented Bulbul 48. Dicrurus macrocercus Srigunting Hitam Black Drongo 49. Dicrurus leucophaeus Srigunting Kelabu Ashy Drongo 50. Dicrurus paradiseus Srigunting Batu Greater Racket-tailed Drongo 51. Oriolus chinensis Kepudang Kuduk Hitam Black-naped Oriole 52. Corvus enca Gagak Hutan Slender-billed Crow 53. Parus major Gelatik Batu Kelabu Great Tit 54. Saxiola caprata Decu Belang Pied Bushchat 55. Zoothera citrina Anis Merah Orange-headed Thrush 56. Zoothera ardromedae Anis Hutan Sunda Thrush 57. Megalurus palustris Cica-koreng Jawa Striated Grassbird 58. Orthotomus sepium Cinenen Jawa Olive-backed Tailorbird 59. Prinia familiaris Prenjak Jawa Bar-winged Prinia 60. Rhipidura javanica Kipasan Belang Pied Fantail Dilindungi 61. Lanius schach Bentet Kelabu Long-tailed Shrike 62. Motacilla flava Kicuit Kerbau Yellow Wagtail Migran 63. Aplonis minor Perling Kecil Short-tailed Starling 64. Aplonis panayensis Perling Kumbang Asian Glossy Starling 65. Nectarinia jugularis Burung Madu Sriganti Olive-backed Sunbird Dilindungi 66. Lichmera limbata Isap-madu Indonesia Indonesian Honeyeater Dilindungi 67. Dicaeum maugei Cabai Lombok Red-chested Flowerpecker 68. Dicaeum trochileum Cabai Jawa Scarlet-headed Flowerpecker 69. Zosterops palpebrosus Kacamata Biasa Oriental White-eye 70. Zosterops montanus Kacamata Gunung Mountain White-eye 71. Lophozosterops javanicus Opior Jawa Javan Grey-throated White-eye Dilindungi 72. Lonchura leucogastroides Bondol Jawa Javan Munia 73. Lonchura punctulata Bondol Peking Scaly-breasted Munia 74. Lonchura maja Bondol Haji White-headed Munia 75. Passer montanus Burung Gereja Eurasian Tree Sparrow

LAMPIRAN 3. Catatan Jenis Burung Pemangsa di TWA Buyan-Tamblingan

Selama Survey Januari – April 2005 No Jenis Jumlah Lokasi Keterangan 1 Spilornis cheela 4 ind Buyan and Tamblingan lake 2 Spizaetus cirrhatus 4 ind Buyan and Tamblingan lake Fase gelap 3 Haliaeetus leucogaster 2 ind Buyan and Tamblingan lake 4 Ictinaetus malayensis 1 ind Buyan and Tamblingan lake 5 Hieraaetus kienerii 2 ind Buyan and Tamblingan lake

6 Haliastur indus 2 ind Tamblingan lake Informasi masyarakat

7 Falco peregrinus 1 ind Tamblingan lake 16 ind

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

62

LAMPIRAN 4. Satwa Lain yang Tercatat Selama Survey Januari – April 2005 Mammalia No Nama Latin Nama Indonesia Nama Inggris Ket

1 Muntiacus muntjak Kijang Common Barking Deer Dilindungi

2 Callosciurus notatus Tupai Kelapa Plantain Squirrel 3 Tupaia glis Tupai Akar Common Treeshrew 4 Ratufa bicolor Tupai besar/Jelarang Giant squirrel Dilindungi

5 Rattus rattus Tikus Rumah Rat 6 Rattus exulans Tikus ladang Polynesian Rat 7 Hystrix javanica Landak Javan Porcupine 8 Paradoxurus hermaphroditus Musang Luwak Civet

