PELAFALAN SURAH AL-FATIHAH IMAM MESJID DI …

of 90 /90
PELAFALAN SURAH AL-FATIHAH IMAM MESJID DI KECAMATAN MANGGALA MAKASSAR (Suatu pendekatan ilmu fonologi) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin OLEH: HAJERATI KUMALASARI Nomor Pokok: F411 2912 MAKASSAR 2018

Embed Size (px)

Transcript of PELAFALAN SURAH AL-FATIHAH IMAM MESJID DI …

KECAMATAN MANGGALA MAKASSAR
guna memperoleh gelar Sarjana Sastra
pada Fakultas Ilmu Budaya


.
Alhamdulillah rabbil „alamin, segala puja dan puji hanya untuk Allah
(s.w.t) Rabb semesta alam, yang telah memberikan anugrah akal kepada manusia
untuk menuntut ilmu serta memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga
penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Rasulullah Muhammad (s.a.w) beserta keluarga beliau, para
sahabat beliau dan siapa saja yang mengikuti beliau hingga akhir zaman. Berkat
perjuangan beliaulah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam dapat dirasakan oleh
umat manusia di seluruh penjuru dunia.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
akademik guna memperoleh sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin Makassar. Selama penulis menyusun skripsi ini, tentu banyak
kesulitan, rintangan dan cobaan, namun dengan niat yang tulus, usaha, kerja keras,
doa serta dukungan dari berbagai pihak seperti almarhum bapak Prof. Dr.
Muhammad Nur latif, M.Hum. Memberikan motivasi agar mencari judul skripsi
yang membuat peneliti penasaran untuk meneliti judul tersebut agar mengerjakan
tanpa mengeluh. Kepada bapak Haeruddin, S.S., M.A. Selaku pembimbing
akademik selama perkuliahan berlangsung telah banyak membantu dan
iii
memudahkan dalam pengurusan kartu rencana studi (KRS) penulis. Kepada bapak
Fadlan Ahmad, S. S, M.Si. Selaku pengganti pembimbing akademik yang telah
memudahkan penulis untuk ujian meja. Kepada ibu Dra. Farida Rahman, M. A.
Selama menjabat ketua jurusan sebelumnya selalu mengingatkan dan
menghubungi agar skripsi cepat diselesaikan. Kedua pembimbing yaitu bapak Dr.
Yusring Sanusi Baso, M.App.Ling. dan ibu Zuhriah, S.S., M.Hum, masing-
masing selaku pembimbing I dan pembimbing II, yang telah sabar meluangkan
waktu dalam mengajarkan ilmunya, guna memberikan bimbingan sehingga skripsi
ini dapat penulis rampungkan serta penulisan dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penulis sendiri. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sebagai bentuk
penyempurnaan skripsi ini.
bantuan/dukungan dan dorongan semangat dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,
selayaknya dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A. selaku Rektor
Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Prof. Dr. Akin Duli MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Haeruddin, S.S., M.A. Selaku Ketua Departemen Sastra Asia
Barat/Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
4. Ibu Haeriyyah., S.Ag.M.Pd.I, Sekretaris Departemen Sastra Asia
Barat/Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
5. Para Dosen yang telah membimbing dan mengajarkan ilmu
pengetahuan maupun pengalaman untuk penulis tekuni pada berbagai
mata kuliah dari awal hingga akhir studi di Departemen Sastra Asia
Barat/Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin.
6. Seluruh staf karyawan Universitas Hasanuddin baik di tingkat
Departemen maupun Fakultas yang telah melayani penulis dengan
ikhlas dan baik.
Indah, Nurrahma Jayanti, Muhammad Rihardin, Ahmad
Mufakkir Rofif, Miftahul Jannah, dan Farhana Ramadhani yang
senantiasa memberikan dukungan demi tercapainya cita-cita penulis.
8. Teman-teman serta sahabat dunia dan akhirat MHT UNHAS yang
senantiasa merangkul penulis dalam berbagai kebaikan, memberikan
dukungan dan motivasi tatkala penulis dilanda masalah dalam
kehidupan, serta lantunan doa-doa mereka yang mendoakan penulis
agar skripsinya dimudahkan. Jazakumullah khairan katsiran.
9. Musyrifah/pembina yang membina dalam bidang ilmu agama penulis
dan mendoakan penulis agar skripsinya dimudahkan yaitu : kakak
v
kakak Asma Mukhlisah. Jazakumullah khairan katsiran.
10. Sahabat yang senantiasa mengingatkan penulis untuk menyelesaikan
skripsi yaitu : Nur Miya Yaseen, Umy Kalsum Hasbie, Sitti
Rahmia, Nurul Mutmainnah.
Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, ayah tercinta Jamaluddin dan ibu
terkasih Nurhasiah yang tak pernah lelah untuk membimbing, mendukung, dan
mencurahkan kasih sayangnya serta senantiasa mendoakan kebaikan penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat. Kepada
suami tercinta Muhammad Afdhal Ramadhan yang selalu menemani dalam
keadaan senang maupun susah dalam menyelesaikan skripsi penulis.
Semoga dari berbagai pihak yang penulis sebutkan di atas senantiasa
diberikan imbalan pahala yang berlipat ganda di sisi Allah (s.w.t), diberikan
kesehatan, dimudahkan segala urusan di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah
mempertemukan kita di syurga-Nya Aamiin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis menerima kritik dan saran bagi kesempurnaan analisis ini, dan
semoga skripsi ini memberikan manfaat yang berkah bagi pembaca.
Makassar, September, 2018
Qaraa
Baaa B
Taafa T
abata
asana
Khalaqa Kh
Dakhala D
akara
Zanada Z
Saqaa S
araba
abakha
Araa„ „
M Masaa
N Naara
H Hajara
W Waala
Y Yamana
Rattaba :
B. Vokal Pendek
C. Vokal Panjang
: ditulis contoh = yaqlu =
viii
E. Ta Marbtah ()
Huruf ta marbtah () pada kata yang berlif lam () dan bersambung
ditransliterasi dengan huruf “h”. Akan tetapi, pada kata yang tidak
bersambung dengan lif lam () ditransliterasi dengan huruf “t”, contoh:
diyat al-madnah =
F. Hamzah ()
a. Huruf hamzah () pada awal kata ditransliterasi dengan a, bukan a,
contoh:
akbar bukan akbar =
amal bukan amal =
b. Huruf hamzah () ditransliterasi dengan lambang koma di atas a (a), jika
ia terdapat di tengah atau di akhir kata, contoh:
= masalat
= malaa
a. Ditransliterasi dengan huruf kecil diikuti tanda sempang/garis mendatar (-)
baik yang disusuli dengan huruf maupun , contoh:
al-Risla =
al-Adb =
ix
b. lif lam pada lafaz al-Jalalah () yang berbentuk frase nomina
ditransliterasi tanpa hamzah, contoh:
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
5. Vokal ............................................................................................................... 15
6. Konsonan ........................................................................................................ 20
B. Hasil Penelitian Relevan .................................................................................... 28
C. Kerangka pemikiran .......................................................................................... 29
D. Metode pengumpulan data ................................................................................ 33
E. Metode analisis data ........................................................................................... 37
F. Prosedur penelitian ............................................................................................ 40
B. Cara Imam Mesjid Melafalkan Surah al-Fatihah di Kecamatan Manggala
Makassar..................................................................................................................... 46
Makassar..................................................................................................................... 50
D. Penyebab Kesalahan Pelafalan Surah al-Fatihah Imam Mesjid di Kecamatan
Manggala Makassar ................................................................................................... 62
BAB V ............................................................................................................................. 66
Imam mesjid di Kecamatan Manggala Makassar. Penelitian ini dilakukan
bagaimana cara imam mesjid melafalkan surah al-fatihah, kesalahan yang
dilakukan, penyebab kesalahan dalam melafalkan surah al-fatihah. Kemudian
mendeskripsikan cara melafalkan surah al-fatihah, mengidentifikasi kesalahan,
serta menganalisis penyebab kesalahan dalam melafalkan surah al-fatihah.
Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan penelitian
lapangan. Jika dilihat dari sumber datanya, dilihat dari metode analisisnya,
penelitian ini yang termasuk penelitian deskriptif, maka langka yang dilakukan
yaitu dengan memberi penjelasan fenomena secara detail tentang proses fonologi
bahasa Arab dari pelafalan surah al-fatihah Imam mesjid Kecamatan Manggala
Makassar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam pelafalan surah al-fatihah
20 imam mesjid ada yang mengalami Error dan lapses. Hasil dari penelitian
empat imam tidak mengalami kesalahan maupun kekeliruan, enam imam yang
mengalami error dan sepuluh imam yang mengalami lapses.
1
Al-Quran adalah kalm Allah yang diturunkan kepada Rasulullah
(s.a.w) dalam bentuk wahyu melalui perantaraan Jibril (a.s). Membacanya
adalah ibadah, yang diriwayatkan kepada manusia secara mutawtir. Al-
Quran adalah kalam yang berbahasa Arab. Setelah al-Quran diturunkan
kepada Rasulullah (s.a.w), kemudian diperintahkan agar dijaga (dihafalkan) di
dalam benak, dan mencatatnya pada lembaran-lembaran yang terbuat dari
kulit, daun, kaghid (Khalil, 2008).
