PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA JAMINAN GADAI...
Transcript of PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA JAMINAN GADAI...
PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA JAMINAN GADAI
BERDASARKAN FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002
TENTANG RAHN DAN POJK NO.31/POJK.05/2016
TENTANG USAHA PERGADAIAN
(Studi Kasus : Pegadaian Syariah Cabang Cinere)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Syariah Dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Alawiyah Rahmah
11150490000111
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
iv
ABSTRAK
Alawiyah, NIM 11150490000111. PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA
JAMINAN GADAI BERDASARKAN FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002
TENTANG RAHN DAN POJK NO.31/POJK.05/2016 TENTANG USAHA
PERGADAIAN. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamlah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
1441 H/2019 M.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan lelang pada benda
jaminan gadai dengan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-
MUI/III/2002 dan POJK No.31/POJK.05/2016, pegadaian merupakan lembaga
keuangan yang menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan
jaminan gadai sehingga ketika nasabah sudah jatuh tempo dan tidak dapat
memenuhi utangnya, maka pihak pegadaian akan melakukan pelelangan terhadap
benda jaminan tersebut. Maka Pegadaian Syariah dalam melakukan pelaksanaan
lelang harus tunduk terhadap Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang Rahn selain tunduk kepada aturan tersebut pelaksanaannya harus
berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.31/POJK.05/2016 Tentang
Usaha Pergadaian.
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normative dan field
research (lapangan) dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait dengan
menyesuaikan sumber data sekunder dalam bentuk perundang-undangan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, Pegadaian Syariah Cabang Cinere
dalam prosedur pelaksanaan lelang telah sesuai dengan Fatwa DSN No.25/DSN-
MUI/III/2002, tentang jatuh tempo, pemberitahuan kepada murtahin, dan
mengembalikan uang kelebihan.Namun dalam kekurang penjualan hasil lelang
belum sesuai dengan fatwa karena pihak pegadaian syariah cabang cinere tidak
meminta kewajiban kekurangan kepada nasabah. Dalam kesesuaian hukumnya
pegadaian syariah cabang Cinere belum sepenuhnya mengikuti peraturan dalam
fatwa No. 25/DSN-MUI Tentang Rahn “kelebihan hasil penjualan menjadi milik
rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin “ sedangkan berdasarkan
Perundang-undangan yaitu POJK No. 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha
Pergadaian “lelang adalah penjualan barang jaminan yang terbuka untuk umum
dengan penawaran harga secara tertulis / lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahulukan pengumuman lelang”
bahwa pegadaian syariah cabang Cinere belum sesuai dalam pelaksanaan lelang
yang terbuka secara umum.
Kata Kunci : Pelaksanaan , Pegadaian Syariah, Lelang.
Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.H.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi
sang pemberi kehidupan, pencipta alam semesta, yang telah memberikan nikmat
dan kemudahan, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA JAMINAN
GADAI BERDASARKAN FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG
RAHN DAN POJK NO.31/POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN.
Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada baginda Rasullalah SAW,
beserta para keluarga dan sahabatnya. Semoga beliau dapat menjadi sauri tauladan
bagi kita semua dan syafaatnya dapat tercurah kepada semua umatnya.
Kemudian penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu dan mendukung penulis baik langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.A.g., S.H., M.H., M.A, selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. A.M. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan
Dr. Abdurrauf, M.A, selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah.
3. Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A, selaku Pembimbing Skripsi yang
telah bersedia meluangkan waktu, fikiran, dan tenaga kepada penulis
penelitian ini, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan
keberkahan kepada bapak. Amiin.
4. Dr. Muhammad Bukhori Muslim, Lc., M.A, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu meluangkan waktu guna motivasi dan kelancaran
Akademik semasa perkuliahan. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan dan keberkahan. Amiin.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmunya bermanfaat dan
bapak ibu selalu di berikan kesehatan dan keberkahan. Amiin.
vi
6. Segenap keluarga besar Pegadaian Syariah Cabang Cinere, terutama
kepada Bapak Jamiat Heri selaku Pimpinan Pegadaian syariah Cabang
Cinere, mas Anggi Kristanto, Mas Frandika Sandi, Mba Elin Fergita, Mba
Siti Hidayah dan Mas Boy, yang telah membantu penulis untuk
melakukan riset dan memberikan data yang diperlukan guna penyelesaian
skripsi.
7. Ungkapan terimakasih, hormat, cinta dan kasih sayang penulis haturkan
kepada Ayahanda Bapak Ide Wahyudin dan Ibunda Syamsiah. Kepada
papa dan mamah terimakasih atas segala doa, pengorbanan, motivasi, serta
ketulusan yang kalian berikan kepada penulis. Semoga papa dan mamah
bangga atas pencapaian ini serta Allah selalu memberikan kesehatan,
kelancaran dan keberkahan. Amiin. Terimaksih untuk adik-adikku Ilham
Maulana dan Rifki Khoirul Anam telah menjadi suporter terbaik bagi
penulis.
8. Kepada Kakak sepupu saya Karna Wijaya dan Bayu Suprihartini
terimakasih atas dukungan kepada penulis baik moril maupun materil, Ai
Nur Ilmy yang telah membantu selama proses Skripsi.
9. Sahabat-sahabat terbaikku : Nadia Nandini, Rijal Hanafi dan Camelia Ria
Vurista, terimkasih telah menjadi kawan dikala senang maupun susah dan
telah banyak memotivasi atas segala kendala yang dihadapi sejak awal
kuliah hingga penyusunan skripsi ini dan teman berjuang dalam
menjalankan tugas akhir ini. Anto Dwi Cahyo terimakasih telah membantu
selama proses skripsi. Dan teruntuk kak Winarti makasih banyak atas
bantuan dan motivasinya . Semoga Allah membalas kebaikan kalian
semua dengan kebaikan yang lebih banyak.
10. Seluruh teman-teman Prodi Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2015,
terimakasih kalian telah memberikan warna keceriaan selama kuliah.
Semoga silaturahmi kita tetap terjalin sampai kapan pun, kenangan
bersama kalian tidak pernah terlupakan.
vii
11. Kepada seluruh Hukum Ekonomi Kelas D penulis ucapkan terimakasih
selalu menjadi teman – teman saya yang solid dan saling support, semoga
kalian semua dipermudah segala urusannya oleh Allah SWT. Amin.
12. Teman-teman KKN 007 “Gramahita” 2018, terimaksih kepada kalian telah
berbagi kebersamaan khusunya kepada Anita, Vernia, Laras, Rahma dan
Hanum.
13. Seluruh pihak-pihak lainnya yang telah memberikan dukungan serta
semangat kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
Jakarta, 21 Agustus 2019
Alawiyah
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 4
1. Identifikasi Masalah ....................................................... 4
2. Pembatasan Masalah ...................................................... 5
3. Perumusan Masalah ........................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 5
1. Tujuan Penelitian ............................................................ 5
2. Manfaat Penelitian .......................................................... 6
D. Metode Penelitian .................................................................. 7
1. Pendekatan Penelitian ..................................................... 7
2. Jenis penelitian ............................................................... 7
3. Sumber dan Jenis data Penelitian ................................... 7
4. Teknik Analisis dan Pengolahan Data ............................ 8
5. Teknik Penulisan ............................................................ 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ..................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 13
G. Kerangka Pemikiran ............................................................. 14
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 15
A. Konsep Pegadaian Syariah .................................................... 15
1. Pengertian Pegadaian Syariah ........................................ 15
2. Dasar Hukum Pegadaian Syariah ................................... 17
3. Rukun dan Syarat Gadai ................................................. 18
ix
4. Perjanjian Akad Gadai .................................................... 20
5. Tujuan dan Manfaat Gadai ............................................. 22
6. Hak dan Kewajiban Rahn ............................................... 23
7. Hukum Pemanfaatan Barang yang di Gadaikan ............. 25
8. Musnahnya Barang Jaminan Gadai ................................ 25
9. Penjualan Barang Gadai Setelah Jatuh Tempo ............... 27
10. Berakhirnya Akad ........................................................... 28
11. Berakhirnya Ajada Gadai ................................................ 29
B. Konsep Lelang Syariah .......................................................... 29
1. Pengertian Jual Beli Muzayadah (Lelang) ..................... 29
2. Dasar Hukum Jual Beli Muzayadah (Lelang) ................. 31
3. Syarat dan Rukun Lelang ............................................... 33
4. Macam-macam Lelang ................................................... 34
5. Subyek dan Obyek Lelang ............................................. 35
BAB III LEMBAGA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE .. 45
A. Profil Pegadaian Syariah Cabang Cinere .............................. 45
1. Sejarah Pembentukan Pegadaian Syariah Cinere ........... 45
2. Visi dan Misi Pegadaian Syariah Cabang Cinere ............ 48
3. Pegadaian Syariah Cabang Cinere ................................. 49
B. Produk Pegadaian Syariah Cabang Cinere ............................ 49
1. Rahn ............................................................................... 49
2. Arrum BPKB .................................................................. 51
3. Amanah .......................................................................... 53
4. Arrum Haji ..................................................................... 54
5. Arrum Emas ................................................................... 55
6. Rahn Bisnis ..................................................................... 56
7. Rahn Refleksi ................................................................. 57
8. Rahn Hasan ..................................................................... 57
9. Arrum Umroh ................................................................. 58
10. Rahn Tasjily Tanah ........................................................ 59
x
C. Struktur Organisasi, Tugas Pokok, dan Fungsi Pegadaian
Syariah Cabang Cinere .......................................................... 61
1. Struktur Organisasi Cabang Syariah Cinere .................... 61
D. Tugas Pokok Pegadaian Syariah Cabang Cinere ................... 64
E. Fungsi Pegadaian Syariah Cabang Cinere ............................. 64
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA
JAMINAN GADAI ...................................................................... 65
A. Prosedur Pelaksanaan Lelang ................................................. 65
B. Kesesuaian Praktik Lelang .................................................... 69
1. Jatuh Tempo ................................................................... 70
2. Lelang Syariah ................................................................ 73
3. Hasil Penjualan Lelang ................................................... 78
4. Uang Kelebihan Lelang dan Kekurangan Lelang .......... 80
BAB V PENUTUP ................................................................................... 88
A. Kesimpulan ............................................................................ 88
B. Saran ...................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 91
LAMPIRAN – LAMPIRAN ........................................................................ 94
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan Ekonomi merupakan bagian dari pembangunan Nasional,
dalam rangka mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Dalm rangka
memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan serta
berkembang, para pelaku pembangunan ekonomi baik pemerintah ataupun
masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, hal tersebut
memerlukan dana yang cukup besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan
pembangunan, meningkat pula pada kebutuhan pendanaan, sebagian besar
dana yang di butuhkan adalah dari hasil pinjam meminjam.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana dan juga lokomotif
sebagai penggerak ekonomi masyarakat, maka di perlukannya lembaga
jaminan untuk meminjam dana yaitu lembaga jaminan penyaluran kredit
melalui pegadaian
Perum Pegadaian merupakan salah satu Lembaga Keuangan Non Bank
yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sebagai Lembaga Keuangan
Non Bank milik pemerintah yang berhak memberikan pinjaman kredit kepada
masyarakat atas dasar hukum gadai yang bertujuan agar masyarakat tidak di
rugikan oleh lembaga keuangan Non Bank yang cenderung memanfaatkan
kebutuhan dana dari masyarakat.
Bagi mereka yang memiliki barang-barang berharga dan kesulitan dana
dapat segera dipenuhi dengan cara menjual barang berharga tersebut,
sehingga jumlah uang yang di inginkan dapat dipenuhi. Namun resikonya
barang yang telah di jual akan hilang dan sulit kembali. Kemudian jumlah
uang yang diperoleh terkadang lebih besar dari yang diinginkan sehingga
dapat mengakibatkan pemborosan.1
1 Sugiono,” Metode Penelitian Bisnis”,( Bandung : CV Alfabeta, 2005), h. 77.
2
Dengan adanya pegadaian sehingga masyarakat hanya perlu
menjaminkan barang berharga miliknya berupa emas, lalu Nasabah sudah
bisa mendapatkan pinjaman yang di butuhkannya.
Saat ini pegadaian hadir pula dengan prinsip syariah yaitu pegadaian
syariah.munculnya pegadaian syariah merupakan salah satu bentuk usaha
untuk membantu masyarakat agar tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Akan tetapi apabila masayarakat tidak
mampu membayar angsurannya maka sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No 25/DSN-MUI/III/2002
barang jaminannya akan di ekseskui lelang.
Secara umum lelang merupakan penjualan barang yang dilakukan di
muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan
dengan harga yang semakin meningkat atau harga semakin menurun dan atau
dengan harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan
para peminat.2
Dalam fiqih, lelang di kiaskan dengan ba‟i muzayyadah. Ba‟i
Muzayyadah adalah salah satu jenis jual beli dimana penjual menawarkan
dagangannya di tengah-tengah keramaian, lalu para pembeli saling menawar
dengan harga yang lebih tinggi sampai pada harga yang paling tinggi dari
salah satu pembeli, lalu terjadilah akad dan pembelian tersebut mengambil
barang dari penjual. 3
Jual beli lelang di dalam hukum Islam bertujuan untuk memberikan
kemudahan dan kemaslahat an serta menghindari kemadharatan atau kerugian
dalam transaksi. Akan tetapi dilihat dari segi prakteknya di jaman sekarang
sering dijumpai bahwa dalam pelaksanaannya sering terjadi manipulasi harga
yang dilakukan oleh penjual, pengurangan timbangan dan kecurangan
lainnya.
2 Abdul Ghofur Anshori, “Gadai Syariah di Indonesia”,( Yogyakarta :Gajah Mada
University Press 2011), h. 122. 3 Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri, “Al-Fiqh al-madzhaib Al-Araba‟ah Juz II”,( Beirut
Libanon, 1992), h. 25.
3
Berdasarkan fiqih dan undang-undang membolehkan jual beli lelang
tersebut dengan kata sepakat (suka sama suka, saling rela) antara penjual dan
pembeli. Dalam pandangan hukum Islam jual beli lelang tersebut tidak
memenuhi aturan syariah yang berlaku dan telah diutarakan oleh beberapa
madzhab, bahwa praktik jual beli yag tidak memenuhi syarat dan rukun serta
aturan islam yang berlaku dinyatakan tidak sah.
Di dalam pegadaian syariah sistem lelang berlaku bagi nasabah yang
tidak mampu membayar angsuran hutangnya setelah jatuh tempo.Hal ini
sesuatu yang boleh, karena terdapat pula pada hakikat gadai itu sendiri, yakni
sebagai kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi harganya, apabila yang
berhutang tidak sanggup membayarnya kepada yang berpiutang.Karena itu
barang gadai boleh di jual sebagai pengganti hutangnya kepada seseorang
yang terpercaya dan adil.
Di dalam prakteknya mekanisme penjualan terkadang tidak dapat
berjalan dengan baik, sebagaimana jual beli dalam kasus lelang, segala
bentuk kecurangan untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam praktik
najasy (komplotan/trik kotor tender dan lelang) yang diharamkan Nabi
Muhammad SAW, atau juga dapat dikategorikan dalam Riswah (sogok) bila
penjual atau pembeli menggunakan uang, fasilitas atau servis untuk
memenangkan tender atau pun lelang yang sebenarnya tidak memenuhi yang
dikehendaki.
Dalam pelaksanaan barang jaminan gadai yang dijual di pegadaian
syariah tdak boleh terlepas dari aturan Fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002
tentang rahn. Dimana didalam fatwa tersebut terdapat aturan tentang
penjualan barang gadai (marhun), fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah salah satu aturan yang mendasari dan pedoman pokok praket ekonomi
syariah selain didalam fatwa pelaksanaan gadai dan lelang tidak terlepas dari
aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.31/POJK.05/2016 dimana dalam
peraturan tersebut dijelaskan tentang lelang sebagaimana penjelasannya
adalah “penjualan barang jaminan yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan lisan yang semakin meningkat atau
4
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului pengumuman
lelang”.4
Dalam praktiknya saat ini, ternyata masih banyak beberapa
penyimpangan dari aturan-aturan yang telah ditetapkan sekalipun lelang yang
dilaksanakan di pegadaian syariah tidak semua kantor pegadaian syariah
mengikuti aturan yang telah tertera di dalam hukum islam dan hukum positif
seperti di dalam aturan Fatwa dan aturan POJK peraturan otoritas jasa
keuangan, diantaranya benda yang dilelang tidak dihadapkan di muka umum,
ketika jatuh tempo pada benda tersebut kemudian hasil dari penjualannya
tidak cukup untuk melunasi hutang si rahin maka pihak rahin tidak
diwajibkan untuk membayar kekurangan. Sedangkan didalam fatwa dewan
syariah nasional di jelaskan bahwa “hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahin” namun, dalam pelaksanaannya
ketika hasil dari penjualan lelang tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban
rahin pihak pegadaian (murtahin) tidak pernah meminta kekurangan dari
nasabah, dan adapula dalam pelaksanaannya yang tidak sesuai dengan aturan
pedoman pegadaian yaitu : bila menjual barang jaminan gadai haruslah
terlebih dahulu meminta ijin ke kantor wilayah (KANWIL) akan tetapi
perijinan tidak dilakukan. Maka dari itu berdasarkan latar belakang diatas
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “
PELAKSANAAN LELANG PADA BENDA JAMINAN GADAI
BERDASARKAN FATWA DSN No.25/DSN-MUI/III/2000 TENTANG
RAHN DAN POJK No.31/POJK.05/2016 TENTANG PEGADAIAN DI
PT PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan lelang benda jaminan gadai di pegadaian
syariah ?
2. Bagaimana peran lembaga pegadaian sebagai penyalur dana pinjaman?
4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian
5
3. Bagaimana ekseskusi barang jaminan gadai di pegadaian syariah ?
4. Apakah pelaksanaan lelang dipegadaian syariah telah sesuai dengan
fatwa No.25/DSN-MUI/III/2000 tentang rahn ?
5. Apakah pelaksanaan lelang di pegadaian syariah telah sesuai dengan
POJK No.31/POJK.05/2016 tentang pegadaian ?
6. Bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang di pegadaian syariah ?
7. Bagaimana prosedur pelaksanaan lelang di pegadaian syariah ?
8. Apakah pelaksanaan lelang di pegadaian syariah telah sesuai dengan
aturan syariah ?
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membatasai masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih
jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis.5
1. Pelaksanaan lelang pada benda jaminan gadai di perusahaan pegadaian
syariah ?
2. Materi dibatasi pada Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang rahn dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang pegadaian.
3. Perumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan lelang benda jaminan gadai di
pegadaian syariah Cabang Cinere ?
2. Bagaimana kesesuaian praktik lelang yang dilaksanakan di Pegadaian
Syariah Cabang Cinere, apakah telah sesuai dengan fatwa dewan
syariah nasional no.25/DSN-MUI/III/2000 dan peraturan otoritas jasa
keuangan no.31/POJK.05/2016 tentang gadai di pegadaian syariah
Cabang Cinere ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian diatas penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan
data dan informasi atau keterangan guna :
5Fakultas Syariah dan Hukum “Pedoman penulisan skripsi”, 2007, h. 29.
6
1. Menganalisis pelaksanaan lelang benda jaminan gadai di perusahaan
pegadaian syriah berdasarkan Fatwa No.25/DSN-MUI/III/2000 dan
peraturan otoritas jasa keuangan No.31/POJK.05/2016 .
2. Menganalisis prosedur pelaksanaan lelang pada benda jaminan
dipegadaian syariah cabang Cinere.
3. Menganalisis kesesuaian aturan lelang yang dilaksanakan dipegadaian
syariah cabang Cinere berdasarkan Fatwa dewan syariah nasional dan
peraturan jasa keuangan.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademisi
Penelitian ini dapat menjadi informasi/ilmu pengetahuan bagi kalangan
akademisi institusi tentang pelaksanaan lelang di pegadaian syariah
terhadap benda jaminan gadai berdasarkan Fatwa dewan syariah
nasional dan peraturan jasa keuangan.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi penulis
Untuk menerapkan dan mempersembahkan sebuah karya tulis
terhadap ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan
memperluas wawasan pada bidang kajian ekonomi islam.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru dalam kajian
ekonomi syariah yang pada gilirannya akan mendorong lahirnya
karya-karya baru oleh para akademisi.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan kontribusi positif bagi pembaca pada umumnya,
memberikan wawasan kepada masyarakat, baik para akademisi
maupun para praktisi dalam menghadapi zaman modernisasi saat
ini dan sebagai bahan untuk melakukan penyuluhan hukum dengan
memberikan sumbangan pengetahuan, pemahaman dan kepastian
hukum kepada masyarakat terhadap pelaksanaan lelang benda
jaminan dipegadaian syariah berdasarkan Fatwa dewan syariah
7
nasional dan peraturan otoritas jasa keuangan (perundang-
undangan).
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative, yaitu
melalui pendekatan hukum, pendekatan doktrin-doktrin terkait dengan
peraturan hukum dan pendekatan kasus yang terjadi di pegadaian syariah.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan masalah yang berpacu
kepada pendekatan dalam penelitian hukum, yaitu pendekatan perundang-
undangan ( statuta approach), karena dalam penelitian ini ada aturan-
aturan tertentu dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan
lelang benda jaminan diperusahaan umum pegadaian syariah.
3. Sumber dan Jenis data Penelitian
Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan bahan
hukum dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai bahan
hukum sekunder.6 Dalam penelitian ini data yang diperlukan diperoleh
melalui penelitian lapangan. Sumber data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah menggunakan data Primer dan data sekunder :
1. Data Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoratif berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang
memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan.7
1. Wawancara Data PPegadaian Syariah Cabang Cinere
2. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan
Umum (PERUM) Pegadaian.
6 Abdulkadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum”, ( PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004), h. 82. 7 Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian hukum”, Edisi Pertama, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2005), Cet. 3, h. 35.
8
3. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1970 Jo Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1969 Tentang Perusahaan Jawatan
Pegadaian.
4. Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II
KUH Perdata Tentang Prinsip, Kerja, dan lainnya dari Pegadaian.
5. Undang-undang No. 9 Tahun 1969 Tentang.
6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016
7. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang Rahn.
2. Data Sekunder
Bahan hukum sekunder biasanya berupa pendapat hukum /
doktrin / teori-teori yang diperoleh dari literature hukum, hasil
penelitian, artikel ilmiah, buku-buku, maupun website yang terkait
dengan penelitian. Bahan hukum sekunder pada dasarnya digunakan
untuk memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Dengan
adanya hukum sekunder maka peneliti akan terbantu untuk memahami
/ menganalisis bahan hukum primer.
4. Teknik Analisis dan Pengolahan Data
Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai
komponen-komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-
masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut
pandang.Penelaahan dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.8
Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis
menggunakan metode deskripsi analitis, yaitu mendeskripsikan atau
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data yang telah
terkumpul dan menganalisa semua aspek yang berkaitan dengan masalah
penelitian guna menilai benar tidaknya dalam implementasinya.
8 Sri Mamudji, dkk, “Metode Penelitian dan Penulisan Hukum”, h. 50.
9
5. Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penulisan ini adalah
buku “pedoman penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan HukumUIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017.”9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Lelang Hp Jaminan
Gadai (Studi Kasus Pada Konter Hp di Jalan Moses Yogykarta), Skripsi
ini di tulis oleh Fathurrokhman tahun 2017 dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan menarik kesimpulan analisis kasus ini dengan
teori hukum Islam bahwa praktek yang dilaksanakan dalam gadai HP ini
terdapat bunga. Hal ini, merupakan riba yang berlipat ganda dan
berakumulasi.Karena dalam prakteknya penggadai di wajibkan membayar
bunga dalam pengembalian utang, berarti mengambil harta si penggadai HP.
Fakta kasus di JL Moses Yogyakarta, beberapa konter mengidentifikasi
bahwa, mereka menetapkan bungan sebesar 10%, pada setiap transaksi
menggadaikan barang jaminan berupa HP atau barang elektronik lainnya,
nasabah akan menerima struk atau nota jaminan gadai, yang berisi tentang
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan kesepakatan. Pihak konter akan
memberikan taksiran harga melalui pasar sekitar (HPS) saat ini. Nasabah
menandatangani struk atau nota yang telah diberikan pihak konter maka
nasabah telah menerima kesepakatan yang berlaku didalamnya.Pengambilan
uang pinjaman selambat-lambatnya 15 hari atau dua minggu setelah dua
pihak bersepakat, beserta bungan 10% dari harga yang diterima
nasabah.Namun demikian setelah 15 hari tidak sedikit nasabah yang tidak
bisa menebus barang jaminan gadainya. Ketika ini terjadi pihak
akanmelakukan pelelangan atas barang jaminan yang tidak bisa ditebus atau
diambil kembali oleh penggadai.10
Dalam penelitian ini mengkaji praktek pelaksanaan tinjauan hukum
Islam terhadap sistem lelang benda jaminan Hp, namun lebih condong
9Fakultas Syariah dan Hukum, “Pedoman Penulisan Skripsi”, 2017.
10 Fathurrokhman, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Lelang Hp Jaminan Gadai
(Studi Kasus pada Konter Hp di JL Moses Yogyakarta),” Skripsi, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2017.
10
terhadap pelaksanaan di sebuah Konter Hp. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang akan dikaji, perbedaannya dari segi regulasi maupun dari segi
Lembaganya.
Konsep Harga Lelang Barang Jaminan Gadai dalam Ekonomi
Islam di Pegadaian Syariah Cabang Simpang Patal Palembang, jurnal
ditulis oleh Susanti tahun 2016 dengan metode penelitian kualitatif dengan
menarik keimpulan bahwa penrapan konsep harga lelang di pegadaian syariah
cabang simpang patal Palembang sudah menggunakan prinsip syariah,
dimana jika barang jaminan nasabah sudah jatuh tempo pihak pegadaian
memberitahukan kepada pihak nasabah bahwa barang jaminan sudah jatuh
tempo, tetapi nasabah tidak melakukan perpanjangan maka pihak pegadaian
syariah melakukan lelang, dan proses ini juga pihak pegadaian melakukan
terlebih dahulu survey ke pasar setempat dan pasar pusat dan melakukan
penaksiran ulang supaya tidak menimbulkan penindasan sehingga dapat
merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain.
Penelitian ini membahas mengenai konsep harga lelang pada benda
jaminan dengan menggunakan konsep dasar harga pasar untuk memastikan
agar tidak terjadai kerugian terhadap nasabah yang telah di lelang
barangjaminannya agar tidak terlepass dari prinsip kesyariahannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut penelitian yang akan dikaji memiliki
persamaan dari lemabaganya akan tetapi pembahasannya berbeda karena
penelitian yang akan di kaji lebih kepada pelaksanaan lelangnya.11
Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Objek Gadai atas Pelelangan
Objek Gadai, jurnal ditulis oleh Habib Adjie dan Emmy Haryono Saputro
tahun 2015 penelitian yang digunakan penelitian hukum normative yang
beranjak pada keilmuan hukum. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach), dan dan pendekatan konseptual
(approach). Dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian gadai sebagai
perjanjian tambahan keberadaannya ditujukan untuk mendukung perjanjian
11
Susanti, “Konsep harga lelang barang jaminan gadai dalam ekonomi islam, di
pegadaian syariah cabang simpang patal Palembang”, jurnal intelektualita, Volume 5, Nomor 1,
1Juni 2016. Available online at http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intelektualita
11
pokok, yakni perjanjian utang piutang, sehingga manakala pemberi
gadai/debitor wanprestasi terhadap penerima gadai/kreditornya, maka
berdasarkan parate executie yang dimiliki oleh penerima gadai, penerima
gadai berhak melelang objek gadai. Perlindungan hukum bagi pemilik objek
gadai diberikan oleh hukum yakni, apabila terbukti bahwa pihak penerima
gadai menerima wajib mengembalikan barang yang digadaikan kepada
pemilik yang sesungguhnya.
Dalam penelitian ini memiliki perbedaan dengan yang akan dikaji
karena dalam penelitian ini dalam regulasinya lebih cenderung kepada hukum
postif yaitu hukum perdata karena dalam penelitian ini hanya membahas
tentang perlindungan hukum bagi pemilik objek gadai ,sedangkan yang akan
di kaji yaitu pelaksanaannya dan memakai regulasi fatwa dewan syariah
nasional majlis ulama Indonesia (DSN-MUI).
Pelaksanaan Lelang jaminan Gadai di PT Pegadaian (Persero)
Cabang Ngupas Kota Yogyakarta, skripsi ini ditulis oleh Yuli Nurhasanah
tahun 2018 dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
menarik kesimpulan bahwa Pelaksanaan lelang jaminan gadai di PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Ngupasan Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu KUHPerdata pasal 1155 dan Keputusan Direksi
Perum Pegadaian Nomor : 0pp.2/675/5/998 Tentang pedoman Operasional
Kantor Cabang Perum Pegadaian. Pelaksanaan eksekusi barang jaminan
tersebut juga diatur dalam ketentuan pasal 1155 KUHPerdata.Dari ketentuan
di atas dapat di simpulkan bahwa pihak debitur dapat menjadi barang jaminan
di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta syarat-syarat
yang lazim berlaku, sehingga pegadaian di perbolehkan melaksanakan lelang
sesuai dengan kebiasaan-kebiasaannya melalui Kantor Lelang Negara.
Dalam penelitian ini memiliki perbedaan dengan yang saya akan kaji,
dalam penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan lelang dengan
menggunakan sistem regulasi dari KUHPerdata pasal 1155 dan Keputusan
Direksi Perum Pegadaian Nomor : 0pp.2/675/5/998 Tentang pedoman
Operasional Kantor Cabang Perum Pegadaian, selain regulasi (aturan hukum)
12
nya lalu dalam objek penelitiannya pun berbeda penelitian ini menggunakan
objek pegadaian konvensional sedangkan yang saya akan teliti obyeknya
pegadaian syaariah Cabang Cinere, lalu perbedaannya dari penelitian ini yaitu
dari segi regulasinya penelitian yang saya kaji terfokus kepada Fatwa No.
