Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

24
Buku Pedoman Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik Sumber Daya Alam di Daerah Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri
  • Upload

    wasmui
  • Category

    Law

  • view

    21
  • download

    4

Transcript of Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Page 1: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

1 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Buku Pedoman

Pelembagaan Balai Mediasi

Penyelesaian Konflik Sumber

Daya Alam di Daerah

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri

Page 2: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

2 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

1. Latar Belakang …………………………..……… 1

2. Maksud dan Tujuan ……………………...…….. 4

3. Landasan Hukum …………………………..….. 5

4. Ruang Lingkup ……………………………..…. 6

5. Definisi Operasional ……………………….….. 7

6. Prinsip-prinsip Kerja Lembaga ………………… 9

7. Kelembagaan dan Mekanisme Kerja ……………. 12

Daftar Isi

Page 3: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

3 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Sumberdaya Alam (SDA) merupakan sumberdaya yang terbatas, keberadaannya sangat ditentukan oleh faktor alam itu sendiri dan tingkah laku manusia terhadap alam. Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam sangatlah tinggi baik langsung maupun tidak langsung. Seiring dengan perkembangan zaman, dimana terjadi tingkat pertumbuhan penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan ekonomi yang belum terbayangkan sebelumnya, maka salah satu dampaknya adalah semakin tingginya tingkat persaingan memperebutkan sumberdaya alam. Padahal kondisi dan jumlah sumberdaya alam yang semakin menurun membuat daya dukung lingkungan dan semakin membatasi akses dan keadilan dalam mengelola sumberdaya alam oleh rakyat miskin. Dalam banyak kasus, kemiskinan sesorang atau komunitas yang meningkat berimplikasi positif terhadap ketergantungannya yang tinggi atas pemanfaatan sumberdaya alam dalam menciptakan tingkat kesejahteraannya. Hal ini wajar terjadi mengingat tempat hidup dan mata pencahariannya bersumber pada pengelolaan sumberdaya alam yang berada disekitarnya. Oleh karena itu, manakala terjadi gangguan terhadap sumberdaya tersebut akan secara langsung berpengaruh terhadap kehidupannya, dan respon akan selalu diberikan untuk mempertahankan keberlanjutan ekonomi dan ekologi. Pembangunan dan pengembangan bisinis yang sifatnya intervensif dan ekspansif seringkali berhadapan dengan keterbatasan

1. Latar Belakang

Page 4: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

4 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

sumberdaya alam dalam mencapai tujuannya. Dalam banyak kejadian terjadi persoalan perebutan pengelolaan sumberdaya alam, baik antar sektor dalam pemerintahan, antara pemerintah dan masyarakat, antara pemerintah dan swasata, antara swasta dan masyarakat, diantara kelompok masyarakat, atau bahkan diantara

gabungan kedua dn ketiga dengan kelompok lainnya. Berbagai permasalahan tersebut menegaskan k e m b a l i t e n t a n g terbatasnya akses dan kesempatan masyarakat miskin yang tinggal di kawasan hutan, kawasan pertambangan, kawasan pesisir, dan kawasan l i n d u n g t e r h a d a p s u m b e r d a y a a l a m s e b a g a i s u m b e r penghidupan. Masalah tersebut diperparah dengan t e r j ad inya kerusakan dan degradasi l ingkungan yang mengakibatkan mutu l i ng k un g an h i d u p sebaga i penunjang

kehidupan mengalami penurunan. Perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup seperti pembuatan peraturan perundangan juga sering mengabaikan partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan review berbagai

Proses pemiskinan juga terjadi dengan menyempit dan hilangnya sumber matapencaharian masyarakat miskin akibat penurunan mutu lingkungan hidup terutama hutan, laut, dan daerah pertambangan. Berdasarkan statistik kehutanan, luas hutan Indonesia telah menyusut dari 130,1 juta ha (67,7% dari luas daratan) pada tahun 1993 menjadi 123,4 juta ha (64,2% dari luas daratan) pada tahun 2001. Penyusutan ini disebabkan oleh penebangan hutan yang tidak terkendali, penjarahan hutan, kebakaran, dan konversi untuk kegiatan lain seperti pertambangan, pembangunan jalan, dan permukiman (Bappenas, BPS dan UNDP, 2004). Sekitar 35% dari hutan produksi tetap seluas 35 juta ha juga rusak berat. Hutan yang dapat dikonversi kini tinggal 16,65 juta ha. Dengan laju konversi tetap seperti saat ini maka dalam waktu 25 tahun areal hutan konversi akan habis. Saat ini laju deforestasi hutan Indonesia diperkirakan sekitar 1,6 juta hektar per tahun (BKPK, 2001). Dampak lanjutan dari kerusakan ini adalah terjadinya degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi dan

