PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPAT EN SUKO … · Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan...
Transcript of PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPAT EN SUKO … · Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PELAKSA
NO
PEM
Disu
ANAAN PE
OMOR 3 TA
MBENTUKA
usun dan Dia
Derajat Sarj
U
RIA
UN
ERATURAN
AHUN 2008
AN DINAS
Penu
ajukan untuk
ana dalam I
Universitas S
A BONUS C
NIM
FAKU
NIVERSITA
SU
N DAERAH
8 DALAM K
DAERAH D
ulisan Huku
(Skripsi)
k Melengkap
lmu Hukum
Sebelas Mare
Oleh :
CAHYANIN
M : E110512
ULTAS HUK
AS SEBELA
URAKARTA
2010
H KABUPAT
KAITANNY
DAN TATA
um
pi Persyarata
m pada Fakult
et Surakarta
NG UTOMO
22
KUM
AS MARET
A
TEN SUKO
YA DENGA
A KERJANY
an Guna Mer
tas Hukum
O
T
OHARJO
AN
YA
raih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum ( Skripsi )
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO
NOMOR 3 TAHUN 2008 DALAM KAITANNYA DENGAN
PEMBENTUKAN DINAS DAERAH DAN TATA KERJANYA
Disusun oleh :
RIA BONUS CAHYANING UTOMO
NIM : E1105122
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pembimbing
Suranto, SH. MH
NIP.1956 0812 1986 011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum ( Skripsi )
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO
NOMOR 3 TAHUN 2008 DALAM KAITANNYA DENGAN
PEMBENTUKAN DINAS DAERAH DAN TATA KERJANYA
Disusun oleh :
RIA BONUS CAHYANING UTOMO
NIM : E1105122
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta
pada :
Hari : Senin
Tanggal : 28 Februari 2011
DEWAN PENGUJI
1. Sugeng Praptono, S.H.,M.H. ( ................................. ) NIP. 195608121986011001 2. Aminah, S.H,M.H. ( ..................................) NIP. 195105131981032001 3. Suranto, S.H.,M.H. ( ................................. )
NIP. 195608121986011001 MENGETAHUI
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.
NIP.196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Ria Bonus Cahyaning Utomo
NIM : E 1105122
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul: Pelaksanaan Perda Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008
Dalam Kaitannya Dengan Pembentukan Dinas Daerah adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum
(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Penulis yang membuat pernyataan
Ria Bonus Cahyaning Utomo
E 1105122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
RIA BONUS CAHYANING UTOMO. E 1105122. PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMO 3 TAHUN 2008 DALAM KAITANNYA DENGAN DINAS DAERAH DAN TATA KERJANYA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum Desember 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 dalam dalam kaitannya dengan Pembentukan Dinas Daerah dan Tata Kerjanya serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pembentukan Dinas Daerah tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Data yang digunakan berupa data primer yang bersumber dari para pejabat dan staf terkait serta data sekunder yang bersumber dati literatur, dokumen dan peraturan perundang-undangan dari perpustakaan.
Dari hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 berlangsung secara efektif. Hal tersebut dapat diketahui dari proses pembentukannya telah sesuai dengan dasar hukum, tahapan maupun asas dan prinsip-prinsip dalam pembentukan kelembagaan daerah dengan menerapkan pola minimal sehingga di kabupaten sukoharjo hanya membentuk 12 dinas daerah. Faktor-faktor penghambat dalam pembentukan Dinas daerah di Kabupaten Sukoharjo meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Ria Bonus Cahyaning Utomo. E 1105122. The implementation of local regulation of Sukoharjo Regency Number 3 of 2008 in relation to the Local Agencies and Work Procedure. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Law Writing of December 2010.
This research aims to find out the implementation of local regulation of Sukoharjo Regency Number 3 of 2008 in relation to the establishment of Local Agencies and Work Procedure as well as to find out the inhibiting factors in the establishment such Local Agencies.
This study belongs to a descriptive research. The data employed were primary data originating from the officials and related staffs and secondary data originating from literature, document and legislation from library.
From the result of research, it can be concluding that the implementation of local regulation of Sukoharjo Regency Number 3 of 2008 proceeds effectively. It can be seen from its establishment process that has been consistent with the legal foundation, stages or principles in the establishment of local agencies by applying the minimum pattern so that Sukoharjo Regency only establishes 12 local agencies. The inhibiting factors in the establishment such Local Agencies in Sukoharjo Regency include internal and external factors.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Bersyukurlah terhadap nikmat apa yang kamu dapat walaupun sekecil apapun nikmat itu
Setiap cobaan yang kita dapat pasti akan menimbulkan kekuatan baru dalam diri kita
Setiap ilmu yang kita dapat akan bermaanfaat apabila kita amalkan dan kita sampaikan kepada setiap orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dengan judul:
”PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO
NOMOR 3 TAHUN 2008 DALAM KAITANNYA DENGAN
PEMBENTUKAN DINAS DAERAH DAN TATA KERJANYA”. Penulisan
skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum atau
skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril
yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
dengan rendah hati Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :
1. Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis
dapat menjalani penulisan skripsi dengan baik.
2. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Suranto, S.H, M.H, selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan pendampingan secara sabar kepada penulis
selama menjalani penulisan skripsi.
4. Ibu Aminah, S.H, M.H selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara yang telah
memberikan izin untuk mengambil penulisan hukum skripsi bagian Hukum
Tata Negara.
5. Bapak Harjono, S.H, M.H selaku Ketua Program yang setia membimbing dan
mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan hukum skripsi
dengan baik dan sesuai harapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
6. Bapak Suyono, S.H, M.H selaku Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan
Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan izin penelitian atau survey di
lingkup wilayah kerja dinas Kabupaten Sukoharjo.
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas kerja samanya yang sangat baik dengan penulis selama ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Sebelas Maret Surakarta dengan baik
8. Seluruh keluarga di rumah Sragen, PapahKu dr.H.Tjahjo Utomo yang selalu
mendukung, mendoakan, memberi semangat tiada henti – hentinya tanpa
putus asa atas semua langkah penulis baik di bidang moril dan materiil,
KakakKu Rikho Wahyu Prasetyo Utomo, S.H. yang sering ngomel dan
memarahi penulis hingga membuat penulis sering jengkel dan sebal walaupun
demikian ujung – ujungnya tetap akur, Simbah Kakung dan Simbah Putri di
Klaten yang mendoakanku selalu dan menanti kehadiranKu setiap saat,
Keluarga PapahKu Semarang dan Keluarga besar (Almarhumah) MamahKu
Sri Suparti, B.A. yang mendukung dan memberi semangat hidup yang lebih
dan tiada hentinya kepada penulis.Dan something spesial for my mother
Almarhumah Sri Suparti, B.A yang telah mengandung,melahirkan penulis
sehingga penulis dapat menimba dan memperoleh ilmu yang setinggi –
tingginya sampai dengan detik ini,semoga beliau tenang dan bahagia di
sisiNya,Amien ya robb.
9. Seluruh Keluarga AKBP Suharyanto, S.H, M.H terima kasih atas
kesediaannya memberikan tempat,fasilitas dan sebagainya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan hukum skripsi
selesai dengan baik.
10. Buat terkasih dan tersayang just especially to Iptu Pol Weldi Rozika, S.H, Iptu
Pol Muhammad Luthfi Armanza, Iptu Pol Indra Bima Agung Perdana Putra,
Ipda Pol Arjuna Wijaya, Ipda Pol Imam Mustolih, Nuruz Zaman Hakim, S.H
from me mengucapkan banyak terima kasih atas saran, kritik, inspirasi dan
motivasinya baik dalam bentuk materiil dan moril yang tiada henti – hentinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
dimana sangat bermanfaat untuk penulis dalam menyelesaikan penulisan
hukum skripsi.
11. Teman – Teman Fakultas Hukum yang selalu memberi masukkan, saran,
kritik dan semangatnya tidak henti – hentinya baik suka maupun duka.Livia
Ekayani Sukamdi, S.H, Vany na arip, abang”Putri”, S.H, Bonus Tri
Kurniadi,S.H, Dayu Wijanarko, S.H, Yanur, S.H. alias simbah.
12. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat Penulis
amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya.
13. Teman – teman Rumah Sragen dan Klaten yang selalu memberi saran,
semangat, kesegaran dan warna tersendiri dalam hidup penulis. Hanifah
Louhan,Spd.A, Ita itux Naruto,Spd, Linda Klaten bini na Agus,Mas Hery Lia
dan Mas Heru.
14. Semua pihak yang secara langsung atau tidak telah membantu dan mendukung
penulis dalam menjalani hari-harinya selama penulisan skripsi berlangsung.
15. Dan terakhir kepada sebuah pengharapan entah nyata atau fana yang selalu
membuatku bertahan hidup dan melangkah lebih baik lagi dari hari ke hari.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini terdapat banyak
kekurangan, untuk itu Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Semoga karya
tulis ini mampu memberikan manfaat bagi Penulis maupun para pembaca.
Surakarta, Desember 2010
Penulis
RIA BONUS CAHYANING UTOMO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
MOTTO ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
E. Metode Penelitian .................................................................. 5
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 11
A. Kerangka Teori ...................................................................... 11
1. Tinjauan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 11
2. Asas-Asas Pemerintahan Daerah ..................................... 19
3. Otonomi Daerah ............................................................. 21
4. Organisasi Pemerintah Daerah ........................................ 29
5. Tinjauan tentang Kelembagaan Daerah ........................... 34
6. Tinjauan tentang Teori Pelaksanaan Hukum (Peraturan
Daerah ............................................................................. 36
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 44
A. Kondisi Daerah Kabupaten Sukoharjo ................................... 44
B. Ketentuan Pembentukan Dinas Daerah dan Tata Kerjanya
menurut Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah ................................................. 47
C. Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 dalam
Kaitannya dengan Pembentukan Dinas Daerah dan Tata
Kerjanya di Kabupaten Sukoharjo ........................................ 51
D. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pembentukan Dinas
Daerah di Kabupaten Sukoharjo ........................................... 58
BAB IV PENUTUP ................................................................................... 59
A. Simpulan ................................................................................ 59
B. Saran ....................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Ijin Keterangan Penelitian Pemerintah Kabupaten Sukoharjo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara filosofis ideologis, otonomi dapat dipandang sebagai suatu
mekanisme yang memungkinkan tumbuhnya partisipasi yang luas bagi masyarakat
dan mendorong agar daerah mampu membuat keputusan secara mandiri tanpa
harus bergantung pada kebijakan pemerintah pusat. Secara prinsip, “tujuan utama
otonomi daerah adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang
dilayaninya, sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol
masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata (Alim Muhammad,
2000 : 1).
Para pakar baik dari bidang hukum maupun dan bidang Administrasi
Negara menengarai bahwa kebijaksanaan Otonomi Daerah terkesan tidak lebih dari
nuansa politis yang melatar belakangi kepentingan pihak-pihak yang berkuasa.
Secara, sekilas gejala tersebut dapat dilihat dari kebijaksanaan desentralisasi yang
ditempakan di Indonesia pada jaman kolonial sampai jaman pemerintahan Orde
Baru. Kesan ini terus membayangi serial produk serta kebijakan yang lahir.