25/DSN-MUI/III/2000 dan POJK No. 31/POJK.05/2016.
dalam penelitian ini objek yang di teliti merupakan lembaga pegadaian
syariah konvensional dan menggunakan regulasi dengan hukum positif yaitu
hukum perdata, sedangkan pada objek yang akan di kaji yaitu lembaga
pegadaian syariah dan menggunakan regulasi atau dasar hukum fatwa dewan
syariah nasional majlis ulama indonesia (DSN-MUI) dan peraturan otoritas
jasa keuangan (POJK) tentu berbeda dengan penelitian tersebut. 12
Analisis Pelaksanaan Llelang Benda Jaminan Gadai Berdasarkan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn
di Pegadaian Syariah Cabang Majapahit Semarang.Skripsi ini ditulis oleh
Siti Farihah menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang megacu
kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan dan
putusan-putusan pengadilan serta norma hukum yang berada dimasyarakat,
dan juga dengan melihat singkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya
secara hirarki. Dengan menarik kesimpulan bahwa pelaksanaan lelang di
ppegadaian syariah Cabang Majapahit telah sesuai dengan aturan fatwa dan
praktik yang dilaksanakan sesuai dengan syariat islam, karena praktiknya
berdasarkan dengan dalil-dalil al-Qur‟an dan Hadis.
Dalam penelitian ini hanya berpacu kepada Fatwa DSN-MUI saja No.
25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, sedangkan yang saya akan teliti selain
memakai regulasi dari Fatwa DSN-MUI juga akan disandingkan dengan
POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) lalu pada objek penelitiannya pun
berbeda.13
12
Yuli Nurhasanah, “Pelaksanaan lelang jaminan gadai di PT. Pegadaian (PERSERO)
Cabang ngupasan Kota Yogyakarta”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018. 13
Siti Farihah “Analisis Pelaksanaan Llelang Benda Jaminan Gadai Berdasarkan Fatwa
Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn di Pegadaian Syariah Cabang
Majapahit Semarang”, Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2017.
13
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berisi deskripsi isi skripsi bab per bab. Uraian
dibuat dalam bentuk esai yang menggambarkan alur logis dan struktur dari
bangun bahasan skripsi. Agar porsi masing-masing bab dibatasai isi judulnya,
sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini memuat latar belakang penelitian, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, studi kajian review terdahulu, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Bab ini membahas mengenai teori-teori, seperti konsep gadai syariah
dan konsep lelang syariah.
BAB III Metode Penelitian
Dalam bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian yaitu
mendeskripsikan profil lembaga pegadaian syariah cinere.
BAB IV Analisis dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan bagaimana pelaksanaan lelang di pegadaian
syariah pada benda jaminanberdasarkan fatwa No.25/DSN-
MUI/III/2002 dan peraturan otoritas jasa keuangan
No.31/POJK.05/2016 serta menjelaskan tentang prosedur-prosedur
pelaksanaan lelang dipegadaian syariah cabang cinere.
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
14
G. Kerangka Pemikiran
PerbankanSyariah Nasabah
Penggadaian dan
Penyerahan (Objek
Jaminan)
Apakah sesuai dengan
Fatwa DSN?
Penelitian Kualitatif
Fatwa DSN No.25/DSN-
MUI/III/2002
POJK
No.31/POJK.05/2016
Kesimpulan dan Saran
Analisis dan
Pembahasan
wawancara
Nasabah Tidak Menepati
Kewajiban
PelaksanaanLelang
Benda Jaminan di
Pegdaian Syariah
Cabang Cinere
15
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Pegadaian Syariah
1. Pengertian pegadaian syariah
Istilah pegadaian dalam fiqih islam disebut dengan ar-rahn. Secara
etimologis ar-rahn berarti tsubut (tetap) dan dawam (kekal, terus-
menerus).Adapun secara terminologis, ar-rahn adalah menjadikan harta
benda sebagai jaminan utang agar utangnya itu dilunasi (dikembalikan)
atau dibayarkan harganya jika tidak dapat mengembalikannya.1
Menurut Sayid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut syara‟ sebagai jaminan utang, sehingga
orang yang bersabgkutan boleh mengambil utang atau ia bisa mengambil
sebagian dari manfaat barang itu. Hal ini merupakan pengertian secara
praktis, bahwa setiap orang yang mengutangkan sesuatu biasanya meminta
jaminan dari pihak yang berutang, baik jaminan berupa barang bergerak
maupun barang berupa benda tidak bergerak.2
Menurut pasal 20 ayat (14) rahn / gadai adalah penguasaan barang
milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
Selain pengertian diatas ada beberapa defines rahn (gadai) menurut
ulama madzhab, diantaranya sebagai berikut:3
Menurut Syafi‟iyah, rahn adalah menjadikan suatu barang yang bisa
dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang
tidak sanggup membayar utangnya. Menurut Hanabilah, rahn adalah suatu
benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari
harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. Menurut
Malikiyah, rahn adalah suatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang
1 Abdullah Muhammad bin ath-Thayyar et al., “Ensiklopedia Fiqih Muamalah dalam
pandangan 4 madzhab”, (Yogyakarta : maktabah al-hanif, 2008), h. 173-174. 2 Sayid Sabiq, “Fiqih sunnah”, (Beirut: Dar al-fikr, 1403 H/1983 M, Jilid III), h. 182
3 Zainudin Ali, “Hukum Perbankan Syariah”.( Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 2.
16
diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap
(mengikat).
Dari beberapa definsi diatas dapat disimpulkan tentang gadai sebagai
berikut : Pertama, barang gadai harus sesuatu yang bernilai harta atau
barang yang dapat dijualbelikan. Kedua, barang gadai berfungsi sebagai
barang jaminan atas hutang.Ketiga, barang gadai akan dikembalikan bila
utang sudah lunas dibayarkan. Keempat, barang gadai akan dijual, bila si
rahin tidak sanggup membayar utangnya kepada murtahin. Kelima, barang
gadai bisa dalam bentuk benda bergerak dan benda tidak bergerak.Prinsip
dasar dari rahn yakni tolong-menolong.
Pengertian gadai yang ada dalam syariat islam agak berbeda dengan
pengertin gadai yang ada dalam hukum positif kita sekarang ini, sebab
pengertian gadai dalam hukum positif kita sekarang ini sebagaimana yang
tercantum dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
sebagai berikut :
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang kekuasaan
kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut
secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan
pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana
yang harus didahulukan.4
Selain berbeda dengan KUHPerdata, pengertian gadai menurut
syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut ketentuan
hukum adat. Menurut ketentuan hukum adat, gadai adalah menyerahkan
tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan
ketentuan si penggadai tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan
jalan menebusnya kembali.
Dalam bebapa pengertian gadai diatas, maka dapat dikemukakan
bahwa gadai menurut ketentuan syariat islam adalah kombinasi pengertian
gadai yang terdapat dalam KUHPerdata dan hukum adat, terutama sekali
4 Lihat pasal 1150 KUHPerdata
17
menyangkut objek perjanjian gadai menurut syariat islam meliputi barang
yang mempunyai nilai harta, dan tidak dipersoalkan apakah dia merupakan
benda bergerak atau tidak bergerak.5
2. Dasar Hukum Pegadaian Syariah
Gadai hukumnya mubah berdasarkan dalil al-Qur‟an, Hadis, dan
Ijma‟.Dasar Gadai dari Al-qur‟an adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-
Baqarah (2):283:
Artinya :” jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).
Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya ; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan, barang siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-
Baqarah : (2) 283).
Dasar dari Hadis diantaranya Hadis yan bersumber dari Aisyah r.a :
إن ؤد صهى اشتز طعا يا ي صه الله عه انب ذ أ حذ ذرعا ي ر .أجه
Artinya :”sesungguhnya Rasullalah SAW membeli makanan dari
orang Yahudi dan beliau menggadaikan baju besinya kepadanya” (H.R.
Bukhari-Muslim).
Dasar dari ijma‟ yakni bahwa kaum muslimin sepakat dibolehkannya
gadai secara syariat ketika bepergian (safar) dan ketika dirumah (tidak
bepergian) kecuali mujahid yang berpendapat gadai hanya berlaku ketika
5 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K.Lubis, “Hukum Perjanjian dalam Islam”, (Jakarta
: Sinar Grafika, cet 3, 2004), h.140.
18
bepergian berdasarkan ayat tersebut. Akan tetapi, pendapat Mujahid ini
dibantah dengan argumentasi hadis diatas. Disamping itu, penyebutan
safar (bepergian) dalam ayat tersebut keluar dari yang umum (kebiasaan).6
Selain itu, secara praktik dasar hukum gadai syariah di Indonesia
telah diatur dalam :
1. Bab XIV Pasal 412 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
2. Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/ 2002 Tentang Rahn.
3. Fatwa DSN-MUI No.26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas.
4. Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn Tasjily.
5. Fatwa DSN-MUI No.77/DSN-MUI/V/2010 Tentang Jual Beli Emas
Secara Tidak Tunai.
3. Rukun dan Syarat Gadai
Rukun gadai yaitu :7
1. Penerima gadai
2. Pemberi gadai
3. Harta gadai
4. Utang
5. Akad
Menurut Rahmat Syafe‟i, rukun rahn (gadai) yaitu rahin (orang yang
memberikn jaminan), al-murtahin (orang yang menerima), al-marhun
(jaminan), dan al-marhun bih (utang).
Menurut ulama Hanafiyah, rukun rahn (gadai) yaitu ijab kabul dari
rahin dan al-murtahin, sebagaimana pada akad yang lain. Akan tetapi, akad
tidak akan sempurna sebelum adanya penyerahan barang.
Adapun menurut ulama selaian Hanafiyah, rukun rahn (gadai) yaitu
shigat, „aqid (orang yang berakad), marhun, dan marhun bih.8
Adapun syarat-syarat (rahn) gadai menurut Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, yaitu :9
6 Abdullah Muhammad bin ath-Thayyar et al. “Menuju Era Wakaf Produktif”. Cet.3.(
Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), h. 174-175. 7Pasal 372 ayat (1) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
8 Rahmat Syafe‟i, “Fiqih Muamalah”, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), h.162.
19
1. Penerima dan pemberi gadai haruslah memiliki kecakapan hukum.
Oleh karena itu, tidak sah gadai yang dilakukan oleh para pihak yang
tidak memiliki kecakapan hukum, misalnya gila, anak-anak, dan
seterusnya.
2. Akad gadai sempurna bila akad gadai tealh dikuasai oleh penerima
gadai.
3. Akad gadai harus dinyatakan oleh para pihak secara lisan, tulisan, atau
isyarat.
4. Harta gadai harus bernilai dan dapat diserah terimakan.
5. Harta gadai harus ada ketika akad dibuat.
Menurut Rahmat Syafe‟i, dalam gadai disyaratkan beberapa syarat
sebagai berikut :
Pertama, persyaratan aqid kedua orang yang akan melakukan akad
harus memenuhi criteria al-ahliyah, yaitu orang yang sudah sah untuk
melakukan jual beli, yakni yang berakal dan mumayiz. Rahn (gadai) tidak
boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh, atau anak kecil yang
belum baligh.
Kedua, syarat shighat ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shighat
dalam rahn (gadai) tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan
sesuatu.Adapun menurut ulama selain Hanafiyah, syarat dalam rahn ada
yang shahih dan ada yang rusak (Fassid).
Ulama Syafi‟iyah berpendapat, bahwa syarat dalam rahn ada tiga,
Pertama, syarat Sahih, seperti mensyaratkan agar murtahin cepat
membayar sehingga jaminan tidak dapat disita. Kedua, mensyaratkan
sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan agar hewan yang
diajdikan jaminan diberi makanan tertentu. Syarat seperti ini batal, tetapi
akadnya sah. Ketiga, syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan
sesuatu yang akan merugikan murtahin.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi dua, yaitu
rahn sahih dan rahn fasid. Rahn fasid adalah rahn yang didalamnya
9Pasal 372 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
20
mengandung persyaratan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau
dipalingkan pada sesuatu yang haram, seperti mensyaratkan barang harus
berada dibawah tanggung jawab rahin.
Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah
diatas, yakni rahn terbagi dua, shahih dan fasid.Rahn shahih dan fasid
adalah rahn yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesuai dengan
kebutuhan.
1. Syarat Marhun
Adapun syarat marhun yaitu : Pertama, dapat diperjualbelikan.
Kedua, bermanfaat. Ketiga, Jelas. Keempat, milik rahin. Kelima, bisa
diserahkan. Keenam, tidak bersatu dengan harta lain. Ketujuh,
dipegang (dikuasai) oleh rahin. Kedelapan, harta yang tetap atau
dapat dipindahkan.
2. Syarat Marhun Bih
Adapun syarat marhun bih yaitu :
Menurut ulama Hanafiyah, syarat murtahin bih yaitu : marhun
bih hendaknya barang yang wajib diserahkan, Marhun bih
memungkinkan dapat dibayarkan. Dan hak atas marhun bih harus
jelas.
Adapun menurut ulama Hanabilah dan Syafi‟iyah, syarat
marhun bih, yaitu : berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan,
utang harus lazim pada waktu akad, dan utang harus jelas dan
diketahui oleh rahin dan murtahin.
4. Akad Perjanjian Gadai
Akad yang digunakan dalam mekanisme perjanjian gadai, yaitu :
1. Akad al-Qardu al-Hasan
Akad al-qardu al-hasan yaitu suatu akad yang dibuat oleh
pihak pemebri gadai dengan pihak penerima gadai dalam hal transaksi
gadai harta benda yang bertujuan untuk mendapatkan uang tunai yang
diperuntukkan untuk konsumtif. Hal ini dimaksud, pemberi gadai
(nasabah/rahin) dikenakkan biaya upah / fee oleh penerima gadai
21
(murtahin/ lembaga pegadaian), yang telah menjaga atau merawat
barang gadaian (marhun).10
Akad al-qardhu al-hasan dimaksud pada
prinsipnya tidak boleh pembebanan biaya selain biaya administrasi.
Namun ketentuan biaya administrasi dimaksud berdasarkan cara :
Pertama, biaya administrasi harus dinyatakan dengan nominal,
bukan persentase.
Kedua, biaya administrasi harus bersifat jelas, nyata, dan pasti
serta terbatas pada hal-hal mutlak yang diperlukan dalam akad atau
kontrak.11
2. Akad al-Mudharabah
Akad mudharabah yaitu suatu akad yang diberikan oleh pihak
pemberi gadai (rahin) dengan pihak penerima gadai (murtahin).Pihak
pemberi gadai (rahin) atau orang yang menggadaikan harta benda
sebagai jaminan untuk menambah modal usahanya atau pembiayaan
produktif. Akad dimaksud, pihak pemberi gadai akan memberikan
bagi hasil berdasarkan keuntungan yang diperoleh kepada penerima
gadai sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dijaminkan
dilunasi.12
3. Akad Ba‟i al-Muqayadah
Akad bai‟i al-muqayadah yaitu akad yang dilakukan oleh
pemilik sah harta benda barang gadai dengan pengelola barang gadai
agar harta benda dimaksud mempunyai manfaat produktif. Misalnya
pembelian peralatan untuk modal kerja, untuk memperoleh dana
pinjaman, nasabah harus menyerahkan harta benda sebagai jaminan
berupa harta benda sebagai jaminan berupa barang-barang yang dapat
dimanfaatkan oleh penerima gadai, baik oleh rahin maupun murtahin.
Dalam hal ini, nasabah dapat memberikan keuntungan berupa mark up
10
Heri Sudarsono, “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi”. Cet 2.
(Yogyakarta: Ekonisia, 2012), h. 179. 11
Zainudin Ali, “Hukum Perbankan Syariah”. (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 83. 12
Muhammad Firdaus et al., “Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah”, (Jakarta :
Reinesa, 2007), h. 29.
22
atas barang yang dibelikan oleh murtahin atau pihak penerima gadai
dapat memberikan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan akd
jual beli sehingga murtahin dapat ambil keuntungan berupa margin
dari penjualan barang tersebut sesuai kesepakatan antara keduanya.
Sebagai contoh dapat diungkapkan, Hasan membutuhkan pabrik
penggilingan padi, maka Hasan mengajukan permohonan kepada
kantor pegadaian agar dapat dibelikan pabrik tersebut. Berdasarkan
permohonan Hasan, maka pihak pegadaian syariah membelikan
kebutuhan Hasan berupa pabrik penggilingan padi. Apabila harga
penggilingan beras dimaksud Rp. 15.000.000,-, maka pihak pegadaian
menjual kepada Hasan Rp. 17.500.000,-, berdasarkan kesepakatan
sehingga pihak pegadaian syariah mendapatkan keuntungan Rp.
2.500.000,-,13
5. Tujuan dan Manfaat Pegadaian
Pegadaian bertujuan sebagai berikut :14
Pertama,turut melaksanakan dan menjunjung pelaksanaan
kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang
pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai.
Kedua, pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman
tidak wajar lainnya.
Ketiga, pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memilki
efek jaring pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana
mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.
Keempat, membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman
dengan syarat mudah.
13
Zainudin Ali,” Hukum Perbankan Syariah”.( Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 92-93. 14
Andri Soemitra, “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Edisi ke 1, cet 2, (Jakarta :
Kencana, 2003), h. 394.
23
Adapun manfaat pegadaian sebagai berikut :15
a. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh
peminjam dana.
b. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh
nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah yang
mengeluarkan produk gadai syariah dapat menambah keuntungan dari
pembebanan biaya sewa tempat penyimpanan emas.
c. Pelaksanaan misi perum pegadaian BUMN yang bergerak dibidang
pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang
memerlukan dana dengan prosedur yang relative sederhana.
d. Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, laba yang di peroleh digunakan
untuk :Dana pembangunan semesta (55%), cadangan umum (20%),
cadangan tujuan (5%), dan cadangan sosial (20%)
6. Hak dan Kewajiban dalam Rahn
Hak dan kewajiban dalam rahn telah diatur dalam pasal 386 hingga
pasal 395 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, sebagai berikut :16
Pertama, dalam pasal 386 ayat 1sampai 2 “penerima gadai
mempunyai hak menahan harta gadai sampai utang pemberi gadai dibayar
lunas, Jika pemberi gadai meninggal, maka penerima gadai mempunyai
hak istimewa dari pihak-pihak yang lain dan boleh mendapat pembayaran
utang dari harta gadai itu”.
Kedua, pasal 387 “adanya harta gadai tidak menghilangkan hak
penerima gadai untuk menuntut pembayaran utang.”
Ketiga, pasal 388 “pemberi gadai dapat menuntut salah satu harta
gadainya jika ia telah membayar lunas utang pada salah satu harta
gadainya.”
Keempat, pasal 389 “pemilik harta yang dipinjamkan dan telah
digadaikan mempunyai hak untuk meminta kepada pemberi gadai guna
untuk menebus harta gadai serta mengembalikannya kepadanya.”
15
Andri Soemitra, “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Edisi ke 1, cet 2, (Jakarta :
Kencana, 2003), h. 394-395. 16
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 386 sampai dengan pasal 395.
24
Kelima, pasal 390 “akad gadai tidak batal karena pemberi gadai atau
penerima gadai meninggal.”
Kelima, pasal 391ayat 1 sampai ayat 2 “ahli waris yang memiliki
kecakapan hukum dapat menggantikan pemberi gadai yang meninggal.
Wali dan ahli waris yang tidak cakap hukum pemberi gadai yang
meninggal dapat menjual harta gadai setelah mendapat izin terlebih dahulu
dari penerima harta gadai, lalu membayar utang pemberi gadai.”
Keenam, pasal 392 “barangsiapa yang meminjamkan harta yang
kemudia harta tersebut digadaikan oleh peminjam dengan seizinnya, tidak
berhak menuntut harta tersebut dari penerima gadai sampai utang yang
dijamin oleh harta gadai itu dilunasi, walaupun sudah meninggal.”
Ketujuh, pasal 393, ayat 1 sampai 3 “apabila pemberi gadai
meninggal dunia dalam keadaan pailit, pinjaman tersebut tetap berada
dalam status harta gadai.Harta gadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatas, tidak boleh dijual tanpa persetujuan pihak pemberi gadai. Apabila
pihak pemberi gadai bermaksud menjual harta gadai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harta tersebut harus dijual meskipun tanpa
persetujuan penerima gadai.”
Kedelapan, pasal 394 ayat 1 sampai 3 “dalam hal kematian pemberi
pinjaman harta yang digadaikan dan utangnya melebihi harta
kekayaannya, maka pemberi gadai harus dipanggil untuk membayar utang
dan menebus harta gadai dalam kekuasaan penerima gadai. Apabila
pemberi gadai tidak mampu membayar utangnya tersebut, maka harta yang
dipinjamnya akan terus dalam status dalam harta gadai dalam kekuasaan
penerima gadai. Ahli waris dari pemberi gadai bisa menebus harta itu
dengan cara membayar utangnya.”
Kesembilan, pasal 395 ayat 1samapi 3 “jika ahli waris penerima
gadai tidak melunasi hutang pewaris, maka pemberian gadai dibolehkan
menjual harta gadai untuk melunasi utang pewaris.Jika hassil pejualan
harta gadai melebihi jumlah utang penerima gadai, maka kelebihan
tersebut harus dikembalikan kepada ahli waris dari penerima gadai.Jika
25
hasil penjualan harta gadai kurang atau tidak cukup untuk memlunasi
utang penerima gadai, maka pemberi gadai berhak menuntut pelunasan
utang tersebut kepada ahli warisnya.”
7. Pembatalan Akad Rahn
Tentang pembatalan Akad Rahn telah diatur dalam pasal 380 hingga
pasal 384 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, sebagai berikut :17
Pertama,pasal 380 “akad gadai dapat dibatalkan bila harta gadai
belum dikuasai oleh penerima gadai.”
Kedua,pasal 381 “penerima gadai dengan kehendak sendiri dapat
membatalkan akad gadainya. “
Ketiga, pasal 382 “pemberi gadai dapat membatalkan akad gadainya
tanpa persetujuan dari penerima gadai.”
Keempat, pasal 383 ayat 1 sampai 2 “pemberi gadai dan penerima
gadai dapat membatalkan akad gadainya melalui kesepakatan.Penerima
gadai boleh menahan harta gadainya setelah pembatalan akad gadai
sampai utang yang dijamin oleh harta gadai itu dibayar lunas.”
Kelima, pasal 384 “pemberi gadai boleh mengadakan akad secara
sah dalam kaitan dengan sejumlah uang dari dia penerima gadai itu
menjamin kedua utang itu.”
8. Hukum Pemanfaatan Barang yang di Gadaikan
Menurut Sayid Sabiq, bahwa pada prinsipnya penerima gadai tidak
boleh memnfaatkan harta gada atau mengambil keuntungan dari benda
yang digadaikan, meskipun diijinkan oleh si penggadai, karena utang
piutang yang mengambil manfaat itu riba.18
Adapun ulama madzhab
berbeda pendapat tentang boleh tidaknya pemegang gadai menggunakan
barang sebagau jaminan tersebut pendapat mereka sebagai beriku :19
17
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 380 sampai dengan pasal 384. 18
Sayid Sabiq, Fiqih sunnah, (Beirut: Dar al-fikr, 1403 H/1983 M, Jilid III), h., 188 19
Abdul Ghafur Anshari, “Hukum perjanjian Islam di Indonesia”, (Yogyakarta :UGM
Press, Cet. 1, 2010) h. 127-128.
26
1. Terhadap pemanfaatan rahin atas borg (barang yang digadaikan)
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rahin tidak boleh
memanfaatkan barang tanpa seijin murtahin, begitu pula murtahin
tidak boleh memanfaatkannya tanpa seijin rahin pendapat ini senada
dengan pendapat Hanabilah.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika borg sudah berada
ditangan murtahin, rahin mempunyai hak memanfaatkan.
Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa rahin dibolehkan untuk
memanfaatkan barang jika tidak menyebabkan borg berkurang, tidak
perlu meminta ijin, seperti mengendarainya, menyimpannya, dan lain-
lain. Akan tetapi jika menyebabkan barag berkurang, seperti sawah
dan kebun, maka rahin harus meminta ijin kepada murtahin.
2. Terhadap pemanfaatan murtahin atas borg :
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa murtahin tidak boleh
memanfaatkan borg, sebab dia hanya berhak menyesuaikannya dan
tidak boleh memanfaatkan.
Ulama Malikiyah membolehkan murtahin memanfaatkan borg
jika diijinkan oleh rahin atau disyaratkan ketika akad dan barang
tersebut adalah barang yang diperjual belikan serta ditentukan
waktunya secara jelas. Hampir sama dengan pendapat Syafi‟iyah.
Pendapat Ulama Hanabilah berbeda dengan jumhur mereka
berpendapat, jika borg berupa hewan murtahin boleh
memanfaatkannya, seperti dengan mengendarainya atau merah
susunya sekedar mengganti biaya meskipun tidak diijinkan oleh rahin.
Adapun borg selain hewan tidak boleh dimanfaatkan kecuali atas ijin
rahin.
27
9. Musnahnya Barang Jaminan Gadai
Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang bertanggung jawab
ketika terjadi kerusakan atau musnahnya barang jaminan gadai. Perbedaan
itu sebagai berikut :20
Menurut Imam Syafi‟I, Ahmad, Abu Tsur, dan kebanyakan ahli
hadis, menyatakan bahwa pemegang gadai sebagai pemegang amanah
tidak dapat mengambil tanggung jawab atas kehilangan tanggungannya.
Mereka berpendapat sebagaimana Hadis Rasulallah SAW: ”Barang
jaminan tidak boleh disembunyikan dari pemiliknya, karena hasil atau
keuntungan (dari barang / jaminan) dan resiko / kerugian (yang timbul atas
barang itu) menjadi tanggung jawabnta.” (H.R.Al-Hakim, al-Baihaqi, dan
Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Menurut Abu Hanafiyah dan jumhur fukaha berpendapat, bahwa
kerusakan atau kehilangan barang gadai ditanggungboleh penerima gadai.
Alasan mereka yaitu bahwa barang itu merupkana jaminan atas utang,
sehingga barang itu musnah, kewajiban melunasi utang juga jadi hilang
dengan musnahnya barang tersebut. Besarnya tanggungan terhadap barang
gadai yang hilang atau rusak yaitu harga terendah atau dengan harga utang.
Tetapi ada juga yang berpendapat tanggungan tersebut sebesar harganya.
Mereka yang mengatakan bahwa pemegang gadai yang berhak
menggantikannya bersandar pada hadis Rasulallah SAW : ”Seseorang
lelaki menerima gadai seekor kuda dari lelaki lain, kemudian kuda tersebut
lepas (hilang). Maka Nabi SAW Bersabda “hilanglah hakmu”.
Ketentuan rusaknya harta gadai telah diatur dalam pasal 410 hingga
pasal 412 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, sebagai berikut :
- Pasal 410 : ”apabila harta gadai rusak karena kelalaiannya, penerima
gadai harus mengganti harta gadai. “
- Pasal 411 : ”jika yang merusak harta gadai ialah pihak ketiga, maka
yang bersangkutan harta menggantikannya.”
20
Fathurrahman Djamil, “Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah”, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet 1, 2012), h. 242-243.
28
- Pasal 412 : ”penyimpanan harta gadai harus mengganti kerugian jika
harta gadai itu rusak karena kelalaian.”
10. Penjualan Barang Gadai Setelah Jatuh Tempo
Ulama berbeda pendapat mengenai penjualan yang dilakukan oleh
penerima gadai. Pendapat mereka sebagai berikut:21
Menurut Imam Syafi‟i, penerima gadai tidak boleh menjual barang
gadaian setelah jatuh tempo, kecuali oleh wakil yang adil dan terpercaya.
Argumentasinya, karena pemberi gadai menghendaki kesabaran terhadap
barang yang akan dijual dan kecermatan terhadap harga. Hal ini berbeda
dengan penerima gadai yang menghendaki agar hak pelunasan cepat
terpenuhi, maka apabila penjualan dilakukan oleh penerima gadai maka
dikhawatirkan penjualan tersebut tidak dengan harga yang tepat dan
dapat memberi kerugian / mudharat pihak pegadaian.
Menurut Abu Hanafiyah dan Imam Malik, apabila dalam akad
gadai disyaratkan penjualan oleh penerima gadai setelah jatuh tempo,
maka hal itu dibolehkan. Demikian pula pendapat Imam Ahmad bin
Hambal, ia membolehkan penerima gadai menjual barang gadaian setelah
jatuh tempo. Alasannya, apa yang sah untuk diwakilkan oleh selain
pemberi dan penerima gadai, maka sah untuk diwakilkan oleh mereka
berdua.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, apabila telah jatuh
tempo, pemberi gadai dapat mewakilkan kepada penerima gadai atas
penyimpan atau pihak ketiga untuk menjual harta gadainya.22
Pertama, menurut pasal 407 “apabila jatuh tempo, penerima gadai
harus memperingatkan pemberi gadai untuk segera melunasi utangnya.
Apabila pemberi gadai tidak dapat melunasi utangnya, maka harta gadai
dijual paksa melalui lelang. Hasil penjualan harta gadai digunakan untuk
melunasi hutang, biaya penyimpanan dan pemeliharaan yang belum
21
Fathurrahman Djamil, “Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah”, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet 1, 2012), h. 341 22
Pasal 406 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
29
diabayar serta serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi
milik pemberi gadai dan kekuarangan menjadi kewajiban pemberi
gadai”.
Kedua, menurut pasal 408 “jika pemberi gadai tidak diketahui
keberadaannya, maka penerima gadai boleh mengajukan kepada
pengadilan agar pengadilan menetapkan bahwa penerima gadai boleh
menjual harta gadai untuk melunasi htang pemberi gadai”.