Page 5: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

5 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup

Konflik kepentingan tersebut beragam sifatnya, mulai dari persoalan ekonomi-politik hingga sosio-kultural dengan bermacam dimensi di dalamnya termasuk isu nilai, etik dan pelestarian lingkungan. Dan seperti diketahui bersama, dalam konflik ini masyarakat yang menjadi korban dan paling banyak menanggung dampak negatifnya. Mengantisipasi hal demikian dan seiring dengan komitmen pemerintah untuk merealisasikan hak azasi menjadi dasar dalam kehidupan bernegara bangsa, seperti dengan dirativikasinya hak Sipol dan Ekosob dengan UU No.../2005, untuk memperkuat UU HAM, dan juga untuk menegakkan UU PSDA diluar peradilan maka sewajarnya bila pemerintah memberikan respon yang memadai bukan hanya di dataran komitmen saja melainkan memberikan respon yang inklusif secara kelembagaan di setiap daerah baik propinsi maupun kabupaten kota. Pendekatan kelembagaan ini bersifat imparsial, jadi tidak sektoral semata-mata dan secara struktural peluangnya sangat mungkin yakni dengan memberi ruang yang aktif bagi biro hukum pemda dan dinas sektoral atau badan untuk secara dini menangani konflik sumberdaya alam dan secara khusus menciptakan Lembaga ( Badan atau Tim Koordinasi) Mediasi Konflik Pengelolaaan Sumberdaya Alam.

Page 6: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

6 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Pemerintah daerah dalam menangani konflik PSDA dapat memberikan respon kelembagaan yang memadai, sistematis dan memuaskan dengan memberikan ruang pada para pihak yang berkepentingan untuk berbagi informasi, tanggung jawab dan mencari jalan keluar atas persoalan dan perbenturan kepentingan yang terjadi sebagai dampak dari kebijakan, tindakan atau program tertentu yang dilakukan masing-masing pihak atau pemerintah. Dengan demikian, tujuan umum dari panduan ini adalah memperkecil timbulnya konflik antar pihak dalam pengelolaan SDA dengan kesadaran kritis melalui dialog dan musyawarah. Sementara tujuan khusus dengan adanya buku pegangan ini adalah :

2.1 Membudayakan mekanisme konsultasi antar pihak sebagai sarana atau pelayanan yang nyata dan bermanfaat bagi masyarakat, dunia usaha (swasta) dan pemerintah berkenaan dengan konflik pengelolaan SDA

2.2 Melembagakan pendekatan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar peradilan yang bertumpu pada musyawarah untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif

2. Maksud dan Tujuan

Page 7: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

7 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Dalam kerangka pelembagaan pendekatan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa pengelolaan sumberdaya alam diluar pengadilan, maka beberapa aturan – perundangan yang dapat dijadikan dasar hukum adalah sebagai berikut :

3.1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

3.2 Undang-undang No. 30 tahun 199 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

3.3 Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

3.4 Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

3.5 Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

3.6 Hukum Acara Perdata (HIR), Pasal 131 dan 132

3.7 Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

3. Landasan Hukum

Page 8: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

8 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

4.1 Wilayah Kerja Secara administrasi lingkup kerja dari lembaga mediasi ini meliputi daerah kaputaen/kota atau propinsi, sesuai dengan masing-masing wilayah. Sedangkan untuk isu sengketa yang dimediasi menyangkut pengelolaan sumberdaya alam meliputi Kehutanan, Pertambangan dan Sumberdaya air.

4.2 Dari sisi Proses

Dalam pengembangan lembaga mediasi ini, maka lingkup kerjanya akan dilakukan meliputi :

a. Pemetaan wilayah (data base) potensi konflik baik yang latent maupun manifest

b. Analisis konflik dan stakeholder yang terlibat atau sebagai pelaku

c. Menciptakan mekanisme konsultasi dan skema proses mediasi antar pihak

d. Melakukan mediasi hingga mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa

e. Mendokumentasikan seluruh proses mediasi f. Melakukan monitoring dan evaluasi g. Membuat laporan dan rekomendasi pada kepala daerah atas

hasil mediasi dalam konflik pengelolaan sumberdaya alam.