Sebagai gambaran sejak merdekanya bangsa kita pada tahun 1945 sudah
lebih enam buah Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah ditambah dengan
sebuah Penetapan Presiden (Penpres) telah ditetapkan. Masing-masing mempunyai
substansi dan pendekatan yang berbeda satu dengan lainnya. Akan tetapi
pengalaman menunjukkan bahwa setelah beberapa waktu dijalankan, serntia
perairan tersebut harus diganti dengan dasar ketidakpuasan terhadap peraturan-
peraturan tersebut, serta anggapan substansi dari peraturan-peraturan tersebut
sudah tidak mampu mengakomodasikan perkembangan zaman. (Ahi Suyudi,
1999:1)
Perubahan undang-undang Pemerintahan Daerah yang telah lebih enam
kali dilakukan tersebut dapat dilihat sebagai kondisi ketidakstabilan politik
perundang-undangan di bidang otonomi daerah. Namun demikian, hal ini bukan
berarti bahwa tiap peraturan perundang-undangan harus selalu “everlasting” dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sudut keberlakuannya. Berkaitan dengan hal ini, Harun Alrasid mengatakan bahwa,
Undang-undang sebagai suatu produk hukum adalah “subject to change”. Artirya,
apabila dirasakan setelah tidak sesuai dan tidak lagi mampu untuk
mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan riil yang hidup di masyarakat, maka
suatu Undang-undang dapat segera diamandemenkan, bahkan kalau perlu
amandemen tersebut dapat dilakukan sesering mungkin. Hal ini secara positif dapat
dilihat sebagai pencerminan adanya lembaga Legislatif yang responsive terhadap
perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. (Harun Alrasid, 1999:1)
Frekuensi perubahan Undang-undang ini memang cukup tinggi, bahkan
dapat dikatakan memegang “rekor” dalam hal kuantitas perubahan. Perkembangan
ini jika ditinjau dan sisi positif mungkin menandakan bahwa diskusus mengenai
Otomotif Daerah terus berkembang dan berusaha memenuhi perkembangan yang
terjadi. Akan tetapi apabila substansi perubahan tersebut dikaji lebih lanjut maka
akan timbul pertanyaan, “apakah nilai-nilai normatif dan empiris yang ada selama
ini tidak cukup memberikan pedoman yang jelas bagi kebijakan Otonomi Daerah.
Sehingga nuansa politis selalu dapat memegang peranan penting dibandingkan
dengan nuansa teoritis nonnative, dan menimbulkan efek bahwa Indonesia tenis
berada dalam pencarian bentuk ideal dalam rangka hubungan pusat dan Daerah.
(Moh.Mahfud MD, 1999:1971).
Seiring dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa
otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar
yang menjadi Urusan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningakatan kesejahteraan rakyat.
Dalam kontek ini, penyelenggaraan desentralisasi, mensyaratkan
pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah. Pembagian urusan Pemerintahan tersebut diadakan pada pemikiran bahwa
selalu terdapat berbagai urusan Pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap
menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan Pemerintahan tersebut menyangkut
terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Secara eksplisit, dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004
disebutkan bahwa, “Pemerintahan daerah menyelenggarakon urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan Pemerintahan yang
oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah”. Dalam pasal
yang sama ayat (3) dinyatakan “Urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat : (1) meliputi : a. polilik luar negeri;
b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. Moneter dan fiscal nasional, f agama”.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kewenangan
Pemerintah Daerah adalah sisa kewenangan Pemerintah Pusat atau recidual power
(Hanif Nurcholis, 2005: 88). Secara konkret Pemerintah Daerah memiliki
kewenangan sebagai mana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004,
sedangkan dalam Pasal yang sama ayat (2) dinyatakan, “Urusan pemerintahan
kabupaten kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan”.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa urusan yang menjadi
kewenangan Daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib adalah suatu urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup
minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan berkaitan dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Agar Pemerintah Daerah dapat menjalankan tugas dan kewenangannya
dengan baik maka dibutuhkan penataan lembaga daerah terutama dinas daerah
sebagai tangan penyangga. Pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah
secara luas, nyata dan bertanggung jawab.
Berdasarkan konsekuensi kewenangan yang dimiliki oleh daerah tersebut,
maka dituntut adanya lembaga Pemerintahan daerah yang berbentuk dinas-dinas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
daerah yang merupakan lembaga daerah yang efisien dan rnempunyai kewenangan
yang tepat. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang
meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas,
luaswilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potellsi
daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana. dan. prasarana
penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat dacrah bagi
masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam (Penjelasan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007).
Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo yang merupakan salah
satu daerah otonom di Indonesia. Dengan mengambil judul “Pelaksanaan Perda
Kabupaten Sukoharjo No. 3 Tahun 2006 dalam kaitannya dengan Pembentukan
Dinas Daerah dan Tata Kerjanya”.
B. Perumusan Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai suatu informasi yang mengandung
pertanyaan atau yang dapat dipertanyakan, mengandung kejelasan atau
ketidakpastian (Taliziduhu Ndraha, 199T 30-31). Setiap penelitian yang akan
dilakukan selalu berangkat dari masalah (Sugiyono, 2004: 25). Rumusan masalah
dimaksudkan untuk penegasan, masalah-masalah yang akan diteliti sehingga
memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran, Adapun beberapa
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Penataan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3
Tahun 2008 dalam kaitannya dengan Pembentukan Dinas Daerah dan Tata
Kerjanya?
2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat Pemerintah Kabupaten Sukoharjo
dalam Pembentukan Dinas Daerah?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Daerah
Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 dalam kaitannya dengan
Pembentukan Dinas Daerah dan Tata Kerjanya.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam
pembentukan dinas daerah di Kabupaten Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Dalam hal ini penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan dan rekomendasi bagi aparatur pemerintah daerah dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam melakukan proses legislasi daerah dalam
pembentukan Organisasi Perangkat Daerah.
2. Manfaat Teoritis
Dalam hal ini manfaat teoritis dari penelitlan ini diharapkan mencapai
hasil sebagai berikut:
a. Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan hukum pemerintahan daerah pada khususnya.
b. Semakin memperkaya konsep-konsep dan teori-teori tentang pelaksanaan
otonomi daerah.
c. Dapat dipakai sebagai respon terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk
tahap berikutnya.
E. Metode Penelitian
Suatu penelitian dapat dikatakan mencapai hasil yang diharapkan atau
tidak sangat tergantung pada metode penelitian yang digunakan. Metode penelitian
ini dapat mengemukakan teknis, tata kerja dari sebuah penelitian. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Jenis Penelitian
Penelitian penulisan hukum ini termasuk jenis penelitian yuridis empiris,
yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder pada awalnya
untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan
atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986: 52).
2. Sifat Penelitian
Ditinjau dari sifatnya, penelitian hukum ini termasuk dalam penditian
diskriptif evaluatif Menurut Soerjono Soekanto penelitian diskriptif adalah
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya. Maksud dari penelitian diskriptif
ini adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat
membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka
menyusun teori-teori baru. Sedangkan penelitian evaluatif pada umumnya
dilakukan, apabila seseorang ingin menilai program-program yang dijalankan
(Soerjono Soekanto, 1986: 10).
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Bagian Hukum dan
Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Lokasi tersebut dipilih berdasarkan hasil pra
penelitian bahwa di Kabupaten Sukoharjo sudah dilakukan evaluasi produk
hukum daerah Sukoharjo.
4. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks kbusus yang alamiah dan dengan
memanfhatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Moleong, 2007:6). Menurut
Soerjono Soekanto pendekatan kualitatif adalah merupakan tata cara penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan responden secara
tertulis atau lisan dan perilaku nyata.
5. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini terdiri dari
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber
pertama, atau melalui penelitian di lapangan. Data primer diperoleh dari
para pejabat dan staf pada bagian hukum, Bagian pemerintahan dan bagian
Organisasi Sekretariat Pemerintah Kabupaten Sukoharjo berkompeten
untuk memberikan keterangan yang berhubungan dengan penggunaan
metode dalam evaluasi produk hukum daerah.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang penulis peroleh dari studi kepustakaan.
Data sekunder diperoleh dari kepustakaan berupa bahan hukum primer,
sekunder, tersier, bahan-bahan kepustakaan dan beberapa buku-buku
referensi, artikel-artikel dari beberapa jurnal, arsip, hasil penelitan ilmiah,
dokumen, internet, peraturan perundang-undangan meliputi UUD 1945,
UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 41 Tahun 2007, bahan-bahan
kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung, penelitian ini
adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
tersebut dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J.
Moleong. 2007: 186). Wawancara sangat diperlukan untuk memperoleh
data yang sebenarnya dan yang diberi pertanyaan adalah orang-orang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
terkait dengan penelitian. Wawancara yang dimaksud diatas dilakukan
penulis dengan para pejabat dan staf dari Bagian Hukum, Bagian
Pemerintahan dan Bagian Organisasi Sekretagriat Pemerintahan Kabupaten
Sukoharjo.
b. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan adalah suatu teknik pengumpulan data dengan
mencari data-data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan pustaka berupa
buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan maupun
dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikannya
kemudian menghubung-hubungkannya dengan teori yang berhubungan dengan
masalahnya dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasilnya.
Dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data
dari fieldnote. Proses ini berlangsung tetus sepanjang pelaksanaan
penelitian (HB Sutopo, 1988:34).
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi deskriptif
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat
dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat
meliputi berbagai jenis matriks, gambar/ skema, jaringan kerja kaitan
kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung narasinya.
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi agar
mantap dan benar-benar bisa dipertanggung jawabkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Berdasarkan uraian di atas dalam penelittan ini penulis
menggunakan model analisis interaktif, yang dapat digambarkan sebagai
berikut.
Model analisis interaktif ini menunjukkan, reduksi dan sajian data
yang disusun pada waktu peneliti sudah memperoleh unit data dari sejumlah
unit yang diperlukan dalam penelitian pada waktu pengurnpulan data sudah
berakhir, peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan
verifikasinya berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi
maupun sajian datanya. Jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena
kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti
dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus
untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman
data (HB. Sutopo, 2002:96).
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika
penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan yang baru dalam penulisan karya
ilmiah maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun
sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab yaitu pendahuluan, tinjauan
pustaka, pembahasan dan penutup, ditambah dengan lampiran-lampiran dan daftar
pustaka, apabila, disusun dengan sistematis adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab I Penulisan Hukum berisi latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan hukum untuk memberikan pemahaman terhadap
isi penelitian secara garis besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II Penulisan Hukum berisi tinjauan pustaka, yang berisi kerangka
teori dan kerangka pemikiran. Kerangka, teori berisi tinjauan tentang
Pemerintahan Daerah, tinjauan tentang produk hukum daerah, tinjauan
tentang evaluasi kebijakan publik.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab III menguraikan tentang deskripsi lokasi penelitian, implementasi
serta, faktor pendukung dan penghambat Pelaksanaan Perda, No. 3 tahun
2008 dalam Kaitannya, dengan Pembentukan Dinas Daerah di
Kabupaten Sukoharjo.
BAB IV PENUTUP
Penutup berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban
singkat dan jelas dari permasalahan yang diteliti, serta saran yang
diajukan dari masalah yang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pemerintah daerah adalah hal yang universal karena dapat ditemukan
baik pada negara yang berbentuk federal maupun negara kesatuan (Rod Hague
dan Martin Harrop, 2001: 211). Keterkaitan bentuk negara federal dan negara
kesatuan dengan pemerintah daerah adalah sehubungan dengan adanya
pembagian kekuasaan negara yang bersifat vertikal (Soehino). Menurut
Juanda (2005:43), penerapan pembagian, kekuasaan di dalam negara yang
berbentuk federal dimulai dari pembagian kekuasaan antara pemerintah
negara, federal (nasional) dengan pemerintah negara bagian. Pembagian
kekuasaan itu diatur di dalam konstitusi.
