PEDOMAN PELATlHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

77
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PELATlHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempercepat pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dilakukan upaya peningkata pemberdayaan masyarakat; b. bahwa untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat perlu melakukan pembinaan melalui pelatihan pemberdayaan masyarakat. c. bahwa sehubungan dengan hat tersebut pada huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tentang Pedoman Pelatihan Pemberdayaan masyarakat. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);

description

PEDOMAN PELATlHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Transcript of PEDOMAN PELATlHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Chino.doc

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI

DAN OTONOMI DAERAH

NOMOR 18 TAHUN 2001

TENTANG

PEDOMAN PELATlHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH,

Menimbang :a.bahwa dalam rangka mempercepat pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dilakukan upaya peningkata pemberdayaan masyarakat;

b.bahwa untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat perlu melakukan pembinaan melalui pelatihan pemberdayaan masyarakat.

c.bahwa sehubungan dengan hat tersebut pada huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tentang Pedoman Pelatihan Pemberdayaan masyarakat.

Mengingat :1.UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);

2.UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848);

3.UndangUndang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 20002004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206);

4.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Repuhlik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

5.Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 165);

6.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Thhun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);

7.Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2000 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau sebutan lain;

8.Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga;

9.Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 1 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

10.Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Penerapan Teknologi Tepat Guna;

11.Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 9 Tahun 2001 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH TENTANG PEDOMAN PELATIHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1.Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kcsatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.

2.Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

3.Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah.

5.Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan dari Desa ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada yang menugaskan.

6.Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

7.Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

8.Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota di bawah kecamatan.

9.Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

10.Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, membentuk sikap dan perilaku, serta mengembangkan ketrampilan masyarakat, agar masyarakat tahu, mau dan mampu dalam membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.

11.Kerjasama Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya kemitraan yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan Pemerintah Daerah bersamasama dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat, Pakar dibidang pelatihan masyarakat, kalangan dunia usaha, dan lembaga internasional dalam mengelola programprogram pelatihan pemberdayaan masyarakat.

12.Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau Sebutan lain, yang selanjutnya disebut LKMD atau Sebutan lain, adalah lembaga kemasyarakatan di Desa dan Kelurahan, yang dibentuk alas prakarsa masyarakat sebagai mitra Pemerintah Desa dan Pemerintah Kelurahan dalam menampung dan mewujudkan aspirasi kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan.

13.Kader Pemberdayaan Masyarakat adalah seorang anggota warga masyarakat Desa dan Kelurahan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan menggerakkan masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan di wilayahnya.

BAB II

PERENCANAAN

Pasal 2

(1)Perencanaan pelatihan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui :

a.analisis kebutuhan;

b.perancangan dan pengembangan kurikulum;

c.perancangan dan pengembangan modul;

d.perancangan dan pengembangan metode.

(2)Analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi identifikasi, pengumpulan data, pengelolaan data, penyusunan prioritas tindakan dan validasi hasil.

(3)Perancangan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi perumusan tujuan pelatihan, perancangan kurikulum, dan penyiapan materi.

(4)Perancangan dan pengembangan modul sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, meliputi prinsip pengembangan modul, langkah pengembangan modul, format modul dan validasi materi modul.

(5)Perancangan dan pengembangan metode sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, meliputi strategi belajar - membelajarkan dan metode belajar - membelajarkan.

BAB III

PENELENGGARAAN

Pasal 3

Bentuk pelatihan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan :

a.di dalam kelas;

b.tatap muka;

c.pelatihan jarak jauh;

d.pemagangan;

e.study banding;

f.pengembangan laboratorium lapang; atau

g.bentuk lain sesuai dengan kondisi Daerah.

Pasal 4

(1)Penyelenggaraan pelatihan pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota;

(2)Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelatihan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal 5

(1)Penyelenggaraan pelatihan pemberdayaan masyarkat oleh Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota dapat dilimpahkan kepada Kecamatan.

(2)Pemerintah Kabupaten dalam penyelenggaraan pelatihan pemberdayaan masyarakat dapat memberikan tugas pembantuan kepada Pemerintah Desa.

Pasal 6

Materi pelatihan pemberdayaan masyarakat terdiri dari rumpun sumber daya masyarakat, rumpun sosial budaya masyarakat, rumpun usaha ekonomi masyarakat, dan rumpun teknologi tepat guna.

Pasal 7

Peserta pelatihan pemberdayaan masyarakat terdiri dari :

a.Warga masyarakat;

b.Pengurus LKMD atau sebutan lain;

c.Kader Pemberdayaan masyarakat;

d.Kader pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK);

e.Pengurus Lembaga Kemasyarakatan;

f.Pengurus Kelompok Masyarakat;

g.Tokoh adat;

h.Tokoh agama;

i.Perangkat Pemerintah Desa;

j.Anggota Badan Perwakilan Desa;

k.Tokoh masyarakat lainnya di desa dan Kelurahan.

Pasal 8

Pelatihan pemberdayaan masyarakat difasilitasi oleh fasilitator/ pelatih yang mempunyai kompetensi kemampuan tertentu dalam melaksanakan pelatihan pemberdayaan masyarakat sesuai jenisjenis pengetahuan dan keterampilan serta mempunyai sertifikasi di bidangnya.

Pasal 9

Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan pelatihan pemberdayaan masyarakat dapat melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat, Pakar dibidang pelatihan pemberdayaan masyarakat dan kalangan dunia usaha.

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 10

(1)Pembinaan dan Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelatihan pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

(2)Pembinaan dan Pengawasan operasional terhadap penyelenggaraan pelatihan pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Gubernur dan atau Bupati/Walikota.

BAB V

PEMBIAYAAN

Pasal 11

(1)Pembiayaan dalam rangka pembinaan pelatihan permberdayaan masyarakat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sumbersumber lain yang sah dan tidak mengikat.

(2)Pembiayaan dalarn rangka penyelenggaraan pelatihan pemberdayaan masyarakat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota serta sumbersumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Petunjuk pelaksanaan pelatihan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dalam Lampiran Keputusan ini.

Pasal 13

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, semua ketentuan yang berkaitan dengan pelatihan pemberdayaan masyarakat di lingkungan departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan Pemerintah Daerah, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Juli 2001

MENTERI DALAM NEGERI DAN

OTONOMI DAERAH

ttd

SURJADI SOEDlRJA

LAMPIRAN :KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH DAN OTONOMIDAERAH

NOMOR: 18 Tahun 2001

TANGGAL: 16 Juli 2001

PETUNJUK PELAKSANAAN

PELATlHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

I.UMUM

A.LATAR BELAKANG

1.GarisGaris Besar Haluan Negara Tahun 19992004 yang ditetapkan dalam Ketetapan MPRRI Nomor IV/MPRRI/1999, mengamanatkan bahwa visi yang hendak dicapai bangsa Indonesia yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin.

2.Dalam mewujudkan visi tersebut, khususnya mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing maju dan sejahtera, berbagai kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah antara lain:

a.UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan bahwa pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam dan standarisasi nasional sebagaimana tersebut dalam Pasal 7 ayat (2) yang termasuk dalam kewenangan Pemerintah.

b.UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang mengatur sumbersumbcr keuangan Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kewenangannya.

c.UndangUndang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional telah merumuskan prioritas pembangunan nasional antara lain memperepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.

3.Sebagai implementasi daripada kebijakan tersebut telah ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Thgas dan Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen jo. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen dan khusus untuk melaksanakan sebagian tugas umum pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang ditujukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat telah ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, yang antara lain mengamanatkan bahwa Direktorat Jenderal Bina Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pemberdayaan masyarakat.

4.Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2001, perlu dirumuskan kebijakan fasilitasi dan standarisasi dibidang pelatihan masyarakat untuk dijadikan pedoman dalam penyelengaraan pelatihan masyarakat dilingkungan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan Pemerintah Daerah.

5.Pedoman Fasilitasi Pelatihan Masyarakat di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dan Pemerintah Daerah merupakan pengaturan umum tentang manajemen fasilitasi pelatihan masyarakat mencakup mekanisme, prosedur dan tata kerja pelaksanaan analisis kebutuhan pelatihan, pengembangan metode dan teknik pelatihan, penyusunan kurikulum dan modul pelatihan teknis penyelenggaraan pelatihan monitoring, evaluasi dan pelaporan serta pelaksanaan kerjasama pelatihan.

B.PENGERTIAN

1.Analisis Kebutuhan Pelatihan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui pengumpulan identifikasi, pengolahan data dan analisis, dalam upaya menetapkan kebutuhan atau permasalahan yang dapat diatasi melalui pelatihan.

2.Metode pelatihan masyarakat adalah strategi/taktik belajar mengajar yang diterapkan dalam pelatihan masyarakat mulai dari penetapan metode pemilihan sumber belajar, pemilihan media pembelajaran, pengelompokkan peserta belajar dan pengukuran keberhasilan pencapaian tujuan pembelajar.

3.Kurikulum adalah pedoman kegiatan pelatihan yang dilaksanakan untuk mencapai kemampuan tertentu yang merupakan kumpulan mata pelajaran yang berisi materi pokok bahasan, tujuan umum, sub pokok bahasan, tujuan khusus, silabi, metode belajar media belajar, estimasi waktu, evaluasi dan sumber kepustakaan.

4.Modul adalah materi pembelajaran yang terdiri atas sejumlah pengetahuan sikap, keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta pelatihan dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapi.

5.Teknis penyelenggaraan pelatihan adalah upaya mengelola penyelenggaraan pelatihan melalui pengorganisasian panitia fasilitator dan peserta pelatihan, pelaksanaan kegiatan pelaporan serta pemantauan dan pembinaan pasca pelatihan.

6.Monitoring dan evaluasi adalah kegiatan pemantauan dan pengumpulan data yang dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pelatihan masyarakat telah dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, hambatan/kendala apa yang dihadapi serta saran/rekomendasi yang diperlukan dalam rangka penyempurnaan pelatihan masyarakat untuk mencapai sasaran secara maksimal, dengan menggunakan format tertentu.

7.Pelaporan adalah penyampaian hasil pencapaian kegiatan secara periodik, kepada pihak yang berwenang sesuai dengan format yang telah ditentukan.

II.PERENCANAAN PELATIHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A.ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN

Analisis kebutuhan pelatihan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan menetapkan suatu jenis pelatihan yang dibutuhkan masyarakat.

