PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI … · pelaksanaan pembelajaran apresiasi...

84
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 (Studi Kasus) SKRIPSI Oleh : GANCAR ADHIWICAKSONO K1206021 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI … · pelaksanaan pembelajaran apresiasi...

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA

DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2009/2010

(Studi Kasus)

SKRIPSI

Oleh :

GANCAR ADHIWICAKSONO

K1206021

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

PELAKSANAAN PEMBELAJARANAPRESIASI DRAMA

DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2009/2010

(Studi Kasus)

Oleh :

GANCAR ADHIWICAKSONO

NIM K1206021

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di

Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010” ini telah ini

telah disahkan dan disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II pada:

Hari :

Tanggal :

Surakarta, Juni 2010

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP 19700716 200212 2 001 NIP 19540520 198503 1 00

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada hari :

Tanggal : Juli 2010

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. ___________

Sekretaris : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. ____________

Anggota I : Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum. ___________

Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. ____________

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001

ABSTRAK

GANCAR ADHIWICAKSONO. K1206021. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI 4 SURAKARTA (Studi Kasus) Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, 1) perencanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 2) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 3) kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta; 4) upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik studi kasus tunggal terpancang tunggal. Subjek penelitian ini adalah siswa XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang berjumlah 38 siswa. Sumber data pada penelitian ini adalah: 1) tempat dan peristiwa; 2) informan; dan 3) dokumen. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu 1) analisis dokumen; 2) observasi; 3) wawancara. Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh melalui 1) triangulasi data; 2) triangulasi meode; 3) dan review informant. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta berdasarkan silabus yang dibuat oleh tim MGMP, prota dan promes yang digunakan, dibuat secara bersama oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa. Silabus, prota dan promes digunakan sebagai patokan atau dasar dalam membuat RPP oleh guru dalam mengajar bahasa Indonesia dan khususnya dalam pembelajaran apresiasi drama. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri sudah mengacu pada pembelajaran yang bersifat PAIKEM. Kendala-kendala di dalam pembelajaran apresiasi drama, yaitu: (1) rendahnyanya motivasi dan minat pada beberapa siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, walaupun banyak siswa yang antusias mengikuti pembelajaran drama; (2) alokasi waktu pembelajaran yang banyak tersita oleh kegiatan ujian mid semester, jadwal study tour persiapan ujian untuk kelas XII, ujian akhir nasional, dan ujian praktik; (3) evaluasi dalam pembelajaran, dikarenakan banyaknya kelas yang diampu dalam mengajar oleh guru dan tuntutan bahwa evalusi diharuskan bukan hanya dalam segi kognitfnya saja melainkan dari segi afektif dan psikomotoriknya, jadi dalam pelaksanaan evaluasi guru kesulitan dalam memantau dan menilai tiap-tiap siswa. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu: (1) guru memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan bagi siswa yang mempunyai motivasi dan minat belajar yang rendah untuk mengikuti pembelajaran apresiasi drama. Motivasi yang diberikan berupa penjelasan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran dan memberitahu manfaat yang dapat diambil setelah mengikuti pembelajaran. Serta

menggunakan media pembelajaran yang kreatif supaya siswa lebih tertarik lagi dalam mengikuti pembelajaran; (2) guru menyuruh siswa untuk banyak menonton film dalam belajar drama. Dengan menonton film, siswa dapat belajar mengenai penghayatan karakter atau ekspresi, tata kostum, tata rias, alur, setting, amanat, dan lainnya yang berkaitan dengan apresiasi drama. Jadi, siswa bukan hanya belajar mengenai teori saja melainkan dapat pula belajar dengan hal yang nyata; (3) guru mewajibkan setiap kelompok membuat laporan kegiatan yang berisi tentang keterlibatan setiap siswa dalam membuat film. Dengan membuat laporan kegiatan dapat diketahui keaktifan dan partisipasi setiap siswa. Hal tersebut untuk mengetahui dan sebagai dasar untuk menilai segi afektif dan psikomotorik siswa, bukan hanya laporan kegiatan tetapi dengan pemantauan langung dalam pelaksanaan pembuatan film dan juga pengamatan dari keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.

MOTTO

”Setiap masalah atau cobaan yang kita alami pasti akan ada jalan keluar untuk

mengatasi dan pasti ada hikmah yang akan didapat buat diri sendiri maupun orang

lain”

(Penulis)

”Mimpi, impian, dan harapan merupakan awal untuk mencapai apa yang akan

dituju, jangan takut untuk bermimpi dan banyak-banyalah mempunyai impian”

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai wujud

syukur, sayang, cinta, dan terima kasihku

teruntuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak pernah

lelah untuk terus menyalakan pelita

kasih sayang dan perhatian yang tulus

dalam setiap pijakan langkah-langkahku

2. Kakakku Agung Mahardika Prabandani

dan Adikku Danang Pangesti Wibowo

tersayang.

3. Almamater.

4. Semua pihak yang telah membantu

selesainya penulisan ini.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya

kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk

bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin

penyusunan skripsi;

2. Drs. Suparno, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP

UNS yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa, dan

Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi kepada

penulis;

4. Dr. Nugraheni Eko W, M. Hum., selaku Pembimbing I yang telah

membimbing penulis selama ini dengan penuh perhatian dan kesabaran dan

Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis;

5. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan studi;

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada penulis dengan

tulus ikhlas selama ini;

7. Drs. Sari Gunanto, selaku Guru Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yang

telah meluangkan sebagian waktunya untuk membantu penulis dalam

melakukan penelitian;

8. Seluruh siswa kelas Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yang telah

menunjukkan sikap kerjasamanya selama proses penelitian;

9. Rekan-rekan Bastind ’06 yang telah banyak menorehkan kenangan manis

yang tak terlupakan;

10. Pak Umar beserta keluarganya, yang telah banyak memberikan bantuan dan

perhatiannya yang teramat sangat banyak;

11. Keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan dan semangat.

12. Sahabat-sahabatku Widya, Agung, Fauzi, dan Ega yang telah banyak

memberikan semangat dan makna sebuah persahabatan;

13. Penghuni E9 yang berjuang bersama di tanah perantauan untuk hari esok yang

lebih cerah dan masa depan yang lebih baik, Pulung, Deni, Husin, Ardi Yan,

Candra, dan penghuni gelap,;

14. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga kebaikan-kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah

SWT, Amien.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

PENGAJUAN .......................................................................................... ii

PERSETUJUAN ..................................................................................... iii

PENGESAHAN ...................................................................................... vi

ABSTRAK .............................................................................................. v

MOTTO ................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN .................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ............................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR ............................................................. 9

A. Kajian Teoretis ............................................................................. 9

1. Hakikat Drama ......................................................................... 9

a. Pengertian Drama .................................................................. 9

b. Struktur Naskah Drama ......................................................... 12

c. Jenis-Jenis Drama .................................................................. 16

2. Hakikat Pembelajaran Drama ................................................... 17

a. Pengertian Pembelajaran ........................................................ 17

b. Pengertian Apresiasi ............................................................... 25

c. Pengertian Apresiasi Drama ................................................... 26

d. Strategi Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 28

e. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 34

f. Evaluasi Pembelajaran Apresiasi Drama ……………………. 38

B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 44

C. Kerangka Berpikir ......................................................................... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 50

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 50

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ....................................................... 50

C. Sumber Data ................................................................................... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 52

E. Uji Validitas Data .......................................................................... 53

F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………... 56

A. Deskripsi Latar Penelitian ……………………………………….. 56

B. Hasil Penilitian ………………………………………………….. 60

C. Pembahasan ……………………………………………………… 85

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………………… 108

A. Simpulan …………………………………………………………. 108

B. Implikasi …………………………………………………………. 111

C. Saran ……………………………………………………………… 113

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 115

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ……………………………………. 50

2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran ……………………………….... 58

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Kerangka Berpikir ............................................................ 49

2. Teknik Analisis Data ................................................................ 55

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................................ 118

2. Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................................ 123

3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................................... 126

4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................................... 138

5. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen .............................................. 143

6. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen .............................................. 146

7. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen .............................................. 147

8. catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ............................................... 152

9. Denah SMA Negeri 4 Surakarta ................................................................ 154

10. Daftar Siswa Kelas XI IPA 5 ..................................................................... 156

11. Silabus ........................................................................................................ 157

12. Prota dan Promes ....................................................................................... 159

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .......................................................... 163

14. Foto ............................................................................................................ 167

15. Surat-surat Izin Menyusun dan Penelitian Skripsi ..................................... 169

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah pemerolehan pengetahuan tentang satu hal atau

keterampilan melalui pengalaman. Belajar adalah perubahan disposisi atau

kemampuan seseorang yang dicapai melalui orang tersebut dan diperoleh bukan

secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah (Gagne dalam

Sudjana, 2000: 97). Materi pelajaran yang diberikan pada anak didik pun berbagai

macam mata pelajaran. Salah satunya adalah bahasa Indonesia.

Isi dari materi pembelajaran bahasa Indonesia berupa kebahasaan dan

kesusastraan. Pembelajaran sastra pada umumnya masih menyatu atau bagian dari

pelajaran bahasa Indonesia. Keadaan tersebut dapat terlihat di semua jenjang

pendidikan atau sekolah. Salah satu alasan menempatkan pembelajaran sastra

Indonesia sebagai bagian dari pelajaran bahasa Indonesia ialah sastra Indonesia

tidak bisa lepas dengan bahasa Indonesia. Dalam kaitannya dengan kepentingan

pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran sastra Indonesia sangat membantu

pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam

penyajian pada pendidikan formal, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

tidak dapat dipisahkan.

Berbagai jenis karya sastra, seperti puisi, cerita pendek, novel, drama, dan

masih banyak lagi yang lainnya, telah diperkenalkan kepada siswa sejak mereka

duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dengan belajar sastra, siswa dapat belajar

membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Jadi, dapat disimpulkan, siswa

dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya dengan baik. Jenis sastra yang

dipelajari bisa berupa apa saja.

Pembelajaran sastra yang dilakukan di sekolah harus mempunyai tujuan.

Tujuan dari pembelajaran tersebut adalah siswa mampu mengapresiasi sebuah

karya sasrta. Kemampuan mengapresiasi sastra diharapkan dapat mendorong

siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaan dalam bentuk

2

karya sastra. Begitu juga kemampuan kebahasaaannya. Pembelajaran sastra

merupakan bentuk seni yang dapat diapresiasi, sehingga pelaksanaan

pembelajaran harus bersifat apresiatif. Oleh karena itu, pembelajaran sastra

hendaknya ditekankan pada segi apresiatif. Apresiasi karya sastra meliputi

apresiasi prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran apresiasi sastra khususnya

pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu aspek yang harus diajarkan

kepada siswa agar mampu mengenal, memahami, menikmati, dan memanfaatkan

karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan

kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

Hasan Alwi (dalam Sarumpaet, 2002: 16) menyatakan minat dan apresiasi

pembaca hendaknya mulai dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika

pembaca masih berusia sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman apresiasi sastra

yang telah dilalui oleh siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan

lebih lanjut pada saat mereka nanti terjun sebagai anggota masyarakat.

Sastra sangat penting diajarkan kepada siswa dalam perkembangan pola

pikir. Seperti dijelaskan oleh Yuni Pratiwi (2005: 132) bahwa karya sastra yang

bernilai tinggi mengandung pesan-pesan moral yang tinggi. Sastra yang

mengandung pesan moral yang tinggi dapat menjadi medium untuk

menggerakkan dan mengangkat manusia pada harkat yang tinggi. Karya sastra

tersebut dapat berupa prosa, puisi, dan drama. Pembelajaran sastra ditekankan

pada bagaimana mengapresiasikan karya, bukan pada menghafal karya sastra.

Kenyataan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan

karena pengajaran apresiasi sastra masih dinilai masih belum menunjukkan hasil

yang memuaskan dan masih rendahnya kualitas pembelajaran.

Kondisi pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal sejauh ini

dapat dikatakan masih mengecewakan. Darmojo (2007: 1) mengungkapkan: (1)

pada dasarnya pembelajaran sastra berpengaruh pada minat murid terhadap sastra,

namun tidak terdapat hubungan antara teori yang diajarkan dan kemampuan

apreasi sastra; (2) pengajar tidak memiliki waktu serta tidak tahu bagaimana

caranya mengikuti perkembangan sastra di luar wacana; dan (3) murid tidak

3

mampu mangaitkan nilai sastrawi dengan nilai-nilai etis/moral budaya dalam

kehidupan.

Pembelajaran apresiasi drama merupakan salah satu bagian dari

pengajaran apresiasi sastra yang tidak terlalu diminati oleh siswa dan banyak

menemui kesulitan. Yus Rusyana (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 1) menarik

kesimpulan bahwa minat sastra dalam membaca karya sastra yang terbanyak

adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama. Perbandingannya adalah 6 :

3 : 1. Hal ini disebabkan karena menghayati naskah drama yang berupa dialog itu

cukup sulit dan harus tekun. Penghayatan naskah drama lebih sulit daripada

penghayatan naskah drama.

Pembelajaran apresiasi drama selama ini masih dapat dikatakan belum

menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya kualitas pembelajaran tentunya

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyajian yang tidak mengenai sasaran,

saran belajar yang kurang menunjang dalam proses pembelajaran, atau guru yang

kurang menguasai materi sastra. Keadaan tersebut sangat disesalkan jika terus

berlanjut mengingat bahwa karya sastra dan proses pembelajarannya dapat

meningkatkan pendidikan moral seseorang.

Pembelajaran drama sangat penting bagi siswa karena dapat membentuk

manusia yang memiliki pengetahuan luas sekaligus memiliki moral dan

kepribadian yang baik. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, pembelajaran

drama belum sesuai dengan harapan. Pembelajaran drama masih menekankan

pengetahuan belum menekankan pada aspek apresiasi. Herman J. Waluyo (2006:

165) menyatakan bahwa pembelajaran drama sebagai penunjang pemahaman

bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks drama) dan menyimak

atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan drama radio, televisi,

dan sebagainya). Sementara sebagai penunjang latihan penggunaan bahasa dengan

maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks drama, resensi drama, dan

sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam pementasan drama).

Pembelajaran apresiasi harus benar-benar sampai kepada tahap apresiasi,

pembelajaran apresiasi drama hendaknya memperhatikan konsep-konsep sebagai

berikut, yaitu; (1) pembelajaran apresiasi drama diupayakan tidak hanya

4

mengarah aspek teoritis dan kognitif; (2) pembelajaran apresiasi drama hendaknya

melibatkan secara langsung peran serta siswa dalam proses apresiasi; (3) guru

hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan kenikmatan

dan kemanfaatan dalam berapresiasi dengan memerankan drama; (4) pemelajaran

apresiasi drama diarahkan pada pemerolehan pengalaman batin siswa dengan turut

berperan serta dalam kegiatan pementasan drama.

Menurut Imam Syafe’i (dalam Marmi, 2006: 1) tujuan pembelajaran

drama adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama.

Ini berarti bahwa setelah selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar drama

diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi

drama, yaitu mampu mengenal, menghayati, dan menghargai drama sebagai karya

sastra secara kreatif. Selain itu, diharapkan pula mereka mampu

mengomunikasikan hasil kegiatan mengapresiasi bentuk sastra itu kepada orang

lain, baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan mengapresiasi drama secara

kreatif itu diharapkan pula dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan

pengalaman, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk drama.

Keberhasilam pembelajaran apresiasi drama ini, dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu; kurikulum, guru, siswa, sarana, dan kondisi lingkungan.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran apresiasi

drama adalah minimnya buku-buku tentang drama yang tersedia di perpustakaan,

alokasi waktu pembelajaran yang masih kurang pada materi apresiasi drama, dan

kurang minatnya siswa terhadap materi bahasa Indonesia, khususnya pada

pembelajaran drama. Membangkitkan minat siswa dalam kegiatan apresiasi sastra

bukan merupakan hal yang mudah dilakukan.