11. Berakhirnya Akad Gadai
Akad gadai berakhir dengan terjadinya hal-hal seperti berikut :
Pertama, barang telah diserahkan kembali kepada
pemiliknya.Kedua, Rahin membayar utangnya. Ketiga, dijual dengan
perintah hakim atas perintah rahin. Keempat, pembebasan utang dengan
cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin.23
Kelima,
pembatalan oleh murtahin, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak
lain. Keenam, rusaknya barang gadaian oleh tindakan / penggunaan
murtahin. Memanfaatkan barang gadai dengan penyewaan, hibah atau
sedekah, baik dari pihak rahin maupun murtahin. Ketujuh,
meninggalnya rahin (menurut Malikiyah) dan atau Murtahin (menurut
Hanafiyah). Sedangkan Syafi‟iyah dan Hanabilah, menganggap
kematian para pihak tidak mengakhiri akad rahn.24
B. Konsep Lelang Syariah
1. Pengertian Jual Beli Muzayadah (Lelang)
Jual beli dalam bahasa Arab di sebut al-bai (البع) yang merupakan
bentuk masdar dari kata بع –بع –با ع yang artinya menjual sedangkan
kata beli dalam bahasa Arab di kenal dengan شزا ء yaitu masdar dari kata
شزا ء -شز -شز namun pada umumnya kata بع sudah mencakup
keduanya, dengan demikian kata بع berarti menjual dan sekaligus berarti
membeli.25
23
Abdul Ghafur Anshari,” Hukum perjanjian Islam di Indonesia”, (Yogyakarta :UGM
Press, Cet. 1, 2010) h. 129 24
Fathurrahman Djamil, “Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah”, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet 1, 2012), h. 243. 25
A.W. Munawwir, “Kamus Al-munawir : Arab-Indonesia “ terlengkap (Surabaya :
Pustaka Progressif, 1997), h.124.
30
Secara etimologis bai‟ (jual beli) berarti pertukaran sesuatu yang
lain ءبا لش ء مقبلة الش ,26
atau bisa jga disebut tukar menukar (barter)
secara mutlak.
Adapun ba‟i (jual beli) secara terminologis para ulama berbeda
pendapat, antara lain :
Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah pertukaran benda dengan
benda lain dengan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan
ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.27
Menurut Hasbi ash- Shiddieqy, jual beli akad yang tegak atas dasar
penukaran harta dengan harta, maka terjadilah penukaran hak milik
secara tetap.28
Menurut Hendi Suhendi, jual beli adalah suatu perjanjian tukar
menukar suatu barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara
kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain yang
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan syara‟ dan disepakati.29
Menurut Aiyub Ahmad, jual beli adalah tukar menukar suatu
barang dengan barang yang lain atau penukaran barang dengan uang
dengan cara tertentu yang sama jenisnya atau memiliki nilai sama.
Sedangkan jual beli muzayadah (Lelang) secara etimologis berarti
bersaing (tanaffus), yaitu bersaing dalam menambah harga barang
dagangan yang ditawarkan untuk dijual.30
Adapun secara terminologis, jual beli muzayadah (Lelang) adalah
jika seorang penjual menawarkan barang dagangannya dalam pasar
(dihadapan para calon pembeli), kemudian para calon pembeli saling
26
Rachmat Syafe‟i , “Fiqih Muamalah” (Bandung : Pustaka Setia, 2001), h.73. 27
Sayid Sabiq, “Fiqih al-sunnah, et al, Ensiklopedia Fiqih muamalah” . (Bandung :
Pustaka setia, 2001), h. 1. 28
Hasbi Ash- Shiddieqy, “Pengantar Fiqih Muamalah “.(Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h.
360. 29
Hendi Suhendi, “Fiqih Muamalah “. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), h. 68. 30
Abdullah Bin Muhammad ath-Thayyar, et al, “Ensiklopedi Fiqih Muamalah”, h. 24.
31
bersaing dalam menambah harga, kemudian barang dagangan yang
paling tinggi dalam memberikan harga.
Secara teknis jual beli muzayadah dalam pandangan madzhab
Syafi‟i adalah penjualan yang dilakukan secara lelang. Umpanya
perkataan seseorang yang hendak membeli, “saya mau menambah” lalu
orang lain menambah harganya yang akan ditawarkannya, seraya
berkata, “saya mau membeli dengan harga sekian,” demikian seterusnya
hingga tak adalagi yang sanggup membayar lebih tinggi. 31
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa jual beli
muzayadah adalah jual beli yang dilakuka dihadapan umum, atau dimuka
umum dengan cara si pembeli bersaing untuk menambah harga yang
telah ditawarkan oleh penjual sampai tidak ada yang sanggup untuk
menambah harga lagi, sehingga barang dagangan tersebut diberikan
kepada si pembeli yang telah menambah harga paling tinggi.
2. Dasar Hukum Jual Beli Muzayadah (Lelang)
Jual beli muzayadah (lelang) dalam hukum Islam adalah mubah.
Didalam kitab subulus salam disebutkan Ibnu Abdi Dar berkata,
“sesungguhnya tidak haram menjual kepada orang dengan adanya
penambahan harga (lelang), dengan kesepakatan diantara semua pihak”.32
Menurut Ibnu Qudamah Ibnu Abdi Dar meriwayatkan adanya ijma‟
kesepakatan ulama‟ tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah
menjadi kebiasaan yang berlaku dipasar umat islam pada masa lalu.
sebagaimana Umar bin Khatab juga pernah melakukannya sedemikian
pula karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu cara
dalam jual beli.
Didalam Al-Qur‟an tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang
lelang, tetapi berdasarkan definisi lelang dapat disamakan (diqiaskan)
dengan jual beli dimana ada pihak penjual dan pembeli.Dimana
pegadaian dalam hal ini sebagai pihak penjual dan masyarakat yang hadir
31
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi‟i. 32
Imam Ash-Shan‟ani, “Subulus salam juz III”,( Beirut : Darul kutub al-Ilmiyah, 1995), h.
24.
32
dalam pelelangan tersebut sebagai pihak pembeli. Jual beli termaktub
dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 275.
Artinya : “ orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan berdirinya seperti orang yang kemaukan setan lantaran
tekanan penyakit gila. Kedaan mereka yang demikian itu adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu itu (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni ahli neraka dan kekal didalmnya.
Ayat tersebut merujuk kepada kehalalan jual beli dan keharaman
riba. Ayat tersebut menolak argument kaum musyrikin yang menentang
disyariatkannya jual beli dalam Al-Qur‟an. Kaum musyrikin tidak
mengakui konsep jual beli yang telah disyariatkan oleh Allah dan Al-
Qur‟an, dan menganggapnya identik dan sama dengan sistem ribawi.
Untuk itu Allah mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara
umum, serta menolak dan melarang konsep ribawi.
Dalil bolehnya lelang adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa‟I dan juga Imam Ahmad.
إل جاء الوصار مه رجل أن مالل به أوس عه صل الىب الل سلم عل فقا سأل
تل ف لل ل ء ب وبسط بعض ولبس حلس بل قال ش قدح بعض وشزب الماء ف
ما ائتى قال ما فأتاي قال ب رسل فأخذما ب صل الل الل سلم عل مه قال ثم بدي
ه شتز ه درم عل زد مه قال بدرم آخذما أوا رجل فقال ذ ت مز قا ثلثا أ
ه آخذما أوا رجل ل أخذ إاي فأعطاما بدرم ه رم فأعطاما الد الوصار
33
Artinya :”dari Anas bin Malik r.a bahwa ada lelaki Ansor yang
datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw.
Nabi saw bertanya kepadanya, “apakah dirumahmu tidak ada sesuatu?”
lelaki itu menjawab “ada, sepotong kain, yang satu dikenakan dan yang
lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air. ”Nabi SAW
berkata, “kalau begitu bawalah kedua barang itu kepadaku.”lelaki itu
datang membawanya. Nabi SAW bertanya, “siapa yang mau membeli
barang ini?”salah seorang sahabat beliau menjawab,”saya mau
membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi SAW bertanya lagi,” ada
yang mau membelinya dengan harga yang lebih mahal ?” Nabi SAW
menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang
sahabat beliau berkata, “aku mau membelinya dengan harga dua dirham.”
Maka Nabi SAW memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau
mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki
Anshar tersebut. “(H.R. Tirmidzi).33
Syariat Islam dengan berbagai pertimbangan yang sangat dijunjung
tinggi tidak melarang dalam melakukan usaha untuk mencari kekayaan
sebanyak-banyaknya dan dengan cara apapun selama cara tersebut masih
berada dalam garis syariat yang dihalalkan. Sedangkan adanya aturan
dalam ajaran Islam tentunya tidak semata-mata hanya menjadi dasar,
tetapi merupakan suatu aturan yang berfungsi menjaga dari adanya
manipulasi atau kecurangan-kecurangan dalam menjalankan bisnis
dengan cara lelang. Sebagaimana hadis diatas merupakan pedoman untuk
kita bahwa praktik lelang pernah dilakukan oleh Rasulallah SAW
dengan bentuk yang sederhana.
3. Syarat dan Rukun Lelang
Syariat Islam telah memberikan panduan kriteria umum sebagai
pedoman pokok untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan
pelanggaran hak, norma dan etika dalam lelang. Pedoman tersebut yaitu
sebagai berikut :34
33
Sunan at-Tirmidzi, “Al-Jami Al-Shohih”, Hadis no. 1236,( Semarang : Toha Putra), h.
345 34
Abdul Ghofur Anshori, “Gadai Syariah di Indonesia”, (Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, 2011), h. 125.
34
1) Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling
sukarela (an taradin)
2) Objek lelang harus halal dan bermanfaat
3) Kepemilikan / kuasa penuh pada barang yang dijual
4) Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya
manipulasi
5) Kesanggupan penyerahan barang dari penjual
6) Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi
menimbulkan perselisihan
7) Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap
untuk memenagkan tawaran
Menurut ketentuan syariat, jika masa yang telah ditentukan dalam
perjanjian untuk pembayaran utang telah terlewati, maka jika si rahin
tidak mampu untuk mengemabalikan pinjamannya, hendaklah ia
memberikan ijin pada murtahin untuk menjual barang gadaian, dan
seandainya ijin ini tidak diberikan oleh rahin maka murtahin dapat
meminta pertolongan kepada hakim untuk memaksa si rahin untuk
melunasi utangnya atau memberikan ijin untuk menjual barang gadaian.35
4. Macam-macam Lelang
Pada umumnya lelang hanya ada dua macam yaitu lelang turun dan
lelang naik, keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Lelang turun
Lelang turun adalah suatu penawaran yang pada mulanya membuka
lelang dengan harga tinggi, kemudia semakin turun dan akhirnya
diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi dengan
disepakati penjual melalui juru lelang (auctioneer) sebagai kuasa si
penjual untuk melakukan lelang dan biasanya ditandai dengan
ketukan.36
35
Chairuman Pasaribu dan Suhwardi K Lubis, “Hukum Perjanjian dalam Islam”, (Jakarta :
Sinar Grafika cet II, 1996), h. 140. 36
Abdul Ghofur Anshori, “Gadai Syariah di Indonesia”, (Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, 2011), h. 122.
35
2) Lelang Naik
Sedangkan penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada
mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudia semakin
naik pada sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan
harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutc Action) dan
disebut dengan lelang naik.37
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016
tentang petunjuk pelaksanaan Lelang, Bab II Pasal 5 lelang terdiri dari:38
a) Lelang Eksekusi
Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau
penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan
dengan itu, atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan.
b) Lelang Nonekseskusi Wajib
Lelang noneksekusi wajaib wajib adalah lelang untuk melaksanakan
penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan
diharuskan dijual secara lelang.
c) Lelang Noneksekusi Sukarela
Lelang nonekseskusi sukarela adalah lelang atas barang miliki
swasta, perorangan atau hukum / badan usaha yang dilelang secara
sukarela.
5. Subyek dan Obyek Jual Beli Muzayadah (Lelang)
Jual beli muzayadah merupakan jual beli yang ditinjau dari segi
penentuan harga.Oleh karenanya, jual beli tersebut merupakan bagian
dari jual beli (ba‟i).
Subyek dan obyek jual beli muzayadah sama halnya dengan subyek
dan obyek jual beli (ba‟i). Adapun subyek dan obyek jual beli
37
Abdul Ghofur Anshori, “Gadai Syariah di Indonesia”, (Yogyakarta : Gajah Mada
University Press, 2011), h. 123. 38
Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan Lelang
36
merupakan istilah lain dari rukun dan syarat jual beli, antara lain sebagai
berikut :39
a. Pihak-pihak yang berakad (muta‟aqidain/subyek transaksi)
Mereka adalah dua pihak yang melakukan akad (transaksi)
karena transaksi tidak diakui legalitasnya tanpa keduanya.Kedua
belah pihak yang melakukan transaksi harus telah baligh (dewasa),
berakal sehat, mengerti (pandai), dan tidak terkena larangan
melakukan transaksi.
Adapun syarat sahnya jual beli yang berknaan dengan
muta‟aqidaian (subyek transaksi) ada dua yaitu :
Pertama, muta‟aqidaian (subyek transaksi) harus memeuhi
syarat sebagai orang yang boleh membelanjakan harta, yaitu
merdeka, mukallaf, dan pandai (tidak cacat mental / gila). Oleh
karena itu tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil, orang
gila, dan budak tana izin orangtua dan majikannya.40
Senada dengan syarat tersebut, ulama madzhab Syafi‟I juga
mensyaratkan seperti itu, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Q.S. Al-Nisa [4] : 5, sebagai berikut
Artinya :
“Dan janganlah kamu serakah kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. “
39
Wahbah al-Juhaily, “al-fiqh al-islam wa Adillatuhu”, juz V (Damaskus: Dar al-Fikr), h.
6. 40
Wahbah al-Juhaily, “al-fiqh al-islam wa Adillatuhu”, juz 10 (Damaskus: Dar al-Fikr), h.
10.
37
Kedua, muta‟aqidaian (subyek transaksi) dalam kondisi
kemauan sendiri (mukhtarain, tidak dipaksa) untuk melakukan
transaksi.41
Hal ini karena taradhi (suka sama suka) merupakan yang saha
transaksi. Oleh karenanya, tidak sah jual beli yang dilakukan dengan
adanya paksaan yang tidak benar terhadap salah satu di antara
muta‟aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi). Allah SWT
Berfirman dalam Q.S. Al-Nisa‟ [4] : 29 yang berbunyi :
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.(Q.S. Al-Nisa ayat 29)
b. Adanya uang (harga) dan barang (ma‟uqud‟alaih/ obyek transaksi)
Adapun syarat sahnya jual beli yang berkenaan dengan
ma‟qud‟alaih (obyek transaksi) ada enam yaitu:42
Pertama, ma‟qud alaih (obyek transaksi) ada saat terjadi
transaksi. Fuqaha‟ sepakat bahwa tidak sah jual beli barang (obyek)
yang tidak ada pada saat transaksi, seperti menjual buah-buahan
yang belum nyata (belum berbuah dan belum jelas baik buruknya
karena masih terlalu dini) dan menjual mudhamain (kembag pohon
kurma jantan untuk penyerbukan kurma betina yang belum keluar).
Demikian pula tidak sah menjual belikan malaqih (janin hewan
yang masih dalam kandungan induknya). Hal ini berdasar hadis pada
41
Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, et al, “Ensiklopedi Fiqih Muamalah”, h. 11. 42
Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, et al, “Ensiklopedi Fiqih Muamalah”, h. 6-10.
38
kitab Musnaf Abdul Al-Rajaq dalam bab Ba‟i al-Hayawan bi al-
Hayawan no. 14137 :
حبم ح لا ق ان ضا ي ع ان ب صهى ع ل الله صه الله عه ر ص
انحبهت
Artinya : “ Rasulallah SAW melarang jual beli al-madhamain dan
habah al-habalah.43
Kedua, ma‟qud „alaih (obyek transaksi) berupa harta (mal)
yang bermanfaat. Harta yang dimaksud disini adalah sesuatu yang
menjadi kecederungan (disukai) oleh tabiat manusia, dapat diberikan
dan ditahan (tidak diberikan), dan bermanfaat.Sesuatu yang tidak
bermanfaat tidak dikategorikan sebagai harta.
Ulama madzhab Syafi‟i berpendapat, bahwa tidak sah
memperjualbelikan sesuatu yang tidak bermanfa (menurut syara‟.
Begitu juga alat-alat permainan yang digunakan untuk melakukan
perbuatan yang haram atau untuk meninggalkan kewajiban kpeada
Allah, perbuatan itu di golongkan mubadzir (sia-sia).44
Allah
berfirman dalam Q.S. Al-Isra‟ [17] : 27 yang berbunyi :
Artinya :sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan”. (Q,S. Al-Isra : 27).
Ketiga ma‟qud alaihi (obyek transaksi) menjadi miilik ba‟i
(penjual) .syarat seperti ini berdasarkan sabda Rasulallah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam Hadis pada kitab Jami‟Al
Sahih Sunan al-Tirmidzi dalam bab Ma Jaa Fi Karahiyati Ba‟in Ma
Laisa Indaka No. 1232:45
س عىد ك....... ..... لا تبع ما ل
43
Abu Bakar Abd al-Razaq bin Hammam al-San‟any, “Musnaf Abd Razzaq”, Juz VIII,
(Belrur : Maktab al-islami, 1403), h. 20. 44
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin, “Fiqih Madzhab”, h. 31. 45
Muhammad Bin Isa Abu Isa al-Tirmidzi al-Silmy,” al-Jami al-Shahih Sunan Tirmidzi”,
juz III, h. 534.
39
Artinya : “janganlah kamu menjual sesuatu yang bukan milikmu”
Keempat, ma‟qud alaih (obyek transaksi) dapat
diserahterimkan pada saat transaksi.Tidak sah menjual unta yang
melarikan diri atau burung yang masih terbang baik yang sudah jinak
sehingga dapat kembali kepada pemiliknya atau sudah tidak jinak
lagi.
Kelima, ma‟qud alaih (obyek transaksi) harus diketahui secara
jelas oleh muta‟aqidain (subyek transaski).hal ini karena
memperjualbelikan sesuatu yang tidak diketahui dapat
mengakibatkan perselisihan dan pertikaian karena mengandung
gharar (penipuan) yang dilarang Islam. Jadi, tidak sah
memperjualbelikan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau sesuatu
yang dapat dilihat, tetapi tidak dapat dketahui (secara jelas).
Senada dengan syarat tersebut, ulama madzhab Syafi‟I juga
melarang jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.46
Hal ini dijelaskan dalam hadis pada kita Sahih Muslim dalam Bab
Bat‟lan ba‟i al-Ladhi Fihi Gharar, No. 1513 :
ل الله صه الله عه قا ل : رص الله ع ز ة ر ض ز أب ع
ع انغز ر ب ع انحصا ة ع ب صهى ع
Artinya :
“ dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rasulallah SAW telah
melanggar jual beli secara melempar dengan batu (lempar melelmpar)
dan jual beli yang mengandung tipuan.47
Keenam, Malikiyyah dan Syafi‟iyah menambah syariat ma‟qud
alaih (obyek transaksi) yang lain, yaitu substansi (dzat) ma‟qud
alaih (obyek transaksi) harus suci dan bukan termasuk barang yang
dilarang untuk diperjualbelikan.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis pada kita Shahih Bukhori
dalam Bab ba‟i al-Maitah Wa al-asnam No. 2236 :
46
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin,” Fiqih Madzhab”, h. 32. 47
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qushairy, “Shahih Muslim”, juz III, (Beirut : Dar
Ihya al-Taurath al-Araby, tt), h. 1153.
40
الله صهى قا ل : إ الله صه الله عه ر ص أ الله ع جا بز رض ع
ز الا صا و ز تت انخ ز ان ع انخ ن حز و ب رص .
Artinya :
Dari Jabir r.a bahwa Rasulallah SAW bersabda : sesungguhnya
Allah dan Rasul telah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi, dan
berhala.48
Menurut ulama madzhab Syafi‟i penyebab diharamkannya jual
beli bangkai, babi, anjing, adalah najis (rijs, keji).Adapun mengenai
berhala, pelarangannya bukan karena najis, melainkan semata-mata
tidak ada manfaatnya.49
c. Adanya shigat akad (ijab qabul)
Ijab dan qabul merupakan bentuk pernyataan (serah terima)
dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dalam hal ini Ahmad
Ajar Basir telah menetapkan criteria yang terdapat dalam ijab dan
qabul, yaitu:
Ijab dan qabul harus dinyatakan oleh orang sekurang-
kurangnya telah mencapai umur tamyiz, yang menyadari dan
mengetahui isi perkataan yang diucapkan, sehingga ucapan itu
benar-benar merupakan pernyataan isi hatinya. Dengan kata lain,
ijab dan qabul harus keluar dari orang yang cakap melakukan
tindakan hukum.
Ijab dan qabul harus tertuju pada suatu objek yang merupakan
objek akad.
Ijab dan qabul harus berhubungan langsung dalam suatu
majlis, apabila kedua belah pihak sama-sama hadir atau sekurang-
kurangnya dalam majlis diketahui ada ijab oleh pihak yang tidak
48
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Maghirah al-Bukhari,” al-Jami al-Musnad al-
Sahih al-Mukhtasar Min Umur Saulallah saw wa sunanuhu wa Ayyamuhu”, juz III, (kt, : Dar Tuq
al-Najah, 1442 H), h. 84. 49
Ibnu mas‟ud dan Zainal Abidin, “Fiqih Madzhab”, h. 30.
41
hadir.50
Ijab dan qabul (siqhat akad) dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
1) Secara lisan, yaitu dengan menggunakan bahasa atau perkataan
apapun asalkan dapat dimengerti oleh masing-masing pihak
yang berakad.
2) Dengan tulisan, yaitu akad yang dilakukan dengan tulisan oleh
salah satu pihak atau kedua belah pihak yang berakad. Cara
yang demikian ini dapat dilakukan apabila orang yang berakad
tidak dalam berada dalam satu majlis atau orang yang berakad
salah satu dari keduanya tidak dapat berbicara.
3) Dengan isyarat, yaitu suau akad yang dilakukan dengan bahasa
isyarat yang dapat difahami oleh kedua belah pihak yang
berakad atau kedua belah pihak yang berakad tidak dapat
berbicara dan tidak dapat menulis. 51
Adapun dalam ijab dan qabul harus terhindar dari unsur-unsur
yang dilarang dalam Islam, antara lain :
1) Dzalim
Syariah melarang terjadinya interaksi bisnis yang merugikan atau
membahayakan salah satu pihak.Karena, bila hal itu terjadi maka
unsure kedzoliman telah terpenuhi. Hal ini sesuai Q.S. Al-
Baqarah [2] : (279). Yang berbunyi :
Artinya :
“kalian tidak boleh mendzolimi orang lain dan tidak pula didzolimi
orang lain”. (Q.S. Al-Baqarah : 279).
50
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Yogyakarta : UII Press, 2000), h.
66-67. 51
Ahmad Azhar Basyir, “Asas-asas Hukum Muamalah”, (Yogyakarta : UII Press, 2000),
h. 68-70.
42
2) Riba
Secara tegas syariah mengharamkan segala bentuk riba. Hal ini
sesuai Q.S. Al-Baqarah [2] : (278-279). Yang berbunyi :
Artinya :
“wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalka sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)
maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. (Q.S.
Al-Baqarah : 278-279).
3) Maisir (perjudian)
Adalah perbuatan yang merugikan salah satu pihak. Hal ini sesuai
Q.S Al-Maidah [5] : (90). Yang berbunyi :
Artinya :
” wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
Khamar, berjudi, (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan
panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.Maka, jauhilah
perbuatan-perbuatan itu, agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-
Maidah : 90).
4) Gharar (penipuan)
Tentang penipu, Rasulallah menjaelaskan bahwa orang yang
seperti itu bukan termasuk golongan ummat Islam, hal ini
dijelaskan dalam hadis pada Shahih Muslim dalam Bab Khaul Al-
Nabi Saw Man Ghashshana Falaisa Mina, No. 102.
43
صهى يز عه صبزة طعا ل الله صه الله عه ر ص زة أ ز أب ع
ذا ا صا حب انطعا و ف ا فا نت أ صا بع بهلا فقا ل : يا أ دخم ذ ف
ق انطعا و ل الله. قا ل أفلا جعهت ف ا ء ا رص و. قا ل : أ صا بت انض
ش ي غش فه زا انا س ي . ك
Artinya : dari Abu Khurairah r.a bahwa sesungguhnya Rasulallah
Saw pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan
tangannya kedalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu
yang basah, maka pun beliau bertanya ? apa ini wahai pemilik
makanan ?” sang pemilik menjawab: “makanan tersebut terkena air
hujan wahai Rasulallah”. Beliau bersabda, “mengapa kamu tidak
meletakkannya dibagian makanan agar manusia dapat
melihatnya?Ketahuilah barang siapa menipu maka dia bukan dari
golongan kami”.52
5) Riswah (suap)
Riswah adalah perbuatan yang digunakan untuk mempengaruhi
kepuusan atau kebijakan. Hal ini dilarang dalam hadis dalam kita
Jami‟ al-Shahih Sunan al-Tirmidzi dalam Bab Ma Jaa al-Rashi
Wa al-Murtashi Fi al-Hukmi, no. 1336.
زة ز أب ع صهى انز ش ل الله صه الله عه رص قا ل نع
انحكى ف زتش ان .
Artinya :
“dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulallah Saw melaknat orang
yang memberi daan menerima suap dalam hukum.53
6) Haram
Dalam transaksi jual beli, Islam mengharamkan
memperjualbelikan barang-barang yang haram, baik dari sumber
barang maupun penggunaan (konsumsi) barang tersebut. Hal ini
52
Muslim bin al-Hajaj Abu al-Husain al-Qushairy al-Naisabury, “Shahih Muslim dalam Bab
Khaul Al-Nabi Saw Man Ghashshana Falaisa Mina”, No. 102.Juz 1, h. 99. 53
Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmidzi al-Silmy, “kitabal-Jami al-shahih”, juz III, h.
622.
44
sesuai Hadis pada kitab Sahih Bukhari dalam Bab Ba‟i al-Maitah
Wa al-Asnam, no. 2336 :
ن رص الله ل إ م ا رص الأصا و فق زر انح تت ان ز ع انخ و ب حز
ضتضبح د ا انجه ب ذ ف ا انض ا طه ب تت فئ و ان ت شح الله أرأ
حزاو. ا اناس فقا ل لا ب
Artinya :
“sesungguhnya Allah dan Rsulnya mengharamkan jual beli
khamar, bangkai, babi, dan patung-patung. Rasulallah saw pun
ditanya :”wahai Rasulallah, tahukah anda tentang lemak bangkai,
ia dipakai untuk mengecat kapal-kapal, meminyaki kulit-kulit, dan
untuk penerangan banyak orang?” Nabi menjawab” tidak (jangan),
ia adalah (tetap) haram.54
7) Maksiat
Apapun bentuk maksiat yang terdapat dalam proses transaksi
(muamalah) merupakan hal yang diharamkan. Hal ini sesuai
dengan Hadis pada kita Shahi Bukhori dan Muslim :
صهى صه الله عه انب أ الله ع رض صارش د الأ يضع أ ب ع
ع . انكا ا حه ز انبغ ي انكهب ث
Artinya :
“dari Ibnu Mas‟ud al-Anshari r.a bahwa Nabi saw melanggar
menerima uang pembelian (penjualan) anjing, uang hasil pelacuran,
dan uang yang diberikan kepada dukun.
54
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin AL-Mughirah al-Bukhari, “Kitabal-Jami al-
Musnad al-Shahih”, juz III, h. 84.
45
BAB III
LEMBAGA PEGADAIAN SYARIAH CABANG CINERE
A. Profil Pegadaian Syariah Cabang Cinere
1. Sejarah Pembentukan Pegadaian Syariah Cinere
Sebelum memaparkan sejarah berdirinya pegadaian syariah cinere
disini akan dipaparkan terlebih dahulu tentang sejarah pegadaian dikenal
di Indonesia sejak tahun 1746 lembaga kredit dengan sistem gadai pertama
kali hadir dibumi nusantara pada saat Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) datang dinusantara ini dan berkuasa. Institusi yang
menjalankan usaha dimaksud adalah Bank Van Leening. Bank ini
didirikan oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff melalui surat keputusan
tertanggal 28 Agustus 1974, dengan modal awal sebesar f 7.500.000, yang
berdiri dari 2/3 modal milik VOC dan sisanya milik swasta. Namun ketika
VOC bubar di Indonesia pada tahun 1800 maka usaha pegadaian
dimaksud, diambil oleh pemerintah Hindia-Belanda. Di masa
pemerintahan Daendales, dikeluarkan peraturan tentang barang yang dapat
diterima sebagai jaminan gadai, seperti perhiasan, kain, dan lain-lain.1
Pada tanggal 1 April 1901 di Sukabumi, Jawa Barat, berdiri lembaga
gadai milik pemerintah Belanda pada waktu itu dengan nama pegadaian,
tanggal ini kemudian ditetapkan sebaagai hari berdiri kantor pegadaian
Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan situasi,
sehingga pegadaian telah beberapa kali mengalami pergantian status,
mulai dari perusahaan jawatan (1901), IBW ditahun 1928, Perusahaan
Negara (1960) kembali ke status perjan di tahun 1969, dan perusahaan
umum (PERUM) mulai tahun 1990 hingga saat ini.2
Apabila memperhatikan sejarah pegadaian maka ditemukan bahwa
peraturan pemerintah No.10 tahun 1990 tentang Perum Pegadaiaan
1 Zainuddin Ali, M.A. “Hukum Gadai Syariah”, Cet.1,( Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h.
9. 2 Zainuddin Ali, M.A. “Hukum Gadai Syariah”, Cet.1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h.
14.
46
mengubah status pegadaian dari perusahaan jawatan menjadi perusahaan
umum (PERUM). Hal ini berarti pegadaian ditetapkan sebagai Badan
Usaha Tunggal di Lingkungan Departement Keuangan Republik Indonesia
yang diberi wewenang untuk memberikan uang pinjaman atas dasar
hukum gadai yang bertujuan :
1. Menunjang program pemerintah dibidang ekonomi atas dasar hukum
gadai.
