PELAKSANAAN PASAL 21 PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR …repository.ub.ac.id/3312/1/Abdurahman.pdf ·...
Transcript of PELAKSANAAN PASAL 21 PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR …repository.ub.ac.id/3312/1/Abdurahman.pdf ·...
PELAKSANAAN PASAL 21 PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 39
TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN
PAJAK REKLAME TERKAIT PENAGIHAN PAJAK REKLAME
(Studi di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh
Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum
Oleh :
ABDURAHMAN
NIM.155010109111007
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2017
IDENTITAS TIM PENGUJI
Nama : Lutfi Effendi, SH. M.Hum
NIP : 196008101986011002
NIDN : 0010086004
Golongan : IV a
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
E-Mail : [email protected]
Bagian : Hukum Administrasi Negara
Nama : Agus Yulianto, S.H., M.H
NIP : 195907171986011001
NIDN : 0017075905
Golongan : III d
Jabatan Fungsional : Lektor
E-Mail : [email protected]
Bagian : Hukum Administrasi Negara
Nama : Arif Zaiunudin, S.H., M.Hum,
NIP : 197201232003121001
NIDN : 0023017202
Golongan : III c
Jabatan Fungsional : Lektor
E-Mail : [email protected]
Bagian : Hukum Tata Negara
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pasal 21 Peraturan Bupati Blitar
Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame terkait
penagihan pajak reklame. Dalam Pelaksanaan penerimaan pajak daerah masih terbentur
pada berbagai kendala, salah satu kendalanya adalah tingginya angka tunggakan pajak,
baik yang murni penghindaran pajak (tax avoidance) dari masyarakat karena masyarakat
merasa rugi bila membayar pajak maupun ketidakmampuan masyarakat dalam membayar
utang pajak. Di Kabupaten Blitar banyak ditemui wajib pajak reklame di Kabupaten
Blitar yang tidak membayar pajak terutang dalam kurun waktu yang melebihi jangka
waktu pembayaran, sehingga menyebabkan tidak optimalnya pemungutan pajak guna
menunjang pendapatan asli daerah, oleh karena itu Badan Pendapatan Daerah
melaksanakakan Penagihan dengan tahap – tahap yang sudah diatur dalam Pasal 21
Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2012 tersebut. Peraturan tersebut di buat sebagai cara
pemerintah daerah menyelamatkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna sebagai
pembiayaan pembangunan daerah.
Kata Kunci : Pelaksanaan Pasal, Penagihan Pajak, Pajak Reklame.
ABSTRACT
This study aims to find out the implementation of Article 21 of Blitar Regent Regulation
No. 39 of 2012 on Guidelines for Implementation of Tax Collection Advertisement
related to bill advertisement tax bill. In the implementation of local tax revenues still
hung on various obstacles, one of the obstacles is the high rate of tax arrears, both the
pure tax evasion (tax avoidance) of the community because people feel loss when paying
taxes and the inability of the community in paying tax debt. In Blitar regency, there are
many taxpayers in Blitar regency who do not pay the tax payable in the period that
exceeds the payment period, thus causing a non-optimal tax collection to support the
original revenue of the region, therefore the Regional Revenue Board conducts billing
with stages Already regulated in Article 21 of Regulation of the Regent Number 39 of
2012. The regulation is made as a means of local government to save the potential of
local revenue (PAD) in order to finance regional development.
Keywords: Implementation of Article, Tax Billing, Advertising Tax.
ATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada henti hingga penulis dapat
sampai pada tahap ini, khususnya dengan selesainya skripsi ini. Terimakasih
penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rachmad Safa’at, SH. M.Si, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang.
2. Bapak Lutfi Effendi, SH. M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara atas bimbingan dan motivasinya.
3. Bapak Agus Yulianto, S.H., M.H, dan Bapak Arif Zaiunudin, S.H.,
M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu, memberi
masukan, dan senantiasa membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi
ini dari awal hingga selesai. Semoga Bapak sekalian diberikan kesehatan
selalu, serta kelancaran dalam setiap urusan dan pekerjaan Bapak sekalian.
4. Bapak Drs. Ismuni, M.M., selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar yang sudah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian skripsi di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar serta
mendampingi dan membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.
5. Bapak Ir. A. Irianto, MM., selaku Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Blitar yang telah memberi izin penulis dalam
melaksanakan penelitian skripsi di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar.
6. Bapak Bambang Sugeng, S.E., selaku Kepala Seksi Penagihan, Bidang
Penagihan dan Keberatan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
yang telah mendampingi dan membantu penulis dalam menyusun skripsi
ini.
7. Bapak Junaidi, S.E., dan Bapak Winarno S.H., selaku Seksi Penagihan, Bidang
Penagihan dan Keberatan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar yang
bersedia menjadi narasumber dan memberikan informasi dala penyusunan
skripsi ini.
8. Kedua orang tua penulis Bapak Tember Mu’in dan Endang Kristyawati
yang senantiasa memberikan doa, dukungan, serta arahan yang tiada henti
kepada penulis. Semoga Ayah dan Ibu selalu diberikan kesehatan dan
umur yang barakah.
9. Saudara-saudara penulis Nadia Rahmawati, Ennys Kurniawati, Endhy
Bastyan, Himawan Setiaji, Bella Palupi Suharianto, dan Charisma Putri
Suharianto yang selama ini memberikan semangat serta do’a. Semoga
kalian semua diberikan kelancaran dalam setiap urusan dan pekerjaan
kalian.
10. Bara Nuansa, Danu Waskito Aji, Aditya Darmawan, Arsyad Rahmandani,
Indra Ikhsan Novtrian, Wildan Akbar Hasemi, Ahmad Reza, Karina Jenik
Farizki, Adelia Anes, Gilang Prasetyo Rahman, Nia Marisa dan semua
sahabat- sahabat penulis yang telah memberikan semangat dan motivasi
serta doanya selama penulisan skripsi ini.
11. Pihak-pihak lain yang turut membantu selesainya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, sehingga masukan dan
kritik akan selalu penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses pembuatan skripsi
ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu hingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar dibalas oleh Allah
SWT dengan limpahan Rahmat dan karuniaNya. Diharapkan skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Malang, 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
RINGKASAN ....................................................................................................... viii
SUMMARY ............................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 14
A. Tinjauan Umum tentang Konsep Pelaksanan................................................... 14
B. Tinjauan Umum tentang Teori Efektifitas Hukum ........................................... 16
C. Tinjauan Umum tentang Pajak Daerah............................................................. 20
D. Tinjauan Umum tentang Pajak Reklame .......................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 42
A. Jenis Penelitian ................................................................................................ 42
B. Pendekatan Penelitian ...................................................................................... 42
C. Alasan Lokasi Penelitian ................................................................................. 43
D. Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 43
E. Teknik Pengambilan/Pengumpulan Data ........................................................ 45
F. Populasi dan Sampling ..................................................................................... 46
G. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 47
H. Definisi Operasional ........................................................................................ 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 50
A. Gambaran Umum Kabupaten Blitar ................................................................ 50
1. Keadaan Umum Kabupaten Blitar ............................................................. 50
2. Visi dan Misi Kabupaten Blitar................................................................... 51
3. Keadaan Demografi Kabupaten Blitar ........................................................ 53
4. Jumlah Penduduk Per Kecamatan ............................................................... 55
5. Administrasi Pemerintahan ......................................................................... 55
6. Letak Geografis ........................................................................................... 57
7. Kondisi Iklim dan Topografi ....................................................................... 58
8. Potensi Daerah ............................................................................................ 59
B. Gambaran Umum Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar................................. 65
1. Sejarah Badan Pendapatan Kabupaten Blitar .............................................. 65
2. Visi dan Misi Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar ....................... 66
3. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ................................................................... 68
4. Struktur Organisasi ..................................................................................... 69
C. Pelaksanaan Penagihan Pajak Reklame di Kabupaten Blitar berdasarkan Pasal
21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame ....................................................... 76
Pelaksanaan Penagihan Pajak Reklame .......................................................... 79
D. Hambatan dan solusi dalam pelaksanaan penagihan pajak di Kabupaten Blitar
berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame ....................................... 89
1. Kurangnya Sumber Daya Manusi (SDM) Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar untuk melaksanakan penagihan pajak reklame .............. 89
2. Kurangnya Kesadaran Pajak ....................................................................... 91
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 96
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 96
B. Saran ................................................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 99
LAMPIRAN ......................................................................................................... 102
DAFTAR TABEL
Tabel. 1 Keaslian Penelitian ..................................................................................... 6
Tabel. 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Blitar per Kecamatan ............................... 54
Tabel. 3 Jumlah Pegawai Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar ................ 75
Tabel. 4 Jumlah Reklame Kabupaten Blitar .......................................................... 80
Tabel. 5 Piutang Pajak Reklame ............................................................................ 83
Tabel. 6 Hasil Penelitian Kesadaran Wajib Pajak .................................................. 83
Tabel. 7 Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Blitar .......................... 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah :
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang
berlandaskan Pancasila dimana rasa kemanusiaan dijunjung tinggi sebagai nilai
dasar dalam kehidupan bangsa Indonesia yang termuat dalam Sila ke kelima yaitu
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satunya dengan adanya Otonomi
Daerah, yang dalam pelaksanaanya didasarkan pada Pasal 18 ayat 1 Undang –
Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa :
Negara Kesatuan Repubik Indonesia dibagi atas daerah – daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap – tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintah daerah yang diatur dengan undang undang.
Lalu Otonomi daerah juga ditegaskan pula dalam ayat (2) yang
menyebutkan bahwa “pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan”.
Dari pasal – pasal diatas dapat disimpulkan Pengertian daerah otonom
dimaksud agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan
kemampuannya sendiri yang tidak bergantung kepada pemerintah pusat, oleh
karena itu daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus
dan mengatur rumah tangganya sendiri melalui sumber – sumber pendapatan yang
dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan yang dikuasai oleh daerah dengan
batas-batas kewenangan yang ada dan selanjutnya digunakan untuk membiayai
semua kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri.
2
Maka daerah otonom diharapkan mempunyai pendapatan sendiri untuk
membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya, pemerintahan daerah tidak
dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup
untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, keuangan inilah merupakan
salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengurus rumah tangganya sendiri.1 Dalam hal ini salah satu sumber pendapatan
daerah yaitu bersumber dari Pajak Daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (10) Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan bahwa :
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Dari definisi tersebut pengertian pajak daerah merupakan iuran wajib dalam
hal ini di kelola oleh pemerintah daerah dan untuk membiayai kebutuhan
pemerintah daerah termasuk pembangunan daerah dengan tanpa memperoleh
imbalan secara langsung. Pajak daerah adalah iuran wajib oleh orang perorangan
ataupun badan hukum kepada pemerintah daerah tanpa mendapatkan imbalan
secara langsung yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang yang
berlaku kemudian dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan
kebutuhan daerah.2 Pengenaan pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang
penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
1 Sony Lazio, 2012, Pengertian dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah,
https://bemfisipgaluhkomisariatpangandaran.wordpress.com/2011/10/26/sumber-sumber-
penerimaan-daerah/, (15 April 2017) 2 Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Rajawali Pers, Depok,
2005, hlm 7.
3
daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggung jawab.
Pajak daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah, sebagai sumber pendapatan daerah yang
penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah. Pajak daerah dibedakan sesuai yang mengelolanya terbagi menjadi dua,
yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Sedangkan pajak provinsi terdiri
dari bea balik nama kendaraan bermotor, pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air, pajak air permukaan, serta pajak rokok.3
Sedangkan Pajak kabupaten atau kota terdiri dari Pajak Sarang Burung
Walet, Pajak Parkir, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Mineral Bukan Logam
Bebatuan, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restoran Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2)
serta Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)4. Pajak
Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota salah satunya
adalah Pajak Reklame sebagai tempat untuk mempromosikan suatu usaha baik
berskala kecil ataupun besar. Dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa pajak reklame
merupakan jenis pajak kabupaten atau kota. Pemungutan pajak dan Retribusi
daerah diserahkan kepada pemerintah daerah untuk mengaturnya melalui
peraturan daerah sesuai dengan asas otonomi daerah.
3 Pasal 2 Ayat 1 Undang – Undang 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran
negara Nomor 5049. 4 Pasal 2 Ayat 2 Undang – Undang 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran
negara Nomor 5049.
4
Reklame yaitu benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak
ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,
orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau
dinikmati oleh umum.5
Di dalam upaya menyampaikan informasi atau pesanya kepada konsumen
yang tersebar luas diberbagai tempat, serta untuk menjamin agar pesan atau
informasi mengenai produk yang akan disampaikan melalui teknik pembayaran
pajak dan maka dari itu pihak yang memiliki Reklame tersebut wajib memenuhi
peraturan yang sudah ditetapkan. Ditinjau dari segi mekanisme pemungutanya,
pajak atas reklame sebenarnya praktis dan tidak begitu banyak menuntut
perangkat fiskus, khususnya dibidang administrasi pemungutanya karena objek
pajak jelas, penetapan besarnya didasarkan pada laporan. Penagihan pajak yang
efektif merupakan sarana yang tepat untuk mencapai target penerimaan pajak
yang maksimal. Apabila kekurangan pajak yang tercantum pada surat ketetapan
pajak dan surat tagihan pajak tersebut sampai dengan jatuh tempo, maka
penagihan pajak dianggap perlu untuk dilaksanakan sebagai salah satu upaya
pencapaian penerimaan pajak. Dalam kegiatan penagihan pajak tidak semua wajib
pajak taat dan mematuhi semua peraturan perpajakan.
Optimalisasi penerimaan pajak masih terbentur pada berbagai kendala, salah
satu kendalanya adalah tingginya angka tunggakan pajak, baik yang murni
penghindaran pajak (tax avoidance) dari masyarakat karena masyarakat merasa
rugi bila membayar pajak maupun ketidakmampuan masyarakat dalam membayar
5 Pasal 1 Ayat 27 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak daerah dan
Retribusi daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan
Lembaran negara Nomor 5049.
5
utang pajak.6 Kali ini penulis tertarik menulis peneletian mengenai pelaksanaan
dalam penagihan Pajak Reklame di Kabupaten Blitar yang diatur dalam Pasal 21
Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Reklame yang dalam pasal tersebut berbunyi :
(1) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak
dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran,
surat peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus
melunasi pajak yang terutang.
(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala
DPPKAD dan atau Kepala SKPD yang ditunjuk.
Karena di Kabupaten Blitar, fakta di lapangan banyak wajib pajak reklame
di Kabupaten Blitar yang tidak membayar pajak terutang dalam kurun waktu yang
melebihi jangka waktu pembayaran, sehingga menyebabkan tidak optimalnya
pemungutan pajak guna menunjang pendapatan asli daerah, oleh karena itu Badan
Pendapatan Daerah melaksanakakan Penagihan dengan tahap – tahap yang sudah
diatur dalam Pasal 21 Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2012 tersebut, tidak
sampai disitu ada beberapa wajib pajak yang dilakukan penagihan dengan surat
peringatan, surat paksa, bahkan penagihan seketika dan sekaligus tetap tidak
melunasi, sehingga Badan Pendapatan Daerah berwenang menertibkan reklame
tersebut.7
Selain itu sejauh ini belum ada bentuk penelitian khusus yang mendasar
tentang bagaimana Pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun
6 Derlina Sutria Tunas, Efektifitas Penagihan Tunggakan Pajak Dengan
Menggunakan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado, Jurnal EMBA,
Volume 1, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Manado, hlm 1521. 7 Hasil wawancara dengan Staff Seksi Penagihan, Bidang Penagihan dan Keberatan,
Ahmad Junaidi S.E., Tanggal 12 April 2017 di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
6
2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame Terkait
Penagihan Pajak Reklame. Tetapi ada beberapa penelitian yang mengangkat karya
ilmiah tentang penagihan Pajak Reklame dari aspek pandangan yang berbeda
seperti:
Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan:
No Judul Nama Univesitas Keterangan Rumusan
Masalah
1. Penerapan
Sanksi
Administras
i terhadap
Penyimpang
an
Penyelengga
raan
Reklame di
Kota
Malang
Berdasarkan
Peraturan
Walikota
Malang
Nomor 19
Tahun 2013
Risma
Whulan
Sari
2014
Fakultas
Hukum
Universita
s
Brawijaya
Banyaknya
Reklame yang
tidak berizin
oleh
Penyelenggara
Reklame tetapi
tidak mendapat
tanggapan oleh
Penyelenggara
Reklame. Oleh
karena itu
Pemerintah Kota
Malang
melakukan Surat
Keputusan
Mencabut Izin
pada
Penyelenggara
Reklame
tersebut dan
menyerahkan
surat kepada
SATPOL PP
Kota Malang
guna melakukan
penindakan
sesuai peraturan
– peraturan yang
berlaku.