Keadaan seperti di atas dapat menyebabkan siswa kurang dapat mengenal

berbagai bentuk drama hasil karya sastrawan. Dengan demikian, siswa tidak akan

dapat memahami dan menghayati drama apalagi mengapresiasikan drama sebagai

salah satu bentuk karya seni yang penuh makna dan keindahan. Padahal

pembelajaran drama ternyata mempunyai dampak yang begitu besar bagi

keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

5

Faktor yang cukup penting dan dominan terhadap keberhasilan

pembelajaran drama di kelas adalah guru. Salah satu hal yang harus dilakukan

oleh guru adalah memahami kurikulum yang berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Penguasaan guru terhadap kurikulum akan

mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran drama di kelas. Seorang guru

dituntut mampu membuat perencanaan pembelajaran dengan baik, memilih materi

pelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar, memilih metode yang sesuai

dengan tujuan pembelajaran, menggunakan media pembelajaran dengan tepat

yang disesuaikan dengan karakteristik tingkat kemampuan siswa. Jika

pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, mengetahui cara untuk

mengatasi kendala yang ada, dan pelaksanaan evaluasi yang tepat, maka

pembelajaran berlangsung dengan baik.

Guru kerap menghadapi kesulitan dalam menentukan strategi yang tepat

untuk meningkatkan keberhasilan pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran

apresiasi drama sebagai salah satu contoh pengajaran apresiasi sastra yang harus

mendapatkan perhatian serius karena dalam drama banyak nilai penting yang

dapat memperkaya khasanah budi pekerti manusia. Akan tetapi, terkadang dalam

pembelajaran apresiasi drama di sekolah hanya sebatas pembelajaran yang

menyangkut aspek kognitif tentang drama saja sehingga siswa hanya sebatas tahu

tentang drama tanpa mereka bisa merasa bahwa ada sesuatu yang menarik dalam

drama.

Pembelajaran apresiasi drama mementingkan aspek apresiasi yang lebih

besar dibandingkan dengan aspek kognitif siswa tentang drama. Dalam apresiasi,

siswa tidak hanya tahu tentang drama, tetapi ia (siswa) mempunyai minat dan

mampu merespon bahkan menaruh penghargaan terhadap drama. Pengajaran

apresiasi drama meliputi apresiasi terhadap naskah dan terhadap pementasan.

Namun, hal yang memungkinkan dapat diajarkan di kelas adalah apresiasi naskah

drama, berdasarkan dari hal itu kemudian siswa mampu mengapresiasi naskah

yang ia (siswa) baca atau yang mereka buat untuk kemudian mereka gubah dalam

bentuk pementasan atau latih akting.

6

Dalam setiap pelakasanaan pembelajaran di kelas pasti terdapat

problematika yang menjadikan pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Kendala atau hambatan berasal dari faktor intern maupun ekstern.

Seperti di jelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa faktor intern berasal dari

diri guru dalam mengajar dan siswa pada saat mengikuti pembelajaran. Pada

faktor ekstern berasal dari sarana dan prasarana yang ada dalam menunjang

pelakasanaan pembelajaran. Begitu pula dalam pembelajaran apresiasi drama.

Berdasarkan kondisi pembelajaran drama sebagaimana telah dipaparkan di

atas maka peneliti tertarik untuk mencoba meneliti bagaimanakah gambaran atau

apa yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5

SMA Negeri 4 Surakarta. Dengan penelitian yang bersifat studi kasus, peneliti

ingin mengetahui bagaimana proses kegiatan pembelajaran drama yang dimulai

dari tahap persiapan sebelum pelakasanaan pembelajaran, tahap pelakasanaan

pembelajarana, dan kendala atau hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan juga

upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,

permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan

pembelajaran apresiasi drama di SMA Negeri 4 Surakarta, secara lebih terperinci

dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di

kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5

SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

3. Kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran

apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran

2009/2010?

4. Upaya apa saja yang ditempuh oleh guru untuk mengatasi kendala dalam

pelaksanaan pembelajaran apresiasi di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4

Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

7

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perencanaan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di

kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA

Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

3. Mendeskripsikan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh guru dalam

pelaksanaan pembelajaran drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta

Tahun Ajaran 2009/2010?

4. Mendeskripsikan upaya mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran

drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penilitian yang hendak dilakukan diharapkan dapat memperkaya

khazanah keilmuan khususnya dalam hal pembelajaran drama di SMA.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai pengembangan secara lengkap potensi dan kreativitas dalam diri

peneliti terkait dengan aspek pembelajaran drama dan sekaligus dapat

menjadi bahan perbandingan dalam kenyataan di lapangan.

b. Bagi Guru

Memberikan gambaran mengenai pembelajaran apresiasi sastra, pada

drama khususnya sehingga dapat menjadi alternatif pemecahan masalah

dan memunculkan kreativitas serta inovasi dalam pelaksanaan

pembelajaran.

c. Bagi Sekolah

Memberi masukan dan pertimbangan demi upaya meningkatan mutu

pembelajaran apresiasi sastra, khususnya pada drama.

8

d. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti lain lebih

lanjut sehingga bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan

pembelajaran apresiasi sastra, pada drama khususnya.

9

BAB II

KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN,

DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teoretis

1. Hakikat Drama

a. Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa Greek, dalam hal ini berasal dari kata kerja

dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Namun, ada juga pendapat istilah

drama berasal dari termologi Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku,

bertindak atau beraksi. Herman J. Waluyo (2002: 1), mengungkapkan bahwa

drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas.

Drama adalah potret kehidupan manusia, potret duka, pahit manis, hitam putih

kehidupan manusia. Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya

memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh

yang ada (Melani Budianta, 2002: 95).

Atar Semi (2000: 156) mengemukakan bahwa drama cerita atau tiruan

perilaku manusia yang dipentaskan. Di mana kita dapat melakukan tiruan dengan

mudah tentang sesuatu hal dalam kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan cerita,

hal tersebut akan menimbulkan kesan atau reaksi dari penonton. Drama adalah

salah satu jenis karya yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas

konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan, sedangkan

Panuti Sudjiman (2000: 22) berpendapat bahwa drama adalah karya sastra

yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan

emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan

panggung. Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki ciri

tersendiri yang membedakan dengan karya sastra yang lain. yaitu dalam

naskahnya didominasi dengan dialog-dialog antar pemeran atau tokoh. Drama

adalah sebuah karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan maksud untuk

10

dipentaskan para aktor. Adapun unsur-unsur pembantu sebuah drama dalam

pementasan adalah sebagai berikut:

1) Babak : bagian dari suatu lakon drama

2) Adegan : bagian dari suatu babak

3) Prolog : kata pendahuluan sebagai pengantar suatu lakon

4) Monolog : percakapan seorang pelaku dengan dirinya

5) Dialog : percakapan antar pelaku dalam pementasan

6) Epilog : kata penutup yang mengakhiri suatu lakon

7) Mimik : ekspresi (gerak-gerik) air muka pelaku untuk memberikan

gambaran emosi

8) Pantomim : ekspresi anggota tubuh untuk menggambarkan emosi

pelaku.

Selain didominasi oleh cakapan langsung (dialog antartokoh), lazimnya

sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semcam petunjuk

pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau

apa yang dilakukan oleh pelaku atau tokoh (Melani Budianta, 2002: 97).

Penjelasan menegenai drama, maka istilah drama akan berhadapan dengan dua

kemungkinan yaitu drama naskah dan drama pentas (Herman J. Waluyo, 2006: 2).

1) Drama Naskah

Drama naskah merupakan dasar dari telaah drama. Drama naskah

dapat dijadikan bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat

dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset.

Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra

yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan

mempunyai kemungkinan dipentaskan. Drama naskah merupakan salah

satu genre sastra yang dijajarkan dengan puisi dan prosa.

Sebagai karya sastra, bahasa drama adalah bahasa sastra karena itu

bersifat konotatatif juga dimiliki. Pemakaian lambang kiasan, irama,

pemilihan kata yang khas, dan sebagai berprinsip sama dengan karya

sastra yang lainnya. Dalam pementasan drama banyak menggunakan

dialog-dialog, maka bahasa drama tidak selalau puitis dan lebih cair

11

daripada bahasa prosa. Sebagai potret atau tiruan kehidupan, dialog drama

banyak berorientasi pada dialog yang hidup.

Hasanudin WS (2009: 71) menyebutkan bahwa sebagai genre sastra,

secara umum dapatdikatakan drama mendekati atau bahkan dapat

diidentifikasi dengan fiksi. Pada umumnya rumusan tentang keidentikan

ini diperoleh dari penelusuran tantang bagaimana unsur cerita atau

peristiwa yang dihadirkan oleh pengarang. Naskah drama yang ditulis

dimungkinkan bersifat komunikatif dan bahasanya adalah bahasa yang

hidup dalam masyarakat, bahasa speech-act. Nilai literel memang tidak

boleh ditinggalkan, tatapi sifat komunikatif harus diperhatikan.

2) Drama Pentas atau Teater

Karya drama adalah karya pentas, maksudnya bahwa drama sebagai

karya sastra akan memiliki arti atau nilai setelah melewati tahap

pementasan. Dengan pementasan maka drama sebagai karya seni

eksistensinya menjadi sempurna. Dengan dipentaskan, dialog yang ada

akan menjadi hidup. Dialog harus diperankan dengan didukung oleh olah

vokal yang prima, jelas, fasih, intonasi dan penjedaan yang tepat serta

didukung dengan acting yang ekspresif. Pementasan drama merupakan

visualisasi dan konkretisasi cerita sehingga keindahan drama dapat

dinikmati dengan segenap perasaan dan pancaindera. Dengan pementasan

drama dapat dapat dilatih kan kemampuan praktik kemampuan berbahasa

siswa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan

integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni

lukis (dekor, panggung), seni kostum, tata rias, dan sebagainya ( Heman J.

Waluyo, 2006: 2)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa drama adalah bentuk

sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan

penonton sehingga sangat digemari oleh masyarakat dan drama merupakan

sebuah bentuk tontonan yang mengandung cerita yang dipertunjukkan

dalam orang banyak. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang

12

diproyeksikan di atas pentas dan konflik yang disajikan dalam drama sama

dengan konflik batin mereka sendiri, juga merupakan potret kehidupan.

b. Struktur Naskah Drama

Dalam memerankan drama dengan baik, setiap pemeran harus memahami

naskah drama. Untuk mampu memahami naskah drama dibutuhkan pemahaman

dan analisis struktural naskah drama yang unsur-unsurnya saling terkait dan

terjalin membentuk satu kesatuan. Herman J. Waluyo (2002: 136) menyatakan

bahwa cerita rekaan adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur yang

membentuk satu kesatuan, kebulatan dan regulasi diri atau membangun struktur.

Unsur-unsur tersebut bersifat fungsional, maksudnya dicipta oleh pengarang untuk

mendukung maksud secara keseluruhan, dan maknanya ditentukan oleh

keseluruhan cerita. Lebih lanjut Herman J. Waluyo (2006: 8-29) menjelaskan

bahwa unsur-unsur penting yang membentuk sebuah struktur naskah drama, yaitu:

(1) penokohan, (2) alur (plot), (3) latar (setting), (4) tema, (5) amanat, dan (6)

cakapan (dialog dan monolog)

1) Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 165). Antara

tokoh dan perwatakannya memang merupakan suatu kepaduan yang utuh.

Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh protagonis,

antagonis, dan tritagonis. Berdasarkan peranannya dalam lakon dan fungsinya,

terdapat tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu. Menurut Bakdi

Soemanto (dalam Suranto, 2006: 3) tokoh (penokohan) adalah unsur yang

penting di dalam sebuah karya drama karena di samping menjadi materi utama

untuk menciptakan plot, tokoh juga merupakan sumber action dan percakapan.

Panuti Sudjiman (2000: 79) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau kejadian di

dalam sebuah cerita. Penokohan adalah masalah bagaimana watak tokoh-

tokoh tersebut di dalam suatu karya sastra. Ada pebedaan makna antara tokoh

dan penokohan. Tokoh berarti individu yang mengalami peristiwa, sedangkan

13

penokohan adalah proses menampilkan individu tersebut di dalam sebuah

cerita.

Menurut Atar Semi (2000: 39-40) ada dua macam teknik memperkenalkan

tokoh dan perwatakan dalam karya fiksi, yaitu: (a) secara analitik, adalah

pengenalan watak tokoh dengan cara pengarang memaparkan watak atau

karakter tokoh secara langsung. Pengarang secara langsung menyebutkan

tokoh tertentu berwatak keras hati, penyanyang, lembut atau romantis. (b)

Secara dramatik, yaitu penggambaran watak tokoh dengan tidak dipaparkan

secara langsung, tetapi melalui pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau

postur tubuh, cara berpakaian, melalui dialoga antar tokoh, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan atau

perwatakan adalah suatu teknik bagaimana menampilkan tokoh-tokoh dan

bagaimana mengembangkan dan membangun watak tokoh-tokoh tersebut di

dalam sebuah cerita rekaan (termasuk drama).

2) Alur atau Plot

Herman J. Waluyo (2006: 8) menjelaskan bahwa alur atau plot merupakan

jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan

jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (protagonis dan antagonis)

dan merupakan hubungan sebab akibat. Plot adalah cerita yang berisi urutan

kejadian, namun tipe kejadian itu dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang

satu disebabkan peristiwa lain (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 113). Panuti

Sudjiman (2000: 4) mengatakan bahwa plot atau alur adalah jalinan peristiwa

di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

alur atau plot adalah kontruksi, bagan, skema, atau pola rentetan peristiwa

yang terjadi dari awal sampai akhir untuk mencapai efek tertentu, yang

pautannya diwujudkan oleh hubungan waktu dan hubungan sebab akibat yang

direka dan dijalin dengan seksama dari konflik antar tokoh-tokoh yang

berlawanan sehingga menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah

klimaks dan merupakan jalan utuh cerita yang menyebabkan pembaca atau

penonton tegang dan ingin tahu.

14

Dalam karya sastra terdapat beberapa macam alur yang dapat dilihat

setelah kita menikmatinya. Sudiro Satoto (2001: 53-54) mengemukakan

bahwa ada beberapa jenis alur, yaitu: (1) alur menanjak (rising plot), (2) alur

menurun (falling plot), (3) alur maju (progressive plot), (4) alur mundur

(regressive plot), (5) alur lurus (straigt plot), (6) alur patah (break plot), (7)

alur sirkule (circular plot), (8) alur linear (linear plot), (9) alur episodik

(episodic plot).

3) Latar atau Setting

Panuti Sudjiman (2000: 48) menyatakan bahwa setting atau latar adalah

segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan

dalam suatu karya sastra. Setting atau tempat kejadian cerita sering pula

disebut latar cerita. Setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu tempat,

ruang, dan waktu. Menurut Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 45) istilah

setting atau latar dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu

terjadinya peristiwa. Latar mencakup aspek penting, yaitu: (1) aspek ruang;

(2) aspek waktu; dan (3) aspek suasana.

Lebih rinci, Herman J. Waluyo (2002: 197) menjelaskan bahwa setting

atau latar berkaitan dengan waktu dan tempat pencritaan. Waktu dapat berarti

siang atau malam, tanggal, bulan, dan tahun. Dapat pula berarti lama

berlangsungnya cerita. Aspek tempat dalam nashkah drama, kadang meliputi

tempat yang luas atau kecil, seperti sebuah ruangan, taman, kota, daerah

negara, dunia, atau bahkan mengambil latar di khayangan atau sebuah negeri

antah berantah yang tidak pernah ada di dunia.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau

setting adalah sebuah media cerita untuk melukiskan berlangsungnya sebuah

peristiwa atau kejadian, baik menyangkut ruang, tempat, ataupun waktu.

4) Cakapan atau Dialog

Cakapan merupakan hal yang penting dan mendominasi dalam sebuah

drama, sehingga menjadi ciri khas dan membedakan drama dengan genre

sastra lainnya. Kata cakapan dengan maksud adalah berbicara atau omongan.