Jenis pelatihan yang diberikan kepada masyarakat haruslah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang akan dimanfaatkan mengelola sumber daya yang tersedia, sehingga dalam melaksanakan kegiatan mengelola sumber daya tersebut terdapat efisiensi dan efektifitas, terencana, berkesinambungan dan tidak merusak lingkungan. Pelaksanaan analisis kehutuhan untuk menetapkan jenis pelatihan yang dibutuhkan masyarakat dilakukan dengan langkahlangkah kegiatan sebagai berikut :

1.Identifikasi

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya pengumpulan data dari masyarakat sebagai responden. Sebelum kegiatan identifikasi dilakukan, terlebih dallulu disusun dan ditetapkan rancangan formulir identifikasi. Bila dipandang perlu penetapan/penyusunan formulir identifikasi dapat dilakukan bersama dengan unit kerja terkait di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah/Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, LSM maupun pakar lain, dengan memperhatikan kelompok sasaran identifikasi yaitu mudah dimengerti dengan sederhana serta mudah diisi, termasuk apabila pilihan ganda. Formulir identifikasi yang telah disetujui/ditetapkan sebagai instrumen disebarkan kepada masyarakat di lingkungan desa/kelurahan tertehtu secara langsung melalui petugas yang telah ditentukan/ditunjuk disertai petunjuk/tata cara pengisiannya. Petugas yang diserahi tanggung jawab penyebaran formulir sebelumnya diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan pengumpulan data melalui identifikasi, sehingga dapat secara jelas dan gamblang menjelaskan kepada masyarakat agar dapat diperoleh data kebuhutan pelatihan masyarakat secara akurat dari sumber pertama. Formulir identifikasi sekurangkurangnya berisikan:

a.Propinsi.

b.Kabupaten/Kota

c.Kecamatan.

d.Desa/Kelurahan (tempat tinggal responden)

e.Usia.

f.Pendidikan Terakhir.

g.Pekerjaan.

h.Sumber Daya Alam yang tersedia.

i.Pelatihan masyarakat yang pernah diikuti.

j.Permasalahan yang dihadapi.

k.Tujuantujuan yang hendak dicapai.

l.Pelatihan masyarakat yang dibutuhkan.

m.dst.

2.Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk melengkapi identifikasi kebutuhan melalui formulir. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan mengumpulkan masyarakat disuatu tempat tertentu. Untuk hal itu dapat disiapkan suatu daftar pertanyaan yang perlu diajukan kepada masyarakat yang dimaksudkan semakin memperjelas jenis kebutuhan pelatihan yang diperlukan. Pelaksanaan pengumpulan data melalui wawancara, selain sasaran masyarakat juga dapat melibatkan para tokoh masyarakat Pemuka Agama, Pemuka Adat.

3.Pengolahan data dan Analisis

Setelah dilakukan pengumpulan data melalui formulir identifikasi dan wawancara kemudian data tersebut dianalisis apakah sudah cukup memadai diolah untuk menentukan jenis pelatihan yang diperlukan masyarakat. Apabila belum mencukupi, perlu dilakukan lagi pengumpulan data melalui teknik lain, umpamanya pengamatan, survei, dan tes. Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, kemudian diolah oleh suatu tim. Pengolahan data harus dilakukan secara cermat dengan menggunakan teknikteknik pengolahan data yang mutakhir dan rumusrumus pengolahan data yang relevan, misalnya dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu pengolahan data. Dari hasil pengolahan data tersebut, dirumuskan jenisjenis kebutuhan pelatihan masyarakat, diurut berdasarkan skala prioritas dan ditetapkan kelompok sasaran pelatihan.

4.Menyusun Prioritas Tindakan

Sebelum ditetapkan menjadi jenis pelatihan yang dibutuhkan masyarakat sesuai urutan prioritas, hasil pengolahan data dibahas kembali dalam suatu forum. Dalam forum tersebut diundang para pakar dibidang pelatihan masyarakat dari berbagai instansi tingkat Pusat, Daerah, Perguruan Tinggi, LSM maupun pakar perorangan yang ahli dibidangnya. Masukan dari forum tersebut dijadikan bahan penyempurnaan jenis pelatihan masyarakat.

5.Validasi Hasil Analisis Kebutuhan

Untuk mengetahui apakah jenis pelatihan yang telah diidentifikasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berdasarkan kelompok sasaran dan prioritas dilakukan pengecekan ulang dengan melibatkan instansi terkait. Pelaksanaan pengecekan ulang dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelornpok sasaran pelatihan disuatu tempat tertentu. Setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan.

B.PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN

1.Perancangan dan Pengernbangan Kurikulum Penyusunan kurikulum dan modul pelatihan merupakan tiap penting dalam perencanaan pelatihan dan dalam merancang pelatihan.

a.Perumusan Tujuan Pelatihan

Kegiatan ini merupakan lanjutan dari hasil pada langkah Identifikasi Kebutuhan Pelatihan (IKP) yang menjadi masukan (input) untuk langkah perumusan tujuan pelatihan. Masukan itu berupa kebutuhan pelatihan untuk ranah belajar tertentu. Atas dasar itu, ditetapkan tujuan dari pelatihan yang dianggap dapat mengatasi atau memenuhi permasalahan dan kebutuhan. Dalam perumusan tujuan, perlu dibedakan antara tujuan yang sifatnya umum (general learning objectives) dan tujuan yang sifatnya khusus (Spesific learning objectives). Tujuan umum adalah tujuan yang berkaitan dengan program pelatihan secara keseluruhan. Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang berkaitan dengan subyek modul pelatihan. Tujuan khusus merupakan bagian yang paling utama dalam perumusan tujuan pelatihan, karena tujuan khusus ini berkaitan langsung dengan proses belajar. Perumusan tujuan khusus harus mengandung tiga elemen penting, yaitu :

*Kemampuan (performance)

*Kriteria (criterion)

*Kondisi (condition)

Selanjutnya, setelah Tujuan Umum dan Tujuan Khusus dirumuskan, langkah berikutnya adalah mengumpulkan, memilih, dan menentukan kurikulum pelatihan. Dalam hal ini, rumusan tujuan khusus haruslah benarbenar hasil perumusan yang tepat. Artinya, tujuan khusus merupakan pencerminan dari kebutuhan nyata para peserta pelatihan, karena kesalahan pada tujuan khusus akan berakibat fatal pada pelaksanaan proses belajar/berlatih.

b.Merancang Kurikulum

1)Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pelatihan dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta pelatihan dan kesesuaiannya, dengan lingkunga, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang inasingmasing satuan pelatihan.

2)Pelaksanaan kegiatan pelatihan dalam satuan pembelajaran didasarkan atas kurikulurn yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan, serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan/jenis pelatihan yang bersangkutan.

3)Kurikulum merupakan suatu pedoman kegiatan bimbingan pelatihan yang dilaksanakan untuk mencapai kemampuan tertentu.

4)Isi Kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pelatihan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pelatihan.

5)Isi kurikulum setiap jenis dan jenjang pelatihan masyarakat memuat sekurang kurangnya bahan kajian dan pembelajaran tentang pemahaman Pancasila, wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Undonesia, metode pendekatan dan pokokpokok program pemberdayaan masyarakat, sebagai materi wajib.

Sedangkan materi inti disesuaikan dengan tujuan dan jenis pelatihan dimaksud.

Untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditentukan, diperlukan sarananya. Dalam hal ini berkaitan dengan materi, metode, media, waktu, dan evaluasi pelatihan, yang dipadukan ke dalam sebuah perencanaan yang disebut sebagai rancangan kurikulum. Dalam materi yang akan diberikan atau disajikan dalam pelatihan, perlu ditentukan terlebih dahulu, secara garis besar, outline dari topik yang bersangkutan (silabi). setelah itu, ditentukan pula metode penyajiannya. Untuk mendukung proses penyajian yang perlu dipikirkan media (alat bantu komunikasi) yang tepat. Media yang dimaksud dapat berupa poster, lembaran, model atau lainnya. Selanjutnya, ditetapkan perkiraan waktu yang dibutuhkan. Waktu yang dibutuhkan dihitung dari isi belajar dari proses atau metode yang digunakan. Yang terakhir, ditentukan bentuk dan proses evaluasi. Evaluasi belajar (learning evaluasi) berkaitan erat dengan rumusan tujuan khusus. Rancangan kurikulum biasanya disusun dalam lembaran yang disebut Matrik Kurikulum. Matrik Kurikulum berisi topik subyek (Pokok Bahasan), tujuan umum, sub topik (sub pokok bahasan), dan tujuan khusus, silabi, metode belajar, media belajar, waktu dan evaluasi belajar. Selain sebagai rancangan pelatihan, matrik kurikulum amat bermanfaat dalam rangka pengembangan makalah dan Satuan Pelajaran (satpel). Dengan berdasarkan kepada outline (silabi) materi latihan di dalam matrik kurikulum, para penulis makalah akan lebih mudah mencari atau mengumpulkan bahanbahan yang dibutuhkan. Selain itu, mereka juga lebih mudah dalam penulisan makalahnya. Hal yang serupa terjadi pula dalam penulisan Satpel. Karena pada pokoknya, Satpel adalah bentuk deskriptif dari Matrik Kurikulum.

c.Menyiapkan Materi

Materi dan metode belajar yang ditentukan dalam kurikulum dan Satpel perlu didukung dengan media belajar dalam proses penyajiannya. Untuk ini harus dirancang dan disusun, dibuat atau disiapkannya, baik perangkat lunak atau perangkat keras. Begitu pula halnya dengan evaluasi belajar, perlu dirancang instrumen dan teknik penggunaan serta pengolahan dan pemanfaatannya.

2.Perancangan dan Pengambangan Modul

Penyusunan modul merupakan tahapan berikutnya setelah pengembangan kurikulum yang secara khusus merekomendasikan materi pembelajaran apa yang sekiranya disusun untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Pada dasarnya modul pembelajaran memuat materi pembelajaran, yang terdiri atas sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta pelatihan, dalam rangka mengatasi masalah atau kesenjangan kinerja yang dihadapi saat ini. Pentingnya disusun suatu modul dalam proses pembelajaran adalah untuk memberikan manfaat antara lain yaitu : (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, (2) memberikan kesempatan yang lebih luas kepada peserta pelatihan untuk memperdalam materi yang terkandung dalam modul, (3) mengurangi verbalisme yang mungkin terjadi, (4) meningkatkan partisipasi aktif peserta pelatihan dalam proses pembelajaran, dan (5) memungkinkan materi pembelajaran dapat dipelajari, diperdalam, disempurnakan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

a.Jenisjenis Modul Pembelajaran

Jenis modul secara umum, dapat ditinjau dari dua segi yaitu :

(a)segi penggunaan dan (b) segi tujuan.

1)Modul ditinjau dari segi penggunaan Dari segi penggunaan modul pembelajaran dibagi atas duajenis yaitu; modul untuk pembelajaran mandiri dan modul untuk belajar di kelas dengan bantuan pelatih/fasilitator.

a)Bahan modul belajar mandiri terdiri dari bahan cetakan dan bahan non cetakan. Ada modul yang berinteraksi dengan media lain seperti televisi, radio, film, film bingkai dan atau film strip. Media utama biasanya modul cetakan. Pada bagianbagian tertentu dapat meminta peserta pelatihan untuk melihat atau mendengarkan pembelajaran yang disajikan melalui media lainnya.

b)Modul pembelajaran di kelas pada dasarnya terbagi atas;

modul pedoman pelatih/fasilitator dan modul bagi peserta pelatihan

(1)Modul pedoman pelatih terdiri atas GarisGaris Besar Program Pembelajaran (GBPP), satuan acara pembelajaran, uraian materi pembelajaran, lembaran presentasi/ transparansi dan lembaran evaluasi serta kunci jawaban. Kelengkapan modul pedoman pelatih seperti diuraikan di atas, dimaksudkan agar modul tersebut dengan mudah digunakan oleh pelatih manapun hila diperlukan.

