Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP3K)

download Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP3K)

of 49

description

.Diterbitkan oleh Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2013

Transcript of Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP3K)

  • SAMBUTAN

    Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikenal pula sebagai negara maritim

    dengan luas lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan territorial 3,1 juta km2 dan ZEE

    Indonesia 2,7 km2. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terdiri dari 17.504 buah pulau

    dan panjang pantai mencapai 95.181 km (KKP, 2011). Kondisi ini merupakan anugrah yang sangat

    besar bagi pembangunan perikanan dan kelautan. Disamping itu, sumberdaya ikan yang hidup di

    wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat keragaman hayati (bio-diversity) sangat tinggi, dan

    bahkan laut Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Disamping

    sumberdaya dapat pulih sebagaimana dikemukakan di atas, perairan laut Indonesia juga memiliki

    sumberdaya tidak pulih seperti mineral (minyak, gas dan lain sebagainya) serta jasa-jasa lingkungan.

    Kondisi ini selanjutnya menjadikan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sangat potensial untuk

    dikembangkan berbagai kegiatan. Agar potensi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikelola

    secara optimal dan tepat sasaran, maka perlu dikelola melalui Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah

    Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun

    2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil.

    Rencana pengelolaan berisi kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang

    diperlukan untuk mendukung pembuatan keputusan oleh administrator sektoral dalam pengelolaan,

    penggunaan dan pengalokasian sumberdaya pesisir secara tepat. Rencana pengelolaan

    memungkinkan penetapan sasaran pengelolaan untuk masing-masing zona dan/atau subzona dalam

    Rencana Zonasi, untuk mengeluarkan izin penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral. Tujuan

    penyusunan Pedoman Teknis ini adalah untuk memberikan panduan kepada Pemerintah Provinsi,

    Kabupaten dan Kota pesisir dalam menyusun Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

    Kecil (RPWP-3-K) agar sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam UU No. 27/2007 tentang

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

    No. 16/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

    Dengan disusunnya Pedoman Teknis ini, diharapkan akan memberikan kesamaan persepsi

    dalam memberikan arahan teknis kepada Kelompok Kerja Penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota

    dan memberikan kemudahan dalam proses penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota kepada pihak-

    pihak yang diberikan tugas penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota.

    .

    Jakarta, Desember 2013

    Sudirman Saad

    Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

  • KATA PENGANTAR

    Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: (1) Rencana

    Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP-3-K; (2) Rencana

    Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP-3-K; (3) Rencana

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan (4)

    Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAWP-3-

    K. Sebagaimana amanat UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau

    Kecil pada pasal 7 ayat 3 pemerintah daerah wajib untuk menyusun keempat perencanaan tersebut.

    Rencana pengelolaan berisi kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang

    diperlukan untuk mendukung pembuatan keputusan oleh administrator sektoral dalam pengelolaan,

    penggunaan dan pengalokasian sumberdaya pesisir secara tepat. Rencana pengelolaan

    memungkinkan penetapan sasaran pengelolaan untuk masing-masing zona dan/atau subzona dalam

    Rencana Zonasi, untuk mengeluarkan izin penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral.

    Diharapkan dengan adanya Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

    Pulau-Pulau Kecil ini, dapat memberikan kesamaan persepsi dan memberikan kemudahan dalam

    proses penyusunan RPWP-3-K Kabupaten/Kota, sehingga dapat menunjang upaya mengoptimalkan

    perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

    Kami menyadari bahwa buku Pedoman Teknis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

    kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Ucapan terimakasih dan

    penghargaan kami sampaikan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

    penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat dalam upaya Perencanaan

    Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia.

    Jakarta, Desember 2013

    Subandono Diposaptono

    Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    1

    DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Landasan Hukum 1.5 Fungsi dan Manfaat 1.6 Hirarki Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 1.7 Daftar Istilah dan Definisi BAB II. SISTEMATIKA DAN MUATAN RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL 2.1 Sistematika Rencana Pengelolaan WP3K 2.2 Muatan Rencana Pengelolaan WP3K

    2.2.1 Bab 1 Pendahuluan 2.2.2 Bab 2 Gambaran Umum Wilayah Pengelolaan 2.2.3 Bab 3 Pendekatan dan Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan 2.2.4 Bab 4 Rencana Pemanfaatan Sumberdaya 2.2.5 Bab 5 Kebijakan dan Prosedur Pengelolaan WP3K 2.2.5 Bab 5 Implementasi Rencana Pengelolaan 2.2.6 Bab 6 Peninjauan Kembali Dokumen RPWP-3-K 2.2.7 Bab 7 Daftar Kontak Person 2.2.8 Daftar Pustaka

    2.3 Masa Berlaku Rencana Pengelolaan WP3K BAB III. PROSES PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL 3.1 Sosialisasi 3.2 Pembentukan Kelompok Kerja 3.3 Inventarisasi Program dan Kegiatan PWP-3-K 3.4 Penyusunan Dokumen Awal 3.5 Kerjasama Antar Instansi 3.6 Konsultasi Publik 3.7 Perumusan Dokumen Final 3.8 Penetapan BAB IV. PERSETUJUAN

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    2

    DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Contoh Struktur Pengelolaan Program ICZPM Gambar 2. Contoh Proses Kaji Ulang Proyek Pengelolaan Wilayah Pesiisr Terpadu

    DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Contoh Ringkasan Mandat Instansi Serta Program Yang Relevan Tabel 2.2. Contoh Keanggotaan Panitia/Sub-Panitia Program Pengelolaan Wilayah Pesisir

    Terpadu Tabel 2.3. Total Anggaran Berdasarkan Format RAB Tabel 2.4. Contoh Dokumentasi Persyaratan Pelaporan Tabel 2.5. Contoh Standar Pelayanan untuk Proses Telaah Proyek Tabel 2.6. Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Review/Telaah Tabel 2.7. Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Data Tabel 2.8. Contoh Jenis Pemanfaatan Sumberdaya dan Kriteria Tabel 2.9. Contoh Proses Pembatalan Sebuah Izin Pemanfaatan Sumberdaya Tabel 2.10. Contoh Petunjuk untuk Menentukan Tingkat Konsultasi Publik

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan domain utama Negara Kesatuan Republik

    Indonesia (NKRI) seperti yang telah jelas dan tegas disebutkan pada pasal 25 Undang-

    Undang Dasar RI bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk

    kepulauan. NKRI mempunyai jumlah pulau lebih dari 17.504 dan panjang garis pantai

    (coastline) tidak kurang dari 81.290 km. Kekayaan sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau

    kecil yang terkandung di dalamnya harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat menjadi

    lokomotif bagi pembangunan ekonomi bangsa yang bermuara pada terwujudnya

    kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, diperlukan pengelolaan

    wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terpadu, partisipatif dan berkelanjutan.

    Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

    dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut dengan PWP-3-K), pengelolaan wilayah pesisir

    dan laut merupakan sebuah rangkaian kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian

    dan pengawasan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk mewujudkan tata kelola

    pesisir dan laut yang baik (good coastal and small islands governance), pengelolaan wilayah

    pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki hirarki perencanaan yang terkait satu sama lain, mulai

    dari Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP3K), Rencana Zonasi

    Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K), Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

    Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) dan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

    pulau Kecil (RAPWP3K).

    Berdasarkan hierarkhi perencanaan pengelolaan WP3K, Rencana Pengelolaan Wilayah

    Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) berisi kerangka kebijakan, prosedur dan

    penanggung jawab dalam implementasi pengelolaan, penggunaan dan pengalokasian

    sumberdaya secara tepat sebagaimana tertuang dalam dokumen rencana zonasi. Lebih

    penting lagi, dalam RPWP-3-K harus mengidentifikasi pejabat yang bertanggungjawab

    untuk pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu, serta struktur dan

    komposisi institusi yang akan melaksanakan pengelolaan. RPWP-3-K memungkinkan

    sasaran pengelolaan ditetapkan untuk masing-masing zona (atau sub-zona) dalam RZWP-3-

    K, melalui suatu sistem terkoordinir dalam mengeluarkan dan mengadministrasikan izin

    penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral.

    Pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota menyusun RPWP-3-K yang merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dengan Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Daerah (RPJMD) dan mengacu pada RSWP3K dan RZWP-3-K.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    2

    Untuk meningkatkan kualitas proses penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan

    pulau-pulau kecil, diperlukan Petunjuk Teknis yang dapat dijadikan panduan bagi

    Pemerintah Provinsi, Kabupaten atau Kota pesisir dalam penyusunan rencana pengelolaan

    wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) perlu

    memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau

    kecil, yaitu:

    a. Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan/atau komplemen dari sistem

    perencanaan pembangunan daerah;

    b. Mengintegrasikan kegiatan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah,

    antarsektor, antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem

    darat dan ekosistem laut, dan antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip

    manajemen;

    c. Dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi yang dimiliki masing-masing

    daerah, serta dinamika perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan

    d. Melibatkan peran serta masyarakat setempat dan pemangku kepentingan lainnya.

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam kegiatan penyusunan dokumen

    Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil oleh Pemerintah Provinsi,

    Kabupaten dan Kota.

    Tujuan penyusunan Pedoman Teknis ini adalah untuk memberikan panduan kepada

    Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota pesisir dalam menyusun Rencana Pengelolaan

    Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K) agar sesuai dengan ketentuan yang

    disyaratkan dalam UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

    Kecil dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/2008 tentang Perencanaan

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

    1.3 Ruang Lingkup

    Ruang lingkup Pedoman Teknis ini memuat tentang ketentuan teknis, proses dan prosedur,

    serta ketentuan minimal lain yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan penyusunan Rencana

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K).

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    3

    1.4 Landasan Hukum

    Petunjuk Teknis ini dilandasi berbagai peraturan dan perundang- undangan yang berlaku

    antara lain :

    (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

    Pulau Kecil;

    (2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan

    P engelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil.