Sudiro Satoto (2001: 63) menyatakan ada bermacam-macam cakapan atau

15

dialog dalam drama, yaitu: (1) monolog, adalah berbicara seorang diri, dengan

membicarakan hal-hal yang lampau. Monolog dibedakan menjadi sampingan

dan soliloquy. Sampingan adalah berbicara seorang diri tetapi ditujukan

kepada pembaca atau penonton, sedangkan sosiloquy adalah berbicara seorang

diri membicarakan hal-hal yang akan datang; (2) dialog, yaitu percakapan

yang melibatkan dua tokoh atau lebih.

Ciri khas suatu drama adalah naskahnya yang berbentuk percakapan atau

dialog. Ragam bahasa dalam dialog adalah bahasa lisan yang komunikatif dan

mencerminkan percakapan sehari-hari. Di samping dalam hal ragam, masalah

diksi juga harus diperhatikan. Dialog harus bersifat estetis dari segi bahasa.

Terkadang juga dituntut agar bersifat filosofis atau puitis. Dialog juga harus

hidup, artinya mewakili tokoh yang dibawakan.

5) Tema

Herman J. Waluyo (2006: 24) menyatakan bahwa tema merupakan

gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan

sudut pandang atau point of view. Sudut pandang sering dihubungkan dengan

peran pengarang dalam cerita. Sudiro Satoto (2001: 34) menjelaskan bahwa

tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik

terungkap secara tersurat maupun tersirat. Tema dalam drama memiliki

kedudukan yang sangat penting, karena tema menjadi dasar pengarang untuk

menciptakan sebuah karya sastra. Pada saat menulis sebuah drama, seseorang

tentu telah memiliki ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang akan

disampaikan kepada pembaca atau penonton.

Berdasar dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksudkan dengan tema adalah ide, gagasan, atau persoalan tertentu yang

dijadikan dasar cerita dan ditentukan oleh pengarang. Tema di dalam suatu

karya sastra dapat diungkapkan oleh pengarang secara langsung maupun tidak

langsung, eksplisit maupun implisit.

6) Amanat

Amanat biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, pandangan

tentang nilai-nilai kebenaran yang hendak disampaikan kepada pembaca atau

16

penonton (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 321). Herman J. Waluyo (2006: 29)

menjelaskan bahwa amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan

secara praktis. Dengan demikian, karya sastra yang jelek sekali pun akan

memberikan manfaat kepada kita, jika kita mampu memetik manfaatnya.

Sedangkan Sudiro Satoto (dalam Suranto, 2006: 35) mengatakan bahwa ajaran

moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pihaknya disebut amanat.

Pendapat senada diungkapkan oleh Panuti Sudjiman (2000: 5) yang

menyatakan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang itulah yang

disebut amanat.

Dari beberapa penjelasan di atas mengenai amanat, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksudkan dengan amanat adalah sesuatu yang menjadi

pendirian, sikap, atau pendapat pengarang mengenai inti persoalan yang

merupakan pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada publik.

c. Jenis-Jenis Drama

Pembagian jenis drama berdasarkan pada jenis sterotip manusia dan

tanggapan manusisa terhadap hidup dan kehidupan (Herman J. Waluyo, 2006:

39). Drama dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: (1) tragedi (duka

cita), (2) melodrama, (3) komedi (drama ria), dan dagelan.

1) Tragedi

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang

besar dan agung. Tokoh-tokohnya terlibat dalam bencana yang besar. Dengan

kisah tentang bencana ini, pengarang naskah mengharapkan agar penonton

memandang kehidupan secara optimis. Kenyataan hidup yang dilukiskan

berwana romantis atau idealis, sebab itu lakon yang dilukiskan sering kali

mengungkapkan kekecewaan hidup karena mengharapkan sesuatu yang

sempurna atau yang paling baik di dunia ini.

2) Melodrama

Melodrama adalah lakon yang sentimentil, dengan tokoh dan cerita yang

mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh

yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti tragedi). Dalam kehidupan

sehari-hari, sebutan melodramatik kepada seeorang seringkali merendahkan

17

martabat orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan

perasaannya.

3) Komedi

Drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog

kocak dan bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagian yaitu

disebut drama komedi. Lelucon bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi

hanya untuk menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Nilai dramatik dari

komedi masih tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan dagelan (farce) yang

mudah mengorbankan nilai dramatik dari lakon demi kepentingan mencari

kelucuan. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh

bijaksana tetapi lucu.

4) Dagelan

Dagelan (farce) disebut juga banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut

dengan komedi murahan atau komedi picisan. Seering pula disebut tontonan

konyol atau tontonan murahan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan,

alurnya tersusun berdasarkan arus situasi dan tidak berdasarkan arus situasi,

tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembang cerita

sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur, dan vulgar. Jika

melodrama berhubungan dengan tragedi, dagelan berhubungan dengan dengan

komedi.

2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama

a. Pengertian Pembelajaran

Sebelum mengetahui definisi pembelajaran, perlu diketahui terlebih

dahulu pengertian belajar. Pembelajaran berasal dari kata "belajar" mendapat

imbuhan pe- an. Kata belajar berarti suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Imbuhan pe-

an dapat berarti proses atau hal. Jadi, pembelajaran berarti proses membelajarkan

siswa (Slameto, 2003: 2).

Menurut Ausubel (dalam Martins Yamin, 2007: 102) belajar merupakan

proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat

18

dalam struktur kognitif seseorang. Sedangkan menurut Martins Yamin (2007:

104) belajar merupakan kegiatan yang membawa manusia pada perkembangan

pribadi yang seutuhnya, meliputi perkembangan kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Istilah pembelajaran memiliki makna yang berbeda dengan istilah

pengajaran. Brown H. Douglas (2000: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran

(learning) adalah pemerolehan pengetahuan tentang suatu hal atau keterampilan

melalui belajar pengalaman, sedangkan pengajaran (teaching) adalah upaya untuk

membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu,

memberikan pengajaran, membantu dalam menyelesaikan sesuatu, memberi

pengetahuan, dan membuat seseorang menjadi mengerti.

Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang komponennya

bekerja sama sejak awal kegiatan sampai dengan kegiatan berakhir. Pembelajaran

bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan

bernalar, mempertajam kepekaan sosial dan kepekaaan perasaan siswa, menikmati

dan menghayati keindahan bahasa melalui karya-karya sastra. Hendaknya

pembelajaran yang terjadi dapat dipersisapkan dan dilaksanakan dengan sungguh-

sungguh agar tujuan dari setiap pembelajaran mencapai hasil akhir yang

memuaskan. Oemar Hamalik (2001: 57) menuturkan bahwa pembelajaran adalah

susunan unsur-unsur meliputi: manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan

prosedur yang saling mempengaruhi dan berkombinasi untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai ciri khas, yaitu: (1)

aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri pelajar individu

yang belajar, baik aktual ataupun potensial; (2) perubahan itu pada pokoknya

didapatkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama; (3)

perubahan itu terjadi karena usaha (Gino dkk, 2000:15).

Mulyasa (2003: 100) mengatakan bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan

perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut terdapat banyak faktor

dan unsur yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam diri

individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Unsur-unsur

19

saling menyatu atau berkombinasi membentuk sebuah proses belajar mengajar

untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.

Situasi yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar berjalan secara

optimal adalah situasi, di mana siswa mampu berinteraksi dengan guru dan faktor

intern lain yang telah diatur dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran. Hal

ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran melibatkan komponen-

komponen. Adapun yang dimaksudkan dengan komponen tersebuat antara lain:

1) Guru

Guru adalah pihak yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-

mengajar, sebagai mediator antara siswa dengan materi, dan peran lainnya

yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan belajar-mengajar yang

efektif. Guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam

kegiatan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,

melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan

pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut diuraikan bahwa

sebagai tenaga profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam

pendidikan, diantaranya: sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai

evaluator, sebagai inovator, dan sebagainya (Oemar Hamalik, 2001 : 9).

Peran guru di atas juga selaras dengan pendapat Hadi (2005 : 23) yang

secara ringkas mengelompokkan tugas seorang guru pada dasarnya

meliputi tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional (mendidik), (2) tugas

instruksional (mengembangkan kemampuan afektif, kognitif, dan

psikomotorik), dan (3) tugas managerial (mengelola kelas dan kegiatan

belajar).

2) Siswa

Siswa adalah pihak yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan

penyimpan materi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa dituntut

beperan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan tidak diharapkan hanya

sekedar menerima, menurut, dan pasrah terhadap segala materi yang

diberikan.

20

Setiap siswa mempunyai kebutuhan dan minat yang berbeda-beda.

Dalam pembelajaran drama bahan ajar dan penyampaian sedapat mungkin

disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Segala sesuatu yang

menarik dan dibutuhkan siswa tentu akan menarik perhatian siswa

tersebut. Dengan demikian, siswa akan bersungguh-sungguh dalam

belajar.

Minat merupakan sesuatu yang menjadikan anak didik tertarik dalam

proses belajar. Untuk menarik minat siswa, dapat dilakukan dengan

memilih media dan metode yang sesuai sehingga menjadikan anak lebih

tertarik dalam proses pembelajaran. Misalnya, dapat dilakukan dengan

mengajak siswa untuk belajar di luar kelas dan penggunaan media yang

berwarna. Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri

seseorang secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan untuk

mencapai tujuan tertentu. Oemar Hamalik (2001: 86-87) mengungkapkan

bahwa motivasi belajar dapat bersumber dari dalam diri siswa sendiri

berdasarkan kebutuhan, dorongan, dan kesadaran pada tujuan belajar.

Motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh

berkat rangsangan atau tekanan dari luar, misalnya hadiah, ganjaran,

tekanan, yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi ini

berdaya guna dalam proses belajar dan sangat berpengaruh terhadap tujuan

pembelajaran.

3) Tujuan

Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan tingkah laku yang

diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar.

Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan aspek kognitif, afektif,

dan psikomotorik.

Pada hakikatnya mempelajari sastra adalah mempelajari tentang hidup

dan kehidupan. Melalui karya sastra manusia akan memperoleh gizi batin

sehingga sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya dapat tercerahkan lewat

kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra

pada hakikatnya adalah upaya untuk menanamkan pada anak didik rasa

21

cinta dan peka terhadap sastra sehingga kelak setelah anak didik dewasa

maka dewasa pula ia dalam kegemaran, kemampuan penangkapan

(apresiasi) dan penilaian terhadap nilai-nilai sastra. Dengan demikian

pengajaran sastra itu tidak hanya mempunyai aspek-aspek latihan teori dan

praktik, tetapi mempunyai pembentukan nilai watak dan sikap, di samping

unsur-unsur kesenangan dan kenikmatan artistik.

4) Materi

Materi adalah merupakan segala bentuk informasi yang diperlukan

untuk mencapai tujuan. Materi dalam pembelajaran berhubungan dengan

isi yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. B. Rahmanto (1998:

27-33) menyebutkan tiga aspek yang tidak boleh dilupakan jika ingin

memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu:

(a) bahasa, agar pengajaran sastra dapat berhasil, guru kiranya perlu

mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan

pengajaran yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa

siswa;

(b) psikologis, dalam memilih materi pengajaran sastra hendaknya

guru memperhatikan tahap ini karena sangat besar pengaruhnya

terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap

perkembangan psikologis ini sangat besar pengaruhnya bagi daya

ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan

kemungkina pemecahan masalah yang dihadapi; dan

(c) latar belakang budaya, masalah-masalah yang ditampilkan oleh

suatu karya seyogyanya mendekati dengan apa yang dihadapi oleh para

siswa dalam kehidupan sehari-hari.

5) Metode dan Model Pembelajaran

Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan

materi pelajaran. Dalam usaha pemudahan ini guru memerlukan cara-cara

(metode) tertentu. Guru yang baik, pada umumnya, selalu berusaha untuk

menggunakan metode mengajar yang paling efektif, dan memakai

alat/media yang terbaik (Sri Utari Subyakto-Nababan, 2003: 5).

22

Winarno Surakhmad (1994: 131) menyatakan bahwa metode

merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mecapai tujuan. Dengan

kata lain, metode dalam hal ini adalah cara yang digunakan untuk memberi

kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai

suatu tujuan pembelajaran yang baik tentunya diperlukan suatu cara yang

efektif dan efisien sehingga ketercapaian pembelajaran yang baik dapat

terealisasikan.

Pada kurikulum KTSP guru diberikan kebebasan untuk memanfaatkan

berbagai macam metode dan model pembelajaran. Guru perlu

memanfaatkan berbagai macam metode pembelajaran yang dapat

membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas peserta didik, seperti

ceramah, tanya jawab, demonstrasi. Selain metode, penggunaan model

pembelajaran yang sesuai akan menjadikan pembelajaran menjadi menarik

dan menyenangkan.

Model pembelajaran CTL, kooperatif, dan quantum merupakan

beberapa alternatif model pembelajaran PAIKEM yang dapat diterapkan

oleh guru.

Trianto (2007: 103-104) pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) inkuiri (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian outentik (authentic assessment). Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran

di mana siswa diharapkan mampu belajar dalam kelompok kecil yang

mempunyai kemampuan berbeda. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut

untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat

secara aktif dalam proses berpikir dan mengeluarkan pendapat dalam

kegiatan belajar-mengajar (Trianto, 2007: 41).

23

Model pembelajaran quantum berorientasi pada penciptaan pola

interaksi pembelajaran yang efektif. Beberapa cara yang dilakukan dengan

quantum learning, yakni: berpartisipasi dengan cara mengubah keadaan

kelas dari yang semula biasa menjadi kelas yang menarik; memotivasi dan

menumbuhkan minat siswa dengan menerangkan kerangka rancangan

yang dikenal.

6) Media

Media yakni alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan

materi atau informasi pada siswa. Media tersebut dapat berupa media

elektronik maupun nonelektronik. Media yang digunakan oleh guru bisa

audio, visual, maupun audio-visual. Media pada umumnya berfungsi untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar

mengajar. Selain itu, dengan adanya penggunaan media diharapkan akan

menarik minat siswa dalam belajar. Media pembelajaran merupakan media

yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam

mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima

pesan belajar (siswa). Wina Sanjaya (2008: 175) menjelaskan bahwa

media dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu untuk

mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Penentuan media

pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kondisi

lingkungan. Suatu media yang digunakan tidak mungkin cocok untuk

semua siswa.

William Burton (dalam Moh. Uzer Usman, 2005: 32) memberikan

petunjuk bahwa dalam memilih media yang akan digunakan dalam

pembelajaran, hendaknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan

pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok.

b. Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.

c. Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu.

d. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya, seperti dengan

diskusi, analisis, dan evaluasi.

24

e. Sesuai dengan batas kemampuan biaya.

Media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih

mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, media

pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan, yang bersifat

melengkapi demi berhasilnya proses pembelajaran di sekolah. Kehadiran

media dalam proses pembelajaran sastra harus menunjang

keberlangsungan pola pikir, berbicara, dan bertanya siswa. Sesuai dengan

kondisi pendidikan di Indonesia, guru diharapkan secara kreatif dan

mempunyai daya inovatif untuk mengembangkan, mendayagunakan

imajinasinya untuk memilih media yang ada serta menciptakan dan

mengembangkan media yang baru sehingga dapat menciptakan

pembelajaran sastra yang aktif, kreatif, efektif, dan juga menyenangkan.

7) Evaluasi

Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi

yang akurat mengenai penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan

belajar siswa. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui tingkat

keberhasilan dan kegagalan tujuan yang telah ditetapkan. Oemar Hamalik

(2001 : 30) mengungkapkan bahwa aspoek-aspek yang dinilai dalam

evalusi didasarkan pada, tujuan yang hendak dicapai dan kemampuan apa

yang hendak dikembangkan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).

