PEDOMAN DALAM KOPI OLAHAN...dari hulu ke hilir pengolahan kopi. Pedoman ini merupakan acuan berisi...

77

Transcript of PEDOMAN DALAM KOPI OLAHAN...dari hulu ke hilir pengolahan kopi. Pedoman ini merupakan acuan berisi...

  • PEDOMAN MENURUNKAN CEMARAN

    AKRILAMIDADALAM KOPI OLAHAN

    BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RITAHUN 2020

  • ii

    Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 202076 halaman : 14,8 cm x 21 cm

    ISBN: 978-602-415-048-8

    Hak cipta dilindungi Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalambentuk elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, atau cara apapun tanpa izintertulis sebelumnya dari Badan POM RI.

    Diterbitkan oleh :BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RIJl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat-10560Telepon : (62-21) 42875584Faksimile : (62-21) 42875780E-mail : [email protected]

    BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

    PEDOMAN MENURUNKAN CEMARAN AKRILAMIDA DALAM KOPI OLAHAN

  • iii

    i

    KATA SAMBUTAN

    Keamanan pangan merupakan suatu kondisi dan upaya yang

    diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

    biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan

    dan membahayakan kesehatan manusia. Untuk menciptakan dan

    mempertahankan kondisi pangan yang bebas dari bahaya cemaran

    dilakukan melalui sanitasi pangan yang juga merupakan salah satu

    aspek penyelenggaraan keamanan pangan.

    Akrilamida merupakan salah satu cemaran yang dapat terbentuk

    selama proses pengolahan pangan. Akan tetapi, kadar cemaran

    akrilamida pada pangan olahan dapat diturunkan dengan

    menerapkan langkah-langkah yang sesuai dari hulu ke hilir

    pengolahan pangan.

    Kopi merupakan minuman yang populer di dunia internasional

    sebagaimana halnya di Indonesia. Hasil kajian risiko akrilamida

    diperkuat dengan tingginya tren produksi, perdagangan, serta

    konsumsi kopi olahan memunculkan kebutuhan akan Pedoman

    Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan.

    Saya menyambut baik terbitnya Pedoman Menurunkan Cemaran

    Akrilamida dalam Kopi Olahan dan diskusi yang telah dilakukan

    secara berkesinambungan oleh beberapa pihak.

  • iv

    iii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, segala Puji bagi Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah sehingga Buku Pedoman Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan dapat diselesaikan. Akrilamida merupakan cemaran yang dapat terbentuk selama proses penyangraian kopi beras (green bean). Cemaran akrilamida dapat diturunkan bila menerapkan langkah-langkah yang sesuai dari hulu ke hilir pengolahan kopi. Pedoman ini merupakan acuan berisi informasi yang membantu produsen kopi olahan menurunkan cemaran akrilamida dalam produknya. Pedoman ini memuat dasar teori akrilamida dan kopi beserta rekomendasi cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan. Pedoman ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai panduan bagi pelaku usaha, pengawas pangan, instansi terkait, serta masyarakat terkait cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan pedoman ini serta kepada pihak yang telah memberikan saran dan masukan terhadap pedoman ini.

    Jakarta, 21 September 2020 Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan

    Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si.

    ii

    Kami sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

    tingginya kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan

    pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi pelaku

    usaha, pengawas pangan, instansi terkait, serta masyarakat.

    Jakarta, 21 September 2020

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

    Dr. Penny K. Lukito, MCP

  • v

    iii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, segala Puji bagi Tuhan yang Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah sehingga Buku Pedoman Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan dapat diselesaikan. Akrilamida merupakan cemaran yang dapat terbentuk selama proses penyangraian kopi beras (green bean). Cemaran akrilamida dapat diturunkan bila menerapkan langkah-langkah yang sesuai dari hulu ke hilir pengolahan kopi. Pedoman ini merupakan acuan berisi informasi yang membantu produsen kopi olahan menurunkan cemaran akrilamida dalam produknya. Pedoman ini memuat dasar teori akrilamida dan kopi beserta rekomendasi cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan. Pedoman ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai panduan bagi pelaku usaha, pengawas pangan, instansi terkait, serta masyarakat terkait cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan. Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan pedoman ini serta kepada pihak yang telah memberikan saran dan masukan terhadap pedoman ini.

    Jakarta, 21 September 2020 Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan

    Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si.

    ii

    Kami sampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

    tingginya kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan

    pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi pelaku

    usaha, pengawas pangan, instansi terkait, serta masyarakat.

    Jakarta, 21 September 2020

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

    Dr. Penny K. Lukito, MCP

  • vi

    v

    DAFTAR ISI Kata Sambutan……………………………………..………………….. Kata Pengantar………………………………………..…..…………...

    iii v

    Tim Penyusun………………………….……………………...……… vi Daftar Isi…………………………………………………………...….. Daftar Gambar dan Tabel……………………………………………

    vii x

    BAB I. Pendahuluan……………………………………………...…

    1

    1.1. Latar Belakang………………………………………………... 1 1.2. Tujuan……………………………………………………...…… 3 1.3. Sasaran…...……………………………………………...…..… 4 1.4. Ruang Lingkup….……………………………………………… 1.5. Istilah Umum……………………………………………………

    4 4

    BAB II. Akrilamida dan Kopi………………...……………..……….

    6

    2.1. Deskripsi Akrilamida………..…………………………………. 6 2.2. Risiko Akrilamida terhadap Kesehatan..……………….……. 7 2.3. Sejarah Akrilamida Ditemukan pada Pangan Olahan...…… 7 2.4. Mekanisme Pembentukan Akrilamida pada Pangan Olahan…………………………………………………………...

    8

    2.5. Bahan Pangan yang Berpotensi menghasilkan Cemaran Akrilamida……………………………………………………….

    12

    2.6. Ambang Batas Maksimal Akrilamida………………....……... 2.7. Concern dan Pedoman Internasional tentang Cemaran

    Akrilamida………………………………………………………. 2.8. Metode Analisis Akrilamida dalam Kopi Olahan…...…........ 2.9. Jenis Kopi dan Cara Penyangraian…...........………….........

    13

    14 15 17

    iv

    TIM PENYUSUN

    PENGARAH Dr. Penny K. Lukito, MCP

    PENANGGUNG JAWAB Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si.

    KOORDINATOR PELAKSANA TEKNIS Dra. Sutanti Siti Namtini, Apt., Ph.D.

    PENYUSUN Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Lili Defi Z., S.Pt., M.Si. Desy Rasta Waty, S.Si., Apt., M.Si Gita Indah Nundya Sari, S.Farm., Apt. Erline Yuniarti, S.Farm, Apt., M.Si. Ilmi Hikmati, S.T. Sentani Chasfila, S. Farm., Apt. Ichsan Kharisma, S.T.P. Desiana Nurwanti, S.Farm., Apt. Sekar Indah Maharani, S.T.P. Abdul Hamid, S.E. Jumingan

    TIM AHLI Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Prof. Dr. apt. Yahdiana Harahap, M.S. Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Ariza Budi Tunjung Sari, S.TP., M.Si.

  • vii

    v

    DAFTAR ISI Kata Sambutan……………………………………..………………….. Kata Pengantar………………………………………..…..…………...

    iii v

    Tim Penyusun………………………….……………………...……… vi Daftar Isi…………………………………………………………...….. Daftar Gambar dan Tabel……………………………………………

    vii x

    BAB I. Pendahuluan……………………………………………...…

    1

    1.1. Latar Belakang………………………………………………... 1 1.2. Tujuan……………………………………………………...…… 3 1.3. Sasaran…...……………………………………………...…..… 4 1.4. Ruang Lingkup….……………………………………………… 1.5. Istilah Umum……………………………………………………

    4 4

    BAB II. Akrilamida dan Kopi………………...……………..……….

    6

    2.1. Deskripsi Akrilamida………..…………………………………. 6 2.2. Risiko Akrilamida terhadap Kesehatan..……………….……. 7 2.3. Sejarah Akrilamida Ditemukan pada Pangan Olahan...…… 7 2.4. Mekanisme Pembentukan Akrilamida pada Pangan Olahan…………………………………………………………...

    8

    2.5. Bahan Pangan yang Berpotensi menghasilkan Cemaran Akrilamida……………………………………………………….

    12

    2.6. Ambang Batas Maksimal Akrilamida………………....……... 2.7. Concern dan Pedoman Internasional tentang Cemaran

    Akrilamida………………………………………………………. 2.8. Metode Analisis Akrilamida dalam Kopi Olahan…...…........ 2.9. Jenis Kopi dan Cara Penyangraian…...........………….........

    13

    14 15 17

    ix

    iv

    TIM PENYUSUN

    PENGARAH Dr. Penny K. Lukito, MCP

    PENANGGUNG JAWAB Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si.

    KOORDINATOR PELAKSANA TEKNIS Dra. Sutanti Siti Namtini, Apt., Ph.D.

    PENYUSUN Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Lili Defi Z., S.Pt., M.Si. Desy Rasta Waty, S.Si., Apt., M.Si Gita Indah Nundya Sari, S.Farm., Apt. Erline Yuniarti, S.Farm, Apt., M.Si. Ilmi Hikmati, S.T. Sentani Chasfila, S. Farm., Apt. Ichsan Kharisma, S.T.P. Desiana Nurwanti, S.Farm., Apt. Sekar Indah Maharani, S.T.P. Abdul Hamid, S.E. Jumingan

    TIM AHLI Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Prof. Dr. apt. Yahdiana Harahap, M.S. Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Ariza Budi Tunjung Sari, S.TP., M.Si.

  • viii

    vii

    DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

    Gambar 1. Struktur kimia dua dimensi senyawa akrilamida .…....

    Gambar 2. Pembentukan akrilamida dari asparagin………..…….

    6

    9

    Gambar 3. Mekanisme pembentukan akrilamida…………….…... 11

    Gambar 4. Rute pembentukan akrilamida pada kopi……….….... 11

    Gambar 5. Tanaman kopi robusta, arabika, liberika dan ekselsa 18

    Gambar 6. Kopi beras robusta, arabika, liberika, dan ekselsa...... 18

    Gambar 7. Berbagai tingkatan penyangraian kopi beras menjadi biji kopi …………………………………………..………………….…

    Gambar 8. Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat sangrai………………………………………………………………….

    Gambar 9. Buah kopi muda, tepat masak, dan terlampau masak penuh…………………………………………………………………...

    Gambar 10. Proses perambangan………………………..………...

    Gambar 11. Kopi beras masak (tanpa cacat) arabika dan robusta………………………………………………………………….

    Gambar 12. Kopi beras cacat hitam dan muda………………....…

    Gambar 13. Struktur kristal L-asparaginase dari Eschericia coli...

    Gambar 14. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi robusta

    Gambar 15. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi arabika

    Gambar 16. Profil penyangraian kopi beras pada 220°C yang menggambarkan pembentukan akrilamida ………………………..

    20

    21

    22

    24

    25

    26

    26

    28

    29

    31

    Gambar 17. Struktur kimia dua dimensi senyawa asparagin…..... 35

    Gambar 18. Kadar akrilamida (ng/g) pada biji kopi robusta dan kopi arabika………….……………………………………..................

    Gambar 19. Brown sugar……………………………………….…....

    Gambar 20. Peralatan percobaan CO2 superkritikal……………....

    36

    38

    39

    vi

    BAB III. Cara dan Pertimbangan Umum Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan……..…………………….