(2)Modul bagi peserta pelatihan, modul jenis ini biasanya digunakan untuk mempelajari semi mandiri. Artinya, pembelajaran dapat dilakukan di kelas yang dipandu oleh seorang pelatih/fasilitator, dan dapat juga dalam bentuk penugasan perorangan dan kelompok untuk memecahkan suatu persoalan tertentu, dengan tetap berpedoman pada modul yang ada. modul ini memuat tujuan pembelajaran baik bersifat umum maupun khusus, uraian materi dan lembaran evaluasi.

2)Modul ditinjau dari segi tujuan Dari segi tujuan modul pembelajaran dapat dibedakan atas modul pokok dan modul pengayaan.

a)Modul pokok

Modul pokok pada dasarnya merupakan sumber belajar yang ditujukan bagi tenaga pengajar/fasilitator dan peserta pelatihan dalam memperoleh kompetensi tertentu berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap. Modul pokok ini terbagi dua yakni modul pokok bagi tenaga pengajar dan peserta pelatih Bagi fasilitator modul pokok ini ditujukan sebagai panduan dalam menyusun langkahlangkah atau "skenario" dalam menyajikan materi. Selain itu juga memuat bahan pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta pelatihan. Panduan disini membuat rencana pembelajaran atau disebut GarisGaris Besar Program Pengajaran (Lesson Plan). GarisGaris Besar Program Pengajaran ini adalah kerangka rencana pelatihan yang bersifat pendahuluan, tujuan kurikuler, peserta dan tenaga pengajar/ fasilitator, materi pelatihan dan arus proses penyajian dan matriks kurikulum yang terdiri dari kolomkolom nomor, TIK, silabi, media, estimasi waktu, evaluasi dan daftar kepustakaan. Sedangkan untuk peserta pelatihan modul pokok ini merupakan bahan pcmbelajaran subtansif berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan secara lengkap yang memuat; tujuan kurikuler (tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus), pendahuluan, pokokpokok bahasan, lembar evaluasi, penutup, daftar kepustakaan dan lampiranlampiran seperti lembar latihanlatihan (bila diperlukan).

b)Modul Pengayaan Enrichment Program

Modul ini rertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan menyangkut pendalaman dan perluasan wawasan konsepsi peserta pelatihan. Modul Pengayaan umumnya digunakan oleh lembagalembaga pendidikan formal yang berorientasi pada kemajuan belajar warganya, dengan mempertimbangkan kecepatan belajar secara individu. Penggunaan modul ini dalam pelatihanpelatihan di jajaran pemerintahan sampai saat ini masih terbatas.

b.Prinsipprinsip Pengembangan Modul Pembelajaran

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan modul pembelajaran yaitu :

1)Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran perlu disampaikan dalam modul dasar agar peserta pelatihan mengetahui kemampuan yang akan dimiliki setelah diselesai mengikuti proses pembelajaran. Tujuan ini perlu dicantumkan pada bagian awal materi pembelajaran, baik tujuan umum maupun tujuan khusus yang harus dicapai oleh peserta pelatihan setelah mempelajari modul itu.

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) adalah rumusan pembelajaran yang menggambarkan hasil (outcomes) yang diinginkan, berisi kompetensi umum yang diharapkan akan dicapai pada akhir penyajian materi pelatihan yang bersangkutan.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah rumusan tujuan pembelajaran yang dijabarkan dari TPU yang mencerminkan hasil yang khusus (specific outcome) yang diinginkan. TPK berisi kompetensi khusus berupa unsurunsur pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2)Penyajian Materi Modul

Penyajian Materi Modul memperhatikan sekuens materi, bahasa modul, teknik penyajian materi dan ilustrasiilustrasi yang digunakan dalam penyusunan modul.

a)Sekuens Materi

Sekuens materi dapat berurut dari yang mudah ke yang sukar dari yang telah dikenal ke hal yang belum dikenal, dari yang nyata ke hal yang abstrak, dan dari yang sederhana ke yang kompleks. Jadi sekuens materi disini. merupakan urutan yang harus ditempuh untuk menyajikan atau memahami materi modul. Misalnya, pertamatama yang harus dipahami adalah pengertian atau hakekat dari suatu kooser, kemudian beranjak ke konsep yang lebih kompleks.

b)Bahasa Modul

Bahasa yang digunakan dalam penyusunan modul ikut menentukan tingkat kesulitan belajar seseorang menentukan peserta pelatihan. Untuk itu ada beberapa hal yang menyebabkan kesulitan bahasa, seperti struktur kalimat sulit dipahami hila kalimat terlalu panjang. Memallami kalimat negatif lebih sulit dari pada kalimat positif Modul yang terlalu banyak mengandung istilah yang tidak diketahui artinya akan sulit dipahami oleh peserta pelatihan. Istilahistilah teknis yang biasa digunakan dalam lingkungan tertentu yang terbatas, sebaiknya dihindari. Selain itu penggunaan katakata atau terminologi asing yang salah dapat menimbulkan kebingungan orang yang membaca modul itu.

c)Teknik Penyajian Modul

Supaya materi yang disajikan di dalam modul itu menarik, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu, teknik atau pendekatan yang digunakan dalam menyampaikan materi sehingga lebih mudah dan menarik disajikan atau dibaca.

d)Ilustrasi Yang Digunakan

Gunakan ilustrasi berupa gambar untuk memperjelas ungkapan ungkapan. Kadangkala sebuah gambar akan dapat memberikan kejelasan yang cukup tinggi dibandingkan dengan penjelasan yang panjang lebar. Kadangkala tidak ada gambar yang cocok untuk sebuah ilustrasi, untuk mengatasi hal ini dibuat penonjolanpenonjolan dengan memberikan garis bawah, atau penebalan huruf dan sebagainya. Ilustrisilustrasi juga berkaitan permasalahan aktual yang dihadapi oleh peserta pelatihan.

C.LangkahLangkah Pengembangan Modul Pembelajaran

Pengembangan modul dilakukan berdasarkan garis besar program pelatihan atau juga disebut sebagai matrik kurikulum yang sudah disiapkan sebelumnya. Langkahlangkah pengembangan modul sebagai berikut :

a)Merumuskan tujuan secara jelas, spesifik daiam bentuk kelakuan peserta pelatihan yang dapat diamati dan diukur.

b)Urutan tujuan itu yang mencntukan langkahlangkah yang diikuti dalam modul itu.

c)Tes diagnostik untuk mengetahui latar belakang peserta pelatihan.

d)Menyusun alasan atau rasional pentingnya modul bagi peserta pelatihan.

e)kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing peserta pelatihan untuk mencapai kompetensikompetensi seperti yang dirumuskan dalam tujuan.

f)Menyusun posttest guna mengukur hasil belajar yang dicapai peserta pelatihan.

g)Menyiapkan sumbersumber belajar berupa bacaan yang terbuka untuk peserta pelatihan setiap waktu dibutuhkan.

d.Format Modul

Modul biasanya disajikan dengan menggunakan format tertentu. Yang menentukan format itu adalah lembaga pendidikan yang menyusun modul itu. Sesungguhnya modul dari suatu lembaga tertentu formatnya berbeda dengan modul yang disusun oleh lembaga lain, namun pada dasarnya bagianbagian modul tersebut semuanya hampir sama.

e.Validasi Materi Modul Pembelajaran

Upaya validasi materi modul pembelajaran merupakan langkah akhir dari pengembangan modul pembelajaran, sebelum modul tersebut digunakan dalam pelatihan.

Proses validasi materi modul yang sederhana dapat dilakukan dikelas, untuk kelompok percobaan untuk kelompok kecil (25 orang), dan dapat pula dilakukan dalam bentuk forum konsultasi yang melibatkan berbagai pihak, seperti pengembang kurikulum, pengembang materi, pengguna dan ahliahli yang berhubungan dengan isi modul tersebut.

Validasi materi modul dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan bahwa pembelajaran yang benarbenar dapat menjawab kebutuhan pengguna di lapangan dan dapat menjawab tantangan yang mungkin timbul dimasa datang.

f.Teknik Merumuskan Tujuan Instruksional

Salah satu unsur dalam bahan pengajaran tercetak terutama modul adalah adanya rumusan Tujuan Instruksional yang terdiri dari Tujuan Instruksional Umum atau Tujuan Pembelajaran Umum (TIU/TPU) dan Tujuan Instruksional Khusus atau Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK/TPK). Rumusan Tujuan Instruksional ini sangat penting karena akan membawa konsekuensi pada kadar dan ruang lingkup isi materi yang akan diajarkan pada peserta pelatihan. Oleh karena itu diperlukan adanya kemampuan penguasaan teknik tersendiri untuk merumuskannya secara baik dan benar.

1)Tujuan Instruksional Umum

Tujuan Instruksional Umum atau Tujuan Pembelajaran Umum (TIU/TPU) merupakan terjemahan dari genaral instructional objective atau sering pula disebut instructional goal atau terminal objective. Tujuan Instruksional Umum (TIU) berisi kompetensi kompetensi umum yang diharapkan dikuasai, ditampilkan atau didemonstrasikan oleh peserta pelatihan setelah menyelesaikan suatu proses pembelajaran untuk satu mata pelajaran yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Kompetensi itu terdiri dari Kata Kerja (verb) dan obyek (obyect), seperti menyusun (verb) rencana proyek, (object), menerapkan prinsip-prinsip manajemen proyek, menyusun rencana kegiatan, menyusun konsep tata naskah dinas, menyusun rencana penelitian, melakukan penelitian eksperimen, dan sebagainya.

2)Teknik penulisan Tujuan Instruksional Umum

TIU dirumuskan dengan menggunakan kata kerja yang behavioral (bersifat perilaku), dan dapat diukur (measurable) atau operasional.

Rumusannya sangat tergantung pada tingkatan apa yang diharapkan dari peserta pelatihan, dengan membagi tingkatan-tingkatan dalam domain dan memasukkan kata-kata kerja yang sesuai dengan tingkatan itu.

Kompetensi umum tersebut dianggap cukup baik ruang lingkup (scope) maupun ketinggiannya (level), bila para pengajar yang profesional telah menilai bahwa:

a)Kompetensi itu mempunyai arti atau makna dan manfaat bagi kehidupan peserta pelatihan kelak.

b)Kompetensi itu mempunyai arti dan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau bidang keahlian yang sudah dipelajari oleh peserta pelatihan.

c)Kompetensi tersebut mempunyai kontribusi bagi tercapainya tujuan kurikuler atau tujuan program pelatihan yang bersangkutan.

Cukup tidaknya kompetensi umum tersebut tergantung kepada profesional judgment para tenaga pengajarnya. Kompetensi umum dalam TIU akan dicapai peserta pelatihan setelah mereka menyelesaikan suatu proses pembelajaran setiap mata pelajaran. Oleh karena itu teknik penulisannya didahului dengan kata-kata sebagai berikut :

Setelah selesai mengikuti mata pelajaran ini peserta diharapkan dapat ........... (diikuti dengan kompetensi umum yang dimaksud).