    1.5 Fungsi dan Manfaat

    Fungsi Dokumen Rencana Pengelolaan WP-3-K antara lain untuk:

    a. Sebagai perangkat operasional RZWP-3-K dalam rangka mengkoordinasikan

    pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai

    kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang

    ditetapkan;

    b. Arahan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan berdasarkan skala prioritas di

    setiap kawasan, zona dan/atau subzona pemanfaatan yang ditetapkan;

    c. Arahan skala prioritas agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah;

    d. Kerangka prosedur dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinasian pengambilan

    keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan

    penggunaan sumberdaya atau kegiatan pembangunan di setiap kawasan/zona dan

    subzona yang ditetapkan;

    e. Melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari pencemaran dan kerusakan

    lingkungan; dan

    f. Acuan bagi penyusunan RAPWP3K, rencana sektoral jangka menengah dan jangka

    pendek.

    Manfaat Dokumen Rencana Pengelolaan WP-3-K adalah menjadi pedoman yang rinci untuk

    penanggung jawab penyelenggara sektoral dalam persiapan berbagai macam aksi-aksi

    pengelolaan seperti pelaksanaan studi penelitian, pengumpulan data monitoring,

    persetujuan penggunaan sumberdaya dan izin pembangunan, pembuatan pedoman kepada

    pemegang izin, perumusan peraturan baru, pembuatan petunjuk pelaksanaan, petujuk

    praktek, standar industri, dsb. Sehingga memudahkan keefektifan mekanisme pengawasan,

    pelaksanaan dan melakukan amandemen secara periodik terhadap dokumen rencana

    pengelolaan wilayah pesisir.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    4

    1.6 Hirarki Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Hirarki Rencana Pengelolaan WP3K digambarkan sebagai 4 (empat) dokumen perencanaan yang terpisah dan ditambahkan atlas sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, untuk mengenali tahapan penting dan tindak lanjut kegiatan-kegiatan perencanaan yang harus dilakukan. Piramid terbalik menggambarkan peningkatan fokus cakupan spasial untuk kerincian rencana. Tujuan dan isi setiap dokumen dapat diuraikan sebagai berikut.

    a. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Untuk mempermudah penyusunan dokumen RSWP3K dapat disusun Atlas

    Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merupakan kompilasi dan

    analisis data tahap awal pada perencanaan strategis, dan harus meliputi seluruh

    kawasan pesisir provinsi. Pada umumnya, kebanyakan atlas menampilkan kompilasi

    data tabel dari sumber sekunder seperti laporan penelitian, dinas sektoral dan biro

    statistik dengan kecenderungan data time-series (runtun-waktu). Data time-series dan

    analisa yang disediakan dalam atlas dimaksudkan untuk membantu identifikasi isu-isu

    kunci yang akan dibahas sebagai bagian dari Rencana Strategis.

    b. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K)

    Rencana strategis harus secara luas menjabarkan seluruh wilayah pesisir dalam

    yurisdiksi satuan pemerintahan yang sedang menyiapkannya (Provinsi dan/atau

    Kabupaten/Kota). Rencana strategis harus merupakan arah kebijakan lintas sektor

    untuk pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta

    target pelaksanaan dan indikator yang tepat untuk memonitor rencana.

    ATLAS

    Rencana Strategis WP3K

    Rencana Zonasi WP3K

    Rencana Pengelolaan WP3K

    Rencana Aksi Pengelolaan WP3K

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    5

    c. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Rencana zonasi akan mendukung rencana strategis dengan mengarahkan aksi pada

    lokasi geografi yang sesuai. Aspek penting yang terdapat dalam rencana strategis

    dapat diringkas sebagai lampiran dalam rencana zonasi. Rencana zonasi

    mengalokasikan ruang dengan fungsi utama sebagai : (i) kawasan konservasi, (ii)

    kawasan pemanfaatan umum, (iii) kawasan strategis nasional tertentu, dan (iv) alur

    laut. Rencana zonasi akan menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Pengelolaan

    WP3K dan Rencana Aksi Pengelolaan WP3K.

    d. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Rencana pengelolaan berisi kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang

    diperlukan untuk mendukung pembuatan keputusan oleh administrator sektoral

    dalam pengelolaan, penggunaan dan pengalokasian sumberdaya pesisir secara tepat.

    Rencana pengelolaan memungkinkan penetapan sasaran pengelolaan untuk masing-

    masing zona dan/atau subzona dalam Rencana Zonasi, untuk mengeluarkan izin

    penggunaan sumberdaya oleh dinas-dinas sektoral.

    e. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Rencana Aksi adalah suatu mekanisme pendanaan dalam pelaksanaan ketetapan

    dokumen rencana pengelolaan. Rencana aksi antara lain berisi kegiatan/program

    antar sektor yang disusun sesuai prioritas kegiatan pemanfaatan, lokasi dan

    ketersediaan anggaran, serta kegiatan-kegiatan baik fisik dan non fisik yang

    berdampak langsung dalam peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan

    kesejahteraan masyarakat pesisir. Rencana aksi juga berisi indikator kinerja

    pencapaian sasaran.

    1.7 Daftar Istilah dan Definisi

    Istilah dan definisi yang digunakan dalam Petunjuk Teknis penyusunan rencana strategis

    wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mencakup :

    1) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses

    perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan

    pulau-pulau kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara

    ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    2) Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

    dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Secara operasional, batas ke arah

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    6

    darat ditentukan sebagai batas kecamatan pesisir dan ke arah laut adalah 12 mil

    untuk Provinsi dan 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan Provinsi untuk

    Kabupaten/Kota.

    3) Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2

    (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.

    4) Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber

    daya nonhayati; sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati

    meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber

    daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan

    meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa

    lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah

    air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi laut yang terdapat di

    wilayah pesisir.

    5) Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan

    non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk

    keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.

    6) Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan

    ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk,

    dan arus.

    7) Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan

    sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan

    pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.

    8) Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi

    tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan

    ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.

    9) Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,

    melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau

    kecil yang tersedia

    10) Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses

    penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur kepentingan

    didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya pesisir dan pulau-

    pulau kecil yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu

    lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu

    11) Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk

    kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi

    yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau

    rencana tingkat nasional.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    7

    12) Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber

    daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola

    ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan

    tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh

    izin.

    13) Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan,

    prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinasian pengambilan

    keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan

    penggunaan sumberdaya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.

    14) Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut Rencana Pengelolaan Wilayah

    Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal

    untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan

    berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah,

    dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya

    pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan.

    15) Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan

    arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi yang dapat disusun oleh Pemerintah

    Daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat

    diterapkan serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan

    jumlah surat izin yang dapat diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.

    16) Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas bagian-

    bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha

    lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang

    mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar

    laut pada batas keluasan tertentu.

    17) Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan,

    pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta

    ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber

    Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan

    kualitas nilai dan keanekaragamannya.

    18) Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan

    pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk

    mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.

    19) Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional

    dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik

    pasang tertinggi ke arah darat.

    20) Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses pemulihan

    dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    8

    berbeda dari kondisi semula.

    21) Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan

    manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan

    cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

    22) Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan wilayah

    pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk

    hidup lain.

    23) Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara

    struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun

    nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

    bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

    24) Pencemaran Pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

    energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat adanya kegiatan

    Orang sehingga kualitas pesisir turun sampai ke tingkat tertentu yang penyebabkan

    lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

    25) Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna sumber daya pesisir dan

    pulau-pulau kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan

    pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional,

    nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan,

    dan masyarakat pesisir.

    26) Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau

    bantuan kepada masyarakat pesisir agar mampu menentukan pilihan yang terbaik

    dalam memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari.

    27) Konsultasi publik adalah suatu proses penggalian dan dialog masukan, tanggapan dan

    sanggahan antara pemerintah daerah dengan Pemerintah, dan pemangku

    kepentingan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan antara lain

    melalui rapat, musyawarah/rembug desa, dan lokakarya.

    28) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai

    unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

    29) Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintah

    daerah yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas di bidang tertentu di provinsi,

    atau kabupaten/kota.

    30) Instansi terkait adalah instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah, unit

    pelaksana teknis, dan instansi vertikal

    31) Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari masyarakat adat dan masyarakat lokal

    yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil.

    32) Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat pesisir yang secara turun-temurun

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    9

    bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur,

    adanya hubungan yang kuat dengan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta

    adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,dan hukum.

    33) Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan

    sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku

    umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya pesisir dan pulau-pulau

    kecil tertentu.

    34) Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui

    hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan

    lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai

    dengan kaidah hukum laut internasional.

    35) Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan

    masyarakat.

    36) Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik

    Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945.

    37) Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah

    sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

    38) Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan

    perikanan.

    39) Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang bertanggung jawab di bidang

    kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    10

    BAB II

    SISTEMATIKA DAN MUATAN RENCANA PENGELOLAAN

    WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

    2.1 Sistematika Rencana Pengelolaan WP3K

    Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K) sedikitnya memuat

    dan disusun menurut sistematika sebagai berikut :

    Bab I PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang Petunjuk Teknis

    1.2 Maksud dan Tujuan

    1.3 Ruang Lingkup Pengelolaan (Lingkup Geografis dan Substansi)

    1.4 Kedudukan RPWP-3-K dalam ICM dan Perencanaan Pembangunan

    1.5 Daftar istilah

    Bab II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENGELOLAAN

    2.1 Deskripsi Umum

    2.2 Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    2.3 Pola Penggunaan Lahan dan Perairan

    2.4 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir

    2.5 Permasalahan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Bab III Pendekatan dan Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan

    3.1 Proses Pendekatan

    3.2 Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan

    3.3 Tata Cara Penyusunan

    Bab IV RENCANA PEMANFAATAN SUMBERDAYA

    4.1 Rencana Pemanfaatan Sumberdaya pada Kawasan, Zona dan Sub Zona

    4.2 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan, Zona dan Sub Zona (Zoning Text)

    4.3 Arahan Prioritas Pemanfaatan Sumberdaya pada Kawasan, Zona dan Sub Zona

    BAB V KERANGKA KEBIJAKAN DAN PROSEDUR ADMINISTRASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

    5.1 Kerjasama Antar Instansi

    5.1.1 Nota Kesepahaman

    5.1.2 Mandat Lembaga

    5.1.3 Kerjasama Antar Pemerintah

    5.2 Tatalaksana Pengelolaan

    5.2.1 Koordinasi Pengelolaan

    5.2.2 Struktur Pengelolaan dan Keanggotaan

    5.3 Pertemuan dan Pelaporan

    5.3.1 Rencana Kerja Tim Koordinasi

    5.3.2 Dokumentasi dan Pelaporan

    5.4 Pengaturan Pembiayaan

    5.5 Kewenangan Pengambilan Keputusan

    5.6 Kebijakan Operasional

    5.7 Mekanisme Perijinan Proposal Proyek

    5.8 Standar Pelayanan dan Rekomendasi Perijinan

    5.9 Penetapan Penggunaan Sumberdaya

    5.10 Resolusi Konflik

    5.11 Konsultasi Publik

    5.12 Akses terhadap Informasi

    Bab VI IMPLEMENTASI KEGIATAN PENGELOLAAN

    Bab VII PENINJAUAN DAN AMANDEMEN DOKUMEN RENCANA PENGELOLAAN

    Bab VIII DAFTAR KONTAK

    Bab IX PENUTUP

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    11

    2.2 Muatan Rencana Pengelolaan WP3K

    2.2.1 Bab 1 Pendahuluan

    a. Latar Belakang

    Bagian ini menjelaskan urgensi atau alasan mengapa perlu disusun dokumen Rencana

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sebagai bagian tidak terpisahkan

    dari pengelolaan pesisir secara terpadu. Juga disajikan isu-isu dan permasalahan

    utama di wilayah yang perencanaan yang perlu dikelola secara terpadu.