4. Ruang Lingkup

Page 9: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

9 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Dalam kaitan dengan pengembangan lembaga mediasi untuk penyelesaian sengketa pengelolaan sumberdaya alam, ada sejumlah istilah yang digunakan dan membutuhkan kejelasan dan batasan pengertian yang lebih operasional. Beberapa istilah dalam pelembagaan mediasi adalah sebagai berikut : 5.1 Pengelolaan Konflik, adalah keniscayaan sosial sehingga konflik tak akan pernah bisa dihilangkan. Namun agar tidak menimbulkan instabilitas sosial dan mencegah ketidakadilan, konflik harus dikelola, baik dengan cara yang bersifat preventif maupun dengan penanggulangan konflik yang sedang terjadi. Upaya pencegahan dan penanggulangan konflik inilah yang disebut dengan pengelolaan konflik. 5.2 Alternatif Penyelesaian Sengketa, pengelolaan konflik secara damai yang dianggap efektif ---khususnya dalam rangka penyelesaian konflik--- sejak lama dipercayakan penuh pada pengadilan. Namun demikian, sekarang ini berkembang juga prosedur dan mekanisme penyelesian konflik yang lain yang disepakati dan keputusannya mengikat para pihak yang berkonflik. Dalam hal ini, prosedur dan mekanisme lain ---diluar pengadilan--- itulah yang dimaksud dengan alternatif penyelesaian sengketa.

5. Definisi Operasional

Page 10: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

10 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

5.3 Arbitrase, prosedur arbitrase termasuk dalam pengertian alternatif penyelesaian sengketa. Akan tetapi karena adanya kewenangan untuk mengambil keputusan mengkat, arbitrase tidak dimasukkan karena prosedurnya yang hampir sama dengan pengadilan. 5.4 Mediasi, prosedur penyelesaian sengketa dengan me-manfaatkan pihak ketiga sebagai penengah dan tidak berwenang untuk secara sepihak---diluar kesepakatan para pihak-- mengambil keputusan yang mengikat. Dalam hal ini mediator dapat bertindak sebagai fasilitator. 5.5 Fasilitasi, adalah prosedur penyelesain sengketa dimana pihak ketiga yang independen berinisiatif sendiri dan mengusahakan terjadinya komunikasi dan serta mengusakan adanya kesepakatan penyelesaian sengketa antara para pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, fasilitator tidak berwenang untuk mengambil keputusan yang mengikat. Prosedur ini bisanya dilakukan dalam hal terjadinya konflik/sengketa dimana para pihak sulit untuk memulai komunikasi. 5.6 Mekanisme Konsultasi, adalah suatu usaha atau proses (mekanisme) yang sistematis dan berkesinambungan dan dilakukan oleh pihak yang berkonflik untuk mencari penyelesaian sendiri yang mana dalam proses tersebut difasilitasi oleh pihak ketiga. 5.7 Negoisasi, adalah suatu upaya atau proses yang sistematis, bertujuan jelas dan dilakukan oleh pribadi atau tim melalui aktivitas tawar-menawar untuk menyelesaikan konflik. Dikatakan bertujuan jelas dalam hal ini adalah negoisator memiliki posisi sebagai salah satu yang berkonflik atau atas nama kemanusiaan (mandat tim) dengan upaya memenangkan hal tertentu.

Page 11: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

11 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Lembaga Mediasi konflik pengelolaan SDA dalam implementasinya harus mampu menjamin prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, dalam putusan yang dibuat atau difasilitasi atas sengketa yang terjadi tidak merugikan kepentingan lingkungan. Disamping itu, keberadaan lembaga ini diharapkan bersifat permanen bukan ad-hoc yang didasarkan kasus. Sehingga lembaga mediasi dapat memantau hasil, manfaat dan dampak dari proses mediasi yang dilakukan. Secara lebih rinci, prinsip – prinsip dari kerja lembaga mediasi ini adalah sebagai berikut :

6.1 Prinsip-prinsip yang Berkenaan dengan Maksud dan

Tujuan

A. Kesamaan hak dan tanpa pembedaan

Lembaga Mediasi konflik PSDA menjamin adanya kesamaan hak tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa, keyakinan politik dan kemampuan berbeda.

B. Manfaat Bersama

Lembaga Mediasi konflik PSDA harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat miskin laki-laki dan perempuan.

6. Prinsip-prinsip Kerja Lembaga

Page 12: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

12 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

C. Aman dan adil

Lembaga Mediasi konflik PSDA harus menjamin keamanan para pihak dan berkeadilan.