1. Apakah
sanksi
administrasi
telah
diberlakukan
untuk
pelanggaran
reklame
Peraturan
Walikota
Nomor 19
Tahun 2013
tentang
Perizinan
Reklame
2.Bagaimanaka
h penerapan
sanksinya bila
ada kesalahan
pada proses
penyelenggara
an Reklame
kepada
Pemohon serta
Pemerintah
Kota?
2. Analisis
Efetifitas
dan
KONTRIB
USI
TINDAKA
Mala
Rizkika
Velayat
i
2013
Fakultas
Ilmu
Administr
asi
Universita
s
Penelitian ini
dilakukan atas
dasar semakin
meningkatnya
tunggakan pajak
yang sulit
1. Bagaimana
tingkat
efektivitas
tindakan
penagihan
pajak
7
N
PENAGIHA
N PAJAK
AKTIF
DENGAN
SURAT
TEGURAN
DAN
SURAT
PAKSA
SEBAGAI
PENCAIRA
N
TUNGGAK
AN PAJAK
(Studi di
KPP
Pratama
Batu Tahun
2010-2012)
Brawijaya tertagih. Kantor
Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama
Batu adalah
salah satu KPP
di lingkungan
Kantor Wilayah
Direktorat
Jenderal Pajak
Jawa Timur III.
KPP Pratama
Batu mempunyai
jumlah
perkembangan
tunggakan pajak
yang meningkat
sejak tahun 2010
hingga 2012.
Hal ini perlu
guna pencairan
tunggakan pajak.
sebagai
pencarian
tunggakan
pajak?
2. Berapa
tingkat
kontribusi
tindakan
penagihan
pajak
menggunaka
n Surat
Paksa dan
Teguran
dalam
pencairan
tunggakan
pajak?
3. PENERAP
AN
PENEGAK
AN
HUKUM
PAJAK
REKLAME
DI
KABUPAT
EN
TULANG
BAWANG
Fricilia
2016
Fakultas
Hukum
Universita
s
Lampung
Permasalahan
dalam penelitian
ini adalah
bagaimanakah
penerapan
penegakan
hukum pajak
reklame di
Kabupaten
Tulang
Bawang dan
apakah faktor
pendukung dan
penghambat
penegakan
hukum pajak
reklame di
Kabupaten
Tulang Bawang.
1.Bagaimanaka
h penerapan
penegakan
hukum pajak
reklame di
Kabupaten
Tulang
Bawang?
2. Faktor-faktor
apakah yang
menjadi
pendukung
dan
penghambat
terhadap
penegakan
hukum pajak
reklame di
Kabupaten
Tulang
Bawang?
Sumber : BKG digilib Univeristas Brawijaya & digilib Universitas Lampung
Berdasarkan penelitian yang berjudul Penerapan Sanksi Administrasi
Terhadap Penyimpangan Penyelenggaraan Reklame di Kota Malang Berdasarkan
8
Perwali Malang Nomor 19 Tahun 2013 yang disusun oleh Risma Whulan Sari,
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 2014 memiliki persamaan
dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu penelitian ini memiliki latar
belakang yang sama tentang penyimpangan penyelenggaraan reklame, yang
membedakan adalah dalam penelitian ini lebih mengkaji permasalahan mengenai
izin reklame yang berada di Kota Malang.
Dalam Penelitian Analisis Efektifitas dan Kontribusi Tindakan Penagihan
Pajak Aktif dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Sebagai Pencairan Tunggakan
Pajak (Studi di KPP Pratama Batu Tahun 2010-2012) yang di susun oleh Mala
Rizkika Velayati, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya pada tahun
2013 memiliki persamaan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu mengkaji
permasalahan tentang tindakan penagihan sehingga diberikan surat teguran
sampai surat paksa, yang membedakan adalah dalam penelitian ini membahas
mengenai penagihan Pajak bukan Pajak Daerah yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Batu.
Dalam Penelitian Penerapan Penegakan Hukum Pajak Reklame di
Kabupaten Tulang Bawang yang di susun oleh Fricilia, Fakultas Hukum
Universitas Lampung pada tahun 2016 memiliki persamaan dengan penelitian
yang penulis lakukan yaitu mengkaji Pemungutan Pajak Reklame, yang
membedakan adalah dalam penelitian ini membahas mengenai Pemungutan Pajak
dan Penegakan Hukum serta Sanksi Administratif terhadap Wajib Pajak Reklame
di Kabupaten Tulang Bawang.
Berdasakan pemaparan diatas, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012
9
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame Terkait Penagihan
Pajak Reklame (Studi di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar)
B. Rumusan Masalah :
Bertitik tolak dari uraian dalam latar belakang permasalahan di atas maka
perumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan penagihan pajak reklame di Kabupaten
Blitar berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun
2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame ?
2. Apa hambatan dan solusi dalam pelaksanaan penagihan pajak di
Kabupaten Blitar berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar
Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan
Pajak Reklame ?
C. Tujuan Penelitian :
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis efektifitas pelaksanaan penai pajak reklame di
Kabupaten Blitar berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar
Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan
Pajak Reklame.
2. Untuk menganalisis hambatan yang dihadapi beserta solusi dalam
pelaksanaan penagihan pajak di Kabupaten Blitar berdasarkan
Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame.
10
D. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penulisan ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil
dari penulisan tersebut. Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penelitian ini mencakup kegunaan teoritik dan kegunaan praktis, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti
untuk pengetahuan dan pengembangan ilmu hukum dan khususnya pada
ilmu Hukum Administrasi Negara mengenai pelaksanaan penagihan pajak
di Kabupaten Blitar berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor
39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Reklame
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi:
a. Bagi Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
Diharapkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis
dapat memberikan masukan berupa pemikiran sebagai usaha bagi
Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar mengenai dalam
pelaksanaan penagihan pajak di Kabupaten Blitar berdasarkan
Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame.
11
b. Mahasiswa
Diharapkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis
dapat memberikan wacana dan wawasan baru bagi mahasiswa
fakultas hukum khususnya dan mahasiswa secara umum mengenai
pelaksanaan penagihan pajak di Kabupaten Blitar berdasarkan
Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame.
c. Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis
dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat sejauh mana
Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar dalam hal ini Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar telah memiliki peraturan
mengenai Peraturan dalam penagihan pajak reklame yang tertuang
dalam Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi ke dalam bab-bab yang
menguraikan permasalahannya secara tersendiri . Didalam satu konteks yang
saling berkaitan satu dengan lainnya. Penulis membuat sistematika dengan
membagi pembahasan keseluruhan kedalam 5 (lima) bab terperinci. Adapun
bagian-bagianya adalah :
12
BAB I : PENDAHULUAN
Di dalam penulisan ini berupa pendahuluan yang akan memberikan
gambaran secara objektif untuk memasuki materi selanjutnya. Pendahuluan
ini pada bab I sebab merupakan pengantar yang menggambarkan secara
umum inti permasalahan di samping untuk memudahkan pembaca dalam
memahami isi keseluruhan skripsi. Pada bab ini diuraikan mengenai
permasalahan hukum atau latar belakang penulisan. Perumusan masalah
sebagai dasar dalam bab ini juga memberikan tujuan penelitian juga manfaat
penelitian dan metodologi yang digunakan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan lebih dalam mengenai teori – teori yang
melandasi penulisan dan pembahasan yang berkaitan dengan judul. Teori ini
akan diperoleh dari studi kepustakaan dan digunakan sebagai kerangka
untuk memudahkan penulisan penelitian yaitu Kajian umum tentang
Efektifitas Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame Penagihan Pajak
Reklame
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, metode pendekatan, lokasi
penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, populasi dan
sampel, analisis data, dan definisi operasional.
13
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil pembahasan yang dilakukan peneliti dengan berpedoman
pada metode penelitian yang digunakan sehingga dapat terjawab
permasalahan-permasalahan di bahas dalam penelitian ini.
BAB V: PENUTUP
Di dalam bab ini mengenai penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan
saran – saran dari penulis. Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang
jawaban dari perumusan masalah. Agar lebih jelas, bagian kedua adalah
saran yang merupakan rekomendasi penulis kepada dunia ilmu pengetahuan
di bidang hukum.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pelaksanaan
Pada dasarnya pelaksanaan atau implementasi hukum di dallam kehidupan,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mempunyai arti yang sangat penting.
Untuk tercapai tidaknya suatu tujuan hukum dipengaruhi oleh pelaksana hukum
dimana pelaksana hukum tersebut dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kinerja yang baik. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn, Meter dan
Horn mengemukakan bahwa terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yakni:8
1. Standart dan sasaran kebijakan, dimana standart dan saran kebijakan
harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standart
dan saran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi intepretasi dan
mudah menimbulkan konflik di antara para agen inplementasi;
2. Sumber daya, dimana implementasi kebijakan perlu dukungan
sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non
manusia;
3. Hubungan antar non organisasi, yaitu dalam banyak program,
implementor sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan
8Ebony Marenden, Implementasi Kebijakan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan di
Kabupaten Mamuju, Makassar, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
Program Studi Administrasi Negara, Universitas Hasanuddinm 2011,
http://respository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1150/EBONY%20MARENDEN.pdf/se
quence=1, diakses September 2016.
15
instansi lain, sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar
instansi bagi keberhasilan suatu program;
4. Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup struktur birokrasi,
norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi
yang semuanya itu akan mempengarui implementasi suatu program;
5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumber
daya ekonomi lingkunngan yang dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan, serta apakah
elite politik mendukung implemetasi kebijakan;
6. Disposisi implementator yang mencakup tiga hal yang penting, yaitu
respon implementator terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu
pemahaman terhadap kebijakan, intensitas disposisi implementator,
yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementator.
Dalam pelaksanaan hukum bisa terjadi suatu pelanggaran hukum, karena itu
perlu diadakan pelaksanakan penegakan hukum (law enforcement) sebagai bagian
dari yurisdiksi negara.9 Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan
ide-ide tersebut menjadi suatu kenyataan.10
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa
penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
9H. Ahmad Sukardjo, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dalam
Prespektif Fikih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta 2012, hlm. 243. 10
Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar
Baru, Bandung, 1993, hlm.15.
16
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan nilai yang mantap
dan mengejawentah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
akhir untuk menciptakan (sebagai social enginering), memelihara dan
mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.11
B. Kajian Umum Tentang Efektifitas Hukum
Efektifitas berasal dari kata efek yang artinya pengaruh yang ditimbulkan
oleh sebab, akibat/dampak. Efektif yang artinya berhasil, sedang efektifitas
menurut bahasa ketepatan gunaan, hasil guna, menunjang tujuan. Sedangkan,
efektifitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasil gunaan
hukum, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan hukum itu
sendiri. Bila membicarakan efektifitas hukum dalam masyarakat berarti
membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa
masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektifitas hukum dimaksud berarti
mengkaji kaidah hukum yang memenuhisyarat, yaitu berlaku secara yuridis,
berlaku secara sosiologis, dan berlaku secara filosofis.
Secara etimologi, kata efektivitas berasal dari kata efektif sebagai
terjemahan dari kata effective dalam bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesia
memiliki makna berhasil, dan dalam bahasa Belanda dikenal kata effectief yang
memiliki makna berhasil guna. Secara umum, kata efektivitas menunjukkan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika
hasilnya semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Dalam
konteks dengan hukum, maka efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan
11
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Jakarta, Bina Cipta, 1983, hlm.13.
17
sebagai keberhasilanyaitu keberhasilan dalam mengimplementasikan hukum itu
sendiri dalam tatanan masyarakat.
Suatu penegakan hukum merupakan suatu tindakan nyata untuk
mewujudakan suatu keadilan dan kepastian hukum. Penegakan hukum ada
dasarnya adalah proses dari kumpulan ide-ide yang di wujudakan demi
memperoleh kesejahteraan masyarakat. Penegakan hukum adalah suatu proses
yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberlakukan norma-norma hukum
secara nyata sebagai pedoman berperilaku dalam hubungan bermasyarakat dan
bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan
konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyataan dan penegakan
hukum merupakan suatu proses ya.ng melibatkan banyak hal.
Hukum adalah sebuah pedoman masyarakat dalam bersikap dan berperilaku
secara pantas. Suatu penegakan hukum dapat dikatakan efektif apabila hukum
tersebut telah berhasil mencapai tujuannya dalam mengatur suatu hal. Efektifitas
hukum artinya suatu penegakan hukum yang dilihat dari keberhasilannya
mencapai tujuan pembentukan hukum tersebut. salah satu upaya agar hukum
tersebut mencapai tujuannya adalah dengan memberikan sanksi-sanksi.
Sedangkan menurut Lawrence M. Friedmann efektif tidaknya suatu
peraturan dapat dilihat dari tiga elemen yaitu:12
12
Lawrence M. Friedmann, Sistem Hukum Prespektif Ilmu Sosial, Nusa Media,
Bandung, 2011,hlm.15-17
18
a. Substansi
Substansi ialah tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan-
ketentuan mengenai bagaimana institusi-institusi itu harus berperilaku.
b. Struktur
Struktur sebuah sistem adalah kerangka badannya, adalah bentuk
permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang keras
yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalambatas-batasnya.
c. Kultur Hukum
Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial. Kultur Hukum
mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum, adat kebiasaan,
opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarahkan kekuatan-kekuatan
sosial menuju ata umenjauh dari hukum dan dengan cara-cara tertentu.
Sedangkan faktor-faktor penghambat efektifitas penegakan hukum menurut
Soerjono Soekamto adalah sebagai berikut :13
a. Faktor hukumnya sendiri
Hukum mempunyai fungsi sebagai keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Dalam kenyataannya akan selalu terjadi pertentangan
keadilan dengan kepastian dikarenakan bentuk keadilan adalah abstrak
sedangkan bentuk kepastian adalah konkrit. Suatu penegakan hukum tidak
hanya dilihat dari sisi kepastiannya saja atau terpatok dengan peraturan
13
Soerjono Soekamto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hal.15
19
perudang-undangan saja. Untuk dapat menegakkan hukum selain melihat
sisi kepastian hukumnya juga dilihat sisi keadilannya.
b. Faktor penegak hukum
Faktor ini ditujukan kepada para pihak yang membuat ataupun
menerapkan hukum atau law enforecment. Bagian bagian dari law
enforecment tersebut adalah para aparatur penegak hukum yang dapat
memberikan kepastian dan keadilan dari suatu hukum. Dalam hal ini para
aparatur penegak hukum memiliki kedudukan (status)
c. Faktor sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai faktor pendukung
hukum dalam mencapai tujuannya. Ruang lingkup dari faktor pendukung
tersebut adalah sarana dan prasarana fisik. Fasilitas pendukung tersebut
adalah manusia yang berpendidikan, organisasi yang baik, peralatan yang
mumpuni, keuangan yang cukup dan diatur secara teratur dan lain-lain.
d. Faktor masyarakat
Pembuatan hukum haruslah memperhatikan keserasian tentang
norma hukum tersebut dengan keadaan masyarakat yang siatur oleh norma
tersebut. Masyarakat modern tidak bisa disamakan dengan masyarakat
adat dalam hal penegakan hukum. Masyarakat modern akan lebih terbuka
dan dapat menerima norma-norma hukum yang baru sedangkan
masyarakat adat yang masih memiliki kepercayaan yang kuat akan lebih
sulit diterapkan suatu norma yang baru. Masyarakat adat lebih memilih
memegang teguh aturan adatnya yang telah diterapkan oleh leluhurnya
20
karena mereka memiliki pendapat tidak selamanya perubahan
mendatangkan kebaikan.
e. Faktor kebudayaan
Faktor kebudayaan ini di titikberatkan pada sistem nilai-nilai yang
menjadi inti dari sebuah kebudayaan spiritual atau non material.
Kebudayaan hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang
merupakan dasar dari suatu hukum yang diberlakukan. Nilai-nilai yang
terkandung dalam kebudayaan merupakan bentuk abstrak dari suatu norma
yang dibuat dalam bentuk konkrit atau bentuk peraturan perundang-
undangan.
C. Kajian Umum Pajak Daerah
1. Pengertian Pajak Daerah
Menurut bahasa, kata pajak dikenal sebagai tax (Inggris), import
contribution, droit (Prancis), steuer, abagade, gebuhr (Jerman), tributo,
gravamen, tasa (Spanyol), Belasting (Belanda). Beberapa para sarjana
mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian pajak, salah satunya
ialah Dr. Soeparman Soemahamidjaja. Menurut Dr. Soeparman
Soemahamidjaja, Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.14
Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani, Pajak merupakan iuran pada negara
(yang dapat dipaksa) yang terutang oleh wajib membayarnya berdasar
14
Yuswanto, dkk., Hukum Pajak, PKKPUU FH Unila, Bandar Lampung, 2007, hlm. 3.