Mengenai pembelajaran, disebutkan bahwa istilah pembelajaran sama

dengan instruksi atau pengajaran mempunyai arti yaitu cara (perbuatan)

mengajar atau mengajarkan. Jadi, pengajaran dapat pula disamakan

dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru

(dalam Gino dkk, 2000: 30). Dapat disimpulkan yaitu pengajaran dan

pembelajaran merupakan dua hal yang pada hakikatnya sama, meski

istilah yang digunakan tidak sama.

Saiful Sagala (2007 : 61) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan

suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari

sesuatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Dalam proses pembelajaran

seorang guru dituntut untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki

25

siswa baik meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang

sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan kesiapan seorang

guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan

modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya

pelaksanaan pembelajaran.

Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas, dapat

dikatakan bahwa pembelajaran adalah perpaduan antara guru dan siswa yang

terkemas dalam sebuah interaksi aktif dengan mengoptimalkan faktor internal

maupun eksternal untuk mencapai tujuan pembelajaran berupa perubahan yang

dialami oleh peserta didik, perubahan itu meliputi aspek kognitif, afektif, maupun

psikomotorik.

b. Pengertian Apresiasi

Kata “apresiasi” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “apreciatio”

yang berarti “menghargai”. Dalam bahas Inggris “appreciate” berarti

“menyadari, memahami, dan menilai”, memiliki makna “penghargaan,

pemahaman, dan penghayatan”. Kata apresiasi dalam bahasa Indonesia memilliki

makna yang sejajar dengan kata apreciato (Latin), dan appreciation (Inggris)

tersebut. Apresiasi sastra berarti berusaha menerima karya sastra sebagai sesuatu

yang layak diterima dan menerima nilai-nilai sastra sebagai suatu kebenaran.

Dalam konteks yang lebih luas, apresiasi menurut Gove (dalam Suranto,

2006: 48) mengandung makna: (1) pengenalan melalui perasaan dan kepekaan

batin; dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang

diungkapkan oleh pengarang. Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa

apresiasi biasanya dikaitkan dengan kegiatan seni. Apresiasi puisi berkaitan

dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau

membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi,

mendeklamasikannya, dan menulis resensi puisi. Dengan demikian, apresiasi

drama berkaitan dengan kegiatan memahami, menghargai, menghayati,

mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, dan bahkan mementaskan

drama serta membuat resensi drama.

26

Pada pihak lain, Squire dan Taba (dalam Suranto, 2006: 48) berpendapat

bahwa suatu proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti; (1) aspek kognitif,

berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca atau penikmat dalam memahami

unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif; (2) aspek emotif, berkaitan dengan

keterlibatan unsur emosi pembaca atau penikmat dalam upaya menghayati unsur-

unsur keindahan dalam karya sastra yang dibaca atau yang ditonton. Selain itu,

aspek emosi sangat berperan dalam memahami unsur-unsur yang bersifat

subjektif; (3) aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan

penilaian terhadap baik buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta jumlah

ragam lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara

personal dimiliki pembaca atau penikmat. Keterlibatan unsur penilaian dalam hal

ini masih bersifat umum, sehingga setiap apresiator yang telah mampu merespon

teks sastra yang dibaca sampai pada tahap pemahaman dan penghayatan,

sekaligus juga mampu mengadakan penilaian.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

apresiasi drama adalah memahami, menghayati, menghargai karya drama dengan

jalan mendengarkan, membaca, menyaksikan, memerankan, mementaskan drama

serta membuat resensi drama.

Abdul Rozak Zaidan (dalam Herman J. Waluyo, 2003: 44) menjelaskan

bahwa syarat untuk mengapresiasi sastra adalah kepekaan batin terhadap nilai-

nilai karya sastra, sehingga seseorang dapat: (1) mengenal; (2) memahami; (3)

mampu menafsirkan; (4) mampu menghayati; (5) dapat menikmati karya sastra

tersebut.

c. Pengertian Apresiasi Drama

Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa apresiasi biasanya

dikaitkan dengan kegiatan seni. Apresiasi drama berkaitan dengan kegiatan

memahami, menghargai, menghayati, mendengarkan, membaca, menyaksikan,

memerankan, dan bahkan mementaskan drama serta membuat resensi drama.

apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh

sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan

perasaan yang baik terhadap karya sastra. Apresiasi sastra adalah penaksiran

27

kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan

pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis.

Dalam mengapresiasi drama diperlukan kecerdasan, kehalusan perasaan,

dan daya khayal yang cukup lincah. Demikan juga untuk mementaskannya. Hal

itu disebabkan kita harus menangkap makna drama dari dilog-dialog yang

kadang-kadang menggunakan bahasa yang bukan bahasa sehari-hari, bahkan

kadang-kadang dengan bahasa yang berkadar estetika atau filosofis tinggi

(Herman J. Waluyo, 2002: 194).

Fowler (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 202) menjelaskan bahwa

apresiasi drama, khususnya pementasan drama dan prosa dapat dibagi atas empat

tingkat apresiasi, yaitu:

1) Pembaca yang telah dapat merasakan karya sastra itu sebagai sesuatu

yang hidup, dengan pelakunya-pelakunya yang mengagumkan. Mereka

telah dapat terbawa dalam cerita atau drama yang sedang dibacanya,

yang sering diiringi dengan tertawa, menangis, membeci seseorang

pelaku dan sebagainya. Jadi, mereka telah menggemari karya yang

dibaca atau ditontonnya.

2) Pembaca drama yang telah dapat melihat dalamnya perasaan manusia

atau jika mereka telah dapat mengungkapkan rahasia kepribadian para

pelaku suatu drama telah selangkah lebih maju dari pembaca di atas.

Pada tingkat ini pembaca drama tidak saja minikmati kejadian-

kejadian dalam drama secara badaniah, tetapi lebih banyak pada apa

yang terjadi dalam pikiran pelaku, tingkat ini juga dinamakan tingkat

menikmati.

3) Pembaca drama yang telah dapat membandingkan satu drama dengan

yang lain dapat memberi pendapatnya mengenai satu karya, telah dapat

membaca karya yang lebih sulit dengan kenikmatan. Tingkat ini dapat

dikatakan tingkat ketiga apresiasi drama, di mana telah dapat reaksi.

4) Pada tingkat keempat apresiasi drama, pembaca telah dapat melihat

keindahan susunan dialog, setting simbolis pemakaian kata-kata yang

berirama yang disajikan oleh sastrawan. Mereka telah mampu memberi

28

respon pada daya sastra yang merangsang mereka berpikir, diteruskan

dengan memberi respon pada seni yang disajikan sastrawan dan juga

mereka telah dapat menghasilkan karya sendiri. Tingkat ini disebut

tingkat kreatif.

Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

apresiasi drama adalah memahami, menghayati, menanggapi, dengan jalan

mendengarkan, menyaksikan, memerankan, mementaskan drama, serta membuat

resensi drama dalam rangka menilai dan menghargai karya drama tersebut.

Kegiatan apresiasi drama ini menyebabkan seseorang memahami drama

secara mendalam, mampu merasakan apa yang ditulis oleh dramawan (penulis

naskah drama), mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalam drama,

menghargai drama sebagai karya seni dengan kekurangan dan kelebihannya.

d. Strategi Pembelajaran Apresiasi Drama

Pelaksanana pembelajaran akan menjadi semakin mudah apabila

mengunakan strategi tertentu dalam penyampaian materi, sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran drama yang menjadi patokan

pembahasan adalah strategi pembelajan yang berkaitan (1) strategi pembelajaran

teks drama dan (2) strategi pembelajaran drama pentas. Pada strategi bagian

strategi pembelajaran teks drama akan diuraikan strategi yang berbentuk: a)

strategi Stratta, b) langkah-langkah penyajian, c) strategi induktif model Taba, d)

strategi analisis, e) strategi sinektik (model Gordon), f) role playing (bermaian

peran), g) simulasi. Pada bagian strategi pembelajaran diuraikan strategi yang

berbentuk: a) pementasan drama di kelas, b) pementasan drama oleh teater

sekolah, c) teknik pembinaan apresiasi drama, dan d) catatan tambahan tentang

pemilihan materi.

1) Strategi Pembelajaran Teks Drama

a) Strategi Stratta

Strategi ini diciptakan oleh oleh Lesli StrattaI dan dapat diterapkan

untuk drama dan prosa fiksi. Wardani (dalam Herman J. Waluyo, 2006:

186) menjelaskan bahwa di dalam Strategi Stratta ada tiga tahap

pembelajaran, yaitu; (1) tahap penjelajahan, pada tahap ini di dalam

29

pengajaran drama, guru harus memberikan rangsangan untuk

mempersiapkan siswa untuk membaca atau menonton suatu drama; (2)

pada tahap interprestasi, hasil bacaaan atau tontotnan mereka (siswa)

didiskusikan dengan pertanyaan-pertanyaan menggali oleh guru, mengenai

kesan mereka, tokoh, latar, watak, dan lain-lain; (3) pada tahap rekreasi,

guru melatih siswa membaca peran-peranya dan mencoba mementaskan

kalau dapat. Kegiatan ini dapatr dilakukan dalam kelas tatap muka atau

dan dilanjutkan di luar kelas sebagai tugas terstruktur.

b) Langkah-langkah Penyajian

Sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran drama di kelas

harus melakukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan tersebut antara lain

persiapan memilih bahan yang cocok dalam mengajar dan persiapan guru

sebelum membawa bahan tersebut di kelas, supaya dalam pelaksanaan

mengajarnya dapat terlaksana dengan baik seperti melakukan penjajagan

terlebih dahulu terhadap bahan yang akan diajarkan dan siswa yang diajar,

interprestasi yang dimaksudkan untuk membandingkan pemahaman atau

pendapat siswa mengenai drama dengan pendapat yang terdapat dari buku

materi, rekreasi ini adalah tingkat pelaksanaan atau praktik bermain

drama.

c) Strategi Induktif Model Taba

Strategi ini dikemukaan oleh Hilda Taba. Model pengajarannya

bersifat induktif dan biasanya strategi ini cocok untuk bagi pembahasan

sastra. Data-data sastra langsung diteliti oleh siswa, kemudian diadakan

penyimpulan-penyimpulan. Hilda Taba mengembangkan model

pengajaran yang berorientasi pada pengolahan orientasi. Adapun

langkahg-langkahnya yaitu, (1) pembentukan konsep, meliputi mendaftar

data, mengklasifikasikan, dan memberi nama, (2) penganalisasian data,

meliputi menafsirkan, membandingkan, dan menyimpulkan, (3) penerapan

prinsip, meliputi menganalisa, membuat hipotesis, menerangkan, dan

memeriksa hipotesis.

30

d) Strategi Analisis

Strategi ini menitikberatkan pada proses analisis terhadap tema sebagai

hasil akhir, setelah penokohan, plot, hubungan sebab akibat, dan

sebagainya, yang kemudian disusul dengan pemahan hal atau unsur yang

abstrak dari naskah drama. Strategi analisis di dalam kelas, menurut

Wardhani (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 193) menempuh tiga langkah,

yaitu sebagai berikut.

(1) Membaca secara keseluruhan yang menimbulkan kesan pertama

bagi siswa, dimana mungkin akan timbul kesan yang berbeda-beda.

(2) Analisis, yang akan menimbulkan kesan yang lebih objektif.

(3) Memberikan pendapat akhir yang merupakan perpaduan antara

respon yang sebjektif dari siswa dengan analisis yang objektif yang

dilakukan.

e) Strategi Sinektik (Model Gordon)

Strategi ini dikombinasikan unsur-unsur yang berbeda dan nyata.

Strategi tersebut dikembangkan oleh Gordon. Ada tiga langkah dalam

metode sintetik ini, yaitu (1) analogi langsung (direct analogy),

memerlukan penjajaran problem yang dihayati setelah membaca atau

menonton drama secara pararel; (2) analogi personal merupakan hasil dari

analogi langsung yang harus dicatat, dianalisis secara personal. Dalam hal

ini siswa akan mengidentifikasi masalah yang dibahas. Siswa harus

mencoba berpikir dan merasa, bagaimanakah seandainya dia itu penulis

drama tersebut; (3) konflik kempaan merupakan hasil dari analisis

personal yang akan mempertahankan dua sudut pandangan yang berbeda.

Dengan konflik kempaan juga akan ditemukan pengertian atau wawasan

baru.

f) Bermain Peran

Strategi pembelajaran teks drama dengan bermaian peran ini

sebetulnya termasuk strategi yang sangat sederhana. Peran dapat diambil

dari kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikutip Herman J. Waluyo (2002:

189), Shafel menyebutkan adanya sembilan langkah dalam role playing,

31

yaitu (1) memotivasi kelompok, (2) memilih peran (casting), (3)

menyiapkan pengamat, (4) menyiapkan tahap-tahap peran, (5) pemeranan

(pentas di depan kelas), (6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas), (7)

pemeranan (pentas ulang), (8) diskusi dan evaluasi (pemecahan masalah,

dan (9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Melalui strategi

pembelajaran drama role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap,

nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman

terhadap pokok permasalahan.

g) Simulasi

Dalam pembelajaran drama, strategi simulasi merupakan strategi yang

digunakan untuk memberikan kemungkinan kepada siswa agar dapat

menguasai suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi tiruan. Prinsip-

prinsip simulasi adalah: (1) harus ada tujuan kegiatan artinya keterampilan

berbahasa apa yang harus dikuasai; (2) siswa dibagi dalam kelompok-

kelompok dengan tugas melakukan simulasi (sama atau beda); (3)

penentuan topik dan peran disesuaikan dengan kemampuan bahasa, tingkat

sekolah, dan situasi; (4) di samping tujuan pokok, diarahkan tujuan lain

baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik; (5) berikan petunjuk tentang

peran, situasi, dan pembagian tugas-tugas (Herman J. Waluyo, 2002: 191).

2) Strategi Pembelajaran Drama Pentas

Dalam hal pementasan drama, guru dapat berperan sebagai sutradara,

akan tetapi dapat sebagai pengaruh. Dalam hal ini guru dibantu oleh

pekerja teater yang bertugas melatih aktor/aktris dan memimpin

pementasan. Pementasan drama ini dalam pelaksanaanya dapat

diselenggarakan di kelas sebagai bagian dari pengajaran bahasa dan dapat

juga sebagai kegiatan ekstrakurikuler berteater.

a) Pementasan Drama di Kelas

Pementasan drama di kelas dalam kaitannya dengan pelajaran bahasa

Indonesia aspek sastra, dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh

satu kelompok, atau dapat juga beberapa kelompok yang dibentuk dari

sebagian atau seluruh siswa di kelas. Pada waktu pementasan setiap

32

kelompok mendapat giliran untuk berpentas, tentu saja dengan naskah

drama yang berdurasi pendek. Hal ini dikarenakan dalam pengajaran

drama di kelas, alokasi waktu di dalam kelas pun hanya sedikit. Setelah

melakukan pementasan, sisa waktu yang tersedia digunakan untuk

berdiskusi.

Pementasan drama di kelas ini hendaknya tidak dipentaskan di dalam

kelas. Hal tersebut dikarenakan ruang kelas tidak sepenuhnya mendukung

dalam sebuah pementasan. Aula merupakan salah satu tempat yang ideal

untuk melaksanakan sebuah pementasan. Dengan alasan, aula sendiri

sudah dirancang untuk sebuah pertunjukan, apabila pementasan dilakukan

di dalam ruang kelas tentu akan menggangu kelas yang berada di sekitar

kelas tersebut.

b) Pementasan Drama oleh Teater Sekolah

Herman J. Waluyo (2006: 200) berpendapat bahwa pementasan drama

yang dipentaskan oleh teater sekolah sebaiknya naskah yang digunakan

berdurasi antara 90 menit sampai 120 menit. Hal tersebut merupakan

waktu yang ideal dalam sebuah pementasan teater. Pemilihan naskah yang

digunakan dalam pementasan sekolah hendaknya dipilih naskah-naskah

yang komunikatif, mudah dipahami, mempunyai konflik kuat, dan atraktif.

