Pedoman ini disiapkan oleh CIFOR yang bekerjasama ......arah pengelolaan hutan yang lestari akan...

20

Transcript of Pedoman ini disiapkan oleh CIFOR yang bekerjasama ......arah pengelolaan hutan yang lestari akan...

  • Pedoman ini disiapkan oleh CIFOR yang bekerjasama dengan CIRAD-Forêt, Wildlife Conservation Society,Departemen Kehutanan dan Perkebunan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan INHUTANIII, sebuah Badan Usaha Milik Negara. Pengembangan pedoman ini dan pengujiannya di lapangan telah dilaksanakandengan dana hibah dari International Tropical Timber Organization, Yokohama, Jepang, yang diberikan kepadaPemerintah Indonesia dengan judul “Forest, Science and Sustainability: The Bulungan Model Forest”.

    Pedoman ini dimaksudkan sebagai langkah awal dalam pengembangan dan pengujian prosedur lapangan yangkomprehensif untuk pembalakan yang disempurnakan. Pedoman ini sejalan dengan standar-standar nasional daninternasional yang berkaitan dengan penurunan berbagai dampak yang diakibatkan oleh kegiatan pembalakan. Standar-standar tersebut termasuk ITTO Guidelines for the Sustainable Management of Natural Tropical Forests (1990),FAO Model Code of Forest Harvesting Practice (1996), Code of Forest Harvesting in Asia-Pacific (1997), danForest Practices Code Indonesia (1997; sekarang masih berupa naskah). Meskipun publikasi tersebut memberikanlandasan menyeluruh untuk menuntun berbagai kegiatan di hutan, semuanya harus diinterpretasikan dalam tingkatyang lebih spesifik menurut lokasi (site-specific) supaya dapat berpengaruh secara positif terhadap praktek-praktekpembalakan secara lokal. Oleh karena itu, pedoman ini telah disesuaikan dengan kondisi lokal yang ada di sekitarHutan Model Bulungan, Kalimantan Timur.

    Pedoman ini hendaknya dianggap sebagai seperangkat hipotesis kerja (working hypotheses) yang akan diuji dalamkaitannya dengan penelaahan tentang pembalakan konvensional dan pembalakan berdampak rendah (reduced im-pact logging) di Hutan Model Bulungan. Pedoman ini jangan diartikan sebagai produk akhir tetapi hendaknyadianggap sebagai suatu produk yang dapat dijadikan landasan untuk menentukan seperangkat kegiatan awalpembalakan berdampak rendah. Standar-standar dan prosedur-prosedur yang spesifik yang terkandung dalam pedomanini dapat berubah di masa depan bila berbagai hasil pengujian di lapangan menjadi tersedia. CIFOR akan menyambutdengan senang hati semua komentar dan saran mengenai pedoman ini dari semua fihak yang menaruh minat terhadappembalakan berdampak rendah.

    Dennis P. DykstraDeputy Director General for Research

    Pengantar

  • Sistem CGIAR

    Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR) merupakan kelompok

    donor informal dari 41 donor dunia baik sektor swasta maupun masyarakat yang dibentuk

    guna mendukung jaringan kerja 16 lembaga penelitian pertanian internasional. Sistem

    CGIAR didirikan pada tahun 1971, di mana CIFOR merupakan anggota terbaru, adalah

    bagian dari sistem penelitian pertanian global yang menerapkan solusi ilmiah bagi

    permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang tidak mampu di seluruh dunia.

    CIFOR

    CIFOR dibentuk di bawah Sistem CGIAR sebagai tanggapan terhadap keprihatinan dunia

    akan konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh kerusakan dan

    kepunahan hutan. Kegiatan penelitian dilakukan melalui kerjasama kemitraan dengan

    perorangan dan lembaga penelitian di negara-negara berkembang dan maju. Sifat dan

    lamanya kerjasama ini ditentukan oleh kajian masalah yang sedang dihadapi. Agenda

    penelitian ini selalu dikaji ulang dan dapat berubah sewaktu-waktu jika mitra kerja CIFOR

    menemukan masalah dan kesempatan baru.

    Bulungan Research Report Series No.1b merupakan terjemahan dari Reduced-Impact Logging Guidelinesfor Lowland and Hill Dipterocarp Forests in Indonesia.Penerjemah dan penyunting: Machfudh

  • Pendahuluan

    1. Perencanaan Penebangan

    1.1. Rencana strategis

    1.2. Rencana taktis

    2. Pengembangan Petunjuk RIL dalam Rencana Taktis

    2.1. Pengawasan RIL

    2.2. Operasi pra-pembalakan

    2.2.1. Survei potensi

    2.2.2. Pemotongan tumbuhan merambat

    2.2.3. Survei topografi

    2.2.4. Kawasan yang dilindungi

    2.2.5. Perencanaan jalan, tempat penimbunan dan jalan sarad

    2.2.5.1. Rancangan jalan

    2.2.5.2. Tempat penimbunan (landing)

    2.2.5.3. Perencanaan jaringan jalan sarad

    2.2.5.4. Perencanaan penebangan

    2.2.6. Survei akhir pra-pembalakan RIL

    2.2.7. Peta taktis dan rencana tertulis

    3. Operasi Penebangan

    3.1. Penebangan (tim, peta dan material)

    3.2. Penandaan jalan sarad dan pembukaan

    3.3. Sistem pengupahan

    4. Operasi Pasca Penebangan

    4.1. Rehabilitasi jalan sarad

    4.2. Penutupan jalan

    4.3. Operasi pasca-penebangan yang lain

    Kesimpulan dan Pembahasan

    Daftar Pustaka

    Lampiran 1: Pedoman penilaian lapangan untuk penunjukan kawasandalam proses perencanaan strategis dan perencanaan taktis (WCS 1998).

    Lampiran 2. Daftar Istilah

    Daftar Isi

    1

    1

    2

    3

    3

    3

    4

    4

    5

    5

    5

    6

    6

    7

    8

    8

    8

    9

    9

    9

    9

    9

    10

    10

    10

    10

    11

    12

    13

    15

  • PendahuluanKesadaran internasional terhadap peningkatan lajupenggundulan hutan telah menyebabkan banyak negaradi daerah tropika, termasuk Indonesia, yang memberikanprioritas kepada pencapaian objektif ITTO tahun 2000,untuk mengelola hutan secara lestari. Perkembangan kearah pengelolaan hutan yang lestari akan mendorongpenerapan teknik-teknik pembalakan yang berdampakrendah (reduced-impact logging, RIL), dengan tujuanuntuk mengurangi kerusakan tanah, berbagai dampakterhadap hidupan liar dan kerusakan terhadap pohon-pohon tertinggal. RIL telah diterapkan dan diuji diberbagai wilayah tropika, khususnya di Asia Tenggara(Sabah: Pinard dan Putz 1996; Kalimantan Timur:Bertault dan Sist 1995, 1997; Sist et al. 1998).

    Di Indonesia, pengelolaan hutan dan pembalakan diaturmenurut sistem pembalakan Tebang Pilih TanamIndonesia (TPTI) (Armitage dan Kuswanda 1989).Sistem ini mengijinkan semua pohon perdagangan dengandiameter setinggi dada (dbh) >50-60 cm (diameterminimum pohon yang ditebang bergantung kepada tipehutan produksi, lihat daftar istilah) untuk dipanen dengansiklus tebang 35 tahun. Praktek-praktek RIL sebenarnyatelah direkomendasikan di dalam TPTI, tetapi jarangditerapkan di lapangan karena beberapa alasan, antaralain: 1) tidak ada pengontrolan kegiatan-kegiatanpenebangan; 2) kurangnya perincian bagaimana prosedurRIL harus dilaksanakan; dan 3) tingginya biaya/finansialRIL bila dikombinasikan dengan penanaman pengayaan.

