Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rs

37
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1. Infeksi Nosokomial 1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak dan berkembang hidup dengan cara menyebar dari satu ruang keruang lain sehingga menimbulkan sakit pada seseorang. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatann penyakit dalam, perawatan intensif dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan paasien tersebut tidak menunjukan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

description

PEDOMAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RS.docx

Transcript of Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rs

BAB 1TINJAUAN PUSTAKA

1. Infeksi Nosokomial1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi NosokomialInfeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak dan berkembang hidup dengan cara menyebar dari satu ruang keruang lain sehingga menimbulkan sakit pada seseorang.Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatann penyakit dalam, perawatan intensif dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan paasien tersebut tidak menunjukan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi kerena intervensi yang dilakukan dirumah sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan operatif lainnya. 1.2 Cara Penularan Infeksi Nosokomialmekanisme transmisi patogen ke pasien yang rentan melalui tiga cara (WHO, 2002) yaitu:1.2.1 Transmisi dari Flora Normal Pasien (Endogenou Infection)Bakteri dapat hidup dan berkembang biakpada kondisi flora normal yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat terjadi bila sebagian dari flora normal pasien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, misalnya : saluran kemih akibat pemasangan kateter.1.2.2 Transmisi dari Flora Pasien atau Tenga Kesehatan (Exogenous Cross-Infection)Infeksi didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal seperti melalui kontak langsung antara pasien (tangan, tetesan air liur, atau cairan tubuh yang lain), melalui udara (tetesan atau kontaminasi dari debu yang berasal dari pasien lain), melalui petugas kesehatan yang telah terkontaminasi dari pasien lain (tangan, pakaian, hidung dan tenggorokan), melalui media perantara meliputi peralatan, tangan tenaga kesehatan, pengunjung atau dari sumber lingkungan yang lain (air dan makanan)1.2.3 Transmisi dari Flora Lingkungan Layanan Kesehatan (Endemic or Epidemic Exogenous Environmental Infection)beberapa jenis organisme yang dapat hidup dilingkungan rumah sakit yaitu: dalam air, tempat yang lembab, dan kadang-kadang diproduk yang steril dan desinfektan (pseudomonas, acinetobacter, mycobacterium): dalam barang-barang seperti linen, perlengkapan dan persediaan yang digunakan dalam perawatan atau perlengkapan rumah tangga, dalam makanan, dalam inti debu halus dan tetesan yang dihasilkan pada saat berbicara atau batuk.

1.3 Indikator Infeksi NosokomialIndikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk menilai suatu perubahan (Depkes, 2001).WHO dalam Depkes (2001) menyatakan bahwa indikator adalah variabel untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan terutama bila perubahan tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian infeksinosokomial menurut Depkes tahun 2001 meluputi:

1.3.1 Angka Pasien dengan Dekubitus (Dekubitus Ulceer Rate)Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/ atau jaringan yang dibawahnya yang terjadi dirumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring. Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik dalam waktu 2x24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya penderita yang menderita Dekubitus dan bukan banyaknya kejadian Dekubitus. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka pasien dengan Dekubitus (APD) adalah:Banyaknya Pasien dengan Dekubitus/ BulanX 100%Total Pasien Tirah Baring Total Bulan itu

1.3.2 Angka Infeksi karena Jarum Infus (Intravenous Cabule Infection Rate)Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3X24 jam yang tidak didahului oleh pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus) pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3X24 jam atau kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka kejadian infeksi karena jarum infus (AIKI) adalah:Banyaknya Kejadian Infeksi Kulit karena Jarum Infus/ BulanX 100%Total Kejadian Pemasangan Infus Pada Bulan Tersebut

1.3.3 Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)Adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3X24 jam kecuali infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada tempat luka. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka infeksi luka operasi (AILO) adalah:Banyaknya Kejadian Infeksi Kulit karena Jarum Infus/ BulanX 100%Total Kejadian Pemasangan Infus Pada Bulan Tersebut