Sementara itu, dalam negara, kesatuan pembagian semacam itu tidak
dijumpai karena pada asasnya seluruh kekuasaan dalam negara berada
ditangan pemerintah pusat. Walaupun demikian hal itu tidak berarti bahwa
seluruh kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat, karena ada
kemungkinan mengadakan dekonsentrasi kekuasaan ke daerah lain dan hal ini
tidak diatur di dalam konstitusi. Lain halnya dengan negara kesatuan yang
bersistem desentralisasi. Dalam konstitusinya terdapat suatu ketentuan
mengenai pemencaran, kekuasaan tersebut (Sri Soemantri, 1987:65).
Pembentukan organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah tidak
sama dengan pembentukan negara, bagian seperti dalam negara federal.
Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem negara Kesatuan adalah subdivisi
pemerintahan nasional. Pemerintah daerah tidak memiliki kedaulatan sendiri
sebagaimana negara bagian dalam negara federal. Hubungan pemerintah
daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan subordinat sedangkan
hubungan negara bagian dengan negara federal/ pusat dalam negara, federal
adalah independent dan koordinatif (Hanif Nurcholis, 2005: 6). Sehubungan
dengan sifat keuniversalan pemerintahan daerah (local self government di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
beberapa negara terkandung di dalamnya ciri-ciri sebagai berikut (S.H.
Sarudanjang, 1999:27) :
a. Segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah
dijadikan urusan-urusan rumah tangga sendiri sehingga urusan-urusannya
perlu ditegaskan secara rinci;
b. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat-alat perlengkapan
yang seluruhnya bukan terdiri dan para pejabat pusat akan tetapi pegawai
pemerintah daerah;
c. Penanganan segala urusan itu seluruhnya, diselenggarakan atas dasar
inisiatif atau kebijaksanaan sendiri;
d. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menguras rumah
tangga sendiri adalah hubungan pengawasan;
e. Seluruh penyelenggaraannya pada dasarnya dibiayai dari sumber keuangan
sendiri.
Menurut Bhenyamin Hossein (2001:3), keseluruhan prinsip di atas
menunjukkan pengertian pemerintah daerah sebagai suatu daerah otonom.
Lebih lanjut Nurcholis Hanif (2005: 19-20) menguraikan bahwa dalam
pengertian ini, pemerintah daerah berkedudukan sebagai subdivisi politik
nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansi mempunyai kontrol atas
urusan-urusan lokal. Badan pemerintah ini secara keseluruhan dipilih atau
ditunjuk secara lokal. Dalam pengertian ini, pemerintah daerah mempunyai
Otonomi lokal yaitu mempunyai kewenangan mengajar (rules making) dan
mengurus (rules aplication) kepentingan masyarak.at menurut prakarsa
sendiri.
Pernyataan selanjutnya seberapa besar batas kepentingan masyarakat
yang dapat diatur dan diurus oleh pemerintah daerah? Dalam hal ini berarti
mendiskusikan tentang cara penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Penyerahan tersebut dapat
dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu Ultra vires doctrine dan general
compelence (Hanif Nurcholis, 2005: 75-76).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Cara ultra vires doctrine menunjukkan cara di mana pemerintah pusat
menyerahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dengan cara
merinci satu per satu. Daerah Otonom hanya boleh menyelenggarakan
wewenang yang diserahkan tersebut. Sisa wewenang dan wewenang yang
diserahkan kepada daerah Otonom secara terperinci, tersebut tetap menjadi
wewenang pusat.
Dalam general competence, daerah Otonom boleh menyelengarakan
semua urusan di luar yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Artinya, pusat
menyerahkan kewenangan pemerintahan kepada daerah otonom untuk
menyelenggarakan berdasarkan kebutuhan dan misalnya sendiri di luar
kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Di sini pusat tidak
menjelaskan secara spesifik kewenangan apa saja yang diserahkan kepada
daerah.
Adanya pemerintah daerah dimulai dan kebijakan desentralisasi.
Dengan mengutip pendapat Henry Maddick, Hanif Nurcholis (2005: 9)
menjelaskan desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan secara hukum untuk
menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom.
Selanjutnya, Bhenyamin Hossem dengan mengubah pendapat Rondinelli,
Nellis, dan Chema menegaskan bahwa desentralisasi merupakan penciptaan
atau penguatan kerangan maupun hukum pada unit-unit pemerintahan
subnasional yang penyelenggarannya secara substansial di luar kontrol
langsung pemerintah pusat (Bhenyamin Hossein, 2000: 10). Secara umum,
desentralisasi mencakup kepada (empat) bentuk, yaitu dekonsentrasi, devousi,
pelimpahan pada lembaga semi otonom, dan privatisasi. (Hanif Nurcholis,
2005: 9-11) Dekonsentrasi merupakan penyerahan beban kerja dari
kementerian pusat kepada pejabat-pejabatnya yang berada di wilayah.
Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan dan
diskresi untuk melaksanakannya. Selanjutnya, devolusi merupakan pelepasan
fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membuat satuan pemerintahan
baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devoklusi adalah untuk
memperkuat satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
mendelegasikan kewenangan dan fungsi.
Selain dalam bentuk dekonsentrasi dan devolusi, desentralisasi juga
dilakukan dengan cara pendelegasian pembuatan keputusan dan kewenangan
administratif kepada organisasi-organisasi yang masuk di fungsi-fungsi
tertentu yang tidak di bawah pengawasan kementerian pusat. Pendelegasian
tersebut menyebabkan pernindahan atau penciptaan kewenangan, yang lebih
luas kepada suatu organisasi yang secara teknis dan administratif mampu
menanganinya, baik dalam merencanakan maupun melaksanakan.
Sementara itu, privatisasi menunjuk kepada penyerahan fungsi-fungsi
tertentu dari pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah atau lembaga
swadaya masyarakat.
Menurut, Bhenyamin Hoessein (2000:10) bahwa dalam rangka
desentralisasi, daerah otonom berada di luar hirarki organisasi pemerintah
pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi wilayah administrasi (field
administration) dalam hirarki organisasi pemerintah pusat desentralisasi
menunjukkan hubungan kekuasaan antar organisasi. Sedangkan dekonsetrasi
menunjukkan model hubungan kekuasaan intra organisasi.
Dalam praktik di Indonesia selama ini, di samping desentralisasi dan
dekonsentrasi, juga dikenal adanya tugas pembantuan (medebewind). Di
Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan
kepentingan-kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatannya.
lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan
(1994:85), tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah
lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan
undang-undang. Oleh karena itu, medebewind sering disebut sebagai tantra/
tugas, pembantuan. Karena tugas pembantuan pada dasarnya adalah
melaksanakan kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah di atasnya,
maka sumber biaya dari pemerintah yang memberikan penugasan. Sumber
biaya bisa berasal dari APBN atau APBD pemerintah daerah yang lebih
tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Menurut Moh. Mahfud M.D. (1998:93-95), dalam konteks hubungan
antara pemerintah pusat dengan daerah maka ketiga asas tersebut yaitu asas
desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas-asas pembantuan, secara
bersama-sama menjadi asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di
Indonesia. Ditambahkan bahwa pelaksanaan hubungan kekuasaan antara pusat
dan daerah melahirkan adanya 2 (dua) macam organ, yaitu pemerintah daerah
dan pemerintah wilayah Pemerintah daerah adalah organ daerah Otonom yang
berhak mengurusi rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi,
sedangkan pemerintah wilayah adalah organ pemerintah pusat di
wilayah-wilayah administratif dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi yang
terwujud dalam bentuk propinsi dan ibukota negara, kabupaten, kotamadya,
kota administratif, dan Kecamatan.
Berbicara tentang hukum sebagai instrument untuk melaksanakan
kebijakan publik maka pengkajian tentang penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia dewasa ini harus diawali dari ketentuan, yang terdapat di
dalam UUD 1945. Ketentuan dimaksud terdapat di dalam Pasal 18, 18A, dan
Pasal 188 Perubahan Kedua UUD 1945 (2000). Perubahan tersebut
berimplikasi kepada Penjelasannya, karena selama ini Penjelasan dianggap
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan batang tubuh dan
seringkali dijadikan acuan dan dasar dalam mengkaji sistem pemerintahan
daerah (Djuanda, 2005: 237). Di dalam Pasal 18 yang baru tersebut
terkandung paradigma baru. dan arah politik pemerintahan daerah, yaitu
(Bagir Manan, 2001: 7-17):
a. Pasal 1-8 ayat (2) mengandung prinsip daerah mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pasal 18 lama tidak menegaskan pemerintahan daerah sebagai satuan
pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangganya;
b. Pasal 18 ayat (5) mengandung prinsip menjalankan otonomi seluas
luasnya Prinsip ini sebenarnya sewaktu BPUPKI menyusun rancangan
UUD hal itu telah nampak dan pidato Ratulangi yang menyebutkan supaya
daerah diberikan hak seluas-luasnya untuk mengurus keperluannya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Kehendak ini juga ditegaskan dalam UUDS 1950 Pasal 131 ayat (2);
c. Pasal 18A ayat (1) mengandung prinsip kekhususan dan keberagantan
daerah;
d. Pasal 18B ayat (2) mengandung prinsip mengakui dan menghormati
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya,
e. Pasal 18B ayat (1) mengandung prinsip mengakui dan menghormati
pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa;
f. Pasal 18 ayat (3) mengandung prinsip badan perwakilan dipilih langsung
dalam suatu pemilihan umum;
g. Pasal 18 A ayat (2) mengandung prinsip hubungan pusat dan daerah harus
dilaksanakan secara selaras dan adil.
Selain prinsip-prinsip tersebut, yang tidak kalah pentingnya juga
penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah isi Pasal 18 ayat (4) yang
mengandung prinsip demokrasi di dalam menetapkan seorang pemimpin
daerah. Dalam UUD 1945, sengaja menggunakan kata “Gubernur, Bupati, dan
Walikota dipilih secara demokratis” di dalam pasal tersebut untuk
memberikan alternatif ke depan bahwa pemilihan Kepala Daerah lain dapat
dilakukan melalui DPRD juga dapat dilakukan oleh rakyat secara langsung.
Perumusan yang demikian dapat dipahami karena, secara historis Pasal 18
ayat (4) tersebut dibuat sebelum adanya perubahan terhadap Pasal 6
khususnya penambahan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 tentang “Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden dipilili dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat (Djuanda, 2005: 239).
Kemudian berkaitan dengan pembagian kekuasaan secara vertical maka
UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah perubahan tetap dilandasi dengan
bentuk negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan Indonesia mengenal 2 (dua)
tingkat pemerintahan yaitu pemerintah nasional (pusat) dan pemerintahan
daerah (Juanda,2005: 46). Implikasi dari ketentuan tersebut maka berdasarkan
UUD 1945 sebelum perubahan Indonesia membagi negaranya ke dalam
daerah-daerah otonom dan wilayah administrative. Konsekuensi dari adanya
daerah Otonom dan administrasi melahirkan pemerintah daerah otonom dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pemerintah wilayah administratif, Kedua pemerintah tersebut sebelumnya
merupakan pengejawantahan dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan
yang digariskan oleh pemerintah pusat. Adanya pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah hal itu diatur di
dalam konstitusi, tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat dari
negara kesatuan (Sri Soemantri, 1998: 53).
Ketentuan lebih lanjut dalam rangka penyelenggamn pemerintahan
daerah diatur melalui undang-undang. Dewasa ini Undang-undang yang
berlaku adalah UU.No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Ada 4
(empat) prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam undang-undang
tersebut, yaitu:
a. Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Asas
otonomi menunjuk kepada hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sementara itu tugas pembantuan merupakan
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/ atau desa dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/ kota dan/ atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/ kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu;
b. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat, sehingga mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan,
dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
c. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah perlu memperhatikan hubungan antara
susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah dengan memperhatikan peluang dan tantangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
d. Pemerintahan daerah dilaksanakan dengan asas desentralisasi dan asas
dekonsentrasi dengan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan
pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan, pemerintahan negara.