    Rencana Pengelolaan WP3K merupakan bagian dari sejumlah rencana pengelolaan

    wilayah pesisir terpadu yang saling melengkapi; karenanya, tidak perlu mengulang lagi

    informasi yang sudah tercantum pada dokumen rencana lainnya. Namun demikian,

    Rencana Pengelolaan WP3K hendaknya dengan ringkas menggambarkan atau

    merujuk rencana-rencana lain, dan merangkum secara lengkap informasi latar

    belakang supaya dapat dibaca sebagai dokumen yang terpisah.

    b. Maksud dan Tujuan

    Bagian ini menyajikan maksud, tujuan dan manfaat disusunnya dokumen Rencana

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP-3-K) dalam konteks

    pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Juga dijelaskan pihak-pihak yang akan

    memanfaatkan dokumen pengelolaan ini.

    c. Ruang Lingkup Pengelolaan

    Bagian ini menjelaskan isi atau muatan teknis dokumen rencana pengelolaan serta

    penjelasan cakupan geografis implementasi wilayah pengelolaan sesuai batas

    pengelolaan administrasi pemerintahan. Misalnya, jika Rencana Pengelolaan WP3K

    disiapkan untuk kabupaten/kota, maka cakupan geografis Rencana Pengelolaan

    tersebut akan terbatas hanya pada wilayah pesisir (daratan dan perairan) yang

    berada pada batas wilayah administratif darat kabupaten dan 4 ml bagian dari wilayah

    lepas pantai.

    d. Kedudukan RPWP-3-K dalam ICM dan Rencana Pembangunan Lain

    Bagian ini berisi uraian kedudukan Rencana Pengelolaan WP3K dalam system

    perencanaan pembangunan daerah dan dalam kerangka perencanaan pengelolaan

    wilayah pesisir secara terpadu (ICM).

    Selain itu, bagian ini juga menjelaskan tentang bagaimana kaitan antara dokumen

    Rencana Pengelolaan dengan rencana-rencana lain yang sudah ditetapkan terlebih

    dahulu. Seluruh dokumen rencana pengelolaan wilayah pesisir terpadu (pengelolaan

    wilayah pesisir terpadu) tunduk pada berbagai peraturan perundangan yang berlaku

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    12

    di wilayah administratif pemerintahan (provinsi atau kabupaten) yang mendasarinya;

    dan juga pada perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Undang-undang

    Penataan Ruang (Undang- undang No. 26/2008).

    Pada dasarnya suatu dokumen rencana yang lebih rendah pada urut-urutan hukum

    harus seazas dengan rencana yang lebih tinggi di atasnya, demikian halnya dengan

    Rencana Operasional pengguna sumberdaya setempat harus seazas dengan rencana

    pemerintah. Misalnya, peruntukan wilayah pada Rencana Zonasi pengelolaan pesisir

    wilayah terpadu tidak boleh berlawanan dengan peruntukan untuk wilayah yang

    sama yang telah termuat pada rencana di tingkat lebih tinggi seperti Rencana Tata

    Ruang Wilayah. Secara umum, pengelolaan wilayah pesisir terpadu harus menambah

    rencana lain dengan mengisi kesenjangan pada cakupan ruang yang ada. Ringkasan

    rencana-rencana dan perundang-undangan yang relevan dan secara sah sudah

    ditetapkan dalam hukum yang berlaku hendaknya dimasukkan dalam bentuk tabel

    pada Rencana Pengelolaan ini.

    2.2.2 Bab 2 Gambaran Umum Wilayah Pengelolaan

    a. Deskripsi Umum

    Deskripsi umum menjabarkan informasi geografis wilayah perencanaan dalam

    koordinat geografis dan batas-batas wilayah perencanaan, iklim, geomorfologi, kondisi

    biologi/ekologinya dan pola hubungan sosial dan kegiatan ekonomi dengan wilayah

    pesisir kabupaten/kota atau provinsi tetangga dan luar kawasan. Bagian ini juga

    menyajikan suatu kaji ulang tentang terbentuknya budaya seperti kelompok etnik

    utama, nilai agama, organisasi sosial dan tradisi dan sejarah unik yang telah

    membentuk keadaan sosial- budaya masyarakat pesisir sekarang dan interaksi

    ekonomi diantara masyarakat dengan pihak luar.

    b. Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Bagian ini menjelaskan kondisi sumber daya pesisir dan pulau-pulau yang terdapat di

    seluruh wilayah lingkup pengelolaan, yang dikelompokkan dalam empat kategori:

    1) Sumber daya hayati: vegetasi pantai, mangrove, padang lamun, terumbu

    karang, biota darat dan perairan; dan lain-lain.

    2) Sumber daya non hayati : mineral, migas, pasir laut dan lain-lain.

    3) Sumber daya buatan: prasarana perikanan, prasarana perhubungan, bangunan

    pantai, pemecah gelombang (break water), tambat labuh (jetty), tembok laut (sea

    wall), dan tambak.

    4) Jasa-Jasa Lingkungan: obyek wisata bahari, media pelayaran, energi gelombang

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    13

    laut, tempat penyerapan karbon (carbon sink), dan lain-lain.

    Informasi ini diperlukan untuk menunjukkan kuantitas dan kualitas sumber daya yang

    ada beserta peluang pembangunan masa depan. Informasi ini disajikan menggunakan

    istilah non-teknis dan tanpa data rinci statistik.

    c. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan

    Bagian ini menjelaskan kondisi pola penggunaan lahan dan perairan yang didasarkan

    pada potensi sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Beberapa sektor

    utama yang berperan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau

    kecil, diantaranya: Sektor kehutanan dan Sektor pertanian; Sektor perikanan dan

    kelautan; Sektor pertambangan; Sektor pariwisata, dan Sektor pembangunan

    daerah/perkotaan agar digambarkan secara ringkas dan jelas. Selain itu diperlukan

    ruang terbuka hijau untuk mitigasi bencana (antara lain: tsunami, gempa bumi, badai,

    dan lain-lain).

    d. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir

    Bagian ini menggambarkan kondisi sosial-budaya-ekonomi yang terdapat di wilayah

    pengelolaan yang meliputi keadaan demografi dan kecenderungan dalam

    memanfaatkan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil:

    1) Distribusi populasi, jenis kelamin dan struktur umur, angka harapan hidup, angka

    kelahiran, jumlah pekerja dan pendapatan dll;

    2) Karakter sosial budaya, seperti pendidikan, kepercayaan budaya/pantangan,

    penyakit, sumber utama pencaharian atau pekerjaan dan pendapatan , kearifan

    lokal dll.;

    3) Struktur ekonomi, pada kawasan perencanaan berdasarkan kontribusi produk

    domestik pembangunan regional kotor (GDP) dari sektor utama seperti kehutanan,

    perikanan, pertambangan, pertanian, pariwisata, perhubungan, dsb.

    Berdasarkan kondisi sosial-budaya-ekonomi tersebut diharapkan dapat diantisipasi

    arahan pola demografi dan pertumbuhan ekonomi ke depan melalui

    ekstrapolasi/prediksi dari data kuantitatif yang telah dikumpulkan dari pusat data

    spatial provinsi yang sudah terbentuk, BAPPEDA, Dinas Kelautan dan Perikanan, Biro

    Pusat Statistik, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakat

    dan instansi terkait lainnya. Skenario masa depan sebaiknya diprediksi berdasarkan

    data empiris beberapa tahun sebelumnya dan diberi penjelasan singkat mengenai

    proyeksinya berdasarkan pandangan lingkungan, sosial dan ekonomi.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    14

    e. Permasalahan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Bagian ini menjelaskan berbagai isu dan permasalahan terkait dengan sumberdaya

    pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah, sedang maupun yang diperkirakan akan

    terjadi di wilayah pengelolaan. Wilayah pesisir di Indonesia memiliki berbagai potensi,

    mulai dari potensi perikanan, pariwisata, transportasi, dan energi. Namun yang

    perlu kita sadari adalah wilayah pesisir juga menyimpan potensi bencana, baik

    yang disebabkan oleh alam maupun oleh ulah manusia. Potensi tersebut dapat

    berupa tsunami, gempa bumi, abrasi, rob, banjir, pencemaran dan salah satu isu yang

    terjadi diseluruh dunia adalah pemanasan global (Global Warming) yang

    mengakibatkan kenaikan paras muka air laut (Sea Level Rise). Diharapkan dengan

    mengetahui isu-isu permasalahan atau potensi bencana yang ada di wilayah pesisir,

    Pemerintah Daerah dapat melaksanakan strategi untuk mengurangi dampak bencana

    yang akan terjadi.

    2.2.3 Bab 3 Pendekatan dan Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan

    1. Proses Pendekatan

    Bagian ini menjelaskan beberapa pendekatan yang digunakan dalam menyusun

    dokumen Rencana Pengelolaan.