1.4 Pengendalian Infeksi NosokomialPencegahan infeksi ditemukan oleh WHO (2002) menyatakan bahwa infeksi nosokomial membutuhkan keterpaduan, pemantauan dan program dari semua tenaga kesehatan profesional yang meliputi: dokter, perawat, terapis, apoteker, dll. Pencegahan infeksi nosokomial yang menjadi kunci utama yaitu:1. Membatasi transmisi organisme antara pasien dalam melalukanperawatan pasien secara langsung melalui cuci tangan, menggunakan sarung tangan, teknik aseptik yang tepat, strategi isolasi, sterilisasi dan teknik desinfektan;2. Mengendalikann lingkungan yang beresiko untuk infeksi;3. Melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang tepat, nutrisi, dan vaksinasi;4. Membatasi resiko terjadinya infeksi endogenous dengan meminimalkan prosedur invasif, dan mempromosikan penggunaan antimikroba yang oprimal;5. Surveilans infeksi, mengidentifikasi dan mengendalikan wabah;6. Pencegahan infeksi pada tenaga kesehatan;7. Meningkatkann pelayanan asuhan keperawatan secara terus menerus dengan memberikan pendidikan.

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infeksi NosokomialFaktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial yang dikemukakan Darmadi (2008) adalah:1.5.1Faktor-faktor Luar (Extrinsic Factor) yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dsb), peralatan, dan meterial medis (jarum, instrumen, respirator, kain/ doek, kassa, dll), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan/ bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah/ pengelolahan limbah, makanan/ minuman (hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita), penderita lain (keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ ruang/ bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan). Pengunjung/ keluarga (keberadaan tamu/ keluarga dapat merupakan sumber penularan)1.5.2Faktor-faktor yang ada dalam Diri Penderita (Intrinsic Factors) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya1.5.3Faktor Keperawatan seperti lamanya hari perawatan (Lenght of Stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan1.5.4Faktor Mikroba seperti Tingkat Kemampuan Invasi serta Tingkat Kemampuan Merusak Jaringan, Lamanya Paparan (Lenght of Exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita

1.6 Faktor Keperawatan Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi NosokomialPeran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan terjadinya er nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam pengendalian infeksi dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial (Potter & Perry, 2005)Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan standar asuhan keperawatan mempengaruhi resiko terinfeksi. Faktor standar asuhan keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mempraktikkan teknik aseptik, peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan cukup, ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene yang memadai, aspek beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan jumlah pasien yang dirawat (Darmadi, 2008)

1.7 Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomialperan perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dann pengendalian infeksidengan menggunakan metode yang berdasarkann bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002).WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab untuk:a. Berpartisipasi dalam Komite Pengendalian Infeksi;b. Mempromosikan pengembangann dan peningkatan teknik keperawatan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial, pengawasan teknik aseptik yang dilakukan oleh perawat dengan persetujuan Komite Pengendalian Infeksi;c. Mengembangkan pelatihan program bagi setiap perawat;d. Mengawasi pelaksanaan teknik pencegahan infeksi didaerah khusus seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang persalinan, dan ruang bayi baru lahir;e. Pemantauan kepatuhan perawat terhadap kebijakan yang dibuat oleh kepala ruangan.Peran perawat selain yang diatas, adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu:a. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan;b. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi;c. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan;d. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular, ketika layanan kesehatan tidak tersedia;e. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan;f. Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan memadai di rumah sakit.Perawat bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk:a. Mengidentifikasi infeksi nosokomial;b. Melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dann organisme yang menginfeksi;c. Berpartisipasi dalam pelatihan;d. Surveilans infeksi di rumah sakit;e. Berpartisipasi dalam penyelidikan wabah;f. Memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi lokal maupun nasional;g. Menyediakann layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan program rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal yang berhubungan dengann penularan infeksi.