2. Mencegah praktik ijon, pegadaian gelap, riba, dan pinjaman tidak
wajar.
Sejarah pegadaian syariah di Indonesia tidak dapat dicerai pisahkan
dari kemauan warga masyarakat Islam untuk melaksanakan transaksi akad
gadai berdasarkan prinsip syariah dan kebijakan pemerintah dalam
pengembangan praktik ekonomi dan lembaga keuangan yang sesuai
dengan nilai dan prinsip hukum islam. Berdasarkan hal ini, pemerintah
mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk melegitimasi secara
hukum positif pelaksanaan praktik bisnis yang sesuai dengan syariah
termasuk gadai syariah. Karena itu, pihak pemerintah bersama DPR
merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan yang kemudian
disahkan pada bulan mei menjadi UU No. 10 tahun 1998 tentamg
perbankan. Undang-undang dimaksud, memberi peluang untuk diterapkan
praktik perekonomian sesuai syariah di bawah perlindungan hukum
positif.Berdasarkan undag-undang tersebut maka terwujud lembaga-
lembaga Keuangan Syariah (LKS). Pada awalnya muncul lembaga
perbankan syariah, yaitu Bank Muamalah menjadi pionimnya, dan
seterusnya bermunculan lembaga asuransi syariah, lembaga pegadaian
syariah, dan lain-lainnya.3
Usaha lembaga keuangan syariah, dimulai oleh PT Bank Muamalah
Indonesia (BMI), yang merupakan salah satu lembaga perbankan syariah
pertama di Indonesia, beralinasi dengan perum pegadaian. Bentuk
3 Zainuddin Ali, M.A. “Hukum Gadai Syariah”, Cet.1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h.
15.
47
kerjasama dua pihak, yaitu perum pegadaian bertindak sebagai pihak
contributor muatan sistem syariah dan dananya. Aliansi kedua pihak
dimaksud, melahirkan unit layanan gadai syariah (Kini, Cabang Pegadaian
Syariah). Selain alinasi kedua lembaga dimaksud, gadai syariah juga
dilakukan oleh Bank-bank umum syariah, seperti Bank Syariah Mandiri
(BSM) dan bank-bank umum lainnya yang membuka unit usaha syariah
(UUS).
Melihat adanya peluang dalam pengimplementasian praktik gadai
berdasarkan prinsip syariah, perum pegadaian yang telah bergelut dengan
bisnis pegadaian kovensional selama beratus-ratus tahun lebih, berinisyatif
untuk bekerjasama dengan PT Bank Muamalah Indonesia (BMI) dalam
mengusahakan praktik gadai syariah sebagai diversifikasi usaha gadai
yang sudah dilakukannya sehingga bulan Mei tahun 2002, ditandatangani
sebuah kerjasama antara keduanya untuk meluncurkan gadai syariah, yaitu
BMI sebagai penyandang dana.
Pembentukan pegadaian syariah ini juga berdasarkan Fatwa DSN-
MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 yang menyatakan bahwa pinjaman
dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn
diperbolehkan.
Pegadaian syariah pertama dijakarta dengan nama unit layanan gadai
syariah (ULGS) cabang Dewi Sartika pada bulan Januari 2003. Menyusul
kemudian pendirian unit layanan gadai syariah (ULGS) di Surabaya,
Makkasar, Semarang, Surakarta dan Yogyakarta di tahun yang sama
sehingga September 2003. masih ditahun yang sama pula 4 kantor Cabang
Pegadaian di Aceh di konversi menjadi pegadaian syariah.
Pegadaian syariah Cinere yang terletak di Jalan Karang Tengah,
Lebak Bulus Jakarta selatan berdiri pada tanggal 10 November 2004, yang
di Pimpin oleh Ibu Tita Agustini SE, MM. Barang yang adapat dijadikan
48
jaminan pada pegadaian syariah ini diantara lain berupa perhiasan, berlian,
dan barang bergerak lainnya (seperti: mobil, elektronik dan lain-lain).4
Masyarakat sekitar menyambut baik dengan hadirnya pegadaian
syariah ini. Hal ini dipicu oleh banyaknya masyarakat yang melakukan
transaksi dengan menggadaikan perhiasan emas untuk membiayai
pendaftaran anak sekolah, modal usaha, dan lain-lain.Kondisi ini juga
menunjukan minat masayrakat untuk menggunakan layanan gadai syariah
dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat.Menurut pimpinan cabang
pegadaian syariah Cinere, peningkatan omset gadai itu terjadi pada
beberapa tahun terakhir ini.
2. Visi dan Misi Pegadaian Syariah Cabang Cinere
a. Visi Pegadaian Syariah Cabang Cinere5
Pada dasarnya visi pegadaian syariah cabang Cinere sama halnya
dengan visi pegadaian konvensional. Pegadaian syariah dalam
menjalankan usahanya pada satu kondisi ideal perusahaan yang di cita-
citakan akan terjadi dimasa yang akan datang tanpa harus menyimpang
dari tujuan perusahaan inilah yang merupakan visi yang ingin
diwujudkan.
Dalam rencana jangka panjang bahwa visi perusahaan sekarang dan
akan datang akan menjadi perusahaan yang modern, dinamis dan
inovatif dengan usaha gadai. Rumusan visi tersebut mengandung
pengertian bahwa dalam 10 tahun yang akan datang perusahaan harus
mampu menjadi pegadaian yang modern, dinamis, inovatif serta
dimasa era digital ini akan menjadi perusahaan yang semakin mudah
diakses oleh masyarakat dan siapa saja.
b. Misi Pegadaian Syariah Cabang Cinere Jakarta Selatan
Kepribadian perusahaan tercermin pada misi dan budaya perusahaan
yang dicanangkan. Sejak berdirinya, pegadaian tetap berjuang untuk
menunaikan misi, yakni:
4 Dokumen profil Pegadaian syariah cinere 2004
5 Pegadaian Syariah Cabang Cinere (Profil Lembaga )
49
“Ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat golongan menengah kebawah melalui
kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha
atau produk lain yang menguntungkan”
3. Pegadaian Syariah Cinere Jakarta Selatan
Pegadaian syariah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
jasa dan pembiayaan lainnya dikeluarkan oleh pegadaian syariah adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
Syaratnya harus terdapat jaminan berupa barang bergerak seperti emas,
elektronik, dan lain-lain. Besarnya pemberian pinjaman ditentukan
oleh pegadaian, besarnya akan tergantung pada nilai dan jumlah
barang yang digadaikan.
2. Penaksiran nilai barang
Jasa ini diberikan bagi mereka yang menginginkan informasi tentang
barang yang berupa emas dan berlian.Biaya yang dikenakan adalah
ongkos penaksiran barang jasa.
Dalam prakteknya nasabah melakukan transaksi gadai syariah dengan
konsep mun‟ah (akad sewa tempat). Sedangkan dengan pemberian
dana diantaranya Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri
menggunakan prinsip Mudhorobah dan Musyarakah. Kemudian
murtahin (penerima gadai) akan diberikan surat bukti Rahn berikut
dengan akad pinjam meminjam yang disebut akad gadai syariah dan
mun‟ah. Mun‟ah adalah kesepakatan antara penerima gadai dan
pemberi gadai untuk menyewa tempat sebagai lokasi penyimpanan
barang gadai.
B. Produk Pegadaian Syariah Cabang Cinere
1. Rahn
Pembiayaan Rahn dari pegadaian syariah adalah solusi tepat
kebutuhan dan cepat yang sesuai syariah, cepat prosesnya, aman
50
penyimpanannya. Barang jaminan berupa emas perhiasan, emas
batangan, berlian, smartphone, laptop, barang elektronik lainnya, sepeda
motor, mobil, atau barang-barang lainnya.6
a. Fitur dan Keunggulan : Pertama, pelayanan rahn tersedia di lebih
dari 604 outlet pegadaian syariah di seluruh Indonesia. Kedua,
prosedur pengajuan sangat mudah. Ketiga, prosedur pinjaman
sangat cepat, hanya butuh waktu 15 menit. Keempat, pinjaman
berjangka 4 bulan dan dapat diperpanjang berkali-kali. Kelima,
Pelunasan dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan perhitungan
mun‟ah selama masa pinjaman. Keenam,proses pinjaman tanpa harus
membuka rekening. Ketujuh,penerima marhun bih dalam bentuk
tunai atau dapat ditransfer ke rekening nasabah.
b. Persyaratan : Pertama,fotocopy KTP atau Paspor. Kedua, memiliki
barang jaminan. Ketiga,untuk kendaraan bermotor membawa BPKB
dan STNK asli. Keempat,nasabah menandatangani Surat Bukti Rahn
(SBR)
c. Proses bisnis
1. Nasabah datang dengan membawa (marhun) agunan
2. Marhun ditaksir oleh penaksir
3. Marhun bih diterima oleh nasabah tunai atau ditransfer
d. Tarif mun‟ah / jangka waktu7
Tabel 3.1
Tarif mun‟ah
Pegadaian Syariah Cabang Cinere
GOL MARHUN BIH (RP) MUNAH
Per 10
hari
MUN‟AH
AKAD
RASIO
TAKSIR
PEMBULATAN
UP
PREMI
ASURANSI
A 50.000 – 500.000 0,47% 2.000 95% 10.000 -
B1 510.000 – 1.000.000 0,73% 10.000 92% 10.000 1.000
6 Peraturan Direksi Nomor 11/DIR 1/2019
7 Peraturan Direksi Nomor 11/DIR 1/2019
51
B2 1.010.000 – 2.500.000 0,73% 20.000 92% 10.000 1.000
B3 2.550.000 – 5.000.000 0,73% 35.000 92% 50.000 1.000
C1 5.050.000 – 10.000.000 0,73% 50.000 92% 50.000 1.000
C2 10.050.000 -
15.000.000
0,73% 75.000 92% 50.000 1.000
C3 15.050.000 -
20.000.000
0,73% 100.000 92% 50.000 1.000
D 20.050.000-
100.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D1 100.050.000 –
200.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D2 200.050.000 –
300.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D3 300.050.000 –
400.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D4 400.050.000 –
500.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D5 500.050.000 –
750.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D6 750.050.000 -
1.000.000.000
0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
D7 1.000.000.000 ke atas 0,64% 125.000 93% 50.000 1.000
2. Arrum BPKB
Arrum BPKB adalah pembiayaan syariah untuk mengembankan
usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan jaminan BPKB
bermotor.8
1. Fitur dan keunggulan : Pertama, proses transaksi berprinsip syariah
yang adil dan menentramkan sesuai Fatwa DSN-MUI. Kedua,
proses pembiayaan dilayani dilebih dari 600 outlet syariah
8 Peraturan Direksi No. 118/DIR I / 2018
52
pegadaian. Ketiga, pembayaran angsuran dapat dilakukan diseluruh
outlet pegadaian syariah. Keempat, pembiayaan berjangka waktu
fleksibel mulai dari 12,18,24 dan 36 bulan. Kelima, pegadaian
memberikan tarif menarik dan kompetitif. Keenam, prosedur
pelayanan sederhana, cepat dan mudah. Ketujuh, pegadaian hanya
menyimpan BPKB, kendaraan dapat digunakan nasabah. Kedelapan,
marhun bih (uang pinjaman) mulai dari Rp. 1 juta – 400 juta
2. Persyaratan seperti berikut ini :
1. Memiliki usaha mikro/kecil yang memenuhi kriteria kelayakan
serta berjalan lebih dari 1 (satu) tahun dan menjalankan
usahanya secara sah secara syariat islam dan perundang-
undangan RI
2. Fotocopy KTP, kartu keluarga dan surat nikah dengan
menunjukan aslinya
3. Menyerahkan dokumen yang sah
4. Menyerahkan dokumen kepemilikan kendaraan bermotor
(BPKB asli, fotocopy, STNK, dan faktur pembelian)
3. Nasabah Proses Bisnis : mengajukan permohonan pembiayaan,
petugas pegadaian melakukan verifikasi dan survey, kuasa pemutus
pinjaman menyetujui besaran pinjaman, dan nasabah menerima uang
pinjaman
4. Tarif Mun‟ah / Jangka Waktu
Harga pasar setempat (HPS) x 0,7 % x jangka waktu (bulan). untuk
pinjaman Rp. 100 juta ke atas tidak dikenakan mun‟ah akad, marhun
bih Rp. 1 s.d 100 juta jangka waktu pinjaman 12, 16, 24,36 bulan,
marhun bih Rp. 100.100.000 s.d 400 juta jangka waktu pinjam 12,
16, 24, 36 bulan
53
3. Amanah 9
Amanah adalah pemberian pinjaman berprinsip syariah kepada
pengusaha mikro/kecil, karyawan internal dan eksternal serta
professional, guna pembelian kendaraan bermotor.
a. Fitur dan keunggulan : Pertama, proses transaksi berprinsip syariah
yang adil dan menentramkan sesuai Fatwa DSN-MUI.
Kedua,pelayanan dilebih dari 4400 outlet pegadaian diseluruh
indonesia, ketiga, uang muka pembelian sepeda motor mulai 10%.
Keempat, uang muka pembelian mobil mulai 20%.
Kelima,pembiayaan berjangka waktu fleksibel mulai dari 12, 18, 24,
36, 48 dan 60 bulan. Keenam,pegadaian memberikan tariff (mun‟ah)
menarik dan kompetitif. Ketujuh, pembiayaan dapat diberikan untuk
kendaraan baru dan second. Kedelapan,prosedur pelayanan
sederhana, cepat dan mudah
b. Persyaratan :Pertama, karyawan tetap suatu intansi pemerintah atau
swasta minimal telah bekerja selama 2 tahun. Kedua, melampirkan
kelengkapan : fotocopy KTP dan KK, fotocopy SK pengangkatan,
fotocopy surat nikah (jika ada), slip gaji 2 bulan terakhir. Ketiga,
mengisi dan menandatangani formulir . Keempat, proses bisnis:
1. Nasabah mengajukan pembiayaan amanah
2. Analis melakukan verifikasi dokumen, domisili dan tempat kerja
3. Pejabat berwenang memberikan persetujuan
4. Pencairan dana di outlet pegadaian (estimasi 3 hari)
c. Penentuan Besaran angsuran Bulanan
Angsuran = [MB + m] : n
__________________________________________________
MB = Marhun Bih
m = Mun‟ah (biaya pemeliharaan marhun) selama akad
n = Jangka waktu akad (bulan)
___________________________________________________
9Peraturan direksi N0. 110/ DIR I / 2017
54
Mun‟ah [m] = HPS x tariff x n
HPS = Harga pasar kendaraan, HPS nilainya sama dengan
taksiran
Tarif = Tarif mun‟ah
n = Jangka waktu akad [bulan]
4. Arrum Haji10
Arrum haji adalah pembiayaan untuk mendapatkan porsi ibadah
haji secara syariah dengan proses mudah, cepat dan aman.
a. Fitur dan Keunggulan: Pertama, memperoleh tabungan haji yang
langsung dapat digunakan untuk memperoleh porsi haji. Kedua,
emas dan dokumen haji aman tersimpan di pegadaian. Ketiga, biaya
pemeliharaan jaminan aman terjangkau .Keempat, jamianan emas
dapat dipergunakan untuk pelunasan biaya haji pada saat lunas
b. Persyaratan
1. Jaminan emas batangan (LM) minimal 3,5 gram atau emas
perhiasan berkadar minimal 70 % dengan berat sekitar 7 gram
2. Bukti SA BPIH (Setoran awal biaya pendafaran pergi haji)
3. Bukti tabungan haji
c. Proses Bisnis : Nasabah mengajukan Arrum Haji, marhun emas
ditaksir oleh penaksir, nasabah ke Bank untuk memperoleh SABPIH
, nasabah ke kemenag memperoleh nomor porsi / SPPH, dan nasabah
menyerahkan SABPIH, SPPH, dan buku tabungan ke pegadaian .
d. Tarif Mun‟ah / Jangka Waktu
Mun‟ah selama jangka waktu pinjaman
0,95% x taksiran barang x jangka waktu (bulan)
Angsuran
Angsuran pokok = (Rp. 25.000.000 : jangka waktu)
Angsuran mun‟ah = (mun‟ah selama jangka waktu : jangka
waktu)
10
Peraturan Direksi No. 21 / DIR / I / 2019
55
5. Arrum Emas11
Arum Emas adalah produk pegadaian untuk memberikan pinjaman
dana tunai dengan jaminan perhiasan (emas dan berlian). Pinjaman
daapat diangsur melalui proses yang mudah dan sesuai syariah.
a. Fitur dan keunggulan : Pinjaman mulai Rp. 1 juta – Rp 500 juta, plafon
95% dari taksiran, jangka waktu 12, 18, 24, dan 36 bulan, biaya admin
Rp. 70.000 dan biaya mun‟ah 0,95% perbulan dari nilai taksiran
b. Persyaratan
1. Fotocopy KTP / SIM / Paspor
2. Menyerahkan jaminan berupa emas dan / atau berlian terikat
perhiasan emas
3. Menandatangani Akad
c. Proses Bisnis :Pertama, nasabah mengisi formulir dan menyertakan
agunan [marhun]. Kedua, penaksir menaksir marhun dan menghitung
pinjaman. Ketiga, nasabah dan penaksir / KPT melakukan akad dan
menandatangani surat bukti rahn. Keempat, nasabah menerima uang
pinjaman tunai atau via bank. Kelima, pegadaian menyimpan dan
memelihara marhun
d. Tarif Mun‟ah
1. Tariff mun‟ah : 0,95% x taksiran x jangka waktu (bulan)
2. Untuk pinjaman Rp.100 juta ke atas tidak dkenakan mun‟ah akad
___________________________________________________
3. Marhun bih Rp. S.d 100 juta jangka waktu pinjanman 12, 16,
24, 36 bulan
4. Marhun bih Rp. 100.100.000 s.d 400 juta jangka waktu pinjam
12,16, 24, 36, 48 bulan
11
Peraturan Direksi No. 42 /DIR I / 2017
56
6. Rahn Bisnis12
Rahn bisnis adalah produk pegadaian untuk memberikan pinjaman
dana tunai kepada pemilik usaha dengan jaminan emas (batangan atau
perhiasan).
Pertama, fitur dan Keunggulan sebagai berikut : Pinjaman mulai
dari Rp. 100.000.000 sampai lebih dari 1M (BMPK), Mun‟ah mulai dari
0,38 – 0,55% per 10 hari, Plafon 87% dari taksiran , dan Jangka waktu 4
bulan Mun‟ah akad 100.000.
Kedua,persyaratan sebagai berikut : Fotocopy KTP / Paspor,
Menyerahkan jaminan berupa emas, dan Menandatangani akad.
Ketiga, proses bisnis sebagai berikut :Nasabah mengisi formulir
dan menyerahkan agunan (marhun), Penaksir menaksir marhun dan
menghitung pinjaman, Nasabah dan penaksir / KPT melakukan akad dan
menandatangani surat bukti rahn, Nasabah menerima uang pinjaman
tunai atau via bank, Pegadaian menyimpan dan memelihara marhun.
Keempat, tariff mun‟ah / Jangka Waktu
Tabel 3.2
Tarif mun‟ah Rahn Bisnis
Pegadaian Syariah Cabang Cinere
Marhun bih Mun‟ah per
10 hari
Mun‟ah
akad
Rasio
taksiran
Premi
asuransi
>100jt s.d 200jt 0,55% 100.000 87% 1.500
>200jt s.d 300jt 0,52% 100.000 87% 1.500
>300jt s.d 400jt 0,49% 100.000 87% 1.500
>400jt s.d 500jt 0,46% 100.000 87% 1.500
>500jt s.d 750jt 0,43% 100.000 87% 1.500
>750jt s.d 1M 0,41% 100.000 87% 1.500
>1M s.d
BPMK
0,39% 100.000 87% 1.500
12 Peraturan Direksi No. 69 / DIR I / 2018
57
7. Rahn Refleksi13
Rahan refleksi adalah pemberian pinjaman dengan jaminan barang
bergerak sesuai syariah, palfon pinjaman tinggi dan ongkos titipan
harian.
a. Fitur dan Keunggulan :Pertama, diskon ongkos titip untuk pinjaman
dibawah plafon tertinggi . Kedua, bebas biaya dministrasi. Ketiga,
uang pinjaman diterima utuh tanpa potongan. Keempat, bisa
diperpanjang, dengan cicil atau tambah pinjaman. Kelima, plapon
pinjaman 96%, 94%, atau 93%. Keenam, jangka waktu 10 hari, 30
hari, 60 hari, minimal 5 hari. Ketujuh, diskon mun‟ah untuk
pinjaman dibawah plafon tertinggi
b. Persyaratan
1. Fotocopi KTP / Paspor
2. Menyerahkan jaminan
3. Menandatangani akad
c. Proses Bisnis :Nasabah mengisi formulir dan menyerahkan agunan
(marhun),penaksir menaksir marhun dan menghitung pinjaman ,
nasabah dan penaksir / KPT melakukan akad dan menandatangani
surat bukti rahn, nasabah menerima uang pinjaman tunai atau via
bank, dan Pegadaian menyimpan dan memelihara marhun
d. Tarif Mun‟ah
Mun‟ah 0,1% dari nilai taksiran barang perhari
8. Rahn Hasan 14
Rahn hasan adalah rahn dengan tariff mun‟ah pemeliharaan sebesar
0%, berjangka waktu (tenor) 60 (enam puluh) hari, dan berlaku untuk
besaran marhun bih (uang pinjaman) golongan A.
a. Fitur dan keunggulan :Pertama, bebas mun‟ah pemeliharaan (0%
dari taksiran). Kedua, jangka waktu 60 hari. Ketiga, berlaku untuk
13
Peraturan Direksi No. 103 / DIR I /2016 14
Peraturan Direksi No. 34 / DIR I / 2019
58
marhun bih (pinjaman) golongan A. Keempat, maksimal marhun bih
Rp. 500.000
b. Persyaratan
1. 3.2
c. Proses Bisnis: Nasabah mengisi formulir dan menyerahkan agunan
(marhun), penaksir menaksir marhun dan menghitung pinjaman,
Nasabah dan penaksir / KPT melakukan akad dan menandatangani
surat bukti rahn,nasabah menerima uang pinjaman tunai atau via
bank, lalu Pegadaian menyimpan dan memelihara dan memelihara
marhun .
d. Kewajiban Rahn
Tabel 3.3
Tarif mun‟ah Rahn Hasan
Pegadaian Syariah Cabang Cinere
Taksiran (Rp) Mun‟ah Akad Diskon Mun‟ah akad
Nett
52.263 s.d 210.526 125.000 98,4% 2.000
210.527 s.d 315.789 125.000 97,6% 3.000
315.790 s.d 421.053 125.000 96,8% 4.000
421.054 ke atas 125.000 96,0% 5.000
9. Arrum Umroh15
Arum umroh adalah produk penyaluran pinjaman untuk perjalanan
ibadah umroh dengan jaminan barang berharga, menggunakan pola
angsuran berlandaskan prinsip-prinsip syariat islam.
a. Fitur dan keunggulan: Pertama, nasabah dijadwalkan berangkat
umrah 45 hari sejak dilakukan akad. Kedua, marhun bih (uang
pinjaman) dari emas yang dijaminkan minimal Rp. 1 juta hingga
15
Fatwa DSN-MUI Nomor 92/DSN-MUI/IV/2014 Tanggal 2 April 2014 Tentang
Pembiayaan yang disertai Rahn
59
harga paket umroh. Ketiga, jangka wsaktu pinjaman arum umroh
ditetapkan selama 12, 18, 24, dan 36 bulan.
b. Persyaratan
1. Usia minimal untuk berakad arum umroh adalah 17 tahun
keatas, sudah memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan
hukum
2. Bagi keluarga (dalam satu kartu keluarga) bisa diatas namakan
ayah dan ibu
3. Memiliki marhun (barang jaminan)
c. Proses Bisnis: pertama, nasabah mengajukan arum umroh dengan
membawa barang berharga senilai selisih dari nilai paket umroh
dengan uang muka. Kedua, pegadaian syariah menghubungi pihak
travel untuk verifikasi seat/kuota. Ketiga, pegadaian syariah
melakukan booking seat untuk nasabah .
d. Tarif Mun‟ah
Biaya mun‟ah 0,95% perbuln dari nilai taksiran x jangka waktu
mun‟ah akad sebesar Rp. 100.000
10. Rahn Tasjily Tanah 16
Pembiayaan rahn tasjily tanah adalah pembiayaan berbasis syariah
yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan tetap/rutin, pengusaha
mikro/kecil dan petani dengan jaminan tanah dan HGB
a. Fitur dan keunggulan
Plafon pembiayaan : Rp. 1.000.000 – Rp. 200.000.000
b. Persyaratan Jaminan
Jika jaminan berupa tanah produktif (pertanian, perkebunan atau
peternakan) :
1. Tanah produktif yang tidak ada pada struktur tanah yang sulit
dijangkau
2. Status tanah tidak terblokir / bermasalah
16
Peraturan Direksi No. 119 / DIR I/ 2018
60
3. Status tanah tidak menjadi jaminan pinjaman/tidak diikat hak
tanggungan oleh pihak lain
4. Lokasi tanah boleh berbeda dari tempat tinggal nasabah selama
masih berada dalam naungan satu kanwil yang sama
Jika jaminan berupa tanah dan bangunan tempat tinggal / tempat
usaha :
1. Memiliki Imb untuk pinjaman > 50 juta
2. Bukti bayar PBB tahun terakhir
3. Lebar jalan dimuka minimal dapat dimasuki kendaraan roda dua
4. Jarak minimal 20 menit dari SUTET
5. Bukan daerah banjir dalam 2 (dua) tahun terakhir
6. Bukan jalur hijau
7. Tidak dalam sengketa hukum
8. Lokasi tanah boleh berbeda dari tempat tinggal nasabah selama
berada dalam naungan kantor area yang sama
c. Persyaratan Nasabah :Pertama, usia minimal Rahin 2 tahun saat
pengajuan dan maksimal 65 tahun saat kredit berakhir. Kedua, untuk
petani, telah bertani minimal 2 (dua) tahun dan memperoleh
penghasilan rutin. Ketiga, untuk pengusaha mikro, usahanya telah
berjalan lebih dari 1 (satu) tahun dan menjalankan usahanya secara
syariat dan sah secara hukum. Keempat, untuk karyawan, minimal 0
(nol) tahun untuk internal pegadaian dan minimal 1 (satu) tahun
untuk eksternal, surat keterangan sebagai karyawan dan surat izin
atasan langsung untuk TNI/POLRI. Kelima, pensiunan, memilki
penghasilan rutin setiap bulan dari intansi tempat bekerja
sebelumnya. Keenam,profesional Format, memiliki izin praktek
kerja dan telah berjalan minimal (satu tahun). Contoh : dokter,
pengacara. Ketujuh, profesinal non Formal, tinggal dirumah milik
sendiri (SHM/SHGB) dan telah berjalan minimal 2 (dua) tahun.
Contoh : driver gojek/grab.
d. Target Nasabah
61
Pengusaha mikro/kecil dan petani
e. Barang jaminan
Property bersertifikat setingkat SHM dan SHGB
f. Proses Bisnis :Nasabah datang dengan membawa (marhun) agunan,
tim mikro melakukan verifikasi berkas dan survey lokasi, tim mikro
menyetujui besaran marhun bih, dan marhun bih diterima oleh
nasabah tunai atau di transfer .
g. Pola Angsuran, Tenor dan Mun‟ah
Tabel 3.4
Mun‟ah Rahn Tasjily Tanah
Pegadaian Syariah Cabang Cinere
Reguler (per bulan ) Tenor (bulan) Mun‟ah perbulan Equivalent dengan
sea modal
Regular (per bulan) 12,18,24,36,48,60 0,70% x taksiran 1,00% x pinjaman
Fleksi satu kali
pembayaran
3 1,28% x taksiran 1,83% x pinjaman
4 1,29 % x taksiran 1,84% x pinjaman
6 1,31% x taksiran 1,87% x pinjaman
Berkala 3 bulan 12,24,36 0,82% x taksiran 1,17% x pinjaman
Berkala 4 bulan 12,24,36 0,88% x taksiran 1,26% x pinjaman
Berkala 6 bulan 12,24,36 1,00% x taksiran 1,43% x pinjaman
C. Struktur Organisasi, Tugas Pokok, dan Fungsi Pegadaian Syariah
Cabang Cinere
1. Struktur Organisasi Cabang Syariah Cinere
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antar tiap
bagian secara posisi yang ada pada perusahaan dalam menjalin
operasional untuk mencapai tujuan.17
Begitupun dengan pegadaian
syariah cabang Cinere.
17
Sutarto, “dasar-dasar organisasi” (Yogyakarta Gajah Mada University Press, Cet.18,
tahun 1998).
62
Untuk lebih jelas, berikut ini gambaran bagan struktur organisasi
PT pegadaian syariah cabang Cinere18
Deskripsi jabatan dan tugas
Pertama,pimpinan cabang mengelola operasional cabang, yaitu
menyalurkan uang pinjaman secara hukum gadai yang didasarkan pada
prinsip syariah. Disamping itu pimpinan cabang juga mempunyai tugas yaitu,
menyusun program kerja operasional cabang agar sesuai dengan visi dan misi
perusahaan, mengkordinasikan kegiatan bawahannya (penaksir, pengelola
unit, pengelola agunan, kasir, security, office boy) sesuai dengan bidangnya
masing-masing dan sesuai ketentuan yang berlaku diperusahaan dalam rangka
pengembangan asset secara professional.19
18
Lampiran Peraturan Direksi Nomor. 27 tahun 2016 tentang struktur organisasi dan tata
kerja 19
Dokumen Profil PT Pegadaian syariah cabang cinere 2017
PIMPINAN
CABANG JamiatHerySantosa,
SE
PenaksirCabang AnggiKristianto
KasirCabang • Frandrika
Sandy
• SitiHidayah
PengelolaAgunan Elin Fergita
• Securit
y
• Office
Boy
Pengelola Unit • Hendra
• Miftahul. U
• Aulia. S
• Susi. I
• Ade Indra
• Babay. U
Kasir Unit • Kartiwi.