Apabila naskah yang dibawakan membosankan dan terlalu lama, maka

penonton pun akan lebih cepat untuk meninggalkan atau bahkan membuat

kegaduhan sendiri. Hal tersebut akan merusak jalannya sebuah pementasan

drama. Sebaiknya, apabila pementasan drama yang disajikan terlalu lucu

maka efek yang ditimbulkan pun akan kurang baik.

Strategi ini akan mudah terlaksana apabila terdapat ekstrakurikuler

teater di sekolah. Akan tetapi, setiap sekolah belum tentu mempunyai

ekstrakurikuler teater. Keadaan yang seperti ini yang menjadi kendala

dalam menggunakan strategi pembelajaran drama pentas. Semua kembali

lagi pada kemampuan pengajar untuk mengatai hal-hal seperti ini dan

tidak menjadikan hambatan dalam pembelajaran apresiasi drama terhadap

siswa.

33

c) Teknik Pembinaan Apresiasi Drama

Pembinaan yang dimaksudkan yaitu membina hal yang sudah

terlaksana supaya lebih baik dan dapat juga berarti membuat yang belum

ada, menyelenggarakan pembinaan. Sulitnya naskah drama dan belum

tentu guru bahasa Indonesia mempunyai kemampuan menyutradarai

drama, yang menjadikan pembelajaran drama kurang memuaskan.

Tanpa pembacaan naskah sendiri oleh siswa dan menonton

pertunjukan drama sendiri, maka pembinaan sulit dilaksanakan.

Pembinaan dapat dilakukan berupa (1) pembinaan dan pengembangan

apresiasi drama. Dalam pembinaan ini guru dan siswa harus dilengkapi

dengan bahan yang serasi untuk kelompok-kelompok yang diajarkan dan

menguasai teknik mengajarkan drama dengan baik, serta dapat

menyesuaikan teknik dan bahan jika diperlukan. Dengan buku-buku atau

naskah-naskah drama yang cukup diberikan oleh guru yang mencintai

drama diharapkan apresiasi siswa akan berangsur-angsur dapat

berkembang; (2) aktivitas kelas dan kelompok, guru harus sering-sering

membacakan drama dengan nyaring untuk memberi contoh dan sekaligus

memperjelas watak pelaku. Pemutaran recorder atau video juga sangat

bermanfaat sebagai sarana dalam memberi contoh drama yang baik.

d) Catatan Tambahan tentang Pemilihan Materi

Pemilihan bahan naskah drama untuk diajarkan harus memenuhi

kriteria sebgai berikut.

(1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan para siswa.

(2) Tingkat kesulitan bahasanya sesuai tingkat kemapuan bahasa siswa

yang akan menggunkannya. Apabila bahasanya terlalu sulit, maka

apresiasi tidak mungkin baik.

(3) Bahasanya sedapat mungkin digunakan bahasa yang standar,

kecuali kalau cerita memang memasalahkan penggunaan dialek.

Penggunaan dialek sedikit mungkin tidaklah begitu jelek, tetapi

jika dapat dihindarkan sebaik mungkin dihindari saja.

(4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan negara.

34

(5) Naskah hendaknya mempunyai ciri, yaitu adanya masalah yang

jelas, tema atau tujuan yang jelas, perwatakan peranan, adanya

penggunaan kejutan yang tepat, bertolak dari gagasan murni

penulis, dan menggunkan bahasa yang baik.

e. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Drama

Drama merupakan salah satu bagian dari karya sastra. Oleh karena itu,

dalam mempelajari drama kita tidak dapat sepenuhnya lepas dari pembelajaran

sastra secara umum, sehingga sebelum mempelajari mengenai pembelajaran

apresiasi drama, ada baiknya apabila kita mempelajari terlebih dahulu mengenai

pembelajaran apresiasi sastra.

Sastra adalah seni. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengajaran

sastra adalah suatu kegiatan pembelajaran yang memacu siswa menemukan nilai-

nilai yang teradapat dalam karya sastra yang bersangkutan. Untuk itu, siswa harus

diarahkan dengan cara-cara yang tepat agar mampu memahami apa yang

terkandung dalam karya sastra itu sendiri.

Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah memperkenalkan kepada

siswa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra dan mengajak siswa ikut

menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan. Pembelajaran apresiasi

sastra Indonesia bertujuan mengembangkan kepada siswa terhadap nilai-nilai

indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-

sendiri, atau gabungan keseluruhan, seperti tercemin di dalam karya sastra. Pada

hakikatnya pengajaran sastra adalah menciptakan secara bersama dalam kelas.

“Creative drama in education increases durability of the knowledge that theindividuals experience in a learning environment where they can express themselves freely. Therefore, creative drama needs to be compulsory a part of all teacher education programs in each department of faculty of education aiming to prepare future classroom teachers for all grade levels. Also, the findings of this research suggest that creative drama should be an indispensable part of education and its use should be promoted in in-service teacher training programs and there needs to be efforts to make creative drama continually usable at schools.” (Ozdemir dan Cakmak, 2008: 27)

Drama kreatif di dalam pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan bagi tiap

individu yang mengikuti suatu pelajaran tersebut dan dapat mengekspresikan diri

35

dengan bebas. Oleh karena itu, drama kreatif perlu dalam dari semua program

jenjang pendidikan dan semua tingkatan kelas. Drama kreatif sangat dibutuhkan

bagian dari pendidikan dan penggunaannya harus dikembangkan bagi guru

sehingga membuat drama kreatif yang secara terus menerus dapat dipakai di

sekolah.

Pembelajaran apresiasi drama merupakan bagian dari pembelajaran

apresiasi sastra. Moody (dalam B. Rahmanto, 1998: 16-25) mengungkapkan

bahwa pembelajaran apresiasi sastra dapat membantu pendidikan scara utuh

apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu:

1) Membantu keterampilan berbahasa

Dengan pengajaran apresiasi sastra, siswa dapat melatih keterampilan

menyimak dengan mendengarkan suatu karya sastra yang dibacakan oleh

guru, teman, atau pita rekaman. Siswa dapat melatih keterampilan berbicara

dengan ikut berperan dalam suatu drama. Siswa dapat juga meningkatkan

keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau prosa cerita. Siswa

dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasilnya sebagai latihan

keterampilan menulis.

2) Meningkatkan pengetahuan budaya

Setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan

wawasan pemahaman budaya bagi setiap anak didik. Salah satu tugas yang

utama pengajaran adalah memperkenalkan anak didik dengan sederetan

kemajuan yang dicapai manusia di seluruh dunia tanpa merusak kebanggaan

atas kebudayaan yang mereka miliki sendiri. Begitu pula dengan pengajaran

apresiasi sastra, jika dilaksanakan dengan bijaksana, dapat mengantar anak

didik berkenalan dengan pribadi-pribadi dan pemikir-pemikir besar dunia serta

pemikiran-pemikiran utama dari zaman ke zaman.

3) Mengembangkan cipta dan rasa

Dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah

kecakapan yang bersifat indra, penalaran, efektif, sosial, dan religius.

Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas pengungkapan apa yang

diterima oleh panca indra seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan

36

peraba. Dengan tafsiran serta makna kata-kata yang diungkapkan pengarang

melalui karya-karyanya, anak didik akan diantar untuk mengenali berbagai

pengertian dan mampu membedakan satu hal dengan yang lain, misalnya

kuning dengan keemasan, bising dengan menggemparkan, harum dengan

busuk, serta masih banyak lagi.

4) Menunjang pembentukan watak

Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan

sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu

membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami

berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk

menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Tuntutan kedua,

bahwa pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha

mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi

ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.

Herman J. Waluyo (2006: 165) menyatakan pembelajaran drama sebagai

penunjang pemahaman bahasa berarti untuk melatih keterampilan membaca (teks

drama) dan menyimak atau mendengarkan (dialog dalam drama, mendengarkan.

drama radio, televisi, dan sebagainya. Sementara sebagai penunjang latihan

penggunaan bahasa dengan maksud yaitu melatih keterampilan menulis (teks

drama, resensi drama, dan sebagainya) dan wicara (dialog-dialog dalam

pementasan drama).

Pembelajaran drama di sekolah dapat ditafsirkan menjadi dua macam,

yaitu pembelajaran teori dan pembelajaran apresiasi drama. Pembelajaran teori

mempelajari mengenai teori pembuatan dan pembacaan teks drama serta teori

tentang pementasan drama. Sedangkan dalam pembelajaran apresiasi drama

mempelajari mengenai apresiasi terhadap naskah dan apresiasi pementasan drama

(Herman J. Waluyo, 2002: 161). Dalam pembelajaran teori menitikberatkan pada

kemampuan kognitif siswa yang mengutamakan masalah pengetahuan yang

sifatnya teoretis. Sedangkan dalam pembelajaran apresiasi menitikberatkan pada

kemampuan afektif siswa yang mengutamakan kegiatan apresiasi. Namun, apabila

siswa sudah mulai belajar untuk mementaskan, maka pengajaran drama mulai

37

memasuki kawasan kemampuan psikomotorik, meskipun sebenarnya dalam

pengajaran drama di sekolah tidak dapat sepenuhnya lepas dari kemampuan

kognitif, sebab bagaimanapun siswa pasti diminta untuk dapat menguasai

beberapa materi yang bersifat teori.

Tujuan pembelajaran apresiasi drama untuk SMA menurut Herman J.

Waluyo (2002: 89) ádalah supaya siswa mampu membaca drama, dan gemar

membaca drama. Pokok-pokok bahasan pembelajaran drama meliputi: (1)

membaca teks drama dengan lancar dan penuh pemahaman; (2) membaca drama

untuk menambah pengetahuan; (3) membaca drama untuk menikmati nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya; (4) membaca sastra (drama) terjemahan untuk

menambah pengetahuan dan mengetahui nilai-nilai adat istiadat dalam

masyarakat.

Pembelajaran apresiasi drama harus ditekankan pada aspek apresiasi

reseptis dan aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara lain

melalui kegiatan siswa dala mendengarkan dan menonton drama, membaca dan

menganalisis berbagai teks drama. Sementara itu aspek apresiasi ekspresif dapat

diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapakan pikiran, pendapat,

gagasan, dan perasan dan bentuk lisan meupun tulis tentang drama, seperti

membuat teks drama, yang sederhana, menyusun resensi teks drama, dan bermain

drama.

“Student engaged in drama play in this manner become active in colallaboration, dialogue and solution development because they are actively constructing their projects. The play take on the life of the the students and classroom. Moreover, the studens take owner shipof the projects. This dynamic sets the stage for the resulting learnig to likewise be their own. Much like ancient fables, the final drama play solution may be small, or short, but for the student (and teachers) it has profound meaning and depth.”(Karekes dan King, 2010: 4) Para siswa terlibat dalam permain drama, dengan cara ini menjadikan

kegiatan lebih aktif dalam bentuk kerja sama/kolaborasi, dialog dan pemecahan

solusi sebab dengan pelaksanaan yang aktip dapat membangun proyek mereka.

Dengan permainan siswa dapat saling menerima gagasan di dalam kelas. Lebih

dari itu, siswa mempunyai andil dalam pelaksanaannya. Kegiatan yang dinamis

38

ini menghasilkan pembelajaran yang baik bagi mereka sendiri. Penggunaan

dongeng masa lampau, solusi permainan drama yang pendek/singkat mempunyai

maksud dan bermakna bagi siswa (dan para guru).

Dalam pembelajaran drama di sekolah, pembelajaran apresiasi drama juga

harus menitikberatkan pada apresiasi siswa yaitu kegiatan atau aktivitas siswa

dalam pembelajaran drama di sekolah. Apresiasi siswa itu mencakup tiga hal,

yakni kreasi, resepsi, dan kreasi siswa terjadap drama. Adapun kegiatan siswa

yang berupa kreasi yaitu kegiatan siswa ketika menulis naskah drama secara

individu atau kelompok yang berupa resepsi yaitu kegiatan siswa ketika membaca

dan menghafalkan naskah drama yang telah dibuat, sedangkan yang beupa

ekspresi yaitu ketika siswa mementaskan drama berdasarkan naskah drama

tersebut.

f. Evaluasi Pembelajaran Drama

Evaluasi atau penilaian drama dilaksanakan pada akhir proses

pembelajaran. Evaluasi merupakan faktor yang sangat penting dalam

mengetahui apakah siswa benar-benar telah memahami bahan yang telah

diajarkan guru atau belum. Berbagai jenis penilaian yang dapat diguanakan

menurut Sumarna (2004: 18) antara lain: tes tertulis, tes perbuatan, pemberian

tugas, penilaian produk, penilaian sikap, dan penilaian portofolio. Dalam

penilaian berbasis kelas, jenis penilaian yang harus dibuat oleh guru meliputi,

penilaian kinerja, penilaian sikap, penilaian proyek, penilaian produk, penialain

portofolio, dan penilaian diri (Sarwiji Suwandi 2009: 72-109). Semua jenis tes di

atas harus dilaksanakan oleh guru agar guru dapat melaksanakan evaluasi

pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dalam KTSP.

Penilaian dalam KBK dan KTSP menganut prinsip penilaan

berkelanjutan dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa

untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Karena itu, penilaian

dilaksanakan dalam kerangka penilaian berbasis kelas (selanjutnya disebut

PBK). Dikatakan PBK karena kegiatan penilaian dilaksanakan secara terpadu

dalam kegiatan pembelajaran. PBK merupakan suatu kegiatan pengumpulan

informasi tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru yang

39

bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan mengukur apa yang hendak

diukur dari siswa. Salah satu prinsip penilaian berbasis kelas ialah penilaian

dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam praktiknya, PBK harus memperhatikan

tiga ranah, yaitu ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif), dan ranah

keterampilan (psikomotor). Ketiga ranah tersebut dinilai secara proporsional

sesuai dengan sifat mata pelajaran atau materi pembelajaran yang akan

dikenakan pada siswa (Masnur Muslich, 2007: 91).

Evalusi pembelajaran drama dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu

evaluasi pemahaman naskah drama yang lebih bersifat kognitif, dan evaluasi

terhadap pementasan drama yang lebih bersifat afektif dan psikomotorik. Evaluasi

pembelajaran drama ini harus direncanakan dengan baik agara dapat

mengevaluasi secara tepat kompetensi yang harus dikuasai siswa. Ketiga aspek

dapat dinilai dengan penilaian sebagai berikut:

1) Penilaian dengan Tes

Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang

harus dikerjakan oleh siswa yang sedang dites. Jawaban yang diberikan

siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan itu dianggap sebagai informasi

terpercaya yang mencerminkan kemampuannya. Informasi tersebut

dinyatakan sebagai masukan yang penting untuk mempertimbangkan

siswa (Sarwiji Suwandi, 2009: 39).

Sarwiji Suwandi (2009: 44) memaparkan pada umunya tes

dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai

tujuan dalam pembelajaran. Tingkat keberhasilan siswa dimaksudkan juga

tingkat kemampuan siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran tersebut.

Bentuk tes dapat berupa tes esai dan tes objektif. Tes esai adalah suatu

bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian

dengan menggunakan bahasa sendiri. Tes ini menuntut siswa untuk

berpikir tentang dan mempergunakan apa yang diketahui yang berkenaan

dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk esai memberikan

kebebasan kepada siswa untuk menyusun dan mengemukakan jawaban

40

sendiri dalam lingkup yang secara relatif dibatasi. Oleh karena itu, tes esai

disebut sebagai tes subjektif. Tes subjektif memungkinkan siswa

menunjukan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan,

menganalisis, menghubungkan, dan mengevaluasi informasi baru yang

dihadapkan kepadanya. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi,

misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.

Sedangkan tes objektif yaitu disebut juga sebagai tes jawaban singkat

(short answer test). Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, hanya ada

satu kemungkinan jawaban yang benar. Jenis tes objektif yang banyak

dipergunakan orang ádalah tes jawaban benar-salah (trae-false), pilihan

ganda (multipli choice), isian (complection), dan penjodohan (maching).

Jenis objektif yang telas disebutkan tadi merupakan alat yang hanya

menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat

(Sarwiji Suwandi, 2009: 47-49).