    22

    3.1. Cara dan Menurunkan Cemaran Akrilamida……………… 3.1.1. Sortasi Buah Kopi………………………………….………… 3.1.2. Sortasi Kopi Beras (Green bean)……….………………… 3.1.3. Perlakuan Awal Kopi Beras (Green bean)……………….. 3.1.4. Penyangraian (Roasting)…………………………………… 3.1.5. Peracikan Kopi………………………………………………. 3.1.6. Menghilangkan Akrilamida dari Biji Kopi (Roast Coffee)... 3.1.7. Penyimpanan Biji Kopi (Roast Coffee)………….…………. 3.1.8. Penyeduhan Kopi (Coffee Brewing)………………………..

    22 22 25 26 30 33 38 41 44

    3.2. Pertimbangan Umum Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan………………………...........................

    46

    Bab IV. Petunjuk Teknis Menurunkan Cemaran Akilamida

    dalam Kopi Olahan…………………………………………

    48

    4.1. Seleksi Buah Kopi……….....…………………….…………… 48 4.2. Sortasi Kopi Beras (Green bean)…………………….…........ 49 4.3. Penyangraian (Roasting)…………………………………..…. 49 4.4. Peracikan Biji Kopi (Roast Coffee)…………………….….… 50 4.5. Penyimpanan Biji Kopi (Roast Coffee) dan Kopi Bubuk

    (Ground Coffee)……………...…………...……………………

    50 4.6. Penyeduhan Kopi………………………………….………….. 50 Bab V. Penutup………………………………………..……..……..... Daftar Pustaka……………..………………………..…………………. Lampiran I. Petunjuk Teknis Menurunkan Cemaran Akilamida dalam Kopi Olahan…….......…...………………………..

    52 53

    61

  • ix

    vii

    DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

    Gambar 1. Struktur kimia dua dimensi senyawa akrilamida .…....

    Gambar 2. Pembentukan akrilamida dari asparagin………..…….

    6

    9

    Gambar 3. Mekanisme pembentukan akrilamida…………….…... 11

    Gambar 4. Rute pembentukan akrilamida pada kopi……….….... 11

    Gambar 5. Tanaman kopi robusta, arabika, liberika dan ekselsa 18

    Gambar 6. Kopi beras robusta, arabika, liberika, dan ekselsa...... 18

    Gambar 7. Berbagai tingkatan penyangraian kopi beras menjadi biji kopi …………………………………………..………………….…

    Gambar 8. Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat sangrai………………………………………………………………….

    Gambar 9. Buah kopi muda, tepat masak, dan terlampau masak penuh…………………………………………………………………...

    Gambar 10. Proses perambangan………………………..………...

    Gambar 11. Kopi beras masak (tanpa cacat) arabika dan robusta………………………………………………………………….

    Gambar 12. Kopi beras cacat hitam dan muda………………....…

    Gambar 13. Struktur kristal L-asparaginase dari Eschericia coli...

    Gambar 14. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi robusta

    Gambar 15. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi arabika

    Gambar 16. Profil penyangraian kopi beras pada 220°C yang menggambarkan pembentukan akrilamida ………………………..

    20

    21

    22

    24

    25

    26

    26

    28

    29

    31

    Gambar 17. Struktur kimia dua dimensi senyawa asparagin…..... 35

    Gambar 18. Kadar akrilamida (ng/g) pada biji kopi robusta dan kopi arabika………….……………………………………..................

    Gambar 19. Brown sugar……………………………………….…....

    Gambar 20. Peralatan percobaan CO2 superkritikal……………....

    36

    38

    39

    Gambar 1. Struktur kimia dua dimensi senyawa akrilamida ................... 6

    Gambar 2. Pembentukan akrilamida dari asparagin ............................... 9

    Gambar 3. Mekanisme pembentukan akrilamida .................................... 11

    Gambar 4. Rute pembentukan akrilamida pada kopi ............................... 11

    Gambar 5. Tanaman kopi robusta, arabika, liberika dan ekselsa ............. 18

    Gambar 6. Kopi beras robusta, arabika, liberika, dan ekselsa ................ 18

    Gambar 7. Berbagai tingkatan penyangraian kopi beras menjadi biji

    kopi ........................................................................................ 20

    Gambar 8. Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat

    sangrai ................................................................................... 21

    Gambar 9. Buah kopi muda, tepat masak, dan terlampau masak

    penuh ..................................................................................... 22

    Gambar 10. Proses perambangan ............................................................ 24

    Gambar 11. Kopi beras masak (tanpa cacat) arabika dan robusta ............ 25

    Gambar 12. Kopi beras cacat hitam dan muda .......................................... 26

    Gambar 13. Struktur kristal L-asparaginase dari Eschericia coli ............... 26

    Gambar 14. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi robusta ............. 28

    Gambar 15. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi arabika ............. 29

    Gambar 16. Profil penyangraian kopi beras pada 220°C yang

    menggambarkan pembentukan akrilamida ........................... 31

    Gambar 17. Struktur kimia dua dimensi senyawa asparagin ...................... 35

    Gambar 18. Kadar akrilamida (ng/g) pada biji kopi robusta dan kopi

    arabika ................................................................................... 36

    Gambar 19. Brown sugar ........................................................................... 38

    Gambar 20. Peralatan percobaan CO2 superkritikal ................................ 39

    vi

    BAB III. Cara dan Pertimbangan Umum Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan……..…………………….

    22

    3.1. Cara dan Menurunkan Cemaran Akrilamida……………… 3.1.1. Sortasi Buah Kopi………………………………….………… 3.1.2. Sortasi Kopi Beras (Green bean)……….………………… 3.1.3. Perlakuan Awal Kopi Beras (Green bean)……………….. 3.1.4. Penyangraian (Roasting)…………………………………… 3.1.5. Peracikan Kopi………………………………………………. 3.1.6. Menghilangkan Akrilamida dari Biji Kopi (Roast Coffee)... 3.1.7. Penyimpanan Biji Kopi (Roast Coffee)………….…………. 3.1.8. Penyeduhan Kopi (Coffee Brewing)………………………..

    22 22 25 26 30 33 38 41 44

    3.2. Pertimbangan Umum Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan………………………...........................

    46

    Bab IV. Petunjuk Teknis Menurunkan Cemaran Akilamida

    dalam Kopi Olahan…………………………………………

    48

    4.1. Seleksi Buah Kopi……….....…………………….…………… 48 4.2. Sortasi Kopi Beras (Green bean)…………………….…........ 49 4.3. Penyangraian (Roasting)…………………………………..…. 49 4.4. Peracikan Biji Kopi (Roast Coffee)…………………….….… 50 4.5. Penyimpanan Biji Kopi (Roast Coffee) dan Kopi Bubuk

    (Ground Coffee)……………...…………...……………………

    50 4.6. Penyeduhan Kopi………………………………….………….. 50 Bab V. Penutup………………………………………..……..……..... Daftar Pustaka……………..………………………..…………………. Lampiran I. Petunjuk Teknis Menurunkan Cemaran Akilamida dalam Kopi Olahan…….......…...………………………..

    52 53

    61

  • x

    1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pada tahun 2002, ilmuwan Swedia mengumumkan penemuan akrilamida pada berbagai macam pangan yang melalui proses pemanasan dengan suhu tinggi (Tareke et al., 2002). Sejak penemuan itulah, komunitas riset internasional, baik pemerintah maupun sektor privat telah membuat berbagai macam kajian paparan serta strategi untuk menurunkan kadar cemaran akrilamida pada makanan (CAC, 2009). Akrilamida menjadi kekhawatiran karena berpotensi menyebabkan kanker pada manusia. Akrilamida diklasifikasikan sebagai “probable human carcinogen” (grup 2A) (International Agency for Research on Cancer, 1994), “likely to be carcinogenic to humans” (U.S. Environmenal Protection Agency, 2010), dan “reasonably anticipated to be a human carcinogen” (National Toxicology Program, 2012).

    Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah melakukan analisis data dari 24 negara yang mayoritas berasal dari Eropa dan Amerika Utara (CAC, 2009). European Food Safety Authority (EFSA) Panel on Contaminants in the Food Chain (CONTAM) juga telah menyampaikan opini ilmiah terkait akrilamida pada pangan. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kelompok makanan utama yang mengandung cemaran akrilamida antara lain adalah kopi olahan (CAC, 2009; EFSA, 2015). U.S. Food and Drug Administration FDA (U.S. FDA) (2016) juga menyatakan bahwa pada umumnya, akrilamida terbentuk pada produk nabati, antara lain kopi olahan. U.S. FDA (2006) memperkirakan data paparan akrilamida dari kopi seduhan sebesar 0,0027 µg/kg berat badan/hari. Sedangkan WHO (2011) memperkirakan data paparan akrilamida ialah sekitar 1-4 µg/kg berat badan/hari.

    viii

    Gambar 21. Skema proses reduksi akrilamida dengan kolom adsorpsi kationik dan proses pembuatan kopi instan rendah akrilamida dengan resin adsorben kationik………………………...

    Gambar 22. Buah kopi tepat masak………………………..………

    Gambar 23. Buah cacat dan tidak masak mengapung pada proses perambangan………………………………...…………..…...

    Gambar 24. Kopi beras arabika…………………………………..…

    Gambar 25. Kopi beras robusta………………………………..……

    Gambar 26. Kopi beras dan biji kopi arabika dan robusta………..

    Tabel 1. Kadar akrilamida pada pangan 2010 (EFSA)…………...

    41

    48

    48

    49

    49

    50

    13

    Gambar 21. Skema proses reduksi akrilamida dengan kolom adsorpsi

    kationik dan proses pembuatan kopi instan rendah

    akrilamida dengan resin adsorben kationik ........................... 41

    Gambar 22. Buah kopi tepat masak .......................................................... 48

    Gambar 23. Buah cacat dan tidak masak mengapung pada proses

    perambangan ......................................................................... 48

    Gambar 24. Kopi beras arabika ................................................................. 49

    Gambar 25. Kopi beras robusta ................................................................ 49

    Gambar 26. Kopi beras dan biji kopi arabika dan robusta ......................... 50

    Tabel 1. Kadar akrilamida pada pangan 2010 (EFSA) ........................ 13

  • 1

    1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pada tahun 2002, ilmuwan Swedia mengumumkan penemuan akrilamida pada berbagai macam pangan yang melalui proses pemanasan dengan suhu tinggi (Tareke et al., 2002). Sejak penemuan itulah, komunitas riset internasional, baik pemerintah maupun sektor privat telah membuat berbagai macam kajian paparan serta strategi untuk menurunkan kadar cemaran akrilamida pada makanan (CAC, 2009). Akrilamida menjadi kekhawatiran karena berpotensi menyebabkan kanker pada manusia. Akrilamida diklasifikasikan sebagai “probable human carcinogen” (grup 2A) (International Agency for Research on Cancer, 1994), “likely to be carcinogenic to humans” (U.S. Environmenal Protection Agency, 2010), dan “reasonably anticipated to be a human carcinogen” (National Toxicology Program, 2012).

    Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah melakukan analisis data dari 24 negara yang mayoritas berasal dari Eropa dan Amerika Utara (CAC, 2009). European Food Safety Authority (EFSA) Panel on Contaminants in the Food Chain (CONTAM) juga telah menyampaikan opini ilmiah terkait akrilamida pada pangan. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kelompok makanan utama yang mengandung cemaran akrilamida antara lain adalah kopi olahan (CAC, 2009; EFSA, 2015). U.S. Food and Drug Administration FDA (U.S. FDA) (2016) juga menyatakan bahwa pada umumnya, akrilamida terbentuk pada produk nabati, antara lain kopi olahan. U.S. FDA (2006) memperkirakan data paparan akrilamida dari kopi seduhan sebesar 0,0027 µg/kg berat badan/hari. Sedangkan WHO (2011) memperkirakan data paparan akrilamida ialah sekitar 1-4 µg/kg berat badan/hari.

    viii

    Gambar 21. Skema proses reduksi akrilamida dengan kolom adsorpsi kationik dan proses pembuatan kopi instan rendah akrilamida dengan resin adsorben kationik………………………...

