pedagang_kaki_lima

download pedagang_kaki_lima

of 7

Transcript of pedagang_kaki_lima

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    1/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    99

    PEDAGANG KAKI LIMA :

    ENTREPRENEUR YANG TERABAIKAN

    Oleh

    Ir. Halomoan Tamba,MBA1

    Drs. Saudin Sijabat,MM2

    Saat tulisan ini dirangkai, penulis

    sedang mempelototi bentrokan antaraaparat pemerintah dengan PedagangKaki Lima (PKL) di Kota Menado yang

    ditayangkan oleh salah satu TV swasta.Hati siapa tidak teriris dan miris melihattangis dan jeritan seorang ibu yang sum-

    ber nafkah keluarganya di obok-obokoleh aparat pemerintah? Bukankah

    salah satu tugas pemerintah untukmelindungi rakyatnya dan memberikan

    suasana berusaha yang nyaman ? Inilahyang melatarbelakangi kenapa tulisantentang PKL ini diangkat menjadi suatu

    isyu selain dalam dua tahun terakhir inipenulis juga menggeluti program pem-

    berdayaan PKL.

    Ternyata, texbookyang bergeletakandi perpustakaan mini yang ada di pojokruang tamu rumah penulis tidak dapat

    membantu untuk menemukan siapa se-benarnya tokoh atau pencetus atau

    pengucap pertama nama PedagangKaki Lima (PKL) ini. Penulis ingin ber-

    dialog dengan tokoh tersebut. Kenapamereka dijuluki sebagai pedagang kaki

    lima ? Kenapa bukan pedagang kaki tiga

    atau pedagang kaki seribu ? Kenapamereka dipandang sebagai bagian darimasalah (part of problem) atau penim-

    bul masalah (trouble maker) ?Seandainya pencipta nama PKL ini

    masih hidup, pasti dia ikut juga

    menangis terisak-isak bersama PKLyang tergusur. Mengapa tidak ? Mereka

    juga memiliki hati. Hati mereka juga ter-iris dan miris menyaksikan bentrokan

    yang terlalu sering antara PKL denganaparat pemerintah. Menonton tayanganTV hampir saban hari atau membaca

    media cetak dimana sarana usaha PKLdiporakporandakan oleh Satpol (Satuan

    Polisi Pamongpraja). Ironis memang ditengah-tengah suatu bangsa saat

    mengurangi jumlah orang miskin, di saatpemerintah bekerja keras menciptakanlapangan pekerjaan justru terjadi pemus-

    nahan semangat berwirausaha. Dalamkonteks penumbuhan enam juta usaha

    baru, penulis melihat PKL sebagai salahsatu solusi yang dapat memberi harapan

    sepanjang mereka dimanusiakan bukandijadikan sebagai partner untuk bentrok.

    sangat terasa bahwa produk pemikiran, kebijakan, dan program tidak sealur dalam

    suatu system yang holistik untuk menghasilkan 6 juta unit usaha baru yang berkualitas

    sebagai pelaku usaha bahkan dengan kasat mata terlihat sangat fragmented dan tidak

    tersinergikan secara utuh.

    1) Penulis adalah Asdep Urusan Perdagangan Dalam Negeri Deputi Bidang Pemasaran dan

    Jaringan Usaha2) Penulis adalah Kabid Partisipasi Usaha dan Permodalan

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    2/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    100

    PKL Sebagai Part of Solution

    PKL atau dalam bahasa inggris disebut street hawker atau street trader

    selalu dimasukkan dalam sektor informal.Dalam perkembangannya, keberadaan

    PKL di kawasan perkotaan Indonesiaseringkali kita jumpai masalah-masalahyang terkait dengan gangguan keaman-

    an dan ketertiban masyarakat. Kesankumuh, liar, merusak keindahan, seakan

    sudah menjadi label paten yang melekatpada usaha mikro ini. Mereka berjualan

    di trotoar jalan, di taman-taman kota, dijembatan penyebrangan, bahkan di badan jalan. Pemerintah kota berulangkali

    menertibkan mereka yang ditengarai men-jadi penyebab kemacetan lalu lintas atau-

    pun merusak keindahan kota. PKL dipan-dang sebagai bagian dari masalah (partof problem).