L
• Lutfi
• Ricky. I
• Lely. I
• Wenti. P
63
Kedua,penaksir dan pengelola unit menaksir marhun (barang
jaminan)untuk menentukan mutu dan nilai suatu barang yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam rangka mewujudkan penerapan taksiran yang
maksimal dan uang pinjaman yang wajar serta citra yang baik bagi
perusahaan.20
Dan tugasnya yaitu, memberikan pelayanan kepada rahin (nasabah)
dengan cepat, mudah dan aman.Menaksir barang jaminan (marhun) sesuai
ketentuan yang berlaku, memberikan perhitungan kepada pimpinan cabang
untuk taksiran dan pinjaman berkaitan dengan biaya administrasi dan jasa
simpan (mun‟ah) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketiga,pengelola agunan yang mempunyai fungsi, melakukan
pemeriksaan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pengelolaan serta pembukuan
marhun(barang jaminan). Pengelola agunan juga menerima barang jaminan
selain barang kantong (emas perhiasan) untuk disimpan digudang lainnya,
selain itu juga menyusun sesuai nomor urut surat bukti rahn (SBR).
Pengelola agunan juga mempunyai tugas mengelola marhun (barang jaminan)
emas perhiasan dan elektronik dengan menerima, menuimpan, merawat,
mengeluarkan, dan mengadministrasikannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam rangka mengamankan serta menjaga keutuhan barang milik
rahin (penggadai).21
Keempat, kasir yaitu yang mempunyai fugsi penerimaan, penyimpanan,
dan pembayaran serta pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk kelancaran pelaksanaan operasional cabang.
Selain itu, kasir juga mempunyai tugas menyiapkan peralatan dan
perlengkapan kerja, menerima modal kerja harian dari atasan, dan
menyiapkan uang kecil (receh) untuk kelancaran pelaksanaan tugas,
melaksanakan penerimaan perpanjangan gadai, pelunasan gadai, pencairan
gadai, menerima pembayaran lainnya.22
20
Dokumen Profil PT Pegadaian syariah cabang cinere 2017 21
Dokumen Profil PT Pegadaian syariah cabang cinere 2017 22
Dokumen Profil PT Pegadaian syariah cabang cinere 2017
64
Ketujuh,security atau keamanan yang mempunyai fungsi dan tugas
yang sama yaitu : mengamankan harta perusahaan dan rahin dalam
lingkungan kantor dan sekitarnya.23
Kedelapan, office boy yang mempunyai fungsi dan tugas untuk
memelihara kebersihan, keindahan, kenyamanan gudang atau kantor, ruang
kerja, ruang nasabah agar nyaman, mengirim dan mengambil surat atau
dokumen untuk menunjang kelancaran tugas administrasi dan tugas
operasional kantor cabang. 24
D. Tugas Pokok Pegadaian Syariah Cinere
Pegadaian syariah Cinere termasuk kedalam kantor cabang. Tugas
dikantor cabang adalah melakukan kegiatan usaha perusahaan yang
berlangsung dengan masyarakat (nasabah) dalam rangka pemberian pinjaman
atau usaha lain sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kebijaksanaan yang
ditetapkan Direksi.
E. Fungsi Pegadaian Syariah Cabang Syariah Cinere
Kantor cabang adalah ujung tombak operasional secara langsung
memberikan layanan kepada masyarakat dalam transaksi gadai syariah.Oleh
karena itu, Pemimpinan cabang menjalankan fungsi sebagai pemimpin
pelaksanaan teknis dari perusahaan yang berhadapan langsung dengan
masyarakat yang dibantu oleh staffnya.
23
Dokumen Profil PT Pegadaian syariah cabang cinere 2017 24
Dokumen Profil PT Pegadaian syariah cabang cinere 2017
65
BAB IV
ANALISIS PELAKSANAAN LELANG PADA
BENDA JAMINAN GADAI
A. Prosedur Pelaksanaan lelang
Prosedur Pelaksanaan Lelang pada benda jaminan gadai berdasarkan
Fatwa DS No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.
Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang
atas suatu barang yang diserahkan oleh orang yang berpiutang atau suatu
barang yang diserahkan oleh orang yang berutang sebagai jaminan utangnya
dan barang tersebut dapat dijual (dilelang) oleh yang berpiutang bila yang
berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo1
Barang jaminan milik Rahin yang akan dilelang karena ada beberapa
sebab :2
Pertama, ketika jatuh tempo, nasabah tidak dapat melunasi dan tidak
dapat menebus barang jaminan. Kedua, ketika jatuh tempo, nasabah tidak
memperpanjang waktu pinjaman dengan ketentuan yang telah diatur oleh
Pegadaian. Apabila rahin tidak dapat melunasi setelah jatuh tempo dan jangka
waktu yang ditentukan maka pihak pegadaian akan memperingatkan rahin
dengan cara mengirim pesan (SMS) atau menelpon nasabah. dan apabila
peringatan tersebut rahin tidak bisa menebus marhun maka pihak pegadaian
akan memberikan surat peringatan, dan jika pada hari berikutnya rahin tidak
dapat melunasinya maka pihak pegadaian akan melapor ke pihak kanwil
bahwa akan melelang suatu barang jaminan gadai milik rahin yang tidak bisa
melunasi utangnya3.
Namun, dalam praktik yang dilaksanakan dilapangan berbeda dengan
prosedur yang telah ditentukan yaitu bahwa pihak cabang tidak pernah
melapor ke kantor wilayah (Kanwil) ketika barang jaminan nasabah yang
1 Muhammad Shalikul Hadi, “Pegadaian Syariah”,( Jakarta : Salemba Diniyah, 2003), h.
2 Buku Pedoman Pegadaian Syariah, Pedoman Operasional Gadai Syariah,( Jakarta :
Januari, 2007). 3 Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019.
66
telah jatuh tempo akan dilelang, pihak pegadaian cabang syariah Cinere
melapor ke Kantor Wilayah (KANWIL) hanya pada saat harga barang
jaminan seperti (emas) sedang mengalami penurunan harga.
Prosedur pelelangan barang jaminan gadai di pegadaian syariah cabang
Cinere menggunakan sistem jual-beli.
Adapun upaya yang dilakukan pihak pegadaian sebelum melakukan
lelang terhadap benda jaminan gadai diantaranya adalah pendekatan secara
persuasive dengan cara meminta rahin untuk datang langsung ke kantor
pegadaian syariah untuk melakukan negosiasi untuk mencari solusi agar
barang jaminannya tidak dilelang, antara lain sebagai berikut :4
Pertama, gadai ulang (GU) yaitu rahin dapat mengajukan permohonan
kembali agar diperpanjang lagi jangka waktu pinjaman dengan cara
membayar administrasi dan ijaroh. Kedua, minta tambahan (MT) yaitu rahin
mengajukan permohonan kepada pegadaian dengan cara tambahan uang
pinjaman dikurangi biaya administrasi dan ijaroh. Ketiga, ambil sebagian
(AS) yaitu rahin mengambil sebagian pokok pinjaman barang jaminan
ditambah jasa simpanan dan biaya administrasi. Keempat, nyicil (NC) yaitu
rahin melunasinya dengan cara menyicil sebagian pokok pinjaman barang
jaminan ditambah jasa simpanan dan biaya administrasi.
Untuk pelelangan dilakukan dengan sesuai waktu dan tempat yang
telah ditentukan yaitu di kantor pegadaian, adapun untuk waktu pelaksanaan
Pelelangan dikantor pegadaian syariah Cinere yaitu pada minggu ke 2 (dua)
dan minggu terakhir dalam waktu 1 (bulan) terhitung dari tanggal 1 (satu)
sampai dengan tanggal 30 / 31 (tiga puluh / tiga puluh satu), tergantung
jumlah tanggal yang terdapat pada bulan tersebut. Selain pada watu yang
telah ditentukan pelaksanaan lelang di pegadaian syariah cabang Cinere
terkadang melakukan lelang sewaktu-waktu (bukan waktu yang
ditentukan.5Pelelangan berlaku pada masyarakat umum dan sebelumnya ada
4 Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019. 5 Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019.
67
pemberitahuan kepada nasabah dan masyarakat adanya pelelangan
.Pelelangan di pegadaian syariah cabang Cinere berlaku untuk masyarakat
umum akan tetapi, bila mengandalkan dari masyarakat proses lelang akan
begitu lama karena hanya menunggu pembeli yang akan datang. Untuk
meminimalisir terjadinya kelambatan penjualan barang jaminan gadai yang
lambat, pihak pegadaian pun membuat aturan dan inisyatif untuk melakukan
penjualan lelang dengan cara sistim borongan (menjualnya kepada seorang
pemborong ) adapun harga yang ditawarkan untuk penjualan lelang yaitu
sesuai dengan harga yang dipasar seperti lelang jual beli emas, maka
harganya mengikuti harga yang sedang terjadi di pasar bila harga tinggi maka
penjualannya pun tinggi bila harga sedang turun maka harganya pun ikut
turun . peraturan seperti ini atas kesepakatan bersama antara pimpinan dan
pegawainya yang bekerja di kantor cabang syariah Cinere. Kemudian dari
pihak pegadaian harus menunjukan sikap ramah yang selalu ditujukan kepada
calon pembeli.6
Didalam Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn tidak
dijelaskan mengenai tempat ataupun pelaksanaan lelang akan tetapi hanya
menjelaskan sebagai berikut :
a. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual
paksa/ekseskusi melalui lelaang sesuai syariah.
b. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
c. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangan menjadi
milik Rahin.
Praktik Lelang yang dilakukan kantor pegadaian syariah Cinere ini,
tentunya bertentangan dengan hukum islam. Dalam Fiqih, lelang di kiaskan
dengan ba‟i Muzayyadah. Ba‟i Muzayyadah adalah salah satu jenis jual beli
dimana penjual menawarkan dagangannya di tengah-tengah keramaian, lalu
6 Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019.
68
para pembeli saling menawar dengan harga yang lebih tinggi sampai pada
harga yang paling tinggi dari salah satu pembeli, lalu terjadilah akad dan
pembelian tersebut mengambil barang dari penjual.7
Dalam pengertian di atas telah jelas bahwa untuk praktek lelang syariah
(ba‟i Muzayadah) harus dilaksanakan di muka umum atau dengan disebut di
tengah-tengah keramaian, telah jelas bahwa berdasarkan penelitian praktik
jual beli lelang (Ba‟i Muzayadah) yang dilaksanakan di pegadaian syariah
cabang Cinere belum memenuhi kriteria Syariah. Karna telah jelas di dalam
fiqih tidak menjelasakan untuk jual beli lelang dengan sistem borong dan
tidak dihadapan umum.
Prosedur pelaksanaan lelang pada Benda Jaminan Gadai Berdasarkan
POJK No.31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian
Prosedur Pelaksanaan lelang pada benda jaminan gadai telah di atur
dalam buku Pedoman Pegadaian syariah selain menggunakan aturan yang
ada dalam buku pedoman tersebut prosedur pelaksanaannya pun harus sesuai
dengan aturan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Terkait hal ini, penulis
akan menganalisis tentang prosedur pelaksanaan lelang di pegadaian syariah
berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha
Pergadaian. Karena pada saat wawancara dengan Asiten Manager
Operasional pegadaian syariah cabang Cinere Anggi Kristanto, bahwa
prosedur pelaksanaannya bukan hanya berdasarkan hukum islam dan aturan
fatwa DSN NO.25/DSN-MUI/2002 tentang Rahn akan tetapi harus memakai
hukum positif salah satunya Perundang-undangan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian.
Adapun prosedur yang di jelaskan oleh Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan yaitu dalam pasal 1 Nomor 16 dan 17 seperti berikut ini :
1. Pasal 1 Nomor 16 berbunyi : Lelang adalah penjualan barang
jaminanyang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
7 Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri, “Al-Fiqh al-madzhaib Al-Araba‟ah Juz II”,( Beirut
Libanon, 1992), h. 25
69
tertulis atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai
harga tertinggi yang didahului pengumuman lelang. 8
2. Pasal 1 Nomor 17 berbunyi : uang kelebihan adalah selisih lebih dari
hasil penjualan barang jaminan dikurangi dengan jumlah uang pinjaman,
bunga/jasa simpan, biaya untuk melelang, dan biaya penyelamatan
barang tersebut.9
Dalam praktiknya di pegadaian syariah cabang Cinere jika di lihat dari
aturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.31/POJK.05/2016 tentang usaha
pergadaian, bahwa prosedur pelaksanaannya belum sesuai dengan Peraturan
Otoritas Jasa keuangan karena sistem pelaksanaan lelang tidak terbuka secara
umum, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 Nomor 16 “ lelang adalah
penjualan barang jaminan yang terbuka secara umum “ untuk kesesuain
pelaksanaan dalam uang kelebihan telah sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian dalam pasal 1
nomor 17 “uang kelebihan adalah selisih lebih dari hasil penjualan barang
jaminan dikurangi dengan jumlah uang pinjaman, bunga/jasa simpan, biaya
untuk melelang, dan biaya penyelamatan barang tersebut”. Bahwa jika ada
kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan gadai yang telah jatuh tempo,
pihak pegadaian selalu memberikan uang kelebihan tersebut kepada nasabah.
B. Kesesuaian Praktek Lelang
Praktik lelang yang dijalankan oleh PT Pegadaian Syariah tidak terlepas
dari aturan hukum Islam, begitupun dengan pegadaian syariah cabang Cinere.
Praktik lelang di pegadaian syariah cabang Cinere tidak terlepas dari
peraturan hukum Islam seperti :Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn, Kompilasi Hukum Islam, Al-Qur‟an dan Hadis. Selain
menjalankan aturan menurut syariat Islam pada dasarnya praktik lelang yang
dilaksanakan oleh PT Pegadaian syariah juga menggunakan hukum positif
seperti : KUHPerdata, Peraturan Pemerintah, Undang-undang, dan POJK.
8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha pegadaian
Bab 1, Pasal 1 No.16, h. 4. 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha pegadaian
Bab 1, Pasal 1 No.16, h. 5.
70
Namun dalam pembahasan Analisis terkait penelitian ini hanya terfokus
pada kesesuaian Fatwa DSN No. 25/DSN/MUI/III/2002 dan POJK No.
31/POJK.05/2016. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Jatuh Tempo
a) Langkah-langkah penyelesaian barang jaminan gadai yang sudah jatuh
tempo :10
Pertama, megirimkan pemberitahuan lelang sebelum barang
jaminan jatuh tempo, baik melalui sms, surat pemberitahuan lelang
maupun telepon.
Kedua, Melakukan penjualan lelang untuk barang jatuh tempo
sebagaimana diatur dalam POPKCA Bab III.E tentang lelang dan SE
44/2006, dengan catatan harga minimal lelang lebih tinggi atau sama
dengan harga dasar lelang emas.
Ketiga, barang jaminan yang sudah jatuh tempo atau barang
lelang milik perusahaan (BLP), namun dicatat atau diperlakukan
sebagai pinjaman yang diberikan atau marhun bih dalam proses
lelang. Untuk barang diminta tunda lelang oleh nasabah, maka
dikenakan sewa modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Keempat, setiap pelaksanaan lelang, pada bulan yang
bersangkutan, pinjaman yang diberikan / marhun Bih dalam proses
lelang diikutkan dalam proses lelang.
Kelima, untuk barang jaminan yang sudah jatuh tempo dan
belum laku lelang, namun terlanjur sudah dibukukan sebagai barang
jaminan tunda lelang, jaminan yang disisihkan (AYD) khusus,
maupun barang jaminan milik perusahaan (BLP), maka
penyeelesaiannya dapat dilakukan melalui :Pertama, mekanisme
lelang biasa. Kedua, mekanisme lelang sewaktu-waktu, yaitu melalui
event pameran, galeri 24, lelang dengan catalog, secara sosialisasi
pemasaran, lelang di arsisan lingkungan atau kantor. Ketiga,
mekanisme penambahan barang jaminan, khusus bagi nasabah yang
10
Direksi Internal Perusahaan umum (PERUM) PT Pegadaian Nomor : 60/002102/2013.
71
ingin melakukan ulang gadai dapat ditawarkan penambahan barang
jaminan senilai selisih uang pinjaman lama dikuragi uang pinjaman
baru sesuai dengan standar taksiran logam (STL) yang
berlaku.Tambahan agunan berupa barang jaminan gudang dibuatkan
surat bukti kredit (SBK) tersendiri.Sedangkan tambahan agunan
berupa barang jaminan perhiasan emas/logam mulia dapat disatukan
dalam satu surat bukti kredit (SBK).
Keenam, menghubungi kembali kepada nasabah yang
bersangkutan dan memberi kesempatan untuk dilakukan gadai ulang
khusus sesuai dengan ketentuan yag berlaku : dicicil, tambah barang
jaminan, dibeli kembali barang jaminan tersebut atau dikrasida kan.
Ketujuh, untuk barang jaminan perhiasan dan atau emas
lantakan yang tidak dapat dijual sebesar harga minimal lelang, maka
diusulkan penjualannya kepada direksi melalui pemimpin wilayah,
sisa kewajiban nasabah yang masih akan ditagih perusahaan dicatat
sebagai piutang nasabah belum tertagih.
Kedelapan, melakukan penagihan kepada nasabah yang barang
jaminan nya telah dilelang, namun masih terdapat sisa kewajiban
nasabah yang masih harus dibayar sebagaimana diatur dalam intruksi
direksi Nomor 14/ID-BISNIS II/203 tanggal 27 mei 203 tentang
penagihan kekurangan kewajiban nasabah kredit cepat dan aman
(KCA).
b) Metode Pencatatan
Pertama, untuk menampung sisa kewajiban nasabah yang
masih akan ditagih oleh perusahaan digunakan kode perkiraan
114.20.0 (Piutang Nasabah Belum Tertagih).
Kedua, Pada saat barang jaminan jatuh tempo, dilakukan
pencatatan uang pinjaman dengan jurnal sebagai berikut :
Dr. 114.14/15.xx PYD/Marhun bih dalam proses lelang
Cr. 114.01/03.xx PYD/Marhun Bih
72
Ketiga, barang jaminanyang sudah jatuh tempo dan setelah
terjual, namun hasil penjualan lelang tidak mencukupi semua
kewajiban nasabah (UP+SM+Bea Lelang), maka dilakukan jurnal
sebagai berikut :
Dr. 111.01.01 Kas Rp.xxx
114.20.01 Piutang Nasabah Belum Tertagih Rp.xxx
Cr. 14.14/15xx PYD/Marhun Bih dlm Poses Lelang Rpxxx
411.01/03.xx Pendapatan SM/Ijaroh Rpxxx
212.01.xx Bea Lelang Rpxxx
c) Penutup
Untuk meminimalisir terjadinya kerugian perusahaan, maka
diminta kepada seluruh pegawai yang ada di unit pelayan cabang
maupun unit pegadaian syariah (UPC/UPS) untuk secara pro aktif
menghubungi nasabah sebelum barang jaminan jatuh tempo lelang,
sehingga jumlah barang jaminan yag dilelang dapat ditekan /
diminimalisir.
Dalam pelaksanaan praktik di lapangan pada saat benda
jaminan jatuh tempo, pihak pegadaian syariah cabang Cinere telah
sesuai pelaksanaannya dengan aturan yang ditentukan oleh direksi
internal perusahaan umum (PERUM) PT Pegadaian Nomor :
60/002102/2013 seperti berikut “Megirimkan pemberitahuan
lelang sebelum barang jaminan jatuh tempo, baik melalui sms,
surat pemberitahuan lelang maupun telepon” adapun aturan lain
yang dijelaskan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Fatwa
No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn “Apabila jatuh tempo,
murtahin harus memperingati Rahin untuk segera melunasi
utangnya”. Oleh karena itu, kesesuain pelaksanaan pada benda
jaminan gadai yang telah jatuh tempo, pelaksanaannya telah sesuai
dengan aturan Fatwa Nomor.25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.
73
Berdasarkan langkah-langkah dari aturan Direksi Internal
Perusahaan umum (PERUM) PT Pegadaian Nomor :
60/002102/2013, yang disandingkan dengan aturan Fatwa Dewan
Syariah Nasional dilihat dalam praktiknya, dalam hal ini maka
dapat dikatakan pegadaian syariah cabang Cinere telah sesuai
dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nsional No. 25/DSN-
MUI/III/2002 dalam hal pemberitahuan tentang jatuh tempo.
2. Lelang Syariah
Dalam Islam lelang syariah disebut dengan ba‟i Muzayadah (lelang)
secara etimologis jual beli muzayadah berarti bersaing (tanaffus), yaitu
bersaing dalam menambah harga barang dagangan yang ditawarkan untuk
dijual.11
Adapun secara terminologis, jual beli muzayadah (lelang) adalah jika
seorang penjual menawarkan barang dagangannya dalam pasar (di
hadapan calon pembeli), kemudian para calon pembeli saling bersaing
dalam menambah harga, kemudian barang dagangan itu diberikan kepada
orang yang paling tinggi dalam memberikan harga.12
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli muzayadah
(lelang) adalah jual beli yang dilakukan dihadapan umum atau dimuka
umum dengan cara si pembeli bersaing untuk menambah harga yang telah
ditawarkan oleh penjual sampai tidak ada yang sanggup untuk menambah
harga lagi, sehingga barang dagangan tersebut diberikan kepada si pembeli
yang telah menambah harga paling tinggi.
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) disebutkan bahwa
lelang adalah penjualan barang jaminan yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului pengumuman
lelang.13
11
Abdullah Bin Muhammad ath-Thayyar, et al, “Ensiklopedia Fiqih Muamalah”. h. 24. 12
Abdullah Bin Muhammad ath-Thayyar, et al,” Ensiklopedia Fiqih Muamalah”. h. 25. 13
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha pegadaian
Bab 1, Pasal 1 No.16, h. 4.
74
Pelaksanaan Lelang di PT. Pegadaian Syariah Cabang Cinere
menggunakan praktik jual beli dengan sistem lelang, praktik jual beli
lelang di era masa sekarang ini perlu diperhatikan , salah satunya yaitu
mengenai bagaimana cara menentukan harga yang harus adil dan
bagaimana cara agar tetap sesuai dengan syariat islam. Penulis
menganalisis berdasarkan data yang di dapatkan dengan cara observasi
langsung ke lapangan terhadap pelaksanaan praktik lelang pada benda
jaminan gadai di pegadaian syariah cabang Cinere, kemudian dari hasil
observasi tersebut penulis mengolah dengan menggunakan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn, selain
menggunakan fatwa penulis juga mengolah dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian, apakah
ketetuan pelaksanaan lelang di Pegadaian Syariah Cabang Cinere sudah
sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan atau belum.
Hasil yang di dapatkan oleh penulis adalah sebagai berikut :
Dalam kaitannya dengan peringatan jatuh tempo yang diberikan
murtahin (penerima barang) kepada rahin (nasabah), di pegadaian syariah
cabang Cinere yaitu sebagai berikut dan telah dijelaskan dalam peraturan
Direksi Internal Perusahaan umum (PERUM) PT Pegadaian Nomor :
60/002102/2013 salah satunya “megirimkan pemberitahuan lelang
sebelum barang jaminan jatuh tempo, baik melalui sms, surat
pemberitahuan lelang maupun telepon”. Pemberitahuan tersebut dilakukan
oleh pegadaian untuk memberikan kesempatan bagi rahin (nasabah) untuk
menebus dan memiliki barangnya kembali sebelum barang jaminan
tersebut dilelang. Adapun ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan hal
tersebut adalah Firman Allah swt dalam surat al-Baqarah [1]: (280).
75
Artinya :
“dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S Al-
Baqarah ayat :280).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk
bersabar terhadap orang yang berada dalam kesulitan, dimana orang
tersebut belum bisa melunasi hutangnya. Memberi tenggang waktu
terhadap orang yang kesulitan adalah wajib, tetapi jika ingin
membebaskan hutangnya maka hukumnya adalah sunnah. Orang yang
berhati baik inilah yang akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang
melimpah. Begitu pula dalam hadis disebutkan keutamaan orang-orang
yang memberi tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi hutangnya.
Rasulallah saw bersabda :
أ قال ضع ع ظز يعضزا أ أ صهى ي صه انم عه ل انه رص
. الله ف ظهه ظهه
Artinya :”
barang siapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada
dalam kesulitan untuk melunasi hutangnya atau bahkan membebaskan
hutangnya maka dia akan mendapat naungan Allah”.
Fatwa Dewan Syariah Nasional memberikan ketentuan apabila
jatuh tempo, murtahin (penerima barang) harus memperingatkan rahin
(nasabah) untuk segera melunasi utangnya. Dilihat dari segi praktiknya,
dalam hal ini pegadaian syariah cabang Cinere telah sesuai dengan
ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang Rahn dalam hal pemberitahuan tentang jatuh tempo seperti
berikut ini “ Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin
untuk segera melunasi utangnya”.
Praktik jual beli lelang selain dijelaskan dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) mengenai hal jatuh tempo, penulis juga akan
76
menganalisis pelaksanaan lelang berdasarkan perundang-undangan yaitu
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Didalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016
Tentang Usaha Pergadaian bahwa dalam pasal satu Nomor 16 sebagai
berikut : “Lelang adalah penjualan barang jaminan yang terbuka untuk
umum dengan penawaran harga secara tertulis atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului
pengumuman lelang”. Dengan adanya aturan yang dikeluarkan oleh
Otoritas jasa keuangan maka penulis akan mengolah data hasil observasi
dengan menggunakan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan apakah sudah
sesuai atau belum.
Setelah di analisis bahwa praktik jual beli lelang yang dilaksanakan
di pegadaian syariah cabang Cinere tidak sesuai dengan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan No.31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian “lelang
adalah penjualan barang jaminan yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului pengumuman
lelang ” yakni dalam hal bahwa pelaksanaan jual beli lelang harus terbuka
secara umum, akan tetapi dalam pelaksanaannya di pegadaian syariah
cabang Cinere tidak mengikuti aturan tersebut melainkan atas
kesepakatan bersama yaitu “pelaksanaan jual beli lelang menggunakan
sistem jual beli borongan yaitu : menjual barang jaminan gadai kepada
seorang pelanggan yang biasa membeli barang jaminan setiap
pelaksanaan lelang”. Adapun dalil yang menunjukan bahwa jual beli
lelang harus terbuka secara umum yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa‟i dan juga Imam Ahmad, seperti berikut
ini :
إل جاء الوصار مه رجل أن مالل به أوس عه صل الىب الل سلم عل فقا سأل
تل ف لل ل ء ب وبسط بعض ولبس حلس بل قال ش قدح بعض وشزب الماء ف
ما ائتى قال ما فأتاي قال ب رسل فأخذما ب صل الل الل سلم عل مه قال ثم بدي
77
ه شتز ه درم عل زد مه قال بدرم آخذما أوا رجل فقال ذ ت مز قا ثلثا أ
ه آخذما أوا رجل ل أخذ إاي فأعطاما بدرم ه رم فأعطاما الد الوصار
Artinya :”dari Anas bin Malik r.a bahwa ada lelaki Ansor yang
datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw.
Nabi saw bertanya kepadanya, “apakah dirumahmu tidak ada sesuatu?”
lelaki itu menjawab “ada, sepotong kain, yang satu dikenakan dan yang
lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.”Nabi saw
berkata, “kalau begitu bawalah kedua barang itu kepadaku.”lelaki itu
datang membawanya. Nabi saw bertanya, “siapa yang mau membeli
barang ini?”salah seorang sahabat beliau menjawab,”saya mau
membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi saw bertanya lagi,” ada
yang mau membelinya dengan harga yang lebih mahal ?” Nabi saw
menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang
sahabat beliau berkata, “aku mau membelinya dengan harga dua
dirham.” Maka Nabi saw memberikan dua barang itu kepadanya dan
beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki
Anshar tersebut. “(H.R. Tirmidzi).14
Dari hadis tersebut telah jelas bahwa Nabi Muhammad SAW
melakukan jual beli lelang dengan cara menawarkan dihadapan umum.
dalam pandangan madzhab Syafi‟i penjualan yang dilakukan secara
lelang. Umpanya perkataan seseorang yang hendak membeli, “saya mau
menambah” lalu orang lain menambah harganya yang akan
ditawarkannya, seraya berkata, “saya mau membeli dengan harga
sekian,” demikian seterusnya hingga tak adalagi yang sanggup membayar
lebih tinggi. 15
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jual beli
Muzayadah dalam pandangan Syafi‟i adalah jual beli yang dilakukan
dihadapan umum, atau dimuka umum dengan cara si pembeli bersaing
untuk menambah harga yang telah ditawarkan oleh penjual sampai tidak
14
Sunan at-Tirmidzi, “Al-Jami Al-Shohih”, Hadis no. 1236,( Semarang : Toha Putra), h. 34
15
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi‟i.
78
ada yang sanggup untuk menambah harga lagi, sehingga barang
dagangan tersebut diberikan kepada sipembeli yang telah menambah
harga paling tinggi.
Untuk pelaksanaan lainnya berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan seperti tentang penawaran harga secara tertulis / lisan , hal ini
sudah sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
No.31/POJK.05/2016 Tentang usaha pergadaian.
Peraturan Otoriatas Jasa Keuangan (POJK) memberikan ketentuan
penjualan barang jaminan harus terbuka secara umum, dengan penawaran
harga secara tertulis atau lisan. Di dalam praktiknya, dalam hal ini maka
dapat dikatakan Pegadaian Syariah Cabang Cinere belum sesuai dengan
ketentu an Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016 dalam
hal ketentuan penjualan barang jaminan yang terbuka secara umum.