D. Kemandirian

Lembaga Mediasi konflik PSDA akan bersikap mandiri sekalipun sebagai badan publik harus tetap melindungi warganya terutama yang miskin dan posisi tawarnya rendah.

6.2 Prinsip-prinsip yang Berkenaan dengan Proses

A. Kebersaamaan

Penyelesaian konflik PSDA menjadi tanggung jawab bersama dilakukan dengan keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat termasuk orang miskin baik laki-laki maupun perempuan.

B. Transparansi

Lembaga Mediasi konflik PSDA menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui pelayanan bagi semua pihak terutama korban masyarakat miskin.

C. Akuntabilitas

Adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas kemajuan, hambatan, capaian, hasil dan manfaat baik dari sudut pandang Lembaga Mediasi konflik PSDA dan apa yang dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin, laki-laki dan perempuan kepada parlemen dan rakyat.

Page 13: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

13 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

D. Keterwakilan

Lembaga mediasi konflik pengelolaan SDA menjamin keterwakilan kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari konflik PSDA terutama mempertimbangkan keterwakilan kelompok minoritas dan kelompok rentan.

E. Ketepatan Waktu

Lembaga mediasi konflik pengelolaan SDA harus bekerja dengan ukuran waktu yang jelas dan pasti untuk setiap proses kegiatanya. Sehingga lembaga ini tidak menjadi birokratis dan mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang akan menggunakan. Misal saja ; waktu yang dibutuhkan untuk memediasi suatu kasus konflik. Berapa hari dibutuhkan untuk kegiatan investigasi dan kegiatan yang lainnya.

Page 14: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

14 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Didasarkan atas arah, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan lembaga mediasi konflik pengelolaan sumberdaya alam, maka dalam implementasinya ada 2 bidang yang perlu dirancang dan disiapkan konsep operasionalnya. Kedua bidang yang dimaksud adalah sebagai berikut :

7.1 Bidang Kelembagaan

a. Dasar Hukum Pembentukan

Lembaga Mediasi konflik PSDA Provinsi dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur, sedangkan Lembaga Mediasi konflik PSDA Kabupaten/Kota dibentuk berdasarkan SK Bupati/Walikota

b. Kedudukan Lembaga

Lembaga Mediasi konflik pengelolaan SDA Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) adalah forum lintas pelaku sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, strategi, program, dan kegiatan penanganan konflik PSDA di daerah, yang secara struktural berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur, Bupati/Walikota.

c. Tugas dan Fungsi,

Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah bertugas untuk melakukan langkah-langkah strategis dan nyata dalam mempercepat upaya penanganan konflik PSDA di daerah

7. Kelembagaan dan Mekanisme Kerja

Page 15: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

15 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

melalui koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, strategi, program, dan kegiatan .

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

Koordinasi dan sinkronisasi dalam perumusan kebijakan dan strategi penanganan konflik PSDA.

Koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan pembiayaan program dan kegiatan penanganan konflik PSDA.

Koordinasi dan sinkronisasi Konsultasi dan Mediasi Konflik PSDA

Koordinasi dan sinkronisasi dalam pemantauan, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan penanganan konflik PSDA.

Sosialisasi dan diseminasi kebijakan, strategi, program, dan kegiatan penanganan konflik PSDA.

Fasilitasi dan pengembangan berbagai upaya penanganan konflik PSDA

d. Kegiatan Pokok

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan Lembaga Mediasi konflik PSDA Daeah adalah sebagai berikut:

Pendataan dan pemetaan konflik PSDA sebagai data base

Analisis Stakeholder dalam konflik PSDA.

Pembuatan Strategi Penanganan konflik PSDA

Pembuatan Mekanisme konsultasi bagi para pihak

Page 16: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

16 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

terutama korban konflik PSDA

Penyusunan Rencana Kerja Mediasi konflik PSDA.

Pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan kondisi konflik PSDA.

Pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan kinerja pelaksanaan program dan kegiatan sesuai MOU yang dihasilkan Mediasi.

Penyebarluasan informasi program dan kegiatan Lembaga Mediasi konflik PSDA dan hasil-hasilnya.

Fasilitasi dan pengembangan program kerjasama dan kemitraan lintas pelaku dalam upaya penanganan konflik PSDA.