21
peraturan terkait, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat dipilih, dan gunanya sebagai pembiayaan pengeluaran umum
berhubung kepada tugas negara guna terselenggaranya pemerintahan.15
Dari definisi menurut Adriani, pajak dianggap sebagai pengertian yang
merupakan spesies dari sebuah genus berupa pungutan. Dengan demikian,
ruang lingkup pemungutan lebih luas dari pajak. Di dalam definisi
tersebut, terlihat bahwa ia menekankan fungsi budgetaire (keuangan)
pajak, sekalipun sebenarnya pajak masih memiliki fungsi lain yang juga
sangat penting, yakni fungsi mengatur. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro,
S.H., memberikan definisi pajak bahwa pajak adalah iuran terhadap negara
sesuai undang-undang dan dapat dipaksakan, dengan tidak mendapatkan
timbal balik langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan guna
pembayaran pengeluaran umum.16
Hukum pajak, yang disebut dengan hukum fiskal, adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah
untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan
bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum
antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang
berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak).17
Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang
dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam
15
R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama,
Bandung, 2010, hlm. 2 16
Dwiarso Utomo, dkk., Perpajakan: Aplikasi dan Terapan, Penerbit ANDI,
Yogyakarta, 2011, hlm.1 17
R. Santoso Brotodiharjo, Op. Cit., hlm. 1
22
peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum
ini; dalam pada itu adalah penting sekali bahwa tidak harus diabaikan
begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam
masyarakat tersebut. Pajak daerah berdasarkan Pasal 1 angka (10) Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari definisi diatas dapat dirangkum pengertian pajak daerah yaitu
iuran wajib dan di kelola oleh pemerintah daerah dan untuk membiayai
kebutuhan pemerintah daerah termasuk pembangunan daerah dengan tanpa
memperoleh imbalan secara langsung. Sedangkan menurut penulis definisi
pajak adalah, iuran wajib oleh orang pribadi ataupun badan hukum pada
pemerintah daerah tanpa mendapatkan imbalan secara langsung yang
dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku kemudian
dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan dan kebutuhan daerah.
Pengertian wajib pajak dijabarkan di Pasal 1 huruf a Undang – Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Kitab Undang Perpajakan (KUP) ialah orang
pribadi ataupun badan yang berdasarkan peraturan perundangan pajak
diatur guna melaksanakan kewajiban pajak, juga dalam hal ini pungutan
pajak atau pemotongan pajak. Seseorang atau suatu badan yang memenuhi
23
persyaratan menjadi wajib pajak diharuskan untuk melaksanakan
kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang harus dihormati oleh fiskus.18
Khusus untuk pajak daerah, ketentuan tentang siapa yang menjadi
wajib pajak harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah yang
menjadi dasar hukum pemungutan suatu jenis pajak daerah yang
diberlakukan pada suatu jenis pajak daerah yang diberlakukan pada suatu
provinsi atau kabupaten/kota.19
Terdapat beberapa prinsip umum dari pajak daerah yang
dikemukakan oleh Irwansyah Lubis, yaitu :20
a. Prinsip manfaat (benefit principle) suatu sistem pajak dikatakan adil
bila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak, sesuai dengan
manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah;
b. Kemampuan membeyar pajak (ability to pay);
c. Kemampuan membayar dengan keadilan vertikal dan struktur tarif
pajak;
d. Prinsip menyediakan pendapatan yang cukup naik dan elastis.
Artinya dapat mudah naik turun mengikuti naik turunnya
kemakmuran masyarakat;
e. Administrasi yang fleksibel artinya, sederhana, mudah dihitung
pelayanan memuaskan bagi wajib pajak;
18
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Formal, Graha Ilmu, 2010, hlm.1 19
Ibid., hlm 2 20
Irwansyah Lubis, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis Dengan
Pelaksanaan Hukum, Kompas Gramedia, Jakarta, 2010, hlm 70
24
f. Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul
motifasi dan kesadaran untuk memenuhi kapetuhan membayar pajak.
2. Jenis Pajak Daerah
Dalam literatur pajak dan public finance, pajak dapat
diklasifikasikan berdasar golongan, wewenang, dan sifat dan lain
sebagainya. Pajak Daerah termasuk klasifikasi pajak menurut wewenang
pemungutanya. Artinya, pihak yang berwenang dan berhak memungut
pajak daerah adalah pemerintah daerah. Selanjutnya, pajak daerah ini
dapat diklasifikasikan kembali menurut wilayah kekuasaan pihak
pemungutnya. Menurut wilayah pemungutanya pajak daerah dibagi
menjadi :21
a. Pajak Provinsi
Pajak Provinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh
pemerintah daerah tingkat provinsi. Berbagai Pajak Provinsi antara
lain adalah :22
1) Pajak Kendaraan Bermotor serta Kendaraan di atas air
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Air Permukaan
4) Pajak Rokok
21
Pasal 2 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran negara Nomor 5049. 22
Pasal 2 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran negara
Nomor 5049.
25
b. Pajak Kabupaten/Kota
Berbagai Pajak Kabupaten/Kota antara lain adalah:23
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam Bebatuan
7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Bawah Tanah
9) Pajak Sarang Burung Walet
10) Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
11) Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
3. Karakteristik Pajak Daerah
Karakteristik dari pajak daerah adalah sebagai berikut :24
a. Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak
dari negara disalurkan terhadap daerah guna menjadi Pajak
Daerah.
b. Penyerahan pajak daerah dilakukan berdasarkan Undang-
Undang.
23
Pasal 2 Ayat 2 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran negara
Nomor 5049. 24
Angger Sigit Pramukti dan Fuadi Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015), hlm. 25
26
c. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah
administratif yang dikuasainya berdasarkan kekuatan Undang-
Undang dan atau peraturan hukum lainnya.
d. Hasil dari pemungutan pajak daerah digunakan sebagai
pembiayaan terselenggaranya urusan rumah tangga daerah
atau guna pembiayaan terhadap pengeluaran daerah.
4. Fungsi Pajak Daerah
Pajak memiliki peran penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
di dalam keberlangsungan pembangunan karena pajak sebagai sumber
pendapatan daerah guna membiayai segala pengeluaran salah satunya
pengeluaran pembangunan. Sesuai hal tersebut maka pajak mempunyai
beberapa fungsi, yaitu :25
a. Fungsi Anggaran
Pajak daerah merupakan penyumbang pendapatan daerah,
dan juga pajak bertujuan guna membiayai pengeluaran daerah.
Untuk menjalankan tugas-tugas rutin daearah dan juga melakukan
pembangunan, daerah memerlukan biaya. Biaya tersebut salah
satunya diterima dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan
untuk pembiayaan rutin daerah, adapun seperti belanja barang,
pemeliharaan, belanja pegawai, dan lain sebagainya.
25
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005, hlm. 34
27
b. Fungsi Mengatur
Pemerintah dapat menentukan pertumbuhan ekonomi dengan
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi tersebut, pajak dapat digunakan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
c. Fungsi Stabilitas
Dengan pajak, pemerintah memiliki dana untuk membuat suatu
kebijakan yang memiliki hubungan dengan stabilitas harga sehingga
inflasi dapat dikendalikan, hal tersebut dapat dilaksanakan antara
lain dengan mengatur peredaran uang di masyarakat, penggunaan
pajak, pemungutan pajak secara efektif dan efisien.
C. Pajak Reklame
1. Pengertian Pajak Reklame
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka
26 dan 27, Pajak Reklame merupakan pajak atas penyelenggaraan
reklame. Lalu definisi reklame adalah benda, alat, perbuatan, ataupun
media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang guna tujuan komersial
menganjurkan, mempromosikan, memperkenalkan, atau lebih menarik
perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat
dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.
Pengenaan Pajak Reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk
mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
28
Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota,
pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah
tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum operasional
dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame di
daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Keberadaan Pajak
Reklame yang merupakan salah satu jenis pajak kabupaten/ kota diatur
pula pada Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang pada 1 Januari
2010 telah menjadi dasar hukum pajak daerah di Indonesia.26
Dalam pemungutan Pajak Reklame ada terminologi – terminologi
yang harus diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagaimana dibawah
ini:
a. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, ataupun media yang
bentuk dan corak ragamnya dirancang guna tujuan
komersial menganjurkan, mempromosikan,
memperkenalkan, atau lebih menarik perhatian umumn
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat,
dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum..
b. Penyelenggara reklame yaitu orang atau badan yang
menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas nama pihak
lain yang merupakan tanggunganya.
c. Perusahaan jasa periklanan/biro reklame adalah badan yang
bergerak di bidang periklanan yang melaksanakan
persyaratan sesuai berdasarkan peraturan yang berlaku.
26
Op.cit, Marihot Pahala Siahaan, hlm.382
29
d. Panggung reklame adalah sarana atau tempat memasang
reklame yang diatur untuk satu atau beberapa buah reklame.
e. Jalan Umum adalah prasarana perhubungan darat berbentuk
apa pun, mencakup semua komponen jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang
diperuntukan bagi lalu lintas umum.
f. Izin merupakan izin penyelenggaraan atas reklame yang
terdiri dari izin tetap dan izin terbatas.
g. Surat Permohonan Penyelenggaraan reklame yang
selanjutnya disingkat SPPR yaitu surat yang digunakan oleh
wajib pajak guna mengajukan permohonan
penyelenggaraan reklame dan mendaftarkan identitas
pemilik data reklame sebagai dasar perhitungan pajak
terhutang.
h. Surat Kuasa Untuk Menyetor yang selanjutnya disingkat
SKUM adalah nota perhitungan besarnya Pajak Reklame
yang wajib dibayar oleh wajib pajak yang berguna sebagai
ketetapan pajak.
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Reklame
Pemungutan Pajak Reklame di Indonesia kini memiliki dasar hukum
yang jelas dan kuat sehingga wajib ditaati oleh masyarakat dan juga pihak
30
yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak Reklame di suatu kabupaten
atau kota adalah sebagai berikut :27
a. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
b. Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 merupakan perubahan
atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah
c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah.
d. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak
Reklame
3. Objek Pajak Reklame
Objek Pajak Reklame adalah seluruh penyelenggara reklame.
Penyelenggara reklame dapat dilaksanakan oleh penyelenggara reklame
atau perusahaan jasa periklanan yang telah terdaftar oleh Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan reklame yang
ditetapkan menjadi objek Pajak Reklame adalah seperti tertuang dibawah
ini :28
a. Reklame papan/billboard; adalah reklame yang dibuat dari
papan, kayu, termasuk pula seng atau bahan lain yang sama,
dipasang, digantungkan atau dibuat pada bangunan, pohon,
27
Ibid, hlm 383 28
Ibid, hlm 384
31
tembok, dinding pagar, tiang, dan sebagainya baik bersinar
ataupun disinari.
b. Reklame megatron/videotron/Large Electronic Display
(LED), merupakan reklame yang menggunakan layar
monitor besar berupa program reklame dengan gambar dan
atau tulisan berwarna yang dapat berganti – ganti,
terprogam, dan difungsikan dengan tenaga listrik.
c. Reklame kain, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan
bahan yang terbuat dari kain, termasuk plastik, kertas, karet,
atau bahan lain yang sejenis.
d. Reklame melekat (stiker), merupakan reklame yang
memiliki bentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan
cara disebarkan, dipasang digantungkan pada suatu benda
dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm2 per
lembar.
e. Reklame selebaran, yaitu reklame yang memiliki bentuk
lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disberikan,
disebarkan, atau dapat diminta dengan ketentuan tidak
untuk dipasang, digantungkan, ditempelkan, atau diletakkan
disuatu benda lain.
f. Reklame berjalan, yaitu reklame yang ditempatkan di
kendaraan yang diselenggarakan dengan menggunakan
kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orang.
32
g. Reklame udara, yaitu reklame yang diselenggarakan di
udara dengan menggunakan laser, gas, pesawat, atau
peralatan yang sejenis.
h. Reklame suara, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan
menggunakan kata – kata yang diucapkan atau dengan suara
yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan alat.
i. Reklame film/slide, adalah reklame yang diselenggarakan
dengan menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun
bahan lain yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan
dan atau dipancarkan pada layar atau benda lain yang ada di
ruangan.
j. Reklame peragaan, yaitu reklame yang diselenggarakan
dengan cara memperagakan suatu barang.
4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Reklame29
Pada Pajak Reklame yang bertindak sebagai subjek pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Jika reklame
diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan,
wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Apabila
reklame diselenggarakan dengan pihak ketiga, seperti perusahaan jasa
periklanan, pihak ketiga tersebut bertindak wajib Pajak Reklame. Berikut
beberapa wajib pajak yang didapatkan oleh penulis pada Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
29
Ibid hlm 386
33
Dalam menjalankan kewajiban perpajakanya, wajib pajak dapat
diwakilan oleh pihak yang diperbolehkan oleh undang – undang dan
peraturan daerah tentang Pajak Reklame. Wakil wajib pajak bertanggung
jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran
pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat memilih seorang kuasa
dengan surat kuasa khusus guna melakukan hak dan melaksanakan
kewajiban perpajakan.
5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak
a. Dasar Pengenaan Pajak Reklame
Dasar pengenaan Pajak Reklame yaitu nilai sewa reklame
(NSR), adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan
penetapan besarnya Pajak Reklame. Dalam peraturan daerah
tentang Pajak Reklame, NSR dapat dihitung berdasarkan hal – hal
berikut ini :
b. Besarnya biaya pemasangan reklame ;
1) Besarnya biaya pemeliharaan reklame ;
2) Lama pemasangan reklame ;
3) Nilai strategis lokasi; dan
4) Jenis reklame.
Cara perhitungan NSR didasarkan dengan peraturan daerah. Pada
umumnya peraturan daerah akan menetapkan NSR ditetapkan oleh
bupati/walikota dengan persetujuan DPRD kabupaten/kota tersebut dengan
mengacu kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri. Hasil dari perhitungan
34
NSR ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Nilai sewa reklame
dihitung dengan rumus :30
Nilai Sewa Reklame = Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) + Nilai
Strategis Pemasangan Reklame (NSPR)
Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) adalah keseluruhan
pembayaran/pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik atau
penyelenggara reklame. Perhitunngan NJOR didasarkan pada besarnya
komponen biaya penyelenggaraan reklame, yang meliputi indikator :
a. biaya pembuatan/kontruksi ;
b. biaya pemeliharaan ;
c. lama pemasangan ;
d. jenis reklame ;
e. luas bidang reklame ; dan
f. ketinggian reklame
Besarnya NJOR dihitung dengan rumus :31
NJOR = (Ukuran Reklame x Harga Dasar Ukuran Reklame) +
(Ketinggian Reklame x Harga Dasar Ketinggian Reklame).
Nilai Strategis Pemasangan Reklame yang selanjutnya disingkat
(NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi dipasang reklame
tersebut, berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota guna
30
Pasal 3 Ayat 1 Huruf a Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. 31
Pasal 3 Ayat 1 huruf b Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun
2012 Nomor 39 / C
35
berbagai aspek kegiatan di bidang usaha. Perhitungan nilai strategis didasarkan
pada besarnya ukuran reklame, dengan indikator: nilai fungsi ruang (NFR)
lokasi pemasangan; nilai fungsi jalan (NFJ); dan nilai sudut pandang (NSP).
Besarnya NSPR dihitung dengan rumus sebagai berikut :32
NSPR = (NFR + NSP + NFJ) x Harga Dasar Nilai Strategis.
NSPR = [{Fungsi Ruang (= Bobot x Skor)} + {Fungsi Jalan (= Bobot x
Skor)}+ {Sudut Pandang (= Bobot x Skor)}] x Harga Dasar Nilai
Strategis.
6. Tarif Pajak Reklame
Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh lima
persen dan ditetapkan oleh peraturan daerah kabupaten/kota. Hal tersebut
bermaksud guna memberi keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota guna
menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing – masing
daerah kabupaten/kota. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Blitar telah
menetapkan bahwa Tarif Pajak Reklame sebesar 25% dihitung dari
perhitungan Nilai Sewa Reklame dengan rumus33
:
Tarif Pajak Reklame = 25% x (NJOPR + NSPR)
32
Pasal 3 Ayat 1 Huruf c Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun
2012 Nomor 39 / C 33
Pasal 4 Ayat 1 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2012 Nomor
39 / C
36
7. Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD)34
Wajib Pajak Reklame diharuskan melaporkan pada bupati/walikota,
dalam praktik adalah Kepala Badan Pendapatan Kabupaten/Kota, tentang
penghitungan dan pembayaran Pajak Reklame yang terhutang. Wajib pajak
yang sudah memunyai NPWPD pada awal masa pajak harus mengisi SPTPD.