    Gambar 22. Buah kopi tepat masak………………………..………

    Gambar 23. Buah cacat dan tidak masak mengapung pada proses perambangan………………………………...…………..…...

    Gambar 24. Kopi beras arabika…………………………………..…

    Gambar 25. Kopi beras robusta………………………………..……

    Gambar 26. Kopi beras dan biji kopi arabika dan robusta………..

    Tabel 1. Kadar akrilamida pada pangan 2010 (EFSA)…………...

    41

    48

    48

    49

    49

    50

    13

  • 2

    2

    Kopi merupakan salah satu minuman yang populer di dunia internasional sebagaimana halnya di Indonesia. Didukung oleh letak geografis Indonesia, kopi menjadi penghasil devisa terbesar keempat, setelah minyak sawit, karet, dan buah coklat (Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, 2018). Secara umum, Indonesia merupakan produsen, pengekspor, sekaligus bangsa penikmat kopi. Data International Coffee Organization (ICO) per Januari 2020 memperlihatkan bahwa pada tahun 2018 Indonesia merupakan produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, dengan panen mencapai 5,5% produksi dunia (565 ribu ton dari total 10,3 juta ton). Sebesar 68-70% kopi hasil produksi tersebut ditujukan untuk kepentingan ekspor, bahkan selama 2019 diperkirakan produksi kopi Indonesia mencapai 729,074 ribu ton (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, 2019; 2020). Data Kementerian Perdagangan tahun 2018 menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, tren ekspor kopi Indonesia meningkat rata-rata 1,14% per tahun. Terjadi kenaikan ekspor produk olahan kopi sebesar 20,04% menjadi 571,48 juta USD. Selain itu, kopi merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia yang menjadi fokus peningkatan ekspor pada tahun 2019 di samping rempah-rempah (Kementerian Pertanian, 2019). Walaupun termasuk dalam salah satu negara pengekspor kopi, tingkat konsumsi kopi di Indonesia masih relatif rendah, yaitu sebesar 3% dari tingkat konsumsi kopi dunia, atau 294 ribu ton dari total 10,16 juta ton (International Coffee Organization, 2020). Namun demikian, berdasarkan Survei Konsumsi Makanan Indonesia (SKMI) Tahun 2014, kopi bubuk merupakan minuman serbuk terbanyak kedua dikonsumsi setelah teh (25,1%), dengan jumlah konsumsi terbesar, yaitu 6,0 gram/orang/hari (dari total minuman serbuk dikonsumsi

    3

    sebanyak 8,7 gram/orang/hari). Disamping itu, budaya minum kopi di Indonesia bersifat kasual dan sosial, atau dengan kata lain kopi dapat dikonsumsi kapan saja di mana saja, pagi, siang, sore, dan malam, terlebih saat tubuh memerlukan tenaga dan konsentrasi (Gumulya & Helmi, 2017). Oleh karena itulah, tren konsumsi kopi di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Hasil kajian risiko akrilamida diperkuat dengan tingginya tren produksi, perdagangan, serta konsumsi kopi olahan di Indonesia dan dunia international memunculkan kebutuhan akan Pedoman Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan.

    1.2. Tujuan

    a. Tujuan Umum Pedoman ini disusun sebagai panduan untuk menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan.

    b. Tujuan Khusus - memberikan informasi kepada pelaku usaha kopi

    olahan mengenai akrilamida dan potensi cemaran ini dalam kopi olahan

    - memberikan informasi kepada pelaku usaha kopi olahan mengenai cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan yang telah diteliti dan pertimbangan umum dalam menurunkan cemaran akrilamida

    - memberikan petunjuk teknis kepada pelaku usaha kopi olahan mengenai langkah-langkah praktis yang dapat diterapkan untuk menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan

    - memberikan informasi kepada pengawas pangan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan prosedur pemeriksaan sarana pengolahan kopi

  • 3

    3

    sebanyak 8,7 gram/orang/hari). Disamping itu, budaya minum kopi di Indonesia bersifat kasual dan sosial, atau dengan kata lain kopi dapat dikonsumsi kapan saja di mana saja, pagi, siang, sore, dan malam, terlebih saat tubuh memerlukan tenaga dan konsentrasi (Gumulya & Helmi, 2017). Oleh karena itulah, tren konsumsi kopi di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Hasil kajian risiko akrilamida diperkuat dengan tingginya tren produksi, perdagangan, serta konsumsi kopi olahan di Indonesia dan dunia international memunculkan kebutuhan akan Pedoman Menurunkan Cemaran Akrilamida dalam Kopi Olahan.

    1.2. Tujuan

    a. Tujuan Umum Pedoman ini disusun sebagai panduan untuk menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan.

    b. Tujuan Khusus - memberikan informasi kepada pelaku usaha kopi

    olahan mengenai akrilamida dan potensi cemaran ini dalam kopi olahan

    - memberikan informasi kepada pelaku usaha kopi olahan mengenai cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan yang telah diteliti dan pertimbangan umum dalam menurunkan cemaran akrilamida

    - memberikan petunjuk teknis kepada pelaku usaha kopi olahan mengenai langkah-langkah praktis yang dapat diterapkan untuk menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan

    - memberikan informasi kepada pengawas pangan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan prosedur pemeriksaan sarana pengolahan kopi

  • 4

    4

    - sebagai acuan bagi penyuluh keamanan pangan dan fasilitator pendampingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pembinaan kepada pelaku usaha kopi olahan

    1.3. Sasaran Pedoman ini ditujukan kepada: a. pelaku usaha kopi olahan; b. pengawas pangan; c. penyuluh keamanan pangan dan fasilitator pendampingan

    UMKM.

    1.4. Ruang Lingkup

    Pedoman ini merupakan acuan berisi informasi yang membantu produsen kopi olahan menurunkan cemaran akrilamida dalam produknya. Ruang lingkup pedoman ini meliputi dasar teori akrilamida dan kopi beserta rekomendasi cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan. Jenis pangan pada pedoman ini meliputi buah kopi, kopi beras (green bean), biji kopi, kopi bubuk, dan produk turunan kopi yang termasuk dalam kategori pangan 14.1.5. Kopi, Kopi Substitusi, Teh, Seduhan Herbal, dan Minuman Biji-Bijian dan Sereal Pangan, kecuali Cokelat; serta jenis pangan minuman kopi yang termasuk dalam kategori pangan 14.1.4.2 Minuman Berbasis Air Berperisa Tidak Berkarbonat, Termasuk Punches dan Ades (Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2019, 2019).

    1.5. Istilah Umum Berikut istilah umum yang digunakan dalam pedoman ini. a. Biji kopi adalah biji dari tanaman Coffea spp dalam bentuk

    utuh dan sudah disangrai. b. Buah kopi adalah buah dari tanaman Coffea spp.

    5

    c. Kopi beras (green bean) adalah kopi yang sudah diolah, dikeringkan, dan dihilangkan kulit tanduknya. Kopi ini juga biasa disebut dengan kopi ose.

    d. Kopi bubuk adalah kopi beras yang disangrai kemudian digiling, kandungan kafein anhidrat tidak lebih dari 2,5%.

    e. Kopi instan adalah produk kering mudah larut dalam air, kandungan kafein tidak kurang dari 2% dan tidak lebih dari 8%, diperoleh seluruhnya dengan cara mengekstrak dengan air dari biji kopi (Coffea spp) yang telah disangrai.

    f. Minuman kopi adalah minuman yang dibuat dari kopi bubuk, kopi instan, dan/atau ekstrak kopi, air minum, dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan pangan lain.

    g. Sortasi adalah pemilahan buah kopi atau kopi beras yang baik (masak, bernas, seragam) dari buah kopi atau kopi beras yang rusak atau cacat, dan benda asing lainnya.

  • 5

    5

    c. Kopi beras (green bean) adalah kopi yang sudah diolah, dikeringkan, dan dihilangkan kulit tanduknya. Kopi ini juga biasa disebut dengan kopi ose.

    d. Kopi bubuk adalah kopi beras yang disangrai kemudian digiling, kandungan kafein anhidrat tidak lebih dari 2,5%.

    e. Kopi instan adalah produk kering mudah larut dalam air, kandungan kafein tidak kurang dari 2% dan tidak lebih dari 8%, diperoleh seluruhnya dengan cara mengekstrak dengan air dari biji kopi (Coffea spp) yang telah disangrai.

    f. Minuman kopi adalah minuman yang dibuat dari kopi bubuk, kopi instan, dan/atau ekstrak kopi, air minum, dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan pangan lain.

    g. Sortasi adalah pemilahan buah kopi atau kopi beras yang baik (masak, bernas, seragam) dari buah kopi atau kopi beras yang rusak atau cacat, dan benda asing lainnya.

  • 6

    6

    BAB II AKRILAMIDA DAN KOPI

    2.1. Deskripsi Akrilamida Akrilamida atau dikenal juga sebagai amida akrilat (2-propenamida) adalah senyawa organik sederhana dengan rumus kimia C3H5NO. Akrilamida berpotensi berbahaya bagi kesehatan karena mungkin bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker. Akrilamida dalam bentuk murninya berwujud padatan kristal putih dan tidak berbau. Pada suhu ruang, akrilamida larut dalam air, etanol, eter, dan kloroform. Akrilamida tidak kompatibel dengan asam, basa, agen pengoksidasi, serta besi (dan garamnya). Dalam keadaan normal (tanpa pemanasan), akrilamida akan terdekomposisi menjadi amonia, sedangkan dengan pemanasan menjadi karbon dioksida, karbon monoksida, dan nitrogen oksida (Charoenpanich, 2013). Struktur molekul akrilamida dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Struktur kimia dua dimensi senyawa akrilamida

    (PubChem Identifier: CID 6579; URL:https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Acrylamide)

    Akrilamida dapat membentuk rantai polimer panjang yang dikenal sebagai poliakrilamida. Polimer ini digunakan dalam formulasi pengental (thickeners) karena akan membentuk gel bila tercampur dengan air. Dalam laboratorium biokimia, poliakrilamida digunakan sebagai fasa diam dalam

    7

    elektroforesis gel. Akrilamida digunakan pula dalam penanganan limbah cair, pembuatan kertas, pengolahan bijih besi, dan dalam pembuatan bahan pengepres.

    2.2. Risiko Akrilamida terhadap Kesehatan Akrilamida dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan, saluran cerna, dan kulit, serta dapat menembus selaput plasenta. Akrilamida dan metabolitnya glisidamida terakumulasi dalam sistem saraf, darah, ginjal, hati dan sistem reproduksi pria (Harahap, 2006). WHO (2011) menggolongkan akrilamida sebagai cemaran pangan dengan estimasi paparan sebesar 1-4 µg/kg berat badan/hari. Namun demikian, karena bersifat karsinogen genotoksik, WHO tidak mengeluarkan batas toleransi konsumsi akrilamida (WHO, 2011). Beberapa literatur menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian pada tikus atau mencit, akrilamida dapat memiliki efek terhadap sistem saraf, sistem reproduksi, berat badan, tumbuh kembang anak, dan dapat memicu kanker.