Primata No Nama Ilmiah Nama Indonesia Nama Ingris Keterangan

1 Trachypithecus auratus Lutung Leaf Monkey Informasi masyarakat

2 Macaca fascicularis Monyet abu Crab-eating macaque Reptil No Nama Latin Nama Indonesia Nama Inggris Keterangan

1 xxx Ular Snake 2 Mabuya multifiscata Kadal Lizard 3 Draco volan Cicak terbang 4 xxx Bunglon Chameleon

Ikan No Nama Latin Nama Indonesia Keterangan

1 Cyprinus carpio Karper Lokal 2 Purtius javanicus Tawes Lokal 3 Orchochromis mossambicus Mujair 4 Oreochromis nylotucus Nila 5 Clarias batrachis Lele 6 Monoptera albus Belut Lokal 7 Rasbora trillineaota Kepala timah Lokal 8 Osteochilus haselti Nilam

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

63

LAMPIRAN 9. Laporan Kronologis Pelepasliaran Elang Dan Monitoring

Catatan Perkembangan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) Selama Habituasi dan Paska Release, Juni - September 2005

Kedua satwa sampai lokasi kandang habituasi pada tanggal 26 Juni 2005. Elang pertama “Rasco” masuk kandang habituasi di kandang Pura Tajun pukul 14.00 wita, segera dapat melakukan orientasi lapangan dan dengan cepat memperoleh tempat bertengger. Kondisi kandang habituasi dari Rasco terbuka, dengan pemandangan ke arah danau dan hutan secara luas, kontur tanah dari datar kemudian menurun memungkinkan untuk individu elang berlatih terbang dan menyambar mangsa. Terdapat tiga tempat tenggeran dari pohon-pohon mati yang diletakkan di dalam kandang, dua berada diujung kandang dan satu kecil di tengah kandang serta satu shelter pelindung di atas tenggeran sebagai penahan panas dan hujan. Elang kedua “Untung”, masuk ke kandang habituasi pada pukul 15.30 wita di Danau Tamblingan. Dengan kondisi kandang yang rapat “Untung” masih terlihat kesulitan melakukan orientasi tempat, terlihat bingung dan diam di tanah lama setelah keluar dari kandang angkut. Berbeda dengan kondisi kandang Rasco, di dalam kandang Untung terdapat banyak sekali tanaman pohon Nangka sehingga ruang gerak cenderung lebih sempit. Namun memungkinkan untuk memilih lebih banyak tempat tenggeran dan latihan terbang di sela-sela pohon.

UNTUNG 1 27–30 Juni 2005 - Perilaku dominan diam bertengger

- Sudah menemukan tempat paling tinggi yang terkena sinar matahari untuk bertengger dan berjemur, prilaku menelisik dan merentangkan sayap mulai sering dilakukan

- Bisa menangkap mangsa berupa tekukur dan kadal yang dilepaskan, biasa makan dua kali pagi dan siang hari (masih diatas tanah)

- Mampu membawa mangsa keatas dan makan di cabang pohon (burung tekukur)

- Bisa menangkap mangsa lebih kecil yang diberikan, berupa kadal - Berusaha mencabut wing marker

2 1–4 Juli 2005 - Kontak dengan beberapa elang liar yang mendekat kandang/soaring diatas kandang (Elang Brontok) dan yang hanya terdengar suaranya (elang ular). Cenderung dalam posisi diam tidak ada respon berpindah atau mencoba mencari, hanya bersuara (respon).

- Mulai dilakukan pelepasan mangsa pada malam hari /burung tekukur sekaligus melakukan pengecekan kandang

- Mulai menunjukkan respon aktif terhadap orang dengan mengawasi, berpindah tenggeran dan bersuara

- Masih berusaha melepaskan wing marker

3 5–6 Juli 2005 - Aktifitas lebih banyak diam, cuaca cenderung mendung dan hujan mulai pagi hari hingga sore

- Mencoba untuk melakukan terbang jauh dari cabang-kecabang, membentur jaring-jaring pembatas kandang. Kanopi dalam kandang terlalu rapat sehingga sulit untuk terbang