STPPD diisi dengan jelas, lengkap, dan benar lalu ditandatangani oleh wajib
pajak atau kuasanya dan disampaikan kepada walikota/bupati atau pejabat yang
berwenang sesuai dengan waktu yang ditentukan. Umumnya SPTPD harus
disampaikan paling lambat lima belas hari setelah selesainya masa pajak.
Semua data perpajakan yang didapat dari daftar isian tersebut dihimpun dalam
berkas atau kartu data yang adalah hasil akhir yang akan dibuat sebagai dasar
penghitungan dan penetapan pajak yang terutang. Keterangan dan dokumen
yang harus dicantumkan dan atau dilampirkan SPTPD ditetapkan oleh
bupati/walikota.
Bupati/walikota atas permohonan wajib pajak dengan alasan yang sah
dan bisa diterima bisa memperpanjang waktu penyampaian SPTPD untuk
jangka waktu tertentu, yang telah diatur di peraturan daerah. SPTPD dianggap
tidak dimasukkan bila wajib pajak tidak melakukan atau tidak sepenuhnya
melakukan ketentuan pengisian dan penyampaian SPTPD yang sudah
ditetapkan.Wajib pajak yang tidak melaporkan atau juga melaporkan tidak
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan maka dikenakan sanksi
administrasi berupa denda berdasarkan peraturan daerah.
34
Op.Cit, Marihot Pahala Saihaan hlm 393.
37
8. Surat Tagihan Pajak Daerah35
Bupati/walikota berwenang menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah
(STPD) bila Pajak Reklame dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
hasil penelitian SPTPD ditemui kekurangan pembayaran sebagai akibat salah
tulis dan atau salah hitung; dan wajib pajak dapat diberikan sanksi administrasi
seperti bunga dan atau denda. Sanksi administrasi seperti bunga dijaatuhkan
kepada wajib pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang.
Sementara itu, sanksi administrasi seperti denda dijatuhkan sebab tidak
dipenuhinya ketentuan formal, contohnya tidak atau terlambat menyampaikan
SPTPD.
Selain ketentuan di atas, bupati/walikota juga berwenang menerbitkan
STPD bila kewajiban pembayaran pajak terutang di SKPD atau SKPDKBT
tidak dilaksanakan atau tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh wajib pajak. Oleh
karena itu, STPD juga merupakan sarana yang dipakai guna menagih SKPDKB
atau SKPDKBT yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak sampai jatuh
tempo pembayaran pajak dalam SKPDKB atau SKPDKBT. Pajak dengan
sanksi berupa bunga sebesar dua persen perbulan untuk jangka waktu paling
lama lima belas bulan sejak saat terutang pajak. STPD wajib dilunasi dalam
jangka waktu maksimal satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Di samping itu,
bentuk, isi, serta tata cara penerbitan STPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT,
SKPDLB, SKPDN, dan STPD ditetapkan oleh bupati/walikota.
35
Ibid, hlm 395
38
9. Pembayaran Pajak Reklame36
Pajak Reklame terutang dilunasi dalam waktu yang diatur daerah,
contohnya selambatnya pada tanggal 15 bulan selanjutnya dari masa pajak
yang terutang setelah berakhirnya masa pajak. Penentuan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan penyetoran Pajak Reklame diatur oleh bupati/ walikota. Jika
pada wajib pajak diterbitkan SKPD, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, dan Putusan Banding yang
mengakibatkan jumlah pajak yang wajib dibayar bertambah, Pajak Reklame
wajib dilunasi selambat – lambatnya satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
Pembayaran Pajak Reklame yang terutang dilaksanakan ke kas daerah,
bank, atau tempat lain yang ditunjukan oleh bupati/walikota berdasarkan waktu
yang ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD. Jika
pembayaran pajak dilaksanakan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan
pajak wajib diserahkan ke kas daerah selambat - lambatnya 1 x 24 jam atau di
waktu yang ditetapkan oleh bupati/ walikota. Bila tanggal jatuh tempo
pembayaran di hari libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja selanjutnya.
Pembayaran pajak dilakukan dengan Surat Setoran Pajak Daerah
(SSPD). Pembayaran pajak wajib dilaksanakan sekaligus atau lunas. Wajib
pajak membayar pajak diberi tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat di buku
penerimaan. Hal tersebut wajib dilaksanakan oleh petugas pembayaran pajak
guna tertib administrasi dan pengawasan pajak. Dengan demikian, pembayaran
pajak akan mudah dipantau oleh petugas Badan Pendapatan Daerah. Bentuk,
36
Ibid, hlm 396
39
isi, ukuran buku penerimaan, dan tanda bukti pembayaran pajak ditetapkan
melalui keputusan bupati/walikota.
Pada situasi tertentu, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk bisa
memberikan persetujuan pada wajib pajak guna melakukan angsuran
pembayaran Pajak Reklame terutang dalam masa waktu tertentu setelah
memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan. Pemberian persetujuan guna
mengangsur pembayaran pajak diberikan atas permohonan wajib pajak.
Angsuran pajak yang terutang wajib dilaksanakan dengan rutin dan berturut –
turut dengan dikenakakan bunga sebesar dua persen perbulan dari jumlah pajak
yang belum ataupun kurang dibayar. Selain memberikan persetujuan
mengangsur pembayaran pajak, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjukan
bisa memberi persetujuan pada wajib pajak guna menunda memenuhi
pembayaran pajak diberikan atas permohonan wajib pajak, dengan dikenakan
bunga sebesar dua persen sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang
dibayar. Persyaratan untuk bisa melakukan angsuran atau penundaan
pembayaran pajak dan tata cara pembayaran angsuran ditetapkan melalui
keputusan bupati/walikota.
10. Penagihan Pajak Reklame37
Apabila Pajak Reklame yang terutang tidak lunas setelah jatuh tempo
pembayaran bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk akan melaksanakan
tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilaksanakan terhadap pajak
terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
37
Ibid, hlm 397
40
mengakibatkan jumlah pajak yang wajib dibayar bertambah. Penagihan pajak
dilaksanakan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat
peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak.
Surat teguran atau surat peringatan dikeluarkan tujuh hari sejak saat jatuh
tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan pejabat yang ditunjuk oleh
bupati/walikota. Dalam kurun waktu tujuh hari semenjak surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterima, wajib pajak wajib
melunasi pajak terhutang.
Bila jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi saat jangka waktu
yang ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang
sejenis, akan ditagih dengan Surat Paksa. Tindakan penagihan pajak dengan
Surat Paksa. Tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa. Tindakan
penagihan pajak dengan surat paksa dapat dilanjutkan dengan penyitaan,
pelelangan, pencegahan, dan penyanderaan jika wajib pajak tetap tidak mau
melunasi pajak terutang sebagaimana mestinya. Terakhir, bila dilakukan
penyitaan dan pelelangan barang milik wajib pajak yang disita, pemerintah
kabupaten/kota memiliki hak mendahulu untuk tagihan pajak atau barang –
barang milik wajib pajak atau penanggung pajak. Ketentuan hak mendahulu
meliputi pokok pajak, sanksi administrasi seperti kenaikan, bunga, denda, dan
biaya penagihan pajak.
Adanya tentang ketentuan tentang hak mendahului tersebut guna
memberikan jaminan pada daerah pelunasan utang pajak daerah apabila pada
saat yang sama wajib pajak memiliki uang pajak dan juga utang/kewajiban
41
perdata kepada kreditur lainya, sementara itu wajib pajak tidak melunasi
semua utangnya sehingga dinyatakan pailit.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jika dilihat dari jenisnya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai
penelitian yuridis empiris. Penelitian jenis ini adalah penelitian yang mengkaitkan
langsung hukum dengan keadaan masyarakat yang diatur oleh hukum. Penelitian
ini melihat bagaimana efektifitas suatu produk hukum terhadap masyarakat
sebagai obyek pengaturannya. Penelitian hukum empiris ini tidak hanya tertuju
pada warga-warga masyarakat tetapi juga kepada penegak hukum dan fasilitas
yang dharapkan akan menunjang pelaksanaan peraturan tersebut38.
B. Metode Pendekatan
Pendekatan penilitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-
sosiologis karena sesuai dengan jenis penilitian yaitu empiris. Pendekatan yuridis-
sosiologis akan melihat fenomena masyarakat yang telah diatur dalam suatu
hukum. Yang dikaji dalam penelitian ini apakah hukum yang diterapkan sudah
ditegakkan dengan efektif oleh lembaga penegak hukum.
Yuridis dalam hal ini adalah tugas Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar yang telah jelas dalam Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun
2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Dalam pasal
tersebut dijelaskan tentang tindakan penagihan pajak Reklame.
38
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hlm.32
43
C. Alasan Lokasi Penelitian
Penulis memilih melakukan penelitian di Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar dikarenakan yang memiliki wewenang untuk melaksanakan
Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Alasan pemilihan Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar menjadi tempat penelitian di karenakan pelaksanaan
penagihan pajak reklame di Kabupaten Blitar merupakan wewenang Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, serta di Kabupaten Blitar banyak ditemui
para wajib pajak yang menunggak pembyaran pajak reklame.
D. Jenis dan Sumber Data
Dalam suatu penelitian ilmiah sumber data merupakan hal yang penting
karena jika ada kesalahan dalam memahami dan menggunakan sumber data maka
penelitian tersebut tidak akan mencapai tujuannya. Dari sumber data tersebut akan
diklasifikasikan mana data primer dan mana data sekunder. Maka dari itu seorang
peneliti harus mampu memahami dan menggunakan sumber data secara baik dan
benar.
1. Jenis Data
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis data Primer berupa informasi, pendapat, dan
pengalaman yang didapat dari wawancara langsung kepada
pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.39
2. Jenis data skunder adalah data-data pelengkap atau
pendukung dari penelitian ini. Data ini adalah studi
39
Universitas Brawijaya, 2010, Pedoman Penulisan Karya ilmiah, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, Malang, hlm.21.
44
kepustakaan dan peraturan perundang-undangan terkait
yang meliputi:
1) Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983
2) Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang
Perubahan atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah.
3) Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000
4) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009
5) Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
6) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang
Pajak Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 413
7) Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah
Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
45
8) Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Reklame.
2. Sumber data
Sumber data yang diambil penulis adalah sebagai berikut :
a. Sumber data primer adalah hasil dari wawancara langsung
dilapangan. Jenis data primer merupakan sumber data
utama yang didapatkan dengan cara melakukan
wawancara kepada pihak terkait. Jenis data primer dalam
penelitian ini adalah wawancara secara langsung kepada
pihak-pihak terkait yang meliputi pegawai seksi
penagihan, bidang penagihan dan Keberatan.
b. Sumber data sekuder diambil dari website resmi seperti
JDIH Kabupaten Blitar dan laman resmi Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur dan studi lapangan.
Studi literatur dipakai guna pengumpulan dan analisis bahan-bahan hukum, baik
bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, sedangkan studi lapangan
pakai guna pengumpulan data dalam hal ini opini dari pihak yang terkait. Studi
lapangan dilakukan dengan cara :
1. Wawancara
Teknik pengumpulan data primer yang digunakan untuk penelitian
ini yaitu dengan menggunakan wawancara. Artinya suatu metode
46
pengumpulan data guna memperoleh sejumlah data guna memperoleh
sejumlah data yang akurat dengan jalan mengajukan pertanyaan secara
langsung kepada responden yang dihasilkan dari wawancara tersebut.
Dalam hal ini langsung dengan pihak yang erat hubunganya dengan
penelitian agar data yang diperoleh lebih jelas dan akurat. Adapun yang
dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini adalah Badan
Pendapatan Kabupaten Kabupaten Blitar, Bidang Penagihan dan
Keberatan, Seksi Penagihan.
2. Studi Pustaka
Dalam pengumpulan data sekunder, penulis juga memperoleh data
dengan studi literatur dan sumber-sumber yang berhubungan dengan
penelitian. Studi ini dimaksudkan untuk mendapat landasarn teori yang
cukup, guna mendukung analisis dalam penelitian ini. Data sekunder di
peroleh dari membaca literatur yang berhunungan dengan penelitian ini
disertai penelururan situs-situs internet untuk mencari data- data yang
berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder juga diperoleh dari
beberapa perundang-undangan yang mengatur tentang Otonomi Daerah,
Pajak Daerah, Pajak Reklame dan hal-hal lain yang memiliki kaitan erat
dengan penelitian ini.
F. Populasi dan Sampling
1. Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-
cirinya akan diduga.40
Dalam penelitian populasi adalah pegawai Badan
40
Masri Singarimbun, Metode Survei, LP3ES, Jakarta, 1987, hal.152
47
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, Bidang Penagihan dan Keberatan,
Seksi Penagihan.
2. Sampel
Sample adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan
menggunakan cara tertentu.41
Pengambilan sample yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode purposive sampling.PurposiveSampling
adalah teknik pengambilan sample secara bertujuan, Adapun sample dalam
penelitian ini adalah petugas Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
terdiri dari :
a. Bapak Bambang Sugeng, S.E., selaku Kepala Seksi Penagihan,
Bidang Penagihan dan Keberatan Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar.
b. Bapak Junaidi, S.E, selaku Seksi Penagihan, Bidang Penagihan
dan Keberatan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
c. Bapak Winarno S.H., selaku Seksi Penagihan, Bidang
Penagihan dan Keberatan Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar
G. Teknik Analisis Data
Penggunaan teknik analisis data ini adalah deskritif kualitatif. Deskriptif
kualitatif merupakan uraian dalm bentuk kalimat yang teratur, runntut, logis dan
efektif. Tujuan hal tersebut untuk mempermudah dalam interpretasi data dan
pemahaman hasil analisis.42
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, teknik
41
Hadari Nawawi,Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta, 1987, hlm.141 42
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004, hlm.127
48
analisis data deskriptif kualitatif merupakan suatu metode analisa data yang tidak
didasarkan atas angka-angka namun data yang telah dirangkai dengan kata-kata
dan kalimat, kemudian dibuat dengan metode berfikir deduktif. Befikir deduktif
didasarkan hal umum yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat
khusus.43
H. Definisi Operasional
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan dapat di artikan sebagai penerapan atau implementasi
pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame Terkait
Penagihan Pajak Reklame.
2. Reklame
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan
corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.
2. Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh pemerintah
daerah berdasarkan undang – undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi
43
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hlm. 67.
49
kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan.
3. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Sebagai
Pajak Daerah yang menjadi wewenang pemerintah Kabupaten/Kota guna
menunjang pendapatan asli daerah.
4. Penagihan Pajak Reklame
Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat
teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal
tindakan penagihan pajak. Surat teguran atau surat peringatan dikeluarkan
tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan oleh
pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota. Dalam jangka waktu tujuh hari
sejak surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
diterimanya, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang.
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Blitar
1. Keadaan Umum Kabupaten Blitar
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Timur
yang secara geografis Kabupaten Blitar terletak pada 111 25’ – 112 20’ BT
dan 7 57-8 9’51 LS berada di Barat daya Ibu Kota Propinsi Jawa Timur –
Surabaya dengan jarak kurang lebih 160 Km. Adapun batas – batas wilayah
adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang
Sebelah Timur : Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri
Kabupaten Blitar memiliki luas wilayah 1.588.79 KM dengan tata
guna tanah terinci sebagai Sawah, Pekarangan, Perkebunan, Tambak, Tegal,
Hutan, Kolam Ikan dan lain-lain, Kabupaten Blitar juga di belah aliran
sungai Brantas menjadi dua bagian yaitu Blitar Utara dan Blitar Selatan
yang sekaligus membedakan potensi kedua wilayah tersebut yang mana
Blitar Utara merupakan dataran rendah lahan sawah dan beriklim basah dan
Blitar Selatan merupakan lahan kering yang cukup kritis dan beriklim
kering. Wilayah Blitar selatan terus berusaha mengembangkan segala
potensi yang dimiliki. Daya tarik Potensi dan kekayaan yang dimiliki
Kabupaten Blitar bukan hanya pada sumber daya alam, produksi hasil bumi
51
yang melimpah, hasil – hasil peternakan, perikanan dan deposit hasil
tambang yang tersebar di wilayah Blitar Selatan, tetapi juga kekayaan
budaya serta peninggalan sejarah yang mempunyai nilai adiluhung menjadi
kekayaan yang tidak ternilai. Namun lebih dari itu, berbagai kemudahan
perijinan dan iklim investasi (usaha) yang kondusif didukung oleh stabilitas
sosial politik merupakan modal utama yang dapat menjadi ―point of
essential‖ terutama jaminan bagi investor dan seluruh masyarakat untuk
melibatkan diri dalam pengembangan Kabupaten Blitar.44
2. Visi dan Misi
a. Visi
Pemerintahan Kabupaten Blitar dibawah kepemimpinan
Drs.H. Rijanto, MM dan Marhaenis Urip Widodo, S Sos selama peroide
2016 – 2021 menetapkan visi : ― MENUJU KABUPATEN BLITAR
LEBIH SEJAHTERA, MAJU DAN BERDAYA SAING‖.45
Penjabaran Visi
Lebih Sejahtera, berarti meningkatnya kesejahteraan masyarakat
secara lahir dan batin. Secara lahir adalah pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat secara baik, pengurangan angka kemiskinan, peningkatan
pendapatan masyarakat, peningkatan kesempatan kerja, kemudahan akses
masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan. Peningkatan
kesejahteraan secara batin diwujudkan dalam penciptaan suasana
44
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar
(online), http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/ (12 Juni 2017) , 2012. 45
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Visi dan Misi Kabupaten Blitar (online),
http://www.blitarkab.go.id/2016/02/24/visi-dan-misi-kabupaten-blitar/ (12 Juni 2017) , 2012.