    2. Proses Penyusunan Rencana Pengelolaan

    Bagian ini menjelaskan tahap-tahap yang dilalui selama proses penyusunan dokumen

    Rencana Pengelolaan. Biasanya diawali dengan pembentukan Tim Kerja dan diakhiri

    dengan legalisasi dokumen Rencana Pengelolaan. Dalam dokumen Rencana

    Pengelolaan agar dijabarkan durasi waktu yang diperlukan untuk masing-masing tahap

    kegiatan yang dilaksanakan.

    3. Partisipasi Stakeholder

    Bagian ini menjelaskan pihak-pihak stakeholder yang dilibatkan selama proses

    penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan. Selain itu, dijelaskan pula mekanisme

    partisipasi stakeholder yang dilaksanakan.

    2.2.4 Bab 4 Rencana Pemanfaatan Sumberdaya

    1. Rencana Pemanfaatan Sumberdaya pada Kawasan, Zona dan Sub Zona

    Bagian ini menjelaskan pembagian pemanfaatan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil ke

    dalam kawasan, zona dan sub zona sesuai hasil kajian sebagaimana tertuang dalam

    dokumen rencana zonasi (Provinsi/Kabupaten/Kota). Penjabarannya meliputi arahan

    rencana peruntukan ruang untuk fungsi konservasi, fungsi kawasan strategis nasional

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    15

    tertentu, fungsi pemanfaatan umum dan fungsi alur laut mencakup informasi

    mengenai lokasi dan luas untuk setiap kawasan/zona/sub zona.

    2. Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan, Zona dan Sub Zona

    Bagian ini menjelaskan berbagai ketentuan pemanfaatan untuk setiap kawasan, zona

    dan sub zona sebagai alat penertiban pemanfaatan ruang yang meliputi pernyataan

    kawasan/zona/sub zona tentang kegiatan yang diperbolehkan atau dilarang,

    ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsetif yang mengacu pada

    zoning text.

    3. Arahan Prioritas Pemanfaatan Sumberdaya pada Kawasan, Zona dan Sub Zona

    Bagian ini menjelaskan penjabaran dari indikasi program utama

    pengelolaan/pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil selama kurun waktu

    5 (lima) tahun berdasarkan skala prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan

    pembiayaan, kondisi fisik lingkungan dan sosial-ekonomi-budaya.

    2.2.5 Bab 5 Kebijakan dan Prosedur Pengelolaan WP3K

    1 Kerjasama Antar Instansi

    Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut akan melibatkan berbagai instansi lintas

    sektor. Karena itu perlu dirumuskan kewenangan atau mandat masing-masing

    instansi/lembaga, serta bentuk-bentuk kerjasama antar instansi yang terlibat dalam

    pengelolaan wilayah pesisir, termasuk peran dan komitmen masing-masing instansi

    secara teknis maupun financial.

    Bagian ini memuat kewenangan lembaga/instansi yang terlibat serta bentuk-bentuk

    pola kerjasama antar instansi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau

    kecil dalam satu kawasan/zona, antara lain :

    (1) Nota Kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU)

    Nota kesepakatan merupakan kontrak yang menetapkan komitmen formal untuk

    bekerjasama diantara instansi-instansi pemerintah daerah. Bagian ini menjelasakan

    beberapa kesepakatan yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman antar Instansi di

    daerah dalam kaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Nota Kesepakatan,

    jika ada, bisa disertakan sebagai Lampiran pada RPWP-3-K. Jika Nota Kesepakatan

    sudah ditandatangani, hendaknya nota tersebut dikutip pada bagian RPWP-3-K ini dan

    salinannya disertakan sebagai Lampiran.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    16

    (2) Mandat Lembaga

    Bagian ini menjelaskan peran dan kewenangan masing-masing lembaga/instansi

    SKPD yang terkait dalam pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir dan

    pulau-pulau kecil. Penjelasan mandat dan kewenangan serta tugas pokok dan fungsi

    tiap instansi/SKPD dapat digali dari Surat Keputusan pembentukannya. Kemungkinan

    semua lembaga pemerintah akan memiliki tanggungjawab atau program- program

    yang sedang berjalan yang relevan dengan masyarakat pesisir. Namun demikian,

    mandat lembaga pemerintah inti bersama dengan program dan kegiatannya yang

    relevan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir hendaknya dirangkum sebagai satu

    Lampiran pada RPWP-3-K (lihat Tabel 2.1).

    Tabel 2.1

    Contoh Ringkasan Mandat Instansi Serta Program Yang Relevan

    Instansi

    Mandat Relevansi dengan Pengelolaan Pesisir

    Kehutanan Melindungi dan melestarikan hutan dan taman-taman sejenis serta sumberdaya rekreasi milik negara.

    Mempraktekkan pengelolaan sumberdaya terpadu melalui kerjasama sepenuhnya dengan lembaga lain, masyarakat, dan pihak-pihak terkait.

    Memastikan bahwa persyaratan perundangan untuk pelestarian hutan yang berkelanjutan diindahkan.

    Mendorong produktivitas maksimum sumberdaya hutan milik pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

    Melaksanakan pelestarian bakau dan program rehabilitasi.

    Menerbitkan izin memanen bakau dan hutan pesisir secara berkelanjutan.

    Mengatur cagar alam di wilayah pesisir yang telah ditentukan dan wilayah konservasi lainnya.

    Diadaptasi dari Nootka Resource Board 2001

    (3) Kerjasama Antar Pemerintah

    Sumberdaya pesisir dan laut terdiri dari ekosistem yang fungsinya seringkali

    melampaui batas-batas wilayah administrasi kabupaten atau provinsi. Misalnya,

    keberlanjutan sumberdaya setempat yang memiliki nilai ekonomis seperti udang laut,

    sangat tergantung pada pelestarian ekosistem hutan bakau yang bisa saja terletak

    diluar wilayah administrasi setempat. Karenanya, diperlukan kerjasama antar

    pemerintah daerah dalam penerapan program pengelolaan wilayah pesisir terpadu

    untuk pengelolaan sumberdaya yang secara fungsional saling berhubungan. Salah

    satun bentuk kerjasama antar pemerintah daerah biasanya dituangkan dalam bentuk

    Nota Kesepahaman.

    Bagian ini menjelaskan bentuk-bentuk kerjasama yang sedang maupun akan dilakukan

    antar pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Contoh

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    17

    Nota Kesepahaman antar wilayah hukum yang berdekatan seperti ini disertakan

    sebagai Lampiran 1 pada pedoman ini.

    Dalam dokumen RPWP-3-K hendaknya dijelaskan mengapa diperlukan suatu

    kerjasama antar pemerintah daerah, sumberdaya alam yang dikerjasamakan

    pengelolaannya serta siapa yang menandatangani dokumen kerjasama tersebut.

    Rancangan atau model Nota Kesepahaman, jika ada, dapat disertakan sebagai

    Lampiran pada RPWP-3-K.

    2 Tatalaksana Pengelolaan

    Rencana Pengelolaan yang efektif memerlukan suatu sistem yang ditetapkan secara

    jelas untuk mengatur dan mengkordinasikan berbagai kegiatannya. Tanggung jawab

    rencana pengelolaan bisa didelegasikan kepada instansi pemerintah yang ada, atau

    kepada badan yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut.

    Bagian ini menjelaskan sistem tata laksana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

    pulau kecil secara terpadu yang akan diterapkan termasuk instansi atau badan

    pemerintah yang diberi tanggung jawab pengelolaan.

    (1) Badan Pengelola

    Bagian ini menjelaskan instansi atau badan yang diberi kewenangan sebagai

    penanggung jawab koordinasi dan administrasi dalam pengelolaan wilayah pesisir

    dan pulau-pulau kecil, serta uraian tugas pokok dan fungsinya.

    (2) Struktur Organisasi Pengelolaan dan Keanggotaan

    Bagian ini menjelaskan struktur organisasi badan pengelola yang diajukan untuk

    mengadministrasikan program Rencana Pengelolaan, termasuk peran dan tanggung

    jawab masing-masing komponen yang ada dalam organisasi tersebut. Hirarki

    struktur pengelolaan harus mengambarkan semua pihak yang terdapat dalam

    organisasi yang akan dibentuk untuk mengkoordinir proses pengambilan keputusan.

    Struktur tersebut biasanya terdiri dari Penanggung Jawab, Tim Pengarah, Tim

    Koordinasi serta Kelompok Kerja Teknis, dan Sekretariat. Contoh struktur bagi

    pengelolaan program pengelolaan wilayah pesisir terpadu disajikan pada Gambar 1.

    Penanggung jawab implementasi pengelolaan wilayah pesisir terpadu biasanya

    dipegang oleh kepala daerah (gubernur / bupati / walikota).

    Tim Pengarah program pengelolaan wilayah pesisir terpadu biasanya terdiri dari

    kepala badan yang bersifat koordinatif, dan kepala SKPD yang membidangi kelautan

    dan perikanan (al. Bappeda dan Dinas Kelautan dan Perikanan). Tim Pengarah

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    18

    bertugas memberikan arahan terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dipecahkan

    di tingkat-tingkat lain pada struktur pengelolaan. Selain itu, Tim Pengarah juga

    berwenang merumuskan dan menyetujui peran, tanggung jawab dan kewenangan

    untuk masing-masing Tim Koordinasi dan Kelompok Kerja Teknis.

    Gambar 1

    Contoh Struktur Pengelolaan Program ICZPM

    Tim Pengarah juga memiliki kewenangan untuk melibatkan pejabat dari instansi-

    instansi pemerintah luar daerah (pusat, provinsi atau kabupaten/kota yang

    bertetangga) untuk berpartisipasi sebagai anggota atau pengamat. Tim Pengarah juga

    bertanggung jawab untuk membuat keputusan rutin tentang pengelolaan program

    dan persoalan kebijakan, termasuk rencana kerja tahunan dan pengalokasian dana.

    Tim Pengelolaan dibantu oleh beberapa kelompok kerja teknis yang terdiri dari wakil

    badan- badan berkepentingan dengan masalah-masalah tertentu dan para pemangku

    kepentingan stakeholders dapat ikut serta dalam menjalankan peran sebagai

    penasehat. Struktur pengelolaan terpadu ini didukung oleh sebuah Sekretariat.