4 7 Juli 2005 - Transmiter pada ekor lepas (kemungkinan pada tanggal 6), terlihat patahan pada bulu ekor, tidak tercabut dari akarnya

5 8–10 Juli 2005 - Cuaca sering mendung dan hujan, dari siang sampai sore hari - Beberapa kali mencoba melakukan terbang berputar “soaring”

namun terus gagal karena membentur jaring kandang bagian atas

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

64

6 11 Juli 2005 - Cuaca mulai cerah sepanjang hari - Wing marker diketahui terlepas dan ditemukan tergeletak di bawah

pohon - Dua kali terdengar kontak dengan Elang Brontok liar yaitu berupa

cicitan suara Brontok dari arah belakang, tidak jauh dari kandang dan suara Brontok liar dari arah danau Tamblngan

7 13 Juli 2005 - Pengurangan cabang dan daun didalam kandang habituasi. Untung merasa terganggu , terbang menabrak jaring, dan berdiri di atas tanah

- Mulai dilakukan pemasangan jebakan untuk pakan liar yang ada disekitar lokasi/trap untuk tikus

8 14–15 Juli 2005 - Pemberian pakan alami hasil jebakan disekitar lokasi berupa tikus (masih sering makan di bawah)

- Pemasangan kembali wing marker yang lepas - Selama minggu terakhir dalam kandang habituasi sering teramati

elang bisa berburu makanan liar yang ada yaitu kadal liar - Aktivitas terbang semakin meningkat dengan melakukan terbang

antar cabang dan mencoba soaring, namun masih terbatas karena selalu terbentur dengan dinding jaring

- Beberapa kali berpindah cabang dengan terbang jauh dari ujung keujung

9 21 Juli 2005 (Setelah pelepasan)

- Kontak satu-satunya adalah suara yang terdengar diantara tegakan pohon di atas kandang habituasi pada pukul 15.30 wita. Individu elang tidak dapat teramati langsung karena kondisi kanopi pepohonan yang rapat.

8 22–23 Juli 2005 - Pengamatan yang dilakukan menyusur punggungan bukit di atas kandang habituasi ke arah timur mendekati danau Buyan dan kearah selatan kearah Pura Ndek tidak mendapatkan hasil (individu elang tidak dapat teramati)

9 24–25 Juli 2005 - Pertemuan pertama dengan observer pada tanggal 24 Juli pukul 15.27 wita disekitar Pura Ndek, posisi elang sedang bertengger diatas pohon, terlihat telah dapat mencari makanan sendiri (tembolok kelihatan penuh)

- Daerah jelajah yang diketahui masih di sekitar kandang habituasi, Pura Pande sampai Pura Ndek

- Mulai terjadi kontak saling serang dengan Elang Brontok liar, namun kondisinya terlihat baik

- Terlihat mampu melakukan soaring selama satu putaran - Tanggal 25 Juli sore hari, kontak terakhir dengan observer pukul

18.30, elang bertengger di pohon Bunut diparkiran mobil dekat enclave Tamblingan, sekitar 2 km dari kandang habituasi

10 26–31 Juli 2005 - Lokasi masih bertahan di sekitar parkiran tempat wisata danau Tamblingan (berupa ladang jeruk dan kopi) sampai perbatasan dengan jalan raya di sebelah barat (atas) yang berupa ladang bungah pecah seribu

- Aktivitas banyak bertengger dan terbang pendek mengepakkan sayap dari pohon satu ke pohon lain. Beberapa jenis pohon yang sering dipakai sebagai tempat tenggeran adalah pohon Dapdap, Alpukat, Lamtoro, Jarak. Ketinggian tenggeran mulai dari satu meter sampai 11an meter dari atas tanah. Sampai tanggal 31 cara terbang Untung sudah semakin baik dan terlihat sudah bisa imbang saat hinggap ketanah/cabang (tidak goyang)