Al-Quran dijadikan sebagai pedoman hidup bagi umat Islam hingga
akhir zaman. Untuk memahami al-Quran secara baik dan benar, maka
dilakukanlah pelafalan dengan baik dan benar agar sesuai dengan isi al-Quran
itu sendiri. Hal ini disebabkan bahasa diciptakan untuk mengungkapkan apa
yang ada di dalam benak. (khalil, 2008)
Sejak pertengahan abad XII Hijriyah (ke-18 Masehi), Islam mengalami
kemunduran dan kemerosotan. Kondisi ini berawal tatkala bahasa Arab mulai
diremehkan peranannya untuk memahami Islam, sehingga kekuatan yang
dimiliki bahasa Arab dengan kharisma Islam terpisah, ditambah lagi dengan
kelalaian umat terhadap penguasaan bahasa Arab dalam pengembangan Islam
2
yang terjadi pada abad VII Hijriyah. Faktor-faktor ini yang mendorong
kemunduran kaum muslim (al-Nabhani, 2001).
Persoalannya, bahasa Arab tidak sekedar alat komunikasi tetapi juga
bahasa al-Quran dan al-Hadits yang keduanya merupakan sumber dan dasar
ajaran Islam. Selama bahasa Arab tidak digunakan oleh kaum muslimin maka
masyarakat mengalami kemunduran. Salah satu kemunduran kaum muslimin
adalah meremehkan bahasa Arab, sehingga lalai dalam hal memahami
pelafalan al-Quran dengan baik dan benar. Oleh karena itu bagi masyarakat
muslim mempelajari bahasa Arab sangat penting dan dianjurkan.
Bahasa Arab bagi masyarakat Indonesia adalah bahasa asing sehingga
mengalami kelalaian dalam hal memahami al-Quran dengan baik dan benar
pelafalan mengalami banyak persoalan, sementara bahasa Arab dikenal
sebagai bahasa yang menekankan pelafalan yang baik dan benar. Beberapa
Imam mesjid yang pelafalannya tidak sesuai dengan kaedah-kaedah yang
berlaku. Mereka melakukan kesalahan dalam pengucapan dan pelafalan surah
al-fatihah. Kesalahan pengucapan dan pelafalan ini terjadi bukan hanya faktor
kurangnya pengetahuan, namun bisa saja adanya pengaruh logat-logat bahasa
daerah setempat.
Selain itu, alat artikulasi yang tidak sempurna seperti cadel, gigi yang
ompong dan lain-lain, menjadi penyebab terjadinya kesalahan dalam
pelafalan. Akibat kesalahan tersebut menjadikan makna dari surah al-fatihah
berubah.
3
tidak diberlakukannya kriteria tertentu untuk menjadi seorang Imam mesjid.
Islam telah menetapkan kriteria untuk menjadi seorang pemimpin, seperti
memimpin dalam shalat berjamaah di mesjid, kriteria tersebut di antaranya
beragama Islam, baligh (bukan anak-anak), laki-laki, hafalan al-Qurannya
banyak, selain itu tajwid serta makhrajnya sesuai dengan kaedah-kaedah
bahasa Arab yang benar. Hal tersebut senada dengan pendapat (al-zuhaili,
2013) yang menyatakan syarat utama menjadi imam shalat antara lain : Islam,
berakal, baligh, laki-laki, suci dari hadats, baik bacaan dan rukunnya, bukan
makmum, sehat dan belum tua, lidahnya fasih dapat mengucapakan lafal Arab
dengan baik dan benar, serta yang paling banyak hafalan al-Qurannya. Di
antara syarat-syarat tersebut, bacaan yang baik dan banyak hafalannya
merupakan syarat terpenting sebagaimana Sabda nabi Muhammad (s.a.w).
Yang berbunyi:
)
) (
mereka,dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling baik
bacaan al Qur`annya” (al-Hajjaj a.-Q. a.-N., Juz V).
Selain syarat tersebut, Rasulullah (s.a.w) juga menambah syarat-syarat
lain untuk menjadi seorang Imam sebagaimana hadits berikut ini:
4


.) (
Artinya:
“Hendaknya yang menjadi imam shalat suatu kaum adalah yang paling
hafal al-Qur`an dan paling baik bacaannya. Apabila dalam bacaan mereka
sama, maka yang berhak menjadi imam adalah yang paling dahulu
hijrahnya. Apabila mereka sama dalam hijrah, maka yang berhak menjadi
imam adalah yang paling tua. Janganlah kalian menjadi imam atas
seseorang pada keluarga dan kekuasaannya, dan jangan juga menduduki
permadani di rumahnya, kecuali ia mengizinkanmu atau dengan izinnya”
(al-Hajjaj a.-Q. a.-N., Juz I)
Imam-Imam mesjid menjadi pemimpin yang berbakat serta tokoh bagi
masyarakat setempat dalam melaksanakan shalat berjamaah, sehingga
memiliki tanggung jawab yang sangat besar di hadapan Allah (s.w.t). Oleh
karena itu Imam mesjid wajib mengetahui bahasa Arab sehingga tidak keliru
dalam melafalkan fonem yang ada dalam surah al-fatihah itu sendiri. Efek dari
kekeliruan pelafalan tersebut sangat berbahaya karena para makmum
cenderung mengikuti cara pelafalan Imam mesjid.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang serta pengamatan yang telah dilakukan
pada beberapa imam mesjid di sekitar tempat tinggal penulis, maka penulis
mengidentifikasi masalah yang terdapat di dalamnya yaitu :
5
pengucapan bahasa Arab yang benar merupakan salah satu faktor
terjadinya kesalahan pelafalan fonem.
dalam pelafalan fonem bahasa Arab.
3. Kesalahan pelafalan fonem dalam surah al-fatihah mengakibatkan
kesalahan makna.
pelafalan surah al-fatihah Imam mesjid di Kecamatan Manggala Makassar.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan dari hasil pengamatan peneliti
pada imam mesjid di kecamatan manggala Makassar, maka penulis
merumuskan sejumlah masalah yang terdapat di dalamnya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah cara Imam mesjid melafalkan surah al-fatihah di
Kecamatan Manggala Makassar.
2. Kesalahan apa yang dilakukan oleh Imam mesjid dalam melafalkan
surah al-fatihah.
3. Apa penyebab kesalahan Imam mesjid dalam melafalkan surah al-
fatihah di Kecamatan Manggala Makassar.
6
penelitian ini bertujuan untuk :
Kecamatan Manggala Makassar.
dalam melafalkan surah al-fatihah di Kecamatan Manggala
Makassar.
surah al-fatihah di Kecamatan Manggala Makassar.
F. Manfaat Penelitian
tujuan penelitian secara optimal, menghasilkan laporan yang sitematis dan
dapat bermanfaat secara umum. Manfaat diperoleh dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua yaitu manfaat secara teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
7
pentingnya membaca al-Quran dengan baik dan benar terkhusus pada
pembacaan surah al-fatihah.
penelitian yang akan dikakukan. Menurut (Sugiyono, 2014), teori adalah
seperangkat pemikiran dan pengalaman yang telah teruji secara empiris,
sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan, memprediksikan dan
mengendalikan fenomena. Dengan demikian fungsi teori dalam penelitian ini
adalah untuk menjelaskan setiap variabel yang diteliti, melalui pemberian
defenisi dan ruang lingkup yang diteliti.
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa teori yang berhubungan dengan
penelitian ini yaitu: 1. Linguistik, 2. Fonologi, 3. Makhraj bunyi, 4. Makhraj
bunyi bahasa Arab. 5. Vokal 6. Konsonan 7. Analisis kesalahan (Error
Analysis).
disebut sebagai induk ilmu bahasa, seperti fonologi, morfologi, sintaksis dan
semantik. Sebagai ilmu bahasa, kata linguistik sering juga dipasangkan
bersama kata umum sehingga menjadi linguistik umum, yaitu ilmu yang
membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan bahasa secara umum.
Istilah linguistik umum adalah sebagai bidang ilmu yang tidak hanya
9
lain (Suhardi, 2013)
oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasi diri (Chaer, 1994). Bahasa memiliki aturan atau pola.
Aturan tersebut dapat dilihat melalui dua hal, yaitu sistem bunyi dan sistem
makna. Pada awalnya, bahasa memang manasuka, akan tetapi perkembangan
sudah berurat dan berakar maka yang manasuka menjadi kebiasaan kemudian
menjadi aturan yang tetap atau menjadi sebuah sistem. Contoh binatang
tertentu di Indonesia disebut anjing, di Inggris, disebut dog, di Makkah
(Suhardi, 2013)
Kata bunyi, sering sukar dibedakan dengan kata suara. Secara teknik,
menurut Kridalaksana dalam (Chaer, 1994), bunyi adalah kesan dari pusat
saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena
perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Lalu yang dimaksud dengan
bunyi pada bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia, akan tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh manusia
termasuk bunyi bahasa, seperti teriak, bersin, batuk-batuk, dan sebagainya.
Para ahli linguistik mengelompokkan salah satu cabang bidang studi yang
mempelajari tentang bunyi-bunyi suatu bahasa yakni ilmu fonologi.