    Upaya penertiban, sebagaimanasering diekspose oleh media televisi acap-kali berakhir dengan bentrokan dan

    mendapat perlawanan fisik dari PKL sendi-ri. Bersama dengan komponen masya-

    rakat lainnya, tidak jarang para PKL punmelakukan unjuk rasa. Pada hal, sejati-

    nya bila keberadaannya dipoles dan dita-ta dengan konsisten, keberadaan PKL ini

    justru akan menambah eksotik keindah-

    an sebuah lokasi wisata di tengah-tengah kota. Hal ini bisa terjadi apabila

    PKL dijadikan sebagai bagian dari solusi(part of solution).

    Dalam konteks menumbuhkan enam

    juta unit usaha baru sebagai wujudkomitmen pemerintah dalam memberda-

    yakan usaha mikro dan usaha kecil,maka sasaran utama program seyogya-nya ditujukan kepada PKL. Bukankah

    PKL sudah teruji sebagai bibit entrepre-neur untuk diberdayakan menjadi unit

    usaha baru yang tangguh ? Berbagai hasilstudi sudah membuktikannya. Salah satu

    hasil penelitian Purwanugraha, Heribertus

    Andre dan Th. Agung M. Harsiwi, 2000,dalam Dampak Krisis Ekonomi Terhadap

    Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Ka-wasan Malioboro : Studi Pada Aspek

    Manajemen dan Pengelolaan Modal,Laporan Penelitian, Fakultas Ekonomi,

    Universitas Atma Jaya Yogyakarta jugamenimpulkan bahwa pedagang kaki limatidak terlalu mempermasalahkan kondisikrisis ekonomi (Lihat Tabel). Terbuktiseperti yang ditunjukkan Tabel di bawah

    ini bahwa PKL tetap bekerja denganwaktu berjualan yang tidak berubah

    (88,0%),pendapatan bersih rata-rataper bulan yang diperoleh juga tidak

    mengalami perubahan (66,5%). Semen-tara itu taksiran nilai barang dagangandan peralatan juga tidak mengalami

    perubahan (80,5%). Tidak berubahnyapendapatan bersih rata-rata per bulan

    Perubahan Waktu Bekerja, Penjualan, dan Nilai Barang PKL

    !!" "

    # $" "$% "$"

    #& !" %'" !'

    ()# $ $ $

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    3/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    101

    dapat terjadi karena pengaruh inflasi yangmenandai adanya krisis ekonomi yaitu

    peningkatan penjualan yang diimbangipeningkatan biaya yang dikeluarkan

    pedagang kaki lima untuk menghasilkanbarang dagangan.

    Seperti yang sudah dikemukakan diatas, PKL yang dikelompokkan dalam

    sektor informal sering dijadikan sebagaikambing hitam dari penyebab kesem-

    rawutan lalu lintas maupun tidak bersih-nya lingkungan. Meskipun demikian PKLini sangat membantu kepentingan

    masyarakat dalam menyediakan lapang-

    an pekerjaan dengan penyerapan tenagakerja secara mandiri atau menjadi safety

    beltbagi tenaga kerja yang memasuki

    pasar kerja, selain untuk menyediakankebutuhan masyarakat golonganmenengah ke bawah. Pada umumnya

    sektor informal sering dianggap lebihmampu bertahan hidup survivedibanding-kan sektor usaha yang lain. Hal tersebutdapat terjadi karena sektor informal relatif

    lebih independentatau tidak tergantungpada pihak lain, khususnya menyangkut

    permodalan dan lebih mampu beradaptasi

    dengan lingkungan usahanya.

    Bukti-bukti tersebut menggambarkanbahwa pekerjaan sebagai PKL merupa-kan salah satu pekerjaan yang relatif tidak

    terpengaruh krisis ekonomi karenadampak krisis ekonomi tidak secara nyata

    dirasakan oleh pedagang kaki lima. Dalamhal ini PKL mampu bertahan hidup dalam

    berbagai kondisi, sekalipun kondisikrisis ekonomi.