3. Hasil Penjualan Lelang
Hasil penjualan lelang marhun (barang jaminan) setelah dikurangi
marhunbih (uang pinjaman), mun‟ah( biaya) pemeliharaan, biaya
pemeliharaan marhun (barang jaminan) dalam proses lelang (jika ada), dan
bea lelang, merupakan kelebihan yang menjadi hak Rahn (nasabah), dan
jika lewat waktu dari jangka waktu pengambilan uang kelebihan lelang ,
rahn (nasabah) menyatakan setuju untuk menyalurkan uang kelebihan
lelang tersebut sebagai sedekah yang pelaksanaannya diserahkan kepada
murtahin (pegadaian). Jika hasil penjualan lelang marhun (barang
jaminan) tidak mencukupi untuk melunasi kewajiban rahin (nasabah)
berupa marhun bih (uang pinjaman), mun‟ah (biaya) pemeliharaan, biaya
pemeliharaan marhun (barang jaminan) dalam proses lelang maka rahin
(nasabah) wajib membayar kekurangan tersebut. 16
Berikut ini contoh Hasil penjualan lelang di Pegadaian Syariah Cinere :
Nama Rahin : Fariz Ridwansyah
Harga Lelang : Rp. 1.350.000
Marhun Bih : Rp. 1.100.000
16
Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019.
79
Ujrah : Rp. 34.400
Tambahan Mun‟ah : Rp. 9.200
Bea Lelang Pembeli : Rp. 13.236
Bea Lelang Penjual : Rp. 13.236
Biaya Proses Lelang : Rp. 16.201
___________
Uang Kelebihan : Rp. 163.727
Terkait dengan hasil penjualan marhun (barang jaminan) dalam
praktiknya di Pegadaian Syariah Cabang Cinere, hasil penjualan marhun
(barang jaminan) digunakan untuk melunasi kewajiban rahin (nasabah)
berupa biaya : marhun bih (biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang
belum di bayar), Ujrah, Tambahan Mun‟ah, Bea Lelang Pembeli 1 % , Bea
Lelang Penjual 1 % dan Biaya Proses Lelang 1 %. Jadi masing-masing
biaya yang dikeluarkan oleh rahin untuk memenuhi administrasi lelang
adalah 1 % termasuk pajak penjual dan pajak pembeli total dari pajak
pejual dan pembeli adalah 2%. Praktek tersebut telah sesuai dengan
peraturan yang telah ditentukan oleh fatwa Dewan Syariah Nasional No.
25/DSN-MUI/III/2002 Yaitu “ Hasil penjualan Marhun digunakan untuk
melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum
dibayar serta biaya penjualan”. Selain sesuai dengan ketentuan Fatwa
Dewan Syariah Nasional Praktik yang di laksanakan di pegadaian syariah
cabang Cinere pun dalam mengambil ujrah tidak berlebihan dalam artian
tidak mengandung unsur riba.
Berdasarkan Firman Allah swt dalam surat Al-Baqarah [2] : 275
bunyinya sebagai berikut :
و انزبا..... ........ حز ع أحم الله انب
Artinya : “….. dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba… “. (Q.S. Al-Baqarah ayat 275).
80
4. Uang kelebihan Lelang dan Uang Kekurangan Lelang
a) Uang Kelebihan Lelang
Uang kelebihan adalah uang yang dapat dikembalikkan kepada
nasabah atas hasil penjualan lelang barang jaminan sebesar selisih
antara nilai penjualan lelang (NJL) selisih penjualan lelang setelah
dikurangi uang pinjaman, sewa modal dan biaya-biaya lain. Atau
uang yang dapat dikemblikkan kepada nasabah atas nilai pendapatan
lelang (NDL) setelah dikurangi uang pinjaman, sewa modal, bea
lelang, dan biaya-biaya lain.
Yang dimaksud biaya-biaya lain adalah tambahan biaya sewa
modal karena nasabah memanfaatkan layanan tunda lelang dan biaya
lain atas pengelolaan barang jaminan sebelum pelaksanaan lelang
yang ditetapkan oleh pejabat berwenang (minimal pemimpin
wilayah), misalnya untuk biaya memindahkan barang jaminan yang
akan dilelang ditempat lain agar harganya lebih optimal. 17
Pertama :Dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan
Dalam upaya meningkatkan pelayanan, termasuk mempercepat
pembayaran uang kelebihan yang menjadi hak nasabah, pada saat
nasabah menggadai agar memberitahu nomor rekening bank yang
dimiliki atas nama nasabah (bila ada) dan dicatat di surat bukti kredit
(SBK) pada kolom paling akhir keterangan barang jaminan Berikut
ini adalah rumus uang kelebihan :
a. Ukel dengan penjualan dilakukan dengan rumus :
Ukel = NDL –(UP + SM + Biaya Lain + Bea Lelang )
b. Ukel untuk BLP dilakukan dengan rumus
UKEL = HPb BLP – (UP+SM+Biaya Lain+Bea Lelang )
Keterangan :
Ukel : Uang Keleebihan.
17
Surat Edaran Peraturan Internal perum pegadaian Nomor : 55/UG.2.00212/2011
81
NDL : Nilai Pendapatan Lelang (merupakan
pendapatan lelang yang dibayarkan pembeli
lelang, sudah termasuk bea lelang pembeli)
Hpb BLP : Harga pokok pembelian barang hasil lelang
Biaya Lain : Tambahan biaya sewa modal karena nasabah
memanfaatkan layanan tunda lelang dan biaya lainnya atas
pengeolaan barang jaminan sebelum pelaksanaan lelang yang
ditetapkan oleh pejabat berwenang (minimal pemimpin wilayah),
misalnya biaya untuk memindahkan barang jaminan yang akan
dilelang ditempat lain agar harganya lebih optimal. Untuk biaya
pemindahan per surat bukti kredit (SBK) dihitung proposional
berdasarkan nilai taksirannya.
Kedua: Pemberitahuan uang kelebihan
Pertama, barang jaminan yang telah dilelang terdapat
kelebihan (ukel), maka uang kelebihan tersebut menjadi hak
nasabah.Kedua, pembayaran uang kelebihan dapat dilakukan segera
setelah pelaksanaan dan administrasi lelang selesai. Ketiga,
pemberitahuan hak nasabah tentang uang kelebihan dilakukan
dengan cara : Ditemepel dipapan pengumuman di unit pegadaian
cabang maupun unit pegadaian syariah (UPC/UPS). Khusus uang
kelebihan dengan nilai RP. 25.000 keatas di lakukan pemberitahuan
melalui Surat / Sms / Telepon, pemilihan sarana untuk
pemberitahuan uang kelebihan kepada nasabah agar selalu
mengedepankan faktor efesieni dan evektifitas.Pemberitahuan uang
kelebihan selambat-lambatnya bulan ke 10 (sepuluh) setelah bulan
pelaksanaan lelang.
1. Ketentuan pembayaran uang kelebihan: Pertama, pembayaran
uang kelebihan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :
pembayaran melalui kas / tunai, Pembayaran melalui rekening
Bank yang disampaikan nasabah pada saat pengajuan kredit atas
82
nama nasabah yang tertera di Forum Permintaan Kredit (FPK).
Kedua, Pembayaran uang kelebihan melalui kas. Ketiga,
Pembayaran uang kelebihan dapat dilakukan segera setelah
pelaksanaan dan administrasi lelang sesuai di outlet tempat
pengajuan kredit. Keempat, nasabah yang akan mengambil uang
kelebihan harus menyerahkan asli surat bukti kredit (SBK) dan
identitas diri yang masih berlaku. Apabila pengambilan
dilakukan oleh orang lain, maka harus ada surat kuasa
bermaterai cukup dan fotocopy identitas diri penerima dan
pemberi kuasa dengan menunjukan aslinya. Kelima,
pembayaran uang kelebihan melalui transfer Bank, dengan
ketentuan : Pertama, pada bulan ke 10 (sepuluh) sampai dengan
bulan ke 12 (dua belas) setelah bulan pelaksanaan lelang dan
setelah pemberitahuan uang kelebihan kepada nasabah, untuk
nasabah yang telah mengambil ukel dan ada nomor rekening
bank atas nama nasabah sesuai yang dicantumkan di Forum
Permintaan Kredit / surat bukti kredit (FPK / SBK), maka
ukelnya agar segera dikirimkan / disetor ke nomor rekening atas
nama nasabah dimaksud dan biaya kirim / setor ke nomor
rekening atas nama nasabah dimaksud dan biaya kirim/setor
dibebankan kepada nasabah. Kedua, pengiriman uang kelebihan
melalui nomor rekening atas nama nasabah yang tercata pada
Forum Permintaan Kredit / surat bukti kredit (FPK/ SBK).
Ketiga, dengan mempertimbangkan efesiensi dan efektivitas,
maka uang kelebihan yang dapat ditransfer melalui rekening
bank adalah uang kelebihan dengan nilai Rp. 50.000 ke atas.
Keempat, untuk lebih efesien dan efektivnya, pengiriman ukel
ke bank sebaiknya dilakukan secara bersamaan dan sekaligus,
dan untuk mempermudah kegiatan tersebut agar dilakukan
kerjasama dengan pihak bank tersebut. Kelima, pembayarn ukel
melalui transfer bank tidak disertai SBK asli dan identitas diri
83
namun sebagai bukti pendukung data akuntansinya perlu
dilampirkan surat bukti kredit (SBK) dilipat ditambah bukti
setor dari bank yang tervalidasinya. Dengan demikian
pembayaran uke melalui transfer bank, nasabah tidak harus
menyertakan surat bukti kredit (SBK) asli dan identitas diri.
2. Prosedur pembayaran uang kelebihan melalui bank
Prosedur pembayaran ukel melalui transfer / wesel ini
sebagai berikut :
Pertama,petugas pengadministrasian yang ditunjuk oleh
pemimpin cabang/manageur operasional usaha gadai melakukan
kegiatan: Pertama, merekap seluruh ukel sesuai dengan nomor
urut dan nomor surat bukti kredit (SBK) barang jaminan yang
dilelang bulan yang bersangkutan. Kedua, menulis dan mengisi
kepada buku ekspedisi ukel dan memintakan ukel ke petugas
penaksiran dan transaksi uang dengan persetujuan pemimpin
cabang/menejour operasional usaha gadai. Ketiga, menyetorkan
ukel ke bank. Keempat, menerima bukti penyetoran dari bank
sebagai bukti sah administrasi. Merekap ukel yang dikirim dan
biaya kirim dalam buku daftar nasabah yang dikirim ukelnya.
Kedua, petugas penaksiran dan transaksi uang seperti
berikut ini: menerima dan meneliti rekap ukel dan buku
ekspedisi dari petugas pengadministrasian yang ditunjuk,
membayar ukel ke pemimpin cabang/manajer operasonal usaha
gadai/petugas pengadministrasian yang ditunjuk untuk
disetorkan ke bank, agar proses pengiriman dan administrasi
ukel kepada nasabah berjalan efektif, lancer dan dapat
dipertanggungjawabkan , maka pencatatannya dilakukan pada :
buku ekspedisi khusus ukel, buku uang kelebihan, Formulir
bukti penyetoran dari Bank
84
3. Uang kelebihan yang kadaluarsa
uang kelebihan yang tidak diambil oleh nasabah setelah
1 (satu) tahun sejak pelaksanaan lelang dibukukan sebagai
pendapatan perusahaan yang akan dialokasikan pada kegiatan
CSR (Corporate Social Responsible).
4. Lain-lain
Pertama, seluruh aparat cabang agar mengupayakan
secara maksimal untuk memberitahukan uang kelebihan kepada
nasabah sehingga dapat diminimalkan jumlah uang kelebihan
yang kadaluarsa. Kedua, upaya untuk meminimalkan uang
kelebihan oleh cabang agar dijadikan salah satu obyek
pemeriksaan oleh tim pemeriksa pada saat melakukan
pemeriksaan di cabang. Ketiga, ketentuan lain yang
bertentangan dengan ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku. 18
b) Uang Kekurangan Lelang
Berdasarkan hasil wawancara dengan Anggi Kristanto
selaku Asisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere mengemukakan bahwa uang kekurangan lelang rahin
(nasabah) seringkali ditanggung oleh pihak murtahin (pegadaian)
yang seharusnya uang kekurangannya menjadi kewajiban Rahin
(nasabah). 19
Terkait dengan hasil penjualan marhun ketika ada kelebihan
dan kekurangan , berdasarkan penelitian yang penulis temukan,
dalam praktiknya di pegadaian syariah cabang Cinere, hasil dari
penjualan marhun (barang jaminan) dicatat pada saat pelaksanaan
transaksi mengenai lakunya sebesar hasil penjualan marhun
(barang jaminan) tersebut. Jika ada uang kelebihan hasil penjualan
marhun (barang jaminan) pegadaian memberikan jangka waktu
selama 1 tahun kepada rahin (nasabah) untuk mengambilnya. Jika
18
Surat Edaran Peraturan Internal perum pegadaian Nomor : 55/UG.2.00212/2011 19
Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019.
85
selama satu tahun atau jangka watu tersebut rahin tetap tidak
mengambilnya, maka dalam surat edaran Surat Edaran Peraturan
Internal perum pegadaian Nomor : 55/UG.2.00212/2011 butir f
mengemukakan sebagai berikut : “uang kelebihan yang tidak
diambil oleh nasabah setelah 1 (satu) tahun sejak pelaksanaan
lelang dibukukan sebagai pendapatan perusahaan yang akan
dialokasikan pada kegiatan CSR (Corporate Social Responsible)”.
20atau juga sering disebut dengan dana kebajikan umat yang
dikelola langsung oleh pegadaian syariah Cinere.
Selain terkait dengan uang kelebihan penulis juga
mengemukakan tentang kekurangan dari hasil penjualan marhun
(barang jaminan) yang kurang untuk menutupi utangnya.
Berdasarkan penelitian yang penulis temukan dalam praktinya di
pegadaian syariah cabang Cinere sering terjadi kekurangan
penjualan marhun (barang jaminan) untuk menutupi utangnya.
Akan tetapi, dalam praktiknya Murtahin (pegadaian/ penerima
barang) jarang menghubungi kembali rahin (nasabah) untuk
meminta kekurangan utang rahin (nasabah) hal seperti ini
dikarenakan ada beberapa faktor :
Pertama, rahin (nasabah) tidak dapat dihubungi
dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut : telah mengganti Nomor
telephon, sudah berpindah domisili dll. Kedua, rahin (nasabah)
yang jatuh miskin sehingga tidak bisa membayar kewajiban
utangnya. Ketiga, disebabkan meninggal dunia, dan wakilnya tidak
mau bertanggung jawab.
Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi pihak
pegadaian untuk tidak menuntut kekurangan utang rahin
(nasabah). Dan atas kesepakatan bersama dengan pimpinan cabang
hal tersebut dilunasi kewajibannya oleh pegadaian. Adapun alasan
lain yang dilakukan seperti ini yaitu agar urusannya tidak menjadi
20
Surat Edaran Peraturan Internal perum pegadaian Nomor : 55/UG.2.00212/2011
86
panjang seperti yang tertera dalam aturan bahwa jika nasabah tidak
membayar kekurangan utangnya maka dapat digugat ke Pengadilan
Agama.21
Ketentuan yang ada dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn mengemukakan
bahwa “ kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan
kekurangan menjadi kewajiban Rahin”. Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) membahas mengenai uang kelebihan dalam ayat
1 Nomor 17 “uang kelebihan adalah selisih lebih dari hasil
penjualan barang jaminan dikurangi dengan jumlah uang pinjaman,
bunga / jasa simpan, biaya untuk melelang dan biaya
menyelamatkan barang tersebut.
Kaitannya dengan kelebihan dan kekurangan hasil lelang,
berdasarkan Firman Allah swt dalam surat An-Nisa ayat 29 yang
artinya :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”.
Berdasarkan ayat Al-Qur‟an tersebut kaitannya dengan
kelebihan dan kekurangan lelang yang dilaksanakan oleh pegadaian
syariah cabang Cinere pihak pegadaian dalam pelaksanaan
terhadap uang kelebihan telah sesuai dengan syariat islam karena
memberikan sisa penjualan marhun (barang jaminan) kepada rahin,
dengan demikian pihak pegadaian tidak memakan harta yang bukan
menjadi hak miliknya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam praktik mengenai
uang kelebihan dan kekurangan sistem pelaksanaannya belum
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-
21
Wawancara Eksklusif dengan Assisten Manager Operasional Pegadaian Syariah Cabang
Cinere, Anggi Kristanto, Jakarta 15 April 2019.
87
MUI/III/2002 dalam sistem kekurangannya , bahwa kekurangan
menjadi kewajiban rahin (nasabah) hal ini dalam praktiknya di
peagadain syariah cabang Cinere tidak sesuai dengan Fatwa karena
tidak pernah meminta kekurangan tersebut ataupun rahin (nasabah)
tidak diminta untuk memenuhi kewajibannya. Adapun mengenai
uang kelebihannya telah sesuai dengan aturan Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn
“kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahin” juga telah sesuai dengan
Peraturan Otorita Jasa Keuangan No. 31/POJK.05/2016 Tentang
Usaha Pergadaian pasal 1 Nomor 17 “ uang kelebihan adalah
selisih lebih dari hasil penjualan barang jaminan dikurangi dengan
jumlah uang pinjaman, bunga / jasa simpan, biaya untuk melelang,
dan biaya menyelamatkan barang tersebut”.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dan merujuk pada
hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil anaslisis dari data yang diperoleh peneliti
menyimpulkan bahwa prosedur pelelangan yang dilaksanakan di Pegadaian
syariah cabang Cinere ketika benda jaminan yang telah jatuh tempo pihak
pegadaian memberitahu kepada rahin bahwa barang jaminan gadainya telah
jatuh tempo. Lalu ketika nasabah tetap tidak bisa memenuhi utangnya, yang
sebelumnya pihak pegadaian memberikan keringanan dengan menawarkan
Gadai Ulang (GU) dll. maka pihak pegadaian melelelang benda jaminan
tersebut berdasarkan syariah yaitu telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/2002 tentang rahn yaitu: “apabila jatuh
tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi
utangnya”. “Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun
dijual paksa / eksekusi melalui lelang sesuai syariah”.
Maka prosedur yang dilaksanakan di pegadaian syariah cabang Cinere
mengenai pemberitahuan jatuh tempo telah sesuai dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/2002 tentang rahn.
Prosedur pelaksanaan penjualannya yang dilaksanakan oleh pegadaian
syariah cabang Cinere belum sesuai dengan hukum Islam dalam Fiqih, yang
dikiaskan dengan ba‟i muzayyadah yaitu : “dimana penjual menawarkan
dagangan nya di tengah-tengah keramaian, lalu para pembeli saling
menawar dengan harga yang lebih tinggi sampai pada harga yang lebih
tinggi dari salah satu pembeli, lalu terjadilah akad dan pembelian tersebut
mengambil barang penjual “ . Jadi tidak terbuka secara umum, melainkan
dengan sistem borongan (hanya kepada satu pembeli) yang telah menjadi
pelanggan. Selain tidak sesuai dengan syariat Islam pelaksanaan penjualnnya
tidak sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa keuangan No. 31/POJK.05/2016
89
tentang Usaha Pergadaian. Dijelaskan dalam pasal 1 nomor 16 “lelang adalah
penjualan barang jaminan yang terbuka untuk umum dengan penawaran
harga secara tertutils atau lisan yang semakin meningkat atau menurun
untuk mencapai harga tertinggi yang didahului pengumuman lelang”.
Adapun cara memperlihatkan barang, cara melakukan tawar menawar , cara
melakukan ijab qabul serta melakukan penyerahan barang, hal ini telah sesuai
dengan syariat islam.
Kesesuain praktik lelang yang dilaksanakan di pegadaian Syariah
Cinere jika dilihat berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-
MUI/III/2002 Tentang Rahn dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian mengenai kesesuaian Praktik
Lelang benda jaminan gadai, yakni mengenai jatuh tempo, lelang syariah,
hasil penjualan lelang, dan uang kelebihan lelang / kekurangan lelang.
Pertama, kesesuain praktik lelang yang dilaksanakan di pegadaian
syariah cabang Cinere telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 25/DSN-MUI/2002 tentang rahn. Kedua, lelang syariah Jika dilihat dari
kesesuain hukum isalm dan POJK untuk pelaksanaan penjualan barang
jaminan gadai yang dilelang, tidak sesuai dengan hukum islam yang
dikiaskan dengan ba‟i muzayyadah dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) No. 31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian dalam pasal 1
nomor 16. Ketiga, hasil penjualan lelang dalam praktiknya di pegadaian
syariah digunakan untuk melunasi kewajiban rahin (nasabah) pelaksanaan
yang dilakukan oleh pegadaian syariah Cinere telah sesuai dengan ketentuan
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/2002 tentang rahn
dan POJK No. 31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian. Keempat, terkait
uang kelebihan dan kekurangan lelang , untuk uang kelebihannya pihak
pegadaian syariah dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan Fatwa DSN
NO. 25/DSN-MUI/2002 tentang rahn dan POJK No. 31/POJK.05/2016
tentang usaha pergadaian yakni “uang kelebihan dari sisa penjualan lelang
benda jaminan gadai dikembalikan kepada rahin (nasabah)”. Namun, dalam
penjualan hasil marhun (barang jaminan) yang tidak dapat menutupi utangnya
90
praktik yang dilaksanakan di Pegadaian syariah cabang Cinere belum sesuai
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/2002 tetang
rahn dan POJK No. 31/POJK.05/2016 tentang usaha pergadaian. Karena
pihak Pegadaian Syariah Cabang Cinere tidak meminta kekurangan utang dari
hasil penjualan marhun (barang jaminan ) kepada nasabah. Di dalam fatwa
disebutkan bahwa : “kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahin”. Jadi kesesuaian hukum
pelaksanaan lelang di pegadaian syariah cinere belum sesuai dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/2002 tentang rahn dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 31/POJK.05/2016 tentang usaha
pergadaian . Akan tetapi hal ini tidak menyalahi aturan syariat yang ada.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pemaparan diatas maka saran yang
dapat diberikan adalah :
1. DSN-MUI patut mengeluarkan fatwa tentang Lelang syariah untuk
pelaksanaan eksekusi barang jaminan gadai di Pegadaian Syariah, agar
dapat tertata dan sesuai dengan syariat islam.
2. Pegadaian Syariah Cabang Cinere harus lebih memperhatikan dalam segi
kesyariahannya terutama dalam pelaksanaan lelang benda jaminan gadai,
agar praktik lelang nya terbuka di hadapan umum. Minimal dengan
membuka stand galeri di kantor pegadaian syariah cabang
3. Pegadaian Syariah harus lebih tegas untuk menghadapi nasabah yang
hasil penjualan barang jaminan tidak dapat menutupi utangnya, agar
pihak pegadaian syariah tidak dirugikan karna harus menutupi
kekurangan utang nasabah.
4. Prosedur pelaksanaan lelang pada benda jaminan gadai di pegadaian
syariah cabang Cinere harus lebih di perhatikan kembali mengenai
aturannya, karena dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan peraturan-
peraturan yang telah ditentukan.
5. Pihak pegadaian syariah cabang Cinere jangan keterganungan oleh
pemerintah
91
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah Ayat 283
Surat Al-Baqarah Ayat 275
Surat Al-Baqarah Ayat 188
Surat Al-Baqarah Ayat 180
Surat Al-Nisa Ayat 05
Surat Al-Nisa Ayat 29
Surat Al-Isra Ayat 27
Surat Al-Nisa Ayat 278-279
Buku-Buku
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia,
Kencana, 2015.
Anshori, AG, Gadai Syariah di Indonesia, Yogyakarta :Gajah Mada
university press, 2011.
Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, 2017.
Muhammad, A,Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2004.
Ali, Z, Hukum Gadai Syariah , Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Sugiono,Metode Penelitian Bisnis, Bandung : CV Alfabeta, 2005.
Al Jaziri, SA, Al-Fiqh Al-Mazhaib Al-Arba‟ah, Beirut Libanon, 1992.
Lexy.J. Meolong, Metode Penelitian Kualitatif , Bandung : PT Remaja
Rosda Karya, 2010.
Muhammad, A, Ensiklopedia Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4
Madzhab , Yogyakarta : Maktabah Al-Hanif, 2008.
Sabiq, S, Fiqih Sunnah, Beirut : Da‟ar al-fikr , 1403 H/1983 M.
Ali, Z, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika , 2008.
Chairuman, dan Lubis, SK, Hukum Perjanjian dalam Islam , Jakarta : Sinar
Grafika , 2004.
92
Soemitra, A, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , Jakarta : Kencana ,
2003.
Djamil, F, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Trransaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika , 2012.
Jurnal dan Skripsi
Susanti, Konsep Harga Lelang Barang Jaminan Gadai Dalam Ekonomi Islam ,
Jurnal Intelektualita, Volume 5, Nomor 1 tahun 2015.
Fathurrokhman, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Lelang HP Jaminan
Gadai (Studi Kasus Pada Konter HP di JL Moses Yogyakarta, Skripsi , 2017.
Susanti ,Konsep Harga Lelang Jaminan Gadai Dalam Ekonomi Islam, di
Pegadaian Syariah Cabang Simpang Patal Palembang , Jurnal Intelektualita ,
Volume 5, Nomor 1 tahun 2016.
Yuli Nurhasanah ,Pelaksanaan Lelang Benda Jaminan Gadai di PT Pegadaian
(Persero) Cabang Ngupas Yogyakarta , Skripsi, 2018.
Interview
Interview Pribadi dengan Anggi Kristanto selaku Wakil Ketua Manager
Pegadaian Syariah Cabang Cinere.
Perundang – Undangan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha
Pergadaian.
Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn .
Peraturan Pemerintah No.103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (PERUM)
Peegadaian.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1970 Jo Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1969 Tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian .
KUHPerdata Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 Tentang prinsip, kerja, dan
lainnya dari pegadaian.
93
Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang.
Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Website
Available Online at http://jurnal .radenfatah.ac.id/index.php/intelektualita.
94
Lampiran 1 Surat Rekomendasi
95
Lampiran 2 Surat Pemberian ijin penelitian dari Kanwil
96
Lampiran 3 Surat Permohonan Data/Wawancara
97
Lampiran 4 Wawancara
Lampiran Wawancara
1. bagaimana prosedur pelaksanaan lelang yang dilaksanakan di Pegadaian
Syariah Cabang Cinere ?
Jawaban
“ Prosedur yang dilaksanakan oleh Pegadaian Syariah Cabang Cinere
menggunakan prosedur dari buku pedoman pegadaian syariah, “pedoman
operasional Gadai syariah” penelasannya seperti berikut ini :
a) Ketika jatuh tempo, nasabah tidak dapat melunasi dan tidak dapat
menebus barang jaminan.
b) Ketika jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang waktu pinjaman
dengan ketentuan yang telah diatur oleh Pegadaian. Apabila rahin
tidak dapat melunasi setelah jatuh tempo dan jangka waktu yang
ditentukan maka pihak pegadaian akan memperingatkan rahin dengan
cara mengirim pesan (SMS) atau menelpon nasabah. dan apabila
peringatan tersebut rahin tidak bisa menebus marhun maka pihak
pegadaian akan memberikan surat peringatan, dan jika pada hari
berikutnya rahin tidak dapat melunasinya maka pihak pegadaian akan
melapor ke pihak kanwil bahwa akan melelang suatu barang jaminan
gadai milik rahin yang tidak bisa melunasi utangnya.
adapun peraturan yang sering digunakan terkait prosedur pelaksanaan
lelang yaitu berdasarkan aturan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
25/DSN-MUI/III/2002 Tentang rahn yaitu :
d. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun
dijual paksa/ekseskusi melalui lelaang sesuai syariah.
e. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
f. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangan
menjadi milik Rahin.
98
2. Kenapa barang jaminan nasabah bisa dilelang ?
Alasan barang jaminan nasabah yang dilelang yaitu karena nasabah tidak
dapat melunasi utangnya, sehingga pihak pegadaian melelang barang
jaminannya untuk memenuhi utang nasabah. Akan tetapi dari kami pihak
pegadaian syariah melakukan beberapa ketentuan sebelum melakukan
llang terhadap nasabah :
a. Gadai Ulang (GU) yaitu rahin dapat mengajukan permohonan
kembali agar diperpanjang lagi jangka waktu pinjaman dengan cara
membayar administrasi dan ijaroh.
b. Minta Tambahan (MT) yaitu rahin mengajukan permohonan kepada
pegadaian dengan cara tambahan uang pinjaman dikurangi biaya
administrasi dan ijaroh.
c. Ambil Sebagian (AS) yaitu rahin mengambil sebagian pokok
pinjaman barang jaminan ditambah jasa simpanan dan biaya
administrasi. Keempat, Nyicil (NC) yaitu rahin melunasinya dengan
cara menyicil sebagian pokok pinjaman barang jaminan ditambah jasa
simpanan dan biaya administrasi.
3. Barang jaminan apasajakah yang bisa di jual lelang ?
Semua barang jaminan gadai yang di jaminkan di pegadaian syariah
merupkan barang-barang yang dilelang ketika nasabah sudah tidak bisa
memenuhi kewajiban utangnya barang jaminan nya berupa. Emas, BPKB
motor/mobil maka kendaraannya yang akan ditarik dan dilakukan lelang,
Handphone, Laptop, Sertifikat tanah, Sk kerja dll. Semua barang jaminan
tersebut merupakan barang jaminan yang bisa dilelang.
4. Apa saja produk – produk yang terdapat di PegadaianSyariah Cabang
Cinere ?
Pada dasarnya seluruh pegadaian syariah di Indonesia memiliki Produk
yang sama, begitu pun di Pegadaian Syariah Cabang Cinere diantaranya :
Rahn , Arrum BPKB, Amanah, Arrum Haji, Arrum Emas, Rahn Bisnis,
Rahn Fleksi, Rahn Hasan, Arrum Umroh, Rahn Tasjily Tanah. Itulah
Produk – produk saat ini yang di keluarkan dan sekaligus dijalankan oleh
Pegadaian Syariah khususnya Pegadaian Syariah Cabang Cinere.