52
kehidupan yang religius, aman dan kondusif, serta adanya kebebasan dan
kemudahan masyarakat dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
Maju, dimaknai dengan adanya perkembangan positif dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat terutama terkait dengan kualitas dan
kapasitas sumber daya manusia (SDM), tata kelola pemerintahan dan
pelayanan publik. Berdaya Saing, yaitu terwujudnya kemampuan
masyarakat Kabupaten Blitar untuk memanfaatkan keunggulan
komparatif dan kompetitif yang dimiliki sehingga mampu bersaing
secara regional, nasional bahkan internasional.
b. Misi
1) Meningkatkan taraf kehidupan masyarakat melalui akselerasi
program pengentasan kemiskinan, optimalisasi dan
pengembangan program pembangunan dan kemasyarakatan yang
tepat sasaran ;
2) Memantapkan kehidupan masyarakat berlandaskan nilai-nilai
keagamaan (religius), kearifan lokal dan hukum melalui
optimalisasi kehidupan beragama dan kehidupan sosial, serta
penerapan peraturan perundang-undangan ;
3) Meningkatkan kualitas Sumer Daya Manusia (SDM) masyarakat
melalui peningkatan mutu bidang pendidikan (termasuk di
dalamnya adalah wawasan kebangsaan, budi pekerti, praktek
keagamaan) dan kesehatan serta kemudahan akses memperoleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan yang memadai ;
53
4) Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui
reformasi birokrasi, serta pelayanan publik berbasis teknologi
informasi ;
5) Meningkatkan keberdayaan masyarakat dan usaha ekonomi
masyarakat yang memiliki daya saing melalui peningkatan
ketrampilan dan keahlian, pengembangan ekonomi kerakyatan
berbasis Koperasi dan UMKM, ekonomi kreatif, jiwa
kewirausahaan, potensi lokal daerah dan penguatan sektor
pariwisata serta pemanfaatan sumber daya alam dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup ;
6) Meningkatkan pembangunan berbasis desa dan kawasan
perdesaan melalui optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan
desa, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan
pemberdayaan masyarakat desa.
3. Keadaan Demografi Kabupaten Blitar
Penduduk merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Blitar untuk
menggerakkan pembangunan, namun sebaliknya menjadi permaslahan
apabila kualitas sumberdaya manusianya masih rendah. Jumlah penduduk
yang besar dengan kualitas SDM yang tinggi akan sangat mendukung
pemerintah dalam mencapai tujuan-tujuan kesejahteraan masyarakat.
Adapun jumlah penduduk Kabupaten Blitar pada tahun 2008
mencapai 1.268.194 jiwa, terdiri dari penduduk perempuan 637.419 jiwa dan
laki – laki 630.7754 jiwa. Adapun tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten
Blitar mencapai 0,80% dengan kepadatan penduduk rata-rata 729 km2.
54
Adapun sebaran penduduk di Kabupaten Blitar untuk masing – masing
kecamatan adalah sebagai berikut :46
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kabupaten Blitar per Kecamatan
No. Kecamatan Laki – Laki Perempuan Jumlah
1 Bakung 15.090 15.385 30.475
2 Wonotitro 20.701 20.778 41.479
3 Panggungrejo 22.619 23.360 45.098
4 Wates 16.949 17.147 34.188
5 Binangun 24.433 24.755 49.520
6 Sutojayan 26.277 26.293 52.191
7 Kademangan 36.328 35.863 72.829
8 Kanigoro 38.625 39.204 77.370
9 Talun 33.073 33.297 66.125
10 Selopuro 22.828 23.297 46.971
11 Kesamben 29.342 29.629 58.971
12 Selorejo 21.621 21.690 43.311
13 Doko 22.729 22.880 45.609
14 Wlingi 29.484 29.657 59.141
15 Gandusari 37.957 38.062 76.019
16 Garum 34.427 33.873 68.300
17 Nglegok 38.114 38.388 76.702
18 Sanankulon 28.597 28.951 57.548
19 Ponggok 51.493 52.590 104.083
20 Srengat 33.164 33.615 66.779
21 Wonodadi 25.255 26.219 51.474
22 Udanawu 21.719 22.284 44.003
Jumlah 630.755 637.419 1.268.194
Sumber Data Primer, Tidak Diolah, 2012
46
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar
(online), http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/ (12 Juni 2017) , 2012.
55
4. Jumlah Penduduk Per Kecamatan
Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah
Kecamatan Ponggok yaitu sebanyak 104.083 jiwa, sedangkan kecamatan
yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Bakung
dengan jumlah penduduk 30.475 jiwa. Namun begitu apabila jumlah
penduduk dibandingkan luas wilayah masing – masing kecamatan, maka
kecamatan Kanigoro memiliki kepadatan penduduk paling tinggi karena
diduga berdekatan dengan wilayah Kota Blitar. Hal tersebut didukung data
bahwa kecamatan kecamatan yang berbatasan dengan wilayah Kota Blitar
seperti Kanigoro, Garum, Kademangan, dan Nglegok. Adapun kecamatan
yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Wates47
.
5. Administrasi Pemerintahan
Secara administrasi Pemerintah Kabupaten Blitar terbagi menjadi 22
kecamatan, 220 desa, 28 kelurahan, 759 dusun/Rukun Warga(RW) dan
sebanyak 6.978 Rukun Tetangga (RT).
Untuk menggerakan roda pemerintahan di Kabupaten Blitar terdapat
13.209 jumlah pegawai negeri sipil yang didukung oleh 144 tenaga honorer
(non PNS) yang tersebar di 41 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Adapun kelembagaab/organisasi Pemerintah Kabupaten Blitar sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar No.3 Tahun 2002 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Badan-badan dan Kantor di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Blitar, adalah sebagai berikut : SKPD Badan meliputi
47
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar
(online), http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/ (12 Juni 2017) , 2012.
56
: 8 SKPD,Dinas terdiri dari : 15 SKPD,Sekretariat DPRD = 1 SKPD Kantor
terdiri dari : 6 SKPD, Bagian terdiri dari 9 SKPD dan SKPD kecamatan
terdiri dari 22 kecamatan serta 28 SKPD kelurahan. Pada akhir tahun 2008
yaitu tanggal 30 Desember 2008 Pemerintah kabupaten Blitar menerbitkan
Peraturan Daerah No.18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Blitar, No.19 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten
Blitar, No.20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata kerja Inspektorat,
BAPPEDA dan Lembaga Teknis Dinas, No.21 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan, No.22 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Satpol PP. Pemerintah Daerah tersebut
sebagai implementasi dai Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 dimana
struktur kelembagaan pemerintah Kabupaten Blitar terdiri dari : Badan = 7
SKPD, Dinas = 16 SKPD, Kantor = 4 SKPD, Bagian = 9 SKPD, Inspektorat
= 1 SKPD, Sekretariat DPRD = 1 SKPD.
Adapun jumlah anggota DPRD Kabupaten Blitar hasil pemilihan
umum legislatif tahun 2005 terdiri dari 45 orang dengan rincian : PDI
Perjuangan = 16 orang, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) = 12 orang, Partai
Golkar = 8 orang, Partai Demokrat = 5 orang, Partai Persatuan Pembangunan
= 1 orang, Partai Amanat Nasional (PAN) = 2 orang dan Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) = 1 orang.48
48
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar
(online), http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/ (12 Juni 2017) , 2012.
57
6. Letak Geografis
Kabupaten Blitar tercatat sebagai salah stu kawasan yang strategis dan
mempunyai perkembangan yang cukup dinamis. Kabupaten Blitar berbatasan
dengan tiga kabupaten lain, yaitu sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Malang, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Tulungagung dan Kabupaten Kediri sedangkan sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. Sementara itu untuk
sebelah Selatan adalah Samudera Indonesia yang terkenal dengan kekayaan
lautnya.Apabila diukur dari atas permukaan laut, maka Kabupaten Blitar
mempunyai ketinggian ± 167 meter dan luas 1.588,79 km².49
Di Kabupaten Blitar terdapat Sungai Brantas yang membelah daerah
ini menjadi dua yaitu kawasan Blitar Selatan yang mempunyai luas689,85
km² dan kawasan Blitar Utara, Blitar Selatan termasuk daerah yang kurang
subur. Hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan
yang berbatu, dimana batuan tersebut cenderung berkapur sehingga
mengakubatkan tanah tandus dan susah untuk ditanami. Sebaliknya kawasan
Blitar Utara termasuk daerah surplus karena tanahnya yang subur, sehingga
banyak tanaman yang tumbuh dengan baik. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi tingkat kesuburan tanah di kawasan Blitar Utara adalah
adanya Gunung Kelud yang masih aktif serta banyaknya aliran sungai yang
cukup memadai. Gunung berapi dan sungai yang lebar berfungsi sebagai
49
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar
(online), http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/ (12 Juni 2017) , 2012.
58
sarana penyebaran zat-zat hara yang terkandung dalam material hasil letusan
gunung berapi.
7. Kondisi Iklim dan Tofografi
Lokasi Kabupaten Blitar berada di sebelah Selatan Khatulistiwa.
Tepatnya terletak antara 111°40¹-112°10¹ Bujur Timur dan 7°58¹-8°9¹51¹¹
Lintang Selatan. Hal ini secara langsung mempengaruhi perubahan iklim.
Iklim Kabupaten Blitar termasuk tipe C.3 dimana rata-rata curah hujan
tahunan 1.478,8 mm dengan curah hujan tertinggi 2.618,2 mm per tahun dan
terendah 1.024,7 per tahun. Sedangkan suhu tertinggi 30 Celcius dan suhu
terendah 18 celcius Perubahan iklimnya seperti di daerah-daerah lain
mengikuti perubahan putaran dua iklim yaitu musim penghujan dan musim
kemarau. Satu kenyataan yang dapat kita lihat sampai saat ini, bahwa
betapapun Kabupaten Blitar sebagai daerah yang kecil dengan segala potensi
alam, gografis dan iklim serta kualitas sumber daya manusia yang sedang,
ternyata telah mampu tampil ke depan dalam keberhasilan pembangunan.
Kemajuan demi kemajuan dan kemenangan demi kemenangan yang telah
dicapai daerah ini adalah karena besarnya partisipasi, kesadaran dan
pengabdian seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan jika dilihat dari letak
Tofografi tinggi tempat tertinggi adalah 800 meter diatas permukaan laut dan
tinggi tempat terendah adalah 40 meter diatas permukaan laut.50
50
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/ (12 Juni 2017) , 2012.
59
8. Potensi Daerah
a. Peternakan
Komoditi peternakan terbesar di Kabupaten Blitar adalah ayam ras
petelur. Sampai pada tahun 2010 sebagai potensi unggulan, produksi telur
Kabupaten Blitar mampu memenuhi 70% dari kebutuhan telur di Jawa
Timur dan secara Nasional memenuhi 30% dari kebutuhan telur ayam
Nasional.
Tahun 2010 jumlah populasi ayam ras petelur Kabupaten Blitar
mencapai 15.467.600 ekor dengan jumlah produksi telur sebanyak
134.735,3 ton telur. Adapun secara produksi di Kecamatan Srengat,
Ponggok dan Kademangan. Selain itu populasi itik di Kabupaten Blitar
mencapai750.444 ekor dengan jumlah produksi telur 3.512 ton. Sedangkan
populasi ayam buras mencapai 2.826.963 ekor pada tahun 2010 dengan
sentra di Kecamatan Talun.
Komoditi peternakan terbesar di Kabupaten Blitar adalah ayam ras
petelur. Sampai pada tahun 2010 sebagai potensi unggulan, produksi telur
Kabupaten Blitar mampu memenuhi 70% dari kebutuhan telur di Jawa
Timur dan secara Nasional memenuhi 30% dari kebutuhan telur ayam
Nasional.51
b. Kehutanan dan Perkebunan
Tahun 2010 jumlah populasi ayam ras petelur Kabupaten Blitar
mencapai 15.467.600 ekor dengan jumlah produksi telur sebanyak
51
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Potensi Daerah Peternakan (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/15/peternakan-2/ (12 Juni 2017) , 2012.
60
134.735,3 ton telur. Adapun secara produksi di Kecamatan Srengat,
Ponggok dan Kademangan. Selain itu populasi itik di Kabupaten Blitar
mencapai750.444 ekor dengan jumlah produksi telur 3.512 ton. Sedangkan
populasi ayam buras mencapai 2.826.963 ekor pada tahun 2010 dengan
sentra di Kecamatan Talun.
Lahan bukan sawah yang berupa hutan rakyat di Kabupaten Blitar
seluas 1.845 Ha. Penggunaan lahan untuk hutan Negara secara statistik
selama lima tahun terakhir tidak mengalami perubahan signifikan yaitu
seluas 23.915 Ha. Sementara itu luas hutan yang dikelola Perum Perhutani
KPH Blitar sampai dengan tehun 2010 mencapai seluas 34.968,9 Ha.
Selama tahun 2002 s/d 2008 luas lahan kritis di wilayah Kabupaten
Blitar pengalami penurunan yang cukup signifikan dengan adanya
program GERHAN yang digulirkan oleh pemerintah. Sampai dengan
tahun 2008 penurunan lahan kritis di Kabupaten Blitar yang mencapai
18.130 Ha (70,77%) dari luas lahan kritis di Kabupaten Blitar yang
mencapai 25.617 Ha. Diharapkan pada tahun 2009 luas lahan kriis seluas
7.487 Hal tersebut dapat diubah menjadi hutan rakyat melalui program
GERHAN. Kecamatan memiliki lahan kritis paling luas adalah Kecamatan
Panggungrejo (5.801 Ha) dan yang paling sedikit adalah Kecamatan
Ponggok (67 Ha). Sedangkan 8 Kecamatan di Kabupaten Blitar tidak
memiliki lahan kritis.
61
c. Pertanian
Di Kabupaten Blitar salah satu sektor prioritas adalah pertanian.
Sektor pertanian di Kabupaten Blitar meliputi : tanaman pangan dan
holtikultura, peternakan kehutanan dan perkebunan, dan perikanan. Sektor
pertanian merupakan sektor prioritas terhadap nilai PDRB Kabupaten
Blitar yang mencapai 47%. Di perkirakan pada beberapa dasawarsa
kedepan sektor pertanian masih mendominasi di bandingkan dengan sektor
lain mengingat kultur dan kondisi geografi di Kabupaten Blitar sangat
mendukung perkembangan sektor pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut
yang perlu di pikirkan dan di carikan trobosan inovasi adalah bagaimana
hasil-hasil pertanian tersebut tidak hanya di pasarkan dalam bentuk bahan
mentah sehingga dapat menambah nilai ekonomi bagi masyarakat
Kabupaten Blitar. Oleh sebab itu kedepan diperlukan stimulasi terhadap
sektor industri pengolahan sehingga dapat mengisi kekosongan ruang
usaha antara produksi bahan mentah yang dihasilkan sektor pertanian
dengan pemasaran.52
d. Tanaman Pangan
Jenis tanaman pangan yang banyak di produksi di Kabupaten Blitar
meliputi: padi, jagung, kedelai, kacang tanah,umbi kayu, dan ketela
rambat. Kedelai hasil produksi masyarakat Kabupaten Blitar memiliki
prospek yang bagus dan mampu bersaing dengan daerah lain sebagai
52
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Potensi Daerah Peternakan (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/15/pertanian/ (12 Juni 2017) , 2012.
62
pemasok bahan baku kecap selain di gunakan sebagai bahan dasar tempe
dan tahu.
Sementara itu produksi jagung selain di pergunakan sebagai bahan
makanan juga di gunakan sebagai bahan makanan ternak sedangkan ubi
kayu selain untuk di konsumsi juga di pasarkan untuk kebutuhan pabrik
tepung tapioka dan untuk industri makanan olahan seperti krupuk.
e. Perikanan
Potensi sektor perikanan di Kabupaten Blitar sangat menjanjikan.