- Sering terpantau mencoba untuk berburu di sekitar lokasi dan sudah mampu menangkap makanan alami yaitu kadal, tikus dan terlihat juga mendapatkan burung puyuh. Perlakuan terhadap pakan juga masih bervariasi, yaitu di tenggeran pohon dan di atas tanah (dalam kondisi merasa aman). Mulai menampakkan kecenderungan untuk berburu ayam milik penduduk, beberapa kali diketahui menyambar burung yang ada di dalam sangkar rumah penduduk dan pada tanggal 31 sore sempat menyerang anak anjing milik masyarakat

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

65

11 1–4 Agustus 2005 - Arah terbang semakin sering melintas jalan raya (kesebelah Barat), ke daerah Asah Munduk yang merupakan daerah perkebunan kopi dan bunga pecah seribu, diperkirakan karena selama 2 hari ini ada kontak beberapa kali dengan jenis Elang Brontok liar dan elang ular (lewat suara) dan beberapa kali teramati sempat saling serang dengan burung raja udang Halcyon cyanoventris dikebun bunga pecah seribu

- Tidak teramati berburu/makan, namun secara umum kondisi badan bagus, dari informasi masyarakat beberapa kali selama seminggu terakhir masyarakat memberikan makanan berupa kadal dengan cara mengikatkan kadal pada galah dan diberikan saat burung bertengger

- Didapatkan informasi dari masyarakat tentang kemungkinan dimakannya ayam milik masyarakat oleh Untung dan kemudian dilakukan pengecekan, dan diketahui sebanyak 7 ekor anakan ayam milik Putu Ambara telah dimakan selama rentang waktu seminggu terakhir ini (sudah diganti)

- Monitoring selama 2 hari terakhir tidak menjumpai sama sekali burung di sekitar lokasi dan pencarian kemudian dilakukan kearah Desa Munduk, arah jalan ke Desa Gobleg, enclave Tamblingan dan mengarah gunung Pucuk, namun tetap tidak diketemukan

12 5 Agustus 2005 - Pencarian tetap dilakukan di daerah Tamblingan dan gunung Pucuk, namun tidak ada kontak langsung antara burung dengan observer

- Informasi dari masyarakat sekitar pukul 11.00, Untung terlihat di Villa gunung Pucuk. Terlihat habis berburu/makan, kemudian bertengger di pohon Cemara Pandak dan terdapat Elang Brontok liar lain yang bertengger satu pohon dengannya.

- Bertarung dengan dua ekor elang lain (jenis tidak diketahui) yang baru datang selama beberapa menit kemudian terbang jauh dengan mengepakkan sayap kearah Asah Munduk, kemudian tidak teramati lagi

13 6–8 Agustus 2005 - Pencarian difokuskan di sekitar dusun Asah Munduk, namun tidak diketemukan karena sulitnya lokasi yang terdiri dari bukit dan jurang serta sulitnya jalan antara satu tempat ke tempat lainnya. Kondisi dari Asah Munduk berbukit jurang dengan ketinggian sampai 1300-an dan kemiringan sampai 450. Merupakan perkebunan bunga pecah seribu dibagian atas dan perkebunan kopi serta cengkeh di bagian bawah, berbatasan dengan banjar Penyabangan, Limpah dan Lebah Tapong termasuk desa Munduk. Cuaca di lokasi sering kali tidak menentu, pagi sampai siang biasa cerah panas namun setelah pukul 13.00 biasanya mendung mulai turun, gerimis dan kabut mulai naik sampai sore hari

- Selama di lapangan, diperoleh informasi bahwa memang benar Untung telah berada di sekitar Asah Munduk bahkan telah sempat memakan ayam milik masyarakat sekitar, yaitu milik Dadong Pice, Made Gingsir, Made Gawat, Nengah Suar, Nengah Srinu dan Men Cobleng