    Eksistensi sektor informal seperti PKLmemiliki peran penting sebagai penyang-

    ga distorsi sistem ekonomi. Namun disa-at yang sama, ekonomi informal jugamerupakan masalah, sehingga perlu di-

    respon dengan politik ekonomi dan kebi-

    jakan yang tepat. Salah satu pendekatanyang dilakukan oleh Kementerian Kopera-

    si dan UKM adalah melalui Program Pe-nataan Dan Pemberdayaan Pedagang

    Kaki Lima dengan fasilitasi BantuanPerkuatan Sarana Usaha sebagai stimu-

    lator dan katalisator bagi PemerintahKabupaten/Kota. Program ini sudah ber-

    jalan dua tahun anggaran. Dalam program

    tersebut, Kementerian Negara Koperasidan UKM bersinergi dengan Pemerintah

    Propinsi atau Kabupaten/Kota untuk mem-berdayakan PKL melalui Koperasi.

    Dengan pola ini diharapkan PKL dapatmenjadi suatu solusi dalam memecah-kan penumbuhan usaha baru sekaligus

    akan berdampak terhadap penyerapantenaga kerja.

    PKL Sebagai Mitra Kerja

    Aldwin Suryadalam tulisannya yangberjudul Dilema Pedagang Kaki Limadi harian daerah Waspada Online me-nyingkap sedikit tentang sejarah PKL ini.

    Surya menggambarkan bahwa sebutanpedagang kaki lima awalnya berasal dari

    para pedagang yang menggunakan ge-

    robak dorong yang memiliki tiga roda. Diatas kereta dorong itulah ia meletakkan

    berbagai barang dagangannya, menyu-suri pemukiman penduduk dan menja-

    jakannya kepada orang-orang yang ber-minat. Dengan dua kaki pedagang kaki

    lima plus tiga roda kereta dorong itulah,mereka kemudian dikenal sebagai peda-gang kaki lima. Namun, pengertian PKL

    dan area tempat mereka berdagang telahmengalami banyak pergeseran. Seiring

    dengan peningkatan populasi penduduk,PKL bermunculan di banyak tempat,

    memanfaatkan tiap celah yang dinilaimemberi peluang untuk menjualdagangannya. Mereka pun tidak lagi

    harus menggunakan kereta dorong. Se-

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    4/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    102

    lanjutnya dikisahkan, dengan berbekalplastik, koran/kardus bekas atau apa saja

    yang boleh digunakan sebagai alasdagangannya, mereka siap menggelar

    barang dagangan, sabar menunggu pem-beli dan berharap cepat laku. Beberapa

    pedagang kaki lima memilih menjemputbola dengan cara menjadi pedagangasongan.

    Oleh karena itu, lokasi para pedagang

    kaki lima sekarang sangat bervariasiseperti dapat dijumpai di pasar-pasar tra-

    disional, emperan toko, di pojok jalan, ka-wasan perumahan, di pintu jalan masuktol, di persimpangan lampu merah (traffic

    light), bahkan di depan sekolah dan ru-mah sakit.

    Kemudian, menurut amatan AldwinSurya,PKL adalah pahlawan bagi keluar-ganya. Mereka mengajarkan falsafahketeladanan kepada keluarganya bah-wa kegetiran hidup dan kehidupan yangsemakin berat dapat dilalui bila mau

    bekerja keras, tabah dan sabar. Merekaadalah sosok yang tidak cepat me-

    nyerah, realistis dan penuh sema-ngat. Meski beban kehidupan semakin

    berat, semua dilakoni tanpa banyak

    mengeluh. Bagi mereka, esok berpe-luang memberi kehidupan lebih baik.

    Mereka sebenarnya orang-orang yang

    patuh, sehingga tidak mengeluh saatoknum-oknum tertentu mengutip iuran dari

    PKL. Bukankah kharakterristik sepertiyang melekat pada PKL ini menjadi fon-dasi dasar untuk tumbuh menjadi

    pengusaha besar? Bila demikian halnya,

    kenapa mereka ini tidak dijadikan sebagaimitra kerja bagi pemerintah ? Baik se-bagai mitra kerja dalam menertibkan pre-

    man, kebersihan kota, keindahan lokasi,maupun dalam menertibkan penerimaan

    retribusi atau pendapatan asli daerah(PAD). Bahkan lebih jauh dari itu, PKL

    dapat dijadikan sebagai mitra kerjapemerintah dalam mengurangi kemiskin-

    an, mengurangi pengangguran, dan sekali-gus sebagai mitra dalam penataan perko-

    taan. Masalahnya adalah bagaimanacaranya mengoptimalkan kehadiran PKLtersebut menjadi eskalator dalam

    proses pembangunan suatu kota ?

