Pedoman Kampanye Campak Dan Polio 2009 - 2011

download Pedoman Kampanye Campak Dan Polio 2009 - 2011

of 47

Transcript of Pedoman Kampanye Campak Dan Polio 2009 - 2011

PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI CAMPAK DAN POLIOTAHUN 2009 - 2011

DITJEN PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN RI0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Campak dan polio adalah penyakit yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah. Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Sebelum imunisasi campak dan polio dipergunakan secara luas di dunia banyak anak terinfeksi campak dan polio. Kasus-kasus tersebut akan diperburuk dengan gizi buruk sehingga dapat meningkatkan angka kematian karena campak. Indonesia adalah negara keempat terbesar penduduknya di dunia yang memiliki angka kesakitan campak sekitar 1 juta pertahun dengan 30.000 kematian, yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu dari 47 negara prioritas yang di identifikasi oleh WHO dan UNICEF untuk melaksanakan akselerasi dan menjaga kesinambungan dari reduksi campak. Strategi untuk kegiatan ini adalah cakupan rutin yang tinggi (> 90%) di setiap kabupaten/kota serta memastikan semua anak mendapatkan kesempatan kedua untuk imunisasi campak. Program imunisasi campak di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1984 dengan kebijakan memberikan 1 dosis pada bayi usia 9 bulan. Saat ini strategi pengendalian campak di Indonesia adalah : 1. Imunisasi rutin : a. Bayi usia 9 bulan (dosis pertama) b. Kegiatan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) pada anak kelas 1 sekolah dasar (dosis kedua) 2. Imunisasi tambahan berupa Crash Program Campak pada anak balita dan Catch Up Campaign pada anak sekolah dasar di daerah risti 3. Penguatan surveilans campak 4. Memperbaiki manajemen kasus melalui pemberian vitamin A dan antibiotika. Pada tahun 2005 sampai 2007 lebih dari 31 juta anak usia 6 bulan sampai 12 tahun di Indonesia telah mendapat imunisasi campak kedua melalui kampanye campak yang dilaksanakan dalam 5 phase. Dari laporan kampanye campak ini didapatkan 294 kabupten/kota (67%) mencapai target cakupan diatas 90%, 102 kabupaten/kota (23%) mencapai cakupan 80-90% dan 44

1

kabupaten/kota (10%) dengan cakupan < 80%. Kampanye ini dilaksanakan terintegrasi dengan imunisasi polio. Sesuai dengan strategi pengendalian campak, sesudah pelaksanaan kampanye (imunisasi tambahan) seharusnya diikuti dengan cakupan imunisasi rutin yang tinggi dan merata pada dosis pertama maupun dosis kedua sehingga tidak ada lagi populasi yang rentan campak. Berdasarkan laporan cakupan imunisasi rutin dan hasil survei menunjukkan cakupan campak di tingkat nasional belum mencapai target (90%) sesuai dengan target MDGs. Cakupan imunisasi rutin campak pada bayi dan BIAS (bulan imunisasi anak sekolah) di beberapa provinsi cakupannya rendah sehingga memerlukan upaya khusus. Laporan AFP tahun 2006 sampai 2009 menunjukkan bahwa persentase penderita yang tidak menerima imunisasi polio dan imunisasi polio tidak lengkap cenderung meningkat. Kondisi ini memerlukan kewaspadaan dan adanya upaya untuk mencegah kemungkinan berulangnya KLB polio di Indonesia. Pada awal tahun 2009 Depkes bersama-sama dengan WHO dan UNICEF melakukan kajian terhadap laporan cakupan imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan survey cakupan yang berkaitan dengan cakupan imunisasi serta data surveilans campak dan polio. Berdasarkan kajian tersebut dipandang perlu melakukan pemberian imunisasi tambahan campak pada anak usia 9-59 bulan untuk pengendalian penyakit campak yang disertai dengan pemberian imunisasi tambahan polio pada anak usia 0-59 bulan untuk pengendalian penyakit polio di Indonesia. Imunisasi tambahan ini dilaksanakan secara bertahap, sesuai dengan kondisi epidemiologi campak di daerah masing-masing dan juga pelaksanaan kampanye campak sebelumnya. 1.1.1 Situasi Epidemiologi Penyakit Campak dan Polio di Indonesia Menurut data surveilans kasus campak tahun 2007 adalah 18.488 kasus dimana 84% diantaranya adalah anak yang tidak terimunisasi dan 44% kasus adalah anak dengan usia di bawah lima tahun. Pada tahun 2008 terdapat 14.148 kasus campak dimana 78% diantaranya adalah anak yang belum mendapat imunisasi dan 41% anak dengan usia di bawah lima tahun. Data surveilans juga

