Pelanggaran Kode Etis Olympus

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mengoperasikan sebuah organisasi yang kompleks (besar dan rumit) dengan efisien dan efektif, manajemen membutuhkan informasi terinci tentang operasi perusahaan. Seperti berapa jumlah bahan yang harus disediakan, darimana bahan diperoleh, berapa jumlah peralatan yang terpakai, berapa karyawan yang layak diperkerjakan, dll. Semua persoalan tersebut akan bisa diatasi oleh manajemen apabila manajemen memperoleh informasi yang tepat untuk digunakan sebagai dasar kebijakannya. Artinya manajemen harus memperoleh informasi tentang masukan dan keluaran operasi atau perusahaan untuk dasar operasinya. Tanpa informasi tentang masukan dan keluaran, maka tidak mungkin manajemen dapat mengambil keputusan dengan tepat. Dilain sisi, pasar keuangan adalah lingkungan yang tidak simetris ketika menyangkut aliran informasi. Informasi- informasi dalam perusahaan dapat dipilah menjadi dua jenis. Jenis pertama merupakan informasi yang bersifat umum dan biasanya tidak atau memiliki nilai ekonomis terbatas, yaitu disebut informasi generik. Informasi ini relatif mudah disampaikan dan diakses oleh pihak luar. Sebaliknya, beberapa informasi tertentu memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama

description

Tugas makalah mata kuliah etika profesi akuntanm mengangkat masalah Olympus yang mengalami kerugian akibat proses penipuan laporan keuangan selama 20 tahun lebih.

Transcript of Pelanggaran Kode Etis Olympus

Page 1: Pelanggaran Kode Etis Olympus

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mengoperasikan sebuah organisasi yang kompleks (besar dan rumit) dengan

efisien dan efektif, manajemen membutuhkan informasi terinci tentang operasi perusahaan.

Seperti berapa jumlah bahan yang harus disediakan, darimana bahan diperoleh, berapa

jumlah peralatan yang terpakai, berapa karyawan yang layak diperkerjakan, dll.

Semua persoalan tersebut akan bisa diatasi oleh manajemen apabila manajemen

memperoleh informasi yang tepat untuk digunakan sebagai dasar kebijakannya. Artinya

manajemen harus memperoleh informasi tentang masukan dan keluaran operasi atau

perusahaan untuk dasar operasinya. Tanpa informasi tentang masukan dan keluaran, maka

tidak mungkin manajemen dapat mengambil keputusan dengan tepat.

Dilain sisi, pasar keuangan adalah lingkungan yang tidak simetris ketika menyangkut

aliran informasi. Informasi-informasi dalam perusahaan dapat dipilah menjadi dua jenis.

Jenis pertama merupakan informasi yang bersifat umum dan biasanya tidak atau memiliki

nilai ekonomis terbatas, yaitu disebut informasi generik. Informasi ini relatif mudah

disampaikan dan diakses oleh pihak luar. Sebaliknya, beberapa informasi tertentu memiliki

nilai ekonomis tinggi, terutama jika terhubung dengan pihak yang tepat di luar perusahaan.

Informasi jenis kedua disebut sebagai informasi spesifik.

Pemicu skandal dan penyalahgunaan pada dasarnya bertumpu pada dua kejadian yang

saling bertolak belakang menyangkut pengelolaan informasi spesifik. Kejadian pertama

adalah ketika informasi spesifik positif mengalir kepada pihak di luar perusahaan melalui

cara-cara tidak sah atau melanggar hukum. Tindakan ini umum disebut insider trading. Salah

satu contoh pelanggaran praktek insider trading adalah tuduhan kepada Rajaratnam, pendiri

Galleon Group dan salah satu hedge fund terkemuka di bursa New York. Kondisi bertolak

belakang yang menyebabkan informasi asimetris adalah ketika informasi spesifik negatif

dicegah mengalir keluar perusahaan. Skandal Olympus adalah contoh terkini dari tindakan

ini.

Page 2: Pelanggaran Kode Etis Olympus

Sistem informasi akuntansi manajemen Olympus adalah satu yang terburuk dalam

sejarah korporasi Asia. Dalam skandal Olympus, ketidakterbukaan atas informasi akuntansi

manajemen juga dipengaruhi oleh faktor budaya yang hidup dan berkembang di Jepang.

Bagaimana skandal tersebut dapat ditutupi oleh pihak internal perusahaan sehingga tidak

terendus –bahkan oleh pihak independen seperti KPMG atau Ernst & Young- dalam kurun

waktu satu dekade.