    Pemberdayaan PKL Melalui Koperasi

    Singkatnya, pedagang kaki lima padaumumnya adalah self-employed, artinya

    mayoritas PKL terdiri dari satu tenagakerja. Modal yang dimiliki relatif kecil, dan

    terbagi atas modal tetap, berupa peralat-an, dan modal kerja. Dana tersebut jarang

    sekali dipenuhi dari lembaga keuanganresmi. Biasanya PKL mendapatkan danaatau pinjaman dari lembaga atau per-orangan yang tidak resmi. Atau bersum-ber dari supplier yang memasok barang

    dagangan kepada PKL. Sedangkan sum-ber dana yang berasal dari tabungan sendi-

    ri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikitdari mereka yang dapat menyisihkan ha-

    sil usahanya. Ini mudah dipahami karenarendahnya tingkat keuntungan PKL dancara pengelolaan uangnyapun sangat

    sederhana. Sehingga kemungkinan untukmengadakan investasi modal maupun

    ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat,1978). Juga perlu ditambahkan, secara

    umum PKL ini termasuk dalam kategoriyang mayoritas berada dalam usia kerjautama (prime-age) (Soemadi, 1993).

    Dalam pemberdayaan PKL, masing-masing pemerintah kabupaten/kota mem-punyai kebijakan yang berbeda satu sama

    lain. Misalnya pemerintah daerah Kota-madya Yogyakarta menyerahkan

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    5/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    103

    sepenuhnya pengelolaan PKL yang diMalioboro kepada PKL itu sendiri

    (Pengelolaan Malioboro Diserahkan kePKL, Harian Bernas, 4 November 1999,hal.3). Hal tersebut menunjukkan pelak-sanaan usahanya PKL menggunakankonsep dari PKL, oleh PKL, dan untuk

    PKL yang tampak dalam pembentukanorganisasi PKL yang bersifat bottom upuntuk mengorganisir PKL di KawasanMalioboro.

    Keberadaan organisasi pedagang kakilima sangat diperlukan di Kawasan Ma-

    lioboro mengingat luasnya areal usaha

    dan banyaknya pedagang yang mencaripenghidupan di kawasan tersebut. Selainitu, organisasi tersebut sekaligus dilibat-kan untuk ikut menciptakan ketertiban

    dan keamanan di Kawasan Malioboro.

    Contoh lain, model pemberdayaan

    PKL yang dilakukan oleh PemerintahSurakarta dalam tahun 2006 ini yang

    bekerjasama dengan KementerianKoperasi dan UKM. Upaya pember-

    dayaan PKL dilakukan dengan pendeka-tan pengembangan sarana usaha yang

    diiringi dengan upaya transformasisektor informal menjadi sektor formal.Upaya transformasi tersebut tentunya

    melibatkan upaya pemberdayaan pelakusektor informal untuk mengembangkan

    kapasitas usahanya. Pemberdayaantersebut, di sisi lain juga diiringi oleh

    kemudahan prosedur formalisasi kegiatanusaha oleh Pemerintah Daerah setempat.

    Kemudian model pemberdayaan PKLyang diperagakan oleh pemerintah DKI

    Jakarta juga salah satu contoh yangmemiliki keunikan tersendiri. Pola PKLBlok S, dimana Pemerintah DKI Jakarta

    memodernisasi lokasi, sarana usaha,dan mempromosikannya ke masyarakat

    membuat sentra PKL tersebut menjadi

    lokasi yang lebih elite. Pola lainnya jugaada yang disebut Lokbin alias lokasi

    binaan. Para PKL dihimpun dalam suatulokasi tertentu dan dengan demikian mere-

    ka memiliki kepastian lokasi berusaha.