    Rencana Pengelolaan harus mengidentifikasi instansi mana saja yang akan

    menjalankan fungsi program kesekretariatan jika suatu lembaga terpisah seperti

    Kantor Pengelolaan Pantai Terpadu tidak dibentuk. Badan yang ditunjuk, diharapkan

    melaksanakan fungsi kesekretariatan.

    Panitia Pengarah

    Kajian Proyek

    Penilaian Lingkungan

    Konsultasi Publik

    Perencanaan Lingkungan

    Klasifikasi Sumberdaya

    Pedoman Pelaksanaan

    Penggunaan Sumberdaya dan

    Perencanaan Tata Ruang

    GIS

    Peruntukan Zona/Area

    Pembangunan

    Ekonomi

    Tenaga Kerja dan Investasi

    Promosi dan Pemasaran

    Panitia Pengelola Sekretariat

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    19

    (3) Keanggotaan Badan Pengelola

    Bagian ini menjelaskan susunan anggota badan pengelola untuk masing-masing

    bidang kerja serta ketentuan yang mengatur keanggotaan masing-masing bidang yang

    ada. Setiap bidang harus diketuai oleh seorang anggota dari Badan Pengelolaan,

    biasanya dengan pangkat kepala bidang serta memiliki latar belakang yang sesuai.

    Anggota bidang tetap adalah pejabat lembaga pemerintah setempat, biasanya dengan

    pangkat kepala sub-bidang. Meskipun setiap anggota dari Badan Pengelolaan

    cenderung hanya memimpin satu bidang, para anggota setiap bidang boleh bekerja di

    beberapa bidang atau kelompok kerja yang relevan bagi instansi mereka. Usul

    keanggotaan dari berbagai panitia dan sub-panitia dapat disajikan dalam bentuk tabel

    pada RPWP-3-K (lihat Tabel 2.2).

    Tabel 2.2

    Contoh Keanggotaan Panitia/Sub-Panitia Program Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

    Panitia / Kelompok

    Ketua

    Anggota

    Panitia Pengarah Kepala Bappeda Kabupaten Kadinas Kelautan & Perikanan Kadinas Kehutanan Kadinas Pertanian Kepala Bapedalda Dst.

    Pengamat :

    Kabid Fisik & Prasarana, Bappeda Provinsi

    Panitia Pengelolaan KaBid X, Bappeda Kabupaten KaBid Z, Dinas Kelautan & Perikanan KaBid A, Dinas Kehutanan

    KaBid Y, Dinas Pertanian

    KaBid A, Bapedalda

    Dst. Sub-Panitia Kajian Proyek KaBid A, Bapedalda Dst.

    3. Pertemuan dan Pelaporan

    Bagian ini menjelaskan tata cara dan agenda pertemuan-pertemuan yang sedang atau

    akan dilaksanakan oleh seluruh anggota Badan Pengelola.

    Meskipun diperlukan banyak pertemuan, biasanya Tim Pengarah mengadakan

    pertemuan sekurang-kurang 6 bulan sekali untuk mendiskusikan kemajuan

    menyeluruh Rencana Pengelolaan, menyetujui rencana kerja dan anggaran, serta

    menelaah laporan kerja. Anggota Tim Koordinasi harus bertemu secara formal

    sekurang-kurangnya sekali sebulan. Pokja dapat melakukan pertemuan lebih jarang

    atau lebih sering, tergantung dari sifat pekerjaan yang harus diselesaikannya. Jadwal

    pertemuan tetap menentukan kewajiban anggota dan menentukan tenggang

    waktu penyelesaian tugas-tugas yang diamanatkan.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    20

    Sebagai contoh, komentar tertulis dari bidang Kajian Proyek kepada Dinas

    Kelautan dan Perikanan sehubungan dengan satu permohonan izin yang diusulkan

    kepada DKP oleh pihak perusahaan untuk proyek budidaya kerang harus siap

    didiskusikan pada pertemuan bidang berikutnya. Cara ini memberikan kepastian

    waktu kepada para penelaah yang telah ditunjuk, lembaga/ instansi sektoral

    bersangkutan dan pengusul proyek untuk menyerahkan/menerima tanggapan.

    Rencana Pengelolaan harus menentukan frekwensi pertemuan minimum bagi

    masing-masing Bidang/sub bidang, dan menegakkan bahwa jadwal atau tanggal

    pertemuan harus ditentukan setiap tahun sebagai bagian dari Rencana Kerja

    Pengelolaan.

    (1) Penyusunan Rencana Kerja Pengelolaan

    Sebagaimana disebutkan di atas, Badan Pengelolaan harus mempersiapkan

    Rencana Kerja dan anggaran tahunan agar dapat memperoleh pendanaan bagi

    kegiatan operasional mereka, yang kemungkinan besar melalui instansi anggota

    badan sebagai penanggung jawab rencana pengelolaan. Bagian ini menjelaskan

    bagaimana badan pengelolaan dalam mempersiapkan Rencana Kerja Pengelolaan

    yang juga melibatkan instansi-instansi yang akan terlibat.

    Struktur Rencana Kerja Pengelolaan dan anggaran juga harus dijelaskan secara

    lengkap termasuk rencana alokasi waktu pelaksanaan Rencana Kerja Pengelolaan

    harus selesai. Diharapkan bahwa perencanaan pekerjaan akan sejalan dengan

    siklus perencanaan proyek di Indonesia.

    Biasanya, Rencana Kerja Pengelolaan gabungan (juga disebut Rencana Bisnis atau

    Rencana Pelayanan) diajukan dalam seksi di masing-masing Bidang/sub bidang yang

    menguraikan secara singkat hasil-hasil yang telah dicapai di masa lalu, tanggung jawab

    (masing-masing sesuai dengan TOR), kegiatan yang diusulkan, jadwal, hasil/luaran

    yang diharapkan, dan kebutuhan anggaran.

    Jadwal kegiatan diuraikan secara ringkas dengan menggunakan diagram Gantt

    (diagram batang). Rencana anggaran diharapkan dapat mengikuti format RAB (lihat

    Tabel 2.3).

    Tabel 2.3

    Total Anggaran Berdasarkan Format RAB

    No

    Uraian Kegiatan

    Volume Fisik Volume Kegiatan Biaya Satuan (Rp.)

    Jumlah Biaya (Rp.) Jumlah Satuan Jumlah Satuan

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    21

    Rencana Kerja Pengelolaan yang digambarkan di atas adalah khusus untuk kegiatan

    berbagai panitia program. Lebih jauh lagi, Badan Pengelolaan diharapkan

    mengkordinasikan persiapan Rencana Kerja pengelolaan wilayah pesisir terpadu lintas

    sektoral untuk setiap tahun fiskal berdasarkan Rencana Aksi pengelolaan wilayah

    pesisir terpadu multi-tahun.

    (2) Dokumentasi dan Pelaporan

    Bagian RPWP-3-K ini menjelaskan persyaratan untuk mempersiapkan laporan kinerja,

    pengarsipan dan sirkulasi dokumen, serta aksesibilitasnya. Biasanya, laporan

    kemajuan kegiatan pengelolaan per triwulan disampaikan dalam jangka waktu 30 hari

    pada akhir triwulan tahun fiskal. Laporan triwulan terakhir pada tahun fiskal tersebut

    berfungsi sebagai laporan tahunan yang merangkum semua kegiatan dan kemajuan

    pada tahun tersebut. Laporan administrasi ini boleh mengikuti struktur Rencana Kerja.

    Lebih jauh lagi, pengelola program mungkin memilih untuk menyiapkan berbagai

    laporan teknis seperti Laporan Status Pembangunan dan Lingkungan Pantai.

    Laporan Status tersebut diharapkan dapat memantau tolok ukur (indikator) kinerja

    untuk pencapaian tujuan dan sasaran program rencana pengelolaan sesuai dengan

    Rencana Strategis, dan bisa dijadikan sebagai laporan tahunan atau dua-tahunan.

    Semua anggota badan pengelola termasuk pokja harus membuat catatan tertulis

    untuk mendokumentasikan proses pengambilan keputusan. Catatan-catatan ini

    biasanya diterima oleh pihak Sekretariat program segera setelah pertemuan selesai.

    Semua tanggal pertemuan harus ditandai. Semua laporan yang dibuat setelah

    berlangsungnya suatu peristiwa atau keputusan, sering dianggap mengada-ada.

    Laporan kinerja harus dilaporkan kepada masyarakat. Biasanya, laporan hasil rapat

    internal dan perihal surat menyurat hanya perlu diedarkan kepada kalangan lembaga

    dan panitia yang relevan saja. Sifat dokumen dan persyaratan pelaporannya dapat

    dirangkum dengan menggunakan tabel (lihat Tabel 2.4).

    Tabel 2.4

    Contoh Dokumentasi Persyaratan Pelaporan

    Jenis Dokumen Tugas Standar Sirkulasi

    Laporan Rapat Sub- Panitia

    Pimpinan Rapat Dikirim ke Sekretariat dalam waktu tidak lebih dari 7 hari setelah pertemuan

    Panitia Pengelolaan.

    Anggota Sub-Panitia.

    Pihak lain yang ditentukan.

    4. Pengaturan Pembiayaan

    Seperti telah diuraikan, kegiatan-kegiatan panitia penyusunan rencana pengelolaan harus

    mendapatkan dukungan pembiayaan. Kecuali untuk honor anggota panitia, operasional

    sekretariat dan bahan rapat. Oleh karena itu, tergantung dengan kesepakatan yang ada,

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    22

    setiap lembaga yang terlibat program diharapkan untuk menyediakan sendiri biaya-biaya

    untuk jam kerja stafnya, perjalanan, peralatan, komunikasi dan publikasi, sebagai bagian

    dari kontribusi lembaganya dalam rencana pengelolaan.

    Bagian ini menjelasakan uraian tentang pengaturan pembiayaan untuk semua aktivitas

    terkait pengelolaan pesisir. Walaupun pengaturan tersebut mungkin sudah dicantumkan

    dalam Nota Kesepakatan antar lembaga yang terlibat, kesepakatan tersebut tetap harus

    ditegaskan kembali di sini.