Cara penyerahan kewenangan dilaksanakan menurut general
competence. Dalam undang-undang ditentukan bahwa Kewenangan
Pemerintah pusat mencakup urusan-urusan: politik luar negeri, pertahanan,
Keamanan, yustisi, mononter dan fiskal nasional, dan agama. Sedangkan
urusan pemerintahan yang kewenangan provinsi dan kabupaten kota adalah di
luar yang ditentukan untuk pemerintah pusat mencakup:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pengawasan, dan pemanfaatan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan di bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan bidang pendidikan dan alokasi sumber daya manusia;
g. Pepanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha, kecil, dan menengah;
i. Pengendalian lingkungan hidup;
j. Pelayanan pertanahan;
k. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
l. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
m. Pelayanan administrasi penanaman modal;
n. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya,
o. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pemerintah provinsi
menganut asas dekonsentrasi sekaligus desentralisasi. Berdasarkan asas
dekonsentrasi maka provinsi merupakan wilayah administrasi (local state
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
goverment).
Keberadaan wilayah administrasi merupakan implikasi logis dan
penerapan asas dekonsentrasi. Dalam hal ini dekonsentrasi merupakan
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubenur
sebagai, wakil pemerintah dan/ atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu. Karena yang diserahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah
pusat hanya kewenangan administrasi maka terjadi hubungan hirarki antara
pemerintah pusat dengan wilayah administrasi. Dengan demikian, wilayah
administrasi profinsi adalah bawahan subordinat dan pemerintah pusat dan
posisinya tergantung dari pemerintahan pusat. Provinsi di samping menganut
asas dekonsentrasi juga menganut asas desentralisasi sehingga ia juga
merupakan daerah otonom (local seff government) Sebagai daerah otonom,
provinsi mempunyai wewenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan aspirasinya.
Sebagai wilayah administrasi, provinsi dikepalai oleh kepala wilayah
administrasi sebagai wakil pemerintah pusat. Oleh karena itu ia bertanggung
jawab kepada pemerintah pusat. Sementara itu, sebagai daerah otonom,
provinsi dikepalai oleh kepala daerah otonom yang bertanggung jawab kepada
DPRD, Dalam hal ini, gubernur memangku kedua fungsi tersebut.
2. Asas-asas Pemerintahan Daerah
Dalam pelaksanaan pemerintah daerah harus berdasarkan asas-asas
penyelenggaraan pemerintah, yaitu:
a. Asas desentralisasi
Asas desentralisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan
sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah
daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah tingkat yang lebih
rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. Dengan
demikian, prakarsa, wewenang, dan tanggung jawab mengenai
urusan-urusan tadi sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah itu, baik
mengenai, politik kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
maupun mengenai segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaannya
adalah perangkat daerah sendiri (CST. Kansil, 2001: 3). Asas
desentralisasi menurut Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Asas dekonsentrusi
Asas dekonsentrasi adalah asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal yang lebih tinggi kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Baik perencanaan dan pelaksanaannya maupup pembiayaannya tetap, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Unsur pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku wakil pemerintah pusat. Latar belakang diadakannya sistem dekonsentrasi ialah bahwa tidak semua urusan pemerintah pusat dapat diserahkan kepada pemerintah daerah menurut asas disentralisasi (CST. Kansil, 2oOl:, 4). Asas dekonsentrasi menurut Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
c. Asas Tugas pembantuan Asas tugas pembantuan adalah asas yang menyatakan tugas turut
serta dalam pelaksanaan urusan wajib pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi tugas. Misalnya, kotamadya menarik pajak-pajak tertentu seperti pajak kendaraan, yang sebenarnya menjadi hak dan urusan pemerintah pusat (CST. Kansil, 2001: 4). Asas tugas pembantuan menurut Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/ atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta pemerintah kabupaten/ kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3. Otonomi Daerah
Dalam literatur Belanda otonomi berarti pemerintahan sendiri
(zelfregering) yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas zelfwetgeving
(membuat undang-undang sendiri), zelfuitvoering (melaksanakan sendiri),
zelfrechtspraak (mengadili sendiri) dan zelfpolitie (menindaki sendiri). Namun
demikian, walaupun otonomi itu sebagai self government, self sufficiency dan
actual independency, keotonomian tersebut tetap berada pada batas yang tidak
melampaui wewenang pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada
daerah. Secara etimologis, otonomi daerah berasal dari bahasa latin autos
artinya sendiri dan nomos artinya aturan. Pendapat lain memberi arti otonomi
sebagai zel welgeving atau pengundangan sendiri, mengatur dan memerintah
sendiri.
S. Pamudji menyebutkan bahwa otonomi daerah dalam pengertiannya
lebih cenderung pada pendekatan politik, yaitu keterbatasan luas wilayah,
pengelompokan etnis, jumlah penduduk dan lebih potensi sumber daya pada
daerah kabupaten/kota telah menempatkannya sebagai suatu lingkungan
pemerintahan yang secara mutlak tidak memiliki potensi separatis dan tidak
membuka peluang bagi berkembangnya federalisme.
Perkembangan otonomi yang secara bertahap, mengarah pada
kemandirian dan peningkatan kualitas partisipasi politik masyarakat, akan
dapat tetap terkendali di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945, sehingga masalah otonomi mempunyai makna kebebasan dan
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan.
Pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa daerah berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
daerah. Hal tersebut diperkuat dengan Ketetapan MPR RI Nomor
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,
Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan serta
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa dasar pembentukan dan pengakuan bagi
daerah otonom, yaitu satuan pemerintahan territorial lebih rendah dari negara
mempunyai hak mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu sebagai
urusan rumah tangganya (straatrehtelijke decentralisatie). Berdasarkan Pasal
18 beserta paham yang terkandung di dalamnya, maka penjelasan yang
memuat keterangan atau bersifat daerah administratif belaka, merupakan
sesuatu yang berlebihan. Menyadari makna dan maksud dari Pasal 18, maka
semua Undang-Undang tentang atau berkaitan dengan pemerintahan daerah
hanya mengatur mengenai pemerintahan otonomi/daerah otonom.
Mengacu ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan
yang dalam penyelenggaraan pemerintah menganut asas desentralisasi dengan
memberikan kesempatan dan keleluasaan daerah menyelenggarakan otonomi
daerah. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
landasan kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.
Sebagai realisasi Pasal 18 UUD 1945, maka dalam Sidang Umum
Majelis Permusyaratan Rakyat pada tanggal 7 Mei 1999 telah membentuk
Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
Yang Berkeadilan Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam
Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR Nomor
XV/MPR/1998 sebagaimana dimaksud lebih lanjut dalam Undang-Undang
Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan lembaran Negara Nomor 3839) juncto Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan
dasar hukum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 38, Tambahan lembaran Negara Nomor 3037) yang tidak sesuai
lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah dan perkembangan
keadaan.
Sebagaimana diketahui prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan
otonomi daerah adalah dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan
yang tersebar di seluruh pelosok negara dan dalam membina kestabilan politik
serta kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintahan pusat
dan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan, diarahkan pada pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersarna-sama
dengan asas dekonsentrasi.
Memperhatikan pengalaman penyelenggaraan otonomi daerah pada
masa lampau yang meganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban dari
pada hak, maka dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan
daerah kota berdasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi
yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Kewenangan otonomi luas dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah keleluasaan
daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang
utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Makna otonomi nyata
seperti tersebut dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara
nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab
dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai
konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam tugas dan
kewajiban yang harus di pikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagir Manan menyebutkan bahwa penyelenggaraan negara
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa,
oleh karena itu dalam Penjelasan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tahun 1995 yang menyatakan bahwa yang sangat penting dalam
pemerintahan dan hidupnya negara adalah semangat penyelenggaraan negara
tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal sehingga
penyelenggaraan negara tidak dapat berjalan semestinya. Hal ini terjadi
selama hampir 33 (tiga puluh tiga) tahun yaitu adanya pemusatan kekuasaan,
wewenang Presiden sebagai mandataris MPR dalam pemerintahan Orde Baru
yang non demokratis. Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab
tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga di bidang
otonomi dan moneter yaitu telah terjadinya penyelenggaraan negara yang
menguntungkan kelompok tertentu yang memberi peluang tumbuhnya
korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi, kolusi dan nepotisme itu tidak hanya
dilakukan oleh penyelenggara negara saja, tetapi antar penyelenggara negara
dengan pihak lain, seperti keluarga kroni-kroninya dan para penguasa
sehingga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang
akhirnya akan membahayakan negara.
Dari tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, misi dan persepsi
dari seluruh penyelenggaraan negara. Kesamaan visi, misi dan persepsi
tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki
terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi
dengan penuh tanggung jawab yang dilaksanakan secara efektif dan efisien
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam
Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan otonomi Daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk terselenggaranya negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme sebagaimana dirumuskan dalam Ketetapan MPR Republik
Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan otonomi Daerah,
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang
Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut berkaitan langsung atau tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
langsung dengan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, kolusi dan
nepotisme terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan
pejabat lain yang memiliki fungsi strategis. Dalam kaitannya dengan tujuan
tersebut, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara Yang Bersih dan bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme pada tanggal 18 Mei 1999 (Lembaran negara Tahun 1999 Nomor
75 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851). Adapun sasaran pokok dalam
Undang-Undang tersebut adalah para penyelenggara negara yang meliputi
pejabat negara dan/atau pejabat lain yang memiliki fungsi strategis.
Undang-Undang tersebut mengatur pula kewajiban para penyelenggara
negara antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaan sebelum
dan setelah menjabat. Sedangkan ketentuan sanksi dalam Undang-Undang
tersebut berlaku bagi penyelenggara negara, masyarakat dan komisi pemeriksa
sebagai upaya preventif dan represif serta berfungsi sebagai jaminan atas
diatasinya asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban
penyelenggara negara dan ketentuan lain, sehingga dapat ditentukan
memperkuat kelembagaan, moralitas, individu dan sosial.
Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan asas
desentralisasi, dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Asas desentralisasi
secara utuh dan bulat dilaksanakan di kabupaten dan kota. Ketentuan asas
desentralisasi di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat dilaksanakan
sesuai dengan Pasal 1 huruf d dan e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara
pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut
asas desentralisasi, sedangkan asas desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintah oleh pemerintah daerah kepada daerah otonom dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Dapat dilihat bahwa tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
di daerah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan pada
masyarakat, serta untuk meningkatkan stabilitas politik tampak adanya
keserasian antara kepentingan-kepentingan teknis administratif dengan
kepentingan-kepentingan politik yang melekat pada otonomi daerah. Otonomi
daerah memberi wewenang daerah untuk mengatur daerahnya berdasarkan
prakarsa sendiri yang ditetapkan atas dasar aspirasi masyarakat daerah yang
bersangkutan.
Atas dasar pemikiran tentang otonomi yang luas, nyata dan
bertanggungjawab, maka prinsip-prinsip otonomi daerah yang terdapat dalam
Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah
terdapat 8 (delapan) yaitu :
a) Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah;
b) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggungjawab;
c) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah propinsi merupakan
otonomi terbatas;
d) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara,
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
serta antar daerah;
e) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonom, dan karenanya daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi
wilayah administratif. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang
dibuat oleh pihak pemerintah atau pihak lain seperti badan otorita kawasan
pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industrri, kawasan perkebunan,
kawasan pertambangan, kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku
ketentuan peraturan daerah otonom;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
f) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan;
g) Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur;
h) Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari
pemerintahan dan kepala daerah, tetapi juga pemerintah dan daerah kepada
desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberikan arti bahwa daerah
diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta
agama. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab berarti identik
dengan adanya suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan,
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya
yang telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi
yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya
harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi
daerah yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dan tujuan
nasional.