    Petunjuk RIL yang diusulkan dalam dokumen ini disusundengan mengembangkan petunjuk yang digariskan FAO

    RingkasanLaporan ini menguraikan Pembalakan Berdampak Rendah (Reduced-Impact Logging, RIL) yang akanditerapkan di hutan Dipterocarpa lahan rendah (lowland) dan bukit di proyek Hutan Model Bulungandi Kalimantan Timur, Indonesia. Diharapkan bahwa melalui penerapan dan pengawasan kegiatan-kegiatan praktek RIL yang diuraikan dalam dokumen ini, pelaksana HPH (INHUTANI II) dapatmengurangi kerusakan tanah dan tegakan tinggal paling tidak sampai 50% bila dibandingkan denganpelaksanaan pembalakan secara konvensional yang tidak menerapkan petunjuk ini; membatasi dampak-dampak langsung secara keseluruhan terhadap hutan sampai 20 tahun) yangdirancang guna menjamin pengelolaan sumberdaya hutanlestari. Proses perencanaan hutan hendaknyamemperhatikan segi ekologi, lingkungan dan sosialekonomi di wilayah konsesi, dan terdiri atas dua tipe:perencanaan strategi (Gambar 1) dan perencanaan taktis(Gambar 2).

  • 2 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    1.1. Rencana strategisRencanaan strategis pembalakan merupakan komponenproses perencanaan pengelolaan hutan, dan harus dibuatoleh tim perencanaan terpadu yang terdiri atas rimbawan,pakar ekologi, spesialis pembalakan, pakar konstruksi,pakar biologi hidupan liar, dan pakar ilmu sosial. Rencanastrategis merupakan rencana jangka menengah, yangmenurut aturan TPTI, adalah untuk kurun waktu 5 tahundan disebut Rencana Kerja Lima Tahun (RKL). Dinegara-negara lain, rencana strategis dapat mencakupperiode yang lebih lama (10-20 tahun). Rencana strategisini dibuat dalam bentuk dokumen tertulis dan peta dengansekala 1 : 25.000, yang memuat informasi-informasiberikut:• tipe vegetasi di kawasan yang tercakup dalam rencana;• kawasan-kawasan yang akan ditebang dan kawasan-

    kawasan yang dikeluarkan dari aktivitas silvikultur;• perkiraan batas dan luas tebangan tahunan;• perkiraan volume tegakan dan volume pohon yang

    dapat ditebang di setiap petak;• perkiraan lokasi jalan untuk rute jalan utama;• teknik pengeluaran kayu yang akan digunakan; dan• langkah-langkah konservasi khusus yang akan

    diterapkan.Satu tugas penting untuk perencanaan strategis adalahmenentukan tipe sistem pengeluaran kayu, yang sangatbergantung kepada topografi.• Di areal dengan lereng < 30 % (lihat daftar istilah),

    penyaradan (ground skidding) diperbolehkan.• Di petak tebangan dengan lereng 30 - 70 %, penyaradan

    dilarang, karena kerusakan tanah dan vegetasi yangparah akan terjadi dalam kondisi seperti itu. Pada

    l

    l

    l

    l

    l

    l

    Tata batas blok tahunan kawasan produksi dan kawasan lindungKlasifikasi tipe vegetasi dan topografiPerkiraan volume produksi di setiap blok tahunanSistem pembalakan dan peralatanJadwal pelatihanRancangan jalan utama

    l Peta sekala 1: 25.00

    RENCANA TAKTIS 1Rencana blok tahunan (1 tahun)

    Rencana taktis tahun ke 2

    Rencana taktis tahun ke n

    l

    l

    l

    l

    l

    l

    l

    Perencanaan operasi pembalakan pada sekala blokInventarisasi hutan pra-pembalakan (inventarisasi 100 %)Perencanaan penebanganPerencanaan jalan cabang, TPN dan jalan saradSupervisi operasi pembalakanPerencanaan operasi pasca-pembalakanPeta taktis pembalakan yang rinci 1 : 2.000

    RENCANA STRATEGIS (RKL)Rencana Jangka Menengah (5 - 10 tahun)

    PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTANRencana Jangka Panjang (> 20 tahun)

    l

    l

    l

    l

    Pengelolaan dan penggunaan sumber daya hutan secara lestariCiri-ciri penggunaan lahan untuk identifikasi kawasan produksi dan kawasan perlindunganPenilaian komponen lingkungan dan sosial-ekonomi kawasan konsesiPeta perencanaan sekala kecil 1 : 50.000

    Gambar 1. Pengelolaan hutan dan rencana pemanenan. Gambar 2. Urutan operasi rencana taktis.

    PERENCANAAN TAKTIS(RKT)

    l Direktur Produksi Manajer kegiatan

    inventarisasi hutan Manajer perencanaan Manajer operasi penebangan Wakil dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan

    l

    l

    l

    l

    Pelaporan Perencanaan Supervisi

    TIM SUPERVISI RIL LAPANGAN

    Petugas Perencanaan

    Petugas Inventarisasi

    Hutan

    Petugas Operasi

    Penebangan

    Inventarisasi hutan &

    penilaiantopografi

    Pemotonganliana 1 tahun

    sebelum penebangan

    Pembuatanjalan

    Rencana TaktisPeta dan

    dokumen tertulis

    Survey Akhir pra-pembalakan

    Penandaan jalan saradPenandaan arah rebah

    Pembalakan dan Operasi Pasca-pembalakan

    Komite Pengarahan RIL

  • 3Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    kondisi lereng seperti ini, sistem penyaradan dengansistim kabel (skyline) merupakan sistem pengeluarankayu yang tepat (Gambar 3).

    Keputusan untuk menggunakan cara pengeluaran kayudengan kabel harus berdasarkan kepada perencanaansebelum penebangan, dengan memperhatikankesesuaian secara teknik, investasi yang diperlukan, dankeuntungan komersial yang akan diperoleh. Agarberhasil, penerapan sistem kabel memerlukan pelatihandan keahlian khusus, terutama di Indonesia karenasistem pengeluaran kayu dengan kabel jarangdigunakan (misalnya, di HPH Sumalindo di KalimantanTimur, Aulerich 1995). Sementara banyak sistempengeluaran kayu dengan kabel yang dapatmengakomodasi berbagai keadaan medan dan tipe-tipehutan, sistem skyline merupakan sistem yangmempunyai dampak terhadap tanah dan hutan yangpaling rendah (Gambar 3). Dampak ini betul-betulrendah bila balak-balak kayu seluruhnya menggantunguntuk menghindari kerusakan pada tanah. Jadi,pengalokasian waktu yang cukup untuk perencanaansistem kabel ini sangatlah penting agar pelaksanaannyadapat memenuhi tujuan perlindungan lingkungandengan biaya yang masuk akal. Akhirnya, bergantungkepada kondisi medan, perencanaan pengeluaran kayudi suatu petak tebangan dapat menggunakanpenyaradan traktor di satu bagian dan sistim kabel dibagian lainnya.

    • Kawasan dengan lereng > 70% harus dikeluarkan darikawasan penebangan dan harus dinyatakan sebagaihutan lindung. Demikian juga untuk zona riparian(pinggir sungai) dan areal hutan dengan habitat yangkhas.

    1.2. Rencana taktisRenana taktis berisi prosedur teknik dan perencanaan rincioperasi penebangan yang akan dilaksanakan dalamkawasan tebangan tahunan. Dalam TPTI, rencana taktisdisebut Rencana Kerja Tahunan (RKT). Prosedurperencanaan dan pelaksanaan RIL harus dimasukkandalam rencana taktis ini (Gambar 2).

    2. Pengembangan Petunjuk RILdalam Rencana Taktis

    2.1. Pengawasan RILRancangan pembalakan dan operasi penebangan yangdiuraikan dalam rencana taktis memerlukan pengawasanyang teliti agar pelaksanaan RIL dapat berhasil. Untukmencapai tujuan ini, suatu ‘komite RIL’ harus dibuatdengan tugas utama membuat verifikasi bahwapembalakan dilaksanakan sesuai dengan pedoman danjadwal RIL. Komite ini hendaknya terdiri atas direkturperusahaan, wakil dari Departemen Kehutanan, danmanajer senior perusahaan yang bertanggung jawab ataskegiatan inventarisasi, perencanaan dan operasipenebangan (Gambar 2).

    Gambar 3. Contoh skyline dengan kayu bergantung seluruhnya (Sumber: Aulerich 1995).

  • 4 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    Tugas utama komite ini adalah memberikan pengarahankepada “Tim Pengawasan RIL Lapangan” (TPL), yangmengendalikan dan mengawasi perencanaan danpelaksanaan pembalakan di lapangan. Tim ini harusterdiri atas petugas-petugas yang bertanggung jawab atasinventarisasi, perencanaan penebangan, dan operasipembalakan (Gambar 2). Tugas dan tanggung jawabutama tim ini adalah untuk:• Mengendalikan dan mengawasi semua operasi pra-

    pembalakan;• Mengendalikan dan mengawasi penerapan prosedur-

    prosedur RIL di lapangan;• memberikan pengarahan dan pesan-pesan teknik

    kepada operator selama pembalakan;• membuat keputusan-keputusan yang tepat dan cepat

    di lapangan bila petunjuk RIL tidak dapat dilaksanakanatau memerlukan interpretasi; dan

    • melaporkan secara teratur kepada Komite RIL tentangkemajuan operasi pembalakan.