    2.3. Sejarah Akrilamida Ditemukan pada Pangan Olahan Kekhawatiran mengenai kandungan akrilamida dalam pangan dimulai pada tahun 2002. Ilmuwan Swedia menemukan bahwa akrilamida dapat terbentuk dari pangan kaya karbohidrat yang diolah pada suhu tinggi. Analisis menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi tandem spektrometri massa (KCKT-SM/SM) dan kromatografi gas-spektrometri massa (KG-SM) dilakukan untuk menetapkan kadar akrilamida pada roti, kentang goreng, keripik kentang, hamburger, daging ayam dan ikan cod. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada Journal of Agricultural and Food Chemistry dengan judul Analysis of Acrylamide, a Carcinogen Formed in Heated Foodstuffs (2002). Publikasi tersebut dengan cepat terverifikasi oleh penelitian lain di berbagai negara dan mendapatkan perhatian khusus karena potensi toksisitasnya pada manusia. Akibatnya, pada bulan

  • 7

    7

    elektroforesis gel. Akrilamida digunakan pula dalam penanganan limbah cair, pembuatan kertas, pengolahan bijih besi, dan dalam pembuatan bahan pengepres.

    2.2. Risiko Akrilamida terhadap Kesehatan Akrilamida dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan, saluran cerna, dan kulit, serta dapat menembus selaput plasenta. Akrilamida dan metabolitnya glisidamida terakumulasi dalam sistem saraf, darah, ginjal, hati dan sistem reproduksi pria (Harahap, 2006). WHO (2011) menggolongkan akrilamida sebagai cemaran pangan dengan estimasi paparan sebesar 1-4 µg/kg berat badan/hari. Namun demikian, karena bersifat karsinogen genotoksik, WHO tidak mengeluarkan batas toleransi konsumsi akrilamida (WHO, 2011). Beberapa literatur menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian pada tikus atau mencit, akrilamida dapat memiliki efek terhadap sistem saraf, sistem reproduksi, berat badan, tumbuh kembang anak, dan dapat memicu kanker.

    2.3. Sejarah Akrilamida Ditemukan pada Pangan Olahan Kekhawatiran mengenai kandungan akrilamida dalam pangan dimulai pada tahun 2002. Ilmuwan Swedia menemukan bahwa akrilamida dapat terbentuk dari pangan kaya karbohidrat yang diolah pada suhu tinggi. Analisis menggunakan instrumen kromatografi cair kinerja tinggi tandem spektrometri massa (KCKT-SM/SM) dan kromatografi gas-spektrometri massa (KG-SM) dilakukan untuk menetapkan kadar akrilamida pada roti, kentang goreng, keripik kentang, hamburger, daging ayam dan ikan cod. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada Journal of Agricultural and Food Chemistry dengan judul Analysis of Acrylamide, a Carcinogen Formed in Heated Foodstuffs (2002). Publikasi tersebut dengan cepat terverifikasi oleh penelitian lain di berbagai negara dan mendapatkan perhatian khusus karena potensi toksisitasnya pada manusia. Akibatnya, pada bulan

  • 8

    8

    Juni 2002, FAO dan WHO mengadakan Expert Consultation on Health Implications of Acrylamide in Food. Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa akrilamida bersifat karsinogenik (memicu kanker) pada manusia (WHO, 1994). Hal ini menyebabkan European Commission (EC) bersama industri minuman dan makanan di Eropa bekerja sama untuk meneliti akrilamida, mulai dari proses pembentukan senyawa hingga cara mitigasi cemaran tersebut. Berbagai proyek penelitian dilakukan terhadap mekanisme pembentukan dan penetapan kadar akrilamida pada pangan sejak April 2002. Confederation des industries agro-alimentaires de l'EU (CIAA) atau dikenal juga dengan Confederation of the European Food and Drink Industry adalah konfederasi industri makanan di Uni Eropa. CIAA telah menyusun Acrylamide Toolbox yang mendiskusikan strategi mitigasi cemaran akrilamida pada tahun 2005. Pada tahun 2006 CIAA bersama EC mengadakan workshop akrilamida untuk mereview proses pembentukan, penelitian akademik, usaha mitigasi akrilamida di industri, aspek lainnya pada lingkup pengolahan makanan di rumah tangga dan katering, serta manajemen risiko (Guenther, 2007). Saat ini, CIAA dikenal dengan nama FoodDrinkEurope. FoodDrinkEurope rutin memperbaharui Acrylamide Toolbox dan telah mempublikasikan Acrylamide Toolbox edisi ke-15 pada tahun 2019.

    2.4. Mekanisme Pembentukan Akrilamida pada Pangan Olahan Akrilamida terbentuk dalam makanan akibat pemanasan pada suhu tinggi (di atas 120°C) dan kelembaban rendah, seperti menggoreng, membakar, dan memanggang. Pada umumnya, akrilamida terbentuk pada produk nabati seperti olahan kentang (kentang goreng dan keripik kentang), serealia (kukis, krekers, serealia untuk sarapan, dan roti), dan kopi (U.S. FDA, 2016). Namun, dalam beberapa kasus, akrilamida ditemukan

    9

    pula dalam produk sayur dan buah-buahan yang dipanaskan pada suhu lebih rendah (U.S. FDA, 2016). Selain itu akrilamida juga ditemukan pada produk zaitun yang diproses pada suhu dan kelembaban tinggi. (Thomas et al., 2007) Akrilamida terbentuk sebagai hasil reaksi samping dari reaksi Maillard, yakni reaksi antara asam amino asparagin dengan gula pereduksi atau sumber karbonil lainnya yang menyebabkan perubahan warna, aroma, dan rasa pada pangan olahan. Akrilamida juga dapat terbentuk pada proses pemanasan dengan microwave. Selain itu akrilamida dapat berasal dari senyawa prekursor seperti akrolein (2-propenal), asam akrilat, 3-aminopropanamida, basa Schiff dekarboksilasi, dan produk amadori dekarboksilasi. Reaksi antara asparagin dan karbohidrat atau senyawa karbonil (gula pereduksi) merupakan jalur utama pembentukan akrilamida pada kopi (Gambar 2.). Kemungkinan mekanisme pembentukan akrilamida lainnya ialah berasal dari akrolein, asam akrilat, 3-aminopropanamida dan 5-hidroksimetilfurfural (HMF).

    Gambar 2. Pembentukan akrilamida dari asparagin (Wilson, et al. 2006)

    Pada reaksi Maillard, terjadi kondensasi asam amino asparagin dan gula pereduksi. Secara umum, reaksi Maillard bergantung pada kadar dan jenis reaktan, pH, waktu, suhu, aktivitas air, radikal bebas, dan antioksidan. Oleh karena itu, lazim jika pH, waktu, suhu, serta asam amino dan gula pereduksi juga mempengaruhi pembentukan akrilamida.

  • 9

    9

    pula dalam produk sayur dan buah-buahan yang dipanaskan pada suhu lebih rendah (U.S. FDA, 2016). Selain itu akrilamida juga ditemukan pada produk zaitun yang diproses pada suhu dan kelembaban tinggi. (Thomas et al., 2007) Akrilamida terbentuk sebagai hasil reaksi samping dari reaksi Maillard, yakni reaksi antara asam amino asparagin dengan gula pereduksi atau sumber karbonil lainnya yang menyebabkan perubahan warna, aroma, dan rasa pada pangan olahan. Akrilamida juga dapat terbentuk pada proses pemanasan dengan microwave. Selain itu akrilamida dapat berasal dari senyawa prekursor seperti akrolein (2-propenal), asam akrilat, 3-aminopropanamida, basa Schiff dekarboksilasi, dan produk amadori dekarboksilasi. Reaksi antara asparagin dan karbohidrat atau senyawa karbonil (gula pereduksi) merupakan jalur utama pembentukan akrilamida pada kopi (Gambar 2.). Kemungkinan mekanisme pembentukan akrilamida lainnya ialah berasal dari akrolein, asam akrilat, 3-aminopropanamida dan 5-hidroksimetilfurfural (HMF).

    Gambar 2. Pembentukan akrilamida dari asparagin (Wilson, et al. 2006)

    Pada reaksi Maillard, terjadi kondensasi asam amino asparagin dan gula pereduksi. Secara umum, reaksi Maillard bergantung pada kadar dan jenis reaktan, pH, waktu, suhu, aktivitas air, radikal bebas, dan antioksidan. Oleh karena itu, lazim jika pH, waktu, suhu, serta asam amino dan gula pereduksi juga mempengaruhi pembentukan akrilamida.

  • 10

    10

    Reaksi Maillard dimulai dengan reaksi gula pereduksi dan asam amino menghasilkan produk amadori. N-glikosida mengalami konversi menjadi senyawa dikarbonil (1-deoksion atau 3-deoksion) melalui reaksi enolisasi dan hidrolisis. Senyawa tersebut akan terdekomposisi melalui serangkaian reaksi, dan pada kelembapan rendah senyawa akan membentuk struktur basa Schiff. Basa Schiff terdekarboksilasi membentuk azomethine ylide yang selanjutnya akan membentuk akrilamida, seperti ditunjukkan pada Gambar 3. (Gokmen, 2016). Gambar 4. menunjukkan bahwa pembentukan senyawa akrilamida dalam kopi selama penyangraian melalui tiga rute. Rute tersebut meliputi reaksi Maillard, reaksi dekarboksilasi asam amino asparagin, dan sintesis asam akrilat. Sintesis asam akrilat dapat berasal dari lemak atau dari asam amino non-asparagin yang banyak terkandung dalam biji kopi (Mulato, 2019). Reaksi Maillard merupakan jalur utama terbentuknya akrilamida pada kopi (Guenther, 2007). Reaksi ini berlangsung pada kisaran suhu sangrai 120-150°C dan pada kadar air rendah. Senyawa protein dalam kopi beras akan melepaskan asam amino. Secara bersamaan, senyawa karbohidrat disakarida (sukrosa) juga terpecah menjadi gula pereduksi monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa. Hasil reaksi antara asam amino bebas dan gula reduksi adalah senyawa amadori. Senyawa ini merupakan senyawa dasar untuk pembentukan cita rasa khas kopi. Reaksi Maillard menghasilkan produk samping berupa senyawa akrilamida.

    11

    Gambar 3. Mekanisme pembentukan akrilamida (Gokmen, 2016)

    Gambar 4. Rute pembentukan akrilamida pada kopi (cctcid.com)

  • 11

    11

    Gambar 3. Mekanisme pembentukan akrilamida (Gokmen, 2016)

    Gambar 4. Rute pembentukan akrilamida pada kopi (cctcid.com)

  • 12

    12

    Pada rute kedua, asam amino asparagin mengalami dekarboksilasi menjadi senyawa antara yaitu 3-aminopropanamida. Senyawa tersebut kemudian mengalami deaminasi membentuk senyawa akrilamida. Peran rute kedua terhadap terbentuknya akrilamida relatif rendah karena hanya memanfatkan sisa asparagin dari reaksi Maillard. Berdasarkan penelitian, kadar 3-aminopropanamida dalam kopi bubuk adalah 122.1 µg/kg (Granvogl, 2007) Rute ketiga, yaitu sintesis asam akrilat berlangsung pada saat suhu sangrai mencapai 200-225 °C. Pada kondisi tersebut, biji kopi berubah warna menjadi lebih gelap dan mulai berminyak. Akrolein dapat terbentuk dari degradasi oksidatif lemak yang bereaksi lebih lanjut membentuk asam akrilat dan kemudian menjadi akrilamida. Asam akrilat bereaksi dengan amonia—yang dilepaskan saat termolisis asam amino—membentuk akrilamida melalui reaksi aminodehidroksilasi. Asam akrilat juga muncul melalui penguraian beberapa asam amino yang terkandung dalam kopi beras, seperti asam aspartat dan beta alanin. Kontribusi rute ketiga terhadap pembentukan akrilamida sangat sedikit karena ketersediaan senyawa -NH2 selama penyangraian biji kopi yang sangat terbatas (Guenther, 2007).