10
mempertimbangkan fungsi dan makna yang dikandungnya dinamakan
fonologi. Menurut ahli fonologi bahasa Arab, istilah fonologi juga disebut
sebagai Ilm al-awt yang mendefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang pembentukan, perpindahan, dan penerimaan bunyi bahasa. Ilmu ini
pada mulanya merupakan ilmu yang luas dan utuh, di dalamnya terdapat
beberapa cabang yang mempunyai bidang bahasa yang lebih fokus.
Kemudian berkembanglah ilmu tersebut menjadi cabang-cabang ilmu yang
berdiri sendiri. Oleh sebab itu terdengarlah istilah seperti ilmu bunyi murni,
ilmu bunyi standar. Lalu kemudian ilmu tersebut menetapkan pembagiannya
menjadi dua bagian, yaitu fonetik dan fonemik (Nasution A. S., 2012).
a. Fonetik
Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar “fisik”
bunyi-bunyi bahasa. Ada dua segi dasar “fisik” tersebut, yaitu: segi alat-
alat bicara dan penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa
dan sifat-sifat akustik bunyi yang telah dihasilkan (Verhaar, 2012)
1) Fonetik artikulatoris
bagaimana mekanisme alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia
menghasilkan bunyi bahasa (Marsono, Fonetik, 1999). Menghasilkan
bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat bicara, yaitu dengan mulut dan
11
dihembuskan dari paru-paru (Verhaar, 2012)
2) Fonetik akustik
bahasa menurut aspek fisisnya sebagai getaran udara, contohnya, bila
mengetik gitar, udara akan bergetar dan senar yang di petik
mengeluarkan bunyi yang dapat di nikmati keindahannya. Begitu juga
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, alat artikulator (lidah),
dan alat artikulasi (titik sentuh lidah, seperti gigi, langit-langit) seperti
bait-bait lagu yang disenandungkan oleh penyanyi (Suhardi, 2013)
3) Fonetik auditoris
menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara (Marsono, 1999).
b. Fonemik
bagaiman satu bunyi bahasa dilambangkan oleh satu fonem atau satu
lambang bunyi bahasa. Kajian fonemik dapat juga dikatakan sebagai
kajian yang berkaitan dengan lambang-lambang bunyi bahasa (abjad).
Fonemik melakukan studi bahasa berkaitan dengan fungsinya sebagai
pembeda makna (fonem, huruf = lambang bahasa), seperti lambang-
12
lambang atau huruf yang terdapat pada alfabetis. Contoh bahasa Indonesia:
a, b, c, d,......z (Suhardi, 2013)
Contoh dalam bahasa Arab dapat dilihat pada kata dan .
Kata-kata tersebut terdiri dari tiga huruf, dan salah satu hurufnya berbeda.
Perbedaan huruf tersebut mengakibatkan keduanya memiliki makna yang
berbeda, seperti berarti hati dan berarti anjing.
3. Makhraj Bunyi
Dalam mendefenisikan makhraj bunyi, terdapat perbedaan pendapat
antara dua pihak. Pihak pertama yaitu ulama tajwid dan fonetik Arab dan
pihak kedua, yaitu ulama fonetik asing termasuk Indonesia. Perbedaan
mereka terjadi akibat titik pandang berbeda.
Ulama tajwid dan fonetik Arab membuat titik pandang pendefenisian
makhraj dari tempat di organ bicara yang mendapat pengejaan ketika
menuturkan sebuah bunyi. Oleh karena itu, mereka mendefenisikan makhraj
dengan tempat tertentu di saluran udara yang mengalami pengejaan lebih
keras dari yang lain dan merupakan tempat penuturan konsonan. Biasanya
konsonan tersebut dijuluki dengan nama area itu.
Sementara ulama fonetik asing dalam mendefenisikan makhraj
menitiberatkan pada organ bicara aktif yang difungsikan dalam menghambat
atau menekankan saluran udara ketika mengartikulasikan sebuah konsonan.
Oleh sebab itu, makhraj mereka defenisikan dua organ bicara bekerja sama,
yang satu aktif dan yang satu pasif (Nasution A. S., 2012)
13
kedua pihak tersebut meskipun berbeda sudut pandang tentang makhraj
huruf, namun pada dasarnya mereka sepakat.
Kesepakatan ini bahwa makhraj huruf adalah tempat keluarnya bunyi
atau suara dengan menggunakan organ bicara.
4. Makhraj Bunyi Bahasa Arab
Menurut (Nasution A. S., 2012)pembagian makhraj bunyi bahasa Arab
adalah:
Bilabial artinya dua bibir. Untuk memproduksi konsonan ini, bibir atas
bekerja sama dengan bibir bawah menghambat udara yang datang dari paru-
paru.
diproduksi dengan cara bibir bawah bekerja sama dengan gigi atas
menghambat udara yang datang dari paru-paru.
c. Konsonan Apiko-Interdental ( ), yang terdiri atas ,
dan ,
Apiko artinya ujung lidah, sedangkan interdental artinya antara dua
gigi (bawah dan atas). Ujung lidah bekerja sama dengan tengah-tengah gigi
agar menghambat udara yang datang dari paru-paru.
d. Konsonan Apiko-Dental ( ) terdiri atas , , , ,
dan ,
Dental artinya gigi. Konsonan ini diproduksi dengan cara ujung lidah
bekerja sama dengan gigi atas menghambat udara yang datang dari paru-paru.
e. Konsonan Apiko-Alveolar ( dan , , , terdiri atas (
Alveolar artinya gusi. Konsonan dihasilkan oleh ujung lidah bekerja
sama dengan gusi untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru
f. Konsonan Apiko-Palatal ( ) terdiri atas dan
Palatal artinya langit-langit keras. Konsonan ini terjadi karena ujung
lidah bekerja sama dengan lagit-langit keras menghambat udara yang datang
dari paru-paru.
g. Konsonan Mediopalatal ( ) terdiri atas
Medio berarti tengah lidah. Bagian tengah lidah bekerjua sama dengan
langit-langit keras untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru,
dengan cara ini konsonan terjadi.
h. Konsonan Dorso-Velar ( ) terdiri atas , , dan
15
langit lunak. Konsonan ini diproduksi dengan cara bagian belakang lidah
bekerja sama dengan langit-langit lunak menghambat udara yang datang dari
paru-paru.
i. Konsonan Dorso-Uvular ( ) terdiri atas
Uvular berarti tekak atau anak lidah. Proses konsonan ini terjadi
dengan cara, bagian belakang lidah bekerja sama dengan anak lidah
menghambat udara yang datang dari paru-paru
j. Konsonan Faringal ( dan , terdiri atas (
Faringal berarti tenggorokan. Untuk memproduksi konsonan ini,
bagian belakang lidah bekerja sama dengan tenggorokan menghambat udara
yang datang dari paru-paru
Glotal berarti kerongkongan. Konsonan ini terjadi karena pita suara
kanan bekerja sama dengan pita suara kiri untuk menghambat udara yang
datang dari paru-paru.
5. Vokal
Vokal ( termasuk bunyi yang bersuara. Bunyi ini ( /
terjadi melalui tekanan yang dibuat untuk menerobos klep pita suara. Dalam
pengucapannya, udara yang datang dari paru-paru tidak mendapat hambatan
16
di kerongkongan dan rongga mulut, sekaligus tidak terjadi penyempitan di
saluran udara yang mengakibatkan geseran. Vokal dasar dalam bahasa Arab
adalah fathah [a], kasrah [i], dan dhammah [u].
Vokal bahasa Arab dibagi menjadi beberapa macam, sesuai dengan
sudut pandang yang berbeda-beda.
1) Vokal panjang
memerlukan tempo dua kali tempo mengucapkan vokal pendek. Ulama
fonetik menanamkan vokal panjang ini dengan huruf mad yang terdiri atas
tiga huruf pertama, alif () yang didahului huruf fathah (a). Seperti dan
kedua, waw () yang didahului oleh dhammah, seperti dan . Ketiga,
ya () yang didahului oleh kasrah (i), seperti dan .
2) Vokal pendek
Vokal pendek (Harakat) dalam bahasa Arab juga terbagi tiga, yaitu
fathah, dhammah, dan kasrah. Ulama fonetik Arab termasuk Ibnu Jinni dalam
Nasution, menamakan vokal pendek dengan sebutan harakat, sebagaimana
mereka menamakan vokal panjang dengan sebutan mad. Dalam hal ini Ibnu
Jinni mengatakan, “harakat merupakan bagian dari huruf mad”. Apabila
huruf mad ada tiga yaitu alif, waw, dan ya; maka harakat juga ada tiga, yaitu
fathah, dhammah, dan kasrah. Fathah adalah bagian dari alif, dhammah
adalah bagian dari waw, dan kasrah bagian dari ya (Nasution A. S., 2012)
17
Berdasarkan keterangan di atas, penulis berpendapat bahwa bahasa
Arab memiliki tiga vokal pendek, yaitu fathah, dhammah, dan kasrah; serta
tiga vokal panjang, yaitu fathah panjang, dhammah panjang, dan kasrah
panjang. Vokal panjang dan pendek itu sama, kecuali panjang pendeknya saja.
Dengan demikian, terdapat enam vokal bahasa Arab, yaitu fathah pendek,
dhammah pendek, dan kasrah pendek, fathah panjang, dhammah panjang, dan
kasrah panjang.