Sebagai bagian dari salah satu penyelenggaraan pemerintahan daerah,
Pemerintah Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat dalam penyelenggaraan
otonomi daerah memanfaatkan potensi dan kekayaan daerah yang dimilikinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dengan menerbitkan Keputusan Bupati Kuningan Nomor: 430/KPTS.213-
DISPARBUD/209 tanggal 7 Juli 2009 tentang Penunjukkan Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan sebagai Pengelola Objek dan Daya
Tarik Wisata (OTDW) Talagaremis, Paniis, Bumi Perkemahan dan Jalur
Pendakian Palutungan, Bumi Perkemahan dan Jalur Pendakian Cibunar,
Balongdalem, dan Bumi Perkemahan Cibeureum Dalam Kabupaten
Kuningan.
4. Organisasi Pemerintah Daerah
Mengingat negara adalah suatu organisasi raksasa yang juga harus
tunduk pada falsafah dan mekanisme organisasi, maka merupakan
konsekuensi logis apabila penataan organisasi negara dibagi dalam
tingkatan-tingkatan sesuai dengan besar kecilnya organisasi tersebut. (BN.
Marbun, 1991 : 6). Dengan meninjau pada Undang-Undang Dasar 1945 dan
sistem ketatanegaraan Indonesia, digambarkan struktur pola organisasi
pemerintah daerah yang dalam banyak hal merupakan penjabaran dari struktur
organisasi negara Republik Indonesia. Pemerintah daerah adalah suatu
keharusan dalam struktur negara Republik Indonesia.
Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Secara umum perangkat
daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan
koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas
kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur
pelaksana, daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama
penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah urusan
pemerintahan yang perlu ditangani.
Besaran organisasi perangkat dacrah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor kemampuan, keuangan; kebutuhan daerah; cakupan
tugas meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dari banyaknya
tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani;
sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan
organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama
atau seragam.
a. Kepala daerah
Kedudukan dan peran kepala daerah sangat strategis dalam sistem
pemerintahan sehingga dengan kepemimpinan yang efektif kepala daerah
diharapkan dapat menerapkan dan menyesuaikan dengan paradigma baru
otonomi daerah. Paradigma baru otonomi daerah harus diterjemahkan
kepala daerah sebagai upaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan
sehingga serasi dan fokus pada tuntutan kebutuhan masyarakat, karena
otonomi daerah bukanlah tujuan, melainkan suatu instrumen untuk
mencapai tujuan (J. Kaloh, 2003: 15). Unwk mewujudkan tujuan tersebut,
tugas dan fungsi kepala daerah, yang apabila diidentifikasi terdapat 2 (dua)
kriteria tugas yaitu tugas administrasi manajerial dan tugas manajer publik.
Tugas administrasi managerial yaitu menggerakkan, mengarahkan,
mengendalikan, dan mengawasi jalannya organisasi ke arah pencapaian
tujuan, sedangkan tugas manajer publik yaitu menggerakkan partisipasi
masyarakat, membimbing, dan membina kehidupan masyarakat sehingga
masyarakat ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Di samping itu,
juga sebagai pelindung warga masyarakat, menjaga keselarasan dan
keseimbangan kepentingan seluruh lapisan masyarakat (J. Kaloh, 2003 ;
47 - 48).
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan
bahwa kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang:
1) memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD,
2) mengajukan rancangan Perda;
3) menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
4) menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
5) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
6) mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan
7) melaksanakan lugas dan wewenang lain sesuai dengan Peraturaa
perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
kepala daerah mempunyai kewajiban:
1) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia TahUn 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2) meningkatkan kesejahteraan rakyat;
3) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
4) melaksanakan kehidupan demokrasi;
5) menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undang,
6) menjaga etika dan norma dalam penydenggaraan pemerintahan daerah;
7) memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
8) melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik,
9) melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
daerah;
10) menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan
semua perangkat daerah;
11) menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan
daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD;
12) memberikan laporati penydenggaraan pemerintahan daerah kepada
pemerintah, memberikan laporan keteratigari pertanggungjawaban
kepada DPRD, dan menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Wakil Kepala Daerah
Menurut Pasal 24 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, setiap
daerah dipimpin oleh seorang kepala pemerintah daerah yang disebut
kepala daerah yang dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Pasal 26
Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa wakil
kepala daerah mempunyai tugas:
1) Membantu kepala daerah dalam melaksanakan meneyelenggarakan
pemerintahan daerah;
2) membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi
vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/ atau temuan hasil
pengawasan aparat pengawasan melaksanakan pemberdayaan
perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan
pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup,
3) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan
kabupaten dan kota bagi waktu kepala daerah provinsi;
4) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di
wilayah kecamatan, kelurahan dan/ atau desa bagi wakil kepala daerah
kabupaten/ kota;
5) memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah;
6) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang
diberikan oleh kepala daerah; dan
7) melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala
daerah berhalangan.
Wakil kepala daerah juga mempunyai kewajiban yang sama
dengan kepala daerah seperti yang telah disebutkan di atas kecuali pada
huruf (1), yaitu kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada pemerintah, memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD, dan menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c. Sekretariat Daerah
Pasal 121 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2064 menyebutkan
bahwa:
1) Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris daerah.
2) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah.
3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk kabupaten/ kota diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur atas usul Bupati/ Walikota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4) Apabila sekretaris daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas
sekretaris daerah dilaksanakan oleb pejabat yang ditunjuk oleh kepala
daerah.
d. Dinas Daerah
Pasal 124 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2004, menyebutkan bahwa:
1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.
2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dan
diberhentikan oleh kepala daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi syarat atas usul sekretaris daerah.
3) Kepala dinas daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
e. Lembaga Teknis Daerah
Pasal 125 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa:
1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala.
daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2) Badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimakud
pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala
rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul sekretaris
daerah.
3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah.
f. Kecamatan
Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat
daerah kabupaten dan daerah kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/ walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kecamatan dipimpin oleh
camat. Kecamatan terdiri dari sekretariat, paling banyak 5 seksi, dan
sekretariat membawahkan paling banyak 3 sub bagian.
g. Kelurahan
Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah
kabupaten/ kota dalam wilayah kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh lurah
yang membawahi sekretariat dan paling banyak 4 seksi.
Selain organisasi perangkat daerah di atas, ada beberapa lembaga yang
dapat dibentuk oleh daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
5. Tinjauan tentang Kelembagaan Daerah
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu
oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan
kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang
diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam
bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga
teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
daerah.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu
organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti
bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam
organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan
pemerintah yang bersifat konkuren berdasarkan Undang-Undmg Nomor 32
Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi
fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan
pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib,
diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota, sedangkan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat
diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan
daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi
daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor
unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan
sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Asas yang dipergunakan dalam penyusunan dan pengembangan
kelembagaan daerah adalah:
a. Asas efesiensi; dan
b. Asas efektivitas (Asisten Administrasi Sekda Propinsi Jawa Tengah,
2004).
Dalam penyusunan dan penataan organisasi perlu diperhatikan prinsip-
prinsip penataan organisasi sebagai berikut:
a. Ramping struktur kaya fungsi;
b. Kejelasan tujuan organisasi dan visi yang akan diwujudkan;
c. Pembagian dan perumusan tugas yang jelas antara satuan-satuan
organisasi yang akan dibentuk, sehingga tidak terjadi tugas dan fungsi
yang tumpang tindih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
d. Mempertegas fungsi lini dan staff
e. Menyusun pola organisasi sesuai kebutuhan nyata;
f. Menyusun pengembangan jabatan fungsional, sehingga dapat mengatasi
kekurangan pada jabatan structural
g. Kejelasan beban tugas masing-masing satuan organisasi dan mewadahi
fungsi yang berkembang; dan
h. Memperjelas tata laksana atau mekanisme kerja dan lain-lain (Asisten
Administrasi Propinsi Jawa Tengah, 2000: 5).
6. Tinjauan Tentang Teori Pelaksanaan Hukum (Peraturan Daerah)
Hukum merupakan salah satu sarana untuk menciptakan ketentraman
dan ketertiban dalam hidup bersama warga masyarakat di dalam masyarakat.
Hukum akan tumbuh dan berkembang bila masyarakat menyadari makna
kehidupan hukum dalam kehidupan. Sedangkan tujuan hukum sendiri adalah
untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat (Soerjono Soekanto,1986:13),
Disamping itu, hukum juga dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar hukum
yang meliputi keadilan, kegunaan/ kemanfaatan dan kepastian hukum (Gustav
Radbragh dalam Satjipto Rahardjo, 1982: 20-21). Hukum dalam pemahaman
ini merupakan peraturan perundang-undangan termasuk didalamnya adalah
peraturan daerah tentu saja dituntut pula untuk memenuhi nilai keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum walaupun kadang-kadang bila salah satu
nilai tersebut tercapai nilai yang lain menjadi terabaikan.
Agar hukum (termasuk didalamnya peraturan daerah) dapat mencapai
tujuan tersebut maka hukum tersebut harus dapat berproses secara fungsional
dalam masyarakat.
Menyangkut berfungsinya hukum dalam masyarakat maka hukum
(Perda) tersebut harus benar-benar dapat berlaku secara efiektif. Berkaitan
dengan kebijakan disentralisasi yang syarat dengan kepentingan politik lokal
saat ini maka peraturan daerah sebagai produk kebijakan publik dan sebagai
instruman yuridis dalam penyelenggaraan otonomi daerah agar
pelaksanaannya dapat berlaku secara efektif perlu dilakukan kajian secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
akademik dalam rangka menemukan format maupun formulasi yang tepat
khususnya berkaian dengan penegakan hukumnya.
Hukum merupakan bagian dari sistem sosial oleh sebab itu agar hukum
(termasuk didalamnya peraturan daerah) harus benar-benar dapat berlaku dan
didayagunakan oleh warga masyarakat dalam arti hukum peraturan daerah
tersebut benar-benar berlaku secara yuridis yaitu benar-benar telah mememuhi
persyratan yuridis kemudian berlaku pula secara filosofis yang berarti hukum/
peraturan daerah tersebut sesuai dengan pandangan hidup atau nilai-nilai
masyarakat yang bersangutan. Disamping itu hukum juga dituntut untuk dapat
berlaku secara sosiologis dalam arti dapat diberlakukan dan benar-benar
berlaku dimasyarakat.
Untuk dapat bekerjanya sistem hukum sebagaii suatu proses, maka
semua komponen harus berada di dalam proses interaksi satu sama lain dan
dengan demikian membentuk totalitas yang dinamakan sistem hukum
komponen-komponen sistem hukum itu menurut Friedman adalah komponen
struktural, kultural dan substantif (L.H. Friedman, 1969: 1003-1004)
Komponen struktural, ialah kelembagaan vang diciptakan oleh sistem
hukum itu dalam berbagai macam fungsinya dalam rangka mendukung
bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu dari lembaga-lembaga semacam
itu adalah peradilan. Dari komponen struktural ini kita dapat mengenai jenis-
jenis pengadilan yang diciptakan oleh sistem hukum, seperti pengadilan
negeri, pengadilan administratif, pengadilan militer dan pengadilan agama.