3)Tujuan Instruksional Khusus

Kompetensikompetensi khusus tersebut merupakan uraian atau jabaran dari spesific instructional objective atau instructional objective saja, atau enabling objective. Di dalamnya terkandung kompetensi khusus yang akan dicapai peserta pelatihan setelah selesai mengikuti suatu mata pelajaran. Kompetensikompetensi khusus tersebut merupakan uraian atau jabaran dari kompetensi umum yang ada dalam TIU. Proses penjabaran kompetensi umum menjadi kompetensi khusus disebut analisis instruksional (instructional analysis). Proses tersebut sarna dengan proses analisis tugas (task analysis). Dalam proses analisis instruksional inilah kita menjumpai kesulitan bila TIUnya menggunakan kata kerja yang tidak behavioral atau tidak pasti. Sebagai contoh, kita sulit menjabarkan kompetensi yang tidak operasional seperti memahami, mengerti yang tidak operasional seperti memahami, mengerti atau menguasai penelitian eksperimen menjadi kompetensi yang lebih khusus, karena kompetensi tersebut dapat berarti melakukan penelitian eksperimen atau dapat pula berarti menjelaskan konsep, prinsip dan prosedur penelitian eksperimen, atau mungkin berarti yang lain lagi. Bila penulis modul masih senang menggunakan kata kerja yang tidak operasional maka ia harus menafsirkannya lebih dahulu ke dalam pengertian yang operasional sebelum melakukan analisis instruksional. Tanpa melakukan hal tersebut, maka ia tidak akan dapat mengidentifikasi TIK yang dapat dibuktikan relevan dengan TIU tersebut Dengan mengidentifikasi kompetensi yang sudah dikuasai peserta pelatihan maka penulis modul akan dapat pula mengidentifikasi kompetensi khusus yang belum dikuasai peserta pelatihan. Kornpetensi khusus yang belum dikuasai peserta pelatihan itulah yang kemudian dirumuskan menjadi TIK. Dalam bentuk bagan, proses penulisan TIK sejak perumusan TIU tampak sebagai berikut :

Mengitensifikasi

Kompetensi

Awal Calon

Peserta

Pelatihan

Mengidentifisasi

Mengidentifikasi

MerusmuskanKompentensi

Kompetensi

TIU

Umum dalam TIU

Khusus yangMenulis

belum TIK

TIK

dikuasai

Calon peserta

Melakukan

Analisis

Instruksional

4)Teknik Penulisan Tujuan Instruksion Khusus

Teknik menulis TIK sama dengan teknik merumuskan TIU, yaitu menggunakan katakata berikut :

Setelah mempelajari modul ini peserta pelatihan dapat (diikuti dengan kompetensi khusus yang dimaksud).

Perbedaannya terletak pada ruang lingkup dan ketinggian jenjang kompetensi yang ada di dalamnya. Rumusan TIK yang lebih lengkap, mengandung pula kondisi dan tingkat penguasaan sehingga suatu TIK mengandung unsur Peserta Diklat (Audience), kata kerja dan obyek (Behavior), kondisi (Condition), dan tingkat penguasaan (Degree).

Untuk dapat merumuskan Tujuan Instruksional secara baik dan tepat gunakan kata kerja tertentu berdasarkan tingkatan hasil yang diinginkan. Tingkatan ini terdapat di dalam setiap kawasan belajar yaitu Kognitif, afektif dan psikomotorik.

C.PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN METODE PELATIHAN

Perancangan metode dan teknik pelatihan merupakan rangkaian kegiatan selanjutnya, guna merumuskan dan menetapkan metode dan teknis pelatihan yang efektif bagi masyarakat. Penelapan metode dan teknik pelatihan agar disesuaikan dengan kelompok sasaran dan kondisi setempal Metode dan teknik pelatihan harus diyakini sebagai cara yang terbaik menyampaikan materi pembelajaran kepada masyarakat, dengan penyajian yang sederhana. Penerapan metode dan teknik pelatihan sangat mempengaruhi tingkat pemahaman peserta atas materi pembelajaran. Metode dan teknik pelatihan masyarakat merupakan strategi yang digunakan dalam pelatihan dengan maksud materi pelajaran dapat diterima dan dipahami secara jelas.

Dalam proses pembelajaran strategi dan metode sangat menentukan tercapainya tujuan belajar. Setiap gagasan atau persoalan ataupun pengetahuan dapat disajikan secara sederhana, sedemikian rupa sehingga seorang peserta pelatihan manapun dapat mengerti dalam bentuk yang dapat dikenal. Dengan kata lain suatu materi pembelajaran dapat disampaikan dengan baik bila menggunakan strategi dan penggunaan media yang tepat.

1.Strategi belajar membelajarkan

Kata strategi sering kali disama artikan dengan teknik atau metode. Strategi belajar membelajarkan dapat diartikan secara sempit maupun secara luas. Dalam arti sempit strategi belajar membelajarkan dapat diartikan sebagai metode atau teknik, yaitu cara penyampaian isi pesan kepada peserta pelatihan. Dalam arti luas strategi belajar membelajarkan dapat mencakup metode, pemilihan sumber belajar, pemilihan media pembelajaran, pengelompokkan peserta belajar dan pengukurankeberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.

Strategi pembelajaran meliputi garisgaris besar atau cara pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Sedang metode pembelajaran disebut sebagai taktik pembelajaran meliputi aspekaspek pengajaran yang lebih rinci dari strategi. Pada dasarnya setiap taktik atau metode selalu muncul dalam strategi.

Strategi instruksional (tahap teratas) merupakan pendekatan umum serta rangkaian tindakan yang akan diambil seseorang untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai. Misalnya, strategi pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dipihak peserta pelatihan tentunya tidak akan menggunakan metode ceramah tetapi seminar, diskusi kelompok, tutorial dan lainnya.

Rencana pembelajaran merupakan kombinasi yang spesifik dari metodemetode yang dipilih dalam pembelajaran tertentu. Rencana pembelajaran dapat bersifat sederhana (hanya menggunakan satu atau dua metode) bisa juga merupakan rencana yang kompleks karena melibatkan banyak metode dan media pembelajaran.

Taktik pembelajaran merupakan caracara yang khas dipilih dan digunakan dalam pembelajaran, atau dapat dikatakan sebagai penggunaan metode tertentu dalam kasuskasus tertentu.

Perancang atau pengembang pembelajaran biasanya menyerahkan taktik ini pada pelatih instruktur di kelas atau orang yang berhadapan langsung dengan peserta pelatihan. Latihan pembelajaran, sebagai tahap akhir merupakan kegiatan atau kejadian kejadian sebenarnya yang terjadi dalam proses belajar mengajar apabila taktik/metode tertentu dipilih.

2.Metode belajar membelajarkan.

Metode pembelajaran adalah cara penyajian pelajaran yang dipilih dan dilakukan oleh pelatih/instruktur/fasilitator. Dalam pelaksanaan pelatihan penggunaan metode merupakan kebutuhan yang semakin meningkat dari, waktu ke waktu. Metode pembelajaran terdiri dari berbagai macam dan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dengan berbagai pertimbangan. Metode pembelajaran yang umum digunakan terdiri atas, (1) metode ceramah (lecture), (2) metode penampilan, (3) metode tanya jawab, (4) metode demonstrasi, (5) metode karyawisata, (6) metode kegiatan terprogram, (7) metode latihan dengan teman, (8) metode pembelajaran berbantuan komputer (computer assisted learning), (9) metode insiden, metode praktikum, (10) metode seminar, (11) metode simposium, (12) metode deduktif, (13) metode induktif, (14) metode penugasan, (15) metode pemecahan masalah, (16) metode diskusi kelompok, (17) metode simulasi, (18) metode eksperimen, (19) metode penemuan, (20) metode proyek atau unit, (21) metode tutorial, (22) metode studi kasus, (23) metode permainan peran, (24) metode brain storming, (25) metode studi bebas/mandiri.

Metode pembelajaran/pelatihan masyarakat yang umum digunakan dalam dunia belajar membelajarkan antara lain terdiri dari :

1.Metode ceramah, yaitu penyampaian informasi dalam kelas kepada peserta pelatihan. Dengan metode ini peserta sifatnya pasif, karena hanya sebagai pendengar. Metode ini layak digunakan bagi orang dewasa dan memiliki imajinasi dan daya ingai yang kuat. Sebaiknya metode ini dilakukan bagi kelompok sasaran yang memiliki dasar pendidikan menengah keatas. Melalui metode ini sulit menilai sejauhmana pemahaman peserta atas materi yang disampaikan, kurang merangsang daya kreatifitas dan keberanian/keterampilan mengemukakan pendapat.

2.Metode Tanya Jawab

Metode ini dapat melatih daya pikir dan daya ingat peserta, mengembangkan keberanian dan jasa percaya diri dalam mengemukakan pendapat/mengajukan pertanyaan dan dapat digunakan mengukur/menilai sejauhmana peserta memahami pokok bahasan/ permasalahan yang dibicarakan. Di lain pihak metode ini dapat menimbulkan rasa rendah diri, terutama bila peserta terdiri dari latar belakang pendidikan yang timpang.

3.Metode Demonstrasi, yaitu penyampaian materi pelajaran dengan penyajian yang jelas dan konkrit secara visual. Metode ini lebih mudah dipahami terutama oleh peserta yang tingkat pendidikannya rendah, karena teori langsung diikuti dengan praktek.

4.Metode Eksperimen, yaitu cara pembelajaran dengan kegiatan melakukan ujicoba dari awal sampai akhir oleh peserta hingga diperoleh hasil peserta digiring untuk dapat mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan yang dihadapi dengan langkahlangkah/tahap berfikir secara sistematis. Metode ini dapat merangsang peserta belajar lebih aktif, dan lebih meyakinkan peserta dengan hasil nyata eksperimen serta tidak membosankan. Namun metode ini membutuhkan biaya, waktu dan fasilitas, serta memerlukan persiapan yang matang.

5.Metode karya Wisata, yaitu metode belajar diluar kelas. Peserta diajak ke luar kelas untuk mendekatkan dengan bahan atau sumber belajar secara langsung.

Materi pembelajaran di dalam kelas dilihat/ dibandingkan dengan kenyataan di lapangan sehingga kreatifitas peserta lebih terangsang.

Metode ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan waktu lebih lama serta fasilitas yang mungkin sulit disediakan, dan persiapan yang lebih matang serta membutuhkan koordinasi dengan pihak lain.

6.Metode Penugasan, yaitu pemberian tugistugas tertentu kepada peserta materi atau topik yang sedang atau akan dipelajari dan berkaitan dengan persiapan memasuki duma kerja senyatanya. Metode ini dapat merangsang peserta belajar lebih aktif dan mengembangkan kemandirian peserta. Namun dengan metode ini sulit dikontrol apakah tugasnya itu dikerjakan peserta atau orang lain. Dalam suatu kelompok, pelaksanaan tugas sering dilakukan oleh beberapa peserta saja, sedangkan peserta lainnya tidak berperan.

7.Metode Pemecahan Masalah, yaitu penyampaian materi pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis guna mencari pemecahan. Metode ini dapat merangsang kreatifitas peserta dalam memecahkan satu masalah tertentu, dan lebih relevan dengan tugastugas di lapangan, mendorong keberanian dan rasa percaya diri peserta, namun metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, dan penetapan masalah yang sesuai dengan daya pikir peserta sulit.