B. Ruang Lingkup Pembahasan

1. Sejarah Olympus

2. Kronologis praktek manipulasi yang dilakukan Olympus

3. Pelanggaran kode etik akuntan manajemen Olympus

4. Dampak manipulasi laporan keuangan Olympus

Page 3: Pelanggaran Kode Etis Olympus

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Olympus

Ketika pertama kali dibuka untuk bisnis pada tahun 1919 dengan nama Takachiho

Seisakusho, Olympus Corporation tidak dikenal untuk peralatan fotografi. Sebaliknya,

perusahaan dirancang untuk memproduksi mikroskop, dan masih sampai hari ini Olympus

Corporation adalah pemimpin dunia dalam pembuatan mikroskop medis dan peralatan

pencitraan serta instrumen medis - endoskopi pada khususnya. Olympus meluncurkan

baris pertama kamera pada tahun 1936, dan berperan penting sebagai pendiri dalam

revolusi fotografi digital. Berkantor pusat di Tokyo, Olympus memiliki penjualan tahunan

perkiraan $ 10 miliar dan mempekerjakan 35.000 orang (Hoovers, 2012).

Struktur manajemen Olympus tentang praktek tata kelola perusahaan (CG) (Olympus,

2011), tidak drastis berbeda dari perusahaan-perusahaan multinasional Barat (MNCs),

tetapi ada beberapa perbedaan penting berdasarkan tema independensi, objektivitas dan

pengawasan. "Olympus mengadopsi struktur perusahaan dengan sistem auditor

berdasarkan Hukum Perusahaan Jepang (Olympus, 2011)." Di perusahaan multinasional

Barat, hirarki diatur sedemikian rupa sehingga selain dari pemegang saham umum (yang

seolah-olah memegang kekuasaan tertinggi), maka disisi lain ada Dewan Direksi (BOD) yang

memegang kekuasaan tertinggi, dengan Komite Audit memiliki tanggungjawab untuk

memberikan laporan kepada mereka. Sebaliknya, Hukum Perusahaan Jepang Dewan Audit

berada pada tingkat yang sama dengan Dewan Direksi, sekalipun memiliki kewenangan

audit di atasnya.

Dewan Direksi Olympus memiliki 15 anggota, termasuk tiga direksi luar. Fakta bahwa

BOD secara internal memberikan laporan yang bias nantinya akan terbukti menjadi sumber

kemarahan investor asing. Menariknya, biasanya pada perusahaan publik rasio outsiders

pada insiders seharusnya lebih besar, tapi tidak di perusahaan Jepang, bahkan banyak di

perusahaan Jepang tidak memiliki non-eksekutif independen (outsiders) pada BOD nya.

Page 4: Pelanggaran Kode Etis Olympus

B. Kronologi Manipulasi Laporan Keuangan Olympus

Bom atom itu bernama Olympus. Berawal dari tuntutan mantan CEO-nya, Michael

Woodford, skandal busuk yang sudah disimpan rapat selama 20 tahun itu terkuak sudah.

Bahkan bukan hanya di Jepang, bau anyirnya menyebar ke banyak tempat, memancing rasa

mual melihat rakusnya segelintir orang-orang terhormat di pucuk korporasi.

Pemicu terkuaknya borok ini bermula dari permintaan Woodford terhadap perusahaan

berumur 92 tahun ini untuk menjelaskan transaksi akuisisi sebesar US$ 1,3 miliar (Rp 11

triliun) yang menurutnya janggal. Woodford mencium bau busuk. Ada yang salah dari

kebijakan yang diambil. Dia curiga dana tersebut mengalir ke pos yang salah.

Awalnya – seperti lazimnya skandal yang harus ditutup rapat-rapat –, manajemen

Olympus menyangkal mati-matian. Namun, lewat jalan berliku, akhirnya produsen kamera

asal Jepang itu mengakui telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan

sekuritas selama 20 tahun, sejak era 1980-an.

Aib ini bermula dari akuisisi Olympus atas produsen peralatan medis asal Inggris, Gyrus,

pada tahun 2008. Transaksi senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun) ini juga melibatkan biaya-

biaya lain, yakni ongkos penasihat yang mencapai US$ 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan

pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal senilai US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).

Belakangan terungkap, biaya-biaya lain tersebut (ongkos penasihat dan perusahaan

investasi lokal) adalah akal-akalan. Dana-dana itu digunakan untuk menutupi kerugian

investasi di dua dekade lalu. Modus ini pun terlihat terang-benderang lantaran

pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapusbukukan.