2

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara cakupan imunisasi yang tinggi dengan rendahnya kasus campak. Hal ini dibuktikan, pada tahun 2008 dari 367 spesimen kasus tersangka campak di Provinsi DIY hanya satu yang positif campak, begitu juga di Bali dari 17 spesimen tidak ada satupun yang positif. Indonesia sudah mulai melakukan penguatan surveilans campak sejak tahun 2007 dengan kinerja yang cukup baik dibeberapa provinsi walaupun di beberapa daerah masih ditemukan laporan insiden campak yang rendah dan tidak ada laporan KLB. Tahun 2008 surveilans campak berbasis kasus (case based surveilance) dimulai di Provinsi Bali dan DIY, dan selanjutnya akan diperluas ke 10 provinsi lain pada tahun 2009. 1.1.2 Kebijakan Reduksi Campak dan Eradikasi Polio Kebijakan reduksi campak di Indonesia diarahkan untuk menghilangkan kelompok rawan (susceptible) campak khususnya usia balita & usia sekolah. Untuk menghilangkan kelompok rawan di usia balita dilaksanakan crash program campak di desa risti (risiko tinggi) campak dan dilanjutkan dengan imunisasi rutin, sweeping dan BLF. Sedangkan untuk menghilangkan kelompok rawan di usia sekolah dilakukan catch-up campaign campak di sekolah dasar (kelas 1 s/d 6) yang dilanjutkan dengan BIAS campak di kelas 1 SD pada tahun berikutnya. Pengertian eradikasi polio adalah apabila tidak ditemukan virus polio liar indigenous selama tiga tahun berturut-turut di suatu region yang dibuktikan dengan surveilans AFP yang sesuai dengan standar sertifikasi. Strategi dalam eradikasi polio yaitu ; 1. Imunisasi yang meliputi peningkatan imunisasi rutin polio, dan imunisasi tambahan (PIN dan Mop-up) 2. Mempertahankan AFP rate 2/100.000 pada anak < 15 tahun, 3. Pengambilan specimen yang adekuat dan tepat waktu pada semua kasus AFP, dan 4. Peningkatan kemampuan laboratorium di Badan Litbangkes untuk sequensing virus polio.

3

1.2 Landasan Hukum a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063 b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Tamabahan Lembaran Negara No. 4235. c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Tambahan Lembar Negara No 125 d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; Lembar Negara TAHUN 2007 NOMOR 82 Tanggal 09 Juli 2007. a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 143/Menkes/SK/VI/2009 tentang Penyelenggaraan Kampanye Imunisasi Campak dan Polio Tambahan Secara Bertahap Tahun 2009 - 2011 1.3 Pengertian Kampanye imunisasi campak dan polio adalah penggerakan kelompok sasaran imunisasi untuk mendapatkan imunisasi campak dan polio tambahan (tanpa memandang status imunisasi) yang dilakukan atas dasar ditemukannya permasalahan dari hasil pemantauan atau evaluasi. 1.4 Tujuan Umum Tercapainya target reduksi campak dan eradikasi polio Khusus a) Untuk menghilangkan kelompok rawan campak di daerah risiko tinggi b) Menurunkan tahun 2000. c) Menjangkau anak yang belum mendapatkan imunisasi polio dan campak pada pelayanan rutin kematian campak sebesar 90% pada tahun 2010 dibanding