8.Metode Diskusi Kelompok, yaitu metode yang lebih mengutamakan kerjasama dalam kelompok untuk memecahkan suatu masalah. Metode diskusi kelompok lebih memperluas cakrawala berpikir, melatih peserta mengemukakan pendapat secara lebih baik dan logis serta melatih peserta menghargai pendapat orang lain, disamping menumbuhkan rasa kebersamaan, daya kreatifitas dan kemampuan olah pikir. Namun metode ini membutuhkan waktu cukup panjang, dan dapat memunculkan dominasi beberapa orang dalam kelompok tersebut.

Metode Simulasi/Permainan reran, yaitu dengan mensandiwarakan dalarn bentuk situasi seolaholah suatu masalah benarbenar terjadi. Metooe ini dapat merangsang peserta menjadi terampil menanggapi dan bertindak secara spontan bila timbul suatu masalah dan menumbuhkan kemampuan peserta menghadapi berbagai situasi serta memupuk keberanian di depan orang banyak.

Namun apabila peserta kurang mampu dan kurang tampil, metode ini bisa menjadi kaku dan salah arah, peserta merasa takut, malu dan raguragu. Kemampuan pelatih/fasilitator sangat menentukan dalam memberikan arab yang benar.

10.Metode Tutorial, yaitu menuntun peserta mendalami suatu materi yang dipelajari, kemudian pelatih/ fasilitator memberikan sanggahan. Dalam hal ini peserta mempertahankan materi yang dipelajari dengan mengemukakan argumenargumen, dan peserta dituntun berfikir logis. Metode ini membutuhkan waktu cukup panjang dan sarana pendukung yang memadai.

11.Metode Studi Kasus, yaitu yang pelaksanaannya diawali dengan menyajikan suatu peristiwa yang sudah terjadi, dimana peserta tidak terlibat dalam peristiwa itu. Dalam metode ini dipersoalkan fakta atau kejadian/peristiwa. Metode ini mengantarkan peserta kepada wawasan yang lebih baik melalui pertukaran pendapat. Namun metode inti mmbutuhkan waktu cukup panjang dan dapat menimbulkan frustasi bila tidak ditemukan pemecahan masalah.

12.Metode curah Pendapat, yaitu dengan menyajikan suatu masalah dan peserta diajak mengajukan pendapat untuk pemccahan masalah tersebut, dan semua pendapat ditampang, dianalisis dan dievaluasi.

Metode ini dapat merangsang kreatifitas peserta, karena semua diberi kesempatan yang sama daya pikir kritis dan daya analisa peserta dirangsang. Namun dengan menerapkan metode ini membutuhkan waktu yang relatif cukup panjang dan dalam pembahasan mungkin dapat melenceng.

Selain metodemetode tersebut di atas yang lebih diarahkan kepada interaksi antara pelatih/ fasilitator dengan peserta, pelaksanaan pelatihan masyarakat akan lebih efektif dan efisien bila didukung penggunaan media belajar. Sebagai alat bantu Media belajar dimaksud diantaranya adalah :

1.Audio Visual Gerak, yaitu media yang menggunakan kemampuan audio (pendengaran), visual (penglihatan) yang dipadukan dengan gerak, seperti penayangan pada layar televisi dan layar lain.

2.Audio Visual Diam, yaitu media yang kemampuannya sama seperti tersebut nomor 1, kecuali penampilan gerak, umpamanya penampilan slide dengan suara.

3.Audio Visual semi gerak, yaitu penampilan dengan suara, gambar dan gerak terbatas.

4.Visual gerak, yaitu penampilan seperti tersebut nomor 1 kecuali suara.

5.Visual diam, yaitu penampilan secara visual melalui layar tetapi tidak ada suara maupun gerak, seperti penampilan transparansi.

6.Audio, yaitu penampilan suara sematamata, seperti memperdengarkan suara melalui radio, tape recorder.

7.Alat cetak, yaitu penampilan informasi berupa kalimat, huruf dan simbolsimbol seperti buku, gambar, pamflet, leaflet dan lainlain.

Pemilihan metode dan media pembelajaran pelatihan masyarakat harus mempertimbangkan kebutuhan peserta, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, strategi pembelajaran yang digunakan, kelompok sasaran, keragaran tingkat pendidikan, usian dan tingkat emosi peserta.

Agar metode dan media pelatihan yang akan diterapkan memenuhi sasaran, maka pembahasannya dilakukan dengan melibatkan berbagai potensi keahlian, termasuk dari unsur pendidikan melalui berbagai kegiatan seperti lokakarya, seminar, rapat teknis dan lainlain. Metode yang digunakan dalam suatu pelatihan, tidak terbatas hanya satu saja, tetapi dapat berupa kombinasi dari beberapa metode sekaligus sesuai kelompok sasaran target yang ingin dicapai.

III.TEKNIS PENYELENGGARAAN PELATIHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Penyelenggaraan pelatihan sebagai implementasi dari program/ kegiatan yang telah disepakati, diorganisasikan sedemikian rupa agar hasilnya dapat lebih optimal. Halhal yang perlu diperhatikan adalah

1.Panitia Penyelenggaraan.

a.Dasar Hukum

Panitia Penyelenggara ditwtapkan dwngan Surat Keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota yang menetapkan susunan dan personil panitia penyelenggara dan fasilitator/pelatih serta tugas pokok masingmasing.

b.Tugas

Kegiatan panitia perlu terorganisasi secara baik dengan pembagian tugas, mekanisme kerja jadwal kerja yang jelas dan baik.

Tugas panitia secara garis besar adalah :

1)Menyelenggarakan pelatihan dengan kegiatan seperti tercantum pada tahap persiapan, pelaksanaan dan pelaporan.

2)Melayani terlaksananya proses belajar membelajarkan yang pertisipatif setiap hari seperti :

a)Menyiapkan administrasi harian : daftar hadir, pengetikan, dokumentasi.

b)Menyediakan sarana belajar yang dibutuhkan sesuai dinamika belajar seperti mangan, alatalat dan media belajar.

c)Menyediakan sarana belajar yang dibutuhkan sesuai dinamika belajar seperti mangan, alaalat dan media belajar.

c.Bekerjasama dengan Fasilitator/pelatih dalam mengendalikan proses belajar membelajarkan.

d.Mengatur agar pelatih dapat bertugas secara team teaching dan lebih banyak bertindak sebagai fasilitator.

2.Unsur Pelatih/Fasilitator

Pelatih yang bertugas dalam pelatihan, berasal dari :

a.Pelatih yang sudah mengikuti pelatihan pelatih, terutama yang sudah mengikuti pelatihan metodologi bagi pelatih.

b.Pelatih Pusat sebagai nara sumber.

Tugas Fasilitator/Pelatih adalah :

a.Menyajikan dan mengendalikan proses belajar membelajarkan setiap Pokok Bahasan/Sub Pokok Bahasan.

b.Mengusahakan agar tercipta keterkaitan materi pembahasan secara berkelanjutan dan antara konsepsi dengan terapan.

c.Membimbing pelaksanaan Praktek Lapang, Magang, Karya Wisata, dan lainlain.

d.Melakukan evaluasi belajar dalam pelatihan.

e.melaksanakan tugas secara team teaching.

f.Menyiapkan secara baik materi, media dan penyajian proses belajar membelajarkan yang mengacu pada matriks kurikulum dan panduan fasilitator (Modul).

g.Setelah selesai pelatihan, secara terprogram para Pelatih melakukan pembinaan pasca pelatihan.

3.Surat Keterangan Mengikuti pelatihan.

Pada akhir pelatihan, para peserta agar diberikan Surat Keterangan mengikuti pelatihan yang ditandatangani Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat yang mendapat delegasi dari Gubernur, Bupati/WaJikota.

4.Tahap Penyelenggaraan Pelatihan

a.Persiapan

1)menetapkan kriteria calon yang akan menjadi peserta pelatihan.

2)memilih calon peserta pelatihan.

3)membentuk panitia penyelenggara.

4)Mengadakan rapat tim pelatih dan panitia.

5)Menyusun dan menyiapkan jadwal pelatihan.

6)Mempersiapkan bahanbahan bagi pelatih dan peserta

7)Menentukan dan menyiapkan tempat serta peralatan pelatihan.

8)Mempersiapkan pelaksanaan praktek lapang, tempat magang, tata tertib dan lainlain.

9)Menyediakan anggaran biaya.

10)Menyiapkan dan mengirimkan suratsurat yang berhubungan dengan penyelenggara pelatihan.

b.Pelaksanaan

1)Melaksanakan Pendaftaran peserta, pelatih, dan panitia serta meminta peserta untuk mengisi Biodata masingmasing.

2)Menginformasikan acara pelatihan dan membagikan alat tulis yang diperlukan.

3)Memeriksa kesiapan fasilitas peiatihan.

4)Memeriksa kesiapan materi dan media yang dibutuhkan.

5)Melaksanakan acara pembukaan.

6)Melaksanakan kegiatankegiatan, rapat tim pelatih dan panitia, monitoring dan evaluasi dalam proses pelatihan.

7)Melaksanakan evaluasi akhir pelatihan.

8)Melayani dan mengendalikan proses belajar dan pembagian surat keterangan.

9)Melaksanakan penutupan pelatihan dan pembagian surat keterangan mengikuti pelatihan.

c.Laporan Penyelenggaraan dan Keuangan

1)Laporan penyelenggaraan pelatihan disusun panitia penyelenggara pelatihan paling lambat dua minggu setelah penyelenggaraan dan dilaporkan kepada Pejabat yang berwenang disesuaikan dengan sumber dana yang digunakan.

2)Laporan pertanggungjawaban keuangan dibuat oleh panitia pelatihan kemudian dikirim kepada pihak terkait dengan prosedur dan proses yang sudah ditentukan.

5.Pemantauan dan Pembinaan Pasca Pelatihan

a.Pemantauan

Pemantauan terhadap penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan oleh unsur pimpinan atau pejabat yang mendapat tugas dari masingmasing tingkatan pemerintahan yang dilaksanakan secara berjenjang.

b.Pembinaan

1)Kegiatan

Kegiatan pembinaan tindak lanjut pelatihan perlu diatur secara terprogram, antara lain dengan cara :

a)Memberikan penyuluhan berlanjut oleh Tim Pelatih atau yang secara fungsional mengelola program.

b)Menciptakan forum pertemuan dan komunikasi antar peserta dan pihak terkait.

c)Mengusahakan dukungan baik berupa program, sarana, media yang diperlukan dalam memandirikan eks. Peserta pelatihan.

d)Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan peserta sesuai dengan jenis pelatihan yang diikuti.

2)Unsur Pembina

Pembinaan perlu diatur dengan baik dengan menetapkan petugas, proses, dan mekanisme kerjanya. Petugas pembinan dalam memandirikan peserta pelatihan, perlu melibatkan unsur unsur stake holders yaitu pemerintah, swasta, LSM, dan pengguna atau pemanfaat kegiatan/ program. Untuk mendukung terlaksananya pembinaan secara berkualitas diperlukan :

1)Pengorganisasian pembinaan.

2)Pola pembinaan yang terprogram.