    2.5. Bahan Pangan yang Berpotensi Menghasilkan Cemaran Akrilamida Mekanisme utama pembentukan senyawa akrilamida adalah reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan asparagin, sehingga pangan kaya karbohidrat seperti kentang, keripik dan roti berpotensi mengandung akrilamida ketika diolah pada suhu di atas 120°C. Akrilamida juga dapat terbentuk dari akrolein dan asam akrilat, terutama pada makanan yang banyak mengandung lemak. Pemanggangan, penggorengan, pemanasan menggunakan microwave, dan memasak yang terlalu lama (overcooked) dapat menyebabkan kadar cemaran akrilamida yang tinggi. Berdasarkan hasil kajian EFSA pada

    13

    tahun 2007 hingga 2010 (Tabel 1.), kopi dan kopi subtitusi1 serta keripik kentang memiliki kadar akrilamida yang tinggi. Sementara itu, French fries (kentang goreng), biskuit dan krekers, sereal untuk anak-anak dan balita, serta roti memiliki kadar akrilamida yang sedang hingga rendah.

    Tabel 1. Kadar akrilamida pada pangan 2010 (EFSA, 2012)

    Jenis pangan Rata-rata Kadar Akrilamida (µg/kg) Roti 30 Sereal balita 51 Makanan bayi 69 Sereal sarapan 138 Biskuit, krekers 333 Kentang goreng 338 Kopi dan kopi subtitusi

    527

    Keripik kentang 675

    2.6. Ambang Batas Maksimal Akrilamida Akrilamida dan metabolitnya (glisidamida) merupakan senyawa yang genotoksik dan karsinogenik. Oleh karena itu, tidak ada ambang aman ataupun nilai Tolerable Daily Intake (TDI) yang dapat ditoleransi untuk senyawa akrilamida. Sebagaimana lazimnya zat yang bersifat genotoksik karsinogenik, pengkajian keamanan dilakukan berdasarkan nilai Margin of Exposure (MOE). EFSA menyatakan bahwa untuk senyawa genotoksik karsinogenik, nilai MOE yang lebih besar dari 10.000 atau lebih memiliki risiko yang lebih rendah. Nilai MOE untuk kanker yang disebabkan oleh akrilamida jauh lebih kecil dari 10.000, yaitu berkisar 425 untuk dewasa hingga 50 untuk balita.

    1 Kopi substitusi adalah minuman serupa kopi tapi bukan kopi

  • 13

    13

    tahun 2007 hingga 2010 (Tabel 1.), kopi dan kopi subtitusi1 serta keripik kentang memiliki kadar akrilamida yang tinggi. Sementara itu, French fries (kentang goreng), biskuit dan krekers, sereal untuk anak-anak dan balita, serta roti memiliki kadar akrilamida yang sedang hingga rendah.

    Tabel 1. Kadar akrilamida pada pangan 2010 (EFSA, 2012)

    Jenis pangan Rata-rata Kadar Akrilamida (µg/kg) Roti 30 Sereal balita 51 Makanan bayi 69 Sereal sarapan 138 Biskuit, krekers 333 Kentang goreng 338 Kopi dan kopi subtitusi

    527

    Keripik kentang 675

    2.6. Ambang Batas Maksimal Akrilamida Akrilamida dan metabolitnya (glisidamida) merupakan senyawa yang genotoksik dan karsinogenik. Oleh karena itu, tidak ada ambang aman ataupun nilai Tolerable Daily Intake (TDI) yang dapat ditoleransi untuk senyawa akrilamida. Sebagaimana lazimnya zat yang bersifat genotoksik karsinogenik, pengkajian keamanan dilakukan berdasarkan nilai Margin of Exposure (MOE). EFSA menyatakan bahwa untuk senyawa genotoksik karsinogenik, nilai MOE yang lebih besar dari 10.000 atau lebih memiliki risiko yang lebih rendah. Nilai MOE untuk kanker yang disebabkan oleh akrilamida jauh lebih kecil dari 10.000, yaitu berkisar 425 untuk dewasa hingga 50 untuk balita.

    1 Kopi substitusi adalah minuman serupa kopi tapi bukan kopi

  • 14

    14

    Ambang batas akrilamida lainnya dinyatakan melalui Benchmark Dose Lower Confidence Limit (BMDL10) dan Minimal Risk Level (MRL). BMDL10 akrilamida adalah dosis akrilamida yang dapat mengakibatkan tumor ataupun efek lainnya, seperti efek terhadap sistem saraf. EFSA (2015) mengestimasi Nilai BMDL10 akrilamida untuk tumor adalah 0,17 mg/kg berat badan/hari dan nilai BMDL10 akrilmida efek terhadap sistem saraf adalah 0,43 mg/kg berat badan/hari. Sementara itu, nilai MRL merupakan estimasi paparan harian yang dapat diterima tanpa menimbulkan efek toksik. Nilai MRL untuk akrilamida adalah 0,01 mg/kg/hari (akut), dan 0,001 mg/kg/hari (kronis) (ATSDR, 2012).

    2.7. Concern dan Pedoman Internasional tentang Cemaran Akrilamida a. FAO/WHO Codex Alimentarius

    Pada tahun 2009, FAO/WHO Codex Alimentarius menerbitkan Code of Practice for the Reduction of Acrylamide in Foods. Pedoman tersebut bertujuan memberikan panduan dalam mencegah dan mengurangi terbentuknya akrilamida dalam produk kentang dan serealia. Pedoman tersebut memaparkan strategi penyiapan bahan baku (misalnya pemilihan bahan baku yang mengandung kadar gula pereduksi yang rendah dan penambahan asparaginase), kontrol bahan baku lain, serta proses pengolahan pangan yang dapat menurunkan cemaran akrilamida pangan (meliputi optimasi waktu dan suhu).

    b. Amerika Serikat Pada tahun 2016, U.S. FDA menerbitkan Guidance for Industry Acrylamide in Foods yang disusun bagi pelaku usaha pangan. Secara detail, pedoman tersebut memuat langkah mitigasi cemaran akrilamida pada produk olahan kentang dan serealia mulai dari penyiapan bahan baku,

    15

    penyimpanan, hingga pengolahan. Pembahasan pada kopi olahan meliputi keterkaitan antara jenis dan warna biji kopi dengan kadar akrilamida, serta kemungkinan cara mitigasi akrilamida yang meliputi steam roasting, vacuum roasting, dan perlakuan kopi beras dengan enzim asparaginase.

    c. Uni Eropa Berdasarkan hasil studi laboratorium, European Food Safety Authority (EFSA) menyatakan bahwa akrilamida dapat meningkatkan risiko penyakit kanker. Karena tingginya risiko yang ditimbulkan dan akrilamida terkandung pada berbagai macam pangan olahan, maka diperlukan mitigasi cemaran akrilamida untuk menjamin keamanan pangan. Pada tanggal 20 November 2017, Uni Eropa telah menerbitkan EU 2017/2158 Establishing mitigation measures and benchmark levels for the reduction of the presence of acrylamide in food. Regulasi tersebut memuat cara mitigasi cemaran akrilamida pada kentang goreng dan produk olahan kentang, roti, serealia, dan kopi. Cara mitigasi dilakukan mulai pemilihan jenis bahan baku (misalnya varietas kentang yang memiliki kadar gula pereduksi dan asparagin terendah), penyimpanan dan distribusi, hingga pengolahan bahan baku. Untuk mengurangi kadar akrilamida dalam kopi olahan, pelaku usaha disarankan untuk mengidentifikasi titik kritis dan kontrol proses penyangraian, serta mempertimbangkan penggunaan asparaginase.

    2.8. Metode analisis akrilamida dalam kopi olahan Matriks kopi olahan yang kompleks dapat menjadi kendala ketika menganalisis akrilamida. Hal ini dapat menyebabkan overestimasi kadar akrilamida. Laboratorium pengujian harus menggunakan metode analisis yang akurat dan presisi untuk menentukan kadar akrilamida dalam kopi olahan. Uji

  • 15

    15

    penyimpanan, hingga pengolahan. Pembahasan pada kopi olahan meliputi keterkaitan antara jenis dan warna biji kopi dengan kadar akrilamida, serta kemungkinan cara mitigasi akrilamida yang meliputi steam roasting, vacuum roasting, dan perlakuan kopi beras dengan enzim asparaginase.

    c. Uni Eropa Berdasarkan hasil studi laboratorium, European Food Safety Authority (EFSA) menyatakan bahwa akrilamida dapat meningkatkan risiko penyakit kanker. Karena tingginya risiko yang ditimbulkan dan akrilamida terkandung pada berbagai macam pangan olahan, maka diperlukan mitigasi cemaran akrilamida untuk menjamin keamanan pangan. Pada tanggal 20 November 2017, Uni Eropa telah menerbitkan EU 2017/2158 Establishing mitigation measures and benchmark levels for the reduction of the presence of acrylamide in food. Regulasi tersebut memuat cara mitigasi cemaran akrilamida pada kentang goreng dan produk olahan kentang, roti, serealia, dan kopi. Cara mitigasi dilakukan mulai pemilihan jenis bahan baku (misalnya varietas kentang yang memiliki kadar gula pereduksi dan asparagin terendah), penyimpanan dan distribusi, hingga pengolahan bahan baku. Untuk mengurangi kadar akrilamida dalam kopi olahan, pelaku usaha disarankan untuk mengidentifikasi titik kritis dan kontrol proses penyangraian, serta mempertimbangkan penggunaan asparaginase.

    2.8. Metode analisis akrilamida dalam kopi olahan Matriks kopi olahan yang kompleks dapat menjadi kendala ketika menganalisis akrilamida. Hal ini dapat menyebabkan overestimasi kadar akrilamida. Laboratorium pengujian harus menggunakan metode analisis yang akurat dan presisi untuk menentukan kadar akrilamida dalam kopi olahan. Uji

  • 16

    16

    profisiensi2 penentuan kadar akrilamida pada kopi olahan pertama kali diadakan oleh FAPAS® pada tahun 2003 dengan jumlah peserta sebanyak 41 laboratorium dari 17 negara (Guenther, 2007). Teknik pengujian akrilamida dalam pangan olahan termutakhir menggunakan instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Tandem Spektrometri Massa (KCKT-SM/SM) dan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM). Teknik ini sangat sensitif, namun membutuhkan biaya yang tinggi. Kadar akrilamida yang diperoleh melalui teknik pengujian ini dapat dikorelasikan secara sederhana dengan karakteristik warna kopi olahan dan/atau kelembabannya. Teknologi immunoassay juga pernah dilakukan untuk menguji akrilamida (U.S. FDA, 2016). Berbagai metode analisis untuk menentukan kadar akrilamida dalam pangan olahan telah dikembangkan dan dipublikasikan. Pada 2005, Castle & Eriksson mengkaji metode-metode analisis akrilamida yang menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Tandem Spektrometri Massa (KCKT-SM/SM) dalam jurnalnya yang berjudul Analytical Methods Used to Measure Acrylamide Concentrations in Foods. Metode-metode analisis tersebut dinilai telah akurat, hanya saja ketelitian (presisi) dan ketertiruan antarlaboratoriumnya masih perlu ditingkatkan. Hingga saat ini telah tersedia beberapa metode analisis akrilamida pada pangan olahan resmi yang digunakan sebagai acuan penetapan kadar. Comité Européen de Normalisation (CEN) atau lebih dikenal dengan European Committee on Standardisation telah menerbitkan metode EN standard 16618:2015 Food analysis – Determination of acrylamide in

    2 Uji profisiensi adalah kegiatan penilaian kinerja suatu laboratorium pengujian yang dilakukan dengan cara uji banding antar laboratorium menggunakan kriteria penilaian yang telah ditentukan (BSN, 2019).