    Keberhasilan pelaksanaan RIL sebagian besar akanbergantung kepada kecakapan teknis dari TPL, yang harusmemimpin pelaksanaan operasi-operasi pembalakan agarsejalan dengan petunjuk RIL. Dengan alasan ini makarimbawan yang menjadi anggota TPL perlu dilatih dalamteknik RIL dan keteknikan hutan (forest engineering).

    2.2. Operasi pra-pembalakanBerbagai kegiatan sebelum penebangan dimaksudkanuntuk mengumpulkan data biofisik guna persiapanoperasi-operasi pembalakan dalam petak tahunan.Informasi ini diperlukan untuk membuat peta taktispembalakan dan dokumen rencana taktis pembalakan(Gambar 2 dan 4).

    2.2.1. Survei potensiSurvei potensi (stock survey) ini menggambarkanfrekuensi dan distribusi jenis-jenis pohon dan hasil hutannir-kayu (NTFP) penting, yang terdapat dalam areal petaktebangan tahunan baik ditinjau dari segi komersial,maupun ekologi. Daftar jenis-jenis pohon yang terdapatdalam suatu areal penebangan dibuat dan ditetapkansewaktu proses perencanaan pengelolaan hutan (Gambar1), dan mencakup kategori-kategori berikut:• Semua pohon yang dapat ditebang (dbh > 40 cm atau

    dbh > 60 cm, bergantung kepada tipe hutan produksi).Jenis-jenis perdagangan dan batas diameter pohon yangdapat ditebang tercantum dalam TPTI. Jenis-jenisDipterocarpa yang merupakan jenis perdagangan yangdominan, dengan dbh > 50-60 cm dikategorikan dapatditebang. Dbh minimum pohon yang dapat ditebangbervariasi sesuai dengan tipe hutan (hutan produksi atauhutan produksi terbatas). Apabila pohon-pohonmempunyai nilai perdagangan yang rendah atau tidakmempunyai nilai perdagangan, yang disebabkan oleh

    bentuknya yang kurang baik atau kerusakan kayu,pohon-pohon ini ditandai baik di lapangan ataupun dipeta pohon dan dikeluarkan dari jenis pohon-pohonyang dapat ditebang. Pohon-pohon yang mempunyairesiko untuk pecah juga diidentifikasi dan ditandaiuntuk tidak dimasukkan ke dalam jenis yang ditebang.

    • Semua pohon yang berpotensi untuk ditebang (Poten-tial Crop Trees, PCT). PCT merupakan jenis-jenispohon perdagangan dengan diameter 20 cm < dbh <50 cm, yang akan menyusun tegakan dalam penebanganyang akan datang. PCT ini ditandai di lapangan dandipetakan agar supaya dapat dilindungi selama operasipenebangan.

    • Jenis-jenis pohon yang dilindungi: langka, terancamkepunahan dan berbahaya menjadi punah (endan-gered). Menurut peraturan TPTI jenis-jenis tertentu(seperti Eusideroxylon zwagerii, Koompassia excelsa,Dyera costulata) tidak boleh ditebang. Pohon-pohonjenis ini dan jenis-jenis yang terdaftar dalam BukuMerah IUCN (IUCN 1990) dengan dbh > 20 cm harusditandai, dicatat dan dipetakan agar perlindungannyaterjamin selama operasi pembalakan.

    • Pohon-pohon dengan dbh > 10 cm yang dikenal olehmasyarakat setempat sebagai penghasil hasil hutan nir-kayu (NTFP). Kruiser setempat yang mempunyaipengetahuan baik mengenai pohon-pohon penghasilhasil hutan nir-kayu harus menjadi bagian dari tim

    Gambar 4. Contoh peta taktis pembalakan (Sekala 1:2000,garis kontur 5 m) dibuat setelah inventarisasi sebelumpenebangan. Panah-panah menunjukkan arah rebah(penebangan terarah) yang direncanakan. Batang kayuharus diletakkan dengan sudut kira-kira 30o terhadap jalansarad. (+ = arah rebah bagus, sudut dengan jalan sarad30o). Bagian yang diarsir menunjukkan zona penyangga.Garis utuh menunjukkan jalan hutan dan garis putus-putusadalah jalan sarad.

  • 5Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    survei potensi. Tim inventarisasi hutan harus jugamengumpulkan data yang sama untuk jenis pohonpohon ini, seperti data yang dikumpulkan untuk jenis-jenis pohon penghasil kayu. Pohon-pohon ini harusditandai, dinomori dan posisinya ditunjukkan dalampeta.

    • Pohon-pohon penunjang hidupan liar yang penting.Jenis-jenis pohon terpilih yang merupakan sumberpakan untuk hidupan liar harus ditandai, dicatat dandipetakan agar dapat dilindungi selama penebangan.Jenis-jenis yang harus dimasukkan ke dalam daftar inibiasanya mempunyai tempat tumbuh yang spesifik (sitespecific) (contoh, MacKinnon et al. 1996, menyajikansuatu daftar pohon-pohon penting sebagai penghasilmakanan bagi hidupan liar dan masyarakat yang tinggaldi Kalimantan).

    Selama survei potensi, data yang dikumpukan dari setiappohon yang dicatat dalam inventarisasi adalah:• nomor pohon;• nama perdagangan atau nama lokal;• posisi dalam petak penebangan; dan• perkiraan kelas diameter (dalam cm) di atas banir.

    Agar supaya sesuai dengan prosedur inventarisasi TPTI,semua pohon yang dapat ditebang (Kelompok 1 di atas)ditandai dengan label merah sedangkan jenis-jenis PCTdan yang dilindungi ditandai dengan label kuning. La-bel-label ini harus menerangkan:• blok tahunan dan petak tebangan;• nomor pohon;• diameter pohon;• nama perdagangan.

    Selain dari prosedur penandaan yang disyaratkan olehperaturan kehutanan Indonesia, disarankan melakukanpenandaan dengan menggunakan tanda-tanda yang dapatdikenali di hutan dengan mudah. Pohon-pohon yangdapat ditebang harus ditandai dengan cat merah melingkarpada batang sedangkan jenis-jenis PCT dan yangdilindungi dicat kuning melingkari batang.

    Akhirnya, survei potensi dilakukan paling tidak 6 bulansebelum penebangan oleh tim yang terdiri atas rimbawan(untuk kayu) dan kruiser lokal (untuk NTFP). Kegiatanmereka akan diawasi oleh Petugas Inventarisasi Hutandari TPL.

    2.2.2. Pemotongan tumbuhan merambatTumbuhan merambat dapat membahayakan keselamatanpenebangan dan mempengaruhi arah rebah. Oleh karenaitu, semua tumbuhan merambat dengan dbh > 2 cm yangberhubungan dengan batang pohon yang akan ditebang

    harus dipotong paling sedikit 6 bulan sebelumpenebangan. Biasanya pemotongan tumbuhan merambatdilakukan pada saat survei potensi, dan di bawahpengawasan Petugas Inventarisasi Hutan dari TimPengawas RIL Lapangan.

    2.2.3. Survei topografiSebelum jaringan jalan angkutan dan jaringan jalan saraddirancang dan direncanakan berdasarkan kondisi medan,sangatlah penting untuk menghasilkan peta topografiterlebih dahulu dengan menggunakan metoda-metodayang modern dan alat-alat yang tersedia (seperti fotoudara, citra satelit, dan citra radar). Akan tetapi, apabilacitra penginderaan jauh tidak memadai untukmenghasilkan peta dengan sekala yang cocok untukperencanaan pembalakan (1:2000), peta-peta topografiharus diadakan dengan cara mengadakan survei lapangan(Klassen 1998). Kegiatan ini dilaksanakan bersamaandengan survei potensi. Interval kontur maksimum untukpeta pembalakan taktis adalah 5 m dan akan lebih baikbila interval kontur 1 m atau 2 m.

    2.2.4. Kawasan yang dilindungiDalam setiap blok penebangan, semua areal akan ditebang kecuali areal-areal yang dicadangkan sebagai:• Kawasan yang tidak dapat dikerjakan: kawasan

    yang terlalu terjal (> 30% untuk penyaradan dan > 70%untuk sistem pembalakan lain), berbatu, dan/ataumempunyai potensi kayu perdagangan yang sangatrendah.

    • Kawasan yang dikeramatkan: kawasan yangmempunyai nilai budaya atau agama bagi masyarakatsetempat. Tempat-tempat yang dikeramatkan ini harusditentukan setelah berkonsultasi dengan masyarakatsetempat dan dalam peta rencana penebangan ditandaisecara jelas sebagai areal yang dilindungi.

    • Kawasan konservasi: kawasan yang melestarikanhabitat yang khas dan/atau rawan, dan areal-areal yangmempunyai keanekaragaman hayati (biodiversity)tinggi. Kawasan-kawasan ini harus mewakili berbagaiekosistem yang ada di wilayah konsesi dan hanya dapatditentukan dengan survei komunitas hidupan liar danhabitatnya di dalam blok penebangan (Lampiran 1).Kawasan konservasi dapat juga meliputi kawasan yangtidak dapat dikerjakan dan kawasan yang dikeramatkan.

    • Daerah penyangga sungai: kawasan yangberdampingan dengan sungai (aliran air yangpermanen) dan di sini kegiatan penebangan tidakdiijinkan. Sungai diartikan sebagai aliran air yangpermanen bila air mengalir terus-menerus paling tidakselama 2 bulan dalam setiap tahun. Lebar daerahpenyangga sungai berkisar antara 20 m dan 200 m,bergantung kepada lebar aliran air (Tabel 1). Daerahpenyangga sungai ini harus dicatat sewaktu

  • 6 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    mengadakan survei topografi dan digambar di petarencana taktis.

    Semua kawasan yang dianggap perlu untuk dilindungidicatat sewaktu melakukan survei potensi dan/atau surveitopografi, dan kemudian digambar pada peta rencanataktis. Kegiatan pembalakan yang harus diperhatikandalam kawasan ini:• Tidak boleh menebang pohon di kawasan yang

    dilindungi. Pohon-pohon yang berada di dekat kawasanini harus ditebang dengan arah rebah menjauhi kawasanyang dilindungi tersebut.

    • Alat-alat berat biasanya tidak boleh masuk ke daerahyang dilindungi ini. Akan tetapi, dalam keadaantertentu dan apabila memang diperlukan, petugasketeknikan hutan (forest engineers) yang bertanggungjawab atas operasi pembalakan dapat mengijinkan alat-alat berat masuk ke daerah tersebut. Apabila alat-alatberat boleh masuk, jalan masuk harus mengambil jarakyang terpendek.

    • Apabila sebatang pohon secara tidak sengaja ditebangdan jatuh ke sungai, maka semua potongan kayu dandaun-daun harus dibersihkan dari sungai tersebut tanpamerusak pinggir/tanggul sungai.

    • Tidak boleh membuang potongan-potongan kayu dandaun-daun ke dalam kawasan yang dilindungi ini.

    2.2.5. Perencanaan jalan, tempat penimbunandan jalan sarad

    2.2.5.1. Rancangan jalanPerencanaan jalan dimaksudkan untuk mengembangkanjaringan jalan dengan kerapatan jalan yang minimumtetapi dapat menjangkau seluruh kawasan yang ditebang.Lokasi jalan utama ditentukan dalam rencana strategis,sedangkan jalan cabang dalam rencana taktis. Akantetapi, rancangan jalan utama dapat dimodifikasi dandiperbaiki sesuai dengan survei topografi sebelumpenebangan yang dilaksanakan sewaktu mengadakanperencanaan taktis.

    Dalam RIL, jalan-jalan hutan harus dibangun denganteknik yang ramah lingkungan untuk menekan erosi tanahdan sedimentasi sungai yang serendah mungkin.

    Walaupun hal tersebut di luar cakupan dokumen ini untukmembahasnya secara rinci, beberapa aturan dasarpembuatan jalan hutan yang ramah lingkungan perludikemukakan di sini (lihat Haussman dan Pruett 1978untuk jalan hutan berdampak rendah secara rinci).• Perencanaan: perencanaan jalan yang benar sangat

    penting untuk mengurangi kerapatan jalan danmeminimumkan kerusakan tanah.

    • Lebar jalan: walaupun vegetasi perlu dibersihkan agarsinar matahari dapat mencapai jalan danmengeringkannya setelah hujan, jalan harus dibuatdengan lebar minimum tetapi memenuhi persyaratankonstruksi dan pemeliharaan serta memungkinkanpengangkutan kayu dapat dilakukan dengan efisien danaman (Foto 1 dan 2). Pengalaman menunjukkan bahwadrainase yang baik lebih penting daripada sinarmatahari untuk mengeringkan jalan dengan cepatsetelah hujan.

    Lebar antaratepi sungai

    Lebar ZPS dalam meter (lebar pada dua tepi sungai dan dari tengah sungai)

    < 1 m 1-10 m

    11-20 m 21-40 m > 40 m

    Tidak ada zona penyangga 20 (10)

    50 (25)

    80 (40)

    200 (100)

    Table 1. Lebar total zona penyangga sungai (ZPS)berdasarkan lebar sungai.

    Foto 1. Jalan yang terlalu lebar (Gabon, P. Sist).

    Foto 2. Jalan yang dibangun dengan baik tanpa lebar jalanyang berlebihan (Sabah, D. Dykstra).

    • Pembongkaran dan penimbunan tanah:pembongkaran dan penimbunan tanah harus sesedikitmungkin untuk mengurangi permukaan tanah terbukayang secara potensial mudah tererosi.

    • Memotong sungai: jalan-jalan harus diusahakan jauhdari sungai dan di luar daerah penyangga sungai.

  • 7Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    Apabila jalan harus memotong sungai, sebuah jembatanharus dirancang dan dibuat untuk menekan sekecilmungkin dampaknya terhadap sungai dan vegetasi yangada di sekitarnya (Foto 3).

    • Pelatihan: jalan-jalan hutan harus dirancang dandibangun di lapangan oleh tenaga ahli. Oleh karenaitu, pelatihan sangat penting untuk menyukseskanrancangan dan pembuatan jalan yang benar. Jadwalpelatihan harus dibuat dalam perencanaan taktis sebagaibagian dari rencana operasi pembalakan danpembiayaannya ditanggung oleh pemilik konsesi.

    • Waktu: jalan-jalan harus dibuat paling tidak 3 bulansebelum kegiatan pembalakan sehingga semuanyasudah siap sebelum penggunaan jalan tersebut secaraintensif dimulai.

    2.2.5.2. Tempat penimbunan (landing)Kerapatan tempat penimbunan (TPN) dan luas arealnyadapat dibatasi melalui perencanaan pembuatan jalan dantempat penimbunan sebelum kegiatan penebangan, sertamemanfaatkan informasi topografi dan volume pohon-pohon yang dapat ditebang yang dihasilkan dari surveipotensi dan/atau survei topografi. Untuk meminimumkandampak terhadap lingkungan yang berkaitan dengantempat penimbunan (atau tempat penyimpanan baloksementara), praktek-praktek berikut harus dilaksanakandengan pengawasan oleh Petugas Perencanaan dari TimPengawas RIL Lapangan:• tempat penimbunan dibuat berdampingan dengan jalan;• luasnya dibatasi < 0.2 ha (kira-kira 30 x 60 m)• hindari pembuatan tempat penimbunan di luar daerah

    penebangan; dan• tempat penimbunan dibuat di punggung bukit untuk

    memungkinkan penyaradan ke arah bukit danmenjamin drainase yang baik di lokasi tersebut.

    Foto 3. Daerah tergenang air yang disebabkan oleh strukturdrainase jalan yang tidak baik (Gabon, P. Sist).

    Foto 4. Jalan dengan lereng sangat terjal (Kalimantan Timur,P. Sist).

    • Pembelokan aliran air: selokan di pinggir jalan dansaluran-saluran drainase melintang (cross drains) yangdiletakkan dengan jarak yang benar (Tabel 2) harusdibuat dan dipelihara untuk mengalirkan air dari badanjalan ke vegetasi yang ada di sekitarnya.

    Lerengan (%) Spasi saluran drainasemelintang

    Di jalan sarad

    Di jalan angkut

  • 8 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    2.2.5.3. Perencanaan jaringan jalan saradJalan sarad direncanakan dengan mengikuti analisis dataposisi pohon dan topografi yang diperoleh dari surveipotensi dan survei topografi. Pencatatan data ke dalamdatabase GIS merupakan suatu keuntungan yang tidakdiragukan lagi untuk analisis dan interpretasi data.Analisis data dan perencanaan jaringan jalan saradmerupakan tanggung jawab Petugas Perencanaan dariTim Pengawas RIL Lapangan. Petugas InventarisasiHutan dan Petugas Operasi Penebangan harus diajakkonsultasi untuk memperoleh bantuan dan pengarahanteknis. Aturan-aturan berikut dapat dipakai sebagai dasaruntuk merancang jalan sarad (Gambar 4):• Penyaradan tidak diijinkan pada lereng lebih besar dari

    30%, juga tidak boleh di kawasan yang dilindungi ataujalur hijau sungai.

    • Jalan sarad tidak boleh memotong sungai. Bilapenyeberangan tidak dapat dihindari, titik-titikpenyeberangan harus terlihat jelas pada peta dan harusdisetujui setelah diperiksa di lapangan oleh PetugasPerencanaan atau Petugas Inventarisasi Hutan dari TimPengawas RIL Lapangan.

    • Jaringan jalan sarad harus dioptimalkan menurut posisidan kerapatan pohon yang akan ditebang untukmeminimumkan panjang jalan sarad dalam hutan.

    2.2.5.4. Perencanaan penebanganTujuan utama dari penebangan terarah (penebangandengan arah rebah tertentu, directional felling) adalahuntuk menempatkan batang kayu pada posisi yang mudahuntuk dikeluarkan. Tujuan yang lain adalah untukmenghindari kerusakan pada pohon-pohon yangdirencanakan untuk dapat ditebang pada sikluspenebangan berikutnya (yaitu pohon-pohon dengan dbh> 40 cm), pohon-pohon yang dilindungi, dan tegakantinggal lainnya. Penebangan terarah harus dipakai untukmelindungi pohon-pohon tersebut, yang telahdiidentifikasi dan dicatat pada waktu survei potensi.Perencanaan penebangan terarah merupakan tanggungjawab Petugas Perencanaan dari Tim Pengawas RILLapangan. Petunjuk utama untuk perencanaan arah rebahadalah:• Pohon harus ditebang ke arah atau menjauhi jalan sarad

    atau kabel sarad dengan sudut miring sekitar 30o

    terhadap arah penyaradan, kecuali bila pohon-pohontersebut dapat ditebang langsung ke atas jalan sarad(Gambar 4).

    • Bila mungkin, pohon-pohon harus ditebang ke arahrumpang (gap) tajuk yang ada.

    • Pada lereng yang curam, pohon-pohon harusdirobohkan ke arah puncak bukit, kecuali jika pohonsangat berat condongnya ke kaki bukit yangmenyebabkan teknik penebangan terarah untuk menarikpohon tersebut ke arah puncak bukit.

    • Pohon-pohon yang berdampingan dengan daerahpenyangga sungai harus ditebang sedemikian rupasehingga tajuk pohon jatuh diluar daerah penyanggatersebut.

    • Prosedur penebangan yang benar harus diterapkansupaya pohon tidak pecah waktu ditebang.Akhirnya, penelitian mutakhir menunjukkan bahwakemampuan teknik RIL untuk menekan kerusakanterhadap tegakan tinggal sampai 50%, dibandingkandengan praktek-praktek penebangan secarakonvensional, tidak akan dapat dicapai apabilaintensitas penebangan > 8 pohon/ha (Bertault dan Sist1995, 1997; Sist et al. 1998). Di lokasi lain, yang tujuansilvikulturnya dapat berbeda dengan tujuan sistemTPTI, jumlah maksimum pohon/ha yang dapat ditebangdan keefektifan teknik RIL untuk mengurangi dampakpenebangan dibandingkan dengan praktek-praktekpenebangan konvensional perlu diteliti. Keputusanuntuk tidak memasukkan pohon-pohon dengan ukurantertentu untuk ditebang merupakan tanggung jawab TimPengawas RIL Lapangan dan didasarkan pada data yangdiperoleh dari survei potensi. Di kawasan yangmempunyai kerapatan pohon yang tinggi, pohon-pohonyang sangat besar, seperti pohon-pohon yang menjulangtinggi, tidak perlu ditebang dan disisakan sebagai pohoninti.

    2.2.6. Survei akhir pra-pembalakan RILSebelum operasi pembalakan dimulai, perlu dilakukansurvei akhir pra-pembalakan, yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut:• penandaan jaringan jalan sarad di lapangan dengan

    membuka jalan sarad yang lebar (2m) dan mudah dilihatdalam hutan (disarankan untuk menggunakan pitaberwarna atau tanda-tanda dengan cat di pohon);pembukaan jalan-jalan sarad sebelum penebangandapat dianggap sebagai suatu alternatif pilihan , dengankeuntungan utama untuk membantu penebang danpengawas di lapangan ketika mereka harus memeriksadan menentukan arah rebah yang paling baik dari setiappohon.

    • pemeriksaan di lapangan untuk menentukan apakaharah rebah yang direncanakan pada peta menurutjaringan jalan sarad dan topografi memungkinkan.Sebelum penebangan, pengawas RIL bersama-samadengan penebang pergi ke lapangan untuk memeriksaarah kemiringan pohon secara alami yang akanmenentukan sektor penebangan 180°.

    • penandaan arah rebah akhir dengan cat pada batangsetiap pohon yang akan ditebang; dan

    • penandaan pohon-pohon yang tidak boleh ditebang dikawasan di mana jumlah pohon yang boleh ditebang >8 pohon/ha. (mengecat kembali lingkaran kuningnya).

  • 9Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    2.2.7. Peta taktis dan rencana tertulisInventarisasi dan perencanaan prapenebangan harusmemberikan kontribusi kepada pengembangan petataktis, yang meliputi semua informasi yang diperlukanuntuk mencapai operasi pembalakan seperti yang telahditentukan dalam rencana. Peta taktis ini harusmempunyai skala 1 : 2000 dan memuat informasi sebagaiberikut (Gambar 4):• garis kontur ( interval 5 m atau lebih kecil);• posisi setiap pohon yang akan ditebang, ditandai dengan

    nomor inventarisasinya;• arah rebah setiap pohon tersebut;• lokasi jaringan jalan dan tempat penimbunan (TPN);• jaringan jalan sarad; dan• daerah penyangga sungai dan kawasan-kawasan lain

    yang tidak ditebang.• Peta taktis tersebut juga harus berisi dokumen tertulis

    yang berisi rincian teknik setiap kegiatan yang akandilakukan (pra-penebangan, saat penebangan, dan post-penebangan).

    3. Operasi Penebangan

    3.1. Penebangan (tim, peta dan material)Para penebang harus menggunakan peta taktispembalakan yang rinci untuk merencanakanpekerjaannya. Efisiensi operasi penebangan dapatditingkatkan bila setiap hari para penebang mempelajariterlebih dahulu (mereview) keadaan topografi daninformasi posisi pohon yang ada di peta taktis pembalakansebelum memulai penebangan. Kegiatan ini akanmembantu mereka untuk memutuskan urutan pohon yangakan ditebang pada hari tersebut.

    Operasi penebangan harus dilakukan oleh orang yangterlatih yang dilengkapi dengan alat-alat keselamatan danmenggunakan peralatan yang dipelihara dengan benar.Penebang harus terbiasa dengan teknik pengarahanpenebangan, dan perusahaan pembalakan harusmemberikan pelatihan kepada penebang yang belummempunyai ketrampilan di bidang teknik ini sebelumnya.Setiap keputusan untuk menebang pohon dengan arahyang berbeda dari arah yang tercantum dalam rencanapembalakan harus dicatat dan dilaporkan kepada PetugasPerencana dari Tim Pengawas RIL Lapangan.

    3.2. Penandaan jalan sarad dan pembukaanSelama pengeluaran balok kayu, disarankan untukmenggunakan praktek-praktek kegiatan dan peralatanberikut:• Jalan sarad harus dibuka menurut jaringan jalan sarad

    yang telah direncanakan yang terlihat pada peta taktispembalakan dan di hutan. Untuk itu, operator penyarad

    (skidder) harus membawa peta ke lapangan danmengikuti rancangn jaringan yang ada.

    • Lebar jalan sarad tidak boleh lebih dari 4 m.• Operator penyarad tidak diizinkan untuk keluar dari

    tanda jalan sarad tanpa izin dari Petugas OperasiPembalakan Tim Pengawas RIL di Lapangan.

    • Jalan sarad tidak boleh memotong sungai dengan lebarlebih dari 5 m atau parit (gullies, saluran air hasilgerusan air permukaan pada tanah). Apabila hal initak dapat dilakukan, penyeberangan sungai harusdilakukan di tempat yang berdasar batu dan badansungai harus dilindungi dengan balok kayu atau gorong-gorong sementara. Lokasi tempat penyeberangan iniharus disetujui sebelumnya oleh Petugas OperasiPembalakan dari Tim Pengawasi RIL di Lapangan.

    • Traktor sarad berban karet atau berban rantai (Gambar5A dan 5B) sebaiknya digunakan daripada traktor bilah(Gambar 5C) karena ukurannya yang lebih kecil sertakemampuannya untuk melakukan manuver lebih besardi hutan (dalam hal ini sedikit kemungkinannyamenyebabkan kerusakan terhadap tegakan tinggal dantanah). Traktor bilah yang lebih besar seharusnya hanyadipakai dalam pembuatan dan pemeliharaan jalan.

    • Alat sarad harus mempunyai mesin derek (powerwinch) dengan panjang kabel paling sedikit 30 m,lengkungan (arch) atau alat-alat pendukung lainnyayang akan menggantung ujung batang kayu di ataspermukaan tanah sehingga balok kayu tidak menggerustanah sewaktu disarad.

    • Bilah alat sarad sebaiknya tidak melebihi 3 m danpengikisan oleh bilah (blading) sedapat mungkindihindari untuk mengurangi dampaknya terhadap tanah

    • Penyaradan batang kayu di belakang traktor pada lereng>30% tidak diijinkan; pada lereng seperti itu batangkayu harus ditarik ke atas bukit dengan menggunakanmesin derek.

    • Pengikisan dengan bilah dan pengeluaran kayu padahari-hari hujan harus dihindari guna membatasi erositanah dan pemampatan tanah.

    3.3. Sistem pengupahanTeknik RIL memerlukan pekerja yang terampil, tenagayang terlatih, dan staf yang bertanggung jawab, serta suatumodifikasi sistem pengupahan yang ada di mana carapembayarannya memperhatikan qualitas kerja. Sistempengupahan yang digunakan dalam pembalakan secarakonvensional, yang hanya memperhatikan volume kayuperdagangan yang diproduksi, tidak efektif untukmemotivasi penerapan teknik RIL. Penerapan RILmemerlukan suatu sistem kompensasi yang memberikanpenghargaan kepada pekerja-pekerja yang melaksanakanpekerjaannya dengan baik dan memberikan hukuman ataudenda kepada pekerja yang ceroboh.

  • 10 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    4. Operasi Pasca Penebangan

    4.1. Rehabilitasi jalan saradSetelah pengeluaran kayu selesai, saluran melintang(cross drains) yang memotong jalan sarad perlu dibuatuntuk membatasi erosi tanah (Gambar 6). Berikut adalahprosedur yang direkomendasikan:• saluran melintang yang memotong jalan sarad harus

    dibuat miring dengan sudut 60o sampai dengan 80o yangdiukur dari sumbu diagonal jalan sarad;

    • semakin tajam lereng semakin tinggi frekuensi saluranmelintang yang memotong jalan sarad ini (Tabel 2);dan

    • bangunan-bangunan sementara yang memotong sungaiharus dibersihkan dari jalan sarad.

    4.2. Penutupan jalanJalan-jalan cabang dan jalan cacing yang tidak akandipakai lagi sampai pada siklus penebangan berikutnyaharus ditutup. Keputusan untuk menutup jalan-jalantersebut adalah tanggung jawab Petugas OperasiPembalakan dari Tim Supervisi RIL Lapangan.Penutupan jalan ini meliputi pembongkaran gorong-gorong batang kayu dan jembatan sementara sertapembuatan saluran yang menyeberang jalan sepertipetunjuk pada Tabel 2.

    4.3. Operasi pasca-penebangan yang lainOperasi pasca-penebangan yang penting lainnya adalah:• Akses terkendali ke kawasan pengusahaan hutan

    permanen. Hanya orang-orang yang berhubunganlangsung dengan operasi kehutanan yang dibolehkanmasuk ke kawasan pengusahaan hutan permanentersebut. Pengecualian diberikan kepada masyarakatlokal yang diperbolehkan masuk ke sana, tetapi merekaharus mendaftarkan kegiatan-kegiatannya kepadapetugas kehutanan. Hanya kegiatan subsisten yangtidak permanen yang diijinkan.

    • Pemeliharaan permukaan jalan, saluran-saluran dipinggir jalan, saluran drainase yang memotong jalan,dan penyeberangan yang memotong sungai. Jalancabang dan jalan cacing dapat ditutup bila jalan-jalantersebut tidak digunakan lagi sampai pada sikluspenebangan berikutnya.

    • Tempat pengumpulan dan penimbunan kayu dan kamsementara yang bersih. Kulit kayu dan limbahtumbuhan lainnya dibakar, dan sampah, termasukminyak atau bahan bakar, drum-drum, tali kawat dankabel harus diangkat. Kaleng-kaleng dan sampahlogam harus dikubur.

    Gambar 5. Tipe umum peralatan penyaradan.

    A. Traktor berban karet.

    B. Traktor berantai baja.

    C. Traktor bilah.

    Gambar 6. Diagram suatu sistem pembuatan salurandrainase melintang.

  • 11Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    Kesimpulan dan PembahasanMelalui penerapan dan supervisi praktek-praktek RILseperti yang dijelaskan di dalam buku ini, operatorkonsesi hutan dapat berharap untuk:• mengurangi kerusakan tanah dan tegakan tinggal

    sampai paling tidak 50% bila dibandingkan denganoperasi pembalakan secara konvensional, yang tidakmenerapkan petunjuk RIL ini.

    • melestarikan hidupan liar dan sumberdya hutan lainnya,termasuk hasil hutan nir-kayu, jenis-jenis langka, jenis-jenis tumbuhan kunci (keystone species), dan air;

    • mengurangi biaya pembalakan langsung sampai pal-ing tidak 15%;

    • melindungi integritas dan nilai jangka panjangpengusahaan hutan permanen; dan membatasi dampaklangsung secara menyeluruh terhadap hutan sampai

  • 12 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    Armitage, I and Kuswanda, M. 1989. Forest management for sustainable production and conservation in Indonesia.UTF/INS/065: INS Forestry Studies. Field Document No. 1-2. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. DepartemenKehutanan. Republik Indonesia, FAO, Jakarta, Indonesia, 266 hal.

    Aulelrich, E. 1995. Applying skylines to partial-cuts in the tropics. Asian Timber, November, hal. 41-44.

    Bertault, J-G., dan Sist, P. 1995. The effect of logging in natural forest. Bois et Forets des Tropiques 245:5-20.

    Dykstra, D. dan Heinrich, R. 1996. FAO model code of forest harvesting practice. FAO, Rome. 85 hal.

    Ek, R. C. 1997. Botanical diversity in the tropical rain forest of Guyana. Tropenbos - Guyan Series 4. Tropenbos,Georgetown, Guyana. 237 hal.

    Fimbel, R. A., Grajal, A., dan Robinson, J. G. (Eds.) in press. Conserving Wildlife in Managed Tropicl Forest.Columbia University Press, New York, USA.

    Haussman, R. F. dan Pruett, E. W. 1978. Permanent logging roads for better woodlot management. USDA Forestservice Publication NA-FR-18.

    IUCN. 1990. IUCN red list of threatened animals of the world. IUCN, Gland, Switzerland.

    Klassen, A. W. 1998. Procedurs for topographic forest surveys. Miscellaneous Report. CIFOR, Bogor, Indonesia.20 hal.

    Larrea, M. 1997. Resputea de las epifitas vascualares a diferentes formas de manejo del bosque nublado, BosqueProtegido SierrAzul, zona de amortiguaminento de la Reserva Ecologica Cayambe-Coca, Napo, Ecuador. In Mena,P.A., Soldi, A., Alarcon, R., Chiroboga, C., dan Suarez, L. (Edits.) Estudios biologicos para la conservacion.Diversida, ecologia y etnobiologia, 321-346. EcoCiencia, Quito, Ecuador.

    MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H., dan Mangalir, A. 1996. The Ecology of Kalimantan. Periplus Editions Ltd.,Hong Kong. 802 hal.

    Prabhu, R., Colfer, C. J. P., Venkateswarlu, P., Tan, L. C., Soekmadi, R. dan E. Wollenberg. 1996. Testing criteriaand indicators for the sustainable management of forests. Phse 1 final report. CIFOR, Bogor, Indonesia.

    Pinard, M. dan Putz, F.E., Tay, J. dan Sullivan, T.E. 1995. Creating timber harvesting guidelines for a reduced-impact logging project in Malaysia. Journal of Forestry 93(10):41-45.

    Dayer, J.A. dan Wegge, P. 1992. Biooogical conservation issues in forest management. In J. M. Blockhus et al.(eds.). Conserving biological diversity in managed tropical forests. 1-12. Proceedings of an IUCN workshop,Perth Australia, 30 November-1 December, 1990. IUCN/ITTO.

    Sist, P. 1997. ITTO funds for Bulungan Research Forest. CIFOR News 15(June):3.

    Sist, P., Nolan, T., Bertault, J-G., Dykstra, D. 1998 (In press). Harvesting intensity versus sustainability. ForestEcology and Management.

    Wollenberg, E. dan Sist, P. 1997. The Bulungan Research Forest. CIFOR 1996 annual report, 10-11. CIFOR, Bogor,Indonesia.

    WCS. 1998. Program to inventory and monitor the response of select plants and animals within production forestareas of communities participating within SUBIR Phase III. Miscellaneous Report. Wildlife Conservation Soci-ety, New York, USA. 46 hal.

    Daftar Pustaka

  • 13Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    Karakteristik Habitat

    AzasKarakteristik habitat digunakan sebagai pengukur tidaklangsung populasi hidupan liar dan keanekaragamanhayati yang terdapat di suatu kawasan hutan.Karakteristik habitat ini dimaksudkan untukmengidentifikasi habitat yang unik atau sensitif yangmemerlukan perlindungan dari kegiatan penebangan.Habitat dievaluasi dalam sebagian areal yang tercakupoleh survei potensi dengan menggunakan jalur transekatau plot dengan ukuran tetap (bergantung kepadapengalaman regu inventarisasi), yang secara sistematismencakup 2-3% kawasan inventarisasi potensi.Karakteristik-karakteristik hutan yang dinilai meliputi:• Puing-puing (debris) kasar berkayu (berdiri);• Puing-puing kasar berkayu (di bawah);• Penutupan kanopi;• Struktur vegetasi vertikal;• Berbagai sumber daya kunci (keystone resources)

    penunjang kehidupan berbagai organisme; dan• Serasah di atas tanah dan gradasi dekomposisi (de-

    composition gradient)

    Rancangan pengambilan contohPlot contoh vegetasi adalah 0,1 ha (20x50 m). Ukuranplot ini dijadikan contoh, karena plot-plot vegetasiberukuran 0,1 ha banyak dipakai oleh rimbawan danpakar ekologi di daerah tropika. Konfigurasi plot-plotlainnya mungkin lebih cocok dalam prosedurperencanaan taktis yang berbeda.

    Puing-puing kasar berkayu (berdiri)Semua batang berdiri yang mati dengan dbh > 20 cmyang berada dalam plot 0,1 ha harus diukur. Pengukuranmeliputi dbh dengan klas diameter 10 cm, dan penilaiantingkat kerusakan/pembusukan (decay) batang (lihatempat kelas kerusakan di bawah).(a) Kerusakan berdiri (standing decay) kelas 1: batang

    mati berdiri, kayu keras, kulit kayu ada, cabang-cabang kecil dan/atau ranting-ranting (diameter 20 cm di dalam plot 0,1 ha diukur. Untukmengetahui volume material ini, diameter dari setiapkepingan yang jatuh diukur dengan ketelitian sampai 5cm, pada kedua ujung besar dan ujung kecil darikepingan, atau pada titik dimana material tersebutmelintang ke batas plot. Total panjang material diukurdengan ketelitian sampai 10 cm. Selanjutnya, material-material yang jatuh dikelaskan ke dalam empat tingkatkerusakan:(a) Kerusakan di tanah kelas 1: kayu keras, kulit ada,

    cabang kecil dan/atau ranting (diameter

  • 14 Pedoman Pembalakan Berdampak Rendah untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia

    kanopi diambil dengan titik-kuadrat (point-quadrat) padainterval 1. Vertikal terhadap setiap titik (denganmenggunakan clinometer SUUNTO atau DensitometerGRS), setiap dedaunan yang tercegat (intercepted) padaempat kelas ketinggian yang dirancang (0-2, 2-10, 10-20, 20+ m) akan dicatat dengan nilai ‘1’. Bila tidak adadedaunan yang tercegat pada kelas-kelas ketinggiantersebut akan ditunjukkan dengan nilai ‘0’. Persentasipenutupan kanopi untuk setiap strata ketinggian di dalamsuatu plot dihitung dengan mengalikan jumlah dedaunanyang tercegat pada kelas ketinggian (‘1’) dengan 2.

    Sumber daya kunci penunjang kehidupanSumber daya kunci (keystone resources) adalah jenis, atausekelompok jenis yang mempunyai peranan pentingdalam proses ekosistem dan sebagian besar masyarakatdalam ekosistem itu bergantung kepadanya. Ficus spp.sering dianggap sebagai sumber daya kunci penunjangkehidupan di daerah tropika karena berbuah terus menerustanpa musim. Jenis tumbuhan kunci penunjangkehidupan lainnya mungkin terdapat juga di daerahRencana Taktis (lihat MacKinnon et al. 1996:431 untukcontoh jenis-jenis pohon makanan hidupan liar yangpenting), dan setelah diidentifikasi harus dipertimbangkanuntuk dimasukkan dalam kegiatan proses inventarisasi.

    Serasah di tanahKedalaman dan gradasi dekomposisi serasah daun diukurpada dua tempat secara acak dalam plot 0,1 ha. Denganmenggunakan tongkat (stick) Biltmore, kedalamanserasah dengan ketelitian sampai mm dicatat pada inter-val 20 cm sepanjang tongkat ( 6 titik). Selain itu, gradasidekomposisi serasah daun (dari material yang paling utuhpada bagian atas lapisan serasah sampai ke bagian bawahyang paling hancur karena dekomposisi) dicatat padasalah satu ujung tongkat Baltimore. Tiga kelasdekomposisi yang dapat digunakan.(a) Dekomposisi kelas 1: gradasi seragam dari daun-daun

    yang tidak terdekomposisi sampai ke bahan organiktanah.

    (b)Dekomposisi kelas 2: Dedaunan yang tidakterdekomposisi terdapat pada tanah mineral yangterbuka.

    (c) Dekomposisi kelas 3: tidak ada serasah.

    Penilaian hidupan liar secara cepatDalam rancangan inventarisasi saat ini, tidak adakelompok hewan yang secara langsung diukur kecualijenis-jenis yang terdaftar dalam buku merah IUCN (IUCN

    1990). Prosedur pengambilan contoh bergantung kepadamasing-masing jenis (individual species) dan ekologinya(untuk ditetapkan setelah peninjauan (review) hidupanliar yang terancam dan hampir punah yang telah dikenaldan mungkin terdapat di daerah Rencana Taktis). Grup-grup hewan lainnya, selain yang terancam dan hampirpunah, dapat direkomendasikan untuk dimasukkan dalaminventarisasi yang akan datang, setelah hasil ditelaah daripenilaian dampak keanekaragaman hayati yangdirencanakan dalam penelitian Hutan Model Bulungan(Sist, 1997). Bila informasi ekologi yang bernilai untukkelompok hewan terpilih dapat dikumpulkan tepat padawaktunya, kelompok ini dapat dimasukkan ke dalaminventarisasi pra-pembalakan yang akan datang.