3)Saranasarana dan instrumen.

4)Dukungan fasilitas.

5)Pembinaan yang berkesinambungan

6.Pendayagunaan Peserta Pelatihan

Gubernur, Bupati/Walikota memberikan petunjuk tertulis kepada Kepala Desa atau Kepala Kelurahan untuk mendayagunakan peserta pelatihan, dengan mekanisme dan pengorganisasian yang jelas, terkoordinasi dan. berkesinambungan. Dalam pelaksanaan program yang ada di Desa atau kelurahan agar selalu melibatkan para peserta pelatihan yang telah selesai mengikuti pelatihan sesuai kompetensi masingmasing.

IV.MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program pelatihan sangat penting dilakukan agar dapat diperoleh kesimpulan mengenai tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan maupun kebenaran guna pelaksanaan tindak lanjut. Dalam pelatihan masyarakat monitoring bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pelatihan berjalan pada proses dan arab yang tepat, sedangkan evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pelatihan dapat selesai tepat waktu yang ditentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi diperlukan metode, instrumen dan mekanisme yang tepal Metode monitoring yang efektif tergantung kepada waktu, sasaran, sumber daya yang diperlukan dan instrumen yang dipergunakan. Mekanisme atau jalur informasi yang tepat akan mendukung terhadap metode dan instrumen tersebut.

Instrumen monitoring harus didasarkan atas jenis data. sumber data dan karakteristik pemakai data. Penyajian data serta pengolahan yang benar menjadi informasi akan memiliki kegunaan untuk ditindaklanjuti dalam penentuan kebijakan. Monitoring dan evaluasi pelatihan mencakup dua aspek pokok (a) akademik, dan (b) non akademik. Aspek akademik berkaitan dengan kurikulum, isi atau subtansi materi pelatihan, tenaga pelatih dan metode penyajian. Aspek nonakademik mencakup halhal yang bersifat menunjang seperti identitas peserta pelatihan, akomodasi dan konsumsi, fasilitas pendukung, pelayanan administrasi, kegiatan panitia penyelenggara, dll.

1.Evaluasi Pelatihan

Untuk dapat secara efektif melaksanakan monitoring (pemantauan) dan evaluasi program pelatihan, dikembangkan beberapa klasifikasi yang lebih operasional sebagai berikut :

Evaluasi sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan.

Evaluasi proses.

Evaluasi organisasi pelatihan, dan

Evaluasi dampak.

a.Evaluasi Pra dan Pasta Pelatihan

Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengukur penguasaan pelajaran sebagai basil pelatihan. Instrumen yang digunakan disini prates dan pascates. Kedua tes ini identik, keduanya berisi pertanyaanpertanyaan tentang bagianbagian penting berisi pertanyaanpertanyaan tentang bagianbagian penting materi pelatihan yang diikuti. Ukuran penguasaan pelajaran ditentukan dengan membandingkan skorskor yang dicapai dalam kedua tes yang dilakukan.

Disarankan agar pertanyaanpertanyaan yang digunakan untuk evaluasi ini dikembangkan untuk masingmasing materi pelajaran atau modul pelajaran yang dibuat dan dikumpulkan oleh staf kemudian dipilih dari bank soal dan digabungkan ke dalam instrumen prates dan pascates.

Umpan batik yang diperoleh dari prates dan pascates digunakan untuk penyempurnaan metodologi dan materi yang digunakan dalam proses pelatihan.

b.Evaluasi Proses

Tujuan evaluasi ini adalah untuk mengumpulkan informasi dari pendapat para peserta pelatihan tentang proses pelatihan itu sendiri seperti rancangan pelatihan, relevansi dari tujuan belajar, kemampuan pengajar, pemilihan materi pelatihan, dan sebagainya.

Umpan batik yang masuk digunakan untuk penyempurnaan dalam aspekaspek tersebut. Evaluasi ini tergolong evaluasi tingkat reaksi, khususnya terhadap aspek yang bersifat akademik.

c.Evaluasi Organisasi Pelatihan

Tujuan evaluasi organisasi pelatihan adalah untuk mengumpulkan informasi tentang kualitas pengelolaan pelatihan. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah tentang penataan ruang kelas, penginapan dan makanan (akomodasi dan konsumsi), kegiatan di sore dan malam hari, admninistrasi pelatihan, dan sebagainya. Evaluasi ini merupakan evaluasi tingkat reaksi, khususnya terhadap aspek non akademik, yang bersifat pendukung kelancaran proses belajar membelajarkan.

d.Evluasi Dampak

Evaluasi dampak perlu dilaksanakan dalam waktu tidak kurang dari enam bulan setelah pelaksanaan pelatihan. Evaluasi ini perlu difokuskan pada pengumpulan informasi tentang perubahanperubahan dalam prestasi kerja yang ditunjukkan oleh para alumni pelatihan, dan untuk memperoleh gambaran mengenai hasil pelatihan terhadap kinerja para alumni pelatihan. Dalam evaluasi ini alumni pelatihan dinilai menurut tujuan belajar atau tujuan instruksional yang dirumuskan untuk pelatihan bersangkutan, yaitu kemampuan apa yang dapat dilaksanakan setelah mengikuti pelatihan. Umpan batik yang diterima digunakan untuk menyesuaikan berbagai aspek dari program pelatihan. Evaluasi ini tergolong evaluasi tingkat perilaku.

2.Penyiapan Sarana Monitoring dan Evaluasi

a.Persiapan

Pengumpulan, pengorganisasian dan interpretasi data evaluasi memerlukan pendekatan secara logis sehingga dapat disediakan suatu informasi yang bermanfaat bagi pihakpihak yang membutuhkan.

Terdapat sejumlah cara dan pendekatan yang dapat digunakan untuk pengumpulan data. Pertimbangan dalam memilih sesuatu cara pengumpulan data ditentukan oleh jenis dan bentuk informasi yang akan dikumpulkan, aspek waktu dan kesulitan dalam pengumpulan. Setelah data terkumpul, selanjutnya harus diorganisasikan dan ditabulasi dalam struktur dan wujud yang paling bermanfaat.

Dengan demikian pendekatan logis dalam monitoring dan evaluasi menjadi acuan untuk menentukan pihak manakah yang membutuhkan informasi, informasi apakah yang dibutuhkan, dan kenapa dibutuhkan, kemudian dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan suatu cara yang tepat dan akhirnya dituangkan dalam suatu bentuk laporan yang mudah dipahami dan disajikan dalam bentuk yang tepat.

Monitoring dan evaluasi selama berlangsungnya proses pelatihan mencakup dua tingkat evaluasi yakni : (1) evaluasi tingkat reaksi, dan (2) evaluasi hasil belajar. Kedua jenis dan tingkat evaluasi ini yang paling umum dilakukan dalam rangka monitoring dan evaluasi pelatihan.

b.Evaluasi Reaksi

Evaluasi tingkat reaksi dimonitor melalui respons peserta pelatihan menyangkut pertanyaanpertanyaan sebagai berikut :

1)Apakah peserta merasa pelatihan yang diikuti bermanfaat baginya ?

2)Apakah pelatihan dinilai relevan atau memenuhi kebutuhan peserta ?

3)Apakah kualitas pengajaran dinilai memenuhi harapan ?

4)Bagaimana keefektifan metode dan manfaat materi pelajaran yang disajikan ?

5)Apakah fasilitas fisik dan pelayanan penyelenggara memuaskan ?

6)Apakah program terencana baik dan diorganisasikan dengan baik pula?

7)Apakah peserta pelatihan meras memperoleh halhal yang penting dalam pengajaran yang diikuti ?

Pengumpulan data menyangkut reaksi peserta tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yakni : (1) kuesioner, dan (2) wawancara/ interview.

c.Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui sejauhmana peserta pelatihan telah belajar, dan prinsipprinsip apakah, fakta apakah, dan teknikteknik apakah yang telah dipelajari dan dikuasai. Melalui evaluasi hasil bclajar dapat diketahui tingkatan penguasaan materi pelajaran atau penguasaan tujuan instruksional yang telah ditentukan. Evaluasi hasil belajar dilakukan melalui cara tes dan ujian maupun cara non tes dengan fokus pada penguasaan pengetahuan, dan keterampilan atau peningkatan kemampuan.

d.Identitas Diri

Identitas diri peserta pelatihan merupakan data yang perlu dikumpulkan dalam rangka monitoring dan evaluasi. Data ini penting untuk pengisian Surat Keterangan Mengikuti Pelatihan bagi masingmasing peserta. Disamping itu data identitas peserta menjadi bahan untuk penyusunan data base yang bermanfaat untuk kepentingan pembinaan alumni dikemudian hari dan untuk kepentingan lain yang berhubungan dengan pengembangan dan pembinaan alumni peserta pelatihan.

Data diri atau identitas, setidaktidaknya meliputi unsurunsur :

1)Nama Lengkap.

2)Tempat/tanggal lahir.

3)Pendidikan formal terakhir.

4)Jabatan.

5)Instansi/Organisasi.

6)Pelatihan yang pernah diikuti.

7)Alamat Kantor dan nomor telepon.

8)Alamat rumah dan nomor telepon.

9)Dan lainlain.

3.Teknik Pelaksanaan

Teknik pelaksanaan monitoring dan evaluasi meliputi tiga kegiatan, yakni: (1) pengembangan instrumen, (2) pengumpulan data, dan (3) pengolahan data.

a.Pengembangan Instrumen

Suatu kuesioner yang baik memuat pertanyaan pertanyaan khusus yang dirumuskan dengan baik sehingga pihak yang mengisi dalam hal ini seluruh peserta pelatihan dapat memahami atau mempunyai pengertian yang sarna terhadap pertanyaan yang dikemukakan. Penyusun skala dalam kuesioner memerlukan perhatian khusus sehingga tidak terjadi ketimpangan pada skala penilaian yang disediakan.

b.Pengumpulan data

Waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan kuesioner sebaiknya dilakukan pada saat menjelang akhir program, sehingga dapat menjaring informasi atau pengalaman aktual peserta.

Oleh karena telah menjelang berakhirnya pelatihan maka perlu dipertimbangkan pula mengenai waktu yang masih tersedia atau, sisa waktu sehingga peserta dari mengisi kuesioner tanpa tergesagesa, dan dapat dihimpun kembali oleh pihak penyelenggara. Bila peserta diasramakan, maka mereka pisa mengisinya di kamar, dan tidak perlu dipaksakan untuk diisi di ruang kelas pada saat dibagikan kuesioner.

c.Pengolahan Data

Pengolahan data yang terkumpul dengan menggunakan kuesioner didahului dengan mempersiapkan suatu lembaran tabulasi bagi masingmasing pertanyaan obyektif.

Sedangkan untuk pertanyaan terbuka, jawaban yang diperoleh diketik pada lembaran tersendiri, beruruturutan menurut butir soal.

Dicatat/diketik keseluruhan jawaban terhadap satu butir pertanyaan secara lengkap, kemudian disusul secara berurutan dengan pertanyaan berikut dan jawabannya. Dengan cara demikian pembaca dapat segera memahami bagaimana respons peserta berkaitan dengan butir pertanyaan bersangkutan.