    5. Kewenangan Pengambilan Keputusan

    Hirarki kewenangan pengambilan keputusan dan kriteria untuk penyerahan ke jenjang

    yang lebih tinggi harus dijelaskan pada bagian ini dalam RPWP-3-K. Misalnya, proyek-

    proyek yang sejalan dengan tujuan Rencana Zonasi, tidak menimbulkan dampak

    lingkungan dan sedikit bersentuhan dengan masyarakat, lembaga/instansi sektor

    mempunyai kewenangan penuh untuk memberikan izin. Jika menyangkut masalah

    lingkungan yang lebih serius terkait dengan proyek sehingga harus dilakukan mitigasi,

    maka hak veto atau persetujuan akhir mungkin harus diberikan kepada Bapedalda.

    Jika terdapat dampak lingkungan besar dan juga manfaat ekonomi besar yang harus

    dipertimbangkan, maka kewenangan arbitrasi dapat saja diberikan Kepada Bappeda

    (atau Bupati). Kriteria penyerahan wewenang harus dijelaskan dengan rinci untuk

    menghindari penafsiran ganda, dan harus merupakan pelengkap dan bukan sebaliknya

    malah menimbulkan konflik dengan peraturan yang sudah ada.

    6. Kebijakan Operasional

    Di bagian ini dalam RPWP-3-K sebaiknya ditetapkan, setiap standar fisik perencanaan

    nasional atau internasional, sistem klasifikasi habitat, prosedur penilaian dampak

    lingkungan, standar kerja industri, dsb. yang harus dipakai dalam pengambilan

    keputusan program pengelolaan pesisir terpadu. Misalnya, pada komponen Survei dan

    Pemetaan MCRMP, Standar Nasional Indonesia (SNI) diperlukan untuk peta topografi

    sedangkan International Hydrographic Organization (IHO) Standard 44 dipakai untuk

    mengumpulkan data batimetri. Standar keakuratan peta pada pengelolaan spasial

    wilayah tercantum dalam PP 10/2000. Standar-standar ini sudah ditetapkan sebagai

    kebijakan resmi MCRMP.

    SNI dan perundang-undangan yang terkait dengan pemetaan dapat diperoleh dari

    Bakosurtanal, dan standar Penilaian Dampak Lingkungan dapat diperoleh dari Kantor

    Menteri Lingkungan Hidup. Instansi-instansi lain seperti Kehutanan dan Pertambangan

    akan mempunyai petunjuk operasional atau praktek pengelolaan terbaik untuk para

    pengguna sumberdaya yang mungkin saja dapat dipakai sebagai pegangan dalam

    penilaian proposal proyek. Persyaratan untuk memasukkan informasi kedalam

    database standar provinsi dan nasional seperti GMRIS harus juga ditentukan dengan jelas.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    23

    7. Mekanisme Perijinan

    Bagian ini dalam RPWP-3-K harus menjelaskan proses permohonan dan kaji ulang

    terkordinasi yang harus diikuti menurut tahapannya oleh pemohon proyek/pelamar untuk

    mendapatkan izin pemanfaatan sumberdaya atau pembangunan. Izin adalah suatu

    persetujuan yang diberikan oleh pemerintah untuk melaksanakan aktivitas tertentu yang

    sesuai dengan sasaran suatu zona; dan merupakan alat pengelolaan sumberdaya utama

    yang ada pada lembaga pemerintahan.

    (1) Formulir dan Prosedur Permohonan

    Sudah biasa pada setiap program pengelolaan wilayah pesisir terpadu untuk

    menentukan suatu Formulir Permohonan Umum (FPU) yang akan digunakan oleh

    semua lembaga yang terlibat untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan

    bagi penilaian suatu proyek atau pemanfaatan sumberdaya yang diajukan. Akan

    tetapi, jika FPU tidak harus dibuat, maka cukup dengan merinci formulir permohonan

    apa yang cocok pada masing-masing lembaga sektor. Berdasarkan lokasi, ukuran dan

    dampak potensial dari aktivitas yang diajukan, berbagai alur prosedur bisa saja

    direncanakan. Alur prosedur dan kriteria-kriteria seleksi ini harus dijelaskan dalam

    RPWP-3-K. Misalnya dapat saja digunakan sistem tiga alur sebagai berikut:

    Alur Telaah Cepat: cocok untuk proyek pemanfaatan sumberdaya atau

    pembangunan yang sejalan dengan sasaran zona; tersedia petunjuk baku

    pelaksanaan atau pengelolaan kerja; kecil kemungkinan terjadi dampak yang

    merugikan; tidak beresiko terhadap habitat sensitif dan sumberdaya berharga; dan

    kepentingan masyarakat akan kecil. Telaah dilakukan oleh lembaga sektor terkait

    atas nama program pengelolaan wilayah pesisir terpadu, meskipun bisa saja

    berkonsultasi dengan mitra program yang lain, dan keputusan akhir diarsipkan di

    Sekretariat program.

    Telaah Standar: sesuai untuk diterapkan pada proyek-proyek pembangunan atau

    pemanfaatan sumberdaya yang sejalan dengan sasaran zona, namun tidak dilengkapi

    dengan petunjuk operasional atau praktek pengelolaan kerja baku; kemungkinan

    menimbulkan dampak lingkungan yang cukup besar, ada kemungkinan berpengaruh

    terhadap habitat sensitif dan sumberdaya yang berharga; dan diantisipasi akan

    berkaitan dengan kepentingan masyarakat (publik). Telaah dilakukan oleh sub-

    Panitia Kajian Proyek dari program pengelolaan wilayah pesisir terpadu, disertai

    rekomendasi tertulis kepada lembaga sektor (pengelola). Keputusan akhir akan

    diarsipkan di Sekretariat program.

    Telaah Menyeluruh: tepat untuk proyek-proyek pembangunan yang mungkin tidak

    sejalan dengan sasaran zona; tidak ada petunjuk operasional atau praktek

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    24

    pengelolaan kerja terbaik; kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan yang

    signifikan, ada ancaman terhadap habitat sensitif dan sumberdaya yang berharga;

    dan jelas-jelas ada konflik atau kepentingan publik. Telaah dilakukan oleh suatu

    Kelompok Kerja (Task Force) yang dibentuk oleh Panitia Pengelolaan program

    pengelolaan wilayah pesisir terpadu disertai rekomendasi tertulis kepada lembaga

    sektor (pengelola).

    Gambar 2

    Contoh Proses Kaji Ulang Proyek Pengelolaan Wilayah Pesiisr Terpadu

    (2) Proses Telaah

    Bagian ini harus menjelaskan proses telaah permohonan yang harus diikuti (lihat

    Gambar 2). Proses yang ditentukan harus memberikan kesempatan bagi publik untuk

    berpartisipasi dengan maksud untuk membangun kepercayaan publik terhadap

    proses tersebut. Harap dicatat bahwa Panitia program pengelolaan wilayah pesisir

    terpadu tidak mengeluarkan izin, tetapi memberikan rekomendasi kepada lembaga

    sektor (pengelola) sebelum mereka memberikan keputusan perizinan terhadap

    Pra -Permohonan Diskusi antar Lembaga Sektor dan

    Pemohon

    Permohonan Proyek disampaikan oleh pemohon

    kepada sLembaga Sektor

    Alur Telaah Proyek ditetapkan dan Pemohon diberitahu oleh

    Lembaga Sektor

    Permohonan lengkap disampaikan oleh Lembaga Sektor kepada Sekretarian

    Pengelolaan

    Telaah awal dan konfirmasi alur telaah oleh sub-panitia

    pengkaji proyek (P3)

    Permohonan disebarkan oleh sekretariat pengelolaan wilayah pesisir terpadu

    kepada para instansi dan pusat informasi publik

    Tanggapan instansi dan masyarakat dikembalikan ke

    sekretariat pengelolaan wilayah pesisir terpadu

    Pemohonan dan komentar dipertimbangkan oleh P3.

    Dilakukan pertemuan "open house" jika diperlukan

    P3 mempersiapkan satu "jawaban terkoordinir" sebagai wakil anggota program pengelolaan

    Jawaban dari program dikirim oleh sekretariat pengelolaan

    wilayah peisisr terpadu kepada Lembaga Sektor

    Lembaga Sektor menyetujui atau menolah permohonan

    proyek

    Lembaga sektor menyampaikan keputusan kepada pemohon proyek

    Tahapan Pra-Telaah

    Tahapan Telaah Proyek

    Tahapan Pasca Telaah

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    25

    proyek. Dari perspektif pemohon proyek, telaah yang dilakukan haruslah

    memfasilitasi dialog yang efektif dengan lembaga pemerintah dan menyoroti isu-isu

    penting dalam perencanaan proyek sedini mungkin sehingga langkah-langkah

    perbaikan dapat dilakukan.

    Secara umum, telaah proyek harus mengikuti tiga tahapan prosedur:

    Pada tahapan Pra-Telaah, pengusul proyek akan bekerja dengan lembaga

    sektor (pengelola) untuk memastikan bahwa proposal sudah dibuat dengan

    memuat semua informasi yang diperlukan.

    Pada tahapan Kajian Proyek, proposal diserahkan oleh lembaga sektor

    melewati alur prosedur yang benar dan dilanjutkan dengan tahapan-tahapan

    telaah.

    Pada tahap Pasca-Telaah, penilaian dan rekomendasi dari program pengelolaan

    wilayah pesisir terpadu diserahkan lagi ke lembaga sektor untuk pengambilan

    keputusan. Arsip program pengelolaan wilayah pesisir terpadu untuk masing-

    masing proposal harus diperbaharui dengan informasi berdasarkan

    rekomendasi kajian proyek dan keputusan final oleh lembaga sektor

    (pengelola).

    8. Standar Pelayanan

    Untuk memberikan tingkat pelayanan yang konsisten terhadap masyarakat publik,

    waktu tanggapan maksimum harus ditentukan pada setiap tahapan proses telaah

    proyek. Waktu tanggapan maksimum biasanya akan bervariasi tergantung pada alur

    prosedur yang ditentukan untuk suatu proposal proyek. Di dalam RPWP-3-K standar

    pelayanan untuk setiap tahapan prosedur telaah proyek dapat disajikan dalam

    bentuk tabel (lihat Tabel 2.5).