4

d) Memastikan tingkat imunitas di populasi cukup tinggi (herd immunity) dengan cakupan >95%. e) Memastikan cakupan imunisasi polio tambahan yang tinggi (minimal 95%). 1.5 Strategi Strategi Reduksi Campak dan Eradikasi polio di Indonesia Mencari inovasi baru berdasarkan analisa situasi setempat Advokasi Jejaring kerja dan koordinasi Sosialisasi (kampanye ) Penguatan kapasitas (SDM, sarana dan pra sarana, logistik) Pemenuhan kebutuhan dana Pemberdayaan masyarakat dan berbagai pihak terkait Mobilisasi sumber daya sampai kelapangan Monitoring dan evaluasi Surveilans AFP Surveilans dan SKD campak Tata laksana kasus Laboratorium Penanggulangan KLB campak dan Polio 1.6 Kegiatan Pokok Penyelenggaraan Kampanye Imunisasi Campak dan Polio dilaksanakan berdasarkan Kepmenkes No.473/Menkes/SK/VI/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Penyelenggaraan Kampanye Campak dan Polio Tambahan dan Nusa Tenggara Barat. Dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut ; 1. Tahap Pertama kegiatan: Crash program campak dan imunisasi polio tambahan bersama pemberian Vitamin A di Provinsi Pemerintah Aceh , Sumatera Utara, dan Maluku Utara. dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2009 melalui secara bertahap tahun 2009 2011 kecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali,

5

2. Tahap kedua dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2010 melalui kegiatan: Crash program campak dan imunisasi polio tambahan di Provinsi Maluku, Papua, Papua Barat, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur dan Banten. 3. Tahap ketiga dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2011 melalui kegiatan: Crash program campak dan imunisasi polio tambahan di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Kampanye Imunisasi Campak dan Polio dimaksud pada point 1, 2 dan 3 di atas dilaksanakan terpadu dengan pemberian Vitamin A pada usia sasaran imunisasi campak dan polio. 1.7 Sasaran Sasaran polio tambahan adalah semua anak pada anak usia 0 - 59 bulan dan sasaran campak tambahan dan vitamin A adalah semua anak usia 9 - 59 bulan, termasuk anak usia taman kanak-kanak. 1.8 Tempat Pemberian Imunisasi Dilaksanakan di pos imunisasi, posyandu, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, dan tempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya serta di sekolah taman kanak-kanak atau sekolah lain yang setara. 1.9 Jejaring Kerja dan Koordinasi Jajaran kesehatan agar berkoordinasi dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait untuk membentuk suatu wadah koordinasi sehingga jelas pembagian peranan tugas masing-masing dalam rangka kelancaran penyelenggaraan kampanye imunisasi campak dan polio 1.10 Pemenuhan Dana Segala biaya yang timbul akibat penyelenggaraan kampanye imunisasi 6

campak dan polio pada tahap pertama di tahun 2009 dibebankan pada anggaran APBN, APBD dan BLN (GAVI, WHO dan Unicef) serta sumber dana lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Segala biaya yang timbul akibat penyelenggaraan kampanye imunisasi campak dan polio pada tahap kedua di tahun 2010 dan tahap ketiga tahun 2011 dibebankan pada anggaran APBN (logistik vaksin dan ADS), APBD (Sosmob dan Operasional) tahun anggaran 2010 dan 2011.

7

BAB II PELAKSANAAN KAMPANYE CAMPAK DAN POLIO 2.1 Penentuan Kampanye Kampanye dilaksanakan berdasarkan hasil analisis pada suatu wilayah yang memiliki kondisi seperti : angka kematian bayi akibat PD3I tinggi, dan atau infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang, dan atau desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI, dan atau untuk akselerasi pencapaian target global. Rendahnya cakupan imunisasi ditambah faktor efikasi vaksin akan mempermudah terjadinya KLB campak. Contoh:

2.2

Persiapan Kampanye ning) Dalam melaksanakan kegiatan kampanye rencana anggaran disusun oleh dinkes kabupaten/kota berdasarkan data dasar (jumlah sasaran, pos pelayanan, tenaga pelaksana, daerah sulit dll) yang diberikan oleh puskesmas.