    Mencermati fenomena PKL di perko-

    taan, pedagang kaki lima sebagai indi-vidu warga masyarakat seyogyanya dipa-hami dalam konteks transformasi perko-

    taan. Pada hakekatnya mereka bukanlahsemata-mata kelompok masyarakat yang

    gagal masuk dalam sistem ekonomiperkotaan. Mereka bukanlah komponen

    ekonomi perkotaan yang menjadi beban

    bagi perkembangan perkotaan. PKLadalah salah satu pelaku dalam transfor-masi perkotaan yang tidak terpisahkandari sistem ekonomi perkotaan. Bagi

    mereka mengembangkan kewirausa-haannya adalah lebih menarik ketimbang

    menjadi pekerja di sektor formal kelasbawah.

    Masalah yang muncul berkenaandengan PKL ini lebih banyak disebabkan

    oleh kurangnya ruang untuk mewadahikegiatan PKL di perkotaan. Konsep

    perencanaan tata ruang perkotaanyang tidak didasari oleh pemahamaninformalitas perkotaan sebagai bagian

    yang menyatu dengan sistem perkotaanakan cenderung mengabaikan tuntutan

    ruang untuk sektor informal termasukPKL. Kegiatan-kegiatan perkotaan

    didominasi oleh sektor-sektor formal yangmemiliki nilai ekonomis yang tinggi. Aloka-si ruang untuk sektor-sektor informal ter-

    masuk PKL adalah ruang marjinal. Sek-tor informal terpinggirkan dalam rencana

    tata ruang kota yang tidak didasari

    pemahaman informalitas perkotaan.

    Selanjutnya, PKL sering dipandangsebagai sektor informal yang berada di

    luar kerangka hukum dan pengaturan.

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    6/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    104

    Akibatnya penataan berupa kepastianusaha dan tempat menjadi terabaikan.

    Apabila kita dapat menerima alur pikirdan fakta yang disajikan di atas bahwa

    PKL merupakan bagian yang tidak ter-pisahkan dari sistem perekonomian

    nasional khususnya dalam penyerapantenaga kerja maka PKL sangat berhakmemperoleh kenyamanan berusaha beru-

    pa penciptaan iklim berusaha yang kon-dusif dari pemerintah. Dalam konteks ini,

    Kementerian Koperasi dan UKM me-nawarkan kerjasama dengan pemerintah

    kota/kabupaten/propinsi program pena-

    taan & pemberdayaan PKL yang dilaku-kan melalui pendekatan kelembagaan

    Koperasi. Jadi kelompok PKL yang tadi-nya berhimpun dalam bentuk paguyupan,

    kelompok, atau sentra diarahkan menja-di lembaga yang berorientasi peningkat-

    an kesejahteraan ekonomi. Menurut catat-an di Kementerian Koperasi dan UKM,perkembangan koperasi PKL ini belum

    menggembirakan (Lihat Tabel). Dari 299Koperasi PKL, terdapat sebanyak 76

    koperasi yang tidak aktif. Selanjutnyamenurut estimasi penulis, dalam tahun

    2006 ini jumlah Koperasi PKL semakin

    Data Koperasi Pedagang Kaki LimaPer 1 Januari 2000

    N o Jen is / Ident itas Kope ras i Akt i f(Uni t) Tidak Ak t if(Uni t) To ta lKoperas i Anggo ta(orang)

    1 DI Aceh 0 0 0 0 2 Sum ate ra U ta ra 11 1 1 2 1 ,871 3 Sum ate ra Ba ra t 2 0 2 21 6 4 Riau 2 1 3 36 3 5 J a m b i 5 1 6 21 2 6 Sum ate ra Se la tan 0 0 0 0 7 Bengku lu 0 1 1 0 8 L a m p u n g 9 0 9 52 2 9 DKI Jak a r ta 14 3 4 4 8 75 3

    1 0 J a w a B a r at 21 3 2 4 4 ,117 1 1 J a w a T e n g a h 53 6 5 9 30 ,767 1 2 DI Yog yaka r ta 3 1 4 4 ,626 1 3 J a w a T i m u r 80 2 6 1 06 8 ,448 1 4 Bal i 2 0 2 57 9 1 5 Nusa Tenggara Ba ra t 5 0 5 37 3 1 6 N u s a T e n g g a r a T i m u r 1 0 1 43 1 7 Ka l im an tan Ba ra t 1 0 1 67 1 8 Ka l im an tan Tengah 0 0 0 0 1 9 Kal iman tan Se la tan 0 0 0 0 2 0 Ka l im an tan T im ur 0 0 0 0 2 1 Su lawes i U ta ra 4 0 4 15 4 2 2 Su lawes i Tengah 0 1 1 0 2 3 Sulawesi Se la tan 3 1 4 86 5 2 4 Su lawes i Tenggara 0 0 0 0 2 5 Maluku 1 0 1 11 3 2 6 I r ian J aya 6 0 6 1 ,585

    Jumlah 223 76 299 55,674

  • 8/7/2019 pedagang_kaki_lima

    7/7

    Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006

    105

    banyak yang tidak aktif. Hal ini dapatdisimpulkan penulis karena dalam

    menyalurkan bantuan perkuatan saranausaha PKL yang dilaksanakan dalam dua

    tahun terakhir (2005 2006), ternyatasangat sulit menemukan Koperasi PKL

    yang memenuhi kriteria kelembagaanyang telah ditetapkan dalam peraturanMenteri.

    Kemitraan Publik & Swasta

    Hampir semua stakeholders men-

    dukung perlu dilakukan penataan PKLsecara sistemik. Pemerintah inginkotanya tertata apik, bersih, rapih,

    tertib, dan memperoleh pendapatan aslidaerah (PAD) yang tinggi. PKL mendam-

    bakan kenyamanan berusaha tanpa di-gusur-gusur. Sektor formal (swasta, usa-

    ha besar, usaha menengah, usaha kecil,BUMN, BUMD, dll) menginginkanpengelolaan usaha dan pemerintah yangbaik tanpa diganggu oleh PKL. AparatSatpol dan Trantibpun tidak pernah

    mengharapkan bentrokan fisik denganPKL. Untuk itu, penulis menawarkan kon-

    sep kemitraan publik dan swasta.

    Kerangka berpikirnya sangat sederha-na. Pemerintah Kabupaten/Kota/Propin-si menetapkan lokasi, meregistrasi,

    mengawasi, mengendalikan, dan mem-promosikan lokasi PKL tersebut. Peme-

    rintah pusat membantu akses penda-naannya baik melalui APBN maupun

    skim perkreditan yang didesain untukusaha mikro atau sektor informal. Sedang-

    kan swasta, BUMN, BUMD, UsahaBesar, dan UKM menjadikan lokasi PKL

    tersebut sebagai sarana promosi produk-nya. Konsepsi ini sebenarnya bukanlahhal yang baru. Kemitraan yang melibat-

    kan semua stakeholdersdi atas sudahada dan dapat dilihat di tepi pantai Kota

    Makassar. Usulnya adalah bagaimana halini dijadikan sebagai gerakan nasional.

    Payung hukum sebagai dasar berpi-jak dari kemitraan publik dan swasta ini

    dapat diturunkan dari UU No.9 tahun 1995tentang Usaha Kecil (lihat gambar). Pro-

    gram konkrit kemitraan dapat dielabora-si dari jiwa pesan UU No.9/1995 terse-

    but untuk penataan PKL dalam menum-buhkan 6 juta unit usaha baru yangberkualitas. Jika ada kepastian seperti itumaka para sarjana baru akan berlombamenjadi pelaku usaha yang berawal dari

    PKL. Disanalah dia akan menimbapengalaman bagaimana cara berwira-

    swasta yang baik. Alam dan lingkunganakan menjadi dosen mereka. Dengan

    demikian pada suatu saat nanti kita akanmenyaksikan para sarjana berlomba jadipengusaha-pengusaha mikro bukan

    berarti mendapatkan formulir sebagaipegawai negeri.

    Dasar Hukum

    UU NO. 9 Tahun 1995Tentang

    USAHA KECIL

    PEMERINTAH, DUNIA USAHA & MASYARAKATMelakukan PembinaanDalam Bidang :

    Lokasi Produksi Pemasaran SDM Teknologi

    Menyediakan Pembiayaan :

    Kredit Perbankan Pinjaman Non Bank Modal Ventura Penyisihan Laba BUMN Hibah Jenis Lainnya

    Kemitraan Sektor Publikdan Swasta