Untuk laporan resmi, penggunaan barchart atau diagram batang dan bentuk tampilan lainnya untuk menujukkan persentase jawaban responden terhadap butir pertanyaan obyektif

4.Pelaporan Kegiatan

Laporan merupakan pemberitahuan hasil kerja yang disusun secara sistematis sehingga semua kejadian yang berlangsung dapat dipahami dan diketahui, meskipun sipenerima laporan tidak melihat secara langsung.

Laporan pelatihan masyarakat disusun oleh panitia penyelenggara, disampaikan kepada Bupati/Walikota, atau Gubernur.

Isi laporan secara berurutan : Judullaporan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Pendahuluan, Tubuh laporan, kesimpulan dan lampiranlampiran yang diperlukan. Badan/Dinas/Kantor yang membidangi pemberdayaan masyarakat agar menyampaikan laporan semester dan laporan akhir tahun kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Cq. Direktur Jenderal Bina Pemberdayaan Masyarakat. Setiap Daerah agar memulai menyusun sistem informasi pelatihan masyarakat yang dikemudian hari akan dikembangkan menjadi sistem Informasi Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat secara Nasional.

V.KERJASAMA PELATIHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Kerjasama pelatihan dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan pelatihan masyarakat yang sudah dilakukan selama ini dan mengembangkan pelatihan sesuai kebutuhan masyarakat setempat.

Pengembangan program pelatihan ke depan ditempuh melalui strategi kemitraan, dengan memberikan peluang yang lebih besar bagi keterlibatan komponenkomponen di luar lembaga yang mengelola pelatihan di lingkungan Instansi Pemerintah maupun dengan berbagai lembagalembaga di luar Instansi Pemerintah yang mengelola pelatihan dan pengembangan masyarakat.

Strategi kemitraan perlu dikembangkan secara lebih luas sehingga dapat menyentuh; keseluruhan tahap dan siklus pelatihan : (1) pengembangan kelembagaan, (2) pengembangan kapasitas personil pengelola pelatihan (3) pengembangan komponen dasar program pelatihan seperti : a) Jenisjenis pelatihan masyarakat, b) Kurikulum, c) Jangka waktu penyelenggaraan, d) Bahan, e) Metode dan teknik, f) Tenaga Pelatih/Fasilitator, g) Peserta, h) Sarana dan prasarana, i) Anggaran, j) Sertifikasi. k) Evaluasi dan monitoring.

Untuk menjamin proses dan hasil pelatihan yang berkualitas dan secara signifikan memberi kontribusi nyata terhadap pelaksanaan otonomi daerah, penguatan otonomi desa, pemberdayaan masyarakat dalam menuju kemandirian, perlu dimiliki standardstandard pelatihan masyarakat yang menjadi acuan sekaligus sebagai tolok ukur dalam upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui penerapan prinsip prinsip pemerintahan yang baik.

Pola kerjasama pelatihan masyarakat dilakukan melalui koordinasi dan kemitraan sebagai berikut :

1.Di Pusat

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah yang seharihari dilaksanakan Direktur Jenderal Bina Pemberdayaan Masyarakat mengembangkan kerjasama dalam bentuk koordinasi dan kemitraan dengan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departcmen, Propinsi, Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dari para pakar dibidang pelatihan masyarakat dalam rangka :

a.Pengembangan kelembagaan Pelatihan Masyarakat.

b.Pengembangan kapasitas personil pengelola pelatihan masyarakat.

c.Pengembangan program pelatihan masyarakat.

d.Perumusan dan penetapan kebijakan fasilitasi pelatihan masyarakat antara lain mencakup :

1)Analisis Kebutuhan Pelatihan Masyarakat.

2)Pengembangan Metode dan Teknik Pelatihan Masyarakat.

3)Pengembangan Materi Kurikulum dan Modul Pelatihan Masyarakat.

4)Teknis Penyelenggaraan Pelatlhan Masyarakat.

5)Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelatihan Masyarakat.

e.Memasyarakatkan pelatihan masyarakat.

f.Pembiayaan Pelatihan Masyarakat.

2.Di Propinsi

Gubernur, yang seharihari dilaksanakan Kepala Kantor/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat mengembangkan kerjasama dalam bentuk koordinasi dan kemitraan dengan Kantor/Badan/Dinas Lembaga Pemerintah Propinsi lainnya, Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan para Pakar dibidang pelatihan masyarakat dalam rangka:

a.Pengembangan kelembagaan Pelatihan Masyarakat.

b.Pengembangan Kapasitas personil pengelola pelatihan masyarkat.

c.Pengembangan program pelatihan masyarakat.

d.Perumusan dan penetapan kebijakan fasilitasi pelatihan masyarakat antara lain mencakup :

1)Analisis Kebutuhan Pelatihan Masyarakat.

2)Pengembangan Metode dan Teknik Pelatihan Masyarakat.

3)Pengembangan Materi Kurikulum dan Modul Pelatihan Masyarakat.

4)Teknis Penyelenggaraan Pelatihan Masyarakat.

5)Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelatihan Masyarakat.

e.Memasyarakatkan pelatihan masyarakat.

f.Pembiayaan Pelatihan Masyarakat.

Apabila di Propinsi yang bersangkutan belum ada Kantor/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat, pelaksanaannya dilakukan oleh Unit Kerja yang tugas dan fungsinya melakukan pemberdayan masyarakat.

3.Di Kabupaten/Kota

Bupati/Walikota. yang seharihari dilaksanakan Kepala Kantor/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat, mengembangkan kerjasama dalam bentuk koordinasi dan kemitraan dengan Kantor/Badan/Dinas, Lembaga Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan para pakar dibidang pelatihan masyarakat dalam rangka :

a.Pengembangan kelembagaan Pelatihan Masyarakat.

b.Pengembangan Kapasitas personil pengelola pelatihan masyarakat.

c.Pengembangan program Pelatihan Masyarakat.

d.Perumusan dan penetapan kebijakan fasilitasi pelatihan masyarakat antara lain mencakup :

1)Analisis Kebutuhan Pelatihan Masyarakat.

2)Pengembangan Metode Pelatihan Masyarakat.

3)Pengembangan Materi Kurikulum dan Modul Pelatihan Masyarakat.

4)Teknis Penyelenggaraan Pelatihan Masyarakat.

5)Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelatihan Masyarakat.

e.Memasyarakatkan pelatihan masyarakat.

f.Pembiayaan Pelatihan Masyarakat.

Apabila di Kabupaten/Kota yang bersangkutan tidak ada Kantor Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat, pelaksanaannya dilakukan oleh Unit Kerja yang tugas dan fungsinya melakukan pemberdayaan masyarakat.

VI.WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

A.Menteri Dalam Negeri dan Otonorni Daerah, yang seharihari dilakukan oleh Direktur Jenderal Bina Pemberdayaan Masyarakat mempunyai wewenang dan tanggung jawab.

1.Menetapkan kebijakan fasilitasi dibidang pelatihan masyarakat, dan apabila dipandang perlu dapat melibatkan Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan para Pakar dibidang pelatihan masyarakat.

2.Mengkoordinasikan kegiatan pelatihan masyarakat dengan Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen yang memiliki program pelatihan masyarakat.

3.Menginformasikan program dan jenisjenis pelatihan masyarakat kepada Pemerintah Propinsi di Daerah masingmasing sesuai potensi Daerah yang bersangkutan.

4.Menyiapkan tenaga pelatih tingkat Pusat untuk melatih calon pelatih di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.

5.Mengupayakan penyediaan biaya pelatihan masyarakat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan luar negeri dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

6.Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pelatihan masyarakat ke propinsi dan kabupaten/kota.

7.Melaporkan kegiatan pelatihan masyarakat kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

B.Gubemur yang seharihari dilakukan oleh Kepala Kantor/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat mempunyai wewenang dan tanggung jawab:

1.Menetapkan kebijakan fasilitasi pelatihan masyarakat dengan mengacu pada Pedoman Fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini. Dalam pelaksanaannya dapat melakukan kerjasama dengan Kantor/Badan/Dinas dan Lembaga terkait tingkat Propinsi, Pcrguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan para Pakar dibidang pelatihan masyarakat.

2.Mengkoordinasikan kegiatan pelatihan masyarakat di lingkungan propinsi masingmasing.

3.Menginformasikan program dan jenis pelatihan masyarakat kepada pimpinan Kantor/Badan/Dinas dan Lembaga terkait dilingkungan Propinsi dan kepada Bupati/walikota di wilayahnya.

4.Menyiapkan calon pelatih propinsi.

5.Melakukan pelatihan masyarakat sesuai kewenangannya.

6.Mengupayakan penyediaan biaya pelatihan masyarakat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

7.Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pelatihan masyarakat di lingkungan Propinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya.

8.Melaporkan kegiatan pelatihan masyarakat di Wilayahnya kepada Menteri Dalam Negeri Up. Direktur Jenderal Bina Pemberdayaan Masyarakat.

Apabila pada propinsi yang bersangkutan tidak ada Kantor/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat wewenang dan tanggungjawab tersebut di atas dilakukan oleh Unit Kerja yang memiliki tugas dan fungsi pemberdayaan masyarakat.

C.Bupati/Walikota, yang seharihari dilakukan oleh Kepala KantorBadan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat mempunyai wewenang dan tanggung jawab :

1.Menetapkan kebijakan fasilitasi pelatihan masyarakat dengan mengacu pada Pedoman Fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini. Dalam pelaksanaannya dapat melakukan kerjasama dengan Kantor/Badan/Dinas dan Lembaga terkait tingkat Kabupaten/Kota, Perguruan 1inggi, Lembaga Swdaya Masyarakat dan para Pakar dibidang pelatihan masyarakat.

2.Mengkoordinasikan kegiatan pelatihan masyarakat di lingkungan Kabupaten/Kota masingmasing.

3.Menginformasikan program dan jenis pelatihan masyarakat kepada pimpinan Kantor/Badan/Dinas dan Lembaga terkait di Kabupaten/Kota serta kepada masyarakat melalaui Camat Lurah/ Kepala Desa.

4.Menyiapkan calon pelatih Kabupaten/Kota.

5.Menyiapkan masyarakat untuk mengikuti pelatihan.

6.Melaksanakan pelatihan masyarakat.

7.Mengupayakan penyediaan biaya pelatihan masyarakat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

8.Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pelatihan masyrakat di lingkungan Kabupaten/Kota di wilayahnya.

9.Melaporkan kegiatan pelatihan masyarakat di wilayahnya kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Up. Direktur Jenderal Bina Pemberdayaan Masyarakat, tembusan kepada Gubernur Up. Kepala/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat.

Apabila pada Kabupaten/Kota yang bersangkutd tidak ada Kantor/Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat wewenang dan tanggung jawab tersebut di atas dilakukan oleh Unit Kerja yang memiliki tugas dan fungsi pemberdayaan masyarakat.

VII.PEMBIAYAAN

Biaya pembinaan dan penyelenggaraan Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat bersumber dari :

1.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

2.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

3.Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

4.Swadaya Masyarakat.

5.Bantuan Luar Negeri.

6.Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Dalam rangka keberpihakan kepada masyarkat dan untuk mendukung suksesnya program/pelatihan masyarakat, diharapkan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan biaya pelatihan masyarakat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah MasingMasing pada setiap tahun anggaran yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah maupun dari Dana Perimbangan.