: ditulis ay contoh = ( ) = kayfa
( hawla = : ditulis aw contoh = (
b. Pembagian vokal menurut tebal tipisnya
Dari sudut pandang ini, vokal Arab dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
vokal tebal, vokal semitebal, dan vokal tipis.
1) Sebuah vokal dikatakan tebal (mufakhkhamah) apabila vokal itu terdapat
pada konsonan palatal yang empat, yaitu , , seperti dalam dan , ,
dan , , , .
2) Sebuah vokal dikatakan semitebal, apabila vokal tersebut terdapat pada
konsonan velar, yaitu , dan seperti dalam, , , .
3) Sementara itu vokal tipis adalah semua vokal yang terdapat dalam
konsonan selain konsonan yang telah disebut di atas, seperti
18
Dari pembagian di atas, maka dapat dicatat ada delapan belas vokal
dalam bahasa Arab.
Jenis vokal Tipis Semitebal Tebal
Kasrah pendek I I I
Kasrah panjang Ii Ii II
Fathah pendek A A Æ
Fathah panjang Aa Aa Ææ
Dhammah pendek U U C
Dhammah panjang Uu Uu Cc
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa delapan belas vokal
ini dalam kata dan , tidak semua mempunyai fungsi pembeda arti.
Vokal yang berfungsi membedakan arti hanya enam yaitu, enam vokal
semitebal dan enam vokal tebal tidak berfungsi membedakan arti dalam kata.
Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa enam vokal tipis adalah fonem
sedangkan dua belas vokal lainnya adalah alofon dari keenam vokal tipis
tersebut. Berdasarkan tiga contoh di atas, dapat menunjukkan bahwa tebal
tipisnya vokal tidak berpengaruh terhadap perbedaan arti kata, tetapi
berpengaruh terhadap konsonan yang terdapat dalam contoh tersebut, yaitu ,
(Nasution A. S., 2012) dan ,
19
menjadi :
a) Vokal depan, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan turun
naiknya lidah bagian depan ; misalnya (i / ).
b) Vokal tengah/pusat, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan
lidah bagian tengah ; misalnya (a / ).
c) Vokal belakang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan
turun naiknya lidah bagian belakang (pangkal lidah) ; misalnya (u / ).
2) Tinggi rendahnya lidah
Gerak rahang dan kelenturan lidah, menyebabkan jarak antara lidah
dan langit-langit adakalanya sangat dekat atau agak jauh dan sangat jauh.
Dengan demikian bunyi vokal diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Vokal tinggi, yaitu jarak antara bagian lidah tertentu dan langit-langit
sangat dekat. Lidah terangkat tinggi mendekati langit-langit. Bunyi
yang dihasilkan adalah kasrah (i) juga ammah (u).
b) Vokal tengah, yaitu jarak antara langit-langit dan lidah dalam posisi
belah dua atau lidah berada di posisi tengah. Bunyi vokal yang
tergolong ke dalamnya adalah fathah (a).
20
dibedakan atas :
a) Vokal bulat, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat.
Bunyi yang dihasilkan adalah ammah (u).
b) Vokal tidak bulat, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir
tidak bulat atau terbentang lebar. Bunyi yang dihasilkan adalah fathah
(a) serta kasrah (i) (Marsono, 1999)
6. Konsonan
Konsonan ( / ) adalah bunyi yang udaranya keluar dari
hidung ketika diartikulasikan atau bunyi yang udaranya keluar dari samping
kiri atau kanan mulut. Konsonan dapat berupa bunyi letupan, bunyi geseran,
bunyi bersuara, bunyi tidak bersuara. Konsonan selalu mendapatkan hambatan
kuat maupun lemah, sehingga mengakibatkan adanya letupan dan geseran.
Sebagian ulama fonetik mengatakan bahwa bahasa Arab terdiri atas 28
konsonan dan sebagian yang lain mengatakan 26 konsonan. Ulama yang
mengatakan 28 konsonan, memasukkan semivokal dan ; sedangkan yang
mengatakan 26 konsonan, tidak memasukkan semivokal (Nasution A. S.,
2012).
Yang telah dikatakan bahwa semivokal ialah bunyi yang secara praktis
termasuk konsonan tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum
membentuk konsonan murni, maka bunyi-bunyi itu disebut semivokal atau
21
(w) bilabial, (w) labiodental, masing-masing tempat artikulasinya adalah bibir
atas dengan bibir bawah dan gigi atas dengan bibir bawah (Marsono, 1999).
Perbedaan semivokal dan konsonan adalah teori, sedangkan dalam
praktek, banyak orang cenderung menganggapnya sama. Oleh karena itu,
tidak terlalu salah orang memasukkan semivokal ke dalam bagian konsonan.
Berikut ini deskripsi masing-masing konsonan Arab :
a. Konsonan hambat letup (Stop, plosives)
Konsonan hambat letup ialah konsonan yang terjadi dengan
hambatan penuh arus udara kemudian hambatan itu lepaskan secara tiba-
tiba. Jadi, strikturnya rapat kemudian dilepaskan tiba-tiba. Striktur rapat
yang pertama disebut hambatan, sedangkan striktur pelepasan yang kedua
disebut letupan (Marsono, 1999)
3) Dorsovelar
4) Uvular
5) Glotal .
Konsonan geseran atau frikatif ialah konsonan yang dibentuk
dengan menyempitkan jalannya arus udara yang dihembuskan dari paru-
22
paru, sehingga jalannya udara terhalang dan keluar dengan bergeser. Jadi
strukturnya tidaka rapat seperti pada konsonan letup tetapi renggang
(Marsono, 1999)
4) Apiko-palatal
tengah rongga mulut sehingga udara keluar melalui kedua samping atau
sebuah samping saja. Jadi, strikturnya adalah renggang lebar (Marsono,
1999). Contoh : Apikodental .
dan membuka saluran udara secara berkali-kali, sehingga bunyi yang
keluar terasa seperti terputus-putus atau berulang-ulang. Contoh : Apiko-
alveolar .
dengan menghambat rapat (menutup) jalan udara dari paru-paru melalui
rongga mulut, jadi strikturnya rapat (Marsono, 1999)
1) Bilabial
2) Apiko-dental .
bunyi-bunyi itu disebut semi-vokal (Marsono, 1999)
1) Bilabial
Konsonan paduan adalah konsonan hambat jenis khusus. Proses
terjadinya dengan menghambat penuh arus udara dari paru-paru, kemudian
hambatan itu dilepaskan secara bergeser pelan-pelan. Jadi strikturnya ialah
rapat kemudian dilepaskan pelan-pelan (Marsono, 1999). Contoh : Apiko-
palatal .
Istilah kesalahan (Error) dan kekeliruan (Mistake) dalam pengajaran
bahasa dibedakan yakni penyimpangan dalam pemakaian bahasa. Kekeliruan
umumnya disebabkan oleh faktor performansi. Keterbatasan dalam
mengingat sesuatu atau kelupaan menyebabkan kekeliruan dalam melafalkan
bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata atau kalimat, dan sebagainya
(Sugiarto, 2004)
1) Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk
menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan
selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan
dengan “ slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan
ini diistilahkan “ slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat
ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.
2) Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau
aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur
sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa
yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau
ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan
bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah
bahasa yang salah.
3) Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam
memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini
25
kaidah yang diketahui benar (Inhadi D. , 2016)
Untuk membedakan antara kesalahan (Error) dan kekeliruan
(Mistake), menurut Tarigan (1997) seperti disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3 : Perbandingan antara Kesalahan dan Kekeliruan Berbahasa
Kategori Sudut Pandang Kesalahan Berbahasa Kekeliruan Berbahasa
1. Sumber Kompetensi Performasi
2. Sifat Sistematis, berlaku
5. Produk Penyimpangan kaidah
melalui latihan pengajar
bahasa, dan linguistik konstituen. Komponen bahasa terdiri dari fonologi
(pengucapan), sintaksis dan morfologi (tata bahasa), semantik dan leksikon
26
linguistik dapat dilihat di bawah ini (Sugiarto, 2004)
Dalam kategori strategi performasi, tataran kesalahan bahasa dapat
dibedakan menjadi 4 (empat) kesalahan. Berikut adalah keempat kesalahan
kategori strategi performasi:
Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.
2) Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih
unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frase atau kalimat.
Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frase atau kalimat.
3) Kesalahbentukan (misformation), penutur membentuk suatu frase atau
kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase
atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah bahasa.
4) Kesalah urutan (misordering), penutur menyusun atau mengurutkan unsur-
unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat di luar kaidah
bahasa itu. Akibatnya frase atau kalimat itu menyimpang dari kaidah
bahasa (Inhadi, 2016)
Menurut Inhadi (Inhadi, 2016) sumber kesalahan berbahasa dalam
tataran fonologi bahasa Indonesia antara lain: fonem, diftong, kluster dan
pemenggalan kata. Sumber kesalahan itu terdapat pada tataran berikut:
27
9) Fonem /k/ diucapkan menjadi /?/ bunyi hambat glotal.
10. Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/.