Dokumentasi dan Pelaporan seluruh kegiatan Lembaga Mediasi konflik PSDA.

e. Struktur Organisasi Lembaga Mediasi Konflik PSDA Daerah

Secara kelembagaan, sekalipun bentuknya merupakan multistakeholder forum atau forum lintas pelaku, namun struktur organisasi Lembaga Mediasi konflik pengelolaan SDA masih mengacu pada tatanan atau aturan di lingkungan pemerintahan. Secara lebih rinci, maka struktur organisasi dari lembaga medeiasi konflik pengelolaan SDA di tingkat daerah adalah sebagai berikut:

Page 17: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

17 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Keanggotaan dari Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah tersebut berunsurkan dari Dinas terkait dengan PSDA (Biro hukum), perwakilan dari kelompok usaha PSDA, tokoh masyarakat, LSM, Akademisi dan masyarakat rentan korban PSDA .

Penanggungjawab : Bupati/Walikota Pengarah : Wakil Bupati/Walikota Dewan Perwakilan Daerah Sekretaris Daerah Ketua Pelaksana : Kepala Biro Hukum Pemda Pemda Kabupaten/Kota Sekretaris : Kompetensi

Susunan Keanggotaan Lembaga Mediasi Konflik PSDA

Penanggungjawab : Gubernur Pengarah : Wakil Gubernur Dewan Perwakilan Rakyat daerah Sekretaris Daerah Provinsi. Ketua Pelaksana : Kepala Biro Hukum Pemda Propinsi Sekretaris : Dipilih berdasarkan kompetensi Anggota Pelaksana : Multistakeholder Forum

Susunan Keanggotaan Lembaga Mediasi konflik PSDA

Page 18: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

18 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Kelompok Kerja Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah

Sebagai forum lintas pelaku, Lembaga Mediasi konflik PSDA

Daerah melibatkan berbagai unsur meliputi kalangan dunia

usaha, tokoh agama dan masyarakat, perguruan tinggi, lembaga

swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah. Untuk

mengefektifkan kerjanya, anggota dapat saja membentuk

kelompok kerja yang dianggap penting sesuai dengan

kepentingan daerah masing-masing.

Sekretariat Lembaga Mediasi konflik PSDA

Untuk mendukung kelancaran operasionalisasi Lembaga Mediasi

konflik PSDA Daerah dibentuk Sekretariat dipimpin oleh

Kepala Sekretariat. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala

Kesuksesan proses mediasi dan negosiasi sangat tergantung pada karakter dan kemampuan mediator atau negosiator memahami permasalahan utama dalam konflik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang mediator atau negosiator, yaitu:

_ Mandat _ Aksesibilitas _ Kerja Tim _ Kredibilitas _ Sikap _ Kontekstual

Ketrampilan sebagai seorang dapat menjadi mediator sangat dibutuhkan saat ini. Ketrampilan ini bisa jadi merupakan

Page 19: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

19 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

Sekretariat bertanggung jawab kepada Ketua Pelaksana Lembaga

Mediasi konflik PSDA Daerah.

7.2 Mekanisme Kerja Kelembagaan

A. Koordinasi

Koordinasi dengan para pihak dalam kerangka penyusunan data dan pemetaan untuk data base termasuk di dalamnya Analisis Stakeholder dalam konflik PSDA.yang kemudian dilanjutkan dengan Pembuatan Strategi Penanganan konflik PSDA . Koordinasi secara internal Lembaga M e d i a s i k on f l i k PSDA dalam rangka P e m b u a t a n Mekanisme konsultasi bagi para pihak terutama korban dan Penyusunan Rencana Kerja Mediasi konflik PSDA.

B. Mekanisme Konsultasi

Lembaga Mediasi konflik PSDA melakukan konsultasi dengan semua

Sasaran koordinasi Lembaga Mediasi konflik PSDA : Terwujudnya kesamaan persepsi,

cara pandang, dan pendekatan penanganan konflik PSDA.

Terwujudnya keterpaduan dan sinkronisasi dalam pendataan, perencanaan, penganggaran, sosialisasi dan diseminasi, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, dan evaluasi program dan kegiatan Lembaga Mediasi konflik PSDA.

Terbangunnya sistem, mekanisme, dan prosedur konsultasi dan mediasi konflik PSDA secara terpadu, profesional, dan berkelanjutan di daerah.