2.2.1 Menyusun Anggaran dan Rencana Kerja (Plan of Action and Microplan-

8

a. Tingkat Kabupaten/Kota Penyusunan rencana kerja (Plan of Action) diperlukan: 1). Jumlah sasaran: Jumlah sasaran didapatkan dari data yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang (Pusdatin, BPS,dll) atau berdasarkan angka proyeksi: Sasaran polio adalah balita usia 0 s/d 59 bulan dengan perkiraan (CBR x jumlah penduduk) x 5. Sasaran campak adalah balita usia 9 s/d 59 bulan dengan perkiraan (CBR x Jumlah penduduk) x 4,25. 2). Kebutuhan logistik: Kebutuhan vaksin (vaksin dengan kemasan 20 dosis per vial ) : Vaksin campak : Jumlah sasaran 9 s/d 59 bln IP Vaksin (16) Vaksin Polio : Jumlah sasaran 0 s/d 59 bln IP Vaksin (16) Ket : Masing-masing kebutuhan vaksin ditambahkan 5% sebagai cadangan. Kebutuhan ADS 5 ml = vaksin campak sebagai cadangan Safety box = jumlah ADS 5 ml + ADS 0,5 ml 100 3). Ketersediaan Cold chain: Petugas harus menginventarisasi jumlah dan kondisi cold chain yang ada saat ini, serta kekurangannya. Upaya mengatasi jika terjadi kekurangan serta diharapkan adanya dukungan dari sumber lain (misal : swasta). 4). Tenaga pelaksana: Dinas kesehatan kabupaten/kota harus menghitung perkiraan kebutuhan tenaga pelaksana di masing-masing puskesmas dengan berdasarkan perkiraan jumlah minimal tenaga dalam satu tim: a). 1-2 orang tenaga kesehatan untuk setiap 150 - 250 sasaran/hari 9 Kebutuhan ADS 0,5 ml = sasaran balita + 5 %

atau 1-2 orang tenaga kesehatan per pos pelayanan tergantung jumlah sasaran. b). Tiga orang kader bertugas : mencatat hasil imunisasi , mengatur alur pelayanan imunisasi dan memberi tanda/marker dan menggerakan masyarakat untuk datang ke pos pelayanan imunisasi. c). Satu orang supervisor bertugas untuk mengkoordinir dan memastikan kampanye campak pada 3 5 pos pelayanan imunisasi berjalan dengan baik. Jumlah tenaga dalam satu tim dapat disesuaikan dengan jumlah sasaran yang ada, ketersediaan tenaga dan berapa lama kampanye akan dilaksanakan. Tabel 1. Contoh Puskesmas Cadasari Sasaran 3.000 3.000 Jumlah Nakes yang ada 5 10 Jumlah sasaran/hari 100 100 Jumlah hari yang dibutuhkan 6 hari 3 hari

Perlu diinventarisasi tenaga yang dapat membantu pelaksanaan di pos pelayanan: Tenaga kesehatan (perawat, bidan dan dokter ) yang ada di UPS dan RS Tenaga kesehatan yang sedang tugas belajar di sekolah sekolah (Akademi Perawat, Akademi Kebidanan dan Fakultas Kedokteran) yang telah memiliki kompetensi untuk memberikan pelayanan. b. Tingkat Puskesmas Puskesmas menyusun rencana kerja yang lebih rinci menurut petugas, tempat dan waktu serta bagaimana menjangkau sasaran (microplanning). Selanjutnya membuat peta daerah risiko tinggi dan lokasi pelayanan serta jadwal pelaksanaan. Data-data yang harus dipersiapkan: 1).Jumlah sasaran:

10

Puskesmas mendapatkan jumlah sasaran balitanya dengan berdasarkan pendataan atau proyeksi dari sasaran kabupaten/kota 2). Kebutuhan logistik: Perhitungan kebutuhan logistik ( vaksin dan ADS) di tingkat Puskesmas sama dengan Tingkat Kabupaten/Kota 3). Ketersediaan Cold chain: Petugas Puskesmas sebaiknya sudah menginventarisasikan cold chain yang tersedia, jumlah yang masih berfungsi/dapat digunakan, lokasinya, kekurangannya, kemungkinan mendapatkan dukungan dari sumber lain (misal : swasta) dan ketersediaan ruang penyimpanan/ kemampuan menampung vaksin. 4). Tempat pelayanan : Pelayanan swasta lainnya. 2.2.2 Pemetaan dan Jadwal Pelaksanaan Kegiatan kampanye campak dan polio harus menjangkau semua sasaran imunisasi di wilayah kerja puskesmas sehingga petugas perlu mengetahui wilayah kerjanya dengan baik. Kabupaten harus menginventarisasi daerah (kecamatan, puskesmas, dan desa) di wilayahnya berdasarkan tingkat kesulitannya. Hal ini akan membantu dalam menentukan strategi pelaksanaan kampanye sehingga semua sasaran dapat dicapai. Dalam pemetaan tersebut juga harus dicantumkan tanggal dan lamanya pelaksanaan tiap puskesmas serta petugas kabupaten yang bertanggung jawab (supervisor). 2.2.3 KIE Kampanye Campak dan Polio a. Advokasi, diseminasi informasi Sebelum pelaksanaan kampanye, perlu dilakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD provinsi dan kabupaten/kota). dapat dilakukan di pos imunisasi, posyandu, poskesdes, puskesmas, rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan

11

Diseminasi informasi

perlu dilakukan kepada lintas sektor, lintas

program (KIA, Promkes, P2KTP, Jamkesmas), swasta, LSM, organisasi profesi, kepala sekolah dan guru TK, media massa cetak (koran lokal), media elektronik (RRI / Radio swasta dan TV lokal). b. Sosialisasi dan Mobilisasi masyarakat Sosialisasi dan mobilisasi masyarakat dapat dilakukan melalui penyuluhan dan penggerakan masyarakat baik secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung penyuluhan dan penggerakan masyarakat dapat dilakukan kepada masyarakat yang mempunyai sasaran imunisasi campak dan polio tambahan agar mereka memahami manfaat , mengetahui waktu dan tempat pelayanan imunisasi. Kegiatan penggerakan sasaran imunisasi dilaksanakan; a. Dua minggu sebelum kampanye campak dan imunisasi polio tambahan. b. Dua hari menjelang kampanye, kader kembali mengingatkan sasaran dan orang tua/pengasuh untuk datang ke pos pelayanan imunisasi, dengan mengunakan surat undangan. Sehingga semua mereka datang ke pos pelayanan imunisasi saat pelaksanaan kampanye campak dan imunisasi polio tambahan. Penyuluhan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, kader, PKK atau pemuka masyarakat secara langsung dengan pendekatan perorangan yaitu pada saat pendataan (kunjungan rumah), maupun penyuluhan kelompok (pertemuan), penyuluhan saat posyandu pada dua bulan terakhir sebelum pelaksanaan atau melalui media komunikasi massa yang tersedia. Pesan-pesan penyuluhan antara lain: tentang manfaat imunisasi campak dan polio, siapa sasaran imunisasi, kapan dan dimana pelaksanaan kampanye, cara penanganan bila terjadi KIPI. Secara tidak langsung melalui pemberitahuan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, pengumuman langsung melalui tempat-tempat ibadah (Mesjid, Gereja, Pura, Klenteng dll) tentang manfaat penting pelaksanaan kampanye campak dan imunisasi polio tambahan . Pemasangan spanduk ditempat-tempat yang strategis dan informasi melalui media cetak dan media elektronik tentang pelaksanaan kampanye. In-

12

formasi bisa disesuaikan dengan bahasa daerah/lokal yang lebih dipahami dengan baik. Media sosialisasi mobilisasi seperti spanduk, poster atau leaflet dapat dimanfaatkan sebagai alat komunikasi informasi dan edukasi (KIE). 2.2.4. Evaluasi Persiapan Evaluasi persiapan sekurang-kurangnya dilaksanakan H-14 sampai H-1 dengan menggunakan ceklist yang meliputi: a. Sasaran proyeksi dibandingkan dengan sasaran hasil pendataan. b. Logistik meliputi kecukupan materi KIE, vaksin campak dengan pelarutnya, vaksin polio dengan penetesnya, Vitamin A, ADS 0,5 ml dan 5 ml, safety box, vaksin carier, cool pack, dan KIPI Kit , ketersediaan kapas, gentian violet, pedoman kampanye dan format pencatatan dan pelaporan. c. Anggaran, dipastikan bahwa seluruh puskesmas telah menerima dana operasional dari APBD II . d. Tenaga dan pelatihan, mengecek kesiapan jumlah tenaga pelaksana dan supervisor yang terlatih serta tenaga kader yang telah dilatih. e. Mengecek pemetaan dan jadwal pelaksanaan diseluruh puskesmas. f. Mengecek rencana dan jadwal kegiatan penggerakan masyarakat. 2.2 Pelaksanaan Kampanye Campak dan Polio Petugas kabupaten/kota bertanggungjawab untuk menyediakan vaksin, logistik lainnya, bahan-bahan KIE, format pencatatan dan pelaporan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing puskesmas. Pendistribusian vaksin dan logistik ke puskesmas dapat dilakukan dengan cara diantar oleh petugas kabupaten/kota atau diambil oleh petugas puskesmas. Vaksin dan logistik dibawa ke tempat pelayanan imunisasi pada hari pelayanan. Vaksin dan pelarut dibawa dengan memasukan ke dalam vaksin carrier yang menggunakan empat cool pack.

2.3.1 Distribusi Vaksin dan Logistik

13

Masukan 4 buah cool pack

Masukan vaksin

Bila tidak ada 4 buah cool pack, dapat men ggu nakan air dingin yan g terbungkus dalam kantong plastik.

Tutuplah rapat-rapat.

Gambar 1. Cara penyimpanan vaksin dalam vaccine carrier

Kebutuhan logistik meliputi: 1. Vaksin campak dan pelarut. 2. Vasin polio dan penetes 3. ADS 0,5 ml. 4. ADS 5 ml. 5. Safety box 5 liter . 6. Formulir pencatatan dan pelaporan cakupan dan logistik 7. Formulir laporan pemantauan KIPI 5 lembar 8. Formulir investigasi KIPI 1 paket. 9. KIPI Kit

14

2.3.2 Mekanisme Kerja Berikut ini adalah contoh mekanisme kerja pelayanan imunisasi di posyanduPetugas imunisasiPemberian vaksin: Pemberian vaksin Polio Polio pada 0-59 pada 0-59 bulan bulan

Campak pada 9-59 bulan

Campak pada 9-59 bulan Skema penempatan sarana dan peralatan imunisasi TT pada WUS

Bayi usia kurang dari 9 bulan tidak diberikan imunisasi campak hanya diberi polio

Gambar 2. Skema pelaksanaan posyandu / pos pelayanan imunisasi

Beberapa hal yang harus dikerjakan oleh petugas pelaksana imunisasi . 1. Memastikan kondisi rantai vaksin terjaga dengan baik. 2. Memastikan vaksin polio dan penetesnya serta campak dan pelarutnya diproduksi oleh pabrik yang sama 3. Memastikan vaksin dalam kondisi baik dengan memeriksa tanggal kadaluarsa dan VVM (belum kadaluarsa, VVM dalam kondisi A atau B). 4. Melarutkan vaksin dan mencatat jam di label vial vaksin campak pada saat dilarutkan. 5. Memberikan imunisasi secara benar 6. Melakukan pengelolaan limbah imunisasi secara aman. 7. Memantau dan menangani kasus diduga KIPI

15

8. 9.

Memeriksa register pelaksanaan imunisasi dan melengkapinya pada akhir kegiatan. Membina kader dalam melaksanakan tugasnya.

10. Melakukan kerjasama dengan tokoh masyarakat. Kader bertugas membantu pelaksanaan imunisasi dalam hal : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Menggerakkan orang tua dan sasaran untuk datang ke pos pelayanan imunisasi/posyandu. Mengatur jalannya imunisasi Memberikan imunisasi polio Memberikan vitamin A, dosis sesuai dengan kelompok umur (khusus bulan Agustus) Mencatat sasaran dan memberi tanda pada jari kelingking kiri sasaran yang sudah diimunisasi Melaporkan pada petugas bila ditemukan kasus diduga KIPI Mengingatkan orang tua untuk melengkapi imunisasi rutin

Waktu pelaksanaan 1. Pelaksanaan kampanye di posyandu/pos imunisasi dilaksanakan selama kurang-lebih 4 jam, namun dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. 2. Pelaksanaan kampanye di sekolah diupayakan dapat selesai dilaksanakan hingga seluruh murid terimunisasi (namun dapat disesuaikan dengan jumlah sasaran dan petugas imunisasi). 3. Sasaran dan orangtua/pengasuh diminta untuk tetap di pos pelayanan imunisasi/sekolah selama 30 menit sesudah imunisasi dilaksanakan dan petugas juga harus tetap berada di pos atau di sekolah minimal 30 menit setelah sasaran terakhir diimunisasi, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kasus KIPI yang serius seperti anafilaktik.

16

2.3.3 Teknis Pelaksanaan a. Pelarutan vaksin

Gambar 3. Cara melarutkan vaksin campak

1. Pelarut harus berasal dari produsen yang sama dengan vaksin yang digunakan. 2. Pelarut dan vaksin belum kadaluarsa , VVM vaksin masih dalam kondisi A atau B. 3. Larutkan vaksin dengan menggunakan ADS 5 ml. Jangan menyentuh jarum ADS dengan jari. 4. Pastikan 5 ml cairan pelarut vaksin terhisap dalam ADS, kemudian baru melakukan pencampuran dengan vaksin kering campak. 5. Masukkan pelarut secara perlahan kedalam botol vaksin agar tidak terjadi gelembung / busa. 6. Kocok campuran vaksin dengan pelarut secara perlahan sampai tercampur rata. Hal ini untuk mencegah terjadinya abses dingin. 7. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan dalam waktu 6 jam. Oleh karena itu hanya boleh melarutkan satu vial vaksin dan baru boleh melarutkan vaksin lagi bila vaksin pada vial sebelumnya sudah

17

habis serta masih ada sasaran. Catat jam pelarutan vaksin pada label vaksin. 8. Memperhatikan prosedur aseptik.

Gambar 4. Vaksin campak dan pelarut

INGAT JANGAN MELARUTKAN VAKSIN DENGAN AQUABIDEST

b. Cara pemberian vaksin campak 1. Imunisasi campak diberikan pada balita (9-59 bulan) tanpa melihat status imunisasi dan riwayat terkena penyakit campak. 2. Imunisasi dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (autodisable syringe/ADS) 0,5 ml. Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk menghindari pemakaian berulang jarum sehingga menghindari penularan penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B dan C. 3. Pastikan ujung jarum selalu berada di dalam cairan vaksin (jauh di bawah permukaan cairan vaksin) sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalam semprit. 4. Tarik torak perlahan-lahan agar cairan vaksin masuk ke dalam semprit.

18

5. Cabut jarum dari vial, keluarkan udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai pada skala 0,5 cc. 6. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan kapas. 7. Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara subkutan (sudut kemiringan penyuntikan 45o). 8. Setelah vaksin masuk, jarum dikeluarkan, kemudian kapas ditekan pada bekas suntikan, jika ada perdarahan kapas tetap ditekan pada lokasi suntikan hingga darah berhenti.

INGAT JANGAN MENGGUNAKAN ALKOHOL UNTUK MEMBERSIHKAN KULIT TEMPAT PEMBERIAN IMUNISASI

Posisi anak ketika divaksinasi.Lengan yg satu dijepit ketiak ibuTangan yg lain dipegang ibu, Kemudian anak dipeluk

Tungkai anak dijepit paha ibu

Gambar 5. Sudut kemiringan penyuntikan

Gambar 6. Posisi anak saat penyuntikan

19

Gambar 7. Cara pemakaian ADS dan memasukkan vaksin kedalam ADS

a.

Pemakaian vaksin polio 1. Vaksin yang akan dipakai belum kadaluarsa dan VVM dalam kondisi A atau B 2. Buka penutup vaksin, kemudian pasangkan penetes vaksin. Gunakan satu penetes untuk satu vaksin. 3. Sasaran imunisasi polio adalah balita usia 0 s/d 59 bulan tanpa melihat status imunisasi. 4. Dosis pemberian adalah 2 tetes secara oral.

b. Pemeliharaan cold chain selama pelaksanaan pelayanan imunisasi 1. Vaksin campak dan polio adalah vaksin sensitif panas. Oleh karena itu di lapangan vaksin harus tetap disimpan pada suhu 280C, dengan menggunakan vaccine carrier yang berisi 4 buah cool pack dan dilengkapi dengan spons / busa penutup di atasnya. 20

2. Sehari sebelum pelaksanaan kampanye pelarut disimpan pada suhu 2-80C, kemudian sewaktu dibawa ke pos pelayanan, diletakkan dalam vaccine carrier bersama vaksin. 3. Vaccine carrier ditempatkan terlindung dari sinar matahari langsung. 4. Vaksin yang sudah dipakai ditempatkan pada spons / busa penutup vaccine carrier, sedangkan yang belum dipakai tetap disimpan didalam vaccine carrier. 5. Selalu perhatikan kondisi VVM setiap akan menggunakan vaksin. Vaksin yang bisa digunakan adalah kondisi VVM A atau B. INGAT JANGAN MENYIMPAN BARANG SELAIN VAKSIN DIDALAM VACCINE CARRIER

Gambar 8. Cara meletakkan vaksin yang sudah dipakai

c. Pemakaian vaksin sisa Vaksin sisa yang belum terbuka diberi tanda dan dibawa kembali ke puskesmas untuk disimpan pada lemari es dengan suhu 2-8oC. Vaksin sisa tersebut didahulukan penggunaannya pada pelayanan berikutnya. Vaksin sisa yang sudah terbuka dibuang dan tidak boleh digunakan pada hari berikutnya. d. Pelaksanaan Imunisasi yang aman Pelaksanaan imunisasi harus bisa menjamin bahwa sasaran mendapatkan kekebalan serta menghindarkan penyebaran penyakit terhadap petugas dan

21

masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, harus diperhatikan beberapa hal dibawah ini: 1. Selalu menggunakan ADS dalam pelayanan imunisasi. 2. Jarum suntik habis pakai harus langsung dibuang ke dalam safety box dengan tanpa menutup kembali jarum (Recapping). 3. Jangan mengisi safety box sampai terlalu penuh (hanya boleh diisi ) 4. Safety box dibawa kembali ke puskesmas untuk dimusnahkan. 5. Pemusnahan safety box yang berisi jarum bekas dengan dibakar pada incinerator, pembakaran aman terlindung atau dikubur. 6. Sampah lain (kapas, plastik, botol) dimasukkan kedalam kantong plastik kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar biasa. e. Kontra Indikasi Vaksin campak dan polio sangat aman diberikan. Kontra indikasi pemberian kedua vaksin tersebut adalah : 1. Yang mengalami immuno-compromised akibat penyakit dasar atau akibat pengobatan dengan immunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). 2. Infeksi HIV/AIDS Imunisasi tetap boleh diberikan pada sasaran dengan kondisi : 1. 2. 3. 4. Malnutrisi Infeksi saluran pernafasan ringan Diare Demam.

f. Pengelolaan limbah medis Pengelolaan limbah imunisasi mencakup limbah jarum suntik dan sisa pelaksanaan imunisasi (vaksin dan tutupnya, ampul pelarut, kapas) : 1. Mencari lokasi yang jauh dari pemukiman untuk membuat lobang pembakaran dan penimbunan limbah, dengan ukuran panjang 4 m x lebar 3 m x kedalaman 5 meter. Dasar lobang harus berada diatas permukaan air. 2. Selanjutnya limbah dibakar di tempat tersebut dan ditimbun.

22

g. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan kegiatan kampanye campak dan polio dilakukan terpisah dari kegiatan rutin melalui rekapitulasi laporan mingguan. Pelaporan dilakukan berjenjang dan bertahap. Pencatatan dan pelaporan pada kegiatan ini adalah hasil cakupan dan pemakaian logistik menggunakan formulir terlampir. Skema pelaporan :Harian

Mingguan

Mingguan

Mingguan

Pos Imunisasi

PUSKESMAS

Kab/Kota

Propinsi

Pusat

h. Pemantauan dan pembinaan (supervisi) Pemantauan adalah salah satu fungsi penting dalam manajemen kampanye imunisasi untuk mengetahui permasalahan saat pelaksanaan kegiatan sehingga dapat segera dilakukan upaya pemecahan masalah. Ada dua alat pemantauan yang digunakan dalam kegiatan kampanye imunisasi campak: a. Daftar supervisi / cek list sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi campak b. Daftar supervisi / cek list saat pelaksanaan kampanye imunisasi campak Pemantauan dan pembinaan dilakukan terus menerus, baik sebelum kampanye, saat kampanye dan juga setelah kampanye oleh supervisor. Pembinaan dilakukan dengan menggunakan cek list supervisi. Target puskesmas yang dilakukan supervisi sebanyak 50 % dari total puskesmas. Dengan berdasarkan kriteria stratifikasi puskesmas wilayah sulit dan biasa, atau berdasarkan daerah yang beresiko tinggi terjadi KLB campak dan polio (cakupan campak dan polio rutin