11. Fonem /z/ diucapkan menjadi /j/.
12. Fonem /z/ diucapkan menjadi /s/.
13. Fonem /kh/ diucapkan menjadi /k/.
14. Fonem /u/ diucapkan/dituliskan menjadi /w/.
15. Fonem /e/ diucapkan menjadi /i/.
16. Fonem /ai/ diucapkan menjadi /e/.
17. Fonem /sy/ diucapkan menjadi /s/.
18. Kluster /sy/ diucapkan menjadi /s/.
19. Penghilangan fonem /k/.
20. Penyimpangan pemenggalan kata.
Tarigan dalam (Inhadi, 2016) adalah kesalahan berbahasa karena perubahan
pengucapan fonem, penghilangan fonem, penambahan fonem, salah
28
meletakkan penjedaan dalam kelompok kata dan kalimat. Di samping itu
kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi dapat pula disebabkan oleh
perubahan bunyi diftong menjadi bunyi tunggal atau fonem tunggal.
Ada berbagai kesalahan berbahasa Indonesia dalam bidang fonologi.
Dalam setiap kesalahan berbahasa itu tersirat sebab atau penyebab kesalahan
berbahasa tersebut. Misalnya, kata akan diucapkan aken menunjukkan
penyebab kesalahan fonem /a/ diucapkan /e/. Kata keliru diucapkan keleru
menunjukkan penyebab kesalahan fonem /i/ diucapkan /e/. Kata kalau
diucapkan kalo menunjukkan bahwa kesalahan berbahasa itu disebabkan
bunyi diftong /au/ diucapkan sebagai /o/.
d. Langkah-langkah analisis kesalahan
mengusulkan bahwa analisis kesalahan memiliki beberapa langkah-langkah,
mereka adalah sebagai berikut :
adalah penelitian yang berjudul :
Ayat-ayat Suci Al-Quran Pada Masyarakat Desa Bonto Bahari. Kecamatan
Bontoa. Kabupaten Maros (suatu tinjauan fonetik) : 2013” penelitian ini di
lakukan oleh Harmin Alfis (2013). Dalam penelitian yang dilakukan Harmin
Alfis terdapat kesamaan dan perbedaan penelitian ini. Kesamaannya adalah
masing-masing terdapat pada aspek kajian yang dilakukan dengan
menggunakan kajian fonologi, lalu perbedaannya jika dilihat dari
permasalahan dan objeknya, beliau membahas tentang fonetik beserta
pelafalan huruf-huruf hijaiyyah dan objek yang diambil adalah para
masyarakat desa bonto bahari, sementara pada penelitian ini akan membahas
mengenai fonetik serta pelafalan Surah al-Fatihah dan objek penelitian ini
dilakukan kepada Imam-imam mesjid kecamatan. Manggala Makassar,
tentunya membatasi hanya beberapa Imam yang dijadikan objek.
C. Kerangka pemikiran
penelitian yang menunjukkan lingkup satu variabel atau lebih yang diteliti,
perbandingan nilai satu variabel atau lebih pada sampel atau waktu yang
berbeda, hubungan dua variabel atau lebih, perbandingan pengaruh antar
variabel pada sampel yang berbeda dan bentuk hubungan struktural
(Sugiyono, 2014)
Pemilihan metode penelitian dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Penelitian dilihat dari outputnya atau hasilnya dapat dibagi atas 4, yaitu
metode penelitian kualitatif, kuantitatif, Research dan Development serta
penelitian tindakan.
memaparkan fenomena secara detail dan komprehensif. Metode penelitian
kuantitatif digunakan untuk mendukung, mengembangkan atau menolak suatu
teori, Krena itu, metode ini syarat dengan hipotesa. Metode research dan
development dipilih untuk menghasilkan produk, model atau jasa. Sedangkan
penelitian tindakan dipilih dalam rangka untuk mengubah suatu kebijakan
(Yusring Sanusi, 2016)
A. Jenis penelitian
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2014)
32
dari segi data penelitian, menggunakan metode kualitatif.
Defenisi di atas sejalan dengan defenisi (Djajasudarma, 2010) yang
menyatakan penelitian kualitatif jelas menggunakan metode kualitatif
sehubungan dengan pertimbangan : (1) penyesuaian metode kualitatif lebih
mudah dibandingkan dengan kenyataan yang kompleks, (2) metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan
responden, (3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan penajaman-penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai
yang dihadapi. Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang
menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman
deskriptif dan alamiah itu sendiri.
Sejalan dengan hal itu penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
masyarakat tersebut melalui bahasanya, serta peristilahan.
B. Pendekatan penelitian
yang dilakukan adalah fonologi al-quran. Pengajaran al-quran menggunakan
analisis dalam memaparkan kesalahan pelafalan. Alwasilah dalam (Suhardi,
2013) fonologi adalah ilmu bahasa yang membicarakan bunyi-bunyi bahasa
tertentu dan mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan atau
mengidentifikasi kata-kata tertentu.
membicarakan aplikasinya dalam tataran praktis dengan tujuan mengetahui
33
sifat-sifat artikulasi dan fisik suatu bunyi tersebut dengan ilmu bunyi murni
atau ilmu bunyi teoritis (Nasution S. , 2012)
C. Sumber data dan jenis data
Sumber data dalam penelitian diperoleh dari beberapa imam tetap di
mesjid kecamatan Manggala Makassar. Jenis data yang terkumpul adalah data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang secara langsung
didapatkan dalam penelitian. Data tersebut berupa tulisan, hasil observasi,
rekaman suara yang berkaitan langsung dengan topik pembahasan. Data hasil
rekaman yang dimaksud adalah hasil rekaman yang dilakukan dengan pihak-
pihak terkait seperti Imam mesjid setempat. Sedangkan data sekunder adalah
tingkatan kedua yang dilakukan oleh peneliti yakni menganalisis data-data
yang sudah terkumpul.
a. Wawancara
terstruktur dengan membuat daftar pertanyaan wawancara sebanyak 16
pertanyaan. Wawancara itu dilakukan dengan cara menanyakan nama
imam mesjid, usia, latar belakang pendidikan, dari mana mengetahui ilmu
tajwid, asal daerah, sejak kapan jadi imam mesjid, bagaimana bisa jadi
imam mesjid, mengapa mau menjadi imam mesjid, apakah jadi imam
34
mesjid di seleksi, atas dasar apa jadi imam mesjid, apa pekerjaan yang lain
selain jadi imam mesjid.
lebih dalam tentang responden. Peneliti menetapkan respondennya yaitu
Imam mesjid. Teknik ini digunakan untuk menganalisis penyebab
kesalahan dalam melafalkan surah al-fatihah. Defenisi di atas sejalan
dengan pendapat (Soewadji, 2012 ) wawancara adalah cara atau teknik
untuk mendapatkan informasi atau data dari interviewee atau responden
dengan wawancara secara langsung face to face, antara interviewer dengan
interviewee.
metode simak. Teknik ini digunakan untuk merekam suara imam mesjid
saat memimpin shalat pada umumnya tiga kali (3 x), dan mendapatkan
hasil yang valid atau memastikan terdapat kekeliruan atau kesalahn dalam
memimpin shalat berjamaah.
menggunakan handpone yang di dalamnya ada aplikasi Tape Recorder.
sebagai alat penerima bunyi dari hasil pelafalan surah al-fatihah imam
mesjid. Pengambilan sampel dilakukan secara tersembunyi tanpa
memberitahu imam mesjid sebelumnya. Dengan maksud bahwa hasil
35
penelitian lebih maksimal dan akurat.
c. Observasi (Pengamatan)
Manggala Makassar. Observasi ini bertujuan untuk melengkapi data
peneliti. Observasi dilakukan setelah peneliti merekam imam mesjid
bersamaan disaat melakukan wawancara. Hal demikian ini dilakukan
kepada 20 imam mesjid Kecamatan Manggala Makassar, kecuali satu
orang yaitu Dg. Sewu karean yang bersangkutan tidak ada di tempat saat
observasi dilakukan
d. Dokumentasi
dengan menggunakan media atau sarana dokumentasi seperti kamera.
Dokumentasi dilakukan saat peneliti melakukan wawancara dengan
meminta tolong kepada saudara yang menemani melakukan penelitian
tersebut. Dalam metode ini peneliti juga menjaring data yang berkenaan
dengan imam mesjid dan data-data lain yang berkenaan dengan penelitian
ini.
36
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2014) Defenisi di atas senada dengan pendapat (Mahsun, 2014) yang
menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan individu yang menjadi
anggota masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti dan menjadi sasaran
penarikan generalisasi tentang seluk-beluk bahasa tersebut. Adapun
populasi pada penelitian ini adalah Imam tetap mesjid Kecamatan
Manggala Makassar, sebanyak kurang lebih 60 orang.
b. Sampel
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014) Pemilihan sebagian dari
keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek
penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi
terhadap populasi (Mahsun, 2014). Adapun sampel pada penelitian ini
adalah 20 Imam mesjid tetap di Kecamatan Manggala Makassar, pada
waktu yang ditentukan dalam shalat Magrib dan Isya.
37
wawancara.
c. Kertas
d. Komputer / laptop
lapangan penelitian
e. Kamera
f. Tape recorder
penelitian.
g. Rekaman surah al-Fatihah oleh qori Syeikh Sudais digunakan sebagai
pembanding bacaan imam mesjid Kecamatan Manggala Makassar.