Presiden direktur Tsuyoshi Kikukawa, mantan wakil presiden eksekutif Hisashi Mori, dan

mantan auditor Hideo Yamada, mantan bankir Akio Nakagawa dan Nobumasa Yokoo dan

dua orang lainnya dicurigai membantu menyembunyikan kerugian investasi besar melalui

kesepakatan M&A yang kompleks, kata laporan Reuters yang bersumber dari para pejabat

di Jepang.

Tiga mantan eksekutif, telah diidentifikasi oleh panel investigasi yang ditugaskan oleh

Olympus, sebagai yang berperan utama dalam penipuan, berusaha menunda penghitungan

dari investasi berisiko yang dilakukan pada akhir 1980-an. Menurut kantor Kejaksaan,

Page 5: Pelanggaran Kode Etis Olympus

ketujuh orang itu dianggap berkonspirasi menyembunyikan kerugian di neraca keuangan

Olympus. Mereka melaporkan aset netto Olympus secara konsolidasi mencapai 344,871

miliar yen (US$ 4,4 miliar) untuk tahun fiskal 2006, padahal mestinya hanya 233,737 miliar

yen. Mereka juga membuat laporan palsu untuk keuangan tahun 2007, dengan

melaporkan aset netto sebesar 367,876 miliar yen, menutupi nilai sesungguhnya yang

hanya 254,246 miliar yen.

a. Skema TOBASHI

Apa itu skema tobashi ? Tobashi dalam bahasa Jepang berarti "to make fly away :

untuk membuatnya hilang" - mengacu pada teknik akuntansi yang digunakan oleh

perusahaan untuk menyembunyikan kerugian investasi, biasanya dengan mentransfer

kerugian menjadi aset untuk perusahaan sekutu atau perusahaan anak(Soble, 2011).

Meskipun tobashi skema muncul di Jepang, perilaku seperti itu tidak asing lagi bagi

skandal yang dialami perusahaan lainnya, termasuk Enron dan Lehman Brothers. Dalam

menyembunyikan kredit macet, skema tobashi membuat perusahaan terlihat lebih baik.

Dengan menjual aktiva bermasalah atau pinjaman ke perusahaan dummy, kerugian

dapat dicegah untuk muncul di laporan keuangan (WSJ, 2011). Tobashi itu sah di Jepang

sampai akhir 1990-an, dan tidak diizinkan untuk dipraktekan lagi ketika aturan

diperketat.

Dalam kasus Olympus, tobashi dipraktekkan dari 1990-an, mengabaikan aturan

Jepang terhadap skema tersebut. Dengan cara yang berbelit-belit, Olympus memberikan

pinjaman kepada bank investasi asing, yang kemudian melanjutkan untuk membeli

produk yang paling tidak menguntungkan dari produksi dari mereka. Pinjaman tersebut

dilakukan sebagai upaya untuk menyembunyikan sekuritas Olympus atas kerugian

investasi terkait. "Produk tobashi itu tidak merupakan pelanggaran terang-terangan

terhadap hukum Jepang pada waktu itu, tapi perilaku itu tetap dianggap tidak pantas

(Jiji, 2011)."

Praktik Olympus terlibat dalam tobashi seharusnya sudah menjadi tanda “red flag”

dan indikator bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kecuali jika kepemimpinan keuangan

Page 6: Pelanggaran Kode Etis Olympus

seluruh perusahaan berkolusi dengan satu sama lain, tidak mungkin bahwa semua

transaksi mencurigakan bisa luput di bawah pengawasan auditor internal Olympus.

Ironisnya, hal ini terutama berlaku dalam kasus struktur tata kelola perusahaan

Olympus, di mana Dewan Audit tidak hanya pada tingkat hirarki yang sama dengan

Direksi, tetapi juga dibebani oleh audit Direksi (yaitu pengamat yang diawasi). Olympus

bahkan memiliki komite manajemen risiko. Selain itu, dari sudut pandang seorang

investor, fakta bahwa investasi Olympus itu telah memburuk (sebelum skema tobashi)

harus telah melayani sebagai peringatan dan pendukung untuk menyelidiki lebih lanjut.