Meningkatnya keterpaduan dan sinkronisasi upaya-upaya kerjasama

Page 20: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

20 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

kelompok yang terlibat dalam konflik mengenai berbagai persoalan yang dihadapinya berhubungan dengan PSDA. Konsultasi ini atas dasar pengaduan dari salah satu pelaku konflik yang merasa dirugikan. Namun ketika sudah menjadi konflik terbuka, maka konsultasi dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pihak atau aktor yang terlibat, dan sekaligus menjadi awal dari mediasi yakni negoisasi untuk dimediasi, invenstigasi untuk mendalami problem konflik dan memperjelas pemahaman sehingga dapat disusun berbagai skenario mediasi. Sejumlah pertanyaan yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menggali persoalan yang melatarbelakangi konflik dapat dilihat pada lampiran A.

C. Pelayanan Mediasi

Lembaga Mediasi Konflik PSDA atas inisiatif sendiri mengantarkan para pihak untuk melakukan negoisasi atau menyelenggarakan mediasi secara aktif atas hasil-hasil analisa konflik atau permintaan para pihak yang sudah bersengketa secara terbuka.

Lembaga Mediasi Konflik PSDA posisinya bukan saja menjadi mediator melainkan juga sebagai negoisator yang berupaya menarik para pihak yang berkonflik untuk duduk dalam

Beberapa petunjuk penting bagi mediator dari Lembaga Mediasi Konflik SDA di Daerah karena akan sangat berpengaruh terhadap kinerja lembaga: Posisi Mediator dan

Negosiator Pemahaman Konflik Pemahaman Kelompok

Sasaran Analisis Peran Pihak-pihak

yang Terlibat

Page 21: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

21 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

perundingan, karena tanpa itu maka para pihak akan berjalan sesuai logika konflik kepentingannya.

Sebagai mediator, Lembaga Mediasi sekalipun bersifat netral namun tidak mungkin mampu melepaskan subyektivitasinya minimal kepentingan daerah akan mewarnainya mengingat lembaga ini bentukan daerah.

Hasil mediasi yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat oleh lembaga mediasi dituangkan kedalam ’akta perdamaian’ yang ditandatangani oleh masing-masing pihak yang bersengketa. Akta perdamaian ini bersifat mengikat dan sebaiknya didaftarkan atau diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan legalitas.

D. Sosialisasi dan Diseminasi

Sosialisasi dan diseminasi kebijakan, program serta strategi penanganan konflik PSDA oleh Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah kepada seluruh instansi pemerintah dan stakeholders, terkait sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-sewaktu sesuai dengan kebutuhan. Sosialisasi dan diseminasi dalam bentuk penyebarluasan informasi program dan kegiatan serta hasil mediasi yang sudah dilakukan Lembaga Mediasi konflik PSDA kepada seluruh masyarakat melalui pembuatan brosur, leaflet dll. Dengan demikian, publik dapat mengetahui keberadaan, peran dan fungsi dari lembaga ini.

E. Pemantauan dan Evaluasi

Substansi pemantauan dan evaluasi terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu 1) pemantauan dan evaluasi terhadap proses pelaksanaan

Page 22: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

22 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

program dan kegiatan Lembaga Mediasi Konflik PSDA Daerah; 2) pemantauan dan evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari pelaksanaan mediasi dan 3) pemantauan dan evaluasi terhadap dampak pelaksanaan mediasi konflik SDA dalam mengurangi kerusakan lingkungan.

Secara teknis dan kelembagaan, pemantauan dan evaluasi yang dilakukan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu 1) pemantauan dan evaluasi internal; dan 2) pemantauan dan evaluasi eksternal atau secara independen oleh masyarakat.

F. Pelaporan

Substansi pelaporan terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu 1) pelaporan proses pelaksanaan program dan kegiatan Lembaga Mediasi konflik PSDA; 2) pelaporan hasil dari kasus – kasus pelaksanaan mediasi konflik pengelolaan SDA di daerah dan 3) pelaporan dampak dari mediasi terhadap kondisi lingkungan SDA.

Kepala Sekretariat Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Ketua Pelaksana Lembaga Mediasi di Daerah sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

Ketua Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada Bupati/Gubernur atas perkembangan, hasil keuangan, dan dampak dari keberadaan lembaga kepada Gubernur/Bupati sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Laporan ini juga disampaikan ke publik sebagai bentuk akuntabilitas lembaga.

Page 23: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

23 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

G. Pembiayaan

Seluruh pembiayaan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Lembaga Mediasi konflik PSDA Daerah dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahun anggaran. Lembaga ini dapat juga mendapatkan fee dari pihak yang terlibat dalam konflik. Disamping itu, lembaga ini dapat memperoleh bantuan dari berbagai pihak yang tidak mengikat.

Page 24: Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik

24 Panduan Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik