Pedoman Administrasi

113
1

description

PEDOMAN

Transcript of Pedoman Administrasi

Page 1: Pedoman Administrasi

1    

Page 2: Pedoman Administrasi

2    

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada

tahun 2014 merupakan suatu momentum yang sangat krusial bagi bangsa

Indonesia.Kondisi ini merefleksikan keinginan dari pemerintah sebagai representasi

rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat berdasarkan prinsip keadilan

sosial.Penyediaan dan pengelolaan sistem pelayanan kesehatan sejatinya telah

disepakati menjadi kewajiban pokok pemerintah sebagaimana termaktub dalam UUD

‘45.Sistem pelayanan kesehatan telah diakui sebagai hak setiap warga negara sehingga

keberadaannya harus dapat dimanfaatkan oleh setiap lapisan masyarakat.Perlu

dilakukan transformasi secara menyeluruh dari sistem pelayanan kesehatan untuk

mendukung penerapan SJSN tersebut.

Transformasi sistem pelayanan kesehatan tersebut ditengarai akan menemui

berbagai hambatan yang cukup substansial. Walaupun negara secara hukum

bertanggung jawab penuh dalam penyediaan sistem pelayanan kesehatan namun

sebagian besar sistem tersebut masih bertumpu pada upaya yang dilakukan oleh

individu maupun sektor swasta.Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan

negara dalam menyediakan sumber daya kapital yang dibutuhkan untuk membiayai

pelayanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat.Kondisi ini menyebabkan masih

dominannya pola pembiayaan yang bersifat “out of pocket”. Model pembiayaan ini

menyebabkan terjadinya disparitas pelayanan kesehatan dan beban finansial katastrofik

yang berdampak pada pemiskinan.

Selain itu, kebijakan/regulasi yang berlaku cenderung mendorong fasilitas

kesehatan untuk melakukan upaya mandiri guna memenuhi kecukupan

anggaran.Prinsip ini menyebabkan banyak fasilitas kesehatan termasuk fasilitas

kesehatan pemerintah secara sadar menerapkan kaidah–kaidah korporasi yang

berorientasi pada profit. Profitabilitas menjadi goal utama bagi mayoritas fasilitas

kesehatan sehingga model pembayaran retrospektif seperti Fee For Service (FFS)

menjadi model pembayaran favorit. FFS memberikan ruang bagi fasilitas kesehatan

untuk meningkatkan profit sekaligus juga menerapkan metode maupun teknik terkini.

Efektivitas dan efisiensi hanya menjadi jargon semata dan kualitas dikonotasikan

Page 3: Pedoman Administrasi

3    

kepada aplikasi teknologi sehingga inefisiensi menjadi hasil akhir dari keseluruhan

proses tersebut

Transformasi fundamental merupakan upaya yang diperlukan untuk mengatasi

kondisi-kondisi seperti tersebut diatas.Penetapan model asuransi kesehatan sosial

sebagai bentuk sistem pembiayaan utama jelas harus diikuti dengan transformasi

menyeluruh di semua aspek lainnya.Asuransi kesehatan sosial harfiahnya memiliki

karakteristik yang terkait erat dengan konsep redistribusi kesejahteraan dan konsep

kontribusi (Bodenheimer & Grumbach, 1992) Konsep redistribusi kesejateraan merujuk

pada penerapan kaidah subsidi silang serta penerapan kontribusi yang bersifat

progressif. Sedangkan konsep kontribusi merujuk pada ketentuan bahwa manfaat hanya

dapat diperoleh oleh individu yang telah membayar.Kedua prinsip tersebut jelas

menunjukkan pentingnya dukungan sistem pelayanan yang efisien dan efektif untuk

menjamin keberlangsungan sistem.

Untuk mendukung hal tersebut maka perlu disusun blue print sistem pelayanan

kesehatan yang akan menjadi acuan BPJS dalam mengelola sistem. Pedoman ini

merupakan petunjuk yang akan memandu operasionalisasi manfaat bagi peserta BPJS.

Diharapkan pedoman ini dapat mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang efektif

dan efisien.

B. BATASAN PENGERTIAN

1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat

BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

program Jaminan Kesehatan

3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran

4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau anggota

keluarganya

5. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif,

Page 4: Pedoman Administrasi

4    

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan/atau Masyarakat.

6. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan

yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap.

7. Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat

non spesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk

keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.

8. Rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat

non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan

fasilitas rawat inap, untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan,

dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota keluarganya

dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari

9. Hari rawat inap tingkat pertama adalah tanggal keluar pasien dikurangi tanggal

masuk.

10. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan

perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan

tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan

khusus

11. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh

Menteri

12. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan adalah adalah penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan

kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.

13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

kesehatan

14. Asosiasi fasilitas kesehatan adalah Asosiasi Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri

15. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar

16. Klinik Utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik.

17. Pemulasaran jenazah adalah kegiatan merawat jenazah yang mecakup

memandikan/membersihkan jenazah

18. Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus

diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan

sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan

Page 5: Pedoman Administrasi

5    

BAB II RUANG LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN

A. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)

a. Fasilitas Kesehatan

1) Puskesmas beserta jejaringnya;

2) Praktik dokter beserta jejaringnya (apotek, laboratorium, bidan, perawat);

3) Praktik dokter gigi beserta jejaringnya;

4) Klinik pratama beserta jejaringnya; dan

5) Fasilitas kesehatan milik TNI/POLRI beserta jejaringnya

6) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara

b. Jenis pelayanan.

1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk

berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk

penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama;

2) pelayanan promotif preventif, meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan

perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining kesehatan

Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi tanggung

jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. BPJS Kesehatan hanya

membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang

sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan

IUD/Implan dan Suntik di daerah perifier dluar kapitasi

3) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

4) pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi

5) upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi

6) rehabilitasi medik dasar

7) tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

8) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; dan

9) pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama (pemeriksaan

darah sederhana (Hemoglobin, apusan darah tepi, trombosit, leukosit,

hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan darah, laju endap darah, malaria), urin

sederhana (warna, berat jenis, kejernihan, pH, leukosit, eritrosit), feses

sederhana (benzidin test, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu.

Page 6: Pedoman Administrasi

6    

10) pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di faskes tingkat

pertama

11) pelayanan rujuk balik dari faskes lanjutan

12) pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)

13) Menjalankan 4 Fungsi Pelayanan Primer:

(1) First Contact (kontak pertama)

a). Dokter dapat diakses di luar jam praktek formal (konsultasi melalui

telepon, SMS, e-mail,dll)

b). Home visit

c). Konsultasi non akut, yaitu dokter melakukan kontak kepada Peserta

yang tidak dalam kondisi sakit. Bentuk komunikasi dapat berupa

promosi kesehatan, melalui kontak secara langsung, media elektronik

maupun sarana yang lain

(2) Continuity (kontinuitas pelayanan)

Dalam mendukung kontinuitas pelayanan kepada peserta, faskes primer

harus menyediakan Family Folderbagi peserta yang terdaftar padanya

(3) Comprehensiveness (komprehensif)

Faskes primer harus mempunyai jejaring dalam memberikan pelayanan

secara komprehensif yaitu laboratorium, apotek dan jejaring lain yang

diperlukan, misalnya bidan dan perawat.

(4) Coordination (dokter sebagai Care Manager)

a). Dokter melakukan koordinasi dengan jejaringnya, antar Faskes tingkat

pertama, dengan Faskes rujukan dan dengan petugas BPJS

Kesehatan

b). Faskes menggunakan aplikasi SIM yang terintegrasi dengan

pelayanan rujukan

b. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non

spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis

habis pakai serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat

pertama yang dilakukan di faskes tingkat pertama sesuai dengan ketentuan yaitu

Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku

Page 7: Pedoman Administrasi

7    

2. Pelayanan Gigi

a. Ruang lingkup pelayanan gigi

1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk

berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk

penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama

2) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

3) premedikasi

4) kegawatdaruratan oro-dental

5) pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)

6) pencabutan gigi permanen tanpa penyulit

7) obat pasca ekstraksi

8) tumpatan komposit/GIC

9) skeling gigi : 1x dalam setahun

b. Kantor Cabang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan

pemetaan (mapping) ketersediaan tenaga dokter gigi di wilayah kerjanya.

c. Pendaftaran/enrollment peserta ke Dokter Gigi praktik Mandiri :

- hanya untuk Peserta yang terdaftar di Dokter praktik perorangan

- dilakukan secara alamiah dengan mengisi Daftar Isian Peserta (DIP)

- tidak diperbolehkan pendaftaran secara otomatis melalui proses mapping

beberapa dokter praktik perorangan untuk 1 dokter gigi

- pada awal pelaksanaan BPJS Kesehatan (1 Januari 2014) :

• jumlah peserta yang sudah terdaftar di Dokter Gigi Mandiri tetap berjalan

seperti biasa

• Kantor Cabang bersama-sama dengan Dokter Gigi pro aktif melakukan

sosialisasi bagi peserta yang belum melakukan registrasi (mengisi DIP) agar

segera melakukan registrasi ke Kantor Cabang/Kantor Operasional

Kabupaten/Kota.

d. Dokter Gigi sebagai jejaring :

– Untuk Klinik dan Puskesmas wajib menyiapkan jejaring Dokter Gigi kecuali di

wilayah kerja Puskesmas tersebut memang tidak ada Dokter Gigi.

– Apabila Peserta memilih pilihan Faskes Tingkat Pertamanya adalah Klinik atau

Puskesmas maka tidak ada pendaftaran/enrollmen untuk Dokter Gigi

– Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi yang menjadi jejaring

Klinik dan Puskesmas.

Page 8: Pedoman Administrasi

8    

– Bila di Puskesmas dalam area kecamatan tidak memiliki jejaring Dokter Gigi

maka pelayanan Gigi dirujuk ke Faskes tingkat lanjutan

– Pembayaran Kapitasi Dokter Gigi diberikan kepada Klinik atau Puskesmas

sebagai Faskes Tingkat Pertamanya, dan tidak dibayarkan langsung ke Dokter

Gigi yang menjadi jejaring

e. Dokter Gigi Praktik Perorangan / Mandiri

– Untuk Peserta yang memilih Faskes Tingkat Pertamanya Dokter Praktik

Perorangan, maka Peserta sekaligus memilih dokter gigi sesuai dengan

pilihannya (enrollment), dengan mengisi Formulir (DIP) yang disediakan oleh

BPJS Kesehatan

– Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi tempat Peserta

terdaftar di Dokter Gigi pilihannya

– Pembayaran kapitasi Dokter Gigi Praktik Perorangan / Mandiri diberikan setiap

bulannya langsung kepada Dokter Gigi berdasarkan jumlah Peserta yang

terdaftar bulan sebelumnya, sehingga diperlukan kerjasama / kontrak langsung

antara Dokter Gigi dengan BPJS Kesehatan

– Penggantian faskes dokter gigi diperbolehkan minimal setelah terdaftar 3 (tiga)

bulan.

f. Rujukan kasus gigi hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi kecuali puskesmas yang

tidak memiliki dokter gigi.

3. Rawat Inap Tingkat Pertama

a. Fasilitas kesehatan

Puskesmas atau klinik dengan fasilitas rawat inap

b. Ruang lingkup pelayanan

1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk

berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk

penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama

2) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

3) perawatan dan akomodasi di ruang perawatan.

4) tindakan medis kecil/sederhana oleh Dokter ataupun paramedis.

5) persalinan per vaginam tanpa penyulit maupun dengan penyulit

6) pemeriksaan penunjang diagnostik selama masa perawatan

7) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai selama masa perawatan.

Page 9: Pedoman Administrasi

9    

8) pelayanan transfusi darah sesuai indikasi medis

c. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik,

baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama yang dilakukan

di faskes tingkat pertama sesuai dengan ketentuan yaitu Standar Kompetensi Dokter

Indonesia yang berlaku.

4. Pelayanan Maternal dan Neonatal

a Lokasi pelayanan

Pelayanan Maternal dan Neonatal diberikan kepada peserta pada fasilitas

kesehatan tingkat pertama :

1. Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktik perorangan beserta

jejaringnya (Pustu, Polindes/Poskesdes, Bidan desa/Bidan praktik Mandiri)

2. Bidan Praktik Mandiri pada daerah tidak ada faskes (Berdasarkan SK Kepala

Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat)

b Ruang Lingkup

Pelayanan Maternal dan Neonatal diberikan kepada peserta pada fasilitas

kesehatan tingkat pertama dan jejaringnya sesuai indikasi medis.

Ruang lingkup pelayanan maternal dan neonatal meliputi:

1. Pemeriksaan Kehamilan (ANC)

Pemeriksaan kehamilan (ANC) dilakukan selama ibu hamil sesuai standar

pelayanan KIA dan diperiksa sebanyak minimal 4 kali disertai konseling KB

terdiri dari:

a. 1 kali pada triwulan pertama

b. 1 kali pada triwulan kedua

c. 2 kali pada triwulan ketiga

2. Persalinan pervaginam normal

Pertolongan persalinan normal pada Puskesmas/Puskesmas

PONED/Klinik/Dokter Praktik perorangan dan jejaringnya serta Bidan

Desa/Bidan Praktik mandiri baik sebagai jejaring atau faskes tingkat pertama.

3. Penanganan perdarahan paska keguguran, persalinan pervaginam dengan

tindakan emergensi dasar

4. Pemeriksaan PNC (Ibu Nifas dan Neonatus)

Page 10: Pedoman Administrasi

10    

Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan

pelayanan KB pasca salin sesuai standar pelayanan KIA.

Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal

Pelayanan PNC bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA

dengan frekuensi 4 kali kunjungan, yang terdiri dari:

a. Pelayanan nifas bagi ibu pasca melahirkan selama 42 hari

b. Pelayanan PNC bagi bayi baru lahir selama 28 hari

Dengan masing-masing kunjungan terdiri dari :

a. Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 (6 jam s/d hari ke-2)

b. Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke-3 s/d hari ke-7)

c. Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 (hari ke-8 s/d hari ke-28)

d. Kunjungan keempat untuk Kf3 (hari ke-29 s/d hari ke-42)

e. Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga hari ke 42

5. Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. placenta manual)

6. Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal

7. Pelayanan KB pasca persalinan untuk pemasangan:

a. IUD, Implant

b. Suntik KB

Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN

8. Penanganan komplikasi KB paska persalinan

5. Pelayanan Kesehatan oleh Bidan dan Perawat

3.1. Di daerah tidak ada Dokter

a. Bidan dan Perawat menjadi pemberi pelayanan tingkat pertama

• Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan

kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat

bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat sesuai dengan

kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

• Ruang Lingkup Pelayanan

1) Cakupan pelayanan bidan dan perawat sesuai dengan kompetensi dan

kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku

2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau

dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam

Page 11: Pedoman Administrasi

11    

kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,

yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi

pelayanan kesehatan tingkat pertama

3) Dasar hukum untuk penyelenggaraan kesehatan di Bidan dan Perawat

adalah:

a) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010

tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013

b) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan dan Keputusan Menteri Kesehatan

nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.

c) Bila terjadi perubahan terhadap Peraturan tersebut secara otomatis

akan diberlakukan

b. Bidan sebagai pemberi pelayanan maternal dan neonatal

Di daerah yang tidak ada dokter, bidan dapat bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan sebagai pemberi pelayanan tingkat pertama sesuai dengan

kompetensi dan sebagai pemberi pelayanan maternal dan neonatal termasuk

tindakan persalinan.

3.2.Di daerah ada Dokter

1) Bidan dan perawat hanya dapat menjadi jejaring dari fasilitas kesehatan

tingkat pertama BPJS Kesehatan.

2) Bidan sebagai jejaring :

• Pelayanan Bidan dibawah tanggung jawab faskes induknya

• Memberikan pelayanan maternal dan neonatal termasuk tindakan

persalinan.

6. Gate Keeper Concept

a. Faskes tingkat pertama sebagai Gatekeeper adalah sebagai kontak pertama pada

pelayanan kesehatan dasar dan penapis rujukan sesuai dengan standar pelayanan

medis.

b. Semua faskes tingkat pertama berfungsi sebagai gate keeper, kecuali bidan dan

perawat. Dokter Gigi berfungsi sebagai gate keeper untuk pelayanan gigi.

c. Empat falsafah pokok pelayanan primer :

Page 12: Pedoman Administrasi

12    

1) First Contact (kontak pertama) : bahwa Fasilitas kesehatan tingkat pertama

merupakan tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali mendapat

masalah kesehatan.

2) Continuity (Kontinuitas pelayanan) : Hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama

dengan peserta dapat berlangsung dengan kontinyu sehingga penanganan

penyakit dapat berjalan optimal

3) Comprehensiveness (komprehensif) : Fasilitas kesehatan tingkat pertama

memberikan pelayanan yang komprehensif terutama untuk pelayanan promotif

dan preventif.

4) Coordination Dokkel sebagai “Care Manager” koordinasi: Fasilitas tingkat pertama

berperan sebagai koordinator pelayanan bagi peserta untuk mendapatkan

pelayanan sesuai kebutuhannya

d. Ruang Lingkup Pelayanan Gate Keeper adalah :

1) Promosi kesehatan (promotif)

2) Pencegahan penyakit dan proteksi khusus (Preventive dan Specific protection)

3) Pengobatan (Curative)

4) Pembatasan kecacatan (disability limitation)

5) Pemulihan kesehatan (rehabilitative)

e. Implementasi Gate Keeper Concept 1) Pastikan bahwa faskes tingkat pertama yang terdaftar melalui proses

kredensialing dan re-kredensialing sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2) Pastikan faskes tingkat pertama menjalankan empat falsafah pokok pelayanan

primer

3) Peningkatan Kompetensi faskes tingkat pertama,

4) Audit Medis pelayanan di faskes tingkat pertama

5) Monitoring, evaluasi dan umpan balik (feedback)

B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN

a. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan merupakan pelayanan yang bersifat spesialistik

dan sub spesialistik yang dilaksanakan di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan baik rumah sakit pemerintah, TNI, Polri maupun RS Swasta.

b. Klasifikasi rumah sakit diperlukan terhadap beberapa hal sebagai berikut:

1) Landasan perjanjian kerja sama untuk menentukan besaran tarif yang akan

digunakan

Page 13: Pedoman Administrasi

13    

2) Mapping ketersediaan pelayanan kesehatan pada setiap wilayah

c. Penetapan kelas rumah sakit mengacu PERMENKES No.340/MENKES/PER/III/2010

1) Kelas RS ditentukan oleh Pemerintah

2) Peningkatan kelas RS melalui tahap penilaian akreditasi kelas dari Kementerian

Kesehatan

Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan bagi peserta BPJS Kesehatan adalah sebagai

berikut:

1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)

a. Fasilitas Kesehatan

Jenis fasilitas kesehatan sebagaimana yang diatur dalam pedoman managemen

fasilitas kesehatan

b. Ruang lingkup pelayanan kesehatan RJTL

1) administrasi pelayanan; meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk

berobat, penerbitan surat eligilibitas peserta, termasuk pembuatan kartu pasien.

2) pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan

sub spesialis;

3) tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;

4) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

5) pelayanan alat kesehatan;

6) pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

7) rehabilitasi medis;

8) pelayanan darah;

9) pelayanan kedokteran forensik klinik meliputi pembuatan visum et repertum atau

surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan

pemeriksaan psikiatri forensik; dan

10) pelayanan jenazah terbatas hanya bagi peserta meninggal dunia pasca rawat

inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS tempat pasien

dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk peti mati

2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan

a. Fasilitas Kesehatan

Jenis fasilitas kesehatan sebagaimana yang diatur dalam pedoman managemen

fasilitas kesehatan

Page 14: Pedoman Administrasi

14    

b. Ruang lingkup pelayanan kesehatan RITL adalah sesuai dengan seluruh cakupan

pelayanan di RJTL dengan tambahan akomodasi yaitu

1) perawatan inap non intensif

2) perawatan inap intensif

c. Hak Kelas Perawatan

1) ruang perawatan kelas III bagi:

a) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan

b) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang

membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

2) ruang perawatan kelas II bagi:

a) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan

ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

b) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri

Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

c) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai

Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota

keluarganya;

d) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai

Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali

penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,

beserta anggota keluarganya; dan

e) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang

membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

3) ruang perawatan kelas I bagi:

a) Pejabat Negara dan anggota keluarganya;

b) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan

ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

c) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri

Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

d) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai

Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota

keluarganya;

e) Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;

f) janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;

Page 15: Pedoman Administrasi

15    

g) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai

Negeri dengan gaji atau upah di atas 1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2

(dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu)

anak, beserta anggota keluarganya; dan

h) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang

membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

d. Ketentuan khusus rawat inap

1) Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada

haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan

tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh

BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas

perawatan.

2) Dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan tidak diperkenankan

memilih kelas yang lebih tinggi dari haknya

3) Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak

memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka:

(1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.

(2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.

(3) Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka

peserta ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak peserta.

(4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari.

(5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih

biaya yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang

bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas

Kesehatan yang setara  

 

3. Pelayanan Kesehatan Lain

a. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan yang belum dijamin saat ini.

b. Proses penambahan penjaminan kesehatan serta tarif pelayanan akan ditetapkan

oleh Keputusan Menteri Kesehatan

c. Mekanisme dan tata cara penggunaan pelayanan kesehatan lain diatur melalui

Keputusan BPJS Kesehatan

Page 16: Pedoman Administrasi

16    

C. PELAYANAN GAWAT DARURAT

1. Pemberi Fasilitas Pelayanan

a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

b. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan baik yang bekerjasama maupun tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

2. Ruang Lingkup Pelayanan

a. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat

darurat yang berlaku.

b. Kriteria gawat darurat mengikuti Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.

c. Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan rawat

inap di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan

d. Jenis tindakan dan pelayanan yang dijamin sebagaimana yang tercantum pada tarif

paket INA CBG’s yang berlaku

D. PELAYANAN PERSALINAN

1. Fasilitas kesehatan pemberi pelayanan

a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dengan fasilitas rawat inap (Puskesmas

perawatan, PONED, Klinik dengan rawat inap, Praktik Bidan)

b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

2. Ruang lingkup pelayanan Persalinan

Persalinan terdiri dari persalinan normal (tanpa penyulit) dan persalinan dengan penyulit

baik penyulit per vaginam atau per abdominam. Pelayanan persalinan berdasarkan

tingkat faskes adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan persalinan di Faskes tingkat pertama terdiri dari :

1) Persalinan pervaginam normal

- pada Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter Praktek Perorangan dan

jejaringnya;

- Bidan Desa/Bidan Praktik Mandiri baik sebagai jejaring atau sebagai Faskes

tingkat pertama.

2) Persalinan dengan komplikasi atau penyulit pervaginam yang merupakan

kompetensi Puskesmas PONED/Klinik/Dokter dan Bidan :

a. Persalinan pervaginam melalui induksi

b. Persalinan pervaginam dengan tindakan

Page 17: Pedoman Administrasi

17    

c. Persalinan pervaginam dengan komplikasi

d. Persalinan pervaginam dengan kondisi bayi kembar

e. Penanganan perdarahan pasca keguguran

b. Pelayanan persalinan di faskes tingkat lanjutan terdiri dari :

1) Tindakan persalinan normal

2) Tindakan persalinan dengan penyulit pervaginam sesuai indikasi medis

3) Tindakan persalinan dengan penyulit perabdominam (sectio caesaria) sesuai

indikasi medis

4) Pelayanan rawat inap

c. Ketentuan Persalinan

1) Pada kondisi kehamilan normal ANC harus dilakukan di faskes tingkat pertama.

ANC di tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan sesuai indikasi medis berdasarkan

rujukan dari faskes tingkat pertama.

2) Penjaminan persalinan adalah benefit bagi peserta BPJS Kesehatan dan tidak ada

batasan jumlah persalinan yang ditanggung

3) Persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat pertama

4) Penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjutan hanya dapat

dilakukan dalam kondisi gawat darurat

5) Yang dimaksud kondisi gawat darurat pada poin (4) di atas adalah perdarahan,

kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang

mengancam jiwa ibu dan bayinya

E. PELAYANAN OBAT

1. Pemberi Fasilitas Pelayanan

a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

2. Ruang Lingkup Pelayanan Obat

a. Pelayanan obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

1) Pelayanan obat di Puskesmas disediakan oleh Depo obat/ Instalasi Farmasi

Puskesmas.

2) Pelayanan obat di dokter praktik perorangan dan klinik disediakan oleh Apotek

jejaring dokter/klinik berdasarkan resep dari dokter yang merawat, kecuali pada

kondisi tertentu yang memenuhi persyaratan dispensing, obat diberikan langsung

oleh dokter/dokter gigi.

Page 18: Pedoman Administrasi

18    

Dokter dapat meracik dan menyerahkan obat kepada pasien bagi yang praktik di

daerah terpencil yang tidak ada apotek (UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran)

Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang

telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan

menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan (PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian)

Kriteria daerah terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab

seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa),

transportasi, sosial dan ekonomi.

Daerah sangat terpencil adalah daerah yang sangat sulit dijangkau karena berbagai

sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa),

transportasi, sosial dan ekonomi (Permenkes Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kriteria

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil dan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Yang Tidak Diminati).

3) Untuk pelayanan di bidan dan perawat, pelayanan obat diatur sesuai UU Praktik

Keperawatan dan Kebidanan yang berlaku.

b. Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

Pemberian obat untuk pelayanan RJTL dan RITL berdasarkan resep obat dari dokter

spesialis/subspesialis yang merawat, sesuai dengan indikasi medis, berpedoman pada

Formularium Nasional.

c. Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis tidak tercantum dalam

Formularium Nasional, dapat menggunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite

Medik dan kepala/direktur rumah sakit.

d. Penggunaan obat baik sesuai Fornas maupun diluar Fornas, sudah termasuk dalam

pembiayaan paket INA CBG’s, tidak dapat ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan

tidak boleh dibebankan kepada peserta.

e. Fasilitas Kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan obat-obat yang diperlukan.

F. PELAYANAN ALAT KESEHATAN

1. Fasilitas Kesehatan Pemberi Pelayanan

Pelayanan Alat Kesehatan dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan

dan/atau rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun Fasilitas

Kesehatan rujukan tingkat lanjutan

Page 19: Pedoman Administrasi

19    

2. Penyediaan Alat Kesehatan

Alat kesehatan disediakan oleh fasilitas kesehatan atau jejaringnya dengan mutu sesuai

kebutuhan medis

3. Ruang Lingkup Pelayanan Alat Kesehatan

a. Alat kesehatan diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan atas dasar indikasi medis.

b. Jenis dan plafon harga alat kesehatan sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan

yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

c. Apabila atas indikasi medis Rumah Sakit meresepkan alat kesehatan di luar

Kompendium alat kesehatan yang berlaku maka dapat digunakan alat kesehatan lain

berdasarkan persetujuan Komite Medik dan kepala/direktur rumah sakit.

4. Pembiayaan Alat Kesehatan

1. Biaya alat kesehatan pada faskes tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen

kapitasi dan/atau paket rawat inap yang dibayarkan ke faskes.

2. Penggunaan alat kesehatan sesuai Kompendium alat kesehatan maupun diluar

Kompendium alat kesehatan, sudah termasuk dalam pembiayaan paket INA CBG’s,

tidak dapat ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan tidak boleh dibebankan kepada

peserta.

3. Biaya alat kesehatan yang dijamin di luar paket INA CBG’s ditagihkan terpisah dari

tagihan paket INA CBG’s dengan menggunakan aplikasi yang telah disiapkan oleh

BPJS Kesehatan.

4. Besaran biaya penggantian alat kesehatan di luar paket INA CBG’s sebagaimana

yang diatur oleh Menteri Kesehatan.

5. Tata laksana pelayanan alat kesehatan di luar paket INA CBG’s

a. Kacamata

1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan dengan gangguan penglihatan sesuai

dengan indikasi medis

2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada

fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

3) Penjaminan pelayanan kacamata diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis

mata dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan mata.

4) Ukuran kacamata yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah:

i. Untuk lensa spheris, minimal 0.5 Dioptri

ii. Untuk lensa silindris minimal 0.25 Dioptri

5) Kacamata dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun

Page 20: Pedoman Administrasi

20    

b. Alat bantu dengar (hearing aid)

1) Diberikan kepada peserta BPJS dengan Kesehatan gangguan pendengaran

sesuai dengan indikasi medis

2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada

fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

3) Penjaminan pelayanan alat bantu dengar diberikan atas rekomendasi dari dokter

spesialis THT.

4) Alat bantu dengar dapat diberikan maksimal sekali dalam 5 (lima) tahun per telinga

c. Prothesa gigi/gigi palsu

1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang kehilangan gigi sesuai dengan

indikasi medis

2) Pelayanan prothesa gigi diberikan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang

bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

3) Penjaminan pelayanan prothesa gigi/gigi palsu diberikan atas rekomendasi dari

dokter gigi

4) Prothesa gigi/gigi palsu dapat diberikan paling cepat 2 (dua) tahun sekali untuk

gigi yang sama.

d. Penyangga leher (collar neck/cervical collar/neck brace)

1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sebagai penyangga kepala dan leher

karena trauma pada leher dan kepala ataupun fraktur pada tulang cervix sesuai

dengan indikasi medis.

2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada

fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

3) Penyangga leher dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun

e. Jaket Penyangga Tulang (Corset)

1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang mengalami kelainan/gangguan

tulang atau kondisi lain sesuai dengan indikasi medis.

2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada

fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

3) Jaket penyangga tulang dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun

f. Prothesa alat gerak (kaki dan/atau tangan tiruan)

1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.

2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada

fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

Page 21: Pedoman Administrasi

21    

3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis orthopedi

4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian

tubuh yang sama

g. Alat bantu gerak berupa kruk penyangga tubuh

1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.

2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas

kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis bedah Tulang (orthopedic)

4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian

tubuh yang sama

G. PELAYANAN PROMOTIF PREVENTIF

1. Pemberi Fasilitas Pelayanan

a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

2. Ruang Lingkup Pelayanan

Bentuk kegiatan promotif preventif BPJS Kesehatan adalah:

a. penyuluhan kesehatan perorangan dalam bentuk edukasi kesehatan

b. Imunisasi Dasar

c. Skrining Riwayat Kesehatan

d. Deteksi dini Kanker Serviks

e. Program Pengelolaan penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi

3. Prosedur pelayanan promotif preventif diatur dalam pedoman tersendiri

H. PELAYANAN AMBULAN

1. Penyelenggara Pelayanan Ambulan

BPJS Kesehatan melakukan kerjasama dengan penyelenggara pelayanan ambulan untuk

pelayanan ambulan

Penyelenggara ambulan antara lain:

a. Faskes tingkat pertama yang mempunyai ambulan

b. Faskes tingkat lanjutan yang mempunyai ambulan

c. Pihak ketiga, antara lain :

1) Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan

2) Ambulan 118

Page 22: Pedoman Administrasi

22    

3) Yayasan penyedia layanan ambulan

2. Ruang Lingkup Pelayanan

a. Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi

tertentu, antar Fasilitas Kesehatan, disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga

kestabilan kondisi pasien dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien.

b. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin a di atas adalah :

– kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi medis dari dokter

yang merawat

– kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah dirawat paling

sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas haknya

– pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan rawat inap di

faskes tujuan

Contoh :

pasien kanker rawat inap dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke RS tipe

di bawahnya untuk mendapatkan rawat inap paliatif (bukan rawat jalan)

c. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan antar Faskes :

– sesama faskes tingkat pertama;

– dari faskes tingkat pertama ke faskes rujukan;

– sesama faskes rujukan sekunder;

– dari faskes sekunder ke faskes tersier;

– dan rujukan balik ke faskes dengan tipe di bawahnya.

d. Faskes perujuk adalah:

– Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan

– Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan khusus untuk kasus gawat darurat yang

keadaan gawat daruratnya telah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat

dipindahkan

e. Faskes Penerima Rujukan adalah Faskes tingkat pertama atau faskes tingkat lanjutan

yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

f. Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai ketentuan

di atas, termasuk:

– jemput pasien selain dari Faskes (rumah, jalan, lokasi lain)

– mengantar pasien ke selain Faskes

Page 23: Pedoman Administrasi

23    

– rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka mendapatkan

pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang merupakan rangkaian perawatan

pasien di salah satu Faskes).

– Ambulan/mobil jenazah

– Pasien rujuk balik rawat jalan

I. PELAYANAN KESEHATAN YANG TIDAK DIJAMIN

Pelayanan atau hal-hal lain yang tidak termasuk jaminan yang ditanggung oleh BPJS

Kesehatan adalah sebagai berikut :

1. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur

dalam peraturan yang berlaku;

2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;

3. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja

terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;

4. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas

yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu

lintas;

5. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

6. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

7. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

8. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

9. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;

10. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan

hobi yang membahayakan diri sendiri;

11. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,

chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan

(health technology assessment);

12. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);

13. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

14. perbekalan kesehatan rumah tangga;

15. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar

biasa/wabah;

Page 24: Pedoman Administrasi

24    

16. Kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events) yang

ditetapkan oleh Menteri; dan

17. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan

Kesehatan yang diberikan.

                                                                     

Page 25: Pedoman Administrasi

25    

BAB III

PROSEDUR PELAYANAN KESEHATAN

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta diupayakan prosedur yang tidak

menyulitkan peserta namun demikian harus memperhatikan upaya pengendalian serta

kelengkapan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh peserta.

A. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)

a. Ketentuan umum

1) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama tempat Peserta terdaftar

2) Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi :

a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta

terdaftar; atau

b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

3) Peserta dianggap berada di luar wilayah apabila melakukan kunjungan ke luar

domisili karena tujuan tertentu, bukan merupakan kegiatan yang rutin

4) Untuk mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama tempat tujuan, maka

peserta wajib membawa surat pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan tujuan.

Surat pengantar hanya berlaku paling lama untuk 1 (satu) bulan.

5) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas

Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat

lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan

peraturan perundang- undangan

6) Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan, tidak

dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru

sampai dengan akhir bulan berjalan. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di

faskes tingkat pertama yang baru di bulan berikutnya.

7) Untuk peserta yang baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sudah

membayar iuran, maka pada bulan berjalan tersebut peserta dapat langsung

mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama tempat peserta terdaftar.

Page 26: Pedoman Administrasi

26    

b. Prosedur Pelayanan di faskes tingkat pertama

a) Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi).

b) Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta

c) Faskes melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan

d) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada

lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing

faskes.

e) Bila diperlukan peserta akan memperoleh obat.

f) Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca

melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum.

g) Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun

tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka faskes tingkat

pertama akan memberikan surat rujukan ke faskes tingkat lanjutan yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang

berlaku.

h) Surat rujukan berlaku untuk periode maksimal 1 (satu) bulan sejak tanggal rujukan

diterbitkan. Surat rujukan disediakan oleh masing-masing faskes dengan format

sesuai ketentuan BPJS Kesehatan

i) Faskes wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan

ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS

Kesehatan

2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)

Prosedur dan syarat-syarat mendapatkan pelayanan di RITP :

1. Peserta datang ke faskes tingkat pertama yang memiliki fasilitas rawat inap

2. Faskes dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta yang dirujuk dari

faskes tingkat pertama lain

3. Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan

4. Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta

5. Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP

6. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada

lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing

faskes.

7. Faskes wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan ke

dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS Kesehatan

Page 27: Pedoman Administrasi

27    

8. Peserta dapat dirujuk ke faskes tingkat lanjutan bila secara indikasi medis diperlukan

3. Pelayanan Kebidanan dan Neonatal

1. Peserta memeriksakan kehamilan (ANC) pada faskes tingkat pertama atau

jejaringnya sesuai dengan prosedur pemeriksaan di faskes tingkat pertama

2. Pemeriksaan ANC dan PNC dilakukan pada satu tempat yang sama, misalnya

pemeriksaan ANC dilakukan pada bidan jejaring maka diharapkan proses persalinan

dan pemeriksaan PNC juga dilakukan pada bidan jejaring tersebut.

3. Pemeriksaan ANC dan PNC tidak dapat dilakukan pada tempat yang berbeda kecuali

dalam keadaan darurat.

4. Pemeriksaan ANC dan PNC pada tempat yang sama dimaksudkan untuk :

a. Keteraturan pencatatan partograf

b. Monitoring terhadap perkembangan kehamilan

c. Memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan

B. PELAYANAN TINGKAT LANJUTAN 1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)

a. Pelayanan RJTL merupakan kelanjutan dari pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama

(RJTP), berdasarkan surat rujukan dari faskes tingkat pertama.

b. Dalam keadaan Gawat Darurat (Emergency) peserta dapat memperoleh pelayanan di

Unit Gawat Darurat (UGD) faskes lanjutan, tanpa surat rujukan dari Faskes tingkat

pertama.

c. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan, tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan gawat

darurat (Emergency) sesuai dengan kriteria diagnosa gawat daruratdan prosedur

pelayanan kegawatdaruratan.

d. Prosedur pelayanan di faskes tingkat lanjutan :

1) Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas

kesehatan tingkat pertama

2) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat

rujukan

3) Faskes bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan kartu dan

surat rujukan serta melakukan entry data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta

(SEP) dan melakukan pencetakan SEP

4) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP

Page 28: Pedoman Administrasi

28    

5) Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP

6) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada

lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing

faskes

7) Faskes menagihkan klaim dalam sistem paket INA CBG’s

8) Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan di faskes,

beberapa kemungkinan adalah sebagai berikut:

a) Pelayanan telah selesai dan pasien pulang.

b) Pasien pulang, pelayanan belum selesai dan diperintahkan untuk pemeriksaan

penunjang pada hari berikutnya

c) Pelayanan selesai, tetapi diperintahkan untuk kontrol.

d) Peserta di rujuk ke UPF lain dalam Rumah Sakit (rujukan Intern)

e) Peserta dirawat inap

f) Peserta dirujuk ke Faskes lanjutan lain:

(1) Peserta diberi surat rujukan/konsul extern. Surat rujukan/konsul extern

dilegalisasi oleh petugas BPJS di unit BPJS Center.

(2) Apabila rujukan pasien merupakan rujukan parsial, maka pada rujukan

tersebut diberi keterangan bahwa rujukan tersebut merupakan rujukan

parsial, biaya pelayanan di faskes tujuan rujukan menjadi beban Faskes

perujuk (biaya tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan dan

peserta tidak boleh dibebani urun biaya)

(3) Apabila rujukan parsial ditujukan ke Rumah Sakit, maka BPJS Center

tidak perlu menerbitkan SEP.

(4) Peserta membawa surat rujukan tersebut untuk mendapat pelayanan di

Faskes penerima rujukan, melalui unit BPJS Center

2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

a. Merupakan tindak lanjut dari pelayanan Faskes tingkat pertama, UGD, dan Poli Rawat

Jalan atau rujukan dari RS lain.

b. Prosedur pelayanan

1) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS

Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat

2) Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang

maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak Masuk Rumah Sakit.

Page 29: Pedoman Administrasi

29    

3) Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan

serta melakukan entry data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan

melakukan pencetakan SEP

4) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP

5) Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP

6) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada

lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing

faskes

7) Faskes menagihkan klaim dalam sistem paket INA CBG’s

8) Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan RITL, beberapa kemungkinan tindak

lanjut pelayanan, adalah sebagai berikut:

a) Pelayanan RITL selesai dan pasien pulang.

b) Pelayanan RITL selesai, tetapi peserta diperintahkan untuk kontrol.

Mekanisme kontrol pasien paska rawat inap di faskes rujukan sesuai dengan

prosedur pelayanan berjenjang yang berlaku

c) Peserta dirujuk balik

d) Peserta dirujuk ke Faskes lanjutan lain:

(1) Peserta diberi surat rujukan/konsul extern. Surat rujukan/konsul extern

dilegalisasi oleh petugas BPJS di unit BPJS Center.

(2) Apabila rujukan pasien merupakan rujukan parsial, maka pada rujukan

tersebut diberi keterangan bahwa rujukan tersebut merupakan rujukan

parsial, biaya pelayanan di faskes tujuan rujukan menjadi beban Faskes

perujuk (biaya tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan dan peserta

tidak boleh dibebani urun biaya)

(3) Apabila rujukan parsial ditujukan ke Rumah Sakit, maka BPJS Center tidak

perlu menerbitkan SEP.

(4) Peserta membawa surat rujukan tersebut untuk mendapat pelayanan di

Faskes penerima rujukan, melalui unit BPJS Center

C. RUJUKAN PARSIAL

1. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan

kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang

merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

2. Rujukan parsial dapat berupa:

Page 30: Pedoman Administrasi

30    

– pengirimanpasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

– pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

3. Biaya rujukan parsial menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk.

4. Faskes penerima rujukan tidak dapat menagihkan secara terpisah ke BPJS Kesehatan,

pasien tidak boleh dibebani urun biaya

5. BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan sesuai dengan paket INA CBG’s ke

Fasilitas Kesehatan perujuk

D. PELAYANAN GAWAT DARURAT (EMERGENCY)

1. Dalam keadaan gawat darurat, maka:

a. Peserta dapat dilayani di faskes tingkat pertama maupun faskes tingkat lanjutan yang

bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

b. Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan

c. Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama

dengan BPJSKesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan

pasien dalam kondisi dapat dipindahkan

d. Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria

gawat darurat menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan

2. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes yang Bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan

a. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama dapat diberikan pada faskes

tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta terdaftar

b. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama maupun lanjutan mengikuti

prosedur pelayanan yang berlaku

3. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes Tingkat pertama dan Faskes Rujukan yang

tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

a. Penyiapan Faskes

Dalam penyelenggaraan penjaminan pelayanan kesehatan di faskes yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Kantor Cabang melakukan hal-hal sebagai

berikut:

1) Sosialisasi kepada Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama di wilayah kerja

masing-masing mengenai:

2) BPJS Kesehatan secara umum

Page 31: Pedoman Administrasi

31    

a) ketentuan penjaminan pelayanan di faskes yang tidak bekerja sama

b) kriteria gawat darurat yang dapat dijamin

c) mekanisme pembiayaan

d) pengajuan klaim

e) dll

3) Membuat kesepakatan untuk memberikan kontak personal dari masing-masing

faskes dan BPJS Kesehatan yang diperlukan dalam pelayanan kegawatdaruratan

kepada peserta BPJS Kesehatn

4) Membuat jaringan komunikasi antar kontak personal masing – masing faskes baik

yang bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

untuk melakukan koordinasi dalam rangka mempermudah pelayanan rujukan antar

faskes.

b. Proses Penjaminan

1) Faskes memastikan eligibilitas peserta dengan mencocokkan data peserta dengan

master file kepesertaan BPJS Kesehatan pada kondisi real time. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara:

a). Faskes mengakses master file kepesertaan melalui website BPJS

Kesehatan, sms gateway dan media elektronik lainnya.

b). Apabila poin (a) tidak dapat dilakukan maka Faskes menghubungi petugas

BPJS Kesehatan melalui telepon atau mendatangi kantor BPJS Kesehatan

2) Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi

dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke Fasilitas

Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka biaya pelayanan

selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS. Faskes harus menjelaskan hal ini kepada

peserta dan peserta harus menandatangani surat pernyataan bersedia

menanggung biaya pelayanan selanjutnya

3) Penanganan kondisi kegawatdaruratan di faskes yang tidak bekerjasama

ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang

mengharuskan pasien dirawat inap.

4) Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut:

a) Tidak ada sarana transportasi untuk evakuasi pasien.

b) Sarana transportasi yang tersedia tidak memenuhi syarat untuk evakuasi

Kondisi a dan b dinyatakan oleh petugas BPJS Kesehatan setelah dihubungi

Page 32: Pedoman Administrasi

32    

oleh Faskes, dan petugas BPJS Kesehatan tersebut telah berusaha mencari

ambulan sesuai dengan kebutuhan.

c) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan secara medis untuk dievakuasi, yang

dibuktikan dengan surat keterangan medis dari dokter yang merawat.

E. PELAYANAN PERSALINAN

1. Pelayanan persalinan dapat dilakukan di faskes tingkat pertama maupun tingkat

lanjutan.

2. Pemberian jaminan persalinan sebagaimana pemberian jaminan perawatan tingkat

pertama atau perawatan tingkat lanjutan.

3. Prosedur pelayanan sesuai dengan ketentuan pelayanan di faskes tingkat pertama dan

faskes tingkat lanjutan.

F. PELAYANAN DARAH

1. Pelayanan darah dapat dilakukan di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan

sesuai indikasi medis.

2. Prosedur pelayanan darah di faskes tingkat pertama adalah sebagai berikut:

a. Disesuaikan dengan kompetensi Faskes untuk melakukan transfusi darah

b. Pelayanan tranfusi darah di faskes tingkat pertama dapat dilakukan pada kasus:

(1) Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan

(2) Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien

(3) Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat rekomendasi

dari dokter Faskes tingkat lanjutan

c. Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan

d. Penggunaan darah maksimal 2 (dua) kantung/hari berdasarkan surat permintaan

darah yang ditanda tangani oleh dokter yang merawat, kecuali atas kebutuhan medis

bisa diberikan lebih.

3. Prosedur pelayanan darah di faskes tingkat lanjutan mengikuti ketentuan pelayanan

darah yang diatur oleh Faskes tingkat lanjutan dan jejaringnya yang melayani darah

G. PELAYANAN ALKES

Prosedur Pelayanan Alat Kesehatan yang tidak masuk dalam paket INA-CBGs

1. Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan.

Page 33: Pedoman Administrasi

33    

2. Dokter menuliskan resep Alat Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.

3. Peserta mengurus legalisasi pelayanan Alat Kesehatan ke Petugas BPJS Center atau

Kantor BPJS Kesehatan

4. Peserta mengambil Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Faskes

penyedia Alat Kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan

membawa identitas dan berkas pelayanan yang diperlukan.

5. Faskes melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain, kemudian menyerahkan

Alat Kesehatan kepada Peserta.

6. Peserta menandatangani bukti penerimaan Alat Kesehatan.

7. BPJS Kesehatan memastikan pasien mendapatkan alat kesehatan dengan cara melihat

bukti penerimaan alat kesehatan dan bila perlu dilakukan konfirmasi kepada pasien

H. PELAYANAN AMBULAN

1. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Ambulan

Dalam proses penyediaan fasilitas pelayanan ambulan bagi peserta BPJS Kesehatan,

Kantor Cabang melakukan :

a. Mapping ketersediaan fasilitas Ambulan di Faskes yang berada di wilayahnya

(diutamakan faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan). Jika dari hasil

mapping didapatkan bahwa jumlah fasilitas pelayanan ambulan yang ada di faskes

yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kurang, maka dapat melakukan kerjasama

dengan penyelenggara pelayanan Ambulan pihak ketiga.

b. Melakukan negosiasi tarif pelayanan Ambulan dengan pemberi pelayanan Ambulan

c. Melakukan kontrak dengan pemberi pelayanan Ambulan

2. Penjaminan Pelayanan Ambulan

a. BPJS Kesehatan wajib memberikan daftar penyedia ambulan kepada faskes yang

bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di wilayah kerjanya

b. Dalam rangka evakuasi pasien bagi Faskes yang tidak mempunyai ambulan, maka

Faskes berkoordinasi dengan penyedia ambulan yang bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan atau petugas BPJS Kesehatan.

c. Untuk Faskes yang mempunyai ambulan dapat langsung menggunakan ambulan

tersebut

d. Proses rujukan antar faskes mengikuti ketentuan sistem rujukan berjenjang yang

berlaku.

Page 34: Pedoman Administrasi

34    

BAB IV PROSES ADMINISTRASI KLAIM

Proses administrasi klaim sangat penting dalam suatu rangkaian proses bisnis asuransi dimana

kinerja suatu perusahaan asuransi sangat ditentukan oleh bagaimana klaim diproses dan

diselesaikan. Disamping itu penyelesaian klaim juga sangat mempengaruhi efisinsi dalam biaya

kesehatan karena kekurang hati hatian dalam proses klaim dapat mengakibatkan pembayaran

yang berlebihan dari yang seharusnya. Oleh sebab itu semua petugas terutama petugas

verifikator, kepala bidang dan kepala cabang harus melaksanakan proses klaim dengan prinsip

hati hati, dan teliti.

A. JENIS KLAIM

Secara keseluruhan pengajuan klaim yang masuk ke BPJS Kesehatan dapat dibagi dalam

2 (dua) kategori yaitu :

1. Klaim kolektif.

Klaim kolektif adalah klaim yang diajukan oleh Faskes atas biaya pelayanan seluruh

peserta yang telah dilayani ataupun pembayaran yang bersifat prospektif dalam periode

tertentu (satu bulan). Biaya pelayanan yang dilakukan secara kolektif adalah:

a. klaim pelayanan rawat inap tingkat pertama,

b. klaim persalinan di Faskes tingkat pertama

c. klaim pelayanan Darah di Faskes Tingkat Pertama

d. klaim pelayanan tingkat lanjutan, baik rawat jalan maupun rawat inap

e. klaim gawat darurat di Faskes yang tidak bekerjasama

f. klaim alat kesehatan di luar INA CBG’s

g. klaim ambulan

h. klaim COB dari asuransi tambahan atau penjamin pelayanan kesehatan lainnya

i. klaim atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan di

daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat

2.Klaim perorangan.

a. Klaim perorangan adalah klaim yang diajukan oleh peserta secara perorangan untuk

pelayanan kesehatan yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh peserta tersebut.

Page 35: Pedoman Administrasi

35    

b. Biaya pelayanan yang dapat diklaim secara perorangan adalah biaya kompensasi

untuk pelayanan kesehatan bagi peserta di daerah belum tersedia Fasilitas

Kesehatan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku

c. Hanya untuk pelayanan di Faskes Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan.

B. KETENTUAN UMUM

1. Faskes mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling lambat tanggal 10 bulan

berikutnya.

2. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan

kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima

lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan.

3. Seluruh berkas dokumen penagihan klaim dan pertanggung jawaban dana disimpan

oleh rumah sakit dan BPJS Kesehatan dan sewaktu-waktu dapat diaudit oleh yang pihak

berwenang.

4. Kadaluarsa Klaim

a. Klaim Kolektif

1) Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah baik Tingkat Pertama maupun Tingkat

Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan.

2) Fasilitas Kesehatan milik Swasta baik Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan

adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan

b. Klaim Perorangan

Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun setelah

pelayanan diberikan.

C. PROSES PENGAJUAN KLAIM

1. Klaim Kolektif

a. Klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)

Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan jumlah peserta

yang terdaftar di faskes tersebut tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta

2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)

Pengajuan klaim RITP diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional

Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Faskes tingkat pertama

Page 36: Pedoman Administrasi

36    

secara kolektif setiap bulan atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta

pada bulan sebelumnya dengan menyampaikan kelengkapan administrasi sebagai

berikut :

a) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)

b) Rekapitulasi pelayanan

(1) Nama penderita;

(2) Nomor Identitas;

(3) Alamat dan nomor telepon pasien;

(4) Diagnosa penyakit;

(5) Tindakan yang diberikan;

(6) Tanggal masuk perawatan dan tanggal keluar perawatan;

(7) Jumlah hari rawat;

(8) Besaran tarif paket;

(9) Jumlah tagihan paket rawat inap tingkat pertama (besaran tarip paket

dikalikan jumlah hari rawat);

(10) Jumlah seluruh tagihan

c) Berkas pendukung masing-masing pasien

(1) Foto kopi identitas peserta BPJS

(2) Surat perintah rawat inap dari Dokter.

(3) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota

keluarga.

3) Persalinan / maternal dan neonatal non kapitasi di Faskes Tingkat Pertama

a) Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan maternal/neonatal non kapitasi di

Faskes tingkat pertama dapat dilakukan oleh Faskes tingkat pertama yang

memberikan pelayanan (Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktek

perorangan dengan jejaring).

b) Jejaring Faskes tingkat pertama berupa Polindes/Poskesdes dan bidan

desa/praktik mandiri mengajukan tagihan melalui Faskes induknya.

c) Kecuali pada daerah tidak ada Faskes tingkat pertama (ditetapkan oleh SK

Kepala Dinas Kesehatan setempat), maka bidan desa/bidan praktik mandiri

dapat menjadi faskes tingkat pertama yang bekerjasama langsung dengan BPJS

Kesehatan dan mengajukan klaim langsung ke BPJS Kesehatan

Page 37: Pedoman Administrasi

37    

d) Klaim diajukan secara kolektif setiap bulankepada Kantor Cabang/Kantor

Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan

dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut:

(1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)

(2) Rekapitulasi pelayanan

i. Nama penderita;

ii. Nomor Identitas;

iii. Alamat dan nomor telepon pasien;

iv. Tanggal pelayanan;

v. GPA (Gravid, Partus, Abortus)

vi. Jenis persalinan (tanpa penyulit/dengan penyulit);

vii. Besaran tarif paket;

viii. Jumlah seluruh tagihan

(3) Berkas pendukung masing-masing pasien

i. Foto kopi identitas peserta BPJS

ii. Foto kopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang

diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk

pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila Peserta tidak

memiliki buku KIA pada daerah tertentu, dapat digunakan kartu ibu atau

keterangan pelayanan lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu

hamil/bersalin dan petugas yang menangani

iii. Partograf : yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong

persalinan untuk Pertolongan persalinan. Pada kondisi tidak ada partograf

dapat digunakan keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan

persalinan yang diberikan

iv. Surat keterangan kelahiran

v. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota

keluarga.

vi. Kwitansi bermaterai cukup

4) Pelayanan Darah

ü Biaya pelayanan darah terdiri dari jasa, sarana dan darah per bag.

ü Biaya jasa dan bahan, alat medis habis pakai termasuk transfusi set yang

digunakan dalam pelayanan transfusi darah sudah termasuk paket rawat inap di

Puskesmas atau Klinik

Page 38: Pedoman Administrasi

38    

ü Klaim darah diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota

BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan oleh PMI atau UTD setempat dengan

kelengkapan administrasi sebagai berikut:

a) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)

b) Rekapitulasi pelayanan

(1) Nama penderita;

(2) Nomor Identitas;

(3) Alamat dan nomor telepon pasien;

(4) Tanggal pelayanan;

(5) Diagnosa penyakit;

(6) Jumlah darah per bag yang dibutuhkan;

(7) Besaran tarif paket;

(8) Jumlah seluruh tagihan

c) Berkas pendukung masing-masing pasien

(1) Foto kopi identitas peserta BPJS

(2) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota

keluarga.

b. Klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan

Pengajuan klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan kepada Kantor Cabang/Kantor

Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan dilakukan oleh setiap faskes tingkat lanjutan

secara kolektif setiap bulan, atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta BPJS

Kesehatan.

1) Proses Registrasi

a). Setiap faskes lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib melakukan

registrasi ke Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan kelompok tarif INA CBG’s

yang akan diberlakukan di faskes lanjutan tersebut. Kementerian Kesehatan akan

memberikan user name dan password untuk mengakses aplikasi INA CBG’s yang

akan diberlakukan di Rumah Sakit tersebut

b). Kantor Cabang harus memastikan bahwa tarif yang akan digunakan oleh Faskes

Lanjutan tersebut sesuai dengan tipe Rumah Sakit dan Regionalisasi Tarif sesuai

kesepakatan dengan Asosiasi Faskes yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja

Sama (PKS)

Page 39: Pedoman Administrasi

39    

c). Apabila Rumah Sakit belum memiliki sertifikat penetapan kelas, maka tarif yang

diberlakukan adalah tarif RS tipe D

2) Penetapan diagnosis oleh Faskes

a). Untuk memenuhi kesesuaian INA-CBGs, dokter berkewajiban melakukan penegakan

diagnosis yang tepat dan jelas sesuai International Classification of Diseases Tenth

Edition (ICD-10) dan International Classification of Diseases Ninth Edition Clinical

Modification (ICD-9 CM). Coder memastikan proses penulisan kode diagnosis sesuai

dengan ICD-10 dan ICD-9 CM dan pelayanan yang diberikan. Dokter Penanggung

Jawab Pasien (DPJP) harus menuliskan nama dengan jelas serta menandatangani

berkas resume medik dan bukti pelayanan

b). Pada kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3 kode

INA-CBGs harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur

Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggung jawab oleh rumah sakit

untuk hal tersebut.

c). Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan

di instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim menggunakan 1

(satu) kode INA-CBGs dengan jenis pelayanan rawat inap.

d). Pasien yang datang pada dua atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau lebih

diagnosis akan tetapi diagnosis tersebut merupakan diagnosis sekunder dari

diagnosis utamanya maka diklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs.

3) Penagihan Klaim pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan

a). Kelengkapan berkas penagihan klaim pelayanan kesehatan tingkat lanjutan

1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)

2) Rekapitulasi pelayanan

3) Berkas pendukung masing-masing pasien

(a) SEP

(b) Surat perintah rawat inap

(c) Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP

(d) Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti :

ü Laporan operasi

ü Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat

khusus

Page 40: Pedoman Administrasi

40    

ü Legalisasi pelayanan yang masuk Special CMG’s

ü Billing system atau perincian tagihan manual Rumah Sakit

ü Berkas pendukung lain yang diperlukan

a) Tagihan klaim di fasilitas kesehatan lanjutan menjadi sah setelah mendapat

persetujuan dan ditandatangani Direktur/Kepala Faskes lanjutan dan Petugas

Verifikator BPJS Kesehatan.

b) Fasilitas kesehatan lanjutan mengirimkan secara resmi tagihan klaim dalam bentuk

softcopy dan hardcopy.

c) Kantor Cabang melakukan verifikasi ulang terhadap tagihan klaim

c. Penagihan Klaim Gawat Darurat

1) Pelayanan oleh Faskes Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan

a) Klaim diajukan ke Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS

Kesehatan secara kolektif setiap bulan atas pelayanan yang sudah diberikan kepada

peserta BPJS Kesehatan

b) Kelengkapan adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi

pengajuan klaim di faskes tingkat pertama

2) Pelayanan oleh Faskes Lanjutan yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

Adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan klaim

kolektif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan

3) Pelayanan oleh Faskes Lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

a) Administrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan

klaim kolektif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan faskes yang bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan

b) Pengajuan tagihan berupa hardcopy dan softcopy hasil luaran dari aplikasi INA CBG

c) Bagi faskes yang belum dapat mengajukan dalam bentuk softcopy luaran INA CBG,

maka klaim dientry oleh Faskes tersebut di Kantor BPJS Kesehatan terdekat.

d. Penagihan Klaim Ambulan

1) Administrasi pengajuan klaim diajukan secara kolektif oleh penyelenggara pelayanan

ambulan.

2) Kelengkapan administrasi klaim adalah sebagai berikut :

a) Formulir pengajuan klaim

Page 41: Pedoman Administrasi

41    

b) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR atau foto copynya)

c) Surat keterangan medis dari dokter yang merawat yang menerangkan kondisi

medis pasien pada saat akan dirujuk.

d) Bukti pelayanan ambulan yang memuat informasi tentang :

ü Identitas pasien

ü Waktu pelayanan (hari, tanggal, jam berangkat dari faskes perujuk dan jam

tiba di faskes tujuan)

ü Faskes perujuk

ü Faskes tujuan rujukan

ü Tandatangan dan cap dari faskes perujuk dan faskes penerima rujukan

ü Tanda tangan pasien atau anggota keluarganya

2. Klaim Perorangan

1) Administrasi pengajuan klaim diajukan secara perorangan oleh peserta.

2) Kelengkapan administrasi klaim adalah sebagai berikut :

a). Formulir pengajuan klaim

b). Berkas pendukung :

(1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (untuk memastikan peserta berada di

wilayah tidak ada faskes memenuhi syarat sesuai Surat Keputusan Dinas

Kesehatan)

(2) Kwitansi asli bermaterai cukup

c). Rincian pelayanan yang diberikan

Page 42: Pedoman Administrasi

42    

BAB V

PELAYANAN OBAT

A. RUANG LINGKUP PELAYANAN OBAT

Pelayanan obat diberikan kepada peserta setelah mendapatkan layanan medis berdasarkan

resep obat dari dokter sesuai indikasi medis. Pemberian obat kepada peserta melalui

Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Apotek Jejaring. Ruang lingkup pelayanan obat

meliputi:

1. Pelayanan obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama meliputi Obat Rawat Jalan

Tingkat Pertama (RJTP) dan Obat Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), diberikan

kepada peserta setelah mendapatkan pelayanan medis pada Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama

Pemberian obat RJTP dan obat RITP adalah sesuai indikasi medis, berdasarkan resep

obat dari dokter yang merawat, berpedoman pada Daftar Obat Formularium Nasional

yang ditetapkan oleh Menteri serta ketentuan lain yang berlaku.

Obatdan bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan

salah satu komponen pelayanan kesehatan yang dibayar oleh BPJS Kesehatan secara

kapitasi.

Obat diperoleh di Depo Farmasi Puskesmas atau di Apotek jejaring fasilitas kesehatan

tingkat pertama.

2. Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan RujukanTingkat Lanjutan meliputi obat

Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan obat Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yang

diberikan kepada peserta setelah mendapatkan pelayanan medis pada Fasilitas

Kesehatan.

Pemberian obat RJTL dan obat RITL sesuai indikasi medisberdasarkan resep obat dari

dokter spesialis/sub spesialis yang merawat dan berpedoman pada Daftar Obat

Formularium Nasional yang ditetapkan oleh Menteri serta ketentuan lain yang berlaku.

Obat dan bahan medis habis pakai disediakan di Instalasi Farmasi RS atau di Apotek

jejaring yang bekerja sama dengan Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.

Page 43: Pedoman Administrasi

43    

Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat untuk mendapatkan obat dan

bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.

Obat dan bahan medis habis pakai merupakan komponen pembiayaan dalam paket INA

CBG’s yang dibayar oleh BPJS Kesehatan dan tidak dapat ditagihkan ke BPJS

Kesehatan.

B. PROSEDUR PELAYANAN OBAT

1. Prosedur pelayanan di Fasilitas KesehatanTingkat Pertama

a. Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama

b. Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.

c. Peserta membawa resep ke Ruang Farmasi/Instalasi Farmasi di puskesmas, klinik

dan apotek jejaring.

d. Apoteker di puskesmas melakukan pengkajian resep, menyiapkan dan

menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Jika

di Puskesmas belum memiliki Apoteker pelayanan obat dapat di lakukan oleh

tenaga teknis kefarmasian dengan pembinaan apoteker dari dinas kesehatan

kabupaten/kota.

e. Apoteker di Klinik dan Apotek melakukan pengkajian resep, menyiapkan dan

menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat.

Apabila di Klinik tidak memiliki apoteker maka tidak dapat melakukan pelayanan

obat.

f. Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.

2. Pelayanan Obat di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan

Prosedur Pelayanan Obat paket INA-CBG’s di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat

Lanjutan

1) Prosedur pelayanan obat rawat jalan

a). Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas

Kesehatan.

b). Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.

Page 44: Pedoman Administrasi

44    

c). Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek jejaring

rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.

d). Apoteker melakukan verifikasi Resep dan bukti pendukung lain, antara lain:

1) Protokol terapi dan regimen

2) Hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang diagnostik lainnya.

e). Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan meyerahkan obat

kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat.

f). Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.

2) Prosedur Pelayanan Obat rawat inap:

a). Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas

Kesehatan.

b). Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.

c). Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek jejaring

rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.

d). Apoteker melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain, antara lain:

1) Protokol terapi dan regimen

2) Hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang diagnostik lainnya.

e). Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan menyerahkan obat

kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat.

f). Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.

b. Pelayanan Obat Di Luar Formularium Nasional

Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada Fasilitas Kesehatan rujukan

tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat digunakan obat lain

berdasarkan persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit.

Obat tersebut merupakan komponen pembiayaan dalam paket INA CBG’s yang dibayar

oleh BPJS Kesehatan dan tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan serta tidak

diperbolehkan menarik urun biaya kepada peserta.

C. PELAYANAN OBAT PROGRAM RUJUK BALIK

Pelayanan Obat Program Rujuk Balik adalah pemberian obat-obatan penyakit kronis di

fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai bagian dari program pelayanan rujuk balik.

Page 45: Pedoman Administrasi

45    

Penyakit yang dikelola melalui program rujuk balik, yaitu Diabetes Mellitus tipe 2 dan

Hipertensi.

1. LANDASAN HUKUM

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan

pada Jaminan Kesehatan Nasional

b. Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 01 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Jaminan Kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

2. Filosofi Program Rujuk Balik

a. Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada

penderita di Fasilitas Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub

Spesialis yang merawat.

b. Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Pelayanan Kesehatan yang diberikan

kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan

pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes

Tingkat Pertama atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang

merawat.

3. Manfaat Program Rujuk Balik

a. Bagi Peserta

1) Meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan

2) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif

3) Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan

holistik

4) Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan

b. Bagi Faskes Tingkat Pertama

1) Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan

komprehensif dalam pembiayaan yang rasional

2) Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini

(evidence based) melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis

3) Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan

c. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan

1) Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS

2) Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di Rumah Sakit

Page 46: Pedoman Administrasi

46    

3) Meningkatkan fungsi spesialis sebagai koordinator dan konsultan manajemen

penyakit

4. Ruang Lingkup Program Rujuk Balik

a. Jenis Penyakit

Jenis Penyakit yang termasuk dalam Program Rujuk Balik adalah:

1) Diabetus Mellitus Tipe 2

2) Hipertensi

b. Jenis Obat

Obat yang termasuk dalam Obat Rujuk Balik adalah:

1) Obat-obat kronis yang diresepkan oleh dokter spesialis/sub-spesialis di Faskes

Rujukan Tingkat Lanjutan.

2) Obat tambahan adalah obat yang diresepkan oleh dokter spesialis/sub

spesialis dan mutlak diberikan bersama obat utama untuk mengatasi penyakit

penyerta atau mengurangi resiko efek samping akibat obat utama.

Daftar Obat Program Rujuk Balik sesuai Daftar Obat Formularium Nasional yang

berlaku dan ditetapkan melalui keputusan Direksi BPJS Kesehatan.

2. Identifikasi peserta Program Rujuk Balik

a. Peserta berobat ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dimana peserta tersebut

terdaftar dengan membawa indentitas diri.

b. Apabila atas indikasi medis peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan

spesialis/sub-spesialis, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama akan memberikan

rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan.

c. Peserta mendaftar ke BPJS Center dengan membawa surat rujukan dan identitas diri

untuk mendapatkan SEP.

d. Dokter Spesialis/Sub Spesialis melakukan pemeriksaan kepada peserta sesuai

kebutuhan indikasi medis.

e. Apabila peserta didiagnosa penyakit kronis maka peserta mendapatkan pelayanan

kesehatan secara rutin di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan hingga

diperoleh kondisi terkontrol/stabil sesuai panduan klinis penyakit kronis.

f. Setelah peserta ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil, maka dokter Spesialis/Sub

Spesialis memberikan SRB (Surat Rujuk Balik) kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama dimana peserta yang bersangkutan terdaftar.

Page 47: Pedoman Administrasi

47    

3. Pendaftaran Peserta Program Rujuk Balik

a. Peserta mendaftarkan diri pada petugas BPJS Center/Kantor

Cabang/Kota/Kabupaten dengan menunjukkan :

1) Kartu Identitas peserta BPJS Kesehatan

2) Surat Rujuk Balik (SRB) dari dokter spesialis

3) Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan

4) Lembar resep obat/salinan resep

b. Peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB

c. Peserta menerima buku kontrol Peserta PRB

d. Petugas BPJS Kesehatan melakukan:

1) Verifikasi keabsahan peserta (identitas BPJS, SRB, SEP dan lembar resep)

2) Verifikasi dan melegalisasi formulir pendaftaran peserta

3) Mendokumentasikan formulir pendaftaran sebagai bukti pendaftaran peserta

4) Melakukan legalisasi obat yang diresepkan oleh Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan

untuk disetujui sebagai obat Program Rujuk Balik serta menyerahkan kembali

SEP RJTL dan lembar resep kepada peserta

5) Mencatat jenis dan jumlah obat yang disetujui untuk obat Program Rujuk Balik

(sesuai resep obat yang dilegalisasi) pada:

i. Formulir Pendaftaran Peserta Rujuk Balik

ii. Buku Kontrol Peserta PRB

6) Mencatat identitas peserta PRB pada buku Register Manual peserta PRB

7) Menyerahkan SRB dan buku kontrol Peserta PRB kepada peserta disertai

dengan pemberian informasi mekanisme pelayanan Program Rujuk Balik.

4. Prosedur Pelayanan Obat Program Rujuk Balik

a. Apabila obat Program Rujuk Balik dari dokter spesialis/subspesialis telah habis,

selanjutnya peserta berobat ke Faskes Tingkat Pertama dimana dia terdaftar

dengan menunjukkan Identitas sebagai peserta BPJS, SRB dan Buku Kontrol

Peserta PRB.

b. Peserta melakukan kunjungan ulang ke faskes tingkat pertama (tempatnya

terdaftar) dengan menunjukkan identitas peserta BPJS, SRB dan buku kontrol

peserta PRB.

c. Dokter faskes tingkat pertama melakukan pemeriksaan dan menuliskan resep

obat rujuk balik yang tercantum pada buku kontrol peserta PRB.

Page 48: Pedoman Administrasi

48    

d. Peserta memperoleh obat rujuk balik dari apotek PRB dengan menyerahkan

resep dari Faskes Tingkat Pertama serta menunjukkan SRB dan Buku Kontrol

Peserta

e. Petugas Apotek melakukan verifikasi obat dengan menggunakan aplikasi

pengendalian obat APDALINE.

f. Apabila peserta telah mendapatkan obat yang sama dari Apotek lain dan masih

dalam range waktu pemberian obat, maka petugas apotek tidak boleh

memberikan obat tersebut. Jika pelayanan obat tetap diberikan maka biaya obat

tersebut akan menjadi beban Apotek.

g. Apabila sebelumnya peserta belum pernah mendapatkan obat atau obatnya telah

habis maka petugas Apotek memberikan obat Program Rujuk Balik disertai

dengan informasi penggunaan obat.

h. Pelayanan obat rujuk balik dilakukan 3 kali berturut-turut selama 3 bulan

i. Setelah 3 (tiga) bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan untuk

dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/sub-spesialis.

j. Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan masih terkontrol/stabil oleh

dokter spesialis/sub-spesialis, maka pelayanan program rujuk balik dapat

dilanjutkan kembali dengan memberikan SRB baru kepada peserta. SRB tersebut

dilegalisasi oleh petugas BPJS di BPJS Center/Kantor Cabang/Kota/ Kabupaten.

Untuk pelayanan pada bulan tersebut, maka peserta mendapatkan obat dari RS

yang sudah termasuk dalam paket tarif INA CBG’s, kemudian untuk selanjutnya

peserta kembali periksa ke fasiltas kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan

obat rujuk balik.

5. Ketentuan pelayanan obat Program Rujuk Balik

a. Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan meresepkan dan memberikan obat kronis pada

pasien yang akan diberikan pelayanan Program Rujuk Balik.

b. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal 30 (tiga puluh) hari setiap kali

peresepan dan harus sesuai dengan Daftar Obat Program Rujuk Balik BPJS

Kesehatan serta ketentuan lain yang berlaku.

c. Perubahan/penggantian obat program rujuk balik dapat dilakukan oleh Dokter faskes

tingkat pertama hanya pada dosis obat sesuai dengan kondisi pasien dan sesuai

dengan batas kewenangan dokter tersebut.

Page 49: Pedoman Administrasi

49    

d. Obat PRB dapat diperoleh di Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat

pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

e. Jika peserta masih memiliki obat PRB, maka peserta tersebut tidak boleh dirujuk ke

Faskes Rujukan Tingkat Lanjut, kecuali terdapat keadaan emergency atau

kegawatdaruratan yang menyebabkan pasien harus konsultasi ke Faskes Rujukan

Tingkat Lanjut.

D. PROSEDUR PENAGIHAN KLAIM PELAYANAN OBAT

Obat-obatan yang bisa ditagihkan secara terpisah kepada BPJS Kesehatan adalah Obat

Program Rujuk Balik sesuai dengan Daftar Obat Formularium Nasional yang berlaku.

Tagihan obat diajukan oleh Apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk

Program Rujuk Balik secara kolektif. Prosedur Penagihan Klaim Pelayanan Obat Program

Rujuk Balik adalah sebagai berikut:

1. Klaim obat PRB ditagihkan secara kolektif oleh Apotek PRB kepada BPJS Kesehatan

sesuai dengan ketentuan/prosedur penagihan klaim yang ditetapkan oleh BPJS

Kesehatan.

2. Dokumen yang dilampirkan saat Apotek PRB mengajukan klaim obat adalah:

a. Formulir Pengajuan Klaim (FPK)

b. Rekap Tagihan Obat Program Rujuk Balik

c. Lembar Resep Obat Program Rujuk Balik

d. Lembar SEP

e. Data tagihan pelayanan dalam bentuk softcopy sesuai aplikasi Apotek dari BPJS

Kesehatan

3. Petugas BPJS Kesehatan melakukan verifikasi dan re-verifikasi:

a. Verifikasi setting aplikasi (nama faskes, jenis faskes, faktor pelayanan dan embalage)

b. Memastikan referensi obat yang digunakan adalah yang berlaku

c. Keabsahan dan kelengkapan resep dan dokumen pendukung resep.

d. Eligibilitas pelayanan obat meliputi kesesuaian jenis penyakit dengan restriksi dan

peresepan maksimal.

e. Kesesuaian antara dokumen dengan data pengajuan klaim pada aplikasi

f. Kesesuaian harga, jenis, merek dan jumlah obat

4. Jika terdapat perbedaan antara data pelayanan yang diajukan oleh Apotek Rujuk Balik

dengan hasil verifikasi, petugas BPJS Kesehatan meminta klarifikasi kepada Apotek dan

menuliskan di lembar telaahan verifikasi.

Page 50: Pedoman Administrasi

50    

5. Setelah semua resep selesai diverifikasi, petugas BPJS Kesehatan melakukan umpan

balik verifikasi.

6. Petugas Apotek Rujuk Balik melakukan pencetakan Formulir Pengajuan Klaim (FPK) dan

menandatanganinya.

7. Petugas Apotek Rujuk Balik menyerahkan data pengajuan klaim dalam bentuk softcopy

beserta lembar FPK dan dokumen kelengkapan resep kepada petugas BPJS Kesehatan.

Masa kadaluarsa klaim kolektif obat PRB adalah 6 (enam) bulan setelah pelayanan

diberikan.

E. Penangan kekosongan Obat Program Rujuk Balik 1. Definisi Obat Kosong

Kekosongan obat PRB adalah kendala ketersediaan obat yang tercantum dalam

Formularium Nasional yang seharusnya disediakan oleh faskes yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan baik melalui Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang dapat mengakibatkan

pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan menjadi terganggu. Dampak tidak

langsungnya akan meyebabkan menurunnya kepuasan peserta terhadap pelayanan

BPJS Kesehatan maupun pelayanan oleh provider.

2. Penyebab kekosongan obat

Kekosongan obat dapat tejadi dikarenakan beberapa hal berikut :

a. Kendala dalam pengadaan obat melalui E-Catalog yang bisa disebabkan karena

faskes kurang mengetahui tata cara pengadaan obat melalui E-Catalog.

b. Ketidakakuratan faskes dalam melakukan stock opname obat untuk kebutuhan

peserta BPJS Kesehatan

c. Kurangnya koordinasi antara faskes dengan Apotek atau depo farmasi Fasilitas

Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk obat-

obat yang akan sering digunakan.

d. Pihak distributor tidak mensupply kebutuhan obat PRB kepada Apotek atau depo

farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan dikarenakan keterlambatan pembayaran tagihan klaim distributor

e. Pihak distributor tidak mensuplai kebutuhan obat PRB dikarenakan kekosongan obat

di jalur distribusi maupun kekosongan bahan baku.

Page 51: Pedoman Administrasi

51    

3. Jenis kekosongan obat yang disampaikan ke Kantor Pusat

a. Masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh Divisi Regional/Kantor Cabang dengan

Distributor.

b. Khusus menyangkut kekosongan obat, lamanya kekosongan sudah berlangsung

terus menerus selama minimal 3 hari.

c. Kekosongan obat yang terjadi berdampak langsung pada pelayanan terhadap pasien

(menghambat proses terapi).

d. Masalah yang terjadi bukan karena masalah intern Faskes, misalnya keterlambatan

pembayaran oleh Faskes sehingga Distributor tidak mau mengirim obat ke Faskes

tersebut.

4. Laporan Keluhan Kekosongan Obat

a. Kantor Cabang dapat menerima keluhan kekosongan obat dari Faskes dan Peserta

b. Kantor Cabang melaporkan kepada KP melalui email [email protected]

dan ditembuskan ke Kantor Divisi Regional

c. Pada laporan tersebut disebutkan:

- Nama obat yang kosong

- Nama Faskes yang mengalami kekosongan

- Sejak kapan kekosongan obat itu terjadi

- Hasil konfirmasi kepada pihak distributor lokal

d. Atas laporan tersebut, Kantor Pusat akan menyampaikan kepada Kemenkes RI

(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan) untuk ditindaklanjuti.

Konfirmasi dari pihak pabrik obat maupun distributor yang disampaikan langsung

kepada Faskes dengan tembusan kepada Kemenkes RI, BPJS Kesehatan Kantor

Pusat dan Kantor Cabang

e. Setelah ada konfirmasi dari pihak distributor maka Kantor Cabang harus memonitor

ketersediaan obat tersebut sampai dengan obat tersebut kembali tersedia dan

melaporkan kembali mengenai ketersediaan obat tersebut kepada Kantor Divisi

Regional; selanjutnya Kantor Divisi Regional melaporkan kepada BPJS Kantor

Pusat.

Page 52: Pedoman Administrasi

52    

F. Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Obat Rujuk Balik

Dalam rangka pengendalian penggunaan/ pengambilan obat PRB, dan untuk mencegah

terjadinya duplikasi pengambilan obat oleh peserta maka petugas BPJS Center/BPJS

Kantor Cabang/Kabupaten wajib melakukan legalisasi resep secara online dengan

menggunakan Aplikasi Pengendalian Online (Apdaline).

Terkait dengan keberhasilan PRB, maka BPJS Kesehatan Divisi Regional/Kantor

Cabang melakukan evaluasi sebagai berikut:

a. Kantor Cabang

1) Melakukan evaluasi atas hasil monitoring pelayanan rujuk balik yang diberikan

oleh Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama dan Apotek yang ditunjuk.

2) Memberikan umpan balik atas hasil monitoring pada point a diatas kepada

Fasilitas Kesehatan PRB

3) Melakukan evaluasi atas pelaksanaan PRB di wilayahnya antara lain :

i. Pencapaian jumlah peserta PRB

ii. Angka kunjungan peserta dengan diagnose sesuai PRB di Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

iii. Peserta lapse

iv. Pelayanan obat rujuk balik

v. dan lain lain

b. Kantor Divisi Regional

Kantor Divisi Regional melakukan evaluasi pelaksanaan PRB secara keseluruhan pada

Kantor Cabang di wilayahnya.

c. Kantor Pusat

Kantor Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan PRB secara nasional

G. PELAPORAN

Laporan Pelayanan Program Rujuk Balik

Laporan pelayanan obat Program Rujuk Balik disampaikan bersamaan dengan laporan

pelayanan rujuk balik lainnya sebagai berikut :

a. Jenis Pelaporan adalah Laporan Pelayanan Obat Program Rujuk Balik

b. Penyampaian laporan PRB dilaksanakan setiap bulan yaitu dari Kantor Cabang ke Divisi

Regional selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya (N+5); dan dari Divisi Regional

ke Kantor Pusat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (N+10).

Page 53: Pedoman Administrasi

53    

1) Kantor Cabang

Kantor Cabang mengirimkan laporan ke Kantor Divisi Regional per bulan.

2) Kantor Divisi Regional

Divre membuat rekapitulasi laporan pelayanan obat rujuk balik Kantor Cabang di

wilayahnya dan melaporkan ke Kantor Pusat per bulan.

3) Kantor Pusat

Kantor Pusat membuat rekapitulasi laporan pelayanan obat rujuk balik Kantor

Regional.

H. SOSIALISASI FORMULARIUM NASIONAL

a. Tujuan

1) Meningkatkan mutu pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan sesuai

Formularium Nasional

2) Memperkenalkan Formularium Nasional kepada seluruh jajaran pemberi pelayanan

pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

3) Memberikan pemahaman obat paket INA CBG’s

b. Sasaran

1) Dokter penulis resep di Rumah Sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan

2) Paramedis di Rumah Sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan

3) Apoteker dan petugas farmasi di Instalasi Farmasi/Apotek jejaring yang melayani

peserta BPJS Kesehatan

c. Kegiatan

Dilaksanakan minimal sekali dalam satu tahun

d. Bentuk Kegiatan

Seminar, pertemuan kelompok, Focus Group Discussion dan lain-lain

e. Anggaran

a) Semua biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program ini menggunakan

anggaran Sosialisasi Formularium Nasional

b) Alokasi anggaran per Kantor Cabang ditetapkan oleh Kantor Regional berdasarkan:

(1) Kelas RS/UPF

(2) Kompleksitas RSU

(3) Jumlah Rumah Sakit yang ada di masing-masing wilayah Kantor Cabang

Page 54: Pedoman Administrasi

54    

BAB VI

PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH BELUM TERSEDIA FASKES YANG MEMENUHI SYARAT

A. KETENTUAN UMUM

1. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat

guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib

memberikan kompensasi

2. Yang dimaksud dengan daerah tidak tersedia faskes memenuhi syarat adalah sebuah

Kecamatan yang tidak terdapat Dokter atau Bidan atau Perawat

3. Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna

memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh dinas kesehatan

setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan

4. Penetapan daerah yang tidak tersedia faskes memenuhi syarat dilakukan dengan

keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan dapat ditinjau

sewaktu-waktu menyesuaikan dengan kondisi ketersediaan faskes di daerah tersebut

5. Kompensasi diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai; atau pengiriman tenaga

kesehatan; atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.

6. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai berupa klaim perorangan atas biaya

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan.

7. Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan disetarakan dengan tarif Fasilitas

Kesehatan di wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis

pelayanan yang diberikan

8. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas

Kesehatan tertentu dilakukan dengan bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi

profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan

B. PROSEDUR KOMPENSASI UANG TUNAI

1. Untuk dapat memperoleh kompensasi uang tunai, peserta yang tinggal di wilayah tidak

ada faskes memenuhi syarat harus mengikuti prosedur pelayanan rujukan berjenjang

sesuai ketentuan yang berlaku

2. Prosedur Pelayanan Kesehatan

Page 55: Pedoman Administrasi

55    

a. Untuk pertama kali mendapatkan pelayanan, peserta mendatangi faskes tingkat

pertama yang terdekat.

b. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat tersebut adalah faskes yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan kesehatan akan

ditagihkan ke BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun biaya.

c. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat tersebut adalah faskes yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta membayarkan biaya pelayanan

kesehatan terlebih dahulu, kemudian peserta menagih kepada BPJS Kesehatan

melalui klaim perorangan

d. Apabila dalam kondisi kegawatdaruratan, peserta dapat langsung menuju RS tanpa

mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku. Biaya yang timbul akibat pelayanan

RS akan ditagihkan oleh RS ke BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun biaya

3. Prosedur Pengajuan Klaim Perorangan

a. Peserta mengajukan klaim ke Kantor Operasional Kabupaten atau Kantor Cabang

BPJS Kesehatan terdekat

b. Klaim perorangan hanya diberlakukan pada peserta yang mendapatkan pelayanan di

faskes tingkat pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

c. Syarat pengajuan klaim :

1) Formulir pengajuan klaim

2) Berkas pendukung :

a) Menunjukkan identitas peserta BPJS Kesehatan

b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (untuk memastikan peserta berada di wilayah

tidak ada faskes memenuhi syarat sesuai SK Kepala Dinas Kesehatan)

c) Kwitansi asli bermaterai cukup

d) Rician pelayanan

Catatan:

Ada kemungkinan peserta yang berada di wilayah tidak ada faskes tetapi

terdaftar di faskes tingkat pertama yang berada di luar wilayah tersebut. Pada

kasus tersebut klaim perorangan tidak dapat dibayarkan.

C. PROSEDUR KOMPENSASI DALAM BENTUK PENGIRIMAN TENAGA KESEHATAN

1. Kantor Cabang melakukan analisa kebutuhan tenaga kesehatan di daerah tidak tersedia

faskes memenuhi syarat di wilayah kerjanya

Page 56: Pedoman Administrasi

56    

2. Kantor Cabang berkoordinasi dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan,

dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan untuk menentukan mekanisme pengiriman tenaga

kesehatan yang antara lain meliputi jadwal, jenis tenaga kesehatan, dan jumlah tenaga

kesehatan.

3. Pengiriman tenaga kesehatan yang dijamin BPJS kesehatan adalah pengiriman tenaga

kesehatan yang bukan program pemerintah pusat maupun daerah serta dapat dlakukan

melalui kerjasama dengan dinas setempat, instansi pemerintah lainnya, maupun swasta

4. Pembayaran pengiriman tenaga kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku

D. PROSEDUR KOMPENSASI DALAM BENTUK PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN

TERTENTU

1. Kantor Cabang melakukan analisa kebutuhan fasilitas kesehatan tertentu di daerahnya

2. Yang dimaksud dengan penyediaan fasiltas kesehatan tertentu adalah penyediaan

sebuah tim tenaga kesehatan yang dilengkapi dengan peralatan medis untuk memberikan

pelayanan medis tertentu sesuai dengan kebutuhan di wilayah yang akan dikunjungi

3. Kantor Cabang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, organisasi profesi kesehatan,

dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan untuk menentukan mekanisme penyediaan fasilitas

kesehatan tertentu yang antara lain meliputi jadwal, jenis fasilitas kesehatan tertentu, dan

jumlah tenaga kesehatan

4. Penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang dijamin BPJS kesehatan adalah penyediaan

fasilitas kesehatan tertentu yang bukan program pemerintah pusat maupun daerah serta

dapat dlakukan melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat, instansi

pemerintah lainnya, maupun swasta

E. ADMINISTRASI KLAIM PENGIRIMAN TENAGA KESEHATAN DAN PENYEDIAAN

FASILITAS KESEHATAN

1. Klaim diajukan secara periodik setiap 1 (satu) bulan sekali paling lambat pada tanggal 10

bulan berikutnya

2. Kelengkapan administrasi klaim :

a. Formulir pengajuan klaim

b. Berkas pendukung :

1) Rekapitulasi pelayanan yang diberikan yang berisi :

a) Nama penderita;

b) Nomor Identitas;

Page 57: Pedoman Administrasi

57    

c) Alamat dan nomor telepon pasien;

d) Diagnosa penyakit;

e) Tanggal pelayanan;

f) Jumlah tagihan (bila diperlukan disesuaikan dengan kontrak)

2) Bukti pelayanan yang telah diberikan

3) Dokumentasi kegiatan

F. PEMBAYARAN DI DAERAH TIDAK TERSEDIA FASKES YANG MEMENUHI SYARAT

Kompensasi yang diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai; atau pengiriman tenaga

kesehatan; atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu 1. Uang Tunai

a. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai berupa klaim perorangan atas

biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

b. Besaran penggantian maksimal biaya pelayanan kesehatan adalah tariff yang

disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di wilayah terdekat dengan

memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang diberikan

c. Dasar besaran penggantian kompensasi adalah rata-rata tarif/unit cost pelayanan di

faskes tingkat pertama di wilayahnya,dengan tarif maksimal sesuai ketentuan

d. Selisih biaya yang terjadi atas biaya pelayanan menjadi tanggung jawab pasien

2. Pengiriman Tenaga Kesehatan Dan Penyediaan Fasilitas Kesehatan Tertentu

a. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas

Kesehatan tertentu dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi

kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan

b. Pembayaran kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan

fasilitas kesehatan tertentu berupa klaim atas pelayanan yang telah diberikan oleh

tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.

c. Penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama.

d. Besaran penggantian atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas

kesehatan tertentu adalah sesuai dengan hasil negosiasi masing-masing Kantor

Cabang dengan penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu yang

dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

Page 58: Pedoman Administrasi

58    

e. Besaran tarif yang diberlakukan akan diatur oleh Direksi :

f. Penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu menagihkan klaim sesuai

Kerjasama yang disepakati dengan BPJS Kesehatan

g. Untuk penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang memerlukan tindakan spesialistik

yang termasuk dalam INA CBG’s, maka besaran nilai ganti pelayanan kesehatan

disetarakan maksimal dengan tarif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan

Page 59: Pedoman Administrasi

59    

BAB VII

SISTEM PEMBAYARAN A. Ketentuan Umum Pembayaran BPJS Kesehatan

1. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang memberikan

layanan kepada Peserta

2. Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan

berdasarkan kontrak antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas kesehatan

3. Standar tarif ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

4. Asosiasi fasilitas kesehatan untuk Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas

Kesehatan rujukan tingkat lanjutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

5. Kesepakatan tarif antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan dilakukan

antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas kesehatan di wilayah provinsi.

6. Tarif hasil kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan

wilayah menjadi acuan besaran tarif dalam kontrak antara BPJS Kesehatan dengan

Fasilitas kesehatan.

7. Khusus untuk tarif kapitasi bagi faskes tingkat pertama akan dilakukan adjustment sesuai

dengan ketentuan yang berlaku yang disebut norma kapitasi

8. Dalam hal besaran tarif tidak disepakati oleh asosiasi Fasilitas Kesehatan Wilayah dan

BPJS Kesehatan maka besaran tarif atas program Jaminan Kesehatan sesuai dengan

tarif yang ditetapkan oleh Menteri

9. BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas

pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak

dokumen klaim diterima lengkap

10. Klaim pelayanan diajukan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya

B. PEMBAYARAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 1. Sistem pembayaran pada pelayanan tingkat pertama adalah ruang lingkup dan tata cara

pembayaran pada fasilitas kesehatan tingkat pertama atas pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan.

2. Sistem pembayaran pada pelayanan tingkat pertama terdiri dari:

a. Pembayaran Kapitasi pada rawat jalan tingkat pertama

b. Pembayaran paket pada rawat inap tingkat pertama

c. Pembayaran pelayanan darah pada faskes tingkat pertama

Page 60: Pedoman Administrasi

60    

d. Pembayaran persalinan pada faskes tingkat pertama

e. Pembayaran alat kesehatan

f. Pembayaran Obat dan Pemeriksaan Penunjang Program Rujuk Balik

g. Pembayaran paket ambulans

h. Pembayaran pelayanan gawat darurat pada faskes tingkat pertama

i. Pembayaran kompensansi pada wilayah yang tidak memiliki faskes yang memenuhi

syarat

3. Sistem Pembayaran

a. Kapitasi pada rawat jalan tingkat pertama

1) Faskes yang dibayarkan kapitasi adalah faskes yang bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan

2) Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan jumlah peserta

yang terdaftar di faskes tersebut tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta

3) Besaran kapitasi standar ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

4) Ketentuan norma kapitasi adan besaran kapitasi akan diatur oleh Direksi sebagai

acuan negosiasi tarif kapitasi dengan Asosiasi faskes wilayah, sebagai berikut :

a) Pembayaran Tahap Awal (1 Januari sd 31 Desember 2014)

ü Besaran kapitasi yang dibayarkan sesuai dengan norma kapitasi yang

ditetapkan oleh Direksi :

(a) Jenis faskes

(1) puskesmas,

(2) praktek dokter perorangan/klinik

(3) praktek dokter gigi

(b) Ketersediaan dokter umum tetap

(1) Dokter umum tetap tersedia

(2) Dokter umum tetap tidak tersedia

ü Dasar perhitungan untuk pembayaran kapitasi di faskes tingkat pertama bulan

Januari 2014 adalah jumlah peserta yang ditetapkan di masing-masing faskes

tingkat pertama oleh BPJS Kesehatan.

ü Untuk pembayaran periode berikutnya dasar perhitungannya adalah jumlah

peserta terdaftar pada akhir bulan sebelumnya (N-1)

ü Apabila ada perubahan ketersediaan tenaga medis (dokter umum) tetap di

puskesmas, maka besaran kapitasi akan disesuaikan.

ü Bagi Faskes TNI/POLRI pembayaran kapitasi disetarakan Klinik Pratama

Page 61: Pedoman Administrasi

61    

ü Pembayaran kapitasi dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan

berjalan sesuai ketentuan yang berlaku

b) Periode berikutnya

ü Penentuan besaran kapitasi mengacu pada :

(a) Ketentuan yang diberlakukan pada tahap awal penetapan kapitasi tetap

diberlakukan

(b) Ketentuan mengenai adjustment terhadap norma kapitasi :

(1) Kapasitas layanan

(2) Community Rating by Class (CRC)

(3) Withhold capitation

(4) Kompetensi tambahan tenaga medis (dokter umum)

(5) Indikator performa

Catatan :

Norma kapitasi ini akan dijalankan secara bertahap sesuai kesiapan BPJS

Kesehatan dan pihak lain yang terkait.

ü Besaran kapitasi yang dibayarkan adalah besaran kapitasi sesuai dengan

hasil adjustmen terhadap norma kapitasi yang diberlakukan.

5) Mekanisme pembayaran kapitasi

a) Bagian Manajemen Pelayanan Primer menerima daftar peserta di setiap faskes

tingkat pertama dari Bagian Kepesertaan

b) Bagian Manajemen Pelayanan Primer melakukan verifikasi terhadap hal-hal

sebagai berikut :

- besaran kapitasi masing-masing faskes sesuai dengan PKS

- kesesuaian jumlah peserta yang terdapat pada aplikasi

- hal-hal lain yang berkaitan dengan penetapan besaran kapitasi yang akan

dibayarkan ke masing-masing faskes tingkat pertama

c) Bagian Pelayanan melakukan approval atas hasil verifikasi pembayaran kapitasi

d) Bagian Keuangan melakukan pembayaran

6) Kapitasi yang dibayarkan digunakan untuk membiayai semua pelayanan yang masuk

dalam cakupan pelayanan di faskes tingkat pertama meliputi :

a) Jasa pelayanan

b) Jasa sarana

c) Obat

d) BMHP

Page 62: Pedoman Administrasi

62    

e) Pemeriksaan penunjang

f) Alat kesehatan

7) Kapitasi yang dibayarkan kepada Puskesmas, Dokter Praktek dan Klinik sudah

termasuk pembayaran biaya pelayanan yang dilakukan oleh jejaring faskes (apotek,

laboratorium, bidan, perawat atau jejaring lainnya)

8) Pembayaran untuk jejaring faskes tingkat pertama tidak dilakukan secara langsung

kepada jejaring, akan tetapi masuk dalam kapitasi yang dibayarkan kepada dokter

tingkat pertama

9) Pajak Kapitasi

a) Pemotongan pajak atas pembayaran kapitasi kepada faskes tingkat pertama sesuai

dengan peraturan yang berlaku

b) Komponen kapitasi kena pajak adalah keseluruhan/total kapitasi yang diterima

10) Bukti tanda bayar kapitasi dapat berupa kwitansi atau bukti transfer yang diberikan

kepada faskes tingkat pertama.

11) Ketentuan mutasi tambah kurang peserta

a) Peserta lama yang melakukan pergantian faskes tingkat pertama

(1) Apabila peserta melakukan perpindahan (mutasi) dari faskes tingkat pertama ke

faskes tingkat pertama lainnya pada tanggal 1 s/d 31 bulan berjalan, maka

perhitungan kapitasi pada faskes tingkat pertama yang baru akan dihitung mulai

tanggal 1 (satu) pada bulan berikutnya.

(2) Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d 31 bulan berjalan tidak dapat

langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru sampai

dengan bulan berjalan selesai. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di faskes

tingkat pertama yang baru pada bulan berikutnya.

b) Peserta baru

(1) Untuk perhitungan kapitasi dengan penambahan peserta baru yang masuk pada

tanggal 1 sd 31 bulan berjalan, maka perhitungan kapitasi pada faskes tingkat

pertama akan disesuaikan dengan menambahkan jumlah pembayaran kapitasi

pada bulan berikutnya sesuai dengan jumlah peserta baru yang mendaftar pada

faskes tersebut

(2) Peserta baru dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama

sejak tanggal peserta tersebut mulai mendaftar dan membayar iuran BPJS

Kesehatan

Page 63: Pedoman Administrasi

63    

4. Pelayanan Gigi oleh Dokter Gigi

a. Biaya pelayanan gigi pada praktik dokter gigi mandiri maka kapitasi dibayarkan ke

masing-masing praktek dokter gigi tersebut

b. Dokter gigi yang terdapat dalam suatu klinik, maka pembayarannya termasuk dalam

kapitasi yang dibayarkan ke Klinik (tidak pembayaran kapitasi sendiri)

c. Dokter gigi yang terdapat di Puskesmas, maka pembayarannya sudah termasuk

dalam kapitasi yang dibayarkan ke Puskesmas (tidak dilakukan pembayaran kapitasi

tersendiri)

d. Mekanisme pembayaran kapitasi dokter gigi sesuai dengan mekanisme pembayaran

kapitasi Puskesmas/Dokter Praktek/Klinik

e. Jumlah peserta maksimal terdaftar masing-masing dokter gigi adalah 10.000 jiwa per

dokter gigi.

5. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat a. Pelayanan oleh Bidan dan perawat sebagai jejaring faskes tingkat pertama

Pembayaran bidan dan perawat sebagai jejaring dari faskes tingkat pertama BPJS

Kesehatan tidak dilakukan secara langsung kepada bidan dan perawat, akan tetapi

masuk dalam kapitasi yang dibayarkan kepada dokter tingkat pertama atau

Puskesmas.

b. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat di daerah tidak tersedia faskes yang memenuhi

syarat

1) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan

kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, BPJS Kesehatan dapat

bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat sesuai dengan

kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

2) Sistem pembayaran :

a) Kapitasi

(1) Pembayaran kapitasi dilakukan bila peserta terdaftar minimal 500 peserta,

kecuali bila ada surat pernyataan bersedia dari Faskes bila peserta kurang

dari 500 peserta.

(2) Besaran kapitasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku

b) Fee for services

(1) Pembayaran fee for service dilakukan apabila tidak memungkinkan

dilakukan pembayaran kapitasi.

Page 64: Pedoman Administrasi

64    

(2) Besaran biaya fee for service sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Pelayanan persalinan oleh bidan

Pembayaran pelayanan persalinan dibayarkan langsung kepada bidan yang melayani

dengan menggunakan tarif paket (tindakan persalinan dan akomodasi) sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

6. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama a. Pelayanan rawap inap dibayarkan dengan sistem paket rawat inap per hari rawat

b. Tarif paket rawat inap yang dibayarkan digunakan untuk membiayai semua

pelayanan yang masuk dalam cakupan pelayanan rawat inap di faskes tingkat

pertama meliputi :

1) Jasa pelayanan

2) Jasa sarana

3) Obat

4) BMHP

5) Pemeriksaan penunjang

6) Alat kesehatan

7. Pembayaran Pelayanan Darah pada Faskes Tingkat Pertama a. Pelayanan transfusi darah dibayarkan secara fee-for-service per bag darah

menggunakan tarif yang ditetapkan oleh Menteri.

b. Biaya jasa dan bahan, alat medis habis pakai termasuk transfusi set yang digunakan

dalam pelayanan transfusi darah sudah termasuk paket rawat inap/kapitasi di

Puskesmas atau Klinik

c. Pembayaran darah per bag dilakukan melalui kerjasama dengan PMI atau UTD

setempat (penagihan darah dilakukan oleh PMI atau UTD setempat)

8. Pembayaran persalinan pada faskes tingkat pertama a. Pelayanan persalinan / Pelayanan kesehatan kebidanan dan Neonatal terdiri dari:

1) Pemeriksaan kehamilan sebelum persalinan (ANC)

2) Persalinan pervaginam normal

3) Penanganan perdarahan paska keguguran, persalinan pervaginam dengan

tindakan emergensi dasar

4) Pemeriksaan setelah persalinan (PNC) / Neonatus

5) Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. placenta manual)

6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal

7) Penanganan komplikasi KB paska persalinan

Page 65: Pedoman Administrasi

65    

b. Persalinan dibayarkan dengan sistem paket dengan cakupan tarif paket sebagai

berikut:

1) Jasa pelayanan

2) Jasa sarana

3) Akomodasi ibu dan anak

4) Tindakan persalinan

5) Obat dan BMHP

6) Pemeriksaan penunjang

c. Besaran pembayaran persalinan / Pelayanan kesehatan kebidanan dan Neonatal

sesuai dengan ketentuan yang berlaku

9. Pembayaran Program Rujuk Balik a. Pelayanan program rujuk balik yang termasuk dalam komponen kapitasi adalah:

1) Jasa pelayanan

2) Obat-obatan di luar daftar Obat Program Rujuk Balik

3) Pemeriksaan laboratorium di luar yang masuk ke dalam Program Rujuk Balik

4) Pelayanan lain yang masuk ke dalam cakupan kapitasi

b. Pelayanan program rujuk balik yang dapat ditagihkan tersendiri di luar kapitasi:

1) Obat program rujuk balik

(a) Daftar obat program rujuk balik sesuai dengan surat edaran Direksi BPJS

Kesehatan yang berlaku

(b) Pembayaran obat Program Rujuk Balik dengan sistem fee-for-service

berdasarkan pada jumlah obat yang diberikan kepada peserta Program Rujuk

Balik.

(c) Biaya obat PRB ditagihkan secara kolektif oleh Apotek yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan untuk program rujuk balik

(d) Harga dasar obat Program Rujuk Balik mengacu pada ketentuan E-catalog

yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

(e) Harga obat terdiri dari:

- Harga dasar obat sesuai E-catalog

- Besaran faktor pelayanan dan embalage service sesuai dengan peraturan

Menteri Kesehatan

2) Laboratorium yang menunjang pelayanan PRB

(a) Gula darah puasa (setiap 1 bulan sekali)

Page 66: Pedoman Administrasi

66    

(b) Gula darah post prandial (setiap 1 bulan sekali)

(c) Besaran tarif pemeriksaan GDP dan GDPP ditetapkan oleh peraturan Menteri

Kesehatan

c. Pembiayaan obat PRB merupakan beban biaya pelayanan obat pelayanan tingkat

lanjutan (di luar kapitasi)

10. Pembayaran pelayanan gawat darurat pada faskes tingkat pertama sesuai peraturan Menteri Kesehatan.

C. PEMBAYARAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

1. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan

tingkat lanjutan berdasarkan polaIndonesian Case Based Groups (INA- CBG’s)

2. Tarif INA CBG’s ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan

3. Tarif INA CBGs yang diberlakukan di tiap faskes tingkat lanjutan merupakan hasil

Kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan.

4. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada Fasilitas Kesehatan

rujukan tingkat lanjutan merupakan komponen yang dibayarkan dalam paket INA CBGs

5. Pembayaran diluar INA CBGs pada faskes rujukan tingkat lanjutan hanya Alat Kesehatan

yang digunakan di luar tubuh yang dibayar dengan fee for services. Besaran tarif

ditetapkan dalam peraturan Menteri Kesehatan.

D. PEMBAYARAN PELAYANAN AMBULAN

1. Pembiayaan ambulan dilakukan dengan cara fee for service atas setiap pelayanan

ambulan yang telah diberikan

2. Klaim pelayanan ambulan ditagihkan oleh penyelenggara pelayanan ambulan yang

sudah bekerjasama dengan BPJS

3. Tarif pelayanan ambulan merupakan hasil kesepakatan antara BPJS Kesehatan

bersama penyedia layanan ambulan.

4. Cakupan tarif paket ambulan:

a. Jasa pelayanan, termasuk jasa medis/paramedic dan jasa supir ambulan

b. Jasa sarana, termasuk bahan bakar mesin (BBM)

c. Obat

d. BMHP

e. Pemeriksaan penunjang

f. Alat kesehatan (jika diperlukan)

Page 67: Pedoman Administrasi

67    

5. Besaran tarif pelayanan ambulans tergantung pada jarak tempuh antara faskes perujuk

dengan faskes tujuan rujukan, dengan tarif maksimal sesuai peraturan Menteri

Kesehatan

E. PEMBAYARAN PELAYANAN GAWAT DARURAT

1. Pelayanan gawat darurat di faskes yang berkerjasama dengan BPJS Kesehatan

a. Faskes tingkat pertama

Faskes tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib

memberikan pelayanan kepada peserta BPJS kesehatan dalam kondisi gawat darurat

baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Biaya yang timbul sudah termasuk

dalam komponen kapitasi.

b. Faskes tingkat lanjutan

Pembayaran pelayanan gawat darurat di faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan mekanisme pembayaran di faskes rujukan

tingkat lanjutan

2. Pelayanan di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

a. Faskes tingkat pertama

Pembiayaan pelayanan gawat darurat ditagihkan secara FFS sesuai dengan tarif

yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Kesehatan.

b. Faskes tingkat lanjutan

1) Penggantian klaim dibayarkan dengan tarif INA CBG’s yang berlaku di wilayah

tersebut dengan mengacu kepada kelas faskes rujukan tingkat lanjutan yg

ditetapkan Kemenkes

2) Rumah Sakit yang belum ada klasifikasi, disetarakan dengan tarif Rumah Sakit

kelas terendah (tipe D)

Page 68: Pedoman Administrasi

68    

BAB VIII SISTEM RUJUKAN

A. LATAR BELAKANG

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan merupakan penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan

secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh seluruh

fasilitas kesehatan dan pasien peserta BPJS Kesehatan

2. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

3. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang

diberikan oleh dokter umum dan dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

4. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan

tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang

dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan

dan teknologi kesehatan spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

6. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang

dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan

pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

B. SISTEM RUJUKAN

1. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis dimulai

dari pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan

kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan

atas rujukan dari pelayanan kesehatan di faskes tingkat kedua dan faskes tingkat

pertama.

3. Pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama yang dapat dirujuk langsung ke faskes

tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan hanya dapat

dilakukan di faskes tersier tersebut

Page 69: Pedoman Administrasi

69    

4. Khusus untuk Bidan dan perawat yang praktek perorangan hanya dapat melakukan

rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Sistem Rujukan berjenjang dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana,

kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan

ketersediaan fasilitas

6. Kondisi gawat darurat mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

C. TATA CARA RUJUKAN

Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.

1. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.

Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan

dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

2. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan.

Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan

pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

3. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang

lebih tinggi dilakukan apabila:

a) pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

b) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.

4. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang

lebih rendah dilakukan apabila :

a) permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan

yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

b) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam

menangani pasien tersebut;

c) pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan

pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan

pelayanan jangka panjang; dan/atau

d) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

5. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan.

Page 70: Pedoman Administrasi

70    

6. Komunikasi antar Fasilitas Kesehatan harus dilakukan, hal ini bertujuan untuk :

a) Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan

prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat

memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan

kebutuhan medis.

b) Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien

sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan

kebutuhan medis.

7. Kantor Cabang membentuk media komunikasi antar faskes tingkat lanjutan yang

anggotanya terdiri dari PIC (Personal In Charge) setiap faskes di wilayah kerjanya. Media

komunikasi ini beranggotakan semua fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang ada di

wilayah kerja, baik yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama. Hal ini bertujuan

untuk melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan rujukan.

8. PIC Faskes tingkat lanjutan ditetapkan oleh masing-masing Faskes tersebut

9. Tugas PIC faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka

pelayanan rujukan, antara lain :

a) Ketersediaan sarana dan prasarana

b) Ketersediaan tenaga kesehatan

c) Informasi lain yang berkaitan dengan pelayanan rujukan

10. PIC Faskes bertanggungjawabmemberikan informasi selama 24 jam

11. Daftar PIC faskes tingkat lanjutan diinformasikan kepada faskes tingkat pertama

12. BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap optimalisasi fungsi

media komunikasi antar faskes dalam rangka pelayanan rujukan. Pemantauan dapat

dilakukan oleh Petugas Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota maupun

Petugas BPJS Center

D. PENATALAKSAAN SISTEM RUJUKAN BPJS KESEHATAN

1. Fasilitaskesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan

berjenjang dengan penunjukkan sentra-sentra rujukan di tiap daerah (regionalisasi)

2. Setiap Kantor Cabang/Kabupaten/Kota melakukan penyusunan mapping wilayah rujukan,

sebagai berikut: :

a. mapping ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai dengan tingkat

lanjutan (sekunder dan tersier)

Page 71: Pedoman Administrasi

71    

b. berkoordinasi dengan dinas kabupaten/kota setempat untuk menyusun regulasi

tentang pelayanan sistem rujukan berjenjang dengan penunjukan sentra-sentra

rujukan di setiap daerah dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu.

c. Membuat MOU dengan Pemerintah Daerah tantang pelayanan rujukan berjenjang.

3. BPJS Kesehatan bersama dengan Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan melakukan

sosialisasi kepada seluruh faskes di wilayahnya mengenai konsep rujukan berjejang.

E. Pengelolaan mutu pelayanan kesehatan rujukan

Pengelolaan mutu pelayanan kesehatan rujukan adalah sebagai berikut:

1. Advokasi penyusunan clinical pathway dan mendorong Faskes untuk menjalankan clinical

pathway

2. Mendorong organisasi profesi untuk menyusun guideline klinis dan mendorong Faskes

untuk menjalankannya

3. Mengoptimalkan prosedur pelayanan rujukan.

F. MONITORING, EVALUASI, PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan bersama dengan

stakeholder (Dinkes kabupaten/kota/propinsi,Organisasi profesi kesehatan, Asosiasi

Faskes) minimal satu kali per semester.

2. Apabila diperlukan pertemuan secara khusus dengan masing-masing stakeholder dapat

sesuai dengan kebutuhan

3. Penyelenggaraan kegiatan pertemuan PIC fasilitas kesehatan yang dilakukan minimal satu

kali per semester. Tujuan kegiatan ini adalah :

- Melakukan sosialisasi tentang sistem rujukan berjenjang

- Diskusi Kelompok Terarah (Focus Grup Discussion) bersama pihak terkait

- Monitoring dan evaluasi

4. Pencatatan dilakukan oleh petugas Rumah Sakit dan Pelaporan tentang pelayanan rujukan

di Rumah Sakit dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan.

G. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

1. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas

pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Kepala dinas kesehatan provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas

pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

Page 72: Pedoman Administrasi

72    

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan

kesehatan tingkat ketiga.

4. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri, kepala dinas kesehatan

provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota mengikutsertakan asosiasi

perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan.

5. Dalam rangka melakukan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan

kepala dinas kabupaten/kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan

kewenangan masing-masing.

6. Tindakan administratif dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan izin

praktik tenaga kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan.

7. BPJS Kesehatan dapat mendorong agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas

pembinaan dan pengawasan dapat menjalankan fungsinya secara optimal

Page 73: Pedoman Administrasi

73    

BAB IX

BPJS CENTER

A. DEFINISI

BPJS Center adalah Pusat pelayanan BPJS Kesehatan yang dilaksanakan di Rumah

Sakit dengan tujuan untuk mendekatkan, memudahkan, dan mempercepat pelayanan

kepada peserta di Rumah Sakitmelalui pelayanan yang efektif dan efisien. Disamping itu

BPJS Center merupakan media yang efektif untuk menjalin komunikasi dengan pihak Rumah

Sakit.

B. TUJUAN PROGRAM

Tercapainya penyelenggaraan pemberian pelayanan non medis di Rumah Sakit melalui

pengendalian operasionalisasi program sesuai dengan pedoman, kebijakan, ketentuan dan

peraturan yang efektif, efisien dan bermutu tinggi

C. FUNGSI POKOK BPJS CENTER :

1. Memberikan informasi dan penanganan keluhan

2. Pelayanan administrasi

3. Menjalankan fungsi pengendalian

a. Eligibilitas peserta

Eligibiltas adalah memastikan bahwa pasien adalah peserta BPJS Kesehatan dan

pasien mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku

b. Pengendalian biaya

4. Menjalankan fungsi kemitraan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan

D. STANDAR KEBUTUHAN SDM BPJS CENTER

1. Penempatan petugas BPJS Kesehatan di Rumah Sakit sangat tergantung kepada jumlah

kunjungan pada Rumah Sakit tersebut.

2. Untuk rumah sakit tertentu, dimana jumlah kunjungan pada Rumah Sakit tersebut kecil

maka beban kerja juga lebih kecil, petugas BPJS Kesehatan di RS tidak perlu penuh

waktu tetapi cukup paruh waktu.

3. Hal lainnya yang menjadi perhatian adalah:

Page 74: Pedoman Administrasi

74    

a. Faktor internal seperti tersedianya tenaga BPJS Kesehatan baik kuantitas maupun

kualitasnya.

b. Faktor eksternal seperti perhatian dan tanggapan pihak Rumah Sakit terhadap BPJS

Center. Kedua faktor tersebut juga memiliki peran penting dalam menentukan dan

menetapkan petugas BPJS Kesehatan yang akan ditempatkan di BPJS Center.

4. Ke-empat fungsi BPJS Center dilaksanakan bersama antara petugas BPJS Center

dengan petugas RS sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.

E. RUANG LINGKUP TUGAS DAN WEWENANG PETUGAS BPJS CENTER

1. Memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan

(kepesertaan, manfaat, pelayanan, dll)

2. Menangani dan menyelesaikan keluhan Peserta BPJS dan Rumah Sakit sesuai dengan

batas kewenangannya.

3. Melakukan pelayanan administrasi (pelayanan non medis)

4. Melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan secara prospektif, konkuren dan

retrospektif

5. Melakukan koordinasi dengan pihak RS tentang pemberian pelayanan kesehatan kepada

peserta BPJS Kesehatan

F. TUGAS DAN WEWENANG PETUGAS RUMAH SAKIT

1. Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013, Lampiran, bahwa:

Seluruh Fasilitas Kesehatan baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan berkewajiban

meneliti kebenaran identitas Peserta dan penggunaannya.

2. Petugas BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dengan petugas Rumah Sakit terhadap

tugas, fungsi dan wewenang masing-masing

G. MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN

1. Parameter Keberhasilan Program BPJS Center

a. Survei kepuasan peserta

b. Survei kepuasan Faskes

2. Petugas BPJS Center membuat laporan kepada Kantor Cabang meliputi:

a. Laporan Pelayanan kesehatan luaran aplikasi :

b. Feedback terhadap hasil verifikasi

c. UR per RS meliputi unit cost, ratio, dll.

Page 75: Pedoman Administrasi

75    

BAB X

KOORDINASI MANFAAT

A. DEFINISI KOORDINASI MANFAAT

Koordinasi Manfaat atau Coordination of Benefit (COB) adalah suatu proses dimana

dua atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk benefit

asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak

melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan.

Pihak yang menjadi penjamin utama disebut dengan Penjamin Pertama (Primary

Payer) sedangkan pihak yang membayar sisa dari tagihan klaim disebut dengan Penjamin

Kedua (Secondary Payer).Pada beberapa kasus dimungkinkan adanya Penjamin Ketiga

(Third Payer).

B. KETENTUAN UMUM

1. Peserta Koordinasi Manfaat/COB adalah Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai

program jaminan kesehatan lain yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

2. Lingkup Pelayanan Kesehatan yang dapat dilakukan COB, meliputi:

1) Pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama

2) Pelayanan kesehatan di faskes tingkat lanjutan

3. Berdasarkan penjaminan pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu

1) BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pertama/Penjamin Utama

2) BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Kedua

C. BPJS KESEHATAN SEBAGAI PENJAMIN PERTAMA

1. PRINSIP KOORDINASI MANFAAT

Prinsip-prinsip koordinasi manfaat adalah sebagai berikut :

a. Koordinasi manfaat diberlakukan hanya bila Peserta mengambil kelas perawatan

lebih tinggi dari haknya sebagai Peserta BPJS Kesehatan

b. BPJS Kesehatan sebagai penanggung utama (primary payer), yaitu menanggung

biaya sesuai hak kelas Peserta, Penjamin lain menanggung selisih biaya akibat

kenaikan kelas Peserta

Page 76: Pedoman Administrasi

76    

c. Koordinasi manfaat dapat dilakukan pada Faskes yang belum kerjasama dengan

BPJS Kesehatan.

a. Pelayanan kesehatan dapat diberikan di:

1) Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin lain

2) Faskes yang bekerjasama dengan Penjamin lain tetapi tidak bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan

d. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan hanya pelayanan yang

sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan.

e. Pembayaran klaim:

1) Pelayanan di Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin

lain, maka BPJS Kesehatan sebagai pembayar pertama

2) Pelayanan di Faskes yang bekerjasama dengan Penjamin lain tetapi tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan , maka Penjamin lain sebagai pembayar

pertama. Selanjutnya Penjamin lain mengajukan tagihan kepada BPJS

Kesehatan . BPJS Kesehatan membayar tagihan sesuai hak sebagai Peserta

BPJS Kesehatan

3) Pelayanan kesehatan di Faskes yang tidak kerjasama dengan BPJS Kesehatan

dan Penjamin lain, semua biaya pelayanan ditanggung oleh Penjamin lain

f. BPJS Kesehatan tidak melayani klaim perorangan (reimbursement perorangan) untuk

peserta yang mempunyai asuransi kesehatan tambahan.

2. ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN ATAU BADAN PENJAMIN LAINNYA

Asuransi kesehatan tambahan atau penjamin lainnya yang dapat melakukan koordinasi

manfaat dengan BPJS kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Asuransi kesehatan tambahan

1) Asuransi komersial Managed Care

– Kerjasama/Koordinasi Manfaat diutamakan dengan Asuransi yang berbasis Manage care

– Asuransi tersebut mengacu sistem Rujukan Berjenjang, Provider terseleksi, Konsep wilayah, Sistem Pembayaran dengan Prospektif Payment System, dan memiliki program promotif dan preventif

2) Asuransi komersial Indemnity

b. Badan Penjamin lainnya yaitu suatu Badan Hukum yang menyelenggarakan program

jaminan kesehatan baik yang mempunyai fasilitas kesehatan maupun tidak.

Page 77: Pedoman Administrasi

77    

3. MEKANISME KERJASAMA

BPJS Kesehatan dapat melakukan kerjasama dengan asuransi tambahan atau badan

penjamin lainnya dalam bentuk:

a. Koordinasi manfaat

Pertanggungan bersama atas manfaat pelayanan kesehatan pada seseorang/satu

orang.

b. Koordinasi iuran

Kesepakatan mekanisme pembayaran iuran dari peserta kepada kedua penjamin.

Dalam koordinasi ini diharapkan peserta hanya membayar iuran kepada salah satu

penjamin kemudian kedua penjamin melakukan koordinasi terhadap pembagian

besaran iuran sesuai dengan kesepakatan.

c. Koordinasi kepesertaan

- Melakukan koordinasi dan konfirmasi data peserta untuk mengetahui status

kepesertaan pada BPJS Kesehatan terhadap peserta yang memiliki asuransi

kesehatan tambahan/penjaminan selain BPJS Kesehatan.

- Melakukan koordinasi dalam memperluas kepesertaan.

d. Koordinasi administrasi

BPJS Kesehatan dapat melakukan koordinasi dengan asuransi kesehatan tambahan

dan penjamin lainnya dalam memenuhi administrasi yang dibutuhkan dalam

kepesertaan, pelayanan, dan keuangan/administrasi klaim.

e. Koordinasi penagihan klaim

BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan/penjamin lainnya dapat

melakukan koordinasi dalam memberikan data klaim dalam rangka menjamin bahwa

total pembayaran tidak melampaui dari total biaya pelayanan kesehatan yang

dikeluarkan.

f. Koordinasi sosialisasi

BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan/penjamin lainnya dapat

melakukan sosialisasi bersama kepada peserta, fasilitas kesehatan dan pihak-pihak

lain yang terkait.

4. PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA:

a. Dalam PKS perlu disepakati tentang manfaat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan

adalah manfaat yang mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Untuk

pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan di poli spesialis hanya pelayanan yang

Page 78: Pedoman Administrasi

78    

mengikuti sistem rujukan berjenjang, tidak menjamin pelayanan yang merupakan

kompetensi dari faskes tingkat pertama (jenis penyakit yang masuk kedalam

kompetensi 4A dalam SKDI). Biaya yang timbul akibat pelayanan tersebut menjadi

beban asuransi tambahan atau badan penjamin lainnya.

b. PKS dilaksanakan di Kantor Pusat. Bila PKS dilakukan di Divisi Regional atau Kantor

Cabang, harus seijin Kantor Pusat.

c. Jangka waktu Perjanjian Kerjasama minimal 1 (satu) tahun.

d. Dalam pendaftaran peserta perlu diwaspadai adverse selection yaitu asuransi

tambahan hanya mendaftarkan peserta yang mempunyai risiko tinggi misalnya

peserta dengan penyakit katastropik. Pendaftaran Peserta dilakukan secara

kelompok.

5. PRINSIP PEMBIAYAAN

a. Faskes yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan:

1) COB diperuntukan bagi peserta yang mempunyai asuransi tambahan dengan

kelas yang lebih tinggi dari hak kelas perawatan di BPJS Kesehatan.

2) Apabila Rumah Sakit memiliki penamaan ruang perawatan diluar kelas I, II, dan

III maka harus disepakati klasifikasi kelas perawatannya. Contoh: Ruang

Perawatan Melati setara dengan kelas 2, Kelas perawatan I A setara dengan

kelas I, dll.

3) Rumah Sakit memisahkan tagihan COB:

(a) Sesuai hak Peserta ke BPJS Kesehatan dengan tarif INA CBGs

(b) Sisanya ke Asuransi Kesehatan Tambahan lain

4) Untuk Tagihan COB dimana BPJS Kesehatan adalah first payer maka tagihan

COB diajukan secara kolektif bersama dengan klaim non COB setiap awal

bulan berikutnya, paling lambat tanggal 10 (apabila bertepatan dengan hari libur

maka ditagihkan pada hari kerja berikutnya).

5) Salah satu syarat administrasi klaim adalah surat pernyataan atau dokumen

lain yang menyebutkan besaran jumlah biaya yang telah dijamin oleh penjamin

lainnya.

b. Faskes yang Tidak Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi Bekerjasama

dengan Asuransi Kesehatan Tambahan :

1) COB diperuntukkan bagi peserta yang mempunyai asuransi tambahan dengan

kelas yang lebih tinggi dari hak kelas perawatan di BPJS Kesehatan.

Page 79: Pedoman Administrasi

79    

2) Apabila Rumah Sakit memiliki penamaan ruang perawatan diluar kelas I, II,

dan III maka harus disepakati klasifikasi kelas perawatannya. Contoh: Ruang

Perawatan Melati setara dengan kelas 2, Kelas perawatan IA setara dengan

kelas I,dll.

3) Rumah Sakit menagihkan ke Asuransi Tambahan sesuai tarif yang disepakati

antara Asuransi Tambahan dan Rumah Sakit, selanjutnya Asuransi Tambahan

menagihkan ke BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan membayar sesuai hak

Peserta ke BPJS Kesehatan dengan tarif INA CBGs. Selisih tarif menjadi

beban Asuransi Kesehatan Tambahan.

4) Tarif penggantian biaya dari BPJS Kesehatan maksimal adalah tarif Rumah

Sakit tipe C, kecuali ada persetujuan khusus dari Direksi BPJS Kesehatan.

5) Pelayanan di Faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi

bekerjasama dengan Asuransi Kesehatan Tambahan peserta tidak naik kelas,

maka seluruh biaya menjadi tanggungan Asuransi Tambahan.

c. Faskes yang Tidak Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maupun dengan

Asuransi Kesehatan Tambahan

Biaya pelayanan kesehatan peserta sepenuhnya ditanggung oleh asuransi

kesehatan tambahan.

D. BPJS KESEHATAN SEBAGAI PENJAMIN KEDUA

1. PRINSIP KOORDINASI MANFAAT

a. BPJS Kesehatan merupakan penjamin kedua yaitu hanya menjamin sisa dari biaya

yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero) untuk kecelakaan lalu lintas dan

PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan untuk kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja (PAK)

b. BPJS Kesehatan menanggung selisih biaya antara tarif sesuai hak kelas peserta

sesuai tarif INA CBG’s dikurangi tarif yang ditanggung oleh PT Jasa Raharja

(Persero) dan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan

2. KOORDINASI MANFAAT DENGAN PT JASA RAHARJA (PERSERO)

Prinsip kerjasama koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan PT Jasa Raharja

(Persero) :

a. Seluruh penduduk Indonesia adalah peserta asuransi kecelakaan lalu lintas.

Page 80: Pedoman Administrasi

80    

b. Peserta mendapatkan penjaminan kecelakaan lalu lintas meskipun menempati kelas

perawatan sesuai dengan haknya.

Hal-hal yang perlu diketahui tentang pelayanan kesehatan apabila peserta BPJS

Kesehatan mengalami kecelakaan lalu lintas sebagai berikut :

1. Batasan kecelakaan lalu lintas yang ditanggung oleh PT Jasa Raharja (Persero)

adalah sesuai kriteria yang ditetapkan PT Jasa Raharja (Persero) sebagaimana

ketentuan yang berlaku.

2. Kedudukan BPJS Kesehatan adalah sebagai penjamin kedua (secondary payer)

yang akan menjamin selisih antara tarif yang dijamin oleh BPJS Kesehatan sesuai

hak kelas peserta dikurangi plafon yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja

(Persero).

3. Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dijamin oleh PT Jasa Raharja

(Persero) dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan dilayani di Fasilitas

Kesehatan yang belum melakukan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka

BPJS Kesehatan hanya memberikan jaminan untuk biaya gawat darurat.

4. Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dijamin oleh PT Jasa Raharja

(Persero) dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan dilayani di Fasilitas

Kesehatan yang telah melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka

menjadi tanggungan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS

Kesehatan dan sudah mendapatkan kepastian jaminan oleh PT Jasa Raharja

(Persero) maka menjadi tanggungan PT Jasa Raharja (Persero) sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

6. PT Jasa Raharja (Persero) menanggung biaya pelayanan kesehatan akibat

kecelakaan lalu lintas hingga batas maksimal nilai yang ditanggung oleh program

jaminan kecelakaan lalu lintas, yang meliputi biaya pelayanan kesehatan untuk

pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, Faskes tingkat Pertama maupun Tingkat

Lanjutan pada 1 (satu) atau lebih fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan yang

telah maupun belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

7. Setiap Surat Jaminan Jasa Raharja yang disampaikan kepada fasilitas kesehatan

atas korban/pasien yang juga menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan akan

ditembuskan kepada BPJS Kesehatan.

8. Dokumen yang diperlukan untuk penjaminan kecelakaan lalu lintas berupa Surat

Jaminan Jasa Raharja. Bila pasien kecelakaan lalu lintas dirawat di Rumah Sakit

Page 81: Pedoman Administrasi

81    

kerjasama BPJS Kesehatan dan sudah mendapatkan Surat Jaminan dari Jasa

Raharja, maka BPJS Kesehatan akan menjamin selisih antara tarif yang dijamin

oleh BPJS Kesehatan yaitu tarif INA CBGs sesuai hak kelas peserta dikurangi

plafon yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero). Apabila peserta

mengambil kelas perawatan lebih tinggi dari haknya maka selisih biaya tersebut

menjadi tanggungan pasien atau dibayar oleh asuransi tambahan lain

9. Setiap pembayaran klaim ke fasilitas kesehatan yang dibayarkan oleh PT Jasa

Raharja yang juga menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan akan disampaikan

kepada BPJS Kesehatan.

10. Petugas BPJS Center dalam mendapatkan Surat Jaminan Jasa Raharja untuk

Peserta kecelakaan lalu lintas, agar melakukan:

a Konfirmasi kepada keluarga pasien atau pengantar pasien dan

b Koordinasi dalam rangka mendapatkan kepastian jaminan pasien kecelakaan lalu

lintas dengan Rumah Sakit dan/atau

c Menghubungi PT Jasa Raharja (Persero) dan/atau

d Pihak lain yang terkait.

11. Bila pasien kecelakaan lalu lintas yang dirawat belum mendapatkan Surat Jaminan

dari Jasa Raharja sampai dengan pulang, maka dijamin terlebih dahulu oleh BPJS

Kesehatan sesuai dengan hak kelas perawatan BPJS Kesehatan. Apabila

selanjutnya pasien tersebut diketahui merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang

dibuktikan dengan adanya Surat Jaminan Jasa Raharja maka BPJS Kesehatan

akan menagihkan kepada PT Jasa Raharja (Persero) sampai dengan batas

maksimal nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.

12. BPJS Kesehatan mengirimkan tagihan kepada PT Jasa Raharja (Persero) untuk

kasus kecelakaan lalu lintas yang mendapatkan Surat Jaminan Jasa Raharja

setelah pasien keluar dari fasilitas kesehatan.

13. BPJS Kesehatan mengajukan tagihan klaim koordinasi manfaat kecelakaan lalu

lintas ke Kantor PT Jasa Raharja (Persero) setempat.

14. Dokumen yang harus dilengkapi oleh BPJS Kesehatan dalam mengajukan tagihan

kepada PT Jasa Raharja (Persero) adalah :

a Surat pengajuan klaim/santunan

b Rekapitulasi data pengajuan klaim, yang berisi :

1) Nama

2) Tanggal perawatan (tanggal masuk dan keluar)

Page 82: Pedoman Administrasi

82    

3) Tempat perawatan

4) Nomor Surat Jaminan Jasa Raharja

5) Biaya perawatan sesuai hak BPJS Kesehatan

6) Nilai Penjaminan Jasa Raharja

c Print out besar biaya pelayanan kesehatan yang sudah dibayarkan oleh BPJS

Kesehatan kepada fasilitas kesehatan, atas nama korban.

d Salinan Resume Medis yang telah dilegalisir oleh BPJS

Kesehatan.

15. Proses pembayaran klaim dari PT Jasa Raharja (Persero) kepada BPJS Kesehatan

dilakukan melalui transfer ke rekening BPJS Kesehatan.

3. KOORDINASI MANFAAT DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN

Hal-hal yang perlu diketahui tentang pelayanan kesehatan apabila peserta BPJS

Kesehatan mengalami kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebagai

berikut :

16. Batasan kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang ditanggung oleh

PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan adalah sesuai kriteria yang

ditetapkan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana ketentuan

yang berlaku.

17. Dalam kasus pasien adalah jaminan BPJS Ketenagakerjaan, kedudukan BPJS

Kesehatan adalah sebagai penjamin kedua (secondary payer) apabila terdapat

selisih tarif, dimana tarif BPJS Ketenagakerjaan lebih rendah dari tarif yang

ditanggung oleh BPJS Kesehatan sesuai hak kelas Peserta.

18. Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai jaminan kecelakaan kerja dan Penyakit

Akibat Kerja (PAK) dibuktikan dengan kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan

jaminan kecelakaan kerja dan PAK yang masih berlaku.

19. Dokumen yang diperlukan untuk penjaminan kasus kecelakaan kerja danPenyakit

Akibat Kerja (PAK) yang dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan berupa Surat Jaminan

Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan.

20. Petugas BPJS Center dalam mendapatkan Surat Jaminan Jamsostek/BPJS

Ketenagakerjaan agar melakukan:

1) Konfirmasi kepada keluarga pasien atau pengantar pasien dan

2) Koordinasi dalam rangka mendapatkan kepastian jaminan pasien kecelakaan

kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan Rumah Sakit dan/atau

Page 83: Pedoman Administrasi

83    

3) Menghubungi PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan dan/atau

4) Pihak lain yang terkait.

4. PRINSIP PEMBIAYAAN

a. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja

terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja oleh

BPJS Ketenagakerjaan tidak menjadi jaminan yang ditanggung oleh BPJS

Kesehatan.

b. Bila pasien karena penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja

dirawat di Rumah Sakit dan sudah mendapatkan Surat Jaminandari BPJS

Ketenagakerjaan, maka penjaminannya diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Kesehatan tidak menjamin biaya perawatan pasien tersebut dari pertama kali

masuk.

c. Pasien karena penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja

yang dirawat tetapi belum mendapatkan Surat Jaminandari BPJS Ketenagakerjaan

sampai dengan pulang, maka dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Kesehatan sesuai

dengan hak kelas perawatan BPJS Kesehatan.

d. BPJS Center secara pro aktif menghubungi petugas BPJS Ketenagakerjaan

e. Jika peserta sudah pulang (selesai) masa perawatannya baru mendapat Surat

Jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan, maka BPJS Kesehatan menagihkan klaim

pelayanan pasien tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan

f. BPJS Ketenagakerjaan membayarkan klaim sesuai hak kelas peserta sesuai tarif INA

CBG’s yang berlaku di Rumah Sakit tempat peserta dirawat.

Page 84: Pedoman Administrasi

84    

BAB XI PENGGUNAAN HASIL PENILAIAN TEKNOLOGI DALAM

MANFAAT JAMINAN KESEHATAN

A. PENDAHULUAN Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang maksimal, ada beberapa hal penting

yang harus senantiasa dipikirkan, seperti: hal–hal apa yang dapat kita lakukan untuk

memaksimalkan pelayanan kesehatan tersebut, opsi–opsi/ pilihan yang ada dalam

memutuskan tindakan dalam pelayanan kesehatan, adanya panduan pelayanan medis yang

tepat, penerapan apa yang harus dilakukan dan adanya penjaminan mutu dengan adanya

audit klinis.

Karena adanya konflik antara keterbatasan dalam sumber daya pembiayaan kesehatan

dengan kebutuhan pelayanan yang tidak terbatas, maka pihak pembayar, dalam hal ini

Pemerintah dan BPJS akan dipaksa untuk melakukan rasionalisasi dan penentuan prioritas.

Tantangan terbesar dalam proses rasionalisasi dan penentuan prioritas adalah memastikan

bahwa kedua kebijakan yang diambil tersebut tidak akan mengurangi mutu pelayanan maupun

benefit peserta. Oleh sebab itu, harus dilakukan evaluasi terhadap teknologi kesehatan dan

benefit yang tercakup sehingga biaya pelayanan kesehatan dikeluarkan untuk teknologi

kesehatan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peserta namun tetap pada

kerangka biaya yang ekonomis.

Teknologi kesehatan adalah suatu intervensi dalam bentuk apapun yang digunakan

untuk promosi kesehatan, mencegah, mendiagnosis, atau untuk penatalaksanaan suatu

kasus penyakit maupun untuk rehabilitasi medis ataupun perawatan jangka panjang.

Penilaian suatu teknologi adalah suatu kebijakan yang komprehensif dalam

mengevaluasi dampak teknis, ekonomi, dan sosial dari suatu aplikasi teknologi. (OTA

(ca.1970))

B. DEFINISI

Health Technology Assessment (HTA) adalah analisis multidisiplin mengenai suatu

kebijakan mengenai implikasi medis, sosial, etik dan ekonomi dari pengembangan, difusi dan

pemakaian dari suatu teknologi kesehatan.

HTA adalah analisis terstruktur suatu teknologi kesehatan, serangkaian teknologi atau

penggunaan teknologi untuk memberikan masukan dalam pembuatan suatu keputusan/

Page 85: Pedoman Administrasi

85    

kebijakan. Hal ini meliputi keamanan, efikasi, manfaat, biaya dan efektifitas biaya, implikasi

organisasi ,faktor sosial dan kerangka etis.

HTA adalah analisis terstruktur terhadap suatu teknologi kesehatan suatu atau suatu

kelompok teknologi kesehatan issue terkait teknologi kesehatan yang ditujukan untuk memberi

maskan bagi pembuatan keputusan dalam menyusun kebijakan pelayanan kesehatan (US

Office of Technology Assessment, 1994)

HTA juga merupakan evaluasi sistematis dari suatu efek teknologi kesehatan meliputi

pemakaian dan ketersediaan sumber daya dan aspek lainnya seperti ekuitas.

C. TUJUAN, SASARAN & RUANG LINGKUP

C.1 TUJUAN

a. TUJUAN UMUM

Untuk membantu pembuatan kebijakan mengenai suatu teknologi dalam pelayanan

kesehatan dalam rangka menjaga dan mengendalikan mutu pelayanan kesehatan

secara komprehensif.

b. TUJUAN KHUSUS

Tujuan khusus HTA adalah untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi peserta

BPJS Kesehatan yang meliputi pencegahan, diagnosis, penatalaksanaan dan

rehabilitasi medis suatu kasus penyakit yang berkualitas dan berdasarkan bukti

ilmiah terkini (evidence based),dalam.

C.2 SASARAN

Seluruh teknologi kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi peserta

BPJS, meliputi: pelayanan obat, alat/mesin untuk menegakkan diagnosa dan reagensia

yang dipakai dalam pemeriksaan laboratorium, prosedur tindakan medis dan

pembedahan/operasi, alat kesehatan misalnya: stent dan prostetik lainnya, sistem

Manajemen Medik misalnya One Day Surgery dan sistem pendukung dalam pelayanan

kesehatan misalnya rekam medik yang terkomputerisasi.

C.3 RUANG LINGKUP

HTA adalah kajian suatu teknologi kesehatan yang meliputi kualitas, keamanan klinis ,

performa teknis, efikasi, efektivitas, implementasi, analisis dampak ekonomis, efisiensi,

dampak pada etika sosial dan aspek legal.

Page 86: Pedoman Administrasi

86    

D. MEKANISME PELAKSANAAN HTA

1. Health Technology Assessment harus dilakukan dikarenakan beberapa hal yaitu:

perkembangan inovasi teknologi yang tumbuh pesat, biaya yang terbatas dan cenderung

berkurang serta pentingnya skala prioritas dalam pengambilan keputusan yang

seharusnya memprioritaskan pada teknologi kesehatan yang relevan dan sangat

diperlukan. Evidence Based HTA menghasilkan bukti, menyediakan bukti dan

memanfaatkan bukti.

2. HTA dilakukan pada suatu teknologi kesehatan baik yang sudah tercakup dalam benefit

maupun yang akan diajukan untuk dicakup. Karena banyaknya teknologi kesehatan yang

harus dilakukan pengujian (assessment) maka dilakukan penentuan prioritas untuk

teknologi dengan kriteria sebagai berikut :

a. Teknologi dengan utilisasi atau kemungkinan utilisasi yang tinggi

b. Berisiko tinggi sehingga kemungkinan akan menghasilkan dampak medis, sosial dan

etis yang signifikan

c. Berisiko biaya yang tinggi

d. Variabilitas yang tinggi

3. HTA diselenggarakan oleh Tim Nasional yang independen yang dibentuk oleh Menteri

Kesehatan dan terdiri dari para pakar di bidangnya. Tim HTA terdiri dari 3 kelompok kerja

(Pokja) yaitu Pokja Alat Kesehatan, Pokja Obat, dan Pokja Prosedur sesuai Kepmenkes

No: 423/Menkes/SK/XII/2012. Tugas Pokja dalam Tim HTA adalah melaksanakan

perumusan, identifikasi, kriteria, formulasi, konsep, program kegiatan dan kebijakan serta

evaluasi di bidang pengkajian teknologi pada alat kesehatan, obat dan prosedur. Fungsi

Pokja adalah sebagai berikut :

a. Perumusan identifikasi topik kajian berdasarkan EBP (evidence based practice)

b. Penetapan kriteria penapisan teknologi medik yang meliputi teknik/prosedur

peralatan kedokteran dan reagensia

c. Perumusan rancangan kebijakan di bidang produksi dan penggunaan alat kesehatan

serta reagensia melalui penapisan teknologi medik

d. Pembuatan formulasi hasil kajian di bidang alat kesehatan dan reagensia kepada

Menkes

Page 87: Pedoman Administrasi

87    

4. Alur Proses Penyelenggaraan HTA , adalah sebagai berikut :

5. Metode dalam penyelenggaraan HTA antara lain studi literatur, percobaan klinis, studi

epidemiologi dan observasi, analisis biaya, perumusan konsensus, pendapat ahli dan

meta analisis.

Identifikasi  topik  

Need  Assessment    

Priority  Setting  

Penetapan  Ruang  Lingkup,  Skala  dan  Cara  Penilaian    

Retrieval  of  Evidence    

Pengumpulan  Data  Primer  

Analisis  Bukti    

Sintesis  Bukti  

Formulasi  temuan  dan  rekomendasi  

Disseminasi  dan  Implementasi    

Monitoring  dan  Feedback  

Usulan  Topik  Kajian  HTA   Organisasi/  Perhimpunan  Profesi  Kedokterandan  BPJS      Kesehatan  

Proses  ini  Dilakukan  oleh  Tim  Nasional  HTA  

Diajukan  kepada  Menteri  Kesehatan  dan  disahkan  dalam  SK  Menteri  Kesehatan  

BPJS  Kesehatan  

Analisa  dampak  financial     BPJS  Kesehatan  

Page 88: Pedoman Administrasi

88    

6. HTA dilaksanakan dengan menggunakan konsep ekonomi kesehatan. Beberapa teknik

analisa ekonomi kesehatan yang digunakan dalam HTA adalah:

a. Cost Minimization Analysis (CMA)

b. Cost Effectiveness Analysis (CEA)

c. Cost Utilization Analysis (CUA)

d. Cost Benefit Analysis (CBA)

7. Materi pengkajian HTA dari suatu teknologi kesehatan, antara lain :

a. Kinerja Teknologi yang akan menggambarkan seberapa signifikan teknologi tersebut

akan berdampak dalam proses penatalaksanaan penyakit dalam pelayanan

kesehatan peserta BPJS Kesehatan.

b. Kualitas ketepatan dari teknologi kesehatan terdiri dari: ketepatan komponen alat,

standar komponen alat, evaluasi terhadap komponen alat, dan evaluasi serta

monitoring ketika suatu alat teknologi kesehatan sedang beroperasi.

c. Keamanan klinis pada saat melakukan tindakan medis bagi pasien,

operator/administrator dan lingkungan

d. Performa Teknis saat teknologi kesehatan tersebut digunakan dalam pelayanan

kesehatan.

e. Efikasi yaitu memastikan bahwa suatu teknologi kesehatan telah berfungsi

sebagaimana mestinya, berfungsi sebaik mungkin dan lebih baik dari pada teknologi

sebelumnya. Atau teknologi tersebut memberikan hasil dan khasiat sebagaimana

yang diinginkan.

f. Efektivitas yaitu memastikan tingkat keberhasilan suatu teknologi kesehatan dalam

menghasilkan efikasinya. Hal ini antara lain berkaitan dengan secepat apa bisa

menyembuhkan, berapa banyak pasien yang bisa diselamatkan dan sebanyak apa

kenaikan harapan hidup yang bisa diperoleh.

g. Implementasi suatu kebijakan HTA dimana suatu teknologi kesehatan

direomendasikan, hal ini disesuaikan dengan kemampuan finansial BPJS dengan

tetap mengutamakan kebutuhan medis peserta.

h. Analisis dampak ekonomis dengan menggunakan teknik analisa ekonomi kesehatan

di atas.

i. Dampak efisiensi dalam pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh teknologi kesehatan.

j. Etika Sosial yaitu dampak sosial ketika suatu teknologi kesehatan dijalankan/

diimplementasikan.

k. Aspek legal yaitu tinjauan dari segi hukum atas penggunaan teknologi kesehatan

Page 89: Pedoman Administrasi

89    

 8. Health Technology Assessment menghasilkan sebuah rekomendasi dengan hirarki

sebagai berikut:

Bentuk kajian HTA Level Rekomendasi

Meta-analisis dari sebuah uji klinis acak (RCT)Uji klinis acak yang besarUji klinis acak yang kecilUji klinis yang tidak acakStudi observasiLaporan Kasus Konsensus IV

I

II

III

A

B

C

Penjelasan:

Kajian pada level I merupakan kajian yang paling valid dan sangat bermakna dalam

kajian HTA dan semakin menurun tingkatannya pada level II dan III. Sehingga suatu

teknologi kesehatan dengan Rekomendasi A adalah sangat direkomendasikan

kemudian urutan selanjutnya adalah teknologi kesehatan denganrekomendasi B dan C.

E. PENGGUNAAN HASIL KAJIAN HTA

c. Hasil kajian HTA disahkan dengan ketetapan Menteri Kesehatan dan dilengkapi dengan

batasan–batasan/kriteria/situasi dan kondisi dalam penggunaan teknologi kesehatan yang

dimaksud. Hal ini ditujukan agar teknologi kesehatan yang dilakukan sesuai dengan

indikasi medis dan rasional.

d. Ketetapan Menteri Kesehatan atas hasil kajian HTA dimaksudnya untuk memastikan

bahwa pelaksanaan kajian telah mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku dan memastikan

independensi evaluator.

e. Penjaminan pelayanan teknologi kesehatan oleh BPJS adalah sebagai berikut:

a) Hasil kajian HTA yang telah disahkan oleh Menteri Kesehatan digunakan oleh BPJS

sebagai pertimbangan untuk menambah atau mengubah cakupan benefit pelayanan

kesehatan.

b) Hasil kajian yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti oleh BPJS adalah kajian yang

menggunakan evidence level I/rekomendasi A.

Page 90: Pedoman Administrasi

90    

c) Jika kajian HTA sebagaimana yang disahkan oleh Menteri Kesehatan belum dilakukan

analisa dampak ekonomi, maka BPJS selanjutnya akan menggunakan hasil kajian

tersebut sebagai dasar analisa ekonomi selanjutnya.

d) Analisa dampak ekonomi tersebut akan digunakan oleh BPJS sebagai pertimbangan

untuk dicakup tidaknya suatu intervensi kesehatan dengan mempertimbangkan

willingness to pay dan kemampuan financial BPJS.

e) Implementasi suatu teknologi kesehatan yang telah sah direkomendasikan dan telah

diputuskan untuk dijamin oleh BPJS Kesehatan dapat berupa Pedoman Nasional

Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan/atau Panduan Praktik Klinis (PPK) yang telah

disesuaikan dengan setiap RS dan/atau fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan.

Page 91: Pedoman Administrasi

91    

BAB XII KENDALI MUTU DAN BIAYA

A. LANDASAN HUKUM

Menindaklanjuti amanat Undang-Undang terkait kendali mutu dan biaya pada

implementasi Jaminan Sosial Bidang Kesehatan, maka BPJS Kesehatan perlu membuat

suatu pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya jaminan pelayanan kesehatan

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Adapun landasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut:

1. UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa “BPJS

berkewajiban mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem mutu dan sistem

pembayaran yang efisien dan efektif“.

2. Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 42 ayat 1 menyatakan

bahwa “Pelayanan kesehatan kepada peserta Jaminan Kesehatan harus

memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas

tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya”. Peraturan

Presiden tersebut juga menyatakan dalam ayat 2 bahwa “Penerapan sistem kendali

mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan

standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan

sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta”,

Dalam ayat 3 kemudian ditekankan lagi bahwa “Ketentuan mengenai penerapan sistem

kendali mutupelayanan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur

dengan Peraturan BPJS”.

3. UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial pasal 48 ayat 1 yang

menyatakan bahwa BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan

penanganan pengaduan Peserta.

B. TUJUAN

Tujuan dibuatnya pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya jaminan

pelayanan kesehatan adalah sebagai acuan untuk menghasilkan pelayanan kesehatan

yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medik peserta dengan pembiayaan yang

rasional yang akan berdampak pada sustainabilitas operasional BPJS. Pedoman penerapan

sistem kendali mutu dan biaya ini akan mengintegrasikan sistem pelayanan kesehatan ,

sistem jaga mutu dan sistem pembayaran dan pembiayaan yang rasional.

Page 92: Pedoman Administrasi

92    

C. KONSEP DASAR MANAJEMEN MUTU

1. Sistem ini ditujukan untuk menghasilkan keberlangsungan program jaminan kesehatan

dengan pembiayaan pelayanan kesehatan yang rasional, efisien dan bermutu.

2. Dalam pelaksanaan sistem penjaminan kesehatan bagi peserta BPJS, BPJS Kesehatan

juga melakukan menajemen risiko yaitu dengan melakukan identifikasi risiko yang

mungkin timbul, baik risiko finansial, risiko opersional, risiko legal dan risiko performa

BPJS Kesehatan. Dengan mengidentifikasi risiko tersebut, maka BPJS Kesehatan dapat

mengantisipasi terjadinya risiko–risiko tersebut, serta mengeliminasi penyebab risiko yang

mungkin ada.

3. Untuk menjalankan program jaminan kesehatan bagi pesertanya, BPJS Kesehatan

memiliki infrastruktur yang baik meliputi :

a. Sumber Daya Manusia yang kompeten, Sistem keuangan, Sistem perencanaan dan

pengembangan,

b. Sistem Teknologi Informasi serta dokumentasi dan kearsipan yang baik.

c. BPJS Kesehatan menitikberatkan kinerja pada kualitas sistem/proses bisnis

penjaminan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS. Hal ini menjadi performa kinerja

dari seluruh insan pegawai BPJS yang bekerja sama secara sinergi dalam suatu team

work yang baik, dan inovatif.

d. Bussiness process berjalan sebagaimana mestinya

e. Memastikan fasilitas pemberi pelayanan kesehatan peserta BPJS memberikan

pelayanan kesehatan yang berkualitas

f. Indeks kepuasan peserta yang indikator performa praktisi/ fasilitas pemberi layanan

kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

g. Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Bagi Peserta BPJS juga

meliputimanajemen mutu pada perawatan medis, tindakan medis, prosedur

pelayananmedis, dan pelayanan obat bagi peserta BPJS.

4. Seluruh penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS adalah

terstandardisasi sesuai indikasi medis dan merupakan evidence based medicine.

Pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang komprehensif

lengkap dengan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan gaya hidup sehat

sehingga kesehatan yang bersangkutan selain pulih kembali dan meningkat namun juga

meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup peserta.

Page 93: Pedoman Administrasi

93    

5. Dalam penyelenggaraannya, dilakukan proses pengembangan konsep pelayanan

kesehatan yang berkesinambungan dengan evaluasi dan monitoring yang berkala, hal ini

dilakukan dengan referensi kasus medis yang ada dan perkembangan ilmu kedokteran,

hasil proses audit medis beserta diskusi pembahasannya dan atau usulan dari

Kementrian Kesehatan RI megenai kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia.

6. Dilakukan evaluasi program jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi peserta

BPJS dengan melakukan analisa dari data laporan yang cukup dan valid. Laporan yang

dimaksud adalah pelaporan mengenai performa kinerja BPJS kesehatan dan juga data

luaran profil kesehatan yang mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan yang

disesuaikan dengan karakteristik pasien serta perbandingan antara prediksi dan hasil

yang diharapkan dengan analisis statistik yang tepat.

7. Evaluasi pelayanan kesehatan juga dapat dilakukan dengan membuat suatu analisa

yang mengkombinasikan/ menggabungkan/ merumuskan hasil klinis/ perawatan pasien/

pelayanan medis pelayanan kesehatan dengan sistem manajemen pelayanan kesehatan.

D. PROGRAM – PROGRAM KENDALI MUTU DAN BIAYA BPJS KESEHATAN

1. Penguatan Gate Keeper Concept

Program Gate Keeper Conceptyang berbasis pada kedokteran keluarga “Care

oordinator” dan pelayanan rujuk balik di dalam pelaksanaan pelayanan tingkat pertama

akan berfungsi sebagai penapis rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam

pelaksanaan jaminan kesehatan. Gate Keeper akan menjadi kontak pertama pasien di

jenjang pelayanan tingkat pertama. Pelayanannya mengutamakan promosi /edukasi

gaya hidup sehat serta pencegahan penyakit, bersifat pribadi, komprehensif,

menyeluruh, terpadu, berkesinambungan terkoordinasi dalam kerjasama antara dokter

dan pasien serta berorientasi pada keluarga dan komunitas dan pasien savety

Dalam melaksanakan Sistem Gate Keeper yang optimal maka diharuskan adanya

sistem rujukan berjenjang yang baik, dan untuk mengupayakan hal ini diperlukan

pembentukan forum komunikasi antara faskes tingkat pertama dan sekunder untuk

menyepakati beberapa hal mengenai pelaksanaan rujukan berjenjang. Dalam program

ini, diatur pula mengenai pelaksanaan pertemuan forum komunikasi tersebut, evaluasi

pertemuan, implementasi hasil pertemuan dan pemberian umpan balik.

Diperlukan suatu penguatan sistem Gate Keeper bagi tenaga kesehatan pemberi

pelayanan Gate Keeper. Pelatihan dilakukan baik oleh pihak internal BPJS maupun

pihak eksternal. Pengayaan dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan

Page 94: Pedoman Administrasi

94    

pengetahuan dan persepsi mengenai sistem Gate Keeper itu sendiri dan juga

mengoptimalkan kompetensi medis tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan

yang dimaksud. Pada akhir pelatihan ini, maka akan dilakukan evaluasi pengingkatan

kompetensi yang dicapai oleh peserta pelatihan. Hal inilah yang menentukan tingkat

keberhasilan pelatihan ini.

Untuk meningkatkan pengelolaan mutu manfaat pelayanan kesehatan tingkat

pertama, maka perlu dilakukan beberapa hal sebaga berikut: penyusunan kriteria

pelayanan first contact,Sosialisasi dan advokasi pelayanan first contact, Penyusunan

Family Folder, Sosialisasi dan Advokasi Panduan Klinis, Membentuk Tim Audit Medis

untuk pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS serta melaksanakan dan menindaklanjuti

hasil audit medis tersebut.

2. Seleksi Faskes BPJS Kesehatan (Credentialing & Re Credentialing)

Proses Credentialinguntuk mendapatkan Provider pemberi pelayanan medis (Fasilitas

Kesehatan)dengan fasilitas medis yang memadai sehingga dapat memberikan

pelayanan yang sesuai dengan indikasi medis dan maksimal.

3. Dewan Pertimbangan Medik (DPM)

Dewan Pertimbangan Medis dibentuk dengan tujuan pengendalian kualitas pelayanan

kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan medis yang menguntungkan semua

pihak baik PPK maupun pasien. DPM merupakan lembaga independent yang

memberikan pertimbangan/telaah medis/second opinion dan turut memberikan kontribusi

dalam transfer of knowledge dan peningkatan profesionalisme pelayanan kesehatan.

4. Tata Cara Penggunaan HTA

Untuk mengendalikan mutu dan biaya dalam proses penjaminan pelayanan kesehatan

peserta, maka BPJS Kesehatan mengatur Tata Cara penggunaan Health Technology

Assessment (HTA) dan tertera dalam Peraturan BPJS Kesehatan. Ketika suatu teknologi

kesehatan diusulkan untuk dilakukan HTA, maka setelah disahkan oleh Menteri

Kesehatan RI, BPJS Kesehatan akan mengimplementasikan kebijakan tersebut namun

dengan memperhitungka kemampuan finansial BPJS serta melakukan monitoring dan

evaluasi. Esensinya adalah, ketika suatu teknologi kesehatan (obat, tindakan/prosedur

medis) dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan, maka dapat dipastikan bahwa teknologi

kesehatan tersebut adalah aman, dengan efikasi teruji, bermanfaat, biaya yang efektif

dan memperhitungkan faktor social dan etis.

5. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)

Page 95: Pedoman Administrasi

95    

Pelaksanaan Disease Management Program juga berdampak signifikan dalam

manajemen mutu pelayanan kesehatan dan pengendalian biaya khususnya untuk kasus

penyakit kronis seperti Diabetes dan Hipertensi dan juga pada pasien Jantung

khususnya pasca tindakan PTCA/ bedah jantung lainnya. Dalam program ini, dilakukan

edukasi dan modifikasi gaya hidup pasien sehingga dapat menapis kemungkinan

penyakit tersebut untuk jatuh kedalam komplikasi berat seperti stroke, gagal ginjal

maupun gangguan kardiovaskular yang memerlukan tindakan operasi. Hal ini sangat

bermakna untuk meningkatkan kualitas hidup pasien serta mengendalikan biaya

pelayanan kesehatan khusunya untuk kasus kronis yang berat.BPJS Kesehatan juga

melakukan program promotif dan Preventif untuk melaksanakan pelayanan kesehatan

yang komprehensif.

6. Program Rujuk Balik

Pelayanan penyakit kronis Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 yang dilakukan

secara komprehensif dan berkesinambungan setiap bulannya. Ketika pasien pertama

kali terdeteksi sebagai penderita Hipertensi ataupun Diabetes Melitus maka oleh faskes

tingkat pertama dirujuk ke faskes tingkat lanjutan untuk di berikan tatalaksana yang

adekuat, setelah Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 telah stabil maka pasien

dikembalikan kepada faskes tingkat pertama dan diwajibkan kontrol setiap bulannya,

obat diberikan untuk 30 hari. Setelah melakukan 3 kali kontrol kepada faskes primer,

maka pasien kembali dirujuk kepada faskes lanjutan untuk mengevaluasi pengobatan

yang dilengkapi denga hasil pemeriksaan penunjang. Program ini dilakukan untuk

melakukan pengendalian biaya dan pengendalian mutu terhadap pelayanan kesehatan

terutama penyakit kronis yang sangat berpotensi untuk terjadi komplikasi dan

membutuhkan biaya yang besar

7. Sistem Pembayaran Prospektif INA CBG’s

Aspek pembiayaan menjadi hal penting dalam menjaga sustainibilitas program

penjaminan kesehatan bagi peserta BPJS. Untuk itu BPJS Kesehatan menggunakan

pola tarif dan sistem pembiayaan dengan menggunakan INA CBG, dan kapitasi untuk

pelayanan kesehatan tingkat pertama. Penggunaan pola tarif INA CBGs sangat cocok

dengan prinsip BPJS Kesehatan yang mengutamakan kendali mutu dan biaya dalam

pelayanan kesehatan pesertanya. Pada sistem pembayaran ini, pembayaran dilakukan

berdasarkan kode CBGs nya, atau berdasarkan diagnosis penyakit. Untuk itu, telah

ditetapkan clinical pathway untuk masing-masing diagnosis penyakit, clinical pathway ini

adalah evidence based dan terstandard sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.

Page 96: Pedoman Administrasi

96    

Dalam pembiayaan dengan menggunakan pola tarif INA CBGs, biaya paket untuk satu

kode CBGs/kode diagnosis telah memperhitungkan secara rasional (dengan atau tanpa

adjustment factor) biaya operasional RS, data costing RS dll. Dengan demikian, hal ini

akan membuat RS akan mengatur dirinya untuk memberikan pelayanan medis sesuai

dengan indikasi medis dengan pembiayaan yang rasional sehingga mutu pelayanan

dapat terjamin dengan biaya yang terkendali.

8. Tinjauan Utilisasi (UR)

Melakukan Utilization Review yang kontiniu dan berkala merupakan satu cara yang

dilakukan BPJS Kesehatan untuk melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan.

Hal ini akan membantu untuk memantau utilisasi fasilitas kesehatan dalam melakukan

pelayanan. Utilization Reviewakan membantu kita untuk mengidentifikasi adanya fraud

ataupun kejadian unbundling. Selain itu dapat dipakai untuk melihat proyeksi biaya

pelayanan kesehatan ditahun berikutnya, hal ini sangat berguna dalam menjaga

sustainibilitas finansial BPJS Kesehatan

E. SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA

F. MEKANISME PENERAPAN SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA BPJS KESEHATAN

Penyelenggaraan sistem kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan dilakukan

melalui :

a. Pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan;

b. Pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan; dan

Page 97: Pedoman Administrasi

97    

c. Pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta.

d. Tim Kendali Mutu dan Biaya/penyelenggara sistem kendali mutu

Sebagai penyelenggara sistem kendali mutu dan kendali biaya BPJS Kesehatan

membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi,

akademisi, dan pakar klinis.

Tim Kendali Mutu BPJS Kesehatan terdiri dari:

1. Tim Teknis

2. Tim Besar

TIM  BESAR     TIM  TEKNIS  

Ada  di  Tingkat  :  

I.  Pusat,  terdiri  dari  :  

1. BPJS  Kesehatan  Kantor  Pusat  

2. KKI  

3. PB  IDI  

4. PDGI  

5. ASOSIASI  FASKES  àPERSI  

6. Direktorat  Jenderal  BUK  Kemenkes  RI  

7. Akademisi    

II.  Divisi  Regional,  terdiri  dari:    

1. Kantor  Divisi  Regional  BPJS  Kesehatan  

2. IDI  Wilayah  

3. Dewan  Pertimbangan  Medik  (DPM)  

4. PDGI  Wilayah    

5. ASOSIASI  FASKES  àARSADA  

6. Dinkes  Propinsi  

III.  Tingkat  Cabang  ,  terdiri  dari:  

1. Kantor  Cabang  BPJS  Kesehatan    

2. IDI  Cabang  

3. PDGI  Cabang    

4. Dinkes  Kabupaten/Kota  

Ada  di  setiap  Fasilitas  Kesehatan  yang  bekerja  sama  dengan  BPJS  Kesehatan  

Terdiri  :  

1. Petugas  BPJS  Center  

2. Tim  Pengendali  RS  

3. Komite  Medik  RS  

Page 98: Pedoman Administrasi

98    

Fungsi dan Kewenangan Tim Teknis Kendali Mutu adalah:

1. Pada kasus tertentu, tim teknis kendali mutu dan kendali biaya dapat meminta informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan.

2. Tim Teknis juga melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Fungsi dan Kewenangan Tim Besar Kendali Mutu adalah:

1. Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai

kompetensi

2. Utilization review dan audit medis

3. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.

4. mewajibkan agar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

melakukan :

a) Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi

sesuaikompetensi

b) Utilization review dan audit medis

c) Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan

G. MEKANISME KERJA TIM KENDALI MUTU & BIAYA BPJS KESEHATAN

Penanggung jawab penerapan sistem kendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan di Era

Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014 adalah BPJS Kesehatan

Tingkat

Kebijakan

Struktur Proses Outcome

TIM  BESAR  

TINGKAT  PUSAT  

- BPJS  Kesehatan  

Kantor  Pusat  

- KKI  

- PB  IDI  

- PB  PDGI  

- Asosiasi  Faskes  

àPERSI  

- Direktorat  Jenderal  

- Rapat  Rutin  Tingkat  Pusat  dilaksanakan  

1  kali  dalam  setahun  (setiap  bulan  

September)  membahas  tentang  hasil  

rapat  rutin  tingkat  Divisi  Regional  dan  

Cabang,  serta  usulan  dari  Kemenkes  RI  

- Sosialisasi  kewenangan  tenaga  

kesehatan  dalam  menjalankan  praktik  

profesi  sesuai  kompetensi  

Rekomendasi/usulan  

kebijakan    

 

Page 99: Pedoman Administrasi

99    

Tingkat

Kebijakan

Struktur Proses Outcome

BUK  KEMENKES  RI  

- Akademisi  

- pembinaan  etika  dan  disiplin  profesi  

kepada  tenaga  kesehatan  

- Audit  Medis  oleh  Tim  Kendali  Mutu  di  

tingkat  pusat  

TIM  BESAR  

TINGKAT  DIVISI  

REGIONAL  

- BPJS  Kesehatan  

Divisi  Regional  

- IDI  Wilayah  

- PDGI  Wilayah  

- ARSADA  

- Dinkes  propinsi  

- Dewan  

Pertimbangan  

Medik  (DPM)    

- Pemprov    

 

- Rapat  Rutin  Tingkat  Divisi  Regional  

dilakukan  2  kali  dalam  setahun  

membahas  tentang  hasil  rapat  rutin  

tingkat  cabang,  usulan  dari  DPM  serta  

Dinkes  Propinsi  dan  permasalahan  yang  

belum  dapat  diselesaikan  di  tingkat  

cabang  

- Audit  Medis  oleh  Tim  Kendali  Mutu  di  

tingkat  Regional  

- Sosialisasi  kewenangan  tenaga  

kesehatan  dalam  menjalankan  praktik  

profesi  sesuai  kompetensi  

Usulan  kebijakan  ke  

Tingkat  Pusat  

TIM  BESAR  

TINGKAT  

CABANG  

- Kantor  Cabang  BPJS  

Kesehatan  

- IDI  Cabang  

- PDGI  Cabang  

- Dinkes  Kabupaten  

 

 

- Rapat  Rutin  Tingkat  Cabang  dilakukan  3  

kali  dalam  setahun  

- Materi  yang  dirapatkan  adalah  :  

1. Evaluasi  biaya  pelkes  BPJS  

Kesehatan,  

2. Melakukan  Audit  Medis  sesuai  

dengan  usulanTim  Teknis  Kendali  

Mutu    

3. evaluasi  dan  review  berkala  standar  

pelayanan  medis  (termasuk    clinical  

pathway)    faskes  BPJS  Kesehatan,  

4. Utilization  Review  berkala  BPJS  

Kesehatan  :  review  

kasus/tindakan/prosedur  medis  

yang  high  volume,  high  cost,  dan  

high  risk  serta  dampaknya  pada  

biaya  pelayanan  kesehatan  BPJS  

1. Medical  Judgement  

untuk  kasus  khusus  

bermasalah  

2. Laporan  Evaluasi  

Biaya  Pelkes  

pertriwulan,  Profil  

kesehatan  peserta  

BPJS,    

3. Kinerja  Fasilitas  

Kesehatan    

4. Hasil  Audit  Medis  

BPJS  Kesehatan,  

5. Laporan  Utilization  

Review  

kasus/tindakan/prose

dur  medis  yang  high  

volume,  high  cost,  

Page 100: Pedoman Administrasi

100    

Tingkat

Kebijakan

Struktur Proses Outcome

kesehatan  

5. Sosialisasi  kewenangan  tenaga  

kesehatan  dalam  menjalankan  

praktik  profesi  sesuai  kompetensi  

 

dan  high  risk  serta  

dampaknya  pada  

biaya  pelayanan  

kesehatan  BPJS  

kesehatan.  

 

Keterangan :

1. Bila diperlukan, dapat dilakukan kegiatan di luar yang sudah dijadwalkan tersebut.

2. Bila terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh tim, maka permasalahan

tersebut dilaporkan kepada Menteri Kesehatan RI untuk mendapatkan penyelesaian.

3. Masing-masing Tim Besar dibentuk melalui :

o Di tingkat Pusat melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan

o Di tingkat Divisi Regional melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan

o Di tingkat Cabang melalui Surat keputusan Kepala Divisi Regional

4. Pembentukan Tim Teknis Kendali Mutu dan Biaya BPJS Kesehatan dilaksanakan di Kantor

Cabang BPJS Kesehatan

5. Biaya Pelaksanaan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Page 101: Pedoman Administrasi

101    

BAB XIII STANDAR PELAYANAN NON MEDIS

Standar Pelayanan Non Medis adalah ukuran waktu yang ditetapkan untuk

penyelesaian pembayaran tagihan pada Fasilitas Kesehatan dan Peserta.

A. TUJUAN

1. Memenuhi harapan pelanggan terhadap pelayanan admnistrasi yang murah, mudah

dan cepat, sesuai dengan perkembangan dan kondisi perusahaan.

2. Diperolehnya waktu penyelesaian pelayanan administrasi yang sama di seluruh

Indonesia sesuai dengan beban kerja.

B. LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas

pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak

permintaan pembayaran diterima.

2. Peraturan Presiden Nomor … tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2013

(1) BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada

Peserta:

a. paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas

Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya

berdasarkan kapitasi; dan

b. paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi

Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

(2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1%

(satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan

keterlambatan.

3. Permenkes No 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan

Nasional Pasal 12

Page 102: Pedoman Administrasi

102    

Kewajiban BPJS Kesehatan: melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan

atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja

sejak dokumen klaim diterima lengkap.

C. KETENTUAN UMUM

Dokumen klaim diterima lengkap adalah:

− berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun softcopy) diterima lengkap

olehBPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota

− Formulir Pengajuan Klaim yang berisi besar biaya yang diajukan telah ditandatangani

Pimpinan Rumah Sakit.

C. UKURAN WAKTU

1. Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari kerja

dengan memperhitungkan jumlah hari libur

2. Pelayanan Tingkat Pertama

a. Rawat jalan

Pembayaran kapitasi dilakukan paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan

berjalan

b. Rawat inap, darah, persalinan, paket ambulan, gawat darurat di faskes yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung

sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun

softcopy) diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor

Operasional Kabupaten/Kota.

c. Obat Rujuk Balik

ü Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari

dihitung sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap

oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional

Kabupaten/Kota)

ü Berkas administrasi penagihan klaim obat rujuk balik diterima lengkap adalah

kondisi tagihan klaim pelayanan obat telah diverifikasi oleh verifikator dan telah

dibuat Formulir Pengajuan Klaim oleh Apotek.

ü Proses verifikasi oleh Verifikator tidak dihitung dalam perhitungan SPNM karena

proses ini dilakukan sehari-hari.

Page 103: Pedoman Administrasi

103    

d. Kompensasi di daerah tidak tersedia faskes yang memenuhi syarat

Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung

sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun

softcopy) diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor

Operasional Kabupaten/Kota

3. Pelayanan Rujukan Tingkat Lanjutan

ü Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung

sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap oleh BPJS

Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota)

ü Berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap adalah kondisi tagihan klaim

pelayanan telah diverifikasi oleh verifikator dan telah dibuat Formulir Pengajuan

Klaim yang ditandatangani Pimpinan Rumah Sakit.

ü Proses verifikasi oleh Verifikator di Faskes tidak dihitung dalam perhitungan SPNM

karena proses ini dilakukan sehari-hari

Page 104: Pedoman Administrasi

104    

Lampiran 1

DAFTAR PENYAKIT YANG DAPAT DITANGANI DI LAYANAN TINGKAT PERTAMA

Sesuai dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang Standar

Kompetensi Dokter Indonesia, didapatkan daftar penyakit yang dikelompokkan ke dalam tingkat

kompetensi untuk menjadi acuan bagi institusi pendidikan dokter agar dokter yang dihasilkan

memiliki kompetensi yang memadai untuk membuat diagnosis yang tepat, member penanganan

awal atau tuntas, dan melakukan rujukan secara tepat dalam rangka penatalaksanaan pasien.

Tingkat kompetensi setiap penyakit merupakan kemampuan yang harus dicapai pada akhir

pendidikan dokter.

Adapun tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah :

Tingkat  Kemampuan  1:  mengenali  dan  menjelaskan  

Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan

mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai

penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat  Kemampuan  2:  mendiagnosis  dan  merujuk  

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter

juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat  Kemampuan  3:  mendiagnosis,  melakukan  penatalaksanaan  awal,  dan  merujuk  

3A.  Bukan  gawat  darurat  

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan

dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3B. Gawat  darurat  

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah

keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.Lulusan dokter mampu menentukan rujukan

Page 105: Pedoman Administrasi

105    

yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu

menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat  Kemampuan  4:  mendiagnosis,  melakukan  penatalaksanaan  secara  mandiri  dan  

tuntas  

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit

tersebut secara mandiri dan tuntas.

a. 4A.  Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

b. 4B.  Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan

Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

Dengan demikian didalam Daftar Penyakit ini level kompetensi tertinggi adalah 4A.  Adapun  

daftar  Penyakit  yang  termasuk  dalam  tingkat  kemampuan  4A  adalah  :  

No   NAMA  PENYAKIT   No   NAMA  PENYAKIT  1   Kejang  demam   73   Kehamilan  normal  2   Tetanus   74   Aborsi  spontan  komplit  3   HIV  AIDS  tanpa  komplikasi   75   Anemia  defisiensi  besi  pada  kehamilan  4   Tension  headache   76   Ruptur  perineum  tingkat  1/2  5   Migren   77   Abses  folikel  rambut  atau  kelenjar  sebasea  6   Bells’  palsy   78   Mastitis  

7   Vertigo  (Benign  paroxysmal  positional  vertigo)   79   Cracked  nipple  

8   Gangguan  somatoform   80   Inverted  nipple  9   Insomnia   81   Diabetes  melitus  tipe  1  10   Benda  asing  di  konjungtiva   82   Diabetes  melitus  tipe  2  11   Konjungtivitis   83   Hipoglikemia  ringan  12   Perdarahan  subkonjungtiva   84   Malnutrisi  energi-­‐protein  13   Mata  kering   85   Defisiensi  vitamin  14   Blefaritis   86   Defisiensi  mineral  15   Hordeolum   87   Dislipidemia  16   Trikiasis   88   Hiperurisemia  17   Episkleritis   89   Obesitas  18   Hipermetropia  ringan   90   Anemia  defisiensi  besi  19   Miopia  ringan   91   Limfadenitis  20   Astigmatism  ringan   92   Demam  dengue,  DHF  21   Presbiopia   93   Malaria  22   Buta  senja   94   Leptospirosis  (tanpa  komplikasi)  23   Otitis  eksterna   95   Reaksi  anafilaktik  24   Otitis  media  akut   96   Ulkus  pada  tungkai  

Page 106: Pedoman Administrasi

106    

25   Serumen  prop   97   Lipoma  26   Mabuk  perjalanan   98   Veruka  vulgaris  27   Furunkel  pada  hidung   99   Moluskum  kontagiosum  28   Rhinitis  akut   100   Herpes  zoster  tanpa  komplikasi  

No   NAMA  PENYAKIT   No   NAMA  PENYAKIT  29   Rhinitis  vasomotor   101   Morbili  tanpa  komplikasi  30   Rhinitis  alergika   102   Varisela  tanpa  komplikasi  31   Benda  asing   103   Herpes  simpleks  tanpa  komplikasi  32   Epistaksis   104   Impetigo  33   Influenza   105   Impetigo  ulseratif  (ektima)  34   Pertusis   106   Folikulitis  superfisialis  35   Faringitis   107   Furunkel,  karbunkel  36   Tonsilitis   108   Eritrasma  37   Laringitis   109   Erisipelas  38   Asma  bronchial   110   Skrofuloderma  39   Bronkitis  akut   111   Lepra  40   Pneumonia,  bronkopneumonia   112   Sifilis  stadium  1  dan  2  41   Tuberkulosis  paru  tanpa  komplikasi   113   Tinea  kapitis  42   Hipertensi  esensial   114   Tinea  barbe  43   Kandidiasis  mulut   115   Tinea  fasialis  44   Ulkus  mulut  (aptosa,  herpes)   116   Tinea  korporis  45   Parotitis   117   Tinea  manus  46   Infeksi  pada  umbilicus   118   Tinea  unguium  47   Gastritis   119   Tinea  kruris  

48   Gastroenteritis  (termasuk  kolera,  giardiasis)   120   Tinea  pedis  

49   Refluks  gastroesofagus   121   Pitiriasis  vesikolor  50   Demam  tifoid   122   Kandidosis  mukokutan  ringan  51   Intoleransi  makanan   123   Cutaneus  larva  migran  52   Alergi  makanan   124   Filariasis  53   Keracunan  makanan   125   Pedikulosis  kapitis  54   Penyakit  cacing  tambang   126   Pedikulosis  pubis  55   Strongiloidiasis   127   Skabies  56   Askariasis   128   Reaksi  gigitan  serangga  57   Skistosomiasis   129   Dermatitis  kontak  iritan  58   Taeniasis   130   Dermatitis  atopik  (kecuali  recalcitrant)  59   Hepatitis  A   131   Dermatitis  numularis  60   Disentri  basiler,  disentri  amuba   132   Napkin  eczema  61   Hemoroid  grade  ½   133   Dermatitis  seboroik  62   Infeksi  saluran  kemih   134   Pitiriasis  rosea  63   Gonore   135   Akne  vulgaris  ringan  

Page 107: Pedoman Administrasi

107    

64   Pielonefritis  tanpa  komplikasi   136   Hidradenitis  supuratif  65   Fimosis   137   Dermatitis  perioral  66   Parafimosis   138   Miliaria  

No   NAMA  PENYAKIT   No   NAMA  PENYAKIT  

67   Sindrom  duh  (discharge)  genital  (gonore  dan  nongonore)             139   Urtikaria  akut  

68   Infeksi  saluran  kemih  bagian  bawah   140   Exanthematous  drug  eruption,  fixed  drug  eruption  

69   Vulvitis   141   Vulnus  laseratum,  punctum  70   Vaginitis   142   Luka  bakar  derajat  1  dan  2  71   Vaginosis  bakterialis   143   Kekerasan  tumpul  72   Salpingitis   144   Kekerasan  tajam  

 

Page 108: Pedoman Administrasi

108    

Lampiran 2

KRITERIA GAWAT DARURAT

NO. BAGIAN DIAGNOSA I ANAK 1 Anemia sedang / berat

2 Apnea / gasping 3 Asfiksia neonatrum 4 Bayi ikterus, anak ikterus 5 Bayi kecil/ premature 6 Cardiac arrest / payah jantung 7 Cyanotic Spell (penyakit jantung) 8 Diare profis (> 10/hari) disertai dehidrasi ataupun tidak 9 Difteri 10 Ditemukan bising jantung, aritmia 11 Edema / bengkak seluruh badan 12 Epitaksis, tanda pendarahan lain disertai febris 13 Gagal ginjal akut 14 Gagal nafas akut 15 Gangguan kesadaran, fungsi vital masih baik 16 Hematuri 17 Hipertensi Berat 18 Hipotensi / syok ringan s/d sedang 19 Intoksikasi (minyak tanah, baygon) keadaan umum

masih baik 20 Intoksikasi disertai gangguan fungsi vital (minyak tanah,

baygon) 21 Kejang disertai penurunan kesadaran 22 Muntah profis (> 6 hari) disertai dehidrasi atau tidak 23 Panas tinggi >400 C 24 Resusitasi cairan 25 Sangat sesak, gelisah, kesadaran menurun, sianosis

ada retraksi hebat (penggunaan otot pernafasan sekunder)

26 Sering kencing, kemungkinan diabetes 27 Sesak tapi kesadaran dan keadaan umum masih baik 28 Shock berat (profound) : nadi tidak teraba tekanan

darah terukur termasuk DSS. 29 Tetanus 30 Tidak kencing > 8 jam 31 Tifus abdominalis dengan komplikasi

II BEDAH 1 Abses cerebri 2 Abses sub mandibula 3 Amputasi penis 4 Anuria 5 Apendicitis acute

Page 109: Pedoman Administrasi

109    

NO. BAGIAN DIAGNOSA 6 Atresia ani (anus malformasi) 7 Akut abdomen 8 BPH dengan retensio urin 9 Cedera kepala berat 10 Cedera kepala sedang 11 Cedera tulang belakang (vertebral) 12 Cedera wajah dengan gangguan jalan nafas 13 Cedera wajah tanpa gangguan jalan nafas, antara lain :

a. Patah tulang hidung / nasal terbuka dan tertutup b. Patah tulang pipi (zygoma) terbuka dan tertutup c. Patah tulang rahang (maxilla dan mandibula) terbuka

dan tertutup d. Luka terbuka daerah wajah

14 Cellulitis 15 Cholesistitis akut 16 Corpus alienum pada :

a. Intra cranial b. Leher c. Thorax d. Abdomen e. Anggota gerak f. Genetalia

17 CVA bleeding 18 Dislokasi persendian 19 Drowning 20 Flail chest 21 Fraktur tulang kepala 22 Gastrokikis 23 Gigitan binatang / manusia 24 Hanging 25 Hematothorax dan pneumothorax 26 Hematuria 27 Hemoroid grade IV (dengan tanda strangulasi) 28 Hernia incarcerate 29 Hidrochepalus dengan TIK meningkat 30 Hirschprung disease 31 Ileus Obstruksi 32 Internal Bleeding 33 Luka Bakar 34 Luka terbuka daerah abdomen 35 Luka terbuka daerah kepala 36 Luka terbuka daerah thorax 37 Meningokel / myelokel pecah 38 Multiple trauma 39 Omfalokel pecah 40 Pankreatitis akut 41 Patah tulang dengan dugaan cedera pembuluh darah 42 Patah tulang iga multiple

Page 110: Pedoman Administrasi

110    

NO. BAGIAN DIAGNOSA 43 Patah tulang leher 44 Patah tulang terbuka 45 Patah tulang tertutup 46 Periappendicullata infiltrate 47 Peritonitis generalisata 48 Phlegmon dasar mulut 49 Priapismus 50 Prolaps rekti 51 Rectal bleeding 52 Ruptur otot dan tendon 53 Strangulasi penis 54 Syok Neuroragik 55 Tension pneumothoraks 56 Tetanus generalisata 57 Tenggelam 58 Torsio testis 59 Tracheo esophagus fistel 60 Trauma tajam dan tumpul daerah leher 61 Trauma tumpul abdomen 62 Trauma toraks 63 Trauma musculoskeletal 64 Trauma spiral 65 Traumatik amputasi 66 Tumor otak dengan penurunan kesadaran 67 Unstable pelvis 68 Urosepsi III Kardiovaskular 1 Aritmia

2 Aritmia dan shock 3 Angina Pectoris 4 Cor Pulmonale decompensata yang akut 5 Edema paru akut 6 Henti jantung 7 Hipertensi berat dengan komplikasi (hipertensi

enchephalopati, CVA) 8 Infark Miokard dengan komplikasi (shock) 9 Kelainan jantung bawaan dengan gangguan ABC

(Airway Breathing Circulation) 10 Kelainan katup jantung dengan gangguan ABC (airway

Breathing Circulation) 11 Krisis hipertensi 12 Miokarditis dengan shock 13 Nyeri dada 14 PEA (Pulseless Electrical Activity) dan Asistol 15 Sesak nafas karena payah jantung 16 Sindrom Koroner Akut 17 Syncope karena penyakit jantung

Page 111: Pedoman Administrasi

111    

NO. BAGIAN DIAGNOSA IV Kebidanan 1 Abortus 2 Atonia Uteri

3 Distosia bahu 4 Eklampsia 5 Ekstraksi vakum 6 Infeksi nifas 7 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) 8 Perdarahan Antepartum 9 Perdarahan Postpartum 10 Perlukaan jalan lahir 11 Pre eklamsi & Eklamsia 12 Hyperemesis gravidarum dengan dehidrasi 13 Sisa plasenta

V Mata 1 Benda asing di kornea mata / kelopak mata 2 Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe 3 Dakriosistisis akut 4 Endoftalmitis/panoftalmitis 5 Glaukoma :

a. Akut b. Sekunder

6 Penurunan tajam penglihatan mendadak : a. Ablasio retina b. CRAO c. Vitreous bleeding

7 Selulitis Orbita 8 Semua kelainan kornea mata :

a. Erosi b. Ulkus / abses c. Descematolis

9 Semua trauma mata : a. Trauma tumpul b. Trauma fotoelektrik/ radiasi c. Trauma tajam/tajam tembus

10 Trombosis sinus kavernosis 11 Tumor orbita dengan perdarahan 12 Uveitis/ skleritis/iritasi VI Paru-paru 1 Asma bronchitis moderate severe

2 Aspirasi pneumonia 3 Emboli paru 4 Gagal nafas 5 Injury paru 6 Massive hemoptisis 7 Massive pleural effusion 8 Oedema paru non cardiogenic 9 Open/closed pneumathorax 10 P.P.O.M Exacerbasi akut

Page 112: Pedoman Administrasi

112    

NO. BAGIAN DIAGNOSA 11 Pneumonia sepsis 12 Pneumathorax ventil 13 Reccurent Haemoptoe 14 Status Asmaticus 15 Tenggelam VII Penyakit

Dalam 1 Demam berdarah dengue (DBD)

2 Demam tifoid 3 Difteri 4 Disequilebrium pasca HD 5 Gagal ginjal akut 6 GEA dan dehidrasi 7 Hematemesis melena 8 Hematochezia 9 Hipertensi maligna 10 Keracunan makanan 11 Keracunan obat 12 Koma metabolic 13 Leptospirosis 14 Malaria 15 Observasi shock VIII THT 1 Abses di bidang THT & kepala leher 2 Benda asing laring/ trachea/bronkus, dan benda asing

tenggorokan 3 Benda asing telinga dan hidung 4 Disfagia 5 Obstruksi jalan nafas atas grade II/III Jackson 6 Obstruksi jalan nafas atas grade IV Jackson 7 Otalgia akut (apapun penyebabnya) 8 Parese fasialis akut 9 Perdarahan di bidang THT 10 Syok karena kelainan di bidang THT 11 Trauma (akut) di bidang THT ,Kepala dan Leher 12 Tuli mendadak 13 Vertigo (berat) IX Syaraf 1 Kejang 2 Stroke 3 Meningo enchepalitis X Psikiatri 1 Gangguan panic 2 Gangguan psikotik 3 Gangguan konversi 4 Gaduh Gelisah

Page 113: Pedoman Administrasi

113