Komponen kultural, ialah nilai-nilai dan sikap-sikap yang merupakan
pengikat sistem itu serta menentukan tempat sistem itu ditengah-tengah kultur
bangsa sebagai keseluruhan. Komponen kultural misalnya akan menentukan
kapan dan mengapa serta dimana rakyat itu datang kepada hukum atau
pemerintah atau pergi menghindar dari keduanya. Kultur hukum ini sering
pula disebut sebagi bensinya motor keadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Komponen substantif, ialah semua output dari sistem hukum. Kedalam
pengertian ini dimasukkan norma-norma atau peraturan-peraturan doktrin-
doktrin, keputusan-keputusan, sejauh mana semua itu digunakan baik oleh
pihak yang mengatur maupun yang diatur.
Proses bekerjanya hukum di masyarakat ialah dengan membentuk
struktur pilihan-pillhan pada subyek hukum, melalui aturan-aturan serta
sarana-sarana untuk rnengusahakan konformitas. Proses berjalan dengan cara.
menetapkan kaidah yang harus dipatuhi dan perumusan tugas-tugas penegak
hukum untuk melakukan tindakan-tindakan positif dan negatif sesuai dengan
apakah ada keputusan atau pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum.
Berdasarkan fungsi hukum baik sebagai sarana rekayasa sosial maupun
sebagai kontrol sosial, maka setiap peraturan yang dibuat, diciptakan adalah
dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Warga
masyarakat atau individu sebagai pihak yang dituju oleh suatu peraturan wajib
mentaati (Satjipto Rahardjo, 1977: 118). Hukum sebagai sarana institusional
untuk menegakkan tertib masyarakat, maka hukum selalu berupaya
mempositifkan kaedah-kaedah dan menyiarkannya agar diketahui oleh umum
serta berupaya pula mengembangkan sarana-sarana pemaksa (sanksi dan
aparat pelaksananya) guna menjamin ditaatinya kaedah-kaedah positif. Hal ini
berkaitan dengan keefektipan hukum.
Efektifitas hukum bila dilakukan dengan badan-badan penegak
hukumnya, maka menurut G.G. Howards dan R.S. Surnmers ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya, yaitu (G.G. Howards dan R.S. Summers,
1965:46-47)
a. Undang-undnag harus dicanangkan dengan baik Kaedah-kaedah yang bekerja mematuhi tingkah laku itu harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan penuh kepastian
b. Mereka bekerja sebagai pelaksanaan hukum harus menunaikan tugasnya dengan baik dan harus menafsirkan peraturan tersebut secara seragam dan sedapat mungkin senafas dengan bunyi penafsiran yang mungkin dicoba dilakukan oleh warga masyarakat yang terkena.
c. Aparat penegak hukum harus bekerja tanpa jemu untuk menyidik dan menuntut pelanggar-pelanggar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Dalam kaitannya fungsi hukum sebagai saran rekayasa sosial maka
hukum-hukum sebagai produk kebijakan publik, harus bisa menentukan corak
hidup masyarakat. Namun ini bukanlah hal yang mudah, sebab banyak faktor
yang mempengaruhinya di samping bahwa dalam setiap individu tersebut
akan tergantung pada pilihan-pilihan secara rasional untuk taat atau tidak taat
kepada ketentuan hukum yang berlaku (Peraturan Daerah). Mereka akan
selalu memilih aktivitas yang menguntungkan baginya di dalam “arena of
choice” menurut tingkah laku rasional yang paling baik. Perilaku rasional ini
paling tidak bisa berorientasi pada perilaku kebiasaan (habitual behavior)
nilai-nilai etnik dan kebutuhan-kebutuhan individu (periksa Weeber dalam
Graham Kinlock, tanpa tahun: 139-141)
Agar hukum (Perda) bisa berfungsi sebagaimana sarana rekayasa sosial
bagi masyarakat maka dapat dipakai pula pendekatan dengan mengambil teori
Robert Seldman (1978) yang menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam
masyarakat itu melibatkan tiga komponen dasar yakni pembuat bukti/
Undang-undang birokrat pelaksana dan pemegang peran Teori Seidman Hil
dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari garnbar tersebut dapat diketahui bahwa setiap anggota masyarakat
sebagai pemegang peran perilakunya ditentukan pola peranan yang diharapkan
daripadanya. Namun, bekerjanya harapan itu tidak saja ditentukan oleh
peraturan saja melainkan juga ditentukan oleh faktor-faktor lainnya termasuk
faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang diberikan oleh
Kekuatan Pengaruh
Pembuat Undang-Undang (PERDA)
Pelaksana
Kekuatan Pengaruh
Pemegang Peran
Kekuatan Pengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
pernegang peran ialah:
a. Sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya
b. Aktivitas dari lembaga-lembaga/ badan-badan pelaksana hukum
c. Seluruh kekuatan sosial politik dan lainnya yang bekerja atas diri
pemegang peran.
Perilaku individu yang diatur dalam Perda tentu saja tidak juga lepas
dari tingkat pengetahuan, sikapnya terhadap Peraturan Daerah, sehingga
kemudian menimbulkan niat untuk berperilaku. Felshboen dan Ajzen telah
menggambarkan model hubungan antara pengetahuan sikap niat dan perilaku
sebagai berikut:
Penjelasan konsep dalarn kotak-kotak tersebut adalah sebagai beriku. :
Keyakinan akan akibat perilaku adalah komponen yang berisikan aspek
pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud di sini tidak sama dengan fakta
sebenarnya. Jadi yang dimaksud adalah opini tentang sesuatu hal yang belum
tentu sesuai dengan kenyataan.
Sikap terhadap perilaku adalah setiap yang berbentuk apakah positif atau
negatif tergantung pada segi positif atau negatifnya komponen pengetahuan.
Keyakinan normatif akan akibat perilaku adalah komponen pengetahuan
tentang sesuatu yang merupakan pandangan orang-orang yang berpengaruh
terhadap kehidupan seseorang.
Norma subyektif tentang perilaku adalah berisi yang dibuat individu
setelah mempertimbangkan pandanggan orang-orang yang berpengaruh yang
mempengaruhi normatif tentang perilaku.
Keyakinan akan perilaku
Sikap terhadap perilaku
Keyakinan normative akan akibat perilaku
Norma subyektif
tentang perilaku
Niat untuk melakukan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Niat untuk melakukan perilaku adalah berisikan niat untuk melakukan
suatu perilaku. Secara teoritis terbentuknya niat tersebut ditentukan oleh
interaksi antara kedua komponen yang mendahuluinya yaitu sikap terhadap
perilaku dan norma subyektif tentang perilaku individu (Feisbhein dan Ajzen,
1975: 33)
Tingkat kepatuhan hukum seseorang dalam arti kapan seseorang
berperilaku menurut hukum atau tidak, apakah orang itu menyadari atau
kurang menyadari akan perbuatannya yang melanggar hukum banyak pula
ditentukan oleh kondisi-kondisi tertentu. adalah tidak mudah untuk
mengatakan atau mengukur bahwa seseorang itu tidak taat hukum. Pada saat
tertentu orang berperilaku sesuai dengn apa yang diyakininya sebagai hal yang
wajar, seakan-akan dia mempunyai cara tersendiri untuk membuat perilaku
yang masuk akan.
Menurut H. Obbes dan Freud bahwa pada dasarnya perilaku individu
manusia dalah egositis dan karenanya cenderung memuaskan kepentingannya
snediri (Jangkung Karyanto, 19989: 2) Akibat dari sifat manusia yang
cederung ingin memuaskan kepentingannya sendiri maka ia sering
menimbulkan benturan-benturan dengan pihak lain yang apabila hal ini
dibiarkan terus berlangsung akan menciptakan penyimpangan sosial.
Dalam hal ini pernama huukm (perda) sebagai upaya pembentukan
perilaku sosial dalam diri seseorang untuk mampu berbagi kepentingan
denganorang lain diperlukan.
Apabila perilaku individu manusia yang cederung untuk mementingkan
diri sendiri tersebutn terlepas dari pengendalian hukum dengan mengambil
sebagai bentuk deviasi yang “Sosially disapproved”, maka tindakan-tindakan
tersebut jelas akan menganggu integrasi sosial secara keseluruhan. Menurut
Paul Scholten kepatuhan hukum adalah keadaan atau nilai-nilai yang terdapat
dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau hukum yang diharapkan ada.
Dalam hal ini yang ditekankan adalah nilai-nilai yang terdapat dalam diri
manusia tentang fungsi hukum, apa yang hendak dijalankan oleh hukum di
dalam masyarakat (Paul Scholten, 1982: 28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Ketaatan yang rendah terhadap hukum juga dimungkinkan karena warga
masyarakat tidak mengetahui atau kurang memahami norma-norma tersebut,
sehingga mereka sama sekali tidak mengetahui akan manfaatnya untuk
mematuhi norma tersebut. Menurut pendapat Gastra van Loon efektifnya
suatu perundang-undangan secara sederhana berarti tujuannya tercapai. Hal ini
sangat bergantung berbagai faktor, antara lain tingkat pengetahuan tersebut
akan pelembagaan dari undang-undang pada bagian-bagian masyarakat sesuai
dengan ruang lingkup undang-undang tadi (Soerjono Soekanto, 1989: 84)
Untuk mengukur tingkat ketaatan hukum bagi masyarakat dpaat
dikemukakan indicator yang dikemukakan oleh B. Kutchinskt (1993) yaitu
sebagai berikut : (Soerjono Soekanto, 1982: 32)
a. Pengetahuan tentang peraturan (law awareness)
b. Pengetahuan tentang isi peraturan (law acquations)
c. Sikap cukum (law attitude)
d. Perilaku hukum (lehal behavior)
Berdasarkan teori dimuka dapat dikatakan bahwa seseorang anggota
masyarakat patuh atau tidak terhadap kebijakan Pemerintah yang ditungkan
dalam Peraturan Daerah bergantung dari keempat faktor tersebut. Pengkajian
tentang kaitan antara pengetahuan, sikap dan perilaku telah banyak dilakukan
oleh para ahli sosial. Para ahli yang mengkaji antara sikap, pengetahuan dan
perilaku tersebut dalam, satu kegiatan lazimnya sebagai sebagai berikut :
Adanya pengetahuan manfaat suatu hal akan menyebabkan orang mempunyai
sikap positif hal tersebut. Selanjutnya sikap positif akan mempengaruhi niat
untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Adanya
niat untuk melakukan sesueatu kegiatan akhirnya akan sangat menentukan
apakah kegiatan tersebut betul-betul dilakukan, kegiatan yang sudah dilakukan
itu disebut perilaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Kerangka Pemikiran
1. Bagan
2. Penjelasan Bagan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diamanatkan oleh
UU no. 32 Tahun 2004 menerapkan prinsip otonomi daerah secara luas, nyata
dan bertanggung jawab. Untuk mendukung prinsip otonomi daerah tersebut
diperlukan dukungan dan kesiapan perangkat daerah terutama dinas daerah
sebagai tangan panjang pemerintah daerah guna memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Oleh sebab itu pembentukan dinas daerah menajdi sangat
urgen dan strategis dalam pencapaian penyelenggaraan pemerintahan daerah.
UU No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tentang Organisasi
Perangkat Daerah
Peraturan Daerah Berkaitan dengan (Perda Kab Daerah Sukoharjo No. 3 Tahun 2005
PEMBENTUKAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Daerah Kabupaten Sukoharjo
1. Keadaan Geografis
Luas Area : 444, 666 km2
Letak : 7o 32’17” - 7 o 49’32” Lintang Selatan
110 o 42’06, 79” - 110 o 57’33,7” Bujur Timur
Ketinggian : 80 m - 125 m diatas permukaan laut
2. Batas Wilayah
Sebelah Utara : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DlY dan Kabupaten
Wonogiri
Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten
3. Kecamatan dan Kelurahan / Desa di Kabupaten Sukoharjo
Grogol (14 Desa) : Desa Banaran, Desa Cemani, Desa Manang, Desa
Sanggrahan, Desa Kwarasan, Desa Gedangan, Desa. Madegondo, Desa Grogol,
Desa Langenharjo, Desa Pondok, Desa Parangjoro, Desa Telukan, Desa
Pandeyan, Desa Kadokan.