    Tabel 2.5

    Contoh Standar Pelayanan untuk Proses Telaah Proyek

    Tahapan Alur Telaah Cepat Telaah Standar Telaah Menyeluruh

    1. Diskusi pra- Permohonan

    Sesering mungkin tergantung kebutuhan, dan dilaksanakan dalam 5 hari kerja dari permohonan perjanjian pertama

    Sesering mungkin tergantung kebutuhan, dan dilaksanakan dalam 5 hari kerja dari permohonan perjanjian pertama

    Sesering mungkin tergantung kebutuhan, dan dilaksanakan dalam 5 hari kerja dari permohonan perjanjian pertama

    2. Pemilihan Jalur Review dan Pengumuman Pemohon

    Dalam 3 hari kerja setelah hari penyerahan permohonan

    Dalam 5 hari kerja setelah hari penyerahan permohonan

    Dalam 7 hari kerja setelah hari penyerahan permohonan

    Disadur dari FREMP 1994

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    26

    Biaya-Biaya Permohonan Telaah dan Perizinan

    Bagian ini dalam RPWP-3-K harus mengidentifikasi setiap biaya yang harus dibayar

    untuk setiap jenis review/telaah, dan kapan biaya-biaya tersebut harus dibayarkan.

    Berbagai biaya permohonan kajian dapat dirangkum dalam sebuah tabel (lihat

    Tabel 2.6).

    Tabel 2.6

    Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Review/Telaah

    Jenis Review Biaya Review Jadwal Pembayaran

    Alur Telaah Cepat (ATC) Rp. xx.xxx.xxx Biaya ATC dapat dibayarkan kepada pihak pengelola bersamaan dengan permohonan

    Telaah Standar (TS) Rp. xx.xxx.xxx Biaya ATC dapat dibayarkan kepada pihak pengelola bersamaan dengan permohonan

    Saldo biaya TS akan dibukukan jika Telaah Standar dianggap perlu

    Telaah Standar (TS-OHP) dengan Open House Publik

    Rp. xx.xxx.xxx Sama seperti Telaah Standar di atas kecuali saldo biaya dapat dibayarkan sebelum pelaksanaan Open House

    Disadur dari Port of Vancouver 2001

    Biasanya untuk biaya telaah minimum yang harus dibayar (seperti Alur Telaah

    Cepat) dikumpulkan pada lembaga sektoral (pengelola) pada saat pengumpulan

    formulir permohonan lengkap. Satu tabel lainnya (lihat Tabel 2.7) bisa saja

    diikutsertakan untuk mengidentifikasi biaya-biaya perizinan sebenarnya yang

    dipungut oleh setiap lembaga sektoral berdasarkan peraturan pemerintah saat ini.

    Tabel 2.7

    Contoh Daftar Biaya untuk Setiap Jenis Permohonan Data

    No. RP Penanggung Jawab Jenis Perizinan Biaya Perizinan No Peraturan

    1.01 Dinas Pertambangan Kab. A Kelas C Pasir & Krikil

    Rp. x per tahun Perda XYZ/1995

    No. RP. Nomor rujukan bagi Rencana Pengelolaan (RP)

    9. Penetapan Penggunaan Sumberdaya

    Bagian ini dalam RPWP-3-K harus menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan izin

    membangun atau memanfaatkan sumberdaya dan batasan apa saja yang harus

    dilampirkan dalam izin tersebut. Fungsi izin lebih luas dari sekedar mendapatkan sewa

    dari eksploitasi suatu sumberdaya negara atau untuk mengontrol aktivitas

    pembangunan. Izin memberikan arti yang bermanfaat untuk mengumpulkan informasi

    tentang pengguna sumberdaya dan data tentang bagaimana pola pemanfaatan

    sumberdaya tersebut. Setiap wilayah administrasi dan instansi sektoral kemungkinan

    akan mempunyai sedikit perbedaan persyaratan bagi orang yang membutuhkan izin,

    jenis izin apa yang akan dikeluarkan, dan kapan serta di mana izin tersebut akan

    diberlakukan. Kriteria dan kondisi perizinan ini untuk pemanfaatan sumberdaya yang

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    27

    penting beserta maksud untuk menetapkan persyaratan baru bagi perizinan lokal dapat

    dirangkum dalam sebuah tabel (lihat Tabel 2.8).

    Tabel 2.8

    Contoh Jenis Pemanfaatan Sumberdaya dan Kriteria

    Pemanfaatan Sumberdaya

    Izin yang

    diperlukan * Kriteria No. Peraturan

    (Jika ada) Berlakunya

    PENANGKAPAN IKAN

    Nafkah

    (Pemenuhan Kebutuhan Sendiri)

    Tidak ada Kapal penangkap ikan tanpa mesin atau kurang dari 1 GT menggunakan pancing, bubu, jaring insang, lempara dasar atau alat tangkap kecil lainnya

    Kepmen YZ/2000 Semua wilayah, kecuali zona SR16, E05 & SA12 dan DPL yang dibuat berdasar- kan peraturan lokal

    * Jika diperlukan izin, gunakan No. Referensi Rencana Pengelolaan pada Tabel 2.7.

    Pada akhirnya, semua pengguna sumberdaya seharusnya diminta mendapatkan izin.

    Perizinan akan mendukung proses perencanaan, walaupun izin pemanfaatan sumberdaya

    harus dikeluarkan secara gratis (tanpa biaya) kepada warga masyarakat miskin.

    Spesifikasi kebiasaan (praktek) atau teknologi pemanfaatan sumberdaya yang dibolehkan

    harus merupakan bagian dari izin pemanfaatan sumberdaya yang dikeluarkan untuk

    tempat/lokasi tertentu oleh lembaga sektor terkait, atau yang diminta sebagai bagian dari

    Rencana Operasional pengembang. Jika praktek pemanfaatan sumberdaya dibuat

    sebagai bagian dari rencana pemerintah (misalnya Rencana Zonasi) maka praktek

    tersebut harus secara konsisten diikuti semua pemegang izin. Meskipun demikian,

    prosedur ini dapat saja mengurangi fleksibilitas di masa yang akan datang dalam

    penggunaan metode-metode alternatif dan untuk memperkenalkan inovasi-inovasi teknis

    pada tingkat operasional. Karena itu, praktek-praktek yang ditentukan dalam suatu

    rencana pemerintah harus berdasarkan pengertian yang jelas tentang pilihan yang ada

    serta implikasinya. Disarankan praktek dan teknologi tidak diperjelaskan sebagai bagian

    dari suatu rencana pemerintah kecuali jika alasan untuk penerapan hal tersebut layak

    secara teknis dan dapat diterima secara umum. Misalnya, jika diperlukan untuk mencapai

    sasaran-sasaran pengelolaan tertentu.

    Persetujuan pemanfaatan sumberdaya dapat berupa beberapa bentuk. Misalnya, dalam

    hal perikanan tangkap bentuk-bentuk persetujuan bisa meliputi:

    Pemanfaatan untuk memenuhi kebutuhan hidup/tradisional;

    Izin masuk musiman atau temporer;

    Izin panen komersial skala kecil;

    Izin panen skala komersial (industri).

    Persyaratan-persyaratan persetujuan harus dilampirkan pada izin pemanfaatan.

    Persyaratan minimum seharusnya memuat tanggal berakhir izin, lokasi/daerah tertentu

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    28

    dan teknologi yang akan digunakan (seperti jenis alat tangkap, jumlah alat, ukuran mata

    jaring). Persyaratan lain bisa saja memuat jenis spesies yang ditargetkan, besarnya

    produksi (seperti total tangkapan yang dibolehkan), persyaratan laporan pendaratan,

    dan sebagainya. Persyaratan persetujuan ini dimaksudkan untuk melaksanakan

    monitoring dan untuk mengelola secara efektif sumberdaya yang dapat diperbaharui.

    Izin pembangunan harus memberikan penjelasan yang detil tentang wilayah dan

    sumberdaya yang akan terpengaruh; dan semua persyaratan bagi praktek pemanfaatan

    yang berkelanjutan, rehabilitasi dan konservasi. Persyaratan mininum apa saja untuk izin

    pemanfaatan sumberdaya atau pembangunan harus dijelaskan pada bagian ini dalam

    RPWP-3-K.

    Prosedur pembatalan suatu izin pemanfaatan sumberdaya harus juga diidentifikasi

    dalam RPWP-3-K. Pembatalan izin mungkin diperlukan karena berbagai alasan di

    antaranya:

    Penerapan kegiatan-kegiatan ilegal oleh pemegang izin (seperti pengeboman

    ikan, menangkap ikan dengan cara meracun, pemakaian alat tangkap ilegal atau

    tidak berizin, penangkapan spesies yang dilindungi, dst);

    Merubah peruntukan zona yang telah ditentukan, atau sasaran pengelolaannya;

    Mengurangi aktivitas dengan tujuan untuk melakukan mitigasi/rehabilitasi di

    habitat sensitif dan di wilayah yang memiliki spesies langka atau terancam punah.

    Pembatalan izin dilakukan oleh lembaga sektor (pengelola) dan harus mengikuti proses

    pengambilan keputusan yang telah ditentukan serta tanggung jawab dan persyaratan

    informasi yang jelas. Proses ini dapat dirangkum dalam sebuah diagram atau tabel (lihat

    Tabel 2.9).