Potensi perikanan tersebut meliputi perikanan laut (tangkap) dan
perikanan darat yang berupa budidaya ikan konsumsi dan ikan hias. Di
Kabupaten Blitar potensi perikanan darat sangat menjanjikan baik
budidaya ikan untuk konsumsi yang dominan adalah: Tombro, Tawes,
Mujair, Nila, Gurami, Lele dan Udang Windu dengan daerah pemasaran
baik lokal, regional maupun nasional. Selain itu untuk ikan hias yang
banyak di budidayakan adalah : Koi, ikan hias Koki, Manfish, Sedaker,
Oscar Sumatra dan Black Molly lebih banyak untuk memenuhi
permintaan lokal dan regional Jawa Timur.
Kabupaten Blitar merupakan salah satu sentra produksi ikan hias
khususnya ikan hias Koi. Sehingga setiap menyebut ikan hias Koi pasti
mengarah ke Blitar sebagai salah satu produksi ikan koi berkualitas. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan seringnya Blitar meraih juara dalam
event perlombaan (kontes) ikan Koi baik yang diselenggarakan event
ragional maupun nasional. Oleh sebab itu pengembangan di masa datang
63
harus dlakukan secara memadai untuk memberikan jaminan terhadap
kualitas produk. Pada tahun 2005 dimulailah pembangunan Sub Raiser
ikan hias yang terletak di kawasan wisata candi Penataran. Pembangunan
Sub Raiser tersebut merupakan salah satu bentuk pembangunan sistem
kawasan yang saling berintegrasi antara obyek wisata yang ada di
kawasan candi Penataran.53
d. Pariwisata
Kabupaten Blitar memiliki kekeayaan obyek wisata yang dapat
diandalkan dan memiliki peluang untuk dikembangkan di masa
mendatang. Hal tersebut mengingat terdapat bermacam-macam jenis
obyek wisata yang mempunyai daya tarik khusus. Selain itu, obyek wisata
yang tersebar di Kabupaten Blitar dapat bersinergi dengan obyek wisata di
daerah lain seperti Kabupaten Kediri, Kota Blitar dan Kabupaten Malang.
Berbagai jenis obyek wisata yang terdiri dari wisata sejarah , wisata alam,
wisata rekreasi dan wisata budaya. Paling tidak sekitar 15 (lima belas)
obyek wisata yang dapat dinikmati diantaranya adalah Pantai Tambakrejo,
Pantai Serang, Pantai Jolosutro, Goa Embul Tuk, Bendungan Lahor
Selorejo, Petilasan Telaga Rambut Monte, Candi Penataran, Candi
Simping, dan Monumen Trisula.54
53
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Potensi Daerah Perikanan (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/15/perikanan-2/ (12 Juni 2017) , 2012. 54
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Potensi Daerah Perikanan (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/15/pariwisata-2/ 12 Juni 2017) , 2012.
64
e. Industri
Salah satu penggerak roda perekonomian di Kabupaten Blitar
adalah sektor industri, khususnya industi kecil rumah tangga yang
jumlahnya mencapai 99,64%, namun begitu, apabila dilihat dari
komposisi PDRB Kabupaten Blitar, sektor industri hanya memberikan
kontribusi sebesar 2,55 % sehingga dengan jumlah prosentase tersebut
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja
masih relatife kecil. Hal tersebut sedikit banyak disebabkan oleh masih
dominanya industri kecil rumah tangga mencapai 687 unit (formal) dan
11.378 (non formal). Adapun jangkauan pemasaran hasil industri kecil
tersebut sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar lokal
dan regional dan sedikit eksport.55
Adapun jenis industri andalan Kabupaten Blitar adalah pengolahan
minyak kenanga 4 unit yang ada di Desa Kebonduren, Langon, dan
Togogan. Pengolahan minyak atsiri daun cengkeh dan daun nilam di Desa
Resapombo Kecamatan Doko. Industri Gula Kelapa mencapai 5.366 unit
tersebar diseluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar. 56
f. Pertambangan
Kabupaten Blitar memilki potensi tambang Golongan B dan C
sangat menjanjikan terutama terdapat di Wilayah Blitar Selatan apabila
dapat di manfaatkan dan dikelola secara maksimal. Deposit bahan
55
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Potensi Daerah Perikanan (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/15/pariwisata-2/ 12 Juni 2017) , 2012. 56
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Potensi Daerah Pertambangan (online),
http://www.blitarkab.go.id/2012/06/15/pertambangan/ (12 Juni 2017) , 2012.
65
tambang tersebut meliputi : pasir besi, trass, bentonit, kaolin, feldspar,
zeloit, ballclay, sirtu, batu kapur, andesit dan pirophiliyt.
Sektor Pertambangan semestinya memperoleh perhatian yang lebih
besar mengingat Kabupaten Blitar memiliki deposit bahan galian yang
besar dan mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan menopang pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada
kenyataan dari sekian potensi yang ada baru sebagian yang bisa
dieksplorasi, namun belum di kelola secara profesional sehinga hasilnya
tidak maksimal.
B. Gambaran Umum Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
1. Sejarah Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
Proses berdirinya Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar didahului
oleh lembaga yang dinamakan Penyusunan Penerimaan Pendapatan yang
bertugas untuk mengumpulkan atau menyusun suatu pendapatan yang
diperoleh dari retribusi, pajak, dan lain – lain. Kemudian dari nama
Penyusunan Penerimaan Pendapatan diganti menjadi Dinas Pendapatan
berdasarkan Keputusan Bupati No. 8/Drh/1964 tanggal 23 Januari 1964, yang
isinya membentuk suatu dinas baru Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II
Blitar.
Perkembangan selanjutnya, karena pemerintah melihat tidak adanya
keseragaman nama, tata kerja, ruang lingkup, wewenang serta struktur dan
dinas yang bergerak dalam bidang pemungutan pendapatan daerah di seluruh
tingkat II dalam wilayah Negara Republik Indonesia, maka untuk
kepentingan penyempurnaan struktur organisasi Keputusan Menteri Dalam
66
Negeri No. KUPD 7/41/10 tanggal 6 Juni 1978 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II
Blitar.
Dan, pada tahun 2013 Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar
menerbitkan peraturan baru yakni, Peraturan Bupati No. 8 tahun 2013 tentang
organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Blitar
mengatur tentang kewenangan dan tupoksi yang ada di Dinas Pendapatan
menggantikan peraturan sebelumnya dimana Dinas Pendapatan masih
bernama DPPKAD atau Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset
Daerah. Peraturan Bupati No. 8 tahun 2013 juga mengatur tentang susunan
organisasi dan tata kerja Dinas Pendapatan Kabupaten Blitar. Lalu di tahun
2016 Pemerintah Kabupaten Blitar menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah yang
dimana didalamnya mengubah Dinas Pendapatan Kabupaten Blitar menjadi
Badan Pendapatan Daerah berlaku sejak 1 Januari 2017 hingga sekarang.57
2. Visi dan Misi
Tantangan birokrasi pemerintahan masa depan meliputi berbagai aspek,
baik dalam negerimaupun manca negara yang bersifat alamiah maupun sosial
budaya, sosial politik, pertahanan keamanan, ilmu pengetahuan serta
responsible dan acuntable. Seiring dengan itu penerapan otonomi daerah
yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan aparatur Pemerintah
daerah yang berkualitas serta profesional dalam pelaksanaan tugas dan
57
Website Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, Sejarah (Online), http://
bapenda.kab.go.id/category/profil/tupoksi/, ( 10 Mei 2017)
67
fungsinya, sehingga benar – benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan
yang baik (Good governance) dan bersih dari KKN (Clean Governance) yang
juga merupakan pesan agenda reformasi.
Berdasarkan hal tersebut Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
yang juga merupakan aparatur Pemerintah Kabupaten Blitar dalam
kedudukanya sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Blitar
membantu dibidang peningkatan pemberdayaan sumber daya daerah,
sehinga dapat memberikan nilai tambah Pendapatan Asli Daerah, membantu
pengembangan peningkatan sumber daya secara terus menerus dan
berkelanjutan hingga menjadi aparatur yang profesional, beriman, berdaya,
dan bermatabat.
Untuk melakasanakan wewenang dan tanggung jawab tersebut, maka
Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar merumuskan visinya sebagai
berikut : ―Terwujudnya peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten
Blitar dalam rangka menunjang pembiayaan pembangunan daerah yang
lebih mandiri.‖
Dalam pencapaian visi,diperlukan misi untuk mencapai visi tersebut.
Misi dari Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar yaitu :58
a. Meningkatkan kinerja/profesionalisme aparat pengelola
pemdapatan daerah;
b. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak;
58
Website Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, Visi dan Misi (Online), http://
bapendablitar.kab.go.id/category/profil/tupoksi/, ( 10 Mei 2017)
68
c. Memantapkan data potensi subyek dan obyek pajak serta
sumber – sumber pendapatan daerah lainya;
d. Menumbuh kembangkan kesadaran dan peran serta masyarakat;
e. Mengoptimalkan pengelolaan sumber – sumber pendapatan
daerah melalui penyempurnaan peraturan daerah;
f. Meningkatkaan pendapatan daerah melalui Intensifikasi dan
Ekstensifikasi.
3. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kedudukan Badan Pendapatan Daerah dalam sistem Pemerintahan
Kabupaten Blitar adalah pelaksana dibidang pendapatan daerah. Kepala
Badan Pendapatan Daerah berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati yang secara teknis dibina oleh Bupati. Dalam melaksanakan
tugasnya Badan Pendapatan Daerah berada dibawah kooordinasi Sekretaris
Daerah.59
Tugas Badan Pendapatan Daerah adalah melaksanakan urusan
pemerintahan daerah bidang pendapatan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh
Bupati Blitar dengan Peraturan Bupati Blitar Nomor 8 Tahun 2013 tanggal
22 Februari 2013.
59
Pasal 4 huruf e Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Pembentukaan dan Susunan Perangkat Daerah
69
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Badan Pendapatan Daerah
mempunyai fungsi :60
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang pendapatan;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pendapatan.
4. Struktur Organisasi
Berikut Struktur Organisasi beserta tugas dan wewenang masing –
masing bagian dalam Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar terdiri
dari :61
60
Website Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, Sejarah (Online), http://
bapenda.kab.go.id/category/profil/tupoksi/, ( 10 Mei 2017) 61
Website Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, Struktur Organisasi (Online),
http:// bapendablitar.kab.go.id/category/profil/tupoksi/, ( 10 Mei 2017)
70
Gambar 4.1
Susunan Organisasi Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
Sumber : Data Primer, tidak diolah, 2017
a. Kepala Badan Pendapatan Daerah
Kepala Badan Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok
memimpin, membina, mengawasi, mengkoordinasikan danmengendalikan
penyelenggaraan kegiatan serta merumuskan kebijakan teknis di bidang
71
pendapatan. Dalam menyelenggarakan tugasnya, Kepala Badam Pendapatan
Daerah mempunyai fungsi:62
1) Pelaksanaan urusan ketatausahaan, keuangan, kepegawaian
dan perlengkapan Badan;
2) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
pendapatan daerah;
3) Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis Badan;
4) Pengkoordinasian, pengendalian, pengawasan dan evaluasi
pelaksana tugas di bidang pendapatan daerah;
5) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
b. Sekretariat
Sekertariat mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi
ketatausahaan, kearsipan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah
tangga Badan, penyusunan program dan perencanaan Badan serta
pembinaan hukum, organisasi dan tatalaksana Badan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Sekretariat mempunyai fungsi :
1) Pengelolaan dan pembinaan urusan tata usaha dan tata
kearsipa, rumah tangga dan keprotokolan Badan;
2) Penyusunan program dan perencanaan Badan;
3) Penyusunan dan pembinaan hukum, organisasi dan
tatalaksana Badan;
62
Pasal 4 Huruf e Angka 4 Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Lembaran Daerah 382-10/2016.
72
4) Pengelolaan administrasi dan penyusunan laporan
kepegawaian, keuangan dan perlengkapan;
5) Pembinaan administrasi kepada Unit Pelaksana Teknis
Badan; Pelaksanaan koordinasi dalam rangka penyusunan
program dan penyelenggaraan tugas-tugas Badan;
6) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala
Badan.
c. Bidang Pendataan dan Penetapan
Bidang Pendapatan dan Penetapan mempunyai tugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan dan pedoman teknis dibidang pendataan dan
penilaian, penetapan dan pelayanan dan pengolahan data dan informasi.
Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pendapatan dan Penerimaan
mempunyai fungsi :
1) Perumusan kebijakan teknis pendataan penetapan Pajak
Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya;
2) Pelaksanaan pendaftaran pendataan Wajib Pajak,
menghimpundan mengolah data obyek dan subyek pajak serta
penilaian lokasi/lapangan;
3) Penyusunan Daftar Induk Wajib Pajak Daerah;
4) Penghitungan dan penetapan Pajak Daerah dan Pendapatan
Daerah lainnya;
5) Pelaksanaan dan pendistribusian serta penyimpanan surat-surat
perpajakan yang berkaitan dengan pendaftaran,pendataan dan
penetapan;
73
6) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala
Badan.
d. Bidang Pembukuan dan Pelaporan
Bidang Pembukuan dan Pelaporan mempunyai tugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan danpedoman teknis dibidang pembukuan
penerimaan, pembukuan benda berharga, evaluasi dan pelaporan. Dalam
melaksanakan tugasnya, bidang Pembukuan dan Pelaporan mempunyai
fungsi:
1) Perumusan prosedur pembukuan dan pelaporan pendapatan
daerah;
2) Pelaksanaan pencatatan penerimaan pajak daerah dan
pendapatan daerah lainnya kedalam jenis pajak serta DHKP
PBB;
3) Pelaksanaan pencatatan penerimaan dan pengeluaran benda
berharga;
4) Penyusunan laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah;
5) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala
Badan.
e. Bidang Penagihan dan Keberatan
Bidang Penagihan dan Keberatan mempunyai tugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan dan pedoman teknis dibidang penagihan,
74
keberatan, dan pengurangan serta pemeriksaan. Dalam melaksanakan
tugasnya bidang Penagihan dan Keberatan mempunyai fungsi :
1) Perumusan kebijakan tentang sistem dan prosedur penagihan
dan keberatan;
2) Pelaksanaan penagihan pajak dan pendapatan daerah lainnya;
3) Pelaksanaan pelayanan keberatan dan permohonan banding
serta pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan
penghapusan atas pengurangan sanksi admnistrasi sesuai
dengan batas kewenangannya;
4) Pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan pendapatan daerah
lainnya dalam rangka melaksakan peraturan perundang-
undangan;
5) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala
Badan.
d. Bidang Pengendalian dan Evaluasi
Bidang Pengendalian dan Evaluasi mempunyai tugas menyusun dan
melaksanakan kebijakan dan pedoman teknis dibidang perencanaan,
intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan serta pengendalian dan evaluasi,
Dalam melaksanakan tugasnya bidang pengendalian dan evaluasi
mempunyai fungsi :
1) Perumusan kebijakan teknis perencanaan, pengendalian dan
evaluasi pendapatan daerah;
75
2) Perencanaan dan penyusunan anggaran pendapatan daerah;
3) Pembinaan teknis operasional kepada Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang melaksanakan pemungutan retribusi dan
pendapatan Lain-lain;
4) Pelaksana koordinasi teknis terhadap UPTD;
5) Pelaksanaan koordinasi penerimaan bagi hasil pajak dan bukan
pajak dari pemerintah pusat dan propinsi;
6) Perumusan rancangan peraturan daerah dan Keputusan Bupati
tentang pajak daerah;
7) Pelaksaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan.
Dari susunan organisasi tersebut diatas jumlah personil / pegawai
yang ada pada Dinas Pendapatan Kabupaten Blitar sebanyak 45 orang,
dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jumlah Pegawai Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
No. Keterangan Jumlah
1. Menurut Kepegawaian -
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 40/0 Orang
Pegawai Kontrak 5 Orang
2. Menurut Tingkat Pendidikan -
Pasca Sarjana (Strata 2) 8 Orang
Sarjana (Strata 1) 24 Orang
Sarjana Muda (Diploma 3) 2 Orang
76
SMA dan yang sederajat 11 Orang
3. Menurut Pangkat / Golongan -
Golongan IV 5 Orang
Golongan III 28 Orang
Golongan II 7 Orang
4 Menurut Tempat/ Lokasi Kerja -
Di Kantor Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar
45 Orang
Sumber: Data Primer, tidak diolah, 2017
Dari tabel berdasarkan struktur gologan pegawai di Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar di atas dari 45 pegawai dapat dilihat bahwa jumlah
PNS sejumlah 40 orang dan dari tingkat pendidikan terdiri dari Pasca
Sarjana (Strata 2) 8 Orang, Sarjana (Strata 1) 24 Orang, Sarjana Muda
(Diploma 3) 2 Orang, dan SMA sederajat 11 Orang. Lalu pada tingkat
golongan terdiri dari Golongan IV 5 orang, Golongan III 28 orang, dan
golongan II 7 orang.