    17

    food by liquid chromatography tandem mass spectrometry. Khusus untuk kopi olahan, International Organization for Standardization (ISO) telah menerbitkan ISO 18862:2016 Coffee and coffee products – Determination of acrylamide – Methods using HPLC-MS/MS and GC-MS after derivatization. Meskipun telah tersedia metode resmi, metode penetapan kadar akrilamida lainnya dapat diterapkan apabila telah divalidasi penuh.

    2.9. Jenis kopi dan cara penyangraian Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Tanaman kopi termasuk dalam genus Coffea dengan family Rubiaceae. Genus Coffea mencakup hampir 70 spesies, tetapi hanya ada dua spesies yang ditanam dalam skala luas di seluruh dunia, yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea canephora var. robusta). Berdasarkan data BPPSDM Kementerian Petanian tahun 2016, sebesar 77,25% kopi yang diproduksi di Indonesia (927 ribu ha dari total 1247 ribu ha) merupakan jenis kopi robusta, sedangkan sisanya (22,75%) termasuk ke dalam jenis kopi arabika. Sementara itu, sekitar 2% total produksi dunia merupakan dua spesies kopi lainnya, yaitu kopi liberika (Coffea liberica) dan kopi ekselsa (Coffea excelsa) yang ditanam dalam skala terbatas, terutama di Afrika Barat dan Asia. Berbagai jenis tanaman kopi dapat dilihat pada Gambar 5., sedangkan berbagai jenis biji kopi dapat dilihat pada Gambar 6.

  • 17

    17

    food by liquid chromatography tandem mass spectrometry. Khusus untuk kopi olahan, International Organization for Standardization (ISO) telah menerbitkan ISO 18862:2016 Coffee and coffee products – Determination of acrylamide – Methods using HPLC-MS/MS and GC-MS after derivatization. Meskipun telah tersedia metode resmi, metode penetapan kadar akrilamida lainnya dapat diterapkan apabila telah divalidasi penuh.

    2.9. Jenis kopi dan cara penyangraian Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Tanaman kopi termasuk dalam genus Coffea dengan family Rubiaceae. Genus Coffea mencakup hampir 70 spesies, tetapi hanya ada dua spesies yang ditanam dalam skala luas di seluruh dunia, yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea canephora var. robusta). Berdasarkan data BPPSDM Kementerian Petanian tahun 2016, sebesar 77,25% kopi yang diproduksi di Indonesia (927 ribu ha dari total 1247 ribu ha) merupakan jenis kopi robusta, sedangkan sisanya (22,75%) termasuk ke dalam jenis kopi arabika. Sementara itu, sekitar 2% total produksi dunia merupakan dua spesies kopi lainnya, yaitu kopi liberika (Coffea liberica) dan kopi ekselsa (Coffea excelsa) yang ditanam dalam skala terbatas, terutama di Afrika Barat dan Asia. Berbagai jenis tanaman kopi dapat dilihat pada Gambar 5., sedangkan berbagai jenis biji kopi dapat dilihat pada Gambar 6.

  • 18

    18

    Gambar 5. Tanaman kopi (a) robusta, (b) arabika, (c) liberika, dan (d) ekselsa

    (blackfathercoffee.com)

    Gambar 6. Dari kiri ke kanan pembaca: kopi beras robusta, arabika, liberika dan

    ekselsa (dokumentasi Puslitkoka, 2020)

    Kopi arabika dan robusta memasok sebagian besar perdagangan kopi dunia. Kedua jenis kopi ini berbeda dalam hal kandungan mineral, zat volatil, asam klorogenik, dan kafein. Jenis kopi arabika memiliki kualitas cita rasa tinggi dan kadar kafein lebih rendah dibandingkan dengan robusta sehingga harganya lebih mahal. Sementara itu, kualitas cita rasa kopi robusta di bawah kopi arabika, akan tetapi tanaman

    19

    kopi robusta lebih umum dibudidayakan karena relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan tanaman kopi arabika (Coffee and Cocoa Training Center, 2018). Selain itu, tanaman kopi robusta dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanpa terkena karat daun seperti halnya kopi arabika (Coffee and Cocoa Training Center, 2018). Pemeliharaan tanaman kopi robusta juga terbilang lebih mudah dan produktivitas lahannya lebih tinggi daripada tanaman kopi arabika (Coffee and Cocoa Training Center, 2018). Oleh karena itu, luas area pertanaman kopi robusta lebih besar dan produksinya di Indonesia lebih tinggi daripada kopi arabika. Dua jenis kopi lainnya adalah kopi liberika dan ekselsa. Seperti halnya kopi robusta, kopi liberika dan ekselsa juga tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Coffee and Cocoa Training Center, 2018), hanya saja kedua kopi ini tidak dapat berkembang luas di Indonesia. Budidaya kopi liberika ditinggalkan oleh petani kopi karena bobot biji kopi keringnya hanya 10% dari bobot kopi basah. Rendemen kopi liberika hanya sekitar 10-12 %. Hal ini menyebabkan biaya panen menjadi relatif lebih mahal (Coffee and Cocoa Training Center, 2018).

    Ekspor kopi Indonesia tidak hanya dalam bentuk kopi beras, tetapi juga kopi olahan. Komoditas kopi olahan ekspor berupa biji kopi, kopi bubuk, dan minuman kopi. Namun demikian, ekspor kopi bubuk Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan ekspor biji kopi (Rahardjo, 2012). Penyangraian kopi beras menjadi biji kopi merupakan suatu proses yang penting. Penyangraian menentukan mutu kopi olahan. Cara penyangraian kopi beras selain berpengaruh terhadap cita rasa, juga turut menentukan warna biji/kopi bubuk yang dihasilkan.

  • 19

    19

    kopi robusta lebih umum dibudidayakan karena relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan tanaman kopi arabika (Coffee and Cocoa Training Center, 2018). Selain itu, tanaman kopi robusta dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanpa terkena karat daun seperti halnya kopi arabika (Coffee and Cocoa Training Center, 2018). Pemeliharaan tanaman kopi robusta juga terbilang lebih mudah dan produktivitas lahannya lebih tinggi daripada tanaman kopi arabika (Coffee and Cocoa Training Center, 2018). Oleh karena itu, luas area pertanaman kopi robusta lebih besar dan produksinya di Indonesia lebih tinggi daripada kopi arabika. Dua jenis kopi lainnya adalah kopi liberika dan ekselsa. Seperti halnya kopi robusta, kopi liberika dan ekselsa juga tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Coffee and Cocoa Training Center, 2018), hanya saja kedua kopi ini tidak dapat berkembang luas di Indonesia. Budidaya kopi liberika ditinggalkan oleh petani kopi karena bobot biji kopi keringnya hanya 10% dari bobot kopi basah. Rendemen kopi liberika hanya sekitar 10-12 %. Hal ini menyebabkan biaya panen menjadi relatif lebih mahal (Coffee and Cocoa Training Center, 2018).

    Ekspor kopi Indonesia tidak hanya dalam bentuk kopi beras, tetapi juga kopi olahan. Komoditas kopi olahan ekspor berupa biji kopi, kopi bubuk, dan minuman kopi. Namun demikian, ekspor kopi bubuk Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan ekspor biji kopi (Rahardjo, 2012). Penyangraian kopi beras menjadi biji kopi merupakan suatu proses yang penting. Penyangraian menentukan mutu kopi olahan. Cara penyangraian kopi beras selain berpengaruh terhadap cita rasa, juga turut menentukan warna biji/kopi bubuk yang dihasilkan.

  • 20

    20

    Selama penyangraian, kopi beras mengalami perubahan fisik dan kimiawi. Proses penyangraian diawali dengan penguapan air yang ada di dalam kopi beras dengan memanfaatkan panas. Kemudian diikuti dengan penguapan senyawa volatil serta proses pirolisis senyawa hidrokarbon yang menyebabkan kehilangan berat yang cukup signifikan. Penyangraian diakhiri saat aroma dan rasa kopi yang diinginkan telah tercapai. Ini diindikasikan dari perubahan warna kopi beras yang semula berwarna kehijauan atau cokelat muda menjadi coklat tua, coklat kehitaman, dan hitam dengan permukaan berminyak. Tingkatan penyangraian terdiri dari light roast, medium roast, dan dark roast. Berbagai tingkatan penyangraian kopi beras menjadi biji kopi dapat dilihat pada Gambar 7. Bila biji kopi sudah berwarna hitam dan mudah pecah (retak) maka penyangraian segera dihentikan. Selanjutnya biji kopi segera diangkat dan didinginkan.

    Gambar 7. Berbagai tingkatan penyangraian kopi beras menjadi biji kopi

    (cafebritt.com) Berdasarkan penelitian Afriliana (2018) diketahui bahwa kesempurnaan penyangraian kopi beras dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu panas dan waktu. Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai ringan/warna coklat muda, yaitu 190-195 °C, sedangkan tingkat sangrai medium/warna coklat agak gelap yaitu 200-205 °C. Waktu penyangraian bervariasi dari 7 hingga 30 menit, bergantung pada jenis alat dan mutu biji kopi yang ditargetkan. Waktu penyangraian yang baik untuk pembuatan kopi sekitar 30 menit, di luar jangka waktu itu akan didapatkan rasa yang tidak diinginkan (Afriliana, 2018).