E. Metode analisis data
deskriptif. Menurut (Sugiyono, 2009) deskriptif adalah untuk menganalisis
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
38
berlaku untuk umum atau generalisasi. Defenisi di atas senada dengan
pendapat (Nasution S. , 2012) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif ,
mengadakan deskripsi untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang
situasi-situasi sosial seperti kehidupan mahasiswa di rumah kontrakan,
perusahaan tranpor lokal di suatu kota, sistem penerimaan pegawai baru pada
perusahaan swasta, dan sebagainya.
strategis guna mendapatkan hasil yang maksimal sebagai berikut :
1) Reduksi data
yang diambil dan dibuang. Data yang diambil berupa tulisan dari
mewawancarai 20 imam mesjid, pertanyaan wawancara beberapa imam
mesjid tidak semua dimasukkan, karena hanya sebagai penguatan say. Di
samping itu peneliti melakukan observasi serta rekaman suara imam
mesjid. Agar data yang diambil jelas dan akurat, maka peneliti
menganalisis dari data-data yang ada, guna untuk memperjelas tujuan
penelitian di lapangan.
tahap deskripsi. Pada proses reduksi ini, peneliti mereduksi data yang
ditemukan pada tahap deskripsi untuk memfokuskan pada masalah
tertentu. Data-data tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi berbagai
39
kategori yang ditetapkan sebagai fokus penelitian. Memilih di antara yang
telah dideskripsikan (Sugiyono, 2014)
masalah yang memang menjadi fokus penelitian. Jika dalam penelitian itu
terdapat kesalahan, maka penelitian itu memerlukan pembuktian dengan
menganalisis kesalahan serta penyebab kesalahan. Tujuan penelitian
merupakan suatu kesatuan yang membimbing ke arah mana analisis data
itu dilakukan. oleh karena itu peneliti haruslah benar-benar fokus. Dengan
dasar itulah pengklasifikasian data dapat dilakukan (Mahsun, 2014)
3) Analisis data
untuk mengetahui kesalahan pelafalan beberapa imam mesjid, maka
peneliti mendengarkan rekaman berulang-ulang dan menjumlahkan total
rekaman, total kesalahan, lalu menganalisis apakah terjadi kesalahan
(error) atau salah ucap (lapses) hal demikian ini dilakukan agar tidak ada
kesalahan pada data.
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dokumentasi dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2009)
40
diantaranya :
4. Mencatat data yang diperlukan
5. Menganalisis data yang diperoleh
6. Memberikan kesimpulan hasil penelitian.
41
1. Kondisi geografis Kecamatan Manggala Makassar
Data Kecamatan Manggala Makassar menerangkan dalam sebuah
buku yang berjudul “Kecamatan Manggala dalam Angka 2014” menjelaskan
kondisi geografis Kecamatan Manggala Makassar sebagai berikut:
a. Batas Wilayah
di kota Makassar yang berbatasan dengan beberapa wilayah. Adapun batas-
batas wilayah yaitu:
wilayah 24,14 km. Dari luas wilayah tersebut tampak bahwa kelurahan
Tamangapa memiliki wilayah terluas yaitu 7,62 km, kedua adalah kelurahan
42
Manggala dengan luas wilayah 4,44 km, sedangkan yang paling kecil luas
wilayahnya adalah kelurahan Borong dan kelurahan Batua dengan luas
masing-masing 1,92 km.
c. Keadaan topografi
dengan topografi ketinggian wilayah sampai dengan 46 meter dari permukaan
laut.
Klasifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Manggala Makassar tahun
2013 terdiri dari 6 kelurahan, 367 RT dan 66 RW, dengan kategori kelurahan
swasembada. Dengan demikian tidak ada lagi kelurahan yang termasuk
swadaya dan swakarya.
Kecamatan Manggala Makassar dengan sejumlah anggotanya diharapkan
dapat menunjang kegiatan pemerintah dan pembangunan. Organisasi atau
lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) di Kecamatan Manggala terdapat 1
unit di setiap kelurahan.
jumlah penduduk Kecamatan Manggala Makassar sebanyak 127,915 jiwa,
dibandingkan data pada tahun 2012 penduduk Kecamatan Manggala Makassar
berjumlah sebanyak 122,838 jiwa, hal ini menunjukkan bahwa selama setahun
terakhir terjadi pertumbuhan penduduk di Kecamatan Manggala Makassar.
Berdasarkan jenis kelamin tampak bahwa jumlah penduduk laki-laki
sekitar 63,997 jiwa dan perempuan sekitar 63,918 jiwa. Dengan demikian
rasio jenis kelamin adalah sekitar 99,70 persen yang berarti bahwa jumlah
penduduk laki-laki hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan.
4. Sosial
a. Pendidikan
Pada tahun ajaran 2013/2014 jumlah TK di Kecamatan Manggala
Makassar sebanyak 39 sekolah dengan 1,448 orang murid dan 181 orang guru.
Pada tingkat Sekolah Dasar negeri berjumlah sebanyak 33 sekolah dengan
11,650 orang murid dan 495 0rang guru. Untuk tingkat SMP baik negeri
maupun swasta sebanyak 11 sekolah dengan 5,199 orang murid dan 373 orang
guru. Sedangkan untuk tingkat SMA negeri dan swasta terdapat 9 sekolah
dengan 3,565 orang murid dan 274 orang guru.
b. Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan tahun 2013 di Kecamatan Manggala
Makassar tercatat 4 puskesmas, 4 pustu, 2 rumah bersalin dan 81 posyandu.
44
Disamping itu terdapat pula 3 buah balai pengobatan, 15 buah tempat praktek
dokter, 12 buah apotik, 16 buah bidan praktek Swasta dan 6 buah toko khusus
jamu/obat. Masing-masing tersebar di 6 kelurahan di Kecamatan Manggala
Makassar.
di Kecamatan Manggalah Makassar cukup memadai karena terdapat 77 buah
mesjid dan 4 buah gereja.
5. Perdagangan
Sarana perdagangan yang terdapat di Kecamatan Manggala Makassar
antara lain kelompok pertokoan sebanyak 6 buah, pasar umum sebanyak 3
buah dan mini market sebanyak 3 buah (Pusat, 2016)
45
Manggala Kota Makassar
Drs. ABD RACHMAN KUBA, M.Si
Pangkat : Pembina
001
Manggala Makassar.
KHUDAIBAH

Manggala Makassar
mesjid Kecamatan Manggala Makassar. Peneliti mengambil beberapa sampel
dari penelitian ini dengan syarat imam tetap di mesjid.
Penelitian dilakukan pada waktu bulan ramadhan, dan sulit
menemukan imam mesjid tetap, maka penulis menjadikan sampel pada bulan
ramadhan, serta imam tetap sebelum ramadhan, dikontrak menjadi imam tetap
pada bulan ramadhan.
1. H. Abdul Hakim 6x 3x Error
2. Muhammadong 9x 1x Lapses
3. Adzkah Fikrih 3x
4. Zainuddin Abdullah 4x
6. Hendri 2x 1x Lapses
51
8. Sumarlin 7x 1x Lapses
9. Muh. Akhyat 8x 2x Lapses
10. Muhammad Asmariyadi 9x
13. Dr H. Abdul Rasyid 4x 5x Error
14. Abu Aqilah 2x 1x Lapses
15. Rustam 4x 3x Error
16. Abidin 3x 1x Lapses
17. Syamsul Alam Yusuf 6x 1x Lapses
18. Suparman 6x 2x Lapses
19. Amirullah 4x 1x Lapses
20. Abdul Rahman Dg. Nyonyo 4x 1x Lapses
a. Imam mesjid NURUL IMAN PANNARA atas nama H. Abdul Hakim,
berusia 65 tahun. Riwayat pendidikan SD umum tello baru, SMP Kariwisi
Muallimin. Mengetahui ilmu tajwid sejak umur 10 tahun, berasal dari
Makassar, menjadi Imam mesjid sejak remaja dan Imam tetap pada umur
40 tahun, dengan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat ditawarkan
untuk menjadi Imam mesjid.
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „Ro pada kata [] “iro” ayat ke 6 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „Ra.
- Penyebutan huruf [] „s pada kata [] “mustaqym” ayat ke 6 surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „sh.
- Penyebutan huruf [] „„a pada kata [] “alayhm” ayat ke 7 surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
b. Imam mesjid BARUGA atas nama Muhammadong, berusia 43 tahun.
Riwayat pendidikan SD umum di Sumatra, SMP umum di Makassar, SMA
di Makassar, Kuliah di UIN ALAUDDIN jurusan PAI di Makassar,
mengetahui ilmu tajwid sejak tamat SD, berasal dari Sumatra pernah
tinggal di Bone, menjadi imam mesjid sejak tahun 2001 dan sejak itu
menjadi imam tetap hingga sekarang, dengan bermodalkan bacaan dan
suara yang merdu masyarakat meminta untuk dijadikan imam mesjid.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “alayhm” ayat ke 7 surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
53
c. Imam mesjid ATIRAH atas nama Adzkah Fikri, berusia 40 tahun.
Riwayat pendidikan SD, SMP dan SMA pesantren di Jogja, Kuliah di UIN
ALAUDDIN jurusan syariah peradilan. Mengetahui ilmu tajwid sejak SD
di pesantren, berasal dari Jogja, menjadi Imam mesjid sejak tahun 1998
sebanyak tiga mesjid, karena masyarakat menganggap bacaan bagus.