Olympus bukanlah satu-satunya perusahaan Jepang yang terlibat dalam skema tobashi,

skema tersebut digunakan oleh banyak perusahaan pada tahun 1990. Namun

pelanggaran Olympus yang paling mengerikan, dan telah menyebabkan pengurangan

hampir 75% nilai pasar perusahaan pada tahun 2011-2012.

b. Hubungan dengan Kejahatan Terorganisasi

Skandal-skandal yang disembunyikan Olympus masih terungkap satu persatu

sampai sekarang ini, meskipun pada Oktober 2012 Sony secara sah telah membeli

pemilik Olympus dengan memiliki 51% saham di Olympus. Tapi walaupun sudah ada

kejelasan akan nasib Olympus, sampai sekarang tidak ada penghitungan lengkap tentang

sampai dimana sebenarnya lingkup kerugian yang terjadi. Apa yang diketahui pasti

adalah bahwa disamping akusisi bernilai besar yang dipertanyakan dipertanyakan,

Olympus juga membeli pembuat peralatan medis untuk harga $ 2 miliar, ditambah

sekitar $ 670 juta dengan akun "biaya konsultasi", pembelian tersebut dibayarkan

kepada pihak yang tidak disebutkan namanya di Kepulauan Cayman. Skandal itu tidak

berakhir di sana. Di mata banyak kritikus, ini hanya awal, dan beberapa perkiraan

kerugian keseluruhan telah berada di kisaran $ 5 miliar. Seiring dengan pemeriksaan

oleh panel luar berkembang, wartawan investigatif semakin menyebutkan adanya

hubungan yang mungkin dilakukan Olympus untuk kejahatan terorganisir.

Tepat sebelum Olympus secara otomatis dihapuskan dari Bursa Efek Tokyo (TSE),

mereka mengungkapkan lebih dari dua dekade kejanggalan keuangan. Olympus

Page 7: Pelanggaran Kode Etis Olympus

mengatakan bahwa semua akuisisi dipertanyakan adalah untuk menutupi kerugian.

Olympus kemudian menyangkal bahwa mereka meminta bantuan sindikat terorganisir

Jepang kejahatan, yang dikenal sebagai Yakuza, untuk membantu mengatur menutup-

nutupi (Tabuchi, 2011). Namun, peneliti menyimpulkan bahwa Olympus dibayar jauh

lebih banyak daripada kerugian mereka mencoba untuk menyembunyikan. Peneliti

menganggap bahwa banyak dari pembayaran pergi ke sindikat kejahatan terorganisir.

Per Tabuchi (2011):

Olympus membayar total dari ¥ 481 miliar, atau $ 6.25 miliar,

melalui pembayaran akuisisi yang dipertanyakan, untuk

pembayaran biaya investasi dan biaya penasehat dari 2000 hingga

2009, menurut memo itu, tetapi hanya ¥ 105 miliar yang telah atau

dicatat dalam laporan keuangannya. Itu menyisakan ¥ 376 miliar,

atau $ 4.9 miliar, yang belum ditemukan, menurut memo itu.

Menurut memo tersebut, peneliti percaya bahwa lebih dari setengah dari kerugian

yang luar biasa pergi ke kejahatan terorganisir. Sindikat kejahatan terbesar Jepang

adalah Gummi Yamaguchi. Hal ini tidak jelas dalam memo jika Olympus mengetahui

selama ini tentang koneksi tersebut. Jika ternyata dugaan itu benar, maka Olympus bisa

dihapuskan dari Tokyo Stock Exchange.

C. Pelanggaran Kode Etis Akuntansi Manajemen Olympus

Skandal Olympus merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah korporasi di

Jepang, dimana kasus manipulasi laporang keuangan yang mereka lakukan benar-benar

merugikan bukan hanya perusahaan Olympus, tapi merusak citra perusahaan-perusahaan di

Jepang. Loyalitas dan ultrakorporasism justru memberikan dampak negative terhadap

kondisi keuangan perusahaan.

Seperti yang diketahui, Jepang memiliki budaya yang sangat kental akan kecintaan

terhadap bangsa sendiri, budaya tersebut juga mengakar kepada perusahaan asli Jepang

Page 8: Pelanggaran Kode Etis Olympus

seperti Olympus, Samsung, Toshiba, dll. Kebanyakan pegawai atau bagian dari manajemen

perusahaan memiliki loyalitas dan kecintaan yang tinggi terhadap perusahaan. Tetapi

loyalitas tersebut disalah artikan dengan menutup-nutupi kebobrokan perusahaan.