Cara menghitung untuk mendapatkan nilai dengan tes, yaitu sebagai

berikut.

banyak jawaban benar Nilai = x 100

banyak soal

2) Penilaian Sikap

Sarwiji Suwandi (2009, 80-81) memaparakan bahwa sikap bermula

dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam

merespon sesuatu atau objek. Sikap juga suatu ekspresi dari nilai-nilai atau

pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Secara umum, objek sikap

yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.

a) Sikap terhadap materi pelajaran.

b) Sikap terhadap guru atau pengajar.

c) Sikap terhadap proses pembelajaran.

d) Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan

suatu materi pelajaran.

41

Penilain sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik.

Teknik-teknik tersebut antara lain:

a) Observasi Perilaku

Perilaku seseorang pada umunya menunjukan kecenderungan

seseorang dalam sesuatu hal. Guru dapat melakukan observasi

terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil pengamatan dapat

dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.

b) Pertanyaan Langsung

Dengan menanyakan secara langsung atau wawancara tentang

sikap seseorang berkaitan dengan suatu hal. Jawaban atau reaksi yang

diberikan dapat dipahami sikap siswa terhadap objek sikap.

c) Laporan Pribadi

Penggunaan teknik ini siswa diminta membuat ulasan yang berisi

pandangan atau tanggapan tentang suatu masalah, keadaan, atau hal

yang menjadi objek sikap. Dalam penilai sikap dapat menggunakan

format penilain sebagai berikut.

No Nama

Siswa

Aspek yang Dinilai Skor Nilai

antusias

terhapadap

drama

memperhatikan

guru pada saat

pembahasan

drama

Keaktifan

dalam pada saat

pembelajaran

apresiasi drama

Keaktifan

dalam

berlatih

peran

(Pengembangan dari format penilaian Sarwiji Suwandi, 2009: 83)

Catatan:

a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria

berikut.

1 = sangat kurang

2 = kurang

42

3 = sedang

4 = baik

5 = amat baik

b. Nilai merupakan jumlah skor-skor tiap indikator perilaku.

c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut.

Nilai 18-20 berarti amat baik

Nilai 14-17 berarti baik

Nilai 10-13 berarti sedang

Nilai 6-9 berarti kurang

Nilai 0-5 berarti sangat kurang

3) Penilain Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilai terhadap tugas yang

harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa

suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,

pengorganisasian, pengolahan, dan penyajian data. Dalam penilain proyek

setidaknya ada tiga hal perlu dipertimbangkan, yaitu:

a) Kemampuan pengelolaan.

b) Relevansi, yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran.

c) Keaslian, proyek yang dilakukan oleh siswa merupakan hasil

karyanya (Sarwiji Suwandi, 2009: 86-87).

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses kegiatan,

sampai hasil akhir. Dalam penilain proyek dapat menggunkan format

penilaian sebagai berikut.

o

Aspek S

kor

(

1-5)

Perencanaan:

a. Persiapan

b. Rumusan naskah drama

43

Pelaksanaan:

a. Sistematika pelaksanan

b. Keakuratan dengan waktu pengerjaan

c. Kerja sama dan kekompakan tim

d. Penggunaan alat pendukung

Laporan Proyek:

a. Performans

b. Kualitas hasil

Jumlah

(Pengembangan dari format penilaian Sarwiji Suwandi, 2009: 87)

Penilaian sikap merupakan penilaian terhadap suatu konsep psikologis

yang bersifat kompleks. Penilaian sikap dilakukan dengan menilai sikap siswa

terhadap guru pada saat mengajar, sikap siswa dalam proses pembelajaran.

Pedoman penilaian pembelajaran drama seharusnya memuat aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan pendapat di atas penilaian yang sesuai

untuk pembelajaran drama adalah penilaian tes, penilaian sikap, dan penilaian

proyek.

Sarwiji Suwandi (2004: 4) mengemukakan tujuan dan fungsi penilaian,

khususnya penilaian hasil belajar dapat bermacam-macam, antara lain adalah:

(a) Mengetahui ketercapaian tujuan.

(b) Mengetahui kinerja berbahasa siswa.

(c) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.

(d) Memberikan umpan balik terhadap peningkatan mutu progam

pembelajaran.

(e) Menjadi alat pendorong dalam peningkatan kemampuan siswa.

(f) Menjadi bahan pertimbangan dan penentuan jurusan, kenaikan kelas,

atau kelulusan.

(g) Menjadi alat penjamin, pengawas, dan pengendali mutu pendidikan

Penilaian dalam pembelajaran drama meliputi empat tingkatan, yaitu: (1)

tingkatan informasi (pengetahuan); (2) tingkat konsep (pemahaman); (3) tingkat

prespektif (cara pemikiran pengarang dan pembaca); (4) tingkat apresiasi

44

(penghargaan karya sastra dan pemahaman jalan pikiran pengarang) (Herman J.

Waluyo, 2002: 176).

Dapat diketahui tingkat penghafalan (apresiasi) siswa terhadap drama.

Dalam mengevaluasi, tes atau ujian disusun dengan sedemikian rupa, sehingga

porsi untuk tingkat yang semakin tinggi semakin sedikit jumlahnya. Apresiasi

adalah jenis tes yang paling tinggi tingkatannya, dan biasanya berupa esai dan

hendaknya tidak bersamamaan dengan tes informasi, konsep, dan perspektif.

Tes informasi merupakan tingkatan tes paling rendah, sebab butir soal

dapat lebih banyak. Misalnya ditanyakan siapa pelakunya, tempat kejadian di

mana, siapa pengaranganya, dan sebagainya. Tes konsep lebih tinggi tingkatannya,

karena siswa telah memahami penerapan dan pemahaman terhadap sesuatu.

Misalnya, sikap pelaku utama di mana klimaks cerita, siap tokoh antagonis,

bagaimana tema, watak tokoh, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyan pada tes

prespektif menyangkut latar belakang dan lebih mendalam lagi, misalnya sifat tiap

babak atau adegan, bagaimana corak dari lakon dan aliran falsatnya, apakah kritik

sosial dan termasuk dalam jenis drama apa, dan sebagainya. Sedangkan pada tes

apresiasi merupakan tingkatan yang paling tinggi, seperti dijelaskan di atas.

Untuk menguji pada bagian ini, siswa dituntuk untuk mampu mementaskan atau

mengapresiasi drama dengan penghayatan yang baik. Evaluasi dalam

pembelajaran drama mementingkan aspek apresiasi dan bukan penjelasan hafalan

teoritis. Jika seseorang memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang

drama, tentu mereka akan memiliki kemampuan apresiasi yang tinggi.

Evaluasi/penilaian sangat penting untuk dilakukan karena dengan adanya

evaluasi dapat diketahui keberhasilan seseorang dalam pembelajaran dan dari

hasil yang diperoleh akan dapat membuat seseorang lebih termotivasi untuk

belajar. Evaluasi pembelajaran apresiasi drama tentu harus dapat mengukur tujuan

pembelajaran apresiasi drama, yakni apresiasi siswa terhadap drama bukan semata

tentang pengetahuan siswa terhadap drama.

B. Penelitian yang Relevan

45

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni

penelitian Joko Kristianto dengan berjudul “Pembelajaran Apresiasi Drama Pada

Siswa Kelas XI SMA N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Melalui temuan

penelitian di lapangan dan dari hasil analisis data pada Bab IV dapat disimpulkan:

(1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XI SMA Negeri 6 Surakarta telah

memiliki pemahaman yang positif terhadap Kurikulum Tingkatan Satuan

Pendidikan (KTSP), (2) perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru

sudah sesuai dengan KTSP. Hal tersebut dapat dilihat dari dibuatnya prota,

silabus, dan rencana pembelajaran, (3) pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama

di SMA Negeri 6 Surakarta sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat

apresiatif dan inovatif, (4) kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama

di SMA Negeri 6 Surakarta, yaitu: setiap siswa sulit untuk menghafal naskah

drama, siswa disuruh menampilkan pementasan drama sulit, dengan alasan tidak

berani dan malu; siswa hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang

pengapresiasian drama, (5) tindakan yang dilakukan guru untuk mengatasi

kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi drama di SMA 6 Surakarta, yaitu:

guru menyediakan LKS; memberikan tugas pada siswa untuk mengapresiasi

drama; memacu siswa untuk berkaya membuat naskah drama; memberikan

pengarahan kepada siswa yang kesulitan dalam mengapresiasi drama; guru

menggunakan waktu seefisien mungkin untuk mengatasi masalah waktu yang

terbatas dalam pembelajaran apresiasi drama.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Nugroho dengan judul “Pembelajaran

Apresiasi Drama Pada Siswa Kelas VIII SMP Tahun Ajaran 2007-2008”. Melalui

temuan penelitian yang dilapangn dan dari hasil analisis data pada Bab IV dapat

disimpulkan: (1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas VIII A SMP Negeeri

Ngemplak telah memiliki pemahaman yang positif terhadap Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan; (2) perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru

sudah sesuai dengan KTSP, yaitu terlihat dalam pembuatan prota, silabus, dan

rencana pembelajaran; (3) pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngemplak

sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat apresiatif; (4) kendala-kendala

dalam pembelajaran apresiasi drama di SMP Negeri 1 Ngemplak, yaitu:

46

kurangnya alokasi waktu dalam proses pembelajaran apresiasi drama, terbatasnya

sarana dan prasaran pendukung dalam pembelajaran, kurangnya minat pada siswa

terhadap pembelajaran apresiasi drama.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran apresiasi drama dipengaruhi beberapa komponen, antara

lain: kurikulum sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran, guru

sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran diharapkan mengetahui keadaan

siswa, siswa sebagi subjek belajar dengan berbagai perkembangannya,

penggunaan dan pemilihan media pembelajaran yang tepat agar siswa lebih

mudah termotivasi menangkap dan memahami materi yang disampaikan, juga

evaluasi untuk mengetahui hasil dari pembelajaran sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara

peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah

yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang

mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu,

maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungannya.

Pada dasarnya kurikulum dibuat dan dirancang untuk mengembangkan

potensi siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranannya. Kurikulum

merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai sisi dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

belajar mengajar. Kurikulum juga memuat tentang sejumlah tujuan (standar

kompetensi ) dalam pembelajaran. Selain itu, di dalam kurikulum juga dijadikan

pedoman dalam segala kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran apresiasi

drama.

Persiapan pembelajaran apresiasi drama dikaji mengenai perencanaan

yang sebagai dasar pelakasanaan pembelajarana anatara lain sialabus mata

pelajaran dan promes (program semester) dan rencana pelaksanaan pembelajaran

yang disusun oleh guru. Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

47

kurikulum yang sudah diterapkan di berbagai sekolah, guru dituntut untuk lebih

kreatif dan inovatif dalam mengajar, baik dari segi materi ataupun dari segi

metode mengajar. Hal tersebut menjadi objek pengamatan oleh peneliti yaitu

bagamana mengembangkan kurikulum tersebut sehingga dapat sesuai dan dapat

diterima oleh siswa yang memiliki berbagai karakteristik yang berbeda. Untuk

itulah, pemahaman guru terhadap kurikulum sangat diperlukan. Oleh karena itu,

guru juga harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi dan latar belakang siswa.

Seorang guru dapat menentukan materi pembelajaran yang sesuai tingkat

perkembangan pikiran siswa yang diselaraskan dengan tujuan yang akan dicapai

dan mudah diterima siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran disertai pula dengan

metode yang tepat, efektif, dan efisien. Pelaksanaan eveluasi yang dilakukan

untuk mengetahui apakah pengguanaan media, metode, dan materi sudah sesuai

dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan pelaksanaan tersebut dapat diketahui

keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra, kendala yang dihadapi, dan upaya

untuk mengatasi kendala yang ada.

Pada pelakasanaan pembelajaran di kelas menyoroti bagaimana

pembelajaran berlangsung. Ketersedian sarana dan prasaran penunjang yang

tersedia sebagai alat atau media dalam membantu dalam pelaksanaan

pembelajaran juga diperhatikan. Apakah dalam pelaksanaan guru kreatif dalam

mengolah pembelajaran apreasiasi drama agar pembelajaran dapat berjalan sesuai

dengan tujuan yang diharapkan dan dapat tersampaiakan dengan baik kepada

semua siswa.. Selain itu, apakah relevan dengan perencanaan pembelajaran pada

saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung

apabila terdapat kendala-kendala guru sebagai fasilitator juga harus mempunyai

kiat-kiat tertentu untuk mengatasi kendala yang terdapat pada saat pembelajaran

apresiasi drama berlangsung.

Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan inforamsi dan

pengembangan potensi yang dimiliki seseorang. Keberhasilan dalam

pembelajaran berkaitan dengan peran dan upaya guru dan siswa yang

menjalaninya. Oleh karena itu, komunikasi dan interaksi sangat diperlukan agar

48

apa yang dipelajari pada setiap pelaksanaan pembelajaran dapat tersampaikan

dengan baik dan tepat. Demikian pula dengan metode dan penggunaan media

yang juga mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran sastra khususnya drama harus ditekankan pada aspek

apersiai reseptif dan aspek apresiasi ekspresif. Aspek apresiasi reseptif ini antara

lain melalui kegiatan siswa dalam mendengarakan (menyimak) dan menonton

drama, membaca dan memerankan drama. Sementara itu, aspek apresiasi

ekspresif dapat diwujudkan melalui kegiatan siswa dalam mengungkapkan

pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam bentuk lisan (berbicara) maupun

tulis (menulis) tentang drama, seperti membuatkan teks drama yang sederhana,

menyusun resensi teks drama, dan bermain drama.

Berdasarkan dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan dari

kegiatan evalusai dapat diketahui kendala atau hambatan apa saja yang terjadi.

Kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran apresiasi drama dapat berupa dari

faktor intern yaitu guru dan sebagai pelaksana pembelajaran. Sedangkan pada

faktor ekstern dapat berupa sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pembelajaran

apresiasi drama Berdasarkan temuan kendala dan hambatan tersebut dapat

dijadikan dasar upaya-upaya yang hendak dilakukan atau yang telah dilakukan

untuk membenahi pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dan untuk

kedepannya, sehingga dapat diantisipasi dan diminimalisasi ketidakberhasilan

pembelajaran tersebut.

Semua penjelasan dan paparan yang telah dijelaskan di atas nantinya akan

ditarik sebuah kesimpulan mengenai pembelajaran apresiasi yang terjadi di SMA

Negeri 4 Surakarta yang pada khususnya pada kelas XI IPA 5. Oleh karena itu,

peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana persiapan yang dilakukan sebelum

melakukan pembelajaran, mengetahui sejauh mana pelaksanaan pembelajaran

apresiasi drama yang akan diterapkan pada proses belajar mengajar, mengetaui

kendala-kendala yang dihadapi saat pembelajaran dilakukan, serta mengetahui

upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala atau hambatan

pembelajaran yang dihadapi di kelas. Berikut ini alur kerangka berpikir.

49

Gambar 1: Alur Kerangka Berpikir

Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta

Perencanaan Pelaksanaan Kendala Upaya

Simpulan

50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penilitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Surakarta yang beralamatkan

di Jl. LU Adi Sucipto No 1 Surakarta. Dilaksanakan pada kelas XI, karena materi

pembelajaran apresiasi drama terdapat pada jenjang kelas tersebut di semester

genap. Penelitian difokuskan pada satu kelas saja, yaitu di kelas XI IPA 5.