Maka ditawari langsung oleh saudara Wakil Presiden RI ke untuk menjadi
imam mesjid.
fatihah.
d. Imam mesjid KAYU AGUNG atas nama Zainuddin Abdullah, berusia
23 tahun. Riwayat pendidikan SDN 147 labbu (Luwu utara), SMP MTSN
Model Makassar, SMA Malangke jurusan komputer, Kuliah di UMI (KPI
Agama, dan Bahasa asing/Inggris). Mengetahui ilmu tajwid sejak umur 10
tahun secara otodidak, mendalami tajwidnya ikut dengan guru dan teman
di Makassar, berasal dari Masamba, menjadi Imam mesjid sejak
menginjak bangku perkuliahan.
fatihah.
e. Imam mesjid AN-NUR atas nama H. Nompo, berusia 70 tahun. Tidak
pernah menginjak bangku sekolah, mengetahui ilmu tajwid sejak tahun
80an, berasal dari Makassar, menjadi imam mesjid tetap sejak tahun 80an
mesjid pertama dan tahun 2009 mesjid kedua.
54
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nastaayn” ayat ke 5 surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 6 surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 7 surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „t.
- Penyebutan huruf [] „gh pada kata [] “ghyri” ayat ke 7 surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „gha.
f. Imam mesjid JABAL RAHMAH atas nama Hendri, berusia 27 tahun.
Riwayat pendidikan SD, SMA dan Kuliah di Bau-Bau sekolah umum,
mengetahui ilmu tajwid dari TPA, berasal dari Bau-Bau, menjadi Imam
mesjid sudah 2 tahun.
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 6 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
55
g. Imam mesjid LAILATUL QADAR atas nama Dg. Sewu, berusia 55
tahun. Tidak pernah menginjak bangku sekolah, mengetahui ilmu tajwid
sejak kecil, berasal dari Makassar, menjadi Imam mesjid sudah 3 tahun.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “alamyn” ayat ke 2 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nabudu” ayat ke 5 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nastaayn” ayat ke 5 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 6 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
- Penyebutan huruf [] „Ro pada kata [] “iro” ayat ke 7 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „Ra.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “anamta” ayat ke 7 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “alayhim” ayat ke 7 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
h. Imam mesjid NURUL IMAN KASSI atas nama Sumarlin, berusia 23
tahun. Riwayat pendididkan SDN 8 Soppeng (Mamuju), SMP MTS guppi
Samata Gowa, SMA Samata, Kuliah di UIN ALAUDDIN MAKASSAR,
56
mengetahui ilmu tajwid dari orang tua dan pada waktu SMA, berasal dari
Mandar, menjadi Imam mesjid sejak 2010 dalam 4 mesjid.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „h pada kata [] “alayhim”ayat ke 7 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „.
i. Imam mesjid NUR TAKWA atas nama Muh. Akhyat, berusia 24 tahun.
Riwayat pendididkan SDN Bontoa, SMP Gombara, SMA Gombara,
Kuliah di UIN bahasa inggris, mengetahui ilmu tajwid dari pesantren,
berasal dari Makassar.
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 6 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
- Penyebutan huruf [] „h pada kata [] “alayhim” ayat ke 7 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „.
j. Imam mesjid HIJRATUL KADRI atas nama Muhammad Asmariyadi,
berusia 23 tahun. Riwayat pendidikan SDN 1 Kolaka, SMP dan SMA
Kolaka, Kuliah di Palu (Ekonomi) dan di STIBA Makassar, mengetahui
57
ilmu tajwid dari stiba sejak tahun 2013, berasal dari Kolaka, menjadi
Imam mesjid kurang lebih 1 tahun.
Peneliti tidak mendapatkan kesalahan dalam pelafalan surah al-
fatihah.
k. Imam mesjid USWATUN HASANAH atas nama Mufli el habib, berusia
25 tahun. Riwayat pendidikan SD, SMP dan SMA di Bulukumba Herland,
Kuliah di UNM jurusan fisika dan saat ini melanjutkan di al-Bir,
mengetahui ilmu tajwid dari SAINS (Studi al-Quran intensif/halaqah
tahsin), berasal dari Bulukumba, menjadi Imam mesjid kurang lebih ¾
tahun di mesjid kampus UNM.
Peneliti tidak mendapatkan kesalahan dalam pelafalan surah al-
fatihah.
l. Imam mesjid UMAR BIN KHATHAB atas nama Kamaluddin, berusia
36 tahun. Riwayat pendidikan SDN Paccinang, SMP tsanawiyah, SMA
aliyah darul arqam, Kuliah di UNHAS jurusan politik pemerintahan,
mengetahui ilmu tajwid sejak SMP, berasal dari Makassar, menjadi Imam
mesjid sejak tahun 2009 / 7 tahun (29 tahun jadi Imam mesjid).
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
58
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nabudu” ayat ke 5 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „q pada kata [] “mustaqym” ayat ke 6 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „k.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “anamta” ayat ke 7 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „h pada kata [] “alayhim” ayat ke 7 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „.
m. Imam mesjid AL-MUNAWARAH atas nama Dr H. Abdul rasyid
khudaidah, berusia 51 tahun. Riwayat pendidikan SD pesantren madrasah
ibtidaiyyah negeri, SMP 7 Makassar, SMA madrasa aliyah negeri, Kuliah
di IKIP (manajemen perkantoran), mengetahui ilmu tajwid dari seorang
kiyai pesantren, berasal dari Bone, menjadi Imam mesjid kurang lebih 2
tahun.
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “alamyn” ayat ke 2 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nabudu” ayat ke 5 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nastaayn” ayat ke 5 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
59
- Penyebutan huruf [] „h pada kata [] “ihdina” ayat ke 6 pada surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „.
- Penyebutan huruf [] „h pada kata [] “alayhim” ayat ke 7 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „.
n. Imam mesjid RAHMATULLAH atas nama Abu aqilah, berusia 37
tahun. Riwayat pendidikan SD, SMP dan SMA pesantren, Kuliah di Jawa
Timur, mengetahui ilmu tajwid dari orang tua, berasal dari Makassar,
menjadi Imam mesjid sejak tahun 2002 di UNHAS mesjid khaerunnisa.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nastaayn” ayat ke 5 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
o. Imam mesjid JAMI’ NURUL AMIN atas nama Rustam, berusia 26
tahun. Riwayat pendidikan SD inpres, SMPN 19 Makassar, SMA 13
Makassar, Kuliah di UNM, mengetahui ilmu tajwid sejak SMP dari guru
mengaji, berasal dari Makassar, menjadi Imam mesjid sejak tahun 2016.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nabudu” ayat ke 5 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
60
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 6 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “mustaqym” ayat ke 6 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „t.
p. Imam mesjid AMIRUL MUKMININ atas nama Abidin, berusia 23
tahun. Riwayat pendidikan SD umum Jeneponto, SMA tsanawiyyah
Jeneponto, SMA aliyah Jeneponto, Kuliah di STIBA bahasa arab,
mengetahui ilmu tajwid dari tsanawiyyah, berasal dari Jeneponto, menjadi
Imam mesjid sejak SMA.
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat 6 ke pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
q. Imam mesjid AL-MUHAJIRIN atas nama Syamsul alam yusuf, berusia
51 tahun. Riwayat pendidikan SDAM. Assadiyah (sekolah arab), tidak
menginjak bangku SMP, SMA dan Kuliah, mengetahui ilmu tajwid dari
TPA waktu SD, berasal dari Sengkang, menjadi Imam mesjid sejak tahun
1998 dan terangkat jadi Imam tetap tahun 2007.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
61
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nabudu” ayat ke pada surah al-
fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
r. Imam mesjid NURUL BADAR atas nama Suparman, berusia 33 tahun.
Riwayat pendidikan SD inpres antang 1, SMP Malassar mulya, SMKN 1,
Kuliah di STIBA, mengetahui ilmu tajwid dari tarbiyah waktu SMA,
berasal dari Makassar, menjadi Imam mesjid kurang lebih 3 tahun.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
- Penyebutan huruf [] „a pada kata [] “nabudu” ayat ke 5 pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „a.
- Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke pada surah
al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „s.
s. Imam mesjid BABUSSALAM BORONG atas nama Amirullah, berusia
27 tahun. Riwayat pendidikan SDN 49 sompong Sinjai, SMPN 4 Sinjai
selatan, SMA darul huffadh, tuju kujuarn Bone, Kuliah di UIN
ALAUDDIN Makassar, mengetahui ilmu tajwid dari SMP, berasal dari
Sinjai, menjadi Imam mesjid sejak tahun 2011.
Peneliti mendeskripsikan kesalahan-kesalahan yang terdapat saat
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
62
- Penyebutan huruf [] „q pada kata [] “mustaqym” ayat ke 6 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf [] „k.
t. Imam mesjid BABUL KHAIR atas nama Abdul rahman Dg. Nyonyo,
berusia 75 tahun. Riwayat pendidikan SD Takalar, SMP/PGA, tidak
menginjak bangku SMA dan Kuliah, mengetahui ilmu tajwid dari 62 tahun
lalu (SMP), berasal dari Takalar, menjadi Imam mesjid sejak tahun
1998/1999.
imam mesjid melafalkan surah al-ftihah adapun kesalahannya
sebagai berikut :
Penyebutan huruf [] „ pada kata [] “iro” ayat ke 7 pada
surah al-fatihah. Peserta menyebutnya sama dengan huruf artikulasi
t. Berdasarkan hasil observasi artikulasi imam ini tidak lengkap„[]
(ompong), akan tetapi bacaannaya tidak semua salah.