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

66

14 9–11 Agustus 2005 - Cuaca tidak menentu selama pengamatan lapangan, pagi cerah tetapi pada pertengahan hari cuaca mulai mendung dan berkabut tebal

- Burung sering dijumpai disekitar Asah Munduk (sekitar rumah Made Gawat) dan banjar Lebah Tapong. Untuk itu observasi biasanya dilakukan dengan memecah tim menjadi dua atau tiga tempat sekaligus

- Kondisi burung cukup baik, aktivitas burung seperti pengamatan sekeliling, mengamati mangsa maupun menelisik sudah sering dilakukan

- Jarak terjauh jelajah Untung yang diketahui adalah sekitar banjar Lebah Tapong dan Penyabangan (perkebunan cengkeh), sekitar 4 kilo meter dari kandang habituasi

- Cara terbang sudah mulai bagus, itu terlihat Untung sudah mampu melakukan terbang dengan jarak yang cukup jauh dengan mengepakkan sayap, sudah tidak terlihat kaku lagi

- Pohon yang sering digunakan sebagai tempet bertengger adalah Dapdap, Alpukat, Cempaka, Lenggung dan Cemara

- Selama pengamatan tidak pernah dijumpai secara langsung elang berburu dan makan, namun dari kondisi burung yang bagus dapat diketahui kalau untuk pakan elang tidak mendapatkan kesulitan

15 12–15 Agustus 2005 - Beberapa kali teramati mencoba berburu menyambar mangsa namun tidak berhasil, sekali terlihat berhasil menyambar tikus dan membawanya terbang serta memakannya di atas pohon Alpukat. Ini terjadi pada tanggal 12 Agustus sekitar pukul 17.00.

- Beberapa kali kontak dengan orang/masyarakat karena elang mencoba mengambil anakan ayam yang banyak terdapat di kebun-kebun sehingga dilakukan pengusiran

16 16 Agustus 2005 - Pengamatan dilakukan di beberapa tempat tidak menemukan elang sama sekali. Beberapa titik yang sempat dilakukan pengamatan antara lain perbatasan Asah Munduk - Limpah, rumah Made Gawat, rumah pekak Pice dan bukit diatas Lebah Tapong

- Pada saat pengamatan terlihat seekor elang hitam disekitar lokasi, terbang soaring, turun kearah Gobleg dan teramati kembali membawa mangsa (sarang?) terbang ke arah gunung Pucuk

17 Pada tanggal 18 Agustus 2005 diperoleh informasi bahwa Untung tertembak

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

67

RASCO

1 27–30 Juni 2005 - Prilaku dominan bertengger, mulai menelisik bulu dan meregangkan sayap

- Respon terhadap sekitar mulai ada (waspada terhadap kelompok burung di sekitar), baik dengan pengamatan sekitar maupun suara

- Mulai berlatih terbang dengan berpindah dari satu cabang ke cabang lain atau terbang dari pohon ke tanah dan sebaliknya

- Mencoba melakukan soaring dengan melakukan terbang menyilang, namun terhalang dinding kandang (sering berbenturan

- Pengawasan terhadap mangsa masih lemah, makan di atas tanah, namun semakin meningkat di minggu terakhir (mampu membawa dan makan ditenggeran) dan berburu pakan liar yang melintas di kandang (kadal)

- Berusaha mencabut wing marker

2 1–6 Juli 2005 - Respon terhadap mangsa, pengawasan dan penanganan mangsa mulai membaik dengan semakin cepatnya proses dan keakuratan berburu mangsa

- Respon pertahanan diri terhadap daerahnya dari elang lain di sekitar kandang mulai nampak dengan aktifnya bersuara setiap ada elang lain nampak di sekitar lokasi

- Dilakukan perlakuan gangguan (menakut-nakuti) individu elang supaya mau membawa mangsa ketenggeran