C. Pelaksanaan Penagihan Pajak Reklame di Kabupaten Blitar
Berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame
Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar merupakan pelaksana
otonomi daerah di bidang pendapatan daerah yang telah diatur dalam
kebiajakan pemerintah daerah Kabupaten Blitar.63
Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar juga memiliki fungsi melaksanakan fungsi penunjang
63
Pasal 4 Huruf e Angka 4 Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Lembaran Daerah Nomor 10 / D
77
keuangan yang berguna untuk meningkatkan kemajuan pembangunan di
Kabupaten Blitar. Salah satu Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Blitar yang
cukup unggul adalah pajak daerah dari sektor reklame64
. Reklame di
Kabupaten Blitar mengalami pertumbuhan yang menunjukan peningkatan
tiap tahunya, namun semakin meningkatnya pertumbuhan reklame di
Kabupaten Blitar, timbul beberapa masalah, yang salah satunya adalah
banyak ditemui beberapa reklame yang tidak melunasi pembayaran pajak,
yang menyebabkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor reklame
menjadi tidak optimal, hal tersebut mewajibkan Badan Pendapatan
Kabupaten Blitar yang memiliki fungsi penunjang keuangan daerah
melaksanakan penagihan pajak65
dan telah diatur dalam Pasal 21 Peraturan
Bupati Nomor 39 Tahun 2012 tersebut, tidak sampai disitu ada beberapa
wajib pajak yang dilakukan penagihan dengan surat peringatan, surat paksa,
bahkan penagihan seketika dan sekaligus tetap tidak melunasi, sehingga
Badan Pendapatan Daerah berwenang menertibkan reklame tersebut.66
Kabupaten Blitar merupakan kota yang memiliki banyak potensi
daerah seperti, industri, pertambangan, peternakan, pertanian, Tanaman
Pangan, Kehutanan dan Perkebunan, ditunjang dengan luas daerah mencapai
64
Pasal 1 angka 11 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2012.
Lembaran Daerah Nomor 39 / C yang berbunyi :
―Reklame adalah benda, alat, perbuatan, ataupun media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang guna tujuan komersial menganjurkan, mempromosikan, memperkenalkan, atau lebih
menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.‖ 65
Hasil wawancara dengan Staff Seksi Penagihan, Bidang Penagihan dan Keberatan,
Ahmad Junaidi S.E., Tanggal 12 April 2017 di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar. 66
Hasil wawancara dengan Staff Seksi Penagihan, Bidang Penagihan dan Keberatan,
Ahmad Junaidi S.E., Tanggal 12 April 2017 di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
78
1.588.79 Km dengan letak yang strategis di jalur selatan pulau jawa maka
banyak perusahaan memasarkan iklan produk pada reklame. Selain itu
Kabupaten Blitar juga diminati untuk pariwisata, baik warga Kabupaten
Blitar sendiri maupun luar Kabupaten Blitar. Sehingga, keberadaan reklame
memiliki nilai yang potensial dalam keberadaanya di Kabupaten Blitar.
Semakin pesatnya pertumbuhan reklame di Kabupaten Blitar, maka
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah
berperan penting sebagai dana pembangunan, karena setiap daerah dituntut
untuk mampu menggali sumber dana sesuai potensi daerah tersebut.
Kewajiban pemerintah daerah untuk selalu meningkatkan pemasukan PAD
terkait pajak reklame di Kabupaten Blitar ini termasuk dalam fungsi budgeter
pada fungsi pajak.
Penyelenggaraan penagihan pajar reklame yang terkait pasal 21
Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Reklame yang menyatakan bahwa:
1. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak
dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran.
2. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat
teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis,
wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.
3. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagaimana dimaksud padaayat (1) dikeluarkan oleh
Kepala DPPKAD67
dan atau Kepala SKPD yang ditunjuk.
Pihak – pihak yang terkait dalam pelaksanaan pajak reklame ini antara
lain: Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar yang disebut sebagai
67
Sekarang bernama Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
79
fiskus68
, sedangkan untuk orang pribadi atau badan yang berkewajiban
membayar pajak disebut sebagai wajib pajak. Objek pajak reklame adalah
penyelenggaraan reklame69
. Pengertian reklame sendiri telah dijelaskan
dalam Pasal 1 Ayat 11 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012
tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame.
1. Pelaksanaan Penagihan Pajak Reklame
Dalam pengenaan tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar
dua puluh lima persen dan ditetapkan oleh peraturan daerah kabupaten/kota.
Hal tersebut bermaksud guna memberi keleluasaan kepada pemerintah
kabupaten/kota guna menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan
kondisi masing – masing daerah kabupaten/kota. Dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten Blitar telah menetapkan bahwa Tarif Pajak Reklame sebesar 25%
dihitung dari perhitungan Nilai Sewa Reklame dengan rumus :70
Tarif Pajak Reklame = 25% x (NJOPR + NSPR)
Wajib Pajak Reklame diharuskan melaporkan pada bupati/walikota,
dalam praktik adalah Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar,
tentang penghitungan dan pembayaran Pajak Reklame yang terhutang. Wajib
pajak yang sudah memunyai NPWPD pada awal masa pajak harus mengisi
SPTPD. STPPD diisi dengan jelas, lengkap, dan benar lalu ditandatangani
68
Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yigyakarta, 2009, hlm. 24.
Dalam buku ini dijelaskan pengertian fiskus yaitu:
Fiskus diartikan sebagai aparatur pemerintah yang mengenai pemasukan uang dari rakyat berupa
pajak untuk dimasukkan ke dalam kas negara. 69
Op.cit buku 70
Pasal 4 Ayat 1 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2012 Nomor
39 / C
80
oleh wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan kepada Bupati atau pejabat
yang berwenang sesuai dengan waktu yang ditentukan. SPTPD harus
disampaikan paling lambat lima belas hari setelah selesainya masa pajak.
Semua data perpajakan yang didapat dari daftar isian tersebut dihimpun
dalam berkas atau kartu data yang adalah hasil akhir yang akan dibuat sebagai
dasar penghitungan dan penetapan pajak yang terutang. Keterangan dan
dokumen yang harus dicantumkan dan atau dilampirkan SPTPD ditetapkan
oleh bupati. Berikut merupakan daftar jumlah reklame yang telah
mendaftarkan diri pada Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
Tabel 4.2
Tabel Jumlah Reklame
Berdasarkan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
No. Tahun Jumlah
1. 2014 482
2. 2015 563
3. 2016 647
Sumber : Data Primer, tidak diolah, 2017
Data data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan reklame dari
2014 sampai 2016 di Kabupaten Blitar meningkat setiap tahun.
Dalam pembayaran pajak reklame, pajak reklame terutang dilunasi
dalam waktu yang diatur daerah, contohnya selambatnya pada tanggal 15
bulan selanjutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa
pajak. Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak
Reklame diatur oleh bupati. Jika pada wajib pajak diterbitkan SKPD,
SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
81
dan Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang wajib dibayar
bertambah, Pajak Reklame wajib dilunasi selambat – lambatnya satu bulan
sejak tanggal diterbitkan.
Pembayaran Pajak Reklame yang terutang dilaksanakan ke kas daerah,
bank, atau tempat lain yang ditunjukan oleh bupati berdasarkan waktu yang
ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD. Jika pembayaran
pajak dilaksanakan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak wajib
diserahkan ke kas daerah selambat - lambatnya 1 x 24 jam atau di waktu yang
ditetapkan oleh bupati/ walikota. Bila tanggal jatuh tempo pembayaran di hari
libur, pembayaran dilakukan pada hari kerja selanjutnya.
Apabila Pajak Reklame yang terutang tidak lunas setelah jatuh tempo
pembayaran, bupati atau pejabat yang ditunjuk akan melaksanakan tindakan
penagihan pajak71
. Penagihan pajak dilaksanakan terhadap pajak terutang
dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah
pajak yang wajib dibayar bertambah. Penagihan pajak dilaksanakan dengan
terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain
yang sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak. Surat teguran atau surat
peringatan dikeluarkan tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak
dan dikeluarkan pejabat yang ditunjuk oleh bupati. Dalam kurun waktu tujuh
71
Panca Kurniawan, Penagihan Pajak di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang,
2006, hlm.1
Pada buku terebut dijelaskan pengertian penagihan pajak adalah :
Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yaang telah disita.
82
hari semenjak surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
diterima, wajib pajak wajib melunasi pajak terhutang72
.
Bila jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi saat jangka waktu
yang ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang
sejenis, akan ditagih dengan Surat Paksa.73
Tindakan penagihan pajak dengan
surat paksa dapat dilanjutkan dengan penyitaan, pelelangan, pencegahan, dan
penyanderaan jika wajib pajak tetap tidak mau melunasi pajak terutang
sebagaimana mestinya. Terakhir, bila dilakukan penyitaan dan pelelangan
barang milik wajib pajak yang disita, pemerintah kabupaten Blitar memiliki
hak mendahulu untuk tagihan pajak atau barang – barang milik wajib pajak
atau penanggung pajak. Ketentuan hak mendahulu meliputi pokok pajak,
sanksi administrasi seperti kenaikan, bunga, denda, dan biaya penagihan
pajak.74
Tindakan penagihan pajak terhadap wajib pajak yang memiliki
tunggakan didata oleh seksi penagihan pajak daerah. Setelah itu petugas
penagihan mendatangi setiap wajib pajak yeng memiliki tunggakan untuk
menagih pajak reklame beserta bunga yang dimiliki oleh wajib pajak. Jumlah
petugas penagihan tang dimiliki Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
terbatas, sehingga petugas penagihan dibagi untuk setiap kecamatan di
Kabupaten Blitar. Berikut data piutang pajak reklame :
72
Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2012 Nomor
39 / C. 73
Pasal 23 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2012 Nomor
39 / C. 74
Hasil wawancara dengan Staff Seksi Penagihan, Bidang Penagihan dan Keberatan,
Ahmad Junaidi S.E., Tanggal 12 April 2017 di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
83
Tabel 4.3
Piutang Pajak Reklame
Tahun Total Piutang
2014 25.832.548
2015 28.489.286
2016 30.368.842,00
Sumber : Data Primer, diolah, 2017.
Tunggakan pajak reklame yang telah didata oleh Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar tersebut menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak
untuk membayarkan pajaknya masih kurang. Sehingga penagihan oleh Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar sangat dibutuhkan untuk mengurangi
tunggakan yang semakin meningkat. Penagihan juga bertujuan untuk
meningkatkan tingkat kesadaran pajak.
Tabel 4.5
Tebal Hasil Penelitian
No. Objek Pajak
Reklame
Kesadaran Pajak
dari Wajib Pajak
Reklame
Penilaian Penagihan
Bapenda Kab. Blitar
oleh Wajib Pajak
Reklame
KB B SB KB B SB
1. Reklame Papan /
Billboard/Videot
ron/Megatron — — — —
2. Reklame Kain
(Spanduk) — — — —
3. Reklame
Melekat (Stiker) — — — —
Sumber : Data Primer, diolah, 2017.
Keterangan Variabel :
- KB : Kurang Baik
- B : Baik
84
- SB : Sangat Baik
Penelitian yang dilakukan oleh penulis kepada tiga objek pajak reklame
berbeda di Kabupaten Blitar, memberikan hasil bahwa kesadaran pajak masih
kurang. Seperti masih ditemukan beberapa pelanggaran pada wajib pajak,
namun wajib pajak bersedia untuk melakukan perbaikan. Untuk presentase
kesadaran pajak dari wajib pajak reklame dalam mentaati peraturan mengenai
pajak reklame berada di presentase 65,7 % sudah mentaati peraturan terkait
pajak reklame, sedangkan 34,3 % masih melakukan pelanggaran.75
Dalam setiap tahun Badan Pendapatan Daerah diberikan target
penerimaan pajak daerah oleh pemerintah Kabupaten Blitar. Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar diwajibkan memenuhi target tersebut,
sehingga pelaksanaan terkait penagihan pajak reklame ini memang sangat
dibutuhkan. Sebab jika semakin banyak wajib pajak yang membayarkan
pajak reklame melebihi tanggal jatuh tempo, akan mengakibatkan pendapatan
asli daerah tidak optimal sehingga pembangunan di Kabupaten Blitar
terhambat. Berikut adalah realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten
Blitar dari sektor pajak reklame.
Tabel 4.6
Data Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Kab. Blitar Tahun 2014 - 2016
Reklame Papan /
Billboard/Videotr
on/Megatron
Reklame Kain
(Spanduk)
Reklame
Melekat
(Stiker)
Tah
un 2
014
Target 294.235.200,00 80.000.000,00 36.000.000,00
Realisasi 300.270.124,00 80.672.100,00 36.162.500,00
Persen 102,05 % 100,84 % 100,45 %
75
Hasil wawancara dengan Staff Seksi Penagihan, Bidang Penagihan dan Keberatan,
Ahmad Junaidi S.E., Tanggal 12 April 2017 di Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
85
Tah
un 2
015
Target 300.000.000,00 85.000.000,00 40.000.000,00
Realisasi 344.004.092,00 92.864.750,00 39.500.000,00
Persen 114,67 % 109,25 % 98, 75 % T
ahun 2
016
Target 350.000.000,00 100.000.000,0
0
50.000.000,00
Realisasi 355.609.751,00 102..278.750,0
0
50.500.000,00
Persen 101,60 % 102, 28 % 101, 00 %
Sumber : Data Primer, diolah, 2015.
Data tersebut telah menjelaskan bahwa pada tiap tahunya Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar telah mendapatkan penerimaan pajak
reklame diatas dari target, walaupun pada tahun 2015 subjek Reklame
Melekat (Stiker) . Adanya target ini membuktikan bahwa Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar memiliki rencana untuk mengatur dan mengarahkan
wajib pajak reklame kearah yang dikehendaki, hal ini yang disebut sebagai
fungsi mengatur (regulerend).
Hal ini juga disebabkan oleh semakin bertambahnya usaha di bidang
reklame ini tiap tahunya. Keuntunganya adalah pemasukan dari pajak
reklame semakin bertambahnya usaha di bidang periklanan ini tiap tahunya.
Hal terebut merupakan peran penting dari penagihan pajak reklame, sehingga
dapat menunjang PAD.
Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar sebagai Badan yang
diberikan kewenangan untuk melaksanakan pemungutan pajak reklame di
Kabupaten Blitar wajib mematuhi adanya Undang – Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur asas – asas umum
pemerintahan yang baik. Menurut penulis, Badan Pendapatan Daerah
86
Kabupaten Blitar telah mentaati adanya asas – asas umum pemerintahan yang
baik, seperti asas kepastian hukum yaitu telah dijelaskan secara rinci
mengenai peraturan pajak reklame dalam Peraturan Daerah Kabupaten Blitar
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dan Peraturan Bupati Blitar
Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Reklame.
Dalam asas tertib penyelenggaraan negara, Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Blitar. Ketiga adalah
asas kepentingan umum, dimana penagihan pajak daerah oleh Badan
Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar tidak hanya disebabkan karena
menegakkan peraturan, namun juga mengupayakan penagihan pajak guna
pemasukan pajak, untuk pembangunan dan kesejahteraan Kabupaten Blitar.
Asas keempat adalah asas keterbukaan yang ditunjukan dengan selalu
memberikan informasi terkait pajak reklame.
Pada pasal 21 Peraturan Bupati Blitar tentang Pedoman Pelaksanaaan
Pemungutan Pajak Reklame telah mengatur mengenai penagihan pajak
reklame, hal terebut berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran pada wajib
pajak. Jika kesadaran pajak masyarakat semakin berkurang, maka pemasukan
PAD Kabupaten Blitar juga akan semakin berkurang. Hal ini dapat
mengakibatkan pembiayaan urusan pemerintahan dan pembangunan
Kabupaten Blitar semakin melambat. Sehingga upaya penagihan pajak
87
reklame di Kabupaten Blitar sangat dibutuhkan untuk pembangunan
Kabupaten Blitar.