2. Waktu Penelitian

Waktu untuk melaksanakan penelitian, yaitu antara bulan Januari 2010

sampai dengan Mei 2010, rincian kegiatan penelitian ini dapat dilihat dala tabel

berikut:

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian

No

Waktu/Jenis

Kegiatan

Februari

2010

Maret

2010

April

2010

Mei

2010

Juni

2010

1

Penyusunan

Proposal

--xx

2

Penyiapan

Instrument

---x xxxx

3

Pengumpulan

Data

--xx xxxx xx--

4

Analisis Data xxxx

5

Penyusunan

Laporan

---x xxxx

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di depan, tujuan

penelitian, jenis penelitian yang tepat dalam melakukan penelitian ini adalah

51

penelitian deskriptif kualitatif dalam bentuk naturalistik. Deskriptif dapat

diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan

pada fakta-fakta yang ditemukan. Strategi yang dimaksudkan yaitu studi kasus

tunggal terpancang tunggal. Disebut tunggal karena dalam penelitian ini

menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari satu kelas, yakni kelas XI

IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Terpancang, yakni permasalahan yang dibahas

hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi apresiasi drama.

Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini berusaha memberikan

gambaran secara detail tentang proses pembelajaran apresiasi drama di SMA

Negeri 4 Surakarta. Dalam pembelajaran drama, yaitu tentang perencanaan

pembelajaran apresiasi drama, pelaksanaan pembelajaran, kendala pembelajaran

apresiasi drama, dan upaya yang dilakukan guru sekolah untuk mengatasi

kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran apresiasi drama. Strategi yang

dimaksudkan yaitu studi kasus tunggal terpancang tunggal. Disebut tunggal

karena dalam penelitian ini menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari

satu kelas, yakni kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Terpancang, yakni

permasalahan yang dibahas hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi

apresiasi drama.

C. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini meliputi tiga macam, yaitu:

1. Tempat dan Peristiwa

Tempat yang relevan bagi penelitian ini yaitu kelas XI IPA 5 SMA Negeri

4 Surakarta. Lokasi ini dipilih karena objek yang hendak diteliti berkenaan dengan

pendidikan formal. Peristiwa berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang

dilakukan oleh guru dalam kelas yang terfokuskan pada pola interaksi guru

dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lainya untuk menspesifikasikan

penelitian dan memudahkan dalam pengambilan data, karena peristiwa mudah

diamati.

52

2. Informan

Pengambilan informasi dilakukan pada informan yang telah dipilih yaitu

guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa

siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta yaitu ARF, DBS, HLF, KDW,

NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas. Lebih

diutamakan untuk mencari kendala yang timbul pada saat pembelajaran apresiasi

drama di kelas, serta upaya guru bahasa Indonesia yang dilakukan untuk

mengatasi kendala tersebut.

3. Dokumen

Pengambilan data dilakukan melalaui dokumen-dokumen (silabus, prota,

promes, RPP, dan soal-soal evaluasi) yang berkaitan secara langsung dengan

pokok pembahasan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran apresiasi drama.

D. Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat untuk

menjaring data secara lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang

diteliti, yaitu:

1. Analisis dokumen

Analisis dokumen dilakukan dengan mengamati dan mempelajari

perangkat pembelajaran yang dirancang dan disiapkan oleh guru, antara lain

berupa; perangkat kurikulum, rancangan silabus, program tahunan, program

semester, rencana pembelajaran, dan pengembangan evaluasi.

2. Observasi

Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap proses pembelajaran

di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta. Dalam hal ini, peneliti berperan

sebagai partisipan pasif, di mana peneliti diketahui namun tidak mempengaruhi

proses pembelajaran. Dalam melakukan observasi peneliti mencatat hal-hal pokok

yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas,

meliputi: bahan/materi yang diajarkan, pendekatan yang digunakan, metode yang

digunakan, langkah-langkah perencanaan pembelajaran apresiasi drama,

pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama, media yang digunakan, dan kendala

53

yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama beserta upaya yang dilakukan

oleh guru untuk mengatasinya.

3. Wawancara

Wawancara mendalam kepada informan untuk mendapatkan data yang

tidak bisa didapatkan melalui teknik observasi. Untuk itu, peneliti melakukan

wawancara secara langsung (face to face), isi wawancara difokuskan kepada

pertanyaan yang menguji tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran drama.

Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa

siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta, yaitu ARF, DBS, HLF, KDW,

NML, dan NKP, sebagai pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas. Wawancara

digunakan untuk mengetahui kendala yang timbul dalam pengajaran apresiasi

drama.

E. Uji Validitas Data

Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

teknik triangulasi (sumber/data dan metode) dan dan review informan:

1. Triangulasi data, yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber untuk

mendapatkan/mengumpulkan data. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti

menggunakan beberapa sumber, yaitu dokumen (hasil rekaman maupun catatan

ujaran-ujaran yang disampaikan guru dan siswa), peristiwa (proses pembelajaran),

dan informan (guru dan murid)

2. Triangulasi metode, yaitu peneliti menggunakan metode yang berbeda untuk

mendapatkan data yang sama. Peneliti menggunakan metode pengumpulan data

yang berupa analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti melakukan

pengecekan hasil secara silang dengan menggunakan teknik pengumpulan data

yang berupa observasi langsung.

3. review informan, pada penelitian ini digunakan sebagai alat penjamin validitas

data. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang sudah cukup lengkap dan

berusaha menyusun sajiannya, walaupun mungkin masih belum utuh dan

menyeluruh, tetapi unit-unit laporan yang telah disusun perlu dikomunikasikan

dengan informan. Hal tersebut berfungsi untuk mengecek kembali kebenaran data

54

yang diperoleh dari informan. Informan-informanya yaitu guru mata pelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu guru SG serta beberapa siswa kelas XI IPA 5

SMA Negeri 4 Surakarta yaitu ARF, DBS, HLF, KDW, NML, dan NKP, sebagai

pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelas.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

analisis interaktif (interactive model of analysis). Analisis model interaktif ini

merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data (display data), dan penarikan simpulan (verivikasi). Pada

saaat melakukan tahap pengumpulan data sekaligus sesuai dengan kemunculan

data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah analisis interaktif adalah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara

analisis dokumen, observasi, dan wawancara. peneliti mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan

dengan pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri

4 Surakarta.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Hubberman, 1992: 16). Teknik ini

mengambil langkah yang berupa pencatatan data yang diperoleh dari hasil

observasi. Dalam pencatatan tersebut dilakukan seleksi, pemfokusan dan

penyederhanaan data, data mana yang akan diambil. Hal tersebut bertujuan untuk

lebih memudahkan dalam mengambil data-data yang dianggap penting, yakni

tentang pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 SMA Negeri 4 Surakarta.

Proses reduksi terus berlangsung sampai laporan akhir penelitian selesai ditulis.

55

3. Display Data

Melalui sajian data, data yang telah terkumpul dikelompokan dalam

beberapa bagian dengan jenis permasalahannya supaya mudah dilihat dan

dimengerti, sehingga mudah untuk dianalisis. Penyajian data penelitian yang

diperoleh melalui analisis dokumen ataupun pada saat proses belajar mengajar

berlangsung di kelas maupun diperoleh melalui wawancara dengan informan. Hal

tersebut meliputi: rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama yang dibuat

oleh guru, data hasil observasi yang diperoleh peneliti pada saat pembelajaran

apresiasi drama di kelas XI IPA 5 berlangsung, hasil wawancara dengan kepala

sekolah, guru bahasa Indonesia, dan siswa kelas XI IPA 5 berupa kendala yang

ada pada saat pembelajaran apresiasi drama, serta upaya guru bahasa Indonesia

dan pihak sekolah SMA Negeri 4 Surakarta dalam mengatasi kendala tersebut.

4. Penarikan Simpulan

Berdasar dari hasil analisis terhadap ujaran dan pembicaraan antara guru

dengan murid yang terjadi pada proses pembelajaran dan pada saat diwawancarai,

kemudian ditarik simpulan. Simpulan-simpulan tersebut diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Pada penelitian ini data yang diverifikasi meliputi:

perencanaan pembelajaran apresiasi drama, pelaksanaan pembelajaran, kendala

yang timbul dalam pembelajaran apresiasi drama, serta upaya guru bahasa

Indonesia. Visualisasi proses analisis tersebut sebagai berikut:

Gambar 2. Analisis Interaktif (Miles & Huberman dalam Tjetjep R, 1992:23).

Pengumpulan Data

Penarikan Kesimpulan

Reduksi Data Display Data

102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Latar Penelitian

1. Letak Geografis SMA Negeri 4 Surakarta

SMA Negeri 4 Surakarta terletak di Jln. LU Adi Sucipto 1, Surakarta, telepone 0271-711943, kode Pos 57128. SMA Negeri 4 Surakarta terletak di kota Surakarta dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Timur : Jalan Kampung Gremet

b. Sebelah Selatan : Rumah warga Kampung Gremet

c. Sebelah Barat : Kampung Gremet dan SMK Negeri 2 Surakarta

d. Sebelah Utara : Jalan raya dan kantor Polwiltabes Surakarta

Berdasarkan letak geografisnya, SMA Negeri 4 Surakarta dapat dikatakan berada di pusat kota, sehingga mudah dicapai untuk menuju ke sekolah dan strategis melaksanakan kegiatan pembelajaran. Letak SMA Negeri 4 Surakarta berada di samping jalan raya, sehingga ada beberapa gangguan bagi ruangan kelas yang berada di dekat jalan raya yaitu suara kebisingan kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya. Jadi, membuat suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif.

2. Sejarah SMA Negeri 4 Surakarta

SMA Negeri 4 Surakarta bukan suatu sekolah yang terbentuk secara

langsung menjadi SMA Negeri, tetapi diawali dengan sekolah swasta yang

bernama SMA Bagian C. Didirikan oleh Drs. G. P. H. M. Prawironegoro pada

tahun 1946. berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.

7371/13/1950 tanggal 2 September 1950, SMA Bagian C resmi menjadi SMA

Negeri 3 Bagian C dengan kepala sekolah G. P. H. M. Prawironegoro dan dibantu

wakil kepala sekolah Drs. Kabul Dwijolaksono.

SMA Negeri 3 Bagian C menempati gedung SD Kesatriyan Baluwarti

pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1951, selanjutnya dari tahun 1951 sampai

1958 menempati dua lokasi, yaitu gedung SMP Kristen Banjarsari dan Gedung

SMP Negeri 4 Surakarta. SMA Negeri Bagian C dari tahun ke tahun mulai

menampakkan peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Terbukti dari

daya tampung SMA ini yang semakin meningkat, maka Menteri P dan K

mengeluarkan SK No. 4083/B III tanggal 5 Agustus 1955 yang berisikan bahwa

SMA Negeri 3 Bagian C dipecah. Sejak saat itu nama SMA Negeri 3 Bagian C

tidak digunakan lagi. SMA Negeri 3 Bagian C dipecah menjadi dua bagian yaitu:

57

a. SMA Negeri 4 Bagian C dengan Kepala Sekolah Drs. G. P. H. M.

Prawironegoro yang menempati gedung SMP Kristen Banjarsari

Surakarta.

b. SMA Negeri 5 Bagian C dengan Kepala Sekolah Drs, Kabul

Dwijolaksono yang menempati gedung SMP Negeri 4 Surakarta.

Kedua SMA tersebut pada bulan Agustus 1958 pindah ke gedung baru di

Jl. LU Adi Sucipto No.1 Surakarta, sedangkan kegiatan akademik atau proses

belajar mengajar dilaksanakan pada waktu:

a. SMA Negeri 4 Bagian C pada pagi hari jam 07.00 – 12.00 WIB

b. SMA Negeri 5 Bagian C pada siang hari jam 13.00 – 18.00 WIB

Sejak bulan September 1974 untuk SMA Negeri 5 Bagian C menempati

gedung baru di daerah Bibis, Cengklik Surakarta. Sedangkan lokasi yang berada

di Jalan LU. Adisucipto No. 1, digunakan seluruhnya oleh SMA Negeri 4 Bagian

C yang telah diubah namanya menjadi SMA Negeri 4 Surakarta sampai sekarang.

3. Keadaan Guru, Siswa, dan Karyawan di SMA Negeri 4 Surakarta

Hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal salah satunya

disebabkan oleh hubungan antara guru, siswa, maupun karyawan yang terjalin

dengan harmonis. Keadaan seperti itu juga peneliti temukan di SMA Negeri 4

Surakarta.

a. Guru

SMA Negeri 4 Surakarta mempunyai 88 tenaga edukatif yang terdiri dari

77 guru PNS dan 11 orang guru tidak tetap (GTT). Guru mempunyai tugas untuk

mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain itu, beberapa

orang guru juga bertanggung jawab menjadi wali kelas yang bertugas mengajar

mata pelajaran yang diampunya dan bertanggung jawab terhadap kelas yang

menjadi perwaliannya. Dalam hal ini seorang wali kelas juga dituntut untuk

membuat laporan hasil belajar siswa tiap tengah semester maupun semester

termasuk dalam pemuntukan rapor dan membagikannya kepada orang tua siswa.

b. Siswa

Siswa di SMA Negeri 4 Surakarta berasal dari latar belakang sosial yang

beraneka ragam. Meskipun demikian, mereka mampu berinteraksi dengan baik

dengan teman lain, guru, ataupun karyawan yang ada di SMA Negeri 4 Surakarta.

58

Pada tahun ajaran 2009/2010 SMA Negeri 4 Surakarta memiliki 32 kelas yang

terdiri dari; kelas XI berjumlah sepuluh kelas dengan pembagian kelas XI A-XI J,

kelas XI berjumlah sebelas kelas dengan pembagian kelas XI IPS 1-XI IPS 6, dan

kelas XI IPA 1-XI IPA 5, juga kelas XII berjumlah sebelas kelas dengan

pembagian kelas XII IPA 5 –XI IPA 5. Jumlah seluruh siswa SMA Negeri 4

Surakarta adalah 1164 siswa.

c. Karyawan

Karyawan merupakan salah satu komponen yang mempunyai andil dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah. SMA Negeri 4 Surakarta mempunyai 23

tenaga nonedukatif. Tugas tenaga nonedukatif tersebut adalah; sebagai

koordinator staf TU, mengurusi kepegawaian bendahara, bagian perlengkapan,

petugas administrasi, urusan kesiswaan, sebagai penjaga sekolah, sebagai petugas

perpustakaan, sebagai petugas komputer, sebagai petugas laborat, dan mengurusi

urusan luar.

4. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran di SMA Negeri 4 Surakarta

Mengenai waktu pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri 4 Surakarta

menggunakan sistim semester sama dengan sekolah yang lain, yakni dalam satu

tahun terdapat dua semester. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan belajar di SMA

Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Nomor Hari Nama Kegiatan Waktu

1 Senin KBM 07.00 - 02.00 2 Selasa KBM 07.00 - 02.00 3 Rabu KBM 07.00 - 02.00 4 Kamis KBM 07.00 - 02.00 5 Jumat KBM 07.00 - 11.00 6 Sabtu KBM 07.00 - 01.15

5. Sarana dan Prasarana di SMA Negeri 4 Surakarta

Sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran.

Sarana dan Prasarana yang dimiliki SMA Negeri 4 Surakarta antara lain: ruang

kelas, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan lain-lain. Rincian

lebih lengkap mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Negeri 4

Surakarta. Denah dapat dilihat lebih jelas pada lampiran No 9.

59

6. Letak dan Sarana Prasarana Kelas XI IPA 5

SMA Negeri 4 Surakarta a. Letak

Kelas XI IPA 5 terdapat di lantai dua gedung satu SMA Negeri 4 Surakarta. Apabila memasuki pintu gerbang SMA Negeri 4 Surakarta kemudian ke Selatan, gedung ini tepat berada di sebelah kanan. Kelas XI IPA 5 terletak di bagian Utara berada di pojok dan bersebelahan dengan kelas XI IPA 4 dan di depan kelas XI IPS 2. Kelas XI IPA 5 tertata rapi dan bersih sehingga siswa merasa cukup nyaman pada saat mengikuti kegiatan belajar-mengajar.

b. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Sarana dan prasarana yang dimilik kelas XI IPA 5 antara lain: meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru, papan tulis, proyektor, speaker, spidol, penghapus, sapu, ikrak, taplak meja, jam dinding, papan pengumuman, foto presiden dan wakil presiden, serta gambar pahlawan.