3 7–11 Juli 2005 - Cuaca cenderung mendung dan hujan dari pagi sampai sore hari - Aktifitas lebih banyak diam bertengger dan bersuara, aktifitas

berburu berkurang

4 12–13 Juli 2005 - Mulai diberikan pakan alami berupa tikus hasil tangkapan di sekitar lokasi

5 14–21 Juli 2005 - Dilakukan puasa terhadap individu elang, sehari diberi makan sehari puasa untuk mengasah insting berburu elang

- Peningkatan penanganan terhadap mangsa tikus yang diberikan selama puasa

- Penampakan beberapa kali dari elang laut dan Elang Brontok di sekitar lokasi kandang dan individu elang merespon dengan mengeluarkan suara

6 22 Juli 2005 (Setelah pelepasan)

- Kandang dibuka pukul 13.00, individu elang tidak langsung keluar kandang, lama melakukan observasi sekeliling luar kandang

- Terbang bolak-balik dari tenggeran belakang ke tenggeran dekat pintu

- Pukul 18.30, individu elang keluar kandang dengan sendirinya

7 23–25 Juli 2005 - Kondisi kelihatan bagus, dapat berburu makan sendiri berupa kadal dan berusaha berburu burung tekukur, namun tidak berhasil

- Terbang masih di sekitar lokasi kandang habituasi dan Pura Tajun - Cenderung untuk selalu mendekati observer, dilakukan pengusiran

terhadap individu elang

8 26–28 Juli 2005 - Monitoring yang dilakukan tidak memperoleh hasil karena elang tidak dapat diketemukan lagi di sekitar lokasi Pura Tajun

- Pengamatan mulai diarahkan menuju sekitar lokasi, beberapa kali ke arah barat menuju Tamblingan, ke atas menuju arah gunung Tapak/gunung Lesung dan kearah Camping ground Buyan II, namun elang tidak diketemukan

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

68

9 29–30 Agustus 2005 - Ditemukan di daerah camping ground Buyan II pada pukul 11.45, sedang berdiri di atas tanah, diberikan perlakuan dengan pengusiran namun burung tetap berada di tempat. Dengan sendirinya mau terbang dan bertengger dipohon

- Aktif bergerak, berpindah antar cabang maupun terbang antar pohon. Pohon yang sering dipakai tenggeran adalah pohon Jelunut, Lenggung, Bunut, Cempaka dan Dapdap

- Mampu mencari dan mendapatkan pakan sendiri - Melakukan penyerangan terhadap anjing yang ada di lokasi Buyan

II, diberikan perlakuan menakut-takuti dengan melemparkan ranting pohon

10 1–8 Agustus 2005 - Rasco sudah berada sekitar 3 kilometer dari kandang habituasinya yaitu di lokasi camping ground Buyan I

- Sering kali terlihat terbang dari pohon ke pohon - Teramati aktifitas berburu terhadap pakan alami seperti kadal, bajing

maupun tikus, serta aktifitas minum air danau - Ada aktifitas yang aneh selama pengamatan yaitu Rasco mencabuti

enceng gondok di tepi danau (playing?) serta berburu dan memakan ikan di tepi danau

11 9 Agustus 2005 - Rasco melakukan penyerangan terhadap observer

12 10–12 Agustus 2005 - Rasco melakukan beberapa kali percobaan perburuan terhadap tikus dan burung pergam, namun hanya berhasil menangkap tikus dan memakannya di atas pohon Ficus sp

- Rasco terlihat beberapa kali melakukan kontak dengan elang alami yaitu Brontok, elang ular dan elang hitam yang ada di Buyan I, tidak terjadi saling serang, kontak suara, terbang pasangan maupun tengger pada satu pohon

13 13–14 Agustus 2005 - Tidak ada catatan, karena tidak terjadi perjumpaan dengan individu elang

14 15–16 Agustus 2005 - Aktifitas banyak terbang berpindah antara pohon Dapdap, Seming, Damar maupun turun ke tanah

- Teramati terjadi bentrokkan antara Rasco dengan dua Brontok liar yang ada di sekitar Buyan I, saling serang dan berkejaran kemudian saling terbang menjauh lagi

15 17–30 Agustus 2005 - Selama monitoring pada periode tersebut, 2 kali Rasco tidak ditemukan di lokasi pengamatan (Danau Buyan) yaitu pada tanggal 17 Agustus dan 22 Agustus. Pada tanggal 17 Agustus kemungkinan tidak dijumpai Rasco disebabkan terlalu banyak kegiatan manusia di Danau Buyan yang bertepatan dengan peringatan HUT RI di tempat tersebut. Sedangkan pada tanggal 22 Agustus tidak dijumpainya Rasco diduga karena daya jelajah Rasco yang semakin luas

- Hal penting yang tercatat selama monitoring adalah, Rasco beberapa kali membawa ranting dan cabang-cabang kecil ke atas percabangan utama pohon. Selain itu Rasco sempat mencabuti kulit pohon yang mengering dan daun kering dikumpulkan menjadi satu. Selama melakukan aktifitas di atas pohon tersebut Rasco mengeluarkan suara-suara keras memanggil

- Perilaku lainnya adalah perilaku Rasco yang agresif menyambar manusia dan hewan lainnya (anjing dan ayam)

- Respon teritorial Rasco terhadap elang liar yang mendatangi Danau Buyan, yaitu Rasco cenderung menyerang dan mempertahankan ”daerah” nya. Hal tersebut sempat tercatat ketika ada Elang Brontok liar dan elang laut liar yang datang

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

69

16 2–6 September 2005 - Selama tiga hari mulai tanggal 2 – 4 September sekitar lokasi Rasco sangat ramai dengan aktivitas berkemah (lebih dari 100 orang ada disekitar lokasi, mahasiswa dari Univ. Udayana dan STKIP Singaraja), monitoring sulit dilakukan karena Rasco cenderung menjauh dari lokasi dimana biasanya dia berada tiap harinya

- Kontak dengan elang baru terjadi pada tanggal 6 pukul 18.15 petang hari. Posisi Rasco bertengger pada pohon Dapdap di kebun (rumah Bpk. Jonson), terlihat baru selesai makan karena terlihat menggosok-gosokkan paruh di cabang pohon dan kadang terlihat mau memuntahkan sesuatu dari mulutnya, tembolok tampak penuh terisi. Pohon Dapdap di kebun Bpk. Jonson diperkirakan sebagai salah satu dari pohon tempat tidur Rasco

- Tercatat satu kali Rasco terbang menyambar pemancing yang sedang berjalan lewat di bawah pohon tenggerannya (terkena punggung), langsung terbang menjauh ke bagian tepi danau

17 7 September 2005 - Sempat mencoba menyambar observer (posisi pengamatan terlalu dekat dan mungkin elang merasa terganggu) lalu kembali ke pohon semula. Observer bergeser menjauh, melakukan pengamatan dari jarak jauh

- Beberapa kali mengejar burung punai, raja udang dan blekok sawah. Terlihat cara terbang yang mulai bagus dalam kondisi mengepakkan sayap (kepakan sayap sudah tidak terlihat berat lagi)

- Pukul 10.34, respon terhadap suara elang lain yaitu Elang Ular dan Brontok liar. Rasco mengeluarkan suara mencicit keras, dan lama. Kontak langsung dengan kehadiran 2 Brontok liar terjadi sampai pukul 11.25. Rasco terlihat mempertahankan daerahnya dengan mencoba mengejar Brontok liar yang datang, saling mengejar terjadi di antara tajuk-tajuk pohon, namun terlihat Rasco belum bisa mengimbangi kalau elang liar terbang melayang di atas tajuk-tajuk pohon.