Berikut pelanggaran kode etis akuntansi manajemen yang dilakukan oleh Olympus :

a. Tata Kelola Perusahaan yang Buruk

Berbeda dengan perusahaan Barat (MNCs), Olympus dalam struktur tata kelola

perusahaannya menempatkan Komite Audit pada level yang sama dengan Dewan

Direksi, dimana Dewan Direksi juga memiliki wewenang untuk mengamati kinerja

Komite Audit, padahal seharusnya Komite Audit dan Dewan Direksi merupakan bagian

yang terpisah, dan Komite Audit bekerja secara independen untuk mengamati dan

mengawasi kinerja Dewan Direksi beserta manajemen apakah sudah sesuai dengan

kontrol internal perusahaan atau tidak, bukan malah sebaliknya diawasi oleh Dewan

Direksi.

Olympus juga tidak menempatkan eksekutif maupun non-eksekutif independen

dalam jajaran direksinya, dalam hal ini bukan hanya Olympus tapi hampir semua

perusahaan di Jepang tidak bisa menerima perubahan dengan menempatkan eksekutif

atau non-eksekutif asing dalam jajaran direksinya. Khusus dalam kasus Olympus, ex-

direktur Michael Woodford dipecat dengan tidak hormat tak lama setelah ia

mempertanyakan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di Olympus, independensi

Woodford dan keterbukaan atas informasi yang dimilikinya tidak dapat diterima oleh

jajaran direksi Olympus yang semuanya adalah orang Jepang.

b. Manipulasi Laporan Keuangan Teroganisir

Dengan skema Tobashi, Olympus telah melakukan penipuan atas laporan keuangan

perusahaan selama 20 tahun. Sekalipun skema Tobashi sebenarnya dilegalkan di Jepang

sampai akhir 1990-an, tapi dalam praktik manajemen hal ini seharusnya tidak pantas

dilakukan oleh manajemen sekalipun tidak melanggar hukum

Page 9: Pelanggaran Kode Etis Olympus

Melalui praktek merger dan akuisisi yang kompleks, Olympus telah memanipulasi

laporan keuangannya dan menyembunyikan kerugian investasi mereka. Padahal

seharusnya, harus ada transparansi atas kinerja manajemen yang dilaporkan atau

dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan.

Hal ini bukan dilakukan perindividu melainkan teroganisir secara keseluruhan dalam

badan organisasi Olympus. Baik dari manajemen level atas sampai level bawah telah

bekerjasama dengan sangat baik selama hampir 20 tahun untuk menutupi kerugian

tersebut. Kepemimpinan keuangan seluruh perusahaan berkolusi dengan satu sama lain,

memungkinkan bahwa semua transaksi mencurigakan bisa luput di bawah pengawasan

auditor internal Olympus. Auditer Internal Olympus, Hideo Yamada secara sengaja

membantu menutup-nutupi kerugian investasi yang dialami oleh Olympus dan

memberikan opini wajar atas kondisi internal Olympus. Bahkan dalam salah satu catatan

investigasi atas Olympus disebutkan, salah satu mantan Direktur Operasional Olympus

secara sengaja menyarankan penggantinya untuk tidak membuka mulut dan menutupi

manipulasi yang dilakukan oleh Olympus.

Ini menunjukkan kinerja manajemen yang tidak independen dan terlalu kolektif.

D. Dampak Manipulasi Olympus

Skandal manipulasi yang dilakukan oleh manajemen Olympus, membuat Olympus

hampir dihapuskan dari Tokyo Stock Exchange, Olympus telah mendapat ancaman akan

dihapuskan dari STE, jika mereka tidak memberikan penjelasan tertulis atas kondisi

perusahaan.

Laporan pertanggungjawaban Olympus yang tertuang dalam Report for 144th Term

akhirnya menjelaskan kondisi Olympus yang sebenarnya kepada pihak yang berkepentingan

pada April 2012. Pada laporan keuangan yang telah diaduit tersebut, terjadi penurunan nilai

asset dari ¥966 miliar menjadi tersisa hanya ¥605 miliar, sebagai akibat kerugian investasi

yang tidak dilaporkan oleh Olympus.

Report for 144th Terms seperti pengakuan dosa Olympus terhadap khalayak ramai akan

penipuan besar yang telah mereka lakukan, memecat 7 jajaran direksi, dan menata ulang

Page 10: Pelanggaran Kode Etis Olympus

manajemen perusahaan dengan memasukkan orang-orang baru untuk mengisi BoD

Olympus.