    Tanda-tanda binatang (jejak kaki, kotoran, galian, sisapakannya, rintisnya, dan lain-lain) harus dievaluasisepanjang jalur transek. Transek ini dijalani oleh pemburulokal dengan kecepatan 1 km/jam. Bila suatu tandaditemukan pada transek (pengamat berdiri di transek itudan jangan berjalan-jalan dalam hutan), tanda itudijelaskan dan lokasinya pada transek (transek harusterlihat pada peta). Akhirnya kualitas data sangatbergantung kepada kecakapan pengamat untukmendeteksi dan mengidentifikasi. Oleh karena itu, bilamemungkinkan, pengamat yang sama dipakai untuksemua observasi yang berkaitan dengan tanda-tandabinatang yang terdapat dalam suatu petak tebangan.

    Penentuan kawasan konservasiBerdasarkan atas temuan-temuan dalam penilaian habi-tat dan binatang, kawasan hutan yang menunjangkarakteristik struktur dan komposisi yang unik harusdipertimbangkan untuk dilindungi. Selain itu, bagiankecil dari tipe-tipe habitat yang umum harus di lindungidisisihkan dan jangan ditebang, dalam usaha untukmelindungi semua tipe habitat yang ada di dalam hutanyang dikelola tersebut. Secara umum, kawasan-kawasanpenting untuk perlindungan di dalam lansekap hutanproduksi termasuk kawasan yang menunjang:• populasi jenis-jenis langka dan hampir punahi;• konsentrasi jenis-jenis endemik yang tinggi dan/atau

    kekayaan jenis-jenis yang luar biasa;• habitat vegetasi, bentuk medan, geologi yang tidak

    umum, atau ciri-ciri fisik yang lain yang tidak terwakilidi kawasan yang dilindung lainnya;

    • kawasan yang bertindak sebagai koridor antara kawasanyang dilindungi (khususnya zona riparian/tepi sungai)(Sayer dan Wegge, 1992).

  • 15Bulungan Research Report Series No. 1bPlinio Sist, Dennis Dykstra dan Robert Fimbel

    Blok tahunan (Annual coupe): Kawasan hutan untukditebang dalam periode satu tahun. Di Indonesia,kawasan ini disebut Rencana Kerja Tahunan (RKT)dan biasanya dimulai pada bulan Maret.

    Bucking: Kegiatan atau proses pembagian batang pohonyang telah ditebang menjadi balak (log).

    Daerah Penyangga: Di kawasan ini peralatanpembalakan harus dikeluarkan dan pengoperasiannyadilarang. Daerah penyangga ini biasanya terdapatsepanjang sungai.

    Kabel: Kabel baja yang fleksibel yang dibuat daribanyak kabel kecil yang dipilin melingkar secarabersama-sama mengitari suatu kabel kecil, tali kabel,serat, plastik atau bahan-bahan lainnya.

    Sistem yarding kabel (Cable Yarding System): Salahsatu dari berbagai macam sistem penunjang medan(terrain support system) di mana kabel-kabel yangmenggantung digunakan untuk membawa log ketempat penimbunan.

    Jalan kabel (cable way) : Jalur yang digunakan untukmenarik kayu dengan sistem yarding kabel.

    Tumbuhan merambat (climbers): Tumbuhanmerambat baik yang menggantung bebas,menggantung dari kanopi hutan, atau menempel padabatang pohon. Tumbuhan merambat yang batangnyaberkayu biasanya disebut liana.

    Garis kontur (contour lines): Garis-garis yangdigambar pada peta yang menghubungkan titik-titikdengan ketinggian yang sama.

    Blok tebangan (cutting Block): Blok tahunan biasanyadibagi-bagi lagi menjadi petak-petak kecil denganukuran sama. Di Indonesia petak-petak kecil inidisebut Petak dan mempunyai luas 100 ha.

    Dbh: Diameter setinggi dada (diameter at breast height).Diameter pohon diukur pada ketinggian yang standar,biasanya 1,3 m di atas permukaan tanah.

    Pengeluaran kayu (extraction): Proses pengangkutankayu dari tempat tebangan ke tempat penimbunan.

    Penebangan: Proses perobohan pohon yang berdiri.Siklus tebang: Jumlah tahun berulang yang

    direncanakan antara dua pembalakan yang berturut-turut dalam suatu kawasan tertentu. Siklus tebang inidisebut juga siklus pemanenan.

    Ground skidding: Lihat penyaradan.Pemanenan (harvesting): Kesatuan dari semua

    kegiatan, termasuk perencanaan sebelum panen danpenilaian sesudah panen, yang berhubungan denganpenebangan pohon dan pengeluaran batangnya ataubagian-bagian lainnya yang dapat dimanfaatkan darihutan untuk pengolahan berikutnya menjadi produkindustri.

    Lampiran 2.Daftar Istilah

    Tempat penimbunan (landing): Daerah terbuka tempatpengumpulan kayu selama pengeluaran kayu dantempat untuk mempersiapkan pengangkutan kayu kefasilitas pengolahan atau tujuan akhir lain.

    Pemotongan cabang (limbing): Proses pemotongancabang-cabang dari batang pohon yang telah ditebang.

    Balak (log): Bagian dari batang pohon yang telahditebang setelah dibuang cabang-cabangnya (limbing)dan setelah dibagi-bagi menjadi potongan batang(bucking).

    Pembalakan (logging): Kegiatan atau prosespenebangan dan pengeluaran kayu dari hutan,khususnya dalam bentuk balak.

    Hasil hutan bukan kayu (Non-Timber ForestProducts, NTFPs ): Semua material biologi, selainkayu bulat untuk industri, yang dapat dikeluarkan darihutan baik untuk tujuan perdagangan, dipakai untukkeperluan rumah tangga, untuk keperluan budaya dansosial atau untuk keperluan agama. Dikenal jugasebagai Non-Wood Forest Products (NWFPs).

    Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas:Kawasan hutan yang ditetapkan untuk ditebang-pilihdengan mengikuti aturan-aturan TPTI. Batas diameteruntuk hutan produksi adalah 50 cm sedangkan untukhutan produksi terbatas adalah 60 cm.

    Penyaradan (skidding): Pengangkutan di tanah denganmenarik kayu ke tempat penimbunan dan bukandigantung di udara atau dibawa dengan kendaraan.Lihat juga ground skidding.

    Jalan sarad (skid trail): jalan untuk mengeluarkan kayudengan sistem pengeluaran dan penyaradan di tanah(ground skidding extraction system).

    Sistem yarding skyline (skyline yarding system):Sistem yarding dengan kabel yang menggunakan talibaja berat (skylinenya) yang dibentangkan di antaradua pohon tonggak (spar trees) dan digunakan sebagaijalan untuk kereta udara (skyline carriage) (yaitu, suatualat beroda yang berjalan sepanjang skyline danmembawa balak).

    Lereng (slope): Lereng dalam % yang ditentukan sebagaiberikut: (jarak vertikal/jarak horizontal) x 100% =slope %.

    Tunggul (stump): Bagian bawah berkayu dari suatupohon yang ditinggal dalam tanah setelah pohonditebang.

    Timber: Pohon yang dapat dikonversi menjadi hasil-hasilindustri hutan.

    slope

    jarak horizontal

    jarakvertikal

  • CENTER FOR INTERNATIONAL FORESTRY RESEARCHoffice address: Jl. CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor 16680, Indonesia

    mailing address: P.O. Box 6596 JKPWB, Jakarta 10065, Indonesiatel: +62 (251) 622622 fax: +62(251) 622100

    e-mail: [email protected]: http://www.cgiar.org/cifor

    Bulungan Research Report Series No. 1b August 1999

    Cover PageDaftar IsiPendahuluanPerencanaan PenebanganRencana strategisRencana taktis

    Pengembangan Petunjuk RIL dalam Rencana TaktisPengawasan RILOperasi pra-pembalakanSurvei potensiPemotongan tumbuhan merambatSurvei topografiKawasan yang dilindungiPerencanaan jalan, tempat penimbunan dan jalan saradRancangan jalanTempat penimbunan (landing)Perencanaan jaringan jalan saradPerencanaan penebangan

    Survei akhir pra-pembalakan RILPeta taktis dan rencana tertulis

    Operasi PenebanganPenebangan (tim, peta dan material)Penandaan jalan sarad dan pembukaanSistem pengupahan

    Operasi Pasca PenebanganRehabilitasi jalan saradPenutupan jalanOperasi pasca-penebangan yang lain

    Kesimpulan dan PembahasanDaftar PustakaLampiran 1: Pedoman penilaian lapangan untuk penunjukan kawasanLampiran 2. Daftar Istilah