7. Daftar Siswa Kelas XI IPA 5

Siswa kelas XI IPA berjumlah 38 orang yang terdiri dari 16 siswa laki-laki

dan 22 siswa perempuan. Guru yang menjadi wali kelas adalah Ibu Dra. Rahayu

Sukantari. Untuk lebih jelas tentang daftar siswa kelas XI IPA 5 dapat dilihat pada

lampiran No 10.

8. Guru Pengajar Bahasa Sastra Indonesia di Kelas XI IPA 5

Mata pelajaran Bahasa Sastra Indonesia diampu oleh Drs. Sari Gunanto

(SG). Beliau merupakan lulusan dari perguruan tinggi IKIP Veteran, lalu mulai

mengajar pada tahun 1990 di SMA swasta di Bengkulu. Pada tahun 1992 beliau

menjadi pegawai negeri juga di Bengkulu, SMA di Bengkulu, lalu sampai 2002

mulai mengajar SMA 4 sampai sekarang. Selain mengajar di kelas XI IPA 5,

beliau juga mengajar di kelas XI IPA 2-XI IPA 4 dan XI IPS 3-XI IPS 6.

B. Hasil Penelitian

1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Drama di Kelas XI IPA 5

SMA Negeri 5 Surakarta a. Silabus

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SG, peneleti dapat mengetahui bahwa guru SG menggunakan silabus yang dibuat oleh MGMP. Hal tesebut relevan dengan apa yang diungkapkan oleh guru SG pada saat diwawancarai oleh peneliti, yaitu.

60

Peneliti mencermati silabus yang disusun oleh tim Musyawarah Guru

Mata Pelajaran (MGMP) yang terkait dengan pembelajaran apresiasi drama dapat

dikatakan komponen-komponen telah sesuai dengan kurikulum yang berlaku,

yaitu KTSP. Komponen-komponen tersebut meliputi: (1) Standar Kompetensi; (2)

kompetensi dasar; (3) indikator; (4) alokasi waktu; (5) materi pokok; (6) kegiatan

pembelajaran; (7) sumber relajar; dan (8) penilaian. Untuk lebih jelas mengenai

bentuk silabus yang digunakan dapat dilihat pada lampiran No 11.

Standar kompetensi tertera di atas kolom. Standar kompetensi yang

diajarkan di kelas XI yang berkenaan dengan pembelajaran apresiasi drama

meliputi dua keterampilan berbahasa, yaitu:

1) Keterampilan berbicara: mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk

pementasan drama.

2) Keterampilan menulis: menulis naskah drama.

Berdasarkan dua standar kompetensi tersebut, kompetensi dasar yang

harus dicapai oleh siswa yang berkaitan dengan pembelajaran apresiasi drama

adalah:

1) Kompetensi dasar dari standar kompetensi ”mengemukakan wacana

sastra dalam bentuk pementasan drama”, yaitu.

a) Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.

b) Mengunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan

watak tokoh dalam pementasan drama.

2) Kompetensi dasar dari standar kompetensi ”menulis naskah drama”,

yaitu.

a) Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah.

b) Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar

pada naskah.

oh ya...kalau silabus biasanya sudah ada tim penyusunnya yang dinamakan tim MGMP. Dalam perumusan silabus dilakukan rapat untuk menentukan isi silabus, nah dari hasil tersebut setiap guru mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan patokan dalam membuat RPP. Jadi, silabus itu disusun oleh tim MGMP sedangkan RPP itu ya dibuat sendiri.(CLHW No. 1)

61

Materi pembelajaran yang diajarkan dan indikator yang harus dicapai oleh

siswa apabila mengacu pada kompetensi dasar tersebut juga teknik penilaian

alokasi waktu dan sumber ajar adalah sebagai berikut.

1) Kompetensi Dasar : Mengekspresikan dialog para tokoh dalam

pementasan drama.

Materi Pembelajaran : Teks drama (penghayatan watak dan pengekspresikan dialog).

Indikator : a) Mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.

b) Mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan

drama.

c) Dapat menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam

pementasan drama.

Penilaian : a) Jenis tagihan (tugas individu dan kelompok)

b) Bentuk instrument ( unjuk kerja dan format pengamatan)

Alokasi Waktu : 2 x 45menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 2) Kompetensi Dasar : Mengunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi,

sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan

drama.

Materi Pembelajaran : teks drama (gerak, mimik, dan intonasi) Indikator :

a) Mampu memerankan drama dengan memperhatikan penggunaan

lafal, imtonasi, nada/tekanan, mimik/gerak-gerik yang tepat sesuai

dengan watak tokoh.

b) Dapat menanggapi peran yang ditampilkan dalam pementasan

drama.

Penilaian : a) Jenis tagihan ( tugas individu dan kelompok)

b) Bentuk instrumen (unjuk kerja dan format pengamatan)

Alokasi waktu : 2 x 45 menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 3) Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan perilaku manusia melalui

dialog naskah.

62

Materi Pembelajaran : teks drama (unsur-unsur drama yaitu; tema, penokohan, dan lain-lain)

Indikator : a) Mampu menulis teks drama dengan menggunakan bahasa yang

sesuai untuk:

§ Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog.

§ Menghidupkan konflik.

§ Memunculkan penampilan (performance).

Penilaian : a) Jenisi tagihan (tugas kelompok dan individu)

b) Bentuk istrument ( uraian bebas)

Alokasi waktu : 2 x 45 menit Sumber/Bahan/Alat : buku drama 4) Kompetensi Dasar : Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk

adegan dan latar pada naskah.

Materi Pembelajaran : teks drama dan unsur-unsur drama Indikator :

a) Mempu mendaftar pengalaman sendiri yang menarik.

b) Menarasikan pengalaman sendiri dalam bentuk adegan drama.

c) Menghadirkan latar yang mendukung adegan.

Penilaian : a) Jenis tagihan (tugas individu, kelompok, dan ulangan)

b) Bentuk instrumen (uraian bebas, jawaban singkat, pilihan ganda)

Kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam silabus disesuaikan dengan

indikator. Silabus dapat dikembangkan lagi oleh guru dalam penyusuna Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Secara umum, dapat dikatakan bahwa silabus

yang dibuat oleh tim MGMP dan digunakan oleh guru SG sudah mengacu pada

pembelajaran apresiasi yang bersifat PAIKEM.

b. Prota dan Promes (Program Tahunan dan Program Semester)

Berdasarkan analisis dokumen mengenai prota dan promes pembelajaran bahasa Indonesia untuk kelas XI dapat diketahui dalam prota terdapat informasi mengenai alokasi waktu untuk setiap SK, KD, dan indikator yang harus dilaksanakan dan diajarkan kepada siswa dalam satu tahun pembelajaran. Promes yang dibuat dan digunakan oleh guru SG berisi perencanaan mengenai jumlah minggu efektif, jadwal mengadakan ulangan blok, jadwal mengadakan ulangan harian, jadwal ulangan umum bersama, dan jadwal libur semester. Dengan adanya

63

perencanaan program tersebut, guru dapat membagi waktu dan merencanakan berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelajaran supaya menjadi lebih baik.

Berdasarkan analisis dokumen dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa prota, dan promes yang digunakan oleh guru SG dibuat dan direncanakan oleh guru bahasa Indonesia yang mengajar pada kelas XI. Prota dan promes tersebut dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi siswa yang berpedoman pada silabus.

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Berdasarkan analisis dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia tentang pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5 Negeri Surakarta sudah dibuat oleh guru sendiri. RPP dibuat dengan dasar pengembangan dari Silabus yang telah disusun oleh tim MGMP. Hal tersebut juga relevan dengan yang dikatakan oleh guru SG pada saat diwawancari oleh peneliti, yaitu:

Pada saat penyusunan RPP guru SG terlebih dahulu melihat kondisi sarana

dan prasarana, sehingga dalam pelaksanaan sudah disiapkan materi, metode, dan media yang akan digunakan. Pada saat mengajar guru SG terlebih dahulu mempelajari RPP yang sudah dibuat supaya tujuan yang hendak dicapai berdasarkan pengembangan silabus dapat tercapai. Guru SG sudah membuat RPP sendiri. Hal tersebut juga relevan dengan pernyataan oleh guru SG pada saat diwawancari oleh peneliti, yaitu:

Dari jawaban yang diberikan oleh guru SG seperti di atas menjelaskan

juga bahwa dalam penyusunan RPP merupakan pengembangan dari silabus yang telah dibuat oleh tim MGMP. Penyusunan RPP melihat kondisi karakteristik tiap kelas juga sarana dan prasarana yang tersedia dan yang akan digunakan nantinya.

Rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama di kelas XI IPA 5

SMA Negeri 4 Surakarta yang disusun oleh guru SG dan digunakan sebagai

patokan dalam pelakasanaanya. Begitu juga analisis mengenai penyusunannya

adalah sebagai berikut.

oh ya...kalau silabus biasanya sudah ada tim penyusunnya yang dinamakan tim MGMP. Dalam perumusan silabus dilakukan rapat untuk menentukan isi silabus, nah dari hasil tersebut setiap guru mata pelajaran bahasa Indonesia dijadikan patokan dalam membuat RPP. Jadi, silabus itu disusun oleh tim MGMP sedangkan RPP itu ya dibuat sendiri.(CLHW No. 1)

sebelum saya mengajar kan pasti guru masuk kelas itu kan harus membuat RPP. Dari RPP itu kan sudah ada tujuan pokoknya sudah ada di sana dijabarkan. Butiran-butirannya juga di sana sudah ada, nah..dari situ nanti dari tujuannya itu kita ketahui itu kira-kira untuk mencapai keberhasilannya memerlukan media atau tidak. Seandainya ada media yang bisa mendukung kan kita bisa gunakan. Apalagi medianya itu bisa menarik siswa. Sehingga pencapaian tujuannya menjadi lebih mudah. Itu begitu Mas! Jadi semuanya itu kita mengajar itu harus menggunakan tujuannya, dan tujuannya bisa juga dari RPP, tanpa itu kita kan cuma asal mengajar saja akhirnya.(CLHW No.1)

64

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

UNIT : 17

KEBUDAYAAN

Sekolah : SMA Negeri 4 Surakarta Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas / Semester : VIII / 2 Standar Kompetensi : 15.1 Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk

pementasan drama. Kompetensi Dasar : 15.2 Mengekspresikan dialog para tokoh dalam

pementasan drama. Indikator :

a) Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.

b) Siswa mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan

drama.

c) Siswa mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam

pementaqsan drama.

Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan) 1. Tujuan Pembelajaran

a. Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan dalam

pementasan.

b. Siswa mampu mengekspresikan dan menanggapi dialog para tokoh dalam

pementasan drama.

2. Materi Pembelajaran

Teks drama : penghayatan watak dan pengekspresian dialog 3. Metode Pembelajaran

a. Inkuiri

b. Tanya jawab

c. Diskusi

d. Demonstrasi

e. Penugasan

4. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan pertama: a) Kegiatan awal

65

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan manfaat yang bisa diambil

setelah kegiatan pembelajaran.

2) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai drama.

b) Kegiatan inti

1) Guru menjelaskan materi drama.

2) Siswa diberi naskah drama dan mengerjakan soal-soal.

3) Siswa membuat cerita pendek sebagai bahan pemuntukan naskah

dialog.

4) Siswa maju memabacakan hasil karyanya dan siswa yang lain

menganggapi.

c) Kegiatan akhir

1) Siswa dan guru melakukan refleksi.

Pertemuan Kedua a) Kegiatan awal

1) Guru dan siswa bertanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi.

b) Kegiatan ini

1) Guru menjelaskan materi.

2) Siswa maju mendemonstrasikan adegan dalam drama.

3) Siswa diputarkan sebuah film dan mengerjakan soal-soal.

4) Guru dan siswa berdiskusi mengenai film berdasrkan jawaban siswa.

c) Kegiatan akhir

1) Siswa dan guru melakukan refleksi.

5. Sumber/Media/Alat Pembelajaran

a. Buku materi

b. Teks drama

c. laptop

d. film

6. Penilaian

a. Teknik : tugas individu dan kelompok

b. Bentuk instrumen : soal uraian, unjuk kerja dan format pengamatan

Format Pengamatan: No Nama siswa Keaktifan siswa Keaktifan siswa Jumlah Nilai Ket

66

mengikuti pembelajaran

dalam membuat film

skor

Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut.

1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = cukup 4 = baik 5 = sangat baik

Menghitung nilai Skor perolehan Nilai = x 100 = Skor maksimal (10) Keterangan diisi dengan kriteria berikut.

Nilai 10 – 29 = sangat kurang Nilai 30 – 49 = kurang Nilai 50 - 69 = cukup Nilai 70 – 89 = baik Nilai 90 – 100 = sangat baik

Berdasarkan temuan yang diperolah peneliti, dapat dijelaskan rincian RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut.

1. RPP tersebut menuliskan Identitas Mata Pelajaran, yang meliputi: a. Satuan Pendidikan, yaitu SMA Negeri 4 Surakarta b. Kelas/Semester, yaitu kelas XI semester II c. Mata Pelajaran/Tema Pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia d. Alokasi waktu, yaitu 4 x 45 menit (2 x pertemuan)

2. Standar Kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta

didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. 3. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir, yaitu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama. 4. Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator kompetensi merupakan perilaku yang dapat diukur atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi

67

dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Contoh kata kerja operasional antara lain mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktikkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan. Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar dan disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagi berikut.

a. Menghayati watak tokoh yang akan diperankan.

b. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.

c. Menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam pementasan drama.

5. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaranmenggambarkan proses dan hasil belajar yang

diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan

pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan indikator yang telah

ditentukan. Tujuan yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah

sebagai berikut.

a. Siswa mampu menghayati watak tokoh yang akan diperankan.

b. Siswa mampu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan

drama.

c. Siswa mampu menanggapi penampilan dialog para tokoh dalam

pementasan drama.

6. Materi Ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,

yang ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator

pencapaian kompetensi. Materi ajar yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh

guru SG berupa penghayatan watak dan pengekspresian dialog. Masih dirasa

kurang, apabila hanya menyebutkan butir-butir mengenai materi ajar tanpa

penjelasan yang spesifik. Hal tersebut menjadikan terlihat kurang persiapan

dalam mempersiapkan materi yang akan digunakanan dalam pembelajaran.

7. Metode Pembelajaran yang Akan Digunakan Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar

68

atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode

pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta

karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada

setiap mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan semua metode yang akan

digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Metode pembelajaran

yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG yaitu, inkuiri, diskusi,

demonstrasi, tanya jawab, dan penugasan.

Mengenai metode yang digunakan menurut peneliti sudah sangat variatif

dan sesuai dengan pembahasannya yaitu pembelajaran apresiasi drama.

8. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan pertama

a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru SG adalah memberitahu tujuan pembelajaran dan manfaat yang bisa diambil setelah kegiatan pembelajaran. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan materi drama.

2) Siswa diberi naskah drama dan mengerjakan soal-soal.

3) Siswa membuat cerita pendek sebagai bahan pemuntukan naskah

dialog.

4) Siswa maju memabacakan hasil karyanya dan siswa yang lain

menganggapi.

Pertemuan kedua a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan

69

memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru SG adalah bertanya jawab mengenai kesulitan yang dihadapi. b. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru SG adalah sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan materi.

2) Siswa maju mendemonstrasikan adegan dalam drama.

3) Siswa diputarkan sebuah film dan mengerjakan soal-soal.

4) Guru dan siswa berdiskusi mengenai film berdasarkan jawaban

siswa.

c. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut, pada RPP yang dipakai oleh guru SG penutup tertulis siswa dan guru mengadakan refleksi.

9. Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan

kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator

pencapaian kompetensi. Media yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh guru

SG adalah sebagai berikut.

a. Bulu materi

b. Teks drama

c. Film

10. Penilaian Hasil Belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan

dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar

penilaian. Penilaian hasil belajar yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh

guru SG adalah sebagai berikut.

a. Teknik : tugas individu dan kelompok

b. Bentuk Instrumen : soal uraian, unjuk kerja dan format pengamatan