Lebih dari itu, nilai perusahaan juga turun drastis yaitu hampir 75% dari nilai

sebelumnya sebagai dampak penurunan kepercayaan investor terhadap manajemen

Olympus, sampai pada akhirnya Olympus harus menjual sahamnya kepada Sony agar tidak

gukung tikar. Sony kini menjadi pemilik Olympus atas kepemilikan saham sebesar 51%.

Page 11: Pelanggaran Kode Etis Olympus

BAB III

KESIMPULAN

Restrukturisasi Hirarki Manajemen

Di AS, para pemegang saham seolah-olah memegang otoritas tertinggi, dan dapat

mempengaruhi tindakan Direksi utama. Komite Audit merupakan subkomite Dewan, seperti

Komite Manajemen Risiko. Pada Olympus, Komite Audit, meskipun bertanggung jawab

kepada pemegang saham, pada tingkat yang sama wewenang sebagai Direksi, dan terdiri

dari anggota yang mungkin atau mungkin tidak dapat dianggap independen. Ketua Olympus

memimpin Komite Audit, dan ini kadang-kadang dipandang sebagai konflik kepentingan.

Dewan Audit dan Direksi tidak boleh pada tingkat yang sama satu sama lain. Kalau mereka

dalam level yang sama, akan ada kebiasan atas jobdesk masing-masing dewan.

Olympus harus mempertimbangkan mengadopsi struktur gaya tata kelola perusahaan

yang lebih ke Barat di mana ada penggunaan jauh lebih luas dari auditor independen di luar,

sehingga menghindari potensi konflik kepentingan. Salah satu kesulitan dalam menerapkan

strategi ini adalah kenyataan bahwa sedikit auditor eksternal yang berkualitas di Jepang

meskipun tren untuk ketersediaan auditor independen terus meningkat.

Rekomposisi Dewan Direksi

Manajemen harus mengimplementasikan budaya independensi dan keterbukaan atas

informasi pada perusahaan dengan memasukkan orang-orang yang non-Jepang, sekalipun

ada pergantian BoD, tapi jika BoD tetap diisi oleh mayoritas orang Jepang sendiri, bisa jadi

skandal yang sama akan terulang kembali.

Sebelum sebagian besar dari BoD Olympus dipecat dan ditangkap untuk kasus penipuan,

komposisi dewan Olympus terdiri dari hanya tiga direktur independen dari 15 anggota

dewan. Komposisi Direksi perlu diubah, dan rasio yang lebih tinggi dari orang independen

perlu dibudidayakan. Model ini bertentangan dengan norma Jepang, dan perusahaan publik

sebagian besar orang Jepang melihat orang non-Jepang -termasuk direktur independen-

Page 12: Pelanggaran Kode Etis Olympus

sebagai bentuk campur tangan. Hal ini harus diubah. Investor luar, terutama yang asing,

harus memiliki suara yang didengar dan benar dimana hal tersebut hanya terjadi jika diwakili

Direksi. Saat ini, proses pencalonan dewan sangat tidak imbang. Pemilihan kembali Direksi

keseluruhan, termasuk memisahkan peran Chairman dan CEO, akan memberikan

transparansi lebih di perusahaan.

Memastikan Kepatuhan dan Kode Etis Khusus berjalan Efektif

Hal ini dapat menjadi lebih menakutkan daripada kedengarannya, terutama jika program

seperti itu tidak ada. Karena loss-masking yang disebut tobashi begitu mendarah daging dalam

budaya perusahaan Olympus, itu akan membutuhkan pelatihan yang berkelanjutan dan

pemantauan untuk mendukung perubahan. Perlu menanamkan budaya anti-penyuapan yang

spesifik / konflik kepentingan dan kebijakan perlu memiliki taring. Semua dewan direksi

harusnya diberikan pelatihan kepatuhan tahunan dan setiap tahunnya mengakui kode etik

tambahan khusus selain kode biasa, yang mengatur direksi untuk memiliki standar yang lebih

tinggi.

Page 13: Pelanggaran Kode Etis Olympus

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. Manajemen Resiko. 2012. http://www.anneahira.com/manajemen-

resiko.htm[Terhubung Berkala] (10 Maret 2012)

Jones, C. (2011, December 13). Corporate governance in the shadow of Olympus. Japan

Times. http://www.japantimes.co.jp/text/fl20111213zg.html

http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/skandal-penipuan-

korporasi-terbesar-jepang-oleh-olympus

Olympus Buys "Tobashi" Products from Foreign Firm. (12 November). Jiji Press English News

Service. 19 April 2012, ProQuest Central.