VIII.JENIS PELATIHAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A.RUMPUN SUMBER DAYA MASYARAKAT

1.Pembekalan Pelatih Pembangunan Desa Terpadu (PDT) Pusat

2.Pembekalan Pelatih dan Pembangunan Desa Terpadu (PDT) Propinsi.

3.Pembekalan Pelatih Pembangunan Desa Terpadu (PDT) Kabupaten/Kota.

4.Orientasi Pembangunan Desa Terpadu bagi Dinas Instansi Kabupaten/Kota.

5.Orientasi PDT bagi Camat.

6.Orientasi Pembangunan Desa Terpadu bagi Dinas Instansi Kecamatan.

7.Pelatihan Pembina Teknis LPD dan LKMD Kecamatan.

8.Pelatihan Kepala Desa/Kelurahan Dalam Pembangunan Desa Terpadu.

9.Pelatihan Pengurus LKMD Dalam Pembangunan Desa Terpadu.

10.Pelatihan Kader Pembangnan Desa (KPD)

11.Pelatihan Metodologi Pelatihan bagi Pelatih Pembangunan Desa Terpadu Pusal

12.Pelatihan Metodologi Pelatihan bagi Pelatih Pembangunan Desa Terpadu Propinsi.

13.Pelatihan Metodologi Pelatihan bagi Pelatih Pembangunan Desa Terpadu Kabupaten/Kota.

14.Orientasi Perencanaan Partisipasi Pembangunan Masyarakat Desa ( P3MD) bagi Pelatih Pusat.

15.Pembekalan P3MD bagi Pelatih Propinsi.

16.Pembekalan P3MD bagi Pelatihan Kabupaten/Kota

17.Pelatihan P3MD Kecamatan.

18.Pelatihan P3MD bagi Kepala Desa/Kelurahan.

19.Pelatihan P3MD Desa bagi Pengurus LKMD

20.Pelatihan P3MD Desa bagi Kader Pembangunan Desa

21.Pelatihan P3MD Desa bagi Generasi Muda.

22.Pelatihan P3MD bagi Tim Penggerak PKK Propinsi.

23.Pelatiham P3MD bagi Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota.

24.Pelatihan P3MD bagi Tim Penggerak PKK Kecamatan.

25.Pelatihan P3MD bagi 11m Pcnggerak PKK Desa/ Kelurahan.

26.Orientasi Pelatih Profil Desa/Kelurahan bagi Pelatih Pusat.

27.Pembekalan Pelatih Profil Desa/Kelurahan Propinsi.

28.Pembekalan Pelatih Profil Desa/Kelurahan Kabupaten/Kota.

29.Pelatihan Pengolah Data/Profil Kccamatan.

30.Pelatihan Petugas Pendata Profil Desa.

31.Orientasi dan pelatihan Operator Komputer Profil Desa - Propinsi.

32.Orientasi dan pelatihan Operator Komputer Profil Desa Kabupaten/Kota.

33.Pelatihan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) bagi Camat.

34.Pelatihan UDKP bagi Kasi PMD Kecamatan.

35.Pelatihan UDKP bagi Isntansi Sektor Kecamatan.

36.Pelatihan Manajemen Pembangunan Partisipatif bagi Camat dan Instansi Kecamatan.

37.Pelatihan Manajemen Pembangunan Partisipatif bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD dan Kepala Kelurahan.

38.Orientasi Penataan Ruang Kawasan Perdesaan.

39.Orientasi Pelatih Perencanaan Pembangunan Masyarakat Berwawasan Gender (P2MBG) Pusat

40.Pelatihan Pelatih P2MBG Propinsi.

41.Pelatihan Pelatih P2MBG Kabupaten/Kota.

42.Pelatihan P2MBG Kecamatan

43.Pelatihan P2MBG Desa.

44.Pelatihan Komite Pemantau Pemberdayaan Masyarakat (KPPM) Propinsi.

45.Pelatihan Komite Pemantau Pemberdayaan Masyarakat (KPPM) Kabupaten/Kota.

46.Pelatihan Moderator Desa.

47.Pelatihan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Propinsi.

48.Pelatihan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten/Kota.

49.Pelatihan Peningkatan Kualitas Keamanan dan Ketertiban di Pedesaan.

50.Pelatihan Manajemen Pemberdayaan Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Propinsi.

51.Pelatihan Manajemen Pemberdayaan Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kabupaten/Kota.

52.Pelatihan PDT dan P3MD Propinsi.

53.Pelatihan PDT dan P3MD Kabupaten/Kota.

54.Pelatihan Petugas Lab Site PMD Propinsi.

55.Pelatihan Petugas Lab Site PMD Kabupaten/Kota.

56.Pelatihan Pemberdayaan Pemerintah Desa.

57.Pelatihan bagi Pelatih Pemberdayaan Pemerintah Desa Kabupaten.

58.Orientasi Pelatihan Pemerintah Desa bagi Masyarakat.

59.Pelatihan Instansi Sektor Kecamatan dalam penguatan pemberdayaan masyarakat.

60.0rientasi Para Kakan/Kaban tentang Metodologi Pemberdayaan Propinsi.

61.Orientasi Para Kakan/Kaban tentang Metodologi Pemberdayaan Kabupaten/Kota.

62.Pelatihan bagi Pelatih Pemberdayaan Pemerintah Desa - Propinsi.

63.Pelalihan Metodologi Pemberdayaan Masyarakat.

64.Pelatihan Kader Profesional PMD.

65.Pelatihan Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Propinsi.

66.Pelatihan Monitoring dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten/Kota.

61.Pelatihan Manajemen Sumber Daya Alam Perdesaan Propinsi.

68.Pelatihan Manajemen Sumber Daya Alam Perdesaan Kabupaten.

69.Orientasi Pengenalan Kompetensi Metodologi Pelatihan Masyarakat bagi Kabupaten/Kota.

70.Pelatihan Manajemen Pemberdayaan Masyarakat bagi Kepala Desa/Kelurahan.

71.Pelalihan Pemberdayaan Masyarakat melalui Peningkatan Kompetensi Kelegislatifan bagi Dewan Kelurahan.

72.Pelatihan kader Pcmberdayaan Masyarnkat (KPM) di Desa/Kelurahan.

73.Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat melalui Peningkatan Kompetensi Kelegislatifan Bagi badan Perwakilan Desa.

74.Pclatihan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Sosial Budaya dan Keterampilan Masyarakat Propinsi.

75.Pelatihan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Sosial Budaya dan Keterampilan Masyarakat Kabupaten/ Kota.

76.Orientasi Metodologi Pemberdayaan Masyarakat bagi Lembaga Lokal/Masyarakat.

77.Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kader Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota.

78.Pelatihan Peningkatan Kesadaran Wawasan Nusantara bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Propinsi.

79.Pelatihan Peningkatan Kesadaran Wawasan Nusantara bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kabupaten/ Kota.

80.Pelatihan Peningkatan Kesadaran Wawasan Nusantara bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakat Kecamatan.

81.Pelatihan Manajemen Kelompok Swadaya Masyarakat Propinsi.

82.Pelatihan Manajemen Kelompok Swadaya Masyarakat Kabupaten/Kota.

83.Pelatihan Manajemen Proyek dan Manajemen Lembaga Swadaya Masyarakat.

84.Pelatihan Pelatih bagi Petugas Lapang Lembaga Swadaya Masyarakat.

85.Pembekalan Pelatih Pemberdayaan Masyarakat (DAMAS) bagi Tim Penggerak PKK Propinsi.

86.Pembekalan Pelatih Pemberdayaan Masyarakat (DAMAS) bagi Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota.

87.Pelatihan DAMAS bagi Tim Penggerak PKK Kecamatan.

88.Pelatihan DAMAS bagi Tim Penggerak PKK Propinsi.

89.Pelatihan DAMAS bagi Tim Penggerak PKK Kabupaten/ Kota.

90.Pelatihan DAMAS bagi Tim Penggerak PKK Kecamatan.

91.Pelatihan DAMAS bagi Tim Penggerak PKK Desa/ Kelurahan.

92.Pelatihan Kesejahteraan Keluarga bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Propinsi.

93.Pelatihan Kesejahteraan Keluarga bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kabupaten/Kota.

94.Pelatihan Kesejahteraan Keluarga bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kecamatan.

95.Pelatihan Perencanaan Sehat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Propinsi.

96.Pelatihan Perencanaan Sehat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kabupaten/Kota.

97.Pelatihan Perencanaan Sehat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kecamatan.

98.Pelatihan Manajemen Pemberdayaan Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Keswadayaan Propinsi.

99.Pelatihan Manajemen Pemberdayaan Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Keswadayaan Kabupaten/Kota.

100.Pelatihan Manajemen Pemberdayaan Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Keswadayaan Kecamatan.

101.Pelatihan Pengembangan Potensi Sumberdaya Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Propinsi.

102.Pelatihan Pengembangan Potensi Sumberdaya Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kabupaten/Kota.

103.Pelatihan Pengembangan Potensi Sumberdaya Masyarakat bagi Pengurus Lembaga Kemasyarakatan Kecamatan.

B.RUMPUN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT

1.Pembekalan Pelatih penanggulangan Pekerja Anak bagi Pelatih Pusat.

2.Pembekalan Pelatih Penanggulangan Pekerja Anak bagi Pelatih Propinsi.

3.Pembekalan Pelatih Penanggulangan Pekerja Anak bagi Pelatih Kabupaten/Kota.

4.Pelatihan Motivator Desa Pendamping Penanggulangan Pekerja Anak.

5.Pembekalan Pelatih Pelatihan Kader Posyandu Propinsi.

6.Pembekalan Pelatih Pelatihan Kader Posyandu Kabupaten/ Kota.

7.Pelatihan Pengelola Posyandu.

8.Pelatihan Kader Posyandu.

9.Orientasi dan Pelatihan Tim Penggerak PKK (Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota).

10.Latihan Pengelolaan Program dan Penyuluhan bagi Tim Penggerak PKK Kecamatan.

11.Orientasi dan pelatihan Tim Penggerak dan Ketua KelompokKelompok PKK.

12.Pembekalan Pelatih Pengelolaan Beasiswa Swasta dan Bentuk lain Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung Keberhasilan Wajardikdas 9 Tahun Propinsi.

13.Pembekalan Pelatih Pengelolaan Beasiswa Swasta dan Bentuk lain Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung Keberhasilan Wajardikdas 9 Tahun Kabupaten/Kota.

14.Pelatihan Pengelolaan Beasiswa Swasta dan Bentuk lain Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung Keberhasilan Wajardikdas 9 Tahun.

15.Pelatihan Peningkatan Kualitas Produktivitas Tenaga Kerja.

16.Pelatihan Perilaku Sehat bagi masyarakat di Perdesaan.

17.Pelatihan Pengembangan Demokratisasi Masyarakat.

18.Pelatihan bagi Pendamping Kelompok Keluarga Miskin untuk Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Hidup Produktif.

19.Pelatihan Petugas Pelayanan Jaminan Sosial bagi Kelompok Swadaya Masyarakat.

20.Pelatiha