99
5. Peraturan hukum apa saja yang berlaku dalam pelaksanaan Lelang di
Pegadaian Syariah Cabang Cienere ?
Semua peraturan yang ditetapkan untuk pelaksanaan lelang seperti
Peraturan Mentri, Peraturan Pemerintah, Perundang-undangan semuaya
berlaku untuk pelaksanaan lelang di pegadaian syariah cabang cinere
begitu pula dengan peraturan yang tertera dalam Al-Qur‟an dan Hadis,
serta Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Semua regulasi yang menyangkut pelaksanaan lelang seharusnya diikuti
akan tetapi di pegadaian syariah cabang cinere ini belum sepenuhnya
mengikuti aturan tersebut.
6. Bagaimana pelaksanaan Lelang di Pegadaian Syariah Cabang Cinere ?
Pelaksaan lelang di Pegadaian syariah cinere menggunakan untuk saat ini
menggunakan metode penjualan dengan cara borongan, yaitu menjual
kepada pembeli yang sudah menjadi langganan pembelian barang jaminan
gadai, hal itu dilakukan untuk mempercepat penjualan dan di jamin
barang lelang akan terjual. Sebenarnya metode seperti ini tidak sesuai
dengan peraturan peraturan yang telah ditetapkan salah satunya tidak
dijual dihadapan umum.
7. Apakah praktik lelang yang dilaksanakan oleh Pegadaian Syariah Cabang
Cinere telah sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ?
Terkait jatuh tempo dan kembalikan uang kelebihan nasabah semua telah
sesuai dengan fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn
namun apabila terdapat kekurangan pada hasil penjualan marhun pihak
pegadaian syariah jarang meminta kewajiban kekurangan kepada rahin,
hal ini dikarenakan beberapa faktor :
Pertama, rahin atau nasabah terkadang sudah tidak bisa dihubungi dan
sudah berpindah tempat (Domisili). Kedua, rahin meninggal dunia dan
yang mewakilkan berupa keluarga nasabah tidak mau bertanggung
jawab.Ketiga, agar masalahnya tidak berlanjut ke Pengadilan Agama.
100
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian
101
Lampiran 6 Fatwa No. 25/DSN-MUI/2002 Tentang Rahn
102
103
104
105
Lampiran 7 Surat Edaran
106
Lampiran 8 Surat Pemberitahuan Lelang107
108
OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 31 /POJK.05/2016
TENTANG
USAHA PERGADAIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan
bagi masyarakat menengah ke bawah dan usaha
mikro, kecil, dan menengah, perlu memperluas
layanan jasa keuangan melalui penyelenggaraan
usaha pergadaian;
b. bahwa dalam rangka penyelenggaraan usaha
pergadaian yang memberikan kemudahan akses
terhadap pinjaman, khususnya bagi masyarakat
menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan
menengah, perlu adanya landasan hukum bagi
Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi usaha
pergadaian di Indonesia;
c. bahwa landasan hukum untuk pengawasan usaha
pergadaian diperlukan untuk menciptakan usaha
pergadaian yang sehat, memberikan kepastian hukum
bagi pelaku usaha pergadaian, dan perlindungan
kepada konsumen;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
SALINAN
Lampiran 9 pojk
109
- 2 -
menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang
Usaha Pergadaian;
Mengingat : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5253);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG
USAHA PERGADAIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang
dimaksud dengan:
1. Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut
pemberian pinjaman dengan jaminan barang bergerak,
jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya,
termasuk yang diselenggarakan berdasarkan prinsip
syariah.
2. Perusahaan Pergadaian adalah perusahaan
pergadaian swasta dan perusahaan pergadaian
pemerintah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
3. Perusahaan Pergadaian Swasta adalah badan hukum
yang melakukan Usaha Pergadaian.
4. Perusahaan Pergadaian Pemerintah adalah PT
Pegadaian (Persero) sebagaimana dimaksud dalam
Staatsblad Tahun 1928 Nomor 81 tentang Pandhuis
Regleement dan Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan
Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
- 3 -
5. Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam
berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian
syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia.
6. Direksi:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk
badan hukum perseroan terbatas adalah direksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk
badan hukum koperasi adalah pengurus
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
7. Dewan Komisaris:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk
badan hukum perseroan terbatas adalah dewan
komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk
badan hukum koperasi adalah pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
8. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat
DPS adalah bagian dari organ Perusahaan Pergadaian
yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan
terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha agar sesuai
dengan Prinsip Syariah.
9. Modal Disetor:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk
badan hukum perseroan terbatas adalah modal
disetor sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; atau
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk
badan hukum koperasi adalah simpanan pokok
- 4 -
dan simpanan wajib sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian.
10. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh Perusahaan
Pergadaian atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh nasabah atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas pinjamannya, dan
yang memberi wewenang kepada Perusahaan
Pergadaian untuk mengambil pelunasan pinjaman
dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur
lain, dengan pengecualian biaya untuk melelang atau
menjual barang tersebut dan biaya untuk
menyelamatkan barang tersebut yang dikeluarkan
setelah barang itu diserahkan sebagai gadai, biaya-
biaya mana harus didahulukan.
11. Uang Pinjaman adalah uang yang dipinjamkan oleh
Perusahaan Pergadaian kepada nasabah.
12. Barang Jaminan adalah setiap barang bergerak yang
dijadikan jaminan oleh nasabah kepada Perusahaan
Pergadaian.
13. Penaksir adalah orang yang memiliki sertifikat
keahlian untuk melakukan penaksiran atas nilai
Barang Jaminan dalam transaksi Gadai.
14. Surat Bukti Gadai adalah surat tanda bukti perjanjian
pinjam meminjam uang dengan jaminan yang
ditandatangani oleh Perusahaan Pergadaian dan
nasabah.
15. Nasabah adalah orang perseorangan atau badan
usaha yang menerima Uang Pinjaman dengan jaminan
berupa Barang Jaminan dan/atau memanfaatkan
layanan lainnya yang tersedia di Perusahaan
Pergadaian.
16. Lelang adalah penjualan Barang Jaminan yang
terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang
didahului pengumuman lelang.
- 5 -
17. Uang Kelebihan adalah selisih lebih dari hasil
penjualan Barang Jaminan dikurangi dengan jumlah
Uang Pinjaman, bunga/jasa simpan, biaya untuk
melelang, dan biaya menyelamatkan barang tersebut.
18. Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mencari,
mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data
dan/atau keterangan, serta untuk menilai dan
memberikan kesimpulan mengenai penyelenggaraan
usaha pada Perusahaan Pergadaian.
19. Pemeriksa adalah pegawai Otoritas Jasa Keuangan
atau pihak lain yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa
Keuangan untuk melakukan Pemeriksaan.
20. Hari adalah hari kerja.
21. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat
OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
BAB II
BENTUK BADAN HUKUM, KEPEMILIKAN,
DAN PERMODALAN
Pasal 2
(1) Bentuk badan hukum Perusahaan Pergadaian adalah:
a. perseroan terbatas; atau
b. koperasi.
(2) Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan hukum
perseroan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, sahamnya hanya dapat dimiliki oleh:
a. negara Republik Indonesia;
b. pemerintah daerah;
c. warga negara Indonesia; dan/atau
d. badan hukum Indonesia.
(3) Ketentuan kepemilikan untuk Perusahaan Pergadaian
yang berbentuk badan hukum koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b mengikuti ketentuan
- 6 -
peraturan perundang-undangan di bidang
perkoperasian.
Pasal 3
Perusahaan Pergadaian dilarang dimiliki baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh warga negara asing
dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya
dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing,
kecuali kepemilikan langsung maupun tidak langsung
tersebut dilakukan melalui bursa efek.
Pasal 4
(1) Modal Disetor Perusahaan Pergadaian ditetapkan
berdasarkan lingkup wilayah usaha yaitu
kabupaten/kota atau provinsi.
(2) Jumlah Modal Disetor Perusahaan Pergadaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
paling sedikit:
a. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), untuk
lingkup wilayah usaha kabupaten/kota; atau
b. Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah), untuk lingkup wilayah usaha provinsi.
(3) Modal Disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus disetor secara tunai dan penuh atas nama
Perusahaan Pergadaian pada salah satu bank umum
atau bank umum syariah di Indonesia.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PERIZINAN USAHA
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 5
(1) Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah melakukan
kegiatan Usaha Pergadaian sebelum Peraturan OJK ini
- 7 -
diundangkan, dapat mengajukan permohonan
pendaftaran kepada OJK.
(2) Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang akan mengajukan
permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan dari ketentuan bentuk badan
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
ketentuan lingkup wilayah usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan ketentuan
permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2).
(3) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan kepada OJK paling lama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan OJK ini diundangkan.
(4) Permohonan pendaftaran oleh pelaku Usaha
Pergadaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
(5) Bagi pelaku Usaha Pergadaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang mengajukan permohonan
pendaftaran harus menggunakan format 1
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dan dilampiri dengan:
a. akta pendirian badan usaha termasuk anggaran
dasar berikut perubahannya (jika ada) yang telah
disahkan/disetujui oleh instansi yang berwenang
atau diberitahukan kepada instansi yang
berwenang dan/atau surat bukti usaha dari
instansi yang berwenang;
b. bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup yang
dilengkapi dengan pas foto berwarna yang terbaru
berukuran 4x6 cm dari:
1. pemilik kecuali koperasi;
2. anggota Direksi; dan
3. anggota Dewan Komisaris;
- 8 -
c. surat keterangan domisili perusahaan dari
instansi yang berwenang;
d. bukti telah melakukan kegiatan usaha; dan
e. foto unit layanan (outlet) berukuran 4R/5R.
(6) OJK memberikan persetujuan atas permohonan
pendaftaran paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
diterimanya dokumen permohonan pendaftaran secara
lengkap dan sesuai dengan persyaratan dalam
Peraturan OJK ini.
(7) OJK menetapkan pendaftaran pelaku Usaha
Pergadaian berupa tanda bukti terdaftar.
(8) Tanda bukti terdaftar sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) harus dicantumkan pada setiap kantor atau
unit layanan (outlet).
Pasal 6
(1) Pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar, dapat
membuka unit layanan (outlet).
(2) Pembukaan unit layanan (outlet) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada OJK
melalui laporan berkala.
Pasal 7
(1) Pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar wajib
menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga)
bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31
Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember
kepada OJK paling sedikit berupa:
a. profil pelaku Usaha Pergadaian;
b. laporan keuangan; dan
c. laporan operasional.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, susunan, dan
tata cara penyampaian laporan berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran
OJK.
- 9 -
Pasal 8
(1) Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7), wajib
mengajukan permohonan izin usaha sebagai
Perusahaan Pergadaian dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan OJK ini
diundangkan.
(2) Pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar, pada
saat mengajukan izin usaha harus memenuhi
ketentuan dalam Peraturan OJK ini.
(3) Pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar dan
berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, pada saat
mengajukan izin usaha dikecualikan dari ketentuan
Modal Disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2).
(4) Ketentuan permodalan bagi pelaku Usaha Pergadaian
yang telah terdaftar dan berbentuk perseroan terbatas
atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pada saat mengajukan izin usaha harus memenuhi
Ekuitas sebesar:
a. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), untuk
lingkup wilayah usaha kabupaten/kota; atau
b. Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah), untuk lingkup wilayah usaha provinsi.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) telah berakhir dan pelaku Usaha Pergadaian
yang telah terdaftar belum menyampaikan
permohonan izin usaha, pendaftaran dinyatakan batal
dan tidak berlaku.
Bagian Kedua
Perizinan Usaha Perusahaan Pergadaian
Pasal 9
(1) Perusahaan Pergadaian melakukan kegiatan usaha
setelah memperoleh izin usaha dari OJK.
- 10 -
(2) Untuk memperoleh izin usaha sebagai Perusahaan
Pergadaian dari OJK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Direksi Perusahaan Pergadaian harus mengajukan
permohonan izin usaha kepada OJK dengan
menggunakan format 2 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan OJK ini dan harus dilampiri
dokumen berupa:
a. akta pendirian perseroan terbatas atau koperasi
yang telah disahkan oleh instansi yang
berwenang, yang paling sedikit harus memuat:
1. nama, tempat kedudukan, dan lingkup
wilayah usaha;
2. kegiatan usaha sebagai Perusahaan
Pergadaian;
3. permodalan;
4. kepemilikan; dan
5. wewenang, tanggung jawab, masa jabatan
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau DPS,
dan perubahan anggaran dasar terakhir (jika ada)
disertai dengan bukti pengesahan, persetujuan,
dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari
instansi berwenang;
b. data anggota Direksi, Dewan Komisaris,
dan/atau DPS meliputi:
1. fotokopi tanda pengenal berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
yang masih berlaku;
3. daftar riwayat hidup dengan dilengkapi pas
foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6
cm; dan
4. surat pernyataan bermeterai dari masing-
masing anggota Direksi, Dewan Komisaris,
dan/atau DPS yang menyatakan:
a) tidak tercatat dalam daftar kredit macet
di sektor jasa keuangan;
- 11 -
b) tidak tercantum dalam daftar tidak
lulus (DTL) di sektor jasa keuangan;
c) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana di bidang jasa
keuangan dan/atau perekonomian
berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir;
d) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan
berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir;
e) tidak pernah dinyatakan pailit atau
dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu badan usaha dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan
f) tidak pernah menjadi pemegang saham,
direksi, dewan komisaris, atau dewan
pengawas syariah pada perusahaan jasa
keuangan yang dicabut izin usahanya
karena melakukan pelanggaran dalam 5
(lima) tahun terakhir;
c. data pemegang saham atau anggota pendiri:
1. dalam hal pemegang saham atau anggota
pendiri adalah warga negara Indonesia,
dokumen yang dilampirkan berupa:
a) fotokopi surat pemberitahuan pajak
terhutang (SPT) untuk 1 (satu) tahun
terakhir;
b) dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b angka 1, angka 2, dan
angka 3; dan
c) surat pernyataan bermeterai dari yang
bersangkutan yang menyatakan bahwa:
- 12 -
1) setoran modal tidak berasal dari
pinjaman;
2) setoran modal tidak berasal dari
dan untuk tindak pidana
pencucian uang (money laundering)
dan kejahatan keuangan;
3) tidak tercatat dalam daftar kredit
macet di sektor jasa keuangan;
4) tidak tercantum dalam daftar tidak
lulus (DTL) di sektor jasa
keuangan;
5) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana di bidang
jasa keuangan dan/atau
perekonomian berdasarkan
putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam 5 (lima) tahun terakhir;
6) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana
kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam 5
(lima) tahun terakhir;
7) tidak pernah dinyatakan pailit atau
dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu badan usaha dinyatakan
pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam 5
(lima) tahun terakhir; dan
8) tidak pernah menjadi pemegang
saham, direksi, dewan komisaris,
atau dewan pengawas syariah pada
perusahaan jasa keuangan yang
dicabut izin usahanya karena
- 13 -
melakukan pelanggaran dalam 5
(lima) tahun terakhir;
2. dalam hal pemegang saham atau anggota
pendiri adalah badan hukum Indonesia,
dokumen yang dilampirkan berupa:
a) akta pendirian termasuk anggaran
dasar berikut perubahan yang terakhir
(jika ada) yang telah disahkan/disetujui
oleh instansi yang berwenang atau
diberitahukan kepada instansi yang
berwenang;
b) laporan keuangan tahunan dan laporan
keuangan bulanan terakhir;
c) dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b angka 1, angka 2, dan
angka 3 bagi direksi; dan
d) surat pernyataan bermeterai dari
direksi yang menyatakan bahwa:
1) setoran modal tidak berasal dari
pinjaman;
2) setoran modal tidak berasal dari
dan untuk tindak pidana
pencucian uang (money laundering)
dan kejahatan keuangan;
3) tidak terdapat kepemilikan asing
baik secara langsung maupun
tidak langsung;
4) tidak tercatat dalam daftar kredit
macet di sektor jasa keuangan;
5) tidak tercantum dalam daftar tidak
lulus (DTL) di sektor jasa keuangan;
6) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana di bidang
jasa keuangan dan/atau
perekonomian berdasarkan
putusan pengadilan yang telah
- 14 -
mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam 5 (lima) tahun terakhir;
7) tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana
kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam 5
(lima) tahun terakhir;
8) tidak pernah dinyatakan pailit atau
dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu badan usaha dinyatakan
pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam 5
(lima) tahun terakhir; dan
9) tidak pernah menjadi pemegang
saham, direksi, dewan komisaris,
atau dewan pengawas syariah pada
perusahaan jasa keuangan yang
dicabut izin usahanya karena
melakukan pelanggaran dalam 5
(lima) tahun terakhir;
3. dalam hal pemegang saham adalah negara
Republik Indonesia, dokumen yang
dilampirkan berupa Peraturan Pemerintah
mengenai penyertaan modal negara Republik
Indonesia untuk pendirian Perusahaan
Pergadaian; dan/atau
4. dalam hal pemegang saham adalah
pemerintah daerah, dokumen yang
dilampirkan berupa Peraturan Daerah
mengenai penyertaan modal daerah untuk
pendirian Perusahaan Pergadaian;
d. fotokopi bukti pelunasan Modal Disetor, berupa:
1. slip setoran dari pemegang saham atau
anggota pendiri ke rekening tabungan atau
giro atas nama Perusahaan Pergadaian; dan
- 15 -
2. rekening koran Perusahaan Pergadaian
periode mulai dari tanggal penyetoran modal
sampai dengan tanggal surat permohonan
izin usaha;
e. struktur organisasi yang memuat susunan
personalia yang paling sedikit memiliki fungsi
pemutus pinjaman, Penaksir, pelayanan
Nasabah, dan administrasi;
f. rencana kerja untuk 1 (satu) tahun pertama yang
paling sedikit memuat:
1. gambaran mengenai kegiatan usaha yang
akan dilakukan;
2. target dan langkah-langkah yang dilakukan
untuk mewujudkan target dimaksud; dan
3. proyeksi laporan keuangan untuk 1 (satu)
tahun ke depan;
g. bukti kesiapan operasional antara lain berupa:
1. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung
dan ruangan kantor atau unit layanan
(outlet), berupa fotokopi sertipikat hak milik,
hak guna bangunan, atau hak pakai atas
nama Perusahaan Pergadaian, atau
perjanjian sewa gedung/ruangan disertai
foto tampak luar gedung dan foto dalam
ruangan serta tata letak (lay-out) ruangan;
2. daftar inventaris dan peralatan kantor; dan
3. contoh Surat Bukti Gadai dan/atau formulir
yang akan digunakan;
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas
nama Perusahaan Pergadaian;
i. bukti setor pelunasan biaya perizinan;
j. bukti sertifikat Penaksir yang diterbitkan oleh
lembaga sertifikasi profesi atau pihak lain yang
ditunjuk OJK sebagai lembaga penerbit sertifikasi
Penaksir;
k. surat rekomendasi DPS dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia, bagi
- 16 -
Perusahaan Pergadaian yang akan
menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
l. pedoman penerapan anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
(3) OJK memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
permohonan izin usaha dan dokumen diterima secara
lengkap serta sesuai dengan persyaratan dalam
Peraturan OJK ini.
(4) OJK menyampaikan pernyataan lengkap atau
permintaan kelengkapan dokumen kepada pemohon
paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah permohonan
diterima.
(5) Dalam hal permohonan izin usaha yang disampaikan
tidak lengkap, pemohon harus menyampaikan
kekurangan dokumen tersebut paling lama 10
(sepuluh) Hari sejak tanggal surat permintaan
kelengkapan dokumen dari OJK.
(6) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) telah berakhir dan pemohon tidak
menyampaikan kelengkapan dokumen, permohonan
izin usaha dinyatakan batal.
(7) Penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disertai dengan alasan
penolakan.
(8) Dalam hal permohonan izin usaha disetujui, OJK
menetapkan keputusan pemberian izin usaha sesuai
lingkup wilayah usaha sebagai:
a. perusahaan pergadaian, bagi Perusahaan
Pergadaian yang menjalankan kegiatan usaha
secara konvensional; atau
b. perusahaan pergadaian syariah, bagi Perusahaan
Pergadaian yang menjalankan seluruh kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
- 17 -
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
permohonan izin usaha Perusahaan Pergadaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Surat Edaran OJK.
Pasal 10
Nama Perusahaan Pergadaian harus dicantumkan secara
jelas dalam anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) huruf a angka 1 yang dimulai dengan
bentuk badan hukum dan memuat kata:
a. Gadai atau kata yang mencirikan kegiatan Gadai, bagi
Perusahaan Pergadaian yang menjalankan kegiatan
usaha secara konvensional; atau
b. Gadai atau kata yang mencirikan kegiatan Gadai
diikuti dengan kata syariah, bagi Perusahaan
Pergadaian yang menjalankan seluruh kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 11
(1) Perusahaan Pergadaian yang telah memperoleh izin
usaha dari OJK wajib melakukan kegiatan usaha
paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak tanggal izin
usaha ditetapkan.
(2) Perusahaan Pergadaian wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada OJK paling lama 15 (lima belas)
Hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha.
(3) Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan dengan
menggunakan format 3 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan OJK ini dengan dilampiri
fotokopi Surat Bukti Gadai.
Pasal 12
(1) Perusahaan Pergadaian dilarang membuka atau
memindahkan alamat unit layanan (outlet) di luar
- 18 -
wilayah usaha yang ditetapkan dalam keputusan
pemberian izin usaha dari OJK.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
pembukaan atau pemindahan alamat unit layanan
(outlet) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Surat Edaran OJK.
BAB IV
PENYELENGGARAAN USAHA
Pasal 13
(1) Kegiatan usaha Perusahaan Pergadaian meliputi:
a. penyaluran Uang Pinjaman dengan jaminan
berdasarkan hukum Gadai;
b. penyaluran Uang Pinjaman dengan jaminan
berdasarkan fidusia;
c. pelayanan jasa titipan barang berharga;
dan/atau
d. pelayanan jasa taksiran.
(2) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Pergadaian
dapat melakukan kegiatan usaha lainnya, yaitu:
a. kegiatan lain yang tidak terkait Usaha
Pergadaian yang memberikan pendapatan
berdasarkan komisi (fee based income)
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di bidang jasa keuangan;
dan/atau
b. kegiatan usaha lain dengan persetujuan OJK.
(3) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat dilakukan secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah.
(4) Pelaksanaan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib
menggunakan akad dengan ketentuan:
- 19 -
a. memenuhi prinsip keadilan (‘adl), keseimbangan
(tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan
universalisme (alamiyah);
b. tidak mengandung gharar, maysir, riba, zhulm,
risywah, dan objek haram; dan
c. tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan
kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha lain
dengan persetujuan OJK sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b diatur dalam Surat Edaran
OJK.
Pasal 14
(1) Perusahaan Pergadaian yang akan melakukan
kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf b, harus tidak sedang
dikenakan sanksi oleh OJK.
(2) Perusahaan Pergadaian yang akan melakukan
kegiatan usaha lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib mengajukan permohonan kepada OJK
dan harus melampirkan dokumen yang berisi uraian
paling sedikit mengenai:
a. kegiatan usaha yang akan dilakukan; dan
b. hak dan kewajiban para pihak.
(3) OJK melakukan analisis atas dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan mengeluarkan surat
persetujuan atau penolakan paling lama 20 (dua
puluh) Hari setelah permohonan diterima secara
lengkap dan sesuai dengan persyaratan dalam
Peraturan OJK ini.
Pasal 15
Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan kegiatan
usaha penyaluran Uang Pinjaman dengan jaminan
berdasarkan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
- 20 -
13 ayat (1) huruf b wajib melakukan mitigasi risiko, yang
dapat dilakukan dengan:
a. mengalihkan risiko usaha melalui mekanisme
asuransi kredit atau penjaminan kredit;
b. mengalihkan risiko atas barang yang menjadi agunan
melalui mekanisme asuransi; dan/atau
c. melakukan pendaftaran jaminan fidusia atas barang
yang menjadi jaminan dari kegiatan usaha.
Pasal 16
Perusahaan Pergadaian wajib mencantumkan
keterangan/informasi secara jelas di setiap kantor atau
unit layanan (outlet) hal sebagai berikut:
a. nama dan/atau logo Perusahaan Pergadaian;
b. nomor dan tanggal izin usaha dan pernyataan bahwa
Perusahaan Pergadaian diawasi oleh OJK;
c. hari dan jam operasional; dan
d. tingkat bunga pinjaman atau imbal jasa/imbal hasil
bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah, dan
biaya administrasi.
Pasal 17
(1) Perusahaan Pergadaian wajib menetapkan Barang
Jaminan yang dapat diterima sebagai jaminan.
(2) Penetapan Barang Jaminan yang dapat diterima
sebagai jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilakukan sesuai dengan kriteria Barang
Jaminan.
(3) Ketentuan mengenai kriteria Barang Jaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Surat Edaran OJK.
Pasal 18
Perusahaan Pergadaian yang menyalurkan Uang Pinjaman
berdasarkan hukum Gadai dilarang untuk:
a. menggunakan Barang Jaminan;
- 21 -
b. menyimpan Barang Jaminan di tempat Nasabah;
c. memiliki Barang Jaminan; dan/atau
d. menggadaikan kembali Barang Jaminan kepada
pihak lain.
Pasal 19
(1) Perusahaan Pergadaian wajib memiliki paling sedikit
1 (satu) orang Penaksir untuk melakukan penaksiran
atas Barang Jaminan pada setiap unit pelayanan
(outlet).
(2) Dalam melakukan penaksiran, Penaksir wajib
dilengkapi pedoman tertulis yang ditetapkan oleh
Perusahaan Pergadaian.
(3) Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
lulus sertifikasi penaksiran Barang Jaminan.
Pasal 20
(1) Perusahaan Pergadaian wajib memberikan nilai
taksiran atas setiap Barang Jaminan kepada
Nasabah.
(2) Dalam rangka memenuhi kualitas penaksiran Barang
Jaminan, Perusahaan Pergadaian wajib:
a. menyediakan alat penaksir; dan
b. menetapkan daftar harga pasar Barang Jaminan
yang wajar.
Pasal 21
(1) Perusahaan Pergadaian wajib memenuhi nilai
minimum perbandingan antara Uang Pinjaman dan
nilai taksiran Barang Jaminan dalam memberikan
Uang Pinjaman kepada Nasabah, kecuali apabila
Nasabah menyatakan secara tertulis menghendaki
Uang Pinjaman yang lebih rendah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai nilai minimum
perbandingan antara Uang Pinjaman dan nilai
taksiran Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran OJK.
- 22 -
Pasal 22
(1) Perusahaan Pergadaian wajib memiliki tempat
penyimpanan Barang Jaminan berdasarkan hukum
Gadai dan barang titipan yang memenuhi
persyaratan keamanan dan keselamatan.
(2) Perusahaan Pergadaian wajib memiliki pedoman
tertulis dalam menjaga keamanan dan keselamatan
Barang Jaminan berdasarkan hukum Gadai dan
barang titipan.
(3) Perusahaan Pergadaian wajib mengasuransikan
Barang Jaminan berdasarkan hukum Gadai dan
barang titipan dalam rangka memitigasi risiko.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat
penyimpanan Barang Jaminan berdasarkan hukum
Gadai dan barang titipan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran OJK.
Pasal 23
(1) Perusahaan Pergadaian wajib menyerahkan Surat
Bukti Gadai kepada Nasabah pada saat menerima
Barang Jaminan.
(2) Surat Bukti Gadai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib disusun dengan memenuhi ketentuan
perjanjian sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK
mengenai perlindungan konsumen sektor jasa
keuangan.
(3) Perusahaan Pergadaian wajib menyimpan paling
sedikit 1 (satu) salinan Surat Bukti Gadai untuk
setiap transaksi.
Pasal 24
(1) Jangka waktu pinjaman kepada Nasabah dengan
jaminan berdasarkan hukum Gadai paling lama 4
(empat) bulan.
(2) Dalam hal Uang Pinjaman dengan jaminan
berdasarkan hukum Gadai belum dilunasi sampai
- 23 -
dengan tanggal jatuh tempo, Perusahaan Pergadaian
dapat melelang Barang Jaminan.
(3) Sebelum pelaksanaan Lelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), berdasarkan kesepakatan antara
Perusahaan Pergadaian dengan Nasabah, Barang
Jaminan dapat dijual dengan cara:
a. Nasabah menjual sendiri Barang Jaminannya;
atau
b. Nasabah memberikan kuasa kepada Perusahaan
Pergadaian untuk menjualkan Barang
Jaminannya.
(4) Dalam hal Perusahaan Pergadaian bersepakat
dengan Nasabah untuk melakukan cara penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka
penjualan dimaksud dilaksanakan paling lama 20
(dua puluh) Hari setelah tanggal jatuh tempo.
(5) Kesepakatan antara Perusahaan Pergadaian dengan
Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
dimuat dalam Surat Bukti Gadai.
(6) Penjualan Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dilakukan apabila nilai
penjualan dapat memenuhi kewajiban Nasabah
terhadap Perusahaan Pergadaian.
(7) Barang Jaminan yang dijual oleh Nasabah sebelum
tanggal Lelang, dilarang dibeli secara langsung
maupun tidak langsung oleh Perusahaan Pergadaian
atau pegawainya.
(8) Perusahaan Pergadaian wajib memiliki pedoman
tertulis untuk melakukan penjualan Barang Jaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 25
(1) Dalam hal Nasabah telah melunasi Uang Pinjaman
beserta bunga pinjaman atau imbal jasa/imbal hasil
bagi Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah,
Perusahaan Pergadaian wajib mengembalikan Barang
- 24 -
Jaminan kepada Nasabah dalam kondisi fisik yang
sama seperti saat penyerahan Barang Jaminan.