Kartasura (10 Desa dan 2 Kelurahan) : Desa Kertonatan, Desa Wirogunan,
Pesa Pucangan, Kelurahan Kartasura, Desa Ngabeyan, Desa Singopuran, Desa
Gonilan, Kelurahan Ngadirejo, Desa Gumpang, Desa Makamhaji, Desa
Pabelan, Desa Ngemplak.
Gatak (15 Desa) : Desa Krajan, Desa Trangsan, Desa Mayang, Desa Blimbing,
Desa Jati, DesaTrosemi, Desa Luwang, Desa Sraten, Desa Wirogunan, Desa
Wironanggan, Desa Klaseman, Desa Kagokan, Desa Tempel, Desa Geneng,
Desa Sanggung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Baki (15 Desa) : Desa Gedongan, Desa Ngrombo, Desa Mancasan, Desa
Bentakan, Desa Menuran, Desa Jetis, Desa Kudu, Desa Bakipandeyan, Desa
Kadilangu, Desa Duwet, Desa Siwal, Desa Waru, Desa Gentan, Desa Purbayan.
Sukoharjo (14 Kelurahan) : Kelurahan Sukoharjo, Kelurahan Gayam,
Kelurahan Jetis, Kelurahan Joho, Kelurahan Mandan, Kelurahan Begajah,
Kelurahan Banmati, Kelurahan Kenep, Kelurahan Combongan, Kelurahan
Dukuh, Kelurahan Kriwin, Kelurahan Bulakan, Kelurahan Sonorejo, Kelurahan
Bulakrejo.
Tawangsari (12 Desa) : Desa Kateguhan, Desa Lorog, Desa Pundungrejo,
Desa Dalangan, Desa Pojok, Desa Tangkisan, Desa Tambakboyo, Desa
Majasto, Desa Grajegan, Desa Ponowaren, Desa Watubonang, Desa
Kedungjambal.
Weru (13 Desa) : Desa Jatingaiang, Desa Karanganyar, Desa Alasombo, Desa
Karakan, Desa Tegalsari, Desa Karangtengah, Desa Grogol, Desa Tawang,
Desa Karangwuni, Desa Karangmojo, Desa Weni, Desa Ngreco, Desa Krajan.
Bulu (12 Desa) : Desa Bulu, Desa Ngasinan, Desa Karangasem, Desa Tiyaran,
Desa Kedungsono, Desa Gentan, Desa Kamal, Desa Puron, Desa Sanggang,
Desa Kunden, Desa Malangan, Desa Lengking.
Nguter (16 Desa) : Desa Nguter, Desa Baran, Desa Lawu, Desa Daleman, Desa
Tanjung, Desa Pondok, Desa Kepuh, Desa Kedungwinong, Desa Plesan, Desa
Celep, Desa Juron, Desa Serut, Desa Tanjungrejo, Desa Jangglengan, Desa
Pengkol, Desa Gupit.
Mojoloban (15 Desa) : Desa Joho, Desa Klumprit, Desa Laban, Desa Sapen,
Desa Plumbon, Desa Tegalmade, Desa Demakan, Desa Palur, Desa Kragilan,
Desa Bekonang, Desa Wirun, Desa Triyagan, Desa Gadingan, Desa Dukuh,
Desa Cangkol.
Polokarto (17 Desa) : Desa Kenokorejo, Desa Tepisari, Desa Bulu, Desa
Wonorejo, Desa Rejosari, Desa Kemasan, Desa Mranggen, Desa Polokarto,
Desa Genengsari, Desa Kayuapak, Desa Jatisobo, Desa Bakalan, Desa Godog,.
Desa Ngombakan, Desa Karangwuni, Desa Bugel Desa Pranan.
Bendosari (13 Desa dan 1 kelurahan) : Kelurahan Jombor, Desa Manisha&,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Desa Cabeyan, Desa Mojorejo, Desa Puhgogor, Desa Paluhombo, Desa
Bendosari, Desa Mulur, Desa Toriyo, Desa Sugihan, Desa Sidorejo, Desa
Gentan, Desa Mertan, Desa Jagan.
(hgp://www.sukoharjokab.go.id/suko/~ndex.php?option-com content
&task;=view&id= 12<emid=29, Keadaan Umum,11 Oktober 2009,14.00)
4. Jumlah Penduduk
Statistik Penduduk
Jumlah Pria 403,403 Jiwa
Jumlah wanita 410,254 Jiwa
Jumlah total 813,657 Jiwa
Pertumbuhan penduduk - %
Kepadatan penduduk 1,743,58 Per km2
(biLtp://regionalinvestment.com/sipid/id/demografipendudukjkel.php?ia=331
1&is=37, Jumlah Penduduk Berdasarkan.Jenis Kelamin di Kabupaten
Sukoharjo, 1 Oktober200,14.15)
5. Wilayah
Pembangunan di Kabupaten Sukoharjo dilaksanakan secara terpola dan terpadu
dengan mengelompokkan sub wilayah pembanguan.
a. Sub Wilayah Pembangunan I
Meliputi vvilayah Keeamatan Kartasura dan Keearnatan Gatak dengan
pusat pengembangan di Kecamatan Kartasura.
Potemi pengembangan pertanian tanaman pangan, industri, perdagangan,
perhubungan, pemukiman/ penunahan dan pariwisata.
b. Sub Wilayah Pembangunan II
Meliputi wilayah Kecamatan Grogol dan Kecamatan Baki dengan pusat
pengembangan di Keeamatan Grogol
Potensi pengembangan pertanian, tanaman pangan, industri, perdagangan,
pemukiman /perumahan dan pariwisata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Sub Wilayah Pembangunan III
Meliputi wilayah Keeamatan Mojolaban, Kecamatan Polokarto dan
Kecamatan Bendosari bagian utara, selatan dan timur dengan pusat
pengembangan di Kota Mojolaban.
Potensi pengembangan : pertanian tanaman pangan, perikanan,
perkebunan, petemakan, industri, perdagangan, perhubungan, pemukiman/
perumahan dan pariwisata.
d. Sub Wilayah Pembangunan V
Meliputi wilayah Kecamatan Sukoharjo dan Keeamatan Bendosari bagian
barat dengan pusat pengembangan di Kota Sukoharjo.
Potensi pepgembangan : pertanian tandinan pangan, perikanan,
perdagangan, pemerintahan, pemukiman/ perumahan dan pariwisata,
industri, pariwisata dan pendidikan.
e. Sub Wilayah Pembangunan V
Meliputi wilayah Kecamatan Nguter dengan pusat pengambangan di Kota
Nguter.
Potensi pengembangan : industri, pertanian tanaman pangan, peternakan
dan perdagangan.
f. Sub Wilayah Pembangunan VI
Meliputi wilayah Kecamatan Tawangsari, Kecamatan Bulu dan Kecamatan
Weru dengan pusat pengembangan di kota Tawangsari.
Potensi pengembangan : pertanian tanaman pangan, perikanan, petemakan,
perkebunan, perdagangan, perhubungan, pcrtambangan/ bahan galian,
indistri kecil dan pariwisata
(ho://www.sukohgjokab.go.id/suko/index.php?option=comcontent
&task=viwed=l 3&Itemid=30 ,1 Oktober 2009, 14.20).
B. Ketentuan Pembentukan Dinas Daerah dan Tata Kerjanya menurut
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Dalam hal pertama kelembagaan perangkat daerah agar kelembagaan
tersebut efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan harus memperhatikan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1. Urusan wajib dan pilihan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
2. Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah..
3. Kemampuan keuangan daerah.
4. Ketersediaan sumber daya aparatur.
5. Pengembangan pola kbrjasaina antar daerah atau dengan pihak ketiga.
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah termasuk didalamnya tentang dinas daerah menjelaskan untuk
kota di daerah dipakai indikator sebagai berikut :
1. Jumlah Penduduk, diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kota dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa diberi nilai 4.
b. Kota dengan penduduk antara 100. 001 - 200.000 jiwa diberi nilai 16.
c. Kota dengan penduduk antara 200.001 - 300. 000 diberi nilai 24.
d. Kota dengan penduduk antara 300. 001 - 400. 000 diberi nilai 32.
e. Kota dengan penduduk lebih dari 400. 000 diberi nilai 40.
2. Luas Wilayah diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kota dengan luas wilayah kurang dari 50 KM2 diberi skor 7.
b. Kota dengan luas wilayah antara 51 - 100 KM2 diberi skor 14.
c. Kota dengan luas wilayah antara 101 - 150 KM2 diberi skor 21.
d. Kota dengan luas wilayah antara 151 - 200 KM2 diberi skor 28.
e. Kota dengan luas wilayah lebih dari 200 KM2 diberi skor 35.
3. Jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Kota dengan jumlah APBD kurang dari 200 miliar diberi nilai 5.
b. Kota dengan jumlah APD antara 200.000.000.001, 00 - 400 miliar diberi
skor 10.
c. Kota dengan jumlah APBD antara 400.000.000.001 - 600 miliar diberi skor
15.
d. Kota dengan jumlah APBD antara 600.000.000.001 - 800 miliar diberi skor
20
e. Kota dengan jumlah APBD lebih dari 800 miliar diberi skor 25.
Kategori A, B, C ditentukan. dengan mengacu pada Pasal 21 Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yaitu:
1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40, masuk
kategori A, terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 asisten.
b. Sekretariat DPRD.
c. Dinas daerah paling banyak 12 buah.
d. Lembaga, teknis daerah paling banyak 8 buah.
e. Kecamatan.
f. Kelurahan.
2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 simpai dengan. 70,
masuk kategori B terdiri dari:
a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 asisten.
b. Sekretariat DPRD.
c. Dinas daerah banyak 15 buah.
d. Lembaga, teknis daerah paling banyak 10 buah.
e. Kecamatan.
f. Kelurahan.
3. Besaran organisasi perangkat daerah, dengan nilai lebih dari 70, masuk kategori
C, terdiri dari:
a. Sekretariat Dinas, terdiri dari paling banyak 4 asisten.
b. Dinas daerah paling banyak 18 buah.
c. Lembaga teknis daerah paling banyak 12 buah.
d. Keeamatan.
e. Kelurahan.