    Tabel 2.9

    Contoh Proses Pembatalan Sebuah Izin Pemanfaatan Sumberdaya

    Tahapan Kegiatan Penanggung Jawab

    1. Keputusan untuk memulai proses pembatalan dilakukan dan dicatat secara tertulis dengan justifikasi dikirim ke instansi sektor terkait dan pemegang izin

    Pegawai

    2. Menentukan konsultasi ekternal dan internal apa yang diperlukan dan menyiapkan proposal bagaimana konsultasi akan dilakukan

    Lembaga Sektor (Pengelola)

    3. Menetapkan apakah diperlukan peringatan publik pada awal proses pembatalan

    Lembaga Sektor (Pengelola)

    4. Membuat proposal untuk mencabut izin dan membuat rekomendasi kepada pihak yang berwenang

    Lembaga Sektor (Pengelola)

    5. Mempersiapkan konsultasi publik (jika diperlukan) Lembaga Sektor (Pengelola)

    6. Menyediakan hasil konsultasi publik, dan informasi lain yang diperlukan kepada otoritas penanggung jawab (al. Bupati)

    Lembaga Sektor (Pengelola)

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    29

    7. Membuat ketetapan tentang proposal dan semua penolakan, dan menginformasikannya ke lembaga sektor.

    Otoritas Penanggung Jawab (al. Bupati)

    8. Pemegang izin diberitahu apakah pembatalan dikabulkan Lembaga Sektor (Pengelola)

    9. Jika dikabulkan, pembatalan dicatat di Buku Registrasi Publik Kordinator Program ICZM (Bappeda)

    Diambil dari Pemerintah Daerah New Zealand 1998

    10. Resolusi Konflik

    Penyelesaian konflik (perselisihan) harus sejalan dengan tingkatan kewenangan yang

    diberikan kepada pembuat keputusan berdasar perundang-undangan. Kebanyakan

    perselisihan antara instansi pemerintah akan bermula pada saat penetapan sasaran

    pengelolaan dan batas-batas zona. Pada umumnya, perselisihan antar instansi harus

    diatasi pada tingkat profesional dan teknis sedini mungkin pada proses perencanaan.

    Perselisihan antara pemangku kepentingan yang lain bisa saja terjadi dalam beberapa

    kombinasi:

    Antar kelompok yang berbeda di tingkat desa;

    Antar kelompok dari desa yang berbeda;

    Antar kelompok lokal dan instansi pemerintah;

    Antar kelompok lokal dan perusahaan swasta atau Lembaga Swadaya Masyarakat.

    Konflik dalam pengelolaan sumberdaya biasanya berasal dari perbedaan interpretasi

    tentang distribusi sumberdaya dan wewenang pengambilan keputusan terhadap

    pemakaiannya. Isu-isu ini dapat dibicarakan melalui suatu proses klarifikasi dan

    pengakuan terhadap hak-hak ulayat untuk akses atau memanfaatkan sumberdaya.

    Proses-proses yang seharusnya diikuti dalam penyelesaian berbagai jenis konflik

    dijelaskan di bagian ini dalam RPWP-3-K.

    Jalur penyelesaian konflik lainnya harus juga disediakan. Misalnya, isu antara pengguna

    sumberdaya bisa saja diatasi melalui diskusi langsung antara pihak-pihak yang terkait

    yang dijembatani oleh wakil dari instansi sektoral (pengelola). Jika tidak ada jalan keluar,

    kemudian semua pihak bisa bersepakat mengikuti kesepakatan arbitrasi di mana

    semua pihak akan tunduk kepada keputusan wasit netral yang ditunjuk oleh instansi

    sektoral.

    Jika konflik terjadi antara pemohon proyek dan instansi sektoral, maka proses pengajuan

    permintaan banding harus dijelaskan. Dalam proses banding, pengambil keputusan

    akhir harus diidentifikasi. Pada kebanyakan kasus, pengambil keputusan akhir adalah

    Eksekutif Senior di daerah (Bupati).

    11. Konsultasi Publik

    Proses yang harus diikuti untuk menyelenggarakan konsultasi publik dalam keputusan-

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    30

    keputusan pengelolaan wilayah pesisir terpadu harus dijelaskan pada bagian ini dari

    RPWP-3-K. Pada proses Partisipasi Publik, para Pemangku Kepentingan sebenarnya

    merembukkan penyelesaian yang bisa diterima dan bermanfaat bagi semua pihak

    bersama-sama dengan lembaga sektor (pengelola). Akan tetapi, proses Konsultasi Publik

    hanya mengikutsertakan pandangan-pandangan Pemangku Kepentingan yang diperlukan

    sebelum keputusan akhir dibuat oleh lembaga sektor. Konsultasi publik biasanya

    menyangkut pemberian informasi kepada Pemangku Kepentingan tentang proposal

    tertentu yang sedang dipertimbangkan, dan mengumpulkan berbagai masukan dari

    mereka. Informasi pendahuluan yang disediakan oleh sebuah lembaga harus

    menyarankan pihak-pihak yang tertarik tentang isu yang sedang berkembang dan

    mungkin juga mengemukakan beberapa pilihan spesifik. Informasi yang diberikan bisa

    juga menjelaskan kecenderungan pilihan lembaga sendiri diantara beberapa pilihan

    yang ada.

    Prinsip-prinsip konsultasi efektif termasuk:

    Harus sungguh-sungguh konsultasi harus memberitahukan bahwa keputusan

    masih belum diambil;

    Memberikan informasi yang cukup kepada semua pihak yang berkepentingan

    tentang latar belakang yang relevan;

    Memberikan waktu yang cukup bagi keterlibatan semua pihak;

    Menyikapi semua tanggapan mereka dengan pikiran terbuka;

    Mengeluarkan keputusan yang wajar dan adil berdasarkan berbagai komentar

    yang didapatkan.

    (1) Proses Konsultasi Publik

    Petunjuk untuk menentukan tingkat konsultasi publik yang diperlukan dalam telaah

    satu proposal dan metode yang akan digunakan harus dijelaskan di dalam sub-bagian

    RPWP-3-K. Pembentukan kelompok kerja tenaga ahli dan dewan (gugus) penasehat

    yang terdiri dari lintas kepentingan merupakan langkah penting pada kebanyakan

    konsultasi. Akan tetapi, konsultasi jangan sampai hanya terbatas kepada orang-

    orang yang memiliki pengetahuan teknis dan kepentingan komersial.

    Ketergantungan hanya kepada individu tertentu bisa menimbulkan kesan bahwa

    kepentingan-kepentingan tertentu lebih diutamakan.

    Tidak setiap lapisan masyarakat harus dikonsultasi secara langsung. Pada saat

    penentuan siapa yang harus dikonsultasi, pertimbangan perlu diberikan kepada

    berapa besar ukuran kelompok-kelompok Pemangku Kepentingan yang sebenarnya,

    lokasi dan kepentingan mereka. Biaya yang harus dikeluarkan oleh semua pihak,

    kecenderungan pilihan masyarakat berkenaan dengan format masukan (tertulis,

    lisan, orang-per-orang), dan tingkat pengetahuan atau pemahaman terhadap isu-isu

    berikut implikasinya, merupakan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi

    efektivitas proses konsultasi.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    31

    Terdapat metoda yang banyak untuk menjangkau Pemangku Kepentingan yang

    diinginkan dan metoda ini dapat disesuaikan dengan tingkatan konsultasi yang

    dirasakan perlu untuk dilakukan. Beberapa metoda ini meliputi:

    Pencatatan dalam Buku Registrasi Publik Terbuka;

    Pengumuman terbuka di media masa untuk mengundang tanggapan tertulis;

    Mengumpulkan pendapat (polling) dari sejumlah pejabat pemerintah

    pengambil keputusan dan tokoh-tokoh masyarakat;

    Kelompok kerja ahli terdiri dari para teknokrat profesional;

    Dewan (gugus) penasehat terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, industriawan,

    LSM dan pemerintah;

    Diskusi kelompok fokus kecil yang merupakan wakil dari reaksi Pemangku

    Kepentingan yang terkena dampak;

    Survei (misalnya, Participatory Rapid Appraisal/PRA);

    Seminar dan Lokakarya;

    Rapat-rapat kelompok kecil masyarakat di daerah yang terpengaruh;

    Pertemuan umum (Open House) di lokasi yang terkena dampak.

    Metoda-metoda di atas diurut menurut besarnya biaya dan tingkat kompleksitasnya

    dalam penyelenggaraan. Metoda konsultasi yang sesuai dapat dipilih berdasarkan

    ruang lingkup dan pentingnya permasalahan (isu) yang dihadapi. Pemangku

    Kepentingan dapat diinformasikan dan diberikan kesempatan untuk memberikan

    tanggapan berkenaan dengan hal-hal rutine melalui pencatatan publik dan

    pengumuman terbuka. Keseluruhan metoda dapat digunakan bila diperlukan untuk

    isu-isu kontroversial atau yang memiliki dampak lingkungan penting.

    Sebagai contoh, implementasi Rencana Zonasi, atau amandemen rencana tersebut,

    dapat memiliki konsekuensi nyata untuk pengguna sumberdaya yang ada sekarang

    maupun terhadap kepentingan para Pemangku Kepentingan yang lain. Karena itu

    biasanya disarankan untuk menggunakan metode konsultasi seluas-luasnya dan

    suatu rencana konsultasi harus dipersiapkan untuk mengorganisir proses tersebut.

    Tabel 2.10

    Contoh Petunjuk untuk Menentukan Tingkat Konsultasi Publik

    Isu/Hal

    Karakteristik

    Metode Konsultasi

    Izin Alur Telaah Cepat

    Sejalan dengan tujuan pengelolaan zona

    terlibat; Tidak mengancam sumberdaya

    berharga dan habitat sensitif;

    Kepentingan publik terbatas;

    Tercatat dalam Buku Registrasi Publik Terbuka

    Terpampang pada Papan Penumuman Desa.

  • Petunjuk Teknis

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

    32

    Karena Rencana Pengelolaan kemungkinan tidak kontroversial terhadap pengguna

    sumberdaya, konsultasi bisa saja dibatasi menjadi pengumuman publik atau diskusi

    kelompok kerja para ahli. Persyaratan minimum konsultasi bagi berbagai hal

    pengelolaan sumberdaya dapat dirangkum dalam tabel (lihat Tabel 2.10).

    (2) Bentuk-bentuk Pendapat Masyarakat

    Kesempatan harus diberikan kepada publik untuk menggunakan berbagai cara

    dalam menyampaikan pendapat. Kebanyakan, masukan tertulis merupakan bentuk

    yang dapat diterima dalam penyampaian pendapat. Bentuk-bentuk yang lebih maju

    lagi seperti e-mail dan web-logs bisa juga diterima seiring dengan peningkatan

    akses teknologi informasi. Akan tetapi kesempatan untuk melakukan hal yang sama

    harus juga diberika