2. Kepatuhan2.1 Pengertian Kepatuhan dan KetidakpatuhanKelman (1958 dalam Sarwono 1997) menyatkan bahwa, kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan disiplin. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang profesional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan dan ditaati (Setiadi, 2007).Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakann orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono, 1997).Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ditujukan. Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan non verbal. Perilaku ini terbagi menjadi tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg (2000) yaitu:a. Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam dan dengan wajah yang cemberut dapat pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja;b. Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Orang tipe ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang lainnya;c. Advoider yang bekerja menghindarkan kesepakatan, berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi KepatuhanFaktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) terbagi atas 2, yaitu:2.2.1 Faktor Internala. PengertianPengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting membentuk tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).Proses addaptasi perilaku, menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat (Rogers, 1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan. Tingkatan pengetahuan mencangkup enam pengetahuan, yaitu:1. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran dari seseorang itu tahu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan.2. Memahami, artinya kemampuan untuk mejelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.3. Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.4. Aqnalisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.5. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.6. Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang ada atau disusun sendiri.

b. SikapSikap merupakan penentu dari perilaku kerena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Sikap menentukan pandanganawal seseorang terhadap terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Ivancevich et al, 2007).Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yang menurut Notoatmodjo (2007) terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung jawab. Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lainyang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional.c. Kemampuankemampuan adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi karakteristik pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pandidikan dan memiliki hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al, 2007).Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilann meskipun beberapa keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich et al, 2007).

d. MotivasiMotovasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Respon instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif yang dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi diukur dengan perilaku yang dpat diobservasi dan dicatat (Swansburg, 2000). Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada teori holistik dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan manusia. Individu akan lebih puas bila kebutuhan fisiologis telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai maka individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan yang paling mempengaruhi motivasi adalah tinkat kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan upaya individu tersebut untuk menjadi seseorang yang seharusnya (Ivancevich et al, 2007).

2.2.2 Faktor Eksternala. Karakteristik OrganisasiKeadaan dan struktur organisasiditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatanyang konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2000). Ting dan Yuan (1997 dalam Subyantoro, 2009) berpendapat bahwa karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu.b. Karakteristik KelompokRusmana (2008) berpendapat bahwa kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari 2 orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah: (1) Adanya interaksi; (2) Adanya struktur; (3) Kebersamaan; (4) Adanya tujuan; (5) Adanya suasana kelompok; (6) dan Adanya dinamika interdependensi.Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Anggota melaksakan hal ini melalui hubungan interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya (Rusmana, 2008).c. Karakteristik PekerjaanKarakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi. Gibson et al (Rahayu, 2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada didalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap pekerjaannya.d. Karakteristik LingkunganApabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dann berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat menurunkan mativasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg, 2000).

3. Fungsi Manajemen Keperawatan3.1 Pengertian Manajemenn dan Manajemen KeperawatanManajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencangkup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari Nursalam, 2009).Muninjaya (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pemgendalian (controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen keperawatan dan dari sub unit departemen.3.2 Fungsi Manajemen KeperawatanHenry Fayol (1949 dalam robins & Coulter, 2007) merupakan salah satu ahli yang pertama kalinya mengusulkan bahwa semua manajer melaksanakan 4 fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, mengarahkan, dan pengendalian. Henry fayol juga meyakini bahwa fungsi-fungsi ini mencerminkan inti dari proses manajemen secara akurat.Swansburg (2000) menyatakan bahwa fungsi manajemen terdiri atas 5 fungsi, yaitu:1. Perencanaan (Planing)Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan dalam manajemen keperawatan adalah proses mental dimana semua manajer perawat menggunakan data yang valid dan dapat dipercaya untuk mengembangkan objekif dan menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan dan cetak biru yang dgunakan dalam mencapai objektif. Tujuan utama dari perencanaan adalah membuat kemungkinan yang paling baik dalam penggunaan personel, bahan dan alat (Swansburg, 2000).Huber (2006) menyatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi manajemen yang digunakann untuk memilih prioritas, hasil dan metode yang digunakan untuk sebuah sistem dan kemudian membimbing sistem untuk mengikuti arahan tersebut.Robins dan Coulter (2007) menyatakann bahwa fungsi perencanaan mencangkup proses merumuskan sasaran, membangun strategi untuk mencapai sasaran yang telah disepakati, dan mengembangkan perencanaan tersebut untuk memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.2. Pengorganisasian (Organizing)Fungsi manajemen keperawatan dalam organisasi adalah mengembangkan seseorang dan merancang organisasi yang paling sederhana untuk menyelesaikan pekerjaan. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang diperlukan untuk mencapai objektif divisi keperawatan, departemen atau pelayanan, dan unit (Swansburg, 2000).Huber (2006) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan mengalokasi dan mengatur sumber daya untuk menyelesaikan tujuan yang dicapai. Peran manajer dalam fungsi pengorganisasian adalah menentukan, tugas yang akan dikerjakan, individu yang akan mengerjakan, pengelompokan tugas, struktur pertanggung jawaban, dan proses pengambilan keputusan. Manajer bertanggung jawab juga dalam merancang pekerjaan staf yang digunakan untuk mencapai sasaran organisasi (Robins & Coulter, 2007)3. Pengaturan Staf (Staffing)Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam manajemen keperawatan. Pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan assuhan keperwatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien dalam situasi tertentu (Swansburg, 2000).Pengaturan staf memerlukan banyak perencanaan dari manajer. Perencanaan pengaturan staf dipengaruhi oleh misi dan tujuan institusi, dan dipengaruhi oleh kebijakan personel (Swansburg, 2000).