    21

    Proses penyangraian biji kopi dievaluasi berdasarkan beberapa parameter, antara lain perubahan densitas biji, aroma dan warna. Pengamatan warna banyak diterapkan di industri karena proses pengukurannya cepat dan tidak merusak bahan. Warna biji dapat diukur menggunakan alat colorimeter untuk penentuan koordinat yang meliputi unsur L*, a* dan b*. Lightness (L*) menunjukkan kombinasi warna hitam dan putih, a* menunjukkan kombinasi merah dan hijau, sementara b* menunjukkan kombinasi kuning dan hijau. Warna juga dapat ditentukan dengan parameter L*, C*, dan H0. L* menunjukkan kecerahan, C* menunjukkan saturasi warna, sedangkan H0 menunjukkan variasi warna seperti halnya a* dan b* (Bicho et al., 2012). Paduan perubahan warna kopi beras pada saat penyangraian lainnya adalah Skala Agtron. Skala warna Agtron cukup banyak digunakan sebagai tolok ukur warna (Yusianto, 2016). Specialty Coffee Association (SCA) juga mengeluarkan kit untuk penentuan warna biji sangrai menggunakan kartu yang diberi warna sesuai skala warna Agtron (SCA, 2020). Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat sangrai menurut Skala warna Agtron dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat sangrai (Yusianto,

    2016)

  • 21

    21

    Proses penyangraian biji kopi dievaluasi berdasarkan beberapa parameter, antara lain perubahan densitas biji, aroma dan warna. Pengamatan warna banyak diterapkan di industri karena proses pengukurannya cepat dan tidak merusak bahan. Warna biji dapat diukur menggunakan alat colorimeter untuk penentuan koordinat yang meliputi unsur L*, a* dan b*. Lightness (L*) menunjukkan kombinasi warna hitam dan putih, a* menunjukkan kombinasi merah dan hijau, sementara b* menunjukkan kombinasi kuning dan hijau. Warna juga dapat ditentukan dengan parameter L*, C*, dan H0. L* menunjukkan kecerahan, C* menunjukkan saturasi warna, sedangkan H0 menunjukkan variasi warna seperti halnya a* dan b* (Bicho et al., 2012). Paduan perubahan warna kopi beras pada saat penyangraian lainnya adalah Skala Agtron. Skala warna Agtron cukup banyak digunakan sebagai tolok ukur warna (Yusianto, 2016). Specialty Coffee Association (SCA) juga mengeluarkan kit untuk penentuan warna biji sangrai menggunakan kartu yang diberi warna sesuai skala warna Agtron (SCA, 2020). Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat sangrai menurut Skala warna Agtron dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Perbedaan warna biji kopi pada berbagai tingkat sangrai (Yusianto,

    2016)

  • 22

    22

    BAB III CARA DAN PERTIMBANGAN UMUM

    MENURUNKAN CEMARAN AKRILAMIDA DALAM KOPI OLAHAN

    Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengujicobakan dan mengembangkan cara menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan. Berikut cara menurunkan cemaran akrilamida yang pernah diteliti dan pertimbangan umum dalam menurunkan cemaran akrilamida dalam kopi olahan.

    3.1. Cara Menurunkan Cemaran Akrilamida 3.1.1. Sortasi Buah Kopi

    Langkah awal menurunkan cemaran akrilamida adalah seleksi buah kopi berkualitas tinggi pada saat panen. Buah kopi berkualitas tinggi akan meminimalkan terbentuknya senyawa akrilamida. Sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Pedoman Nomor 52/Permentan/OT/140/9/2012 tentang Penanganan Pasca Panen Kopi (Kementerian Pertanian), buah kopi dipanen secara manual dengan cara memetik/memungut buah kopi yang telah tepat masak. Seleksi fisik buah kopi meliputi pemilihan buah kopi yang siap dipanen dan pembersihan buah kopi tersebut dari buah cacat. Proses pemanenan buah kopi harus dilakukan secara seksama, agar hanya buah kopi tepat masak (berkualitas tinggi) saja yang diolah.

    Gambar 9. Buah kopi (a) muda; (b) tepat masak; (c) terlampau masak penuh (over ripe) (Yusianto, 2015)

    23

    Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Pedoman Nomor 52/Permentan/OT/140/9/2012 tentang Penanganan Pasca Panen Kopi (Kementerian Pertanian) salah satu indikator tingkat kematangan buah kopi adalah warna kulit buahnya. Kulit buah kopi berwarna hijau saat masih muda, kuning ketika setengah masak, merah saat tepat masak, dan kehitam-hitaman setelah terlampau masak penuh (over ripe) (Gambar 9.). Indikator kematangan buah kopi lainnya meliputi tingkat kekerasan dan komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta rasanya manis karena mengandung senyawa gula relatif tinggi. Sebaliknya, daging buah kopi muda sedikit keras, tidak berlendir, dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih belum terbentuk secara maksimal.

    Cara pemanenan buah kopi meliputi pemetikan selektif, setengah selektif, lelesan, dan racutan/rampasan. Panen selektif dikenal dengan sebutan ‘petik pilih’ atau ‘petik merah’. Panen selektif dapat menjamin hanya biji bernas (berkualitas tinggi) yang diolah lebih lanjut. Namun demikian, metode ini memerlukan banyak tenaga kerja. Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah masak, sedangkan secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan. Metode panen buah kopi lainnya yaitu metode panen non-selektif, atau diistilahkan panen racutan (strip picking). Pada metode ini, semua buah kopi, baik yang berwarna merah maupun yang masih hijau dipetik sekaligus. Selanjutnya buah kopi berwarna hijau harus disortasi agar terpisah dari buah kopi berwarna merah.

  • 23

    23

    Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Pedoman Nomor 52/Permentan/OT/140/9/2012 tentang Penanganan Pasca Panen Kopi (Kementerian Pertanian) salah satu indikator tingkat kematangan buah kopi adalah warna kulit buahnya. Kulit buah kopi berwarna hijau saat masih muda, kuning ketika setengah masak, merah saat tepat masak, dan kehitam-hitaman setelah terlampau masak penuh (over ripe) (Gambar 9.). Indikator kematangan buah kopi lainnya meliputi tingkat kekerasan dan komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang masak mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta rasanya manis karena mengandung senyawa gula relatif tinggi. Sebaliknya, daging buah kopi muda sedikit keras, tidak berlendir, dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih belum terbentuk secara maksimal.

    Cara pemanenan buah kopi meliputi pemetikan selektif, setengah selektif, lelesan, dan racutan/rampasan. Panen selektif dikenal dengan sebutan ‘petik pilih’ atau ‘petik merah’. Panen selektif dapat menjamin hanya biji bernas (berkualitas tinggi) yang diolah lebih lanjut. Namun demikian, metode ini memerlukan banyak tenaga kerja. Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah masak, sedangkan secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan. Metode panen buah kopi lainnya yaitu metode panen non-selektif, atau diistilahkan panen racutan (strip picking). Pada metode ini, semua buah kopi, baik yang berwarna merah maupun yang masih hijau dipetik sekaligus. Selanjutnya buah kopi berwarna hijau harus disortasi agar terpisah dari buah kopi berwarna merah.

  • 24

    24

    Gambar 10. Proses perambangan

    (a) buah kopi dimasukkan ke dalam bak perambangan berisi air; (b) terjadi pemisahan antara buah kopi muda dan cacat dengan buah kopi masak, (c) buah kopi muda dan cacat mengambang;

    (d) pembersihan buah kopi masak yang tenggelam saat perambangan (Yusianto, 2015)

    Yusianto (2016) menyebutkan bahwa sortasi buah kopi dapat dilakukan dengan merendam buah kopi dalam air, atau dikenal dengan istilah ‘perambangan’. Buah kopi berwarna merah yang sehat memiliki berat jenis yang lebih tinggi daripada buah kopi cacat. Sebagai konsekuensinya, buah kopi berkualitas tinggi akan tenggelam, sedangkan buah kopi cacat akan mengapung dan dapat dipisahkan. Proses perambangan dapat dilihat pada Gambar 10.

    25

    3.1.2. Sortasi Kopi Beras (Green bean) Kopi adalah biji dari tanaman Coffea spp dalam bentuk bugil dan belum disangrai (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Pada pedoman ini “kopi” selanjutnya disebut dengan kopi beras (green bean). Kopi beras arabika dan robusta dapat dilihat pada Gambar 11.

    Gambar 11. Kopi beras masak (tanpa cacat) (a) arabika; (b) robusta (Yusianto, 2016)

    Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kadar akrilamida dalam biji kopi (roast coffee) adalah jumlah kopi beras cacat yang digunakan dalam proses pengolahan kopi (Guenther et al., 2007). Kopi beras cacat, khususnya kopi beras mentah (muda), mengandung asparagin bebas hingga lebih dari 2 (dua) kali lipat kopi beras masak (Mazzafera, 1999). Hal ini mengindikasikan pentingnya kontrol kualitas kopi beras dalam proses pengolahan kopi. Kopi beras perlu disortasi untuk memisahkan biji cacat. Berdasarkan standar mutu khusus SNI 01-2907-2008 Biji Kopi, kategori kopi beras cacat meliputi kopi beras hitam, kopi beras muda, kopi beras berlubang dan lain sebagainya. Kopi beras hitam merupakan kopi beras yang setengah atau lebih bagian luarnya berwarna hitam, baik yang mengkilap maupun keriput. Kopi beras

  • 25

    25

    3.1.2. Sortasi Kopi Beras (Green bean) Kopi adalah biji dari tanaman Coffea spp dalam bentuk bugil dan belum disangrai (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Pada pedoman ini “kopi” selanjutnya disebut dengan kopi beras (green bean). Kopi beras arabika dan robusta dapat dilihat pada Gambar 11.

    Gambar 11. Kopi beras masak (tanpa cacat) (a) arabika; (b) robusta (Yusianto, 2016)

    Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kadar akrilamida dalam biji kopi (roast coffee) adalah jumlah kopi beras cacat yang digunakan dalam proses pengolahan kopi (Guenther et al., 2007). Kopi beras cacat, khususnya kopi beras mentah (muda), mengandung asparagin bebas hingga lebih dari 2 (dua) kali lipat kopi beras masak (Mazzafera, 1999). Hal ini mengindikasikan pentingnya kontrol kualitas kopi beras dalam proses pengolahan kopi. Kopi beras perlu disortasi untuk memisahkan biji cacat. Berdasarkan standar mutu khusus SNI 01-2907-2008 Biji Kopi, kategori kopi beras cacat meliputi kopi beras hitam, kopi beras muda, kopi beras berlubang dan lain sebagainya. Kopi beras hitam merupakan kopi beras yang setengah atau lebih bagian luarnya berwarna hitam, baik yang mengkilap maupun keriput. Kopi beras

  • 26

    26

    muda adalah kopi beras yang kecil dan keriput pada seluruh bagian luarnya. Nilai cacat 1 (satu) kopi beras hitam adalah 1 (satu), sedangkan nilai cacat 1 (satu) kopi beras muda adalah 1/5 (seperlima). Kopi beras hitam dan kopi beras muda memiliki kadar asparagin yang paling tinggi (Dias et al., 2012; Mazzafera, 1999). Oleh karena itu, kopi beras hitam dan kopi beras muda harus dipisahkan dari kopi beras (green bean) berkualitas tinggi sehingga tidak terbawa pada proses penyangraian. Kopi beras hitam dan kopi beras muda dapat dilihat pada Gambar 12.

    Gambar 12. Kopi beras cacat (a) kopi beras hitam dan (b) kopi beras

    muda (Yusianto, 2016)

    3.1.3. Perlakuan Awal Kopi Beras (Green bean) a. Penggunaan asparaginase

    Pengurangan kadar asparagin pada kopi beras juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan asparaginase.

    Gambar 13. Struktur Kristal L-asparaginase dari Eschericia coli

    (URL: https://www.rcsb.org/3d-view/3ECA/1?preset=symmetry&sele=0)

    27

    Asparaginase (L-asparagine amidohydrolases EC.3.5.1.1) merupakan enzim yang umum ditemukan pada hewan, tumbuhan, dan mahluk hidup. Asparaginase mengkatalisis transformasi asparagin menjadi asam aspartat dan amonia dengan menghidrolisis gugus amida pada rantai samping asparagin (Hendriksen et al., 2009). Xu et al. (2016) menyebutkan bahwa L-asparaginase adalah enzim intraselular yang dihasilkan dari berbagai jenis mikroorganisme antara lain: Escherichia coli (struktur kristal dapat dilihat pada Gambar 13.), Erwinia carotovora, Bacillus sp., Enterobacter aerogenes, Corynebacterium glutamicum, Pseudomonas stutzeri, dan Candida utilis (Qin, Minjun; Zhao, 2003). Hasil penelitian yang pertama kali menggunakan asparaginase komersial dipublikasikan oleh Pedreschi, Kaack, dan Granby pada 2008. Mereka menetapkan suhu optimum enzim pada suhu 60 °C dan pH enzim sebesar 7,0. Pada penelitian ini asparaginase digunakan untuk mengurangi kandungan akrilamida pada kentang goreng.