18 10–14 September 2005 - Aktivitas Rasco masih berada di sekitar lokasi camping ground Buyan I

19 17–21 September 2005 - Selama lima hari pengamatan lapangan di lokasi camping ground Buyan I, tidak terjadi kontak langsung dengan individu elang yang di monitoring. Keberadaan Rasco di sekitar lokasi hanya diperoleh dari informasi masyarakat sekitar danau. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi dengan tidak adanya kontak langsung dengan satwa, yaitu bahwa daerah jelajah Rasco semakin luas, indikasi ini didapat setelah beberapa hari pengamatan di lokasi yang biasanya didatangi ternyata tidak diketemukan, dan dari informasi masyarakat Rasco dijumpai dibeberapa tempat yang dulunya belum pernah dijumpai Rasco. Rasco sempat dijumpai masyarakat sudah sampai di kebun kopi di Banjar Yeh Mas, di atas rumah jamur serta pernah terlihat berburu dan memakan Mandar di tepi danau Buyan sebelah timur dekat Pura Beji.

Laporan Teknis Pelepasliaran Dan Monitoring Paska Pelepasliaran Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus) di Taman Wisata Alam Danau Buyan – Danau Tamblingan, Bali.

70

LAMPIRAN 10. Laporan Kronologis Tertembaknya Untung

Kronologis Penemuan Untung dan Proses Perawatan Kembali di PPS Bali

Untung pertama kali ditemukan di kebun cengkeh milik Teja, warga Dusun Taman Desa Munduk, kemudian diserahkan kepada Putu Sudarma. Pada tanggal 18 Agustus 2005, berita penemuan Untung disampaikan ke Komang, dan segera diambil oleh Pak Mangku Gde Swetra (warga sekitar Danau Tamblingan) dan Wildan (volunteer). Saat diambil, Untung tembolok dalam keadaan kosong, tidak mampu berdiri di tenggeran. Oleh Pak Mangku, Untung diberi anak ayam dan langsung dimakan. Menurut Pak Mangku, cara Untung memakan anak ayam terlihat masih ganas, kemungkinan lapar karena belum makan. Diduga Untung ditembak tanggal 15 Agustus 2005 siang (sore hari) atau pada tanggal 16 Agustus 2005, karena pada tanggal 15 Agustus 2005 pukul 10.47 wita, Untung masih terpantau oleh observer. Sore hari tanggal 18 Agustus 2005, itu juga Untung dievakuasi kembali ke Pusat Penyelamatan Satwa Bali di Tabanan untuk diperiksa dan memperoleh pengobatan lebih lanjut. Di PPS Bali, untuk sementara Untung ditempatkan di kandang isolasi guna melihat dan memantau perkembangan dari luka yang dideritanya.

Luka tembak yang diderita Untung terletak pada sayap kanan bagian atas (mayor dan minor metakarpal), tembus dan berlubang pada bagian tulangnya (terlihat dari hasil rontgent yang dilakukan) dan hilangnya bagian tulang yang diterjang peluru (menjadi serpihan kecil). Beberapa perlakuan pengobatan yang diberikan berupa obat-obatan luka luar (Betadin, Revanol), melalui injeksi (Hematophan, Dexamethason,

Oxytetra) maupun per oral (Nutriplus Gel, Vit A) melalui makanan yang diberikan. Untuk tulang sayap yang mengalami fraktur, dilakukan fiksasi dengan menggunakan batang kayu untuk menyangga tulang sayap dari atas dan bawah sehingga posisi tulang tidak terlalu bergerak. Untung dirawat dalam kandang isolasi sampai tanggal 24 Agustus 2005, kemudian dipindahkan ke kandang raptor besar untuk melatih kembali kemampuan terbangnya. Selama dalam kandang raptor, kemampuan terbang Untung sudah mulai mengalami kemajuan, terbang antartenggeran dan meluncur dari tenggeran ke tanah atau sebaliknya. Insting berburu dan membunuh masih nampak, karena selama di kandang dia hanya mau memakan mangsa yang hidup, pakan berupa cacahan daging sama sekali tidak dimakan.