D. Penyebab Kesalahan Pelafalan Surah al-Fatihah Imam Mesjid di
Kecamatan Manggala Makassar
diwaktu bulan ramadhan. Hal ini dilakukan peneliti lebih mudah mendapat
data yang diperlukan seperti pelafalan surah al-fatihah yang dilakukan pada
waktu subuh dua kali (2x), maghrib dua kali (2x), isya sebelas kali (11x)
bahkan sampai dua puluh dua kali (22x) dalam mesjid. Peneliti juga
63
Imam mesjid.
mesjid, jika dilihat dari penelitian, pengamatan serta wawancara di lapangan,
maka peneliti mendeskripsikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, di
antaranya sebagai berikut :
Setelah melakukan penelitian di lapangan dalam satu rekaman
tentunya peneliti mendengarkan secara berulang-ulang, serta wawancara
kepada imam-imam mesjid. Ada yang mengetahui ilmu tajwidnya sejak
pesantren, kuliah, SMA, SMP, lewat study al-Quran intensif (tahsin), ada
secara otodidak ngaji Makassar, bahkan kebanyakan mereka belajar sejak
kecil baik dengan orangtua, tetangga, guru, serta beberapa yang sudah
berpengalamam menjadi imam mesjid, tapi masih ada yang tidak sesuai
dengan fonologi dan pelafalan surah al-fatihah yang benar.
Pelafalan yang baik dan benar tentunya menggunakan tajwid yang
benar serta kaedah-kaedah bahasa Arab yang tepat. Berpendidikan yang
tinggi, apalagi terkenal di kalangan masyarakat tidak berpengaruh. Beberapa
imam mesjid tidak pernah menginjak pendidikan hanya mempelajari sejak
kecil secara otodidak mampu menghafalkan surah al-fatihah dengan baik,
namun tidak semuanya benar dalam tajwid. Ada yang berpendidikan, serta
mengetahui ilmu tajwid sejak kuliah, namun tidak ada kesalahannya dalam
64
melafalkan surah al-fatihah. Terdapat juga yang pendidikannya sangat tinggi
masih ada kesalahan dalam melafalkan surah al-fatihah. Ini bukti bahwa untuk
mengetahui ilmu tajwid, serta membaca al-Quran dengan baik dan benar
tidak dilihat dari seberapa tinggi pendidikannya bahkan tidak berpengaruh.
2. Penempatan makhraj tidak sesuai
Dalam membaca al-Quran. Jika makhraj tidak sesuai dalam pelafalan
surah al-fatihah maka lebih besar kesalahannya, kemudian jika makhraj yang
dibaca dan membuktikan dalam rekaman pertama hingga rekaman ke lima
berbeda-beda, (ada yang sesuai serta tidak sesuai makhraj-makhraj surah al-
fatihah) terdapat kekeliruan dalam melafalkan. Maka dari itu pentingnya
mengetahui makhraj dan menempatkan tempat keluarnya bunyi dan suara. Hal
ini dilakukan karena dapat membedakan antara satu huruf dengan huruf yang
lainnya, sehingga tidak terdapat kesalahan maupun kekeliruan dalam
melafalkan surah al-fatihah.
Berbicara atau melafalkan dengan baik dan benar, tidak terdapat
kesalahan harus menggunakan alat-alat ucap sesuai tempat keluarnya bunyi
bahasa. Agar tempat keluarnya bunyi sesuai dengan fungsi dan makna yang
sebenarnya. Setelah peneliti melakukan penelitian ini. Maka ditemukan
kekeliruan yang lebih besar daripada kesalahan, karena dalam penelitian
Imam-Imam mesjid tidak semua menggunakan alat-alat ucap yang benar.
Beberapa Imam mesjid juga banyak berpengalaman menjadi Imam mesjid,
65
surah al-fatihah.
Gangguan artikulasi akan menyebabkan kesalahan berbahasa. Adanya
kelainan atau kerusakan pada bentuk lidah atau gigi yang terjadi pada
artikulasi sangat mempengaruhi tempat keluarnya bunyi bahasa. Hal ini
menyebabkan kesalahan berbicara atau melafalkan dengan baik dan benar.
Lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan
mengucapkan huruf “t”, “n”, dan “l”. Kelainan bentuk gigi akan mengalami
kesalahan penyebutan huruf, contonya yaitu huruf [] “” menyebutnya sama
dengan huruf [] “t”.
menyimpulkan sebagai berikut :
dalam keadaan shalat, melakukan wawancara kemudian ditemukan beberapa
kata atau makhraj kemudian menganalisis perubahan vokal dan konsonan arab.
2. Hasil penelitian yang dilakukan dilokasi. Peneliti menjumlahkan total
rekaman, total kesalahan setiap imam mesjid kemudian manganalisis apakah
terjadi error dan lapses.
B. Saran
1. Agar tidak terjadi kesalahan, perlu kesadaran dari diri sendiri untuk
menerapkan metode-metode yang telah diperkenalkan oleh beberapa ulama
fonologi Arab, yang begitu banyak kitab yaitu, kitab „ilm al-ashwat, tajwid,
tahsin tilawah, serta para ilmuan lain sampai sekarang
2. Setelah penelitian ini. Maka peneliti berharap kepada Imam-Imam
mesjid Kecamatan Manggala Makassar, agar kiranya memperhatikan dan
67
mementingkan pelafalan surah al-fatihah dengan baik dan benar, bukan hanya
sekedar jadi qori atau penghafal saja. Mengingat dampak kesalahan
pengucapan dapat mengakibatkan perubahan makna atau arti dari surah al-
fatihah itu sendiri.
3. Dengan ilmu yang dimiliki, tidak menjadikan berpuas hati untuk
menuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu tidak akan mengenal usia serta dengan
adanya fasilitas kitab-kitab yang mendukung untuk belajar menjadi lebih baik.
68
Alfis, H. (2013). Kesalahan Pelafalan Huruf- Huruf Hijaiyyah dalam Ayat-Ayat Suci al-
Qur'an Pada Masyarakat Desa Bonto Bahari Kecamatan Bontoa Kabipaten
Maros. Makassar: Skripsi Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin.
al-Hajjaj, a.-Q. a.-N. (Juz I). al-Musnad al-Sahiih al-Mukhtashar Binaql al-'adl 'an 'adl.
Beirut: Daar Ihyaa a-Turaats.
al-Hajjaj, a.-Q. a.-N. (Juz V). al-Musnad al-Sahiih al-Mukhtashar Binaql al-'adl 'an 'adl.
Beirut: Daar Ihya a-Turaats.
al-Nabhani, T. (2001). Mafahim Hizbut Tahrir (Edisi Mu'tamadah). Jakarta: HTI Pres.
al-zuhaili, S. W. (2013). Syarat-Syarat Imam Mesjid. Dipetik April Kamis, 2016, dari
http://rukun-islam.com/syarat-menjadi-imam-mesjid-shalat.
Inhadi. (2016). Analysis Kesalahan Berbahasa. Dipetik Februari Ahad, 2016, dari
http://file.upi.edu.
Khalil, '. b. (2008). Ushul Fiqih Kajiam Ushul Fiqih Mudan dan Praktis. Bogor: Pustaka
Thariqul Izzah.
Mahsun. (2014). Metode Penelitian Bahasa . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Marsono. (1999). Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nasution, A. S. (2012). Fonetik dan Fonologi al-Qur'an. Jakarta: Amzah.
Nasution, S. (2012). Metode Research . Jakarta: PT Bumi Aksara.
Pusat, S. B. (2016). Kecamatan Manggala Dalam Angka 2014. Kota Makassar:
Kecamatan Manggala Makassar.
Soewadji, J. (2012). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sudais, S. (2010). Surah al-Fatihah. Dipetik Oktober Rabu, 2016, dari Web Youtube.
Sugiarto. (2004). Error Analysis Sekolah Tinggi Bahasa Asing. Dipetik Februari Selasa,
2016, dari http://sugiarto, Dr.M.A.www.ac.id.
75
Sugiyono. (2014). Cara Mudah Menyusun Skripsi Tesis dan Disertasi. Bandung: cv
Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Bandung: cv
Alfabeta.
Verhaar, J. (2012). Asas Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Yusring Sanusi, B. (2016). Model Pembelajaran Bahasa Arab Online Berbasis Learning
Management System. Makassar: Pogram Studi Sastra Arab Universitas
Hasanuddin.
5. Vokal
6. Konsonan
B. Hasil Penelitian Relevan
Merujuk ke pengantar bab ini, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah ekspe...
B. Pendekatan penelitian
D. Metode pengumpulan data
E. Metode analisis data
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
B. Cara Imam Mesjid Melafalkan Surah al-Fatihah di Kecamatan Manggala Makassar.
C. Kesalahan Pelafalan Surah al-Fatihah Imam Mesjid Kecamatan Manggala Makassar
D. Penyebab Kesalahan Pelafalan Surah al-Fatihah Imam Mesjid di Kecamatan Manggala Makassar
BAB V