Berdasarkan indicator tersebut selanjutnya pembentukan dinas daerah dan
tata kerjanya yang merupakan bagian dari kelembagaan daerah di Kabupaten
Sukoharjo adalah sebagai berikut:
1. Dasar Hukum
a. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah
c. Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor I Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah
Kabupaten Sukoharjo
d. Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sukoharjo
e. Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo
2. Mekanisme atau Tahapan Pembentukan Organisasi Dinas Daerah di
Kabupaten Sukoharjo
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data pendukung dan
pengidentifikasian peraturan perundang-undangan baik itu UndangUndang
maupun Peraturan Pemerintah yang melibatkan Bagian Organisasi dengan
Bagian terkait lainnya.
b. Melakukan analisis kondisi lokal (internal daerah). Hal ini dilakukan guna
mengukur maupun menetapkan secara umum kapasitas kewenangan yang
ada di Kabupaten Sukoharjo untuk selannjutnya melakukan penilaian
kelayakan untuk pembentukan dinas daerah, badan atau kantor.
c. Melakukan persandingan kelembagaan daerah yang diperlukan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
d. Melakukan penyusunan draf Rancangan Peraturan Daerah yang
sebelumnya telah dilakukan koreksi oleh Bagian Hukum.
e. Proses Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh Bagian hukum ke
DPRD untuk mendapatkan tanggapan dari fraksi-fraksi
f. Jawaban Bupati atas tanggapan dari fraksi-fraksi.
g. Tahap pernbahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh panitia khusus
(pansus) DPRD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
h. Tahap evaluasi Rancangan Peraturan Daerah oleh Gubernur
i. Tetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat
C. Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 dalam Kaitannya
dengan Pembentukan Dinas Daerah dan Tata Kerjanya
di Kabupaten Sukoharjo
Berdasarkan pada Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka besaran scoring organisasi perangkat
daerah Kabupaten Sukoharjo nilainya 95 berdasarkan skor tersebut masuk tipe C
(skore lebih dari 70), dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk 403,403 jiwa : skore 40
2. Luas wilayah 444, 666 km2 : skore 35
3. Jumlah APBD Rp. 664.265.550.000,00 : skore 20
Besaran organisasi perangkat daerah Kabupaten Sukoharjo sesuai variabel
nilainya 95, sehingga masuk tipe C yang terdiri dari:
1. Sekretariat Dinas, terdiri dari paling banyak 4 asisten
2. Dinas daerah paling banyak 18 buah.
3. Lembaga teknis daerah paling banyak 12 buah.
4. Kecamatan.
5. Kelurahan.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi
adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/ kota meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan;
perencanaan, pemanfaatan,, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana
umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan;
penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian lingkungan
hidup; pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman
modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan pemerintahan
kabupaten/ kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi, unggulan daerah yang bersangkutan.
Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan
tersebut harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan perubahan
teknologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan
setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing
tingkatan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan
oleh seluruh provinsi, kabupaten, dan kota, sedangkan urusan pemerintahan yang
bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi
unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka
pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan
memunculkan sektor unggulan masing masing daerah sebagai upaya optimalisasi
pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan hasil nilai variabel penetapan besaran organisasi perangkat
daerah, Kabupaten Sukoharjo termasuk daerah, yang dapat menerapkan pola,
maksimal, sehingga dimungkinkan dapat membentuk dinas daerah sampai dengan
18, tetapi dalam rangka efisiensi, efektivitas don rasionalitas sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah, maka dengan mengutamakan prinsip
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi antar perangkat daerah,
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo tidak memaksimalkan besaran dinas daerah
tersebut merupakan penerapan asas yang dipergunakan dalam penyusunan dan
pengembangan kelembagaan daerah yaitu asas efesiensi dan asas efektivitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Perubahan yang terjadi dalam pembentukan Dinas daerah dan organisasi
tata kerjanya antara lain :
1. Perubahan nomenklatur Kepala bagian Tata Usaha menjadi Sekretaris;
2. Perubahan nomenklatur Kepala Sub Dinas menjadi Kepala Bidang dan
sekaligus penurunan eselon pada Kepala Bidang, yang semula eselon IIIa
menjadi eselon IIIb
Namun demikian, untuk mewujudkan iklim sejuk di kalangan pejabat yang
menduduki jabatan Kepala Sub Dinas, maka diatur sebagai berikut:
1. Kepala Bidang pada Dinas Daerah/ Lembaga Teknis Daerah yang telah
menduduki jabatan struktural sebelum Peraturan. Daerah baru diundangkan
tetap diberikan hak kepegawaian dan hak administrasi lainnya dalam jabatan
struktural eselon IIIa.
2. Kepala Bidang pada Dinas Daerah/ Lembaga Teknis Daerah yang telah
menduduki jabatan struktural eselon IIIa apabila dimutasikan menjadi Kepala
Bidang pada Dinas Daerah/ Badan pada Perangkat Daerah tetap diberikan hak
kepegawaian dan hak administrasi lainnya dalam jabatan structural eselon IIIa.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip penataan organisasi sebagai berikut
ramping struktur kaya fungsi; kejelasan tujuan organisasi dan visi yang akan
diwujudkan; pembagian dan perumusan tugas yang jelas antara satuan-satuan
organisasi yang akan dibentuk untuk mencegah terjadinya tugas dan fungsi yang
tumpang tindih; mempertegas fungsi lini dan staff; menyusun pola organisasi
sesuai kebutuhan nyata; menyusun pengembangan jabatan fungsional untuk
mengatasi kekurangan pada jabatan struktural; kejelasan beban tugas
masing-masing satuan organisasi dan mewadahi fungsi yang berkembang; dan
memperjelas tata laksana atau mekanisme kerja dan lain-lain maka pembentukan
dan organisasi tata kerja Dinas daerah Kabupaten Sukoharjo terdiri dari :
1. Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang pendidikan.
Untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Pendidikan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
pendidikan
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pendidikan.
2. Dinas Pemuda dan OlahRaga, Pariwisata dan Kebudayaan
Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayaan mempunyai tugas
pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan dibidang pemuda, olahraga, kepariwisataan dan
kebudayaan. Untuk melaksanakan Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan
Kebudayaan menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan kebijakan teknis dibidang pemuda, olahraga, pariwisata, dan
kebudayaan;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
pemuda, olahraga, pariwisata, dan kebudayaan
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pemuda, olahraga, pariwisata,
dan kebudayaan.
3. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang kesehatan.
Untuk melaksanakan tugas Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi
a. perumusan kebijakan teknis dibidang kesehatan;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kesehatan
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan.
4. Dinas Sosial
Dinas Sosial mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang sosial. Untuk
melaksanakan tugas pokok Dinas Sosial menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang sosial:
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
sosial
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas pokok melaksanakan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
dibidang tenaga kerja, dan transmigrasi. Untuk melaksanakan tugas pokok
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang tenaga kerja dan transmigrasi;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
tenaga kerja dan transmigrasi;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan transmigrasi.
6. Dinas Perhubungan, Informatika dan Komunikasi.
Dinas Perhubungan, Informatika dan Komunikasi mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dibidang perhubungan, informatika dan komunikasi. Untuk
melaksanakan tugas pokok Dinas Perhubungan, Informatika dan Komunikasi
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang perhubungan, informatika dan
komunikasi
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
perhubungan, informatika dan komunikasi;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perhubungan, informatika dan
komunikasi.
7. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dibidang kependudukan dan pencatatan sipil. Untuk melaksanakan
tugas pokok Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang kependudukan dan pencatatan sipil;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kependudukan dan pencatatan sipil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kependudukan dan pencatatan
sipil.
8. Dinas Pekejaan Umum
Dinas Pekerjaan Umum mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang
pekerjaan umum untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Pekerjaan Umum
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang pekerjaan umum;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
pekerjaan umum;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pekerjaan umum.
9. Dinas Pertanian
Dinas Pertanian mempunyai tugas pokok rnelaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang pertanian.
Untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Pertanian menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang pertanian;
b. penyelenggaraan urusan pemerintaban dan pelayanan umum dibidang
pertanian;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pertanian.
10. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai tugas
pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan dibidang koperasi dan usaha mikro, keeil dan menengah.
Untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah menyelenggarqkan fungsi:
a. perumusan kebijakan telcnis dibidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang koperasi dan usaha mikro, kecil
dan menengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
11. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan mempunyai tugas pokok melaksanakan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
dibidang perindustrian dan perdagangan. Untuk melaksanakan tugas pokok
Dinas Perindustrian dan Perdagangan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang perindustrian dan perdagangan;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
perindustrian dan perdagangan;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perindustrian dan perdagangan.
12. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai tugas
pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan dibidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset
daerah. Untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Pcndapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan teknis dibidang pendapatan, pengelolaan keuangan
dan aset daerah;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah;
c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset daerah.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan peraturan daerah
nomor 3 tahun 2008 dalam kaitannya dengan pembentukan dinas daerah di
Kabupaten Sukoharjo telah sejalan dengan asas efisiensi dan efektifitas. Hal
tersebut ditunjukkan dari peluang Kabupaten Sukoharjo berdasarkan criteria yang
ada sebenarnya dapat membentuk dinas daerah sejumlah 18 (delapan belas), namun
hanya ditetapkan sejumlah 12 (dua belas) saja sehingga dapat ditekan terjadinya
pemborosan dan inefisiensi anggaran daerah.
Selanjutnya jika dilihat dari tata kerjanya menunjukkan bahwa tata kerja
dinas daerah di Kabupaten Sukoharjo melalui peraturan daerah Nomor 3 tahun
2008 telah sejalan dengan prinsip samping struktur kaya fungsi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
mendasarkan pola visi dan kejelasan tujuan, mempertegas gungsi. Staff serta
menyusun pola organisasi sesuai dengan kebutuhan yang nyata. Dengan demikian
secara tegas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan peraturan daerah Kabupaten
Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 dapat berjalan secara efektif karena mekanisme
pembentukannya telah sesuai dengan asas, prinsip, tujuan maupun peraturan
perundang-undangan yang mendasarinya.
D. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pembentukan Dinas Daerah
di Kabupaten Sukoharjo
Beberapa faktor penghambat dalam pembentukan Dinas Daerah di
Kabupaten Sukoharjo meliputi :
1. Adanya kemauan pejabat eksekutif daerah yang cenderung untuk
memaksimalkan dalam membentuk lembaga daerah. Untuk mengatasi
permasalahan ini, DPRD senantiasa menggunakan fungsi kontrolnya guna
mengingatkan kepada para pejabat eksekutif.
2. Kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai
Pembentukan lembaga Daerah tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga
terpaksa dilakukan penyederhanaan yang seharusnya berbentuk Dinas Daerah
kemudian diturunkan menjadi Kantor.
3. Adapya keeenderungan pemerintah daerah untuk tetap mempertahankan Dinas
daerah dengan menggunakan pola lama. Hal ini dikarenakan peraturan yang
baru dianggap kurang bisa menampung kebutuhan daerah.
4. Urusan pernerintahan yang diserahkan kepada daerah terlalu banyak, sehingga
dirasakan memberatkan bagi daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan dimuka disimpulkan
sebagai berikut:
1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 dalam kaitannya dengan
Pembentukan Dinas Daerah dan tata kerjanya di Kabupaten Sukoharjo telah
sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah serta telah sejalan dengan asas ramping struktur
kaya fungsi dan prinsip efisiensi, efiktitas. Pembentukan dinas daerah di
Kabupaten Sukoharjo disesuaikan juga dengan nasionalitas, kebutuhan dan
prinsip integritas, sinkronisasi antar perangkat daerah, Kabupaten Sukoharjo
tidak menerapkan pola maksimal sehingga besaran Dinas daerah yang
mestinya mencapai 18 dinas tetapi saat ini hanya dibentuk 12 Dinas daerah.
2. Beberapa hambatan yang timbul dalam pembentukan Dinas daerah di
Kabupaten Sukoharjo meliputi hambatan internal maupun eksternal.
Hambatan internal berupa kecenderungan aparat untuk memaksimalkan
jumlah jabatan dengan pola lama, sedangkan hambatan eksternal berupa
beratnya beban yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri serta terlalu
banyaknya urusan yang diserahkan kepada daerah.
B. Saran
Atas dasar analisis pembahasan dan kesimpulan dimuka diajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Perlunya sosialisasi dan pembinaan yang lebih intensif terhadap aparat daerah
dalam memahami dan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga
mereka tidak sekedar menuntut hak jabatan tetapi lebih mendahulukan
kewajibannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
2. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo perlu segera melakukan evaluasi terhadap
peraturan-peraturan daerah di lingkungan Dinas daerah seiring dengan
perkembangan dan perubahan perundang-undangan di tingkat pusat dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah missal peraturan daerah tentang pajak
daerah dan retribusi daerah.