    Pada 2013, Hendriksen, Budolfsen, dan Baumann menggunakan asparaginase dari Aspergillus oryzae untuk mempelajari produk kentang dan serealia serta melaksanakan percobaan pertama di laboratorium terkait pengaruh asparaginase pada kopi olahan. Reduksi asparagin pada produk kentang relatif rendah karena tidak cukupnya kontak antara asparagin dan enzim. Sedangkan untuk produk-produk serealia, efisiensi pengurangan asparagin mencapai lebih dari 90%. Sementara itu, penggunaan asparaginase pada pengolahan kopi dapat menurunkan kadar asparagin sebesar 55-74%.

  • 27

    27

    Asparaginase (L-asparagine amidohydrolases EC.3.5.1.1) merupakan enzim yang umum ditemukan pada hewan, tumbuhan, dan mahluk hidup. Asparaginase mengkatalisis transformasi asparagin menjadi asam aspartat dan amonia dengan menghidrolisis gugus amida pada rantai samping asparagin (Hendriksen et al., 2009). Xu et al. (2016) menyebutkan bahwa L-asparaginase adalah enzim intraselular yang dihasilkan dari berbagai jenis mikroorganisme antara lain: Escherichia coli (struktur kristal dapat dilihat pada Gambar 13.), Erwinia carotovora, Bacillus sp., Enterobacter aerogenes, Corynebacterium glutamicum, Pseudomonas stutzeri, dan Candida utilis (Qin, Minjun; Zhao, 2003). Hasil penelitian yang pertama kali menggunakan asparaginase komersial dipublikasikan oleh Pedreschi, Kaack, dan Granby pada 2008. Mereka menetapkan suhu optimum enzim pada suhu 60 °C dan pH enzim sebesar 7,0. Pada penelitian ini asparaginase digunakan untuk mengurangi kandungan akrilamida pada kentang goreng.

    Pada 2013, Hendriksen, Budolfsen, dan Baumann menggunakan asparaginase dari Aspergillus oryzae untuk mempelajari produk kentang dan serealia serta melaksanakan percobaan pertama di laboratorium terkait pengaruh asparaginase pada kopi olahan. Reduksi asparagin pada produk kentang relatif rendah karena tidak cukupnya kontak antara asparagin dan enzim. Sedangkan untuk produk-produk serealia, efisiensi pengurangan asparagin mencapai lebih dari 90%. Sementara itu, penggunaan asparaginase pada pengolahan kopi dapat menurunkan kadar asparagin sebesar 55-74%.

  • 28

    28

    Kopi beras (green bean) memiliki struktur yang sangat padat dan sangat tidak permeable (FoodDrinkEurope, 2019). Diameter pori kopi beras sekitar 0.5-1 kali ukuran enzim (Porto et.al., 2019). Oleh karena itu, sulit bagi asparaginase untuk kontak dengan asparagin pada kopi beras (Porto et.al., 2019). Dalam Acrylamide Toolbox 2019, FoodDrinkEurope menyatakan bahwa agar asparaginase dapat bekerja secara efektif menurunkan kadar asparagin dibutuhkan tahap pengolahan tambahan, diantaranya perlakuan dengan uap dan perendaman dalam waterbath.

    Hal ini sesuai dengan penelitian Porto et al. (2019) yang menguji efektivitas penggunaan asparaginase untuk mengurangi kadar asparagin pada Coffea arabica dan Coffea canephora dengan menambahkan perlakuan uap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perlakuan uap menyebabkan asparaginase dapat lebih efektif menurunkan kadar asparagin. Namun demikian, waktu perlakuan uap terbaik berbeda-beda untuk tiap jenis kopi, yaitu 30 menit untuk Coffea arabica dan 45 menit untuk Coffea canephora (Gambar 14. dan Gambar 15.).

    Gambar 14. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi robusta C.canephora (Porto et al., 2019)

    29

    Gambar 15. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi arabika C.arabica (Porto et al., 2019)

    Berdasarkan Acrylamide Toolbox 2019 disebutkan bahwa untuk menilai penerapan asparaginase pada skala komersial (scaling up) perlu dilakukan evaluasi kesesuaian antara kondisi percobaan dengan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Pengaruh aroma dan rasa akibat perlakuan dengan asparaginase bisa bervariasi, bergantung pada jenis kopi beras, komposisi kopi beras yang mendapatkan perlakuan enzim, serta target kualitas tertentu pada produk.

    Penggunaan asparaginase telah diatur dalam Peraturan Badan POM No. 28 Tahun 2019 tentang Bahan Penolong dalam Pangan Olahan, sebagai bahan penolong golongan enzim dengan sumber enzim yang berasal dari Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae dengan batas maksimal penggunaan sesuai Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).

  • 29

    29

    Gambar 15. Pengaruh perlakuan dengan uap pada kopi arabika C.arabica (Porto et al., 2019)

    Berdasarkan Acrylamide Toolbox 2019 disebutkan bahwa untuk menilai penerapan asparaginase pada skala komersial (scaling up) perlu dilakukan evaluasi kesesuaian antara kondisi percobaan dengan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Pengaruh aroma dan rasa akibat perlakuan dengan asparaginase bisa bervariasi, bergantung pada jenis kopi beras, komposisi kopi beras yang mendapatkan perlakuan enzim, serta target kualitas tertentu pada produk.

    Penggunaan asparaginase telah diatur dalam Peraturan Badan POM No. 28 Tahun 2019 tentang Bahan Penolong dalam Pangan Olahan, sebagai bahan penolong golongan enzim dengan sumber enzim yang berasal dari Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae dengan batas maksimal penggunaan sesuai Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).

  • 30

    30

    b. Pembatasan kadar air kopi beras (green bean) dan dekafeinasi Penelitian menunjukkan bahwa kadar air kopi beras (green bean) dan dekafeinasi tidak terlalu berpengaruh terhadap kadar cemaran akrilamida. Studi Lanz et al. pada 2006 mengindikasikan bahwa menurunkan kadar air kopi beras ke 7% melalui pre-drying (pemanasan awal) menggunakan aliran udara pada 40 °C, dan meninggikan kadar air kopi beras ke 14% melalui pembasahan dengan water spraying, tidak menghasilkan perbedaan kadar akrilamida yang signifikan pada produk kopi hasil penyangraian. Serupa halnya dengan ini, penelitian lain juga menunjukkan bahwa dekafeinasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kadar akrilamida (FoodDrinkEurope, 2019). Melalui percobaan disimpulkan bahwa penyangraian kopi beras dekafeinasi menghasilkan kadar akrilamida yang tidak berbeda jauh dengan penyangraian kopi tanpa dekafeinasi pada titik akhir penyangraian yang sebanding.

    3.1.4. Penyangraian (Roasting) Cita rasa khas kopi yang nikmat terbentuk selama proses penyangraian (roasting). Melalui reaksi Maillard, gula pereduksi dan asam amino akan bereaksi membentuk senyawa aromatik kopi, diantaranya pirazin dan furan. Lebih dari 700 senyawa volatil terdeteksi dalam aroma kopi (Clarke, 1986).

    Yusianto (2016) menyatakan bahwa suhu penyangraian yang sesuai berbeda untuk setiap jenis kopi. Untuk memaksimalkan cita rasa kopi yang kuat, kopi robusta disangrai pada suhu 175-200 °C. Sementara itu, untuk mempertahankan rasa manis, asam, aroma bunga dan aroma buah yang dimilikinya, kopi arabika sebaiknya disangrai pada suhu lebih rendah, yakni 150-175 °C.

    31

    Dari sudut pandang mitigasi akrilamida, penyangraian (roasting) memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kadar akrilamida (Mojska, Hanna; Gelecinska, 2013). Taeymans et al. (2004), Lantz et al. (2006), Seal et al. (2008), dan Kocadagli et al. (2012) menyimpulkan bahwa selama penyangraian dapat terjadi pembentukan maupun pengurangan akrilamida. Pembentukan akrilamida terjadi sangat cepat di awal penyangraian (Taeymans et al., 2004; Lantz et al., 2006; Guenther et al., 2007; Bagdonaite et al., 2008). Setelah mencapai tingkat maksimum pada bagian pertama keseluruhan siklus penyangraian, kadar akrilamida menurun secara eksponensial (Kocadagli et al., 2012). Kadar pada produk akhir hanya sekitar 20-30% kadar maksimum (FoodDrinkEurope, 2019). Profil kadar akrilamida selama proses penyangraian dapat dilihat pada Gambar 16.

    Gambar 16. Profil penyangraian kopi beras pada 220°C yang menggambarkan pembentukan akrilamida pada 5, 10, 15, 20, 30 dan

    60 menit waktu sangrai (Kocadagli et al., 2012).

    Bagdonaite & Murkovic (2004) membuktikan bahwa kadar akhir akrilamida bergantung pada lamanya waktu

  • 31

    31

    Dari sudut pandang mitigasi akrilamida, penyangraian (roasting) memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kadar akrilamida (Mojska, Hanna; Gelecinska, 2013). Taeymans et al. (2004), Lantz et al. (2006), Seal et al. (2008), dan Kocadagli et al. (2012) menyimpulkan bahwa selama penyangraian dapat terjadi pembentukan maupun pengurangan akrilamida. Pembentukan akrilamida terjadi sangat cepat di awal penyangraian (Taeymans et al., 2004; Lantz et al., 2006; Guenther et al., 2007; Bagdonaite et al., 2008). Setelah mencapai tingkat maksimum pada bagian pertama keseluruhan siklus penyangraian, kadar akrilamida menurun secara eksponensial (Kocadagli et al., 2012). Kadar pada produk akhir hanya sekitar 20-30% kadar maksimum (FoodDrinkEurope, 2019). Profil kadar akrilamida selama proses penyangraian dapat dilihat pada Gambar 16.

    Gambar 16. Profil penyangraian kopi beras pada 220°C yang menggambarkan pembentukan akrilamida pada 5, 10, 15, 20, 30 dan

    60 menit waktu sangrai (Kocadagli et al., 2012).

    Bagdonaite & Murkovic (2004) membuktikan bahwa kadar akhir akrilamida bergantung pada lamanya waktu

  • 32

    32

    penyangraian dan target tingkat penyangraian. Kopi beras yang disangrai lebih lama akan menghasilkan kadar akrilamida yang lebih rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa suhu penyangraian yang lebih tinggi dikombinasikan dengan waktu penyangraian yang lebih pendek, akan menghasilkan kadar akrilamida yang lebih rendah.

    Berdasarkan Acrylamide Toolbox 2019 (FoodDrinkEurope, 2019), pemilihan campuran kopi beras, kondisi penyangraian, dan teknologi proses harus disesuaikan dengan cita rasa kopi yang diinginkan pelanggan. Cita rasa kopi merupakan ciri khas produk dan setiap perubahan proses akan mempengaruhi hal ini (Bagdonaite, 2008). Selain itu, perlu dipertimbangkan juga pengaruh perubahan proses, baik pada kadar konstituen yang diinginkan (a.l. polifenol dan melanoidins) maupun yang tidak diinginkan (FoodDrinkEurope, 2019).

    Studi yang dilakukan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (2012) meng