4. Kepemimpinan (Leading)Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan difokuskan kepada gaya kepemimpinan situasi kemungkinan dan faktor-faktor seperti manusia, pekerjaan, situasi, organisasi, dan faktor-faktor lingkungan. Manajer perawat dalam fungsi ini berperan untuk merangsang motivasi dengan mempraktikan fungsi kepemimpinan karena perilaku motivasi dengan mempraktikan fungsi kepemimpinan karena perilaku motivasi merupakan promosi, autonomi, membuat keputusan, dan manajemen partisipasi (Swansburg, 2000)Fungsi kepemimpinan menurut Huber (2006) adalah fungsi manajemen yang mengarahkan dan kemudian mempengaruhi individu tersebut untuk mengikuti arahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati dan yang telah ditentukan.Fungsi kepemimpinan menurut Fayol dalamRobins & Coulter (2007) adalah fngsi yang memotivasi stafnya ketika stafnya bekerja dan mencari berbagai cara untuk menyelesaikan masalah perilaku stafnya.5. Pengendalian atau Pengevaluasian (Controling)Pengendalian atau pengevaluasian adalah suatu fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan aktifitas. Melalui proses ini standar dibuat dan kemudian digunakan, diikuti umpan balik yang menimbulkan perbaikan (Swanburg, 2000)Huber (2006) menyatakan bahwa fungsi pengendalian adalah fungsi yang digunakan untuk memantau dan mengatur perencanaan, proses, dan sumber daya manusia yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.Robins & Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi ini adalah fungsi yang terakhir didalam manajemen dan fungsi memantau dann mengevaluasi setiap kegiatan yang telah berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan dan memantau kinerja stafnya. Kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila kinerja tersebut menyimpang maka fungsi manajemen yang lain diperiksa kembali. Proses pengendalian ini meliputi mamantau, memperbandingkan, dan mengoreksi.

3.3 Fungsi Manajemen Kepala RuanganKepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dann weewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994). Kepala ruangan memiliki tanggung jawab dalam manajemen menurut Depkes RI (1994) adalah secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Perawatan, secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter penanggung jawab, dokter yang berwenang/ Kepala UPF.Tugas pokok kepala ruangan adalah mengawasi a mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya. Adapun fungsi manajemen keperawatan kepala ruangan adalah:1. Fungsi Perencanaan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat InapFungsi perencanaan manajemen keperawatn di ruang rawat inap yang dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai pemikiran atau konsep-konsep tertulis seorang manajer. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi dann tujuan organisasi, sumber-sumber organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritasnya. Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim dan kepala ruangan. Perencanaan kepala ruang sebagai manajer meliputi perencanaan tahunan, bulanan, mingguan, dan harian (Swansburg, 2000).Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan kebutuhan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan logistik ruangan, program kendali mutu yang akan disusun unuk pencapaian tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Kepala ruangan juga merencanakan kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada akhir minggu (Swansburg, 2000).Nursalam (2009) menyatakan bahwa tanggung jawab kepala ruangan dalam fungsi perencanaan sebagai berikut:a. Menunjuk ketua tim yang bertugas di ruangan masing-masingb. Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnyac. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien : gawat, transisi, dan persiapan pulang, bersama ketua timd. Mengiddentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkanaktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalane. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatanf. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang dilakukan terhadap pasieng. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan meliputi membimbing pelaksanaan assuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, memberikan informasikepada pasien atau keluarga yang baru masukh. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan dirii. Membantu membimbing peserta perawat didi keperawatanj. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan da rumah sakit

Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam melaksanakan fungsi perencanaan adalah (1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan; (2) Merencanakan jumlah jenis peralatan keperawatan yang diperlukan sesuai kebutuhan; (3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan dan asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.2. Fungsi Pengorganisasian Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat InapPengorganisassian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004). Ada 3 aspek penting dalam pengorganisasian meliputi: pola struktur organisasi, penataan kegiatan, dan struktur kerja organisasi. Prinsip-prinsip pengorganisasian adalah pembagian kerja, pendelegasian tugas, koordinasi, dan manajemen waktu (Warsito, 2006).Nurhidayah (2003) menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasikan kegiatan asuhan keperawatan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan pengorganisasian, pelayanan keperawatan di ruangan meliputi:a. Struktur OrganisasiStruktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari: struktur, bentuk, dan bagan. Berbagai struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Struktur organisasi ruang rawat inap menggambarkan pola hubungan bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat dilihat juga posisi tiap bagian, wewenang, tanggung jawab serta tanggung gugat.b. Pengelompokkan KegiatanSetiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokkan kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas perawat sesuai dengan pengetahuan dann keterampilan yang dimiliki oleh peserta serta disesuaikan dengan kebutuhan pasien/ klien.c. Koordinasi KegiatanKepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerja samayang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu, adanya pendelegasian tugas perlu dilakukan kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap.d. Evaluasi KegiatanKegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi menilai apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. Kepala ruangan berkewajiban untuk memberi asuhan yang jelas tentang kegiatan yang dilakukan.e. Kelompok KerjaKegiatan di ruang rawat inap di perlukan kerja sama antar staf dan kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan ketertarikan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkankualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.3. Fungsi Pengaturan Staf Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat InapKegiatan pelayanan keperawatan bergantung pada kualitas dan kuantitas perawat yang bertugas selama 24 jam terus-menerus di bangsal. Upaya peningkatan mutu pelayanan yang diperlukann adalah dukungan sumber daya manusia yang mampu mengemban tugas dan mengadakan perubahan. Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik diperlukan adanya perencanaan, baik jumlah maupun klasifikasi tenaga kerja, serta pendayagunaan tenaga kerja sesuai dengan sistem pengelolaan yang ada (Swansburg,2000).Swansburg (2000) berpendapat bahwa pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang teratur dan sistematis, berdasarkan rasional, ditetapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien pada situasi tertentu. Proses pengaturan staf adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staf, penugasan rencana pengaturan staf, da rencana penjadwalan.Kebutuhan keperawatan dipengaruhi oleh karakteristik populasi pasien yang ditentukan oleh jumlah dan kemampuan staf medis. Kebutuhan khusus individu dokter, waktu dan lamanyaronde, jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas personel perawatan yang diperlukan dan mempengaruhi penempatan (Swansburg, 2000).Pengaturan staf yang rendah mempunyai efek yang negatif terhadap moral staf, kualitas pelayanan keperawatan, dan modalitas praktik keperawatan. Hal tersebut dapat menurunkan jumlah pasien, menyebabkan penurunan kehadiran, kebosanan, dan ketidakpuasan (Swansburg, 2000).4. Fungsi Kepemimpinan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat InapFungsi kepemimpinan adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metode untuk mencapainya., serta suatu mobilisasi dari seluruh fasilitas yang diperlukan untuk pencapaian hasil dari penyesuaian nilai-nilai terhadap faktor lingkungan yang ingin dicapai dari tujuan perencanaan yang telah ditetapkan.Fungsi kepemimpinan ini dipandang sebagai suatu proses interaktif yang dinamis yang mencangkup 3 dimensi, yaitu: pimpinan, bawahan, dan situasi. Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi, misalnya: pencapaian tujuan bukan hanya bergantung pada sifat pribadi seorang pimpinan tetapi juga bergantung pada kebutuhan bawahan dan bentuk dari suatu keadaan (Swansburg, 2000).Fungsi kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap bertindak sebagai manajer yang membuat tanggung jawab, membuat unit kerja, mendengar, berbicara, membujuk dan dibujuk, menggunakan kebijaksanaan berssama untuk membuat keputusan. Kepala ruangan di ruang rawat inap merupakan posisi kepemimpinan yang paling berpengaruh. Kepala ruangan sebagai manajer perawat dapat mempraktikkan fungsi kepemimpinan perilaku untuk merangsang motivasi tenaga perawat di ruangan (Swansburg, 2000).Fungsi kepemimpinan merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama diantara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (muninjaya, 2004). Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan kepemimpinan dengan cara: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, melakukan, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaburassi dan kooedinasi (Swansburg, 2000).Nursalam (2009) menyatakan bahwa tanggung jawab kepala ruangan dalam fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut:a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua timb. Memberi motivasi dalam peningkatan, pengetahuan, keterampilan, dan sikapc. Menginformassikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan aspek pasiend. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatane. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnyaf. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain5. Fungsi Pengawasan dan Pengendalian Keperawatan di Ruang Rawat InapFungsi pengawasan dan pengendalian merupakan standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target pencapaian, prosedur kerja, dan sebagainya harus dibandingkandengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat diefektifkan (Muninjaya, 2004).Fungsi pengawasan dan pengendalian ini sangat penting karena dapat memberi gambaran kualitas pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan keperawatan. Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan. Pencapaian kualitas pelayanan keperawatan memerlukan supervisi keperawatan.Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian berbagai sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2009) sedangkan Depkes (2000, dalam Nursalam, 2009), supervisi adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisor mencangkup masalah pelayanan keperawatan, masalah ketenagaan, dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat.Tujuan dari supervisi keperawatan adalah pemenuhan dan peningkatan kepuasan pelayanan pada pasien dan keluarganya. Supervisi difokuskan pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat untuk melakukan tugasnya (Nursalam, 2009)Kegiatan supervisi merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilaksanakan oleh manajer dari tingkatan yang rendah, menengah dan atas. Manajer yang melakukan supervisi disebut sebagai supervisor. Sasaran supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan bawahan yang melakukan pekerjaan. Di rumah sakit yang bertindak sebagai manajer keperawatan yang melakukan supervisi adalah kepala ruang, pengawas keperawatan, kepala seksi, kepala bidang, dan wakil direktur keperawatan (Nuersalam, 2009)Proses supervisi keperawatan meliputi 3 elemen, yaitu: standar keperawatan sebagai acuan, fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk menetapkan pemanding untuk menetapkan pencapaian atau kesenjangan, tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas asuhan. Area supervisi meliputi: pengetahuan dann pengertian tentang pasien dan diri sendiri, keterampilan yang dilakukan sesuai dengan standar, dan sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan (Nursalam, 2009).Nursalam (2009) menyatakan bahwa tanggung jawab kepala ruang dalam fungsi pengawasan adalah sebagai berikut:a. Melalui komunikasi seperti mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupunpelaksana mengenaiasuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien;b. Melelui supervisi meliputi pengawasan langsung secara lisan, dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga;Pengawasan tidak langsung yaitu memeriksa daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawwatan serta catatan yang dibuat selama proses keperawatan dilaksanakan (di dokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksana tugas; evaluasi; mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim; audit keperawatan.

3.4 Alat Ukur Fungsi Manajerial Keperawatan Kepala RuanganAlat ukur fungsi manajerial keperawatan kepala ruangan yang digunakan merupakan hasil pengembangan/ modifikasi. Alat ukur fungsi manajerial kepala ruangan merupakan modifikasi dari beberapa sumber seperti dari Swansburg (2000). Nursalam (2009), pedomann uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit yang dikeluarkan oleh tim Depkes (1994), dann dari penelitian sebelumnya.