Jika di perhatikan pada penjabaran diatas terkait pelaksanaan dapat kita
lihat beberapa poin penting antara lain, pertama, berdasarkan standart sasaran
dan kebijakan, standart yang digunakan dalam pelaksanaan penagihan pajak
Reklame di Kabupaten Blitar adalah Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun
2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame. Sedangkan
yang menjadi target sasaran kebijakan pelaksanaan penagihan pajak adalah
wajib pajak yang menunggak pembayaran pajak reklame saat jatuh tempo
pembayaran. Kedua, Sumber Daya Manusia di dalam Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar khususnya pada Seksi Penagihan, Bidang Penagihan
dan Keberatan bertugas melaksanakan penagihan pajak sesuai Peraturan
Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Reklame. Jumlah Sumber Daya Manusia yang berada di
Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar Seksi Penagihan, Bidang
Penagihan dan Keberatan adalah berjumlah 8 orang, dengan melihat luas
wilayah Kabupaten Blitar dan jumlah wajib pajak yang banyak maka jumlah
pegawai dirasa masih kurang.
Ketiga, hubungan antar non organisasi dalam pelaksanaan penagihan
pajak reklame di Kabupaten Blitar bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Blitar dalam hal ini melakukan penertiban reklame, sehingga
pelaksanaan program ini berjalan dengan efektif. Keempat, karakteristik
pelaksana mencakup struktur birokrasi di Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar adalah karakteristik yang memiliki pembagian urusan
88
secara formal dan jelas. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian struktur
organisasi dan tata kerja, pada Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar
diatur di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
Kelima, berkaitan dengan kondisi sosial, politik dan ekonomi, yang
mencakup kondisi sosial di Kabupaten Blitar masih banyak ditemui wajib
pajak yang kurang memiliki kesadaran dalam pembayaran pajak daerah
dikarenakan hal tersebut dinilai dapat mengurangi penghasilan wajib pajak
dalam hal penyelenggaraan reklame. Dalam politik kondisinya sendiri di
Kabupaten Blitar wajib pajak banyak yang masih menolak atas Peraturan
Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Reklame karena dinilai masih memberatkan. Kondisi
ekonomi sendiri pada Nelayan di wilayah perairan Provinsi Jawa Timur
semenjak Berlakunya Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame berdampak pada
berkurangnya hasil pendapatan wajib pajak dalam penyelenggaraan reklame.
Keenam, terkait dengan disposisi implementator di Kabupaten Blitar
dalam hal ini Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, namun
permasalahannya adalah kurangnya jumlah Sumber Daya Manusia untuk
melaksanakan kebijakan tersebut terkait pelaksanaan penagihan pajak
reklame.
Berdasarkan hasil analisis menurut pelaksanaannya yang terbagi dalam
6 poin di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pelaksanaan penagihan
pajak reklame pada pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012
89
tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik dikarenakan adanya beberapa poin yang
belum terpenuhi.
D. Hambatan yang dihadapi beserta solusi dalam pelaksanaan penagihan
pajak di Kabupaten Blitar berdasarkan Pasal 21 Peraturan Bupati
Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Reklame
Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya, pajak
reklame di Kabupaten Blitar termasuk dalam salah satu potensi unggulan di
Kabupaten Blitar. Semakin meningkatnya pertumbuhan reklame di
Kabupaten Blitar pajak reklame termasuk pemasukan yang cukup besar ke
dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Blitar. Penagihan Pajak
Reklameoleh Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
1. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar untuk melaksanakan penagihan pajak
a. Kendala yang dihadapi Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar
Pajak reklame di Kabupaten Blitar menggunakan sistem official-
assessment, Sistem Official Assessment adalah sistem pemungutan
pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak76
dalam hal ini Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar. Sistem ini
pada umumnya diterapkan pada pengenaan pajak langsung, dalam hal
ini wajib pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul setelah
76
Website Ilmu Ekonomi, Pengertian Official Asement Menurut Para Ahli (online), http://www.ilmuekonomi.net/2016/05/pengertian-official-assessment-system-menurut-para-
ahli.html / (25Juni 2017)
90
dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar.
Penagihan yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar merupakan penagihan yang dilakukan dilapangan. Petugas dari
Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar melakukan penagihan
pajak dalam jangka waktu tertentu. Semakin banyak jumlah penunggak
pajak Pertumbuhan reklame yang semakin meningkat sangat
mempengaruhi penagihan pajak reklame, karena akan dibutuhkan
petugas dengan jumlah yang sesuai.
Petugas terdiri dari seluruh staff bidang penagihan, termasuk
kepala bidang penagihan dan keberatan beserta para seksi penagihan.
Bidang Penagihan terdiri dari 2 orang pegawai, sedangkan wilayah
Kabupaten Blitar sangat luas. Petugas dibagi 2 orang tiap kecamatan, 2
orang petugas ini melakukan penagihan pajak yang bersifat aktif di
satu kecamatan.
Namun, kendalanya petugas yang memberikan keputusan
tersebut hanya kepala seksi dan kepala bidang yang jumlahnya
terbatas. Sehingga dengan pembagian 2 orang petugas tiap kecamatan
ini tidak dapat melakukan penagihan secara perorangan, melainkan
harus dengan berkelompok.
b. Solusi yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar
Dengan kurangnya SDM yang berjumlah 9 orang pegawai di
bidang penagihan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, maka
akan menghambat penagihan yang dilakukan. Sehingga solusi yang
91
dilakukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar adalah
membagi petugas penagihan untuk melakukan penagihan yang bersifat
aktif.
Petugas dibagi berdasarkan kecamatan di Kabupaten Blitar
dengan masing – masing tim yang beerjumlah kurang lebih 2 orang
setiap kecamatan. 2 orang terdiri dari kepala bidang/ kepala seksi dan
staff. Kepala bidang/kepala seksi wajib ada dalam setiap tim petugas
penagihan, sebab staff tidak dapat memberikan keputusan terkait wajib
pajak yang meminta adanya kompensasi pembayaran pajak daerah.
Jumlah ideal petugas penagihan pajak adalah setidaknya 10 wajib
pajak. Namun hal ini masih belum dapat dilaksanakan, sebab jika
terjadi permasalahan dengan wajib pajak maka hanya kepala bidang/
kepala seksi yang dapat memberikan keputusan.
Pihak Satpol PP juga memberikan solusi terkait pengadaan
operasi gabungan yaitu dengan membuat tim khusus yang terdiri dari
pihak – pihak dalam operasi gabungan, sehingga tim ini tidak hanya
berkumpul saat operasi gabungan. Namun telah dibentuk sejak awal
sehingga tim ini tidak hanya bertugas saat operasi gabungan saja.77
2. Kurangnya Kesadaran Pajak
a. Kendala yang dihadapi Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar
Penerapan official asesment dalam pemungutan pajak reklame di
Kabupaten Blitar juga masih memiliki kekurangan. Terkadang apabila
77
Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyeldikani, Bidang
Penegakan Perundang – Undangan Daerah, Ruslan, S.Sos, M.M. pada 29 Juni 2017.
92
pajak yang harus dibayarkan oleh seorang wajib pajak terhitung besar,
maka wajib pajak tersebut akan berfikr bahwa ada
kesalahan/kecurangan dalam penghitungan pajak. Dan dengan pikiran
seperti itu, otomatis selaku badan pemungut pajak tidak akan
dipercayai sepenuhnya oleh wajib pajak sehingga masyarakat yang
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak pun berkurang. Terkadang
dalam prakteknya wajib pajak dan fiskus dalam proses negosiasi
penetapan dan penghitungan besar pajak sangat dimungkinkan untuk
melakukan ―tawar-menawar‖. Semakin baik pelaksanaan penagihan
yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, maka
dapat memperbaiki kesadaran pajak dari para wajib pajak reklame.
Penerapan sistem official asessment ini memiliki beberapa prasyarat,
antara lain 78
a) Pengetahuan Wajib Pajak (tax knowladge)
b) Kejujuran Wajib Pajak (tax integrity)
c) Kesadaran Wajib Pajak (tax consciousness)
d) Hasrat untuk membayar pajak (tax mindedness)
e) Kedisiplinan Wajib Pajak (tax discipline)
Melihat bahwa pajak ini merupakan beban yang wajib
ditanggung oleh wajib pajak, maka hasrat untuk membayar pajak juga
harus dimiliki oleh wajib pajak. Bukan hanya mengeluhkan beban
mereka untuk membayar pajak, namun juga mengingat pentingnya
78
Sri Pudyatmoko, Penegakan dan Perlindungan Hukum di Bidang Pajak, Salemba
Empat, Jakarta, 2007, hlm. 64.
93
pajak untuk pembangunan daerah. Sehingga pemerintah diharapkan
juga dapat mempertanggung jawabkan pajak yang telah dibayarkan
oleh wajib pajak dengan baik. Hal yang terakhir adalah kedisiplinan
yang juga diperlukan oleh wajib pajak, sebab pajak tidak hanya
menghitung dan melaporkan nilai penjualanya saja namun wajib
pajak juga wajib memiliki kedisiplinan dalam membayarkan pajak
selama waktu masa pajak yang telah diberikan.
Selain wajib pajak yang memiliki prasyarat, pemerintah juga
tidak dapat sewenang – wenang dalam memaksakan pemungutan
pajak. Penegakan hukum administrasi tidak lepas dari bagaimana
kekuasaanpemerintah itu dijalankan dan dipenuhi. Berbagai hal yang
perlu diperhatikan dalam penegakan hukum administrasi adalah :
a) Kejelasan norma yang mengatur
Kejelasan peraturan sangat diperlukan, mengingat penegakan
hukum pajak ini tidak melalui proses peradilan melainkan melalui
prosedur yang langsung diterapkan kepada wajib pajak.
b) Pemahaman dari pejabat yang berwenang
Sebagai aparat yang diberikan kewenangan untuk melakukan
penegakan, setiap pejabat yang dalam jabatanya diserahi kewenangan
penegakan harus mengetahui tugas dan kewenanganya.
94
c) Penggunaan kewenangan diskresi
Kewenangan diskresi memungkinkan tidak digunakanya
kewenangan untuk melakukan penegakan hukum sekalipun syarat –
syarat penggunaanya telah dipenuhi. Digunakan maupun tidak
digunakanya kewenangan tersebut oleh pejabat yang berwenang,
kejelasan alasan harus dapat dipertanggungjawabkan.
d) Norma hukum yang baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Tidak hanya peraturan perundang – undangan saja yang
penting dalam pelaksanaan hukum administrasi, namun pentingnya
norma juga diperlukan seperti asas – asas umum pemerintah yang baik
untuk pengujian penggunaan kewenangan diskresi tersebut.
b. Solusi yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten
Blitar
Solusi untuk kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pajak reklame ini dengan menambah intensitas untuk melakukan
sosialisasi terkait pajak reklame. Program tersebut dapat dilakukan
dengan mendatangi SMA, Universitas di Kabupaten Blitar, juga
pastinya para penyelenggara reklame. Hal tersebut bertujuan agar
masyarakat telah diberikan pendidikan mengenai pajak untuk
menanamkan kesadaran pajak yang baik sejak dini. Solusi lain dengan
melakukan peningkatan pengawasan penagihan, sehingga ketika
ditemukan pelanggaran akan segera ditindak supaya tidak
menimbulkan reklame lain melakukan kesalahan yang sama.
95
Demikian kendala yang dihadapi oleh Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar beserta solusi yang dilakukan Badan Pendapatan
Daerah Kabupaten Blitar. Kinerja Badan Pendapatan Daerah
Kabupaten Blitar sudah cukup bagus untuk melaksanakan pemungutan
pajak hanya saja masih perlu ditingkatkan mengingat masih banyak
ditemui wajib pajak yang menunggak dalam pembayaran.
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan bab sebelumnya maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan dari penulisan skripsi ini. Kesimpulannya adalah
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar Nomor
39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Reklame Terkait Penagihan Pajak Reklame tidak terlaksana secara
efektif karena adanya beberapa faktor penghambat.
2. Hambatan dalam Pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Bupati Blitar
Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan
Pajak Reklame Terkait Penagihan Pajak Reklame adalah sebagai
berikut:
a. Kurangnya jumlah petugas penagihan pajak reklame
melaksanakan tugasnya sehingga menyebabkan kegiatan
penagihan yang dilakukan oleh pihak Badan Pendapatan
Daerah Kabupatenn Blitar menjadi terbatas.
b. Kurangnya kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak
reklame, sehingga menyebabkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tidak optimal, hal tersebut berdampak alokasi dana
untuk pembangunan daerah terhambat.
3. Solusi yang dilakukan agar Pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Bupati
Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan
97
Pemungutan Pajak Reklame Terkait Penagihan Pajak Reklame
adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya SDM yang berjumlah 9 orang petugas di bidang
penagihan Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar, maka
akan menghambat penagihan yang dilakukan tidak sebanding
dengan jumlah kecamatan dan wajib banyak yang banyak,
maka dari itu sangat perlu ditambahkan petugas guna
mengoptimalkan pendapatan asli daerah.
b. Solusi untuk kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya pajak reklame ini dengan menambah intensitas
untuk melakukan sosialisasi terkait pajak reklame. Program
tersebut dapat dilakukan dengan mendatangi SMA,
Universitas di Kabupaten Blitar, juga pastinya para
penyelenggara reklame. Hal tersebut bertujuan agar
masyarakat telah diberikan pendidikan mengenai pajak untuk
menanamkan kesadaran pajak yang baik sejak dini. Solusi
lain dengan melakukan peningkatan pengawasan penagihan,
sehingga ketika ditemukan pelanggaran akan segera ditindak
supaya tidak menimbulkan reklame lain melakukan
kesalahan yang sama.
98
B. Saran
Saran yang dapat diberikan penulis terkait hasil dan pembahasan
adalah sebagai berikut:
1. Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar dapat menambah
pegawai tambahan ketika melaksanakan penagihan pajak.
Pengadaan UPT (Unit Pelakansana Teknis) juga dapat membantu
kinerja Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar.
2. Meningkatkan kesadaran pajak pada masyarakat Kabupaten Blitar,
tidak hanya wajib pajak reklame namun kepada semua masyarakat
juga dapat diupayakan dengan memberikan pengetahuan pajak
sedini mungkin agar terciptanya kesadaran akan pentingnya pajak
dan tingginya keinginan membayar pajak. Maka akan terciptanya
kedisiplinan pajak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Adrian Sutedi, Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor,
2008.
Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta, 2005.
Ali Zainuddin, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Palu, 2005.
Angger Sigit Pramukti dan Fuadi Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum
Perpajakan, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2015
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Indonesia, balai
pustaka, jakarta, 1989.
Dwiarso Utomo, dkk., Perpajakan: Aplikasi dan Terapan, Penerbit ANDI,
Yogyakarta, 2011.
Guntur Usman, Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Cipta Karya,
Jakarta, 2004.
Irwansyah Lubis, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis Dengan
Pelaksanaan Hukum, Kompas Gramedia, Jakarta, 2010.
Leo Agustina, Politik dan Kebijakan Publik, AIPI, Bandung, 2006, hlm. 139.
Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik (Edisi 2), UPP STIM YKPN,
Yogyakarta, 2007.
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Formal, Graha Ilmu, 2010.
Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Rajawali Pers,
Depok, 2005.
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Raja Grafindo
Persada, Surabaya, 2002.
Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta, 1991.
R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama,
Bandung, 2013.
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta 2005.
Soejono Soekanto, Efektifitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya,
Bandung, 1985.
Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni
Bandung, 1983.
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka
Pembangunan di Indonesia, UI Press, Jakarta, 1983.
Soerjono Soekanto, Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Raja Grafindo, Jakarta, 2004.
Soewono Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Hukum Administrasi dan
Manajemen, Alumni Bandung, 1994.
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2004.
Yuswanto, dkk., Hukum Pajak, PKKPUU FH Unila, Bandar Lampung, 2007.
JURNAL :
Derlina Sutria Tunas, Efektifitas Penagihan Tunggakan Pajak Dengan
Menggunakan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Manado, Jurnal EMBA, Volume 1, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2013.
UNDANG-UNDANG :
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262
Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang –
Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048.
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Nomor ,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 413
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2011 Nomor 2/A.
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pembentukan
dan Susunan Perangkat Daerah. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun
2016 Nomor 10/D.
Peraturan Bupati Blitar Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Reklame. Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun
2012 Nomor 39/C.
SKRIPSI
Nindra Sandria Ardhana, Efektifitas Pasal 13 Jo Pasal 14 Huruf (D) Peraturan
Walikota Surabaya No. 42 Tahun 2011, Tentang Rincian Tugas Dan
Fungsi Dinas Kota Surabaya Terkait Pembangunan Insfrastruktur
Jalan Kota Surabaya, Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya ,2014.
INTERNET
Sony Lazio, 2012, Pengertian dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah,
https://bemfisipgaluhkomisariatpangandaran.wordpress.com/2011/10/26/su
mber-sumber-penerimaan-daerah/, (15 April 2017)
Website Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Blitar,
http://bapendablitar.kab.go.id/category/profil/tupoksi/, ( 10 Mei 2017)
Website Resmi Pemerintah Kabupaten Blitar, Gambaran Umum Kabupaten Blitar
(online), http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/, (12 Juni
2017)