(2) Dalam hal Barang Jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hilang atau rusak, Perusahaan
Pergadaian wajib menggantinya dengan:
a. uang atau barang yang nilainya sama atau
setara dengan nilai Barang Jaminan pada saat
Barang Jaminan tersebut hilang atau rusak,
untuk Barang Jaminan berupa perhiasan; atau
b. uang atau barang yang nilainya sama atau
setara dengan nilai Barang Jaminan pada saat
Barang Jaminan tersebut dijaminkan, untuk
Barang Jaminan selain perhiasan.
Pasal 26
Syarat dan tata cara penjualan Barang Jaminan
berdasarkan hukum Gadai dengan cara Lelang
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 27
(1) Perusahaan Pergadaian wajib mengembalikan Uang
Kelebihan dari hasil penjualan Barang Jaminan
dengan cara Lelang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 atau berdasarkan kuasa menjual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3)
huruf b kepada Nasabah.
(2) Perusahaan Pergadaian wajib mencatat secara
terpisah Uang Kelebihan dari hasil penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengembalian Uang Kelebihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Surat Edaran
OJK.
- 25 -
Pasal 28
(1) Perusahaan Pergadaian wajib memiliki dan
melaksanakan mekanisme penanganan pengaduan dan
penyelesaian sengketa bagi Nasabah.
(2) Mekanisme penanganan pengaduan dan penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dicantumkan dalam Surat Bukti Gadai.
(3) Ketentuan mengenai penanganan pengaduan dan
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1)
berpedoman pada Peraturan OJK mengenai
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dan
Peraturan OJK mengenai lembaga alternatif
penyelesaian sengketa beserta peraturan
pelaksanaannya.
Pasal 29
(1) Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) wajib
mengangkat paling sedikit 1 (satu) orang DPS.
(2) DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diangkat dalam rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota setelah memperoleh rekomendasi Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
(3) Bagi Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan
hukum koperasi, pengangkatan DPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat pula dilakukan setelah
memperoleh sertifikasi pelatihan DPS dari Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
(4) DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diangkat oleh 1 (satu) atau beberapa Perusahaan
Pergadaian secara bersama-sama.
(5) DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada
Direksi agar kegiatan usahanya sesuai dengan Prinsip
Syariah.
- 26 -
(6) Tugas pengawasan dan pemberian nasihat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit
dilakukan terhadap:
a. kegiatan operasional Perusahaan Pergadaian;
b. pedoman operasional dan produk yang dipasarkan;
dan
c. pengembangan, pengkajian, dan rekomendasi
kegiatan usaha Perusahaan Pergadaian yang
antara lain mencakup produk, operasional, dan
pemasaran.
Pasal 30
(1) Perusahaan Pergadaian dapat menyelenggarakan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dengan
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari OJK.
(2) Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah,
wajib:
a. mempunyai pembukuan terpisah untuk kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah dari kegiatan
usaha konvensional; dan
b. menunjuk pegawai yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan
berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 31
(1) Untuk memperoleh persetujuan menyelenggarakan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Direksi
Perusahaan Pergadaian harus mengajukan
permohonan persetujuan kepada OJK dengan
menggunakan format 4 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan OJK ini dan harus dilampiri
dokumen:
- 27 -
a. surat rekomendasi DPS dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia atau bukti
sertifikasi pelatihan DPS dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia;
b. daftar riwayat hidup pegawai yang bertanggung
jawab atas kegiatan usaha yang dilakukan
berdasarkan Prinsip Syariah, dilengkapi dengan
pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4x6 cm;
dan
c. contoh Surat Bukti Gadai dan/atau formulir
berdasarkan Prinsip Syariah yang akan
digunakan.
(2) OJK memberikan persetujuan atau penolakan atas
permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
permohonan persetujuan dan dokumen diterima secara
lengkap serta sesuai dengan persyaratan dalam
Peraturan OJK ini.
(3) OJK menyampaikan pernyataan lengkap atau
permintaan kelengkapan dokumen kepada pemohon
paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah permohonan
diterima.
(4) Dalam hal permohonan persetujuan menyelenggarakan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
yang disampaikan tidak lengkap, pemohon harus
menyampaikan kekurangan dokumen tersebut paling
lama 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal surat permintaan
kelengkapan dokumen dari OJK.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) telah berakhir dan pemohon tidak
menyampaikan kelengkapan dokumen, permohonan
persetujuan dinyatakan batal.
(6) Penolakan atas permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan
penolakan.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disetujui, OJK menetapkan surat persetujuan
- 28 -
penyelenggaraan sebagian kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah.
BAB V
PELAPORAN
Bagian Kesatu
Perubahan Modal Disetor, Perubahan Alamat Kantor Pusat,
dan Perubahan Nama Perusahaan Pergadaian
Pasal 32
(1) Perusahaan Pergadaian wajib melaporkan perubahan
Modal Disetor secara tertulis kepada OJK paling lama
15 (lima belas) Hari setelah diterbitkannya persetujuan
atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi
yang berwenang, atau disetujui oleh rapat anggota.
(2) Pelaporan perubahan Modal Disetor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan oleh Direksi
Perusahaan Pergadaian dengan menggunakan format 5
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dokumen:
a. perubahan anggaran dasar yang disertai dengan
bukti persetujuan dari instansi berwenang bagi
Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas;
b. akta risalah rapat anggota dan/atau perubahan
anggaran dasar bagi Perusahaan Pergadaian yang
berbentuk badan hukum koperasi; dan
c. surat pernyataan bahwa setoran modal tidak
berasal dari pinjaman dan/atau tindak pidana
pencucian uang.
Pasal 33
(1) Perusahaan Pergadaian wajib melaporkan perubahan
alamat kantor pusat secara tertulis kepada OJK paling
- 29 -
lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak tanggal
pemindahan.
(2) Pelaporan perubahan alamat kantor pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan oleh Direksi Perusahaan Pergadaian
dengan menggunakan format 6 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan OJK ini dengan
dilampiri dokumen:
a. bukti penguasaan gedung atas kantor pusat yang
baru; dan
b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang
telah mencantumkan alamat kantor pusat yang
baru.
Pasal 34
(1) Perusahaan Pergadaian yang melakukan perubahan
nama wajib melaporkan perubahan nama paling lama
15 (lima belas) Hari setelah diterbitkannya persetujuan
dari instansi berwenang, atau disetujui oleh rapat
anggota.
(2) Laporan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disampaikan oleh Direksi Perusahaan
Pergadaian dengan menggunakan format 7
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dokumen:
a. perubahan anggaran dasar yang disertai dengan
bukti persetujuan dari instansi berwenang bagi
Perusahaan Pergadaian yang berbentuk badan
hukum perseroan terbatas;
b. akta risalah rapat anggota dan/atau perubahan
anggaran dasar bagi Perusahaan Pergadaian yang
berbentuk badan hukum koperasi; dan
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama
Perusahaan Pergadaian yang baru.
- 30 -
Bagian Kedua
Pelaporan Perusahaan Pergadaian
Pasal 35
(1) Perusahaan Pergadaian wajib menyampaikan laporan
secara berkala setiap 3 (tiga) bulan untuk periode
yang berakhir pada tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30
September, dan 31 Desember kepada OJK.
(2) Selain laporan berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Perusahaan Pergadaian wajib
menyampaikan laporan sewaktu-waktu bila
diperlukan oleh OJK.
(3) Perusahaan Pergadaian yang menyelenggarakan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha yang
dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah dalam
laporan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disampaikan kepada OJK paling lambat pada akhir
bulan berikutnya.
(5) Apabila batas akhir penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jatuh pada hari
libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari
kerja pertama berikutnya.
(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan oleh Perusahaan Pergadaian berupa:
a. profil Perusahaan Pergadaian;
b. laporan keuangan; dan
c. laporan operasional.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, susunan,
dan tata cara penyampaian laporan berkala
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Surat Edaran OJK.
- 31 -
BAB VI
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN
Pasal 36
(1) Perusahaan Pergadaian yang melakukan
penggabungan atau peleburan wajib menyampaikan
laporan penggabungan atau peleburan kepada OJK
paling lama 15 (lima belas) Hari terhitung sejak
tanggal diterimanya persetujuan atau pengesahan
perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang.
(2) Laporan penggabungan atau peleburan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan oleh
Direksi Perusahaan Pergadaian dengan menggunakan
format 8 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dengan
dokumen:
a. risalah rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota;
b. akta hasil penggabungan atau peleburan yang
telah disetujui atau disahkan oleh instansi yang
berwenang;
c. akta pendirian atas Perusahan Pergadaian hasil
peleburan yang telah disahkan oleh instansi
berwenang; dan
d. data pemegang saham atau anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
huruf c, dalam hal terdapat pemegang saham
baru atau anggota baru.
(3) Berdasarkan laporan penggabungan atau peleburan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), OJK
menetapkan:
a. pencabutan izin usaha Perusahaan Pergadaian
yang menggabungkan diri atau yang melakukan
peleburan; dan/atau
- 32 -
b. pemberian izin usaha kepada Perusahaan
Pergadaian hasil peleburan.
(4) Sebelum pemberian izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan,
Perusahaan Pergadaian hasil peleburan dilarang
menjalankan kegiatan usaha.
Pasal 37
(1) Perusahaan Pergadaian yang diambil alih wajib
menyampaikan laporan pengambilalihan kepada OJK
paling lama 15 (lima belas) Hari sejak tanggal akta
pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris.
(2) Laporan pengambilalihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disampaikan oleh Direksi
Perusahaan Pergadaian dengan menggunakan format
9 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dokumen:
a. risalah rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota;
b. akta pengambilalihan; dan
c. data pemegang saham atau anggota pendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
huruf c.
Pasal 38
(1) Perusahaan Pergadaian yang melakukan pemisahan
wajib menyampaikan laporan pemisahan kepada OJK
paling lama 15 (lima belas) Hari terhitung sejak
tanggal akta pemisahan yang dibuat di hadapan
notaris.
(2) Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dengan cara:
a. pemisahan murni; atau
b. pemisahan tidak murni.
(3) Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a mengakibatkan seluruh aset dan liabilitas
- 33 -
Perusahaan Pergadaian beralih karena hukum
kepada 2 (dua) Perusahaan Pergadaian lain atau
lebih yang menerima peralihan dan Perusahaan
Pergadaian yang melakukan pemisahan tersebut
berakhir karena hukum.
(4) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b mengakibatkan sebagian aset dan
liabilitas Perusahaan Pergadaian beralih karena
hukum kepada 1 (satu) Perusahaan Pergadaian lain
atau lebih yang menerima peralihan dan Perusahaan
Pergadaian yang melakukan pemisahan tersebut
tetap ada.
(5) Laporan pemisahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disampaikan oleh Direksi Perusahaan
Pergadaian dengan menggunakan format 10
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dengan
dokumen:
a. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota; dan
b. akta pemisahan.
(6) Berdasarkan laporan pemisahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), OJK mencabut izin usaha
Perusahaan Pergadaian yang melakukan pemisahan
murni sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 39
Perusahaan Pergadaian yang melakukan penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan wajib
memenuhi ketentuan dalam peraturan OJK ini dan
peraturan perundang-undangan lain mengenai
penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan
pemisahan.
- 34 -
BAB VII
ASOSIASI PERUSAHAAN PERGADAIAN
Pasal 40
(1) Dalam hal telah terbentuk asosiasi yang menaungi
Perusahaan Pergadaian di Indonesia, Perusahaan
Pergadaian wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Perusahaan Pergadaian yang telah
mendapatkan izin usaha sebelum terbentuknya
asosiasi, paling lama 3 (tiga) bulan sejak
asosiasi terbentuk;
b. bagi Perusahaan Pergadaian yang mendapatkan
izin usaha setelah asosiasi terbentuk, paling
lama 3 (tiga) bulan sejak mendapatkan izin
usaha.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapat persetujuan dari OJK.
(3) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas paling sedikit:
a. mengkoordinasikan penyusunan standar praktik
dan kode etik Perusahaan Pergadaian; dan
b. mengadakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan.
(4) Pelaksanaan tugas asosiasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaporkan kepada OJK.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Pengawasan Perusahaan Pergadaian
Pasal 41
(1) Pengawasan terhadap Perusahaan Pergadaian
dilakukan oleh OJK.
- 35 -
(2) Pengawasan terhadap Perusahaan Pergadaian
dilakukan berdasarkan Peraturan OJK ini dan
peraturan pelaksanaannya.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Perusahaan Pergadaian
Pasal 42
(1) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), OJK
berwenang melakukan Pemeriksaan terhadap
Perusahaan Pergadaian.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh tim Pemeriksa yang dapat terdiri dari:
a. pegawai OJK yang ditugaskan untuk melakukan
Pemeriksaan;
b. pihak lain yang ditunjuk oleh OJK; atau
c. gabungan antara pegawai OJK dan pihak lain
yang ditunjuk oleh OJK.
Pasal 43
Pelaksanaan Pemeriksaan terhadap setiap Perusahaan
Pergadaian dilakukan:
a. secara berkala sesuai dengan rencana Pemeriksaan
tahunan yang ditetapkan oleh OJK; dan/atau
b. setiap waktu bila diperlukan.
Pasal 44
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
dilaksanakan oleh Pemeriksa berdasarkan surat
perintah Pemeriksaan dan surat pemberitahuan
Pemeriksaan.
(2) Sebelum dilakukan Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu disampaikan
surat pemberitahuan Pemeriksaan kepada
Perusahaan Pergadaian.
- 36 -
(3) Surat pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memuat informasi sebagai
berikut:
a. nomor dan tanggal surat perintah Pemeriksaan;
b. nama Pemeriksa;
c. tujuan Pemeriksaan;
d. jangka waktu Pemeriksaan;
e. dokumen yang diperlukan untuk Pemeriksaan;
dan
f. batas waktu penyampaian dokumen kepada
Pemeriksa.
(4) Surat pemberitahuan Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 3
(tiga) Hari sebelum tanggal pelaksanaan kegiatan
Pemeriksaan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikecualikan apabila penyampaian surat
pemberitahuan Pemeriksaan diduga akan
mempersulit atau menghambat proses Pemeriksaan
atau akan memungkinkan dilakukannya tindakan
untuk mengaburkan keadaan yang sebenarnya atau
menyembunyikan atau menghilangkan data,
keterangan, atau laporan, yang diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan Pemeriksaan.
Pasal 45
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. persiapan Pemeriksaan;
b. pelaksanaan kegiatan Pemeriksaan; dan
c. pelaporan hasil Pemeriksaan.
(2) Persiapan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dibuat berdasarkan hasil analisis
laporan berkala dan data lain yang mendukung.
(3) Pelaksanaan kegiatan Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan
cara Pemeriksaan di Perusahaan Pergadaian,
- 37 -
Pemeriksaan di kantor OJK, atau Pemeriksaaan di
tempat lain yang ditentukan oleh OJK.
Pasal 46
(1) Pada saat akan dimulai Pemeriksaan, Pemeriksa
menunjukkan surat perintah Pemeriksaan dan tanda
pengenal Pemeriksa.
(2) Dalam hal Pemeriksa tidak dapat memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perusahaan Pergadaian yang akan diperiksa dapat
menolak dilakukannya Pemeriksaan.
(3) Pemeriksa wajib merahasiakan data, dokumen,
dan/atau keterangan yang diperoleh selama
Pemeriksaan terhadap pihak yang tidak berhak,
kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenangnya berdasarkan keputusan OJK atau
diwajibkan oleh undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
Pemeriksaan diatur dalam Surat Edaran OJK.
Pasal 47
(1) Dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), Perusahaan
Pergadaian yang diperiksa dilarang menolak dan/atau
menghambat kelancaran proses Pemeriksaan.
(2) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Perusahaan
Pergadaian yang diperiksa wajib untuk:
a. memenuhi permintaan untuk memberikan atau
meminjamkan buku, berkas, catatan, disposisi,
memorandum, dokumen, data elektronik,
termasuk salinannya;
b. memberikan keterangan dan penjelasan yang
berkaitan dengan aspek yang diperiksa baik lisan
maupun tertulis;
c. memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk
memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan
yang dipandang perlu;
- 38 -
d. memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk
meneliti keberadaan dan penggunaan sarana fisik
yang berkaitan dengan aspek yang diperiksa;
dan/atau
e. menghadirkan pihak ketiga termasuk auditor
independen untuk memberikan data, dokumen,
dan/atau keterangan kepada Pemeriksa terkait
dengan Pemeriksaan.
(3) Perusahaan Pergadaian yang diperiksa dinyatakan
menghambat kelancaran proses Pemeriksaan apabila
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atau meminjamkan buku,
memberikan catatan, dokumen, atau keterangan yang
tidak benar.
Pasal 48
(1) Setelah pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b berakhir,
Pemeriksa menyusun laporan hasil Pemeriksaan.
(2) Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari:
a. laporan hasil Pemeriksaan sementara; dan
b. laporan hasil Pemeriksaan final.
(3) Pemeriksa menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan
sementara kepada Perusahaan Pergadaian paling
lama 30 (tiga puluh) Hari setelah berakhirnya
pelaksanaan Pemeriksaan.
(4) Dalam hal hasil Pemeriksaan terdapat rekomendasi
OJK yang harus dilakukan oleh Perusahaan
Pergadaian, maka Perusahaan Pergadaian wajib
melakukan rekomendasi tersebut.
(5) Perusahaan Pergadaian wajib melakukan langkah-
langkah tindak lanjut sesuai rekomendasi yang
terdapat dalam laporan hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Perusahaan Pergadaian wajib melaporkan
pelaksanaan langkah-langkah tindak lanjut
- 39 -
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada OJK
paling sedikit setiap bulan atau sesuai laporan hasil
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Kewajiban melakukan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) berakhir dalam hal OJK
menilai bahwa Perusahaan Pergadaian telah
melakukan rekomendasi tersebut.
(8) Penilaian OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
disampaikan kepada Perusahaan Pergadaian melalui
surat.
(9) Perusahaan Pergadaian yang diperiksa dapat
mengajukan tanggapan atas laporan hasil
Pemeriksaan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada OJK paling lambat 20 (dua puluh)
Hari setelah tanggal ditetapkannya laporan hasil
Pemeriksaan sementara.
(10) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) Perusahaan Pergadaian tidak
memberikan tanggapan atas laporan hasil
Pemeriksaan sementara secara tertulis, OJK
menetapkan laporan hasil Pemeriksaan sementara
menjadi laporan hasil Pemeriksaan final paling
lambat 15 (lima belas) Hari setelah jangka waktu
sebagaimana dimaksud ayat (9) berakhir.
(11) Dalam hal Perusahaan Pergadaian menyampaikan
tanggapan yang tidak memuat sanggahan atas
laporan hasil Pemeriksaan sementara yang telah
disampaikan sehingga tidak diperlukan adanya
pembahasan, OJK menetapkan laporan hasil
Pemeriksaan sementara menjadi laporan hasil
Pemeriksaan final paling lambat 15 (lima belas) Hari
setelah diterimanya tanggapan dari Perusahaan
Pergadaian yang diperiksa.
(12) Dalam hal Perusahaan Pergadaian menyampaikan
tanggapan yang memuat sanggahan atas laporan
hasil Pemeriksaan sementara yang telah disampaikan
dan diperlukan adanya pembahasan atas laporan
- 40 -
hasil Pemeriksaan sementara, maka OJK dapat
mengundang Perusahaan Pergadaian yang
bersangkutan guna melakukan pembahasan atas
tanggapan yang disampaikan.
(13) Proses pembahasan atas tanggapan laporan hasil
Pemeriksaan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (12) paling lambat 15 (lima belas) Hari sejak
diterimanya surat tanggapan.
(14) Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (13), OJK menetapkan laporan
hasil Pemeriksaan sementara menjadi laporan hasil
Pemeriksaan final paling lambat 15 (lima belas) Hari
setelah selesainya pembahasan bersama Perusahaan
Pergadaian yang diperiksa.
(15) Laporan hasil Pemeriksaan final sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b bersifat rahasia.
(16) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan hasil
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Surat Edaran OJK.
Bagian Ketiga
Kerja Sama Dengan Pihak Tertentu
Pasal 49
(1) OJK dapat bekerja sama dengan pihak tertentu untuk
dan atas nama OJK melaksanakan sebagian fungsi
pengawasan Perusahaan Pergadaian.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kesepakatan antara OJK
dengan pihak tertentu yang menerima kerja sama.
(3) Pihak tertentu yang melakukan kerja sama harus
melaporkan rencana dan pelaksanaan sebagian tugas
pengawasan Perusahaan Pergadaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada OJK.
(4) Ketentuan mengenai kerja sama OJK dengan pihak
tertentu untuk melaksanakan sebagian fungsi
pengawasan Perusahaan Pergadaian sebagaimana
- 41 -
dimaksud pada ayat (1) dan pelaporan rencana serta
pelaksanaan pengawasan Perusahaan Pergadaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih
lanjut dalam Surat Edaran OJK.
BAB IX
PENCABUTAN IZIN USAHA
Pasal 50
(1) Pencabutan izin usaha Perusahaan Pergadaian
dilakukan oleh OJK.
(2) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam hal Perusahaan Pergadaian:
a. bubar karena pailit;
b. bubar karena keputusan rapat umum pemegang
saham atau rapat anggota, atau menurut
anggaran dasar jangka waktunya berakhir;
c. bubar karena penggabungan, peleburan, atau
pemisahan;
d. melakukan perubahan kegiatan usaha sehingga
tidak lagi menjadi Perusahaan Pergadaian; atau
e. dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha.
(3) Sebelum pencabutan izin usaha ditetapkan oleh OJK,
Perusahaan Pergadaian wajib melakukan penyelesaian
kewajibannya kepada Nasabah.
(4) Prosedur penyelesaian kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan memperhatikan
kepentingan Nasabah.
Pasal 51
(1) Perusahaan Pergadaian yang dinyatakan pailit wajib
menyampaikan laporan kepada OJK paling lama 20
(dua puluh) Hari sejak ditetapkannya putusan pailit.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan oleh Direksi Perusahaan Pergadaian
- 42 -
dengan menggunakan format 11 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan OJK ini dengan
dilampiri dokumen:
a. dokumen yang menjadi dasar ditetapkannya
putusan pailit atau penetapan pembubaran; dan
b. fotokopi izin usaha sebagai Perusahaan
Pergadaian.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), OJK mencabut izin usaha Perusahaan
Pergadaian.
Pasal 52
(1) Perusahaan Pergadaian yang akan melakukan
pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (2) huruf b atau melakukan perubahan kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2)
huruf d, wajib mendapatkan persetujuan dari OJK.
(2) Permohonan persetujuan pembubaran atau
perubahan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disampaikan oleh Direksi
Perusahaan Pergadaian dengan menggunakan format
12 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dokumen:
a. rancangan akta pembubaran atau rancangan
akta perubahan anggaran dasar yang memuat
rencana kegiatan usaha yang baru; dan
b. rencana penyelesaian hak dan kewajiban.
(3) Perusahaan Pergadaian yang telah memperoleh
persetujuan pembubaran atau perubahan kegiatan
usaha dari OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib melaporkan pembubaran atau perubahan
kegiatan usaha paling lama 20 (dua puluh) Hari sejak
tanggal ditetapkannya akta pembubaran atau sejak
perubahan anggaran dasar disahkan oleh instansi
berwenang, dengan menggunakan format 13
- 43 -
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan OJK ini dengan dilampiri dokumen:
a. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota;
b. perubahan anggaran dasar yang telah disahkan
oleh instansi berwenang; dan
c. bukti penyelesaian hak dan kewajiban.
Pasal 53
Perusahaan Pergadaian yang telah dicabut izin usahanya
dilarang untuk menggunakan kata Gadai atau kata yang
mencirikan kegiatan Gadai dalam nama perusahaan.
Pasal 54
OJK dapat mengumumkan pelaku usaha yang telah
terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK.
BAB X
PERUSAHAAN PERGADAIAN PEMERINTAH
Pasal 55
(1) Perusahaan Pergadaian Pemerintah dinyatakan telah
memperoleh izin usaha dari OJK berdasarkan
Peraturan OJK ini.
(2) Permodalan Perusahaan Pergadaian Pemerintah
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Perusahaan Pergadaian Pemerintah dikecualikan dari
ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 19 ayat (3)
Peraturan OJK ini.
Pasal 56
(1) Untuk memperoleh persetujuan menyelenggarakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1),
- 44 -
Perusahaan Pergadaian Pemerintah wajib membentuk
unit usaha syariah.
(2) Unit usaha syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan unit kerja dari kantor pusat
Perusahaan Pergadaian Pemerintah yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 57
(1) Perusahaan Pergadaian Pemerintah yang mempunyai
unit usaha syariah wajib memenuhi ketentuan:
a. mempunyai modal kerja yang disisihkan untuk
kegiatan unit usaha syariah;
b. mempunyai pimpinan unit usaha syariah yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
usaha yang dilakukan berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
c. mempunyai pembukuan terpisahkan untuk unit
usaha syariah.
(2) Pimpinan unit usaha syariah Perusahaan Pergadaian
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b wajib memenuhi ketentuan:
a. diangkat oleh Direksi Perusahaan Pergadaian
Pemerintah; dan
b. tidak melakukan rangkap jabatan pada fungsi
lain selain pada fungsi yang bertujuan untuk
mendukung pelaksanaan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 58
Untuk membentuk unit usaha syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), Direksi Perusahaan
Pergadaian Pemerintah harus mengajukan permohonan
izin unit usaha syariah kepada OJK dengan dilampiri:
a. anggaran dasar Perusahaan Pergadaian Pemerintah
yang memuat maksud dan tujuan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah;
- 45 -
b. surat keputusan dari rapat umum pemegang saham
atau Direksi, yang membuktikan adanya modal kerja
yang disisihkan untuk unit usaha syariah;
c. dokumen DPS, meliputi:
1. keputusan rapat umum pemegang saham
mengenai pengangkatan DPS; dan
2. surat rekomendasi DPS dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia;
d. dokumen pimpinan unit usaha syariah meliputi:
1. surat keputusan Direksi Perusahaan Pergadaian
Pemerintah mengenai pengangkatan pimpinan
unit usaha syariah;
2. surat pernyataan dari pimpinan unit usaha
syariah dan diketahui oleh Direksi Perusahaan
Pergadaian Pemerintah yang menyatakan bahwa
pimpinan unit usaha syariah tidak rangkap
jabatan pada fungsi lain selain pada fungsi yang
bertujuan untuk mendukung pelaksanaan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; dan
3. daftar riwayat hidup pimpinan unit usaha
syariah, dilengkapi dengan pas foto berwarna
yang terbaru berukuran 4x6 cm; dan
e. contoh Surat Bukti Gadai dan/atau formulir
berdasarkan Prinsip Syariah yang akan digunakan.
Pasal 59
(1) Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) bagi Perusahaan Pergadaian Pemerintah
berupa laporan unit usaha syariah dalam hal
Perusahaan Pergadaian Pemerintah telah memiliki izin
pembukaan unit usaha syariah.
(2) Selain laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1), Perusahaan Pergadaian Pemerintah
wajib menyampaikan kepada OJK:
a. laporan keuangan tahunan yang telah diaudit
oleh akuntan publik paling lambat 4 (empat)
bulan setelah tahun buku berakhir; dan
- 46 -
b. laporan bulanan sesuai peraturan perundang-
undangan.
BAB XI
SANKSI
Pasal 60
(1) Perusahaan Pergadaian yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2), Pasal 3, Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12
ayat (1), Pasal 13 ayat (4), Pasal 14 ayat (2), Pasal 15,
Pasal 16, Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18, Pasal
19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 24
ayat (7) dan ayat (8), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 30 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1),
Pasal 34 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 37
ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal 39, Pasal 40 ayat (1),
Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 48 ayat (4), ayat
(5), dan ayat (6), Pasal 50 ayat (3) dan ayat (4), Pasal
51 ayat (1), Pasal 52 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 56
ayat (1), Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 59
ayat (2) Peraturan OJK ini dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha;
c. pembatalan persetujuan penyelenggaraan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah;
d. pencabutan izin unit usaha syariah bagi
Perusahaan Pergadaian Pemerintah; dan/atau
e. pencabutan izin usaha.
- 47 -
(2) Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan jangka waktu paling lama masing-masing 40
(empat puluh) Hari.
(3) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi
peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Perusahaan Pergadaian telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut
sanksi peringatan.
(4) Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir dan
Perusahaan Pergadaian tetap tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK
mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha.
(5) Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara
tertulis dan berlaku sejak ditetapkan untuk jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan.
(6) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu
pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), Perusahaan Pergadaian telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK
mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha.
(7) Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu
pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), Perusahaan Pergadaian tidak juga
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), OJK melakukan:
a. pembatalan persetujuan penyelenggaraan
sebagian kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah;
b. pencabutan izin unit usaha syariah bagi
Perusahaan Pergadaian Pemerintah; atau
c. pencabutan izin usaha.
Pasal 61
(1) Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar di
OJK dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
- 48 -
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (1)
Peraturan OJK ini dikenakan sanksi berupa
peringatan paling banyak 2 (dua) kali berturut-turut
dengan jangka waktu paling lama masing-masing 1
(satu) bulan.
(2) Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi
peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelaku Usaha Pergadaian telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK mencabut
sanksi peringatan.
(3) Dalam hal masa berlaku peringatan kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan
pelaku Usaha Pergadaian tetap tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK
membatalkan pendaftaran.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 62
Perusahaan Pergadaian Pemerintah harus menyesuaikan
kegiatan usahanya sebagaimana diatur dalam Pasal 13
ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 2 (dua) tahun sejak
Peraturan OJK ini diundangkan.
Pasal 63
Kegiatan usaha Perusahaan Pergadaian Pemerintah yang
telah mendapat persetujuan OJK sebelum Peraturan OJK
ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 64
Permohonan izin pembukaan unit usaha syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 harus diajukan
oleh Perusahaan Pergadaian Pemerintah kepada OJK
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan OJK ini
diundangkan.
- 49 -
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2016
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 152
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum
ttd
Yuliana